182
REFERAT TUMOR GANAS THT-KL Disusun Oleh : Aryc Oktarian Jaya (030.08.043) Calvindra Leenesa (030.08.064) Dian Rosa Ari Zona (030.08.081) Laura Estelia (030.08.142) Mila Widyastuti (030.08.162) Pembimbing : Dr Yuswandi Affandi, Sp.THT Dr. M. Ivan Djajalaga, M.Kes, Sp.THT - KL 1

Tumor Ganas Tht

  • Upload
    arycoj

  • View
    133

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tumor Ganas Tht

REFERAT

TUMOR GANAS THT-KL

Disusun Oleh :Aryc Oktarian Jaya (030.08.043)Calvindra Leenesa (030.08.064)

Dian Rosa Ari Zona (030.08.081)Laura Estelia (030.08.142)

Mila Widyastuti (030.08.162)

Pembimbing :Dr Yuswandi Affandi, Sp.THT

Dr. M. Ivan Djajalaga, M.Kes, Sp.THT - KL

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT THTFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 17 Desember 2012 – 19 Januari 2013DAFTAR ISI

1

Page 2: Tumor Ganas Tht

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi 1

BAB I

Pendahuluan 2

BAB II

Anatomi dan Fisiologi 6

BAB III

TUMOR GANAS RONGGA MULUT 28

BAB IV

TUMOR GANAS HIDUNG dan SINONASAL 50

BAB V

TUMOR GANAS NASOFARING 66

BAB VI

TUMOR GANAS LARING 82

BAB VII

TUMOR GANAS TELINGA 88

BAB VIII

KESIMPULAN 100

Daftar pustaka 101

2

Page 3: Tumor Ganas Tht

BAB I

PENDAHULUAN

Masalah keganasan dibidang THT –KL sangat luas menarik dalam penelitian dan

pengembangan ilmu pengetahuan. Selain THT kepala dan leher telah menjadi perhatian para

ahli, dua jenis kanker yang paling umum dibidang kepala dan leher adalah kanker rongga

mulut dan kanker orofaring. Rongga mulut dan orofaring, bersama dengan bagian lain dari

kepala dan leher, memberikan kontribusi pada kemampuan untuk mengunyah, menelan,

bernapas, dan berbicara. Rongga mulut termasuk bibir, mukosa bukal , gingival, dua pertiga

bagian depan lidah, dasar mulut di bawah lidah, palatum durum, dan trigonum retromolar .

Orofaring dimulai dimana rongga mulut berhenti. Ini termasuk pallatum mole, dinidng faring

posterior, tonsil dan pangkal lidah. Kanker dimulai ketika sel-sel menjadi abnormal dan

berkembang biak tanpa kendali atau perintah. Sel-sel ini membentuk suatu pertumbuhan

jaringan, yang disebut tumor. Suatu tumor dapat jinak atau ganas. Sel-sel kanker dapat

menyerang jaringan di dekatnya dan menyebar ke bagian lain dari tubuh secara

perkontuinitatum, aliran darah dan sistem limfatik tubuh. Kanker mulut dan oropharyngeal

adalah salah satu jenis utama kanker di daerah kepala dan leher, pengelompokan yang disebut

kanker kepala dan leher. Meskipun kanker mulut dan kanker orofaringeal yang umumnya

digabungkan dengan menggunakan satu kalimat, penting untuk mengidentifikasi lokasi

kanker dimulai karena ada perbedaan perlakuan antara dua lokasi. Lebih dari 90% dari

kanker mulut dan oropharyngeal adalah karsinoma sel skuamosa, yang berarti mulai di sel

epitel skuamosa pada lapisan mulut dan tenggorokan. Walaupun ada perkembangan dalam

mendiagnosa dan terapi, keabnormalan dan kematian yang diakibatkan kanker mulut masih

tinggi dan sudah lama merupakan masalah didunia. Beberapa alasan yang dikemukakan

untuk ini adalah terutama karena kurangnya deteksi dini dan identifikasi pada kelompok

resiko tinggi, serta kegagalan untuk mengontrol lesi primer dan metastase nodus limf

servikal.Pada umumnya, untuk mendeteksi dini proses keganasan dalam mulut dapat

dilakukan dengan melalui anamnese, pemeriksaan klinis dan diperkuat oleh pemeriksaan

tambahan untuk menunjang diagnosis.

Selain Keganasan pada rongga mulut dan orofaring, tumor ganas untuk bagian THT juga

dapat berasa; dari daerah lain sperti Karsinoma Nasofaring. Karsinoma Nasofaring

disebabkan oleh multifaktor. Sampai sekarang penyebab pastinya belum jelas. Faktor yang

3

Page 4: Tumor Ganas Tht

berperan untuk terjadinya Karsinoma Nasofaring ini adalah faktor makanan seperti

mengkonsumsi ikan asin, sedikit memakan sayur dan buah segar.

Faktor lain adalah non-makanan, seperti debu, asap rokok, uap zat kimia, asap kayu bakar,

dan asap dupa (kemenyan). Faktor genetik juga dapat mempengaruhi terjadinya Karsinoma

Nasofaring. Selain itu terbukti juga infeksi virus Ebstein-Barr dapat menyebabkan Karsinoma

Nasofaring. Hal ini dapat dibuktikan dengan dijumpai adanya keberadaan protei-protein laten

pada penderita karsinoma nasofaring. Pada penderita ini, sel yang terinfeksi oleh EBV akan

menghasilkan protein tertentu yang berfungsi untuk proses proliferasi dan mempertahankan

kelangsungan virus didalam sel hospes. Protein laten ini dapat dipakai sebagai petanda

(marker) dalam mendiagnosa Karsinoma Nasofaring, yaitu EBNA-1 dan LMP-1, LMP-2A,

dan LMP-2B. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya pada 50% serum penderita nasofaring

LMP-1 sedangkan EBNA-1 dijumpai di dalam serum semua pasien Karsinoma Nasofaring.

Selain itu dibuktikan oleh hasil penelitian Khrisna dkk (2004) terhadap suku Indian asli

bahwa EBV DNA didalam serum penderita Karsinoma Nasofaring dapat dipakai sebagai bio-

marker pada karsinoma nasofaring primer. Hubungan antara Karsinoma Nasofaring dan

infeksi virus Ebstein-barr juga dinyatakan oleh berbagai peneliti dari berbagai bagian yang

berbeda di dunia ini. Pada pasien yang Karsinoma Nasofaring dijumpai peninggian titer

antibodi Anti-EBV (EBNA-1) di dalam serum plasma. EBNA-1 adalah protein nuklear yang

berperan dalam mempertahankan genom virus. Huang dalam penelitiannya mengemukakan

keberadaan 3EBV-DNA dan EBNA di dalam sel penderita Karsinoma Nasofaring. Jadi oleh

karena diduga eratnya hubungan antara antibody Anti-EBV dan faktor geetik dengan

terjadinya Karsinoma Nasofaring, maka pada penelitian ini juga melakukan pemeriksaan

serologi yaitu antibodi anti-EBV (EBNA-1) pada pasien-pasien yang telah di diagnosa

menderita Karsinoma Nasofaring melalui pemeriksaan histopatologi sebelumnya dan pasien

yang di periksa ini adalah pasien dengan etnis batak dengan tujuan untuk mengetahui apakah

Karsinoma Nasofaring pada etnis batak juga disebabkan oleh infeksi EBV. Karsinoma

Nasofaring sangat sulit didiagnosa, hal ini mungkin disebabkan karena letaknya sangat

tersembunyi, dan juga pada keadaan dini pasien tidak datang utnuk berobat.

Biasanya pasien baru datang berobat bila gejala sudah mengganggu dan tumor tersebut telah

mengadakan infiltrasi serta metastase pada pembuluh limfe servical. Hal ini merupakan

keadaan lanjut dan biasanya prognosis yang jelek.

Pemeriksaan terhadap Karsinoma Nasofaring ilakukan dengan cara anamnesa penderita

dan disertai dengan pemeriksaan nasofaringoscopy, radiologi, histopatologi,

imunohistokimia,

4

Page 5: Tumor Ganas Tht

Assay atau disingakat dengan ELISA. Oleh karena beberapa penelitian telah membuktikan

bahwa didalam serum penderita Karsinoma Nasofaring dijumpai EBNA-1, maka sebaiknya

pasien yang mempunyai gejala yang mengarah ke Karsinoma Nasofaring dianjurkan untuk

melakukan pemeriksaan serologi yaitu antibodi anti-EBV (EBNA-1).

Penderita Karsinoma Nasofaring tersebar diseluruh dunia dan terdapat daerah endemik

di China selatan. Jenis Karsinoma ini merupakan bentuk keganasan ketiga yang dijumpai

pada

pria dengan insidensi di China Selatan berkisar antara 15-50% pertahun. Di Indonesia

Karsinoma Nasofaring paling banyak dijumpai diantara tumor ganas dibidang THT. Dan usia

terbanyak yang menderita adalah usia 40 tahun keatas. Prevalensi Karsinoma Nasofaring di

indonesia sebesar 4,7/100.000 per-penduduk per-tahun. Dibagian THT RSUD Dr. Soetomo

(selama tahun 2000-2001) poliklinik onkologi melaporkan penderita baru Karsinoma

Nasofaring berjumlah 623 orang, laki-laki dua kali lebih banyak dibandingakan perempuan.

Di bagian THT RSUP H. Adam Malik, selama 1991-1996 mendapat kasus 160 tumor ganas,

94 kasus (58,81%) merupakan Karsinoma Nasofaring.

Penyakit-penyakit jaringan lunak rongga mulut telah menjadi perhatian serius oleh para ahli

terutama dengan meningkatnya kasus kematian yang diakibatkan oleh kanker yang ada di

rongga mulut terutama sekali pada negara-negara yang sedang berkembang. Kanker rongga

mulut merupakan kira-kira 5% dari semua keganasan yang terjadi pada kaum pria dan 2%

pada kaum wanita (Lynch,1994). Telah dilaporkan bahwa kanker rongga mulut merupakan

kanker utama di India khususnya di Kerala dimana insiden rata-rata dilaporkan paling tinggi,

sekitar 20% dari seluruh kanker (Balaram dan Meenattoor,1996). Walaupun ada

perkembangan dalam mendiagnosa dan terapi, keabnormalan dan kematian yang diakibatkan

kanker mulut masih tinggi dan sudah lama merupakan masalah didunia. Beberapa alasan

yang dikemukakan untuk ini adalah terutama karena kurangnya deteksi dini dan identifikasi

pada kelompok resiko tinggi, serta kegagalan untuk mengontrol lesi primer dan metastase

nodus limfe servikal (Lynch,1994; Balaram dan Meenattoor,1996). Untuk mengatasi masalah

yang ditimbulkan oleh kanker mulut, WHO telah membuat petunjuk untuk mengendalikan

kanker mulut, terutama bagi negara-negara yang sedang berkembang. Pengendalian

tersebut berdasarkan pada tindakan pencegahan primer dimana prinsip utamanya mengurangi

dan mencegah paparan bahan-bahan yang bersifat karsinogen. Pendekatan kedua adalah

melalui penerapan pencegahan sekunder, yaitu berupa deteksi dini lesi-lesi kanker

5

Page 6: Tumor Ganas Tht

dan prakanker rongga mulut (Subita,1997). Folson dkk, 1972, memperkirakan bahwa 80%

dari semua kasus kematian akibat kanker rongga mulut dapat dicegah dengan deteksi dini

keganasan dalam mulut (Folson dkk,1972).

Pada umumnya, untuk mendeteksi dini proses keganasan dalam mulut dapat dilakukan

dengan melalui anamnese, pemeriksaan klinis dan diperkuat oleh pemeriksaan tambahan

secara laboratorium. Dalam makalah ini akan dikemukakan langkah-langkah yang dapat

dilakukan oleh dokter gigi untuk mendeteksi dini proses keganasan dalam mulut. Dengan

demikian diharapkan dokter gigi dapat menemukan lesi-lesi yang dicurigai sebagai proses

keganasan lebih awal sehingga prognosis kanker rongga mulut lebih baik.

6

Page 7: Tumor Ganas Tht

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI

2.1. Anatomi dan Fisiologi Telinga

Anatomi telinga dibagi atas telinga luar,telinga tengah,telinga dalam: 1,2,3,5

2.1.1 Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran tympani.

Telinga luar atau pinna merupakan gabungan dari tulang rawan yang diliputi kulit. Daun

telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga (meatus akustikus eksternus)

berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, di sepertiga

bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasikelenjar keringat

= Kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga.

Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen, dua pertiga bagian

dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 - 3 cm. Meatus dibatasi oleh

kulit dengan sejumlah rambut, kelenjar sebasea, dan sejenis kelenjar keringat yang telah

mengalami modifikasi menjadi kelenjar seruminosa, yaitu kelenjar apokrin tubuler yang

berkelok-kelok yang menghasilkan zat lemak setengah padat berwarna kecoklat-coklatan

yang dinamakan serumen (minyak telinga). Serumen berfungsi menangkap debu dan

mencegah infeksi.

7

Page 8: Tumor Ganas Tht

Gambar 2.1 : Telinga luar, telinga tengah, telinga dalam. Potongan Frontal Telinga 1,2,3

2.1.2 Telinga Tengah

Telinga tengah berbentuk kubus dengan :

Batas luar : Membran timpani

Batas depan : Tuba eustachius

Batas Bawah : Vena jugularis (bulbus jugularis)

Batas belakang : Aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis.

Batas atas : Tegmen timpani (meningen / otak )

Batas dalam : Berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis

horizontal, kanalis fasialis,tingkap lonjong (oval window),tingkap

bundar (round window) dan promontorium.

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan

terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut Pars flaksida (Membran

Shrapnell), sedangkan bagian bawah Pars Tensa (membrane propia). Pars flaksida hanya

berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam

dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai

satu lapis lagi ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin

yang berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.

8

Page 9: Tumor Ganas Tht

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut umbo.

Dimembran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang

menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang berupa kerucut. Membran timpani dibagi dalam

4 kuadran dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak

lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-

depan serta bawah belakang, untuk menyatakan letak perforasi membrane timpani.

Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar

kedalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga tengah saling

berhubungan . Prosesus longus maleus melekat pada membrane timpani, maleus melekat

pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang

berhubungan dengan koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengaran merupakan

persendian.

Telinga tengah dibatasi oleh epitel selapis gepeng yang terletak pada lamina propria

yang tipis yang melekat erat pada periosteum yang berdekatan. Dalam telinga tengah terdapat

dua otot kecil yang melekat pada maleus dan stapes yang mempunyai fungsi konduksi suara.

maleus, inkus, dan stapes diliputi oleh epitel selapis gepeng. Pada pars flaksida terdapat

daerah yang disebut atik. Ditempat ini terdapat aditus ad antrum, yaitu lubang yang

menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk dalam

telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah.

Gambar 2.2 : Membran Timpani 1,2,3

Telinga tengah berhubungan dengan rongga faring melalui saluran eustachius (tuba

auditiva), yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan antara kedua sisi membrane

tympani. Tuba auditiva akan membuka ketika mulut menganga atau ketika menelan

9

Page 10: Tumor Ganas Tht

makanan. Ketika terjadi suara yang sangat keras, membuka mulut merupakan usaha yang

baik untuk mencegah pecahnya membran tympani. Karena ketika mulut terbuka, tuba

auditiva membuka dan udara akan masuk melalui tuba auditiva ke telinga tengah, sehingga

menghasilkan tekanan yang sama antara permukaan dalam dan permukaan luar membran

tympani.

2.1.3 Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran

dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea

disebut holikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.

Kanalis semi sirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk

lingkaran yang tidak lengkap.

Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani

sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan skala

timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa. Dasar skala vestibuli

disebut sebagai membrane vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media

adalah membrane basalis. Pada membran ini terletak organ corti.

Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran

tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam, sel

rambut luar dan kanalis corti, yang membentuk organ corti.

10

Page 11: Tumor Ganas Tht

Gambar 2.3 : Gambar labirin bagian membrane labirin bagian tulang, Telinga Dalam 1,2,3,5

Koklea

bagian koklea labirin adalah suatu saluran melingkar yang pada manusia panjangnya

35mm. koklea bagian tulang membentuk 2,5 kali putaran yang mengelilingi sumbunya.

Sumbu ini dinamakan modiolus, yang terdiri dari pembuluh darah dan saraf. Ruang di dalam

koklea bagian tulang dibagi dua oleh dinding (septum). Bagian dalam dari septum ini terdiri

dari lamina spiralis ossea. Bagian luarnya terdiri dari anyaman penyambung, lamina spiralis

membranasea. Ruang yang mengandung perilimf ini dibagi menjadi : skala vestibule (bagian

atas) dan skala timpani (bagian bawah). Kedua skala ini bertemu pada ujung koklea. Tempat

ini dinamakan helicotrema. Skala vestibule bermula pada fenestra ovale dan skala timpani

berakhir pada fenestra rotundum. Mulai dari pertemuan antara lamina spiralis membranasea

kearah perifer atas, terdapat membrane yang dinamakan membrane reissner. Pada pertemuan

kedua lamina ini, terbentuk saluran yang dibatasi oleh:

1. membrane reissner bagian atas

2. lamina spiralis membranasea bagian bawah

3. dinding luar koklea

11

Page 12: Tumor Ganas Tht

saluran ini dinamakan duktus koklearis atau koklea bagian membrane yang berisi

endolimf. Dinding luar koklea ini dinamakan ligamentum spiralis.disini, terdapat stria

vaskularis, tempat terbentuknya endolimf.

Gambar 2.4 : Koklea 2,3

Didalam lamina membranasea terdapat 20.000 serabut saraf. Pada membarana

basilaris (lamina spiralis membranasea) terdapat alat korti. Lebarnya membrane basilaris dari

basis koklea sampai keatas bertambah dan lamina spiralis ossea berkurang. Nada dengan

frekuensi tinggi berpengaruh pada basis koklea. Sebaliknya nada rendah berpengaruh

dibagian atas (ujung) dari koklea.

GAMBAR 2.5 : Organ korti 2,3

Pada bagian atas organ korti, terdapat suatu membrane, yaitu membrane tektoria.

Membrane ini berpangkal pada Krista spiralis dan berhubungan dengan alat persepsi pada

alat korti. Pada alat korti dapat ditemukan sel-sel penunjang, sel-sel persepsi yang

mengandung rambut. Antara sel-sel korti ini terdapat ruangan (saluran) yang berisi kortilimf.

Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan peralatan duktus reunions.

Bagian dasar koklea yang terletak pada dinding medial cavum timpani menimbulkan

penonjolan pada dinding ini kearah cavum timpani. Tonjolan ini dinamakan promontorium.

Vestibulum

12

Page 13: Tumor Ganas Tht

Vestibulum letaknya diantara koklea dan kanalis semisirkularis yang juga berisi

perilimf. Pada vestibulum bagian depan, terdapat lubang (foramen ovale) yang berhubungan

dengan membrane timpani, tempat melekatnya telapak (foot plate) dari stapes. Di dalam

vestibulum, terdapat gelembung-gelembung bagian membrane sakkulus dan utrikulus.

Gelembung-gelembung sakkulus dan utrikulus berhubungan satu sama lain dengan

perantaraan duktus utrikulosakkularis, yang bercabang melalui duktus endolimfatikus yang

berakhir pada suatu lilpatan dari duramater, yang terletak pada bagian belakang os

piramidalis. Lipatan ini dinamakan sakkus endolimfatikus. Saluran ini buntu.

Sel-sel persepsi disini sebagai sel-sel rambut yang di kelilingi oleh sel-sel penunjang

yang letaknya pada macula. Pada sakkulus, terdapat macula sakkuli. Sedangkan pada

utrikulus, dinamakan macula utrikuli.

Kanalis semisirkularisanlis

Di kedua sisi kepala terdapat kanalis-kanalis semisirkularis yang tegak lurus satu

sama lain. didalam kanalis tulang, terdapat kanalis bagian membran yang terbenam dalam

perilimf. Kanalis semisirkularis horizontal berbatasan dengan antrum mastoideum dan

tampak sebagai tonjolan, tonjolan kanalis semisirkularis horizontalis (lateralis).

Kanalis semisirkularis vertikal (posterior) berbatasan dengan fossa crania media dan

tampak pada permukaan atas os petrosus sebagai tonjolan, eminentia arkuata. Kanalis

semisirkularis posterior tegak lurus dengan kanalis semi sirkularis superior. Kedua ujung

yang tidak melebar dari kedua kanalis semisirkularis yang letaknya vertikal bersatu dan

bermuara pada vestibulum sebagai krus komunis.

Kanalis semisirkularis membranasea letaknya didalam kanalis semisirkularis ossea.

Diantara kedua kanalis ini terdapat ruang berisi perilimf. Didalam kanalis semisirkularis

membranasea terdapat endolimf. Pada tempat melebarnya kanalis semisirkularis ini terdapat

sel-sel persepsi. Bagian ini dinamakan ampulla.

Sel-sel persepsi yang ditunjang oleh sel-sel penunjang letaknya pada Krista ampularis

yang menempati 1/3 dari lumen ampulla. Rambut-rambut dari sel persepsi ini mengenai

organ yang dinamakan kupula, suatu organ gelatinous yang mencapai atap dari ampulla

sehingga dapat menutup seluruh ampulla.

2.1.4 Fisiologi pendengaran 1,2,3,4,5

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh daun telinga dalam

bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang kekoklea. Getaran tersebut

menggetarkan membran timpani diteruskan ketelinga tengah melalui rangkaian tulang

pendengaran yang akan mengimplikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan

13

Page 14: Tumor Ganas Tht

perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah

diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga

perilimfa pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang

mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relative antara membran basilaris

dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan

terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi

penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses

depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan

menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nucleus auditorius

sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.

Gambar 2.6 : Fisiologi Pendengaran 1,4

2.2 Anatomi dan fisiologi hidung

2.2.1 Anatomi hidung

14

Page 15: Tumor Ganas Tht

Gambar 2.7 : Anatomi hidung

Hidung merupakan organ penting yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari

biasanya dan hidung merupakan salah satu organ pelindung tubuh terhadap lingkungan yang

tidak menguntungkan. Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung dalam. Hidung luar

menonjol pada garis tengah diantara pipi dengan bibir atas, struktur hidung luar dapat

dibedakan atas tiga bagian yaitu: paling atas kubah tulang yang tak dapat digerakkan,

dibawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan dan yang paling bawah

adalah lobolus hidung yang mudah digerakkan.6

Bagian puncak hidung biasanya disebut apeks. Agak keatas dan belakang dari apeks

disebut batang hidung (dorsum nasi), yang berlanjut sampai kepangkal hidung dan menyatu

dengan dahi. Yang disebut kolumela membranosa mulai dari apeks, yaitu diposterior bagian

tengah pinggir dan terletak sebelah distal dari kartilago septum. Titik pertemuan kolumela

dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung. Disini bagian bibir atas membentuk cekungan

dangkal memanjang dari atas kebawah yang disebut filtrum. Sebelah menyebelah kolumela

adalah nares anterior atau nostril(Lubang hidung)kanan dan kiri, sebelah latero-superior

dibatasi oleh ala nasi dan sebelah inferior oleh dasar hidung.6

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,

jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan

lubang hidung. Bahagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os

internum disebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari

nasofaring. Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan kebelakang,

15

Page 16: Tumor Ganas Tht

dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu

atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang

disebut nares posterior (koana)yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares anterior,

disebut dengan vestibulum.Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang banyak kelenjar sebasea

dan rambut-rambut panjang yang disebut dengan vibrise.6

Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan

superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini dibentuk oleh tulang dan

tulang rawan, dinding lateral terdapat konkha superior, konkha media dan konkha inferior.

Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konkha inferior, kemudian yang lebih kecil

adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior, sedangkan yang terkecil ialah

konka suprema dan konka suprema biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang

tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior

dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid. Celah antara konka inferior dengan dasar

hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konkha media dan inferior disebut

meatus media dan sebelah atas konkha media disebut meatus superior.6

Meatus medius merupakan salah satu celah yang penting dan merupakan celah yang

lebih luas dibandingkan dengan meatus superior. Disini terdapat muara dari sinus maksilla,

sinus frontal dan bahagian anterior sinus etmoid. Dibalik bagian anterior konka media yang

letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk bulat sabit yang

dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit

menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus semilunaris.

Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci

dan dikenal sebagai prosesus unsinatus.6

Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas sinus

maksilla, etmoid, frontalis dan sphenoid. Dan sinus maksilla merupakan sinus paranasal

terbesar diantara lainnya, yang berbentuk pyramid iregular dengan dasarnya menghadap ke

fossa nasalis dan puncaknya kearah apek prosesus zigomatikus os maksilla.

Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale da os palatinus sedangkan atap cavum

nasi adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana

mukosa olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan, mengandung

sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati lamina

cribriformis os frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I olfaktorius.6

Perdarahan hidung

16

Page 17: Tumor Ganas Tht

Secara garis besar perdarahan hidung berasal dari 3 sumber utama yaitu:6

1. Arteri Etmoidalis anterior

2. Arteri Etmoidalis posterior cabang dari arteri oftalmika

3. Arteri Sfenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris interna yang berasal dari arteri

karotis eksterna.

Gambar 2.8 : Sistem Vaskularisasi Hidung

Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang arteri maksilaris

interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina yang keluar

dari foramen sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina dan memasuki rongga hidung

dibelakang ujung posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari

cabang-cabang arteri fasialis.

Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri

sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor, yang

disebut pleksus kieesselbach (little’s area). Pleksus Kiesselbach letaknya superfisialis dan

mudah cedera oleh truma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis.

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan

arterinya. Vena divestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena oftalmika yang

berhubungan dengan sinus kavernesus.

Persyarafan hidung

17

Page 18: Tumor Ganas Tht

Gambar 2.9 :PersarafanHidung

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari nervus

etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, yang berasal dari nervus

oftalmikus. Saraf sensoris untuk hidung terutama berasal dari cabang oftalmikus dan cabang

maksilaris nervus trigeminus. Cabang pertama nervus trigeminus yaitu nervus oftalmikus

memberikan cabang nervus nasosiliaris yang kemudian bercabang lagi menjadi nervus

etmoidalis anterior dan etmoidalis posterior dan nervus infratroklearis. Nervus etmoidalis

anterior berjalan melewati lamina kribrosa bagian anterior dan memasuki hidung bersama

arteri etmoidalis anterior melalui foramen etmoidalis anterior, dan disini terbagi lagi menjadi

cabang nasalis internus medial dan lateral. Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat

persarafan sensoris dari nervus maksila melalui ganglion sfenopalatinum. Ganglion

sfenopalatina, selain memberi persarafan sensoris, juga memberikan persarafan vasomotor

atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut serabut sensorid dari

nervus maksila.Serabut parasimpatis dari nervus petrosus profundus. Ganglion

sfenopalatinum terletak dibelakang dan sedikit diatas ujung posterior konkha media.

Nervus Olfaktorius turun melalui lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus

olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidupada mukosa olfaktorius di

daerah sepertiga atas hidung.

2.2.2 Fisiologi hidung

Hidung berfungsi sebagai indra penghidu , menyiapkan udara inhalasi agar dapat

digunakan paru serta fungsi filtrasi. Sebagai fungsi penghidu, hidung memiliki epitel

olfaktorius berlapis semu yang berwarna kecoklatan yang mempunyai tiga macam sel-sel

18

Page 19: Tumor Ganas Tht

syaraf yaitu sel penunjang, sel basal dan sel olfaktorius. Fungsi filtrasi, memanaskan dan

melembabkan udara inspirasi akan melindungi saluran napas dibawahnya dari kerusakan.

Partikel yang besarnya 5-6 mikrometer atau lebih, 85 % -90% disaring didalam hidung

dengan bantuan TMS. Fungsi hidung terbagi atas beberapa fungsi utama yaitu (1)Sebagai

jalan nafas, (2) Alat pengatur kondisi udara, (3) Penyaring udara, (4) Sebagai indra penghidu,

(5) Untuk resonansi suara, (6) Turut membantuproses bicara,(7) Reflek nasal.7

2.2.3 Sistem Mukosiliar

2.2.3.1. Histologi mukosa6

Luas permukaan kavum nasi kurang lebih 150 cm2 dan total volumenya sekitar 15 ml.

Sebagian besar dilapisi oleh mukosa respiratorius.Secara histologis, mukosa hidung terdiri

dari palut lendir (mucous blanket), epitel kolumnar berlapis semu bersilia, membrana basalis,

lamina propria yang terdiri dari lapisan subepitelial, lapisan media dan lapisan kelenjar

profunda.

Gambar2.10 :gambaranhistologimukosahidung

2.2.3.2 Epitel

Epitel mukosa hidung terdiri dari beberapa jenis, yaitu epitel skuamous kompleks

pada vestibulum, epitel transisional terletak tepat di belakang vestibulum dan epitel kolumnar

berlapis semu bersilia pada sebagian mukosa respiratorius. Epitel kolumnar sebagian besar

memiliki silia. Sel-sel bersilia ini memiliki banyak mitokondria yang sebagian besar

berkelompok pada bagian apeks sel. Mitokondria ini merupakan sumber energi utama sel

yang diperlukan untuk kerja silia. Sel goblet merupakan kelenjar uniseluler yang

menghasilkan mukus, sedangkan sel basal merupakan sel primitif yang merupakan sel bakal

dari epitel dan sel goblet. Sel goblet atau kelenjar mukus merupakan sel tunggal,

menghasilkan protein polisakarida yang membentuk lendir dalam air. Distribusi dan

kepadatan sel goblet tertinggi di daerah konka inferior sebanyak 11.000 sel/mm2 dan

19

Page 20: Tumor Ganas Tht

terendah di septum nasi sebanyak 5700 sel/mm2. Sel basal tidak pernah mencapai

permukaan. Sel kolumnar pada lapisan epitel ini tidak semuanya memiliki silia.

Kavum nasi bagian anterior pada tepi bawah konka inferior 1 cm dari tepi depan

memperlihatkan sedikit silia (10%) dari total permukaan. Lebih kebelakang epitel bersilia

menutupi 2/3 posterior kavum nasi.

Silia merupakan struktur yang menonjol dari permukaan sel. Bentuknya panjang,

dibungkus oleh membran sel dan bersifat mobile. Jumlah silia dapat mencapai 200 buah pada

tiap sel. Panjangnya antara 2-6 μm dengan diameter 0,3 μm. Struktur silia terbentuk dari dua

mikrotubulus sentral tunggal yang dikelilingi sembilan pasang mikrotubulus luar. Masing-

masing mikrotubulus dihubungkan satu sama lain oleh bahan elastis yang disebut neksin dan

jari-jari radial. Tiap silia tertanam pada badan basal yang letaknya tepat dibawah permukaan

sel.

Pola gerakan silia yaitu gerakan cepat dan tiba-tiba ke salah satu arah (active stroke)

dengan ujungnya menyentuh lapisan mukoid sehingga menggerakan lapisan ini.. Kemudian

silia bergerak kembali lebih lambat dengan ujung tidak mencapai lapisan tadi (recovery

stroke). Perbandingan durasi geraknya kira-kira 1 : 3. Dengan demikian gerakan silia seolah-

olah menyerupai ayunan tangan seorang perenang. Silia ini tidak bergerak secara serentak,

tetapi berurutan seperti efek domino (metachronical waves) pada satu area arahnya sama.

Gerak silia terjadi karena mikrotubulus saling meluncur satu sama lainnya. Sumber

energinya ATP yang berasal dari mitokondria. ATP berasal dari pemecahan ADP oleh

ATPase. ATP berada di lengan dinein yang menghubungkan mikrotubulus dalam

pasangannya. Sedangkan antarapasangan yang satu dengan yang lain dihubungkan dengan

bahan elastis yang diduga neksin.

Mikrovilia merupakan penonjolan dengan panjang maksimal 2 μm dan diameternya

0,1 μm atau 1/3 diameter silia. Mikrovilia tidak bergerak seperti silia. Semua epitel kolumnar

bersilia atau tidak bersilia memiliki mikrovilia pada permukaannya. Jumlahnya mencapai

300-400 buah tiap sel. Tiap sel panjangnya sama. Mikrovilia bukan merupakan bakal silia.

Mikrovilia merupakan perluasan membran sel, yang menambah luas permukaan sel.

Mikrovilia ini membantu pertukaran cairan dan elektrolit dari dan ke dalam sel epitel.

Dengan demikian mencegah kekeringan permukaaan sel, sehingga menjaga kelembaban yang

lebih baik dibanding dengan sel epitel gepeng.

2.2.3.3. Palut lendir

Palut lendir merupakan lembaran yang tipis, lengket dan liat, merupakan bahan yang

disekresikan oleh sel goblet, kelenjar seromukus dan kelenjar lakrimal. Terdiri dari dua

20

Page 21: Tumor Ganas Tht

lapisan yaitu lapisan yang menyelimuti batang silia dan mikrovili (sol layer) yang disebut

lapisan perisiliar. Lapisan ini lebih tipis dan kurang lengket. Kedua adalah lapisan superfisial

yang lebih kental (gel layer) yang ditembus oleh batang silia bila sedang tegak sepenuhnya.

Lapisan superfisial ini merupakan gumpalan lendir yang tidak berkesinambungan yang

menumpang pada cairan perisiliar dibawahnya.

Cairan perisiliar mengandung glikoprotein mukus, protein serum, protein sekresi

dengan berat molekul rendah. Lapisan ini sangat berperanan penting pada gerakan silia,

karena sebagian besar batang silia berada dalam lapisan ini, sedangkan denyutan silia terjadi

di dalam cairan ini. Lapisan superfisial yang lebih tebal utamanya mengandung mukus.

Diduga mukoglikoprotein ini yang menangkap partikel terinhalasi dan dikeluarkan oleh

gerakan mukosiliar, menelan dan bersin. Lapisan ini juga berfungsi sebagai pelindung pada

temperatur dingin, kelembaban rendah, gas atau aerosol yang terinhalasi serta menginaktifkan

virus yang terperangkap.

Kedalaman cairan perisiliar sangat penting untuk mengatur interaksi antara silia dan

palut lendir, serta sangat menentukan pengaturan transportasi mukosiliar. Pada lapisan

perisiliar yang dangkal, maka lapisan superfisial yang pekat akan masuk ke dalam ruang

perisiliar. Sebaliknya pada keadaan peningkatan perisiliar, maka ujung silia tidak akan

mencapai lapisan superfiasial yang dapat mengakibatkan kekuatan aktivitas silia terbatas atau

terhenti sama sekali (Sakakura 1994).

2.2.3.4. Membrana basalis

Membrana basalis terdiri atas lapisan tipis membran rangkap dibawah epitel. Di

bawah lapisan rangkap ini terdapat lapisan yang lebih tebal yang terdiri dari atas kolagen dan

fibril retikulin.

2.2.3.5. Lamina propria

Lamina propria merupakan lapisan dibawah membrana basalis. Lapisan ini dibagi atas

empat bagian yaitu lapisan subepitelial yang kaya akan sel, lapisan kelenjar superfisial,

lapisan media yang banyak sinusoid kavernosus dan lapisan kelenjar profundus. Lamina

propria ini terdiri dari sel jaringan ikat, serabut jaringan ikat, substansi dasar, kelenjar,

pembuluh darah dan saraf.

Mukosa pada sinus paranasal merupakan lanjutan dari mukosa hidung. Mukosanya

lebih tipis dan kelenjarnya lebih sedikit. Epitel toraknya berlapis semu bersilia, bertumpu

pada membran basal yang tipis dan lamina propria yang melekat erat dengan periosteum

dibawahnya. Silia lebih banyak dekat ostium, gerakannya akan mengalirkan lendir ke arah

21

Page 22: Tumor Ganas Tht

hidung melalui ostium masing-masing. Diantara semua sinus paranasal, maka sinus maksila

mempunyai kepadatan sel goblet yang paling tinggi.

2.2.3.6 Transportasi mukosiliar

Transportasi mukosiliar hidung adalah suatu mekanisme mukosa hidung untuk

membersihkan dirinya dengan mengangkut partikel-partikel asing yang terperangkap pada

palut lendir ke arah nasofaring. Merupakan fungsi pertahanan lokal pada mukosa hidung.

Transportasi mukosiliar disebut juga clearance mukosiliar.

Transportasi mukosiliar terdiri dari dua sistem yang merupakan gabungan dari lapisan

mukosa dan epitel yang bekerja secara simultan. Sistem ini tergantung dari gerakan aktif silia

yang mendorong gumpalan mukus. Lapisan mukosa mengandung enzim lisozim

(muramidase), dimana enzim ini dapat merusak beberapa bakteri. Enzim tersebut sangat

mirip dengan imunoglobulin A (Ig A), dengan ditambah beberapa zat imunologik yang

berasal dari sekresi sel. Imunoglobulin G (Ig G) dan interferon dapat juga ditemukan pada

sekret hidung sewaktu serangan akut infeksi virus. Ujung silia tersebut dalam keadaan tegak

dan masuk menembus gumpalan mukus kemudian menggerakkannya ke arah posterior

bersama materi asing yang terperangkap didalamnya ke arah faring. Cairan perisilia

dibawahnya akan dialirkan ke arah posterior oleh aktivitas silia, tetapi mekanismenya belum

diketahui secara pasti. Transportasi mukosilia yang bergerak secara aktif ini sangat penting

untuk kesehatan tubuh. Bila sistem ini tidak bekerja secara sempurna maka materi yang

terperangkap oleh palut lendir akan menembus mukosa dan menimbulkan penyakit.

Karena pergerakan silia lebih aktif pada meatus media dan inferior maka gerakan

mukus dalam hidung umumnya ke belakang, silia cenderung akan menarik lapisan mukus

dari meatus komunis ke dalam celah-celah ini. Sedangkan arah gerakan silia pada sinus

seperti spiral, dimulai dari tempat yang jauh dari ostium. Kecepatan gerakan silia bertambah

secara progresifsaat mencapai ostium, dan pada daerah ostium silia tersebut berputar dengan

kecepatan 15 hingga 20 mm/menit.

Kecepatan gerakan mukus oleh kerja silia berbeda di berbagai bagian hidung. Pada

segmen hidung anterior kecepatan gerakan silianya mungkin hanya 1/6 segmen posterior,

sekitar 1 hingga 20 mm/menit.

Pada dinding lateral rongga hidung sekret dari sinus maksila akan bergabung dengan

sekret yang berasal dari sinus frontal dan etmoid anterior di dekat infundibulum etmoid,

kemudian melalui anteroinferior orifisium tuba eustachius akan dialirkan ke arah nasofaring.

Sekret yang berasal dari sinus etmoid posterior dan sfenoid akan bergabung di resesus

22

Page 23: Tumor Ganas Tht

sfenoetmoid, kemudian melalui posteroinferior orifisium tuba eustachius menuju nasofaring.

Dari rongga nasofaring mukus turun kebawah oleh gerakan menelan.

2.2.3.7 Pemeriksaan fungsi mukosiliar

Fungsi pembersih mukosiliar atau transportasi mukosiliar dapat diperiksa dengan

menggunakan partikel, baik yang larut maupun tidak larut dalam air. Zat yang bisa larut

seperti sakarin, obat topikal, atau gas inhalasi, sedangkan yang tidak larut adalah lamp black,

colloid sulfur, 600-um alluminium disc atau substansi radioaktif seperti human serum

albumin, teflon, bismuth trioxide.

Sebagai pengganti partikel dapat digunakan sakarin yang disebut uji sakarin. Uji ini

telah dilakukan oleh Anderson dan kawan pada tahun 1974dan sampai sekarang banyak

dipakai untuk pemeriksaan rutin. Uji sakarin cukup ideal untuk penggunaan di klinik.

Penderita di periksa dalam kondisi standar dan diminta untuk tidak menghirup, makan atau

minum, batuk dan bersin. Penderita duduk dengan posisi kepala fleksi 10 derajat. Setengah

mm sakarin diletakkan 1 cm di belakang batas anterior konka inferior, kemudian penderita

diminta untuk menelan secara periodik tertentu kira-kira 1/2-1 menit sampai penderita

merasakan manis. Waktu dari mulai sakarin diletakkan di bawah konka inferior sampai

merasakan manis dicatat dan disebut sebagai waktu transportasi mukosiliar atau waktu

sakarin. Dengan menggunakan bahan celupan, warna dapat dilihat di orofaring.

Transportasi mukosiliar normal sangat bervariasi. Mahakit (1994) mendapatkan

waktu transportasi mukosiliar normal adalah 12 menit. Sedangkan pada penderita sinusitis,

waktu transportasi mukosiliar adalah 16,6 ± 7 menit. Waguespack (1995) mendapatkan nilai

rata-rata adalah 12-15 menit. Elynawaty (2002) dalam penelitian mendapatkan nilai normal

pada kontrol adalah 7,61 menit untuk wanita dan 9,08 menit untuk pria.

2.3 Anatomi dan fisiologi tenggorokan

2.3.1 Anatomi Tenggorokan8

Tenggorokan merupakan bagian dari leher depan dan kolumna vertebra, terdiri dari

faring dan laring. Bagian terpenting dari tenggorokan adalah epiglottis, ini menutup jika ada

makanan dan minuman yang lewat dan menuju esophagus.

Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga mulut terletak di

depan batas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan dasar lidah. Bibir dan pipi

terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis oris yang dipersarafi oleh nervus

fasialis. Vermilion berwarna merah karena ditutupi lapisan sel skuamosa. Ruangan diantara

mukosa pipi bagian dalam dan gigi adalah vestibulum oris.

23

Page 24: Tumor Ganas Tht

Palatum dibentuk oleh dua bagian: premaksila yang berisi gigi seri dan berasal

prosesusnasalis media, dan palatum posterior baik palatum durum dan palatum mole,

dibentuk olehgabungan dari prosesus palatum, oleh karena itu, celah palatum terdapat garis

tengah belakang tetapi dapat terjadi kearah maksila depan.

Lidah dibentuk dari beberapa tonjolan epitel didasar mulut. Lidah bagian depan

terutamaberasal dari daerah brankial pertama dan dipersarafi oleh nervus lingualis dengan

cabang kordatimpani dari saraf fasialis yang mempersarafi cita rasa dan sekresi kelenjar

submandibula. Saraf glosofaringeus mempersarafi rasa dari sepertiga lidah bagian belakang.

Otot lidah berasal dari miotom posbrankial yang bermigrasi sepanjang duktus tiroglosus ke

leher. Kelenjar liur tumbuh sebagai kantong dari epitel mulut yang terletak dekat sebelah

depan saraf-saraf penting. Duktus sub mandibularis dilalui oleh saraf lingualis. Saraf fasialis

melekat pada kelenjar parotis.

Faring bagian dari leher dan tenggorokan bagian belakang mulut. Faring adalah suatu

kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit

dibagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esophagus

setinggivertebra servikalis ke enam. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung

melalui koana,ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui isthmus orofaring,

sedangkan dengan laring dibawah berhubungan melalui aditus laring dan kebawah

berhubungan dengan esophagus.Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang

lebih empat belas centimeter; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang.

Dinding faring dibentuk oleh selaput lender, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan

sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring, dan laringofaring

(hipofaring).

Pada mukosa dinding belakang faring terdapat dasar tulang oksiput inferior,

kemudianbagian depan tulang atas dan sumbu badan, dan vertebra servikalis lain. Nasofaring

membuka kearah depan hidung melalui koana posterior. Superior, adenoid terletak pada

mukosa atap nasofaring. Disamping, muara tuba eustachius kartilaginosa terdapat didepan

lekukan yangdisebut fosa rosenmuller. Otot tensor velipalatini, merupakan otot yang

menegangkan palatum dan membuka tuba eustachius masuk ke faring melalui ruangan ini.

Orofaring kearah depan berhubungan dengan rongga mulut. Tonsila faringeal

dalamkapsulnya terletak pada mukosa pada dinding lateral rongga mulut. Didepan tonsila,

arcus faring anterior disusun oleh otot palatoglossus, dan dibelakang dari arkus faring

posterior disusun oleh otot palatofaringeus, otot-otot ini membantu menutupnya orofaring

bagian posterior. Semua dipersarafi oleh pleksus faringeus.

24

Page 25: Tumor Ganas Tht

2.3.1.1 Vaskularisasi.8

Berasal dari beberapa sumber dan kadang-kadang tidak beraturan. Yang utama

berasal daricabang a. Karotis ekstern serta dari cabang a.maksilaris interna yakni cabang

palatine superior.

2.3.1.2 Persarafan8

Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faring yang

ekstensif. Pleksus ini dibentuk oleh cabang dari n.vagus, cabang dari n.glosofaringeus dan

serabut simpatis. Cabang faring dari n.vagus berisi serabut motorik. Dari pleksus faring yang

ekstensif ini keluar untuk otot-otot faring kecuali m.stilofaringeus yang dipersarafi langsung

oleh cabang n.glossofaringeus.

2.3.1.3 Kelenjar Getah Bening8

Aliran limfe dari dinding faring dapat melalui 3 saluran yaitu superior,media dan

inferior. Saluran limfe superior mengalir ke kelenjar getah bening retrofaring dan kelenjar

getah bening servikal dalam atas. Saluran limfe media mengalir ke kelenjar getah bening

jugulodigastrik dan kelenjar getah bening servikal dalam atas, sedangkan saluran limfe

inferior mengalir ke kelenjar getah bening servikal dalam bawah.

Berdasarkan letak, faring dibagi atas:

2.3.1.4. Nasofaring

Berhubungan erat dengan beberapa struktur penting misalnya adenoid, jaringan limfoid

pada dinding lareral faring dengan resessus faring yang disebut fosa rosenmuller, kantong

rathke, yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu

refleksi mukosa faring diatas penonjolan kartilago tuba eustachius, konka foramen jugulare,

yang dilalui oleh nervus glosofaring, nervus vagus dan nervus asesorius spinal saraf kranial

dan vena jugularis interna bagian petrosus os.tempolaris dan foramen laserum dan muara tuba

eustachius. 9

25

Page 26: Tumor Ganas Tht

Gambar 2.11. Anatomi faring dan struktur sekitarnya

2.3.1.5 Orofaring

Disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole, batas bawahnya

adalah tepi atas epiglotis kedepan adalah rongga mulut sedangkan kebelakang adalah vertebra

servikal. Struktur yang terdapat dirongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil

palatina fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen

sekum.9

a. Dinding Posterior Faring

Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang akut

atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot bagian tersebut. Gangguan

otot posterior faring bersama-sama dengan otot palatum mole berhubungan dengan gangguan

n.vagus.9

b. Fosa tonsil

Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas lateralnya adalah

m.konstriktor faring superior. Pada batas atas yang disebut kutub atas (upper pole) terdapat

suatu ruang kecil yang dinamakan fossa supratonsil. Fosa ini berisi jaringan ikat jarang dan

biasanya merupakan tempat nanah memecah ke luar bila terjadi abses. Fosa tonsil diliputi

oleh fasia yang merupakan bagian dari fasia bukofaring dan disebu kapsul yang sebenar-

benarnya bukan merupakan kapsul yang sebena-benarnya.9

c. Tonsil

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat

dengan kriptus didalamnya.9

Terdapat macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina dan tonsil

lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin waldeyer. Tonsil

palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Pada kutub atas tonsil

seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring yang kedua.

Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah.9

Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang

disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus.

Di dalam kriptus biasanya biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri

dan sisa makanan.9

Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul

tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah dilakukan diseksi pada

26

Page 27: Tumor Ganas Tht

tonsilektomi.Tonsil mendapat darah dari a.palatina minor, a.palatina ascendens, cabang tonsil

a.maksila eksterna, a.faring ascendens dan a.lingualis dorsal.9

Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum

glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada

apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang

menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan secara klinik merupakan tempat penting bila

ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau kista duktus tiroglosus.9

Infeksi dapat terjadi di antara kapsul tonsila dan ruangan sekitar jaringan dan dapat

meluas keatas pada dasar palatum mole sebagai abses peritonsilar.9

2.3.1.6 Laringofaring (hipofaring)9

Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas yaitu dibawah valekula

epiglotis berfungsi untuk melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan

pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis (muara glotis bagian medial dan lateral

terdapat ruangan) dan ke esofagus, nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus

piriformis pada tiap sisi laringofaring. Sinus piriformis terletak di antara lipatan ariepiglotika

dan kartilago tiroid. Batas anteriornya adalah laring, batas inferior adalah esofagus serta batas

posterior adalah vertebra servikal. Lebih ke bawah lagi terdapat otot-otot dari lamina krikoid

dan di bawahnya terdapat muara esofagus.

Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak

langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka struktur pertama

yang tampak di bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan

yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika

lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga ³ kantong pil´ ( pill pockets), sebab pada beberapa

orang, kadang-kadang bila menelan pil akan tersangkut disitu.

Dibawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega dan

perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk infantil (bentuk

omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi

demikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak langsung tampak

menutupi pita suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi (proteksi) glotis ketika

menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis

dan ke esofagus.2 Nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi

laringofaring. Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian anestesia lokal di faring dan

laring pada tindakan laringoskopi langsung.

2.3.2 Fisiologi Tenggorokan

27

Page 28: Tumor Ganas Tht

Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, waktu menelan, resonasi suara dan untuk

artikulasi.8

Proses menelan

Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan makanan dari mulut ke

faring secara volunter. Tahap kedua, transport makanan melalui faring dan tahap ketiga,

jalannya bolus melalui esofagus, keduanya secara involunter. Langkah yang sebenarnya

adalah: pengunyahan makanan dilakukan pada sepertiga tengah lidah. Elevasi lidah dan

palatum mole mendorong bolus ke orofaring. Otot supra hiod berkontraksi, elevasi tulang

hioid dan laring intrinsik berkontraksi dalam gerakan seperti sfingter untuk mencegah

aspirasi. Gerakan yang kuat dari lidah bagian belakang akan mendorong makanan

kebawah melalui orofaring, gerakan dibantu oleh kontraksi otot konstriktor faringis media

dan superior. Bolus dibawa melalui introitus esofagus ketika otot konstriktor faringis

inferior berkontraksi dan otot krikofaringeus berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh gaya

berat, menggerakkan makanan melalui esofagus dan masuk ke lambung.9

Proses Berbicara

Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan faring.

Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kearah dinding belakang faring.

Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula m.salpingofaring

dan m.palatofaring, kemudian m.levator veli palatine bersama-sama m.konstriktor faring

superior. Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatini menarik palatum

mole ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini

diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2

macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan m.palatofaring

(bersama m,salpingofaring) oleh kontraksi aktif m.konstriktor faring superior. Mungkin

kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu bersamaan.9

Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada periode fonasi, tetapi

ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara cepat

bersamaan dengan gerakan palatum.9

BAB III

28

Page 29: Tumor Ganas Tht

TUMOR GANAS RONGGA MULUT DAN OROFARING

3.1. Definisi

Kanker mulut dan oropharyngeal adalah salah satu jenis utama kanker di daerah kepala

dan leher, pengelompokan yang disebut kanker kepala dan leher. Meskipun kanker mulut dan

kanker orofaringeal yang umumnya digabungkan dengan menggunakan satu kalimat, penting

untuk mengidentifikasi lokasi kanker dimulai karena ada perbedaan perlakuan antara dua

lokasi.

3.2. Patologi

Karsinoma sel skuamosa timbul sebagai lesi ulseratif dengan ujung yang nekrotik, biasanya

diseskelilingi oleh reaksi radang. Jika tumor tetap sebagai lesi ulseratif, seringkali dikelilingi

daerah leukoplakia jenis pra-maligna. Pada awalnya tumor menyebar sepanjang permukaan

mukosa, akhirnya meluas ke dalam jaringan lunak dibawahnya. Adenokarsinoma terjadi pada

kelenjar liur mayor maupun minor yang terletak pada batas mukosa atau segera pada daerah

submukosa. Klasifikasi tumor-tumor kelenjar liur yang biasa terjadi termasuk :

1. Karsinoma sel asini

2. Karsinoma adenoid kisitik

3. Adenokarsinoma

4. Karsinoma mukoepidermoid

5. Karsinoma yang timbul dalam adenoma pleomorfik

6. Tumor campur ganas

Dapar bermetastasis secara perkontuinitatum, limfogen dan hematogen. Bertentangan

dengan kanker sel skuamosa, yang biasanya ulseratif, adenokarsinoma umumnya submukosa

dengan gambaran massa yang licin, keras, bulat yang mengalami ulserasi hanya pada akhir

perjalanan penyakit atau setelah biopsi. Tampaknya tidak ada hubungan dengan penggunaan

tembakau dan alkohol. Sebenarnya adenokarsinoma dpat terjadi pada berbagai tempat

dimana karsinoma sel skuamosa terjadi, tetapi adenokarsinoma lebih sering terjadi pada

kelenjar liur mayor, pertemuan pallatum molle dan pallatum durum, atau dalam sinun

paranasal atau bagian lidah yang dapat bergerak aktif.

Limfoma ganas dapat terjadi sebagai keganasan primer di kepala dan leher. Limfoma

baiasanya diklasifikasikan hodgkin dan non-hodgkin. Kategorasi limfoma hodgkin dan non-

hodgkin lebih kompleks dan tergantung pada sifat imunologik dan morfologik.

3.3. Faktor resiko

29

Page 30: Tumor Ganas Tht

Pada umumnya penyebab dari suatu keganasan tidak dapat diketahui dengan pasti

penyebabnya. Namun ada beberapa penilitian mengemukakan faktor-faktor yang

dapat meningkatkan terjadinya keganasan pada rongga mulut dan oropharyng.

1. Merokok dan mengunyah tembakau

Resiko terajdinya keganasan terkait dengan berapa lama dan berapa banyak

kontak dengan selaput lendir mukosa mulut. Asap tembakau dari rokok, cerutu, atau pipa

dapat menyebabkan kanker dimana saja di mulut atau tenggorokan, serta dapat

menyebabkan kanker dari laring (pita suara), paru-paru, kerongkongan, ginjal, kandung

kemih, dan organ lainnya. Merokok menngunakan pipa adalah risiko sangat signifikan

untuk kanker di daerah bibir yang menyentuh batang pipa. Mengunyah tembakau resiko

tinggi terkait dengan kanker pipi, gusi, dan permukaan bagian dalam bibir.

2. Minum alkohol

Resiko keganasan rongga mulut dan oropharyng meningkat pada perokok dan

minum alkohol.

3. Infeksi Human Pappiloma Virus

Kebanyakan jenis HPV menyebabkan kutil pada berbagai bagian tubuh, tetapi

beberapa tipe HPV (seperti HPV16) terkait dengan tertentu kanker, termasuk kanker

serviks dan kanker oral dan orofaringeal. Infeksi HPV menyebar terutama melalui kontak

seksual (oral seks). Infeksi HPV sering ditemukan pada kanker orofaring (terutama

tonsil) dan jarang pada kanker rongga mulut. Kanker mulut dan orofaringeal berkaitan

dengan infeksi HPV cenderung mengenai pada usia lebih muda dan cenderung perokok

dan peminum alkohol. Infeksi HPV dari mulut dan tenggorokan tidak memiliki gejala,

dan hanya persentase yang sangat kecil menyebabkan kanker oropharyng tanpa disertai

dengan faktor resiko yang lainnya.

4. Terpapar sinar Ultraviolet (UV)

Sinar matahari adalah sumber utama dari sinar UV bagi kebanyakan orang.

Kanker bibir lebih umum pada orang yang memiliki pekerjaan di luar ruangan kontak

yang terlalu lama sinar matahari.

5. Diet rendah gizi

Beberapa studi telah menemukan bahwa diet rendah buah-buahan dan sayuran

adalah terkait dengan peningkatan risiko kanker rongga mulut dan orofaring.

6. Sistim imun yang lemah

Kanker rongga mulut dan oropharyngeal yang lebih umum pada orang yang

memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah. Sistem kekebalan tubuh yang lemah dapat

30

Page 31: Tumor Ganas Tht

disebabkan oleh penyakit sudah ada sejak lahir, acquired immunodeficiency syndrome

(AIDS), dan obat-obatan tertentu (seperti yang diberikan setelah transplantasi organ).

7. Jenis kelamin

Kanker oropharyngeal sekitar dua kali lebih umum pada pria daripada wanita. ini

mungkin karena laki-laki lebih cendenrung untuk menggunakan tembakau dan alkohol.

dan dalam beberapa waktu terakhir ini infeksi HPV terkait kanker oropharing terjadi pada

pria muda.

8. Usia

Kanker orofaring biasanya terjadi dalam kurun waktu yang lama untuk

berkembang menjadi suatu keganasan, sehingga tidak umum pada orang muda.

Kebanyakan pertama kali diketahui adanya kanker pada usia lebih dari 55. Terkait

dengan infeksi HPV cenderung menyerang pada usia yang lebih muda.

3.4. Epidemiologi

Di Amerika Serikat diperkirakan tahun ini 39.400 orang dewasa (27.710 pria dan 11.690

wanita) didiagnosis dengan kanker mulut atau orofaringeal. Diperkirakan bahwa angka

kematiannya 7.900 (5.460 laki-laki dan 2.440 perempuan) dari penyakit ini.

Tingkat kanker mulut dan orofaringeal lebih tinggi dua kali pada laki-laki dari

perempuan. Kanker rongga mulut sebagai kanker yang paling umum di antara pria, mungkin

karena faktor resiko pada laki-laki lebih tinggi.

Jenis yang paling umum untuk kanker pada rongga mulut adalah: lidah sekitar 25%

kasus; tonsil 10% sampai 15%, bibir 10% sampai 15%; kelenjar ludah minor 10% untuk

15%, dan sisanya terjadi pada gusi dan dasar mulut.

3.5. Patosifiologi

Banyak teori yang mengemukakan mengenai terjadinya suatu penyakit keganasan pada

rongga oropharyng. Beberapa faktor risiko, seperti tembakau atau penggunaan alkohol berat,

dapat menyebabkan kerusakan DNA sel-sel yang melapisi bagian dalam mulut dan

tenggorokan.

DNA adalah suatu bahan kimia didalam setiap sel tubuh yang akan membentuk gen,

menunjukkan bahwa sel-sel didalam tubuh berfungsi dengan baik. Beberapa gen memiliki

instruksi untuk mengontrol ketika sel-sel tumbuh dan membelah. Gen yang menstimulasikan

pembelahan sel disebut onkogen. Gen yang memperlambat pembelahan sel atau

menyebabkan sel mati pada waktu yang tepat disebut gen supresor tumor. Ketika tembakau

31

Page 32: Tumor Ganas Tht

dan alkohol merusak sel-sel yang melapisi mulut dan tenggorokan, sel-sel harus tumbuh lebih

cepat untuk memperbaiki kerusakan ini. Dalam hal ini ada kesempatan gen membuat

kesalahan saat menyalin DNA sehingga menjadi sel kanker. Banyak bahan kimia yang

ditemukan didalam tembakau yang dapat merusak DNA secara langsung.

Alkohol tidak dapat dipastikan dapat merusak DNA secara langsung, namun diyakini

bahwa alkohol membantu banyak bahan kimia lebih mudah masuk ke dalam sel dan merusak

DNA. Kombinasi tembakau dan alkohol menyebabkan kerusakan DNA lebih besar

dibanding tembakau saja. Kerusakan ini dapat menyebabkan onkogen dan gen supresor tumor

mengalami kerusakan, terjadi perubahan DNA yang mengaktifkan onkogen atau

menonaktifkan gen supresor tumor. Sel abnormal terus dihasilkan, membentuk tumor.

Dengan adanya kerusakan tambahan yaitu, infeksi Human Pappiloma Virus,

menyebabkan sel membuat 2 protein, sebagai E6 dan E7. Protein ini membunuh beberapa

gen yang menjaga pertumbuhan sel agar tetap terkendali, sehingga pertumbuhan sel menjadi

tidak terkendali dan menjadi kanker. HPV DNA ditemukan didalam sel-sel tumor, terutama

pada sel pasien non-perokok yang minum sedikit alkohol atau tidak konusmsi alkohol.

Diperkirakan HPV menjadi penyebab kemungkinan kanker.

Beberapa orang mewarisi mutasi DNA dari orang tua sehingga meningkatkan risiko

untuk berkembangkan menjadi kanker tertentu. Namun, hal ini tidak sepenuhnya diyakini

terjadi pada kanker rongga mulut dan kanker oropharing. Beberapa dari kanker dapat

dikaitkan dengan yang lain, seperti faktor resiko yang belum dapat diketahui dengan pasti

ataupun tidak adanya faktor eksternal penyebab mungkin saja terjadi karena mutasi DNA

secara acak di dalam sel.

3.6. Gejala Klinis

Kemungkinan tanda-tanda dan gejala kanker ini dapat mencakup:

• Rasa gatal di mulut (gejala yang paling umum)

• Nyeri pada mulut (juga sangat umum)

• Benjolan atau penebalan di mukosa pipi

• Terdapat bercak (patch) yang putih atau merah pada gusi, lidah, tonsil, atau

lapisan mulut

• Sakit tenggorokan atau perasaan bahwa ada sesuatu yang tersangkut di

tenggorokan

• Kesulitan mengunyah atau menelan

• Kesulitan menggerakkan rahang atau lidah

32

Page 33: Tumor Ganas Tht

• Mati rasa dari daerah lidah atau mulut lainnya

• Pembengkakan rahang yang menyebabkan perasaan tidak nyaman

• Gigi terasa longgar atau sakit di sekitar gigi atau rahang

• Suara serak

• Terdapat sebuah benjolan atau massa di leher

• Bau mulut yang menetap

• Berat badan menurun.

3.6.1. Kanker pada lidah

Hampir 80% kanker lidah terletak pada 2/3 anterior lidah (umumnya pada tepi lateral dan

bawah lidah) dan 20% pada posterior lidah. Gejala tergantung pada lokasi kanker tersebut.

Bila terletak pada bagian 2/3 anterior lidah, keluhan utamanya adalah timbulnya suatu massa

yang seringkali terasa tidak sakit. Bila timbul pada 1/3 posterior, kanker tersebut selalu tidak

diketahui oleh penderita dan rasa sakit yang dialami biasanya dihubungkan dengan rasa sakit

tenggorokan.Pada stadium awal, secara klinis kanker lidah dapat bermanifestasi dalam

berbagai bentuk, dapat berupa bercak leukoplakia, penebalan, perkembangan eksofitik atau

endofitik bentuk ulkus. Tetapi sebagian besar dalam bentuk ulkus. Tanda yang paling penting

adalah terdapat indurasi yang didapat pada pinggiran ulkus.

3.6.2.Kanker dasar mulut

Kanker pada dasar mulut biasanya dihubungkan dengan penggunaan alkohol dan

tembakau. Pada stadium awal mungkin tidak menimbulkan gejala. Bila lesi berkembang

menimbulkan keluhan adanya gumpalan dalam mulut atau perasaan tidak nyaman. Pada

stadium yang sudah lanjut akan mengalami kesulitan dan nyeri waktu menelan dan timbul

yang disebut hot potato voice pada waktu berbicara dan pada waktu yang sama menghindari

menelan secret yang terkumpul.Secara klinis yang paling sering dijumpai adalah lesi berupa

ulserasi dengan tepi yang timbul dan mengeras yang terletak dekat frenulum lingual. Bentuk

yang lain adalah penebalan mukosa yang kemerah-merahan, nodul yang tidak sakit atau dapat

berasal dari leukoplakia. Pada kanker tahap lanjut dapat terjadi pertumbuhan eksofitik atau

infiltratif.

3.6.3. Kanker pada mukosa pipi

Di negara yang sedang berkembang, kanker pada mukosa pipi dihubungkan dengan

33

Page 34: Tumor Ganas Tht

kebiasaan mengunyah campuran pinang, daun sirih, kapur dan tembakau yang berkontak

dengan mukosa pipi kiri dan kanan selama beberapa jam.Pada awalnya lesi tidak

menimbulkan simptom, terlihat sebagai suatu daerah eritematus, ulserasi yang kecil, daerah

merah dengan indurasi dan kadang-kadang dihubungkan dengan leukoplakia tipe nodular.

3.6.4. Kanker pada gingiva

Kanker pada gingiva umumnya berasal dari daerah dimana susur tembakau ditempatkan

pada orang-orang yang memiliki kebiasaan ini. Daerah yang terlibat biasanya lebih sering

pada gingiva mandibula daripada gingiva maksila . Lesi awal terlihat sebagai granuloma yang

kecil atau sebagai nodul. Lesi yang lebih lanjut berupa pertumbuhan eksofitik atau

pertumbuhan infiltratif yang lebih dalam. Pertumbuhan eksofitik seperti bunga kol, mudah

berdarah. Pertumbuhan infiltratif biasanya tumbuh invasif pada tulang mandibula dan

menimbulkan desdruktif.

3.6.5. Kanker pada palatum

Pada daerah yang masyarakatnya mempunyai kebiasaan menghisap rokok. Kanker pada

palatum merupakan kanker rongga mulut yang umum terjadi dari semua kanker mulut.

Perubahan yang terjadi pada mukosa mulut yang dihubungkan dengan menghisap rokok

adalah adanya ulserasi, erosi, daerah nodul dan bercak. Jika lesi terus berkembang mungkin

akan mengisi seluruh palatum. Kanker pada palatum dapat menyebabkan perforasi palatum

dan meluas sampai ke rongga hidung.

3.6.6. Kanker daerah tonsila

Daerah ini meluas dari trigonum retromolar termasuk arkus tonsila posterior dan anterior

demikian juga dengan fosa tonsilanya sendiri. Tumor yang meluas ke inferior ke dasar lidah

dan ke superior pada pallatum mole. Teraba lesi-lesi kecil dengan palpasi.

3.7. Pemeriksaan

3.7.1. Pemeriksaan fisik

Dua komponen kunci pemeriksaan rongga mulut dan oropharing yaitu inspeksi dan

palpasi dari kedua struktur eksternal dan internal rongga mulut.

Pemeriksaan menyeluruh dilakukan mencakup pemeriksaan kepala, wajah, dan leher

mencari perubahan warna kulit, bengkak, dan simetris atau tidak.

Palpasi pemeriksaan luar kepala secara menyeluruh, termasuk otot temporal, sendi

34

Page 35: Tumor Ganas Tht

temporomandibular, otot masseter, dan tulang mandibula. Selanjutnya, meraba leher,

termasuk kelenjar parotis dan submandibula, nodul kelenjar getah bening, dan otot-otot leher.

Pemeriksaan internal dilakukan dengan sangat hati-hati untuk melihat setiap daerah yang

bervariasi dari warna merah muda normal yang sehat mukosa. Karsinoma skuamosa hampir

mengenai hamper semua sel rongga mulut dan orofaring didahului oleh perubahan yang

mudah terlihat di mukosa rongga mulut yang paling sering bermanifestasi sebagai merah atau

putih patches. Terdiri dari beberapa tahapan pemeriksaan:

Gambar 3 : pemeriksaan rongga mulut

a. Menarik superior bibir atas, dan memeriksa mukosa dan gingiva.

b. Memanipulasi bibir dengan ibu jari dan indeks jari, merasakan untuk setiap lesi

submukosa

c. Memeriksa mukosa bukal dan posterior gingiva satu sisi dimulai dari commissure bibir

lateral dan kemudian superior.

d. Menarik kembali bibir bawah dan memeriksa mukosa, ruang depan, dan anterior gingiva

e. Selanjutnya, memeriksa seluruh pallatum

f. Tekan lidah dengan spatula lidah saat pasien mengatakan "aaaa”

g. Meminta pasien untuk mengankat lidah ke atap mulut dan memeriksa permukaan ventral

lidah dan dasar mulut (Manuver ini mengangkat langit-langit lunak dan memungkinkan

pandangan yang lebih baik dari tonsil wilayah)

h. Pemeriksaan terkahir menarik lidah keluar dari mulut dan tahan dengan kasa steril dan

memeriksa batas lateral lidah. Palpasi rongga mulut juga penting. sSmua permukaan dari

mukosa bukal, dasar mulut, dan lidah harus teraba. Palpasi tepat adalah dicapai

menggunakan bimanual teknik.

Pemeriksaan fisik lengkap dilakukan didaerah kepala dan leher untuk mengetahui daerah

yang abnormal. Pemeriksaan ini mencakup kelenjar limf dileher, untuk mencari tanda-tanda

keganasan yang sudah metastase ke kelenjar limf sekitar. Karena orofaring adalah jauh di

dalam leher dan beberapa bagian tidak mudah dilihat sehingga diperlukan alat kusus

untuk pemeriksaan . Laringoskopi tidak langsung Pemeriksaan ini menggunakan cermin

diletakkan di bagian belakang mulut untuk melihat keadaan dinding belakang faring serta

kelenjar limf, uvula, arcus faring serta gerakannya, tonsil, pita suara, mukosa pipi, gusi, dan

gigi geligi.

3.7.2. Pemeriksaan penunjang

Laringoskopi langsung

35

Page 36: Tumor Ganas Tht

Pemeriksaan ini dengan cara memasukkan serat optik fleksibel (disebut endoskop, pipa,

tipis fleksibel dengan cahaya dan lensa terpasang untuk melihat) melalui mulut atau hidung

untuk memeriksa kepala dan daerah leher. Kadang-kadang, endoskopi yang kaku

(tabung berongga dengan lensa cahaya) ditempatkan ke bagian belakang mulut untuk melihat

bagian belakang tenggorokan lebih terinci. Pemeriksaan ini memiliki nama yang berbeda

tergantung pada area tubuh yang diperiksa, seperti laringoskopi (laring), pharyngoscopy

(faring), atau nasopharyngoscopy (nasofaring). Untuk membuat pasien lebih nyaman,

pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan semprotan anestesi untuk mematikan rasa

daerah itu. Jika jaringan terlihat mencurigakan, akan dilakukan biopsi dan dilakukan di ruang

operasi di rumah sakit dengan menggunakan anestesi umum.

Biopsi

Biopsi adalah pengangkatan sejumlah kecil jaringan untuk pemeriksaan dibawah

mikroskop. Dengan biopsi dapat membuat diagnosis pasti. Jenis biopsi dilakukan tergantung

pada lokasi dari kanker. Aspirasi jarum biopsi, sel-sel ditarik menggunakan jarum tipis yang

dimasukkan langsung ke tumor. Sel-sel diperiksa di bawah mikroskop sel-sel kanker.

Biopsi sikat oral

Suatu teknik baru sederhana untuk mendeteksi kanker mulut dengan menggunakan sikat

kecil untuk mengumpulkan sampel sel dari daerah yang mencurigakan. Spesimen tersebut

kemudian dikirim ke laboratorium untuk analisis. Prosedur sikat oral biopsi mudah dan dapat

dilakukan di tempat praktek dengan nyeri sedikit atau tidak ada. Jika kanker ditemukan

menggunakan metode ini, dianjurkan melakukan biopsy untuk mengkonfirmasi hasil.

X-ray

Tes pencitraan menggunakan x-ray, medan magnet, atau zat radioaktif untuk membuat

gambar bagian dalam tubuh. Tes pencitraan ini tidak digunakan untuk mendiagnosa rongga

mulut atau kanker oropharyngeal, tetapi dilakukan untuk beberapa alasan baik sebelum dan

setelah diagnosis kanker, termasuk:

• Untuk membantu mencari tumor jika ada yang dicurigai

• Untuk mengetahui seberapa jauh kanker mungkin telah menyebar

• Untuk membantu menentukan apakah pengobatan telah efektif

• Untuk mencari tanda-tanda kemungkinan kekambuhan kanker setelah pengobatan

Pemeriksaan barium

Pemeriksaan ini umumnya digunakan untuk melihat orofaring dan fungsi menelan.

Pertama pasien diminta untuk menelan barium, sehingga dapat terlihat setiap perubahan

dalam struktur rongga mulut dan tenggorokan dan melihat apakah cairan lewat dengan mudah

36

Page 37: Tumor Ganas Tht

ke perut. X-ray kemudian digunakan dan dimodifikasi, atau videofluoroscopy, digunakan

untuk menilai fungsi menelan.

Panorex

Disebut juga panorama, x-ray untuk melihat dari rahang atas dan bawah mendeteksi

kerusakan tulang akibat penyebaran kanker, atau untuk mengevaluasi gigi sebelum terapi

radiasi atau kemoterapi.

Computed tomography scan

CT scan menciptakan gambar tiga dimensi bagian dalam tubuh dengan mesin x-ray.

Sebuah komputer kemudian menggabungkan gambar-gambar menjadi tampilan, rinci

cross-sectional yang menunjukkan kelainan apapun atau tumor. Dapat digunaka media

kontras (pewarna khusus) disuntikkan ke pembuluh darah pasien untuk memberikan detail

yang lebih baik. CT scan dapat membantu untuk memutuskan apakah kanker bisa diangkat

dengan operasi dan menentukan apakah kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di

leher atau tulang rahang bawah.

Magnetic Resonance Imaging (MRI )

MRI menggunakan medan magnet, bukan x-ray, untuk menghasilkan gambar rinci dari

tubuh, terutama gambar jaringan lunak, seperti tonsil dan pangkal lidah. Sebuah media

kontras dapat disuntikkan ke pembuluh darah pasien untuk menciptakan gambaran yang lebih

jelas.

USG

USG menggunakan gelombang suara untuk menciptakan gambar dari organ internal. Tes

ini dapat mendeteksi penyebaran kanker ke kelenjar limf di leher.Tomografi emisi

positron scan Sebuah PET scan adalah cara untuk membuat gambar organ dan jaringan

dalam tubuh. Sejumlah kecil zat radioaktif disuntikkan ke tubuh. Zat ini diserap terutama

oleh organ dan jaringan yang menggunakan energi. Karena kanker cenderung untuk

menggunakan energi secara aktif, menyerap lebih dari zat radioaktif. Scanner kemudian

mendeteksi zat ini untuk menghasilkan gambar bagian dalam tubuh yang menyerap

radioaktif terbanyak sebagai sel kanker .

3.8.Stadium

Sebuah sietem yang menggambarkan seberapa jauh penyebaran suatu tumor. Sistem yang

paling umum digunakan untuk menggambarkan tingkat kanker rongga mulut dan kanker

oropharyngeal adalah sistem TNM dari American Joint Committee on Cancer (AJCC)

TNM untuk menjelaskan 3 informasi:

37

Page 38: Tumor Ganas Tht

• T menunjukkan ukuran dari tumor primer dan jika ada jaringan rongga mulut atau

orofaring yang telah menyebar(metastasis).

• N menunjukkan penyebaran ke kelenjar limf terdekat

• M menunjukkan kanker telah menyebar (metastasis) ke organ lain dari tubuh.

Angka atau huruf muncul setelah T, N, dan M untuk memberikan informasi tentang masing-

masing faktor:

• Angka 0 sampai 4 menunjukkan tingkat keparahan.

• Huruf X berarti "tidak dapat dinilai" karena informasi ini tidak tersedia.

T kategori untuk kanker bibir, rongga mulut, dan orofaring

• TX : Tumor primer tidak dapat dinilai, informasi tidak diketahui.

• Tis: Karsinoma in situ. Ini berarti kanker tersebut masih dalam epitel (lapisan atas sel

yang melapisi rongga mulut dan orofaring) dan belum berkembang menjadi lapisan yang

lebih dalam.

• T0: Tidak ada bukti tumor primer

• T1: Tumor 2 cm (sekitar ¾ inci) atau lebih kecil

• T2: Tumor lebih besar dari 2 cm, tetapi lebih kecil dari 4 cm (sekitar 1 ½ inci)

• T3: Tumor lebih besar dari 4 cm

• T4a: Tumor tumbuh ke dalam struktur di dekatnya, menyerang organ disekitarnya.

· Untuk kanker rongga mulut: tumor tumbuh ke dalam struktur terdekat, seperti tulan

rahang atau wajah, otot, lebih dalam mengenai lidah, kulit wajah, atau sinus maksilaris.

· Untuk kanker bibir: tumor tumbuh ke dalam tulang di dekatnya, saraf alveolaris inferior,

dasar mulut, atau kulit dagu atau hidung.

· Untuk kanker oropharyngeal: tumor tumbuh ke dalam laring (pita suara), lidah, otot,

atau tulang seperti pterygoideus medial, palatum durum, atau rahang.

• T4b: Tumor telah berkembang melalui struktur terdekat dan ke daerah yang lebih dalam

atau jaringan.

· Tumor tumbuh ke dalam tulang lainnya, seperti dasar pterygoideus dan / atau dasar

tengkorak

(untuk setiap rongga mulut atau kanker orofaringeal).

· Tumor mengelilingi arteri karotid internal (untuk setiap rongga mulut atau orofaringeal

kanker).

· Untuk kanker oropharyngeal: tumor tumbuh ke dalam otot yang disebut otot

pterygoideus lateral.

. Untuk kanker oropharyngeal: tumor tumbuh ke dalam nasofaring.

38

Page 39: Tumor Ganas Tht

Kategori N

? NX: kelenjar getah bening terdekat tidak dapat dinilai, informasi tidak diketahui

? N0: Kanker belum menyebar ke kelenjar getah bening di dekatnya

? N1: Kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di salah satu sisi yang sama dari

kepala atau leher sebagai primer tumor; kelenjar getah bening tidak lebih dari 3 cm.

? N2 mencakup 3 subkelompok:

? N2a: Kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di salah satu sisi yang sama

sebagai tumor primer ; kelenjar getah bening lebih besar dari 3 cm tapi tidak lebih

besar dari 6 cm (sekitar 2 inci)

? N2b: Kanker telah menyebar ke 2 atau lebih kelenjar getah bening pada sisi yang

sama dengan tumor primer, tetapi tidak ada yang lebih besar dari 6 cm

? N2c: Kanker telah menyebar ke satu atau lebih kelenjar getah bening pada kedua sisi

leher atau di sisi yang berlawanan dengan tumor primer, tetapi tidak ada yang lebih

besar dari 6 cm

? N3: Kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening yang lebih besar dari 6 cm

M kategori

? M0: Tidak menyebar jauh

? M1: kanker telah menyebar ke tempat yang jauh di luar wilayah kepala dan leher

(misalnya, paru-paru)

3.8.1. Stadium pengelompokkan

Dokter menetapkan stadium kanker dengan menggabungkan klasifikasi T, N, dan M.

Tahap 0: Menjelaskan karsinoma di situ (Tis), dengan tidak menyebar ke kelenjar getah

bening (N0) atau metastasis jauh (M0).

Stadium I: Menjelaskan tumor kecil (T1), dengan tidak menyebar ke kelenjar getah

bening (N0) dan tidak ada metastasis jauh (M0).

Stadium II: Menjelaskan tumor yang lebih kecil dari 4 cm (T2), dan belum menyebar ke

kelenjar getah bening (N0) atau ke bagian tubuh yang jauh (M0).

Stadium III: Menjelaskan semua tumor lebih besar (T3), dengan tidak menyebar ke

kelenjar getah bening (N0) atau metastasis (M0), serta tumor yang lebih kecil (T1, T2) yang

telah menyebar ke kelenjar getah bening regional (N1), tetapi tidak memiliki tanda metastasis

(M0).

Stadium IVA: Menjelaskan setiap tumor invasif (T4a) dengan baik tanpa keterlibatan

39

Page 40: Tumor Ganas Tht

kelenjar getah bening (N0) atau hanya menyebar ke nodul tunggal, yang sama-sisi getah

bening

(N1), tetapi tidak ada metastasis (M0). Hal ini juga digunakan untuk setiap tumor (T apapun)

dengan keterlibatan nodul lebih signifikan (N2), tetapi tidak ada metastasis (M0).

Stadium IVB: Menjelaskan setiap tumor (T apapun) dengan keterlibatan nodal yang luas

(N3), tetapi tidak ada metastasis (M0).

Stadium IVC: Menunjukkan ada bukti penyebaran jauh (ada T, setiap N, M1).

3.8.2.Grade tumor berdasarkan pemeriksaan histologi

Pemeriksaan ini bertujuan menggambarkan tumor primer dengan grade, yang ditentukan

dengan menggunakan mikroskop untuk memeriksa jaringan dari tumor (disebut pemeriksaan

histologis). Membandingkan jaringan tumor dengan jaringan normal, dan grade

menggambarkan seberapa dekat sel-sel kanker menyerupai jaringan normal di bawah

mikroskop. Jaringan normal mengandung berbagai jenis sel dikelompokkan bersama-sama,

yang disebut differensiasi sel. Jaringan dari tumor biasanya memiliki sel-sel yang terlihat

lebih mirip satu sama lain (disebut diferensiasi buruk). Umumnya, semakin terdiferensiasi

jaringan, semakin baik prognosisnya. Grade tumor dijelaskan menggunakan huruf "G" dan

nomor.

GX : kelas tidak dapat dievaluasi.

G1 : Sel-sel terlihat lebih seperti jaringan normal (baik dibedakan).

G2 : Sel-sel yang hanya cukup dibedakan.

G3 dan G4 : Sel-sel tidak menyerupai jaringan normal (diferensiasi buruk).

Berulang : kanker berulang adalah kanker yang datang kembali setelah perawatan.Jika ada

kekambuhan, kanker mungkin perlu diklasifikasikan menggunakan sistem

tersebut.

3.9. Penatalaksanaan

Pilihan pengobatan utama untuk orang dengan kanker oropharyngeal adalah:

- Bedah

- Radiasi

- Kemoterapi

- Target Terapi

Rencana tindakan ini dapat digunakan sendiri atau kombinasi, tergantung pada stadium

dan lokasi tumor. Secara umum, operasi adalah pengobatan pertama untuk kanker rongga

40

Page 41: Tumor Ganas Tht

mulut dan oropharing , dan mungkin diikuti oleh radiasi atau kemoterapi dan radiasi

gabungan. Kanker orofaringeal biasanya kombinasi kemoterapi dan radiasi.

3.9.1 Pembedahan

Beberapa jenis operasi dapat digunakan untuk mengobati kanker rongga mulut dan

orofaringeal. Tergantung di mana kanker tersebut dan stadium, operasi yang berbeda dapat

digunakan untuk mengangkat kanker. Setelah pembedahan untuk mengangkat kanker, bedah

rekonstruksi dapat digunakan untuk membantu memulihkan penampilan dan fungsi dari

daerah yang terkena kanker.

Prosedur bedah yang paling umum untuk kanker mulut dan oropharyngeal meliputi:

a. Tumor primer operasi.

Tumor dan daerah sekitarnya jaringan yang diangkat untuk mengurangi

kemungkinan bahwa kanker masih ada yang tertinggal.

b. Glossectomy

Adalah pengangkatan sebagian atau seluruh lidah.

c. Mandibulectomy

Jika tumor telah mengenai tulang rahang, tetapi tidak menyebar ke dalam tulang,

maka sebagian atau seluruh tulang rawan diangkat. Jika pada pemeriksaan rahang pada

sinar-x ditemukan pada tulang, maka seluruh tulang rahang diangkat.

d. Maxillectomy

Sebuah operasi yang mengangkat sebagian atau seluruh dari palatum durum, yang

merupakan tulang atap mulut. Prostheses (perangkat buatan), atau lebih baru, penggunaan

flap jaringan lunak dengan dan tanpa tulang dapat dipasang untuk menggantikan.

e. Diseksi leher

Kanker rongga mulut dan orofaring sering menyebar ke kelenjar limf di leher, dan

mungkin diperlukan untuk mengangkat beberapa atau semua kelenjar limf dalam

prosedur bedah.

f. Laryngectomi

Adalah pengangkatan sebgaian atau sleuruhnya dari laring dan pita suara namun

tindakan ini jarang diperlukan untuk pengobatan kanker mulut atau orofaringeal. Laring

sangat penting untuk menelan karena melindungi jalan napas dari makanan dan cairan

masuk trakea atau batang tenggorokan dan mencapai paru-paru, yang dapat menyebabkan

pneumonia. Dapat dilakukan pada tumor besar lidah atau orofaring.

g. Trakeostomi

41

Page 42: Tumor Ganas Tht

Jika kanker menghalangi tenggorokan atau terlalu besar sehingga mengahalangi

jalan nafas diperlukan tindakan yang disebut trakeostomi dibuat di leher. Trakeostomi

dapat bersifat sementara atau permanen.

Efek samping pembedahan

Semua operasi membawa risiko, termasuk pembekuan darah, infeksi, komplikasi dari

anestesi, dan pneumonia. Risiko ini umumnya rendah tetapi lebih tinggi pada operasi yang

rumit.

Jika operasi tidak terlalu rumit, efek samping mungkin hanya rasa sakit sesudahnya, yang

dapat diobati dengan obat-obatan jika diperlukan. Pembedahan untuk kanker yang besar

atau

sulit dijangkau mungkin sangat rumit, efek samping dapat berupa infeksi, gangguan luka,

masalah dengan makan dan berbicara, atau kematian sangat jarang terjadi selama atau segera

setelah prosedur. Operasi juga dapat berbekas terutama operasi tulang wajah atau rahang.

3.9.2. Terapi radiasi

Terapi radiasi menggunakan energi tinggi sinar-x atau partikel untuk

menghancurkan sel-sel kanker atau lambat tingkat pertumbuhan. Terapi radiasi dapat

digunakan dalam beberapa situasi untuk oral dan kanker orofaringeal:

• Dapat digunakan sebagai pengobatan utama untuk kanker kecil.

• Pasien dengan kanker lebih besar mungkin perlu kedua operasi dan terapi radiasi

atau Kombinasi terapi radiasi dan kemoterapi. Setelah operasi, terapi radiasi

dapat digunakan, baik sendiri atau dengan kemoterapi, sebagai tambahan

(adjuvant) pengobatan untuk mencoba membunuh setiap deposit kecil kanker

yang tidak mungkin telah diangkat selama operasi. Ini dikenal sebagai terapi

radiasi adjuvan.

• Radiasi dapat digunakan (bersama dengan kemoterapi) untuk mencoba untuk

mengecilkan beberapa yang lebih besar kanker sebelum operasi. Hal ini disebut

terapi neoadjuvant. Dalam beberapa kasusu terapi radiasi digunakan pada operasi

yang tidak radikal dan diharapkan untuk membunuh jaringan yang tidak

dioperasi.

• Terapi radiasi juga dapat digunakan untuk meredakan gejala kanker seperti nyeri,

perdarahan, kesulitan menelan, dan masalah yang disebabkan oleh metastase

tulang.

Ada beberapa terapi radiasi

42

Page 43: Tumor Ganas Tht

a. Terapi radiasi sinar eksternal

Cara yang paling umum untuk memberikan radiasi kanker adalah fokus

sinar radiasi dari luar mesin ke tubuh. Ini dikenal sebagai radiasi sinar eksternal

terapi. Untuk mengurangi risiko efek samping harus hati-hati mengetahui dosis

tepat yang dibutuhkan dan mencapai target dengan hati-hati dan seakurat

mungkin.

Sebelum memulai tindakan perawatan, dilakukan pengukuran berhati-hati

untuk menentukan sudut yang tepat untuk menyinari target orgat radiasi dan dosis

radiasi yang tepat. Terapi radiasi adalah seperti mendapatkan sinar-x, tetapi

radiasi yang kuat. Prosedur terapi tersebut tidak menyakitkan. Setiap kali tindakan

hanya berlangsung beberapa menit. Perawatan biasanya diberikan 5 hari

seminggu selama 6 sampai 7 minggu. Jadwal lain untuk dosis radiasi telah

dipelajari dalam uji klinis.

Hyperfractionation mengacu memberikan dosis total radiasi dalam jumlah

yang besar besar (misalnya, 2 dosis per hari yang lebih kecil daripada 1dosis per

hari yang lebih besar). Fraksinasi dipercepat berarti bahwa perlakuan radiasi

selesai lebih cepat (misalnya, 6 minggu bukan 7 minggu). Jadwal fraksinasi

dipercepat dapat mengurangi resiko kanker datang kembali di organ primer atau

dekat organ tersebut dan dapat menigkatkan kualitas hidup. Kekurangannya

adalah bahwa perawatan yang diberikan memiliki efek samping yang lebih berat.

b. Terapi radiasi konformal tiga dimensi (3D-CRT).

Menggunakan hasil tes imaging seperti MRI dan program komputer

khusus untuk secara tepat mengetahui lokasi kanker. Radiasi sinar tersebut

kemudian dibentuk dan ditujukan pada tumor dari beberapa arah, yang

membuatnya kurang merusak jaringan normal. Secara teori, dengan memberikan

radiasi yang lebih akurat, sehingga dapat mengurangi kerusakan radiasi pada

jaringan normal dibeberapa daerah (seperti saraf, pembuluh darah, dan organ

lainnya) dan mungkin dapat mengobati kanker dengan lebih meningkatkan dosis

radiasi untuk tumor itu sendiri. Studi jangka panjang hasilnya masih diperlukan

untuk mengkonfirmasi ini.

c. Terapi intensitas radiasi termodulasi (IMRT)

Adalah bentuk lanjutan dari terapi 3D-CRT. Terapi ini menggunakan

mesin komputer-driven yang benar-benar bergerak di sekitar pasien seperti

memberikan radiasi. Bertujuan mengenai jaringan di tumor dari beberapa sudut,

43

Page 44: Tumor Ganas Tht

intensitas (kekuatan) dari mesin dapat disesuaikan untuk meminimalkan dosis

mencapai jaringan normal yang paling sensitif. Hal ini memungkinkan untuk

memberikan dosis yang lebih tinggi ke daerah kanker.

d. Brachytherapy

Cara lain untuk memberikan radiasi adalah dengan menempatkan bahan-

bahan radioaktif langsung ke dalam atau dekat kanker. Metode ini disebut radiasi

internal, radiasi interstisial, atau brachytherapy.

Perjalanan radiasi hanya berjarak sangat pendek, yang membatasi

dampaknya pada jaringan normal terdekat. Brachytherapy tidak sering digunakan

untuk mengobati kanker rongga mulut atau kanker oropharyngeal karena adanya

radiasi eksternal, seperti IMRT.

Berbagai jenis brachytherapy dapat digunakan. Dalam satu bentuk, kateter

berongga (tabung tipis) ditempatkan ke dalam atau sekitar tumor selama

pembedahan dan yang ditempat tersisa untuk beberapa hari sementara pasien tetap

di rumah sakit. Bahan radioaktif tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung

untuk waktu yang singkat setiap hari, mengeluarkan radioaktivitas tingkat rendah

untuk beberapa minggu.

Efek samping terapi radiasi

Radiasi dari daerah mulut dan tenggorokan dapat menyebabkan beberapa efek

samping jangka pendek termasuk:

- Kulit seperti terbakar sinar matahari di kepala dan leher yang perlahan menghilang

- Serak

- Kehilangan indra pengecap

- Kemerahan dan nyeri pada mulut dan tenggorokan

- Kadang-kadang luka terbuka berkembang di mulut dan tenggorokan, sehingga sulit

untuk makan dan minum selama pengobatan.

Radioterapi juga dapat menyebabkan efek samping jangka panjang atau permanen:

- Kerusakan kelenjar ludah

Kerusakan permanen pada kelenjar ludah dapat menyebabkan mulut kering.

Hal ini dapat menyebabkan masalah makan dan menelan. Kurangnya air liur juga

dapat menyebabkan kerusakan gigi (gigi berlubang). Biasanya diperlukan perawatan

ke dokter gigi dan menjaga kebersihan mulut. Pengobatan fluoride juga dapat

membantu sebelum di radioterapi. Teknik seperti IMRT dapat membantu mengurangi

efek samping ini.

44

Page 45: Tumor Ganas Tht

- Kerusakan pada tulang rahang

Yang ang dikenal sebagai osteoradionecrosis rahang, dapat menyebabkan efek

samping yang serius akibat pengobatan radiasi. Lebih umum terjadi setelah infeksi

gigi, ekstraksi, atau trauma, dan sulit diobati. Gejala utama adalah nyeri pada rahang.

Dalam beberapa kasus dapat menyebabkan tulang rahang retak dan jika berat

diperlukan terapi pembedahan untuk menagtasinya.

- Kerusakan pada kelenjar pituitary atau tiroid

Jika kelenjar hipofisis atau tiroid terkena radiasi, produksi hormon dapat

menurunkan dari waktu ke waktu. Hal ini dapat menyebabkan masalah dengan

metabolisme yang mungkin perlu dikoreksi dengan obat. Radiasi Efek samping ini

biasanya akan lebih parah pada orang yang mendapatkan kemoterapi pada saat yang

sama. Untuk mengurangi efek samping tersebut diperlukan perawatan sebelum di

radiasi ataupun kemoterapi.

3.9.3. Kemoterapi

Adalah pengobatan dengan menggunakan obat anti kanker yang diberikan ke

dalam vena atau secara oral. Obat ini memasuki aliran darah dan dapat mencapai sel

kanker dan yang telah menyebar ke organ alin. Dapat digunakan dalam situasi yang

3

berbeda:

• Kemoterapi (biasanya dikombinasikan dengan terapi radiasi) dapat digunakan

sebagai pengganti operasi sebagai pengobatan utama untuk beberapa jenis kanker.

• Kemoterapi (dikombinasikan dengan terapi radiasi) dapat diberikan setelah

operasi untuk mencoba membunuh deposit sel kanker yang mungkin masih ada.

Ini dikenal sebagai ajuvan kemoterapi.

• Kemoterapi dapat digunakan (kadang-kadang dengan radiasi) untuk mencoba

untuk mengecilkan beberapa jenis kanker yang lebih besar sebelum operasi. Ini

disebut neoadjuvant atau kemoterapi induksi. Dalam beberapa kasus ini

memungkinkan untuk menggunakan operasi kurang radikal dan menghapus

jaringan yang masih tersisa. Hal ini dapat menyebabkan efek samping yang lebih

sedikit serius dari operasi.

Obat kemo yang paling sering digunakan untuk kanker rongga mulut dan

orofaring adalah:

• Cisplatin

45

Page 46: Tumor Ganas Tht

• 5-fluorouracil (5-FU)

• Carboplatin

• Paclitaxel

• Docetaxel

• Methotrexate

• Ifosfamid

• Bleomycin

Sebuah obat kemoterapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan

obat lain. Seringkali menggabungkan obat dapat membantu mengecilkan tumor yang

lebih baik, tapi akan menyebabkan efek samping yang lebih banyak. Yang paling umum

digunakan kombinasi cisplatin dan 5-FU. Kombinasi ini lebih efektif daripada hanya

menggunakan satu macam obat pada kanker rongga mulut dan orofaring. Hasil yang

lebih baik dengan menambahkan docetaxel. Kemoterapi diberikan dengan beberapa

siklus dengan masing-masing periode isitirahat untuk memungkinkan tubuhpulih

kembali. Setiap siklus kemoterapi biasanya berlangsung selama beberapa minggu.

Kemoterapi sering diberikan bersamaan dengan radiasi (dikenal sebagai kemoradiasi).

Cisplatin biasanya merupakan obat kemoterapi disukai ketika diberikan bersama

dengan radiasi. Beberapa kasus memilih untuk memberikan radiasi dan kemoterapi

sebelum operasi. Namun, efek samping dapat parah. Pada operasi yang tidak radikal

diberikan kemoterapi bersamaan dengan radiasi untuk mendapatkan hasil yang lebih baik

daripada radiasi saja. Tapi pendekatan gabungan sulit bagi orang yang berada dalam

kesehatan yang buruk untuk mentoleransinya.

Efek samping kemoterapi

Kemoterapi adalah obat yang menyerang sel-sel yang membelah dengan cepat. Tetapi,

sel lain didalam tubuh, seperti yang di sumsum tulang, lapisan mulut dan usus, dan folikel

rambut juga terpengaruh. Hal ini dapat menyebabkan efek samping. Efek samping dari

kemoterapi tergantung pada jenis, dosis, dan berapa lama obat diberikan.

Efek samping dapat termasuk:

- Rambut rontok

- Mulut luka

- Kehilangan nafsu makan

- Mual dan muntah

- Diare

- Peningkatan infeksi (karena jumlah rendah sel darah putih berkurang)

46

Page 47: Tumor Ganas Tht

- Mudah memar atau pendarahan (karena jumlah platelet darah rendah)

- Kelelahan (karena rendahnya jumlah sel darah merah.

Seiring dengan risiko di atas, beberapa efek samping yang terlihat lebih sering dengan

kemoterapi obat-obatan tertentu. Sebagai contoh, 5-FU sering menyebabkan diare. Cisplatin

dapat menyebabkan kerusakan saraf(disebut neuropati), menyebabkan gangguan pendengaran

serta mati rasa dan kesemutan di tangan dan kaki. Hal ini sering kembali normal setelah

pengobatan dihentikan, tetapi dapat bertahan lama bahkan permanen.

Meskipun efek samping yang paling meningkatkan setelah pengobatan dihentikan, beberapa

dapat bertahan lama atau bahkan permanen.

Ada cara untuk mencegah atau mengobati efek samping dari kemoterapi, misalnya, obat

untuk mencegah atau mengobati mual dan muntah.

3.9.4. Targeted terapi

Penelitian terbaru mengenai perubahan didalam sel yang menyebabkan kanker,

mengembangkan obat baru yang secara khusus menargetkan perubahan ini. Target obat kerja

yang berbeda dari obat kemoterapi standar dan efek samping yang rendah. Cetuximab adalah

antibodi monoklonal (buatan manusia versi kekebalan sistem protein) yang menargetkan

reseptor faktor pertumbuhan epidermal (EGFR), sebuah protein pada permukaan sel-sel

tertentu yang menyebabkan sel tumbuh dan membelah. Sel-sel kanker rongga mulut dan

orofaringeal sering memiliki jumlah EGFR lebih dari normal. Dengan memblokir EGFR,

cetuximab dapat memperlambat atau menghentikan pertumbuhan sel. Cetuximab dapat

dikombinasikan dengan terapi radiasi untuk beberapa jenis kanker tahap awal

Untuk kanker yang lebih parah, mungkin dikombinasikan dengan obat kemoterapi

standar seperti cisplatin, atau dapat digunakan tunggal. Cetuximab diberikan dengan infus ke

dalam vena (IV), biasanya sekali seminggu.

Efek samping jarang namun serius dari cetuximab adalah reaksi alergi selama infus

pertama, yang dapat menyebabkan masalah dengan pernapasan dan tekanan darah rendah,

dapat dicegah dengan pemberian obat sebelumnya. Ada juga masalah kulit seperti jerawat,

ruam pada wajah dan dada selama pengobatan, yang dalam beberapa kasus dapat

menyebabkan infeksi. Efek samping lain mungkin termasuk sakit kepala, kelelahan, demam,

dan diare.

3.9.5. Terapi berdasarkan stadium

Jenis pengobatan tergantung pada lokasi tumor dan seberapa jauh kanker telah

menyebar:

47

Page 48: Tumor Ganas Tht

Stadium 0 (karsinoma in situ)

Meskipun kanker pada tahap ini belum menjadi invasif (mulai tumbuh menjadi lapisan

yang lebih dalam jaringan), namun dapat menjadi invasive jika tidak diobati. Pengobatan

umum adalah untuk menghapus lapisan atas jaringan bersama dengan margin yang kecil dari

jaringan normal. Ini dikenal sebagai bedah pengupasan atau reseksi. Karsinoma in situ yang

terus datang kembali setelah reseksi mungkin memerlukan terapi radiasi.

Stadium I dan II

Kebanyakan pasien dengan stadium I atau II rongga mulut dan kanker oropharyngeal

dapat berhasil diobati dengan pembedahan atau terapi radiasi. Kedua pendekatan bekerja

sama dengan baik untuk mengobati kanker. Pilihan pengobatan dipengaruhi oleh efek

samping yang diharapkan.

Bibir :

Kanker bibir umumnya diobati dengan operasi, termasuk operasi. Operasi yang luas dan

kombinasi terapi radiasi dapat digunakan jika tumor ternyata lebih besar. Jika diperlukan,

khusus bedah rekonstruksi dapat membantu memperbaiki cacat pada bibir. Radiasi sendiri

juga dapat digunakan sebagai pengobatan pertama. Hal ini biasanya sinar eksternal radiasi,

kadang-kadang bersama dengan brachytherapy. Pembedahan mungkin digunakan jika radiasi

tidak sepenuhnya menghentikan sel tumor. Jika tumor besar, kelenjar limfe di leher dapat

ikut diangkat.

Dasar mulut:

Lebih sering dilakukan operasi karena radiasi dapat menyebabkan kerusakan tulang. Jika

kanker tidak muncul setelah operasi, radiasi dapat ditambahkan. Kanker ini mudah menyebar

ke kelenjar getah bening leher. Bedah (leher ) diseksi mungkin disarankan untuk

mengehentikan sel ini. Biasanya, kelenjar limf dari sisi leher terdekat tumor ikut diangkat

bersama sel tumor.Tetapi jika tumor luas, maka kelenjar limfe pada kedua sisi leher perlu

diangkat.

Lidah :

Operasi lebih disukai untuk tumor kecil dan radiasi untuk yang lebih besar,

terutama jika pengangkatan tumor dapat mengganggu pembicaraan atau menelan. Jika

operasi tidak bisa mengangkat semua kanker, radiasi dapat ditambahkan. Untuk tumor yang

lebih besar, penghapusan leher kelenjar limfe kemungkinan akan direkomendasikan.

Mukosa bukal (pipi):

Kanker ini biasanya dirawat dengan operasi. Radiasi dapat menjadi pilihan lain. Jika

operasi yang digunakan, radiasi dapat ditambahkan. Jika tumor besar, kelenjar limfe leher

48

Page 49: Tumor Ganas Tht

diangkat juga.

Gusi bawah:

Kanker di gusi bawah biasanya dirawat dengan operasi, yang mungkin termasuk

mengangkat bagian dari (tulang rahang) mandibula. Radiasi bisa ditambahkan jika semua sel

kanker tidak dapat diangkat. Radiasi dapat digunakan sebagai pengobatan utama, tapi itu

membawa risiko kerusakan pada tulang rahang. Pembedahan untuk mengangkat kelenjar

limfe

leher sering disarankan.

Gusi atas dan pallatum durum :

Kanker di gusi bagian atas dan langit-langit (bagian depan atap mulut) juga biasanya

dilakukan operasi. Radiasi dapat ditambahkan jika diperlukan. Kelenjar limf dileher juga

dapat diangkat.

Pangkal lidah:

Radiasi umumnya disukai karena operasi akan menyebabkan masalah dengan berbicara

dan menelan, meskipun operasi digunakan dalam beberapa kasus. Para kelenjar limfe di leher

umumnya perlu diperlakukan juga.

Pallatum molle:

Dengan operai dapat mengganggu bicara dan menelan, sehingga radiasi merupakan

pilhan. Radiasi juga dapat diberikan disekitar kepala dan leher. Jika operasi digunakan

sebagai perawatan pertama, maka kelenjar limfe disekitar leher juga diangkat.

Tonsil:

Operasi dan radiasi (mungkin dikombinasikan dengan kemoterapi) dalam mengobati

kanker tonsil. Jika kanker perlu diobati dengan operasi, biasanya memberikan pengobatan

radiasi terlebih dahulu. Operasi masih merupakan pilihan jika radiasi tidak membuang semua

kanker. Kelenjar limfe dileher dapat diperlakukan dengan cara yang sama - pembedahan atau

radiasi.

Stadium III dan IV

Kanker rongga mulut dan oropharyngeal umumnya memerlukan kombinasi pembedahan

dan radiasi, radiasi dan kemoterapi (atau cetuximab), atau kombinasi dari ketiganya.Pilihan

pengobatan dipengaruhi lokasi kanker, berapa banyak telah menyebar, efek samping, dan

kondisi kesehatan pasien saat ini.Pembedahan biasanya mencakup diseksi leher karena risiko

tinggi kanker menyebar ke kelenjar limfe. Terapi penyinaran seringkali diperlukan setelah

operasi, terutama jika tumor telah menyebar ke kelenjar limfe. Kadang-kadang kemoterapi

diberikan juga, terutama jika kanker telah mengkhawatirkan. Jumlah jaringan yang dibuang

49

Page 50: Tumor Ganas Tht

selama pembedahan tergantung pada tingkat kanker, dan metode rekonstruksi tergantung luka

saat pembedahan. Tumor primer yang terlalu besar harus diangkat dengan operasi sering

dikombinasikan dengan radiasi, baik sendiri atau dengan kemoterapi (atau cetuximab).

Pemberian kemoterapi sebagai pengobatan pertama sebelum operasi dapat mengecilkan

tumor sehingga operasi dapat dilakukan. dilakukan. Kanker yang telah menyebar ke bagian

lain dari tubuh biasanya diobati dengan kemoterapi, sering bersama dengan cetuximab.

Pengobatan lain seperti radiasi juga dapat digunakan untuk membantu meringankan gejala

dari kanker.Kanker rongga mulut dan orofaringeal berulang

Kanker timbul kembali setelah pengobatan, hal itu disebut kanker berulang. Rekurensi

dapat lokal (di atau dekat tempat yang sama itu dimulai) atau jauh (menyebar ke tulang atau

organ seperti paru-paru). Pilihan pengobatan untuk kanker berulang tergantung pada lokasi

dan ukuran kanker, perawatan apa yang telah digunakan, dan kondisi kesehatan. Jika kanker

datang kembali di daerah yang sama dan terapi radiasi digunakan sebagai yang pertama

pengobatan, maka operasi sebagai pilihan pengobatan berikutnya.

Biasanya, terapi radiasi sinar eksternal tidak dapat diulang dalam waktu yang sama

kecuali dalam kasus tertentu. Namun, brachytherapy sering dapat digunakan untuk

mengendalikan kanker jika telah kembali di tempat yang sama. Jika operasi digunakan

pertama, terapi radiasi, kemoterapi, atau kombinasi dapat dipertimbangkan.

Jika kanker datang kembali di daerah yang jauh, kemoterapi (dan / atau cetuximab)

pilihan untuk pengobatan berikutnya. Hal ini dapat mengecilkan atau memperlambat

pertumbuhan beberapa jenis kanker untuk sementara dan membantu meringankan gejala,

tetapi kanker ini sangat sulit untuk menyembuhkan.

3.10. Prognosis

Tingkat ketahanan hidup untuk kanker mulut dan oropharyngeal sangat bervariasi

tergantung pada lokasi tumor primer, faktor risiko, dan tingkat penyakit. 61 % setelah

didiagnosa kanker ringga mulut dan oropharing kelangsungan hidup secara keseluruhan

adalah lima tahun (persentase orang yang bertahan hidup setidaknya lima tahun setelah

kanker terdeteksi, termasuk mereka yang meninggal akibat penyakit lain) dan 61 % setelah

didiagnosa kanker rongga mulut dan oropharing dapat bertahan hiudo 10 tahun.

BAB IV

TUMOR GANAS HIDUNG DAN SINONASAL

4.1. Tumor Ganas Sinonasal

50

Page 51: Tumor Ganas Tht

Tumor ganas sinonasal merupakan penyebab kesakitan dan kematian di bidang

otorinolaringologi di seluruh dunia. Kebanyakan tumor ini berkembang dari sinus

maksilaris dan tipe histologi yang paling sering ditemukan adalah karsinoma sel

skuamosa (Fasunla dan Lasisi, 2007; Luce et al, 2002).

4.2. Epidemiologi

Tumor ganas rongga nasal dan sinus paranasal diperkirakan sebesar 1% dari

seluruh neoplasma ganas manusia dan 3% dari jumlah ini ditemukan pada kepala

dan leher. Secara tipikal ditemukan pada dekade ke lima dan ke tujuh kehidupan

dan rasio perbandingan antara pria dan wanita adalah sebesar 2:1 (Bailey, 2006;

Barnes, Eveson, Reichart, Sidransky, 2005).

Insiden tumor ganas rongga nasal dan sinus paranasal (tumor ganas sinonasal)

rendah pada kebanyakan populasi (<1,5/100.000 pada pria dan <0,1/100.000 pada

wanita). Insiden tertinggi keganasan sinonasal ditemukan di Jepang yaitu 2-3,6 per

100.000 penduduk pertahun, juga ditemukan di beberapa tempat tertentu di Cina

dan India. Di Departemen THT FKUI RS Cipto Mangunkusumo, keganasan ini

ditemukan pada 10-15% dari seluruh tumor ganas THT. Laki-laki ditemukan lebih

banyak dengan rasio laki-laki banding wanita sebesar 2:1 (Roezin, 2007). Rifqi

mengemukakan data yang dikumpulkannya dari rumah sakit umum di sepuluh kota

besar di Indonesia bahwa frekuensi tumor hidung dan sinus adalah 9,3–25,3% dari

keganasan THT dan berada pada peringkat kedua setelah tumor ganas nasofaring

(Tjahyadewi dan Wiratno, 1999). Di RSUP H. Adam Malik Medan selama Januari

2002 sampai dengan Desember 2008 pasien yang dirawat dengan diagnosis

karsinoma hidung dan sinus paranasal adalah sebanyak 52 kasus.

Insidensi di India sekitar 0,44% dari seluruh keganasan di India dengan

perbandingan antara pria dan wanita adalah 0,57% banding 0,44%. Insiden pada

tahun 2000 adalah 0,3 per 100.000 penduduk. Kebanyakan melibatkan sinus

maksila diikuti dengan sinus etmoid, frontal dan sfenoid. Penyakit ini sering pada

usia 40-60 tahun (Dhingra, 2007).

Karsinoma sel skuamosa merupakan jenis yang paling sering ditemukan. Enam

puluh persen tumor sinonasal berkembang di dalam sinus maksilaris,

20-30% di dalam rongga nasal, 10-15% di dalam sinus etmoidalis, dan 1%

51

Page 52: Tumor Ganas Tht

di dalam sinus sfenoidalis dan frontalis. Apabila hanya melibatkan sinus-sinus

paranasal tersendiri, 77% tumor maligna muncul di dalam sinus maksilaris, 22%

di dalam sinus etmoidalis dan 1% di dalam sinus sfenoidalis dan frontalis.

Neoplasma maligna pada tempat-tempat ini dapat mengakibatkan kematian dan

kecacatan dalam jumlah yang signifikan (Barnes, Eveson, Reichart, Sidransky,

2005).

4.3. Etiologi

Etiologi tumor ganas sinonasal belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga

beberapa zat kimia atau bahan industri merupakan penyebab antara lain nikel, debu

kayu, kulit, formaldehid, kromium, isopropyl oil dan lain-lain. Pekerja di bidang ini

mendapat kemungkinan terjadi keganasan sinonasal jauh lebih besar. Alkohol, asap

rokok, makanan yang diasin atau diasap diduga meningkatkan kemungkinan terjadi

keganasan, sebaliknya buah-buahan dan sayuran mengurangi kemungkinan terjadi

keganasan (Roezin, 2007; Myers, 1989; D’Errico, Pasian, Baratti, Zanelli, Alfonzo,

Gilardi, 2009).

Paparan yang terjadi pada pekerja industri kayu, terutama debu kayu keras

seperti beech dan oak, merupakan faktor resiko utama yang telah diketahui untuk

tumor ganas sinonasal. Peningkatan resiko (5-50 kali) ini terjadi pada

adenokarsinoma dan tumor ganas yang berasal dari sinus. Efek paparan ini mulai

timbul setelah 40 tahun atau lebih sejak pertama kali terpapar dan menetap setelah

penghentian paparan. Paparan terhadap thorotrast, agen kontras radioaktif juga

menjadi faktor resiko tambahan (Roezin, 2007; Myers, 1989; Dhingra, 2007).

4.4. Gambaran Klinis

Tumor nasal dan sinus paranasal dalam keadaan tertentu tidak memberikan

gejala yang tetap. Mungkin hanya berupa rasa penekanan atau nyeri, atau tidak

dijumpai rasa nyeri. Sumbatan nasal satu sisi dapat diduga suatu tumor sampai

dapat dibuktikan dengan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang lain. Sekret dapat

encer, serosanguinosa atau purulen. Mungkin ditemukan parastesia, anestesia atau

paralisis saraf-saraf otak. Nyeri apabila dijumpai, lebih terasa di malam hari atau

52

Page 53: Tumor Ganas Tht

bila pasien berbaring. Mungkin pula gejalanya menjalar ke gigi atas atau gigi palsu

bagian atas terasa menjadi tidak pas lagi. Dapat terjadi pembengkakan wajah

sebelah atas seperti sisi batang nasal dan daerah kantus medius, penonjolan daerah

pipi, pembengkakan palatum durum, palatum mole, tepi alveolar atau lipatan

mukosa mulut dan epistaksis. Pada 9% hingga 12% pasien sering asimtomatik

sehingga diagnosis sering terlambat dan penyakit telah memasuki stadium lanjut

(Bailey, 2006; Ballenger, 1994).

Perubahan daerah orbita pada tumor sinus relatif sering ditemukan. Dapat pula

terdapat gangguan persarafan otot-otot eksterna bola mata. Isi rongga orbita dapat

terdorong ke berbagai arah dengan akibat timbulnya proptosis dan enoftalmus.

Penonjolan di belakang tepi infraorbital atau tepi supraorbital dapat teraba.

Sumbatan saluran lakrimalis dapat timbul. Trismus merupakan gejala yang

mengganggu dan ini merupakan pertanda perluasan penyakit ke arah daerah

pterigoid. Perluasan ke arah nasofaring dapat menimbulkan gejala sumbatan tuba

Eustachius, seperti nyeri telinga, tinnitus dan gangguan pendengaran (Ballenger,

1994).

Metastasis regional dan jauh sering tidak terjadi meskipun penyakit telah

berada dalam stadium lanjut. Insidensi metastasis servikal pada gejala awal

bervariasi dari 1% hingga 26%, dari kasus yang pernah dilaporkan yang terbanyak

adalah kurang dari 10%. Hanya 15% pasien dengan keganasan sinus paranasal

berkembang menjadi metastasis setelah pengobatan pada lokasi primer. Jumlah ini

berkurang hingga 11% pada pasien yang mendapat terapi radiasi pada leher (Bailey,

2006).

4.5. Diagnosis

4.5.1. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara seksama, dengan penekanan pada

regio sinonasal, orbita dan syaraf-syaraf kranial, juga harus dilakukan endoskopi

nasal. Meskipun bukan patognomonik, mati rasa (kebas) atau hypesthesia syaraf

infraorbital (V2) atau supraorbital (V3) secara kuat merupakan sangkaan invasi

keganasan. Temuan-temuan lain seperti proptosis, kemosis, kelemahan otot

53

Page 54: Tumor Ganas Tht

ekstraokular, dan adanya massa di pipi, gingival atau sulkus gingivobuccal juga

sangkaan adanya tumor sinonasal (Bailey, 2006).

4.5.2. Radiologic Imaging

Radiologic imaging penting untuk menentukan staging. Plain film

menunjukkan destruksi tulang, meskipun demikian pada beberpa kasus dapat

menunjukkan keadaan normal (Bailey, 2006).

Screening computed tomography (CT) scan lebih akurat daripada plain film

untuk menilai struktur tulang sinus paranasal dan lebih murah daripada plain film.

Pasien beresiko tinggi dengan riwayat terpapar karsinogen, nyeri persisten yang

berat, neuropati kranial, eksoftalmus, kemosis, penyakit sinonasal dan dengan

simtom persisten setelah pengobatan medis yang adekuat seharusnya dilakukan

pemeriksaan dengan CT scan axial dan coronal dengan kontras atau magnetic

resonance imaging (MRI). CT scanning merupakan pemeriksaan superior untuk

menilai batas tulang traktus sinonasal dan dasar tulang tengkorak. Penggunaan

kontras dilakukan untuk menilai tumor, vaskularisasi dan hubungannya dengan

arteri karotid (Bailey, 2006).

MRI dipergunakan untuk membedakan sekitar tumor dengan soft tissue,

membedakan sekresi di dalam nasal yang tersumbat dari space occupying lesion,

menunjukkan penyebaran perineural, membuktikan keunggulan imaging pada

sagital plane, dan tidak melibatkan paparan terhadap radiasi ionisasi. Coronal MRI

image terdepan untuk mengevaluai foramen rotundum, vidian canal, foramen ovale

dan optic canal. Sagital image berguna untuk menunjukkan replacement signal

berintensitas rendah yang normal dari Meckel cave signal berintensitas tinggi dari

lemak di dalam pterygopalatine fossa oleh signal tumor yang mirip dengan otak

(Bailey, 2006; Maroldi et al, 2004).

Positron emission tomography (PET) sering digunakan untuk keganasan kepala

dan leher untuk staging dan surveillance. Kombinasi PET/CT scan ditambah

dengan anatomic detail membantu perencanaan pembedahan dengan cara melihat

luasnya tumor. Meskipun PET ini banyak membantu dalam menilai keganasan

kepala dan leher tetapi sangat sedikit kegunaannya untuk menilai keganasan pada

nasal dan sinus paranasal (Bailey, 2006).

Angiography dengan carotid-flow study digunakan untuk penderita yang akan

54

Page 55: Tumor Ganas Tht

menjalani operasi dengan tumor yang telah mengelilingi arteri karotid. Tes balloon

exclusion digunakan dengan single-photon emission CT (SPECT), xenon CT scan

atau trnascranial Doppler, dianjurkan apabila diduga terjadi resiko infark otak

iskemik jika areteri karotid internal dikorbankan. Tes ini tidak dapat memprediksi

iskemik pada area marginal (watershed) atau fenomena embolik (Bailey, 2006).

CT scan dada dan abdomen direkomendasikan untuk pasien dengan tumor

yang bermetastasis secara hematogen, seperti sarkoma, melanoma dan karsinoma

kistik adenoid. Penilaian metastasis penting jika reseksi luas dipertimbangkan untuk

dilakukan. Lumbar dan brain puncture serta spine imaging direkomendasikan jika

tumor telah menginvasi meningen atau otak (Bailey, 2006).

Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi. Jika tumor

tampak di kavum nasi atau rongga mulut, maka biopsi mudah dan harus segera

dilakukan melalui tindakan rinoskopi atau melalui operasi Caldwell-Luc yang

insisinya melalui sulkus ginggivo-bukkal (Roezin, 2007).

4.6. Tumor Ganas Regio Nasal dan Sinonasal

Tipe histologi utama yang sering ditemukan pada tumor ganas regio nasal

dan sinonasal terdiri dari karsinoma sel skuamosa atau karsinoma epidermoid

(46%), limfoma maligna (14%), adenokarsinoma (13%) terutama berasal dari

kelenjar salivari minor atau disebut juga Schneiderian carcinoma dan melanoma

maligna (9%) (Abecasiset al, 2004; Koss dan Leopold, 2006).

Berikut ini adalah klasifikasi histologi tumor ganas di daerah hidung dan sinus

paranasal menurut WHO:

55

Page 56: Tumor Ganas Tht

4.6.1. Karsinoma Sel Skuamosa

Karsinoma sel skuamosa merupakan neoplasma epitelial maligna yang berasal

dari epitelium mukosa kavum nasi atau sinus paranasal termasuk tipe keratinizing

dan non keratinizing. Karsinoma sel skuamosa sinonasal terutama ditemukan di dalam sinus

maksilaris (sekitar 60-70%), diikuti oleh kavum nasi (sekitar 10-15%) dan sinus

sfenoidalis dan frontalis (sekitar 1%) (Barnes

et al, 2005; Dhingra, 2007; Dhingra,

2007; Adams, 1997).

Simtom berupa rasa penuh atau hidung tersumbat, epistaksis, rinorea, nyeri,

parastesia, pembengkakan pada hidung, pipi atau palatum, luka yang tidak kunjung

sembuh atau ulkus, adanya massa pada kavum nasi, pada kasus lanjut dapat terjadi

proptosis, diplopia atau lakrimasi. Pemeriksaan radiologis, CT scan atau MRI

didapatkan perluasan lesi, invasi tulang dan perluasan pada struktur-struktur yang

bersebelahan seperti pada mata, pterygopalatine atau ruang infratemporal (Barnes

et al, 2005; Joong et al, 2009).

Secara makroskopik, karsinoma sel skuamosa kemungkinan berupa exophytic,

fungating atau papiler. Biasanya rapuh, berdarah, terutama berupa nekrotik, atau

et al, 2005).

indurated, demarcated atau infiltratif (Barnes

4.6.1.1. Mikroskopik Keratinizing Squamous Cell Carcinoma

Secara histologi, tumor ini identik dengan karsinoma sel skuamosa dari lokasi

mukosa lain pada daerah kepala dan leher. Ditemukan diferensiasi skuamosa,

di dalam bentuk keratin ekstraseluler atau keratin intraseluler (sitoplasma merah

muda, sel-sel diskeratotik) dan/atau intercellular bridges. Tumor tersusun di dalam

sarang-sarang, massa atau sebagai kelompok kecil sel-sel atau sel-sel individual.

Invasi ditemukan tidak beraturan. Sering terlihat reaksi stromal desmoplastik.

56

Page 57: Tumor Ganas Tht

Karsinoma ini dinilai berupa diferensiansi baik, sedang atau buruk (Barnes et al,

2005; Wolpoe et al, 2006).

2.7.1.2. Mikroskopik Non-Keratinizing (Cylindrical Cell, transitional) Carcinoma

Tumor ini merupakan tumor yang berbeda dari traktus sinonasal yang

dikarakteristikkan dengan pola plexiform atau ribbon-like growth pattern. Dapat

menginvasi ke dalam jaringan dibawahnya dengan batas yang jelas. Tumor ini

dinilai dengan diferensiasi sedang ataupun buruk. Diferensiasi buruk sulit dikenal

sebagai skuamosa, dan harus dibedakan dari olfactory neuroblastoma atau

et al, 2005).

karsinoma neuroendokrin (Barnes

Gambar. 2.2. Karsinoma sel skuamosa, non-keratinizing. Pulau-pulau sel-sel tumor

kohesif menginvasi ke dalam stroma dibawahnya. Permukaan karsinoma in situ terlihat

(Barneset al, 2005).

4.6.2. Undifferentiated Carcinoma

Undifferentiated carcinoma merupakan karsinoma yang jarang ditemukan,

sangat agresif dan histogenesisnya tidak pasti. Undifferentiated carcinoma berupa

massa yang cepat memperbesar sering melibatkan beberapa tempat (saluran

sinonasal) dan melampaui batas-batas anatomi dari saluran sinonasal. Gambaran

mikroskopik berupa proliferasi hiperselular dengan pola pertumbuhan yang

bervariasi, termasuk trabekular, pola seperti lembaran, pita, lobular, dan organoid.

Sel-sel tumor berukuran sedang hingga besar dan bentuk bulat hingga oval dan

memiliki inti sel pleomorfik dan hiperkromatik, anak inti menonjol, sitoplasma

eosinofilik, rasio inti dan sitoplasma tinggi, aktivitas mitosis meningkat dengan

gambaran mitosis atipikal, nekrosis tumor dan apoptosis. Pemeriksaan tambahan

seperti imunohistokimia, mikroskop elektron dan biologi molekuler seringkali

57

Page 58: Tumor Ganas Tht

diperlukan dalam diagnosis undifferentiated carcinoma dan dapat membedakan

keganasan ini dari neoplasma ganas lainnya.

4.6.3. Limfoma Maligna

Kebanyakan limfoma yang timbul di dalam kavum nasi berasal dari sel natural

killer (NK). Meskipun demikian, beberapa laporan kasus mengindikasikan bahwa

limfoma primer dapat juga berasal dari sel B dan T. Limfoma pada nasal jarang

ditemukan di western countries, umumnya dijumpai di negara-negara Asia

(Kitamaru et al, 2005).

Dikarakteristikkan dengan infiltrat limfomatosa difus yang meluas ke mukosa

nasal dan sinus paranasal, dengan pemisahan yang luas dan destruksi mukosa

kelenjar sehingga memperlihatkan clear cell change. Nekrosis koagulatif luas dan

apoptotic bodies selalu ditemukan. Dinding pembuluh darah sering ditemukan

angiosentrik, angiodestruksi dan deposit fibrinoid. Sel-sel limfoma ukurannya

bervariasi mulai dari kecil, medium hingga berukuran besar. Sel-sel memiliki

sitoplasma pucat dan granul azurofilik pada sitoplasmanya yang dapat dilihat

dengan pewarnaan Giemsa. Beberapa kasus berhubungan dengan infiltrat

inflamatori yang mengandung limfosit kecil, histiosit, sel-sel plasma dan eosinofil.

Terkadang hiperlasia pseudoepiteliomatosa pada pelapis epitel skuamosa dapat

ditemukan, menyerupai karsinoma sel skuamosa berdiferensiasi baik (Barnes et al,

2005).

Gambar 2.3. Nasal NK/T cell lymphoma. A. Mukosa intak dan terlihat sebaran infiltrat

sel-sel limfoma. B. Infiltrat limfoid mukosa merusak kelenjar mukosa hingga tidak

tampak lagi struktur kelenjar (Barneset al, 2005).

4.6.4. Adenokarsinoma

Sinonasal adenokarsinoma dikenal sebagai tumor glandular maligna dan tidak

58

Page 59: Tumor Ganas Tht

menunjukkan gambaran spesifik. Adenokarsinoma dijumpai 10 hingga 14% dari

keseluruhan tumor ganas nasal dan sinus paranasal. Secara klinis merupakan

neoplasma agresif lokal, sering ditemukan pada laki-laki dengan usia antara

40 hingga 70 tahun. Tumor ini timbul di dalam kelenjar salivari minor dari traktus

aerodigestivus bagian atas. Sering ditemukan pada sinus maksilaris dan etmoid.

Simtom primer berupa hidung tersumbat, nyeri, massa pada wajah dengan

deformasi dan/atau proptosis dan epistaksis, bergantung pada lokasinya (Myers,

1989; Abecasis et al, 2004).

Adenokarsinoma menunjukkan tiga pola pertumbuhan yaitu sessile, papilari

dan alveolar mucoid. Adenokarsinoma menyebar dengan menginvasi dan merusak

jaringan lunak dan tulang di sekitarnya dan jarang bermetastasis (Myers, 1989).

Prognosis jelek dan biasanya penderita meninggal dunia disebabkan

penyebaran lokal tanpa adanya metastasis (Leivo, 2007).

2.7.5. Melanoma Maligna

Biasanya ditemukan pada usia 50 tahun. Tidak ada perbedaan yang signifikan

antara pria dan wanita, dapat ditemukan pada kedua jenis kelamin. Secara

makroskopik, massa polipoid berwarna keabu-abuan atau hitam kebiru-biruan pada

45% kasus. Di dalam kavum nasi, lokasi yang sering ditemukan melanoma maligna

ini adalah daerah posterior septum nasal diikuti dengan turbinate medial dan

inferior. Tumor menyebar melalui aliran darah atau limfatik. Metastasis nodul

servikal dapat ditemukan pada pemeriksaan awal (Myers, 1989; Dhingra, 2007;

Hansom, 2002).

4.7. Klasifikasi TNM dan Sistem Staging

Cara penentuan stadium tumor ganas hidung dan sinus paranasal yang terbaru

adalah menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) 2006 yaitu:

Tumor Primer (T) Sinus maksilaris

TX Tumor primer tidak dapat ditentukan

T0 Tidak tampak tumor primer

Tis Karsinoma in situ

59

Page 60: Tumor Ganas Tht

T1 Tumor terbatas pada mukosa sinus maksilaris tanpa erosi dan destruksi

tulang (Gambar 2.4)

T2 Tumor menyebabkan erosi dan destruksi tulang hingga palatum dan atau

meatus media tanpa melibatkan dinding posterior sinus maksilaris dan

fossa pterigoid (Gambar 2.5)

T3 Tumor menginvasi dinding posterior tulang sinus maksilaris, jaringan

subkutaneus, dinding dasar dan medial orbita, fossa pterigoid, sinus

etmoidalis (Gambar 2.6)

T4a Tumor menginvasi bagian anterior orbita, kulit pipi, fossa pterigoid,

fossa infratemporal, fossa kribriformis, sinus sfenoidalis atau frontal

(Gambar 2.7 A,B)

T4b Tumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, duramater, otak, fossa

kranial medial, nervus kranialis selain dari divisi maksilaris nervus

trigeminal V2, nasofaring atau klivus (Gambar 2.8)

Gambar 2.4. T1 terbatas pada mukosa sinus

maksilaris (Greene, 2006).

Gambar 2.5. T2 menyebabkan erosi dan

destruksi tulang hingga palatum dan atau

meatus media tanpa melibatkan dinding

posterior sinus maksilaris dan fossa pterigoid

(Greene, 2006).

Gambar 2.6. Tumor menginvasi

dinding posterior tulang sinus

maksilaris, jaringan

60

Page 61: Tumor Ganas Tht

subkutaneus, dinding dasar dan

medial orbita, fossa pterigoid,

sinus etmoidalis (Greene,

2006).

Gambar 2.7. A. T4a menunjukkan invasi tumor pada anterior orbita.

B. T4a menunjukkan invasi tumor pada sinus sfenoidalis dan fossa kribriformis

(Greene, 2006).

Gambar 2.8. Pandangan koronal T4b menunjukkan tumor menginvasi apeks orbita dan

atau dura, otak atau fossa kranial medial (Greene, 2006).

Kavum Nasi dan Sinus Etmoidalis

TX Tumor primer tidak dapat ditentukan

T0 Tidak tampak tumor primer

Tis Karsinoma in situ

T1 Tumor terbatas pada salah satu bagian dengan atau tanpa invasi tulang

(Gambar 2.9)

T2 Tumor berada di dua bagian dalam satu regio atau tumor meluas dan

melibatkan daerah nasoetmoidal kompleks, dengan atau tanpa invasi

tulang (Gambar 2.10)

T3 Tumor menginvasi dinding medial atau dasar orbita, sinus maksilaris,

palatum atau fossa kribriformis (Gambar 2.11)

T4a Tumor menginvasi salah satu dari bagian anterior orbita, kulit hidung

atau pipi, meluas minimal ke fossa kranialis anterior, fossa pterigoid,

sinus sfenoidalis atau frontal (Gambar 2.12)

61

Page 62: Tumor Ganas Tht

T4b Tumor menginvasi salah satu dari apeks orbita, dura, otak, fossa kranial

medial, nervus kranialis selain dari V2, nasofaring atau klivus

Gambar 2.9. Pada kavum nasi dan sinus

etmoidalis, T1 didefinisikan sebagai tumor

yang terbatas pada salah satu bagian, dengan

(Greene, 2006).

atau tanpa invasi tulang

Gambar 2.10. T2 didefinisikan sebagai tumor yang menginvasi dua bagian di dalam satu

regio atau meluas hingga melibatkan regio yang berdekatan di dalam daerah

nasoetmoidalis kompleks (kavum nasi dan etmoid) dengan atau tanpa invasi tulang

(Greene, 2006).

Gambar 2.11. Dua pandangan dari T3 menunjukkan tumor menginvasi sinus maksilaris

dan palatum (kiri) dan meluas ke dasar orbita dan fossa kribriformis (kanan)((Greene,

2006).

Gambar 2.12. T4a menginvasi salah satu dari bagian anterior orbita, kulit hidung atau

pipi, meluas minimal ke fossa kranialis anterior, fossa pterigoid, sinus sfenoidalis atau

(Greene, 2006).

62

Page 63: Tumor Ganas Tht

frontal

Gambar 2.13. Dua pandangan dari T4b. Pandangan koronal kiri menunjukkan invasi di

dalam apeks orbita dan otak. Kanan, tumor menginvasi klivus

(Greene, 2006).

Kelenjar getah bening regional (N) (Gambar 2.14)

NX Tidak dapat ditentukan pembesaran kelenjar

N0 Tidak ada pembesaran kelenjar

N1 Pembesaran kelenjar ipsilateral 3 cm

N2 Pembesaran satu kelenjar ipsilateral 3-6 cm, atau multipel kelenjar

ipsilateral <6 cm atau metastasis bilateral atau kontralateral < 6 cm

N2a Metastasis satu kelenjar ipsilateral 3-6 cm

N2b Metastasis multipel kelanjar ipsilateral, tidak lebih dari 6 cm

N2c Metastasis kelenjar bilateral atau kontralateral, tidak lebih dari 6 cm

N3 Metastasis kelenjar limfe lebih dari 6 cm

Gambar 2.14. Klasifikasi kelenjar getah bening regional (N) untuk seluruh keganasan

(Greene, 2006).

kepala dan leher kecuali karsinoma nasofaring dan tiroid

Metastasis Jauh (M)

MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0 Tidak ada metastasis jauh

63

Page 64: Tumor Ganas Tht

M1 Terdapat metastasis jauh (Greene, 2006).

Stadium tumor ganas nasal dan sinus paranasal

0 Tis N0 M0

I T1 N0 M0

II T2 N0 M0

III T3 N0 M0

T1 N1 M0

T2 N1 M0

T3 N1 M0

IVA T4a N0 M0

T4a N1 M0

T1 N2 M0

T2 N2 M0

T3 N2 M0

T4a N2 M0

IVB T4b Semua N M0

Semua T N3 M0

IVC Semua T Semua N M1 (Greene, 2006)

4.8. Penatalaksanaan

4.8.1. Pembedahan

4.8.1.1. Drainage/Debridement

Drainage adekuat (seperti nasoantral window) seharusnya dibuka pada pasien

dengan sinusitis sekunder dan pada pasien yang mendapat terapi radiasi sebagai

pengobatan primer (Bailey, 2006).

4.8.1.2. Resection

Surgical resection selalu direkomendasikan dengan tujuan kuratif. Palliative

excision dipertimbangkan untuk mengurangi nyeri yang parah, untuk dekompresi

cepat dari struktur-struktur vital, atau untuk debulking lesi massif, atau untuk

membebaskan penderita dari rasa malu. Pembedahan merupakan penatalaksanaan

64

Page 65: Tumor Ganas Tht

tunggal untuk tumor maligna traktus sinonasal dengan angka ketahanan hidup

5 tahun sebesar 19% hingga 86% (Bailey, 2006).

Dengan kemajuan-kemajuan terbaru dalam preoperative imaging,

intraoperative image-guidance system, endoscopic instrumentation dan material

untuk hemostasis, teknik sinonasal untuk mengangkat tumor nasal dan sinus

paranasal mungkin merupakan alternatif yang dapat dilakukan untuk traditional

open technique. Pendekatan endoskopik dapat dipakai untuk melihat tumor dalam

rongga nasal, etmoid, sfenoid, medial frontal dan sinus maksilaris medial. Frozen

section harus digunakan untuk melihat batas bebas tumor (Bailey, 2006; Zinreich,

2006; Nicolai et al, 2008; Lund et al, 2007; Poetker et al, 2005).

4.8.2. Rehabilitasi

Tujuan utama rehabilitasi post operasi adalah penyembuhan luka primer,

memelihara atau rekonstruksi bentuk wajah dan pemulihan oronasal yang terpisah

kemudian memperlancar proses bicara dan menelan. Rehabilitasi setelah reseksi

pembedahan dapat dicapai dengan dental prosthesis atau reconstructive flap seperti

flap otot temporalis dengan atau tanpa inklusi tulang kranial, pedicled atau

microvascular free myocutaneous dan cutaneous flap (Bailey, 2006).

2.9.3. Terapi Radiasi

Radiasi digunakan sebagai metode tunggal untuk membantu pembedahan atau

sebagai terapi paliatif. Radiasi post operasi dapat mengontrol secara lokal tetapi

tidak menyebabkan kelangsungan hidup spesifik atau absolut. Sel-sel tumor yang

sedikit dapat dibunuh, pinggir tumor non radiasi dapat dibatasi sepanjang

pembedahan dan penyembuhan luka post operasi lebih dapat diperkirakan (Bailey,

2006).

2.9.4. Kemoterapi

Peran kemoterapi untuk pengobatan tumor traktus sinonasal biasanya paliatif,

penggunaan efek cytoreductive untuk mengurangi rasa nyeri dan penyumbatan, atau

untuk mengecilkan lesi eksternal massif. Penggunaan cisplatin intrarterial dosis

tinggi dapat digunakan secara bersamaan dengan radiasi pada pasien dengan

65

Page 66: Tumor Ganas Tht

karsinoma sinus paranasal. Angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 53%. Pasien

yang menunjukkan resiko pembedahan yang buruk dan yang menolak untuk

dilakukan operasi dipertimbangkan untuk mendapatkan kombinasi radiasi dan

kemoterapi (Bailey, 2006).

4.9. Prognosis

Pada umumnya prognosis kurang baik. Banyak sekali faktor yang

mempengaruhi prognosis keganasan nasal dan sinus paranasal, cara tepat dan

akurat. Faktor-faktor tersebut seperti perbedaan diagnosis histologi, asal tumor

primer, perluasan tumor, pengobatan yang diberikan sebelumnya, status batas

sayatan, terapi adjuvan yang diberikan, status imunologis, lamanya follow up dan

banyak lagi faktor lain yang dapat berpengaruh terhadap agresifitas penyakit dan

hasil pengobatan yang tentunya berpengaruh juga terhadap prognosis penyakit ini.

Walaupun demikian, pengobatan yang agresif secara multimodalitas akan

memberikan hasil yang terbaik dalam mengontrol tumor primer dan akan

meningkatkan angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 75% untuk seluruh stadium

tumor (Roezin, 2007; Nazar et al, 2004).

BAB V

KARSINOMA NASOFARING

66

Page 67: Tumor Ganas Tht

5.1. EPIDEMIOLOGI

Meskipun banyak ditemukan di negara dengan penduduk non-mongoloid, namun

demikian daerah China bagian selatan masih menduduki tempat tertinggi, yaitu dengan 2500

kasus baru pertahun untuk propinsi guang-dong (Kwantung) atau prevalensi 39,84/100.000

penduduk.Ras Mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya Karsinoma

Nasofaring, sehinggga kekerapannya cukup tinggi pada penduduk China bagian Selatan,

Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia.

Ditemukan pula cukup banyak kasus di Yunani, Afrika bagian Utara seperti Aljazair

dan Tunisia, pada orang Eskimo di Alasaka dan Tanah Hijau yang di duga penyebabnya

adalah karena mereka memakan makanan yang di awetkan dalam musim dingin dengan

menggunakan bahan pengawet Nitrosamin.

Di Indonesia frekuensi pasien ini hampir merata di setiap daerah. Di RSUDPN Dr.

Cipto Mangunkusumo Jakarta saja ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, RS Hasan

Sadikin Bandung rata-rata 60 kasus, Ujung Pandang 25 kasus, palembang 25 kasus, 15 kasus

setahun di Denpasar, dan 11 kasus di Padang dan Bukit tinggi. Demikian pula angka-angka

yang di dapatkan di Medan, Semarang, Surabaya dan lain-lain menunjukkan bahwa tumor

ganas ini terdapat merata di Indonesia. Dalam pengamatan dari pengunjung poloklinik tumor

THT RSCM, pasien Karsinoma Nasofaring dari ras China relatif sedikit lebih banyak dari

suku bangsa lainnya.

5.2. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Meskipun penyelidikan untuk mengetahui penyebab penyakit ini telah dilakukan di

berbagai negara dan telah memakan biaya yang tidak sedikit, namun sampai sekarang belum

berhasil. Dikatakan bahwa beberapa faktor saling berkaitan sehingga akhirnya disimpulkan

bahwa penyebab penyakit ini adalah multifaktor. Kaitan antara suatu kuman yang di sebut

sebagai virus Epstein-Barr dan konsumsi ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama

timbulnya penyakit ini. Virus tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di sana

tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama.

Untuk mengaktifkan virus ini di butuhkan suatu mediator. Sebagai contoh, kebiasaan untuk

mengkomsumsi ikan asin secara terus-menerus mulai dari masa kanak-kanak, merupakan

mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan karsinoma

nasofaring.

Mediator yang dianggap berpengaruh untuk timbulnya karsinoma nasofaring ialah :

1. Zat Nitrosamin. Didalam ikan asin terdapat nitrosamin yang ternyata merupakan

mediator penting. Nitrosamin juga ditemukan dalam ikan / makanan yang diawetkan di

67

Page 68: Tumor Ganas Tht

Greenland . Juga pada ” Quadid ” yaitu daging kambing yang dikeringkan di tunisia, dan

sayuran yang difermentasi ( asinan ) serta taoco di Cina.

2. Keadaan sosial ekonomi yang rendah. Lingkungan dan kebiasaan hidup.

Dikatakan bahwa udara yang penuh asap di rumah-rumah yang kurang baik ventilasinya

di Cina, Indonesia dan Kenya, meningkatnya jumlah kasus KNF. Di Hongkong,

pembakaran dupa rumah-rumah juga dianggap berperan dalam menimbulkan KNF.

3. Sering kontak dengan zat yang dianggap bersifat Karsinogen. Yaitu yang dapat

menyebabkan kanker, antara lain Benzopyrene, Benzoathracene ( sejenis Hidrokarbon

dalam arang batubara ), gas kimia, asap industri, asap kayu dan beberapa Ekstrak

tumbuhan- tumbuhan.

4. Ras dan keturunan. Ras kulit putih jarang terkena penyakit ini. Di Asia

terbanyak adalah bangsa Cina, baik yang negara asalnya maupun yang perantauan. Ras

melayu yaitu Malaysia dan Indonesia termasuk yang banyak terkena karsinoma

nasofaring.

5. Radang kronis di daerah nasofaring. Dianggap dengan adanya peradangan,

mukosa nasofaring menjadi lebih rentan terhadapa karsinogen lingkungan.

5.3. MANIFESTASI KLINIK

Karena KNF bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan, maka diagnosis dan pengobatan

yang sedini mungkin memegang peranan penting untuk mengetahui gejala dini KNF dimana

tumor masih terbatas di rongga nasofaring.

A. Gejala Dini :

Gejala telinga :

1. Kataralis/sumbatan tuba eutachius

Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa dengung kadang-kadang disertai

dengan gangguan pendengaran. Gejala ini merupakan gejala yang sangat dini.

2. Radang telinga tengah sampai pecahnya gendang telinga.

Keadaan ini merupakan kelainan lanjut yang terjadi akibat penyumbatan muara

tuba, dimana rongga teliga tengah akan terisi cairan. Cairan yang diproduksi

makin lama makin banyak, sehingga akhirnya terjadi kebocoran gendang

telinga dengan akibat gangguan pendengaran.

Gambar 3. Tumor nasofaring yang menutupi tuba Eusthachius,yang

bertanda panah adalah tumor

Gejala Hidung :

1. Mimisan

68

Page 69: Tumor Ganas Tht

Dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat

terjadi pendarahan hidung atau mimisan. Keluarnya darah ini biasanya berulang-

ulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur dengan ingus, sehingga

berwarna merah jambu. Epistaksis ini juga dapat disebabkan oleh penjalaran

tumor ke selaput lendir hidung yang dapat mencederai dinding pembuluh darah

daerah ini.

2. Sumbatan hidung

Sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam

rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis, kadang-

kadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya ingus kental.

Gejala telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala yang khas untuk penyakit ini,

karena juga dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek kronis, sinusitis dan lain-

lainnya. Mimisan juga sering terjadi pada anak yang sedang menderita radang.

B. Gejala Lanjut :

1. Pembesaran kelenjar limfe leher

Tidak semua benjolan leher menandakan penyakit ini. Yang khas jika timbulnya

di daerah samping leher, 3-5 sentimeter di bawah daun telinga dan tidak nyeri.

Benjolan ini merupakan pembesaran kelenjar limfe, sebagai pertahanan pertama

sebelum sel tumor ke bagian tubuh yang lebih jauh. Benjolan ini tidak dirasakan

nyeri, karenanya sering diabaikan oleh pasien.

Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan

mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi lekat pada otot dan sulit

digerakkan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi. Pembesaran

kelenjar limfe leher merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke

dokter. Kadang pembesaran kelenjar di leher ini salah didiagnosis sebagai

tuberkulosis kelenjar.

2. Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar.

Tumor dapat meluas ke jaringan sekitar. Perluasan ke atas ke arah rongga

tengkorak dan kebelakang melalui sela-sela otot dapat mengenai saraf otak dan

menyebabkan gejala akibat kelumpuhan syaraf otak. Penjalaran melalui foramen

laserum akan mengenai saraf otak ke III, IV, VI, dan dapat pula ke V, sehingga

yang sering ditemukan ialah penglihatan ganda (diplopia) dan pada pemeriksaan

tampak bola mata juling. Neuralgia trigeminal merupakan gejala yang sering

ditemukan oleh ahli saraf jika belum terdapat keluhan lain yang berarti.

69

Page 70: Tumor Ganas Tht

Proses karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI, dan XII

jika penjalaran melalui foramane jugulare, yaitu suatu tempat yang relatif jauh dari

nasofaring. Hal ini akan menimbulkan rasa baal (mati rasa) didaerah wajah sampai

akhirnya timbul kelumpuhan lidah, bahu, leher dan gangguan pendengaran serta

gangguan penciuman.

Keluhan lainnya dapat berupa sakit kepala hebat akibat penekanan tumor ke

selaput otak, rahang tidak dapat dibuka akibat kekakuan otot-otot rahang yang

terkena tumor.

Biasanya kelumpuhan hanya mengenai salah satu sisi tubuh saja (unilateral)

tetapi pada beberapa kasus pernah ditemukan mengenai ke dua sisi tubuh.

3. Gejala akibat metastasis

Sel-sel kanker dapat ikur mengalir bersama aliran limfe atau darah, mengenai

organ tubuh yang letaknya jauh dari nasofaring, hal ini yang disebut metastasis jauh.

Yang sering ialah pada tulang, hati dan paru. Jika ini terjadi, menandakan suatu

stadium dengan prognosis sangat buruk.

5.4. PATOFISIOLOGI

Virus Epstein Barr (EBV) merupakan virus DNA yang memiliki kapsid icosahedral dan

termasuk dalam famili Herpesviridae. Infeksi EBV dapat berasosiasi dengan beberapa

penyakit

seperti limfoma Burkitt, limfoma sel T, mononukleosis dan karsinoma nasofaring (KNF).

KNF

merupakan tumor ganas yang terjadi pada sel epitel di daerah nasofaring yaitu pada daerah

cekungan Rosenmuelleri dan tempat bermuara saluran eustachii. Banyak faktor yang diduga

berhubungan dengan KNF, yaitu:

1. adanya infeksi EBV,

2. Faktor lingkungan

3. Genetik

1) Virus Epstein-Barr

10

Virus Epstein-Barr bereplikasi dalam sel-sel epitel dan menjadi laten dalam limfosit B.

Infeksi virus epstein-barr terjadi pada dua tempat utama yaitu sel epitel kelenjar saliva dan sel

limfosit. EBV memulai infeksi pada limfosit B dengan cara berikatan dengan reseptor virus,

yaitu komponen komplemen C3d (CD21 atau CR2). Glikoprotein (gp350/220) pada kapsul

70

Page 71: Tumor Ganas Tht

EBV berikatan dengan protein CD21 dipermukaan limfosit B3. Aktivitas ini merupakan

rangkaian yang berantai dimulai dari masuknya EBV ke dalam DNA limfosit B dan

selanjutnya

menyebabkan limfosit B menjadi immortal. Sementara itu, sampai saat ini mekanisme

masuknya EBV ke dalam sel epitel nasofaring belum dapat dijelaskan dengan pasti. Namun

demikian, ada dua reseptor yang diduga berperan dalam masuknya EBV ke dalam sel epitel

nasofaring yaitu CR2 dan PIGR ( Polimeric Immunogloblin Receptor ). Sel yang terinfeksi

oleh virus epstein-barr dapat menimbulkan beberapa kemungkinan yaitu : sel menjadi mati

bila

terinfeksi dengan virus epstein-barr dan virus mengadakan replikasi, atau virus epstein- barr

yang meninfeksi sel dapat mengakibatkan kematian virus sehingga sel kembali menjadi

normal

atau dapat terjadi transformasi sel yaitu interaksi antara sel dan virus sehingga mengakibatkan

terjadinya perubahan sifat sel sehingga terjadi transformsi sel menjadi ganas sehingga

terbentuk sel kanker.

Gen EBV yang diekspresikan pada penderita KNF adalah gen laten, yaitu EBERs EBNA1,

LMP1, LMP2A dan LMP2B. Protein EBNA1 berperan dalam mempertahankan virus pada

infeksi laten. Protein transmembran LMP2A dan LMP2B menghambat sinyal tyrosine kinase

yang dipercaya dapat menghambat siklus litik virus. Diantara gen-gen tersebut, gen yang

paling

berperan dalam transformasi sel adalah gen LMP1. Struktur protein LMP1 terdiri atas 368

asam amino yang terbagi menjadi 20 asam amino pada ujung N, 6 segmen protein

transmembran (166 asam amino) dan 200 asam amino pada ujung karboksi (C). Protein

transmembran LMP1 menjadi perantara untuk sinyal TNF (tumor necrosis factor ) dan

meningkatkan regulasi sitokin IL-10 yang memproliferasi sel B dan menghambat respon

imun

lokal.

2) Genetik

Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetic, tetapi kerentana terhadap

karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relative menonjol dan memiliki

agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan

gen

pengode enzim sitokrom p450 2E1 (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap

karsinoma nasofaring. Sitokrom p450 2E1 bertanggung jawab atas aktivasi metabolik yang

71

Page 72: Tumor Ganas Tht

terkait nitrosamine dan karsinogen

3) Faktor lingkungan

Sejumlah besar studi kasus yang dilakukan pada populasi yang berada di berbagai daerah di

asia dan america utara, telah dikonfirmasikan bahwa ikan asin dan makanan lain yang

awetkan

mengandung sejumlah besar nitrosodimethyamine (NDMA), N-nitrospurrolidene (NPYR)

dan

nitrospiperidine (NPIP ) yang mungkin merupakan faktor karsinogenik karsinoma nasofaring.

Selain itu merokok dan perokok pasif yg terkena paparan asap rokok yang mengandung

11

formaldehide dan yang tepapar debu kayu diakui faktor risiko karsinoma nasofaring dengan

cara mengaktifkan kembali infeksi dari EBV.

5.5. HISTOPATOLOGI

Permukaan nasofaring berbenjol-benjol, karena dibawah epitel terdapat banyak jaringan

limfosit, sehingga berbentuk seperti lipatan atau kripta. Hubungan antara epitel dengan

jaringan

limfosit ini sangat erat, sehingga sering disebut “Limfoepitel”. Bloom dan Fawcett (1965)

membagi mukosa nasofaring atas empat macam epitel :

1. Epitel selapis thorax bersilia “Simple Columnar Cilated Epithelium”

2. Epitel thorax berlapis “Stratified Columnar Epithelium”

3. Epitel thorax berlapis bersilia “Stratified Columnar Ciliated Epithelium”

4. Epitel thorax berlapis semu bersilia “Pseudo-Stratified Columnar Ciliated Epithelium”

60% dari mukosa nasofaring dilapisi oleh epitel berlapis gepeng, dan 80% dari dinding

posterior nasofaring dilapisi oleh epitel ini, sedangkan pada dinding lateral dan depan dilapisi

oleh epitel transisional, yang merupakan epitel peralihan antara epitel berlapis gepeng dan

thorax bersilia. Epitel berlapis gepeng ini umumya dilapisi keratin, kecuali pada kripta yang

dalam. Dipandang dari sudut embriologi, tempat pertemuan atau peralihan 2 macam epitel

adalah tempat yang subur untuk tumbuhnya suatu karsinoma.

Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan

Dunia (WHO) sebelum tahun 1991, dibagi atas 3 tipe, yaitu :

1. Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell

Carcinoma). Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan buruk.

2. Karsinoma non-keratinisasi (Non-keratinizing Carcinoma). Pada tipe ini

72

Page 73: Tumor Ganas Tht

dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel skuamosa tanpa jembatan

intersel. Pada umumnya batas sel cukup jelas.

3. Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma). Pada tipe ini sel

tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler, berbentuk oval atau bulat

dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya batas sel tidak terlihat dengan jelas.

Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa keratinisasi mempunyai sifat yang sama, yaitu bersifat

radiosensitif dan mempinyai titer antibodi terhadap virus Epstein-Barr. Sedangkan jenis

dengan keratinisasi tidak begitu radiosensitif dan tidak menunjukkan hubungan dengan virus

Epstein-Barr.

5.6. STADIUM KANKER

Stadium ini berdasarkan kriteria dari American Joint Committee On Cancer (AJCC 2002)

T = Tumor primer

T0 - Tidak tampak tumor.

Tis – Karsinoma insitu, dimana tumor hanya terdapat pada 1 lapisan jaringan.

T1 - Tumor terbatas pada satu lokalisasi saja (lateral/posterosuperior/atap dan lain- lain).

T2 - Tumor yang sudah meluas kedalam jaringan lunak dari rongga tenggorokan.

T3 - Tumor telah keluar dari rongga nasofaring (ke rongga hidung atau orofaring dsb).

T4 - Tumor telah keluar dari nasofaring dan telah merusak tulang tengkorak atau mengenai

saraf-saraf otak.

TX - Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap.

N = Nodule

N - Pembesaran kelenjar getah bening regional .

NX - Pembesaran kelenjar reginol tidak dapat dinilai

N0 - Tidak ada pembesaran.

N1 - Terdapat penbesaran tetapi homolateral dan tumor dalam kelenjar limfe berukuran 6

cm atau lebih kecil.

N2 - Terdapat pembesaran kontralateral/bilateral dengan ukuran tumor 6 cm atau lebih

kecil.

N3 - Tumor terdapat di kelenjar limfe dengan ukuran lebih dari 6 cm atau tumor telah

ditemukan didalam kelenjar limfe pada regio “segitiga leher”

N3A – Tumor dalam kelenjar limfe dengan ukuran lebih dari 6 cm.

N3B – Tumor ditemukan diluar “segitiga leher”

M = Metastasis

M = Metastesis jauh

73

Page 74: Tumor Ganas Tht

M0 - Tidak ada metastesis jauh.

M1 – Terdapat Metastesis jauh .

- Stadium 0 : Tis dengan N0 dan M0

- Stadium I : T1 dan N0 dan M0

- Stadium IIA : T2 dan N0 dan M0

- Stadium IIB : T1 atau T2 dan N1 dan M0

- Stadium III : T1/T2 dan N1/N2 dan M0 atau T3 dan N0/N1/N2 dan M0

- Stadium IVA : T4 dan N0/N1 dan M0 atau T dan N2 dan M0

- Stadium IVB : T1/T2/T3/T4 dan N3A/N3B dan M0

- Stadium IVC : T1/T2/T3/T4 dan N0/N1/N2/N3 dan M1.

7. Penegakan diagnosis karsinoma nasofaring

Jika ditemukan adanya kecurigaan yang mengarah pada suatu karsinoma nasofaring,

protokol dibawah ini dapat membantu untuk menegakkan diagnosis pasti serta stadium

tumor:

I. Anamnesis / pemeriksaan fisik

Anamnesis berdasarkan keluhan yang dirasakn pasien (tanda dan gejala KNF)

II. Pemeriksaan nasofaring

Dengan menggunakan kaca nasofaring atau dengan nashopharyngoskop

III. Biopsi nasofaring

Diagnosis pasti dari KNF ditentukan dengan diagnosis klinik ditunjang dengan

diagnosis histologik atau sitologik. Diagnosis histologik atau sitologik dapat ditegakan

bila dikirim suatu material hasil biopsy cucian, hisapan (aspirasi), atau sikatan (brush),

biopsy dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dari hidung atau dari mulut. Biopsi tumor

nasofaring umunya dilakukan dengan anestesi topical dengan xylocain 10%.

• Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy).

Cunam biopsy dimasukan melalui rongga hidung menyelusuri konka media ke

nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsy.

• Biopsy melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukan

melalui hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut ditarik keluar dan

diklem bersama-sama ujung kateter yang dihdung. Demikian juga kateter yang

dari hidung disebelahnya, sehingga palatum mole tertarik ke atas. Kemudian

dengan kacalaring dilihat daerah nasofaring. biopsy dilakukan dengan melihat

tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukan

melalui mulut, masaa tumor akan terlihat lebih jelas. Bila dengan cara ini masih

74

Page 75: Tumor Ganas Tht

belum didapatkan hasil yang memuaskan mala dilakukan pengerokan dengan

kuret daerah lateral nasofaring dalam narcosis.

IV. Pemeriksaan Patologi Anatomi

Klasifikasi gambaran histopatologi yang direkomendasikan oleh Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) sebelum tahun 1991, dibagi atas 3 tipe, yaitu :

• Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi (Keratinizing Squamous Cell

Carcinoma ). Tipe ini dapat dibagi lagi menjadi diferensiasi baik, sedang dan

buruk.

• Karsinoma non-keratinisasi ( Non-keratinizing Carcinoma ). Pada tipe ini

dijumpai adanya diferensiasi, tetapi tidak ada diferensiasi sel skuamosa tanpa

jembatan intersel. Pada umumnya batas sel cukup jelas.

• Karsinoma tidak berdiferensiasi (Undifferentiated Carcinoma). Pada tipe ini sel

tumor secara individu memperlihatkan inti yang vesikuler, berbentuk oval atau

bulat dengan nukleoli yang jelas. Pada umumnya batas sel tidak terlihat dengan

jelas.

Tipe tanpa diferensiasi dan tanpa keratinisasi mempunyai sifat yang sama, yaitu

bersifat radiosensitif. Sedangkan jenis dengan keratinisasi tidak begitu radiosensitif.

Klasifikasi gambaran histopatologi terbaru yang direkomendasikan oleh WHO pada

tahun 1991, hanya dibagi atas 2 tipe, yaitu :

• Karsinoma sel skuamosa berkeratinisasi ( Keratinizing Squamous Cell

Carcinoma).

• Karsinoma non-keratinisasi ( Non-keratinizing Carcinoma). Tipe ini dapat

dibagi lagi menjadi berdiferensiasi dan tak berdiferensiasi.

V. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologi pada kecurigaan KNF merupakan pemeriksaan penunjang

diagnostic yang penting. Tujuan utama pemeriksaan radiologic tersebut adalah:

• Memberikan diagnosis yang lebih pasti pada kecurigaan adanya tumor pada

• daerah nasofaring

• Menentukan lokasi yang lebih tepat dari tumor tersebut

• Mencari dan menetukan luasnya penyebaran tumor ke jaringan sekitarnya.

a) Foto polos

Ada beberapa posisi dengan foto polos yang perlu dibuat dalam mencari

kemungkina adanya tumor pada daerah nasofaring yaitu:

• Posisi Lateral dengan teknik foto untuk jaringan lunak ( soft tissue technique)

75

Page 76: Tumor Ganas Tht

• Posisi Basis Kranii atau Submentoverteks

• Tomogram Lateral daerha nasofaring

• Tomogranm Antero-posterior daerah nasofaring

b)C.T.Scan

Pada umunya KNF yang dapat dideteksi secara jelas dengan radiografi polos adalah

jika tumor tersebut cukup besar dan eksofitik, sedangkan bula kecil mungkin tidak akan

terdeteksi. Terlebih-lebih jika perluasan tumor adalah submukosa, maka hal ini akan

sukar dilihat dengan pemeriksaan radiografi polos. Demikian pula jika penyebaran ke

jaringan sekitarnya belum terlalu luas akan terdapat kesukaran-kesukaran dalam

mendeteksi hal tersebut. Keunggulan C.T. Scan dibandingkan dengan foto polos ialah

kemampuanya untuk membedakan bermacam-macam densitas pada daerah nasofaring,

baik itu pada jaringan lunak maupun perubahan-perubahan pada tulang, gengan criteria

tertentu dapat dinilai suatu tumor nasofaring yang masih kecil. Selain itu dengan lebih

akurat dapatdinilai pakah sudah ada perluasan tumor ke jaringna sekitarnya, menilai ada

tidaknya destruksi tulang serta ada tidaknya penyebaran intracranial.

Ada beberapa posisi dengan foto polos yang perlu dibuat dalam mencari

kemungkina adanya tumor pada daerah nasofaring yaitu:

• Posisi Lateral dengan teknik foto untuk jaringan lunak ( soft tissue technique)

• Posisi Basis Kranii atau Submentoverteks

• Tomogram Lateral daerha nasofaring

• Tomogranm Antero-posterior daerah nasofaring

VI. Pemeriksaan neuro-oftalmologi

Karena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui

beberapa lobang, maka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut

KNF ini.

VII. Pemeriksaan serologi.

Pemeriksaan serologi IgA anti EA (early antigen) dan igA anti VCA (capsid

antigen) untuk infeksi virus E-B telah menunjukan kemajuan dalam mendeteksi

karsinoma nasofaring. Tjokro Setiyo dari FK UI Jakarta mendapatkan dari 41 pasien

karsinoma nasofaring stadium lanjut (stadium III dan IV) senstivitas IgA VCA adalah

97,5% dan spesifitas 91,8% dengan titer berkisar antara 10 sampai 1280 dengan

terbanyak titer 160. IgA anti EA sensitivitasnya 100% tetapi spesifitasnya hanya 30,0%,

sehingga pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menetukan prognosis pengobatan,

titer yang didapat berkisar antara 80 sampai 1280 dan terbanyak 160.

76

Page 77: Tumor Ganas Tht

8. Penatalaksanaan

1. Radioterapi

Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam

penatalaksanaan karsinoma nasofaring. Penatalaksanaan pertama untuk karsinoma

nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.

• Definisi Terapi Radiasi :

Terapi radiasi adalah terapi sinar menggunakan energi tinggi yang dapat

menembus jaringan dalam rangka membunuh sel neoplasma.

• Persyaratan Terapi Radiasi

Penyembuhan total terhadap karsinoma nasofaring apabila hanya

menggunakan terapi radiasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

- Belum didapatkannya sel tumor di luar area radiasi

- Tipe tumor yang radiosensitif

- Besar tumor yang kira-kira radiasi mampu mengatasinya

- Dosis yang optimal.

- Jangka waktu radiasi tepat

- Sebisa-bisanya menyelamatkan sel dan jaringan yang normal dari efek

samping radiasi.

Dosis radiasi pada limfonodi leher tergantung pada ukurannya sebelum

kemoterapi diberikan. Pada limfonodi yang tak teraba diberikan radiasi sebesar

5000 cGy, < 2 cm diberikan 6600 cGy, antara 2-4 cm diberikan 7000 cGy dan

bila lebih dari 4 cm diberikan dosis 7380 cGy, diberikan dalam 41 fraksi

selama 5,5 minggu. Alat yang biasanya dipakai ialah “cobalt 60”,

“megavoltage”orthovoltage”.

• Sifat Terapi Radiasi

Terapi radiasi sendiri sifatnya adalah :

- Merupakan terapi yang sifatnya lokal dan regional

- Mematikan sel dengan cara merusak DNA yang akibatnya bisa

mendestrukasi sel tumor

- Memiliki kemampuan untuk mempercepat proses apoptosis dari sel

tumor.

- Ionisasi yang ditimbulkan oleh radiasi dapat mematikan sel tumor.

- Memiliki kemampuan mengurangi rasa sakit dengan mengecilkan

ukuran tumor sehingga mengurangi pendesakan di area sekitarnya..

77

Page 78: Tumor Ganas Tht

- Berguna sebagai terapi paliatif untuk pasien dengan perdarahan dari

tumornya.

- Walaupun pemberian radiasi bersifat lokal dan regional namun dapat

mengakibatkan defek imun secara general.

• Jenis Pemberian Terapi Radiasi

Terapi radiasi pada karsinoma nasofaring bisa diberikan sebagai :

1. Radiasi eksterna dengan berbagai macam teknik fraksinasi.

2. Radiasi interna ( brachytherapy ) yang bisa berupa permanen

implan atau intracavitary barchytherapy.

1. Radiasi eksterna dapat digunakan sebagai :

- pengobatan efektif pada tumor primer tanpa pembesaran kelenjar getah

bening

- pembesaran tumor primer dengan pembesaran kelenjar getah bening

- Terapi yang dikombinasi dengan kemoterapi

- Terapi adjuvan diberikan pre operatif atau post operatif pada neck dissection

3. Radiasi Interna/ brachyterapi bisa digunakan untuk :

- Menambah kekurangan dosis pada tumor primer dan untuk menghindari

terlalu banyak jaringan sehat yang terkena radiasi.

- Sebagai booster bila masih ditemukan residu tumor

- Pengobatan kasus kambuh.

2. Kemoterapi

Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada karsinoma nasofaring ternyata dapat

meningkatkan hasil terapi. Terutama diberikan pada stadium lanjut atau pada

keadaan kambuh.

• Definisi Kemoterapi

Kemoterapi adalah segolongan obat-obatan yang dapat menghambat

pertumbuhan kanker atau bahkan membunuh sel kanker.

Obat-obat anti kaker ini dapat digunakan sebagai terapi tunggal (active

single agents), tetapi kebanyakan berupa kombinasi karena dapat lebih

meningkatkan potensi sitotoksik terhadap sel kanker. Selain itu sel-sel yang

resisten terhadap salah satu obat mungkin sensitif terhadap obat lainnya. Dosis

obat sitostatika dapat dikurangi sehingga efek samping menurun.

• Obat-Obat Sitostatika yang direkomendasi FDA untuk Kanker

Kepala Leher

78

Page 79: Tumor Ganas Tht

Beberapa sitostatika yang mendapat rekomendasi dari FDA (Amerika)

untuk digunakan sebagai terapi keganasan didaerah kepala dan leher yaitu

Cisplatin, Carboplatin, Methotrexate, 5-fluorouracil, Bleomycin, Hydroxyurea,

Doxorubicin, Cyclophosphamide, Doxetaxel, Mitomycin-C, Vincristine dan

Paclitaxel. Akhir-akhir ini dilaporkan penggunaan Gemcitabine untuk

keganasan didaerah kepala dan leher.

• Sensitivitas Kemoterapi terhadap Karsinoma Nasofaring

Kemoterapi memang lebih sensitif untuk karsinoma nasofaring WHO I

dan sebagian WHO II yang dianggap radioresisten. Secara umum karsinoma

nasofaring WHO-3 memiliki prognosis paling baik sebaliknya karsinoma

nasofaring WHO-1 yang memiliki prognosis paling buruk.

Adanya perbedaan kecepatan pertumbuhan (growth) dan pembelahan

(division) antara sel kanker dan sel normal yang disebut siklus sel (cell cycle)

merupakan titik tolak dari cara kerja sitostatika. Hampir semua sitostatika

mempengaruhi proses yang berhubungan dengan sel aktif seperti mitosis dan

duplikasi DNA. Sel yang sedang dalam keadaan membelah pada umumnya lebih

sensitif daripada sel dalam keadaan istirahat.

Berdasar siklus sel kemoterapi ada yang bekerja pada semua siklus (Cell

Cycle non Spesific ) artinya bisa pada sel yang dalam siklus pertumbuhan sel

bahkan dalam keadaan istirahat. Ada juga kemoterapi yang hanya bisa bekerja

pada siklus pertumbuhan tertentu ( Cell Cycle phase spesific ).

Obat yang dapat menghambat replikasi sel pada fase tertentu pada siklus

sel disebut cell cycle specific. Sedangkan obat yang dapat menghambat

pembelahan sel pada semua fase termasuk fase G0 disebut cell cycle

nonspecific. Obat-obat yang tergolong cell cycle specific antara lain Metotrexate

dan 5-FU, obat-obat ini merupakan anti metabolit yang bekerja dengan cara

menghambat sintesa DNA pada fase S. Obat antikanker yang tergolong cell

cycle nonspecific antara lain Cisplatin (obat ini memiliki mekanisme cross-

linking terhadap DNA sehingga mencegah replikasi, bekerja pada fase G1 dan

G2), Doxorubicin (fase S1, G2, M), Bleomycin (fase G2, M), Vincristine (fase

S, M).

Dapat dimengerti bahwa zat dengan aksi multipel bisa mencegah

timbulnya klonus tumor yang resisten, karena obat-obat ini cara kerjanya tidak

sama. Apabila resiten terhadap agen tertentu kemungkinan sensitif terhadap

79

Page 80: Tumor Ganas Tht

agen lain yang diberikan, dikarenakan sasaran kerja pada siklus sel berbeda.

• Mekanisme Cara Kerja Kemoterapi

Kebanyakan obat anti neoplasma yang secara klinis bermanfaat, agaknya

bekerja dengan menghambat sintesis enzim maupun bahan esensial untuk

sintesis dan atau fungsi asam nukleat. Berdasarkan mekanisme cara kerja obat ,

zat yang berguna pada tumor kepala leher dibagi sebagai berikut :

1. Antimetabolit, Obat ini menghambat biosintesis purin atau pirimidin. Sebagai

contoh MTX, menghambat pembentukan folat tereduksi, yang dibutuhkan untuk

sintesis timidin.

2. Obat yang mengganggu struktur atau fungsi molekul DNA. Zat pengalkil seperti

CTX ( Cyclophosphamide) mengubah struktur DNA, dengan demikian menahan

replikasi sel. Di lain pihak, antibiotika seperti dactinomycin dan doxorubicin

mengikat dan menyelip diantara rangkaian nukleotid molekul DNA dan dengan

demikian menghambat produksi mRNA.

3. Inhibitor mitosis seperti alkaloid vinka contohnya vincristine dan vinblastine,

menahan pembelahan sel dengan mengganggu filamen mikro pada kumparan

mitosis.

• Cara Pemberian Kemoterapi

Secara umum kemoterapi bisa digunakan dengan 4 cara kerja yaitu :

1. Sebagai neoadjuvan yaitu pemberian kemoterapi mendahului

pembedahan dan radiasi.

2. Sebagai terapi kombinasi yaitu kemoterapi diberikan bersamaan dengan

radiasi pada kasus karsinoma stadium lanjut.

3. Sebagai terapi adjuvan yaitu sebagai terapi tambahan paska pembedahan

dan atau radiasi

4. Sebagai terapi utama yaitu digunakan tanpa radiasi dan pembedahan

terutama pada kasus kasus stadium lanjut dan pada kasus kanker jenis

hematologi (leukemia dan limfoma).

Menurut prioritas indikasinya terapi terapi kanker dapat dibagi menjadi

dua yaitu terapi utama dan terapi adjuvan (tambahan/ komplementer/

profilaksis). Terapi utama dapat diberikan secara mandiri, namun terapi adjuvan

tidak dapat mandiri, artinya terapi adjuvan tersebut harus meyertai terapi

utamanya. Tujuannya adalah membantu terapi utama agar hasilnya lebih

sempurna.

80

Page 81: Tumor Ganas Tht

Terapi adjuvan tidak dapat diberikan begitu saja tetapi memiliki indikasi

yaitu bila setelah mendapat terapi utamanya yang maksimal ternyata :

- kankernya masih ada, dimana biopsi masih positif

- kemungkinan besar kankernya masih ada, meskipun tidak ada bukti

secara makroskopis.

- pada tumor dengan derajat keganasan tinggi ( oleh karena tingginya

resiko kekambuhan dan metastasis jauh).

Berdasarkan saat pemberiannya kemoterapi adjuvan pada tumor ganas kepala

leher dibagi menjadi :

o neoadjuvant atau induction chemotherapy

o concurrent, simultaneous atau concomitant chemoradiotherapy

o post definitive chemotherapy.

3. Operasi

Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring berupa diseksi leher radikal

dan nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa kelenjar pasca

radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer sudah

dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan serologi.

Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-

kasus yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi

dengan cara lain.

4. Imunoterapi

Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring adalah

virus Epstein-Barr, maka pada penderita karsinoma nasofaring dapat diberikan

imunoterapi.

Prosedur follow up

tidak sepert keganasan kepala leher lainnya , KNF mempunyai resiko terjadinya

rekurensi, sehingga follow up jangka panjang diperlukan. Kekeambuhan tersering terjadi

kurang dari 5 tahun, 5 – 15 % kekambuhan sering kali terjadi antara 5-10 tahun. Sehingga

pasien KNF perlu di follow up setidaknya 10 tahun setelah terapi. Jadwal follow up yang

dianjurkan sebagai berikut :

- Dalam 3 tahun pertama : setiap 3 bulan

- Dalam 3-5 tahun : setiap 6 bulan

- Setelah 5 tahun : setiap setahun sekali untuk seumur hidup

9. Prognosis

81

Page 82: Tumor Ganas Tht

Pengobatan radiasi, terutama pada kasus dini, pada umumnya akan memberikan hasil

pengobatan yang memuaskan. Namun radiasi pada kasus lanjutpun dapat memberikan hasil

pengobatan paliatif yang cukup baik sehingga diperoleh kualitas hidup pasien yang baik pula.

Secara keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %. Prognosis diperburuk oleh

beberapa faktor, seperti :

- Stadium yang lebih lanjut.

- Usia lebih dari 40 tahun

- Laki-laki dari pada perempuan

- Ras Cina dari pada ras kulit putih

- Adanya pembesaran kelenjar leher

- Adanya kelumpuhan saraf otak adanya kerusakan tulang tengkorak

- Adanya metastasis jauh

10. Pencegahan

- Pemberian vaksinasi dengan vaksin spesifik membran glikoprotein virus Epstein

Barr yang dimurnikan pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan

resiko tinggi.

- Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah resiko tinggi ke tempat lainnya.

- Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah cara memasak makanan

untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya.

- Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan

sosial ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinan-kemungkinan

faktor penyebab.

- Melakukan tes serologik IgA anti VCA dan IgA anti EA secara massal di masa

yang akan datang bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring secara lebih

dini.

BAB VI

TUMOR GANAS LARING

PENDAHULUAN

82

Page 83: Tumor Ganas Tht

Tumor ganas laring bukanlah hal yang jarang ditemukan di bidang THT.

Sebagai gambaran, diluar negeri tumor ganas laring menempati urutan pertama

dalam urutan keganasan di bidang THT, sedangkan di RSCM menempati urutan 1ketiga setelah karsinoma nasofaring, tumor ganas hidung dan sinus paranasal.

Tumor Ganas laring lebih sering mengenai laki-laki dibanding perempuan, 1,2dengan perbandingan 5 : 1. Terbanyak pada usia 56-69 tahun.

Etiologi pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa

hal yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring yaitu : rokok, 1,3alkohol, sinar radioaktif, polusi udara radiasi leher dan asbestosis.

Untuk menegakkan diagnosa tumor ganas laring masih belum memuaskan,

hal ini disebabkan antara lain karena letaknya dan sulit untuk dicapai sehingga

dijumpai bukan pada stadium awal lagi. Biasanya pasien datang dalam keadaan yang

sudah berat sehingga hasil pengobatan yang diberikan kurang memuaskan. Yang 1,4,5terpenting pada penanggulangan tumor ganas laring ialah diagnosa dini.

Secara umum penatalaksanaan tumor ganas laring adalah dengan

pembedahan, radiasi, sitostatika ataupun kombinasi daripadanya, tergantung

stadium penyakit dan keadaan umum penderita.

ETIOLOGI

Penyebab pasti sampai saat ini belum diketahui, namun didapatkan beberapa

hal yang berhubungan erat dengan terjadinya keganasan laring yaitu : rokok,

alkohol, sinar radio aktif, polusi udara, radiasi leher dan asbestosis. Ada peningkatan

resiko terjadinya tumor ganas laring pada pekerja-pekerja yang terpapar dengan 1,3,9,10,11debu kayu.

HISTOPATOLOGI

Karsinoma sel skuamosa meliputi 95 – 98% dari semua tumor ganas laring,

dengan derajat difrensiasi yang berbeda-beda. Jenis lain yang jarang kita jumpai

2,10

adalah karsinoma anaplastik, pseudosarkoma, adenokarsinoma dan sarkoma.

Karsinoma Verukosa. Adalah satu tumor yang secara histologis

kelihatannya jinak, akan tetapi klinis ganas. Insidennya 1 – 2% dari seluruh tumor

ganas laring, lebih banyak mengenai pria dari wanita dengan perbandingan 3 : 1.

Tumor tumbuh lambat tetapi dapat membesar sehingga dapat menimbulkan

83

Page 84: Tumor Ganas Tht

kerusakan lokal yang luas. Tidak terjadi metastase regional atau jauh.

Pengobatannya dengan operasi, radioterapi tidak efektif dan merupakan 2,12kontraindikasi. Prognosanya sangat baik. Adenokarsinoma. Angka insidennya 1% dari

seluruh tumor ganas laring.

Sering dari kelenjar mukus supraglotis dan subglotis dan tidak pernah dari glottis.

Sering bermetastase ke paru-paru dan hepar. two years survival rate-nya sangat

rendah. Terapi yang dianjurkan adalah reseksi radikal dengan diseksi kelenjar limfe

regional dan radiasi pasca operasi.

Kondrosarkoma. Adalah tumor ganas yang berasal dari tulang rawan krikoid

70%, tiroid 20% dan aritenoid 10%. Sering pada laki-laki 40 – 60 tahun. Terapi yang

dianjurkan adalah laringektomi total.

KLASIFIKASI

Berdasarkan Union International Centre le Cancer (UICC) 1982, klasifikasi dan

stadium tumor ganas laring terbagi atas :

1. Supraglotis

2. Glotis

3. Subglotis

Yang termasuk supraglotis adalah : permukaan posterior epiglotis yang terletak di

sekitar os hioid, lipatan ariepiglotik, aritenoid, epiglotis yang terletak di bawah os

hioid, pita suara palsu, ventrikel.

Yang termasuk glottis adalah : pita suara asli, komisura anterior dan komisura

posterior.

Yang termasuk subglotis adalah : dinding subglotis.

Klasifikasi dan stadium tumor berdasarkan UICC :

1. Tumor primer (T)

Supra glottis :

T is : tumor insitu

T 0 : tidak jelas adanya tumor primer l

T 1 : tumor terbatas di supra glotis dengan pergerakan normal

T 1a : tumor terbatas pada permukaan laring epiglotis, plika ariepiglotika,

ventrikel atau pita suara palsu satu sisi.

T 1b : tumor telah mengenai epiglotis dan meluas ke rongga ventrikel atau

pita suara palsu

84

Page 85: Tumor Ganas Tht

T 2 : tumor telah meluas ke glotis tanpa fiksasi

T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dan / atau adanya infiltrasi

ke dalam.

T 4 : tumor dengan penyebaran langsung sampai ke luar laring.

Glotis :

T is : tumor insitu

T 0 : tak jelas adanya tumor primer

T 1 : tumor terbatas pada pita suara (termasuk komisura anterior dan

posterior) dengan pergerakan normal

T 1a : tumor terbatas pada satu pita suara asli

T 1b : tumor mengenai kedua pita suara

T 2 : tumor terbatas di laring dengan perluasan daerah supra glotis

maupun subglotis dengan pergerakan pita suara normal atau

terganggu.

T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi dari satu atau ke dua pita

suara

T 4 : tumor dengan perluasan ke luar laring

Sub glotis :

T is : tumor insitu

T 0 : tak jelas adanya tumor primer

T 1 : tumor terbatas pada subglotis

T 1a : tumor terbatas pada satu sisi

T 1b : tumor telah mengenai kedua sisi

T 2 : tumor terbatas di laring dengan perluasan pada satu atau kedua pita

suara asli dengan pergerakan normal atau terganggu

T 3 : tumor terbatas pada laring dengan fiksasi satu atau kedua pita suara

T 4 : tumor dengan kerusakan tulang rawan dan/atau meluas keluar

laring.

2. Pembesaran kelenjar getah bening leher (N)

N x : kelenjar tidak dapat dinilai

N 0 : secara klinis tidak ada kelenjar.

85

Page 86: Tumor Ganas Tht

N 1 : klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter 3 cm

N 2 : klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter >3 – <6 cm

atau klinis terdapat kelenjar homolateral multipel dengan diameter

6 cm

N 2a : klinis terdapat satu kelenjar homolateral dengan diameter > 3 cm -

6 cm.

N 2b : klinis terdapat kelenjar homolateral multipel dengan diameter 6 cm

N 3 : kelenjar homolateral yang masif, kelenjar bilateral atau kontra lateral

N 3 a : klinis terdapat kelenjar homolateral dengan diameter > 6 cm

N 3 b : klinis terdapat kelenjar bilateral

N 3 c : klinis hanya terdapat kelenjar kontra lateral

3. Metastase jauh (M)

M 0 : tidak ada metastase jauh

M 1 : terdapat metastase jauh

4. Stadium :

Stadium I : T1 N0 M0

Stadium II : T2 N0 M0

Stadium III : T3 N0 M0

T1, T2, T3, N1, M0

Stadium IV : T4, N0, M0

Setiap T, N2, M0, setiap T, setiap N , M1

GEJALA DAN TANDA

Gejala dan tanda yang sering dijumpai adalah : Suara serak Sesak nafas dan stridor Rasa

nyeri di tenggorok Disfagia Batuk dan haemoptisis Pembengkakan pada leher

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan :

1. Anamnese

2. Pemeriksaan THT rutin

3. Laringoskopi direk

4. Radiologi foto polos leher dan dada

86

Page 87: Tumor Ganas Tht

5. Pemeriksaan radiologi khusus : politomografi, CT-Scan, MRI

6. Pemeriksaan hispatologi dari biopsi laring sebagai diagnosa pasti

DIAGNOSA BANDING

Tumor ganas faring dapat dibanding dengan :

1. TBC laring

2. Sifilis laring

3. Tumor jinak laring.

4. Penyakit kronis laring

PENGOBATAN

Secara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma laring yaitu

pembedahan, radiasi dan sitostatika, ataupun kombinasi

I. PEMBEDAHAN

Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari :

A. LARINGEKTOMI

1. Laringektomi parsial

Laringektomi parsial diindikasikan untuk karsinoma laring stadium I yang tidak

memungkinkan dilakukan radiasi, dan tumor stadium II.

2. Laringektomi total

Adalah tindakan pengangkatan seluruh struktur laring mulai dari batas atas

(epiglotis dan os hioid) sampai batas bawah cincin trakea.

B. DISEKSI LEHER RADIKAL

Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1 – T2) karena

kemungkinan metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah. Sedangkan tumor

supraglotis, subglotis dan tumor glotis stadium lanjut sering kali mengadakan

metastase ke kelenjar limfe leher sehingga perlu dilakukan tindakan diseksi leher.

Pembedahan ini tidak disarankan bila telah terdapat metastase jauh.

II. RADIOTERAPI

Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis T1 dan

87

Page 88: Tumor Ganas Tht

T2 dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya 90%). Keuntungan dengan cara

ini adalah laring tidak cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan. Dosis yang

dianjurkan adalah 200 rad perhari sampai dosis total 6000 – 7000 rad.

Radioterapi dengan dosis menengah telah pula dilakukan oleh Ogura, Som,

Wang, dkk, untuk tumor-tumor tertentu. Konsepnya adalah untuk memperoleh

kerusakan maksimal dari tumor tanpa kerusakan yang tidak dapat disembuhkan

pada jaringan yang melapisinya. Wang dan Schulz memberikan 4500–5000 rad

selama 4–6 minggu diikuti dengan laringektomi total.

III. KEMOTERAPI

Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi adjuvant ataupun

dan 5 FU 800–1000

paliativ. Obat yang diberikan adalah cisplatinum 80–120 mg/mm

REHABILITASI

Rehabilitasi setelah operasi sangat penting karena telah diketahui bahwa

tumor ganas laring yang diterapi dengan seksama memiliki prognosis yang baik.

rehabilitasi mencakup : “Vocal Rehabilitation, Vocational Rehabilitation dan Social

Rehabilitation”.

PROGNOSA

Tergantung dari stadium tumor, pilihan pengobatan, lokasi tumor dan

kecakapan tenaga ahli. Secara umum dikatakan five years survival pada karsinoma

laring stadium I 90 – 98% stadium II 75 – 85%, stadium III 60 – 70% dan stadium

IV 40 – 50%. Adanya metastase ke kelenjar limfe regional akan menurunkan 5 year

2,7,12

survival rate sebesar 50%.

BAB VII

TUMOR GANAS TELINGA

Etiologi

88

Page 89: Tumor Ganas Tht

Penyebab yang pasti belum jelas benar. Tersebut sebagai faktor penyebab antara lain iritasi

kronik seperti sinar matahari, infeksi kronik dan sebagainya. Faktor herediter dan usia juga

berperan penting.1,2

Patologi

Lewis mengelompokkan jenis tumor telinga berdasarkan asalnya sebagai berikut:1,2

A. Tumor epitel

1. Tumor ganas epitel permukaan

a. Karsinoma sel skuamosa

Karsinoma sel skuamosa merupakan tumor telinga yang paling sering ditemukan. Predileksi

utamanya adalah di liang telinga.Lewis mendapatkan 11 % dari tumor ini telah bermetastasis

ke kelenjar leher pada saat pertama kali pasien datang.

b. Karsinoma sel basal

c. Karsinoma sel basal merupakan karsinoma yang paling sering ditemukan di daun telinga.

Tumor ini bisa meluas dari daun telinga ke telinga tengah, mastoid dan bagian skuamosa

tulang temporal.

2. Tumor ganas epitel kelenjar

Adenokarsinoma

89

Page 90: Tumor Ganas Tht

Adenokarsinoma dapat berasal dari kelenjar sebasea atau kelenjar serumen di liang telinga

ataupun merupakan penyebaran dari tumor parotis.

B. Tumor mesenkim

Sarkoma

Sarkoma merupakan tumor telinga yang jarang sekali terjadi, lebih sering ditemukan pada

usia muda. Tumor ini bersifat invasifsecara local, cepat membesar, metastasis jauh melalui

aliran darah dan aliran limfe, tetapi tidak mengenai kelenjar limfe regional. 1,2

C. Tumor ganas yang asalnya susah diketahui

Melanoma maligna

Tumor ini bisa merupakan tumor primer di daun telinga, liang telinga ataupun di telinga

tengah. Pada kebanyakan pasien sudah ditemukan pembesaran kelenjar limfe regional

walaupun tumornya masih kecil.1,2

Pola Penyebaran

a. Telinga luar3,4

Karsinoma sel basal liang telinga luar biasanya mulai dari 1/3 luar liang telinga, kemudian

berkembang secara cepat ke perikondrium, akhirnya merusak kartilago menyebar kea rah

telinga tengah dan mastoid.Karsinoma sel skuamosa liang telinga luar dapat tampak seperti

massa polipoid berwarna merah. Tumor bisa berinvasi ke tulang rawan atau tulang atau

menembus membrane timpani ke telinga tengah, mastoid dan kanalis fasialis.

90

Page 91: Tumor Ganas Tht

Gambar 2.3 Massa berukuran 3,5 x 2,5 cm di daun telinga; secara histopatologi adalah

karsinoma sel basal5

b. Telinga tengah ( kavum timpani, mastoid dan tuba Eustachius )6,7,8

Berbagai jenis tumor jinak dan ganas, dapat berasal dari telinga tengah mastoid dan daerah

sekitarnya, terutama pada liang telinga. Tumor ini dapat dianggap primer, menunujukkan

asalnya dari tulang temporal, atau sekunder yang menunjukkan metastase ke tulang temporal

dari suatu tempat yang jauh, atau menginvasi telinga dari daerah sekitarnya, biasanya kelenjar

parotis.

Tumor Primer

Dari jenis tumor primer, tumor glomus jugularis timpanikum merupakan yang paling lazim

dan paling penting. Tumor berasal dari badan glomus dekat bulbus jugularis pada dasar

telinga tengah atau berasal dari penyebaran saraf di manapun dalam telinga tengah. Secara

histologist tumor serupa dengan tumor korpus karotis atau kemodektoma. Suatu varian ganas

telah dilaporkan namun sangat jarang. Dengan ekspansinya tumor dapat merusak jaringan di

sekitarnya dan menyebabkan gangguan pendengaran dan rasa penuh pada telinga dan pada

beberapa kasus dapat meluas ke basis cranium, menimbulkan komplikasi saraf kranialis dan

intrakranialis. Tumor ini sangat vascular, dan seringkali dapat terlihat sebagai suatu massa

keunguan di dasar telinga tengah lewat membrane timpani yang semitransparan. Kepucatan

yang timbul pada penekanan dengan

91

Page 92: Tumor Ganas Tht

otoskop pnemotik di sebut tanda Brown. Tumor jinak lain termasuk neurofibroma saraf

fasialis, hemangioma dan osteoma.

Tumor ganas primer pada rongga telinga tengah antara lain : karsinoma sel skuamosa,

rabdomiosarkoma, karsinoma kistik adenoid dan adenokarsinoma.Tumor dapat pula meluas

ke anterior lewat fisura – fisura menuju kelenjar parotis dan fossa pterigomaxillaris.Tumor

ganas telinga tengah yang paling umum pada dewasa adalah karsinoma kistik adenoid dan

adenokarsinoma. Tumor ganas yang paling sering meluas dari liang telinga ke telinga tengah

adalah karsinoma sel skuamosa. Tumor lain yang berasal dari liang telnga dan meluas ke

telinga tengah (lebih jarang) adalah karsinoma kistik adenoid, melanoma maligna dan sel

basal karsinoma yang ditelantarkan.

Tumor sekunder

Tumor yang berasal dari focus primer yang jauh dan bermetastasis ke telinga tengah, mastoid

dan tulang temporal termasuk adenokarsinoma prostat, karsinoma payudara, hipernefroma

atau karsinoma ginjal, karsinoma bronkus, saluran cerna dan melanoma.

Disamping itu, telinga tengah dan mastoid dapat diinvasi oleh tumor dari daerah sekitar

seperti meningioma, neuroma akustik, glioma, neurilemoma, karsinoma kistik adenoid dan

mukoepidermoid dari kelenjar parotis dan kanker nasofaring yang meluas hingga ke tuba

Eustachius. Keganasan hematologis seperti limfoma maligna dan leukemia sering

menyebabkan tulang temporal hamper selalu memperlihatkan sumsum tulang apeks petrosa

dan juga menginfiltrasi telinga tengah dan tuba Eustachius, menimbulkan gangguan

pendengaran konduktif dan terbentuknya efusi. Pada leukemia berat atau terminal dapat

terjadi perdarahan telinga dalam yang menyebabkan tuli berat mendadak dan gejala – gejala

vestibular.

Gejala Klinis

Gejala klinis berupa nyeri, rasa penuh dalam telinga, gangguan pendengaran, dan vertigo bila

labirin vestibular terlibat. Saraf fasialis menjadi lumpuh bila tumor mengerosi dinding kanalis

posterior dan melibatkan saraf tersebut, namun dalam hal ini biasanya terjadi pada akhir

perjalanan penyakit.1,2

92

Page 93: Tumor Ganas Tht

Tumor ganas daun telinga dapat berupa tumor superficial dengan atau tanpa ulserasi

tergantung jenis tumornya, sehingga mudah dideteksi secara dini. Tumor ganas liang telinga

dan telinga tengah sering terlambat diketahui oleh karena tidak cepat dapat terlihat dan

gejalanya seringkali hanya menyerupai penyakit infeksi oleh karena biasanya penyakit ini

timbul pada telinga yang sebelumnya telah menderita otitis media supuratif kronik. 1,2

Pada keadaan ini otorea yang biasanya purulen berubah menjadi hemorhargik. Nyeri yang

hebat bisa disebabkan oleh otitis eksterna atau otitis media, tetapi bila tumor ganas telinga

disertai nyeri hebat, sangat mungkin disebabkan oelh invasi tumor ke tulang. Paresis fasial

perifer sering terjadi di samping gangguan pendengaran dan gangguan keseimbangan.

Terkenanya n. IX, X, XI dan XII menandakan penyebaran ke basis fosa kranii media dan

menandakan penyakit yang incurable.

c. Telinga dalam9,10

Tumor terpenting dari sistem vestibular adalah schwannoma (acoustic neuroma). Tumor ini

tidak selalu menginvasi vestibulum, tapi dapat juga terjadi pada kasus neurofibromatosis.

Vestibular schwannoma sebagian besar berasal dari glial-neurilemmal junction dari saraf

kranial ke delapan, yang umumnya terletak di antara meatus auditorius interna.Metastase

tumor dapat terjadi ke telinga tengah, namun hal tersebut jarang terjadi.

Klasifikasi

Klasifikasi tumor ganas telinga tidak ditemukan di dalam klasifikasi TNM dari UICC tahun

1987. Goodwin membagi pasien berdasarkan penyebaran ke arah medial menjadi 3 golongan

yang kelihatannya praktis untuk penggunaan klinik:1,2

1 .Golongan 1: tumor yang mengenai konka daun telinga dan / atau bagian tulang rawan liang

telinga.

2 .Golongan 2: tumor mengenai bagian superfisial tulang temporal yaitu bagian tulang dari

liang telinga dan korteks mastoid.

93

Page 94: Tumor Ganas Tht

2. Golongan 3: tumor sudah mengenai struktur dalam tulang temporal, telinga tengah, kanalis

fasial, basis kranii atau sel mastoid. Ada atau tidaknya pembesaran kelenjar limfe regional

harus diperhatikan secara terpisah.

Gambar 2. 4 Berbagai macam lesi telinga11

94

Page 95: Tumor Ganas Tht

Diagnosis

Bila mungkin secepatnya dilakukan biopsi dari liang telingaatau dari leher. Otitis eksterna

kronik yang menetap merupakan indikasi pasti untuk biopsi liang telinga.

Gambar 2.5 Morphea type dari karsinoma sel basal daun telinga12

Gambar 2.6 Adenoma telinga tengah12

Gambar 2.7 Vestibular Schwannoma12

Pemeriksaan radiologik memegang peranan yang sangat penting untuk melihat lokasi tumor

dan perluasannya dengan tepat. Tanpa bantuan gambaran radiologi rencana pembedahan

95

Page 96: Tumor Ganas Tht

dan radioterapi tidak dapat dibuat dengan baik. Politomografi dan CT scan dengan bidang

aksial dan koronal akan dapat membantu diagnosis yang lebih dini dan lebih memperlihatkan

perluasan tumor. Tomogram lateral penting untuk memperlihatkan erosi dinding liang

telinga.

Erosi di dinding tulang yang membatasi telinga tengah dapat dilihat pada potongan koronal

tomogram.

Lokasi dan perluasan tumor ( jaringan lunak ) ke fosa infra temporal dapat dilihat dengan CT

Scan. Venojugulogram dan arteriografi a. karotis kadang – kadang diperlukan untuk melihat

apakah ada infiltrasi tumor ke sinus lateralis dan bulbus jugularis atau ke a. karotis

interna.Ada kalanya terutama bila ada infeksi penunjang, tumor dapat menimbulkan gejala

pengeluaran secret, khususnya secret berdarah.

CT scan

CT scan dengan kontras merupakan uji diagnostik yang paling bermanfaat.

Angiografi dan Venografi

Pada beberapa kasus perlu dilakukan angiografi dan venografi jugular retrograde untuk

menegakkan diagnosis dan menentukan suplai darah dan derajat tumor.

Pengobatan

Beberapa penulis menganjurkan terapi radiasi untuk tumor ganas telinga, tetapi kondritis

yang disebabkan oleh radiasi dan nekrosis tulang yang terkena radiasi sering kali merupakan

komplikasi yang serius yang sukar untuk diatasi. Disamping itu radiasi juga akan

menimbulkan kesulitan untuk menentukan batas perluasan tumor. Cara pengobatan terbaik

menurut kebanyakan ahli adalah terapi operatif dengan eksisi luas secara lengkap dan utuh

(“intoto”). Bila perlu dapat diiringi radioterapi.

Bila tumor ditemukan dini, pasien memiliki lebih banyak kesempatan untuk sembuh

dibandingkan bila tumor telah lanjut sehingga memerlukan reseksi tulang temporal, dengan

kemungkinan kelangsungan hidup lebih sempit. Rabdomiosarkoma menyerang anak – anak

96

Page 97: Tumor Ganas Tht

kecil. Penyakit ini pernah dianggap fatal namun dalam tahun – tahun terakhir telah dilaporkan

kesembuhan dengan kombinasi radioterapi dan kemoterapi.

Tindakan Operasi

Suatu diagnosis jaringan sudah tentu memerlukan eksplorasi bedah pada tempat tersebut dan

pembedahan merupakan bentuk pengobatan yang lebih disukai pada kebanyakan kasus. Bila

tumor luas sering terdapat indikasi gabungan pembedahan dan radioterapi.

Oleh karena kompleksnya teknik operasi dan letak tumor, serta sulitnya melakukan

rekonstruksi luka operasi, kadang – kadang reseksi yang adekuat dari luas operasi harus

dikompromikan.

1. Tumor ganas daun telinga

Tumor ganas yang masih terbatas pada daun telinga dapat diangkat dengan berbagai macam

cara insisi dilanjutkan dengan operasi rekonstruksi daun telinga.

2. Tumor ganas liang telinga

Tindakan operasi tumor ganas liang telinga lebih rumit oleh karena letak anatominya yang

berdekatan dengan koklea dan labirin, n. VII serta kaput mandibula.

Tumor ganas liang telinga yang masih terbatas pada bagian membrane (1/3 luar) memerlukan

eksisi luas jaringan lunak diikuti dengan tandur kulit.Tumor ganas yang mengenai bagian

tulang liang telinga (2/3 dalam) memerlukan ekstirpasi luas mencakup seluruh liang telinga

beserta membrane timpani dengan memperhatikan usaha untuk mencegah trauma n. VII.

Teknik operasinya disebut reseksi partial tulang temporal.

Cara reseksi partial tulang temporal ialah dengan melakukan mastoidektomi simple untuk

mengidentifikasi n. VII. Kemudian mengangkat seluruh liang telinga dan membrane timpani

secara utuh. Untuk tindakan ini pendekatan dilakukan dari dua arah. Yang pertama di sebelah

atas liang telinga melalui epitimpanum dan ramus zigoma kearah rongga sendi

temporomandibula. Pendekatan kedua dilakukan dengan membuat lubang – lubang kecil di

97

Page 98: Tumor Ganas Tht

sebelah depan kanalis fasialis dengan bor kecil ke arah resesus fasialis di kavum timpani

untuk mencegah paresis fasial waktu pengangkatan seluruh liang telinga secara luas. Sisa

perlekatan setelah kedua pendekatan operasi itu dilakukan dilepaskan dengan bantuan

osteotom.

Jika pneumatisasi mastoid buruk maka dilakukan pengangkatan liang telinga sedikit demi

sedikit (“piecemeal removal”). Pasca operasi diberikan radiasi, terutama bila diduga ada sisa

– sisa tumor yang tertinggal.

3. Tumor ganas telinga tengah dan mastoid

Bila tumor ganas sudah mengenai telinga tengah dan tulang temporal maka dilakukan reseksi

tulang temporal subtotal. Pada operasi ini dilakukan pengangkatan seluruh tulang temporal di

sebeah lateral dari meatus akustikus internus, sehingga hanya apeks petrosus yang tertinggal.

Pendekatan dilakukan melalui tiga arah. Pendekatan dari arah superior dengan membuang

sebagian besar tulang skuamosa sehingga tampak dura di daerah itu, kemudian tulang

petrosus dicapai.1,2

Pendekatan dari arah posterior dengan melakukan insisi tulang pada garis vertical tepat di

belakang tulang mastoid untuk membebaskan sinus sigmoid dan sinus lateral. Pendekatan

dari arah anterior dilakukan dengan melakukan insisi pada prosessus zigomatikus, prosessus

kondiloideus mandibula, kemudian ke fosa glenoidea sehingga hampir mencapai a. karotis

dan tampak tuba Eustachius. Kemudian basis prosessus stiloideus dipotong. Jaringan dapat

dilepaskan dengan menempatkan pahat di sebelah medial alur digastrik lalu memotong tulang

ke arah atas.1,2

Bila tumor telah mencapai apeks petrosus, maka dapat dilakukan reseksi total tulang

temporal. Untuk membuang apeks petrosus diperlukan diseksi a. karotis dan melepaskan

apeks petrosus dari dasar tengkorak. Tindakan ini penuh risiko terjadinya trauma a. karotis

dan kebocoran cairan otak yang akan lebih sukar diatasi. Oleh karena tindakan ini

mempunyai komplikasi berbahaya yang tinggi sekali dan prognosisnya tidak lebih baik dari

reseksi subtotal, hanya sedikit ahli yang melakukannya. Kebanyakan ahli berpendapat bahwa

bila tumor telah mengenai apeks petrosus maka tumor sudah tidak mungkin di operasi

lagi.1,2

98

Page 99: Tumor Ganas Tht

Radioterapi

Para radioterapis pada umumnya sependapat bahwa segala jenis radioterapi untuk karsinoma

yang telah menginvasi tulang sedikit sekali gunanya. Radioterapi pre – operatif diindikasikan

untuk tumor yang telah menyebar luas dimana telah terjadi penyebaran ke dura. Dosis radiasi

pre operatif tidak melebihi 4000 rad.1,2

Radioterapi pasca operatif diindikasikan untuk pasien yang telah menjalani operasi sebelum

tindakan reseksi tulang temporal. Juga untuk kasus yang pada saat operasi tidak jelas batas

tumornya sehingga tidak bisa terangkat semuanya ataupun pada tumor yang besar walaupun

tepi operasi dianggap bebas tumor. Pemberian radiasi dianjurkan 4 – 6 minggu setelah

tindakan operasi dengan dosis yang tidak melebihi 4500 rad.1,2

Radioterapi paliatif diberikan pada kasus yang sangat lanjut atau kasus yang kambuh setelah

tindakan operasi dengan tujuan untuk mengatasi otore yang banyak, nyeri dan perdarahan.

Tumor yang tidak lagi dapat direseksi memperlihatkan respon dengan radioterapi.1,2

Komplikasi Operasi

Tindakan operasi sering kali harus meninggalkan defek yang luas yang memerlukan tindakan

rekonstruksi yang sulit. Nervus fasial dan telinga sering kali harus dikorbankan sehingga

pasca operasi terjadi paresis fasial dan tuli saraf yang menetap serta vertigo untuk beberapa

minggu.Komplikasi operasi yang paling serius adalah kebocoran cairan otak yang dapat

berlanjut ke arah terjadinya meningitis dan abses otak.6,8,11

Operasi tulang temporal banyak menimbulkan perdarahan. Perdarahan yang hebat dapat

terjadi bila terdapat trauma pada sinus otak ataupun dari a. karotis interna. Bila terjadi

thrombosis a. karotis interna dapat terjadi hemiplegia.Infeksi pasca operasi sering kali terjadi

terutama akibat lamanya tindakan operasi.Tindakan operasi yang berat ini juga dapat

menimbulkan kematian. Conley mendapatkan angka kematian 27 % akibat tindakan operasi

dan komplikasi pasca operasi.6,8,11

99

Page 100: Tumor Ganas Tht

Prognosis Prognosis tumor ganas telinga masih buruk. Kemajuan dalam teknik operasi dan radioterapi

belum banyak memperbaiki prognosis.Angka bertahan hidup 5 tahun yang dilaporkan oleh

kebanyakan penyelidik ternyata masih rendah, Lewis 27 %, Conley dan Goodwin 41 %, John 18

% serta Wang 48 %.1,2

100

Page 101: Tumor Ganas Tht

BAB VIII

KESIMPULAN

Tumor ganas dalam bidang THT memiliki tantangan baik dalam mendiagnosis

maupun mengatasinya. Dalam bidang THT tumor ganas dapat dibagi menjadi tumor ganas

rongga mulut, tumor ganas hidung dan sinonasal, tumor ganas nasofaring, dan tumor ganas

laring. Tumor ganas rongga mulut dapat ditemukan berupa Kanker pada lidah, kanker dasar

mulut, kanker pada mukosa pipi, kanker pada gingiva, kanker pada palatum, kanker daerah

tonsil. Tumor ganas hidung dan sinonasal terdiri karsinoma sel skuamosa, mikroskopik

keratinizing squamous cell carcinoma, undifferentiated carcinoma, limfoma maligna

Adenokarsinoma, melanoma maligna. Adapun tanda dan klasifikasi tumor

Tumor primer (T)

TX tumor primer tidak dapat dievaluasiT0 Tidak ada bukti tumor primerTis Karsinoma in situ (CIS, sel-sel abnormal yang muncul tapi tidak menyebar ke jaringan tetangga, meskipun bukan kanker, CIS dapat menjadi kanker dan kadang-kadang disebut kanker preinvasive)T1, T2, T3, T4 Ukuran dan / atau besarnya tumor primer

Nodul (N)

NX Regional kelenjar getah bening tidak dapat dievaluasiN0 Tidak ada keterlibatan kelenjar getah bening daerahN1, N2, N3 Keterlibatan kelenjar getah bening regional (jumlah kelenjar getah bening dan / atau tingkat penyebaran)

Metastasis (M)

MX metastasis jauh tidak dapat dievaluasiM0 Tidak ada metastasis jauhJauh metastasis M1 hadir

101

Page 102: Tumor Ganas Tht

DAFTAR PUSTAKA

1. Soetirto Indro,Bashiruddin Jenny,Bramantyo Brastho,Gangguan pendengaran

Akibat Obat ototoksik,Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga ,Hidung ,Tenggorok

Kepala & Leher.Edisi IV.Penerbit FK-UI,jakarta 2007,halaman 9-15,53-56.

2. Anatomi fisiologi telinga. Available from : http://arispurnomo.com/anatomi-

fisiologi-telinga

3. Telinga : Pendengaran dan sistem vestibular. Available from :

http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://

webschoolsolutions.com/patts/systems/ear.htm

4. Adams,G.L.1997.Obat-obatan ototoksik.Dalam:Boies,Buku Ajar Penyakit

THT,hal.129.EGC,Jakarta.

5. Andrianto,Petrus.1986.Penyakit Telinga,Hidung dan Tenggorokan,75-

76.EGC,Jakarta

6. Anatomi dan fisiologi hidung. Available from :

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21283/4/Chapter%20II.pdf

7. Anatomi dan fisiologi system pernapasan. Available from :

http://fraxawant.wordpress.com/2008/07/16/anatomi-dan-fisiologi-sistem-

pernapasan/

8. Difteri. Available from http://www.scribd.com/doc/44244704/Refrat-Difteri-Sari

9. Difteri tonsil. Available from http://www.scribd.com/doc/36494895/difteri-tonsil

10. Highler A B, Boies Buku Ajar Penyakit THT. Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Jakarta, 1997. Edisi 6. Hal 264-71, 322, 429-52.

11. Soepardi E A, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti R D. Buku Ajar Ilmu Kesehatan

Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia, Jakarta, 2007. Edisi 6. Hal 4-6, 191-3.

12. American Society of Clinical Oncology (ASCO), Oral and Oropharyngeal

Cancer. diunduh dari

http://www.cancer.net/patient/Cancer+Types/Oral+and+Oropharyngeal+Cancer.

December 07, 2011.

13. American Cancer Society, Oral Cavity and Oropharingeal Cancer.

Diunduh dari :

http://www.cancer.org/Cancer/OralCavityandOropharyngealCancer/index.

102

Page 103: Tumor Ganas Tht

14. Hermani B. Abdurrahman H. Tumor laring. Dalam Soepardi EA, Iskandar N Ed.

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher. Edisi

ke-5. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2001. h. 156-62.

15. Spector, Ogura JH. Tumor Laring dan Laringofaring. Dalam. Ballenger JJ, Ed.

Penyakit Telinga Hidung Tenggorok, Kepala dan Leher. Jilid I. Edisi ke-13. Jakarta

: Binarupa Aksara. 1997. h. 621-77.

16. Ramalingam KK, Sreeramamoorthy B. A. Short Practice of Otolaryngylogy India

: All Publisher & Disatributor, 1993. h. 335-43.

17. Basyiruddin H. Penanggulangan Karsinoma Laring di Bagian THT RSAPD Gatot

Subroto. Disampaikan pada Kongres Nasional Perhati. Ujung Pandang, 1986. h.

185-93.

18. Mulyarjo. Hasil Pembedahan pada Karsinoma Laring di UPF THT RSUD DR.

Sutomo Surabaya. Disampaikan pada Kongres Nasional Perhati, Batu Malang, 27-

29 Oktober 1996. h. 1075-9.

19. Adam GL., IR, Paparella MW. Fundamental of Otolaryngology. Edisi ke-5 ed.

Philadelphia WB. Saunders, 1978. h. 446-7.

20. Becker W, Naumann HH, Pfaltz CR. Ear Nose and Throat diseases, A. Pocket

Reference. Edisi ke-2. New York. Thieme Med. 1994. h. 423-32.

21. Bailey BJ. Early Glottic Carcinoma. Dalam : Bailey BJ. Ed. Head and Neck

Surgery Otolaringology. Vol. 2. ed Philadelphia. JB Lippincot. h. 1313-60.

22. Lawson W, Biller HFM, Suen JY. Cancer of the Larynx. Dalam Myers EN, Suem

JY. Ed. Cancer of the Head and Neck. Churchill Livingstone. h. 533-60.

23. Hanna E, Suen JY. Larynx. Dalam : Closel G, Larson DL, Shah JP, Essential of

Head and Neck Oncology. New York Thieme, 1998. h. 223-39.

24. Hermani B. Abdurrahman H. Tumor laring. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2007. h. 194-198.

25. Roezin A. Sistem Aliran Limfa Leher. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2007. h. 174-177.

26. Cohen James I. Anatomi dan Fisiologi laring. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke-6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1997. h. 369-376.

103

Page 104: Tumor Ganas Tht

28. Weisman Robert A. Moe Kris S. Orloff Lisa A. Neoplasms Of The Larynx & Laryngopharynx. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head & Neck Surgery. Edisi-16. Spain. BC Decker inc. 2003. h. 1255-1292.

29. Charous Steven J. Early Stage Head & Neck Cancer Surgery. Head and Neck Cancer. United States of America. Kluwer Academic Publishers. 2004. h. 85-114.

104