24
TUGAS MAKALAH BUDIDAYA LAUT “BUDIDAYA IKAN KAKAP PUTIH “ Oleh : I GEDE SURYA RISUANA 1214511012 ILMU KELAUTAN FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN UNIVERSITAS UDAYANA 2015

Tugas Makalah Budidaya Laut

Embed Size (px)

DESCRIPTION

BUDIDAYA

Citation preview

  • TUGAS MAKALAH BUDIDAYA LAUT

    BUDIDAYA IKAN KAKAP PUTIH

    Oleh :

    I GEDE SURYA RISUANA

    1214511012

    ILMU KELAUTAN

    FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN

    UNIVERSITAS UDAYANA

    2015

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki luas laut sekitar 81 ribu km2

    menunjukkan bahwa potensi sumber daya lautnya sangat besar. Potensi ini memiliki tantangan

    yang sangat besar jika masalah ekonomi tidak memadai. Perairan Indonesia juga memiliki banyak

    jenis makhluk hidup di dalamnya baik flora maupun fauna. Hal ini di tunjukkan dengan terdapat

    sekitar 2.500 spesies ikan di perairan Indonesia. Spesies ikan tersebut di temukan di seluruh

    perairan Indonesia. (Bambang, 1997). Salah satunya adalah ikan kakap putih.

    Ikan kakap putih/ Asian seabass/ Barramundi (Lates calcarifer B.) merupakan ikan yang

    cukup dikenal saat ini baik di dalam maupun di luar negeri (Thorne, 2002; Bromage, 2004;

    Philipose et al., 2010). Ikan kakap putih banyak dibudidayakan di Indonesia karena mempunyai

    nilai ekonomis yang tinggi (Utojo, 1995; Indarjo et al., 2000; Maeno et al., 2004), memiliki kisaran

    toleransi fisiologis yang cukup luas, fekunditas tinggi dan pertumbuhan yang cukup cepat (FAO,

    2007; Philipose et al., 2010; McGrouther, 2012).

    Produksi perikanan Indonesia pada tahun 2008 mencapai 8,6 juta ton. Produksi dari

    budidaya mencapai 3,5 juta ton sedangkan dari perikanan tangkap mencapai 5,1 juta ton. Produksi

    dari perikanan tangkap mencapai 5,1 juta ton, jika diukur menggunakan tolak ukur MSY berarti

    sekitar 83 % perikanan laut Indonesia sudah di garap penuh. Sedangkan jika di ukur menggunakan

    tolak ukur TAC, diperkirakan over fishing telah melanda laut Indonesia. (Kordi, 2011)

    Sehingga perlu adanya kegiatan budidaya yang nantinya dapat menigkatkan produksi ikan

    kakap putih dengan tidak mengurangi stok ikan dilaut dan dapat meningkatkan kesejahteraan dari

    pembudidaya

    1.2 Tujuan

    Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :

    Pembaca mampu membudidayakan ikan kakap putih

    Sebagai upaya untuk menstabilkan stok ikan di laut

  • BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1 Ikan Kakap Secara Umum

    Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai

    ekonomis, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Produksi ikan

    kakap di indonesia sebagian besar masih dihasilkan dari penangkapan di laut, dan hanya beberapa

    saja diantarannya yang telah dihasilkan dari usah pemeliharaan (budidaya). Indonesia memiliki

    potensi sumber daya perairan yang cukup besar untuk usaha budidaya ikan, namun usaha budidaya

    ikan kakap belum banyak berkembang, sedangkan di beberapa negara seperti: Malaysia, Thailand

    dan Singapura, usaha budidaya ikan kakap dalam jaring apung (floating net cage) di laut telah

    berkembang. Salah satu faktor yang menghambat perkembangan usaha budidaya ikan kakap di

    indonesia adalah masih sulitnya pengadaan benih secara kontinyu dalam jumlah yang cukup.

    Selain itu kurangnya keahlian masyarakat dalam budidaya ikan kakap putih. Faktor-faktor

    pendukung antara lain, ketersediaan lahan yang cukup, kondisi lingkungan perairan yang

    memadai, serta ketersedian bibit alam

    2.1.2 Taxonomi Ikan Kakap Putih

    Ikan kakap putih diberi nama pada tahun 1790 oleh M.E Bloch, yang menerima contoh

    ikan ini dari pedagang Belanda di Eropa dari wilayah perairan Indo-Pasifik. Taksonomi ikan kakap

    putih adalah sebagai berikut :

    Phillum : Chordata

    Sub phillum : Vertebrata

    Klas : Pisces

    Subclas : Teleostei

    Ordo : Percomorphi

    Famili : Centropomidae

    Genus : Lates

    Species : Lates carcarifer (Bloch, 1790)

  • 2.1.3 Ciri-ciri morfologis ikan

    Ciri-ciri morfologis antara lain adalah:

    a. Badan memanjang, gepeng dan batang sirip ekor lebar.

    b. Pada waktu masih burayak (umur 1- 3 bulan) warnanya gelap dan setelah menjadi

    gelondongan (umur 3-5 bulan) warnanya terang dengan bagian punggung berwarna coklat

    kebiru-biruan yang selanjutnya berubah menjadi keabu-abuan dengan sirip berwarna abu-

    abu gelap.

    c. Mulut lebar, sedikit serong dengan gigi halus.

    d. Bagian atas penutup insang terdapat lubang kuping bergerigi.

    e. Sirip punggung berjari-jari keras sebanyak 3 buah dan jari-jari lemah sebanyak 7 8 buah.

    f. Perbedaan jantan dan betina dapat dilihat pada Gambar berikut :

    Gambar 1. Perbedaan jenis kelamin induk kakap putih, a = induk jantan, b = induk betina ikan

    kakap putih (Marwiyah, 2001).

    2.1.4 Habitat dan Siklus Hidup

    Ikan kakap putih secara luas di wilayah tropis dan sub tropis termasuk Pasifik Barat dan

    Lautan India, secara geografis terletak antara garis bujur 50E- 160W garis lintang 24N 25S.

    Ikan kakap putih melakukan migrasi melewati seluruh perairan bagian utara dari Asia, southward

    ke Queensland dan menuju ke barat yaitu daerah Timur Afrika ( FAO, 1974).

    Ikan kakap putih sebenarnya adalah ikan liar yang hidup di laut. Namun setelah di lakukan

    penelitian ikan kakap putih memiliki habitat yang sangat luas. Ikan kakap putih dapat hidup di

    daerah laut yang berlumpur, berpasir, di ekosistem mangrove. Nelayan sering mendapatkan ikan

    kakap putih ketika melaut. Ikan kakap yang hidup di laut lebih besar ukurannya di bandingkan

  • yang di pelihara di air payau atau di air tawar. Hal itu mungkin di sebabkan karena makanannya

    banyak di habitat aslinya. (Kordi, 2011)

    Selain di air laut dan payau, ikan kakap putih juga dapat hidup di air tawar. Larva ikan

    kakap dapat di temukan di perairan tawar seperti di sawah dan danau. Pernah ditemukan ikan

    kakap putih di temukan di sungai Bengawan Solo sampai sejauh 200 km dari pantai. Di sungai

    Kattiong, Langnga, Pinrang, Sulawesi Selatan pernah di jala ikan kakap putih berukuran panjang

    107 cm dan berat 40 kg. Hal ini menunjukkan bahwa ikan kakap dapat juga di pelihara di air tawar.

    (Budi, 2009)

    2.2 Pembenihan Ikan Kakap Putih

    2.2.1 Reproduksi Ikan Kakap Putih

    Ikan kakap putih merupakan ikan hermaprodit protandry jika di lihat dari siklus hidupnya.

    Hermaprodit protandry adalah mampu mengubah kelamin jantan menjadi kelamin betina. Pada

    saat awal reproduksinya ikan kakap putih berjenis kelamin jantan, kemudian pada umur lebih dari

    6-8 tahun akan berubah menjadi betina. Selain dari umurnya, ikan kakap putih juga akan berubah

    kelamin dari jantan menjadi betina pada ukuran 2 kg. Ikan kakap putih akan mempunyai testis

    pada umur 1-2 tahun. Perubahan kelamin ikan kakap jantan menjadi ikan betina setelah ikan kakap

    putih berumur 5-6 tahun. (Cholik dkk, 2005)

    Pada saat musim pemijahan induk ikan kakap jantan dan betina sangat mudah di kenali.

    Ikan kakap putih pada ukuran panjang yang sama, ikan kakap putih jantan akan kelihatan lebih

    kecil dan badannya paling langsing di bandingkan ikan kakap putih betina. Ikan kakap putih jantan

    juga dapat di ketahui dengan melakukan striping, jika yang keluar adalah sperma maka ikan kakap

    tersebut adalah jantan dan jika yang keluar adalah telur maka ikan kakap tersebut adalah betina. (

    Sudjiharno, 1999)

    Telur ikan kakap yang telah matang gonad biasanya jumlahnya tergantung ukuran dari

    kakap putih tersebut. Seekor induk yang memiliki berat 1,05 meter mampu menghasilkan telur

    sebanyak 7,5 juta butir telur. Telur yang telah dibuahi oleh ikan jantan akan mengapung di

    permukaan air. Sifat telur yang mengapung ini mempermudah dalam pengumpulannya. (Kordi,

    1997)

  • 2.2.2 Wadah Budidaya

    1. Bak pemijihan

    Bak pemijihan ikan kakap putih di buat dari batu bata merah yang dibuat sepasang dengan

    diameter 10 m dan kedalaman air 2 m. Bak tersebut di buat dengan sistem pengairan dan aerasi

    yang bagus. Setelah induk kakap memijah, induk kakap putih di keluarkan dari bak pemijahan dan

    telur di masukkan ke bak penetasan. ( Asikin, 1994)

    2. Bak penetasan telur

    Bak penetasaln telur yang telah di buahi ikan kakap putih jantan bisa di buat dari sepasang

    batu bata merah yang berbentuk persegi panjang dengan ukuran 3,5 m x 4,75 m x 1,2 m. Bak

    seperti ini dapat menampung 1 juta butir telur yang telah dibuahi. Bak ini juga harus di lengkapi

    dengan sistem pengairan dan aerasi yang baik pula. Telur yang telah di buahi oleh induk jantan

    akan menetas setelah 18 jam. Setelah telur menetas, larva yang baru menetas di pindahkan ke bak

    pemeliharaan larva. (Bambang, 1997)

    3. Bak pemeliharaan larva

    Bak pemeliharaan larva bisa di buat secara permanen dengan bangunan beton atau dibuat

    dari kayu yang di lapisi plastik. Bak pemeliharaan larva digunakan untuk memelihara larva dari

    menetas sampai umur 14 hari. Biasanya bak pemeliharaan larva berukuran 1,5 m x 4 m x 1,2 m

    atau 2,5 m x 2,5 m x 1,2 m. Bak ini juga harus dilengkapi dengan sistem pengairan yang baik dan

    sistem aerasi yang baik juga. Bak ini sebaiknya di lengkapi dengan atap untuk melindungi larva

    ikan dari sinar matahari langsung. (Kordi, 2005)

    4. Petak pendederan

    Petak pendederan untuk ikan kakap putih di buat dari jaring yang di letakkan di dalam

    tambak pemeliharaan. Ukuran keramba kira kira 1 x 1 x 1 meter dengan mata jaring 2 mm.

    Kedalaman air untuk pendederan yaitu 0,90 m. Keramba ini digunakan untuk memelihara benih

    dengan ukuran 1,5-2 cm. Jumlah penebaran 300-500 ekor. (Said, 2007)

    2.2.3 Pemilihan Induk

    Menurut SNI iduk ikan kakap yang baik harus berasal dari alam dan hasil pembesaran di

    hetchry. Induk harus berasal dari keturunan pertama. Warna tubuh harus abu abu kehitaman,tubuh

    ramping, batang sirip ekor atas lebar, kepala lancip dan bagian atas cekung dan akan menjadi

  • cembung di depan sirip punggung. Tubuh ikan jantan lebih silinder dari pada ikan betina yang

    lebih lebar. Anggota tubuh induk ikan kakap putih harus lengkap, tidak cacat, dan tidak ada

    kelainan pada bentuk tubuhnya, sehat serat bebas dari penyakit. Gerakan induk ikan kakap yang

    baik harus lincah, berenang normal dan tidak hidumenyendiri/memisahkan diri dari kakap lain.

    (SNI, 2008)

    Umur induk ikan kakap putih yang baik dihitung dari telur menetas untuk jantan sekitar

    2,5 tahun. Panjang tubuh total untuk jantan 45-55 cm dan berat 2-3 kg. Sedangkan untuk betina 3

    tahun. Panjag tubuh total dari mulut ke ekor sekitar 57 cm dan berat 3,5 kg.

    2.2.4 Pemijahan

    Induk ikan kakap putih dapat di pijahkan dengan tiga cara yaitu pemijahan alami,

    pemijahan dengan cara stripping, dan pemijahan dengan penyuntika hormon. Pemijahan dengan

    cara alami dan stripping adalah pemijahan yang tradisional dan mudah serta murah. Namun

    pemijahan pemijahan dengan cara penyuntikan hormon adalah pemijahan dengan cara modren dan

    memerlukan pengetahuan khusus. ( Said, 2007)

    1. Pemijahan secara alami

    Ikan kakap yang di peroleh dari penangkapan di alam di pelihara di dalm bak

    tempat pemijahan kira kira satu bulan sebelum musim pemijahan. Musim pemijahan

    biasanya terjadi di bulan Mei sampai Oktober. Perbandingan antara induk jantan dan betina

    adalah 1:1, air laut di dalam bak pemijahan harus mmpunyai salinitas berkisar 28-32 ppt.

    Air di dalam bak pemijahan harus mengalir. Pergantian air dilakukan setiap hari dengan

    mengganti air sekitar 80-100%. Pakan yang diberikan kepada induk berupa ikan rucah

    dengan dosis kira kira 1% dari berat tubuh induk ikan kakap tersebut. Pemberian pakan

    dilakukan setiap pagi hari. (Bambang, 1997)

    Ikan kakap putih yang betina akan memisahkan diri dari kelompoknya. Ciri ciri

    induk ikan kakap betina yang matang gonad adalah perutnya membuncit dan selalu

    berenang di permukaan. Berbeda dengan induk ikan kakap betina yang kurang aktif, induk

    kakap jantan lebih aktif dan bergerombol.

    Pemijahan yang dilakukan didalam bak pemijahan sama seperti di alam yaitu

    berlangsung dari bulan Mei sampai dengan Oktober. Masa pemijahan di dalam bak lebih

    lama yaitu dari jam 19.00 23.00 pada bulan purnama sampai 8 hari berikutnya. Induk

  • ikan kakap yang jantan dan betina akan berenang bersama sama kemudian induk betina

    akan mengeluarkan telur dan akan dibuahi oleh induk jantan. Telur yang telah di buahi oleh

    induk jantan akan mengapung di permukaan air. Telur yang tidak dibuahi akan tenggelam

    di dasar bak. Salinitas yang cocok agar telur cepat menetas adalah 25-33 ppt. Telur akan

    menetas memerlukan waktu 12-28 jam. ( Said, 2007)

    2. Pemijahan dengan cara stripping

    Pemijahan dengan cara stripping sangat baik jika lokasi dimana kita melakukan

    pembenihan berdekatan dengan daerah pemijahan dan tidak mempunyai induk ikan kakap

    dari hasil pemeliharaan. Pemijhan dengan cara ini dilakukan oleh dua orang. Satu orang

    memegang induk ikan kakap yang akan di urut di atas wadah, satu lagi mengurut perut ikan

    dengan ibu jari dan jari telunjuk secara perlahan lahan dari atas ke bawah. Cara seperti ini

    dilakukan untuk induk ikan kakap jantan maupun betina. ( Said, 2007)

    Setelah sperma dan telur di keluarkan, kemudian keduanya di campur di dalam

    wadah, lalu di aduk aduk menggunakan bulu ayam atau bulu unggas lainnya. Ciri ciri

    jantan yang mempunyai sperma yang baik adalah, seekor induk ikan kakap jantan harus

    mampu mengeluarkan sperma sebanyak 5-15 ml. Tidak melekat pada plasma dan tidak

    mengalir pada saat pengurutan. Sperma tersebut akan bergerak dengan aktif dan cepat jika

    di lihat pada mikroskop.telur yang baik yang sudah siap di buahi berukuran 600-700

    mikron. Bentuk telur bulat dan mempunyai kulit bening. Satu ekor induk ikan kakap betina

    dengan bobot 3 kg mampu mengeluarkan telur sebanyak 1-1,5 juta butir telur. (Said, 2007)

    Telur kemudian di masukkan ke dalam bak penetasan telur setelah telur dan sperma

    dicampur. Telur yang telah berhasil dibuahi akan mengapung di permukaan air. Telur yang

    tenggelam di keluarkan karena telur tersebut tidak di buahi. Telur yang sudah dibuahi

    dicuci lagi di dalam air laut dengan tujuan agar terhindar dari penyakit. Air di bak penetasan

    harus mempunyai salinitas sekitar 25-33 ppt dan suhu 28-29 0C. ( Said, 2007)

    3. Pemijahan dengan penyuntikan hormon

    Pemijahan induk ikan kakap dengan cara penyuntikan hormon bertujuan untuk

    mempercepat ikan matang gonad dan siap untuk di pijahkan. Ikan disuntik melalui

    belakang sirip dada. Induk ikan kakap yang akan di suntik hormon sebaiknya di pelihara

  • di dalam bak pemijahan sekitar 3 hari sebelum penyuntikan. Penyuntikan dilakukan dengan

    menggunakan hormon seperti Human chrionic Hormone (HCG) dan Punergen (campuran

    63% Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan 34 % Lutenizing Hormone (LH).

    Penyuntikan sebaiknya di lakukan 2 kali yaitu selang 24 jam. Penyuntikan sebaiknya

    dilakukan pada pagi hari sekitar jam 08.00 dengan tujuan agar induk ikan kakap memijah

    pada malam hari. (Bambang, 1997)

    Penyuntikan yang pertama dilakukan menggunakan HCG dengan dosis 250 IU/kg

    berat tubuh ikan kakap betina dan Punergen 50 IU/kg berat tubuh induk ikan kakap betina.

    Setelah dilakukan penyuntikan induk ikan kakap di masukkan kembali ke dalam bak

    pemijahan dan bak di tutup dengan terpal agar terlindung dari sinar matahari langsung.

    Penyuntikan kedua dilakukan dengan dosis dua kali lebih banyak dari penyuntikan

    pertama. Pada malam harinya, 12 jam setelah penyuntikan kedua induk ikan kakap akan

    memijah. (Bambang, 1997)

    Telur telur ikan kakap yang memijah dikumpulkan dan di tempatkan di dalam

    wadah. Telur tersebut di campurkan dengan sperma yang di keluarkan dari induk jantan.

    Telur yang telah di buahi di bilas dengan air bersih dengan salinitas 28-32 ppt. Telur yang

    telah di bilas di masukkan ke dalm bak penetasan. (Said, 2007)

    2.2.5 Pengelolaan Air Pemeliharaan

    Perkembangan dan survival rate larva sangat bergantung pada parameter lingkungan

    pemeliharaan, yang diantaranya adalah intensitas cahaya, aerasi, suhu, dan salinitas. Salinitas yang

    baik dalam pemeliharaan berkisar antara 30-31 ppt, dengan kisaran suhu 26-29oC (Kungvankij,

    1988). Menurut Sugama et al. (2003) pemeliharaan larva dapat dilakukan dengan menggunakan

    metode green water. Alga yang digunakan untuk metode ini adalah Nannochloropsis dengan

    kepadatan 300.000 sampai 500.000 sel/ml. Suhu memiliki pengaruh yang besar terhadap

    perkembangan larva yaitu pada efisiensi konsumsi kuning telur, pertumbuhan, tingkat konsumsi

    pakan, laju metamorfosis, tingkah laku, kecepatan renang, dan kecepatan metabolisme.Penelitian

    Sugama et al. (2004)

    Air yang digunakan harus disaring dengan saringan pasir (sand filter) pada saat awal

    penebaran, berlangsung di tangki bervolume 10 ton yang diisi air sekitar 7 ton, hingga hari ke 7

    tidak ada pergantian air, hanya menambahkan plankton Chlorella dengan kepadatan 300-500

  • ribu/ml yang dipakai sebagai peredup dan makanan rotifer di dalam bak pemeliharaan larva. Jika

    plankton sebagai pewarna kurang hijau bisa dibantu dengan pemberian elbaju 1 ppm selain sebagai

    antiseptik. Pada hari ke 9-22 air dalam tangki telah mencapai sekitar 9 ton, pergantian air mulai

    dilakukan sebanyak 10-20%.Menurut Rodriguez et al. (2004) pergantian air dilakukan mulai dari

    10-50%. selanjutnya prosentase pergantian ditingkatkan 100% hingga stadia benih.

    Pembersihan dasar bak yang dilakukan dengan cara penyiphonan yang dilakukan pada hari

    ke 9 atau ke 11 secara pelan-pelan, setelah diberi pakan buatan penyiphonan dilakukan setiap hari.

    Sugama et al. (2003) memberikan standar perlakuan dan pergantian air pada bak pemeliharaan

    larva ikan kakap putih. Pengolahan air di bak pemeliharaan larva dilakukan dengan cara

    penggantian air setiap hari, diusahakan kadar garam dan suhu air berkisar antara 28 - 30 ppt dan

    26280C, banyaknya air yang diganti disesuaikan dengan umur larva.

    Gambar 2. Perlakuan dan pergantian air pada bak pemeliharaan larva ikan kakap putih

    (Tarwiyah, 2001 dalam www.ristek.go.id, 2007).

    2.2.6 Pemberian Pakan

    Tiga jenis pakan yang biasa dipakai untuk pemeliharaan larva adalah rotifer, artemia dan

    pakan buatan. Ada dua jenis rotifer menurut ukuran yaitu SS (super smal) dengan ukuran panjang

    lorica 120-140 m dan S (smal) dengan ukuran panjang lorica 180-200 m (Sugama et al., 2003).

    Adapun panduan pemberian pakan pada pemeliharaan larva ikan kakap putih sebagai berikut.

  • Gambar 3. Skema Pemberian Jenis Pakan pada Larva Ikan Kakap Putih (Tarwiyah, 2001 dalam

    www.ristek.go.id, 2007).

    a. Pemberian Rotifera

    Rotifera jenis SS diberikan pada saat mulut larva mulai terbuka yaitu hari ke-2

    setelah menetas dengan kepadatan 5-7 ind/ml. Untuk mengetahui sisa rotifer di dalam air

    pemeliharaan dihitung kepadatannya dua kali sehari (pagi dan sore). Penambahan rotifera

    dilakukan jika kepadatannya kurang dari 5 ind/ml. Mulai umur 5 hari larva diberi pakan

    rotifera jenis S dengan kepadatan 8-10 ind/ml, rotifera diberikan hingga umur 20-24 hari

    (Sugama et al., 2003).

    Pemberian Rotifera dapat diperkaya kandungan nutrisinya dengan cara memberikan

    pakan fitoplankton yang memiliki kandungan asam lemak (HUFA) tinggi, asam lemak

    tersebut yaitu eicosapentanoic acid (EPA 20:5n-3 dalam Nannochloropsis sp.) dan

    decoshexanoic acid (DHA 22:6-3 dalam Nannochloropsis sp., Isochrysis galbana, atau

    Tetraselmis sp.) (Pillay dan Kutty,2005).

    Bahan pengkaya lain yang dapat digunakan adalah Selco yang bisa dibeli dipasaran

    (Ismi, 2005). Rotifera yang diperkaya dengan protein selco dapat mencapai kandungan

    lipid hingga 18 % yang terdiri dari 24,4 mg/g berat kering EPA, 70,6 mg/g berat kering

    DHA dan 2,9 mg/g DHA (Lavens dan Sorgeloos, 1996). Walaupun demikian perlu

    diwaspadai kandungan lipid yang tinggi ini karena menurut Rimmer et al. (2004)

    kandungan lipid diatas 15% dapat mengakibatkan penimbunan lemak pada larva dan

    mengurangi survival rate.

  • b. Naupli Artemia

    Naupli artemia mengandung asam amino, pigmen (cantaxhantin), vitamin C (asam

    askorbat 2-sulfat) dan mineral. Artemia juga dapat terkontaminasi bahan kimia sehingga

    mengandung pestisida atau logam berat. Pada tiap strain artemia memiliki kandungan yang

    berbeda, tergantung pada kondisi dan teknik kulturnya. Tetapi tingkat kandungan nutrisi

    artemia kurang berpengaruh pada keberhasilan pembenihan larva kakap putih (Van

    Stappen, 1996 dalam Akbar, 2002). Hal yang perlu diperhatikan adalah membuang artemia

    yang tidak termakan pada bak pemeliharaan larva, artemia tidak boleh dibiarkan lebih dari

    satu hari karena artemia yang tersisa ini akan mengakibatkan penyakit lordosis dan dapat

    meningkatkan mortalitas larva (Sugama et al., 2003).

    c. Pakan Buatan

    akan buatan dengan kandungan nutrisi cukup harus diberikan sedini mungkin yaitu

    setelah larva berumur 15-17 hari, agar tidak terjadi kekurangan nutrisi pada larva yang

    mengakibatkan syndrom kematian pada usia diatas 25 hari atau 25-day syndrome (Sugama

    et al., 2003). Pemberian pakan buatan dilakukan dengan cara menabur sedikit demi sedikit

    diatas permukaan air dan ukuranya disesuaikan dengan ukuran perkembangan larva,

    jumlah yang diberikan perhari disesuaikan dengan kemampuan larva untuk memakannya,

    frekwensi pemberian pakan 4-7 kali/hari (Ismi, 2005).

    2.2.7 Panen Juvenil

    Biasanya semua larva mengalami metamorfis pada umur 40 hari setelah menetas dengan

    ukuran 1,5-2 cm dan sudah berenang aktif didekat dinding bak. Untuk menangkap juvenil cukup

    dengan menggiring ikan ke sudut bak kemudian waskom plastik diletakkan didekat dinding bak

    dan juvenil secara otomatis akan masuk ke dalam waskom lalu diangkat untuk dipindahkan ke

    tempat yang telah dipersiapkan. Akibatnya penanganan saat panen dapat menyebabkan tingkat

    kematian yang tinggi (Sugama et al., 2001).

    2.2.8 Penyakit pada Ikan Kakap putih dan Penanggulangannya

    a. Penyakit Patogenik

  • Bakteri yang menyerang larva adalah jenis Vibrio sp. Umumnya bakteri ini menyerang

    pada larva berumur sekitar 17 hari. Bakteri ini bersifat patogen pada larva dan merupakan

    penyebab kematian yang besar selain penyakit viral. Ikan yang terserang bakteri vibrio sp

    tidak menunjukan perubahan secara fisik, namun pada saat gelap tubuh ikan tampak

    bercahaya dan larva kehilangan nafsu makan (Kurniastuty et al., 2004). Penyakit viral yang

    pada larva kakap putih adalah VNN (viral nervous necrosis). Virus ini sangat patogenik dan

    merupakan penyebab kematian larva terbesar. VNN yang menginfeksi larva dapat

    mengakibatkan kematian total 100 % dalam tempo yang relatif singkat (1-2 minggu). Ikan

    yang terserang virus VNN tidak menunjukan perubahan secara fisik,gejala yang terlihat

    adalah terjadinya kematian secara masal dan tiba-tiba (Kurniastuty et al., 2004).

    b. Penyakit NonPatogenik

    Penyebab penyakit non patogenik dipengaruhi faktor lingkungan dan erat kaitannya

    dengan parameter kualitas air. Terjadinya perubahan kualitas air dapat menyebabkan inang

    memilki daya tahan tubuh lemah dan patogen berkembang dengan baik sehingga

    menimbulkan kematian pada larva. Beberapa penyakit non patogenik pada larva ikan kakap

    putih karena faktor lingkungan antara lain defisiensi oksigen, gas bubble desease dan

    keracunan. Menurut Kurniastuty et al. (2004) menyatakan bahwa untuk mencegah mortalitas

    pada ikan dapat dilakukan hal- hal sebagai berikut :

    a. Mempertahankan kualitas air tetap baik

    b. Pemberian pakan yang cukup secara kualitas dan kuantitas

    c. Mencegah menyebarnya organisme penyebab penyakit dari bak pemeliharaan satu ke bak

    yang lain.

    Perlakuan yang dapat diberikan untuk mengatasi penyakit bakteri dan parasit pada kakap

    putih dapat dilihat pada Tabel berikut :

  • Tabel 1. Perlakuan untuk mengatasi penyakit bakteri dan parasit pada ikan kakap putih.

    Kurniastuty et al. (2004).

    2.3 Pembesaran Ikan Kakap di Keramba Jaring Apung

    2.3.1 KJA Secara Umum

    Keramba jaring apung (cage culture) adalah sistem budidaya dalam wadah berupa jaring

    yang mengapung dengan bantuan pelampung dan ditempatkan di perairan seperti danau, waduk,

    sungai, selat dan teluk. Sistem ini terdiri dari beberapa komponen seperti rangka, kantong jaring,

    pelampung, jalan inspeksi dan rumah jaga. Kantong jaring terbuat dari bahan polyethelene dan

    polyprophelene dengan berbagai ukuran mata jaring dan berbagai ukuran benang, berfungsi

    sebagai wadah untuk pemeliharaan dan treatment ikan. Pelampung terbuat dari drum plastik, drum

    besi bervolume 200 liter, styrofoam atau gabus yang dibungkus dengan kain terpal yang berfungai

    untuk mempertahankan kantong jaring tetap mengapung di dekat permukaan air

  • 2.3.2 Persyaratan KJA

    a. Terlindung dari Angin dan Gelombang Besar : perairan yang dipilih harus bebas dari

    hempasan gelombang besar dan angin yang kuat. Karena perairan terbuka dapat merusak

    konstruksi sarana pembesaran (rakit) dan dapat mengganggu aktifitas budidaya. Idealnya,

    kecepatan gelombang kurang dari 1 m per detik

    b. Kedalaman Perairan : Kedalaman yang ideal adalah 7- 8 meter dari surut terendah untuk

    menghindari pengaruh kualitas air dari sisa kotoran ikan yang membusuk dan sering terjadi

    serangan ikan buntal yang merusak jaring.

    c. Bebas dari Bahan Cemaran : Limbah industri, rumah tangga dan limbah pertanian yang

    mengalir ke lokasi budidaya dalam jumlah tertentu akan membahayakan organisme yang kita

    pelihara. Konsentrasi bahan cemaran yang tinggi juga akan merusak lingkungan beserta organisme

    yang hidup disekitarnya. Umumnya, daerah pantai dan sekitarnya telah banyak dimanfaatkan

    untuk kegiatan industri, pemukiman ataupun untuk areal pertanian dan diketahui terdapat buangan

    limbah sebagai bahan cemaran baik organik maupun anorganik sebaiknya dihindari untuk kegiatan

    budidaya.

    d. Tidak pada Alur Pelayaran : Lokasi yang dekat atau berada di alur pelayaran tidak hanya

    mengganggu pelayaran, suara mesin motor atau perahu yang lalu lalang serta gelombang dan

    pusaran air yang ditimbulkannya dapat mengganggu ikan peliharaan.

    e. Tersedia Sumber Pakan : Pakan merupakan kunci pembesaran ikan Kakap Putih. Lokasi yang

    dekat dengan daerah penangkapan ikan menggunakan liftnet atau bagan bisa dijadikan pilihan

    karena akan mudah mendapatkan pakan berupa ikan segar dan murah. Karena ikan Kakap putih

    ini tergolong hewan karnivora (pemakan daging). Selain itu daerah yang dekat dengan tempat

    pelelangan ikan pun akan menjamin kontinuitas pengadaan ikan rucah.

    f. Dekat dengan Sarana dan Prasarana Transportasi : Tersedianya sarana dan prasarana berupa

    jalan darat menuju lokasi merupakan lokasi yang baik karena memudahkan transportasi benih,

    pengadaan pakan dan pengangkutan hasil panen.

    g. Keamanan : Keamanan merupakan faktor penting seperti kekhawatiran akan pencurian yang

    bisa mengakibatkan kerugian.

  • h. Kualitas Fisik Air : yang dimaksud dengan kualitas fisik air antara lain adalah kecepatan

    arus dan kecerahan air

    Kecepatan Arus; kecepatan arus ideal untuk pembesaran ikan Kakap Putih tidak lebih dari

    1 m per detik. Kecepatan arus > 1 m/detik dapat mempengaruhi posisi jaring dan

    sistem penjangkaran. Kuatnya arus dapat menggeser posisi rakit, sebaliknya arus yang

    terlalu kecil dapat mengurangi pertukaran air keluar masuk jaring dan berpengaruh

    terhadap ketersediaan oksigen dalam wadah pemeliharaan, serta mudahnya penyakit

    terutama parasit menyerang ikan peliharaan. Aliran arus harus mampu mengalirkan

    buangan sisa pakan dan limbah keluar dari areal pembudidayaan secara periodik dan terjadi

    pengenceran secara alami.

    Kecerahan; perairan yang tingkat kecerahannya sangat tinggi bahkan sampai tembus

    dasar merupakan indikator lokasi yang baik untuk pembesaran. Sebaliknya dengan tingkat

    kecerahan yang rendah menandakan tingkat bahan organik terlarut sangat tinggi. Perairan

    ini dikategorikan cukup subur dan tidak baik untuk pembesaran karena kondisi tersebut

    menyebabkan cepatnya perkembangan organisme penempel seperti lumut, cacing,

    kekerangan. Kecerahan perairan yang cocok untuk pembesaran Kakap Putih adalah > 5

    meter.

    i. Kualitas Kimia Air : Untuk mengetahui kualitas kimia air ada beberapa parameter yang perlu

    diketahui antara lain;

    Salinitas/Kadar Garam; salinitas optimal yang dibutuhkan untuk pembesaran adalah 27-

    30 per mil.

    Suhu; suhu optimum untuk untuk pertumbuhan ikan adalah berkisar antara 28 30 C.

    Perairan laut mempunyai kecenderungan bersuhu konstan.

    Konsentrasi Ion Hidrogen (pH); ikan Kakap Putih sangat baik pertumbuhannya pada pH

    normal air laut yaitu 7,5 8,5. Perairan dengan pH rendah mengakibatkan aktifitas tubuh

    menurun dan kondisi ikan menjadi lemah sehingga mudah terkena infeksi yang bisa

    mengakibatkan mortalitas tinggi.

    Oksigen Terlarut (DO); Oksigen terlarut sangat dibutuhkan bagi kehidupan ikan.

    Konsentrasi oksigen dalam air dapat mempengaruhi pertumbuhan, konversi pakan dan

  • mengurangi daya dukung perairan. Kakap Putih dapat tumbuh dan berkembang dengan

    baik dengan konsentrasi DO lebih dari 5,0 ppm.

    2.3.3 Sarana dan Alat Budidaya

    Pemeliharaan kakap putih di KJA dengan metode operasional monokultur. Secara

    garis besar KJA terdiri dari bagian :

    a. Jaring

    Jaring terbuat dari bahan:

    Bahan: Jaring PE 210 D/18 dengan ukuran lebar mata 1 ~ 1,25, guna untuk

    menjaga jangan sampai ada ikan peliharaan yang lolos keluar.

    Ukuran: 3 m x 3 m x 3 m

    1 Unit Pembesaran: 6 jaring (4 terpasang dan 2 jaring cadangan)

    b. Kerangka/Rakit: Kerangkan berfungsi sebagai tempat peletakan kurungan.

    Bahan: Bambu atau kayu

    Ukuran: 8 m x 8 m

    c. Pelampung: Pelampung berpfungsi untuk mengapungkan seluruh sarana budidaya atau

    barang lain yang diperlukan untuk kepentingan pengelolaan

    Jenis: Drum (Volume 120 liter)

    Jumlah: 9 buah.

    d. Jangkar: Agar seluruh sarana budidaya tidak bergeser dari tempatnya akibat pengaruh

    angin, gelombang digunakan jangkar.

    e. Peralatan pendukung lainya.

    Jenis yang dipakai: Besi atau beton (40 kg).

    Jumlah : 4 buah

    Panjang tali : Minimal 1,5 kali ke dalam air

    Ukuran benih yang akan Dipelihara: 50-75 gram/ekor

    Pakan yang digunakan: ikan rucah

    Perahu : Jukung

    Peralatan lain : ember,serok ikan, keranjang, gunting dll

  • Gambar 4. Jaring berbentuk bujur sangkar

    2.3.4 Pembuatan Keramba Jaring Apung

    Dalam pembuatan keramba jarring apung yang perlu diperhatikan adalah rakit apung.

    Rakit apung di buat di daratan dengan mengikatkan pelampung ke kayu yang sudah membentuk

    persegi, kemudian akan di bawa ke laut dengan menggunakan perahu. Rakit ini dibuat lebih dari

    satu unit dan di buatkan rumah sebagai tempat pemantau.

    Ukuran keramba sebaiknya 3x3x3 meter. Bahan yang digunakan adalah jarring poilietelin

    No.380 D/9 dan 380 D/13 berukuran mata jaring (mesh size) 1 inci dan 2 inci. Untuk membuat

    sebuah keramba dengan ukuran tertentu, ukuran pemotongan ditambah 30% dari ukuran yang

    dikehendaki. Untuk panjang jaring 3 meter ditambah 30% (110 m2), maka panjang pemotongan

    jaring 410 meter.

    Keramba yang sudah siap, segera dipasang pada rakit dengan mengikatkan sudut-sudut

    keramba ke sudut-sudut bingkai rakit. Disetiap sudut keramba dipasang pemberat dan tali

    pemberat. Untuk pemberat, dapat digunakan timah atau adukan semen + pasir dengan bobot 3 - 4

    kg per buah, sedang untuk tali pemberat, digunakan tali berdiameter 1 cm dengan panjang 4 m.

    Cara memasang pemberat : tali pemberat diikatkan pada pemberat, ujung yang lain diikatkan

    sementara pada bingkai di sudut sudut keramba. Ujung tali diikat pemberat dibelitkan pada sudut

    bawah keramba. Pemberat diturunkan ke perairan sampai keramba menjadi tegang, kemudian tali

    pemberat ditarik ke atas, 10 cm dan ujung tali pemberat diikat kembali pada bingkai rakit di sudut

    keramba dengan demikian yang tegang adalah tali pemberat, bukan keramba.

  • Gambar 5. Rakit KJA

    2.3.5 Benih dan Padat Tebar

    Benih kakap putih dapat kita peroleh dari alam maupun dari balai atau pembudidaya yang

    melakukan pembenihan. Ukuran panjang 2-3 an (30-40 hari) atau ukuran besar 25-30 gram/ekor.

    Benih berenang cepat/gesit sisik mengkilat tergolong benih yang baik dan sehat. Kepadatan

    optimal untuk benih berukuran 25-30 gram/ekor adalah 100 ekor/m3. Sedangkan benih berukuran

    100-150 gram/ekor. padat tebarnya adalah 40-50 ekor/m3 KJA.

    2.3.6 Pendederan

    Pendederan dilakukan setelah benih berumur 30 hari (D-30) dari saat penetasan. Waktu

    penebaran benih adalah pagi hari atau sore hari. Padat penebaran antara 80 100 ekor/m3 volume

    air. Pakan diberi berupa cacahan daging segar halus dengan dosis 100% per hari dari total berat

    badan selama bulan pertama. dan pada bulan kedua dosisnya diturunkan menjadi 75% per hari.

    Masa pememliharaan pendederan selama 1 - 2 bulan, benih sudah akan mencapai ukuran

    gelondong. Pemeliharaan selama satu bulan ukuran panjang 2,5 - 3,5 cm, sedangkan pemeliharaan

    selama 2 bulan 7,5 10 cm. Jaring/hapa yang memiliki lubang (mata jaring) kecil. Dengan ukuran

    kurungan pendederan adalah 2x2x2 m3 atau 3x3x3 m3.

  • 2.3.7 Pembesaran

    Setelah benih berukuran 75 - 100 cm, langkah pemeliharaan selanjutnya adalah

    pemindahan benih ke dalam kurungan pembesaran. Konstruksi kurungan pembesaran yaitu 4x4x3

    m3 atau 5x5x3 m3. Bahan kurungan (jaring) dari P (polythilene = eks jarring trawl) dengan mesh

    size 3/4 inchi (D.12 - 16) untuk pembesaran tahap I. dan untuk tahap II dengan mesh size 1.25

    inchi (D.I8). Padat penebaran untuk tahap I. yakni bulan I dan II, pada kurungan pembesaran

    adalah 30-35 ekor gelondong/m3; dan untuk tahap II, yakni bulan 111V kepadatannya

    diturunkan menjadi 25-30 ekor gelondong/m3. Usaha pembesaran di perairan atau laut diperlukan

    waktu sekitar 4-5 bulan. Untuk ukuran konsumsi waktu pemeliharaannya ditambah beberapa bulan

    dan padat penebarannya diturunkan menjadi 15 - 20 ekor/m3.Untuk mernacu pertumbuhan. perlu

    diberi tambahan pakan cacahan daging ikan rucah segar dengan dosis 5-10% per hari dari total

    berat badan ikan.

    2.3.8 Pakan

    Ikan rucah, atau pakan buatan yang bergizi tinggi. Ikan rucah bisa diperoleh dari hasil

    tangkapan gombang. Ikan rucah bisa diramu dengan bahan pengikat (tepung sagu). ditambah

    dengan vitamin, mineral dan protein tambahan, untuk menghasilkan pellet ikan. Pemberian pakan

    harus memperhatikan keadaan cuaca. waktu dan ukuran ikan. Ikan berukuran 50 gram, diberikan

    10% dari berat total ikan dalam karamba per hari. Ikan berukuran 100-300 gram cukup diberi

    sebanyak 5% dari berat total per hari. Berukuan di tas 300 gram, diberi 3% per hari dari berat total

    ikan dalam karamba. Ikan rucah akan diperoleh nilai tukar pakan 5-71. Artinya untuk

    menghasilkan berat kakap I kg diperlukan ikan rucah sebanyak 5-7 kg.

    2.8.9 Panen

    Pemanenan ikan kakap dapat dilakukan dengan selektif maupun total. Panen selektif yaitu

    memanen ikan kakap yang sudah ukuran konsumsi.panen total dilakukan dengan memanen

    seluruh ikan kakap yang dipelihara. Pemeliharaan ikan kakap selama satu tahun akan

    menghasilkan ikan kakap dengan berat 1,5-2,5 kg jika pada saat penebaran berat ikan kakap

    tersebut 300 gram. Ikan kakap yang biasa di panen untuk konsumsi yaitu pada ukuran 500-1000

    gram. Ikan kakap yang mencapi ukuran satu kilo lebih sebaiknya di jadikan calon induk. Panen

  • sebaiknya di lakukan pada sore hari yaitu suasana suhu rendah sehingga mengurangi stres pada

    ikan. ( Sudjiharno, 1999)

    Alat yang digunakan dalam memanen ikan kakap bermacam macam. Dapat menggunakan

    jala, laring, bubu, serokan. Hindari alat pemanenan yang dapat melukai ikan. Ketika pemanenan

    sebaiknya jangan menangkap ikan sekaligus karena dapat mengakibatkan luka pada ikan terutama

    ikan yang di jual pada keadaan hidup. Pemanenan ikan kakap tidak di anjurkan menggunakan obat

    karena dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan dan dapat membahayakan manusia yang

    mengkonsumsinya. (Sudjiharno, 1999)

  • BAB III

    KESIMPULAN

    Ikan kakap putih secara luas di wilayah tropis dan sub tropis termasuk Pasifik Barat dan

    Lautan India, secara geografis terletak antara garis bujur 50E- 160W garis lintang 24N

    25S.

    Ikan kakap putih merupakan ikan hermaprodit protandry jika di lihat dari siklus hidupnya.

    Pada saat awal reproduksinya ikan kakap putih berjenis kelamin jantan, kemudian pada

    umur lebih dari 6-8 tahun akan berubah menjadi betina

    Induk ikan kakap putih dapat di pijahkan dengan tiga cara yaitu pemijahan alami,

    pemijahan dengan cara stripping, dan pemijahan dengan penyuntika hormone

    Perkembangan dan survival rate larva sangat bergantung pada parameter lingkungan

    pemeliharaan, yang diantaranya adalah intensitas cahaya, aerasi, suhu, dan salinitas.

    Salinitas yang baik dalam pemeliharaan berkisar antara 30-31 ppt, dengan kisaran suhu 26-

    29oC

    Tiga jenis pakan yang biasa dipakai untuk pemeliharaan larva adalah rotifer, artemia dan

    pakan buatan.

    Ada dua jenis rotifer menurut ukuran yaitu SS (super smal) dengan ukuran panjang lorica

    120-140 m dan S (smal) dengan ukuran panjang lorica 180-200 m

    Kepadatan optimal untuk benih berukuran 25-30 gram/ekor adalah 100 ekor/m3.

    Sedangkan benih berukuran 100-150 gram/ekor. padat tebarnya adalah 40-50 ekor/m3

    KJA.

    Pemanenan ikan kakap dapat dilakukan dengan selektif maupun total. Panen selektif yaitu

    memanen ikan kakap yang sudah ukuran konsumsi.panen total dilakukan dengan memanen

    seluruh ikan kakap yang dipelihara.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Akbar, S., P. Hartono dan B. Kurnia. 1999. Nutrisi dan Teknik Pembuatan Pakan Ikan Kakap

    Putih dalam Budidaya ikan Kakap Putih (Lates carcarifer, Bloch.) di Karamba

    Jaring Apung. Departemen Pertanian. Balai Budidaya Laut Lampung. Lampung.

    65 Halaman

    Asikin,1996. Budidaya Kakap. PEnebar Swadaya. Jakarta.

    Cholik, F., Jagatraya, A.G., Poernomo, R.P. dan Jauzi, A. 2005. Akuakultur Tumpuan Harapan Masa

    Depan Bangsa. Masyarakat Perikanan Nusantara dan Taman Akuarium Air Tawar

    Taman Mini Indonesia Indah. Jakarta. 415 hal

    FAO. 1974. Logging and log transportation in tropical high forest. Forestry Development Paper

    No. 18. Rome

    Ismi, S. 2005. Kultur Plankton Untuk Penyediaan Pakan Alami Pada Pembenihan Ikan Kerapu.

    Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol. Bali.

    Kordi, G. Dan Tancung, A, B. 2005. Pengelolaan Kualitas Air. Rineka Cipta. Jakarta

    Kordi, G.H. 1997. Budidaya Kepiting dan Ikan Bandeng di Tambak Sistim Polikatur. Dahara

    Press. Semarang

    Kungvankij, P. 1988. Guide to Marine Finfish Hatchery Management. Food And Agriculture Of

    United Nations. Rome.

    Kurniastuty, T. Tusihadi dan P. Hartono. 2004. Hama dan Penyakit Ikan dalam Pembenihan Ikan

    Kerapu. Depertemen Kelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan

    Budidaya. Balai Budidaya Laut Lampung. Bandar Lampung. Halaman 77-89.

    Lavens P. dan Sorgeloos P. (1996). Manual on The Production and Use of Live Food for

    Aquaculture. University of Ghent Press, Belgium, Pages 1-38.

    Murtidjo A, Bambang. 1997. Budidaya Kakap dalamTambak dan Keramba. Kanusius.

    Yogjakarta.

    Rimmer, M. A., S. McBride & K. C. Will. 2004. Advances in grouper aquaculture. Canberra,

    Australia 2601. ACIAR Monograph 110: 137pp

    Sudjiharno. 1999. Budidaya Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) di Keramba Jaring Apung.

    Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Perikanan Balai Budidaya Laut

    Lampung. 65 hlm.

  • Sugama, K., S. Ismi, S. Kawahara and M. Rimmer. 2003. Improvement of Larval Rearing

    Technique for Humpback Grouper (Cromileptes altivelis). Aquaculture Asia

    Megazine July-September 2003. NACA. Bangkok. Thailand. Page 34 37.

    Sugama, K., Tridjoko, B. Slamet, S. Ismi, E. Setiadi dan S. Kawahara. 2001. Petunjuk Teknis

    Produksi Benih Ikan Kerapu Bebek. Cromileptes altivelis. Balai Besar Riset

    Budidaya laut Gondol - JICA. Bali. 40 Halaman.

    Sugama, K., Trijoko, S. Ismi, K. Maha Setiawati. 2004. Effect of Water Temperature on Growth,

    Survival and Feeding Rate of Humpback Grouper (Cromileptes altivelis). In:

    Advences in Grouper Aquaculture, Editors: M.A. Rimmer, S. McBride and K.C.

    Williams. Australian Centre for International Aqricultural Research. Canberra.

    Page 55-60.

    Tarwiyah. 2001. Pembenihan Kakap Putih (Lates calcariver, Bloch) Skala Rumah Tangga (HSRT-

    Hatchery Skala Rumah Tangga) dalam www.ristek.go.id (2007). Jakarta.