61

Click here to load reader

Tugas Fito Digitalis

  • Upload
    cantora

  • View
    311

  • Download
    43

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Habitat dan PertelaanHabitat dan pertelaan dari tanaman Digitalis purpurea adalah sebagai berikut :1.1.1. HabitatTumbuhan ini merupakan tumbuhan herba yang berasal dari Eropa Barat, Mediterania, dan Afrika bagian barat laut, beriklim atlantik dan sub atlantik. Tumbuhan ini biasanya hidup pada daerah dataran tinggi yang bertanah humus dengan kadar mangan dan kapur yang rendah

Citation preview

Page 1: Tugas Fito Digitalis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Habitat dan Pertelaan

Habitat dan pertelaan dari tanaman Digitalis purpurea adalah sebagai berikut :

1.1.1. Habitat

Tumbuhan ini merupakan tumbuhan herba yang berasal dari Eropa

Barat, Mediterania, dan Afrika bagian barat laut, beriklim atlantik dan sub

atlantik. Tumbuhan ini biasanya hidup pada daerah dataran tinggi yang

bertanah humus dengan kadar mangan dan kapur yang rendah (Anonim,

2004 ; Sthal, 1985).

1.1.2. Pertelaan

Digitalis purpurea termasuk tumbuhan herba dua tahunan atau

sepanjang tahun dengan tinggi jika batang ditegakkan sekitar 90-180 cm,

batangnya lunak, berbentuk segiempat dengan diameter 2-4 mm, batang

yang masih muda berwarna hijau dan yang tua coklat kehitaman.

Daunnya tunggal, berbentuk perisai dengan tepi daun bergerigi, ujung

meruncing, pangkal berlekuk, pertulangan melengkung, permukaan daun

licin dan bagian bawahnya memiliki rambut-rambut halus. Semakin ke

atas ukuran daunnya semakin kecil (Anonim, 2004). Pada umumnya

panjang daun Digitalis ini berkisar antara 10- 20 cm dan lebarnya sekitar

4-10 cm, tangkai daunnya berbentuk segi empat, dan warna daunnya

adalah hijau (Wallis, 2005). Tumbuhan ini merupakan tumbuhan yang

berbunga majemuk, berbentuk tandan yang terletak pada ketiak daun,

kelopak terdiri dari lima daun kelopak, berwarna hijau, mahkota putih

keunguan berbentuk terompet dengan panjang ± 1-2 mm, benang sari

empat, tangkai sari putih, kepala sari berbintik ungu sedangkan kepala

putik putih keunguan. Bulir jantan tersusun rapat dengan panjang 1-3 cm,

sedangkan bulir betina tersusun tidak rapat dengan panjang 12-50 cm.

Buah dari Digitalis ini berwarna coklat, bentuknya lonjong, berdaging

dan berdiameter antara 1 hingga 2 cm. Sedangkan untuk akar, tanaman ini

berakar serabut, dengan warna putih kecoklatan (Sthal, 1985).

Page 2: Tugas Fito Digitalis

Gambar

Tanaman Digitalis purpurea

1.2. Klasifikasi

Klasifikasi dari tanaman Digitalis purpurea L. yaitu:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Solanales

Suku : Scrophulariaceae

Marga : Digitalis

Jenis : Digitalis purpurea L.

(Anonim, 2001)

1.3. Determinasi

Determinasi dari tanaman Digitalis purpurea L. adalah:

1b – 2b – 3b – 4b – 12b – 13b – 14b – 17b – 18b – 19b – 20b – 21b –

22b – 23b – 24b – 25b – 26b – 27a – 28b – 29b – 30b – 31b – 403b –

404b – 405b – 414a – 415b – 451b – 466b – 467 b – 468b – 469b –

470d – 488d – 493c – 495a – 497b – 498b – 501b – 502a – 503a –

504b – 505b – 507a.

181. Scrophulariaceae

Page 3: Tugas Fito Digitalis

1b – 2b – 15b – 18b – 19b – 21b – 23b – 24b – 25b – 26b – 27b – 28b

– 29a.

25. Digitalis

1. Digitalis purpurea L.

(Becker and Brink, 1965)

1.4. Kandungan dan Kegunaan

Adapun kandungan dan kegunaan dari tanaman Digitalis purpurea L. ini yaitu:

1.4.1. Kandungan

Kandungan dari Digitalis purpureaL. yaitu: glikosida jantung 0,1-5

%. Glikosida utama yang asli ialah glikosida purpurea A dan glikosida

purpurea B. Terdapat glikosida sekunder lain, misalnya digitoksin,

gitoksin, saponin (digitonin, gitonin, tigonin), dan flavon, asam, lemak,

serta asetilkolina. Enzim 0,001 % digipurpidase (glikolitik) (Sthal, 1985).

1.4.2. Kegunaan

Secara umum daun Digitalis purpurea L. digunakan pada kelainan

jantung yang tersumbat. Bekerja khas, yaitu mengurangi keluaran bagian

jantung kiri. Jangka waktu kerjanya panjang; harus diperhatikan bahaya

efek kumulatif. Dalam sediaan (infus, tingtur) dikehendaki kadar

digitoksin yang tinggi karena penggunaan menjadi baik dan kerjanya

diperpanjang. Bila kadar digoksin tinggi, penyerapan buruk dan kerja

obat kurang lama (Sthal, 1985).

Adapun kegunaan dari masing – masing kandungan yaitu:

a. Digitoksin

Digoksin merupakan gabungan senyawa antara digitoksigenin

(sebagai aglikon) dengan bagian gulanya digitoksosa. Kegunaan dari

glikosida ini yaitu sebagai obat jantung (Gunawan. dkk, 2004).

b. Gitalin

Gitalin merupakan glikosida yang diperoleh langsung dari sari air

daun, yang berbentuk amorf. Glikosida ini berguna sebagai obat

penguat jantung (kardiotonik) (Gunawan. dkk, 2004).

Page 4: Tugas Fito Digitalis

c. Digoksin

Digoksin merupakan suatu gula pentosa dan digitoksosa, glikosida ini

memiliki kemampuan yang sama seperti gitalin yaitu sebagai

kardiotonik (Gunawan. dkk, 2004).

d. Digitonin

Digitonin merupakan suatu saponin berbentuk kristal, yang berguna

sebagai pengikat kolesterol. Hal ini disebabkan karena kemampuan

digitonin yang mampu membentuk kompleks dengan kolesterol baik

dalam plasma darah, cairan empedu maupun jaringan. Namun

senyawa ini tidak digunakan secara internal untuk obat, tetapi hanya

digunakan untuk kepentingan pembuatan pereaksi dalam mendeteksi

keberadaan kolesterol dalam darah di laboratorium klinik (Gunawan.

dkk, 2004).

Page 5: Tugas Fito Digitalis

BAB II

MIKROSKOPIK

2.1. Pemerian

Bentuk : Daun yang telah dikeringkan panjangnya 10-35 cm, lebar 4-15 cm,

berbentuk perisai, tangkai daun pendek besar atau panjang, tepi

daun berlekuk – lekuk tidak beraturan. Permukaan bagian bawah

berwarna lebih muda, berongga halus, kasar sampai halus dengan

jaringan urat daun yang jelas.

Bau : Aneh dan lemah.

Rasa : Pahit tidak menyenangkan

(Sthal, 1985)

2.2. Mikroskopik

Pada penampang melintang serbuk daun Digitalis purpurea L. ini dapat

diamati yaitu pada jaringan epidermis bagian bawah disertai dengan stomata

yang berbentuk lonjong. Sedangkan pada jaringan epidermis atas disertai dengan

rambut – rambut kelenjar, yang mana ciri dari rambut kelenjar tersebut yaitu

bersel satu dengan ujung membulat dan pada epidermis atas ini tidak ditemukan

adanya stomata seperti yang terlihat pada epidermis bagian bawah. Dinding sel

jelas terlihat bergelombang, hal ini banyak terlihat namun tidak khas. Untuk

rambut kelenjar yang berukuran kecil dengan kepala bersel dua jarang

ditemukan, namun ini merupakan salah satu ciri khas dari tanaman Digitalis.

Secara mikroskopi pada tanaman ini juga dapat ditemukan adanya suatu fragmen

rambut yang bersegmen dengan ujung membulat, kutikula dengan bintik halus

dan ini akan sangat banyak ditemui (Sthal, 1985).

Page 6: Tugas Fito Digitalis

Gambar

Penampang melintang daun Digitalis purpurea L.

Keterangan gambar:

UE : Epidermis bawah

P : Mesofil daun yang mengandung kloroplastida

LE : Epidermis bawah

G : Rambut – rambut kelenjar

C : Kolenkhim

T : Pembuluh xylem

S : Pembuluh tapis

N : Fragmen rambut kelenjar bersegmen

(Claus and Tyler, 1965)

Page 7: Tugas Fito Digitalis

Gambar

Penampang melintang serbuk daun Digitalis purpurea L.

Warna serbuk: hijau

Keterangan :

a1. tampak atas fragmen epidermis daun bagian bawah dengan mulut daun. Dinding

sel jelas bergelombang dan antiklina. Banyak tetapi tidak begitu khas.

a2. fragmen epidermis permukaan daun bagian atas dengan reambut. Dinding sel sering

kali rata, bahkan sering kali lurus. Banyak epidermis daun mempunyai ciri rambut

yang bersel ujung membulat.

b1. rambut drus kecil dengan kepala bersel dua, kurang banyak, khas.

b2. rambut drus kecil dengan kepala bersel tunggal, jarang, tidak khas.

c1. Framen rambut bersegmen dengan sel ujung yang membulat dan kutikula berbintik-

bintik halus; sangat banyak dan khas.

c2. Seperti c1 tetapi beberapa sel mengempis dan terpelintir; sangat banyak dan khas.

d. dilihat dengan perbesaran rendah: fragmen epidermis dengan rambut bersegmen

besar dan kecil (bawah) dan rambut yang terlepas (atas). Segera tanpak dengan

perbesaran rendah.

(Stahl, 1985)

Page 8: Tugas Fito Digitalis

BAB III

ISOLASI SENYAWA AKTIF

3.1. Maksud dan Tujuan

3.1.1. Maksud

Adapun maksud pembuatan laporan akhir ini yaitu agar mahasiswa

mampu melakukan teknik isolasi senyawa aktif yaitu glikosida jantung,

yang terkandung dalam tanaman Digitalis purpurea L.

3.1.2. Tujuan

Tujuan pembuatan laporan akhir ini yaitu:

1. Untuk mengetahui bagaimana cara mengisolasi glikosida jantung

yang merupakan senyawa aktif tanaman tersebut.

2. Untuk mengetahui apakah glikosida jantung yang akan diisolasi

berhasil diperoleh dari teknik isolasi yang dilakukan.

3.2. Pengujian

3.2.1. Uji Pendahuluan Glikosida

Alat dan Bahan:

Alat : Glass beker

Kertas saring

Water bath

Cawan porselin

Gelas ukur

Pipet tetes

Gelas arloji

Batang pengaduk

Corong

Corong pisah

Bahan: Serbuk simplisia Digitalis Folium sebanyak 1,5 gram

15 ml campuran etanol (95%) : air (7 : 3)

12,5 ml air

12,5 ml timbal (II) asetat 0,4 M

Page 9: Tugas Fito Digitalis

10 ml campuran kloroform P : Isopropanol P (3 : 2)

Natrium sulfat anhidrat P

2 ml methanol P

Baljet LP

2,9 ml metanol

3 ml asam asetat P

Besi (III) klorida 0,3 M

3 ml asam sulfat P

Cara Kerja:

A. Larutan Percobaan

1,5 g serbuk simplisia disari dengan 15 ml campuran ( 7

bagian volume etanol 95% + 3 bagian volume air) maserasi selama 30

menit, aduk dan saring. Pada filtrat tambahkan 12,5 ml air dan 12,5

ml Pb (II) asetat 0,4 M. Kocok, diamkan lalu disaring. Sari filtrat 3

kali, tiap kali dengan 10 ml campuran (3 bagian volume kloroform P

+ 2 bagian volume isopropanol P). Pada kumpulan sari, tambahkan

Na2SO4 anhidrat P. Saring, uapkan pada suhu tidak lebih dari 50oC.

Larutkan sisa dengan 2 ml metanol P.

(Tim Penyusun, 2008)

B. Percobaan terhadap Glikosida Jantung

Cara percobaan:

a. Encerkan 0,1 ml larutan percobaan dengan 2,9 ml methanol P,

tambahkan Baljet LP, terjadi warna jingga setelah beberapa menit,

menunjukkan adanya glikosida dan aglikon kardenolida.

b. Uapkan 0,2 ml larutan percobaan di atas tangas air. Larutkan sisa

dengan 3 ml asam asetat P dengan sedikit pemanasan, dinginkan.

Teteskan besi (III) klorida 0,3 M, kemudian tambahkan hati-hati

campuran iniasm sulfat P dan 1 tetes besi (III) klorida 0,3 M,

terbentuk cincin berwarna merah coklat pada batas cairan, setelah

beberapa menit di atas cincin berwarna biru hijau, menunjukkan

adanya glikosida dan glikon 2-deoksigula (reaksi Keller-Kiliani).

Page 10: Tugas Fito Digitalis

Dari kedua percobaan di atas, serbuk mengandung glikosida jantung

jika paling kurang reaksi menunjukkan adanya aglikon kardenolida

dan glikon 2-deoksigula.

(Anonim a, 1995)

Skema Kerja Uji Pendahuluan Glikosida:

A. Pembuatan Larutan Percobaan

Disari dengan 90 ml campuran

etanol 95% : air (7:3), selama 10 menit, lalu disaring.

di(+) 25ml air + 11ml Pb (II) asetat 0,93 M

kocok, diamkan selama 5 menit, dan saring

disari 3X, dengan 20 ml campuran

kloroform:isopropanol (3:2)

di (+)Na2SO4 anhidrat P, saring dan uapkan

dilarutkan dengan 2 ml methanol P

B. Percobaan Terhadap Glikosida Jantung

Larutan A

Residu

Sari

Filtrat

20 ml Filtrat

9 gram simplisia

Page 11: Tugas Fito Digitalis

Uji 1.

diencerkan dengan 2,9 ml metanol P

(+) 5tts Baljet LP

Uji 2.

diuapkan

dilarutkan dengan 3 ml asam asetat P + sedikit

pemanasan lalu didinginkan

diteteskan FeCl3 0,3 M lalu ditambahakan 3 ml asam

sulfat P dan 1 tetes FeCl3 0,3 M

setelah beberapa menit

3.2.2. Penentuan Glikosida Jantung dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Alat dan Bahan

0,1 ml Larutan A

Campuran

terbentuk warna jingga Mengandung glikosida dan aglikon kardenolida

0,1 ml Larutan A

Residu

Larutan

Terbentuk cincin warna merah coklat pada batas

cairan

Terbentuk cincin berwarna hijau biru

Mengandung glikosida dan glikon 2-deoksigula

Page 12: Tugas Fito Digitalis

Alat : Chamber

Gelas ukur

Pipet ukur

Pipet kapiler

Cawan porselin

Alat Pengering

Beaker gelas

Batang pengaduk

Kertas saring

Corong

Water bath

Bahan : Silika gel GF 254

Campuran Etil asetat: Methanol: air

(100: 13,5 : 10) sebanyak 20 ml

Vanillin-asam sulfat

Komponen Kromatografi Lapis Tipis

Fase diam : Silika gel GF 254

Fase gerak : Etil asetat : Metanol : Air (100 : 13.5 : 10)

Cuplikan : Larutan uji

Jumlah totolan : 1 mikro pipet dan 0,5 mikro pipet

Waktu penjenuhan : 15 menit

Waktu pengembangan : Hingga selesai

Cara Kerja:

Chamber dijenuhkan dengan 20 ml eluen yang terdiri dari campuran

etil asetat-metanol-air (100:13,5:10)v/v. Buat larutan percobaan dengan

cara menambahkan 3 ml campuran kloroform-metanol (1:1) v/v ke

dalam 200 mg simplisia. Aduk sambil dihangatkan di atas penangas air

selama 10 menit. Dinginkan dan saring. Uapkan filtrat hingga kering.

Larutkan residu dalam 2 ml campuran kloroform-metanol (1:1) v/v

Page 13: Tugas Fito Digitalis

untuk ditotolkan pada lempeng silika gel GF 245. lalu dielusi. Deteksi

dengan vanilin-asam sulfat, dipanaskan (Tim Penyusun, 2008).

Skema Kerja Penentuan Glikosida Jantung dengan Kromatografi Lapis Tipis:

Dijenuhkan dengan 20 ml campuran

Etil asetat: Methanol: Air selama 15 menit,

Ditotolkan pada plat KLT

deteksi spot dengan Vanillin 5% asam sulfat, dipanaskan

3.2.3. Penetapan Susut Pengeringan Simplisia

Amati spot, harga rf dihitung

Elusi

1 µ pipet & 0,5 µ pipet filtrat

Chamber

Page 14: Tugas Fito Digitalis

Alat dan Bahan

Alat : Botol timbang

Timbangan

Oven

Bahan : Simplisia Digitalis folium

Cara Kerja:

Simplisia Digitalis folium ditimbang sebanyak 2 gram dan dimasukkan

dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan

pada suhu 1050C selama 30 menit dan telah di tara. Masukkan simplisia ke

dalam botol timbang tersebut dan ditimbang dengan seksama botol timbang

beserta isinya. Perlahan-lahan dengan menggoyang, ratakan simplisia sampai

setinggi lebih kurang 5 mm dan dalam hal zat ruahan tidak lebih dari 10 mm.

Masukkan ke dalam oven, buka sumbat dan biarkan sumbat ini di dalam

oven. Panaskan pada suhu 1050C hingga bobot botol timbang beserta isisnya

tetap. Pada akhir pemanasan, oven dibuka dan botol segera ditutup dan

biarkan di dalam desikator sampai suhunya mencapai sehu kamar sebelum

ditimbang kembali (Anonim b, 1995).

Skema Kerja Penetapan Susut Pengeringan Simplisia :

Page 15: Tugas Fito Digitalis

Ditimbang sebanyak 2 gram, kemudian dimasukkan ke

dalam botol timbang yang sebelumnya telah

dipanaskan pada suhu 1050C selama 30 menit dan

telah ditara

Ditimbang secara seksama, lalu digoyang untuk

meratakan zat uji.

Masukkan ke dalam oven dengan suhu 1050C dan

sumbat botol dibuka, dipanaskan sampai bobot

botol+isinya tetap . lalu dikeluarkan dri oven, botol

segera ditutup lalu didinginkan sampai mencapai suhu

kamar

3.2.4. Penetapan Kadar Air Simplisia Digitalis Folium

Botol timbang + simplisia

Simplisia

Botol timbang + simplisia

Desikator

Page 16: Tugas Fito Digitalis

Alat dan Bahan

Alat : Seperangkat alat destilasi azeotrop

Timbangan

Gelas ukur

Hot plate

Bahan : Simplisia Digitalis folium

Toluen

Air suling

Asam kromat

Cara Kerja:

Dilakukan penjenuhan 200 ml toluen dengan air menggunakan corong

pisah. Serbuk simplisia yang telah ditimbang sebanyak 1 g dimasukkan ke

dalam labu lalu ditambahkan dengan toluen yang sudah jenuh air. Labu

dihubungkan dengan alat destilasi. Selanjutnya ibu dipanaskan sampai

mendidih lalu disuling dengan kecepatan lebih kurang 2 tetes/detik hingga

sebagian air tersuling. Setelah toluen dan air memisah sempurna, dibaca

volume air dan dihitung kadar dalam persen.

Skema Kerja Penetapan Kadar Air Simplisia Digitalis Folium :

Page 17: Tugas Fito Digitalis

Dijenuhkan dengan air

menggunakan corong pisah

Dihubungkan dengan alat destilasi

Lalu dipanaskan hingga toluen mendidih,

Lalu disuling dengan kecepatan 2

tetes/detik

3.3. Isolasi Senyawa Aktif

Dibaca volume air, dihitung kadar air dalam %

Air tersuling (air dan toluen memisah

sempurna)

Toluen jenuh air

Toluen 1 gram serbuk digitalis

Labu

Page 18: Tugas Fito Digitalis

3.3.1. Metode Isolasi

3.3.1.1. Metode Ekstraksi dengan Refluks

Alat dan Bahan:

Alat : Seperangkat alat refluks

Pendingin alir balik

Beaker glass

Gelas ukur

Kertas saring

Corong pisah

Corong

Batang pengaduk

Heater

Bahan: 5,0 gram Serbuk Digitalis

35,0 ml etanol 96%

15,0 ml akuades

25 ml larutan timbal asetat 10%.

150,0 mL kloroform

natrium sulfat anhidrat

Cara Kerja:

Sebanyak 5,0 gram serbuk Digitalis folium dimasukkan

ke dalam labu refluks. Sebelum dimasukkan ke dalam labu

serbuk Digitalis folium dibungkus terlebih dahulu dengan kertas

saring. Kemudian ditambahkan cairan penyari sebanyak 50 ml

(yang terdiri dari 35 ml etanol 96% dan 15 ml akuades).

Kemudian labu dihubungkan dengan alat refluks. Kemudian

dipanaskan dengan suhu yang tidak lebih dari 500C selama 2,5

jam. Setalah proses ekstraksi selesai, cairan penyari dkeluarkan

dari labu dan ditampung dalam gelas beaker. Kemudian

ditunggu sampai agak dingin, lalu ditambahkan larutan Pb-asetat

10% sebanyak 25 ml. Kemudian disaring dengan kertas saring.

Filtratnya ditampung. Untuk proses selanjutnya dilanjutkan

dengan ekstraksi dengan kloroform. Filtrat hasil penyarian

Page 19: Tugas Fito Digitalis

refluks dibagi menjadi 2 bagian. Masing-masing bagian

diekstraksi dengan 37,5 ml kloroform sebanyak 2 kali.

Kemudian setelah ekstraksi selesai, bagian yang diambil adalah

fase yang terpisah yang berada pada bagian bawah. Hasil

ekastraksi tersebut kemudian dikumpulkan pada suatu tempat

dan diuapkan dengan suhu tidak lebih dari 500C sampai

mendapatkan rendemen akhir sebanyak 2 gram. Kemudian

rendemen akhir ditambahkan natrium sulfat anhidrat, lalu di

saring kembali dengan kertas saring.

Skema Kerja Refluks Simplisia Digitalis Folium:

Dibungkus dengan kertas saring, dimasukan ke dalam labu, kemudian ditambah cairan penyari (35,0 ml etanol 96% dan 15 ml akuades). Alat refluks dihubungkan dan dipanaskan pada suhu tidak lebih dari 500C selama 2,5 jam.

Ditambahkan larutan Pb-asetat 10%, kemudian disaring dengan kertas saring

Dibagi menjadi dua bagian kemudian masing-masing

bagian diekstraksi dengan 37,5 ml sebanyak 2x

Diuapkan pada suhu tidak lebih dari 500C sampai tersisa 2

gram kemudian ditambahkan natrium sulfat anhidrat,

disaring

3.3.1.2. Metode Ekstraksi dengan Maserasi

Sari

Filtrat

Cairan penyari hasil refluks

5,0 gram simplisia

Ekstrak kental

Page 20: Tugas Fito Digitalis

Alat dan Bahan:

Alat : Bejana tertutup atau wadah tertutup

Beaker glass

Gelas ukur

Kertas saring

Corong pisah

Corong

Batang pengaduk

Heater

Bahan: 1,0 gram Serbuk Digitalis

20,0 ml etanol 50%

10,0 ml Larutan timbal asetat 10%.

30,0 mL kloroform

natrium sulfat anhidrat

Cara Kerja:

Cuplikan serbuk daun 1,0 gram dimasukkan ke dalam

beaker glass kemudian ditambahkan etanol 50 % sebanyak 20

ml dan 10,0 mL larutan timbal asetat 10%. Larutan diaduk dan

ditutup dengan aluminium foil didiamkan selama 5 hari, dimana

dilakukan pengadukan setiap harinya. Setelah 5 hari larutan

disaring. Filtrat yang didapat diendapkan kembali selama 2 hari.

Setelah 2 hari, filtrat disaring kemudian diekstraksi dengan

kloroform sebanyak dua kali masing-masing 15 ml kloroform.

Selanjutnya hasil ekstraksi ditampung pada cawan penguap dan

ditambahkan dengan natrium sulfat anhidrat secukupnya yang

sebelumnya telah dioven pada suhu 120 0C selama 30 meinit dan

didinginkan pada desikator secukupnya. Ekstrak disaring

dengan kertas saring lalu diuapkan pada suhu 50 0C sampai

diperoleh ekstrak kental.

Page 21: Tugas Fito Digitalis

Skema Kerja Maserasi Simplisia Digitalis:

Dimasukkan ke dalam beaker glass, ditambahkan 20,0 ml

etanol 50% dan 10,0 mL larutan timbal asetat 10%

Diekstraksi dengan kloroform sebanyak 2 kali masing-

masing 15 ml kloroform

Dikeringkan dengan natrium sulfat anhidrat, lalu disaring

dan diupkan pada suhu 50 0C

3.3.1.3. Metode Ekstraksi dengan Soxhlet

Sari

Filtrat 1

1,0 gram simplisia

Ekstrak kental

Page 22: Tugas Fito Digitalis

Alat dan Bahan:

Alat : Beaker glass

Gelas ukur

Kertas saring

Seperangkat alat soxhlet

Cawan porselen

Corong pisah

Corong

Batang pengaduk

Heater

Timbangan digital

Bahan: 1,0 gram Serbuk Digitalis

370 ml etanol 50%

Larutan timbal asetat 10%

15,0 mL kloroform

Cara Kerja:

Cairan penyari (370 ml etanol 50%) dimasukkan ke dalam

labu pada alat soxhlet. Serbuk digitalis folium dimasukkan ke

dalam kertas saring yang dibentuk seperti tabung kemudian

dimasukkan ke dalam tabung pada alat soxhlet. Cairan penyari

dipanaskan sampai mendidih sehingga uapnya akan merendam

simplisia setelah mengalami pengembunan oleh pendingin balik.

Setelah mencapai volume satu sirkulasi, cairan akan turun

kembali ke labu. Proses dilanjutkan hingga mencapai 6 kali

sirkulasi.

Hasil soxhlet diuapkan dalam cawan porselen dengan suhu

di bawah 500C lalu ditambahkan Pb-asetat 10% dan penguapan

dilanjutkan kembali. Selanjutnya dilakukan partisi

menggunakan corong pisah. Ekstrak yang telah yang diuapkan

tadi dimasukkan ke dalam corong pisah lalu ditambahkan 15 mL

kloroform. Fase ini dikocok perlahan hingga terjadi pemisahan

lalu diambil filtratnya. Ekstraksi dilakukan sebanyak 3 kali.

Page 23: Tugas Fito Digitalis

Hasil ekstrasi diuapkan pada suhu dibawah 500C hingga

diperoleh ekstrak kental.

Skema Kerja Soxhletasi Simplisia Digitalis:

dimasukkan

dimasukkan dimasukkan

dirangkai

diuapkan

terembunkan oleh kondensor

mencapai satu sirkulasi

dilanjutkan hingga 6 sirkulasi

diuapkan dengan suhu di bawah 500C + Pb-asetat

dipartisi dengan 15 mL kloroform pada corong pisah (3 kali)

diuapkan dengan suhu di bawah 500C

3.3.2 Metode Pemisahan

3.3.2.1. Metode Pemisahan dengan Kolom G3

Cairan penyari(370 ml etanol 50%)

Labu Soxhlet

Kertas saring(bentuk abung)

Tabung Soxhlet

Serbuk digitalis

Soxhlet

Labu Soxhlet Tabung Soxhlet

Cairan penyari

Mendidih

Merendam simplisia

Cairan turun kembali ke labu

Hasil soxhletasi

Hasil penguapan

Ekstrak

Ekstrak kental

Page 24: Tugas Fito Digitalis

Alat dan Bahan:

Alat : Tabung atau kolom G3

Beaker glass

Gelas ukur

Corong

Kertas saring

Bahan: Serbuk silika gel

Etil asetat

Metanol

Air

Ekstrak kental hasil refluks

Cara Kerja:

2 gram ekstrak digerus dengan 2 gram silika gel hingga

kering dan homogen. Disiapkan kolom dengan menggunakan

corong G3. Dasar kolom diisi dengan kertas saring sesuai

dengan diameter, lalu dimasukkan silika gel hingga setinggi 2,5

cm. Dimasukkan kembali kertas saring dan diisi ekstrak yang

akan dianalisis (yang telah digerus dengan silika gel). Ditutup

kembali dengan kertas saring. Kemudian dimasukkan seri

pelarut secara bertahap sebagai berikut :

No fraksiPerbandingan pelarut

etil asetat (mL) metanol (mL)1 10,0 0,02 9,0 1,03 8,0 2,04 7,0 3,05 6,0 4,06 5,0 5,07 4,0 6,08 3,0 7,09 2,0 8,010 1,0 9,011 0,0 10,0

Pompa vakum dinyalakan dan setiap fraksi ditampung dalam

botol vial serta diberi tanda. Setelah semua fraksi diperoleh,

Page 25: Tugas Fito Digitalis

setiap fraksi diuapkan di atas penangas air dengan suhu di

bawah 50oC hingga diperoleh ekstrak kental.

Skema Kerja Pemisahan dengan Kolom G3:

Dasar kolom diisi kertas saring

Di atas silika, ditambahkan kertas saring

digerus hinggga kering

dan homogen

di tutup kembali dengan kertas saring

vakum dihidupkan

diuapkan pada penangas dengan suhu 500C

3.3.2.2. Metode Pemisahan dengan Kromatografi Kolom

Alat dan Bahan:

Alat : Tabung atau kolom

Beaker glass

Siapkan kolom + corong G3

Silika gel dimasukkan ke dalam kolom setinggi 2,5 cm

Ke dalam kolom dimasukkan simplisia yang telah digerus dengan

silika gel

Dimasukkan seri pelarut seperti pada tabel

2 gram ekstrak

2 gram silika gel

Fraksi

Ekstrak kental

Page 26: Tugas Fito Digitalis

Gelas ukur

Corong glass

Bahan: 52 gram serbuk silika gel 40 mesh

Glass wool

50 ml Methanol

200 ml larutan eluen dengan campuran Etil

asetat: Metanol: Air (100:13.5:10)

Cara Kerja:

Buat bubur silika dengan cara 52 gram silika gel

dicampurkan kedalam 50 ml methanol, kemudian campuran

tersebut diaduk hingga menjadi bubur. Kolom disiapkan, glas

wol yang telah dibasahi methanol terlebih dahulu dimasukkan

kedalam kolom. Setelah kolom terisi dengan glas wool,

kemudian mulailah kedalamnya dimasukkan bubur silika

menggunakan pipet secara kontinyu. Usahakan agar kolom yang

terbentuk tidak berlapis – lapis. Setelah bubur silika mencapai

ketinggian batas yang telah ditentukan, maka penambahan bubur

dapat dihentikan. Kolom yang telah jadi ditambahkan pelarut

kedalamnya hingga mencapai batas, kemudian kolom ditutup

menggunakan alumunium foil. Diamkan selama 1 hari. Hal ini

dimaksudkan agar kolom yang dibuat menjadi lebih kompak.

Setelah itu keran dibuka, alirkan pelarut yang ada diatas kolom

hingga tersisa setipis mungkin, lalu hasil ekstraksi yang

diperoleh dimasukkan kebagian atas fase diam secara perlahan

dan merata (usahakan sampel dibuat setipis mungkin, sehingga

menyerupai pita). Kemudian fase gerak yang ada ditambahkan

secara perlahan- lahan. Kecepatan alir fase gerak diatur sesuai

dengan keinginan, namun usahakan jangan terlalu cepat ataupun

sebaliknya, sebab hal ini dapat memberikan hasil yang tidak

memuaskan. Eluat yang keluar dari keran selanjutnya ditampung

pada botol – botol kecil, yang mana setiap botolnya

menampung 5 ml eluat. Eluasi kolom dilakukan hingga semua

Page 27: Tugas Fito Digitalis

komponen keluar dari kolom hal ini ditandai dengan warna eluat

yang ditampung menjadi bening. Fraksi dengan pola noda sama

(Rf hampir sama) digabung, kemudian diuapkan, setelah

dilakukan KLT sebelumnya.

Skema Kerja Pemisahan dengan Kromatografi Kolom :

52 gram silika gel + 50 ml metanol Siapkan kolom

Page 28: Tugas Fito Digitalis

(+) glass wool yang sudah

dibasai dengan metanol

Dimasukkan dengan pipet tetes secara kontinu

Usahakan kolom yang terbentuk tidak berlapis

dan bergelembung. Penambahan bubur dihentikan bila sudah mencapai batas tertentu

(+) pelarut sampai batas kemudian tutup dengankertas aluminium foil. Diamkan selama 1 hari

Keran dibuka, pelarut dialirkandi atas kolom hingga tersisa setipis mungkin. (+) hasil ekstraksi secara perlahan dan merata

(+) fase gerak secara perlahan-lahan, kecepatan alir diatur

Eluat ditampung pada fial 5 ml. Lakukan eluasi kolom sampai semua komponen keluar (warna eluat yang keluar bening)

3.4. Uji Kualitatif

3.4.1. Metode Uji Kualitatif Secara Kromatografi Lapis Tipis

3.4.1.1. Komponen Kromatografi Lapis Tipis

Fase diam : Silika gel GF 254

Fase gerak : Etil asetat : Metanol : Air (100 : 13.5 : 10)

Bubur silika Kolom yang sudah berisi bubur silika gel

Kolom

Kolom yang berisi pelarut

Kolom + hasil ekstraksi

Eluat

Dilakukan penomeran pada eluat

Fraksi yg sama digabungkan, & diuapkan

Page 29: Tugas Fito Digitalis

Cuplikan : Eluat

Jumlah totolan : 1 mikro pipet

Waktu penjenuhan : 15 menit

Waktu pengembangan : Hingga selesai

Pendeteksi : Larutan Vanilin 5% dalam asam sulfat dan

UV 365

3.4.1.2. Cara Kerja Kromatografi Lapis Tipis

Chamber dijenuhkan dengan eluen sebanyak 50 ml

(campuran Etil asetat : Metanol : Air (100 : 13.5 : 10).

Kemudian hasil eluat yang diperoleh ditotolkan pada plat silika

gel GF 254, kemudian plat KLT tersebut dielusi. Setelah selesai

terelusi, plat KLT dikeringkan dengan cara diangin-anginkan.

Kemudian spot diamati di bawah sinar UV 365. Kemudian

disemprot dengan larutan pendeteksi.

Skema Kerja Kromatografi Lapis Tipis :

Dijenuhkan dengan 50 ml campuran

Etil asetat: Methanol: Air selama 15 menit,

Ditotolkan pada plat KLT

Amati spot pada UV 365 dan deteksi spot dengan

larutan pendeteksi

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

4.1 Penetapan Susut Pengeringan Simplisia Digitalis Folium

(Data Kelompok IVB Rabu)

Amati spot, harga Rf dihitung

Elusi

1 µ pipet eluat

Chamber

Page 30: Tugas Fito Digitalis

Menimbang serbuk Digitalis folium = 2 gram

Menimbang botol timbang = 44,895 gram

Penimbangan botol timbang + simplisia (sebelum pemanasan) = 46,713 gram

Penimbangan botol timbang + simplisia (sesudah pemanasan I) = 46,707 gram

Penimbangan botol timbang + simplisia (sesudah pemanasan II) = 46,704 gram

Berat simplisia akhir = (berat botol timbang + simplisia sesudah pemanasan II) –

(berat botol timbang)

= 46,704 gram - 44,895 gram

= 1,809 gram

Jadi Susut Pengeringan Simplisia Digitalis folium = 2 gram - 1,809 gram

= 0,191 gram

% Susut kering =

=

= 9,55 %

4.2 Penetapan Kadar Air Simplisia

(Data Kelompok IA Senin)

Jumlah simplisia = 1 gram

Volume air = 7,5 ml

% Kadar air =

=

= 3,75 %

4.3 Ekstraksi dengan Refluks

(Data Kelompok IVB Rabu)

Rendemen akhir sebelum dipisahkan dengan kolom G3 = 2 gram

4.4 Ekstraksi dengan Maserasi

(Data Kelompok IIIB Rabu)

Berat serbuk simplisia Digitalis folium = 1 gram

Page 31: Tugas Fito Digitalis

Berat ekstrak setelah di maserasi = 11,48 gram

Berat setelah diuapkan (rendemen akhir) = 8,87 gram

4.5 Ekstraksi dengan Soxhlet

(Data kelompok IIA Senin)

Simplisia yang digunakan 1 gram

Pelarut etanol 96% = 193 ml dan air = 177ml, total jumlah eluen 370 ml

Siklus yang terjadi sebanyak 6 kali

Rendemen akhir yang didapat = 1,46 gram

4.6 Pemisahan dengan Kolom G3

(Data Kelompok IVB Rabu)

Pemisahan dengan kolom G3 menghasilkan 11 fraksi dengan eluen yang

digunakan secara gradien dan ditampung dengan botol vial.

4.7 Pemisahan dengan Kromatografi Kolom

(Data Kelompok IIIB Rabu)

Pemisahan dengan kromatografi kolom menghasilkan 11 fraksi dengan eluen yang

digunakan secara isokhratik dan ditampung dengan botol vial.

4.8 Uji Kualitatif dengan Kromatografi Lapis Tipis

(Data Kelompok IVB Rabu)

Nomor Vial

Harga Rf Warna spot Komponen

1 - - -

20,28 Kuning kecoklatan glikosida purpurea A0,67 Kuning kecoklatan digitoksin

Page 32: Tugas Fito Digitalis

3 0,83 hijau muda  4 - - -5 0,58 Biru gitoksin6 - - -7 - - -8 0,53 hijau biru gitoksin9 - - -10 0,56 Biru gitoksin11 - - -

Menurut Stahl (1985) Hasil Kromatografi Lapis Tipis

Komponen HRf Fluoresensi dengan IV, UV 365Digitoksin 57-60 Kuning kecoklatanGitoksin 53-55 Biru mudaGlikosida Purpurea A 25-30 Kuning kecoklatanGlikosida Purpurea B 20-25 Biru muda

Data KLT Kelompok IA Senin

No

VialHarga Rf

Warna SpotKomponen

UV 366 nm Vanilin - asamsulfat

1 - - - -

3 - - - -

5 0,7 - Biru tua Gitoksin

7 0,82 - Biru tua Gitoksin

9 0,83 - Biru tua Gitoksin

11 0,84 - Biru tua Gitoksin

Page 33: Tugas Fito Digitalis

BAB V

PEMBAHASAN

Glikosida merupakan salah satu kandungan aktif tanaman yang termasuk dalam

kelompok metabolit sekunder. Di dalam tanaman glikosida tidak lagi menjadi senyawa

Gambar 1. Plat KLT untuk totolan vial I - VI

Gambar 2. Plat KLT untuk totolan vial VII - XI

Page 34: Tugas Fito Digitalis

lain, kecuali bila memang mengalami peruraian akibat pengaruh lingkungan luar.

Glikosida merupakan suatu senyawa yang terdiri dari gabungan antara dua bagian

senyawa, yaitu senyawa gula dan non gula, atau yang sering disebut dengan glikon dan

aglikon, yang mana kedua senyawa ini dihubungkan oleh suatu ikatan berupa jembatan

oksigen (O-glikosida), jembatan nitrogen (N-glikosida), jembatan sulfur (S-glikosida)

dan jembatan karbon (C-glikosida). Bagian gula biasa disebutvglikon sementara

bagian bukan gula disebut aglikon atau genin. Apabila glikon dan aglikon saling

terikat maka senyawa ini disebut glikosida. Glikosida steroid adalah glikosida yang

aglikonnya berupa steroid. Glikosida steroid disebut juga glikosida jantung karena

memiliki daya kerja kuat dan spesifik terhadap jantung (Gunawan., dkk. 2004).

Secara kimiawi bentuk struktur glikosida jantung sangat mirip dengan asam

empedu, yaitu bagian gula yang menempel pada posisi tiga dari inti steroid dan bagian

aglikonnya berupa steroid yang terdiri dari dua tipe, yaitu tipe kardenolida dan tipe

bufadienolida. Tipe kardenolida merupakan tipe yang paling banyak di alam. Tipe

kardenolida merupakan steroid yang mengandung atom C-23 dengan rantai samping

terdiri dari lingkaran lakton 5-anggota yang tidak januh dan alfa-beta menempel pada

atom C nomor 17 bentuk beta. Sementara tipe bufadienolida berupa homolog dari

kardenolida dengan atom C-24 dan mempunyai rantai samping lingkaran keton 6-

anggota tidak jenuh ganda yang menempel pada atom C nomor 17. bufadenolida

berasal dari nama genus bufo, sedangkan prototipe dari senyawa bufadenolida berupa

senyawa bufalin yang terkandung di dalam kulit berudu (Gunawan., dkk. 2004).

Rumus bangun senyawa aktif yang terkandung dalam Digitlis folium (Stahl, 1985):

Page 35: Tugas Fito Digitalis

Pada praktikum isolasi glikosida jantung daun Digitalis purpurea L. ini diawali

dengan penentuan susut kering simplisia dan penentuan kadar kering simplisia dari

serbuk daun Digitalis purpurea L. Kemudian dilakukan proses isolasi senyawa aktif

yang terdapat pada simplisia Digitalis folium dengan metode refluks. Setelah itu,

dilakukan metode pemisahan dengan kolom G3. Terakhir dilakukan analisis kualitatif

dari fraksi-fraksi yang dihasilkan dari pemisahan dengan kolom G3 dengan metode

analisis dengan kromatografi lapis tipis (KLT).

Pada penentuan susut kering simplisia Digitalis folium berfungsi untuk

menetapkan semua jenis bahan yang mudah menguap dan hilang pada kondisi tertentu

(dalam hal ini pemanasan pada suhu 1050C) (Anonim b, 1995). Menurut Anonim

(1979) susut pengeringan adalah kadar bagian zat yang menguap. Dari percobaan yang

telah dilakukan bagian zat dari simplisia Digitalis folium yang mengalami susut

pengeringan sebesar 0,191 gram dari 2 gram simplisia yang digunakan pada awal

percobaan, dengan persentase susut pengeringannya sebesar 9,55%. Menurut Anonim

(1979), susut pengeringan dari Digitalis folium adalah tidak lebih dari 5%. Sehingga

data yang diperoleh dari percobaan lebih besar dari yang tercantum pada pustaka. Hal

ini kemungkinan serbuk simplisia Digitalis folium yang digunakan mengadung bahan

yang mudah menguap cukup banyak selain air. Hal ini mungkin disebabkan serbuk

simplisia ini terkena kontaminan sebelum digunakan atau pada saat penyimpanan oleh

bahan yang mudah menguap yang terserap oleh serbuk siplisia Digitalis folium ini.

Pada penetapan kadar air simplisia berfungsi untuk mengetahui berapa jumlah

kadar air yang terkandung dalam suatu simplisia. Alasan perlu dilakukannya penetapan

kadar air simplisia karena sebagian besar bahan yang tercantum dalam farmakope

berupa senyawa hidrat atau mengandung air dalam bentuk terserap (Anonim b, 1995).

Dari percobaan didapatkan % kadar air yang terkandung dalam simplisia Digitalis

folium sebesar 3,75%. Menurut Anonim b (1995), simplisia Digitalis folium

mengandung air tidak lebih dari 5,0%. Sehingga simplisia Digitalis folium yang

digunakan pada percobaan ini masih memenuhi standar yang tertera pada Farmakope.

Metode penetapan kadar air yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah metode

destilasi azeotrop (destilasi toluen) . Selain metode azeptrop, metode lain yang dapat

digunakan untuk menetapkan kadar air simplisia yaitu metode titrimetri dan metode

gravimetri (Anonim b, 1995).

Page 36: Tugas Fito Digitalis

Pada proses isolasi kandungan senyawa aktif dari simplisia Digitalis folium

menggunakan metode refluks. Prinsip metode ini adalah mengisolasi kandungan

senyawa aktif menggunakan pemanasan yang menyebabkan pelarut yang sebagai

cairan penyari menguap dan selanjutnya mengembun akibat uap melewati pendingin

balik (Anonim, 1986). Namun, susunan alat refluks pada percobaan yang kami lakukan

tidak seperti alat refluks pada umumnya yaitu tidak adanya tabung untuk

menempatkan serbuk simplisia. Sehingga serbuk simplisia yang sudah dibungkus

dengan kertas saring langsung terendam pada labu yang berisi cairan penyari. Setelah

didapatkan isolat dari hasil refluks selanjutnya isolat ditambahkan dengan larutan Pb-

asetat 10%. Fungsi penambahan larutan Pb-asetat ini berfungsi untuk mengikat dan

menghilangkan klorofil dari isolat yang didapat. Fungsi penghilangan klorofil dari

isolat ini agar tidak mengganggu proses analisis pada uji kualitatif. Selanjutnya isolat

disaring dan kemudian filtrat hasil penyaringan ini diekstraksi dengan kloroform dan

bagian yang diambil dari ekstraksi dengan kloroform ini adalah fase yang terletak pada

bagian bawah. Tujuan ekstraksi dengan kloroform ini adalah mengambil kandungan

aktif yang terdapat pada simplisia Digitalis folium yang bersifat semipolar dengan

asumsi bahwa kandungan senyawa aktif pada Digitalis folium yang bersifat semipolar

akan larut pada kloroform yang bersifat semipolar. Kemudian hasil ektraksi kloroform

ini di uapkan dengan suhu tidak lebih dari 500C karena senyawa aktif yang terkandung

pada simplisia Digitalis folium sebagian besar tidak tahan terhadap panas. Setelah

diuapkan diperoleh rendemen akhir sebanyak 2 gram.

Keuntungan dari proses isolasi dengan menggunakan metode refluks adalah

penggunaan cairan penyari yang lebih efisien, waktu penyarian lebih singkat, dan

konsentrasi isolat yang didapat lebih pekat. Kelemahan atau kekurangan metode

refluks ini adalah tidak baik digunakan pada senyawa yang tidak tahan panas,

diperlukan peralatan yang khusus untuk melakasanakan proses isolasi dengan metode

refluks ini. Selain proses isolasi dengan refluks, terdapat pula proses isolasi senyawa

aktif yang lain, yaitu maserasi, soxhletasi, dan perkolasi. Maserasi adalah proses isolasi

senyawa aktif dengan prinsip kerjanya dengan cara merendam serbuk simplisia dalam

cairan penyari (Anonim, 1986). Keuntungan dari proses isolasi dengan menggunakan

metode maserasi adalah peralatan yang digunakan sederhana, baik digunakan untuk

isolasi senyawa aktif yang tidak tahan pemanasan. Kelemahan atau kekurangan metode

maserasi ini adalah waktu penyariannya cukup lama (sampai berhri-hari) dan cepat

terjadi penjenuhan pada cairan penyari yang berakibat konsentrasi isolat kurang pekat

Page 37: Tugas Fito Digitalis

(penyarian kurang sempurna). Soxhletasi adalah proses isolasi senyawa aktif dengan

prinsip kerjanya dengan pemanasan cairan penyari kemudian uap cairan penyari naik

melewati pipa samping yang kemudian diembunkan kembali oleh pendingin tegak

sehingga turun ke labu melalui tabung yang berisi serbuk simplisia sambil melarutkan

zat aktinya (Anonim, 1986). Keuntungan dari proses isolasi dengan menggunakan

metode soxhlet adalah penggunaan cairan penyari yang lebih efisien, waktu penyarian

lebih singkat, dan konsentrasi isolat yang didapat lebih pekat. Kelemahan atau

kekurangan metode soxhlet ini adalah tidak baik digunakan pada senyawa yang tidak

tahan panas, diperlukan peralatan yang khusus untuk melakasanakan proses isolasi

dengan metode soxhlet ini. Perkolasi adalah metode isolasi senyawa aktif dengan lata

yang disebut oerkolator yang prinsip kerjanya dengan cara mengalirkan cairan penyari

melalui serbuk simplisia yang telah terbasahi (Anonim, 1986). Keuntungan dari proses

isolasi dengan menggunakan metode perkolasi adalah terdapat aliran cairan penyari

yang menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang

konsentrsinya lebih rendah sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi, baik

digunakan untuk mengisolasi senyawa aktif yang tidak tahan panas dan cara

pengerjaannya cukup sederhana. Kelemahan atau kekurangan metode perkolasi ini

adalah penggunaan cairan penyari yang tidak efisien dan waktu penyarian yang cukup

lama.

Pada proses pemisahan isolat yang diperoleh dari proses refluks menggunakan

metode kolom G3. Metode ini digunakan untuk mengatasi masalah yang timbul pada

pengerjaan kromatografi kolom. Meskipun kromatografi kolom merupakan metode

yang paling efisien untuk memisahkan campuran kompleks, tetapi pengerjaannya

sangat menyita waktu dan sulit untuk mempertahankan kondisi kolom tetap baik

selama proses pemisahan. Kromatografi kolom G3 memiliki memiliki beberapa

keuntungan seperti waktu pengerjaan yang lebih singkat, biaya yang lebih murah, cara

pengerjaan yang lebih sederhana, dan dapat memisahkan ekstrak dalam jumlah yang

lebih banyak. Hal ini disebabkan kolom G3 dikemas secara kering dengan

menggunakan vakum untuk memperoleh kekompakan yang maksimum. Kromatografi

ini bertujuan memisahkan komponen senyawa berdasarkan kepolarannya

(Kusmardiyani dan Nawawi, 1992). Fase gerak yang digunakan adalah etil asetat dan

metanol dengan perbandingan gradien pada masing-masing fraksi sedangkan fase

diamnya adalah silika gel yang dinbuat setinggi 2,5 cm dari dasar kolom.

Digunakannya etil asetat yang bersifat non polar dan metanol yang semipolar yang

Page 38: Tugas Fito Digitalis

pada perbandingan tertentu diharapkan mampu melarutkan dan membawa senyawa

aktif yang ada pada isolat dan memisahkannya sesuai dengan kepolarannya.

Digunakan fase diam silika gel karena silikia gel merupakan jenis adsorben yang

dimanfaatkan secara luas. Permukaan silika gel terdiri atas gugus Si-O-Si dan silanol

(Si-OH). Gugus silanol bersifat sedikit asam dan polar karena mampu membentuk

ikatan hidrogen dengan solut-solut yang agak polar sampai sangat polar (Gandjar dan

Rohman, 2007). Dari hasil pemisahan dengan kolom G3 dihasilkan 11 fraksi yang

ditampung dalam botol vial. Kemudian masing-masing diuapkan untuk memperoleh

ekstrak kental yang selanjutnya diuji secara kualitatif menggunakan metode

kromatografi lapis tipis (KLT).

Uji KLT menggunakan fase diam plat silika gel GF254 dengan fase gerak

campuran etil asetat : metanol : air dengan perbandingan 100:13,5:10. Penggunaan

campuran ketiga pelarut tersebut sebagai eluen dikarenakan sifat masing-masing

pelarut yang berbeda-beda yaitu etil asetat bersifat nonpolar, metanol bersifat

semipolar, dan air bersifat polar. Adanya tiga tingkat polaritas ini bertujuan agar

senyawa-senyawa yang mempunyai tingkat kepolaran berbeda (nonpolar, semipolar,

dan polar) akan berikatan reversibel dengan pelarut yang mempunyai kepolaran sama

sehingga terpisah menjadi spot-spot tertentu. Sedangkan, dilihat dari fase diam yang

digunakan yang bersifat polar, maka senyawa-senyawa yang bersifat polar akan cepat

tertambat dan mempunyai harga Rf kecil, begitu pula sebaliknya senyawa yang

bersifat nonpolar akan tertambat jauh dari tempat penotolan dan mempunyai harga Rf

besar. Setelah elusi dengan eluen selesai, plat KLT diangin-anginkan sampai kering.

Kemudian setelah kering dideteksi dengan UV 365. Dari hasil deteksi dengan UV 365,

terdapat bercak pemadaman warna biru pada bagian atas plat KLT. Hal ini sesuai

dengan Anonim b (1995) yang menyebutkan bahwa bila diamati dengan sinar

ultraviolet 365nm akan timbul bercak biru sebagai tanda adanya senyawa glikosida

jantung. Setelah dideteksi dengan UV 365 nm, kemudian disemprot dengan larutan

pendeteksi yaitu vanilin 5 % dalam asam sulfat dan setelah disemprot timbul bercak-

bercak (spot) yang berwarna berbeda. Timbulnya spot warna yang berbeda-beda ini

akibat adanya ikatan kompleks antara asam sulfat dengan senyawa aktif yang terdapat

pada plat KLT dan ikatan kompleks ini dapat memancarkan warna yang sesuai dengan

jenis ikatan kompleks yang terjadi antara senyawa aktif dengan asam sulfat. Dari hasil

pengujian didapatkan spot pada vial II, III, V, VIII, dan X. Pada vial II didapat dua

spot dengan harga Rf 0,28 dan 0,67 dengan warna kuning kecoklatan. Jika disesuaikan

Page 39: Tugas Fito Digitalis

dengan pustaka (Stahl, 1985), spot pertama kemungkinan adalah glikosida purpurea A

sedangkan spot kedua adalah digitoksin. Dilihat dari harga Rf-nya, glikosida purpurea

A (Rf 0,28) bersifat mendekati polar, karena senyawa ini cepat tertambat pada fase

diam yang bersifat polar. Sedangkan digitoksin (Rf 0,67) bersifat semipolar. Untuk

vial III, diperoleh satu spot berwarna hijau muda dengan harga Rf 0,83 yang

kemungkinan adalah senyawa lain yang terkandung pada simplisia digitalis selain

senyawa aktifnya. Senyawa ini bersifat nonpolar karena tertambat cukup jauh dari

tempat penotolan. Pada vial V, VIII, dan X diperoleh masing-masing satu spot dengan

warna berturut-turut biru (Rf 0,58), hijau biru (Rf 0,53), dan biru (Rf 0,56).

Berdasarkan pustaka (Stahl, 1985), ketiga spot ini kemungkinan adalah senyawa

gitoksin yang bersifat semipolar.

Bila dibandingkan dengan data KLT kelompok IA Senin, terlihat sedikit

perbedaan dengan data KLT kelompok kami. Senyawa aktif yang terdeteksi pada plat

KLT kelompok kami (IVB Rabu) ada tiga senyawa yaitu glikosida purpurea A,

digitoksin, dan gitoksin. Sedangkan pada kelompok IA Senin, pada KLTnya hanya

terdeteksi satu senyawa yaitu gitoksin. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh cara

isolasi senyawa aktif yang menggunakan cara yang berbeda dimana kelompok kami

menggunakan cara isolasi dengan refluks sedangakan kelompok IA Senin

menggunakan meserasi. Perbedaan kedua cara isolasi ini adalah terletak ada atau

tidaknya pemanasan pada simplisia selama proses isolasi. Hal ini kemungkinan

disebabkan oleh kelarutan masing-masing senyawa berbeda tergantung dari

temperatur. Menurut Martin dkk (1990), kelarutan suatu senyawa bergantung pada

sifat fisika dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur,

tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang lebih kecil bergantung pada hal terbaginya

zat terlarut. Sehingga kemungkinan senyawa selain gitoksin membutuhkan suhu yang

lebih tinggi suhu ruangan untuk dapat larut dalam cairan penyari yang digunakan yaitu

etanol dan air.

BAB VI

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada saat praktikum, dapat disimpulkan sebagai

berikut:

Page 40: Tugas Fito Digitalis

1. Pada proses isolasi serbuk daun Digitalis purpurea dilakukan dalam tiga

tahapan yaitu: tahapan pre isolasi, isolasi, pemisahan, dan uji kualitatif.

Tahapan pre isolasi terdiri dari pengujian glikosida secara umum, penentuan

komponen yang terkandung dalam sampel dengan metode kromatografi lapis

tipis, penentuan susut pengeringan, dan penetapan kadar air. Untuk tahapan

isolasi digunakan metode refluks. Selain itu dapat pula digunakan metode

isolasi maserasi, soxhletasi, dan perkolasi. Untuk tahapan pemisahan

digunakan metode pemisahan menggunakan kromatografi kolom vakum cair

(kolom G3). Selain itu dapat pula digunakan metode pemisahan dengan

kromatografi kolom. Untuk tahapan uji kualitatif menggunakan metode

kromatografi lapis tipis, lalu diamati harga Rf dan warna spotnya.

2. Senyawa glikosida jantung yang kemungkinan berhasil diperoleh dengan

metode isolasi refluks dan pemisahan dengan kolom G3 antara lain: glikosida

purpurea A (dari vial II, spot pertama), digitoksin (dari vial II, spot kedua), dan

gitoksin (dari vial V, VIII, dan X) dari 11 vial yang ada.

Page 41: Tugas Fito Digitalis

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Anonim. 1986. Sediaan Galenik. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Anonim a. 1995 . Materia Medika Indonesia, Jilid VI. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Anonim b. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Anonim. 2001. Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I), Jilid 2. Jakarta : Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI Badan Pengembangan Kesehatan..

Anonim. 2004. Purple foxglove. Digitalis purpurea L.Available at : http://akweeds.uaa.alaska.edu/pdfs/species_bios_pdfs/Species_bios_DIPU.pdfOpenned : 24/11/2008

.Becker, C.A and R.C.B.V.D. Brink. 1963. Flora of Java, Vol. I : N. V. F. Noordhoff.

Netherland : Groningen-The Netherland.

Becker, C.A and R.C.B.V.D. Brink. 1965. Flora of Java, Vol. II : N. V. F. Noordhoff. Netherland : Groningen-The Netherland.

Bruneton, J. 1999. Pharmacognosy Phytochemistry Medical Plant, 2nd Edition. New York : Intercept ltd.

Claus, E.P. and V. E. Tyler. 1965. Pharmacognosy, Fifth Edition. Washington : Lea & Febiger.

Gandjar, I.G. dan A.Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Gunawan, D. dan S. Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam: Farmakognosi, Jilid I. Jakarta : Penebar Swadaya.

Katzung, B. G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi Pertama Buku 1. Jakarta : Salemba Medika.

Kusmardiyani, S. Dan A. Nawawi. 1992. Kimia Bahan Alam. Jakarta : Pusat Antar Universitas Bidang Ilmu Hayati.

Martin, A.J., A.C. Swarbrick, dan A. Cammarata. 1990. Farmasi Fisik Edisi Ketiga, Buku 1. Jakarta: UI Press.

Sthal, E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Bandung : ITB.

Page 42: Tugas Fito Digitalis

Tim Penyusun. 2008. “Petunjuk Praktikum Farmakognosi”. Bukit Jimbaran : Laboratorium Frmakognosi Jur. Farmasi F.MIPA UNUD.

Wallis, T.E. 2005. Textbook of Pharmacognosy. New Delhi : CBS Publisher & Distributors.

Page 43: Tugas Fito Digitalis

PRAKTIKUM FITOFARMASI

LAPORAN AKHIR ISOLASI GLIKOSIDA JANTUNG

DAUN Digitalis purpurea L.

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK IVB

RABU

Anggota :

1. Putu Oka Samirana (0608505043)2. Kadek Agus Edwin Sutrisna (0608505044)3. Dewa Ken Budiputra (0608505045)4. I Wayan Suka Bayu Adnyana (0608505052)5. Putu Rika Veryanti (0608505055)6. I Gde Murryastika (0608505068)7. Sonia (0608505071)8. I Wayan Arya Saputra (0608505075)9. Ni Putu Diara Sita (0608505076)

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMETIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

2009

Page 44: Tugas Fito Digitalis