34
TUGAS MAKALAH MANDIRI ANTIANEMIA DEFISIENSI Oleh : Muthmainnah I1A001030 Pembimbing dr. H. M. Bakhriansyah, M. Kes. M. Med. Ed.

TUGAS MAKALAH MANDIRI

  • Upload
    joyce

  • View
    99

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mandiri

Citation preview

Page 1: TUGAS MAKALAH MANDIRI

TUGAS MAKALAH MANDIRI

ANTIANEMIA DEFISIENSI

Oleh :

Muthmainnah

I1A001030

Pembimbing

dr. H. M. Bakhriansyah, M. Kes. M. Med. Ed.

Laboratorium FarmasiFakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat

Banjarbaru

November, 2009

Page 2: TUGAS MAKALAH MANDIRI

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Anemia (dalam bahasa Yunani: Tanpa darah) adalah keadaan dimana jumlah

sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah

merah berada dibawah normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang

memungkinkan mereka mengangkut oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke

seluruh bagian tubuh. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah

atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat

mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh.

Gejala-gejala yang disebabkan oleh pasokan oksigen yang tidak mencukupi

kebutuhan ini, bervariasi. Anemia bisa menyebabkan kelelahan, kelemahan, kurang

tenaga dan kepala terasa melayang. Jika anemia bertambah berat, bisa menyebabkan

stroke atau serangan jantung.

Penyebab umum dari anemia:

Perdarahan hebat

o Akut (mendadak)

o Kecelakaan

o Pembedahan

o Persalinan

o Pecah pembuluh darah

o Kronik (menahun)

o Perdarahan hidung

o Wasir (hemoroid)

o Ulkus peptikum

o Kanker atau polip di saluran

pencernaan

o Tumor ginjal atau kandung

kemih

o Perdarahan menstruasi yang

sangat banyak

Berkurangnya pembentukan sel darah merah

o Kekurangan zat besi

o Kekurangan vitamin B2

o Kekurangan vitamin B6

o Kekurangan vitamin B12

1

Page 3: TUGAS MAKALAH MANDIRI

o Kekurangan asam folat o Penyakit kronik

Meningkatnya penghancuran sel darah merah

o Pembesaran limpa

o Kerusakan mekanik pada sel

darah merah

o Reaksi autoimun terhadap sel

darah merah:

Hemoglobinuria nokturnal

paroksismal

Sferositosis herediter

Elliptositosis herediter

o Kekurangan G6PD

o Penyakit sel sabit

o Penyakit hemoglobin C

o Penyakit hemoglobin S-C

o Penyakit hemoglobin E

o Thalasemia

2

Page 4: TUGAS MAKALAH MANDIRI

Penyebab anemia berdasarkan logaritma anemia :

Berikut ini akan dibahas mengenai antianemia yang disebabkan karena

berkurangnya pembentukan sel darah merah oleh karena defisiensi/kekurangan seperti :

Vitamin B2, Vitamin B6, Vitamin B12, Zat Besi dan Asam Folat.

1.2. Tujuan

Anemia karena hal ini dapat dicegah atau segera diperbaiki apabila asupan akan

zat-zat tersebut tercukupi. Dengan adanya pembahasan singkat mengenai antianemia

defisiensi ini diharapkan kita dapat mengetahui terapi yang tepat untuk berbagai jenis

anemia defisiensi ini.

Page 5: TUGAS MAKALAH MANDIRI

BAB IIISI

2.1. Vitamin B2 (Riboflavin)

Page 6: TUGAS MAKALAH MANDIRI

Riboflavin ddalam bentuk flavin mononukleotida (FMN) dan flavin adenin

dinukleotida (FAD) berfungsi sebagai koenzim dalam metabolisme flavo protein dalam

pernafasan sel. Sehubungan dengan anemia, ternyata riboplavin dapat memperbaiki

anemia normokromik-normositik (pure red cell aplasia). Anemia defisiensi riboflavin

banyak terdapat pada malnutrisi protein-kalori, di mana ternyata faktor defisiensi Fe dan

penyakit infeksi diketahui ikut pula memegang peranan.

A. Farmakokinetik

Pemberian secara oral atau parenteral akan diabsorbsi dengan baik dan

didistribusi merata ke seluruh jaringan. Absorbsti terutama terjadi di usus halus bagian

proksimal, absorbsi juga terjadi di usus besar yang merupakan riboflavin hasil sintesis

bakteri. Absorbsi terus terjadi di sepanjang saluran intestinal dari usus halus hingga usus

besar melalui reaksi kinetik usus. Absorbsi akan meningkat dengan adanya makanan dan

menurun jika perut dalam kondisi kosong. Absorbsi juga menurun pada kondisi obstruksi

biliaris, hepatitis, dan cirosis.

Melalui proses filtrasi glomerulus asupan yang berlebihan akan dikeluarkan

melalui urin dalam bentuk utuh. Dalam feses ditemukan riboflavin hasil sentesis oleh

kuman di saluran cerna yang belum sempat diabsorbsi.

B. Farmakodinamik

Page 7: TUGAS MAKALAH MANDIRI

Pemberian riboflavin baik secara oral maupun parenteral tidak memberikan efek

farmakodinamik yang jelas

C. Bentuk sediaan

Riboflavin tersedia dalam bentuk vitamin B Kompleks, bersama dengan vitamin

B lainnya.

D. Indikasi

Penggunaannya yang utama adalah untuk pencegahan dan terapi defisiensi

vitamin B2 yang sering menyertai pelagra atau defisiensi vitamin B kompleks lainnya,

sehingga riboflavin sering diberikan bersama vitamin lain. Defisiensi riboflavin ditandai

dengan gejala sakit tenggorok dan radang disudut mulut (stomatitis angularis), keilosis,

glositis, lidah berwarna merah dan licin. Timbul dermatitis seboroik di muka, anggota

gerak dan seluruh badan. Gejala pada mata adalah fotofobia, lakrimasi, gatal dan panas.

Pada pemeriksaan tampak vaskularisasi kornea dan katarak. Selain itu juga menyebabkan

anemia yang bersifat normokromik-normositik. Dalam penanganan anemia, riboflavin

berperan dalam mekanisme eritropoesis, memperbaiki penyerapan terhadap besi, dan

membantu mobilisasi besi dari jaringan.

Kebutuhan tiap individu akan riboflavin berbanding lurus dengan energi yang

digunakan, meminum 0,3 mcg/1000 kcal. Dosis untuk pengobatan adalah 5 – 10 mg/hari.

E. Efek samping

Samapi saat ini belum pernah ada dilaporkan tentang adanya efek samping dari

vitamin B1, sehingga untuk saat ini kita bisa menyimpukan bahwa vitamin B1 cukup

aman dikonsumsi oleh tubuh kita sebagai tambahan suplemen.

2.2. Vitamin B6 (Piridoksin)

Vitamin B6 berfungsi sebagai koenzim yang yang merangsang pertumbuhan

heme. Defisiensi Vitamin B6 akan menimbuklan anemia mikrositik hipokromik, pada

sebagian besar penderita akan terjadi anemia normoblastik sideroakresitik dengan jumlah

Fe non hemoglobin yang banyak dalam prekursor eritrosit, dan pada beberapa penderita

Page 8: TUGAS MAKALAH MANDIRI

terdapat anemia megaloblastik. Pada keadaan ini absorbsi Fe meningkat, fe-binding

protein menjadi jenuh dan terjadi hiperferemia, sedangkan daya regenerasi darah

menurun. Akhirnya akan didapatkan gejala hemosiderosis.

A. Farmakokinetik

Piridoksin, piridoksal dan piridoksamin mudah diabsorbsi melalui saluran cerna.

Metabolit terpenting dari ketiga bentuk tersebut adalah 4-asam piridoksat (bentuk aktif).

Disribusi : vitamin B6 disimpan terutama dalam hepar dengan jumlah yang lebih sedikit

dalam otot dan otak.

          Eliminasi : waktu paruh piridoksin 15-20 hari. Dalam hepar, piridoksin dioksidasi

menjadi 4-asam piridoksin yang diekskresi di urin. Ekskresi melalui urin juga terjadi

dalam bnetuk piridoksal.

B. Farmakodinamik

Sumber piridoksin adalah ragi, biji-bijian (gandum, jagung, dan lain-lain) dan

hati. Dalam alam vitamin ini terdapat dalam tiga bentuk yaitu piridoksin yang berasal dari

tumbuh-tumbuhan, serta piridoksal dan piridoksamin yang terutama berasal dari hewan.

Ketiga bentuk piridoksin tersebut dalam tubuh diubah menjadi piridoksal fosfat.

Pemberian piridoksin secara oral dan parenteral tidak menunjukan efek

farmakodinamik yang nyata. Piridoksil fosfat dalam tubuh merupakan koenzim yang

berperan penting dalam metabolisme berbagai asam amino, di antaranya dekarboksilasi,

transaminasi, dan resemisasi triptofan, asam-asam amino yang bersulfur dan asam amino

hidroksida.

C. Bentuk Sediaan

Piridoksin tersedia sebagai tablet piridoksin HCl 10 – 100 mg dan sebagai larutan

steril 100mg/ml piridoksin HCl untuk injeksi, serta tersedia juga sedian bersama vitamin

B lainnya. Tablet 10 mg, 25 mg, Kaplet 10 mg Ampul 50 mg/ml x 1ml, 100 mg/ml x

1ml.

D. Indikasi

Page 9: TUGAS MAKALAH MANDIRI

Selain untuk mencegah dan mengobati defisiensi vitamin B6, vitamin ini juga

diberikan bersama vitamin B lainnya sebagai multivitamin untuk pencegahan dan

pengobatan defisiensi vitamin B kompleks. Indikasi lain untuk mencegah atau mengobati

neuritis perifer oleh obat misalnya isoniazid, sikloserin, hidralizin, penisilamin yang

bekerja sebagai antagonis piridoksin dan/atau meningkatkan ekskresinya melalui urin.

Piridoksin dapat diberikan sejumlah 300-500% AKG selama terapi dengan

antagonis piridoksin. Pemberiannya pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral

yang mengandung estrogen juga dibenarkan, karena kemungkinan terjadinya defisiensi

piridoksin pada wanita-wanita tersebut. Piridoksin juga dilaporkan dapat memperbaiki

gejala keilosis, dermatitis seboroik, glositis dan stomatitis yang tidak memberikan

respons terhadap tiamin, riboflavin dan niasin serta dapat mengurangi gejala-gejala yang

menyertai tegangan prahaid (premenstrual tension). Piridoksin diindikasikan untuk

anemia yang responsif terhadap piridoksin yang biasanya sideroblastik dan mungkin

disebabkan kelainan genetik. Sebaliknya pemakain piridoksin hendaknya dihindarkan

pada penderita yang mendapat levodopa.

E. Efek Samping

Sistem saraf pusat : Piridoksin dapat menyebabkan neuropati sensorik atau

sindrom neuropati dalam dosis antara 50 mg – 2 g perhari untuk jangka panjang. Gejala

awal dapat berupa sikap yang tidak stabil dan rasa kebas di kaki, diikuti pada tangan dan

sekitar mulut. Gejala berangsur-angsur hilang setelah beberapa bulan bila asupan

piridoksin dihentikan. Sakit kepala, kejang (mengikuti pemberian dosis IV yang sangat

besar.

Endokrin & metabolik : penurunan sekresi serum asam folat; Gastrointestinal :

Mual; Hepatik : Peningkatan AST; Neuromuskular & skeletal : paresthesia; Lain-lain :

reaksi alergi.

2.3. Vitamin B12 (Sianokobalamin) (anti anemia megaloblastik)

Vitamin B12 bersama dengan asam folat dibutuhkan untuk sintesis DNA yang

normal, sehingga defisiensi salah satu vitamin ini menimbulkan gangguan produksi dan

Page 10: TUGAS MAKALAH MANDIRI

maturasi eritrosit yang memberikan gambaran sebagai anemia megaloblastik/anemia

perniosa. Defisiensi vitamin B12 juga menyebabkan kelainan neurologik.

A. Farmakokinetik

1. Absorbsi

Sianokobalamin diabsorbsi baik dan cepat setelah pemberian IM dan SK. Kadar

dalam plasma mencapai puncak dalam waktu 1 jam setelah suntikan IM.

Hidroksikobalamin dan koenzim B12 lebih lambat diabsorbsi, agaknya karena ikatan-

ikatan yang lebih kuat dengan protein. Absorbsi peroral berlangsung lambat di ileum,

kadar puncak dicapai 8-12 jam setelah pemberian 3 mcg. Absorbsi berlangsung dengan

dua mekamnisme, yaitu dengan perantara faktor Intrinsik Castle (FIC) dan absorbsi

secara langsung.

Absorbsi dengan perantara FIC sangat penting, dan sebagian besar anemia

megaloblastik disebabkan oleh gangguan mekanisme ini. Setelah dibebaskan dari ikatan

protein, vitamin B12 dari makanan akan membentuk kompleks B12-FIC. hanya mampu

mengikat sejumlah 1,5 – 3 mcg vitamin B12. kompleks ini masuk ke ilium dan disini

melekat pada reseptor khusus di sel mukosa ileum untuk diabsorbsi. Untuk perlekatan ini

diperlukan ion kalsium (ion magnesium dapat juga membantu) dan suasana pH sekitar 6.

Absorbsi berlangsung dengan mekanisme pinositosis dan oleh sel mukosa ileum. FIC

yang dihasilkan oleh sel parietal lambung, merupakan suatu glikoprotein dengan berat

molekul 60.000. Bila sekresi FIC bertambah, misalnya akibat obat-obat kolinergik,

histamin, dan mungkin juga beberapa hormon seperti ACTH, kortikosteroid, dan hormon

tiroid,maka absorbsi vitamin B12 juga akan meningkat. Karena untuk diabsorbsi vitamin

B12 harus dibebaskan lebih dulu dari protein, maka jumlahnya yang diabsorbsi juga

tergantung dari ikatannya dengan makanan/jenis makanan.

Faktor intrinsik konsentrat (eksogen) yang diberikan bersama vitamin B12 hanya

berguna untuk penderita yang kurang mensekresi FIC dan penderita menolak untuk

disuntik. Kebanyakan penderita akan menjadi refrakter setelah pengobatan lebih dari satu

tahun, diduga karena terbentuknya antibodi terhadap faktor intrinsik konsentrat di usus.

Yang juga dapat mengurangi absorbsi vitamin B12 ialah pengkelat kalsium dan sorbitol

dosis besar (mungkin menyebabkan diare).

Page 11: TUGAS MAKALAH MANDIRI

Absorbsi secara langsung baru terjadi pada kadar vitamin B12 yang tinggi dan

berlangsung secara difusi, jadi merupakan suatu mass action effect.

2. Transportasi

Dalam darah vitamin B12 hampir semua terikat dengan protein plasma. Sebagian

besar terikat pada beta-globulin (transkobalamin II), sisanya terikat pada alfa-glikoprotein

(transkobalamin I) dan inter alfa glikoprotein (transkobalamin III). Vitamin B12 yang

terikat pada transkobalamin II akan diangkut keberbagai jaringan, teruitama hati yang

merupakan gudang utama penyimpanan B12 (50-90%). Kadar normal vitamin B12 dalam

plasma 200 – 900 pg/ml dengan simpanan sebanyak 1 – 10 mg dalam hepar.

3. Ekskresi

Dalam hepar kedua kobalamin akan diubah menjadi koenzim B12. dalam jaringan

dan darah kedua kobalamin ini juga terikat oleh protein dimana ikatan dengan

hidroksikobalamin lebih kuat sehingga sukar diekskresikan lewat urin. Pengurangan

kobalamin dalam tubuh disebabkan oleh ekskresi melalui saluran empedu, sebanyak 3 – 7

mcg/hari harus direabsorbsi dengan perantara FIC.

Ekskresi melalui urin hanya terjadi pada bentuk yang tidak terikat protein, 80 –

95% vitamin B12 akan diretensi dalam tubuh bila diberikan dalam dosis sampai 50 mcg,

dengan dosis yang lebih besar, jumlah yang diekskresi akan lebih banyak. Jadi bila

kapasitas ikatan protein dari hati, jaringan dan darah telah jenuh, vitamin B12 bebas akan

dikeluarkan bersama urin sehingga pemberian vitamin B12 dalam jumlah besar tidaklah

berguna.

B. Farmakodinamik

Sianokobalamin (vitamin B12) merupakan satu-satunya kelompok senyawa alam

yang megandung unsur Co dengan struktur yang mirip derivat porfrin alam lain.

Molekulnya terdiri atas bagian-bagian cincin porfirin dengan satu atom Co, basa

dimetilbenzimidazol, ribosa dan asam fosfat. Pada kobalamin, penambahan gugus CN

menghasilkan sianokobalamin, sedangkan penambahan gugus OH menghasilkan zat yang

dinamakan hidrksokobalamin.

Page 12: TUGAS MAKALAH MANDIRI

Sianokobalamin yang aktif dalam tubuh manusia adalah deoksiadenosil

kobalamin dan metilkobalamin. Dengan demikian sianokobalamin dan

hidroksokobalamin yang terdapat dalam obat serta kobalamin lain dalam makanan harus

diubah menjadi bentuk aktif ini.

C. Bentuk Sediaan dan Dosis

Vitamin B12 tersedia dalam bentuk tablet untuk pemberian oral dan larutan untuk

suntikan, juga tersedia sediaan yang yang terdiri dari campuran Fe, Vitamin B12, asam

folat, kobal, Cu, ekstrak hati dan sebagainya. Dikenal beberapa jenis suntikan vitamin

B12, yaitu :

1. larutan sianokobalamin yang berkekuatan 10 – 1000 mcg/ml

2. larutan ekstrak hati dalam air

3. suntikan depot vitamin B12

4. suntikan hidroksikobalamin 100 mcg

Sebelum pengobatan dapat dilakukan percobaan terapi untuk memastikan

diagnosis anemia perniosa, dengan dosis 1 – 10 mcg selama 10 hari. Pada terapi awal

diberikan dosis 100 mcg selama 5-10 hari, dilanjutkan dengan memberikan dosis

penunjang 100 – 200 mcg sebulan sekali sampai diperoleh remisi yang yang lengkap

yaitu jumlah eritrosit dalam darah + 4,5 juta/mm3 dan morfologik hematologi dalam batas

normal. Kemudian 100 mcg sebulan sekali cukup untuk mempertahankan remisi.

Pemberian dosis penunjang setiap bulan penting sebab retensi vitamin B12 terbatas,

walaupun diberikan dosis sampai 1000 mcg.

D. Manfaat

Sediaan oral bermanfaat sebagai suplemen diit, namun kecil manfaatnya untuk

penderita yang kekurangan faktor intrinsik atau penderita dengan gangguan ileum, karena

absorbsi secara difusi tidak dapat diandalkan sebagai terapi efektif.

Defiasiensi Vitamin B12 menimbulkan anemia megaloblastik yang disertai

dengan gangguan neurologik, bila tidak cepat diobati kelainan neurologik dapat membuat

penderita cacat seumur hidup. Penggunaan asam folat dapat memperbaiki anemia tapi

kelainan neurologiknya tidak dipengaruhi.

Page 13: TUGAS MAKALAH MANDIRI

Vitamin B12 bersama asam folat sangat penting untuk metabolisme intrasel. Pada

rangkaian reaksi ini vitamin B12 terdapat sebagai koenzim B12 yang aktif yaitu 5-

deoksiadenosikobalamin dan metilkobalamin. Yang pertama merupakan unsur yang

penting dalam reaksi enzimatik di mitokondria, sedangkan metilkobalamin diperlukan

sebagai donor metil pada pembentukan metionin dan derivatnya dari homosistein. Jumlah

vitamin B12 yang tidak adekuat ternyata juga mempengaruhi metabolisme intrasel dari

asam folat melalui interaksi yang kompleks. Interaksi ini merupakan rangkaian reaksi inti

dalam sintesis purin dan pirimidin untuk pembnetukan DNA, inilah yang mendasari

terjadinya anemia megaloblastik pada defisiensi vitamin B12.

Kelainan neurologik pada defisiensi vitamin B12 diduga karena kerusakan pada

sarung mielin, namun mekanisme yang pasti belum dapat dijelaskan. Agaknya

pembentukan bagian lemak dari sarung mielin memerlukan isomerasi metilmalonat

menjadi suksinat yang menggunakan deoksiadenosiklokobalamin sebagai kofaktor.

E. Efek Samping

Kelebihan vitamin B12 tidak memberikan efek yang bermakna karena vitamin

B12 bebas yang tidak terikat dengan protein dari hati, jaringan, dan darah karena telah

jenuh, akan dikeluarkan bersama urin. Efek samping terjadi pada penggunaan jarum

suntik karena menyebabkan iritasi dan reaksi alergi ditempat suntikan. Reaksi alergi biasa

terjadi karena sediaan sudah tidak murni lagi.

2.4. Asam Folat

Defisiensi asam folat sering merupakan komplikasi dari :

1. gangguan di usus kecil

2. alkoholisme yang menyebabkan asupan makanan buruk

3. afek toksik alkohol pada sel hepar

4. anemia hemolitik yang menyebabkan laju malih eritrosit tinggi.

Obat-obat yang dapat menghambat enzim dihidrofolat reduktase dan yang

mengadakan interaksi pada absorbsi dan penyimpanan folat dapat menurunkan kadar

folat dalam plasma dan menimbulkan anemia megaloblastik.

Page 14: TUGAS MAKALAH MANDIRI

Dari sudut biologik, defisiensi folat mengakibatkan gangguan pertumbuhan akibat

gangguan pembentukan nukleotida purin dan pirimidin, gangguan ini akan

menuyebabkan kegagalan sintesis DNA dan hambatan mitosis sel. Semua jaringan yang

cepat berproliferasi akan dipengaruhi, misalnya pada darah, eritropoiesis normoblastik

akan menjadi megaloblastik.

A. Farmakokinetik

1. Absorbsi

Pada pemberian oral, absorbsi asam folat baik sekali, terutama di 1/3 bagian

proksimal usus halus. Dengan dosis oral yang kecil, absorbsi memerlukan energi,

sedangkan pada kadar tinggi absorbsi dapat berlangsung secara difusi. Walaupun terdapat

gangguan pada usus halus, absorbsi folat biasanya masih mencukupi kebutuhan terutama

sebagai PmGA.

2. Transfortasi

Dua pertiga dari asam folat yang terdapayy dalam plasma darah terikat pada

protein yang tidak difiltrasi ginjal. Distribusinya merata ke semua sel jaringan dan terjadi

penumpukan dalam cairan serebrospinal.

3. Ekskresi

Ekskresi berlangsung melalui ginjal, sebagian besar dalam bentuk metabolit.

Belum diketahui pasti apakah degradasi berlangsung di ginjal atau di tempat lain. Pada

orang dengan diit normal, jumlah yang di ekskresi hanya sedikit sekali, dan akan

meningkat bila diberikan folat dalam jumlah besar.

B. Farmakodinamik

Asam folat (asam pteroilmonoglutamat, pMGA) terdiri atas bagian-bagian

pteridin, asam para aminobenzoat (PABA) dan asam glutamat. Yang memiliki arti

biologik adalah gugus PABA dan gugus asam glutamat. PmGA bersama-sama dengan

konjugat yang mengandung lebih dari satu asam glutamat, membentuk suatu kelompok

zat yang dikenal sebagai folat.

Page 15: TUGAS MAKALAH MANDIRI

PmGA merupakan prekursor inaktif dari beberapa koenzim yang berfngsi pada

transfer unit karbon tunggal (single carbon unit). Mula-mula folat reduktase mereduktase

PmGA menjadi THFA (asam tetrahidrofolat). THFA yang terbentuk bertindak sebagai

akseptor berbagai unit karbon tunggal dan selanjutnya memindahkan unit ini kepada zat-

zat yang memerlukan. Berbagai reaksi penting yang menggunakan unit karbon tunggal

adalah :

1. sintesis purin melalui pembentukan asam inosinat

2. sintesis nukleotida pirimidin melalui metilasi asam deoksiluridilat menjadi asdam

timidilat

3. interkonversi beberapa asam amino misa;l antara serin dengan glisin, histidin dengan

asam glutamat, homosistein dengan metionin (yang terakhir ini juga memerlukan

vitamin B12).

C. Bentuk Sediaan dan Dosis

Folat tersedia sebagai asam folat dalam bentuk tablet 0,1; 0,4; 4; 5; 10 atau 20 mg

dan dalam larutan injeksi asam folat 5 mg/ml. Selain itu asam folat terdapat dalam

berbagai sediaan multivitamin atau digabung dengan antianemia lainnya. Asam folat

injeksi biasanya hanya digunakan sebagai antidotum pada intoksikasi antifolat

(antikanker).

Kebutuhan tubuh akan folat rata-rata 50 mcg sehari dalam bentuk PmGA. Dosis

yang digunakan tergantung dari beratnya anemia dan komplikasi yang ada. Umumnya

folat diberikan peroral, tetapi bila keadaan tidak memungkinkan, folat diberikan secara

IM atau SK. Untuk tujuan diagnistik digunakan dosis 0,1 mg per oral selama 10 hari yang

hanya memberikan respon hematologik pada penderita defisiensi folat. Terapi awal pada

defisiensi folat tanpa komplikasi dimulai dengan 0,5 – 1 mg sehari secara oral selama 10

hari. Dengan adanya komplikasi dimana kebutuhan folat meningkat disertaoi pula dengan

supresi hematopoesis, dosis perlu lebih besar. Setelah perbaikan cukup memuaskan,

terapi dilanjutkan dengan dosis penunjang yang biasanya berkisar antara 0,1 – 0,5 mg

sehari.

D. Indikasi/manfaat

Page 16: TUGAS MAKALAH MANDIRI

Penggunaan folat yang rasional adalah pada pencegahan dan pengobatan

defisiensi folat.

E. Efek Samping

Penggunaan membabi buta dapat merugikan penderita, sebab folat dapat

memperbaiki kelainan darah pada anemia perniosa tanpa memperbaiki kelainan

neurologik sehingga dapat berakibat penderita cacat seumur hidup.

Efek toksik pada penggunaan folat untuk manusia hingga sekarang belum pernah

dilaporkan terjadi. Dosis 15 mg pada manusia masih belum menimbulkan efek toksik.

Ada laporan yang menyatakan bahwa asam folat dapat menurunkan afek antiepilepsi

fenobarbital, fenitoin, dan primidon sehingga meningkatkan frekuensi serangan, tetapi hal

ini disangkal oleh peneliti lain.

2.5. Besi (Fe)

Besi dibutuhkan untuk produksi hemoglobin (Hb), sehingga defisiensi Fe akan

menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dengan kandungan Hb yang

rendah dan menimbulkan anemia hipokromik mikrositik.

A. Farmakokinetik

1. Absorbsi

Absorbsi Fe melalui saluran cerna terutama berlangsung di duodenum, makin ke

distal absorbsinya makin berkurang. Zat ini lebih mudah diabsorbsi dalam bentuk fero.

Transportnya melalui sel mukosa usus terjadi secara transport aktif. Ion fero yang sudah

diabsorbsi akan diubah menjadi ion feri dalam sel mukosa. Selanjutnya ion feri akan

masuk ke dalam plasma dengan perantara trasferin, atau diubah menjadi feritin dan

disimpan dalam sel mukosa usus. Secara umum, bila cadangan dalam tubuh tinggi dan

kebutuhan akan zat besi rendah, maka akan lebih banyak Fe diubah menjadi feritin. Bila

cadangan rendah atau kebutuhan meningkat, maka Fe yang baru diserap akan segera

diangkut dari sel mukosa ke sumsum tulang untuk eritropoesis. Eritropoesis dapat

meningkat sampai lebih dari 5 kali pada anemia berat atau hipoksia.

Jumlah Fe yang diabsorbsi sangat tergantung dari bentuk dan jumlah absolutnya

serta adanya zat-zat lain. Makanan yang mengandung + 6 mg Fe/1000 kilokalori akan

Page 17: TUGAS MAKALAH MANDIRI

diabsorbsi 5 – 10% pada orang normal. Absorbsi dapat ditingkatkan oleh kobal, inosin,

etionin, vitamin C, HCl, suksinat dan senyawa asam lain. Asam akan mereduksi ion feri

menjadi fero dan menghambat terbentuknya kompleks Fe dengan makanan yang tidak

larut. Sebaliknya absorbsi Fe akan menurun bila terdapat fosfat atau antasida misalnya

kalsium karbonat, aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida. Besi yang terdapat

pada makanan hewani umumnya diabsorbsi rata-rata dua kali lebih banyak dibandingkan

dengan makanan nabati.

Kadar Fe dalam plasma berperan dalam mengatur absorbsi Fe. Absorbsi ini

meningkat pada keadaan defisiensi Fe, berkurangnya depot Fe dan meningkatnya

eritropoesis. Selain itu, bila Fe diberikan sebagai obat, bentuk sediaan, dosis dan jumlah

serta jenis makanan dapat mempengaruhi absorbsinya.

2. Transport

Setelah diabsorbsi, Fe dalam darah akan diikat oleh transferin (siderofilin), suatu

beta 1-globulin glikoprotein, untuk kemudian diangkut keberbagai jaringan, terutama ke

sumsum tulang dan depot Fe. Jelas bahwa kapasitas pengikatan total Fe dalam plasma

sebanding dengan jumlah total trasferin plasma, tetapi jumlah Fe dalam plasma tidak

selalu menggambarkan kapasitas pengikatan total Fe ini. Selain transferin, sel-sel

retikulum dapat pula mengangkut Fe, yaitu untu keperluan eritropoesis. Sel ini juga

berfungsi sebagai gudang Fe.

3. Penyimpanan dan Ekskresi

Fe yang tidak digunakan dalam eritropoesis akan disimpan sebagai cadangan

dalam bentuk terikat sebagai feritin. Feritin terutama terdapat dalam sel-sel

retikoloendotelial (hati, limpa dan ssumsum tulang) yang nantinya akan digunakan oleh

sumsum tulang dalam proses eritropoesis, 10% diantaranya terdapat dalam labile pool

yang cepat dapat dikerahkan untuk proses ini, sedangkan sisanya baru digunakan bila

labile pool telah kosong. Besi yang terdapat dalam parenkim jaringan tidak dapat

digunakan untuk eritropoesis.

Bila Fe diberikan IV, akan cepat sekali diikat oleh apoferitin (protein yang

membentuk feritin) dan disimpan terutama dihati, sedangkan setelah pemberian peroral

terutama akan disimpan di limpa dan sumsum tulang. Fe yang berasal dari pemecahan

Page 18: TUGAS MAKALAH MANDIRI

eritrosit akan masuk ke dalam hati dan limpa. Penimbunan Fe dalam jumlah abnormal

tinggi dapat terjadi akibat transfusi darah yang berulang-ulang atau akibat penggunaan

prefarat Fe dalam jumlah berlebihan yang diikuti absorbsi yang berlebihan pula.

Jumlag Fe yang diekskresi setiap hari sedikit sekali, biasanya sekitar 0,5 – 1 mg

sehari. Ekskresi terutama berlangsung melalui sel epitel kulit dan saluran cerna yang

terkelupas, selain itu juga melalui keringat, urin, feses, serta kuku dan rambut yang

dipotong. Pada proteinuria jumlah yang dikeluarkan dengan urin dapat meningkat

bersama dengan sel yang mengelupas. Pada wanita usia subur dengan siklus haid 28 hari,

jumlah Fe yang diekskresi sehubungan dengan haid diperkirakan sebanyak 0,5 – 1 mg

sehari.

B. Farmakodinamik

Tubuh manusia sehat mengandung + 3,5 g Fe yang hampir seluruhnya dalam

bentuk ikatan kompleks dengan protein. Ikatan ini kuat dalam bentuk organik, yaitu

sebagai ikatan nonion dan lebih lemah dalam bentuk anorganik, yaitu sebagai ikatan ion.

Besi mudah mengalami oksidasi dan reduksi. Kira-kira 70% dari Fe yang terdapat dalam

tubuh merupakan Fe fungsional atau esensial, dan 30% merupakan Fe yang nonesensial.

Fe esensial ini terdapat pada :

1. hemoglobin + 66%

2. mioglobin 3%

3. enzim tertentu yang berfungsi dalam transfer elektron misalnya sitokromoksidase,

suksinil dehidrogenase dan xantin oksidase sebanyak 0,5%

4. transferin 0,1%

Besi nonesensial terdapat sebagai cadangan dalam bentuk feritin dan hemosiderin

sebanyak 25%, dan pada parenkim jaringan kira-kira 5%. Cadangan Fe pada wanita

hanya 200-400 mg, sedang pada pria kira-kira 1 gr.

C. Bentuk Sediaan

Sedian Fe untuk pemberian oral tersedia dalam bentuk berbagai garam fero dari

sulfat, fumarat, glukonat, suksinat, glutamat, dan laktat. Tidak ada perbedaan absorbsi di

antara garam-garam Fe ini. Jika ada, mungkin disebabkan oleh perbedaan kelarutannya

Page 19: TUGAS MAKALAH MANDIRI

dalam asam lambung. Dalam bentuk garam sitrat, tartrat, karbonat, pirofosfat ternyata Fe

sukar diabsorbsi, demikian pula sebagai garam ferri (Fe+++).

Sediaan yang banyak digunakan dan murah ialah hidrat sulfas ferosus

(FeSO4.7H2O) 300 mg yang mengandung 20% Fe. Untuk anemia berat biasanya

diberikan 3 x 300 mg sulfas ferosus sehari selama 6 bulan. Dalam hal ini mula-mula

absorbsi berjumlah + 45 mg sehari, dan setelah depot Fe dipenuhi menurun menjadi 5 –

10 mg sehari. Selama kausa anemia belum disingkirkan terapi harus diteruskan. Pada

mereka yang intoleran terhadap dosis setinggi ini, dapat dikurangi sampai jumlah yang

diterima atau bila perlu sedian diganti dengan sediaan parenteral.

Berbeda dengan fero sulfat, fero fumarat tidak mudah mengalami oksidasi pada

udara lembab. Dosis efektifnya 600-800 mg/hari dalam dosis terbagi. Fero glukonat, fero

laktat, fero karbonat dosis efektifnya kira-kira samadengan fero sulfat. Tersedia pula

sediaan Fe lepas lambat dan salut enterik, tetapi biovailabilitasnya kurang baik.

Penggunaan sediaan untuk suntikan IM dan IV hanya dibenarkan bila pemberian

oral tidak memungkinkan misalnya penderita bersifat intoleran terhadap sediaan oral,

atau pemberian oral tidak menimbulkan respons terapeutik.

Iron dextran (imferon) mangandung 50 mg Fe setiap ml (larutan 5%) untuk

penggunaan IM atau IV. Respons terapeutik terhadap suntikan IM ini tidak lebih cepat

daripada pemberian oral. Dosis total yang diperlukan dihitung berdasarkan beratnya

anemia yaitu 250 mg Fe untuk setiap gram kekurangan Hb. Pada hari pertama disuntikan

50 mg, dilanjutkan de4ngan 100 – 250 mg setiap hari atau beberapa hari sekali.

Penyuntikan dilakukan pada kuadran atas luar m. Gluteus dan secara dalam untuk

menghindari pewarnaan kulit.

Untuk memperkecil reaksi toksik pada pemberian IV, dosis permulaan tidak boleh

melebihi 25 mg, dan diikuti dengan peningkatan bertahap untuk 2-3 hari sampai tercapai

dosis 100 mg/hari. Obat harus diberikan perlahan lahan yaitu dengan menyuntikan 20-50

mg/menit.

D. Indikasi

Sediaan Fe hanya digunakan untuk pengobatan anemia defisiensi Fe. Penggunaan

di luar indikasi ini cenderung menyebabkan penyakit penimbunan besi dan keracunan

besi. Anemia defisiensi Fe paling sering disebabkan oleh kehilangan darah. Selain itu,

Page 20: TUGAS MAKALAH MANDIRI

dapat pula terjadi misalnya pada wanita hamil (terutama multipara) dan pada masa

pertumbuhan, karena kebutuhan yang meningkat.

E. Efek Samping

Efek samping yang paling sering timbul berupa intoleransi terhadap sediaan oral,

dan ini sangat tergantung dari jumlah Fe yang dapat larut dan yang diabsorbsi pada tiap

pemberian. Gejala yang timbul dapat berupa mual dan nyeri lambung (+ 7-20%),

konstipasi (+ 10%), diare (+ 5%) dan kolik. Gangguan ini biasanya ringan dan dapat

dikurangi mengurangi dosis atau dengan pemberian sesuadah makan, walaupun dengan

cara ini absorbsi dapat berkurang. Perlu diterangkan kemungkinan timbulnya feses yang

berwarna hitam kepada penderita.

Pemberian Fe secara IM dapat menyebabkan reaksi lokal pada tempat suntikan

yaitu berupa rasa sakit, warna coklat pada tempat suntikan, peradangan lokal dengan

pembesaran kelenjar inguinal. Peradangan lokal lebih sering terjadi pada pemakaian IM

dibandingkan IV. Selain itu dapat pula terjadi reaksi sistemik yaitu pada 0,5 – 0,8%

kasus. Reaksi yang dapat terjadi dalam 10 menit setelah suntikan adalah sakit kepala,

nyeri otot dan sendi, hemolisis, takikardi, flushing, berkeringat, mual, muntah,

bronkospasme, hipotensi, pusing dan kolaps sirkulasi. Sedangkan reaksi yang lebih sering

timbul dalam ½ - 24 jam setelah suntikan misalnya sinkop, demam, menggigil, rash,

urtikaria, nyeri dada, perasaan sakit pada seluruh badan danensefalopatia. Reaksi sistemik

lebih sering terjadi pada pemberian IV, demikain pula syok atau henti jantung.

Intoksikasi akut sangat jarang terjadi pada orang dewasa, kebanyakan terjadi pada

anak akibat menelan terlalu banyak tablet FeSO4 yang mirip gula-gula. Intoksikasi akut

ini dapat terjadi setelah menelan Fe sebanyak 1 gr. Kelainan utama terdapat pada saluran

cerna, mulai dari iritasi, korosi, sampai terjadi nekrosis. Gejala yang timbul sering kali

berupa mual, muntah, diare, hematemesis serta feses berwarna hitam karena perdarahan

pada saluran cerna, syok dan akhirnya kolaps kardiovaskuler dengan bahaya kematian.

Efek korosif dapat menyebabkan stenosis pilorus dan terbentuknya jaringan parut

berlebihan di kemudian hari.

Gejala keracunan tersebut diatas dapat timbul dalam waktu 30 menit atau setelah

beberapa jam meminum obat. Terapi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :

Page 21: TUGAS MAKALAH MANDIRI

pertama-tama diusahakan agar penderita muntah, kemudian diberikan susu atau telur

yang dapat mengikat Fe sebagai kompleks protein Fe. Bila obat diminum kurang dari 1

jam sebelumnya, dapat dilakukan bilasan lambung dengan menggunakan larutan natrium

bikarbonat 1%. Akan tetapi, bila masuknya obat telah lebih dari 1 jam, maka telah terjadi

nekrosis sehingga bilasan lambung dapat menyebabkan perforasi. Selanjutnya keadaan

syok dehidrasi dan asidosis harus diatasi. Selain itu, deferoksamin yang merupakan zat

pengkelat (chelating agent) spesifik untuk besi, efektif untuk mengatasi efek toksik

sistemik maupun lokal. Intoksikasi menahun dapat mengakibatkan hemosiderosis.

BAB IIIPENUTUP

Kesimpulan

Page 22: TUGAS MAKALAH MANDIRI

Anemia merupakan suatu keadaan dimana jumlah sel darah merah atau jumlah

hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada dibawah normal.

Banyak hal yang dapat menyebabkan anemia, tapi yang berkenaan secara langsung

dengan anemia difisiensi adalah vitamin B6, vitamin B12, asam folat, dan zat besi.

Semantara vitamin B2 berperan secara tidak langsung dalam hal pada proses terjadinya

anemia dimana berfungsi untuk membantu dari kerja vitamin yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. Riboflavin. Alternative Medicine Review Volume 13, Number 4 2008 p334-340. Available from URL: http://Google.com

Page 23: TUGAS MAKALAH MANDIRI

Anonymous. Eksklopedia wikipedia indonesi : Anemia. 2009. Available from URL : http://google.com

Beata Ineck, Barbara J. Mason, E. Gregory Thompson. Pharmacotherapy Pathophysiologic Approach Approach, Sixth Edition : Anemia. 2005. Available from URL : http://www.pharmacotherapyonline.com.

Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat. Informasi Obat : Piridoksin HCl (Vitamin B6). 2006. Available from URL: http://dinkes_jabarprov.go.id

Ganiswara, Sulistia G et al. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. FKUI, Jakarta; 1995

Page 24: TUGAS MAKALAH MANDIRI