58
INTERNA GELOMBANG 2 STANDAR KOMPETENSI DOKTER INDONESIA A. AREA KOMPETENSI Kompetensi dibangun dengan pondasi yang terdiri atas profesionalitas yang luhur, mawas diri dan pengembangan diri, serta komunikasi efektif, dan ditunjang oleh pilar berupa pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan klinis, dan pengelolaan masalah kesehatan (Gambar 1). Oleh karena itu area kompetensi disusun dengan urutan sebagai berikut: 1. Profesionalitas yang Luhur 2. Mawas Diri dan Pengembangan Diri 3. Komunikasi Efektif 4. Pengelolaan Informasi 5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran 6. Keterampilan Klinis 7. Pengelolaan Masalah Kesehatan

Tugas Harian 1 Interna

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tugas Harian 1 Interna

Citation preview

INTERNA GELOMBANG 2

STANDAR KOMPETENSI DOKTER INDONESIA

A. AREA KOMPETENSI

Kompetensi dibangun dengan pondasi yang terdiri atas profesionalitas yang luhur, mawas diri

dan pengembangan diri, serta komunikasi efektif, dan ditunjang oleh pilar berupa

pengelolaan informasi, landasan ilmiah ilmu kedokteran, keterampilan klinis, dan

pengelolaan masalah kesehatan (Gambar 1). Oleh karena itu area kompetensi disusun dengan

urutan sebagai berikut:

1. Profesionalitas yang Luhur

2. Mawas Diri dan Pengembangan Diri

3. Komunikasi Efektif

4. Pengelolaan Informasi

5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran

6. Keterampilan Klinis

7. Pengelolaan Masalah Kesehatan

Gambar 1. Pondasi dan Pilar Kompetensi

B. KOMPONEN KOMPETENSI

INTERNA GELOMBANG 2

Area Profesionalitas yang Luhur

1. Berke-Tuhanan Yang Maha Esa/Yang Maha Kuasa

2. Bermoral, beretika dan disiplin

3. Sadar dan taat hukum

4. Berwawasan sosial budaya

5. Berperilaku profesional

Area Mawas Diri dan Pengembangan Diri

6. Menerapkan mawas diri

7. Mempraktikkan belajar sepanjang hayat

8. Mengembangkan pengetahuan

Area Komunikasi Efektif

9. Berkomunikasi dengan pasien dan keluarga

10. Berkomunikasi dengan mitra kerja

11. Berkomunikasi dengan masyarakat

Area Pengelolaan Informasi

12. Mengakses dan menilai informasi dan pengetahuan

13. Mendiseminasikan informasi dan pengetahuan secara efektif kepada profesional

kesehatan, pasien, masyarakat dan pihak terkait untuk peningkatan mutu pelayanan

kesehatan

Area Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran

14. Menerapkan ilmu Biomedik, ilmu Humaniora, ilmu Kedokteran Klinik, dan ilmu

Kesehatan Masyarakat/ Kedokteran Pencegahan/Kedokteran Komunitas yang

terkini untuk mengelola masalah kesehatan secara holistik dan komprehensif.

Area Keterampilan Klinis

15. Melakukan prosedur diagnosis

16. Melakukan prosedur penatalaksanaan yang holistik dan komprehensif

Area Pengelolaan Masalah Kesehatan

17. Melaksanakan promosi kesehatan pada individu, keluarga dan masyarakat

18. Melaksanakan pencegahan dan deteksi dini terjadinya masalah kesehatan pada

individu, keluarga dan masyarakat

19. Melakukan penatalaksanaan masalah kesehatan individu, keluarga dan masyarakat

20. Memberdayakan dan berkolaborasi dengan masyarakat dalam upaya meningkatkan

derajat kesehatan

INTERNA GELOMBANG 2

21. Mengelola sumber daya secara efektif, efisien dan berkesinambungan dalam

penyelesaian masalah kesehatan

22. Mengakses dan menganalisis serta menerapkan kebijakan kesehatan spesifik yang

merupakan prioritas daerah masing-masing di Indonesia

C. PENJABARAN KOMPETENSI

1. Profesionalitas yang Luhur

1.1. Kompetensi Inti

Mampu melaksanakan praktik kedokteran yang profesional sesuai dengan nilai dan

prinsip ke-Tuhan-an, moral luhur, etika, disiplin, hukum, dan sosial budaya.

1.2. Lulusan Dokter Mampu

1. Berke-Tuhan-an (Yang Maha Esa/Yang Maha Kuasa)

Bersikap dan berperilaku yang berke-Tuhan-an dalam praktik kedokteran

Bersikap bahwa yang dilakukan dalam praktik kedokteran merupakan upaya

maksimal

2. Bermoral, beretika, dan berdisiplin

Bersikap dan berperilaku sesuai dengan standar nilai moral yang luhur dalam

praktik kedokteran

Bersikap sesuai dengan prinsip dasar etika kedokteran dan kode etik kedokteran

Indonesia

Mampu mengambil keputusan terhadap dilema etik yang terjadi pada pelayanan

kesehatan individu, keluarga dan masyarakat

Bersikap disiplin dalam menjalankan praktik kedokteran dan bermasyarakat

3. Sadar dan taat hukum

Mengidentifikasi masalah hukum dalam pelayanan kedokteran dan memberikan

saran cara pemecahannya

Menyadari tanggung jawab dokter dalam hukum dan ketertiban masyarakat

Taat terhadap perundang-undangan dan aturan yang berlaku

Membantu penegakkan hukum serta keadilan

4. Berwawasan sosial budaya

Mengenali sosial-budaya-ekonomi masyarakat yang dilayani

Menghargai perbedaan persepsi yang dipengaruhi oleh agama, usia, gender, etnis,

difabilitas, dan sosial-budaya-ekonomi dalam menjalankan praktik kedokteran

dan bermasyarakat

INTERNA GELOMBANG 2

Menghargai dan melindungi kelompok rentan

Menghargai upaya kesehatan komplementer dan alternatif yang berkembang di

masyarakat multikultur

5. Berperilaku profesional

Menunjukkan karakter sebagai dokter yang profesional

Bersikap dan berbudaya menolong

Mengutamakan keselamatan pasien

Mampu bekerja sama intra- dan interprofesional dalam tim pelayanan kesehatan

demi keselamatan pasien

Melaksanakan upaya pelayanan kesehatan dalam kerangka sistem kesehatan

nasional dan global

2. Mawas Diri dan Pengembangan Diri

2.1. Kompetensi Inti

Mampu melakukan praktik kedokteran dengan menyadari keterbatasan, mengatasi

masalah personal, mengembangkan diri, mengikuti penyegaran dan peningkatan

pengetahuan secara berkesinambungan serta mengembangkan pengetahuan demi

keselamatan pasien.

2.2. Lulusan Dokter Mampu

1. Menerapkan mawas diri

Mengenali dan mengatasi masalah keterbatasan fisik, psikis, sosial dan budaya

diri sendiri

Tanggap terhadap tantangan profesi

Menyadari keterbatasan kemampuan diri dan merujuk kepada yang lebih mampu

Menerima dan merespons positif umpan balik dari pihak lain untuk

pengembangan diri

2. Mempraktikkan belajar sepanjang hayat

Menyadari kinerja profesionalitas diri dan mengidentifikasi kebutuhan belajar

untuk mengatasi kelemahan

Berperan aktif dalam upaya pengembangan profesi

3. Mengembangkan pengetahuan baru

Melakukan penelitian ilmiah yang berkaitan dengan masalah kesehatan pada

individu, keluarga dan masyarakat serta mendiseminasikan hasilnya

INTERNA GELOMBANG 2

3. Komunikasi Efektif

3.1. Kompetensi Inti

Mampu menggali dan bertukar informasi secara verbal dan nonverbal dengan pasien

pada semua usia, anggota keluarga, masyarakat, kolega, dan profesi lain.

3.2. Lulusan Dokter Mampu

1. Berkomunikasi dengan pasien dan keluarganya

Membangun hubungan melalui komunikasi verbal dan nonverbal

Berempati secara verbal dan nonverbal

Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang santun dan dapat dimengerti

Mendengarkan dengan aktif untuk menggali permasalahan kesehatan secara

holistik dan komprehensif

Menyampaikan informasi yang terkait kesehatan (termasuk berita buruk,

informed consent) dan melakukan konseling dengan cara yang santun, baik dan

benar

Menunjukkan kepekaan terhadap aspek biopsikososiokultural dan spiritual pasien

dan keluarga

2. Berkomunikasi dengan mitra kerja (sejawat dan profesi lain)

Melakukan tatalaksana konsultasi dan rujukan yang baik dan benar

Membangun komunikasi interprofesional dalam pelayanan kesehatan

Memberikan informasi yang sebenarnya dan relevan kepada penegak hukum,

perusahaan asuransi kesehatan, media massa dan pihak lainnya jika diperlukan

Mempresentasikan informasi ilmiah secara efektif

3. Berkomunikasi dengan masyarakat

Melakukan komunikasi dengan masyarakat dalam rangka mengidentifikasi

masalah kesehatan dan memecahkannya bersama-sama

Melakukan advokasi dengan pihak terkait dalam rangka pemecahan masalah

kesehatan individu, keluarga dan masyarakat.

4. Pengelolaan Informasi

4.1. Kompetensi Inti

Mampu memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan dalam

praktik kedokteran.

4.2. Lulusan Dokter Mampu

INTERNA GELOMBANG 2

1. Mengakses dan menilai informasi dan pengetahuan

Memanfaatkan teknologi informasi komunikasi dan informasi kesehatan untuk

meningkatkan mutu pelayanan kesehatan

Memanfaatkan keterampilan pengelolaan informasi kesehatan untuk dapat belajar

sepanjang hayat

2. Mendiseminasikan informasi dan pengetahuan secara efektif kepada profesi kesehatan

lain, pasien, masyarakat dan pihak terkait untuk peningkatan mutu pelayanan

kesehatan

Memanfaatkan keterampilan pengelolaan informasi untuk diseminasi informasi

dalam bidang kesehatan.

5. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran

5.1. Kompetensi Inti

Mampu menyelesaikan masalah kesehatan berdasarkan landasan ilmiah ilmu kedokteran

dan kesehatan yang mutakhir untuk mendapat hasil yang optimum.

5.2. Lulusan Dokter Mampu Menerapkan ilmu Biomedik, ilmu Humaniora, ilmu Kedokteran

Klinik, dan ilmu Kesehatan Masyarakat/Kedokteran Pencegahan/Kedokteran Komunitas

yang terkini untuk mengelola masalah kesehatan secara holistik dan komprehensif.

Menerapkan prinsip-prinsip ilmu Biomedik, ilmu Humaniora, ilmu Kedokteran

Klinik, dan ilmu Kesehatan Masyarakat/Kedokteran Pencegahan/Kedokteran

Komunitas yang berhubungan dengan promosi kesehatan individu, keluarga, dan

masyarakat KONSIL KED

Menerapkan prinsip-prinsip ilmu Biomedik, ilmu Humaniora, ilmu Kedokteran

Klinik, dan ilmu Kesehatan Masyarakat/Kedokteran Pencegahan/Kedokteran

Komunitas yang berhubungan dengan prevensi masalah kesehatan individu,

keluarga, dan masyarakat

Menerapkan prinsip-prinsip ilmu Biomedik, ilmu Humaniora, ilmu Kedokteran

Klinik, dan ilmu Kesehatan Masyarakat/Kedokteran Pencegahan/Kedokteran

Komunitas untuk menentukan prioritas masalah kesehatan pada individu,

keluarga, dan masyarakat

Menerapkan prinsip-prinsip ilmu Biomedik, ilmu Humaniora, ilmu Kedokteran

Klinik, dan ilmu Kesehatan Masyarakat/Kedokteran Pencegahan/Kedokteran

Komunitas yang berhubungan dengan terjadinya masalah kesehatan individu,

keluarga, dan masyarakat

INTERNA GELOMBANG 2

Menggunakan data klinik dan pemeriksaan penunjang yang rasional untuk

menegakkan diagnosis

Menggunakan alasan ilmiah dalam menentukan penatalaksanaan masalah

kesehatan berdasarkan etiologi, patogenesis, dan patofisiologi

Menentukan prognosis penyakit melalui pemahaman prinsip-prinsip ilmu

Biomedik, ilmu Humaniora, ilmu Kedokteran Klinik, dan ilmu Kesehatan

Masyarakat/Kedokteran Pencegahan/Kedokteran Komunitas

Menerapkan prinsip-prinsip ilmu Biomedik, ilmu Humaniora, ilmu Kedokteran

Klinik, dan ilmu Kesehatan Masyarakat/Kedokteran Pencegahan/Kedokteran

Komunitas yang berhubungan dengan rehabilitasi medik dan sosial pada individu,

keluarga dan masyarakat

Menerapkan prinsip-prinsip ilmu Biomedik, ilmu Humaniora, ilmu Kedokteran

Klinik, dan ilmu Kesehatan Masyarakat/Kedokteran Pencegahan/Kedokteran

Komunitas yang berhubungan dengan kepentingan hukum dan peradilan

Mempertimbangkan kemampuan dan kemauan pasien, bukti ilmiah kedokteran,

dan keterbatasan sumber daya dalam pelayanan kesehatan untuk mengambil

keputusan

6. Keterampilan Klinis

6.1. Kompetensi Inti

Mampu melakukan prosedur klinis yang berkaitan dengan masalah kesehatan dengan

menerapkan prinsip keselamatan pasien, keselamatan diri sendiri, dan keselamatan orang

lain.

6.2. Lulusan Dokter Mampu

1. Melakukan prosedur diagnosis

Melakukan dan menginterpretasi hasil auto-, allo- dan hetero-anamnesis,

pemeriksaan fisik umum dan khusus sesuai dengan masalah pasien

Melakukan dan menginterpretasi pemeriksaan penunjang dasar dan mengusulkan

pemeriksaan penunjang lainnya yang rasional

2. Melakukan prosedur penatalaksanaan masalah kesehatan secara holistik dan

komprehensif

Melakukan edukasi dan konseling

Melaksanakan promosi kesehatan

Melakukan tindakan medis preventif

INTERNA GELOMBANG 2

Melakukan tindakan medis kuratif

Melakukan tindakan medis rehabilitatif

Melakukan prosedur proteksi terhadap hal yang dapat membahayakan diri sendiri

dan orang lain

Melakukan tindakan medis pada kedaruratan klinis dengan menerapkan prinsip

keselamatan pasien

Melakukan tindakan medis dengan pendekatan medikolegal terhadap masalah

kesehatan/kecederaan yang berhubungan dengan hukum

7. Pengelolaan Masalah Kesehatan

7.1. Kompetensi Inti

Mampu mengelola masalah kesehatan individu, keluarga maupun masyarakat secara

komprehensif, holistik, terpadu dan berkesinambungan dalam konteks pelayanan

kesehatan primer.

7.2. Lulusan Dokter Mampu

1. Melaksanakan promosi kesehatan pada individu, keluarga dan masyarakat

Mengidentifikasi kebutuhan perubahan pola pikir, sikap dan perilaku, serta

modifikasi gaya hidup untuk promosi kesehatan pada berbagai kelompok umur,

agama, masyarakat, jenis kelamin, etnis, dan budaya

Merencanakan dan melaksanakan pendidikan kesehatan dalam rangka

promosi kesehatan di tingkat individu, keluarga, dan masyarakat

2. Melaksanakan pencegahan dan deteksi dini terjadinya masalah kesehatan pada

individu, keluarga dan masyarakat

Melakukan pencegahan timbulnya masalah kesehatan

Melakukan kegiatan penapisan faktor risiko penyakit laten untuk mencegah dan

memperlambat timbulnya penyakit

Melakukan pencegahan untuk memperlambat progresi dan timbulnya komplikasi

penyakit dan atau kecacatan

3. Melakukan penatalaksanaan masalah kesehatan individu, keluarga dan masyarakat

Menginterpretasi data klinis dan merumuskannya menjadi diagnosis

Menginterpretasi data kesehatan keluarga dalam rangka mengidentifikasi masalah

kesehatan keluarga

Menginterpretasi data kesehatan masyarakat dalam rangka mengidentifikasi dan

merumuskan diagnosis komunitas

INTERNA GELOMBANG 2

Memilih dan menerapkan strategi penatalaksanaan yang paling tepat berdasarkan

prinsip kendali mutu, biaya, dan berbasis bukti

Mengelola masalah kesehatan secara mandiri dan bertanggung jawab (lihat Daftar

Pokok Bahasan dan Daftar Penyakit) dengan memperhatikan prinsip keselamatan

pasien

Mengkonsultasikan dan/atau merujuk sesuai dengan standar pelayanan medis

yang berlaku (lihat Daftar Penyakit)

Membuat instruksi medis tertulis secara jelas, lengkap, tepat, dan dapat dibaca

Membuat surat keterangan medis seperti surat keterangan sakit, sehat, kematian,

laporan kejadian luar biasa, laporan medikolegal serta keterangan medis lain

sesuai kewenangannya termasuk visum et repertum dan identifikasi jenasah

Menulis resep obat secara bijak dan rasional (tepat indikasi, tepat obat, tepat

dosis, tepat frekwensi dan cara pemberian, serta sesuai kondisi pasien), jelas,

lengkap, dan dapat dibaca.

Mengidentifikasi berbagai indikator keberhasilan pengobatan, memonitor

perkembangan penatalaksanaan, memperbaiki, dan mengubah terapi dengan tepat

Menentukan prognosis masalah kesehatan pada individu, keluarga, dan

masyarakat

Melakukan rehabilitasi medik dasar dan rehabilitasi sosial pada individu,

keluarga, dan masyarakat

Menerapkan prinsip-prinsip epidemiologi dan pelayanan kedokteran secara

komprehensif, holistik, dan berkesinambungan dalam mengelola masalah

kesehatan

Melakukan tatalaksana pada keadaan wabah dan bencana mulai dari identifikasi

masalah hingga rehabilitasi komunitas

4. Memberdayakan dan berkolaborasi dengan masyarakat dalam upaya meningkatkan

derajat kesehatan

Memberdayakan dan berkolaborasi dengan masyarakat agar mampu

mengidentifikasi masalah kesehatan actual yang terjadi serta mengatasinya

bersama-sama

Bekerja sama dengan profesi dan sektor lain dalam rangka pemberdayaan

masyarakat untuk mengatasi masalah kesehatan

5. Mengelola sumber daya secara efektif, efisien dan berkesinambungan dalam

penyelesaian masalah kesehatan

INTERNA GELOMBANG 2

Mengelola sumber daya manusia, keuangan, sarana, dan prasarana secara efektif

dan efisien

Menerapkan manajemen mutu terpadu dalam pelayanan kesehatan primer dengan

pendekatan kedokteran keluarga

Menerapkan manajemen kesehatan dan institusi layanan kesehatan

6. Mengakses dan menganalisis serta menerapkan kebijakan kesehatan spesifik yang

merupakan prioritas daerah masing-masing di Indonesia

Menggambarkan bagaimana pilihan kebijakan dapat memengaruhi program

kesehatan masyarakat dari aspek fiskal, administrasi, hukum, etika, sosial, dan

politik.

Daftar Kepustakaan

a. Anonim. Quality Improvement in Basic Medical Education: WFME International

Guidelines. University of Copenhagen, Denmark, 2000.

b. Cerraccio C, Wolfsthal SD, Englander R, Ferentz K, Martin C. Shifting paradigms:

From Flexner to competencies, Academic Medicine, 2002: 77(5).

c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional.

d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

INTERNA GELOMBANG 2

e. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran.

f. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

g. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2000 tentang Standar Nasional Pendidikan.

h. Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia; Surat Keputusan Menteri

Pendidikan Nasional Nomor 045/U/2002.

INTERNA GELOMBANG 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004

TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang

Bahwa membangun kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,

dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan

yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum sebagai dimaksud dalam

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945

Bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian

berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan

kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat

Bahwa penyelenggaraan praktik kedokteran yang merupakan inti dari berbagai kegiatan

dalam penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh dokter dan dokter gigi yang

memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian dan kewenangan yang secara terus menerus

harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi,

registrasi, lisensi, serta pembinaan pengawasan, dan pemantauan agar penyelanggaraan

praktik kedokteran sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;

Bahwa untuk memberikan perlindungan pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu

membentuk Undang-Undang tentang praktik Kedokteran;

Mengingat

Pasal 20 dan pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945.

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

M E M U T U S K A N:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :

Prektek kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi

terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan;

INTERNA GELOMBANG 2

Dokter dan dokter gigi adalah dokter , dokter spesialis dokter gigi, dan dokter spesialis

lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran baik di dalam maupun luar negeri yang diakui

oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan

Konsil Kedokteran Indonesia adalah suatau badan otonom, mendiri, nonstructural dan Konsil

kedokteran Gigi.

Sertifikat Konpentensi adalah surat tanda pengakuan terhadap kemampuan seorang dokter

atau dokter gigi untuk menjalankan prektek kedokteran si seluruh Indonesia setelah lulus uji

kompetensi.

Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap dokter dan dokter gigi yang telah memiliki

sertifikat konpetensi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lainnya serta diakui secara

hukum untuk melakukan tindakan profesinya.

Regisrasi adalah pencatatan ulang terhadap dokter dan doktr gigi yang telah diregistrasi

setelah memenuhi persyaratan yang berlaku.

Surat izin praktik adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada dokter dan dokter

gigi yang menjalankan praktik kedokteran setelah memenuhi persyaratan.

Surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi adalah bukti tertulis yang diberika oleh Konsil

Kedokteran Indonesia kepada dookter dan dokter gigi yang telah diregistrasi

Sarjana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan

yang dapat digunakan untuk praktik kedokteran atau kedoktaran gigi.

Pasein adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatan untuk memperoleh

pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada

dokter atau dokter gigi.

Profesi kedokeran atau kedoketran gigi adalah suatu pekerjaan kedokteran atau kedokteran

gigi yang dilaksanakan berdasarkan auatu keilmuan, kompetensi yang diperoleh melalui

pendidikan yang berjenjang, dan kode etik yang bersifat melayani masyarakat.

Organisasi profesi adalah Ikatan Dokter Indonesia untuk dokter dan Persatuan Dokter Gigi

Indonesia untuk dokter gigi.

Kolegium kedokteran Indonesia dan kolegium kedokteran gigi Indonesia adalah badan yang

dibentuk oleh organisasi profesi untuk masing-masing cabang disiplin ilmu yang bertugas

mengampu cabang disiplin ilmu tersebut.

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia adalah lembaga yang berwanang untuk

menentukan ada tidaknya kesalahan yang dilakukan dan dokter dan dokter gigi dalam

penerapan disiplin ilmu kedokteran dan kedokteran gigi, dan menetapkan sangsi.

Menteri dalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan.

INTERNA GELOMBANG 2

Pasal 5

Konsil Kedokteran Indonesia berkedudukan di ibukota negara Republik Indonesia.

Bagian Kedua

Funsi, Tugas, dan Wewenang

Pasal 6

Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai fungsi peraturan, pengesaha, serta pembinaan

dokter dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran, dalam rangka meningkatkan

mutu pelayanan medis.

Pasal 7

Konsil Kedokteran Indonesia mempunyai tugas :

Melakukan registrasi dokter dan dokter gigi.

Mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi; dan

Melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan praktik kedokteran yang dilaksanakan

bersama lembaga terakit sesuai dengan fungsi masing-masing.

Standar pendidikan profesi dikter dan dokter gigi yang disahkan Konsil sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan bersama oleh Konsil Kedokteran Indonesia dengan

kolegium kedokteran, kolegium kedokteran gigi, asosiasi institusi pendidikan kedokteran

gigi, dan asosiasi rumah sakit pendidikan.

Pasal 8

Dalam menjalankan tugas sebagai mana dimaksud Pasal 7 Konsil Kedokteran Indonesia

mempunyai wewenang.

Menyetujui dan menolak peermohonan registrasi dokter dan dokter gigi;

Menerbitkan dan mencabut surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi;

Mengesahkan standar kompetensi doktrer dan dokter gigi;

Melakukan pengujian terhadap persyaratan registrasi dokter dan dokter gigi;

Mengesahkan penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi;

Melakukan pembinaan bersama terhadap dokter dan dokter gigi mengenai pelaksanaanetika

profesi atau perangkatnya karena melanggar ketentuan etika profesi.

Pasal 9

Ketentuan labih lanjut mengenai fungsi dan tugas Konsil Kedokteran Indonesia diatur dengan

Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.

Pasal 10

INTERNA GELOMBANG 2

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang Konsil

Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi diatur dengan Peraturan Konsil kedokteran dan

Konsil Kedokteran Gigi.

Bagian Ketiga

Susunan Organisasi dan Keanggotaan

Pasal 11

Susunan Organisasi Konsil Kedokteran Indonesia terdiri atas :

Konsil Kedokteran; dan

Konsil Kedokteran Gigi.

Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

masing-masing terdiri atas 3 (tiga) divisi, yaitu:

Divisi Registrasi;

Divisi Standar Pendidikan Profesi; dan

Divisi Pembinaan

Pasal 12

Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia terdiri atas :

Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia yang terdiri atas 3 (tiga) orang merangkap anggota,

Pimpinan Konsil Kedokteran dan Pimpinan Konsil Kedokteran gigi masing-masing 1 (satu)

orang merangkap anggota; dan

Pimpinan divisi pada Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokter Gigi masing-masing 1 (satu)

orang merangkap anggota

Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bekerja secara

kolektif.

Pimpinan konsil Kedokteran Indonesia sebagai mana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah

penanggung jawaban tertinggi.

Pasal 13

Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia terdiri atas seorang kedua dan 2 (dua) orang wakil

ketua.

Pimpinan Konsil Kedokteran terdiri atas seseorang ketua dan 3 (tiga) orang ketua devisi

Pasal 14

Jumlah Anggota Konsil Kedokteran Indonesia 17 (tujuh belas) orang yang terdiri atas unsur-

unsuryang berasal dari :

Organisasi profesi kedokteran 2 (dua) orang;

Organisasi profesi kedokteran gigi 2 (duaA) orang;

INTERNA GELOMBANG 2

Asosiasi institusi pendidikan kedokteran 1 (satu) orang;

Asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi 1 (satu) orang;

Kolegium kedokteran 1 (satu) orang;

Kolegium kedokteran gigi 1 (satu) orang;

Asosiasi rumah sakit pendidikan 2 (dua) orang;

Tokoh masyarakat 3 (tiga) orang;

Departemen Kesehatan 2 (dua) orang;

Departemen Pendidikan Nasional 2 (dua) orang.

Tata cara pemilihan tokoh masyarakat sebagai mana domaksud pada ayat (1) diatur dengan

Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia

Keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri.

Menteri dalam mengusulkan keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia harus berdasarkan

usulan dari organisasi dan asosiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Ketentuan mengenai tata cara pengangkatan keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia diatur

dengan Peraturan Presiden.

Pasal 15

Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia, pimpinan Konsil Kedokteran, pimpinan Konsil

Kedokteran Gigi, pimpinan divisi pada Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi

dipilih oleh anggota dan ditetapkan oleh rapat pleno anggota.

Pasal 16

Masa bakti keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia adalah 5 (lima) tahun dan dapat

diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

Pasal 17

Anggota Konsil Kedokteran Indonesia sebelum memangku jabatan wajib mencakup

sumpah/janji, menurut agamanya di hadapan Presiden

Sumpah/Janji sebagaimana dengan sungguh-sungguh bahwa saya untuk melaksanakan tugas

ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun

juga, tidak memberikan atau pemberian.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam

tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga

suatu janji atau pemberian.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya dalam menjalankan tugas ini, senantiasa menjunjung

tinggi ilmu kedokteran atau kedokteran gigi dan mempertahankan serta meningkatkan mutu

pelayanan dokter atau dokter gigi.

INTERNA GELOMBANG 2

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia dan taat kepada dan akan mempertaruhkan

serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-undang Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi negara

Republik Indonesia.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan tugas dan wewenang saya

ini dengan sungguh-sungguh seksama, obyektif, jujur, berani, adil, tidak membeda-bedakan

jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban

saya dengan sebaik-baiknya, serta serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang

Maha Esa, Masyarakat, bangsa dan negara.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak

mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan

tugas dan wewenang saya yang diamanatkan Undang-undang kepad saya".

Pasal 18

Untuk dapat diangkat sebagai anggota Konsil Kedokteran Indonesia, yang bersangkutan

harus memenuhi syarat sebagai berikut :

Warga negara Republik Indonesia

Sehat jasmani dan rohani

Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia

Berkelakuan baik

Berusia sekurang-kurangnya 40(empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 65 (enam puluh

lima) tahun pada waktu menjadi anggota Konsil Kedokteran Indonesia

Pernah melakukan praktik kedokteran paling sedikit 10 (sepuluh) tahun dan memiliki surat

tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi, kecuali untuk wakil dari

masyarakat

Cakap, jujur, memiliki moral, etika dan integrasi lainnya pada saat diangkat dan selama

menjadi anggota Konsil Kedokteran Indonesia

Melepaska jabatan structural dan/atau jabatan lainnya pada saat diangkat danselama menjadi

anggota Konsil Kedokteran Indonesia

Pasal 19

Anggota Konsil Kedokteran Indonesia berhanti atau diberhentikan karena :

Berakhir masa jabatan sebagai anggota.

Mengundurka diri atas permintaan sendiri

Meninggal dunia

Bertampat timggal di luar wilayah Republik Indonesia

INTERNA GELOMBANG 2

Tidak mampu lagi melakukan tugas secara terus-menerus selama 3 (tiga) bulan, atau

Dipindahkan karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Dalam hal anggota Konsil Kedokteran Indonesia menjadi tersangka tindak podana kejahatan,

diberhentikan sementara dari jabatannya.

Pemberhentiaan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 (dua) bukan anggota Konsil Kedokteran

Indonesia.

Dalam menjalankan tugasnyha sekretaris bertanggung jawab kepada pimpinan Konsil

Kedokteran Indonesia.

Ketentuan fungi dan tugas sekretaris dilakukan oleh pegawai Konsil Kedokteran Indonesia

Pasal 20

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya Konsil Kedokteran Indonesia dibantu sekretaris

yang dipimpin oleh seorang sekretaris.

Sektretaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.

Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan anggota Konsil Kedokteran Indonesia.

Dalam menjalankan tugasnya sekretaris bertanggung jawab kepada pemimpinan Konsil

Kedokteran Indonesia.

Ketentuan fungi dan tugas sekretaris dilakukan oleh pegawai Konsil Kedokteran Indonesia

Pasal 21

Pelaksanaan tugas secretariat dilakukan oleh pagawai Konsil Kedokteran Indonesia

Pegawai sebagai mana dimaksud pada ayat (1) untuk pada peraturan perundang-undangan

tentang kepegawaian.

Bagian Keempat

Tata Kerja

Pasal 22

Setiap keputusan Konsil Kedokteran Indonesia yang bersifat mengatur diputuskan oleh rapat

pleno anggota.

Rapat Pleno Konsil Kedokteran Indonesia dianggap sah jika dihadiri oleh oaling sedikit

setengah dari jumlah anggota ditambah satu.

Keputusan diambil dengan cara musyawarah untuk mufakat.

Dalam hal tidak terdapat kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka dapat

dilakukan pemungutan suara.

Pasal 23

INTERNA GELOMBANG 2

Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan tugas

anggota dan pegawai konsil agar pelaksanaan tugas dilakukan sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan.

Pasal 24

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja Konsil Kedokteran Indonesia diatur dengan

Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia

Bagian Kelima

Pembiayaan

Pasal 25

Biaya untuk pelaksanaan tugas-tugas Konsil Kedokteran Indonesia dibebankan kepada

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

BAB IV

STANDAR PENDIDIKAN PROFESI KEDOKETERAN DAN KEDOKTERAN GIGI

Pasal 26

Standar pendidikan profesi kedokteran dan standar pemdidikan profesi kedokteran gigi

disahkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia

Standar pendidikan profesi kedokteran dan standar pendidikan profesi kedokteran gigi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Untuk pendidikan profesi dokter atau dokter gigi disusun oleh asosiasi institusi pendidikan

kedokteran atau kedokeran gigi; dan

Untuk pendidikan profesi dokter spesialis atau dokter atau dokter gigi spesialis disusun oleh

kkolegium kedokteran atau kedokteran gigi.

Asosiasi institusi pendidikan kedokterann atau kedokteran gigi dalam menyusun standar

pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hururf a berkoordinasi dengan

organisasi profesi, kolegium,asosiasi rumah sakit pendidikan, Departemen Pendidikan

Nasional, dan Departemen Kesehatan.

Kolegium kedokteran atau kedokteran gigi dalam menyusun standar pendidikan profesi

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berkoordinasi dengan organisasi profesi,

asosiasi institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi, asosiasi rumah sakit

pendidikan, Departemen Pendidikan Nasiolan, dan Departemen Kesehatan.

INTERNA GELOMBANG 2

BAB V

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEDOKTERAN DANNKEDOKTERAN GIGI

Pasal 27

Pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi, untuk memberikan kompetensi

kepada dokter atau dokter gigi, dilaksanakan sesuai dengan pendidikan standar pendidikan

profesi kedokteran atau kedokteran gigi.

Pasal 28

Setiap dokter atau dokter gigi yang berpraktik wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan

kedokteran atau kedokteran gigi berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi

dan lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi dalam rangka penyerapan

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran atau kedokteran gigi.

Pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi berkelanjutan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh organisasi

profesi kedokteran atau kedokteran gigi.

BAB VI

REGISTRASI DOKTER DAN DOKTER GIGI

Pasal 29

Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib

memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi.

Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi sebagai mana dimaksud

pada ayat (1) diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.

Untuk memperoleh surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi harus

memilih persyaratan :

Memiliki ijazah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, atau dokter gigi spesialis;

Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janjji dokter atau dokter gigi;

Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;

Memiliki sertifikat kompetensi; dan

Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasidokter gigi berlaku selama 5 (lima)

tahun dan registrasi ulang setiap 5 (lima) tahun sekali dengan tetap memenuhi persyaratan

sebagaimana dimaksud pada ayat 3 (tiga) huruf c dan huruf d.

Ketua Konsil Kedokteran dan Kedokteran Gigi dalam melakukan registrasi ulang harus

mendengar pertimbangan ketuqa divisi registrasi dan ketua divisi pembinaan.

INTERNA GELOMBANG 2

Ketua Konsil Kedokteran dan Ketua Konsil Kedokteran Gigi berkewajiban untuk memelihara

dan menjaga registrasi dokter dan dokter gigi.

Pasal 30

Dokter dan dokter gigi lulusan luar negriyang akan melaksanakan praktik kedokteran di

Indonesia harus dilakukan evaluasi.

Evaluasi sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) meliputi :

Kesahan ijazah;

Kemampuan untuk melakukan praktik kedokteran yang dinyatakan dengan suarat keterangan

telah mengikuti program adaptasi dan sertifikat kompetensi.

Mempunyai surat pernyataan telah megucapkan sumpah/janji dokter atau dokter gigi.

Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi.

Dokter dan dokter gigi warga negara asing selain memenuhi ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) juga harus melengkapi surat izin kerja sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan dan kemampuan berbahasa Indonesia

Dokter dan dokter gigi yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (2) dan

ayat (3) diberikan surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi oleh

Konsil Kedokteran Indonesia.

Pasal 33

Dicabut atas dasar ketentuan peraturan perundang-undangan;

Habis masa berlakunya dan yang bersangkutan tidak mendaftar ulang;

Atas permintaan yang bersangkutan;

Yang bersangkutan meninggal dunia; atau

Dicabut Konsil Kedokteran Indonesia.

Pasal 34

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara registrasi, registrasi ulang, registrasi sementara, dan

registrasi bersyarat diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.

Pasal 35

Dokter dan dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi mempunyai wewenang

melakukan praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, yang

terdiri atas :

Mewawncarai pasien;

Memeriksa fisik dan mental pasien;

Menentukan pemeriksaan penunjang;

Menegakkan diagnosis;

INTERNA GELOMBANG 2

Menetukan penataletakan dan pengobatan pasien;

Melakukan tindakan kedokteran atau tindakan kedokteran gigi;

Menulis resep obat dan alat kesehatan;

Menerbitka surat keterangan dokter atau dokter gigi;

Menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diijinkan; dan

Meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang prektik di daerah terpencil yang

tidak ada apotik.

Selain kewenangan sebagai mana dimaksud pada ayat (1) kewenangan lainnya diatur dengan

Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.

BAB VII

PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

Bagian Kesatu

Surat Izin Praktik

Pasal 36

Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib

memiliki surat izin praktik.

Pasal 37

Surat izin praktik sebagaiman dimaksudkan dalam Pasal 36 dikeluarkann oleh pejabat

kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik kedokteran atau kedokteran gigi

dilaksanakan.

Suatu izin peraktik dokter atau dokter gigi sebagai mana dimaksud pada ayat (1) hanya

diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat.

Suatu surat izin praktik hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik.

Pasal 38

Untuk mendapatkan surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dokter atau

dokter gigi harus :

memiliki surat tanda registrasi kedokteran atau surat tanda registrasi dokter gigi yang masih

berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 31, dan Pasal 32;

Mempunyai tempat praktik; dan

Memiliki rekomendasi dari organisasi profesi.

Surat izin praktik masih tetap berlaku sepanjang :

Surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi masih berlaku; dan

Tempat izin praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin praktik.

Ketentuan lebih lanjut mengenai surat izin paraktik diatur Peraturan Materi.

INTERNA GELOMBANG 2

Bagian Kedua

Palaksanaan Praktik

Pasal 39

Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter atau doktrer

gigi dengan pasien dalam upaya untuk memelihara kesehatan, pencegahan penyakit,

meningkatkan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan.

Pasal 40

Dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin praktik dan menyelenggarakan

praktik kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 wajib memasang papan nama

praktik kedokteran.

Dalam hal dokter atau dokter gigi berpraktik disarana pelayanan kesehatan, pimpinan sarana

pelayanan kesehatan wajib membuat daftar dokter atau dokter gigi yang melakukan praktik

kedokteran.

Pasal 42

Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mengizinkan dokter atau dokter gigi yang

tidak memiliki surat izin praktik untuk melakukan praktik kedokteran disarana pelayanan

kesehatan tersebut.

Pasal 43

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanan praktik kedokteran diatur dengan Peraturan

Menteri.

Bagian Ketiga

Pemberian Pelayanan

Paragaraf 1

Standar Pelayanan

Pasal 44

Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti standar

pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.

Standar pelayanan sebagaimana pada ayat (1) dibedakan menurut jenis dan strata sarana

pelayanan kesehatan.

Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

ayat (2) diatur dengan Peraturan Mentri.

Paragraf 2

Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi

Pasal 45

INTERNA GELOMBANG 2

Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter

gigi terhadap pasien harus mendapatkan persetujuan.

Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapatkan

penjelasan secara lengkap.

Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup :

Diagnosis dan tata cara tindakan medis;

Tujuan tindakan medis yang dilakukan;

Alternatif tindakan lain dan resikonya;

Risiko dan komplikasi yang mukin terjadi; dan

Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.

Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara tertulis maupun

lisan.

Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus

diberikan dengan persetuajuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan

persetujuan.

Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5) diatur dengan

Peraturan Menteri.

Paragraf 3

Rekam Medis

Pasal 46

Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalanka praktik kedokteran wajib membuat rekam

medis.

Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah pasien

selesai meneriman pelayanan kesehatan.

Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas yang

memberikan pelayanan atau tindakan.

Pasal 47

Dokumen rekam medis sebagai mana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan milik dokter,

dokter gigi, atau sarana pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan milik

pasien.

Rekam medis sebagaimana simaksudkan pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga

kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.

INTERNA GELOMBANG 2

Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur

dengan Peraturan Menteri.

Paragraf 4

Rahasia Kedokteran

Pasal 48

Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib menyimpan

rahasia kedokteran.

Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi

paraturan penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau

berdasarkan ketentuan perundang-undangan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.

Paragraf 5

Kendali Mutu dan Kendali Biaya

Pasal 49

Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran atau kedokteran gigi

wajib menyelenggarakan kendali mutu dan kendali biaya.

Dalam rangka pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diselenggarakan audit medis.

Pembinaan dan pengawasan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)

dilaksanakan oleh organisasi profesi.

Paragraf 6

Hak dan Kewajiban Dokter atau Dokter Gigi

Pasal 50

Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak:

Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar

profesi dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;

Memberika pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional;

Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; dan

Menerima imbalan jasa.

Pasal 51

Dokter atau dookter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban:

Memberikan pelayanan medis sesuai dengan stanadr profesi dan standar prosedur operasional

serta kebutuhan medis pasien;

INTERNA GELOMBANG 2

Merujuk pasien kedokter atau kedokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kamampuan

yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan;

Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien

itu meninggal dunia;

Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang

lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan

Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran

gigi.

Paragraf 7

Hak dan Kewajiban Pasien

Pasal 52

Pasien, dalam menerima pelayanan para praktik kedokteran, mempunyai hak:

Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud

dalam pasal 45 ayat (3);

Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;

Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;

Menolak tindakan medis; dan

Mendapat isi rekam medis.

Paragraf 8

Pembinaan

Pasal 54

Dalam rangka terselenggaranya praktik kedokteran yang bermutu dan melidungi masyarakat

sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, perlu dilakukan

pembinaan terhadap dokter atau dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran.

Pembinaan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dilakukan oleh Konsil Kedokteran

Indonesia bersama-sama dengan organisasi profesi.

BAB VIII

DISIPLIN DOKTER DAN DOKTER GIGI

Bagian Kesatu

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

Pasal 55

Untuk menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam penyelenggaraan praktik

kedokteran, dibentuk Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.

INTERNA GELOMBANG 2

Majelis Kehormatan Disiplin Kedoktrean Indonesia merupakan lembaga otonom dari Konsil

Kedokteran Indonesia.

Mejelis Kehormatan Disiplin Indonesia dalam menjalankan tugasnya bersifat independent.

Pasal 56

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia bertanggung jawab kepada Konsil

Kedokteran Indonesia.

Pasal 57

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia berkedudukan di ibu kota negara

Republik Indonesia.

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran di tingkat provinsi dapat dibentuk oleh Konsil

Kedokteran Indonesia atas usul Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

Pasal 58

Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia terdiri atas seorang ketua,

seorang wakil, dan seorang sekretaris.

Pasal 59

Keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia tersiri atas 3 (tiga) orang

dokter dan 3 (tiga) orang dokter gigi dari organisasi profesi masing-masing, seorang dokter

dan seorang dokter gigi mewakili asosiasi rumah sakit, dan 3 (tiga) orang sarjana hukum.

Untuk dapat diangkat sebagai anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

harus dipenuhi syarat sebagai berikut :

Warga negara Republik Indonesia;

Sehat jasmani dan rahani;

Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;

Berkelakuan baik;

Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun

pada saat diangkat;

Bagi dokter atau dokter gigi, pernah melakukan praktik kedokteran paling sedikit 10

(sepuluh) tahun dan memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter

gigi;

Bagi sarjana hukum, pernah melakukan praktik dibidang hukum paling sedikit 10 (sepuluh)

tahundan memiliki pengetahuan di bidang hukum kesehatan; dan

Cakap, juju, memiliki moral, etika, dan integritas yang tinggi serta memiliki reputasi yang

baik.

Pasal 60

INTERNA GELOMBANG 2

Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia ditetapkan oleh Menteri atas

usul organisasi profesi.

Pasal 61

Masa bakti keanggotaan Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 adalah 5 (lima) kali masa jabatan.

Pasal 62

Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia sebelum mengaku jabatan wajib

mengucapkan sumpah/janji sesuai dengan agama masing-masing di hadapan Ketua

Kedokteran Indonesia

Sumpah /janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut :

"Sumpah/Janji sebagaimana dengan sungguh-sungguh bahwa saya untuk melaksanakan tugas

ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun

juga, tidak memberikan atau pemberian.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam

tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga

suatu janji atau pemberian.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya dalam menjalankan tugas ini, senantiasa menjunjung

tinggi ilmu kedokteran atau kedokteran gigi dan mempertahankan serta meningkatkan mutu

pelayanan dokter atau dokter gigi.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia dan taat kepada dan akan mempertaruhkan

serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-undang Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi negara

Republik Indonesia.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan tugas dan wewenang saya

ini dengan sungguh-sungguh seksama, obyektif, jujur, berani, adil, tidak membeda-bedakan

jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban

saya dengan sebaik-baiknya, serta serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang

Maha Esa, Masyarakat, bangsa dan negara.

Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak

mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan

tugas dan wewenang saya yang diamanatkan Undang-undang kepada saya".

Pasal 63

Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dipilih dan ditetapkan oleh

rapat pleno anggota.

INTERNA GELOMBANG 2

Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat :

Identitas pengadu;

Nama dan alat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan dilakukan; dan

Alasan pengaduan.

Pengaduan sebagai dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghilangkan hak setiap

orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang

dan/atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.

Bagian Keempat

Pemeriksaan

Pasal 67

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia memeriksa dan memberikan kepurusan

terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi.

Pasal 68

Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika. Majelis Kehormatan Disiplin

Kedokteran Indonesia meneruskan pengaduan kepada organisasi profesi.

Bagian Keempat

Keputusan

Pasal 69

Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat dokter, dokter gigi,

dan Konsil Kedokteran Indonesia.

Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa dinyatakan tidak bersalah atau

pemberian sangsi disiplin

Sangsi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa :

Pemberian peringatan tertulis;

Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktek; dan /atau

Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau

kedokteran gigi.

Bagian Kelima

Pengaturan Lebih Lanjut

Pasal 70

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi dan tugas Majelis Kehormatan Disiplin

Kedokteran Indonesia, tata cara penanganan kasus, tata cara pengaduan, dan tata cara

pemeriksaan serta pemberian keputusan diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran

Indonesia.

INTERNA GELOMBANG 2

BAB IV

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 71

Pemerintah Pusat, Konsil Kedokteran Indonesia, pemerintahan daerah, organisasi profesi

membina serta mengawasi praktik kedokteran sesuai dengan fungsi dan tugas masing-

masing.

Pasal 72

Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 diarahkan untuk :

Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan dokter dan dokter gigi;

Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan dokter dan dokter gigi; dan

Memberikan kepastian hukum bagi masyarakat, dokter, dan dokter gigi.

Pasal 73

Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain yang

menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau

dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/ atau surat izin praktik.

Setiap orang dilarang menggunakan alat, netode atau cara lain dalam memberikan pelayanan

kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter

atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/atau surat izin praktik.

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku bagi tenaga

kesehatan yang diberi kewenangan oleh peraturan prundang-undangan.

Pasal 74

Dalam rangka pembinaan dan pengawasan dokter gigi yang menyelenggarakan praktik dokter

dapat dilakukan audit medis.

BAB X

KETENTUAN PIDANA

Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa

memiliki surat tanda registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana

penjara palikg lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta

rupiah).

Setiap dokter atau dokter gigi warganegara asing yang dengan sengaja melakukan

praktiknkedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sementara sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 31 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau

dengan paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

INTERNA GELOMBANG 2

Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan sengaja melakukan praktik

kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi bersyarat sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda

palling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 76

Setiap dokter dan dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa

memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana

penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta

rupiah).

Pasal 77

Setiap orang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar atau bentuklain yang

menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau

dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter gigi dan/atau surat izin praktik

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5

(lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 78

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara-cara lain dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang

bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter

atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 73 ayat (20 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda

paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 79

Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paloing banyak Rp.

50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter atau dokter gigi yang:

Dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud pada Pasal 41 ayat (1);

Dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagai mana dimaksud dalam Pasal 46 ayat

(1); atau

Dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagai mana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a,

huruf b, huruf c, huruf d, huruf e.

Pasal 80

Setiap orang yang dengan sengaja memperkejakan dokter atau dokter gigi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 42, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun

atau dengan paling banyak Rp. 300.000.00,00 (tigaratus juta rupiah).

INTERNA GELOMBANG 2

Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh korporasi,

maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditambah sepertiga atau dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan izin.

BAB XI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 81

Pada saat diundangkannya Undang-Undang ini semua peraturan perundang-undangan uang

merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan yang

berkaitan dengan pelaksanaan praktik kedokteran, masih tetap berlaku sepanjang tidak

bertentangan dan/atau belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.

Pasal 82

Dokter dan dokter gigi yang telah memiliki surat penugasan dan/atau surat izin praktik,

dinyatakan telah memiliki surat tanda registrasi dan surat izin praktik berdasarkan Undang-

undang ini.

Surat penugasan dan surat izin praktik sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) harus

disesuaikan dengan surat tanda registrasi dokter, suraat registrasi dokter gigi, dan surat izin

praktik berdasarkan Undang-Undang ini paling lama 2 (dua) tahun setelah Konsil Kedokteran

Indonesia terbentuk.

Pasal 83

Pengaduan atas adanya dugaan pelanggaran disiplin pada saat belum terbentuknya Majelis

Kehoramatan Disiplin Kedokteran Indonesia ditangani oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

di Tingkat Pertama dan Menteri pada Tingkat Banding.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Menteri dalam menangani pengaduan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) membentuk Tim yang terdiri dari unsur-unsur profesi untuk

memberikan pertimbangan.

Putusan berdasarkan pertimbangan Tim dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

atau Menteri sesuai dengan fungsi dan tugasnya.

Pasal 84

Untuk pertama kali anggota Konsil Kedokteran Indonesia diusulkan oleh Menteri dan

diangkat oleh Presiden.

Keanggotan Konsil Kedokteran Indonesiasebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku

uintuk masa jabatan 3 (tiga) tahun sejak diangkat.

INTERNA GELOMBANG 2

BAB XII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 85

Dengan Undang-Undang ini maka Pasal 54 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang

Kesehatan yang berkaitan dengan dokter dan dokter gigi, dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 86

Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) harus dibentuk

paling lama 6 (enam) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 87

Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus dibentuk paling

lambat 1(satu) bulan sebelum masa jabatan keanggotaan Konsil Kedokteran Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (2) berakhir.

Pasal 88

Undang-Undang ini mulai berlaku

INTERNA GELOMBANG 2

BATASAN UMUR GERIATRI

Menurut pendapat berbagai ahli dalam Efendi (2009) batasan-batasan umur yang mencakup

batasan umur lansia adalah sebagai berikut:

a. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2 yang

berbunyi “Lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas”.

b. Menurut World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria

berikut : usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) ialah 60-74

tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.

c. Menurut Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase yaitu : pertama (fase

inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (fase virilities) ialah 40-55 tahun, ketiga (fase presenium)

ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65 hingga tutup usia.

d. Menurut Prof. Dr. Koesoemato Setyonegoro masa lanjut usia (geriatric age): > 65 tahun

atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi menjadi tiga batasan umur,

yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun), dan very old ( > 80 tahun) (Efendi, 2009).

KOMA HEPATIKUM

Adanya kerusakan hati akan mengganggu fungsinya sehingga dapat menyebabkan terjadinya

gangguan sistem saraf otak akibat zat-zat yang bersifat toksik. Keadaan klinis gangguan

sistem saraf otak pada penyakit hati tersebut merupakan gangguan neuropsikiatrik yang

disebut sebagai koma hepatik atau ensefalopati hepatik.

Tabel 1. Tingkat derajat koma hepatik

Tingkat Gejala-gejala Tanda-tanda EEG

Prodromal Afektif hilang,

eufori Depresi,

apati, kelakuan tak

wajar, perubahan

kebiasaan tidur

Asteriksis, kesulitan

bicara, kesulitan

menulis

(+)

Koma mengancam Kebingungan,

disorientasi,

mengantuk

Asteriksis, fetor

hepatik

(++)

Koma ringan Kebingungan nyata,

dapat bangun dari

Asteriksis, fetor

hepatik, lengan

(+++)

INTERNA GELOMBANG 2

tidur, bereaksi

terhadap

rangsangan

kaku, hipereflek,

klonus, reflek

menggenggam,

mengisap

Koma dalam Tidak sadar, hilang

reaksi rangsangan

Fetor hepatic, tonus

otot hilang

(++++)

Koma hepatikum berdasarkan terjadinya dibagi dua:

1. tipe akut/sub akut : tipe akut, koma dalam waktu kurang dari 8 hari, sedangkan tipe

sub akut dalam waktu 8 minggu dari gejala pertama

2. tipe kronik : timbul akibat faktor pencetus seperti diuresis yang berlebihan dan sering

terjadi pada sirosis hepatis tahap terminal

KOMPLIKASI DM

a. Komplikasi akut DM

Ada tiga komplikasi akut DM yang penting dan berhubungan dengan gangguan

keseimbangan kadar gula darah jangka pendek.

- Hipoglikemia

Hipoglikemia terjadi jika kadar gula darah turun hingga 60 mg/dl. Keluhan dan gejala

hipoglikemia dapat bervariasi, tergantung sejauh mana glukosa darah turun. Keluhan pada

hipoglikemia pada dasarnya dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu keluhan akibat otak tidak

mendapat kalori yang cukup sehingga mengganggu fungsi intelektual dan keluhan akibat efek

samping hormon lain yang berusaha meningkatkan kadar glukosa dalam darah

- Ketoasidosis Diabetes

Pada DM yang tidak terkendali dengan kadar gula darah yang terlalu tinggi dan kadar insulin

yang rendah, maka tubuh tidak dapat menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Sebagai

gantinya tubuh akan memecah lemak sebagai sumber energi alternatif. Pemecahan lemak

tersebut kemudian menghasilkan badan-badan keton dalam darah atau disebut dengan

ketosis. Ketosis inilah yang menyebakan derajat keasaman darah menurun atau disebut

dengan istilah asidosis. Kedua hal ini lantas disebut dengan istilah ketoasidosis. Adapun

gejala dan tanda-tanda yang dapat ditemukan pada pasien ketoasidosis diabetes adalah kadar

gula darah > 240 mg/dl, terdapat keton pada urin, dehidrasi karena terlalu sering berkemih,

INTERNA GELOMBANG 2

mual, muntah, sakit perut, sesak napas, napas berbau aseton, dan kesadaran menurun hingga

koma.

- Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik (HHNK)

Sindrom HHNK merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan

hiperglikemia serta diikuti oleh perubahan tingkat kesadaran. Kelainan dasar biokimia pada

sindrom ini berupa kekurangan insulin efektif. Keadaan hiperglikemia persisten

menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadi kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk

mempertahankan keseimbangan osmotik, cairan akan berpindah dari ruang intrasel ke ruang

ekstrasel. Dengan adanya glukosuria dan dehidrasi, akan dijumpai keadaaan hipernatremia

dan peningkatan osmolaritas. Salah satu perbedaan utama antar HHNK dan ketoasidosis

diabetes adalah tidak terdapatnya ketosis dan asidosis pada HHNK. Perbedaan jumlah insulin

yang terdapat pada masing-masing keadaan ini dianggap penyebab parsial perbedaan di atas.

Gambaran klinis sindrom HHNK terdiri atas gejala hipotensi, dehidrasi berat, takikardi, dan

tanda-tanda neurologis yang bervariasi (Brunner & Suddarth, 2001).

b. Komplikasi Kronis DM

- Komplikasi Makrovaskular

Tiga jenis komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada pasien DM adalah

penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh darah

perifer. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada pasien DM tipe II yang umumnya menderita

hipertensi, dislipidemia, dan atau kegemukan (Nabyl, 2009). Komplikasi ini timbul akibat

aterosklerosis dan tersumbatnya pembuluhpembuluh darah besar, khususnya arteri akibat

timbunan plak ateroma. Komplikasi makrovaskular atau makroangiopati tidak spesifik pada

diabetes, namun pada DM timbul lebih cepat, lebih sering, dan lebih serius. Berbagai studi

epidemiologi menunjukkan bahwa angka kematian akibat penyakit kardiovaskular dan

diabetes meningkat 4 -5 kali dibandingkan pada orang normal. Komplikasi makroangiopati

umumnya tidak ada hubungannya dengan kontrol kadar gula darah yang baik. Tetapi telah

terbukti secara epidemiologi bahwa angka kematian akibat hiperinsulinemia merupakan suatu

faktor resiko mortalitas kardiovaskular, di mana peninggian kadar insulin menyebabkan

resiko kardiovaskular semakin tinggi pula. Kadar insulin puasa > 15 mU/ml akan

meningkatkan resiko mortalitas kardiovaskular sebanyak 5 kali lipat. Hiperinsulinemia kini

dikenal sebagai faktor aterogenik dan diduga berperan penting dalam menyebabkan

timbulnya komplikasi makrovaskular

INTERNA GELOMBANG 2

- Komplikasi Neuropati

Kerusakan saraf adalah komplikasi DM yang paling sering terjadi. Dalam jangka waktu yang

cukup lama, kadar glukosa dalam darah akan merusak dinding pembuluh darah kapiler yang

berhubungan langsung ke saraf. Akibatnya, saraf tidak dapat mengirimkan pesan secara

efektif. Keluhan yang timbul bervariasi, yaitu nyeri pada kaki dan tangan, gangguan

pencernaan, gangguan dalam mengkontrol BAB dan BAK, dan lain-lain (Tandra, 2007).

Manifestasi klinisnya dapat berupa gangguan sensoris, motorik, dan otonom. Proses

terjadinya komplikasi neuropati biasanya progresif, di mana terjadi degenerasi serabutserabut

saraf dengan gejala nyeri, yang sering terserang adalah saraf tungkai atau lengan.

- Komplikasi Mikrovaskular

Komplikasi mikrovaskular merupakan komplikasi unik yang hanya terjadi pada DM.

Penyakit mikrovaskular diabetes atau sering juga disebut dengan istilah mikroangiopati

ditandai oleh penebalan membran basalis pembuluh kapiler. Ada dua tempat di mana

gangguan fungsi kapiler dapat berakibat serius yaitu mata dan ginjal. Kelainan patologis pada

mata, atau dikenal dengan istilah retinopati diabetes, disebabkan oleh perubahan pada

pembuluh-pembuluh darah kecil di retina. Perubahan yang terjadi pada pembuluh darah kecil

di retina ini dapat menyebabkan menurunnya fungsi penglihatan pasien DM, bahkan dapat

menjadi penyebab utama kebutaan.

PERBEDAAN PENGOBATAN DM DENGAN GDS 200 DAN GDS 700

Beda terapi pada penderita DM dengan GDS >200 dengan <200 . Pada GDS >200

dengan keluhan khas (+), maka terdiagnosa diabetes mellitus dengan terapi evaluasi status

gizi, penyulit DM, dan perencanaan makan sesuai kebutuhan. Sedangkan <200 dengan

keluhan khas (+) maka diulang GDS,bila hasil selanjutnya GDS >200, maka terdiagnosa

diabetes mellitus dengan terapi evaluasi status gizi, penyulit DM, dan perencanaan makan

sesuai kebutuhan. Bila hasil selanjutnya <200 maka diuji TTGO GD 2 jam. Jika hasil >200,

maka maka terdiagnosa diabetes mellitus dengan terapi evaluasi status gizi, penyulit DM, dan

perencanaan makan sesuai kebutuhan. Bila 140-199, maka terdiagnosa toleransi glukosa

terganggu, maka diberikan nasehat umum, perencanaan makan, latihan jasmani, berat

idaman, dan belum perlu obat penurunan glukosa. Sedangkan bila <140, maka glukosa darah

puasa terganggu diberikan nasehat umum, perencanaan makan, latihan jasmani, berat idaman,

dan belum perlu obat penurunan glukosa.

INTERNA GELOMBANG 2

Pada keluhan khas (-) dengan GDS >200, maka diulang GDS, bila hasil selanjutnya

>200 maka terdiagnosa diabetes mellitus dengan terapi evaluasi status gizi, penyulit DM, dan

perencanaan makan sesuai kebutuhan. Bila hasil selanjutnya <200 maka diuji TTGO GD 2

jam. Jika hasil >200, maka maka terdiagnosa diabetes mellitus dengan terapi evaluasi status

gizi, penyulit DM, dan perencanaan makan sesuai kebutuhan. Bila 140-199, maka

terdiagnosa toleransi glukosa terganggu, maka diberikan nasehat umum, perencanaan makan,

latihan jasmani, berat idaman, dan belum perlu obat penurunan glukosa. Sedangkan bila

<140, maka glukosa darah puasa terganggu diberikan nasehat umum, perencanaan makan,

latihan jasmani, berat idaman, dan belum perlu obat penurunan glukosa. Sedangkan pada

GDS 110-199 maka di uji TTGO GD 2 jam. Bila hasil >200, maka maka terdiagnosa diabetes

mellitus dengan terapi evaluasi status gizi, penyulit DM, dan perencanaan makan sesuai

kebutuhan. Bila 140-199, maka terdiagnosa toleransi glukosa terganggu, maka diberikan

nasehat umum, perencanaan makan, latihan jasmani, berat idaman, dan belum perlu obat

penurunan glukosa. Sedangkan bila <140, maka glukosa darah puasa terganggu diberikan

nasehat umum, perencanaan makan, latihan jasmani, berat idaman, dan belum perlu obat

penurunan glukosa.