Click here to load reader
Upload
cantora
View
311
Download
43
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Habitat dan PertelaanHabitat dan pertelaan dari tanaman Digitalis purpurea adalah sebagai berikut :1.1.1. HabitatTumbuhan ini merupakan tumbuhan herba yang berasal dari Eropa Barat, Mediterania, dan Afrika bagian barat laut, beriklim atlantik dan sub atlantik. Tumbuhan ini biasanya hidup pada daerah dataran tinggi yang bertanah humus dengan kadar mangan dan kapur yang rendah
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Habitat dan Pertelaan
Habitat dan pertelaan dari tanaman Digitalis purpurea adalah sebagai berikut :
1.1.1. Habitat
Tumbuhan ini merupakan tumbuhan herba yang berasal dari Eropa
Barat, Mediterania, dan Afrika bagian barat laut, beriklim atlantik dan sub
atlantik. Tumbuhan ini biasanya hidup pada daerah dataran tinggi yang
bertanah humus dengan kadar mangan dan kapur yang rendah (Anonim,
2004 ; Sthal, 1985).
1.1.2. Pertelaan
Digitalis purpurea termasuk tumbuhan herba dua tahunan atau
sepanjang tahun dengan tinggi jika batang ditegakkan sekitar 90-180 cm,
batangnya lunak, berbentuk segiempat dengan diameter 2-4 mm, batang
yang masih muda berwarna hijau dan yang tua coklat kehitaman.
Daunnya tunggal, berbentuk perisai dengan tepi daun bergerigi, ujung
meruncing, pangkal berlekuk, pertulangan melengkung, permukaan daun
licin dan bagian bawahnya memiliki rambut-rambut halus. Semakin ke
atas ukuran daunnya semakin kecil (Anonim, 2004). Pada umumnya
panjang daun Digitalis ini berkisar antara 10- 20 cm dan lebarnya sekitar
4-10 cm, tangkai daunnya berbentuk segi empat, dan warna daunnya
adalah hijau (Wallis, 2005). Tumbuhan ini merupakan tumbuhan yang
berbunga majemuk, berbentuk tandan yang terletak pada ketiak daun,
kelopak terdiri dari lima daun kelopak, berwarna hijau, mahkota putih
keunguan berbentuk terompet dengan panjang ± 1-2 mm, benang sari
empat, tangkai sari putih, kepala sari berbintik ungu sedangkan kepala
putik putih keunguan. Bulir jantan tersusun rapat dengan panjang 1-3 cm,
sedangkan bulir betina tersusun tidak rapat dengan panjang 12-50 cm.
Buah dari Digitalis ini berwarna coklat, bentuknya lonjong, berdaging
dan berdiameter antara 1 hingga 2 cm. Sedangkan untuk akar, tanaman ini
berakar serabut, dengan warna putih kecoklatan (Sthal, 1985).
Gambar
Tanaman Digitalis purpurea
1.2. Klasifikasi
Klasifikasi dari tanaman Digitalis purpurea L. yaitu:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Solanales
Suku : Scrophulariaceae
Marga : Digitalis
Jenis : Digitalis purpurea L.
(Anonim, 2001)
1.3. Determinasi
Determinasi dari tanaman Digitalis purpurea L. adalah:
1b – 2b – 3b – 4b – 12b – 13b – 14b – 17b – 18b – 19b – 20b – 21b –
22b – 23b – 24b – 25b – 26b – 27a – 28b – 29b – 30b – 31b – 403b –
404b – 405b – 414a – 415b – 451b – 466b – 467 b – 468b – 469b –
470d – 488d – 493c – 495a – 497b – 498b – 501b – 502a – 503a –
504b – 505b – 507a.
181. Scrophulariaceae
1b – 2b – 15b – 18b – 19b – 21b – 23b – 24b – 25b – 26b – 27b – 28b
– 29a.
25. Digitalis
1. Digitalis purpurea L.
(Becker and Brink, 1965)
1.4. Kandungan dan Kegunaan
Adapun kandungan dan kegunaan dari tanaman Digitalis purpurea L. ini yaitu:
1.4.1. Kandungan
Kandungan dari Digitalis purpureaL. yaitu: glikosida jantung 0,1-5
%. Glikosida utama yang asli ialah glikosida purpurea A dan glikosida
purpurea B. Terdapat glikosida sekunder lain, misalnya digitoksin,
gitoksin, saponin (digitonin, gitonin, tigonin), dan flavon, asam, lemak,
serta asetilkolina. Enzim 0,001 % digipurpidase (glikolitik) (Sthal, 1985).
1.4.2. Kegunaan
Secara umum daun Digitalis purpurea L. digunakan pada kelainan
jantung yang tersumbat. Bekerja khas, yaitu mengurangi keluaran bagian
jantung kiri. Jangka waktu kerjanya panjang; harus diperhatikan bahaya
efek kumulatif. Dalam sediaan (infus, tingtur) dikehendaki kadar
digitoksin yang tinggi karena penggunaan menjadi baik dan kerjanya
diperpanjang. Bila kadar digoksin tinggi, penyerapan buruk dan kerja
obat kurang lama (Sthal, 1985).
Adapun kegunaan dari masing – masing kandungan yaitu:
a. Digitoksin
Digoksin merupakan gabungan senyawa antara digitoksigenin
(sebagai aglikon) dengan bagian gulanya digitoksosa. Kegunaan dari
glikosida ini yaitu sebagai obat jantung (Gunawan. dkk, 2004).
b. Gitalin
Gitalin merupakan glikosida yang diperoleh langsung dari sari air
daun, yang berbentuk amorf. Glikosida ini berguna sebagai obat
penguat jantung (kardiotonik) (Gunawan. dkk, 2004).
c. Digoksin
Digoksin merupakan suatu gula pentosa dan digitoksosa, glikosida ini
memiliki kemampuan yang sama seperti gitalin yaitu sebagai
kardiotonik (Gunawan. dkk, 2004).
d. Digitonin
Digitonin merupakan suatu saponin berbentuk kristal, yang berguna
sebagai pengikat kolesterol. Hal ini disebabkan karena kemampuan
digitonin yang mampu membentuk kompleks dengan kolesterol baik
dalam plasma darah, cairan empedu maupun jaringan. Namun
senyawa ini tidak digunakan secara internal untuk obat, tetapi hanya
digunakan untuk kepentingan pembuatan pereaksi dalam mendeteksi
keberadaan kolesterol dalam darah di laboratorium klinik (Gunawan.
dkk, 2004).
BAB II
MIKROSKOPIK
2.1. Pemerian
Bentuk : Daun yang telah dikeringkan panjangnya 10-35 cm, lebar 4-15 cm,
berbentuk perisai, tangkai daun pendek besar atau panjang, tepi
daun berlekuk – lekuk tidak beraturan. Permukaan bagian bawah
berwarna lebih muda, berongga halus, kasar sampai halus dengan
jaringan urat daun yang jelas.
Bau : Aneh dan lemah.
Rasa : Pahit tidak menyenangkan
(Sthal, 1985)
2.2. Mikroskopik
Pada penampang melintang serbuk daun Digitalis purpurea L. ini dapat
diamati yaitu pada jaringan epidermis bagian bawah disertai dengan stomata
yang berbentuk lonjong. Sedangkan pada jaringan epidermis atas disertai dengan
rambut – rambut kelenjar, yang mana ciri dari rambut kelenjar tersebut yaitu
bersel satu dengan ujung membulat dan pada epidermis atas ini tidak ditemukan
adanya stomata seperti yang terlihat pada epidermis bagian bawah. Dinding sel
jelas terlihat bergelombang, hal ini banyak terlihat namun tidak khas. Untuk
rambut kelenjar yang berukuran kecil dengan kepala bersel dua jarang
ditemukan, namun ini merupakan salah satu ciri khas dari tanaman Digitalis.
Secara mikroskopi pada tanaman ini juga dapat ditemukan adanya suatu fragmen
rambut yang bersegmen dengan ujung membulat, kutikula dengan bintik halus
dan ini akan sangat banyak ditemui (Sthal, 1985).
Gambar
Penampang melintang daun Digitalis purpurea L.
Keterangan gambar:
UE : Epidermis bawah
P : Mesofil daun yang mengandung kloroplastida
LE : Epidermis bawah
G : Rambut – rambut kelenjar
C : Kolenkhim
T : Pembuluh xylem
S : Pembuluh tapis
N : Fragmen rambut kelenjar bersegmen
(Claus and Tyler, 1965)
Gambar
Penampang melintang serbuk daun Digitalis purpurea L.
Warna serbuk: hijau
Keterangan :
a1. tampak atas fragmen epidermis daun bagian bawah dengan mulut daun. Dinding
sel jelas bergelombang dan antiklina. Banyak tetapi tidak begitu khas.
a2. fragmen epidermis permukaan daun bagian atas dengan reambut. Dinding sel sering
kali rata, bahkan sering kali lurus. Banyak epidermis daun mempunyai ciri rambut
yang bersel ujung membulat.
b1. rambut drus kecil dengan kepala bersel dua, kurang banyak, khas.
b2. rambut drus kecil dengan kepala bersel tunggal, jarang, tidak khas.
c1. Framen rambut bersegmen dengan sel ujung yang membulat dan kutikula berbintik-
bintik halus; sangat banyak dan khas.
c2. Seperti c1 tetapi beberapa sel mengempis dan terpelintir; sangat banyak dan khas.
d. dilihat dengan perbesaran rendah: fragmen epidermis dengan rambut bersegmen
besar dan kecil (bawah) dan rambut yang terlepas (atas). Segera tanpak dengan
perbesaran rendah.
(Stahl, 1985)
BAB III
ISOLASI SENYAWA AKTIF
3.1. Maksud dan Tujuan
3.1.1. Maksud
Adapun maksud pembuatan laporan akhir ini yaitu agar mahasiswa
mampu melakukan teknik isolasi senyawa aktif yaitu glikosida jantung,
yang terkandung dalam tanaman Digitalis purpurea L.
3.1.2. Tujuan
Tujuan pembuatan laporan akhir ini yaitu:
1. Untuk mengetahui bagaimana cara mengisolasi glikosida jantung
yang merupakan senyawa aktif tanaman tersebut.
2. Untuk mengetahui apakah glikosida jantung yang akan diisolasi
berhasil diperoleh dari teknik isolasi yang dilakukan.
3.2. Pengujian
3.2.1. Uji Pendahuluan Glikosida
Alat dan Bahan:
Alat : Glass beker
Kertas saring
Water bath
Cawan porselin
Gelas ukur
Pipet tetes
Gelas arloji
Batang pengaduk
Corong
Corong pisah
Bahan: Serbuk simplisia Digitalis Folium sebanyak 1,5 gram
15 ml campuran etanol (95%) : air (7 : 3)
12,5 ml air
12,5 ml timbal (II) asetat 0,4 M
10 ml campuran kloroform P : Isopropanol P (3 : 2)
Natrium sulfat anhidrat P
2 ml methanol P
Baljet LP
2,9 ml metanol
3 ml asam asetat P
Besi (III) klorida 0,3 M
3 ml asam sulfat P
Cara Kerja:
A. Larutan Percobaan
1,5 g serbuk simplisia disari dengan 15 ml campuran ( 7
bagian volume etanol 95% + 3 bagian volume air) maserasi selama 30
menit, aduk dan saring. Pada filtrat tambahkan 12,5 ml air dan 12,5
ml Pb (II) asetat 0,4 M. Kocok, diamkan lalu disaring. Sari filtrat 3
kali, tiap kali dengan 10 ml campuran (3 bagian volume kloroform P
+ 2 bagian volume isopropanol P). Pada kumpulan sari, tambahkan
Na2SO4 anhidrat P. Saring, uapkan pada suhu tidak lebih dari 50oC.
Larutkan sisa dengan 2 ml metanol P.
(Tim Penyusun, 2008)
B. Percobaan terhadap Glikosida Jantung
Cara percobaan:
a. Encerkan 0,1 ml larutan percobaan dengan 2,9 ml methanol P,
tambahkan Baljet LP, terjadi warna jingga setelah beberapa menit,
menunjukkan adanya glikosida dan aglikon kardenolida.
b. Uapkan 0,2 ml larutan percobaan di atas tangas air. Larutkan sisa
dengan 3 ml asam asetat P dengan sedikit pemanasan, dinginkan.
Teteskan besi (III) klorida 0,3 M, kemudian tambahkan hati-hati
campuran iniasm sulfat P dan 1 tetes besi (III) klorida 0,3 M,
terbentuk cincin berwarna merah coklat pada batas cairan, setelah
beberapa menit di atas cincin berwarna biru hijau, menunjukkan
adanya glikosida dan glikon 2-deoksigula (reaksi Keller-Kiliani).
Dari kedua percobaan di atas, serbuk mengandung glikosida jantung
jika paling kurang reaksi menunjukkan adanya aglikon kardenolida
dan glikon 2-deoksigula.
(Anonim a, 1995)
Skema Kerja Uji Pendahuluan Glikosida:
A. Pembuatan Larutan Percobaan
Disari dengan 90 ml campuran
etanol 95% : air (7:3), selama 10 menit, lalu disaring.
di(+) 25ml air + 11ml Pb (II) asetat 0,93 M
kocok, diamkan selama 5 menit, dan saring
disari 3X, dengan 20 ml campuran
kloroform:isopropanol (3:2)
di (+)Na2SO4 anhidrat P, saring dan uapkan
dilarutkan dengan 2 ml methanol P
B. Percobaan Terhadap Glikosida Jantung
Larutan A
Residu
Sari
Filtrat
20 ml Filtrat
9 gram simplisia
Uji 1.
diencerkan dengan 2,9 ml metanol P
(+) 5tts Baljet LP
Uji 2.
diuapkan
dilarutkan dengan 3 ml asam asetat P + sedikit
pemanasan lalu didinginkan
diteteskan FeCl3 0,3 M lalu ditambahakan 3 ml asam
sulfat P dan 1 tetes FeCl3 0,3 M
setelah beberapa menit
3.2.2. Penentuan Glikosida Jantung dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Alat dan Bahan
0,1 ml Larutan A
Campuran
terbentuk warna jingga Mengandung glikosida dan aglikon kardenolida
0,1 ml Larutan A
Residu
Larutan
Terbentuk cincin warna merah coklat pada batas
cairan
Terbentuk cincin berwarna hijau biru
Mengandung glikosida dan glikon 2-deoksigula
Alat : Chamber
Gelas ukur
Pipet ukur
Pipet kapiler
Cawan porselin
Alat Pengering
Beaker gelas
Batang pengaduk
Kertas saring
Corong
Water bath
Bahan : Silika gel GF 254
Campuran Etil asetat: Methanol: air
(100: 13,5 : 10) sebanyak 20 ml
Vanillin-asam sulfat
Komponen Kromatografi Lapis Tipis
Fase diam : Silika gel GF 254
Fase gerak : Etil asetat : Metanol : Air (100 : 13.5 : 10)
Cuplikan : Larutan uji
Jumlah totolan : 1 mikro pipet dan 0,5 mikro pipet
Waktu penjenuhan : 15 menit
Waktu pengembangan : Hingga selesai
Cara Kerja:
Chamber dijenuhkan dengan 20 ml eluen yang terdiri dari campuran
etil asetat-metanol-air (100:13,5:10)v/v. Buat larutan percobaan dengan
cara menambahkan 3 ml campuran kloroform-metanol (1:1) v/v ke
dalam 200 mg simplisia. Aduk sambil dihangatkan di atas penangas air
selama 10 menit. Dinginkan dan saring. Uapkan filtrat hingga kering.
Larutkan residu dalam 2 ml campuran kloroform-metanol (1:1) v/v
untuk ditotolkan pada lempeng silika gel GF 245. lalu dielusi. Deteksi
dengan vanilin-asam sulfat, dipanaskan (Tim Penyusun, 2008).
Skema Kerja Penentuan Glikosida Jantung dengan Kromatografi Lapis Tipis:
Dijenuhkan dengan 20 ml campuran
Etil asetat: Methanol: Air selama 15 menit,
Ditotolkan pada plat KLT
deteksi spot dengan Vanillin 5% asam sulfat, dipanaskan
3.2.3. Penetapan Susut Pengeringan Simplisia
Amati spot, harga rf dihitung
Elusi
1 µ pipet & 0,5 µ pipet filtrat
Chamber
Alat dan Bahan
Alat : Botol timbang
Timbangan
Oven
Bahan : Simplisia Digitalis folium
Cara Kerja:
Simplisia Digitalis folium ditimbang sebanyak 2 gram dan dimasukkan
dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan
pada suhu 1050C selama 30 menit dan telah di tara. Masukkan simplisia ke
dalam botol timbang tersebut dan ditimbang dengan seksama botol timbang
beserta isinya. Perlahan-lahan dengan menggoyang, ratakan simplisia sampai
setinggi lebih kurang 5 mm dan dalam hal zat ruahan tidak lebih dari 10 mm.
Masukkan ke dalam oven, buka sumbat dan biarkan sumbat ini di dalam
oven. Panaskan pada suhu 1050C hingga bobot botol timbang beserta isisnya
tetap. Pada akhir pemanasan, oven dibuka dan botol segera ditutup dan
biarkan di dalam desikator sampai suhunya mencapai sehu kamar sebelum
ditimbang kembali (Anonim b, 1995).
Skema Kerja Penetapan Susut Pengeringan Simplisia :
Ditimbang sebanyak 2 gram, kemudian dimasukkan ke
dalam botol timbang yang sebelumnya telah
dipanaskan pada suhu 1050C selama 30 menit dan
telah ditara
Ditimbang secara seksama, lalu digoyang untuk
meratakan zat uji.
Masukkan ke dalam oven dengan suhu 1050C dan
sumbat botol dibuka, dipanaskan sampai bobot
botol+isinya tetap . lalu dikeluarkan dri oven, botol
segera ditutup lalu didinginkan sampai mencapai suhu
kamar
3.2.4. Penetapan Kadar Air Simplisia Digitalis Folium
Botol timbang + simplisia
Simplisia
Botol timbang + simplisia
Desikator
Alat dan Bahan
Alat : Seperangkat alat destilasi azeotrop
Timbangan
Gelas ukur
Hot plate
Bahan : Simplisia Digitalis folium
Toluen
Air suling
Asam kromat
Cara Kerja:
Dilakukan penjenuhan 200 ml toluen dengan air menggunakan corong
pisah. Serbuk simplisia yang telah ditimbang sebanyak 1 g dimasukkan ke
dalam labu lalu ditambahkan dengan toluen yang sudah jenuh air. Labu
dihubungkan dengan alat destilasi. Selanjutnya ibu dipanaskan sampai
mendidih lalu disuling dengan kecepatan lebih kurang 2 tetes/detik hingga
sebagian air tersuling. Setelah toluen dan air memisah sempurna, dibaca
volume air dan dihitung kadar dalam persen.
Skema Kerja Penetapan Kadar Air Simplisia Digitalis Folium :
Dijenuhkan dengan air
menggunakan corong pisah
Dihubungkan dengan alat destilasi
Lalu dipanaskan hingga toluen mendidih,
Lalu disuling dengan kecepatan 2
tetes/detik
3.3. Isolasi Senyawa Aktif
Dibaca volume air, dihitung kadar air dalam %
Air tersuling (air dan toluen memisah
sempurna)
Toluen jenuh air
Toluen 1 gram serbuk digitalis
Labu
3.3.1. Metode Isolasi
3.3.1.1. Metode Ekstraksi dengan Refluks
Alat dan Bahan:
Alat : Seperangkat alat refluks
Pendingin alir balik
Beaker glass
Gelas ukur
Kertas saring
Corong pisah
Corong
Batang pengaduk
Heater
Bahan: 5,0 gram Serbuk Digitalis
35,0 ml etanol 96%
15,0 ml akuades
25 ml larutan timbal asetat 10%.
150,0 mL kloroform
natrium sulfat anhidrat
Cara Kerja:
Sebanyak 5,0 gram serbuk Digitalis folium dimasukkan
ke dalam labu refluks. Sebelum dimasukkan ke dalam labu
serbuk Digitalis folium dibungkus terlebih dahulu dengan kertas
saring. Kemudian ditambahkan cairan penyari sebanyak 50 ml
(yang terdiri dari 35 ml etanol 96% dan 15 ml akuades).
Kemudian labu dihubungkan dengan alat refluks. Kemudian
dipanaskan dengan suhu yang tidak lebih dari 500C selama 2,5
jam. Setalah proses ekstraksi selesai, cairan penyari dkeluarkan
dari labu dan ditampung dalam gelas beaker. Kemudian
ditunggu sampai agak dingin, lalu ditambahkan larutan Pb-asetat
10% sebanyak 25 ml. Kemudian disaring dengan kertas saring.
Filtratnya ditampung. Untuk proses selanjutnya dilanjutkan
dengan ekstraksi dengan kloroform. Filtrat hasil penyarian
refluks dibagi menjadi 2 bagian. Masing-masing bagian
diekstraksi dengan 37,5 ml kloroform sebanyak 2 kali.
Kemudian setelah ekstraksi selesai, bagian yang diambil adalah
fase yang terpisah yang berada pada bagian bawah. Hasil
ekastraksi tersebut kemudian dikumpulkan pada suatu tempat
dan diuapkan dengan suhu tidak lebih dari 500C sampai
mendapatkan rendemen akhir sebanyak 2 gram. Kemudian
rendemen akhir ditambahkan natrium sulfat anhidrat, lalu di
saring kembali dengan kertas saring.
Skema Kerja Refluks Simplisia Digitalis Folium:
Dibungkus dengan kertas saring, dimasukan ke dalam labu, kemudian ditambah cairan penyari (35,0 ml etanol 96% dan 15 ml akuades). Alat refluks dihubungkan dan dipanaskan pada suhu tidak lebih dari 500C selama 2,5 jam.
Ditambahkan larutan Pb-asetat 10%, kemudian disaring dengan kertas saring
Dibagi menjadi dua bagian kemudian masing-masing
bagian diekstraksi dengan 37,5 ml sebanyak 2x
Diuapkan pada suhu tidak lebih dari 500C sampai tersisa 2
gram kemudian ditambahkan natrium sulfat anhidrat,
disaring
3.3.1.2. Metode Ekstraksi dengan Maserasi
Sari
Filtrat
Cairan penyari hasil refluks
5,0 gram simplisia
Ekstrak kental
Alat dan Bahan:
Alat : Bejana tertutup atau wadah tertutup
Beaker glass
Gelas ukur
Kertas saring
Corong pisah
Corong
Batang pengaduk
Heater
Bahan: 1,0 gram Serbuk Digitalis
20,0 ml etanol 50%
10,0 ml Larutan timbal asetat 10%.
30,0 mL kloroform
natrium sulfat anhidrat
Cara Kerja:
Cuplikan serbuk daun 1,0 gram dimasukkan ke dalam
beaker glass kemudian ditambahkan etanol 50 % sebanyak 20
ml dan 10,0 mL larutan timbal asetat 10%. Larutan diaduk dan
ditutup dengan aluminium foil didiamkan selama 5 hari, dimana
dilakukan pengadukan setiap harinya. Setelah 5 hari larutan
disaring. Filtrat yang didapat diendapkan kembali selama 2 hari.
Setelah 2 hari, filtrat disaring kemudian diekstraksi dengan
kloroform sebanyak dua kali masing-masing 15 ml kloroform.
Selanjutnya hasil ekstraksi ditampung pada cawan penguap dan
ditambahkan dengan natrium sulfat anhidrat secukupnya yang
sebelumnya telah dioven pada suhu 120 0C selama 30 meinit dan
didinginkan pada desikator secukupnya. Ekstrak disaring
dengan kertas saring lalu diuapkan pada suhu 50 0C sampai
diperoleh ekstrak kental.
Skema Kerja Maserasi Simplisia Digitalis:
Dimasukkan ke dalam beaker glass, ditambahkan 20,0 ml
etanol 50% dan 10,0 mL larutan timbal asetat 10%
Diekstraksi dengan kloroform sebanyak 2 kali masing-
masing 15 ml kloroform
Dikeringkan dengan natrium sulfat anhidrat, lalu disaring
dan diupkan pada suhu 50 0C
3.3.1.3. Metode Ekstraksi dengan Soxhlet
Sari
Filtrat 1
1,0 gram simplisia
Ekstrak kental
Alat dan Bahan:
Alat : Beaker glass
Gelas ukur
Kertas saring
Seperangkat alat soxhlet
Cawan porselen
Corong pisah
Corong
Batang pengaduk
Heater
Timbangan digital
Bahan: 1,0 gram Serbuk Digitalis
370 ml etanol 50%
Larutan timbal asetat 10%
15,0 mL kloroform
Cara Kerja:
Cairan penyari (370 ml etanol 50%) dimasukkan ke dalam
labu pada alat soxhlet. Serbuk digitalis folium dimasukkan ke
dalam kertas saring yang dibentuk seperti tabung kemudian
dimasukkan ke dalam tabung pada alat soxhlet. Cairan penyari
dipanaskan sampai mendidih sehingga uapnya akan merendam
simplisia setelah mengalami pengembunan oleh pendingin balik.
Setelah mencapai volume satu sirkulasi, cairan akan turun
kembali ke labu. Proses dilanjutkan hingga mencapai 6 kali
sirkulasi.
Hasil soxhlet diuapkan dalam cawan porselen dengan suhu
di bawah 500C lalu ditambahkan Pb-asetat 10% dan penguapan
dilanjutkan kembali. Selanjutnya dilakukan partisi
menggunakan corong pisah. Ekstrak yang telah yang diuapkan
tadi dimasukkan ke dalam corong pisah lalu ditambahkan 15 mL
kloroform. Fase ini dikocok perlahan hingga terjadi pemisahan
lalu diambil filtratnya. Ekstraksi dilakukan sebanyak 3 kali.
Hasil ekstrasi diuapkan pada suhu dibawah 500C hingga
diperoleh ekstrak kental.
Skema Kerja Soxhletasi Simplisia Digitalis:
dimasukkan
dimasukkan dimasukkan
dirangkai
diuapkan
terembunkan oleh kondensor
mencapai satu sirkulasi
dilanjutkan hingga 6 sirkulasi
diuapkan dengan suhu di bawah 500C + Pb-asetat
dipartisi dengan 15 mL kloroform pada corong pisah (3 kali)
diuapkan dengan suhu di bawah 500C
3.3.2 Metode Pemisahan
3.3.2.1. Metode Pemisahan dengan Kolom G3
Cairan penyari(370 ml etanol 50%)
Labu Soxhlet
Kertas saring(bentuk abung)
Tabung Soxhlet
Serbuk digitalis
Soxhlet
Labu Soxhlet Tabung Soxhlet
Cairan penyari
Mendidih
Merendam simplisia
Cairan turun kembali ke labu
Hasil soxhletasi
Hasil penguapan
Ekstrak
Ekstrak kental
Alat dan Bahan:
Alat : Tabung atau kolom G3
Beaker glass
Gelas ukur
Corong
Kertas saring
Bahan: Serbuk silika gel
Etil asetat
Metanol
Air
Ekstrak kental hasil refluks
Cara Kerja:
2 gram ekstrak digerus dengan 2 gram silika gel hingga
kering dan homogen. Disiapkan kolom dengan menggunakan
corong G3. Dasar kolom diisi dengan kertas saring sesuai
dengan diameter, lalu dimasukkan silika gel hingga setinggi 2,5
cm. Dimasukkan kembali kertas saring dan diisi ekstrak yang
akan dianalisis (yang telah digerus dengan silika gel). Ditutup
kembali dengan kertas saring. Kemudian dimasukkan seri
pelarut secara bertahap sebagai berikut :
No fraksiPerbandingan pelarut
etil asetat (mL) metanol (mL)1 10,0 0,02 9,0 1,03 8,0 2,04 7,0 3,05 6,0 4,06 5,0 5,07 4,0 6,08 3,0 7,09 2,0 8,010 1,0 9,011 0,0 10,0
Pompa vakum dinyalakan dan setiap fraksi ditampung dalam
botol vial serta diberi tanda. Setelah semua fraksi diperoleh,
setiap fraksi diuapkan di atas penangas air dengan suhu di
bawah 50oC hingga diperoleh ekstrak kental.
Skema Kerja Pemisahan dengan Kolom G3:
Dasar kolom diisi kertas saring
Di atas silika, ditambahkan kertas saring
digerus hinggga kering
dan homogen
di tutup kembali dengan kertas saring
vakum dihidupkan
diuapkan pada penangas dengan suhu 500C
3.3.2.2. Metode Pemisahan dengan Kromatografi Kolom
Alat dan Bahan:
Alat : Tabung atau kolom
Beaker glass
Siapkan kolom + corong G3
Silika gel dimasukkan ke dalam kolom setinggi 2,5 cm
Ke dalam kolom dimasukkan simplisia yang telah digerus dengan
silika gel
Dimasukkan seri pelarut seperti pada tabel
2 gram ekstrak
2 gram silika gel
Fraksi
Ekstrak kental
Gelas ukur
Corong glass
Bahan: 52 gram serbuk silika gel 40 mesh
Glass wool
50 ml Methanol
200 ml larutan eluen dengan campuran Etil
asetat: Metanol: Air (100:13.5:10)
Cara Kerja:
Buat bubur silika dengan cara 52 gram silika gel
dicampurkan kedalam 50 ml methanol, kemudian campuran
tersebut diaduk hingga menjadi bubur. Kolom disiapkan, glas
wol yang telah dibasahi methanol terlebih dahulu dimasukkan
kedalam kolom. Setelah kolom terisi dengan glas wool,
kemudian mulailah kedalamnya dimasukkan bubur silika
menggunakan pipet secara kontinyu. Usahakan agar kolom yang
terbentuk tidak berlapis – lapis. Setelah bubur silika mencapai
ketinggian batas yang telah ditentukan, maka penambahan bubur
dapat dihentikan. Kolom yang telah jadi ditambahkan pelarut
kedalamnya hingga mencapai batas, kemudian kolom ditutup
menggunakan alumunium foil. Diamkan selama 1 hari. Hal ini
dimaksudkan agar kolom yang dibuat menjadi lebih kompak.
Setelah itu keran dibuka, alirkan pelarut yang ada diatas kolom
hingga tersisa setipis mungkin, lalu hasil ekstraksi yang
diperoleh dimasukkan kebagian atas fase diam secara perlahan
dan merata (usahakan sampel dibuat setipis mungkin, sehingga
menyerupai pita). Kemudian fase gerak yang ada ditambahkan
secara perlahan- lahan. Kecepatan alir fase gerak diatur sesuai
dengan keinginan, namun usahakan jangan terlalu cepat ataupun
sebaliknya, sebab hal ini dapat memberikan hasil yang tidak
memuaskan. Eluat yang keluar dari keran selanjutnya ditampung
pada botol – botol kecil, yang mana setiap botolnya
menampung 5 ml eluat. Eluasi kolom dilakukan hingga semua
komponen keluar dari kolom hal ini ditandai dengan warna eluat
yang ditampung menjadi bening. Fraksi dengan pola noda sama
(Rf hampir sama) digabung, kemudian diuapkan, setelah
dilakukan KLT sebelumnya.
Skema Kerja Pemisahan dengan Kromatografi Kolom :
52 gram silika gel + 50 ml metanol Siapkan kolom
(+) glass wool yang sudah
dibasai dengan metanol
Dimasukkan dengan pipet tetes secara kontinu
Usahakan kolom yang terbentuk tidak berlapis
dan bergelembung. Penambahan bubur dihentikan bila sudah mencapai batas tertentu
(+) pelarut sampai batas kemudian tutup dengankertas aluminium foil. Diamkan selama 1 hari
Keran dibuka, pelarut dialirkandi atas kolom hingga tersisa setipis mungkin. (+) hasil ekstraksi secara perlahan dan merata
(+) fase gerak secara perlahan-lahan, kecepatan alir diatur
Eluat ditampung pada fial 5 ml. Lakukan eluasi kolom sampai semua komponen keluar (warna eluat yang keluar bening)
3.4. Uji Kualitatif
3.4.1. Metode Uji Kualitatif Secara Kromatografi Lapis Tipis
3.4.1.1. Komponen Kromatografi Lapis Tipis
Fase diam : Silika gel GF 254
Fase gerak : Etil asetat : Metanol : Air (100 : 13.5 : 10)
Bubur silika Kolom yang sudah berisi bubur silika gel
Kolom
Kolom yang berisi pelarut
Kolom + hasil ekstraksi
Eluat
Dilakukan penomeran pada eluat
Fraksi yg sama digabungkan, & diuapkan
Cuplikan : Eluat
Jumlah totolan : 1 mikro pipet
Waktu penjenuhan : 15 menit
Waktu pengembangan : Hingga selesai
Pendeteksi : Larutan Vanilin 5% dalam asam sulfat dan
UV 365
3.4.1.2. Cara Kerja Kromatografi Lapis Tipis
Chamber dijenuhkan dengan eluen sebanyak 50 ml
(campuran Etil asetat : Metanol : Air (100 : 13.5 : 10).
Kemudian hasil eluat yang diperoleh ditotolkan pada plat silika
gel GF 254, kemudian plat KLT tersebut dielusi. Setelah selesai
terelusi, plat KLT dikeringkan dengan cara diangin-anginkan.
Kemudian spot diamati di bawah sinar UV 365. Kemudian
disemprot dengan larutan pendeteksi.
Skema Kerja Kromatografi Lapis Tipis :
Dijenuhkan dengan 50 ml campuran
Etil asetat: Methanol: Air selama 15 menit,
Ditotolkan pada plat KLT
Amati spot pada UV 365 dan deteksi spot dengan
larutan pendeteksi
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
4.1 Penetapan Susut Pengeringan Simplisia Digitalis Folium
(Data Kelompok IVB Rabu)
Amati spot, harga Rf dihitung
Elusi
1 µ pipet eluat
Chamber
Menimbang serbuk Digitalis folium = 2 gram
Menimbang botol timbang = 44,895 gram
Penimbangan botol timbang + simplisia (sebelum pemanasan) = 46,713 gram
Penimbangan botol timbang + simplisia (sesudah pemanasan I) = 46,707 gram
Penimbangan botol timbang + simplisia (sesudah pemanasan II) = 46,704 gram
Berat simplisia akhir = (berat botol timbang + simplisia sesudah pemanasan II) –
(berat botol timbang)
= 46,704 gram - 44,895 gram
= 1,809 gram
Jadi Susut Pengeringan Simplisia Digitalis folium = 2 gram - 1,809 gram
= 0,191 gram
% Susut kering =
=
= 9,55 %
4.2 Penetapan Kadar Air Simplisia
(Data Kelompok IA Senin)
Jumlah simplisia = 1 gram
Volume air = 7,5 ml
% Kadar air =
=
= 3,75 %
4.3 Ekstraksi dengan Refluks
(Data Kelompok IVB Rabu)
Rendemen akhir sebelum dipisahkan dengan kolom G3 = 2 gram
4.4 Ekstraksi dengan Maserasi
(Data Kelompok IIIB Rabu)
Berat serbuk simplisia Digitalis folium = 1 gram
Berat ekstrak setelah di maserasi = 11,48 gram
Berat setelah diuapkan (rendemen akhir) = 8,87 gram
4.5 Ekstraksi dengan Soxhlet
(Data kelompok IIA Senin)
Simplisia yang digunakan 1 gram
Pelarut etanol 96% = 193 ml dan air = 177ml, total jumlah eluen 370 ml
Siklus yang terjadi sebanyak 6 kali
Rendemen akhir yang didapat = 1,46 gram
4.6 Pemisahan dengan Kolom G3
(Data Kelompok IVB Rabu)
Pemisahan dengan kolom G3 menghasilkan 11 fraksi dengan eluen yang
digunakan secara gradien dan ditampung dengan botol vial.
4.7 Pemisahan dengan Kromatografi Kolom
(Data Kelompok IIIB Rabu)
Pemisahan dengan kromatografi kolom menghasilkan 11 fraksi dengan eluen yang
digunakan secara isokhratik dan ditampung dengan botol vial.
4.8 Uji Kualitatif dengan Kromatografi Lapis Tipis
(Data Kelompok IVB Rabu)
Nomor Vial
Harga Rf Warna spot Komponen
1 - - -
20,28 Kuning kecoklatan glikosida purpurea A0,67 Kuning kecoklatan digitoksin
3 0,83 hijau muda 4 - - -5 0,58 Biru gitoksin6 - - -7 - - -8 0,53 hijau biru gitoksin9 - - -10 0,56 Biru gitoksin11 - - -
Menurut Stahl (1985) Hasil Kromatografi Lapis Tipis
Komponen HRf Fluoresensi dengan IV, UV 365Digitoksin 57-60 Kuning kecoklatanGitoksin 53-55 Biru mudaGlikosida Purpurea A 25-30 Kuning kecoklatanGlikosida Purpurea B 20-25 Biru muda
Data KLT Kelompok IA Senin
No
VialHarga Rf
Warna SpotKomponen
UV 366 nm Vanilin - asamsulfat
1 - - - -
3 - - - -
5 0,7 - Biru tua Gitoksin
7 0,82 - Biru tua Gitoksin
9 0,83 - Biru tua Gitoksin
11 0,84 - Biru tua Gitoksin
BAB V
PEMBAHASAN
Glikosida merupakan salah satu kandungan aktif tanaman yang termasuk dalam
kelompok metabolit sekunder. Di dalam tanaman glikosida tidak lagi menjadi senyawa
Gambar 1. Plat KLT untuk totolan vial I - VI
Gambar 2. Plat KLT untuk totolan vial VII - XI
lain, kecuali bila memang mengalami peruraian akibat pengaruh lingkungan luar.
Glikosida merupakan suatu senyawa yang terdiri dari gabungan antara dua bagian
senyawa, yaitu senyawa gula dan non gula, atau yang sering disebut dengan glikon dan
aglikon, yang mana kedua senyawa ini dihubungkan oleh suatu ikatan berupa jembatan
oksigen (O-glikosida), jembatan nitrogen (N-glikosida), jembatan sulfur (S-glikosida)
dan jembatan karbon (C-glikosida). Bagian gula biasa disebutvglikon sementara
bagian bukan gula disebut aglikon atau genin. Apabila glikon dan aglikon saling
terikat maka senyawa ini disebut glikosida. Glikosida steroid adalah glikosida yang
aglikonnya berupa steroid. Glikosida steroid disebut juga glikosida jantung karena
memiliki daya kerja kuat dan spesifik terhadap jantung (Gunawan., dkk. 2004).
Secara kimiawi bentuk struktur glikosida jantung sangat mirip dengan asam
empedu, yaitu bagian gula yang menempel pada posisi tiga dari inti steroid dan bagian
aglikonnya berupa steroid yang terdiri dari dua tipe, yaitu tipe kardenolida dan tipe
bufadienolida. Tipe kardenolida merupakan tipe yang paling banyak di alam. Tipe
kardenolida merupakan steroid yang mengandung atom C-23 dengan rantai samping
terdiri dari lingkaran lakton 5-anggota yang tidak januh dan alfa-beta menempel pada
atom C nomor 17 bentuk beta. Sementara tipe bufadienolida berupa homolog dari
kardenolida dengan atom C-24 dan mempunyai rantai samping lingkaran keton 6-
anggota tidak jenuh ganda yang menempel pada atom C nomor 17. bufadenolida
berasal dari nama genus bufo, sedangkan prototipe dari senyawa bufadenolida berupa
senyawa bufalin yang terkandung di dalam kulit berudu (Gunawan., dkk. 2004).
Rumus bangun senyawa aktif yang terkandung dalam Digitlis folium (Stahl, 1985):
Pada praktikum isolasi glikosida jantung daun Digitalis purpurea L. ini diawali
dengan penentuan susut kering simplisia dan penentuan kadar kering simplisia dari
serbuk daun Digitalis purpurea L. Kemudian dilakukan proses isolasi senyawa aktif
yang terdapat pada simplisia Digitalis folium dengan metode refluks. Setelah itu,
dilakukan metode pemisahan dengan kolom G3. Terakhir dilakukan analisis kualitatif
dari fraksi-fraksi yang dihasilkan dari pemisahan dengan kolom G3 dengan metode
analisis dengan kromatografi lapis tipis (KLT).
Pada penentuan susut kering simplisia Digitalis folium berfungsi untuk
menetapkan semua jenis bahan yang mudah menguap dan hilang pada kondisi tertentu
(dalam hal ini pemanasan pada suhu 1050C) (Anonim b, 1995). Menurut Anonim
(1979) susut pengeringan adalah kadar bagian zat yang menguap. Dari percobaan yang
telah dilakukan bagian zat dari simplisia Digitalis folium yang mengalami susut
pengeringan sebesar 0,191 gram dari 2 gram simplisia yang digunakan pada awal
percobaan, dengan persentase susut pengeringannya sebesar 9,55%. Menurut Anonim
(1979), susut pengeringan dari Digitalis folium adalah tidak lebih dari 5%. Sehingga
data yang diperoleh dari percobaan lebih besar dari yang tercantum pada pustaka. Hal
ini kemungkinan serbuk simplisia Digitalis folium yang digunakan mengadung bahan
yang mudah menguap cukup banyak selain air. Hal ini mungkin disebabkan serbuk
simplisia ini terkena kontaminan sebelum digunakan atau pada saat penyimpanan oleh
bahan yang mudah menguap yang terserap oleh serbuk siplisia Digitalis folium ini.
Pada penetapan kadar air simplisia berfungsi untuk mengetahui berapa jumlah
kadar air yang terkandung dalam suatu simplisia. Alasan perlu dilakukannya penetapan
kadar air simplisia karena sebagian besar bahan yang tercantum dalam farmakope
berupa senyawa hidrat atau mengandung air dalam bentuk terserap (Anonim b, 1995).
Dari percobaan didapatkan % kadar air yang terkandung dalam simplisia Digitalis
folium sebesar 3,75%. Menurut Anonim b (1995), simplisia Digitalis folium
mengandung air tidak lebih dari 5,0%. Sehingga simplisia Digitalis folium yang
digunakan pada percobaan ini masih memenuhi standar yang tertera pada Farmakope.
Metode penetapan kadar air yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah metode
destilasi azeotrop (destilasi toluen) . Selain metode azeptrop, metode lain yang dapat
digunakan untuk menetapkan kadar air simplisia yaitu metode titrimetri dan metode
gravimetri (Anonim b, 1995).
Pada proses isolasi kandungan senyawa aktif dari simplisia Digitalis folium
menggunakan metode refluks. Prinsip metode ini adalah mengisolasi kandungan
senyawa aktif menggunakan pemanasan yang menyebabkan pelarut yang sebagai
cairan penyari menguap dan selanjutnya mengembun akibat uap melewati pendingin
balik (Anonim, 1986). Namun, susunan alat refluks pada percobaan yang kami lakukan
tidak seperti alat refluks pada umumnya yaitu tidak adanya tabung untuk
menempatkan serbuk simplisia. Sehingga serbuk simplisia yang sudah dibungkus
dengan kertas saring langsung terendam pada labu yang berisi cairan penyari. Setelah
didapatkan isolat dari hasil refluks selanjutnya isolat ditambahkan dengan larutan Pb-
asetat 10%. Fungsi penambahan larutan Pb-asetat ini berfungsi untuk mengikat dan
menghilangkan klorofil dari isolat yang didapat. Fungsi penghilangan klorofil dari
isolat ini agar tidak mengganggu proses analisis pada uji kualitatif. Selanjutnya isolat
disaring dan kemudian filtrat hasil penyaringan ini diekstraksi dengan kloroform dan
bagian yang diambil dari ekstraksi dengan kloroform ini adalah fase yang terletak pada
bagian bawah. Tujuan ekstraksi dengan kloroform ini adalah mengambil kandungan
aktif yang terdapat pada simplisia Digitalis folium yang bersifat semipolar dengan
asumsi bahwa kandungan senyawa aktif pada Digitalis folium yang bersifat semipolar
akan larut pada kloroform yang bersifat semipolar. Kemudian hasil ektraksi kloroform
ini di uapkan dengan suhu tidak lebih dari 500C karena senyawa aktif yang terkandung
pada simplisia Digitalis folium sebagian besar tidak tahan terhadap panas. Setelah
diuapkan diperoleh rendemen akhir sebanyak 2 gram.
Keuntungan dari proses isolasi dengan menggunakan metode refluks adalah
penggunaan cairan penyari yang lebih efisien, waktu penyarian lebih singkat, dan
konsentrasi isolat yang didapat lebih pekat. Kelemahan atau kekurangan metode
refluks ini adalah tidak baik digunakan pada senyawa yang tidak tahan panas,
diperlukan peralatan yang khusus untuk melakasanakan proses isolasi dengan metode
refluks ini. Selain proses isolasi dengan refluks, terdapat pula proses isolasi senyawa
aktif yang lain, yaitu maserasi, soxhletasi, dan perkolasi. Maserasi adalah proses isolasi
senyawa aktif dengan prinsip kerjanya dengan cara merendam serbuk simplisia dalam
cairan penyari (Anonim, 1986). Keuntungan dari proses isolasi dengan menggunakan
metode maserasi adalah peralatan yang digunakan sederhana, baik digunakan untuk
isolasi senyawa aktif yang tidak tahan pemanasan. Kelemahan atau kekurangan metode
maserasi ini adalah waktu penyariannya cukup lama (sampai berhri-hari) dan cepat
terjadi penjenuhan pada cairan penyari yang berakibat konsentrasi isolat kurang pekat
(penyarian kurang sempurna). Soxhletasi adalah proses isolasi senyawa aktif dengan
prinsip kerjanya dengan pemanasan cairan penyari kemudian uap cairan penyari naik
melewati pipa samping yang kemudian diembunkan kembali oleh pendingin tegak
sehingga turun ke labu melalui tabung yang berisi serbuk simplisia sambil melarutkan
zat aktinya (Anonim, 1986). Keuntungan dari proses isolasi dengan menggunakan
metode soxhlet adalah penggunaan cairan penyari yang lebih efisien, waktu penyarian
lebih singkat, dan konsentrasi isolat yang didapat lebih pekat. Kelemahan atau
kekurangan metode soxhlet ini adalah tidak baik digunakan pada senyawa yang tidak
tahan panas, diperlukan peralatan yang khusus untuk melakasanakan proses isolasi
dengan metode soxhlet ini. Perkolasi adalah metode isolasi senyawa aktif dengan lata
yang disebut oerkolator yang prinsip kerjanya dengan cara mengalirkan cairan penyari
melalui serbuk simplisia yang telah terbasahi (Anonim, 1986). Keuntungan dari proses
isolasi dengan menggunakan metode perkolasi adalah terdapat aliran cairan penyari
yang menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang
konsentrsinya lebih rendah sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi, baik
digunakan untuk mengisolasi senyawa aktif yang tidak tahan panas dan cara
pengerjaannya cukup sederhana. Kelemahan atau kekurangan metode perkolasi ini
adalah penggunaan cairan penyari yang tidak efisien dan waktu penyarian yang cukup
lama.
Pada proses pemisahan isolat yang diperoleh dari proses refluks menggunakan
metode kolom G3. Metode ini digunakan untuk mengatasi masalah yang timbul pada
pengerjaan kromatografi kolom. Meskipun kromatografi kolom merupakan metode
yang paling efisien untuk memisahkan campuran kompleks, tetapi pengerjaannya
sangat menyita waktu dan sulit untuk mempertahankan kondisi kolom tetap baik
selama proses pemisahan. Kromatografi kolom G3 memiliki memiliki beberapa
keuntungan seperti waktu pengerjaan yang lebih singkat, biaya yang lebih murah, cara
pengerjaan yang lebih sederhana, dan dapat memisahkan ekstrak dalam jumlah yang
lebih banyak. Hal ini disebabkan kolom G3 dikemas secara kering dengan
menggunakan vakum untuk memperoleh kekompakan yang maksimum. Kromatografi
ini bertujuan memisahkan komponen senyawa berdasarkan kepolarannya
(Kusmardiyani dan Nawawi, 1992). Fase gerak yang digunakan adalah etil asetat dan
metanol dengan perbandingan gradien pada masing-masing fraksi sedangkan fase
diamnya adalah silika gel yang dinbuat setinggi 2,5 cm dari dasar kolom.
Digunakannya etil asetat yang bersifat non polar dan metanol yang semipolar yang
pada perbandingan tertentu diharapkan mampu melarutkan dan membawa senyawa
aktif yang ada pada isolat dan memisahkannya sesuai dengan kepolarannya.
Digunakan fase diam silika gel karena silikia gel merupakan jenis adsorben yang
dimanfaatkan secara luas. Permukaan silika gel terdiri atas gugus Si-O-Si dan silanol
(Si-OH). Gugus silanol bersifat sedikit asam dan polar karena mampu membentuk
ikatan hidrogen dengan solut-solut yang agak polar sampai sangat polar (Gandjar dan
Rohman, 2007). Dari hasil pemisahan dengan kolom G3 dihasilkan 11 fraksi yang
ditampung dalam botol vial. Kemudian masing-masing diuapkan untuk memperoleh
ekstrak kental yang selanjutnya diuji secara kualitatif menggunakan metode
kromatografi lapis tipis (KLT).
Uji KLT menggunakan fase diam plat silika gel GF254 dengan fase gerak
campuran etil asetat : metanol : air dengan perbandingan 100:13,5:10. Penggunaan
campuran ketiga pelarut tersebut sebagai eluen dikarenakan sifat masing-masing
pelarut yang berbeda-beda yaitu etil asetat bersifat nonpolar, metanol bersifat
semipolar, dan air bersifat polar. Adanya tiga tingkat polaritas ini bertujuan agar
senyawa-senyawa yang mempunyai tingkat kepolaran berbeda (nonpolar, semipolar,
dan polar) akan berikatan reversibel dengan pelarut yang mempunyai kepolaran sama
sehingga terpisah menjadi spot-spot tertentu. Sedangkan, dilihat dari fase diam yang
digunakan yang bersifat polar, maka senyawa-senyawa yang bersifat polar akan cepat
tertambat dan mempunyai harga Rf kecil, begitu pula sebaliknya senyawa yang
bersifat nonpolar akan tertambat jauh dari tempat penotolan dan mempunyai harga Rf
besar. Setelah elusi dengan eluen selesai, plat KLT diangin-anginkan sampai kering.
Kemudian setelah kering dideteksi dengan UV 365. Dari hasil deteksi dengan UV 365,
terdapat bercak pemadaman warna biru pada bagian atas plat KLT. Hal ini sesuai
dengan Anonim b (1995) yang menyebutkan bahwa bila diamati dengan sinar
ultraviolet 365nm akan timbul bercak biru sebagai tanda adanya senyawa glikosida
jantung. Setelah dideteksi dengan UV 365 nm, kemudian disemprot dengan larutan
pendeteksi yaitu vanilin 5 % dalam asam sulfat dan setelah disemprot timbul bercak-
bercak (spot) yang berwarna berbeda. Timbulnya spot warna yang berbeda-beda ini
akibat adanya ikatan kompleks antara asam sulfat dengan senyawa aktif yang terdapat
pada plat KLT dan ikatan kompleks ini dapat memancarkan warna yang sesuai dengan
jenis ikatan kompleks yang terjadi antara senyawa aktif dengan asam sulfat. Dari hasil
pengujian didapatkan spot pada vial II, III, V, VIII, dan X. Pada vial II didapat dua
spot dengan harga Rf 0,28 dan 0,67 dengan warna kuning kecoklatan. Jika disesuaikan
dengan pustaka (Stahl, 1985), spot pertama kemungkinan adalah glikosida purpurea A
sedangkan spot kedua adalah digitoksin. Dilihat dari harga Rf-nya, glikosida purpurea
A (Rf 0,28) bersifat mendekati polar, karena senyawa ini cepat tertambat pada fase
diam yang bersifat polar. Sedangkan digitoksin (Rf 0,67) bersifat semipolar. Untuk
vial III, diperoleh satu spot berwarna hijau muda dengan harga Rf 0,83 yang
kemungkinan adalah senyawa lain yang terkandung pada simplisia digitalis selain
senyawa aktifnya. Senyawa ini bersifat nonpolar karena tertambat cukup jauh dari
tempat penotolan. Pada vial V, VIII, dan X diperoleh masing-masing satu spot dengan
warna berturut-turut biru (Rf 0,58), hijau biru (Rf 0,53), dan biru (Rf 0,56).
Berdasarkan pustaka (Stahl, 1985), ketiga spot ini kemungkinan adalah senyawa
gitoksin yang bersifat semipolar.
Bila dibandingkan dengan data KLT kelompok IA Senin, terlihat sedikit
perbedaan dengan data KLT kelompok kami. Senyawa aktif yang terdeteksi pada plat
KLT kelompok kami (IVB Rabu) ada tiga senyawa yaitu glikosida purpurea A,
digitoksin, dan gitoksin. Sedangkan pada kelompok IA Senin, pada KLTnya hanya
terdeteksi satu senyawa yaitu gitoksin. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh cara
isolasi senyawa aktif yang menggunakan cara yang berbeda dimana kelompok kami
menggunakan cara isolasi dengan refluks sedangakan kelompok IA Senin
menggunakan meserasi. Perbedaan kedua cara isolasi ini adalah terletak ada atau
tidaknya pemanasan pada simplisia selama proses isolasi. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh kelarutan masing-masing senyawa berbeda tergantung dari
temperatur. Menurut Martin dkk (1990), kelarutan suatu senyawa bergantung pada
sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur,
tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil bergantung pada hal terbaginya
zat terlarut. Sehingga kemungkinan senyawa selain gitoksin membutuhkan suhu yang
lebih tinggi suhu ruangan untuk dapat larut dalam cairan penyari yang digunakan yaitu
etanol dan air.
BAB VI
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada saat praktikum, dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Pada proses isolasi serbuk daun Digitalis purpurea dilakukan dalam tiga
tahapan yaitu: tahapan pre isolasi, isolasi, pemisahan, dan uji kualitatif.
Tahapan pre isolasi terdiri dari pengujian glikosida secara umum, penentuan
komponen yang terkandung dalam sampel dengan metode kromatografi lapis
tipis, penentuan susut pengeringan, dan penetapan kadar air. Untuk tahapan
isolasi digunakan metode refluks. Selain itu dapat pula digunakan metode
isolasi maserasi, soxhletasi, dan perkolasi. Untuk tahapan pemisahan
digunakan metode pemisahan menggunakan kromatografi kolom vakum cair
(kolom G3). Selain itu dapat pula digunakan metode pemisahan dengan
kromatografi kolom. Untuk tahapan uji kualitatif menggunakan metode
kromatografi lapis tipis, lalu diamati harga Rf dan warna spotnya.
2. Senyawa glikosida jantung yang kemungkinan berhasil diperoleh dengan
metode isolasi refluks dan pemisahan dengan kolom G3 antara lain: glikosida
purpurea A (dari vial II, spot pertama), digitoksin (dari vial II, spot kedua), dan
gitoksin (dari vial V, VIII, dan X) dari 11 vial yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Anonim. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Anonim a. 1995 . Materia Medika Indonesia, Jilid VI. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Anonim b. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Anonim. 2001. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I), Jilid 2. Jakarta : Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI Badan Pengembangan Kesehatan..
Anonim. 2004. Purple foxglove. Digitalis purpurea L.Available at : http://akweeds.uaa.alaska.edu/pdfs/species_bios_pdfs/Species_bios_DIPU.pdfOpenned : 24/11/2008
.Becker, C.A and R.C.B.V.D. Brink. 1963. Flora of Java, Vol. I : N. V. F. Noordhoff.
Netherland : Groningen-The Netherland.
Becker, C.A and R.C.B.V.D. Brink. 1965. Flora of Java, Vol. II : N. V. F. Noordhoff. Netherland : Groningen-The Netherland.
Bruneton, J. 1999. Pharmacognosy Phytochemistry Medical Plant, 2nd Edition. New York : Intercept ltd.
Claus, E.P. and V. E. Tyler. 1965. Pharmacognosy, Fifth Edition. Washington : Lea & Febiger.
Gandjar, I.G. dan A.Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Gunawan, D. dan S. Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam: Farmakognosi, Jilid I. Jakarta : Penebar Swadaya.
Katzung, B. G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi Pertama Buku 1. Jakarta : Salemba Medika.
Kusmardiyani, S. Dan A. Nawawi. 1992. Kimia Bahan Alam. Jakarta : Pusat Antar Universitas Bidang Ilmu Hayati.
Martin, A.J., A.C. Swarbrick, dan A. Cammarata. 1990. Farmasi Fisik Edisi Ketiga, Buku 1. Jakarta: UI Press.
Sthal, E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Bandung : ITB.
Tim Penyusun. 2008. “Petunjuk Praktikum Farmakognosi”. Bukit Jimbaran : Laboratorium Frmakognosi Jur. Farmasi F.MIPA UNUD.
Wallis, T.E. 2005. Textbook of Pharmacognosy. New Delhi : CBS Publisher & Distributors.
PRAKTIKUM FITOFARMASI
LAPORAN AKHIR ISOLASI GLIKOSIDA JANTUNG
DAUN Digitalis purpurea L.
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK IVB
RABU
Anggota :
1. Putu Oka Samirana (0608505043)2. Kadek Agus Edwin Sutrisna (0608505044)3. Dewa Ken Budiputra (0608505045)4. I Wayan Suka Bayu Adnyana (0608505052)5. Putu Rika Veryanti (0608505055)6. I Gde Murryastika (0608505068)7. Sonia (0608505071)8. I Wayan Arya Saputra (0608505075)9. Ni Putu Diara Sita (0608505076)
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMETIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2009