29
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Empiema adalah suatu efusi pleura eksudat yang disebabkan oleh infeksi langsung pada rongga pleura yang menyebabkan cairan pleura menjadi purulen atau keruh. Pada empiema terdapat cairan pleura yang mana pada kultur dijumpai bakteri atau sel darah putih yang meningkat. Di negara yang sudah maju, angka kejadian empiema pada waktu sekarang ini sudah sangat menurun, berkat pengobatan penyakit pneumonia atau bronkopneumonia dengan antibiotik. Namun di negara yang sedang berkembang seperti di Indonesia, angka kejadiannya masih tinggi. Angka kejadian tertinggi terdapat pada masa bayi. Empiema terjadi 10% dari anak yang dirawat dengan pneumonia di era pre Antibiotik dengan kuman patogen terbanyak adalah Streptoccous pneumoniae. Kejadian empiema meningkat lagi di tahun 50an sebanyak 14% dari anak yang dirawat dengan pneumonia dengan pneumonia dengan kuman patogen terbanyak adalah Stafilococcus aureus. Tahun 70-an kejadian empiema menurun yaitu sebanyak 2%. Hippocrates telah mengenalnya sejak 2.400 tahun yang lampau dan dialah yang pertama kali melakukan torakosintesis dan drainase pada pleural empiema, kemudian oleh Graham dan kawan-kawannya dari suatu komisi empiema waktu perang dunia I diberikan cara-cara 1

Tugas Refarat Paru Ayeeee

Embed Size (px)

DESCRIPTION

5666

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangEmpiema adalah suatu efusi pleura eksudat yang disebabkan oleh infeksi langsung pada rongga pleura yang menyebabkan cairan pleura menjadi purulen atau keruh. Pada empiema terdapat cairan pleura yang mana pada kultur dijumpai bakteri atau sel darah putih yang meningkat. Di negara yang sudah maju, angka kejadian empiema pada waktu sekarang ini sudah sangat menurun, berkat pengobatan penyakit pneumonia atau bronkopneumonia dengan antibiotik. Namun di negara yang sedang berkembang seperti di Indonesia, angka kejadiannya masih tinggi. Angka kejadian tertinggi terdapat pada masa bayi. Empiema terjadi 10% dari anak yang dirawat dengan pneumonia di era pre Antibiotik dengan kuman patogen terbanyak adalah Streptoccous pneumoniae. Kejadian empiema meningkat lagi di tahun 50an sebanyak 14% dari anak yang dirawat dengan pneumonia dengan pneumonia dengan kuman patogen terbanyak adalah Stafilococcus aureus. Tahun 70-an kejadian empiema menurun yaitu sebanyak 2%.Hippocrates telah mengenalnya sejak 2.400 tahun yang lampau dan dialah yang pertama kali melakukan torakosintesis dan drainase pada pleural empiema, kemudian oleh Graham dan kawan-kawannya dari suatu komisi empiema waktu perang dunia I diberikan cara-cara perawatan dan pengobatan (pengelolaan) empiema yang dianut sampai sekarang, walaupun cara pengelolaan empiema di berbagai rumah sakit beraneka ragam, namun tindakan standar masih tetap dipertahankan. Penyakit tersebut dapat pula disebabkan oleh trauma pada dada (sekitar 1-5% kasus mendorong ke arah empiema) dan pecahnya abses dari paru ke dalam rongga pleura. Empiema mempunyai tingkat kematian yang cukup tinggi, biasanya akibat dari kegagalan bernapas dan sepsis. Dengan ditemukannya antibiotika yang ampuh, maka angka prevalensi dan mortalitas empiema mula-mula menurun, akan tetapi pada tahun-tahun terakhir oleh karena perubahan jenis kuman penyebab dan resistensi terhadap antibiotik, morbiditas dan mortalitas empiema tampak naik lagi.

1.2 TujuanMengetahui definisi, epidemiologi, etiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi dan prognosis pada empiema.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura

Paru kanan normalnya terdiri dari tiga lobus (atas, tengah, dan bawah) dan merupakan 55% bagian paru. Paru kiri normalnya terdiri dari dua lobus (atas dan bawah). Pada lobus atas paru kiri pada bagian bawahnya terdapat lingula yang merupakan analog dari lobus tengah paru kanan. Paru mengalami perkembangan yang hebat, saat lahir, bayi memiliki 25 juta alveoli ; jumlah ini bertambah menjadi 300 juta setelah dewasa. Pertumbuhan paling sering terjadi saat usia 8 tahun. Pertumbuhan tercepat pada usia 3 4 tahun.1Pleura adalah membran serosa yang licin, mengkilat, tipis dan transparan. Membran ini menutupi jaringan paru dan terdiri dari 2 lapis:11. Pleura viseralis: terletak disebelah dalam, langsung menutupi permukaan paru.2. Pleura parietalis: terletak disebelah luar, berhubungan dengan dinding dada.Pleura parietalis dan viseralis terdiri atas selapis mesotel (yang memproduksi cairan), membran basalis, jaringan elastik dan kolagen, pembuluh darah dan limfe.2Membran pleura bersifat semipermiabel. Sejumlah cairan terus menerus merembes keluar dari pembuluh darah yang melalui pleura parietal. Cairan ini diserap oleh pembuluh darah pleura viseralis, dialirkan ke pembuluh limfe dan kembali kedarah. Efusi terjadi jika pemnbentukan cairan oleh pleura parietalis melampau batas pengambilan yang dilakukan pleura viseralis.2Rongga pleura adalah rongga potensial, mempunyai ukuran tebal 10-20 mm, berisi sekitar 10 cc cairan jernih yang tidak bewarna, mengandung protein < 1,5 gr/dl dan 1.500 sel/ml. Sel cairan pleura didominasi oleh monosit, sejumlah kecil limfosit, makrofag dan sel mesotel. Sel polimorphonuklear dan sel darah merah dijumpai dalam jumlah yang sangat kecil didalam cairan pleura.3Selain itu, rongga pleura (ruang intrapleural) adalah ruang potensial antara pleura parietal dan viseral yang mengandung lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini disekresi oleh sel-sel pleural sehingga paru-paru dapat mengembang tanpa melakukan friksi. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir sehingga mencegah terjadinya kolaps paru. Jika pleura bermasalah seperti mengalami peradangan, maka udara atau cairan dapat masuk kedalam rongga pleura. Hal tersebut dapat menyebab kan peru-paru tertekan dan kolaps.3Volume cairan pleura selalu konstan, dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik sebesar 9 mmHg , diproduksi oleh pleura parietalis, serta tekanan koloid osmotik sebesar 10 mmHg yang selanjutnya akan diabsorbsi oleh pleura viseralis. Penyebab akumulasi cairan pleura adalah sebagai berikut :3,41. Menurunnya tekanan koloid osmotik (hipolbuminemia).2. Meningkatnya permeabilitas kapiler (radang, neoplasma).3. Meningkatnya tekanan hidrostatik (gagal jantung).4. Meningkatnya tekanan negatif intrapleura (atelektasis).2.2 Empiema2.2.1 DefinisiEmpiema adalah kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran yang mengelilinginya (rongga pleura). Kata ini berasal dari bahasa Yunani empyein yang artinya menghasilkan nanah (supurasi). Tapi, kadang juga digunakan sebagai pengumpulan nanah di kandung empedu atau rongga pelvic. Empiema di rongga pleural biasanya dikenal dengan empiema thoraks, untuk membedakan dengan empiema di rongga tubuh lain.5

2.2.2 EpidemiologiDinegara yang sudah maju, angka kejadian empiema pada waktu sekarang ini sudah sangat menurun, berkat pengobatan penyakit pneumonia atau bronkopneumonia dengan antibiotik. Namun di negara yang sedang berkembang seperti di Indonesia, angka kejadiannya masih tinggi. Angka kejadian tertinggi terdapat pada masa bayi. Empiema terjadi 10% dari anak yang dirawat dengan pneumonia di era pre Antibiotik dengan kuman patogen terbanyak adalah Streptoccous pneumoniae. Kejadian empiema meningkat lagi di tahun 50an sebanyak 14% dari anak yang dirawat dengan pneumonia dengan pneumonia dengan kuman patogen terbanyak adalah Stafilococcus aureus. Tahun 70-an kejadian empiema menurun yaitu sebanyak 2%.6Akhir-akhir ini kejadian empiema kembali meningkat di seluruh dunia. Studi retrospektif di Texas tahun 1993-2002 menemukan peningkatan kejadian empiema anak yaitu dari 5,8 kasus per 10.000 pasien di tahun 1993-2000 dengan usia rata-rata adalah 4 tahun. Tahun 2001-2002 jumlah kasus manurun hingga 12,3 kasus per 10.000 pasien. Peningkatan kasus juga ditemukan di Inggris yaitu 14 kasus per 1 juta penduduk di tahun 1995/1996 menjadi 26 kasus di tahun 2002-2003. Jumlah kasus empiema pada anak di Australia juga meningkat yaitu 4 kasus per 1 juta penduduk di tahun 1993-1994 menjadi 9,6 kasus per 1 juta penduduk di tahun 2004-2005 dan kejadian empiema pada pneumonia meningkat dari 0,27% menjadi 0,7%. Penyebab peningkatan ini belum jelas, diduga akibat munculnya strain pneumococcal yang lebih virulen dan strain Meticilin Resisten Stafilococcus Aures (MRSA). Satu penelitian retrospektif di Amerika Serikat Tahun 2005-2008 menemukan bahwa pneumonia dengan empiema lebih banyak di sebabkan oleh MRSA. 6Efusi pada orang dewasa terjadi pada 57% pasien pneumonia dan10% dari efusi pleura ini berkembang menjadi empiema. Kematian akibat empiema tinggi pada 2 tahun pertama kehidupan namun pada usia diatas 2 tahun penyembuhan pada anak lebih sempurna dibandingkan dewasa. 62.2.3 EtiologiPenyebab Empiema biasanya disebabkan oleh infeksi yang menyebar dari paru-paru. Ini menyebabkan penumpukan nanah di ruang pleura. Adanya terdapat setengah liter atau lebih dari cairan yang terinfeksi. Cairan ini memberikan tekanan pada paru-paru. Faktor risiko meliputi: Bakteri pneumonia Operasi dada Trauma atau cedera.5

1.Berasal dari Parua. PneumoniaInfeksi paru seperti pneumonia dapat menyebar secara langsung ke pleura., penyebaran melalui sistem limfatik atau penyebaran secara hematogen. Penyebaran juga bisa terjadi akibat adanya nekrosis jaringan akibat pneumonia.5b. Abses ParuAbses akibat aspirasi paling sering terjadi pada segmen posterior lobus atas dan segmen apikal lobus bawah, dan sering terjadi pada paru kanan, karena bronkus utama kanan lebih lurus dibanding kiri. Abses bisa mengalami ruptur ke dalam bronkus, dengan isinya diekspektorasikan keluar dengan meninggalkan kavitas yang berisi air dan udara, kadang-kadang abses ruptur ke rongga pleura sehingga terjadi empiema.5c. Bronkiektasis5 d. TB paru 5e. Aktinomikosis paru 5f. Fistel Bronko-Pleura52.Infeksi yang berasal dari diluar paru a. Trauma Thoraks5 b. Torasentesi pada pleura 5 c.Sufrenik abses5 d.Amoebic liver abses5 e.Pembedahan thorak5Pembedahan thorak yang tidak steril dapat mengakibatkan masuknya kuman ke rongga pleura sehingga terjadi peradangan di rongga pleura yang dapat menimbulkan empiema. Akibat instrument bedah, rupturnya esophagus, bocornya anastomis esophagus dan fistula bronkopleural yang diikuti dengan pneumonektomi.5

3. BakteriologiSebelum antibiotic berkembang, pneumokokus (Streptococus pneumoniae) dan Streptococus b hemolyticus (Sterptococus pyogenes) adalah penyebab empiema yang terbesar di bandingkan sekarang. Basil gram negatif seperti Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Proteus species dan Klebsiella pneumoniae merupakan grup yang terbesar dan hampir 30 % dijumpai pada hasil isolasi setelah berkurangnya kejadian empiema sebagai komplikasi pneumonia pneumokokus.5Staphilococcus aureus adalah bakteri gram positif dengan sifatnya yang dapat menghemolisa darah dan mengkoagulasi plasma. Bakteri ini tumbuh dalam keadaan aerob, bakteri ini dapat memproduksi eksotoksin yang dapat menghemolisis eritrosit, kemudian leukocidin yang dapat membunuh leukosit, dan menyebabkan peradangan pada rongga pleura.5Staphylococcus aureus merupakan organisme penyebab infeksi yang paling sering menyebabkan empiema pada anak-anak, terutama pada bayi sekitar 92 % empiema pada anak-anak di bawah 2 tahun. Bakteri gram negatif yang lain Haemophilus influenzae adalah penyebab empiema pada anak-anak.5Empiema juga dapat disebabkan organisme yang lain seperti empiema tuberkulosis yang sekarang jarang dijumpai pada negara berkembang. Empiema jarang disebabkan oleh jamur, terutama pada penderita yang mengalami penurunan daya tahan tubuh (Immunocompromised). Aspergillus species dapat menginfeksi rongga pleura dan dapat menyebabkan empiema dan ini terkadang terjadi pada penderita yang mengalami penurunan daya tahan tubuh yang dapat menyebabkan penyakit paru-paru dan pleura yang serius walaupun jarang.5Untuk terjadinya infeksi paru-paru, kuman pathogen harus dapat melewati saluran pernapasan bawah. Kebanyakan orang dewasa telah memiliki antibodi untuk beberapa jenis virus yang umum, dan kebanyakan infeksi virus bersifat ringan.5

2.2.4 Klasifikasi dan Stadium Emfiema Empiema dibagi menjadi dua:1. Empiema AkutEmpiema akut disebabkan oleh infeksi akut di paru atau diluar paru. Mungkin pada fase infeksi, cairan tidak tampak sebagai pus tetapi sebagai cairan jernih kuning atau kekuning-kuningan. Sering timbul endapan fibrin sehingga sulit mengeluarkan nanahnya.6Empiema dapat berasal dari radang paru seperti pneumonia atau abses. Infeksi dari luar dapat disebabkan oleh trauma atau secara iatrogenic. Abses amuba atau infeksi pleuritis eksudativa juga dapat mengakibatkan empiema akut; akhirnya harus disebut juga fungus sebagai penyebab.6

2. Empiema KronikEmpiema disebut kronik bila paru sudah tidak bisa mengempis lagi ketika rongga pleura dibuka atau ketika dibuat hubungan langsung dengan dunia luar, umumnya keadaan ini disebabkan oleh terbentuknya fibrin yang merupakan pembukus tebal (sampai 1 cm) dan keras yang disebut korteks empiema. Karena adanya korteks ini paru tidak dapat menguncup bila rongga pleura dibuka. Kadang empiema menembus dinding dada sampai menyebabkan fistel kulit. Keadaan ini disebut empiema nesesitasis.6Apabila pleura parietalis dan viseralis menyatu pada tempat tertentu terjadi yang disebut lakunasi, sehingga empiema terdapat dibeberapa ruang. Karena kronik ini dapat terjadi karena penyebab empiema tidak dihilangkan, mungkin juga karena adanya benda asing.6

Ada tiga stadium empiema toraks yaitu:a. Stadium 1 Disebut juga stadium eksudatif atau stadium akut, yang terjadi pada hari-hari pertama saat efusi. Inflamasi pleura menyebabkan peningkatan permeabilitas dan terjadi penimbunan cairan pleura namun masih sedikit. Cairan yang dihasilkan mengandung elemen seluler yang kebanyakan terdirir atas neutrofil.stadium ini terjadi selama 24 72 jam dan kemudian berkembang menjadi stadium fibropurulen. Cairan pleura mengalir bebas dan dikarakterisasi dengan jumlah darah putih yang rendah dan enzim laktat dehidrogenase (LDH) yang rendah serta glukosa dan pH yang normal, drainase yang dilakukan sedini mungkin dapat mempercepat perbaikan.6b. Stadium 2 Disebut juga dengan stadium fibropurulen atau stadium transisional yang dikarakterisasi dengan inflamasi pleura yang meluas dan bertambahnya kekentalan dan kekeruhan cairan. Cairan dapat berisi banyak leukosit polimorfonuklear, bakteri dan debris seluler. Akumulasi protein dan fibrin disertai pembentukan membrane fibrin, yang membentuk bagian atau lokulasi dalam ruang pleura. Saat stadium ini berlanjut, pH cairan pleura dan glukosa menjadi rendah sedangkan LDH meningkat. Stadium ini berakhir setelah 7 10 hari dan sering membuntuhkan penanganan yang lanjut seperti torakostomi dan pemasangan tube.6

c. Stadium 3 Disebut juga stadium organisasi (kronik). Terjadi pembentukan kulit fibrinosa pada membrane pleura, membentuk jaringan yang mencegah ekspansi pleura dan membentuk lokulasi intrapleura yang menghalangi jalannya tuba torakostomi untuk drainase. Kulit pleura yang kental terbentuk dari resorpsi cairan dan merupakan hasil dari proliferasi fibroblast. Parenkim paru menjadi terperangkap dan terjadi pembentukan fibrotoraks. Stadium ini biasanya terjadi selama 2 4 minggu setelah gejala awal.6

2.2.5 PatogenesisAkibat invasi kuman piogen ke pleura timbul peradangan akut yang diikuti dengan pembentukkan eksudat serosa/cairan yang mengandung protein. Dengan semakin banyak nya sel-sel polymorphonuclear (PMN) baik yang hidup atau yang mati serta peningkatan kadar cairan menjadi keruh dan kental serta adanya endapan fibrin akan membentuk kantong-kantong yang melokalisir pus tersebut. Apabila nanah menembus bronkus, maka timbul fistel bronkopleural yang menembus dinding thorak dan keluar melalu kulit yang disebut empiema nessensiatis. Stadium ini masih disebut empiema akut yang lama kelamaan menjadi kronis.4Mekanisme penyebaran infeksi sehingga mencapai rongga pleura : a. Infeksi paru. Infeksi paru seperti pneumonia dapat menyebar secara langsung ke pleura, penyebaran melalui sistem limfatik atau penyebaran secara hematogen. Penyebaran juga bisa terjadi akibat adanya nekrosis jaringan akibat pneumonia atau adanya abses yang ruftur ke rongga pleura.7b. MediastinumKuman-kuman dapat masuk ke rongga pleura melalui tracheal fistula, esofageal fistula, asanya abses di kelenjar mediastinum.7c. Subdiafragmaasal prosesnya di peritoneal atau di visceral dapat juga menyebar ke rongga pleura.7d. Inokulasi langsung. inokulasi langsung dapat terjadi akibat trauma, piatrogenik, pasca operasi. Pasca operasi dapat terjadi infeksi dari hemotoraks atau adanya leak dari bronkus.7Proses infeksi di paru seperti pneumonia, abses paru, sering mengakibatkan efusi parapneumonik yang merupakan awal terjadinya empiema, ada tiga fase perjalan efusi parapneumonik. Fase pertama atau fase eksudatif yang ditandai dengan penumpukan cairan pleura yang disteril dengan cepat dirongga pleura. Peumpukan cairan tersebut akibat peninggian permeabilitas kapiler di pleura visceralis yang diakibatkan pneumonitis. Cairan ini memiliki karakteristik rendah lekosit, rendah LDH, normal glukosa, dan normal pH.7Bila pemberian antibiotik tidak tepat, bakteri yang berasal dari proses pneumonitis tersebut akan menginvasi cairan pleura yang akan mengawali terjadinya fase kedua yaitu fase fibropurulen pada fase ini cairan pleura mempunyai karakteristik PMN lekosit tinggi, dijumpai bakteri dan debris selular, pH dan glukosa rendah dan LDH tinggi. Pasa fase ini, penanganan tidak cukup hanya dengan antibiotik tetapi memerlukan tindakan lain seperti pemasangan selang dada.7Bila penanganan juga kurang baik, penyakit akan memasuki fase akhir yaitu fase organization. Pada fase ini fibroblas akan berkembang ke eksudat dari permukaan pleura visceralis dan parietalis dan membentuk membran yang tidak elastis yang dinamakan pleural feel. Pleural feel ini akan menyelubungi paru dan menghalangi paru untuk mengembang. Pada fase ini eksudat sangat kental dan bila penanganan tetap tidak baik, penyakit dapat berlanjut menjadi empiema.7

Pathway Fistel bronkopleura

EMPIEMA AKUTEmpiema nessensiatis

Infeksi Paru :Pneumonia, Abses paruTrauma PembedahanInvasi Bakteri : Streptococcus dan Pneumococus di ParuPeradangan akut diikuti pembentukan eksudat serous

Sel-sel Polymorphonuclear Cairan keruh dan kentalMengandung kadar proteinAda endapan fibrin

Membentuk kantung yang melokalisasi nanahMenembus bronkusMenembus dinding toraks dan kluar melalui kulitHipersekret DyspneaPola Nafas Tidak EfektifRonchiIntoleransi AktivitasBersihan Jalan Nafas Tidak EfektifNafsu Makan Infeksi Bakteri Strafilococcus dan PneumococusNyeriNutrisi Kurang Dari Kebutuhan TubuhEMPIEMA KRONIS

2.2.6 Manifestasi Klinis1.Empiema AkutDari anamnesis ditemukan batuk-batuk yang tidak produktif setelah suatu infeksi paru atau bronkopneumonia, atau terdapat gejala dan tanda yang sesuai dengan penyebab lain. Biasanya penderita mengeluh nyeri dada kalau cairan belum banyak. Penderita tampak sakit berat, pucat, sesak napas, dan mungkin terdapat napas cuping hidung. Pada palpasi, fremitus vocal melemah, pada perkusi ditemukan pekak yang memberikan gambaran garis melengkung, sedangkan auskultasi mungkin memperdengarkan krepitasi, bising napas yang hilang, atau ronki yang menghilang di batas cairan.82.Empiema KronikDari anamnesis dapat diketahui apakah ada penyakit yang sudah lama diderta, misalnya tuberculosis paru, bronkiektasis, abses hepar, abses paru, atau kanker paru. Pada pemeriksaan biasanya keadaan umum tidak baik, demam, gizi kurang, dada yang terkena lebih kecil dari yang sebelah, dan gerakan pernapasan tertinggal baik pada akhir inspirasi atau ekspirasi. Pada palpasi fremitus vocal sering meninggi tetapi kadang-kadang melemah. Perkusi redup sampai pekak tergantung dari keadaan fibrosisnya.8Tanda-tanda empiema :1. Demam dan keluar keringat malam.82. Nyeri pleura.83. Dispnea.84. Anoreksia dan penurunan berat badan.85. Pada auskultasi dada ditemukan penurunan suara napas.86. Pada perkusi dada ditemukan suara flatness.87. Pada palpasi ditemukan penurunan fremitus.8Jika pasien dapat menerima terapi antimikroba, manifestasi klinis akan dapat dikurangi. Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil dari chest X-ray dan thoracentesis.2.2.7 Diagnosis1. Anamnesisa) Demam dan keluar keringat malam.8b) Nyeri pleura.8c) Dispnea.8d) Anoreksia dan penurunan berat badan.8 2. Pemeriksaan Fisika) Pada auskultasi dada ditemukan penurunan suara napas.8a) Pada perkusi dada ditemukan suara flatness.8b) Pada palpasi ditemukan penurunan fremitus.8c) Sisi yang sakit lebih cembung, tertinggal pada pernapasan.8d) Mediastinum terdorong ke sisi yang sehat.8e) Pada empiema yang kronis hemitoraks yang sakit mungkin sudah mengecil karena terbentuknya schwarte.8

3. Pemeriksaan Penunjang1. Pemeriksaan Radiologia. Foto thoraks PA dan lateral didapatkan gambaran opacity yang menunjukan adanya cairan dengan atau tanpa kelaina paru. Bila terjadi fibrothoraks , trakhea di mediastinum tertarik ke sisi yang sakit dan juga tampak adanya penebalan.9b. Cairan pleura bebas dapat terlihat sebagai gambaran tumpul di sudut kostofrenikus pada posisi posteroanterior atau lateral.9c. Dijumpai gambaran yang homogen pada daerah posterolateral dengan gambaran opak yang konveks pada bagian anterior yang disebut dengan D-shaped shadow yang mungkin disebabkan oleh obliterasi sudut kostofrenikus ipsilateral pada gambaran posteroanterior.9d. Organ-organ mediastinum terlihat terdorong ke sisi yang berlawanan dengan efusi.9e. Air-fluid level dapat dijumpai jika disertai dengan pneumotoraks, fistula bronkopleural.9

Gambaran radiologi empiema7

Gambaran radiologi empiema dengan organ-organ mediastinum terlihat terdorong ke sisi yang berlawanan dengan efusi7

2.Pemeriksaan pusAspirasi pleura akan menunjukan adanya pus di dalam rongga dada(pleura). Pus dipakai sebagai bahan pemeriksaan sitologi , bakteriologi, jamur dan amoeba. Untuk selanjutnya, dilakukan jkultur (pembiakan) terhadap kepekaan antobiotik.83. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) a. Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya septa atau sekat pada suatu empiema yang terlokalisir.7b. Pemeriksaan ini juga dapat membantu untuk menentukan letak empiema yang perlu dilakukan aspirasi atau pemasangan pipa drain.74.Pemeriksaan CT scan :a. Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan adanya suatu penebalan dari pleura.7b. Kadang dijumpai limfadenopati inflamatori intratoraks pada CT scan7

5.Sinar XMengidentifikasi distribusi struktural, menyatakan abses luas/infiltrate, empiema (strafilokokus). Infiltrat menyebar atau terlokalisir (bacterial).76. GDA /nadi oksimetri.Tidak normal mungkin terjadi,tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.107. Tes fungsi paru.Dilakukan untuk menentukan penyebab dipsnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi,untuk memperkirakan derajat disfungsi.108.Pemeriksaan Gram/kultur sputum dan darahDapat diambil dengan biopsy jarum,aspirasi transtrakeal, bronkoskopi fiberoptik atau biopsy pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab. Lebih dari satu tipe organisme ada: bakteri yang umum meliputi diplokokus pneumonia, strafilokokus aureus, A-hemolitik streptokokus, haemophilus influenza: CMV.Catatan: kultur sputum dapat tak mengidentifikasi semua organisme yang ada, kultur darah dapat menunjukkan bakterimia sementara.9

9. EKG latihan,tes stressMembantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru perencanaan/evaluasi program latihan.10

2.2.8 Diagnosa Banding1. Empiema32. Tuberkulosis Paru33. Pneumonia34. Abses paru35. Tumor paru36. Pleuritis32.2.9 PenatalaksanaanTujuan pengobatan adalah untuk menyembuhkan infeksi dan menghapus pengumpulan nanah dari ruang antara paru dan permukaan bagian dalam dari dinding dada. Antibiotik yang diresepkan untuk mengontrol infeksi. Penyedia perawatan kesehatan akan menempatkan tabung dada untuk benar-benar mengeringkan nanah.10 1.Penatalaksanaan medis :a.Pengosongan NanahPrinsip penatalaksaan ini seperti umumnya yang dilakukan pada abses untuk mencegah efek toksiknya.10 Closed drainage-tube toracostorry water sealed drainage dengan indikasi:i. Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi.ii. Nanah terus terbentuk setelah dua minggu.iii. Terjadinya piopneumotorak.WSD dapat juga dibantu dengan pengisapan negative sebesar 10-20 cmH2O jika setelah 3-4 minggu tidak ada kemajuan, harus ditempuh cara lain seperti pada empiema kronis.10 Drainage terbuka (Open drainage)Dilakukan dengan menggunakan kateter karet yang besar, oleh karenanya disertai juga dengan reaksi tulang iga. Open drainage ini juga dikerjakan pada empiema kronis, hal ini bisa terjadi akibat pengobatan yang terlambat atau tidak adekuat, misalnya aspirasi yang terlambat/tidak adekuat, darnase tidak adekuat atau harus sering mengganti/membersikan drain.10b.AntibioticMengingat kematian utama karena sepsis, maka antibiotic memegang peranan penting. Antibiotic harus segera diberikan begitu diagnose ditegakkan dan dosisnya harus adekuat. Pemilihan antibiotic didasarkan pada pengecatan gram dan asupan nanah. Pengobatan selanjutnya bergantung pada hasil kultur dan sensitivitasnya. Antibiotic dapat diberikan secara sistemik atau topical. Biasanya diberikan Penicillin.10c.Penutupan Rongga EmpiemaPada empiema menahun sering kali rongga empiema tidak menutup karena penebalan dan kekakuan pleura. Pada keadaan demikian dilakukan pembedahan (dekortikasi) atau torakoplasti.10Dekortikasi 11Tindakan ini termasuk operasi besar, dilakukan dengan indikasi berikut:1. Drain tidak berjalan baik karena banyak kantong-kantong2. Letak empiema sukar dicapai oleh drain3. Empiema totalis yang mengalami oganisasi pada pleura viseralisTorakoplasti 11Alternative untuk torakoplasti diambil jika empiema tidak kunjung sembuh karena adanya fistel bronkopleura atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi. Pada pembedahan ini segmen dari tulang iga dipotong subperiostal. Dengan demikian dinding torak jatuh ke dalam rongga pleura karena tekanan atmosfir.d. Pengobatan KausalMisalnya pada subrenik abses dengan drainase subdiafragmatika, terapi spesifik pada amoebiasis dan sebagainya.e.Pengobatan TambahanPerbaikan keadaan umum, fisioterapi untuk membebaskan jalan napas.2.2.10 KomplikasiAdapun komplikasi secara khusus yang dapat timbul dari empiema adalah sebagai berikut:111. Bula yang terbesar terbentuk karena bersatunya alveoli yang pecah sehingga dapat memperburuk fungsi dari pernapasan.2. Pneumotoraks yang disebabkan oleh karena pecahnya bula kadang-kadang dapat berubah menjadi ventil pneumotoraks.3. Kagagalan pernapasan dank or pulmonale merupakan komplikasi terakhir dari empiema. Kematian justru terjadi setelah terjadinya kegagalan pernapasan. Pada tipe pink puffer, walaupun pasien tampak sangat sesak akan terapi O2 dan CO2 darah masih dalam batas normal.4. Terjadinya penurunan berat badan yang hebat, terutama pada usia muda.5. Infeksi pleura mengarah ke sepsis, perlu diadakan evaluasi pepsis secara menyeluruh, misalnya foto dada.6. Sepsis, yang mana pertama sekali dapat membentuk abses subfrenik sebelum menyebar ke rongga pleura melalui aliran getah bening.

2.2.11 PrognosisPrognosis dipengaruhi oleh umur, penyakit dasarnya dari pengobatan permulaan yang adekuat. Angka kematian meningkat pada umur tua, penyakit dasar yang berat dan pengobatan yang adekuat. 10

BAB IIIPENUTUP3.1 KesimpulanEmpiema adalah kumpulan nanah dalam rongga antara paru-paru dan membran yang mengelilinginya (rongga pleura). Kata ini berasal dari bahasa Yunani empyein yang artinya menghasilkan nanah (supurasi).Penyebab terjadinya empiema sendiri terbagi menjadi: 1. Infeksi yang berasal dari dalam paru : Pneumonia Abses paru Bronkiektasis TBC paru Aktinomikosis paru Fistel Bronko-Pleura2. Infeksi yang berasal dari luar paru : Trauma Thoraks Pembedahan thorak Torasentesi pada pleura Sufrenik abses Amoebic liver abses (6)

Bentuk klinis empyema terdiri atas empyema akut yang merupakan sekunder dan empiema kronis yaitu empyema yang berlangsung lebih dari 3 bulan. Stadium-stadium dalam empyema antara lain stadium eksudat, stadium fibropurulen danstadium organisasi. Diagnosa empyema dapat ditegakan melalui pemeriksaan fisik, foto thorak, aspirasipleura dan biopsy pleura.Prinsip pengobatan empiema yaitu berupa pengosongan nanah, antibiotika, penutupanrongga empyema, pengobaan kausal.DAFTAR PUSTAKA1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC; 2006. P. 5982. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press; 2009. P. 162-1793. Rogayah, Rita. Empiema. 2010. Jakarta : Dept. Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI. Diakses tanggal 27 Mei 2013 : http://staff.ui.ac.id/internal/140240448/material/empiema.pdf4. Bartlett JG: Anaerobic bacterial infections of the lung. Chest 1987 Jun; 91(6): 901-95. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapsion6. Rosenbluth DB. 2002. Pleural effusion: Nonmalignant and malignant. In: Fishmans of pulmonary disease and disorders. Editors: Fishman AP, Elias JA, et al. 3rd. Ed. McGraw-Hill Companies, 487-506. 7. Marc Tobler, Barry HG, et al. Empyema Imaging. 2011. Medscape. diakses tanggal 27 Mei 2013. http://emedicine.medscape.com/article/355892-overview8. Huang-Che H, Heng-Chung C, et al. Lung abcess predicts the surgical outcome in patients with pleural empyema. 2010. Journal of Cardiothoracic Surgery. diakses tanggal 28 Mei 2013 http://www.cardiothoracicsurgery.org/content/5/1/88 9. Malueka, Rusdy Ghazali. 2007. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press10. Yousef AA, Jaffe A. The Management of Peadiatric Empyema. HK J Paediatr 2009;14:16-2111. Amin, Muhammad dkk. 1989. Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press

18