62
MAKALAH KIMIA ANORGANIK III "TEORI IKATAN DALAM SENYAWA KOMPLEKS " Disusun oleh : Kelompok 3 Magdalena Normalina Sitio F1C111053 Novita Sari Simamora F1C111049 Hanna Laily Syarifa F1C111010 Dwi Sari Ningsih F1C111012 Bambang Pamungkas F1C111009 Diyah Tri Utami F1C111052 Carolin Fitriyani Ramadhan F1C111050 Program Studi: S1 Kimia Dosen Pengampu: Drs. Nofrizal Jhon, M.Si. FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

Tugas kimia Anorganik

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tugas kimia Anorganik

MAKALAH KIMIA ANORGANIK III

"TEORI IKATAN DALAM SENYAWA KOMPLEKS "

Disusun oleh :

Kelompok 3

Magdalena Normalina Sitio F1C111053

Novita Sari Simamora F1C111049

Hanna Laily Syarifa F1C111010

Dwi Sari Ningsih F1C111012

Bambang Pamungkas F1C111009

Diyah Tri Utami F1C111052

Carolin Fitriyani Ramadhan F1C111050

Program Studi:

S1 Kimia

Dosen Pengampu:

Drs. Nofrizal Jhon, M.Si.

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS JAMBI

Tahun 2013-2014

Page 2: Tugas kimia Anorganik

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa karna dengan rahmat dan karunia-

Nya, penyusunan makalah ini dapat kami selesaikan. Makalah ini berjudul “Teori Orbital

Molekul dalam Senyawa Kompleks” Penyusunan dari makalah ini merupakan salah satu dari

tugas kami sebagai mahasiswa untuk menyelesaikan tugas kimia anorganik III.

Seperti ada pepatah yang mengatakan “tak ada gading yang tak retak”, maka kami ingin

mengucapkan permohonan maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan kata dan adanya

pernyataan-pernyataan yang kami tulis didalam makalah ini tidak berkenan dihati saudara.

Kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca kepada kami mengenai makalah yang

kami buat sehingga untuk kedepannya kami dapat memperbaiki kesalahan kami dan kedepannya

menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Jambi, Desember 2013

Penyusun

Page 3: Tugas kimia Anorganik

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................2

DAFTAR ISI..........................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah................................................................................................41.2 Rumusan masalah.........................................................................................................51.3 Tujuan...........................................................................................................................51.4 Manfaat penulisan makalah..........................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Teori Ikatan Valensi.....................................................................................................2.2 Teori Medan Kristal......................................................................................................2.3 Teori Orbital Molekul...................................................................................................72.4 Diagram korelasi orbital molekul HCl.........................................................................82.5 Orbital molekul.............................................................................................................102.6 Teori orbital molekul bagi diatomik mononuklir pada umumnya................................112.7 Molekul-molekul diatom heteronuklir..........................................................................122.8 Teori orbital molekul bagi molekul poliatom...............................................................142.9 Pendekatan ikatan terlokalisasi.....................................................................................182.10 Pembentukan Orbital molekul......................................................................................22

BAB III PENUTU P

3.1 Kesimpulan...................................................................................................................45

Daftar Pustaka........................................................................................................................46

Page 4: Tugas kimia Anorganik

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Struktur atom dan metoda mekanika gelombang memungkinkan untuk memecahkan

persoalan pokok dalam ilmu kimia, yaitu apa yang menyebabkan atom dapat saling berikatan

menjadi molekul. Ada beberapa teori yang memberikan postulat.

Postulatnya tentang bagaimana bentuk dari suatu senyawa antara lain, teori Valence-Shell

Elektron Pair Repulsion (VSEPR), teori IkatanValensi, teori Orbital Molekul, teori Lewis, dan

sebagainya. Mengenai ikatan kovalen, dikenal dua jenis pendekatan yaitu teori Orbital Molekul

(teori MO) dan teori ikatan valensi (teori VB). Berdasarkan teori ikatan valensi, ikatan kovalen

dapat terbentuk jika terjadi tumpang tindih orbital valensi dari atom yang berikatan. Teori Ikatan

Valensi mampu secara kualitatif menjelaskan kestabilan ikatan kovalen sebagai akibat tumpang-

tindih orbital-orbital atom.

Dengan konsep hibridisasi pun dapat dijelaskan geometri molekul sebagaimana yang

diramalkan dalam teori VSEPR, tetapi sayangnya dalam beberapa kasus, teori ikatan valensitidak

dapat menjelaskan sifat-sifat molekul yang teramati secara memuaskan. Contohnya adalah

molekul oksigen, yang struktur Lewisnya sebagai berikut. Menurut gambaran struktur Lewis

Oksigen di atas, semua elektron pada O berpasangan dan molekulnya seharusnya bersifat

diamagnetik, namun kenyataanya, menurut hasil percobaan diketahui bahwa Oksigen bersifat

paramagnetik dengan dua elektron tidak berpasangan. Temuan ini membuktikan adanya

kekurangan mendasar dalam teori ikatan valensi, sesuatu yang mendorong pencarian alternatif

pendekatan ikatan yang lain yang dapat menjelaskan sifat-sifatO2 dan molekul-molekul lain yang

tidak cocok dengan ramalan teori ikatanvalensi. Untuk menjawab hal tersebut diperlukan teori

lain yang dapat mendukung kelemahan teori ikatan valensi ini yaitu teori Orbital molekul.

Sifat magnet dan sifat-sifat molekul yang lain dapat dijelaskan lebih baik dengan

menggunakan pendekatan mekanika kuantum yang lain yang disebut sebagai teori orbital

molekul (OM), yang menggambarkan ikatan kovalenmelalui istilah orbital molekul yang

dihasilkan dari interaksi orbital-orbital atomdari atom-atom yang berikatan dan yang terkait

dengan molekul secara keseluruhan. Perbedaan antara orbital molekul dan orbital atom adalah

bahwa orbital atom terkait hanya dengan satu atom. Teori OM menjelaskan bahwa atom-atom

Page 5: Tugas kimia Anorganik

individu tidak lagi terdapat dalam molekul. Menurut Bird, T (1987), atom-atom telah melebur

menjadi satu kesatuan yaitu molekul itu sendiri. Pendekatan dimulai dengan inti-inti atom yang

terdapat dalam molekul pada posisi-posisi tertentu sebagai suatu kesatuan, baru kemudian satu

per satu elektron ditempatkanke dalam sistem tersebut. Kebalikannya, teori ikatan valensi lebih

mendasarkan pendekatannya pada sudut pandangan kimia dalam arti bahwa atom-atom secara

individu dianggap memang terdapat dalam molekul. Struktur molekul dianggapsebagai ikatan-

ikatan yang terbentuk karena pertumpangtindihan orbital-orbital atom-atom yang terdapat dalam

molekul tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah makalah ini adalah:

1. Bagaimana isi teori orbital molekul? 2. Bagaimana proses pembentukan orbital molekul pada senyawa homointi dan heterointi?3. Bagaimana hubungan orde ikatan dengan kestabilan molekul

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui isi teori orbital molekul.2. Mengetahui proses pembentukan orbital molekul pada senyawa homointi dan heterointi.3. Mengetahui hubungan orde ikatan dengan kestabilan molekul.

1.4 Manfaat Penulisan Makalah Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat untuk:

1. Memahami isi teori orbital molekul.2. Memahami proses pembentukan orbital molekul pada senyawa homointi dan heterointi.3. Memahami hubungan orde ikatan dengan kestabilan molekul.

Page 6: Tugas kimia Anorganik

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Teori Ikatan Valensi (Valence Bond Theory)

Teori ini dikemukakan oleh Linus Pauling sekitar tahun 1931. Teori ini menyatakan

bahwa ikatan antara ligan dengan logam merupakan ikatan kovalen koordinasi, dengan pasangan

elektron bebas yang disumbangkan oleh ligan. Logam pusat menyediakan orbital-orbital kosong

yang telah mengalami hibridisasi untuk ditempati oleh PEB dari ligan. Jenis hibridisasi orbital

menentukan bentuk geometris senyawa kompleks yang terbentuk. Pembentukan ikatan dalam

senyawa kompleks juga dapat ditinjau sebagai reaksi Asam-Basa Lewis, dimana ligan

merupakan Basa Lewis yang memberikan PEB.

Hibridisasi Geometris Contoh

sp2 Trigonal planar [HgI3]-

sp3 Tetrahedral [Zn(NH3)4]2+

d2sp3 Oktahedral [Fe(CN)6]3-

dsp2 Segi empat planar [Ni(CN)4]2-

dsp3 Bipiramida trigonal [Fe(CO)5]2+

sp3d2 Oktahedral [FeF6]3-

Pembentukan ikatan melibatkan beberapa tahapan, meliputi promosi elektron;

pembentukan orbital hibrida; dan pembentukan ikatan antara logam dengan ligan melalui overlap

antara orbital hibrida logam yang kosong dengan orbital ligan yang berisi pasangan elektron

bebas.

Pada hibridisasi yang melibatkan orbital d, ada dua macam kemungkinan hibridisasi. Jika

dalam hibridisasi orbital d yang dilibatkan adalah orbital d yang berada di luar kulit dari orbital s

dan p yang berhibridisasi, maka kompleks yang terbentuk disebut sebagai kompleks orbital luar,

atau outer orbital complex. Sebaliknya, jika dalam hibridisasi yang dilibatkan adalah orbital d di

dalam kulit orbital s dan p yang berhibridisasi, maka kompleks tersebut dinamakan kompleks

Page 7: Tugas kimia Anorganik

orbital dalam atau inner orbital complex. Umumnya kompleks orbital dalam lebih stabil

dibandingkan kompleks orbital luar, karena energi yang dilibatkan dalam pembentukan

kompleks orbital dalam lebih kecil dibandingkan energi yang terlibat dalam pembentukan

kompleks orbital luar. Untuk menghibridisasi orbital d yang berada di dalam orbital s dan p

diperlukan energi yang lebih kecil, karena tingkat energinya tidak terlalu jauh.

Contoh :

[Ni(CO)4]; memiliki struktur geometris tetrahedral

Ni28 : [Ar] 3d8 4s2

3d8 4s2 4p0

Elektron pada orbital 4s mengalami promosi ke orbital 3d, sehingga orbital 4s kosong dan

dapat mengalami hibridisasi dengan orbital 4p membentuk orbital hibrida sp3.

Ni28 : [Ar]

3d8 4s 4p

Orbital hibrida sp3 yang telah terbentuk kemudian digunakan untuk berikatan dengan 4 ligan

CO yang masing-masing menyumbangkan pasangan elektron bebas

[Ni(CO)4] : [Ar] 3d10 sp3

Karena semua elektron berpasangan, maka senyawa bersifat diamagnetic

[Fe(CN)6]3-; memiliki bentuk geometris oktahedral

Fe26 : [Ar] 3d6 4s2

Fe3+ : [Ar] 3d5 4s0

hibridisasi sp3

Page 8: Tugas kimia Anorganik

hibridisasi d2sp3

: [ Ar]

3d5 4s1 4p0

Dua buah elektron pada orbital d yang semula tidak berpasangan dipasangkan dengan

elektron lain yang ada pada orbital d tersebut, sehingga 2 orbital d yang semula ditempati oleh

kedua elektron tersebut kosong dan dapat digunakan untuk membentuk orbital hibridal d2sp3

Fe3+ : [Ar]

Karena orbital d yang digunakan dalam hibridisasi ini berasal dari orbital d yang berada

disebelah dalam orbital s dan p, maka kompleks dengan orbital hibrida semacam ini disebut

sebagai kompleks orbital dalam (inner orbital complex)

[Fe(CN)6]3- : [Ar]

3d6 d2sp3

Orbital hibrida d2sp3 yang terbentuk diisi oleh pasangan elektron bebas dari ligan CN-

Dalam kompleks terdapat satu elektron yang tidak berpasangan, sehingga kompleks bersifat

paramagnetik.

[Ni(CN)4]2-, memiliki bentuk geometris segiempat planar

Ni28 : [Ar] 3d8 4s2

: [Ar]

3d8 4s2 4p0

Ni2+ : [Ar]

membentuk orbital hibrida dsp3

Page 9: Tugas kimia Anorganik

Salah satu elektron pada orbital d yang tidak berpasangan dipasangkan dengan elektron lain,

sehingga salah satu orbital d kosong dan dapat digunakan untuk membentuk orbital hibrida dsp3.

[Ni(CN4)]2- : [Ar]

3d8 dsp3

Semua elektron dalam kompleks ini berpasangan sehingga kompleks bersifat diamagnetic

Elektronetralitas dan Backbonding

Dalam TIV, reaksi pembentukan kompleks merupakan reaksi Asam Basa Lewis. Atom

logam sebagai asam Lewis mendapatkan elektron dari ligan yang bertindak sebagai basa Lewis,

sehingga mendapatkan tambahan muatan negatif. Dengan demikian densitas elektron pada atom

logam akan menjadi semakin besar sehingga kompleks menjadi semakin tidak stabil. Pada

kenyataannya senyawa kompleks merupakan senyawa yang stabil, sehingga diasumsikan

walaupun mendapatkan tambahan muatan negatif dari PEB yang didonorkan oleh ligan, atom

pusat memiliki muatan yang mendekati nol atau hampir netral. Ada dua pendekatan yang dapat

digunakan untuk menerangkan hal ini :

(1) Elektronetralitas

Ligan donor umumnya merupakan atom dengan elektronegativitas yang tinggi, sehingga

atom ligan tidak memberikan keseluruhan muatan negatifnya, sehingga elektron ikatan tidak

terdistribusi secara merata antara logam dengan ligan.

(2) Backbonding

Pada atom logam dengan tingkat oksidasi yang rendah, kerapatan elektron diturunkan

melalui pembentukan ikatan balik (backbonding) atau resonansi ikatan partial. Ion pusat

memberikan kembali pasangan elektron kepada ligan melalui pembentukan ikatan phi (π).

Page 10: Tugas kimia Anorganik

Teori Ikatan Valensi cukup mudah untuk dipahami, dapat meramalkan bentuk geometris

dari sebagian besar kompleks, dan berkesesuaian dengan sifat kemagnetan dari sebagian besar

kompleks.

Meskipun demikian, ada beberapa kelemahan dari Teori Ikatan Valensi ini. Sebagian besar

senyawa kompleks merupakan senyawa berwarna, TIV tidak dapat menjelaskan warna dan

spektra elektronik dari senyawa kompleks. Selain itu, meskipun berkesesuaian dengan sifat

kemagnetan senyawa, TIV tidak dapat menjelaskan mengapa kemagnetan senyawa dapat

berubah dengan kenaikan suhu. Teori Ikatan Valensi tidak dapat memberikan penjelasan yang

memuaskan mengapa sejumlah kompleks berada dalam bentuk kompleks orbital luar.

Kelemahan-kelemahan dari TIV ini dapat dijelaskan dengan lebih baik oleh Teori Medan Kristal

(Crystal Field Theory).

2.2 Teori Medan Kristal

Teori ini mula-mula diajukan oleh Bethe (1929) dan Vleck (1931 – 1935), dan mulai

berkembang sekitar tahun 1951. Teori ini merupakan usaha untuk menjelaskan hal-hal yang

menjadi kelemahan dari Teori Ikatan Valensi.

Dalam Teori Medan Kristal (TMK), interaksi yang terjadi antara logam dengan ligan

adalah murni interaksi elektrostatik. Logam yang menjadi pusat dari kompleks dianggap sebagai

suatu ion positif yang muatannya sama dengan tingkat oksidasi dari logam tersebut. Logam pusat

ini dikelilingi oleh ligan-ligan bermuatan negatif atau ligan netral yang memiliki pasangan

elektron bebas (PEB). Jika ligan merupakan suatau spesi netral/tidak bermuatan, maka sisi dipol

negatif dari ligan terarah pada logam pusat. Medan listrik pada logam akan saling mempengaruhi

dengan medan listrik ligan.

Dalam Teori Medan Kristal, berlaku beberapa anggapan berikut :

a. ligan dianggap sebagai suatu titik muatan

b. tidak ada interaksi antara orbital logam dengan orbital ligan

Page 11: Tugas kimia Anorganik

c. orbital d dari logam kesemuanya terdegenerasi dan memiliki energi yang sama, akan tetapi,

jika terbentuk kompleks, maka akan terjadi pemecahan tingkat energi orbital d tersebut akibat

adanya tolakan dari elektron pada ligan, pemecahan tingkat energi orbital d ini tergantung

orientasi arah orbital logam dengan arah datangnya ligan.

Bentuk Orbital-d

Karena orbital d seringkali digunakan pada pembentukan ikatan dalam kompleks, terutama

dalam teori TMK, maka adalah penting untuk mempelajari bentuk dan orientasi ruang orbital d.

Kelima orbital d tidak identik, dan dapat dibagi menjadi dua kelompok; orbital t2g dan eg. Orbital-

orbital t2g –dxy; dxz; dan dyz– memiliki bentuk yang sama dan memiliki orientasi arah di antara

sumbu x, y, dan z. Orbital-orbital eg –dx2-y

2 dan dz2– memiliki bentuk yang berbeda dan terletak di

sepanjang sumbu.

x x y

z

dxy

zy

dyzdxz

y

x

dx2-y2 dz2

y

x

Page 12: Tugas kimia Anorganik

Kompleks Oktahedral

Pada kompleks oktahedral, logam berada di pusat oktahedron dengan ligan di setiap

sudutnya. Arah mendekatnya ligan adalah sepanjang sumbu x, y dan z. Karena orientasi arah

orbital dx2-y2 dan dz2 adalah sepanjang sumbu x; y; z, dan menghadap langsung ke arah

mendekatnya ligan, maka kedua orbital tersebut mengami tolakan yang lebih besar dari ligan

dibandingkan orbital dxy; dxz dan dyz yang berada di antara sumbu-sumbu x; y; dan z. Dengan

demikian orbital d pada kompleks oktahedral mengalami pemecahan (splitting) tingkat energi

dimana orbital-orbital eg memiliki tingkat energi yang lebih besar dibandingkan orbital t2g.

(a) (b)

Gambar a. kompleks oktahedral

Gambar b. pemecahan energi yang terjadi pada orbital d menjadi orbital eg dan t2g

Jarak antara kedua tingkat energi ini diberi simbol 0 atau 10Dq. Setiap orbital pada orbital

t2g menurunkan energi kompleks sebesar 0,40, dan sebaliknya setiap orbital pada orbital eg

menaikkan energi kompleks sebesar 0,60. Tingkat energi rata-rata dari kedua tingkat energi

orbital t2g dan eg merupakan energi hipotetik dari orbital d yang terdegenerasi.

Besarnya harga o terutama ditentukan oleh kuat atau lemahnya suatu ligan. Semakin

kuat medan suatu ligan, makin besar pula pemecahan tingkat energi yang disebabkan, sehingga

harga 0 juga semakin besar. Harga 0 dalam suatu kompleks dapat ditentukan melalui

pengukuran spektra UV-Vis dari kompleks. Kompleks akan menyerap energi pada panjang

gelombang yang sesuai untuk mempromosikan elektron dari tingkat energi t2g ke tingkat eg.

dxy

∆o

0,6∆o

0,4∆o

Page 13: Tugas kimia Anorganik

Panjang gelombang yang diserap dapat ditentukan berdasarkan puncak serapan dari spektrum

serapan UV-Vis.

Karena setiap orbital t2g menurunkan energi sebesar 0,40 dari tingkat energi hipotetis,

setiap elektron yang menempati orbital t2g akan meningkatkan kestabilan kompleks dengan

menurunkan energi kompleks sebesar 0,40. Besarnya penurunan energi ini disebut sebagai

Energi Stabilisasi Medan Kristal (CFSE, Crystal Field Stabilization Energy). Sebaliknya, setiap

elektron di orbital eg akan menurunkan kestabilan kompleks dengan menaikkan energi kompleks

sebesar 0,60.

Tabel menunjukkan besarnya CFSE untuk kompleks dengan konfigurasi d0 – d10.

Jumlah elektron d

Konfigurasi

CFSE

t2g eg

1 -0,40

2 -0,80

3 -1,20

4 (kompleks high spin) -0,60

4 (kompleks low spin) -1,6∆0

5 (kompleks high spin) 0

5 (kompleks low spin) -2,0∆0

6 (kompleks high spin) -0,4∆0

6 (kompleks low spin) -2,4∆0

Page 14: Tugas kimia Anorganik

7 (kompleks high spin) -0,8∆0

7 (kompleks low spin) -1,8∆0

8 -1,2∆0

9 -0,6∆0

10 0

Besarnya harga ∆0 ditentukan oleh jenis ligan yang terikat dengan logam pusat. Untuk

ligan medan lemah (weak field ligand), perbedaan selisih energi antara orbital t2g dan eg yang

terjadi dalam splitting sangat kecil, dengan demikian elektron-elektron akan mengisi kelima

orbital tanpa berpasangan terlebih dahulu. Kompleks dengan ligan medan lemah semacam ini

disebut sebagai kompleks spin tinggi (high spin complex).

Ligan medan kuat (strong field ligand) menyebabkan perbedaan energi yang besar antara

orbital t2g dengan orbital eg. Karena energi yang diperlukan untuk menempatkan elektron ke

orbital eg yang tingkat energinya lebih tinggi lebih besar dibandingkan energi yang diperlukan

untuk memasangkan elektron, elektron akan mengisi orbital t2g terlebih dahulu hingga penuh

sebelum mengisi orbital eg.

Besarnya harga ∆o dapat ditentukan secara Spektrofotometri UV-Vis. Kompleks akan

menyerap cahaya dengan frekuensi yang berkesesuaian dengan energi yang diperlukan untuk

mengeksitasikan elektron dari orbital t2g ke orbital eg (v = ∆0/h, h= konstanta Planck). Dari pita

serapan ini dapat dilihat intensitas maksimum dari serapan oleh kompleks terletak pada frekuensi

berapa.

Menurut hasil studi eksperimen dari spektra sejumlah kompleks dengan berbagai macam

jenis logam pusat dan ligan, ternyata ligan-ligan dapat diurutkan sesuai kemampuannya untuk

menyebabkan pemecahan tingkat energi pada orbital d. Deretan ligan ini disebut Deret

Spektrokimia.

Page 15: Tugas kimia Anorganik

I-< Br- < Cl- < F- < OH- < C2O42- < H2O < NCS- < py < NH3 < en < bipy <o-phen < NO2

- <

CN-

Distorsi Tetragonal dalam Kompleks Oktahedral (Distorsi Jahn Taller)

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tolakan oleh elektron dari keenam ligan dalam

suatu kompleks oktahedral memecah orbital d menjadi orbital t2g dan eg. Jika elektron-elektron d

dari logam tersusun/terdistribusi secara sistematis, maka elektron-elektron tersebut akan

memberikan tolakan yang setara pada keenam ligan, sehingga kompleks merupakan suatu

oktahedral sempurna. Akan tetapi jika elektron d terdistribusi secara tidak merata dalam orbital

(memiliki penataan yang asimetris), maka ada ligan yang mengalami gaya tolak yang lebih besar

dibandingkan ligan yang lainnya. Dengan demikian struktur kompleks menjadi terdistorsi.

Orbital-orbital eg berhadapan langsung dengan ligan, sehingga penataan elektron yang

asimetris dalam orbital eg akan menyebabkan ligan mengalami tolakan yang lebih besar

dibandingkan ligan lainnya dan menghasilkan distorsi yang signifikan. Sebaliknya orbital-orbital

t2g tidak berhadapan langsung dengan ligan, sehingga penataan elektron yang asimetris dalam

orbital t2g tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap struktur kompleks, distorsi yang

terjadi biasanya sangat lemah sehingga tidak terukur.

Penataan simetris

Jumlah

elektron dt2g Eg

Medan

liganContoh

d0 kuat atau lemah

TiIVO2; [TiIVF6]2-; [TiIVCl6]2-

d3 kuat atau lemah

[CrIII(oksalat)3]3-; CrIII(H2O)6]3+

d5lemah [MnIIF6]4-; [FeIIIF6]3-

d6 kuat [FeII(CN)6]4-; [CoIII(NH3)6]3+

Page 16: Tugas kimia Anorganik

d8lemah [NiIIF6]4-; [Ni(H2O)6]2+

d10 kuat atau lemah

[ZnII(NH3)6]2+; [ZnII(H2O)6]2+

Penataan asimetris

Jumlah

elektron dt2g Eg

Medan

liganContoh

d4lemah Cr(+II); Mn(III+)

d7kuat Co(+II); Ni(+III)

d9 kuat dan lemah

Cu(+II)

Jika orbital dz2 berisi lebih banyak elektron dibandingkan orbital dx2-y2, maka ligan yang

berada pada sumbu z akan mengalami gaya tolak yang lebih besar dibandingkan keempat ligan

lainnya (yang berada pada sumbu x dan y). Gaya tolak yang tidak seimbang tersebut akan

menghasilkan distorsi berupa perpanjangan oktahedron di sepanjang sumbu z, dan disebut

sebagai distorsi tetragonal. Lebih tegasnya, distorsi berupa pemanjangan sumbu x semacam ini

disebut sebagai elongasi (perpanjangan) tetragonal.

Sebaliknya, jika orbital yang berisi lebih banyak elektron adalah orbital dx2-y

2, elongasi

akan terjadi sepanjang sumbu x dan sumbu y, sehingga ligan dapat lebih mendekat ke arah logam

pusat melalui sumbu z. Berarti akan ada empat ikatan yang panjang dan dua ikatan yang lebih

pendek, dan struktur yang terbentuk mirip dengan oktahedron yang ditekan sepanjang sumbu z.

Distorsi semacam ini disebut kompresi tetragonal.Distorsi berupa elongasi tetragonal lebih

sering terjadi dibandingkan kompresi tetragonal.

Page 17: Tugas kimia Anorganik

Gambar (c) Gambar (d)

Gambar (c) Elongasi tetragonal yang terjadi pada suatu kompleks oktahedral.

Elektron-elektron pada orbital dz2 menimbulkan gaya tolak yang menyebabkan ligan pada sumbu

z menjauh dari logam pusat

Gambar (d) Kompresi tetragonal. Elektron-elektron pada orbital dx2-y2 menimbulkan

gaya tolak yang cukup kuat sehingga ligan-ligan yang terikat pada sumbu x dan y menjauh dari

logam pusat.

Dapat disimpulkan bahwa jika pengisian orbital dx2-y

2 dan dz2 tidak sama, maka akan terjadi

distorsi. Hal ini disebut sebagai Distorsi Jahn Taller.

Teorema Jahn-Taller menyatakan bahwa : “sistem molekuler yang tidak linear dalam suatu

keadaan elektron yang terdegenerasi tidaklah stabil; dan akan mengalami distorsi untuk

menurunkan simetrinya dan menghilangkan degenerasi yang terjadi”.

KOMPLEKS SEGI EMPAT PLANAR

Jika logam pusat dalam kompleks memiliki konfigurasi d8, maka enam elektron akan

mengisi orbital t2g dan dua elektron akan mengisi orbital eg. Penataan elektronnya ditunjukkan

dalam Gambar (a). Orbital-orbital terisi oleh eletron secara simetris, dan suatu kompleks

oktahedral terbentuk.

Page 18: Tugas kimia Anorganik

Gambar (e) Penataan elektron yang simetris di orbital t2g dan eg pada logam dengan

konfigurasi elektron d8

Gambar (f) Pemecahan tingkat energi orbital eg, untuk mencapai kestabilan, kedua

elektron mengisi orbital dz2 yang tingkat energinya lebih rendah

Elektron yang berada pada orbital dx2-y

2 mengalami tolakan dari empat ligan yang berada

pada sumbu x dan y; sementara elektron yang ada pada orbital dz2 hanya mengalami tolakan dari

dua ligan yang berada pada sumbu z. Jika medan ligan cukup kuat, maka perbedaan energi di

antara dua orbital ini (orbital dx2-y

2 dan dz2) menjadi lebih besar dibandingkan energi yang

diperlukan untuk memasangkan elektron. Pemecahan orbital eg ini ditunjukkan pada Gambar(f).

Dalam kondisi demikian, kompleks akan menjadi lebih stabil jika orbital dx2-y

2 kosong dan

kedua elektron yang seharusnya menempati orbital eg ditata secara berpasangan pada orbital dz2 .

Dengan demikian, empat buah ligan dapat terikat dalam kompleks pada sumbu x dan y dengan

lebih mudah karena tidak mengalami tolakan dari orbital dx2-y

2 yang telah kosong. Sebaliknya

ligan tidak dapat mendekati logam pusat melalui sumbu z, karena mengalami tolakan yang

sangat kuat dari orbital dz2 yang terisi dua elektron. Oleh karena itu hanya terbentuk empat

ikatan antara logam pusat dengan ligan, dan struktur geometris kompleks menjadi segiempat

planar.

∆E

Gambar (e) Gambar (f)

eg

t2g

Page 19: Tugas kimia Anorganik

Kompleks segiempat planar terbentuk pada ion logam dengan konfigurasi elektron d8 dan

ligan yang memiliki medan yang sangat kuat, misalnya [NiII(CN)4]2-. Semua kompleks Pt(II) dan

Au(II) merupakan kompleks segi empat planar, meskipun dengan ligan medan lemah.

Besarnya pemecahan energi orbital eg tergantung pada jenis ligan dan logam yang menjadi

ion pusat. Pada kompleks segiempat planar dari CoII; NiII dan CuII, orbital dz2 memiliki tingkat

energi yang hampir sama dengan orbital dxz dan dyz. Sedangkan dalam kompleks [PtCl4]2-, orbital

dz2 memiliki tingkat energi yang lebih rendah dibandingkan orbital dxz dan dyz.

KOMPLEKS TETRAHEDRAL

Orientasi ruang dari suatu kompleks dengan geometris tetrahedral dapat dihubungkan

sebagai suatu kubus, seperti yang ditunjukkan dalam Gambar (g).

(g)

Gambar g. Struktur kompleks tetrahedral sebagai suatu kubus

Berdasarkan gambar tersebut, ligan berada di antara sumbu-sumbu x, y dan z.

Sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya, orbital-orbital t2g (dxy, dxz, dan dyz) berada di

antara sumbu x, y dan z, sementara orbital-orbital eg (dx2-y

2 dan dz2) berada dalam posisi yang

berimpit dengan sumbu x, y dan z. Oleh karena itu, pada kompleks tetrahedron, ligan berada

lebih dekat dengan orbital-orbital t2g, meskipun posisi ligan tidak tepat berimpit dengan orbital-

orbital tersebut. Oleh karena itu, pada kompleks tetrahedron terjadi pemecahan energi yang

berkebalikan dengan pemecahan energi pada kompleks oktahedron.

Ligan

Logam pusat

Page 20: Tugas kimia Anorganik

Pada kompleks tetrahedron, terjadi pemecahan tingkat energi dimana orbital t2g mengalami

kenaikan tingkat energi (karena berada dalam posisi yang lebih berdekatan dengan ligan)

sementara orbital eg mengalami penurunan tingkat energi. Pemecahan tingkat energi dalam

kompleks tetrahedron ditunjukkan dalam Gambar (h).

(h)

Gambar (h) Pemecahan tingkat energi yang terjadi dalam kompleks tetrahedron

Untuk membedakannya dengan kompleks oktahedron, selisih energi antara orbital eg dan

t2g dalam kompleks tetrahedron diberi notasi ∆t .

Setiap elektron yang menempati orbital eg maupun t2g dalam kompleks tetrahedron

memberikan kontribusi terhadap harga CFSE dari kompleks tetrahedron. Setiap elektron pada

orbital eg akan menurunkan energi sebesar 0,6∆t, sementara setiap elektron yang menempati

orbital t2g akan menaikkan energi sebesar 0,4 ∆t. Secara sederhana, harga CFSE dari suatu

kompleks tetrahedral dapat dirumuskan sebagai berikut :

CFSE tetrahedron = -0,6∆t + 0,4∆t

Besarnya CFSE dari suatu kompleks tetrahedron diramalkan lebih kecil dibandingkan

CFSE kompleks oktahedron. Hal ini dikarenakan jumlah ligan yang terikat dalam kompleks

tetrahedron juga lebih sedikit, hanya ada empat ligan, sementara pada kompleks oktahedron ada

6 ligan yang terikat pada logam pusat. Selain itu, berbeda dengan kompleks oktahedron dimana

arah orbital tepat berimpit dengan arah datangnya ligan, ligan yang terikat pada kompleks

tetrahedron tidak tepat berimpit dengan orbital.

2.3 Teori Orbital Molekul

∆E (∆t)

Page 21: Tugas kimia Anorganik

Teori orbital molekular mengandaikan bahwa apabila dua atom atau lebih bergabung

membentuk suatu spesies, maka spesies ini tidak lagi memiliki sifat orbital atomik secara

individual, melainkan membentuk orbital molekular “baru”.

Orbital molekular adalah hasil tumpang-tindih dan penggabungan orbital atomik pada

molekul. Menurut pendekatan lurus (linear combination), jumlah molekuler yang bergabung

sama dengan orbital atomik yang bergabung. Bila dua atom yang bergabung masing-masing

menyediakan satu orbital atomik maka dihasilkan dua orbital molekuler, salah satu merupakan

kombinasi jumlahan kedua orbital atomik yang saling menguatkan dan lainnya kombinasi

kurangan yang saling meniadakan. Kombinasi jumlahan menghasilkan orbital molekuler ikat

(bonding) yang mempunyai energi lebih rendah, dan kombinasi kurangan menghasilkan orbital

molekuler antiikat (antibonding).

Orbital molekuler ikat (bonding) yaitu orbital dengan rapatan elektron ikat terpusat

mendekat pada daerah antara kedua inti atom yang bergabung dan dengan demikian

menghasilkan situasi yang lebih stabil. Orbital molekuler antiikat (antibonding) yaitu orbital

dengan rapatan elektron ikat terpusat menjauh dari daerah antara inti atom yang bergabung dan

menghasilkan situasi kurang stabil. Penempatan elektron dalam orbital molekul ikatan

menghasilkan ikatan kovalen yang stabil, sedangkan penempatan elektron dalam orbital molekul

antiikatan menghasilkan ikatan kovalen yang tidak stabil. Jika pada daerah tumpang-tindih ada

orbital atomik yang tidak bereaksi dalam pembentukan ikatan, orbital ikatan yang dihasilkan

disebut orbital nonikat (nonbonding).

Dalam orbital molekul ikatan kerapatan elektron lebih besar di antara inti atom yang

berikatan. Sementara, dalam orbital molekul anti ikatan, kerapatan elektron mendekati nol

diantara inti. Perbedaan ini dapat dipahami bila kita mengingat sifat gelombang pada elektron.

Gelombang dapat berinteraksi sedemikian rupa dengan gelombang lain membentuk interferensi

konstruktif yang memperbesar amplitudo, dan juga interferensi destruktif yang meniadakan

amplitudo.

Teori orbital molekul (OM) menggambarkan ikatan kovalen melalui istilah orbital molekul

yang dihasilkan dari interaksi orbital-orbital atom dari atom-atom yang berikatan dan yang

terkait dengan molekul secara keseluruhan (lischer, 2009). Konstruksi orbital molekul dari

Page 22: Tugas kimia Anorganik

orbital atom, bagian dalam pembentukan molekul. Separuh dari orbital molekul mempunyai

energi yang lebih besar daripada energi orbital atom. Orbital yang dibentuk yaitu orbital molekul

pengikatan (bonding) dan orbital molekul antiikatan (anti bonding). Elektron yang tidak

mengambil bagian dalam pengikatan disebut elektron tidak berikatan (nonbonding) dan

mempunyai energy yang sama dengan energy yang dimiliki atom-atom yang terpisah. Energi –

energi relatif dari setiap jenis orbital secara umum terlihat pada gambar 2 berikut ini :

(Dogra, 1990)

Gambar 2. Kombinasi orbital atom yang membentuk orbital atom

2. 4 Diagram Korelasi Orbital Molekul HCl

Molekul HCl merupakan molekul heteronuklir, dimana kedua atom berasal dari unsur yang

berbeda. Atom Cl memiliki nomor atom 17 dengan konfigurasi elektron: 1s2 2s2 2p6 3s2 3p5,

sedangkan atom H memiliki nomor atom 1 dengan konfigurasi elektron: 1s1. Atom Cl lebih

elektronegatif daripada atom H. Diagram korelasi orbital molekul menunjukkan bahwa tingkat-

tingkat energi dari atom Cl yang  lebih elektronegatif bergeser ke arah bawah, karena atom Cl

menarik elektron-elektron valensi lebih kuat dari pada atom H. Seperti gambar 4 diagram

korelasi orbital molekul HCl.

Page 23: Tugas kimia Anorganik

Gambar 4. Diagram korelasi orbital molekul HCl

Orbital-orbital atom bercampur secara signifikan membentuk orbital molekul hanya jika

energi orbital-orbital ini cukup berdekatan dan mempunyai simetri yang benar. Pada molekul

HCl, orbital 1s dari atom Cl energinya terlalu rendah untuk bisa bercampur dengan orbital 1s dari

atom H. Hal yang sama juga terjadi untuk orbital 2s atom Cl. Berdasarkan teori hibridisasi

sebelum atom Cl berikatan dengan atom H membentuk molekul maka akan terjadi hibridisasi

orbital atau pencampuran orbital atom Cl. Pada atom Cl dapat dilihat bahwa orbital 3s bercampur

dengan orbital 3p (karena berada dalam satu kulit) sebelum membentuk orbital molekul. Hal ini

dikarenakan  semua elektron pada kulit terluar memiliki kesempatan yang sama untuk berikatan

dengan elektron pada atom H, sehingga terjadi pencampuran orbital 3s dan 3p pada atom Cl.

Interaksi antara 3s pada atom Cl membentuk ikatan sigma, biasanya apabila terjadi

interaksi membentuk ikatan maka akan terbentuk 2 orbital yaitu orbital σ dan σ*. Namun, karena

orbital ikatan 4sb lebih rendah energinya dari nonbonding maka tidak terbentuk ikatan anti sigma

(σ*). Tumpang tindih total dari orbital 1s hidrogen dengan orbital 3Px atau 3Py (terletak di atas 5sb

pada gambar 4) atom Cl adalah nol, sebab fasa positif dan negatif dari fungsi gelombang

gabungan bila dijumlahkan menjadi nol.  Atom Cl hanya meninggalkan orbital 3Pz (4sb), yang

bergabung dengan orbital 1s hidrogen menghasilkan orbital σ dan σ*.

Page 24: Tugas kimia Anorganik

Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa orbital 3Px (2πnb), dan 3Py(2πnb) dari klor tidak

bercampur dengan orbital 1s dari hidrogen dan dengan demikian tetap berada dalam keadaan

atomic (non pengikatan). Elektron-elektron dalam orbital ini tidak berkontribusi secara signifkan

dalam pengikatan kimia. Karena klor lebih elektronegatif daripada hidrogen, energi orbital 3p

nya terletak dibawah energi orbital 1s dari hidrogen. Bila kedelapan elektron valensi digunakan

untuk HCl, maka konfigurasi orbital molekul yang dihasilkan adalah:

(3sCl)2 (σ)2 (3pCl)4.

Orde ikatan totalnya adalah 1 sebab elektron-elektron dalam orbital atom nonpengikatan

tidak mempengaruhi orde ikatan. elektron-elektron dalam orbital σ akan lebih cenderung

ditemukan dekat dengan atom klorin daripada didekat atom hidrogen, dan dengan demikian HCl

memiliki momen dipol Hδ+Cl δ-.

2.4 Teori orbital molekul bagi diatomik mononuklir

Tumpang tindih yang baru disebut secara lebih terinci, dan menunjukkan bagaimana hasil

Orbital Molekul dilambangkan. Empat jenis pertindihan pertama, baik positif (memberikan OM

ikatan) ataupun negatif (memberikan OM anti-ikatan) menimbulkan OM yang ditandai oleh σ.

Pertindihan px ± p’x dan py ± p’y menimbulkan OM bertanda π. Dua yang terakhir, s ± p’z juga

memberikan OM σ.

Notasi σ, π, δ. Bila dipandang OM dua atom sepanjang arah ikutan, yaitu bila dilihat dari

ujung-ujungnya:

a. Akan tampak fungsi gelombang yang bertanda sama, baik + atau -, ke segala arah. Dengan

perkataan lain bila dibuat lingkaran mengelilingi sumbu ikatan, tidak terjadi perubahan tanda

diseluruh lingkaran. OM ini disebut OM σ (sigma). OM semaca itu hanya dapat dibentuk oleh

pertindihan (baik + atau -) dari dua orbital atom yang juga mempuyai sifat sama terhadap sumbu

yang dipersoalkan .

b. Dapat dilihat suatu fungsi gelombang yang dipisahkan ke dalam dua daerah tanda berlawanan

terhadap OM seluruhnya, terdapat bidang simpul. Tepat pada bidang ini fungsi gelombang

memiliki amplitudo nol, sepanjang ikatan. Lambang π , abjad Yunani dari p digunakan karena

jenis OM ini analog dengan orbital p. OM ini dapat terbentuk oleh pertindihan dua orbital p yang

arahnya sesuai. Studi kasus pada molekul diatom, atau molekul linear lainnya, orbital π selalu

terdapat berpasangan, karena selalu ada dua orbital p yang serupa, px dan py pada setiap atom.

Page 25: Tugas kimia Anorganik

Semua setara dan oleh sebab itu terbentuk dua OM ikatan π yang setara, dan dua OM anti-ikatan

π yang setara.

c. Walaupun tidak akan ditemui kemungkinan ini sampai nanti bila dibahas senyawa logam

transisi, terdapat OM yang memiliki dua bidang simpul. Ini disebut orbital-orbital δ (d-Yunani).

OM π tidak dapat dibentuk oleh orbital s atau p, namun dengan pertindihan orbital atom d,

misalnya dua orbital dxy atau dua orbital dx2 – y2 akan membentuk OM δ .

2.5 Molekul-molekul diatom heteronuklir

Molekul diatomik heteronuklir/hetero-diatomik adalah molekul diatomik yang terbentuk

dari atom dua unsur yang berbeda. Molekul diatomik heteronuklir periode ke-2 seperti CO dan

NO. Diagram korelasi untuk molekul hetero-diatomik sangat berbeda dengan diagram korelasi

molekul homo-diatomik. pada diagram molekul hetero-diatomik tingkat energi masing-masing

atom berbeda, hal ini disebabkan adanya keelektronegatifan. atom yang lebih elektronegatif

Page 26: Tugas kimia Anorganik

bergeser kearah bawah, karena elektron ini menarik elektron-elektron valensi lebih kuat dari

pada atom yang kurang elektronegatif.

Orde ikatan adalah ukuran pada molekul diatomik, dimana orde ikatan merupakan selisih

jumlah elektron di orbital ikatan dengan jumlah ikatan elektron di orbital non ikatan yang

kemudian dikalikan setengah.

Diambil contoh yaitu CO dan NO, hal yang terpenting dalam pembandingan ini adalah  (1)

sekalian orbital atom oksigen terletak pada energi yang lebih rendah daripada orbital-orbital

atom C yang sesuai karena oksigen memiliki muatan inti dua satuan lebih tinggi.

Dapat dilihat hasil perbedaan  energi orbital atom dari OM CO dengan OM N2. Dimisalkan

orbital tertinggi yang penuh dari N2 adalah orbital σ dari sifat ikatan sedang. Oleh karena itu

kehilangan satu elektron dari N2 melemahkan ikatan N-N. Dalam CO orbital tertinggi yang

penuh adalah orbital σ yang bersifat anti-ikatan. Oleh karena itu, ion CO+ memiliki ikatan yang

sedikit lebih kuat daripada CO.

Molekul diatom yang berlainan inti lainnya adalah Natrium Monoksida, NO. Karena N dan

O hanya beredar satu nomor atom, diagram tingkat energy nya agak mirip dengan N2.. Elektron

tambahan menempati π2 anti-ikatan yang relatif lebih mudah dihilangkan untuk membentuk ion

NO+ yang memiliki ikatan lebih kuat daripada NO netral. Struktur electron NO  dspat lebih

mudah dijabarkan secara kualitatif dengan memindahkan satu electron dari konfigurasi molekul

O2.

2.6 Teori orbital molekul bagi molekul poliatom

Page 27: Tugas kimia Anorganik

Metode orbital molekul dapat berlaku secara umum terhadap molekul-molekul yang lebih

besar. Diambil contoh yaitu molekul triatom linear yang paling sederhana BeH2. Akan dipilih

sumbu z sebagai sumbu molekul. Pertama kali perhatikan bahwa dapat terbentuk OM σ, karena

atom hidrogen hanya memiliki orbital 1s yang digunakan dalam pengikatan. Orbital tersebut

bersifat σ terhadap sumbu manapun yang melewati inti, dan karenanya hanya dapat

menyumbang kepada OM σ. Kemudian pada atom Be, hanyalah terdapat atom 2s dan 2pz yang

dapat ikut dalam pengikatan. Orbital yang memiliki sifat π dan pertindihan nol dengan orbital σ

manapun, tidak akan mengambil peran dalam pengikatan BeH2.

Orbital 2s dari berrilium dapat bergabung dengan dua orbital 1s. Dalam hal ini tanda kedua

orbital 1s berada dalam “fase sama” satu sama lain, dan berada dalam “fase sama” atau “fase

berbeda” dengan orbital 2s berillium.

Butir-butir penting untuk selalu ingat mengenai keempat OM σ adalah sebagai berikut:

1. Dalam setiap OM ikatan, rapatan electron besar dan bersinambungan antara atom-atom

yang berdekatan, sedangkan dalam OM anti-ikatan terdapat simpul antara sepasang inti yang

berdekatan.

2. Dalam setiap OM tersebut, fungsi gelombang menunjukkan bahwa sepasang elektron yang

menempatinya “terbesar” keseluruh molekul, dan digunakan oleh sekalian bersama atom, bukan

saja oleh pasangan tertentu yang berdekatan. Dengan perkataan lain, elektron-elektron dalam

OM terdelokalisasi ke seluruhan jangkaun OM.

Penerapan teori OM yang lebih umum dan sangat penting dalam molekul-molekul

poliatom, meliputi ikatan π dalam deret planar. Satu golongan penting yang secara kualitatif

serupa walaupun secara terinci berbeda berbeda adalah spesies simetris dengan rumus umum

AB3 yang planar. Contoh-contoh yang penting adalah BF3, CO3-2, NO3

-.

2.7 Pendekatan ikatan terlokalisasi

Untuk mengetahui sifat kelinearan dapat menggunakan konsep baru yakni:

1. keadaan valensi

2. hibridisasi

Suatu atom yang hanya memiliki orbital-orbital s dan  p dalam valensi dapat membentuk

tiga jenis orbital hibrida, bergantung kepada banyaknya elektron yang tersedia untuk membuat

ikatan:

Page 28: Tugas kimia Anorganik

Hibrida sp memberikan molekul linear

Hibrida sp2 memberika molekul segitiga planar

Hibrida sp3 memberikan molekul tetrahedral

Bila tersedia orbital-orbital d beserta orbital s dan p, set hibrida penting yang berikut ini:

1. Hibridisasi oktahedral, d2sp3.

2. Hibridisasi segiempat planar, dsp2.

3. Hibridisasi tetrahedral, sd3.

4. Hibridisasi bipiramidal-trigonal, dsp3.

5. Hibridisasi piramidal-segiempat, dsp3.

Penggunaan orbital hibrida untuk menerangkan dan mengaitkan struktur tidak begitu lazim

lagi pada tahun-tahun ini, untuk memberikan jalan bagi penggunaan yang umum dari teori OM.

Alasan utamanya adalah bahwa pendekatan OM lebih mudah diterapkan untuk perhitungan

kuantitatif yang menggunakan komputer digital, dan karena dengan perhitungan semacam itu

dimungkinkan untuk menerangkan spektra molekul secara lebih mudah. Bagaimanapun konsep

orbital hibrida tetap memiliki kelebihan tertentu karena kesederhananya, dan dalam banyak hal

memberikan cara yang sangat mudah untuk mengaitkan dan “menerangkan” struktur molekul

Dengan menggunakan pendekatan LCAO (Linier Combination of Atomic Orbital)

diketahui bahwa terdapat 3 jenis orbital molekul yaitu :

1. Orbital Molekul Ikatan (bonding/ψs) :

Memiliki energy terendah jika dibandingkan orbital atom (ketika electron masing belum berinteraksi).

2. Orbital Molekul Anti Ikatan (Anti Bonding/Ψ*S)

Energy yang dimiliki lebih tinggi dibandingkan orbital atom pembentuknya.

3. Orbital Molekul Tak Berikatan (nonbonding)

Merupakan hasil dari tidak adanya interaksi antar orbital atom (tidak simetris) Energy yang dimilikinya sama dengan orbital atom dari salah satu atom molekul

Sedangkan jenis ikatan yang dihasilkan akan terbagi menjadi 4 jenis yaitu:

Page 29: Tugas kimia Anorganik

1. Ikatan Sigma (σ)

Dihasilkan dari interaksi 2 orbital atom s atau orbital atom px

2. Ikatan Phi (∏)

Dihasilkan dari ineraksi 2 orbital atom pyatau pz

3. Ikatan Delta (Δ)

Dihasilkan dari ineraksi 2 orbital atom dxyatau dx2 – y

2 pada kompleks logam transisi

4. Ikatan Psi

Secara teoritis dihasilkan dari interaksi orbital f.

Pada teori ini terbentuknya suatu ikatan, digambarkan dengan diagram molekul hasil interaksi orbital-orbital atom, seperti yang terlihat di bawah ini:

Page 30: Tugas kimia Anorganik

Untuk molekul dengan 2 atom yang berbeda, interaksi dari orbital atom hanya terjadi jika

elektronegatifitas yang dimilikinya sama. Misalnya :

OM pada LiF 3Li = 1s2 2s1

9F  = 1s2  2s2  2p5

Permasalahan yang timbul di sini adalah penulisan diagram orbitalnya, dimana kita harus

menentukan tingkat energy yang dimiliki 2s dari Li dengan 2s dari F , manakah yang lebih tinggi

di anatara ke duanya. Untuk menentukan hal tersebut, kita hanya perlu mengingat kembali

tentang sistem keelektrobegatifan yang dimiliki keduanya. Seperti yang kita ketahui bahwa F

memiliki tingkat keelektronegatifan lebih tinggi dibandingkan Li yang artinya keadaan F lebih

stabil (aturan octet), sebagai akibatnya maka F memiliki tingkat energy yang lebih rendah,

sehingga diagram orbitalnya dapat kita tuliskan sebagai berikut:

Page 31: Tugas kimia Anorganik

maka dari diagram ters ebut diketahui bahwa orbital molekul memiliki 3 pasang electron

non bonding yang berasal dan F dan orbital ikatan yang terbentuk pada orbital 2px dari F, yang

artinya bahwa ikatan yang terjadi akibat polarisasi dari F, sehingga timbul transfer electron dari

Li ke F yang menyebabkan terbentuknya ikatan ionik pada molekul tersebut.

2.8 Pembentukan Orbital molekul

Dalam orbital molekul ikatan kerapatan elektron lebih besar di antara inti atom yang berikatan. Sementara, dalam orbital molekul antiikatan, kerapatan elektron mendekati nol diantara inti. Perbedaa ini dapat dipahami bila kita mengingat sifat gelombang pada elektron. Gelombang dapat berinteraksi sedemikian rupa dengan gelombang lain membentuk interferensi konstruktif yang memperbesar amplitudo, dan juga interferensi destruktif yang meniadakan amplitudo.

Pembentukan orbital molekul ikatan berkaitan dengan interferensi konstruktif, sementara

pembentukan orbital molekul antiikatan berkaitan dengan interferensi destruktif. Jadi, interaksi

konstruktif dan interaksi destruktif antara dua orbital 1s dalam molekul H2 mengarah pada

pembentukan ikatan sigma (σ1s) dan pembentukan antiikatan sigma (σ*1s).

Page 32: Tugas kimia Anorganik

(a)

(b)

Gambar (a) interaksi konstruktif yang menghasilkan orbital molekul ikatan sigma (b)

interaksi destruktif yang menghasilkan orbital molekul antiikatan sigma.

Orbital atom yang mengambil bagian dalam pembentukan orbital molekul harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut:

1. Orbital atom yang membentuk orbital molekul harus mempunyai energi yang dapat

dibandingkan.

2. Fungsi gelombang dari masing-masing orbital atom harus bertumpang tindih dalam ruangan

sebanyak mungkin..

3. Fungsi gelombang orbital atom harus mempunyai simetri yang relatif sama dengan sumbu

molekul.

Yang paling umum membentuk orbital molekul adalah σ (sigma) dan orbital π (pi). Orbital

sigma simetris disekitar sumbu antar nuklir. Penampang tegak lurus terhadap sumbu nuklir

(biasanya sumbu x) memberikan suatu bentuk elips. Ini terbentuk dari orbital s maupun dari p

dan orbital d yang mempunyai telinga sepanjang sumbu antar nuklir. Orbital π terbentuk ketika

orbital p pada setiap atom mengarah tegak lurus terhadap sumbu antarnuklir. Daerah tumpang

tindih ada di atas dan di bawah sumbu ikatan (lihat gambar 3).

Page 33: Tugas kimia Anorganik

Gambar 3. Bentuk orbital molekul yang terbentuk dari orbital atom

Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa pada orbital molekul antiikatan sigma terdapat

simpul (node) yang menyatakan kerapatan elektron nol, sehingga kedua inti positif saling tolak-

menolak.

Gambar Tingkat energi orbital molekul ikatan dan antiikatan molekul H2

Penggunaan teori orbital molekul ini dapat diterapkan pada molekul-molekul lain selain

molekul H2. Hanya saja, jika dalam molekul H2 kita hanya perlu memikirkan orbital 1s saja,

maka pada molekul lain akan lebih rumit karena kita perlu memikirkan orbital atom lainnya juga.

Untuk orbital p, prosesnya akan lebih rumit karena orbital ini dapat berinteraksi satu sama

lain dengan cara yang berbeda. Misalnya, dua orbital 2p dapat saling mendekat satu sama lain

ujung-ke-ujung untuk menghasilkan sebuah orbital molekul ikatan sigma dan orbital molekul

antiikatan sigma. Selain itu, kedua orbital p dapat saling tumpang tindih secara menyimpang

untuk menghasilkan orbital molekul pi (π2p) dan orbital molekul antiikatan pi (π*2p).

Page 34: Tugas kimia Anorganik

(a)

(b)

Gambar (a) pembentukan satu orital molekul ikatan sigma dan satu orbital molekul

antiikatan sigma ketika orbital p saling tumpang tindih ujung-ke-ujung. (b) ketika orbital p saling

tumpang tindih menyamping, terbentuk suatu orbital molekul pi dan suatu orbital molekul

antiikatan pi.

Pembentukan ikatan melalui orbital σ yang paling sederhana dapat dicontohkan dalam

pembentukan ikatan antar atom hidrogen dalam molekul H2.

orbital σ* (orbital molekul antibonding)

1s 1s

Page 35: Tugas kimia Anorganik

orbital σ (orbital molekul bonding)

Dari diagram di atas dapat dilihat bahwa tiap atom H memiliki masing-masing satu buah

elektron pada orbital 1s. kedua orbital atom H tersebut kemudian bergabung membentuk orbital

molekul σ, sehingga terbentuk dua macam orbital, orbital σ yang merupakan orbital bonding, dan

orbital σ* yang merupakan orbital antibonding. Sesuai dengan aturan Hund, maka mula-mula

elektron dari salah satu atom H mengisi orbital molekul σ yang terbentuk, kemudian elektron

dari atom H yang lain juga mengisi orbital σ tersebut. Dengan terbentuknya orbital molekul

yang diisi oleh elektron dari kedua atom H, maka terbentuklah ikatan antar atom H tersebut

menjadi molekul H2. Molekul H2 ini merupakan molekul yang stabil, karena elektron-

elektronnya berada pada orbital molekul σ yang tingkat energinya lebih rendah dibandingkan

tingkat energi orbital atom pembentuknya.

Pembentukan orbital molekul ini dapat digunakan untuk menjelaskan ketidakstabilan dari

molekul He2. Perhatikan diagram berikut :

orbital σ (orbital molekul bonding)

Setiap atom Helium memiliki dua elektron pada setiap orbital 1s. saat orbital-orbital atom

1s dari kedua atom Helium tersebut membentuk orbital molekul, terbentuk 2 macam orbital

1s 1s

1s 1s

Page 36: Tugas kimia Anorganik

molekul pula, orbital σ dan σ*. Elektron-elektron mula-mula mengisi orbital bonding σ yang

tingkat energinya lebih rendah, kemudian mengisi orbital antibonding σ*. Karena baik orbital

bonding. Maupun orbital antibonding sama-sama terisi elektron, maka keduanya akan saling

meniadakan, sehingga molekul He2 menjadi sangat tidak stabil.

Kedua contoh diatas menunjukkan pembentukan orbital molekul untuk molekul diatomik

yang heterogen, sehingga orbital atom yang digunakan dalam pembentukan orbital molekul

memiliki tingkat energi yang sama. Pada molekul diatomik yang heterogen, atom yang lebih

elektronegatif orbital atomnya memiliki tingkat energi yang lebih rendah. Perbedaan tingkat

energi antar orbital atom dari dua atom berbeda yang saling berikatan merupakan ukuran dari

sifat ionik ikatan yang terbentuk antara kedua atom tersebut. Sedangkan perbedaan tingkat energi

antara orbital bonding molekul yang terbentuk dengan orbital atom (dari atom yang tingkat

energinya lebih rendah) merupakan ukuran sifat kovalen ikatan yang terbentuk. Untuk lebih

jelasnya, perhatikan ilustrasi yang diberikan dalam diagram berikut :

orbital σ*

Pada diagram tersebut, atom B memiliki tingkat energi yang lebih rendah dibandingkan

orbital atom A. Oleh karena itu, orbital molekul (OM) σ yang terbentuk memiliki karakteristik

yang lebih mirip dengan orbital atom B. Selisih energi antara orbital atom A dan orbital atom B,

dinotasikan dengan a, menunjukkan ukuran sifat ionik ikatan yang terbentuk antara A dan B.

Sedangkan selisih energi antara OM σ dengan orbital atom B, dinotasikan dengan b,

menunjukkan sifat kovalen ikatan AB.

Pembentukan Orbital Molekul σ dalam Senyawa Kompleks

Page 37: Tugas kimia Anorganik

Pada senyawa kompleks, orbital molekul terbentuk sebagai gabungan/ kombinasi dari

orbital atom logam dengan orbital atom dari ligan. Orbital atom logam dapat bergabung dengan

orbital atom ligan jika orbital-orbital atom tersebut memiliki simetri yang sama.

Untuk logam transisi pertama, orbital yang dapat membentuk orbital molekul adalah

orbital-orbital eg (dx2-y

2 dan dz2), 4s, 4p, 4px, 4py dan 4pz. Orbital-orbital t2g (dxy, dxz dan dyz) dari

logam tidak dapat membentuk orbital σ karena orientasi arahnya yang berada di antara sumbu x,

y dan z. Oleh karena itu ketiga orbital tersebut disebut sebagai orbital nonbonding. Meskipun

tidak dapat membentuk oribtal σ, orbital-orbital t2g tersebut dapat membentuk orbital molekul π

dengan orbital atom dari ligan yang tidak searah dengan orbital atom logam.

Ligan dapat membentuk orbital molekul dengan orbital logam jika posisinya segaris

dengan logam, atau berada tepat pada sumbu/garis penghubung ion pusat dan ligan. Adapun

orbital atom dari ligan yang dapat bergabung dengan orbital atom dari logam adalah orbital s

atau orbital hasil hibridisasi antara o rbital s dan p.

Karena jauh lebih banyak orbital dan elektron yang terlibat, maka diagram pembentukan

orbital molekul dalam senyawa kompleks lebih rumit dibandingkan diagram pembentukan

orbital molekul untuk molekul diatomik sederhana. Umumnya orbital atom dari ligan tingkat

energinya lebih rendah dibandingkan orbital atom dari logam pusat, sehingga karakteristik dari

orbital molekul yang terbentuk lebih mirip dengan karakteristik orbital atom ligan dibandingkan

orbital atom logam. Berikut ini contoh diagram pembentukan orbital molekul untuk kompleks

[Co(NH3)6]3+

Pada kompleks [Co(NH3)6], orbital-orbital 4s, 4px, 4py, 4pz, 3dx2-y

2, dan 3dz2 dari logam Co

bergabung dengan keenam orbital px dari atom ligan NH3 membentuk orbital molekul. Orbital

molekul σ yang terbentuk masing-masing diisi dengan sepasang elektron dari ligan NH3. Orbital

3dxy, 3dxz, dan 3dyz dari Co3+ tidak bergabung membentuk orbital molekul, ketiga orbital tersebut

Page 38: Tugas kimia Anorganik

merupakan orbital nonbonding (non ikatan) dalam kompleks ini. Selisih antara tingkat energi

nonbonding dengan orbital σ* (orbital antibonding) merupakan harga Δ0 dari kompleks tersebut.

Dalam TOM, splitting/pemecahan tingkat energi yang terjadi merupakan akibat dari kovalensi.

Makin besar kovalensi,makin besarpula harga Δ0. Dalam kompleks [Co(NH3)6]3+ tersebut, harga

Δ0 cukup besar, sehingga semua elektron lebih memilih untuk mengisi orbital nonbonding,

kompleks merupakan kompleks low spin. Karena semua elektron dalam kompleks berpasangan,

maka dapat diramalkan bahwa kompleks tersebut bersifat diamagnetik.

Pada kompleks [CoF6]3-, selisih tingkat energi antara orbital nonbonding dengan orbital

antibonding /orbital σ* yang terbentuk relatif cukup kecil, sehingga elektron dapat mengisi

orbital σ* terlebih dahulu. Kompleks ini merupakan kompleks high spin. Diagram pembentukan

orbital molekul pada kompleks [CoF6]3- dapat dilihat berikut ini :

Orbital-orbital 3dx2-y

2; 3dz2; 4s; 4px; 4py; dan 4pz dari logam bergabung dengan 6 buah

orbital px dari keenam ligan F- yang mengelilingi logam pusat tersebut. Orbital-orbital t2g dari

logam membentuk orbital nonbond ing atau non-ikatan. Selisih tingkat energi antara orbital

nonbonding ini dengan orbital antibonding σ* yang terbentuk dinotasikan dengan Δ0. Pada

kompleks [CoF6]3-, karena harga Δ0 relatif cukup kecil, maka sebelum mengisi orbital

nonbonding secara berpasangan, elektron dari ligan mengisi orbital σ* terlebih dahulu.

Akibatnya setiap orbital σ* yang merupakan orbital antibonding masing-masing terisi satu buah

elektron. Terisinya orbital antibonding ini mengakibatkan ikatan antara logam Co dengan ligan

NH3 tersebut menjadi lebih lemah. Karena dalam kompleks terdapat sejumlah elektron yang

tidak berpasangan, maka dapat diramalkan bahwa kompleks [CoF6]3- merupakan kompleks yang

bersifat paramagnetik.

Page 39: Tugas kimia Anorganik

Pembentukan Orbital π

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, orbital σ dapat terbentuk antar orbital atom

dengan simetri yang sama. Adapun orbital π dapat terbentuk antara orbital px, py, pz, dxy, dxz, dan

dyz dari logam dengan orbital atom dari ligan yang tidak searah dengan orbital logam. Salah satu

contoh bagaimana orbital π dapat terbentuk antara orbital atom dari logam dengan orbital atom

yang dimiliki ligan ditunjukkan dalam gambar berikut :

Gambar (j) Posisi orbital atom pz dari logam dan orbital pz ligan berada dalam posisi

yang sejajar, sehingga juga dapat bergabung dan menghasilkan orbital molekul π.

Jika pada pembentukan ikatan σ ligan berperan sebagai Basa Lewis yang menyumbangkan

pasangan elektron, maka dalam pembentukan ikatan π ini, ligan dapat bertindak sebagai asam

Lewis yang menerima pasangan elektron yang didonorkan oleh logam.

Adanya ikatan π akan memperkuat ikatan antara logam dengan ligan, sehingga

meningkatkan kestabilan kompleks. Selain itu, konsep mengenai pembentukan ikatan π juga

dapat menjelaskan urutan kekuatan ligan dalam Deret Spektrokimia.

Ligan dapat berperan sebagai akseptor π atau donor π, tergantung keterisian orbital π yang

dimiliki oleh ligan tersebut.

a.Ligan akseptor π

Sejumlah ligan seperti CO, CN- dan NO+ memiliki orbital π kosong yang dapat bertumpang

tindih dengan orbital t2g dari logam, membentuk ikatan π. Interaksi semacam ini seringkali

disebut sebagai pembentukan ikatan balik (backbonding). Tingkat energi dari orbital π yang

dimiliki ligan ini seringkali lebih tinggi dibandingkan tingkat energi dari logam, sehingga dapat

-

- +

- + +

+ + - -+ -

Page 40: Tugas kimia Anorganik

menaikkan harga ∆0. Ligan-ligan semacam ini merupakan ligan medan kuat dan pada Deret

Spektrokimia berada di sebelah kanan.

b.Ligan Donor π

Sejumlah ligan tertentu memiliki orbital π yang telah terisi elektron dan mengalami overlap

dengan orbital t2g dari logam, menghasilkan ikatan π. Rapatan elektron akan ditransfer dari ligan

menuju logam melalui ikatan π ini. Selain dari ikatan π yang terbentuk tadi, transfer elektron dari

ligan ke logam juga terjadi melalui ikatan σ. Interaksi semacam ini lebih sering terjadi pada

kompleks dari logam dengan bilangan oksidasi yang tinggi, sehingga logam tersebut

”kekurangan elektron”. Orbital π dari ligan biasanya memiliki tingkat energi yang lebih rendah

dibandingkan orbital t2g logam, sehingga delokalisasi elektron π dari ligan melalui cara ini akan

memperkecil harga ∆0. Ligan yang merupakan donor π terletak di sebelah kiri dari Deret

Spektrokimia.

Unsur Transisi Pembentuk Ikatan Valensi Senyawa Kompleks

Menurut teori asam-basa Lewis, ion logam transisi menyediakan orbital d yang kosong sehingga berperan sebagai asam Lewis (akseptor pasangan elektron bebas) dan ion atau molekul netral yang memiliki pasangan elektron bebas untuk didonorkan berperan sebagai basa Lewis.

Senyawa kompleks dengan atom pusat logam besi (Fe) dan mangan (Mn):

1. Besi

Besi adalah logam paling banyak, dan dipercayai sebagai unsur kimia ke sepuluh paling

banyak di alam. Jumlah besi yang besar di bumi disangka menyumbang kepada medan magnet

bumi. Simbolnya Fe ringkasan ferrum nama latin bagi besi. Besi adalah logam yang dihasilkan

dari bijih besi, dan jarang ditemui dalam keadaan bebas.

Contoh ion kompleks adalah [Fe(CN)6]3- dan [FeCl6]3-

a. [Fe(CN)6]3-

Page 41: Tugas kimia Anorganik

Atom Fe bermuatan 3+ dengan konfigurasi elektron [Ar] 3d5 4s0. Oleh karena atom Fe dapat mengikat enam molekul CN (bermuatan negatif), atom Fe harus menyediakan enam buah orbital kosong. Proses hibridisasinya adalah sebagai berikut.

Konfigurasi atom Fe:

26Fe : [Ar] 4s2 3d6

3d 4s

Konfigurasi dari ion Fe3+:

26Fe3+ : [Ar] 4s0 3p5

3d 4s

3d 4s 4p

Oleh karena memerlukan enam orbital kosong, hibridisasi yang terjadi adalah d2sp3, yakni 2 orbital dari 3d, 1 orbital dari 4s, dan 3 orbital dari 4p. Keenam orbital d 2sp3 selanjutnya dihuni oleh pasangan elektron bebas dari molekul CN-. Dan molekul ini membentuk geometri octahedral dengan kompleks orbital dalam.

b. [FeCl6]3-

Atom Fe bermuatan 3+ dengan konfigurasi elektron [Ar] 3d5 4s0.

Oleh karena atom Fe dapat mengikat enam molekul Cl (negative 1), atom Fe harus menyediakan enam buah orbital kosong. Proses hibridisasinya adalah sebagai berikut.

Konfigurasi atom Fe:

26Fe : [Ar] 4s2 3d6

3d 4s

Konfigurasi dari ion Fe3+:

26Fe 3+ : [Ar] 4s0 3p5

3d 4s

3d 4s 4p 4d

** ** ** **** **

** ** ** ** ** **

Page 42: Tugas kimia Anorganik

Oleh karena memerlukan enam orbital kosong, hibridisasi yang terjadi adalah sp3d2, yakni 1 orbital dari 4s, 3 orbital dari 4p, dan 2 orbital 4d. Keenam orbital sp3 d2 selanjutnya dihuni oleh pasangan elektron bebas dari atom Cl dalam molekul Cl6.

Dan molekul ini membentuk geometri oktahedral dengan hibridisasi sp3d2 dengan kompleks orbital luar.

2.Mangan

a. [MnCl4]2-

Atom Mn bermuatan 2+ dengan konfigurasi elektron [Ar] 3d5 4s0.

Oleh karena atom Mn dapat mengikat empat molekul Cl (negative 1), atom Mn harus menyediakan empat buah orbital kosong. Proses hibridisasinya adalah sebagai berikut.

Konfigurasi atom Mn:

25Mn : [Ar] 4s2 3d5

3d 4s

Konfigurasi dari ion Mn2+:

25Mn2+ : [Ar] 4s0 3p5

3d 4s

3d 4s 4p

Oleh karena memerlukan enam orbital kosong, hibridisasi yang terjadi adalah sp3, yakni 1 orbital dari 4s, dan 3 orbital dari 4p. Keempat orbital sp3 selanjutnya dihuni oleh pasangan elektron bebas dari atom Cl dalam molekul Cl4.

Dan molekul ini membentuk geometri tetrahedral dengan hibridisasi sp3.

b. [Mn(NH3)6]2+

Atom Mn bermuatan 2+ dengan konfigurasi elektron [Ar] 3d5 4s0.

** ** ** **

Page 43: Tugas kimia Anorganik

Oleh karena atom Mn dapat mengikat enam molekul NH3 (netral), atom Mn harus menyediakan enam buah orbital kosong. Hal ini dicapai melalui hibridisasi d2sp3. Proses hibridisasinya adalah sebagai berikut.

Konfigurasi atom Mn:

25Mn : [Ar] 4s2 3d5

3d 4s

Konfigurasi dari ion Mn2+:

25Mn2+ : [Ar] 4s0 3p5

3d 4s

3d 4s 4p

Oleh karena memerlukan enam orbital kosong, hibridisasi yang terjadi adalah d2sp3, yakni 2 orbital dari 3d, 1 orbital dari 4s, dan 3 orbital dari 4p. Keenam orbital d 2sp3 selanjutnya dihuni oleh pasangan elektron bebas dari molekul NH3.

Dan molekul ini membentuk geometri oktahedral dengan hibridisasi d2sp3 dengan kompleks orbital dalam.

** ** ** **** **

Page 44: Tugas kimia Anorganik

DAFTAR PUSTAKA

Andy. 2009. Pre-College Chemistry.

Cotton, F. Albert dan Geoffrey Wilkinson. 1989. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta: Penerbit UI Press

Chang, Raymond. 2007. Chemistry Ninth Edition. New York: Mc Graw Hill.

Companion, A. L. 1964. Chemical Bonding. New York: McGraw-Hill Book Company.

Cotton, F. A. and Wilkinson, G. 1980. Advanced Inorganic Chemistry, a Comprehensive Text, 4th Ed. New York: Jhon Wiley & Sons. 

DeKock, R. L. and Gray, H. B. 1980. Chemical Structure and Bonding. Menlo Park: The Benjamin/Cummings Publishing Company. 

Douglas, B. E., Mc Daniel, D. H., and Alexander, J.J. 1983. Problems for Inorganic Chemistry. New York: Jhon Wiley & Sons, Inc.

Effendi. 1998. Kimia Koordinasi. Malang: FMIPA IKIP Malang

Effendi. 2003. Teori VSEPR dan Kepolaran Molekul. Malang: Bayu Media Publishing.

Huheey, J. E., Keiter, E. A., R. L. 1993. Inorganic Chemistry, Principles of Structure and Reactivity, 4th Ed. New York: Harper Collins College Publisher

Moore, John T. 2003. Kimia For Dummies. Indonesia: Pakar Raya.

Ratcliff, Brian, dkk. 2006. AS Level and A Level Chemistry. Dubai: Oriental Press.

Sugiyarto, K.H. 2000. Kimia Anorganik, Dasar-Dasar Kimia Anorganik. Yogyakarta: FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.