25
TUGAS UJIAN KHUSUS KESELAMATAN PASIEN DI KAMAR OPERASI Oleh : Herlinda Dwi Ningrum NIM 105070204111004 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 1

TUGAS UJIAN KHUSUS

Embed Size (px)

DESCRIPTION

l

Citation preview

Page 1: TUGAS UJIAN KHUSUS

TUGAS UJIAN KHUSUS

KESELAMATAN PASIEN DI KAMAR OPERASI

Oleh :

Herlinda Dwi Ningrum

NIM 105070204111004

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2013

1

Page 2: TUGAS UJIAN KHUSUS

BAB I

LATAR BELAKANG

Saat ini isu penting dan global dalam Pelayanan Kesehatan adalah

Keselamatan Pasien (Patient Safety). Isu ini praktis mulai dibicarakan kembali pada

tahun 2000-an, sejak laporan dan Institute of Medicine (IOM) yang menerbitkan

laporan: dari berbagai Negara yang menyatakan bahwa dalam pelayanan pasien rawat

inap di rumah sakit ada sekitar 3-16% kejadian tidak diharapkan (KTD/Adverse

Event).

Frekuensi dan besarnya KTD tak diketahui secara pasti sampai era 1990-an,

ketika berbagai Negara melaporkan dalam jumlah yang mengejutkan pasien cedera

dan meninggal dunia akibat medical error. Menyadari akan dampak error pelayanan

kesehatan terhadap 1 dari 10 pasien di seluruh dunia maka World Health

Organization (WHO) menyatakan bahwa perhatian terhadap Keselamatan Pasien

sebagai suatu endemis. Dalam pelaksanaannya, Keselamatan Pasien akan banyak

menggunakan prinsip dan metode manajemen risiko mulai dan identifikasi, asesmen

dan pengolahan risiko. Diharapkan, pelaporan & analisis insiden keselamatan pasien

akan meningkatkan kemampuan belajar dan insiden yang terjadi untuk mencegah

terulangnya kejadian yang sama di kemudian hari. Kesalahan yang terjadi dalam

proses asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera

pada pasien, bisa berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak

Diharapkan/KTD).

Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk mampu

memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik terhadap pasien mengharuskan rumah

sakit untuk berusaha mengurangi medical error sebagai bagian dari penghargaannya

terhadap kemanusiaan, maka dikembangkan sistem Patient Safety yang dirancang

mampu menjawab permasalahan yang ada.

2

Page 3: TUGAS UJIAN KHUSUS

BAB II

URAIAN TOPIK

2.1 What

Tindakan pembedahan merupakan intervensi perawatan yang penting. World

Health Organization (WHO) memperkirakan 50% komplikasi dan kematian akibat

pembedahan dapat dicegah di negara berkembang. Untuk itu, WHO mengembangkan

surgical safety checklist (SSCL) sebagai upaya untuk meningkatkan keselamatan

pasien, mengurangi angka kematian dan kecacatan.

2.2 When

Pembedahan merupakan tindakan medis yang penting dalam pelayanan

kesehatan dan salah satu tindakan yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa,

mencegah kecacatan dan komplikasi. Namun demikian, pembedahan juga dapat

menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan nyawa.1 Data World Health

Organization (WHO) menunjukkan bahwa selama lebih dari satu abad perawatan

bedah telah menjadi komponen penting dari perawatan kesehatan di seluruh dunia.

Diperkirakan setiap tahun ada 230 juta operasi utama dilakukan di seluruh dunia, satu

untuk setiap 25 orang hidup.2 Pelayanan bedah merupakan pelayanan di rumah sakit

yang sering menimbulkan cidera medis dan komplikasi.3 Surgical safety checklist

(SSCL) WHO diterapkan di bagian bedah dan anestesi untuk meningkatkan kualitas

dan menurunkan kematian dan komplikasi akibat pembedahan. Tindakan

pembedahan memerlukan persamaan persepsi antara ahli bedah, anestesi, dan

perawat.4 SSCL sebagai alat untuk meningkatkan kualitas dan keamanan berisi 24

jenis yang harus dilakukan dalam tiga tahap.

3

Page 4: TUGAS UJIAN KHUSUS

2.3 Where

Joint Commission for Accreditation of Health Care Organizations

menemukan lebih dari 13% kejadian salah sisi operasi. Analisis dari 126 kasus

operasi mengungkapkan bahwa 76% dilakukan pada sisi yang salah, 13% salah

pasien dan 11% prosedur yang salah. Salah sisi operasi sering terjadi pada bedah

ortopedi.7 Pemberian tanda pada sisi yang akan dioperasi tidak pernah dilakukan di

kamar bedah RSUD Sumbawa. Pemberian tanda pada sisi yang akan dioperasi

merupakan faktorfaktor yang mempengaruhi kesalahan operasi salah sisi pada tahap

SI.8 Perpanjangan waktu fase TO mengakibatkan komunikasi antar tim bedah jadi

meningkat sehingga petugas kamar operasi lebih percaya diri dan siap melakukan

operasi.9 Pada fase TO, tidak dilakukan perkenalan diri, konfirmasi sisi pembedahan,

konfirmasi prosedur pembedahan, dan review dokter bedah. Antisipasi peristiwa

kritis merupakan komponen yang penting dalam pembedahan.10 Jenis yang tidak

dilakukan pada fase TO, tidak ada dalam SOP bedah RSUD Sumbawa. Menurut

pihak rumah sakit, perkenalan tidak penting dilakukan karena telah saling mengenal.

Konfirmasi sisi pembedahan dan prosedur pembedahan tidak dilakukan karena dokter

yang memeriksa pasien di bangsal sama dengan dokter yang melakukan pembedahan.

Alat atau instrumen bedah merupakan media perantara mikroba atau bakteri.

Instrumen, barang, kain dan alat lain yang dipakai dalam pembedahan harus

disterilisasi.11 Penelitian Manuaba12 menemukan salah satu faktor risiko infeksi luka

operasi adalah waktu pemberian antibiotik profilaksis. Hasil penelitian di RSUD

Sumbawa menunjukkan bahwa pada 49 pasien dengan tindakan SC (emergensi)

sebesar 18,37% diberikan antibiotik profilaksis sebelum pembedahan.

Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa pemberian

antibiotik profilaksis untuk pasien hamil diberikan sebaiknya diberikan sewaktu tali

pusat dijepit setelah bayi dilahirkan.11 Pemberian antibiotik profilaksis 30 menit

sebelum pembedahan, akan membuat kadar antibiotik dalam darah yang cukup pada

4

Page 5: TUGAS UJIAN KHUSUS

saat dilakukan tindakan.13 Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa waktu

pemberian

antibiotik profilaksis dengan kejadian infeksi luka operasi tidak berpengaruh

secara signifikan (p=0,669).14 Hal ini tidak sejalan dengan Dale et al 15 yang

menemukan penggunaan antibiotik profilaksis 1 jam sebelum insisi pertama pada

kulit dapat menurunkan infeksi luka operasi. Waktu pemberian antibiotic profilaksis

merupakan hal utama yang harus diperhatikan dan pemberian antibiotik profilaksis

disarankan 60 menit sebelum insisi pertama pada kulit dilakukan.

2.4 Who

Pada tahun 1998, Joint Commission mengeluarkan Sentinel Event Alert

memeriksa masalah operasi bedah salah posisi untuk mendorong proses

pengembangan guna memastikan tindakan bedah benar posisi, pasien dan prosedur.

Pada tahun 1999, Institute of Medicine (IOM) melaporkan, untuk kesalahan karena

manusia, gambaran luas tentang besarnya kesalahan medis di Amerika Serikat dan

memberi arahan untuk keselamatan perbaikan dalam perawatan kesehatan.3

Konfrensi Tingkat Tinggi Bedah tentang Salah Posisi pada Mei 2003,

mengembangkan Rekomendasi Protokol Universal untuk mencegah operasi bedah

salah posisi, salah orang dan salah prosedur. Elemen The Universal Protocol dari

KTT ini meliputi: (1) melakukan verifikasi pra operasi (2) menandai lokasi (site

marking) yang akan dilakukan tindakan bedah dan (3) mengambil waktu keluar (sign

in) yaitu, untuk memverifikasi prosedur, pasien, dan posisi, dan menyeting

persyaratan-persyaratan dimana prosedur invasif akan dilaksanakan.3

Bulan Juli 2004 Joint Commission memberi mandat bahwa Protokol

Universal wajib diterapkan pada akreditasi. Keselamatan pasien adalah sistem atau

intervensi yang dibuat untuk mencegah atau mengurangi cedera pasien yang berasal

dari proses pelayanan kesehatan. Memastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh

5

Page 6: TUGAS UJIAN KHUSUS

yang benar untuk menghindari penyimpangan yang seharusnya dapat dicegah juga

merupakan prosedur keselamatan pasien. Kasus-kasus dengan prosedur yang keliru

atau pembedahan posisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dari miss

komunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar.

2.5 Why

Kesalahan dalam komunikasi adalah alasan umum untuk kesalahan di ruang

operasi, serta selama perawatan pra dan pasca operasi. Jenis kegagalan komunikasi

termasuk kegagalan untuk mendengarkan atau mengumpulkan informasi dari pasien,

keluarga dan dokter lain serta kegagalan untuk menyampaikan informasi yang

relevan untuk status pasien. Hasilnya bisa membahayakan atau bahkan berakibat

kematian kepada pasien.

Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan semacam ini

adalah tidak ada atau kurangnya proses pra bedah yang distandarisasi. Jika saja

diterapkan secara disiplin maka kecelakaan kerja, kegagalan operasi dan

permasalahaan lain yang menyangkut keselamatan pasien niscaya dapat dikurangi.

Inilah yang kemudian dikenal dengan proses verifikasi, Sign In, Time Out, Sign Out

terhadap pasien yang akan mengalami pembedahan.

2.6 How

Meskipun kejadian tertinggalnya benda asing dalam tubuh pasca operasi, serta

operasi salah sisi atau salah orang sangat jarang terjadi, namun fatal sekali bila betul-

betul terjadi. Salah satu cara menghindari benda tertinggal adalah menghitung seluruh

peralatan yang digunakan sebelum dan sesudah operasi. Adanya perencanaan dan

perhatian yang baik dari semua anggota tim bedah saat ini dipandang sebagai satu-

satunya solusi terbaik untuk menurunkan komplikasi pasca operasi.

6

Page 7: TUGAS UJIAN KHUSUS

BAB III

A. Masalah Utama

Pembedahan merupakan tindakan medis yang penting dalam pelayanan

kesehatan dan salah satu tindakan yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa,

mencegah kecacatan dan komplikasi. Namun demikian, pembedahan juga dapat

menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan nyawa.1 Data World Health

Organization (WHO) menunjukkan bahwa selama lebih dari satu abad perawatan

bedah telah menjadi komponen penting dari perawatan kesehatan di seluruh dunia.

Diperkirakan setiap tahun ada 230 juta operasi utama dilakukan di seluruh dunia, satu

untuk setiap 25 orang hidup.2 Pelayanan bedah merupakan pelayanan di rumah sakit

yang sering menimbulkan cidera medis da nkomplikasi

B. Prioritas Penyeselaian Masalah

Surgical safety checklist (SSCL) WHO diterapkan di bagian bedah dan

anestesi untuk meningkatkan kualitas dan menurunkan kematian dan komplikasi

akibat pembedahan. Tindakan pembedahan memerlukan persamaan persepsi antara

ahli bedah, anestesi, dan perawat.4 SSCL sebagai alat untuk meningkatkan kualitas

dan keamanan berisi 24 jenis yang harus dilakukan dalam tiga tahap

C. Solusi Penyeselaian Masalah

Sesuai dengan program manajemen komunikasi dan informasi (MKI) dari

penilaian akreditasi rumah sakit. maka rumah sakit akan mengidentifikasi kebutuhan

informasi, merancang suatu system manajemen informasi, mendefinisikan, mendapat

data dan informasi, menganalisis data dan mengubahnya menjadi informasi,

mengirim serta melaporkan data informasi, dan mengitegrasikan dan menggunakan

informasi (Kars ,2011).

7

Page 8: TUGAS UJIAN KHUSUS

Program sasaran keselamatan pasien wajib di komunikasikan dan

diinformasikan untuk tercapainya hal-hal sebagai berikut:1) ketepatan identifikasi

pasien, 2) peningkatan komunikasi yang efektif, 3) peningkatan keamanan obat yang

perlu diwaspadai, 4) kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi, 5)

pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan, 6) pengurangan risiko pasien

jatuh (Kars, 2011, JCI, 2010).

Kesalahan yang terjadi di kamar bedah yaitu salah lokasi operasi, salah

prosedur operasi, salah pasien operasi, akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau

tidak adekuat antar anggota tim bedah. Kurang melibatkan pasien dalam penandaan

area operasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi

operasi, asesmen pasien tidak adekuat, telaah catatan medis juga tidak adekuat.

Langkah yang dilakukan tim bedah terhadap pasien yang akan di lakukan

operasi untuk meningkatkan keselamatan pasien selama prosedur pembedahan,

mencegah terjadi kesalahan lokasi operasi, prosedur operasi serta mengurangi

komplikasi kematian akibat pembedahan sesuai dengan sepuluh sasaran dalam safety

surgery (WHO 2008).

Yaitu:

1) Tim bedah akan melakukan operasi pada pasien dan lokasi tubuh yang benar.

2) Tim bedah akan menggunakan metode yang sudah di kenal untuk mencegah

bahaya dari pengaruh anestresia, pada saat melindungi pasien dari rasa nyeri.

3) Tim bedah mengetahui dan secara efektif mempersiapkan bantuan hidup dari

adanya bahaya kehilangan atau gangguan pernafasan.

4) Tim bedah mengetahui dan secara efektif mempersiapkan adanya resiko

kehilangan darah.

5) Tim bedah menghindari adanya reaksi alergi obat dan mengetahui adanya

resiko alergi obat pada pasien.

6) Tim bedah secara konsisten menggunakan metode yang sudah dikenal untuk

meminimalkan adanya resiko infeksi pada lokasi operasi.

8

Page 9: TUGAS UJIAN KHUSUS

7) Tim bedah mencegah terjadinya tertinggalnya sisa kasa dan instrument pada

luka pembedahan.

8) Tim bedah akan mengidentifikasi secara aman dan akurat, specimen (contoh

bahan) pembedahan.

9) Tim bedah akan berkomunikasi secara efektif dan bertukar informasi tentang

hal-hal penting mengenai pasien untuk melaksanakan pembedahan yang

aman.

10) Rumah sakit dan system kesehatan masyarakat akan menetapkan pengawasan

yang rutin dari kapasitas , jumlah dan hasil pembedahan.

Surgery safety ceklist WHO merupakan penjabaran dari sepuluh hal penting

tersebut yang diterjemahkan dalam bentuk formulir yang diisi dengan melakukan

ceklist. Ceklist tersebut sudah baku dari WHO yang merupakan alat komunikasi yang

praktis dan sederhana dalam memastikan keselamatan pasien pada tahap

preoperative, intraoperatif dan pasca operatif, dilakukan tepat waktu dan menunjukan

manfaat yang lebih baik bagi keselamatan pasien (WHO 2008).

Surgery Safety Checklist di kamar bedah digunakan melalui 3 tahap, masing-

masing sesuai dengan alur waktu yaitu sebelum induksi anestesi (Sign In), sebelum

insisi kulit (Time Out) dan sebelum mengeluarkan pasien dari ruang operasi (Sign

Out) (WHO 2008) diawali dengan briefing dan diakhiri dengan debriefing menurut

(Nhs,uk 2010). Implementasi Surgery Safety Checklist memerlukan seorang

koordinator untuk bertanggung jawab untuk memeriksa checklist. Koordinator

biasanya seorang perawat atau dokter atau profesional kesehatan lainnya yang terlibat

dalam operasi. Pada setiap fase, koordinator checklist harus diizinkan untuk

mengkonfirmasi bahwa tim telah menyelesaikan tugasnya sebelum melakukan

kegiatan lebih lanjut. Koordinator memastikan setiap tahapan tidak ada yang

terlewati, bila ada yang terlewati , maka akan meminta operasi berhenti sejenak dan

melaksanakan tahapan yang terlewati

9

Page 10: TUGAS UJIAN KHUSUS

Sign in

Langkah pertama yang dilakukan segera setelah pasien tiba di ruang serah

terima sebelum dilakukan induksi anestesi. Tindakan yang dilakukan adalah

memastikan identitas, lokasi/area operasi, prosedur operasi, serta persetujuan operasi.

Pasien atau keluarga diminta secara lisan untuk menyebutkan nama lengkap, tanggal

lahir dan tindakan yang akan dilakukan. Penandaan lokasi operasi harus oleh ahli

bedah yang akan melakukan operasi. Pemeriksaan keamanan anestesi oleh ahli

anestesi dan harus memastikan kondisi pernafasan, resiko perdarahan, antisipasi

adanya komplikasi, dan riwayat alergi pasien. Memastikan peralatan anestesi

berfungsi dengan baik, ketersedian alat, dan obat-obatan,..

Time out

Merupakan langkah kedua yang dilakukan pada saat pasien sudah berada di

ruang operasi, sesudah induksi anestesi dilakukan dan sebelum ahli bedah melakukan

sayatan kulit. Untuk kasus pada satu pasien terdapat beberapa tindakan dengan

beberapa ahli bedah timeout dilakukan tiap kali pergantian operator. Tujuan

dilakukan timeout adalah untuk mencegah terjadinya kesalahan pasien , lokasi dan

prosedur pembedahan dan meningkatkan kerjasama diantara anggota tim bedah,

komunikasi diantara tim bedah dan meningkatkan keselamatan pasien selama

pembedahan. Seluruh tim bedah memperkenalkan diri dengan menyebut nama dan

peran masing-masing. Menegaskan lokasi dan prosedur pembedahan, dan

mengantisipasi risiko. Ahli bedah menjelaskan kemungkinan kesulitan yang akan di

hadapi ahli anestesi menjelaskan hal khusus yang perlu diperhatikan. Tim perawat

menjelaskan ketersedian dan kesterilan alat. Memastikan profilaksis antibiotik sudah

diberikan. Memastikan apakah hasil radiologi yang ada dan di perlukan sudah di

tampilkan dan sudah diverifikasi oleh 2 orang.

10

Page 11: TUGAS UJIAN KHUSUS

Sign Out

Merupakan tahap akhir yang dilakukan saat penutupan luka operasi atau

sesegera mungkin setelah penutupan luka sebelum pasien dikeluarkan dari kamar

operasi. Koordinator memastikan prosedur sesuai rencana, kesesuaian jumlah alat,

kasa, jarum, dan memastikan pemberian etiket dengan benar pada bahan-bahan yang

akan dilakukan pemeriksaan patologi.

D. Konsekuensi Penyeselaian Masalah

Hasil penelitian penerapan Surgery safety checklist yang dilakukan oleh Eefje N.

de Vries dkk tahun 2010 di beberapa rumah sakit di Belanda, yaitu adanya

penurunan tingkat komplikasi dari 27,3 per 100 pasien sebelum pelaksanaan menjadi

16,7 per 100 pasien dan penurunan angka kematian dari 1,5 menjadi 0,8%. Penurunan

tersebut konsisten selama 3 bulan.

Jurnal penelitian yang dilakukan oleh Hilde Valen dkk tahun 2012 tentang

penggunaan ceklist safety surgery terhadap keselamatan pasien kesimpulannya

mengatakan bahwa meskipun perawat konsisten terhadap checklist dari WHO

tersebut tetapi karena keterlibatan semua tim bedah masih kurang mengakibatkan

penggunaan checklist juga rendah. Temuannya ini menekankan pentingnya dukungan

manajemen ketika melaksanakannya.

E. Strategi Penyeselaian Masalah

Bulan Juli 2004 Joint Commission memberi mandat bahwa Protokol

Universal wajib diterapkan pada akreditasi. Keselamatan pasien adalah sistem atau

intervensi yang dibuat untuk mencegah atau mengurangi cedera pasien yang berasal

dari proses pelayanan kesehatan. Memastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh

yang benar untuk menghindari penyimpangan yang seharusnya dapat dicegah juga

merupakan prosedur keselamatan pasien. Kasus-kasus dengan prosedur yang keliru

11

Page 12: TUGAS UJIAN KHUSUS

atau pembedahan posisi tubuh yang salah sebagian besar adalah akibat dari miss

komunikasi dan tidak adanya informasi atau informasinya tidak benar. 4

Kesalahan dalam komunikasi adalah alasan umum untuk kesalahan di ruang

operasi, serta selama perawatan pra dan pasca operasi. Jenis kegagalan komunikasi

termasuk kegagalan untuk mendengarkan atau mengumpulkan informasi dari pasien,

keluarga dan dokter lain serta kegagalan untuk menyampaikan informasi yang

relevan untuk status pasien. Hasilnya bisa membahayakan atau bahkan berakibat

kematian kepada pasien.

Faktor yang paling banyak kontribusinya terhadap kesalahan semacam ini

adalah tidak ada atau kurangnya proses pra bedah yang distandarisasi. Jika saja

diterapkan secara disiplin maka kecelakaan kerja, kegagalan operasi dan

permasalahaan lain yang menyangkut keselamatan pasien niscaya dapat dikurangi.

Inilah yang kemudian dikenal dengan proses verifikasi, Sign In, Time Out, Sign Out

terhadap pasien yang akan mengalami pembedahan.

12

Page 13: TUGAS UJIAN KHUSUS

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah

sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang

disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak

mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

Tujuan Sistem Keselamatan Pasien Rumah Sakit adalah terciptanya

budaya keselamatan pasien di Rumah Sakit, meningkatnya akuntabilitas Rumah

Sakit terhadap pasien dan masyarakat, menurunnya KTD di Rumah Sakit,

terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi

penanggulangan KTD

Isu penting terkait keselamatan (hospital risk) yaitu: keselamatan pasien;

keselamatan pekerja (nakes); keselamatan fasilitas (bangunan, peralatan);

keselamatan lingkungan; keselamatan bisnis.

Elemen Patient Safety yaitu: Adverse drug events(ADE)/ medication

errors (ME) (ketidakcocokan obat/kesalahan pengobatan), Restraint use

(kendali penggunaan), Nosocomial infections (infeksi nosokomial), Surgical

mishaps (kecelakaan operasi), Pressure ulcers (tekanan ulkus), Blood product

safety/administration (keamanan produk darah/administrasi), Antimicrobial

resistance (resistensi antimikroba), Immunization program (program

imunisasi), Falls (terjatuh), Blood stream – vascular catheter care (aliran darah

– perawatan kateter pembuluh darah), Systematic review, follow-up, and

reporting of patient/visitor incident reports (tinjauan sistematis, tindakan

lanjutan, dan pelaporan pasien/pengunjung laporan kejadian)

Akar Penyebab Kesalahan yang Paling Umum yaitu: Communication

problems (masalah komunikasi), Inadequate information flow (arus informasi

yang tidak memadai), Human problems (masalah manusia), Patient-related

13

Page 14: TUGAS UJIAN KHUSUS

issues (isu berkenaan dengan pasien), Organizational transfer of knowledge

(organisasi transfer pengetahuan), Staffing patterns/work flow (pola staf/alur

kerja), Technical failures (kesalahan teknis), Inadequate policies and

procedures (kebijakan dan prosedur yang tidak memadai)

Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada “Hospital Patient

Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of

Health Organizations, Illinois, USA, tahun 2002), yaitu: Hak pasien, Mendidik

pasien dan keluarga, Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan,

Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan

program peningkatan keselamatan pasien, Mendidik staf tentang keselamatan

pasien, Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien,

Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.

System informasi baru dapat diterapkan dengan baik apabila mendapat

dukungan dari manajemen, kemudian sosialisasi dengan memberikan

pengetahuan dan pemahaman yang tepat mengenai penggunaannya.

Penggunaan Surgery safety checklist WHO dimaksudkan untuk memfasilitasi

komunikasi yang efektif dalam prosedur pembedahan sehingga meningkatkan

kualitas pelayanan keperawatan dan peningkatan keselamatan pasien di kamar

bedah baik sebelum operasi, selama operasi dan sesudah operasi.

WHO mensosialisasikan penggunaan instrument tersebut tahun 2008,

tetapi sampai di Indonesia baru populer sejak keselamatan pasien masuk ke

dalam standar penilaian akreditasi baru rumah sakit. Belum semua RS. Di

Indonesia khususnya kamar bedahnya menggunakan instrument tersebut,

Sehingga perlu adanya sosialisasi, dukungan dan keterlibatan semua pihak agar

perawat bersama semua tim yang terlibat mempuyai tujuan, keyakinan dan

kerjasama yang baik untuk memanfaatkan penggunaan ceklist secara optimal

untuk memberikan pelayanan pembedahan yang terbaik buat pasien yang

terbaik kepada pasien.

14

Page 15: TUGAS UJIAN KHUSUS

4.2 Saran

A. Bagi rumah sakit khususnya di kamar bedah surgery safety checklist sangat

bermanfaat karena melindungi perawat dan tim bedah lainnya karena dapat

dijadikan sebagai aspek legal yang dapat dipertanggungjawabkan karena

seluruh kegiatan yang dilakukan pada pasien akan diverifikasi dan

terdokumentasi didalamnya termasuk kegiatan persiapan pembedahan, seperti

informed concent

B. Bagi rumah sakit yang sudah menggunakan surgery safety checklist dari

WHO agar melakukan evaluasi dan tetap memotivasi tim agar kondisi apapun

tetap menggunakannya.

C. Bagi keperawatan akan melindungi perawat bedah yang terlibat didalam tim

karena ada pernyataan khusus yang ditujukan kepada perawat sebagai

instrumentator yang akan diverifikasi persiapan alat dan kelengkapan alat

setelah tindakan pembedahan selesai.

15

Page 16: TUGAS UJIAN KHUSUS

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. (2008). Panduan nasional keselamatan pasien rumah

sakit (patient safety). Utamakan keselamatan pasien edisi 2. Jakarta: Depkes

RI.

Eefje N. de Vries,et al (2010) Effect of a comprehensive surgery safety system on

patient outcomes diakses tanggal 4 Desember 2014 melalui

http://search.proquest.com/docview/763581373/14142F72E7B2D1B8896/1?

accountid=17242

Haynes, A. et al. (2009). A surgery safety checklist to reduce morbidity and mortality

in a global population. New England Journal of Medicine, 360, 491-495.

Diakses pada 4 Desember 2014 melalui www.who.int/patientsafety

Hilde Valen Wæhle, et.al.(2012) Adjusting team involvement: a grounded theory

study of challenges in utilizing a surgery safety checklist as experienced by

nurses in the operating room Diakses tanggal 4 Desember 2014 melalui

http://search.proquest.com/docview/1152021931/fulltextPDF/1414310FDEC3

29EF9EF/1?accountid=17242

JCI. (2010). Joint commission international accreditation standards for hospitals. 4th

Ed. USA: JCI

Jennifer Tjia, et al (2010) Nurse-Physician Communication in the Long-Term Care

Setting:

Perceived Barriers and Impact on Patient Safety diakses tanggal 4 Desember 2014

melalui http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19927047

16

Page 17: TUGAS UJIAN KHUSUS

Juan J Delgado Hurtado,et.al. (2012) Acceptance of the WHO Surgery Safety

Checklist among surgery personnelin hospitals in Guatemala city

melalui.http://search.proquest.com/docview/1080771231/14142FE6D6C6F527

328/5?accountid=17242

Komisi Akreditasi Rumah Sakit (2011) Standar akreditasi rumah sakit. Jakarta:

dirjan BUK

NHS (2010) Implementing the surgery safety checklist:the journey so far.2010.

Ukraina

WHO (2009) Surgery safety checklist diakses tanggal 4 Desember 2014

http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241598590_eng_checklist.pdf

WHO (2008) Manual implementationl surgery safety checklist(first edition) diakses

tanggal 4 Desember 2014melalui

http://www.who.int/patientsafety/safesurgery/tools_resources/SSSL_Manual_fi

nalJun08.pdf

17