43
PENGATURAN PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING DALAM BISNIS PARIWISATA KAITAN DENGAN IZIN TINGGAL DI INDONESIA HUKUM BISNIS KEPARIWISATAAN TUGAS Dosen : Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH., MH. Oleh : 1. Made Ari Paryadnya. (1392461029) 2. Dwi Puspita Sari. (1392461030) 3. I G. N. Hadi Indrawan Wijaya. (1392461031) 4. Wilhelmus Gerald Berahi. (1392461032)

Tugas Hukum Bisnis Pariwisata - Tenaga Kerja Asing

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Penggunaan tenaga kerja asing

Citation preview

PENGATURAN PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING DALAM BISNIS PARIWISATA KAITAN DENGAN IZIN TINGGAL DI INDONESIAHUKUM BISNIS KEPARIWISATAANTUGAS

Dosen :

Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH., MH.Oleh :1. Made Ari Paryadnya.

(1392461029)2. Dwi Puspita Sari.

(1392461030)3. I G. N. Hadi Indrawan Wijaya.(1392461031)

4. Wilhelmus Gerald Berahi.

(1392461032)PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2014KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Shang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunia-Nya. Akhirnya penulis dapat menyelesaikan paper ini tepat pada waktunya.

Mengingat masih kurangnya pengetahuan, pengalaman dan kemampuan tentu saja apa yang disajikan dalam paper ini masih banyak kekurangan-kekurangan. Dengan keberanian dan kerendahan hati, penulis mencoba untuk menguraikan masalah yang menjadi pokok pembahasan dalam paper ini dengan mengambil judul PENGATURAN PENGGUNAAN TENAGA KERJA ASING DALAM BISNIS PARIWISATA KAITAN DENGAN IZIN TINGGAL DI INDONESIA.

Penulis mohon maaf seandainya ada kesalahan-kesalahan yang penulis perbuat selama penyusunan paper ini. Dan penulis menyadari bahwa apa yang penulis kemukakan jauh dari sempurna, mengingat kemampuan serta pengalaman yang sangat terbatas dari penulis. Oleh karena itu penulis menerima dengan senang hati saran-saran serta kritik-kritik yang sifatnya membangun yang bertujuan menyempurnakan paper ini. Akhirnya tiada lain harapan penulis, mudah-mudahan tulisan yang sederhana ini ada manfaatnya.

Denpasar, Juni 2014PenulisDAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

i

DAFTAR ISI

ii

BABI PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

1

2. Rumusan Masalah

3BABIIPEMBAHASAN

1. Pengaturan Penggunaan Tenaga Kerja Asing dalam

Bisnis Pariwisata di Indonesia

4

2. Ketentuan Perizinan Tinggal Tenaga Kerja Asing dalam

Bisnis Pariwisata di Indonesia

14BABIII PENUTUP

1. Simpulan

21

2. Saran

21DAFTAR BACAAN

BAB IPENDAHULUAN1.Latar Belakang Masalah.Perkembangan globalisasi mendorong terjadinya pergerakan aliran modal dan investasi ke berbagai penjuru dunia, terjadi pula migrasi penduduk atau pergerakan tenaga kerja antar negara. Pergerakan tenaga kerja tersebut berlangsung karena investasi yang dilakukan di negara lain pada umumnya membutuhkan pengawasan secara langsung oleh pemilik/investor. Sejalan dengan itu, demi menjaga kelangsungan usaha dan investasinya. Untuk menghindari terjadinya permasalahan hukum serta penggunaan tenaga kerja asing yang berlebihan, maka Pemerintah harus cermat menentukan policy yang akan diambil guna menjaga keseimbangan antara tenaga kerja asing (modal asing) dengan tenaga kerja dalam negeri.

Investasi pada dasarnya dapat meliputi berbagai bidang, termasuk dalam kepariwisataan. Dalam kaitan ini terdapat suatu kriterium untuk mengidentifikasi suatu investasi. Kriterium yang dimaksud adalah bahwa dalam investasi terdapat kegiatan pengalokasian sumber-sumber untuk memperoleh penghasilan. Sebagai suatu kegiatan, kepariwisataan menciptakan permintaan-permintaan terhadap barang dan jasa pelayanan. Usaha-usaha transportasi, akomodasi, konsumsi, rekreasi, atraksi, pengorganisasian, dan lain-lain yang berkaitan dengan kepariwisataan merupakan usaha-usaha yang kemudian dikenal dengan nama tourist business. Penyediaanya membutuhkan alokasi-alokasi sumber. Hal inilah yang pada akhirnya menjadi dasar eksistensi investasi dalam bidang kepariwisataan. Investasi tidak dilakukan pada perjalanan wisatanya, melainkan pada aspek-aspek yang terkait dengan penyelenggaraannya.

Perkembangan peradaban mempengaruhi kemajuan teknologi dan informasi yang juga turut andil dalam terciptanya globalisasi ekonomi. Indonesia turut sebagai negara yang meratifikasi General Agreement On Trade Services (GATS) dan menjadi anggota World Trade Organizatio (WTO). Status sebagai negara anggota berakibat hukum bahwa Indonesia harus melaksanakan tiap-tiap komitmen yang telah disepakati. Perdagangan jasa pariwisata dapat bersifat domestik (domestic tourism) dan dapat juga bersifat internasional (internasional tourism). Bersifat domestik apabila pelayanan jasa tersebut dilakukan di dalam wilayah suatu negara oleh pelaku bisnis domestik terhadap wisatawan domestik. Bersifat internasional apabila di dalamnya terdapat unsur asing, baik karena status personil penyedia jasanya, lokasi, maupun pasar yang dilayaninya.

Perdagangan jasa pariwisata internasional adalah perdagangan jasa yang mengandung unsur asing (foreign element). Unsur asing, dalam perdagangan jasa pariwisata dapat terjadi karena perbedaan kewarganegaraan pelaku, lokasi, orientasi pasar (market target), dan unsur-unsur lainnya, seperti perbedaan hukum, bahasa, mata uang transaksi, dan tradisi. Tenaga kerja merupakan salah satu unsur pendukung dalam kegiatan perdagangan jasa tersebut. Kualitas tenaga kerja sendiri akan sangat mempengaruhi kualitas kegiatan perdagangan jasa yang merupakan salah satu roda pemutar pembangunan. Bahwa tenaga kerja yang berkualitas, berintegritas dan berkompeten di bidangnya mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting ditambah dengan tersedianya lapangan kerja disertai penegakan hukum yang tegas maka pembangunan akan berjalan baik.

Pada negara berkembang biasanya pembanguna akan terkendala pada maslah modal (capital). Meskipun negara tersebut tersedia tenaga kerja yang melimpah, tetapi tidak bisa dioptimalkan karena pembangunan masih terbatas pada bidang-bidang tertentu saja dikarenakan terkendala masalah modal (capital). Oleh karena itu pada negara-negara berkembang dibutuhkan tenaga kerja asing sebagai tenaga ahli untuk mengalihkan ilmu dan keterampilannya kepada tenaga kerja lokal dalam negeri. Begitu halnya dalam bidang perdagangan jasa bisnis pariwisata yang banya memerlukan peranan dari tenaga kerja asing. Setiap tenaga kerja asing (TKA) yang bekerja di wilayah Indonesia harus memilki kualifikasi tertentu yang melebihi kemampuan tenaga kerja lokal (TKL), oleh sebab itu, kehadiran dai TKA harus dapat memberikan pengaruh positif dalam pembanguna Indonesia, serta bagi tenaga kerja lokal (TKL) dapat memberikan rangsangan untuk lebih mengembangkan diri dan terus meningkatkan kompetensi yang berorientasi kepada produktifitas kerja. Masalah penggunaan pekerja asing apabila tidak dilakukan pengawasan dan pengendalian akan berdampak buruk bagi Indonesia sendiri. Oleh karena saat ini penggunaan TKA tidak dapat dihindarkan. Dengan berbagai alasan perusahaan-perusahaan relatif memilih TKA dibandingkan TKL untuk dipekerjakan menempati posisi atau jabatan-jabatan tertentu di dalam perusahaan di Indonesia.Penempatan TKA pada posisi jabatan-jabatan tertentu di suatu perusahaan yang berdiri di Indonesia harus diperketat dengan pengaturan yang tegas mengenai hal tersebut. Ketidakjelasan mengenai pengaturan penggunaan TKA akan berdampak pada tidak seimbangnya proporsi pemanfaatan tenaga kerja antara TKA dengan TKL. Pada akhirnya akan mempersulit tenaga kerja lokal dalam memperoleh pekerjaan dan meningkatkan pengangguran. Seperti mislanya pada ketentuan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, bahwa Perusahaan penanaman modal dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja harus mengutamakan tenaga kerja warga negara Indonesia. Namun ketentuan ini dikesampingkan oleh ketentuan pada ayat (2)nya, yang menetukan bahwa, Perusahaan penanaman modal berhak menggunakan tenaga ahli warga negara asing untuk jabatan dan keahlian tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dari ketentuan tersebut tidak terlihat secara jelas mengenai batasan jabatan dan keahlian tertentu yang dapat diduduki oleh tenaga kerja asing (TKA). Akan tetapi, dengan diundangkannya Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksananya mengenai Jabatan-Jabatan Tertentu Yang Dilarang Diduduki Tenaga kerja Asing yaitu melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 40 Tahun 2012 diharapkan dapat mempertegas ketentuan tersebut diatas yang menarik untuk dikaji dan dibahas dalam pembahasan pada BAB berikutnya.2.Rumusan Masalah.Berdasarkan hal-hal di atas, maka ada beberapa permasalahan yang dapat penulis rumuskan yaitu:1. Bagaimanakah pengaturan mengenai penggunaan tenaga kerja asing dalam bisnis pariwisata di Indonesia?2. Bagaimanakah ketentuan dalam proses perizinan tinggal tenaga kerja asing dalam bisnis pariwisata di Indonesia?BAB IIPEMBAHASAN1.Pengaturan Penggunaan Tenaga Kerja Asing dalam Bisnis Pariwisata di Indonesia.Menyadari kenyataan sejauh ini Indonesia masih memerlukan investor asing, demikian juga dengan pengaruh globalisasi peradaban dimana Indonesia sebagai negara anggota WTO harus membuka kesempatan masuknya tenaga kerja asing. Untuk mengantisipasi hal tersebut diharapkan ada kelengkapan peraturan yang mengatur persyaratan tenaga kerja asing, serta pengamanan penggunaan tenaga kerja asing. Peraturan tersebut harus mengatur aspek-aspek dasar dan bentuk peraturan yang mengatur tidak hanya di tingkat Menteri, dengan tujuan penggunaan tenaga kerja asing secara selektif dengan tetap memprioritaskan TKI.Oleh karenanya dalam mempekerjakan tenaga kerja asing, dilakukan melalui mekanisme dan prosedur yang sangat ketat, terutama dengan cara mewajibkan bagi perusaahan atau korporasi yang mempergunakan tenaga kerja asing bekerja di Indonesia dengan membuat rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA). Selain itu ada beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar terlaksananya pengunaan TKA, yaitu:a. Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP)

Berbeda dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang menggunakan istilah tenaga kerja asing terhadap warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Negara Kesatuan Republik Indoensia (NKRI), dalam Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP), menggunakan istilah tenaga warga negara asing pendatang, yaitu tenaga kerja warga negara asing yang memiliki visa tingal terbatas atau izin tinggal terbatas atau izin tetap untuk maksud bekerja (melakukan pekerjaan) dari dalam wilayah Republik Indonesia (Pasal 1 angka 1). Istilah TKWNAP ini dianggap kurang tepat, karena seorang tenaga kerja asing bukan saja datang (sebagai pendatang) dari luar wilayah Republik Idnonesia, akan tetapi ada kemungkinan seorang tenaga kerja asing lahir dan bertempat tinggal di Indonesia karena status keimigrasian orang tuanya (berdasarkan asas ius soli atau ius sanguinis). Pada prinsipnya, Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 tentang penggunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang adalah mewajibkan pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia di bidang dan jenis pekerjaan yang tersedia kecuali jika ada bidang dan jenis pekerjaan yang tersedia belum atau tidak sepenuhnya diisi oleh tenaga kerja Indonesia, maka penggunaan tenaga kerja warga negara asing pendatang diperbolehkan sampai batas waktu tertentu (Pasal 2). Ketentuan ini mengharapkan agar tenaga kerja Indonesia kelak mampu mengadop skill tenaga kerja asing yang bersangkutan dan melaksanakan sendiri tanpa harus melibatkan tenaga kerja asing. Dengan demikian penggunaan tenaga kerja asing dilaksanakan secara slektif dalam rangka pendayagunaan tenaga kerja Indonesia secara optimal.b. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan (UUK), penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1958 tentang Penempatan Tenaga Kerja Asing (UUPTKA). Dalam perjalanannya, pengaturan mengenai penggunaan tenaga kerja asing tidak lagi diatur dalam undang-undang tersendiri, namun sudah merupakan bagian dari kompilasi dalam UU Ketenagakerjaan yang baru. Dalam UUK, pengaturan Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) dimuat pada Bab VIII, Pasal 42 sampai dengan Pasal 49. Pengaturan tersebut dimulai dari kewajiban pemberi kerja yang menggunakan TKA untuk memperoleh izin tertulis; memiliki rencana penggunaan TKA yang memuat alasan, jenis jabatan dan jangka waktu penggunaan TKA; kewajiban penunjukan tenaga kerja WNI sebagai pendamping TKA; hingga kewajiban memulangkan TKA ke Negara asal setelah berakhirnya hubungan kerja.UUK menegaskan bahwa setiap pengusaha dilarang mempekerjakan orang-orang asing tanpa izin tertulis dari Menteri. Pengertian Tenaga Kerja Asing juga dipersempit yaitu warga Negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia. Di dalam ketentuan tersebut ditegaskan kembali bahwa setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Untuk memberikan kesempatan kerja yang lebih luas kepada tenaga kerja Indonesia (TKI), pemerintah membatasi penggunaan tenaga kerja asing dan melakukan pengawasan. Dalam rangka itu, Pemerintah mengeluarkan sejumlah perangkat hukum mulai dari perizinan, jaminan perlindungan kesehatan sampai pada pengawasan. Sejumlah peraturan yang diperintahkan oleh UUK antara lain:

1) Keputusan Menteri tentang Jabatan Tertentu dan Waktu Tertentu (Pasal 42 ayat (5));

2) Keputusan Menteri tentang Tata Cata Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (Pasal 43 ayat (4));

3) Keputusan Menteri tentang Jabatan dan Standar Kompetensi (Pasal 44 ayat (2));

4) Keputusan Menteri tentang Jabatan-jabatan Tertentu yang Dilarang di Jabat oleh Tenaga Kerja Asing (Pasal 46 ayat (2));

5) Keputusan Menteri tentang Jabatan-jabatan Tertentu di Lembaga Pendidikan yang Dibebaskan dari Pembayaran Kompensasi (Pasal 47 ayat (3));6) Peraturan Pemerintah tentang Besarnya Kompensasi dan Penggunaannya (Pasal 47 ayat (4));7) Keputusan Presiden tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing serta Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja Pendamping (Pasal 49).Sejak UUK diundangkan pada tanggal 25 Maret 2003, telah dilahirkan beberapa peraturan pelaksana undang-undang tersebut, antara lain:1) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 223/MEN/2003 Tentang Jabatan-jabatan di Lembaga Pendidikan yang Dikecualikan dari Kewajiban Membayar Kompensasi;2) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 67/MEN/IV/2004 tentang Pelaksanaan Program JAMSOSTEK bagi Tenaga Kerja Asing;3) Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing.

Selanjutnya dijelaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan pasar kerja nasional terutama dalam mengisi kekosongan keahlian dan kompetensi di bidang tertentu yang tidak dapat ter-cover oleh tenaga kerja Indonesia, maka tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia sepanjang dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu. Mempekerjakan tenaga kerja asing dapat dilakukan oleh pihak manapun sesuai dengan ketentuan kecuali pemberi kerja orang perseorangan. Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari menteri atau pejabat yang ditunjuk kecuali terhadap perwakilan Negara asing yang mempergunakan tenaga kerja asing sebagai pegawai diplomatik dan konsuler. Ketentuan mengenai jabatan tertentu dan waktu tertentu bagi tenaga kerja asing ditetapkan dengan keputusan Menteri, yaitu Keputusan Menteri Nomor : KEP-173/MEN/2000 tentang Jangka Waktu Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang.Terhadap setiap pengajuan/rencana penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia harus dibatasi baik dalam jumlah maupun bidang-bidang yang dapat diduduki oleh tenaga kerja asing. Hal itu bertujuan agar kehadiran tenaga kerja asing di Indoesia bukanlah dianggap sebagai ancaman yang cukup serius bagi tenaga kerja Indonesia, justru kehadiran mereka sebagai pemicu bagi tenaga kerja Indonesia untuk lebih professional dan selalu menambah kemampuan dirinya agar dapat bersaing baik antara sesama tenaga kerja Indonesia maupun dengan tenaga kerja asing. Oleh karenanya UUK, membatasi jabatan-jabatan yang dapat diduduki oleh tenaga kerja asing. Terhadap tenaga kerja asing dilarang menduduki jabatan yang mengurusi personalia dan/atau jabatan-jabatan tertentu berdasarkan ketentuan Pasal 46 ayat (1) UUK yang selanjutnya diatur dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 223 Tahun 2003 tentang Jabatan-jabatan di Lembaga Pendidikan yang Dikecualikan dari Kewajiban Membayar Kompensasi. Selain itu, pula dalam Lampiran Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2012 tentang Jabatan-Jabatan Tertentu yang Dilarang Diduduki Tenaga Kerja Asing lebih spesifik lagi menyebutkan jabatan-jabatan apa saja yang dilarang untuk diduduki oleh TKA di Indonesia, antara lain:1) Direktur Personalia (Personnel Director);2) Manajer Hubungan Industrial (Industrial Relation Manager);3) Manajer Personalia (Human Resource Manager);4) Supervisor Pengembangan Personalia (Personnel Development Supervisor);5) Supervisor Perekrutan Personalia (Personnel Recruitment Supervisor);6) Supervisor Penempatan Personalia (Personnel Placement Supervisor);7) Supervisor Pembinaan Karir Pegawai (Emlployee Career Development Supervisor);8) Penata Usaha Personalia (Personnel Declare Administrator);9) Kepala Eksekutif Kantor (Chief Executive Officer);10) Ahli Pengembangan Personalia dan Karir (Personnel and Careers Specialist);11) Spesialis Personalia (Personnel Specialist);12) Penasehat Karir (Career Advisor);13) Penasehat Tenaga Kerja (Job Advisor);14) Pembimbing dan Konseling Jabatan (Job Advisor and Counseling);15) Perantara Tenaga Kerja (Employee Mediator);16) Pengadministrasi Pelatihan Pegawai (Job Training Administrator);17) Pewawancara Pegawai (Job Interviewer);18) Analis Jabatan (Job Analyst);19) Penyelenggara Keselamatan Kerja Pegawai (Occupational Safety Specialist).Jabatan-jabatan yang dilarang (closed list) ini harus diperhatikan oleh si pemberi kerja sebelum mengajukan penggunaan tenaga kerja asing. Selain harus mentaati ketentuan tentang jabatan, juga harus memperhatikan standar kompetansi yang berlaku. Ketentuan tentang jabatan dan standar kompetensi didelegasikan ke dalam bentuk Keputusan Menteri. Namun dalam prakteknya, kewenangan delegatif maupun atributif ini belum menggunakan aturan yang sesuai dengan UUK.

Kehadiran tenaga kerja asing dapat dikatakan sebagai salah satu pembawa devisa bagi Negara dimana adanya pembayaran kompensasi atas setiap tenaga kerja asing yang dipekerjakan. Pembayaran kompensasi ini dikecualikan pada pemberi kerja tenaga kerja asing merupakan instansi pemerintah, perwakilan negara asing, badan-badan internasional, lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan jabatan-jabatan tertentu di lembaga pendidikan. Besanya dana kompensasi untuk tenaga kerja Indonesia di luar negeri sebesar US$15, sedangkan kompensasi untuk tenaga kerja asing di Indonesia sebesar US$100Dalam rangka pelaksanaan (Transfer of Knowledge) dari tenaga kerja asing kepada tenaga kerja Indonesia, kepada pemberi kerja diwajibkan untuk mengadakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kerja pendamping (Pasal 49 UUK). Mengenai hal ini diatur dengan Keputusan Presiden yang sampai saat ini belum ditetapkan.

c. Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing

Peraturan Menteri ini dikelurakan dalam rangka pelaksanaan Pasal 42 ayat (1) UUK. Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri ini maka beberapa peraturan sebelumnya terkait dengan pelaksanaan Pasal 42 ayat (1) UUK ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku (Pasal 44).

1) Tata Cara Permohonan Pengesahan RPTKA

Selain harus memiliki izin mempekerjakan tenaga kerja asing, sebelumnya pemberi kerja harus memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) yang disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Pasal 3 menyebutkan bahwa pemberi kerja yang akan mempekerjakan TKA harus memiliki RPTKA yang digunakan sebagai dasar untuk mendapatkan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). Untuk mendapatkan pengesahan RPTKA, pemberi kerja TKA harus mengajukan permohonan secara tertulis yang dilengkapi alasan penggunaan TKA dengan melampirkan:

formulir RPTKA yang sudah dilengkapi;

surat ijin usaha dari instansi yang berwenang;

akte pendirian sebagai badan hukum yang sudah disahkan oleh pejabat yang berwenang;

keterangan domisili perusahaan dari pemerintah daerah setempat;

bagan struktur organisasi perusahaan;

surat penunjukan TKI sebagai pendamping TKA yang dipekerjakan;

copy bukti wajib lapor ketenagakerjaan yang masih berlaku berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di perusahaan; dan

rekomendasi jabatan yang akan diduduki oleh TKA dari instansi tertentu apabila diperlukan.

2) Pengesahan RPTKA

Dalam hal hasil penilaian kelayakan permohonan RPTKA telah sesuai prosedur yang ditetapkan, Dirjen atau Direktur harus menerbitkan keputusan pengesahan RPTKA. Penerbitan keputusan pengesahan RPTKA dilakukan oleh Dirjen untuk permohonan penggunaan TKA sebanyak 50 (lima puluh) orang atau lebih; serta Direktur untuk permohonan penggunaan TKA yang kurang dari 50 (lima puluh) orang. Keputusan pengesahan RPTKA ini memuat:

Alasan penggunaan TKA;

Jabatan dan/atau kedudukan TKA dalam struktur organisasi perusahaan yang bersangkutan;

Besarnya upah TKA;

Jumlah TKA;

Lokasi kerja TKA;

Jangka waktu penggunaan TKA;

Jumlah TKI yang ditunjuk sebagai pendamping TKA; dan

Jumlah TKI yang dipekerjakan.

3) Perubahan RPTKA

Pemberi kerja TKA dapat mengajukan permohonan perubahan RPTKA sebelum berakhirnya jangka waktu RPTKA. Perubahan RPTKA tersebut meliputi:

penambahan, pengurangan jabatan beserta jumlah TKA;

perubahan jabatan; dan/atau

perubahan lokasi kerja.

4) Persyaratan TKA

Bagi Tenaga Kerja Asing yang dipekerjakan oleh pemberi kerja wajib memenuhi persyaratan yakni: memiliki pendidikan dan/atau pengalaman kerja sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun yang sesuai dengan jabatan yang akan didudukinya; bersedia membuat pernyataan untuk mengalihkan keahliannya kepada tenaga kerja warga negara Indonesia khususnya Tenaga Kerja Indonesia (TKI) pendamping; dan dapat berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia.

5) Perijinan

Ijin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) diberikan oleh Direktur Pengadaan dan Penggunaan Tenaga Kerja Kementerian Tenaga kerja dan Transmigrasi kepada pemberi kerja tenaga kerja asing, dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan untuk mendapatkan rekomendasi visa dengan melampirkan (Pasal 23):

Copy Surat Keputusan Pengesahan RPTKA;

Copy paspor TKA yang akan dipekerjakan;

Daftar riwayat hidup TKA yang akan dipekerjakan;

Copy ijasah dan/atau keterangan pengalaman kerja TKA yang akan dipekerjakan;

Copy surat penunjukan tenaga kerja pendamping; dan

Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 1 (satu) lembar.

Dalam hal Ditjen Imigrasi telah mengabulkan permohonan visa untuk dapat bekerja atas nama TKA yang bersangkutan dan menerbitkan surat pemberitahuan tentang persetujuan pemberian visa, maka pemberi kerja TKA mengajukan permohonan IMTA dengan melampirkan (Pasal 24):

copy draft perjanjian kerja;

bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA melalui Bank yang ditunjuk oleh Menteri;

copy polis asuransi;

copy surat pemberitahuan tentang persetujuan pemberian visa; dan

foto berwarna ukuran 4x6 sebanyak 2 (dua) lembar.6) Perpanjangan IMTA

Mengenai perpanjangan Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) diatur dalam Pasal 27 dan Pasal 28. IMTA dapat diperpanjang paling lama 1 (satu) tahun, bila masa berlaku IMTA belum berakhir. Oleh karena itu permohonan perpanjangan IMTA selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sebelum jangka waktu berlakunya IMTA berakhir. Permohonan perpanjangan IMTA dilakukan dengan mengisi formulir perpanjangan IMTA dengan melampirkan:

Copy IMTA yang masih berlaku;

Bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA melalui Bank yang ditunjuk oleh Menteri;

Copy polis asuransi;

Pelatihan kepada TKI pendamping;

Copy keputusan RPTKA yang masih berlaku; dan

Foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.

Perpanjangan IMTA diterbitkan oleh:

Direktur untuk TKA yang lokasi kerjanya lebih dari 1 (satu) wilayah propinsi;

Gubernur atau pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di provinsi untuk TKA yang lokasi kerjanya lintas Kabupaten/Kota dalam 1 (satu) provinsi;

Bupati/Walikota atau pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota untuk TKA yang lokasi kerjanya dalam 1 (satu) wilayah Kabupaten/Kota;7) IMTA Untuk Pekerjaan Darurat

Pekerjaan yang bersifat darurat atau pekerjaan-pekerjaan yang apabila tidak ditangani secara langsung mengakibatkan kerugian fatal bagi masyarakat umum dan jangka waktunya tidak lebih dari 30 (tiga puluh) hari, yang mana jenis pekerjaan mendesak itu ditetapkan oleh instansi pemerintah yang membidangi sektor usaha yang bersangkutan. Permohonan pengajuan IMTA yang bersifat mendesak ini disampaikan kepada Direktur dengan melampirkan:

Rekomendasi dari instansi pemerintah yang berwenang;

Copy polis asuransi;

Fotocopy paspor TKA yang bersangkutan;

Pasfoto TKA ukuran 4 x 6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar;

Bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA melalui bank yang ditunjuk oleh Menteri; dan

Bukti ijin keimigrasian yang masih berlaku.

8) IMTA Untuk Kawasan Ekonomi Khusus

Untuk memperoleh IMTA bagi TKA yang bekerja di kawasan ekonomi khusus, pemberi kerja TKA harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Pejabat yang ditunjuk di kawasan ekonomi khusus. Tata cara memperoleh IMTA di kawasan ekonomi khusus mengikuti ketentuan dalam poin 5 (lima).

9) IMTA Untuk Pemegang Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP)

Pemberi kerja yang akan mempekerjakan TKA pemegang ijin tinggal tetap wajib mengajukan permohonan kepada Direktur dengan melampirkan:

Copy RPTKA yang masih berlaku;

Copy izin tinggal tetap yang masih berlaku;

Daftar riwayat hidup TKA yang akan dipekerjakan;

Copy ijasah atau pengalaman kerja;

Bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA melalui Bank yang ditunjuk oleh Menteri; Copy polis asuransi; dan Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 3 (tiga) lembar.

10) IMTA Untuk Pemandu Nyanyi/Karaoke

Pemberi kerja yang akan mempekerjakan TKA sebagai pemandu nyanyi/karaoke wajib memiliki ijin tertulis dari Direktur. Jangka waktu penggunaan TKA sebagai pemandu nyanyi/karaoke diberikan paling lama 6 (enam) bulan dan tidak dapat diperpanjang. Untuk menjapatkan ijin pemberi kerja TKA harus mengajukan permohonan IMTA dengan melampirkan:

Copy ijin tempat usaha yang memiliki fasilitas karaoke;

RPTKA yang telas disahkan oleh direktur;

Bukti pembayaran dana kompensasi penggunaan TKA melalui Bank yang ditunjuk oleh Menteri;

Copy polis asuransi; dan

Perjanjian kerja TKA dengan pemberi kerja.

11) Alih Status

Pemberi kerja TKA instansi pemerintah atau lembaga pemerintah atau badan internasional yang akan memindahkan TKA yang dipekerjakannya ke instansi pemerintah atau lembaga pemerintah atau badan internasional lainnya harus mengajukan permohonan rekomendasi alih status kepada Direktur. Rekomendasi disampaikan kepada Direktur Jenderal Imigrasi untuk perubahan KITAS/KITAP yang digunakan sebagai dasar perubahan IMTA atau penerbitan IMTA baru.

12) Perubahan Nama Pemberi Kerja

Dalam hal pemberi kerja TKA berganti nama, pemberi kerja harus mengajukan permohonan perubahan RPTKA kepada Direktur Penyediaan dan Penggunaan Tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Setelah RPTKA disetujui, Direktur Penyediaan dan penggunaan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menerbitkan rekomendasi kepada Direktur Jenderal Imigrasi untuk mengubah KITAS/KITAP sebagai dasar perubahan IMTA, dengan terlebih dahulu menyampaikan permohonan dengan melampirkan: Copy RPTKA yang masih berlaku; Copy KITAS/KITAP yang masih berlaku;

Copy IMTA yang masih berlaku;

Copy bukti perubahan nama perusahaan yang telah disahkan oleh instansi yang berwenang.

13) Perubahan lokasi Kerja

Dalam hal pemberi kerja melakukan perubahan lokasi kerja TKA, pemberi kerja wajib mengajukan permohonan perubahan lokasi kerja TKA kepada Direktur Penyediaan dan Penggunaan tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dengan melampirkan copy RPTKA dan IMTA yang masih berlaku.

14) Pelaporan

Pemberi kerja TKA wajib melaporkan penggunaan TKA dan pendamping TKA di perusahaan secara periodik 6 (enam) bulan sekali kepada Direktur atau Gubernur atau Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Dirjen. Direktur atau Gubernur atau Bupati/Walikota melaporkan IMTA yang diterbitkan secara periodik setiap 3 (tiga) bulan kepada Menteri dengan tembusan kepada Dirjen.

15) Pengawasan

Pengawasan terhadap pemberi kerja yang mempekerjakan TKA dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

16) Pencabutan Ijin

Dalam hal pemberi kerja mempekerjakan TKA tidak sesuai dengan IMTA, Direktur atau Gubernur atau Bupati/Walikota berwenang mencabut IMTA.2.Ketentuan Perizinan Tinggal Tenaga Kerja Asing dalam Bisnis Pariwisata di Indonesia.Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata Indonesia yang sangat dikenal di dunia. Kepopuleran pulau bali sebagai daerah tujuan wisata berdampak pada masuknya para investor asing atau penanam modal asing yang ingin berbisnis atau membangun usaha yang berkaitan dengan kepariwisataan. Masuknya investor dan penanam modal asing memicu datang atau didatangkannya tenaga kerja asing yang dirasa memiliki keunggulan kompetitif dalam hal pendidikan maupun penguasaan teknologi untuk masuk wilayah Indonesia termasuk Bali dengan tujuan bekerja.

Untuk mewujudkan tertib hukum dalam mempekerjakan tenaga kerja asing, maka diperlukan suatu peraturan yang mengatur tenaga kerja asing baik dari peraturan ketenagakerjaan Indonesia hingga peraturan keimigrasian Indonesia. Dalam Pasal 42 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa untuk mempekerjakan tenaga kerja asing diperlukan izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Oleh karena itu, pemberi kerja tenaga kerja asing wajib mengajukan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) untuk memperoleh izin memperkerjakan tenaga asing (IMTA).

Tenaga kerja asing setelah mendapat izin bekerja dari Kementrian Tenaga Kerja, wajib mengurus visa bekerja yaitu visa tinggal terbatas untuk selanjutnya memperoleh izin tinggal terbatas. Izin tinggal merupakan bukti keberadaan yang sah bagi orang asing untuk berada di wilayah Indonesia. Tanpa izin tinggal, keberadaan orang asing di wilayah Indonesia tidak dikehendaki. Hal ini juga untuk menerapkan kebijakan keimigrasian yaitu politik selektif terhadap orang asing yang masuk wilayah Indonesia. Visa dan Izin tinggal menunjukkan kegiatan yang hendak dilakukan orang asing diwilayah. Jadi orang asing tidak dikehendaki untuk melakukan kegiatan diluar dari atau tidak sesuai dengan maksud pemberian visa dan izin tinggal.

Dalam pelaksanaannya tidak sedikit terjadi pelanggaran keimigrasian yang dilakukan orang asing maupun tenaga kerja asing berkaitan dengan izin tinggal. Adapun data yang didapat Kantor Imigrasi Kelas I Denpasar, pada tahun 2012, bulan Januari sampai dengan agustus terdapat 22 kasus pelanggaran keimigrasian yang sudah dikenai tindakan keimigrasian berupa deportasi. Orang asing yang dikenai tindakan keimigrasian adalah orang asing yang melakukan kegiatan berbahaya dan patut diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum atau tidak menghormati dan tidak menaati peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 75 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, atau secara spesifik telah melakukan pelanggaran-pelanggaran keimigrasian seperti overstay, penyalahgunaan izin tinggal, dan pemalsuan dokumen. Oleh karena itu Direktorat Jenderal Imigrasi, kantor-kantor imigrasi serta unit pelaksana teknis imigrasi mempunyai peran penting dalam pengawasan terhadap keberadaan dan kegiatan orang asing di wilayah Indonesia.

Direktorat Jenderal Imigrasi sebagai salah satu direktorat jenderal yang berada di bawah Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia mempunyai tugas pokok dibidang keimigrasian berdasarkan peraturan perundang-undangan yaitu merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan stadarisasi teknis di bidang imigrasi.

Pelaksanaan tugas-tugas keimigrasian dalam rangka pembangunan nasional yang berwawasan nusantara dilakukan dengan menerapkan prinsip selektif, yaitu orang asing yang dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat, yang tidak membahayakan keamanan dan ketertiban, serta tidak bermusuhan dengan rakyat, bangsa, dan negara, yang diizinkan untuk masuk wilayah Indonesia. Oleh karena itu perlu adanya pengaturan dan batasan berupa perizinan yang diberikan kepada orang asing termasuk tenaga kerja asing yang hendak tinggal untuk bekerja di Indonesia, serta penegakan hukum berupa pengawasan keimigrasian dan tindakan keimigrasian terhadap setiap pelanggaran keimigrasian yang terjadi.

Pelayanan pemberian izin tinggal merupakan penunjang dalam menerapkan kebijakan politik selektif, dimana hanya orang asing yang tidak membahayakan keamanan dan ketertiban masyarakat yang dapat memasuki dan tinggal di Indonesia. Izin tinggal terbatas diberikan oleh Pejabat Kantor Imigrasi kepada orang asing yang masuk wilayah Indonesia dengan Visa Tinggal Terbatas. Dalam Pasal 39 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, Visa Tinggal Terbatas diberikan kepada orang asing:

a. Sebagai rohaniawan, tenaga ahli, pekerja, peneliti, pelajar, investor, lanjut usia, dan keluarganya, serta orang asing yang kawin secara sah dengan warga negara Indonesia, yang akan melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia untuk bertempat tinggal dalam jangka waktu yang terbatas, atau

b. Dalam rangka bergabung untuk bekerja diatas kapal, alat apung, atau instalasi yang beroperasi di wilayah perairan nusantara, laut teritorial, landas kontinen, dan/atau Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia.

Sebelum mengajukan permohonan Izin Tinggal Terbatas, tenaga kerja asing melalui sponsor/penjaminnya di Indonesia wajib mengajukan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) kepada Kementerian Tenaga Kerja Republik Indonesia untuk mendapatkan Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA). Setelah mendapatkan izin bekerja dari KEMENAKERTRANS , maka dilanjutkan untuk mengurus dokumen keimigrasian yaitu pengajuan visa bekerja (VITAS) di Direktorat Jenderal Imigrasi di Jakarta. Setelah proses pengajuan visa selesai, maka dilanjutkan dengan tahap penguasaan visa yang dilakukan di KBRI ataupun Konjen RI. Orang asing atau tenaga kerja asing setiba di bandara wajib memperoleh tanda masuk, dan 7 hari setelah mendapatkan tanda masuk wajib melapor kedatangannya ke kantor imigrasi sekaligus untuk mengurus Izin Tinggal.

Pada dasarnya persyaratan dan prosedur pemberian Izin Tinggal Terbatas di semua kantor imigrasi adalah sama, hal ini karena didasarkan pada Petunjuk Pelaksanaan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor: F-309.IZ.01.10 tentang Tata cara Pemberian, Perpanjangan, Penolakan dan Gugurnya Izin Keimigrasian memuat persyaratan bagi yang mengajukan Izin Tinggal Terbatas. Persyaratan terbagi secara umum dan khusus, yaitu:

a. Persyaratan umum

Surat permintaan dan jaminan serta keterangan identitas diri sponsor/penjamin;

Riwayat hidup, riwayat pekerjaan dan pendidikan atau curriculum vitae orang asing yang bersangkutan;

Fotocopy paspor kebangsaan atau surat perjalanan orang asing yang bersangkutan yang sah dan yang masih berlaku.

Pas foto terbaru, berwarna, dengan ukuran 2cm x 3cm sebanyak 2 (dua) lembar.

Membayar biaya imigrasi sesuai dengan ketentuan.

b. Persyaratan khusus

Bagi yang bekerja sebagai tenaga kerja ahli asing melampirkan surat rekomendasi izin kerja dari instansi yang berwenang serta bukti tentang rencana penggunaan tenaga kerja asing, dan rekomendasi dari instansi teknis yang terkait yang sah dan berlaku.

Dalam pelayanan di Kantor Imigrasi Kelas I Denpasar, persyaratan yang wajib dibawa oleh tenaga kerja asing pada saat mengajukan permohonan Izin Tinggal Terbatas tanpa mengabaikan ketentuan persyaratan diatas, diuraikan sebagai berikut:

1. Surat permohonan (dari perusahaan/sponsor)

2. Surat jaminan (dari perusahaan/sponsor)

3. Fotocopy KTP (sponsor)

4. Fotocopy TA.01 / IMTA (Izin Menggunakan Tenaga Asing)

5. Fotocopy RPTKA (Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing)

6. Fotocopy TDP (Tanda Daftar Perusahaan)

7. Fotocopy NPWP (perusahaan / TKA)

8. Fotocopy akta pendirian perusahaan

9. Fotocopy SIUP

10. Telex VITAS (Visa Izin Tinggal Terbatas)

11. Surat Keterangan tempat usaha

Adapun tata cara pemberian Izin Tinggal Terbatas di Kantor Imigrasi Kelas I Denpasar, yaitu:

1. Permintaan izin tinggal terbatas diajukan ke loket asing dengan mengisi secara lengkap dan benar formulir yang telah ditentukan dan menyerahkan surat-surat atau dokumen yang menjadi persyaratan.

2. Pemberian izin tinggal terbatas dicatat dalam buku register (register izin tinggal terbatas) yang telah ditentukan dalam rangkap 3 (tiga) dengan catatan lembar I (pertama) untuk Kantor Imigrasi, lembar II (kedua) untuk kantor wilayah, dan lembar III (ketiga) untuk Direktorat Jenderal Imigrasi

3. Pemberian izin tinggal terbatas dilaksanakan dengan mengisi secara lengkap dan benar kolom-kolom yang terdapat pada blangko kartu izin tinggal terbatas yang telah disediakan dengan menggunakan tulisan tangan, mesin ketik atau alat komputer.

4. Kepala Kantor Imigrasi atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk membubuhkan cap dan atau alasan dasar pemberian kartu izin tinggal terbatas pada Buku Pendaftaran Orang Asing dan surat perjalanan

5. Izin Tinggal Terbatas diberikan berupa Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS).

Dalam penegakkan hukum maka diperlukan instrumen penegakan hukum yaitu pengawasan dan penegakan sanksi. Pengawasan merupakan langkap preventif untuk memaksakan kepatuhan, sedangkan penerapan sanksi merupakan langkah represif memaksakan kepatuhan. Pengawasan keimigrasian terhadap orang asing pada dasarnya dilaksanakan mulai saat permohonan visa, izin/tanda masuk dan keluar, pemberian izin tinggal, serta keberadaan dan kegiatan mereka selama berada di wilayah Indonesia. Pengawasan keimigrasian dilaksanakan oleh setiap kantor-kantor wilayah imigrasi dan unit penunjang teknis seperti tempat pemeriksaan imigrasi.

Adapun sistem pengawasan orang asing di Indonesia dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu:

1. Pengawasan Tertutup, diatur dalam Pasal 68 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, yakni meliputi:

a. Pengumpulan, pengolahan, serta penyajian data dan informasi keimigrasian,

b. penyusunan daftar nama orang asing yang dikenai penangkalan dan pencegahan,

c. Pengawasan terhadap keberadaan dan kegiatan orang asing di wilayah indonesia (secara administratif)

d. Pengambilan foto dan sidik jari, dan

e. Kegiatan lain yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

2. Pengawasan Terbuka (Pasal 69), yaitu pengawasan langsung yang dilakukan dengan membentuk tim pengawasan orang asing dengan berkoordinasi dengan instansi atau lembagi lain.Dalam pelaksanaan berkaitan dengan pengawasan terbuka, koordinasi dengan instansi atau lembaga lain tidak mesti dilakukan karena akan memerlukan waktu dan biaya yang banyak. Adapun pelaksanaan pengawasan keimigrasian terhadap orang asing di wilayah Indonesia khususnya Kantor Imigrasi Kelas I Denpasar melalui beberapa tahapan, yaitu:

a. Pengawasan Tertutup

1. Pelaksanaan pengawasan dapat berdasarkan atas data/informasi keimigrasian, berdasarkan informasi masyarakat, maupun informasi dari media cetak atau elektronik.2. Berdasarkan data atau sumber diatas, maka dilakukanlah pengumpulan bahan informasi, yang untuk kemudian dilakukan analisa kasus. b.Pengawasan Terbuka

1. Setelah dilakukan analisa kasus, maka dibentuklah tim pengawasan orang asing untuk terjun langsung ke lapangan.

2. Setelah tim terbentuk, maka diterbitkan surat perintah pemeriksaan ke tempat yang diperkirakan terjadi pelanggaran keimigrasian.

3. Melakukan pemeriksaan dokumen di tempat.

4. Membuat laporan kejadian berupa berita acara pemeriksaan.

5. Pembuatan berita acara pendapat mengenai dugaan terjadinya pelanggaran atau tindak pidana keimigrasian.

6. Setelah melalui acara pendapat, maka dikeluarkan keputusan kepala kantor imigrasi apakah telah terjadi perbuatan melanggar undang-undang keimigrasian atau tidak.

7. Apabila keputusan tersebut menetapkan bahwa terjadi pelanggaran keimigrasian ataupun tindak pidana Keimigrasian, maka dilanjutkan ke tahap Tindakan Keimigrasian.

Salah satu intrumen penegakan hukum selain pengawasan adalah dengan melakukan penegakan sanksi. Sebelum menerapkan sanksi, maka diperlukan suatu tindakan. Tindakan Keimigrasian adalah setiap tindakan yang diambil terhadap seseorang yang telah terbukti melakukan pelanggaran, penyimpangan, penyalahgunaan dan kejahatan keimigrasian.4 Tindakan keimigrasian dapat dilakukan melalui 2 cara yaitu Tindakan Administrasi Keimigrasian dan Tindakan Pro Yustisia.

Tindakan Keimigrasian dalam pelaksanaannya terhadap adanya pelanggaran keimigrasian seperti penyalahgunaan izin tinggal lebih condong untuk mengambil Tindakan Administratif Keimigrasian, karena selain dari segi biaya yang dibutuhkan lebih sedikit, penyelesaian hukum secara pro justisia akan memakan waktu yang relative lama.

Dalam Pasal 1 ayat (31) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, Tindakan Administrasi Keimigrasian adalah sanksi administratif yang ditetapkan pejabat imigrasi terhadap orang asing diluar proses pengadilan. Pelaksanakan tindakan administrasi keimigrasian haruslah didasarkan atas alasan yang jelas. Alasan tersebut dibedakan menjadi 2 yaitu:

1. Orang asing tersebut melakukan kegiatan berbahaya atau patut diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum, dan2. Orang asing tersebut tidak menghormati atau tidak menaati peraturan perundang-undangan.

Atas dasar alasan yang dikemukan diatas, maka Tindakan Administrasi Keimigrasian sebagaimana diatur dalam Pasal 75 ayat (2) Undang-Undang Keimigrasian berupa:

a. Pencantuman dalam daftar Pencegahan atau Penangkalan;

b. Pembatasan, perubahan, atau pembatalan izin tinggal;

c. Larangan untuk berada di satu atau beberapa tempat tertentu di wilayah Indonesia;

d. Keharusan untuk bertempat tinggal di suatu tempat tertentu di wilayah Indonesia;

e. Pengenaan biaya beban.BAB IIIPENUTUP1.Simpulan.Dari hasil pembahasan di atas dapat dikemukakan simpulan sebagai berikut:1. Pengaturan mengenai penggunaan tenaga kerja asing di Indonesia diatur dengan diundangkannya Undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dimuat pada Bab VIII Pasal 42 sampai dengan Pasal 49 dan diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksananya yaitu melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 40 Tahun 2012 tentang Jabatan-Jabatan Tertentu Yang Dilarang Diduduki Tenaga kerja Asing. 2. Ketentuan dalam proses perizinan tinggal tenaga kerja asing dalam bisnis pariwisata di Indonesia diatur dalam Pasal 56 ayat (2) UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian mengenai perolehan KITAP, harus mendapatkan visa izin tinggal terbatas terlebih dahulu untuk kemudian ditingkatkan menjadi visa izin tinggal tetap. Selanjutnya berdasarkan Pasal 60 ayat (1) UU Keimigrasian, Izin Tinggal tetap akan diberikan kepada Tenaga Kerja Asing setelah tinggal menetap 3 tahun berturut-turut dan menandatangani Pernyataan Integrasi kepada Pemerintah Republik Indonesia. Untuk permohonan pengajuan alih status dari Izin Tinggal Tetap (ITAS) menjadi Izin Tinggal Tetap (ITAP) diatur lebih jauh dalam Petunjuk Pelaksanaan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor F-310,IZ.01.01.10 tahun 1995 tentang Tata Cara Alih Status Izin Keimigrasian.

2.Saran

Tenaga ahli yang didatangkan dari luar negeri oleh perusahaan pemerintah/swasta hendaknya benar-benar tenaga ahli yang terampil sehingga dapat membatu proses pembangunan ekonomi dan teknologi di Indonesia. Untuk itu proses alih teknologinya kepada TKI baik dalam jalur menajerial maupun profesionalnya harus mendapat pengawasan yang ketat dengan memberikan sertifikasi kepada tenaga ahli tersebut.DAFTAR BACAAN1. BUKUIda Bagus Wyasa Putra, dkk, Hukum Bisnis Pariwisata, cet. pertama, PT. Refika Aditama,

Bandung.

Kepala Divisi Keimigrasian Kantor Wilayah Hukum dan HAM Propinsi Bali, 2006, Tertib Keberadaan dan Lalu Lintas Orang Asing Ditinjau dari Ketentuan Keimigrasian di Propinsi Bali, Denpasar.

Ridwan HR, 2002, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta.2. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGANUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian.

Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1995 Tentang Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (TKWNAP).Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 223/MEN/2003 Tentang Jabatan jabatan di Lembaga Pendidikan yang Dikecualikan dari Kewajiban Membayar Kompensasi.Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 67/MEN/IV/2004 tentang Pelaksanaan Program JAMSOSTEK bagi Tenaga Kerja Asing.Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 40 Tahun 2012 Tentang Jabatan

Jabatan Tertentu Yang Dilarang Diduduki Tenaga kerja Asing.

Peraturan Menteri Nomor PER.02/MEN/III/2008 Tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing.

Petunjuk Pelaksanaan Direktur Jenderal Imigrasi Nomor F-310,IZ.01.01.10 tahun 1995

Tentang Tata Cara Alih Status Izin Keimigrasian. Ida Bagus Wyasa Putra, dkk, Hukum Bisnis Pariwisata, cet. pertama, PT. Refika Aditama, Bandung, hal. 53.

Ibid, hal. 18.

Ibid.

Kepala Divisi Keimigrasian Kantor Wilayah Hukum dan HAM Propinsi Bali, 2006, Tertib Keberadaan dan Lalu Lintas Orang Asing Ditinjau dari Ketentuan Keimigrasian di Propinsi Bali, Denpasar, hal.1.

Ridwan HR, 2002, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 311.