Tugas Metodologi Ilmiah (Tabel Sintesis ) _ Besse Radita Dewisari Nur _ ( o111 12 003 )

Embed Size (px)

Citation preview

TUGAS INDIVIDU

METEDOLOGI ILMIAH( TABEL SINTETIS )

DISUSUN OLEH :

BESSE RADITA DEWISARI NURO111 12 003

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDINMAKASSAR2014

TUGASMETODOLOGI ILMIAH

NAMA:BESSE RADITA DEWISARI NUR

NIM:O 111 12 003

PROGRAM STUDI:KEDOKTERAN HEWAN

JUDUL PROPOSAL:TINGKAT EFEKTIVITAS VAKSINASI BRUCELLOSIS PADA SAPI YANG TERINFEKSI DI KABUPATEN WAJO

TABEL SINTETIS( ABSTRAK )

NO.JUDUL JURNALTAHUN PUBLIKASILOKASISUBJEKVARIABELMETODECARA PENGUKURAN SAMPELHASIL

DEPENDENINDEPENDEN

1.Brucellosis : Penyakit Zoonosis yang Belum Banyak Dikenal di Indonesia.2014Di Indonesia khususnya daerah DKI Jakarta Sapi, domba, kambing, babi, anjing dan manusia BrucellosisPenyakit Zoonosis yang Belum Banyak Dikenal di Indonesia.Isolasi Brucella spesies dalam darah dan urin serta uji serologis juga deteksi kuman Diagnosis brucellosis secara serologis dengan enzyme immunoassay banyak digunakan secara luas.Terdeteksinya antibodi IgA dan IgG dalam darah merupakan indikasi terjadinya infeksi aktif dalam tubuh Populasi ternak sebanyak 2 ekor ( sapi, dan babi) dan manusia sekitar 25 orang ( Pekerja kandang sapi perah, pekerja kandang babi dan pekerja rumah potong babiBrucellosis merupakan penyakit zoonosis yangdapat menular dari hewan ke manusia. Rendahnya publikasi brucellosis pada manusia serta tidak adanya laporan kasus brucellosis pada manusia di Indonesiaadalah sebagai penyebab kurang dikenalnya brucellosis oleh masyarakat. Tingginya prevalensi brucellosis pada sapi di Indonesia dan terdeteksinya titer antibody terhadap Brucella pada para pekerja kandang sapiperah, kandang babi dan RPH babi di DKI Jakarta memungkinkan terjadinya penularan brucellosis pada manusia. Pengendalian brucellosis pada hewan denganprogrameradikasiyangkomperhensif berupa eliminasihewan positif brucellosis secara serologis dan melalui program vaksinasi dapat menanggulangi kejadian brucellosis pada manusia

2. Prevalensi dan faktor penyebab brucellosis pada sapi potong di Kabupaten Kupang

2010Kabupaten Kupang Sapi PotongBrucellosisSapi Potonguji RBT (Rose Bengal Test) dan CFT (Complement Fixation Test)Pengamatan langsung ternak dan wawancara dengan pemilik. Analisis data yang diperoleh dilakukan secara deskriptif. Untuk mengetahui asosiasi antara faktor-faktor yang diteliti dengan kejadian brucellosis digunakan analisis Chi-Square (), dan kekuatan asosiasinya dihitung dengan odds ratio/ rasio ganjil dengan tingkat kepercayaan 95 %. Analisis model Logistic regression dan Hosmer-Lemeshow Goodness of Fit test digunakan untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi kejadian brucellosis. Sedangkan Analisis model Linear regression dilanjutkan dengan uji linieritas dan normalitySebanyak 93 peternak dan 1047 sampel serum sapi yang diperoleh melalui sampling tahapan ganda pada 8 kecamatan di Kabupaten KupangPrevalensi brucellosis di Kabupaten Kupang sebesar 2 % pada tingkat ternak sedangkan rata-rata prevalensi brucellosis pada tingkat peternak di Kabupaten Kupang sebesar 1,61 %. Model brucellosis pada sapi potong menunjukkan bahwa faktor-faktor yang meningkatkan kejadian brucellosis adalah abortus (koef regresi=+6,20565; OR=495,54) dan kebuntingan(+3,83640; OR=46,36) sedangkan faktor-faktor yang mengurangi kejadian brucellosis adalah asal ternak dari dalam (-4,85234; OR=0,01) dan kecamatan dengan jumlah reaktor rendah (-2,19958; OR=0,11) sedangkan Model prevalensi brucellosis pada tingkat peternak menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh meningkatkan prevalensi adalah sumber air tandon, perpindahan kandang dan kepadatan sedangkan faktor yang mengurangi prevalensi brucellosis di tingkat peternak adalah kandang kelompok. Kata kunci : brucellosis, seroprevalensi, faktor resiko, kabupaten kupang

3. Epidemiologi dan Pengendalian Brucellosis pada Sapi Perah di Pulau Jawa2014Pulau JawaSapi PerahEpidemiologi dan Pengendalian BrucellosisSapi Perah di Pulau Jawasistem test and slaughter dan kombinasi program vaksinasi di daerah tertularpengendalian brucellosis pada sapi perah di Pulau Jawa melalui kombinasi program vaksinasi di daerah tertular/ prevalensi >2% memakai vaksin B. Abortus RB51 dan sistem test and slaughter pada daerah bebas brucellosis/ prevalensi 2%) dengan menggunakan vaksin B. abortus RB51 dan program test and slaughter pada daerah tertular ringan (prevalensi 0.05).Significant increment of seropositivity was also observed as herd size increases from small to medium (P < 0.05) and then to large sizes ( P < 0.001). In addition, a significantly higher seroprevalence was found in animals in the lowland than those in the highland agro-climatic zones. Nevertheless, in the multivariate logistic regression analysis, systemic factor (odds ratio [OR] = 10.6%, 95% confidence interval [CI] = 2.3-49.3, P < 0.01) and age (OR = 4.2, 95% CI = 2.3-49.3, P < 0.01) were identified as the major risk factors for individual animal seroprevalence. Furthermore, Fishers Exact Test revealed that seropositivity to brucellosis had statisti -cally significant association with history of previous abortions and stillbirths. The results of this study showed that brucellosis is an endemic and widely distributed disease in Tigray Region

8.Gambaran Penyakit Infeksius Pada Ternak Sapi dan Cara Pencegahan 2014Di Indonesia ( Aceh )SapiPenyakit InfeksiusTernak SapiTindakan sanitasi Sisa-sisa abortusan yang bersifat infeksius dihapus hamakan, Anak-anak ternak yang lahir dari induk yang menderita brucellosis sebaiknya diberi susu dari ternak lain yang bebas brucelosis dan kandang ternak penderita dan peralatannya harus dicuci dan dihapus hamakan serta ternak pengganti jangan segera dimasukkan

Populasi Sapi Indonesia sekitar 100 ekorSecara umum penyakit hewan adalah segala sesuatu yang menyebabkan hewan menjadi tidak sehat. Hewan sehat adalah hewan yang tidak sakit dengan ciri-ciri (a) bebas dari penyakit yang bersifat menular atau tidak menular, (b) tidak mengandung bahan-bahan yang merugikan manusia sebagai konsumen, dan (c) mampu berproduksi secara optimum. Selanjutnya akan di bahas beberapa penyakit yang sering menyerang ternak sapi.

9Brucellosis Pada Sapi 2013Di Indonesia ( Balai Penelitian Veteriner ) Sapi BrucellosisPada SapiUji Rose Bengal(RBT), Uji Serum Aglutinasi (SAT), Uji Ikat Komple-men (CFT) dan Uji Cincin Air Susu (MRT)

Uji Rose Bengal menggunakan antigen kuman B. abortus yang diberi zat warna Rose Bengal, agarmemudahkan pembacaan bila terjadi aglutinasi. Ujiini sifatnya sebagaipenyaringan terhadap reactor dan nilai kepercayaannya mencapai 60-70%. Uji Serum Aglutinasi menentukan titer anti-bodi terhadap kuman brucella dan berdasarkan ke-tentuanFAO/WHO, nilai diagnostik (positif) adalah:100 IU/ml (sapi yang tidak divaksin) dan 200 IU/ml(sapi yang divaksinasi dengan Strain 19). Apabilatiternya kurang dari setengah nilai di atas, dikata-kan tersangka. Nilai kepercayaan uji ini mencapai70-90% . Uji ikat komplemen merupakan uji yang pema-kaiannya meluas di seluruh negara untuk diagnosabrucellosis pada sapi, karena kepekaan dan ketepatannya melebihi uji-uji sebelumnya. Nilai keper-cayaannya mencapai 97 -98%. Uji cincin air susu pada prinsipnya bila terda-pat antibodi akan berikatan dengan lemak yangmengapung di atasnya. Antigen kuman brucellayang telah diwarnai dengan hematoksilin akan ber-ikatan dengan antibodi (menggumpal) dan menga-pung di atas permukaan air susu membentuk cin-cin yang berwarna ungu/violet. Nilai kepercayaanuji ini mencapai 73-92%. Uji alergik . Prinsippemeriksaan ini adalah me-lihat adanya reaksi pada kulit seekor sapi yang men-derita brucellosis setelah disuntik dengan antigenekstrak kuman brucella (brucellin)(Sutherland,1983). Nilai kepercayaan uji ini mencapai 70-90% .

Populasi Sapi Indonesia sekitar 100 ekor Brucellosis pada sapi merupakan penyakit reproduksi yang menular yang merupakan masalah bagi peternak dan menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup berarti

10Comparison of Milk Ring Test ;Serum Plate Agglutination Test and Polymerase Chain Reaction for the Detection of Bovine Brucellosis2014district Peshawar of Khyber PakhtunKhwa region in PakistanBovine Detection of Bovine BrucellosisComparison of Milk Ring Test ;Serum Plate Agglutination Test and Polymerase Chain Reaction Initial Screening Tests on Milk and Serum Samples of Bovines DNA Extraction and PCR Initial Screening Tests on Milk and Serum Samples of Bovines The serum samples were subjected to SPAT for screening Brucella antibodies as described by (Alton et al., 1975). The results of agglutination were recorded. A titer of 1:80 or above was considered positive for brucella infection. Milk ring test was conducted on milk samples as described by (Alton et al., 1988). The positive samples were differentiated on the basis of blue ring present on the top of milk after overnight reaction. DNA Extraction and PCRDNA was extracted from same serum and milk samples by using DNA isolation kit (Shanghai ZJ Bio Tech Co., Ltd. China), then PCR assay was performed in a total reaction volume of 50l (Shanghai ZJ Bio Tech Co., Ltd. China), according to suppliers manual. This kit contains a reaction mix for the specificamplification of Brucella DNA. The amplification was performed in a DNA thermal cycler (Multigene Labnet international Inc.USA). Initial denaturation was carried out at 94 C for 2 minutes, and then for 35 cycles the sample DNA was denatured at 93 C for 15 seconds, annealed at 55C for 30 seconds, and extended at 72C for 30 seconds. The final incubation was done at 72 C for 10 minutes. For positive controls, DNA extracted from Brucella abortus and Brucella melitensis strains, obtained from veterinary research institute, Peshawar was used. However, for negative control, distilled water was used. The PCR products were resolved and analyzed by using 1.5% of agarose gel electrophoresis and photographed on UV photodocumentation system (Multigene Labnet international Inc.USA) .The clear bands of Brucella species DNA were considered as positive resultsIn this study, 142 milk and blood samples from bovines were collected (70 cattle and 72 buffaloes) using the simple randomThe prevalence rate of Brucellosis detected in cattle and buffaloes in district Peshawar, using MRT, SPAT and PCR are given in Table 1. The overall prevalence rate detected by SPAT (38.7%) was greater than MRT (8.4%) when a total of 142 milk and serum samples of bovines were tested by MRT and SPAT. Moreover, serum samples were found more positive by PCR than milk samples. But PCR gave more positive results than MRT and less positive results than SPAT.It was also found that 0.7 % milk samples were positive to both MRT and PCR and 77.5 % milk samples were negative to both tests. Similarly, 27.5% serum samples were positive to both SPAT and PCR and 22.5 % serum samples were negative to both tests.Statistically, MRT and SPAT were found less sensitive and more specific in detecting Brucella species antibodies. Sensitivity, specificity, positive predictive value (PPV) and negative predictive value of MRT and SPAT, when compared with PCR are given in Table 3. When PCR was used to detect Brucella species DNA in milk and serum samples of bovines, it gave much positive results than MRT and SPAT. PCRamplified products of 306bp and 312bp were clearly visualized on agarose gel electrophoresis for Brucella abortus and Brucella Melitensis respectively.

TABEL SINTETIS( FUUL PAPER )

NO.JUDUL JURNALTAHUN PUBLIKASILOKASISUBJEKVARIABELMETODECARA PENGUKURAN SAMPELHASIL

DEPENDENINDEPENDEN

1.Pengaruh Vaksinasi Brucellosis pada Sapi Perah Dengan Berbgai Parietas Terhadap Efisiensi Reproduksi2014Wilayah kerja Dinas Peternakan dan Kehutanan Kota Batu ( Jawa Timur )Sapi PerahReproduksiVaksinasi BrucellosisUji serologi, untuk uji Rose Bengal Test(RBT) dilakukan di LaboratoriumKesehatan Hewan JabungMalang danuntuk uji Complemen Fixation Test(CFT) dilakukan di Balai BesarVeteriner Wates Yogyakarta.Penelitian dilaksanakan selama 2 bulandari JuniJuli2010Variabel yang diamati terhadap,variabel bebas vaksin brucella adalahefisiensi reproduksi hasil IB yangmeliputi: service per conception (S/C),days open (DO) dan calving interval(CI). Variabel S/C, CI dan DOdianalisis secara deskripsi,dibandingkan antara ternak yangdivaksinasi dengan brucella dan yangtidak divaksinasi dengan brucella danuntuk mengetahui pengaruh vaksinasi41brucella terhadap efisiensi reproduksimaka analisadata digunakan denganrancangan acak kelompok (Steell danTorrie, 1995).100 ekor Peranakan Fries Holland ( PFH)vaksinasi mempunyaipengaruhn nyata terhadapDays open/DO dan service per conception (S/C)

2.Faktor Resiko Bovine Brucellosis pada Tingkat Peternakan Di Kabupaten Belu , Provinsi Nusa Tenggara Timur 2012Kabupaten Belu Provinsi Nusa Tenggara TimurSapiResiko Bovine BrucellosisTingkat Peternakan Di Kabupaten Belu , Provinsi Nusa Tenggara Timur Data Primer diperoleh langsungdari 220 peternak berupa hasil kuesioner dari wawancara dan hasil pengamatan langsung di lapangan serta hasil pemeriksaan serum darah.pemilihan sampel dilakukan dengan cara sampling tahapan ganda dan klaster. Tahapan yang digunakan pemilihan sampel sebanyak emapat tahap yakni tingkat kecamatan, desa peternak dan ternak. Kecamatan dan desa yang menjadi sampel mencakup 9 kecamatan dan 45 desa yang di pilih secara proporsi relative berdasarkan jumlah populasi ternak pada lokasi tersebut. Sampel peternak dipilih sacara rambang sederhana berdasarkan proporsi relatif. Ternak sebagai unik terkecil dipilih secara klaster pada ternak. Darah diambil dari vena jugularis sapi sampel dengan menggunakan tabung venoject. Serum sampel di uji dengan metode RBT di Laboratorium Kesehatan Hewan Alambua. Serum positif RBT selanjutnya diuji CFT di Balai Besar Veteriner Denpasar.Sapi dinyatakan menderita Brucellosis bila diuji CFT positif. Peternak dinyatakan positif bila bila minimal salah satu ternaknya positif CFT.Data ternak dan peternak serta hasil uji serologis disimpan dan diolah dalam program statistix 7 ( Anonimus , 2000 ).data dianalisis secara deskriptif dan regresi. Analisis secara deskriptif digunakan untuk mengetahui prevalensi brucellosis ditingkat kabupaten, analisis regresi linear digunakan untuk menganalisis model prevalensi brucellosis di tingkat peternakan 2000 Sapi dari 220 orang peternak yang ada di Kabupaten BeluPrevalensi brucellosis di Kabupaten Belu adalah 14, 5 % , rata rata prevalensi brucellosis di tingkat Peternakan sebesar 14, 9 % .peternak yang memiliki ternak positif brucellosis sebanyak 44,5 % ( 98/ 220 ). Hasil analisa linear regression untuk prevalensi brucellosis di tingkat peternakan menunjukkan bahwa faktor yang berasosiasi dengan prevalensi tinggi adalah gembala bersama, cakupan vaksinasi < 60 % , kandang gabungan , dan keberadaan reaktor.faktor yang berasosiasi dengan prevalensi rendah adalah herdzise dan sumber air sumur .

3.Serodeteksi Brucella abortus pada Sapi Bali di Timor Leste2013Timur LesteSapi BaliSerodeteksi Brucella abortusSapi Bali di Timor LesteRose Bengal Plate Test (RBPT) yang bertindak sebagai uji skrining. Jika hasilnya positif, penelitian dilanjutkan dengan uji Complement Fixation Test (CFT) sebagai uji penegak.

Dari hasil pemeriksaan 60 serum sapi bali yang berasal dari distrik Dili, Suai, Maliana dan Lospalos ditemukan tujuh sampel positif, ketujuh sampel tersebut adalah Maliana (1), Suai (1) dan Lospalos (5), sedangkan sampel yang berasal dari distrik Dili negative. Masing-masing sampel yang positif menunjukkan hasil positif (++). Sampel yang positif RBPT selanjutnya diuji dengan uji Complement Fixation Test (CFT). Hasilnya adalah berupa rataan titer antibody untuk sampel Maliana, Lospalos, dan Suai berturut-turut adalah 1280; 5648; dan 160.60 serum sapi bali yang berasal dari distrik Dili, Suai, Maliana dan LospalosKejadian brucellosis ditemukan pada sapi bali yang dipelihara di Timor Leste. Distrik Lospalos terinfeksi berat sedangkan distrik Maliana dan Suai terinfeksi sedang brucellosis.

4.Updates On Brucellosis In Malaysia and Southeast Asia1 Januari 2014Serdang, Selangor, ( Malaysia )affects man and various animals including cattle, buffaloes, sheep, goats, pigs, camels, dogs and in recent times, marine mammalsUpdates On BrucellosisMalaysia and Southeast Asiaserological techniques as recommended by the Food and Agriculture Organization (FAO) and the Office of International Epizootics (OIE) is usually done using the Complement Fixation Test (CFT) for many years (Klaus, 2002). This test detects specifi c antibody or antigen in the serum and is usually done using the method of Alton et al. (1988). For human samples it is normal to fi rst screen blood sera with the Serum Agglutination Test and then use CFT or Coombs test for confi rmation (Al Dahouk et al., 2003).To control brucellosis in man it must fi rst be controlled in animals (Zinsstag et al., 2007). Several methods are recommended by Alton et al. (1987), Seleem et al. (2010), and Ariza et al. (2007), to control and prevent brucellosis in a country. They are broadly divided into primary and secondary methods.man, cattle, sheep, goats, swine, dogs, camels, buffalo, horse and marine mammalsOver the years there have been many attempts to control and possibly eradicate this infection but these efforts have not fully yielded the desired results due to many factors mentioned in this paper. Eradication, though expensive, actually saves a lot of economic resources when properly implemented. In this review, the past and current situation of brucellosis in South East Asia is explored with particular reference to Malaysia and challenges to the full eradication of the infection are elucidated.

5.Analisis Resiko Penyebaran Penyakit Brucellosis pada Kambing di Rumah Potong Hewan (RPH) Citaringgul

2014Peternakan pemasok kambing, penampungan sementara dan RPH Citaringgul yang berlokasi di Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat

KambingBrucellosisKambing di Rumah Potong Hewan (RPH) Citaringgul

Desk studydanpengamatan lapang

Pengamatan lapang dilakukan dengan cara mengunjungi langsung tempat pengambilan data untuk melakukan pengamatan lokasi, kondisi hewan, hingga sistem pengolahan limbah. Wawancara dilakukan terhadap peternak yang datang ke RPH dan petugas RPH dengan menggunakan kuesioner untuk mengetahui tahapan biosekuriti yang dilakukan pada peternakan dan RPH tersebut Data-data yang ada di Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Bogor serta hasil penelitian yang telah ada sebelumnya

Populasi Kambing yang akan di sembelih di RPH sekitar 10 ekorPemotongan ternak biasanya dilakukan oleh 23 orang dengan tugas yang berbeda. Setelah dipotong, karkas langsung diantar ke pedagang sate kiloan pemilik ternak. Pedagang yang memotongkan ternaknya di RPH Citaringgul merupakan pedagang sate kiloan yang berada di Kecamatan Babakan Madang. Ternak yang dipotong sebagian besar berjenis kelamin betina dan telah berumur lebih dari satu tahun. RPH Citaringgul tertata dengan rapi dan memiliki fasilitas yang memenuhi persyaratan rumah potong hewan, seperti tempat penurunan ternak, penyembelihan, penggantungan karkas, pencucian jeroan, dan pengolahan limbah. Pintu masuk ternak hidup di bangunan RPH Citaringgul dibuat terpisah dari pintu keluar karkas.Namun dalam praktiknya kedua pintu tersebut tidak selalu digunakan sesuai dengan fungsinya. Ruangan pada RPH Citaringgul dibagi menjadi daerah bersih dan daerah kotor. Daerah kotor terdapat tempat pemotongan ternak dan pencucian jeroan yang memiliki saluran pembuangan dan terhubung dengan tempat pengolahan limbah. Daerah bersih merupakan tempat pemotongan karkas menjadi beberapa bagian sebelum diangkut ke kios pedagang sate kiloan. Keadaan dalam ruangan daerah RPH Citaringgul lantai yang licin serta sudut pertemuan antara dinding dengan lantai berbentuk landai Pelaksanaan prinsip-prinsip higiene dan sanitasi personal maupun ruangan di RPH Citaringgul sudah baik. Petugas yang menangani karkas berbeda dengan petugas yang menangani jeroan. Peralatan yang digunakan dalam proses pemotongan ternak dan penanganan karkas tidak terdapat karat dan dirawat dengan baik. Kebersihan ruangan pada daerah kotor dan bersih selalu dijaga oleh petugas dengan cara selalu menyiram dan membersihkan kotoran atau darah yang ada di lantai maupun dinding

TABEL SINTETIS( REVIEW ARTIKEL )

NO.JUDUL JURNALTAHUN PUBLIKASILOKASISUBJEKVARIABELMETODECARA PENGUKURAN SAMPELHASIL

DEPENDENINDEPENDEN

1.A Review Of Epidemiology, Diagnosis and Management of Brucellosis for General Physicians Working in the Iranian Health Network

2012IranGeneral Physicians Working in the Iranian Health Network

General Physicians Working in the Iranian Health Network

A Review Of Epidemiology, Diagnosis and Management of Brucellosisserological tests have been developed, but at least two serological tests should be combined to confirm an active infection. Usually, the standard tube agglutination (STA) test (Wright) is used first and the 2mercaptoetanole (2ME) test will confirm its results (with 97.1% sensitivity and 100% specificity) .In the absence of a bacteriologic examination an initial diagnosis is made by showing high titers of IgG- antibodies against Brucella in the serum. Diagnosis of brucellosis is based on clinical findings (nonspecific), history (including occupation, travel to an endemic area and ingestion of unpasteurized dairy products) and laboratory tests such as serology or bacterial isolationspecies such as laboratory personnel, biology researchers and veterinarians involved with animal brucellosis control programs previous investigations on brucellosis has yielded better knowledge about this illness. This information enables GPs to provide improved health services including preventive consultations, early diagnosis and treatment to attending people or patients at health care units.