38
I. Defisiensi imun 1. Definisi Penyakit defisiensi imun merupakan defek salah satu komponen sistem imun yang menimbulkan penyakit berat bahkan fatal. Secara umum dibagi menjadi defisiensi imun kongenital atau primer dan defisiensi imun didapat atau sekunder. Defisiensi imun primer relative jarang dan yang sekunder lebih sering terjadi dan disebabkan berbagai faktor sesudah lahir. Adanya defisiensi imun harus dicurigai bila ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut: Peningkatan rentan terhadap infeksi dan jenis infeksi menurut komponen sistem imun yang defektif Penderita rentan terhadap jenis kanker tertentu Defisiensi dapat terjadi akibat pematangan limfosit atau aktivasi atau dalam mekanisme efektor imunitas Imunodefisiensi berhubungan dengan insiden autoimunitas 2. Etiologi Penyebab defisiensi imun sangat beragam dan penelitian berbasis genetik berhasil mengidentifikasi lebih dari 100 jenis defisiensi imun primer dan pola menurunnya terkait pada X-linked recessive, resesif autosomal, atau dominan autosomal . Penyebab defisiensi imun Defek genetik Defek gen-tunggal yang diekspresikan di banyak jaringan (misal ataksia-teleangiektasia, defsiensi deaminase adenosin) Defek gen tunggal khusus pada sistem imun ( misal defek tirosin kinase pada X-linked agammaglobulinemia; abnormalitas rantai epsilon pada reseptor sel T) Kelainan multifaktorial dengan kerentanan genetik (misal common variable immunodeficiency) Obat atau toksin Imunosupresan (kortikosteroid, siklosporin)

TUGAS MANDIRI IMUN 4

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas mandiri blok mpt

Citation preview

I. Defisiensi imun

1. DefinisiPenyakit defisiensi imun merupakan defek salah satu komponen sistem imun yang menimbulkan penyakit berat bahkan fatal. Secara umum dibagi menjadi defisiensi imun kongenital atau primer dan defisiensi imun didapat atau sekunder. Defisiensi imun primer relative jarang dan yang sekunder lebih sering terjadi dan disebabkan berbagai faktor sesudah lahir. Adanya defisiensi imun harus dicurigai bila ditemukan tanda-tanda klinis sebagai berikut:

Peningkatan rentan terhadap infeksi dan jenis infeksi menurut komponen sistem imun yang defektif

Penderita rentan terhadap jenis kanker tertentu Defisiensi dapat terjadi akibat pematangan limfosit atau aktivasi atau dalam

mekanisme efektor imunitas Imunodefisiensi berhubungan dengan insiden autoimunitas

2. Etiologi

Penyebab defisiensi imun sangat beragam dan penelitian berbasis genetik

berhasil mengidentifikasi lebih dari 100 jenis defisiensi imun primer dan

pola menurunnya terkait pada X-linked recessive, resesif autosomal, atau

dominan autosomal .

Penyebab defisiensi imun

Defek genetik Defek gen-tunggal yang diekspresikan di banyak jaringan (misal ataksia-teleangiektasia, defsiensi deaminase adenosin) Defek gen tunggal khusus pada sistem imun ( misal defek tirosin kinase pada X-linked agammaglobulinemia; abnormalitas rantai epsilon pada reseptor sel T) Kelainan multifaktorial dengan kerentanan genetik (misal common variable immunodeficiency)

Obat atau toksin Imunosupresan (kortikosteroid, siklosporin) Antikonvulsan (fenitoin)

Penyakit nutrisi dan metabolik Malnutrisi ( misal kwashiorkor) Protein losing enteropathy (misal limfangiektasia intestinal) Defisiensi vitamin (misal biotin, atau transkobalamin II)Defisiensi mineral (misal Seng pada Enteropati Akrodermatitis)

Kelainan kromosom Anomali DiGeorge (delesi 22q11) Defisiensi IgA selektif (trisomi 18)

a. Infeksi Imunodefisiensi transien (pada campak dan varicella ) Imunodefisiensi permanen

(infeksi HIV, infeksi rubella kongenital)

(sumber Stiehm dkk, 2005)

3. KlasifikasiManifestasi defisiensi imun tergantung dari sebab dan respons. Defisiensi sel B ditandai oleh infeksi rekuren (infeksi ulangan) bakteri dengan kapsel. Defisiensi sel T ditandai oleh infeksi virus, jamur, dan protozoa yang rekuren (ulang). Defisiensi fagosit ditandai dengan ketidakmampuan untuk memakan dan mencerna pathogen yang biasa terjadi pada infeksi bakteri rekuren. Penyakit gangguan komplemen menunjukkan defek aktivasi jalur klasik, alternative dan lektin yang meningkatkan mekanisme spesifik.

DEFISIENSI IMUN NONSPESIFIK

a. Defisiensi komplemenKomponen komplemen diperlukan untuk membunuh kuman, opsonisasi, kemotaksis, pencegahan penyakit autoimun dan eliminasi kompleks antigen antibody. Kebanyakan defisiensi komplemen adalah herediter.

i. Defisiensi komplemen kongenitalBiasanya menimbulkan infeksi berulang atau penyakit kompleks imun (LES dan glomerulonephritis).o Defisiensi inhibitor esterase C1

Berhubungan dengan angioedema herediter, penyakit yang ditandai dengan edem lokal sementara tapi sering.

o Defisiensi C2 dan C4Dapat menimbulkan penyakit serupa LES.

o Defisiensi C3Dapat menimbulkan reaksi berat yang fatal terutama yang berhubungan dengan infeksi mikroba piogenik seperti streptokok dan stafilokok.

o Defisiensi C5Menimbulkan kerentanan terhadap infeksi bakteri yang berhubungan dengan gangguan kemotaksis.

o Defisiensi C6, C7, dan C8Meningkatkan kerentanan terhadap septikemi meningokok dan gonokok.

ii. Defisiensi komplemen fisiologikHanya ditemukan pada neonates yang disebabkan kadar C3, C5 dan factor B yang masih rendah.

iii. Defisiensi komplemen didapat

Disebabkan oleh depresi sintesis, misalnya pada sirosis hati dan malnutrisi protein/kalori.o Defisiensi C1q,r,s

Bersamaan dengan penyakit autoimun, terutama pada penderita LES. Penyakit yang berhubungan adalah edem angioneuritik herediter.

o Defisiensi C4Ditemukan pada beberapa penderita LES.

o Defisiensi C2Merupakan yang paling sering terjadi dan tidak menunjukkan gejala. Terdapat pada penderita LES.

o Defisiensi C3Menunjukkan infeksi bakteri rekuren, kadang disertai glomerulonephritis.

o Defisiensi C5-C8Rentan terhadap infeksi terutama neseria.

o Defisiensi C9Sangat jarang ditemukan.

b. Defisiensi interferon dan lisozimi. Defisiensi interferon kongenital

Dapat menimbulkan infeksi mononucleosis yang fatal.ii. Defisiensi interferon dan lisozim didapat

Dapat ditemukan pada malnutrisi protein/kalori.

c. Defisiensi sel NKi. Defisiensi kongenital

Ditemukan pada penderita osteopetrosis.ii. Defisiensi didapat

Akibat imunosupresi ataur radiasi.

d. Defisiensi sistem fagositKerentanan terhadap infeksi piogenik berhubungan langsung dengan jumlah neutrophil yang menurun. Resiko infeksi meningkat bila jumlah fagosit turun sampai di bawah 500/mm3. Defisiensi fagosit juga terjadi pada PMN.

e. Defisiensi kuantitatifTerjadi neutropenia/granulositopenia yang disebabkan oleh menurunnya produksi atau meningkatnya destruksi. Penurunan produksi diakibatkan pemberian depresan (kemoterapi pada kanker, leukimia) dan kondisi genetik (defek perkembangan sel hematopioetik). Peningkatan destruksi merupakan fenomena autoimun akibat pemberian obat tertentu (kuinidin, oksasilin).

f. Defisiensi kualitatif

Mengenai fungsi fagosit seperti kemotaksis, fagositosis, dan membunuh mikroba intrasel. Chronic Granulomatous Disease (infeksi rekuren mikroba gram – dan +) Defisiensi G6PD (menyebabkan anemia hemolitik) Defisiensi Mieloperoksidase (menganggu kemampuan membunuh benda asing) Chediak-Higashi Syndrome (abnormalitas lisosom sehingga tidak mampu melepas

isinya, penderita meninggal pada usai anak) Job Syndrome (pilek berulang, abses staphylococcus, eksim kronis, dan otitis media.

Kadar IgE serum sangat tinggi dan ditemukan eosinofilia). Lazy Leucocyte Syndrome (merupakan kerentanan infeksi mikroba berat. Jumlah

neutrofil menurun, respon kemotaksis dan inflamasi terganggu) Adhesi Leukosit (defek adhesi endotel, kemotaksis dan fagositsosis buruk, efeks

sitotoksik neutrofil, sel NK, sel T terganggu. Ditandai infeksi bakteri dan jamur rekuren dan gangguan penyembuhan luka)

1. Defisiensi Imun Spesifika) Kongential/primer (sangat jarang terjadi)

Sel BDefisiensi sel B ditandai dengan penyakit rekuren (bakteri)

1. X-linked hypogamaglobulinemia2. Hipogamaglobulinemia sementara3. Common variable hypogammaglobulinemia4. Disgamaglobulinemia

Sel TDefisensi sel T ditandai dengan infeksi virus, jamur, dan protozoa yang rekuren

1. Sindrom DiGeorge (aplasi timus kongenital)2. Kandidiasis mukokutan kronik

Kombinasi sel T dan sel B1. Severe combined immunodeficiency disease2. Sindrom nezelof3. Sindrom wiskott-aldrich4. Ataksia telangiektasi5. Defisiensi adenosin deaminase

b) Fisiologik Kehamilan

Defisiensi imun seluler dapat diteemukan pada kehamilan.Hal ini karena pningkatan aktivitas sel Ts atau efek supresif faktor humoral yang dibentuk trofoblast. Wanita hamil memproduksi Ig yang meningkat atas pengaruh estrogen

Usia tahun pertamaSistem imun pada anak usia satu tahun pertama sampai usia 5 tahun masih belum matang.

Usia lanjutGolongan usia lanjut sering mendapat infeksi karena terjadi atrofi timus dengan fungsi yang menurun.

c) Defisiensi imun didapat/sekunder Malnutrisi Infeksi Obat, trauma, tindakan, kateterisasi, dan bedah Obat sitotoksik, gentamisin, amikain, tobramisin dapat mengganggu kemotaksis neutrofil.

Kloramfenikol, tetrasiklin dapat menekan antibodi sedangkan rifampisin dapat menekan baik imunitas humoral ataupun selular.

Penyinaran Dosis tinggi menekan seluruh jaringan limfoid, dosis rendah menekan aktivitas sel Ts

secara selektif Penyakit berat Penyakit yang menyerang jaringan limfoid seperti Hodgkin, mieloma multipel, leukemia

dan limfosarkoma. Uremia dapat menekan sistem imun dan menimbulkan defisiensi imun.Gagal ginjal dan diabetes menimbulkan defek fagosit sekunder yang mekanismenya belum jelas. Imunoglobulin juga dapat menghilang melalui usus pada diare

Kehilangan Ig/leukosit Sindrom nefrotik penurunan IgG dan IgA, IgM norml.Diare (linfangiektasi intestinal,

protein losing enteropaty) dan luka bakar akibat kehilangan protein. Stres Agammaglobulinmia dengan timoma Dengan timoma disertai dengan menghilangnya sel B total dari sirkulasi. Eosinopenia atau

aplasia sel darah merah juga dapat menyertai

d) AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)

II. Infeksi HIV

1.Definisi

AIDS (Acquired Immunodeficiency Sindrom/ Sindrom imunodefisiensi didapat), adalah stadium akhir pada serangkaian abnormalitas imunologis dan klinis yang yang dikenal sebagai spektrum infeksi HIV. HIV yang dulu disebut sebagai HTLV-III

(Human T cell Lymphotropic Virus III) atau LAV (Lymphadenophaty Virus) adalah virus sitopatik dari famili retrovirus (Price, 1992).

2. Etiologi

Penyebab penyakit HIV/AIDS adalah Human Immunodeficiency Virus, yaitu virus yangmenyebabkan penurunan daya kekebalan tubuh.HIV termasuk genus retrovirus dantergolong ke dalam family lentivirus. Infeksi dari family lentivirus ini khas ditandaidengan sifat latennya yang lama, masa inkubasi yang lama, replikasi virus yangpersisten dan keterlibatan dari susunan saraf pusat (SSP). Sedangkan ciri khas untukjenis retrovirus yaitu : dikelilingi oleh membran lipid, mempunyai kemampuan variasigenetik yang tinggi, mempunyai cara yang unik untuk replikasi serta dapat menginfeksiseluruh jenis vertebra.

Struktur HIVVirion HIV berbentuk sferis dan memiliki inti berbentuk kerucut, dikelilingi oleh selubung lipid yang berasal dari membran sel hospes. Inti virus mengandung protein kapsid terbesar yaitu p24, protein nukleokapsid p7/p9, dua kopi RNA genom, dan tiga enzim virus yaitu protease, reverse transcriptase dan integrase .Protein p24 adalah antigen virus yang cepat terdeteksi dan merupakan target antibodi dalam tes screening HIV. Inti virus dikelilingi oleh matriks protein dinamakan p17, yang merupakan lapisan di bawah selubung lipid. Sedangkan selubung lipid virus mengandung dua glikoprotein yang sangat penting dalam proses infeksi HIV dalam sel yaitu gp120 dan gp41. Genom virus yang berisi gen gag, pol, dan env yang akan mengkode protein virus. Hasil translasi berupa protein prekursor yang besar dan harus dipotong oleh protease menjadi protein mature ( Jawet, 2001).

Ketika HIV masuk tubuh, glycoprotein (gp 120) terluar pada virus melekatkan diri pada reseptor CD4 (cluster of differentiation 4), protein pada limfosit T-helper, monosit, makrofag, sel dendritikdan mikroglia otak. Glikoprotein terdiri dari dua sub-unit gp120 dan gp41. Sub unit 120 mempunyai afinitas tinggi terhadap reseptor CD4 dan bertanggung jawab untuk ikatan awal virus pada sel. Perlekatan ini menginduksi perubahan konformasi yang memicu perlekatan kedua pada koreseptor. Dua reseptor kemokin utama yang digunakan oleh HIV adalah CCR5 dan CXCR4. Ikatan dengan kemoreseptor ini menginduksi perubahan konformasi pada sub unit glikoprotein 41 (gp41) yang mendorong masuknya sekuens peptida gp41 ke dalam membran target yang memfasilitasi fusi virus.

Virus hanya dapat bereplikasi dengan menggunakan atau memanfaatkan sel hostnya.Siklus replikasi dari awal virus masuk ke sel tubuh sampai menyebar ke organ tubuhyang lain melalui 7 tahapan, yaitu:1) Sel – sel target mengenali dan mengikat HIV- HIV berfusi (melebur) dan memasuki sel target- gp 41 membran HIV merupakan mediator proses fusi- RNA virus masuk kedalam sitoplasma

- Proses dimulai saat gp 120 HIV berinteraksi dengan CD4 dan ko-reseptor2) RNA HIV mengalami transkripsi terbalik menjadi DNA dengan bantuan enzimreverse transcriptase3) Penetrasi HIV DNA ke dalam membran inti sel target4) Integrasi DNA virus ke dalam genom sel target dengan bantuan enzim integrase5) Ekspresi gen-gen virus6) Pembentukan partikel-partikel virus pada membran plasma dengan bantuanenzim protease7) Virus-virus yang infeksius dilepas dari sel, yang disebut virion

(Departemen Kesehatan RI, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik dan Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) ,Jakarta ,2006)

HIV dapat ditularkan dari orang ke orang melalui kontak seksual, penggunaan jarum dan syringes yang terkontaminasi, transfusi darah atau komponen-komponennya yang terinfeksi; transplantasi dari organ dan jaringan yang terinfeksi HIV. Sementara virus kadang-kadang ditemukan di air liur, air mata, urin dan sekret bronkial, penularan sesudah kontak dengan sekret ini belum pernah dilaporan. Risiko dari penularan HIV melalui hubungan seks lebih rendah dibandingkan dengan Penyakit Menular Seksual lainnya. Namun adanya penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual terutama penyakit seksual dengan luka seperti chancroid, besar kemungkinan dapat menjadi pencetus penularan HIV. Determinan utama dari penularan melalui hubungan seksual adalah pola dan prevalensi dari orang orang dengan “sexual risk behavior” seperti melakukan hubungan seks yang tidak terlindung dengan banyak pasangan seks. Tidak ada bukti epidemiologis atau laboratorium yang menyatakan bahwa gigitan serangga bisa menularkan infeksi HIV, risiko penularan melalui seks oral tidak mudah diteliti, tapi diasumsikan sangat rendah.

Dari 15 – 30 % bayi yang dilahirkan dari ibu dengan HIV (+) terinfeksi sebelum, selama atau segera sesudah dilahirkan : pengobatan wanita hamil dengan antivirus seperti zidovudine mengurangi kejadian penularan kepada bayi secara bermakna. Hampir 50 % dari bayi yang disusui oleh ibu dengan HIV (+) dapat tertular infeksi HIV. Petugas kesehatan yang terluka oleh jarum suntik atau benda tajam lainnya yang mengandung darah yang terinfeksi virus HIV, angka serokonversi mereka < 0,5 %, lebih rendah dari risiko terkena virus hepatitis B (25%) sesudah terpajan dengan cara yang sama.

3. Epidemiologi 1. Situasi Global Berbagai aspek budaya, sosial, dan perilaku yang berbeda menentukan karakteristik penyakit HIV di setiap daerah. Angka seroprevalensi di antara pengguna obat suntik sangat bervariasi di seluruh dunia, namun epidemi terkini terjadi di Eropa bagian timur, Rusia, dan India bagian utara (Mandal, 2008). Tabel 2.1. Rekapitulasi Global Epidemi AIDS Jumlah orang yang hidup dengan HIV tahun 2008Total 33,4 juta [31,1 juta-35,8 juta]

Dewasa 31.3 juta [29,2 juta-33,7 juta] Wanita 15,7 juta [14,2 juta-17,2 juta] Anak < 15 tahun 2,1 juta [1,2 juta-2,9 juta] Orang yang baru terinfeksi HIV tahun 2008 Total 2,7 juta [2,4 juta- 3,0 juta] Dewasa 2,3 juta [2,0 juta-2,5 juta] Anak < 15 tahun 430.000 [240.000-610.000] AIDS-dengan kematian tahun 2008 Total 2,0 juta [1,7 juta-2,4 juta] Dewasa 1,7 juta [1,4 juta-2,1 juta] Anak < 15 tahun 280.000 [150.000-410.000]

Catatan: jarak estimasi pada tabel dibagi batas jumlah yang aktual, berdasarkan informasi terbaik yang tersedia. Sumber: UNAIDS dan WHO, 2009

Di Indonesia

Di RSCM hingga tahun 2006 terdapat 150 pasien terinfeksi HIV/AIDS pada

anak < 15 tahun, dan 100 anak yang terpapar HIV tetapi tidak tertulari.

Pada orang dewasa sampai dengan September 2005 terdapat 8,169

pengidap infeksi HIV. Penderita pria lebih banyak 3 kali lipat dari wanita.

Sebagian besar pengidap usia dewasa ini adalah pada usia subur. Dengan

kemampuan reproduksi penderita dewasa, akan lahir anak-anak yang

mungkin tertular HIV. Bila tidak dilakukan intervensi, dari setiap 100

wanita dewasa pengidap HIV yang hamil dan melahirkan, sebanyak 40-45

anak-anak ini akan tertulari.

Statistik Kasus AIDS di Indonesia dilapor s/d Maret 2012 (Sumber :

Ditjen PP & PL Kemenkes RI)

No. Provinsi HIV AIDS

1 DKI Jakarta 20126 5118

2 Jawa Timur 10781 4663

3 Papua 8000 4469

4 Jawa Barat 6092 4043

5 Bali 5062 2582

6 Jawa Tengah 3842 1630

7 Kalimantan Barat 3268 1269

8 Sulawesi Selatan 2602 930

9 Riau 1130 731

10 DI Yogyakarta 1482 536

11 Sumatera Utara 5405 515

12 Sumatera Barat 596 428

13 Kepulauan Riau 2380 409

14 Banten 2394 408

15 Sulawesi Utara 1620 361

16 Nusatenggara Timur 1174 342

17 Jambi 274 302

18 Sumatera Selatan 1034 260

19 Nusatenggara Barat 464 241

20 Maluku 733 195

21 Lampung 509 192

22 Papua Barat 1473 173

23 Bengkulu 128 155

24 Bangka Belitung 230 122

25 NAD 63 95

26 Kalimantan Tengah 94 95

27 Sulawesi Tenggara 87 80

28 Kalimantan Selatan 135 27

29 Maluku Utara 95 17

30 Gorontalo 20 16

31 Kalimantan Timur 1443 14

32 Sulawesi Tengah 106 12

33 Sulawesi Barat 28 0

Jumlah 82870 30430

Sebuah studi tahun 2006 Afrika Selatan diperkirakan bahwa HIV / AIDS

adalah penyebab tunggal terbesar dari kematian bayi dan anak di Afrika

Selatan pedesaan. HIV / AIDS sekarang bertanggung jawab untuk 332.000

kematian anak di sub-Sahara Afrika, hampir 8% dari semua anak kematian

di wilayah tersebut.Hasil dari satu penelitian mencatat bahwa pneumonia

dan kekurangan gizi sangat lazim dan secara signifikan berhubungan

dengan tingginya tingkat kematian di antara dirawat di rumah sakit,

terinfeksi HIV atau anak-anak terpajan HIV di sub-Sahara Afrika. Prediktor

independen lain kematian adalah septikemia, sarkoma Kaposi, meningitis,

dan kandidiasis esofagus untuk anak yang terinfeksi HIV; dan anemia

meningitis dan berat untuk pasien rawat inap terkena HIV. Hasil ini

menekankan pentingnya expediently membangun strategi terapi di rumah

sakit anak Afrika.

Ras

Anak-anak hitam dan Hispanik secara tidak proporsional terinfeksi di

Amerika Serikat. Pada tahun 2002, infeksi HIV adalah penyebab utama 7

dan 10 kematian pada anak-anak hitam dan Hispanik di usia remaja,

masing-masing.

Sekitar 62% anak dengan AIDS adalah hitam.Di Amerika Serikat, anak dari

kelompok minoritas telah paling terpengaruh oleh AIDS. Lebih dari 50%

anak yang terinfeksi berwarna hitam, dan sedikit kurang dari 25% adalah

Hispanik. Dari kasus-kasus anak HIV baru pada tahun 2003, 68% terjadi di

Afrika Amerika. Jumlah kasus AIDS pediatrik dilaporkan dalam hitam non-

Hispanik anak-anak adalah 3,4 kali lebih tinggi dari pada putih non-

Hispanik dan anak-anak adalah 2,6 kali lebih tinggi dari anak-anak

Hispanik.

Jenis kelamin

Wanita usia subur adalah salah satu kelompok yang paling cepat

berkembang dengan AIDS, 20% kasus AIDS pada orang dewasa di Amerika

Serikat terjadi dalam kelompok ini.Orang muda (berusia 15-44 y)

menjelaskan salah satu kelompok yang terinfeksi paling cepat berkembang

dan account untuk hampir setengah dari semua infeksi. Di antara kaum

muda, perempuan muda lebih cenderung menjadi terinfeksi. Di sub-Sahara

Afrika, lebih dari dua pertiga dari semua pemuda terinfeksi adalah anak

perempuan muda. Variasi frekuensi dalam jenis kelamin di wilayah lain di

dunia tergantung pada dominasi pekerja seks komersial dan proporsi

tenaga kerja sementara dan mobile lebih mungkin terpisah dari keluarga.

Berkaitan dengan usia perbedaan dalam kejadianKarena penularan vertikal

dari ibu ke anak adalah rute utama yang digunakan pediatrik infeksi HIV

diperoleh, kebanyakan anak yang HIV positif harus diidentifikasi pada masa

bayi. Meskipun strategi pengobatan saat ini dapat mencegah penularan

vertikal, obat tidak tersedia di banyak tempat, terutama di Afrika.

Namun demikian, usia presentasi dapat sangat bervariasi pada anak

berisiko tinggi yang sebelumnya tak dikenal. Anak-anak bisa tanpa gejala

selama bertahun-tahun, dan munculnya infeksi oportunistik pada anak 10

tahun atau seorang remaja di antaranya AIDS kemudian didiagnosis tidak

langka. Anak-anak yang terjangkit HIV melalui transmisi nonvertikal

mungkin memiliki penyakit selama fase akut dari sindrom retroviral, atau

mereka mungkin hadir beberapa tahun kemudian dengan infeksi

oportunistik atau berulang.CDC memperkirakan bahwa 50% dari semua

infeksi HIV baru di Amerika Serikat terjadi di antara individu yang berusia

13-24 tahun. Ini adalah statistik penting yang mempengaruhi angka

kematian pada orang dewasa muda. Sebagai contoh, HIV adalah penyebab

utama kematian ke-5 dari kalangan perempuan kulit hitam berusia 20-24

tahun, dan merupakan penyebab utama kematian pada wanita kulit hitam

yang berusia 25-34 tahun.

Besarnya epidemi AIDS di Asia adalah signifikan. Meskipun tingkat infeksi

nasional prevalensi HIV yang rendah di Asia dibandingkan dengan benua

lain (terutama Afrika), populasi dari negara-negara Asia banyak yang begitu

besar sehingga bahkan tingkat prevalensi rendah mencerminkan sejumlah

besar orang yang hidup dengan HIV. Tingkat prevalensi pada wanita hamil

sudah 2%, dan tingkat penularan adalah 24% tanpa menyusui. Ibu India

terinfeksi HIV secara rutin menyusui dan memiliki tingkat transmisi

setinggi 48%. Di Asia Tenggara Thailand yang pertama kali melaporkan

AIDS pada anak tahun 1988. Meskipun saat ini tingkat prevalens HIV masih

tergolong rendah di Asia Tenggara, tetapi pertumbuhan prevalensnya saat

ini paling tinggi sedunia. Penyebabnya adalah jumlah populasi yang besar,

kemiskinan, ketidaksetaraan gender, dan stigmatisasi sosial. Diperkirakan

pada tahun 2005 terdapat 6.7 juta orang yang menjadi pengidap HIV/AIDS,

tetapi yang mengetahui status HIVnya diperkirakan kurang dari 10%.

Negara dengan tingkat infeksi tertinggi adalah India, Thailand, Myanmar

dan Indonesia. Umumnya infeksi di Asia Tenggara disebarkan melalui

hubungan seksual heteroseksual yang tidak aman. Pemakaian jarum suntik

tidak steril pada pencandu narkoba suntik menambah cepatnya penyebaran

infeksi HIV. Sekitar setengah dari pengguna narkoba suntik di Nepal,

Myanmar, Thailand, Indonesia dan Distrik Manipur dan Nagaland di India

sudah terinfeksi HIV.

Cara paling efisien dan efektif untuk menanggulangi infeksi HIV pada anak

secara universal adalah dengan mengurangi penularan dari ibu ke anaknya

(mother-to-child transmission (MTCT). Namun demikian setiap hari terjadi

1800 infeksi baru pada anak umur kurang dari 15 tahun, 90% nya di negara

berkembang atau terbelakang dan melalui penularan dari ibu ke anaknya.

Upaya pencegahan transmisi HIV pada anak menurut WHO dilakukan

melalui 4 strategi, yaitu mencegah penularan HIV pada wanita usia subur,

mencegah kehamilan yang tidak direncanakan pada wanita HIV, mencegah

penularan HIV dari ibu HIV hamil ke anak yang akan dilahirkannya dan

memberikan dukungan, layanan dan perawatan berkesinambungan bagi

pengidap HIV. Pemberian obat Anti Retroviral (ARV) untuk anak dan bayi

yang terinfeksi karenanya menjadi satu jalan untuk menanggulangi

pandemi HIV pada anak di samping upaya untuk mencegah penularan

infeksi HIV pada anak dan bayi.

4. Patofisiologi

Virus memasuki tubuh dan terutama menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Kelompok terbesar yang mempunyai molekul CD4 adalah limfosit T4 yang mengatur reaksi sistem

kekebalan manusia. Sel-sel target lain adalah monosit, makrofag, sel dendrit, sel langerhans dan sel mikroglia. Setelah mengikat molekul CD4 melalui transkripsi terbalik. Beberapa DNA yang baru terbentuk saling bergabung dan masuk ke dalam sel target dan membentuk provirus. Provirus dapat menghasilkan protein virus baru, yang bekerja menyerupai pabrik untuk virus-virus baru. Sel target normal akan membelah dan memperbanyak diri seperti biasanya dan dalam proses ini provirus juga ikut menyebarkan anak-anaknya. Secara klinis, ini berarti orang tersebut terinfeksi untuk seumur hidupnya (Price & Wilson, 1995).Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi diaktifkan. Aktifasi sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen, mitogen, sitokin (TNF alfa atau interleukin 1) atau produk gen virus seperti sitomegalovirus (CMV), virus Epstein-Barr, herpes simpleks dan hepatitis. Sebagai akibatnya, pada saat sel T4 yang terinfeksi diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas HIV akan terjadi dan sel T4 akan dihancurkan. HIV yang baru dibentuk ini kemudian dilepas ke dalam plasma darah dan menginfeksi sel-sel CD4+ lainnya. Karena proses infeksi dan pengambil alihan sel T4 mengakibatkan kelainan dari kekebalan, maka ini memungkinkan berkembangnya neoplasma dan infeksi opportunistik (Brunner & Suddarth, 2001).Sesudah infeksi inisial, kurang lebih 25% dari sel-sel kelenjar limfe akan terinfeksi oleh HIV pula. Replikasi virus akan berlangsung terus sepanjang perjalanan infeksi HIV; tempat primernya adalah jaringan limfoid. Kecepatan produksi HIV diperkirakan berkaitan dengan status kesehatan orang yang terjangkit infeksi tersebut. jika orang tersebut tidak sedang menghadapi infeksi lain, reproduksi HIV berjalan dengan lambat. Namun, reproduksi HIV tampaknya akan dipercepat kalau penderitanya sedang menghadapi infeksi lain atau kalau sistem imunnya terstimulasi. Keadaan ini dapat menjelaskan periode laten yang diperlihatkan oleh sebagian penderita sesudah terinfeksi HIV. Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV (65%) tetap menderita HIV/AIDS yang simptomatik dalam waktu 10 tahun sesudah orang tersebut terinfeksi (Brunner & Suddarth, 2001).

5. Pathogenesis

Perjalanan khas infeksi HIV yang tidak diobati, berjangka waktu sekitarsatu dekade. Tahap-tahapnya meliputi infeksi primer, penyebaran virus ke organlimfoid, latensi klinis, peningkatan ekspresi HIV, penyakit klinis dan kematian.Durasi antara infeksi primer dan progresi menjadi penyakit klinis rata-rata sekitar10 tahun. Pada kasus yang tidak diobati, kematian biasanya terjadi dalam 2 tahunsetelah onset gejala.Setelah infeksi primer, selama 4-11 hari masa antara infeksi mukosa danviremia permulaan, viremia dapat terdeteksi selama sekitar 8-12 minggu. Virustersebar luas ke seluruh tubuh selama masa ini, dan menjangkiti organ limfoid.Pada tahap ini terjadi penurunan jumlah sel –T CD4 yang beredar secarasignifikan. Respon imun terhadap HIV terjadi selama 1 minggu sampai 3 bulansetelah terinfeksi, viremia plasma menurun dan level sel CD4 kembali meningkat.Tetapi respon imun tidak mampu menyingkirkan infeksi secara sempurna, dan selselyang terinfeksi HIV menetap dalam limfoid.Masa laten klinis ini dapat berlangsung sampai 10 tahun, selama masa ini

banyak terjadi replikasi virus. Siklus hidup virus dari saat infeksi sel ke saatproduksi keturunan baru yang menginfeksi sel berikutnya rata-rata 2,6 hari.Limfosit T -CD4, merupakan target utama yang bertanggung jawab memproduksivirus.Pasien akan menderita gejala-gejala konstitusional dan gejala klinis yangnyata, seperti infeksi oportunistik atau neoplasma. Level virus yang lebih tinggidapat terdeteksi dalam plasma selama tahap infeksi yang lebih lanjut. HIV yangditemukan pada pasien dengan penyakit tahap lanjut, biasanya jauh lebih virulendan sitopatik dari pada strain virus yang ditemukan pada awal infeksi (Jawetz,2001).

6. Manifestasi klinik

Pada tahun 1990, World Health Organization (WHO) mengelompokkan

berbagai infeksi dan kondisi AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan

untuk pasien yang terinfeksi dengan HIV-1.Sistem ini diperbarui pada bulan

September tahun 2005. Kebanyakan kondisi ini adalah infeksi oportunistik

yang dengan mudah ditangani pada orang sehat.

Stadium I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai

AIDS

Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang

saluran pernapasan atas yang berulang

Stadium III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama

lebih dari sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis.

Stadium IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus,

trakea, bronkus atau paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit

ini adalah indikator AIDS.

Sistem klasifikasi CDC

Terdapat dua definisi tentang AIDS, yang keduanya dikeluarkan oleh

Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Awalnya CDC tidak

memiliki nama resmi untuk penyakit ini; sehingga AIDS dirujuk dengan

nama penyakit yang berhubungan dengannya, contohnya ialah

limfadenopati. Para penemu HIV bahkan pada mulanya menamai AIDS

dengan nama virus tersebut.[47][48] CDC mulai menggunakan kata AIDS pada

bulan September tahun 1982, dan mendefinisikan penyakit ini.[49] Tahun

1993, CDC memperluas definisi AIDS mereka dengan memasukkan semua

orang yang jumlah sel T CD4+ di bawah 200 per µL darah atau 14% dari

seluruh limfositnya sebagai pengidap positif HIV.[50] Mayoritas kasus AIDS di

negara maju menggunakan kedua definisi tersebut, baik definisi CDC

terakhir maupun pra-1993. Diagnosis terhadap AIDS tetap dipertahankan,

walaupun jumlah sel T CD4+ meningkat di atas 200 per µL darah setelah

perawatan ataupun penyakit-penyakit tanda AIDS yang ada telah sembuh.

 Klasifikasi Stadium Klinis HIV AIDS Menurut WHO 

Klasifikasi Stadium klinis WHO

Asimtomatik 1

Ringan 2

Sedang 3

Berat 4

Stadium Klinis WHO untuk Bayi dan Anak yang Terinfeksi HIV a, b

Stadium klinis 1

Asimtomatik

Limfadenopati generalisata persisten

Stadium klinis 2

Hepatosplenomegali persisten yang tidak dapat dijelaskana

Erupsi pruritik papular

Infeksi virus wart luas

Angular cheilitis

Moluskum kontagiosum luas

Ulserasi oral berulang

Pembesaran kelenjar parotis persisten yang tidak dapat dijelaskan

Eritema ginggival lineal

Herpes zoster

Infeksi saluran napas atas kronik atau berulang (otitis media,   otorrhoea, sinusitis,

tonsillitis )

Infeksi kuku oleh fungus

Stadium klinis 3

Malnutrisi sedang yang tidak dapat dijelaskan, tidak   berespons secara adekuat terhadap

terapi standara

Diare persisten yang tidak dapat dijelaskan (14 hari   atau lebih ) a

Demam persisten yang tidak dapat dijelaskan (lebih   dari 37.5o C intermiten atau

konstan, > 1 bulan) a

Kandidosis oral persisten (di luar saat 6- 8 minggu   pertama kehidupan)

Oral   hairy leukoplakia

Periodontitis/ginggivitis ulseratif nekrotikans akut

TB kelenjar

TB Paru

Pneumonia bakterial yang berat dan berulang

Pneumonistis interstitial limfoid simtomatik

Penyakit paru-berhubungan dengan HIV yang kronik   termasuk bronkiektasis

Anemia yang tidak dapat dijelaskan (<8g/dl ),   neutropenia (<500/mm3) atau

trombositopenia (<50 000/ mm3)

Stadium klinis 4b

Malnutrisi, wasting   dan stunting berat yang tidak dapat   dijelaskan dan tidak berespons

terhadap terapi standara

Pneumonia pneumosistis

Infeksi bakterial berat yang berulang  (misalnya empiema, piomiositis, infeksi   tulang dan

sendi, meningitis, kecuali pneumonia)

Infeksi herpes simplex kronik (orolabial atau   kutaneus > 1 bulan atau viseralis di lokasi

manapun)

TB ekstrapulmonar

Sarkoma Kaposi

Kandidiasis esofagus (atau trakea, bronkus, atau   paru)

Toksoplasmosis susunan saraf pusat (di luar masa   neonatus)

Ensefalopati HIV

Infeksi sitomegalovirus (CMV), retinitis atau   infeksi CMV pada organ lain, dengan onset

umur > 1bulan

Kriptokokosis ekstrapulmonar termasuk meningitis

Mikosis endemik diseminata (histoplasmosis,   coccidiomycosis)

Kriptosporidiosis kronik   (dengan diarea)

Isosporiasis kronik

Infeksi mikobakteria non-tuberkulosis diseminata

Kardiomiopati atau nefropati yang dihubungkan dengan HIV yang   simtomatik

Limfoma sel B non-Hodgkin atau limfoma serebral

   Progressive multifocal   leukoencephalopathy

Catatan: 

a. Tidak dapat dijelaskan ebrarti kondisi   tersebut tidak dapat dibuktikan oleh sebab yang

lain

1. b.  Beberapa   kondisi khas regional seperti Penisiliosis dapat disertakan pada kategori ini

7. Diagnosis dan diagnosis banding

(diagnosis beda kertas)

Kriteria Diagnosis

Gejala mayor:5

1. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan.2. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan.

3. Demam berkepanjangan lebih dari satu bulan.

4. Penurunan kesadaran dan gangguan neurologis.

5. Demensia/ensefalopati HIV.

Gejala minor:

Batuk menetap lebih dari 1 bulan.

1. Dermatitis generalisata yang gatal.

2. Herpes Zoster multisegemental dan atau berulang.

3. Kandidiasis orofaringeal.

4. Herpes simpleks kronis progresif.

5. Limfadenopati generalisata.

6. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita.

Alogaritma diagnosis pada pasien HIV8

8. Komplikasi Infeksi HIV

Kebanyakan komplikasi HIV terjadi akibat dari surpresi sel T. Karena sel T yang diserang, kekebalan tubuh menuruh hingga dapat terjadi infeksi oportunistik. Komplikasi-komplikasi pada pasien yang terjangkit HIV menyebabkan AIDS. Obat anti-retroviral, yang dikenal sebagai Highly Active Anti-Retroviral Therapy (ART), sekarang tersedia untuk menghambat replikasi dari virus HIV. Obat-obat ini membantu untuk memperpanjang hidup, mengembalikan sistem kekebalan pasien hingga mendekati aktivitas normal dan mengurangi kemungkinan infeksi oportunistik. Kombinasi dari tiga atau lebih obat-obatan diberikan untuk mengurangi kemungkinan resistensi.

Komplikasi-komplikasi umum pada pasien HIV/AIDS akibat infeksi oportunistik:

Tuberkulosis (TB)Di negara-negara miskin, TB merupakan infeksi oportunistik yang paling umum yang terkait dengan HIV dan menjadi penyebab utama kematian di antara orang yang hidup dengan AIDS. Jutaan orang saat ini terinfeksi HIV dan TBC dan banyak ahli menganggap bahwa ini merupakan wabah dua penyakit kembar.

SalmonelosisKontak dengan infeksi bakteri ini terjadi dari makanan atau air yang telah terkontaminasi. Gejalanya termasuk diare berat, demam, menggigil, sakit perut dan, kadang-kadang, muntah. Meskipun orang terkena bakteri salmonella dapat menjadi sakit, salmonellosis jauh lebih umum ditemukan pada orang yang HIV-positif.

Cytomegalovirus (CMV)Virus ini adalah virus herpes yang umum ditularkan melalui cairan tubuh seperti air liur, darah, urine, semen, dan air susu ibu. Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat menonaktifkan virus sehingga virus tetap berada dalam fase dorman (tertidur) di dalam tubuh. Jika sistem kekebalan tubuh melemah, virus menjadi aktif kembali dan dapat menyebabkan kerusakan pada mata, saluran pencernaan, paru-paru atau organ tubuh lainnya.

KandidiasisKandidiasis adalah infeksi umum yang terkait HIV. Hal ini menyebabkan peradangan dan timbulnya lapisan putih tebal pada selaput lendir, lidah, mulut, kerongkongan atau vagina. Anak-anak mungkin memiliki gejala parah terutama di mulut atau kerongkongan sehingga pasien merasa sakit saat makan.

Cryptococcal MeningitisMeningitis adalah peradangan pada selaput dan cairan yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang (meninges). Cryptococcal meningitis infeksi sistem saraf pusat yang umum terkait dengan HIV. Disebabkan oleh jamur yang ada dalam tanah dan mungkin berkaitan dengan kotoran burung atau kelelawar.

ToxoplasmolisisInfeksi yang berpotensi mematikan ini disebabkan oleh Toxoplasma gondii. Penularan parasit ini disebabkan terutama oleh kucing. Parasit berada dalam tinja kucing yang terinfeksi kemudian parasit dapat menyebar ke hewan lain.

KriptosporidiosisInfeksi ini disebabkan oleh parasit usus yang umum ditemukan pada hewan. Penularan kriptosporidiosis terjadi ketika menelan makanan atau air yang terkontaminasi. Parasit tumbuh dalam usus dan saluran empedu yang menyebabkan diare kronis pada orang dengan AIDS.

Penceghan Infeksi HIV

Selalu menerapkan kewaspadaan mengenai seks aman (artinya : hubungan seks yang tidak memungkinkan tercampurnya cairan kelamin, karena hal ini memungkinkan penularan HIV)

Bila ibu hamil dalam keadaan HIV positif sebaiknya diberitahu tentang semua resiko dan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada dirinya sendiri dan bayinya, sehingga keputusan untuk menyusui bayi dengan ASI sendiri bisa dipertimbangkan.

Abstinensi ( puasa, tidak melakukan hubungan seks) Melakukan prinsip monogami yaitu tidak berganti-ganti pasangan dan saling setia kepada

pasangannya Untuk yang melakukan hubungan seksual yang mengandung risiko, dianjurkan melakukan

seks aman termasuk menggunakan kondom o Ada dua hal yang perlu diperhatikan:

Semua alat yang menembus kulit dan darah (jarum suntik, jarum tato, atau pisau cukur) harus disterilisasi dengan benar

Jangan memakai jarum suntik atau alat yang menembus kulit bergantian dengan orang lain

Penatalaksanaan Infeksi HIV

Pengobatan suportif Yaitu pengobatan untuk meningkatkan keadaan umum penderita. Pengobatan ini terdiri dari pemberian gizi yang baik, obat sintomatik, vitamin dan dukungan psikososial agar penderita dapat melakukan aktivitas seperti semula/seoptimal mungkin.

Pengobatan infeksi oportunistikYaitu pengobatan yang ditujukan untuk infeksi oportunistik dan dilakukan secara empiris.

Pengobatan untuk menekan replikasi virus HIV dengan obat antiretrovira (ARV)

TERAPI ANTIRETROVIRAL

Pengobatan ODHA dewasa dengan antiretroviral dibagi menjadi dua kelompok:

1. Regimen ARV Lini Pertamaa. Golongan Nucleoside RTI (NRTI):

Abacavir (ABC) 400 mg sekali sehari Didanosine (ddl) 250 mg sekali sehari (BB<60 kg)

Lamivudine (3TC) 300 mg sekali sehari Stavudine (d4T) 40 mg setiap 12 jam Zidovudine (ZDV atau AZT) 300 mg setiap 12 jam

b. Nucleotide RTI Tenofovir (TDF) 300 mgsekali sehari (obat baru)

c. Non-nucleoside RTI (NNRTI) Efavirenz (EFV)600 mg sekali sehari Nevirapine (NPV) 200 mg sekali sehari selama 14 hari, selanjutnya setelah 12 jam

d. Protease Inhibitor (PI) Indinavir/ritronavir (IDV/r) 800 mg/100 mg setiap 12 jam Lopinavir/ritonavir (LPV/r) 400 mg/100 mg setiap 12 jam Nelfinavir (NFV) 1250 mg setiap 12 jam Sequinavir/r (SQV/r) 1000 mg/100 mg setiap 12 jam Ritonavir (RTV, r) 100 mg

Pilihan pengobatan adalah kombinasi 2 NRTI + 1 NNRTI:

1. AZT + 3TC + NVP2. AZT + 3TC +EVP3. d4T + 3TC + NVP4. d4T +3TC + EFV

2. Regimen ARV Lini KeduaIni merupakan alternative pengobatan apabila yang pertama gagal:

1. AZT atau d4T diganti dengan TDF atau ABC2. 3TC diganti dengan ddl3. NVP atau EFV diganti dengan LPV/r atau SQV/r

Obat ARV menjadi pilihan terapi karena:

ARV memperlambat progresivitas penyakit dan dapat memperpanjang daya tahan tubuh Obat ini aman, mudah, dan tidak mahal. Angka transmisi dapat diturunkan sampai mendekati

nol melalui identifikasi dini ibu hamil dengan HIV positif dan pengelolaan klinis yang agresif Imunisasi belum memuaskan

Tujuan Terapi ARV

Menurunkan angka kematian dan angka perawatan di rumah sakit Menurunkan viral load Meningkatkan CD4 (pemulihan respons imun) Mengurangi resiko penularan Meningkatkan kualitas hidup

Kriteria untuk memberikan terapi antiretrovirus sebagai berikut :

Tes HIV secara sukarela disertai konseling yang mudah dijangkau untuk mendiagnosis HIV secara dini.

Tersedia dana yang cukup untuk membiayai Anti Retrovirus Terapi (ART) selama sedikitnya 1 tahun

Konseling bagi pasien dan pendamping untuk memberikan pengertian tentang ART, pentingnya kepatuhan pada terapi, efek samping yang mungkin terjadi, dll.

Konseling lanjutan untuk memberi dukungan psikososial dan mendorong kepatuhan serta untuk menghadapi masalah nutrisi yang dapat timbul akibat ART

Laboratorium untuk memantau efek samping obat termasuk Hb, tes fungsi hati, dll. Kemampuan untuk mengenal dan menangani penyakit umum dan infeksi oportunistik akibat

HIV Tersedianya obat yang bermutu dengan jumlah yang cukup, termasuk obat untuk infeksi

oportunistik dan penyakit yang berhubungan dengan HIV. Tersedianya tim kesehatan termasuk dokter, perawat, konselor, pekerja sosial, dukungan

sebaya. Tim ini seharusnya membantu pembentukan kelompok dukungan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) dan pendampinya.

Adanya pelatihan, pendidikan berkelanjutan, pemantauan dan umpan balik tentang penatalaksanaan penyakit HIV yang efektif termasuk sistem untuk menyebar luaskan informasi dan pedoman baru.

LI. 3.11. Prognosis Infeksi HIV

Tanpa pengobatan, waktu hidup bersih rata-rata setelah terinfeksi HIV diperkirakan 9 sampai 11 tahun, tergantung pada subtipe HIV, di daerah-daerah dimana banyak tersedia, pengembangan ARV sebagai terapi efektif untuk infeksi HIV dan AIDS mengurangi kematian tingkat dari penyakit dengan 80%, dan meningkatkan harapan hidup untuk orang yang terinfeksi HIV baru didiagnosis sekitar 20 tahun.

Tanpa terapi antiretroviral, kematian biasanya terjadi dalam waktu satu tahun. Laju perkembangan penyakit klinis sangat bervariasi antara individu dan telah terbukti dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kerentanan host dan fungsi kekebalan tubuh

Pemeriksaan Infeksi HIV

Strategi IHanya dilakukan satu kali pemeriksaan. Bila hasil pemeriksaan reaktif, maka dianggap sebagai

kasus terinfeksi HIV dan bila hasil pemeriksaan nonreaktif dianggap tidak terinfeksi HIV. Reagensia yang dipakai untuk pemeriksaan pada strategi ini harus memiliki sensitivitas yang tinggi (>99%).

Strategi IIMenggunakan dua kali pemeriksaan jika serum pada pemeriksaan pertama memberikan hasil

reaktif. Jika pada pemeriksaan pertama hasilnya nonreaktif, maka dilaporkan hasilnya negatif. Pemeriksaan pertama menggunakan reagensia dengan sensitivitas tertinggi dan pada pemeriksaan kedua dipakai reagensia yang lebih spesifik serta berbeda jenis antigen atau tekniknya dari yang dipakai pada pemeriksaan pertama. Bila hasil pemeriksaan kedua juga reaktif, maka disimpulkan sebagai terinfeksi HIV. Namun jika hasil pemeriksaan yang kedua adalah nonreaktif, maka pemeriksaan harus diulang dengan kedua metode. Bila hasil tetap tidak sama, maka dilaporkan sebagai indeterminate.

Strategi IIIMenggunakan tiga kali pemeriksaan. Bila hasil pemeriksaan pertama, kedua, dan ketiga reaktif,

maka dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut memang terinfeksi HIV. Bila hasil pemeriksaan tidak sama, misalnya hasil tes pertama reaktif, tes kedua reaktif, dan tes ketiga nonreaktif, atau tes pertama reaktif, sementara tes kedua dan ketiga nonreaktif, maka keadaan ini disebut sebagai equivokal atau indeterminate bila pasien yang diperiksa memiliki riwayat pemaparan terhadap HIV atau berisiko tinggi tertular HIV. Sedangkan bila hasil seperti yang disebut sebelumnya terjadi pada orang tanpa riwayat pemaparan terhadap HIV atau tidak berisiko tertular HIV, maka hasil pemeriksaan dilaporkan sebagai nonreaktif. Perlu diperhatikan juga bahwa pada pemeriksaan ketiga dipakai reagensia yang berbeda asal antigen atau tekniknya, serta memiliki spesifisitas yang lebih tinggi.

Jika pemeriksaan penyaring menyatakan hasil yang reaktif, pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi untuk memastikan adanya infeksi oleh HIV, yang paling sering dipakai saat ini adalah teknik Western Blot (WB).

Seseorang yang ingin menjalani tes HIV untuk keperluan diagnosis harus mendapatkan konseling pra tes. Hal ini dilakukan agar ia bisa mendapat informasi yang sejelas-jelasnya mengenai infeksi HIV/AIDS sehingga dapat mengambil keputusan yang terbaik untuk dirinya serta lebih siap menerima apapun hasil tesnya nanti. Untuk keperluan survei tidak diperlukan konseling pra tes karena orang yang dites tidak akan diberi tahu hasil tesnya.

Untuk memberi tahu hasil tes juga diperlukan konseling pasca tes, baik hasil tes positif maupun negatif. Jika hasilnya positif akan diberikan informasi mengenai pengobatan untuk memperpanjang masa tanpa gejala serta cara pencegahan penularan. Jika hasilnya negatif, konseling tetap perlu dilakukan untuk memberikan informasi bagaimana mempertahankan perilaku yang tidak berisiko. Seseorang dinyatakan terinfeksi HIV apabila dengan pemeriksaan laboratorium terbukti terinfeksi HIV, baik dengan metode pemeriksaan antibodi atau pemeriksaan untuk mendeteksi adanya virus dalam tubuh.

Skrining HIV

Mempunyai makna melakukan pemeriksaan HIV pada suatu populasi tertentu, sementara uji diagnostik HIV berarti melakukan pemeriksaan HIV pada orang-orang dengan gejala dan tanda yang konsisten dengan infeksi HIV. CDC menyatakan bahwa infeksi HIV memenuhi seluruh kriteria untuk dilakukan skrining, karena:

a. Infeksi HIV merupakan penyakit serius yang dapat didiagnosis sebelum timbulnya gejala. b. HIV dapat dideteksi dengan uji skrining yang mudah, murah, dan noninvasif. c. Pasien yang terinfeksi HIV memiliki harapan untuk lebih lama hidup bila pengobatan dilakukan

sedini mungkin, sebelum timbulnya gejala. d. Biaya yang dikeluarkan untuk skrining sebanding dengan manfaat yang akan diperoleh serta

dampak negatif yang dapat diantisipasi. Di antara wanita hamil, skrining secara substansial telah terbukti lebih efektif dibandingkan pemeriksaan berdasarkan risiko untuk mendeteksi infeksi HIV dan mencegah penularan perinatal. CDC merekomendasikan untuk melakukan pemeriksaan HIV secara rutin untuk setiap orang

berusia 13-64 tahun yang datang ke sarana pelayanan kesehatan meskipun tanpa gejala. Selain itu, CDC juga merekomendasikan agar pemeriksaan HIV dimasukkan dalam pemeriksaan rutin antenatal bagi wanita hamil.11 Sementara pemeriksaan wajib HIV lebih ditekankan untuk dilakukan pada donor darah dan organ. Pemeriksaan wajib HIV juga dapat dilakukan pada bidang perekrutan tentara atau tenaga kerja imigran.

Panduan WHO mengenai PITC tahun 2007 menyebutkan bahwa metode ini dapat diterapkan pada wilayah dengan tingkat epidemiologi HIV yang berbeda- beda, yaitu daerah dengan epidemi HIV yang rendah, daerah dengan tingkat epidemi HIV yang terkonsentrasi, dan daerah dengan tingkat epidemi yang meluas. Yang dimaksud dengan epidemi yang rendah adalah infeksi HIV hanya ditemukan pada beberapa individu dengan perilaku berisiko (WPS, pengguna narkoba suntik, laki-laki berhubungan seks dengan laki-laki); angka prevalensinya tidak melebih 5% pada subpopulasi tertentu. Sementara itu, yang

dimaksud dengan tingkat epidemi yang terkonsentrasi adalah infeksi HIV telah menyebar di subpopulasi tertentu, namun tidak ditemukan di populasi umum. Hal ini menunjukkan aktifnya hubungan antara risiko dengan subpopulasi; angka prevalensi pada subpopulasi melebihi 5%, namun tidak sampai 1% pada wanita hamil. Kemudian, yang dimaksud tingkat epidemi yang meluas adalah infeksi HIV telah ditemukan pada populasi umum, dengan prevalensi pada wanita hamil melebihi 1%.

Pada semua tingkat epidemi, PITC direkomendasikan untuk dilakukan kepada orang dewasa, remaja, atau anak dengan gejala dan tanda klinis yang sesuai dengan infeksi HIV; anak yang terpapar HIV atau anak yang lahir dari ibu yang HIV positif; anak dengan pertumbuhan suboptimal atau malnutrisi, di daerah dengan epidemi yang meluas, yang tidak membaik dengan terapi yang optimal; serta pria yang menginginkan untuk dilakukan sirkumsisi sebagai pencegahan penularan HIV.

Pada daerah dengan epidemi yang meluas, PITC direkomendasikan untuk diterapkan kepada pasien rawat inap dan rawat jalan, termasuk pasien TB; pelayanan kesehatan antenatal, persalinan dan post partum; pelayanan infeksi menular seksual; pelayanan kesehatan untuk populasi yang berisiko; pelayanan kesehatan untuk anak usia dibawah 10 tahun; pelayanan kesehatan untuk remaja; pelayanan pembedahan; dan layanan kesehatan reproduksi, termasuk keluarga berencana.

Untuk daerah dengan tingkat epidemi rendah atau terkonsentrasi, PITC dapat dipertimbangkan untuk diaplikasikan pada tempat pelayanan infeksi menular seksual; pelayanan kesehatan untuk populasi paling berisiko; pelayanan antenatal, persalinan, dan pascamelahirkan; serta pelayanan untuk TB.

Panduan nasional Inggris tahun 2008 tentang pemeriksaan HIV merekomendasikan pemeriksaan HIV secara rutin kepada orang-orang berikut:

a. Semua pasien yang datang ke sarana pelayanan kesehatan di mana HIV, termasuk infeksi primer HIV, menjadi salah satu diagnosis banding.

b. Semua pasien yang didiagnosis dengan infeksi menular seksual. c. Semua partner seksual dari laki-laki atau wanita yang diketahui HIV positif. d. Semua laki-laki dengan riwayat berhubungan seksual dengan laki-laki e. Semua wanita partner seksual dari laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki. f. Semuapasiendenganriwayatpenggunaannarkobasuntik. g. Semua laki-laki dan wanita yang diketahui berasal dari negara/daerah dengan prevalensi HIV

yang tinggi (>1%).

h. Semua laki-laki dan wanita yang berhubungan seksual di luar atau di dalam Inggris dengan pasangan yang diketahui berasal dari negara/daerah dengan prevalensi HIV yang tinggi.

Uji

Konfirmasi HIV

Pemeriksaan Anti-HIV konfirmasi merupakan pemeriksaan tahap kedua setelah uji saring. Pemeriksaan ini diperlukan ketika hasil uji saring positif atau positif palsu (hasil uji saring menyatakan positif, namun sebenarnya tidak terinfeksi HIV). Bila pada pemeriksaan ini menunjukkan hasil positif, maka hampir dapat dipastikan bahwa seorang individu terinfeksi HIV.

Etika

KODEKI

Pasal 8

Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.

KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN

Pasal 12

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.

Pasal 13

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.

Kaidah Dasar Bioetik

Prinsip Autonomy, menghormati hak-hak pasien, hak otonomi pasien. Melahirkan informed consent Prinsip Beneficence, Tindakan untuk kebaikan pasien. Memilih lebih banyak manfaatnya daripada

buruknya. Prinsip Non-maleficence, Melarang tindakan yang memperburuk kedaan pasien. Primum non nocere

atau above all do no harm. Prinsip Justice, mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan

sumber daya (distributiv justice)

UUD yang Berhubungan

Pasal 6

Informasi yang diperoleh dari kegiatan konseling, tes HIV, pengobatan, perawatan dan kegiatan lainnya harus dijaga kerahasiaannya seperti yang berlaku bagi data rekam medis. Dalam kaitannya aspek hukum kerahasiaan pasien HIV AIDS , kode etik administrator perekammedis dan informasi kesehatan ( PORMIKI, 2006) adalah :

Selalu menyimpan dan menjaga data rekam medis serta informasi yang terkandung di dalamnya sesuai dengan ketentuan prosedur manajemen, ketetapan pimpinan institusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selalu menjunjung tinggi doktrin kerahasiaan dan hak atas informasi pasien yang terkait dengan identittas individu atau sosial. Administrator informasi kesehtan wajib mencegah terjadinya tindakan yang menyimpang dari kode etik profesi. Perbuatan / tindakan yang bertentangan dengan kode etik adalah menyebarluaskan informasiyang terkandung dalam laporan rekam medis HIV AIDS yang dapat merusak citra profesi rekam administrator informasi kesehatan. Disisi lain rumah sakit sebagai institusi tempatdilaksanakannya pelayanan medis, memiliki Kode Etik Rumah Sakit (Kodersi) dalam kaitannya manajemen informasi kesehatan :

Pasal 9

Rumah sakit harus mengindahkan hak-hak asasi pasien

Pasal 10

Rumah sakit harus memberikan penjelasan apa yang diderita pasien dan tindakan apa yang hendak dilakukan.

Tujuan dari rahasia kedokteran dalam kasus HIV AIDS, selain untuk kepentingan jabatan adalahuntuk menghindarkan pasien dari hal-hal yang merugikan karena terbongkarnya statuskesehatan. Menurut Declaration on the Rights of the Patients yang dikeluarkan oleh WMA memuat hak pasien terhadap kerahasiaan sebagai berikut:

Semua informasi yang teridentifikasi mengenai status kesehatan pasien, kondisi medis,diagnosis, prognosis, dan tindakan medis serta semua informasi lain yang sifatnya pribadi, harus dijaga kerahasiaannya, bahkan setelah kematian. Perkecualian untuk kerabat pasien mungkin mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang dapat memberitahukan mengenai resiko kesehatan mereka.

ETIKA MENGHADAPI ODHA

Mengingat HIV/AIDS sering diasosiasikan dengan seks, penggunaan narkoba dan kematian, banyak orang yang tidak peduli, tidak menerima, dan takut terhadap penyakit ini di hampir seluruh lapisan masyarakat. Stigma sering kali menyebabkan terjadinya diskriminasi dan akan mendorong munculnya pelanggaran HAM bagi ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS) dan keluarganya. (Kesrepro, 2007).

Diskriminasi terjadi ketika pandangan-pandangan negatif mendorong orang atau lembaga untuk

memperlakukan seseorang secara tidak adil yang didasarkan pada prasangka mereka akan status HIV

seseorang. Contoh-contoh diskriminasi meliputi para staf rumah sakit atau penjara yang menolak

memberikan pelayanan kesehatan kepada ODHA; atasan yang memberhentikan pegawainya berdasarkan

status atau prasangka akan status HIV mereka; atau keluarga/masyarakat yang menolak mereka yang

hidup, atau dipercayai hidup, dengan HIV/AIDS. Tindakan diskriminasi semacam itu adalah sebuah

bentuk pelanggaran hak asasi manusia (Kesrepro, 2007)

Hukum dan Etika Islam Terkait dengan Penderita HIV/AIDS

Transmisi utama (media penularan yang utama) penyakit HIV/AIDS adalah seks bebas. Oleh karena itu pencegahannya harus dengan menghilangkan praktik seks bebas tersebut. Hal ini meliputi media-media yang merangsang (pornografi-pornoaksi), tempat-tempat prostitusi, club-club malam, tempat maksiat dan pelaku maksiat.

1. Islam telah mengharamkan laki-laki dan perempuan yang bukanmuhrim berkholwat (berduaan/pacaran).

Sabda Rasulullah Saw:‘Laa yakhluwanna rojulun bi imroatin Fa inna tsalisuha syaithan’artinya: “Jangan sekali-kali seorang lelaki dengan perempuan menyepi (bukan muhrim) karena sesungguhnya syaithan ada sebagai pihak ketiga”. (HR. Baihaqy)

2. Islam mengharamkan perzinahan dan segala yang terkait dengannya.Allah Swt berfirman:

“Janganlah kalian mendekati zina karena sesungguhnya zina itu perbuatan yang keji dan seburuk-buruknya jalan” (QS al Isra’[17]:32)

3. Islam mengharamkan perilaku seks menyimpang, antara lain homoseks (laki-laki dengan laki-laki) dan lesbian (perempuan dengan perempuan ).

Firman Allah Swt dalam surat al A’raf ayat 80-81 : “ Dan (kami juga telah mengutus) Luth ( kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: Mengapa kamu mengerjakan perbuatan kotor itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun manusia (didunia ini) sebelummu? Sesungghnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu ( kepada mereka ), bukan kepada wanita, Bahkan kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. ( TQS. Al A’raf : 80-81)

4. Islam melarang pria-wanita melakukan perbuatan-perbuatan yang membahayakan akhlak dan merusak masyarakat, termasuk pornografi dan pornoaksi.

Islam melarang seorang pria dan wanita melakukan kegiatan dan pekerjaan yang menonjolkan sensualitasnya. Rafi’ ibnu Rifa’a pernah bertutur demikian: ’ Nahaana Shallallaahu ’alaihi wassalim’an kasbi; ammato illa maa ’amilat biyadaiha. Wa qaala: Haa kadza bi’ashobi’ihi nakhwal khabzi wal ghazli wan naqsyi.’artinya: “Nabi Saw telah melarang kami dari pekerjaan seorang pelayan wanita kecuali yang dikerjakan oleh kedua tangannya. Beliau bersabda “Seperti inilah jari-jemarinya yang kasar sebagaimana halnya tukang roti, pemintal, atau pengukir.”

5. Islam mengharamkan khamr dan seluruh benda yang memabukkan serta mengharamkan narkoba.

Sabda Rasulullah Saw :“Kullu muskirin haraamun” artinya : “Setiap yang menghilangkan akal itu adalah haram (HR. Bukhori Muslim) “Laa dharaara wa la dhiraara” artinya : ”Tidak boleh menimpakan bahaya pada diri sendiri dan kepada orang lain.” (HR. Ibnu Majah). Narkoba termasuk sesuatu yang dapat menghilangkan akal dan menjadi pintu gerbang dari segala kemaksiatan termasuk seks bebas. Sementara seks bebas inilah media utama penyebab virus HIV/AIDS.

6. Amar ma’ruf nahi munkarYang wajib dilakukan oleh individu dan masyarakat.

7. Tugas Negara memberi sangsi tegas bagi pelaku mendekati zina. b) Pelaku zina muhshan (sudah menikah) dirajam, sedangkan pezina ghoiru muhshan dicambuk

100 kali. Adapun pelaku homoseksual dihukum mati; dan penyalahgunaan narkoba dihukum cambuk. Para pegedar dan pabrik narkoba diberi sangsi tegas sampai dengan mati. Semua fasilitator seks bebas yaitu pemilik media porno, pelaku porno, distributor, pemilik tempat-tempat maksiat, germo, mucikari, backing baik oknum aparat atau bukan, semuanya diberi sangsi yang tegas dan dibubarkan.