Upload
ksatria-putra-abadi
View
225
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
asd
Citation preview
TUBERKULOSIS PARU PADA ANAKKsatria Putra Abadi Kabakoran /11-2014-213
PENDAHULUAN
Masalah kesehatan utama di dunia Penyakit menular lsg yg disebabkan oleh kuman tb Sekitar 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh kuman
TB Indonesia peringkat ke-3! Sebagian besar menyerang paru, TB anak usia 0-
14 tahun Masalah TB anak diagnosis, pengobatan, dan
pencegahan
DEFINISI
Penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis yg bersifat sistemik sehingga dpt mengenai hampir semua organ tubuh dgn lokasi terbanyak di paru yg biasanya merupakan lokasi infeksi primer
EPIDEMIOLOGI
Sekitar 500.000 anak menderita TB tiap tahun, 200 anak di dunia meninggal tiap hari, 70.000 anak meninggal tiap thn akibat TB
Data TB anak di Indonesia proporsi kasus TB anak di antara semua kasus TB thn 2010 adlh 9,4%, menjadi 8,5% thn 2011 dan 8,2% thn 2012.
Kasus TB Anak dikelompokkan dlm kelompok umur 0-4 thn & 5-14 thn, dgn jumlah kasus pd kelompok umur 5-14 thn yg lebih tinggi dari kelompok umur 0-4 thn.
Kasus BTA positif pd TB anak thn 2010 adlh 5,4% dari semua kasus TB anak, sedangkan thn 2011 naik menjadi 6,3% dan thn 2012 menjadi 6%.
Faktor yang menyebabkan peningkatan kasus TB Diagnosis tdk tepat Pengobatan tdk adekuat Program penanggulangan tdk dilaksanakan dgn
tepat Infeksi endemik HIV Migrasi penduduk Mengobati sendiri Meningkatnya kemiskinan Pelayanan kesehatan yg krg memadai
ETIOLOGI
Kuman Mycobacterium tuberculosis Organisme aerob Kandungan lipid yg tinggi menyebabkan organisme
bersifat tahan asam Dpt hidup dlm udara kering, maupun dingin dlm
keadaan dorman
CARA PENULARAN
Sumber penularan pasien TB dgn BTA (+) Pd waktu batuk/bersin, penyebaran melalui droplet
nuclei Ventilasi dpt mengurangi jmlh percikan, sinar
matahari lsg dpt membunuh kuman. Percikan dpt bertahan selama beberapa jam dlm keadaan gelap & lembab
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh byknya kuman yg dikeluarkan, makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan daha, makin menular pasien tsb.
FAKTOR RISIKO
• Kontak TB (+)• Daerah endemis• Kemisikinan• Lingkungan yg tdk sehat• Tempat penampungan umum yg byk pasien dewasa dengan TB aktif
• Bayi dari ibu dengan BTA sputum (+)
Risiko
Infeksi
• Usia• Konversi uji tuberkulin dlm 1 thn terakhir
• Malnutrisi• Keadaan imunokompresi• Virulensi kuman• HIV
Risiko
Sakit
Risiko Sakit TB
PATOGENESIS
Imunitas seluler terbentuk
Sistem imun baik, proliferasi kuman
terhenti
Kuman TB yg baru msk akan lsg dimusnahkan
Sebagian kecil kuman msh tetap
hidup dlm granuloma
Fokus primer di jrgn paru akan
mengalami resolusi sempurna
membentuk fibrosis
Kelenjar limfe regional jg mengalami
resolusi, tapi tdk sempurna
Kuman TB msh hdp dlm kelenjar
hingga bertahun-tahum
Komplikasi yang dapat terjadi Fokus primer di paru membesar nekrosis
perkijuan yg besar bagian tgh lesi akan mencari & keluar melalui bronkus rongga di jaringan paru
Kelenjar limfe membesar obstruksi parsial hiperinflasi di segmen distal paru obstruksi total ateletaksis
Kelenjar limfe inflamasi & nekrosis perkijuan erosi dindingbronkus TB endobronkial atau membentuk fistula
Hematogen
Occult hematogenic
spread
Sporadik, sedikit demi sedikit
Organ dengan vaskularisasi yg
baik (otak, tulang, ginjal,
paru)
Hematogenik generalisata akut
Sejumlah besar kuman masuk
TB Diseminata & milier
Protracted hematogenic
spread
Fokus perkijuan menyebar ke vaskular di
dekatnya, msk dlm darahDorman
& akan tereaktivasi bila daya tahan tubuh turun
Limfogen
MANIFESTASI KLINIS SISTEMIK1. BB turun tanpa sebab yg jelas / BB tdk naik dgn
adekuat / tdk naik dlm 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi yg baik.
2. Demam lama (≥2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yg jelas (bukan demam tifoid, ISK, malaria, dan lain-lain). Demam umumnya tidak tinggi.
3. Batuk lama ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting dan sebab lain batuk telah dapat disingkirkan.
4. Nafsu makan tidak ada / berkurang, disertai gagal tumbuh (failure to thrive).
5. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
MANIFESTASI KLINIS SPESIFIK1. TB kelenjar
Pembesaran KGB multipel (>1 KGB), diameter ≥1 cm, konsistensi kenyal, tidak nyeri, dan kadang saling melekat2. TB otakMeningitis TB: Gejala-gejala meningitis 3. TB sistem skeletal: Tulang belakang (spondilitis): Penonjolan tulang belakang (gibbus). Tulang panggul (koksitis): Pincang, gangguan berjalan, atau tanda peradangan di daerah panggul. Tulang lutut (gonitis): Pincang / bengkak pd lutut tanpa sebab yg jelas.
4. Skrofuloderma: Adanya ulkus disertai dgn jembatan kulit antar tepi ulkus (skin bridge). 5. TB mata: • Konjungtivitis fliktenularis• Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi).6. Tuberkulosis organ-organ lainnya, misalnya peritonitis TB, TB ginjal dicurigai bila ditemukan gejala gangguan pada organ-organ tersebut tanpa sebab yang jelas dan disertai kecurigaan adanya infeksi TB.
DIAGNOSIS Kriteria Diagnosis menurut WHO
Alur Diagnosis menurut Depkes
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Uji Tuberkulin PPD RT-23 TU, PPD S 5 TU Radiologis pembesaran kelenjar hilus/paratrakreal
dgn/tnpa infiltrat, konsolidasi segmental/lobular, milier, kalsifikasi dgn infiltrat, atelektasis, kavitas, efusi pleura, tuberkuloma
Serologis Mikrobiologis apusan langsung & biakkan kuman PA perkijuan, sel epiteloid, limfosit, sel datia
Langhans, atau kadang dpt jg ditemukan BTA
Uji tuberkulin positif dapat dijumpai pada 3 keadaan berikut :1. Infeksi TB alamiah
Infeksi TB tanpa sakit TB (infeksi TB laten)Infeksi TB dan sakit TBTB yang telah sembuh
2. Imunisasi BCG (infeksi TB buatan)3. Infeksi mikobakterium atipikUji tuberkulin negatif dapat dijumpai pada 3 keadaan berikut :
Tidak ada infeksi TBDalam masa inkubasi infeksi TB
Algoritma Tatalaksana TB
Paduan obat TB
Pengobatan TB: fase intensif & fase lanjutan. Tujuan: utk mencegah resistensi, membunuh kiman intra dan ekstra sel, dan mencegah timbulnya relaps
Evaluasi hasil pengobatan
Dilakukan setelah 2 bulan terapi Dengan cara evaluasi klinis, radiologis, dan
pemeriksaan LED Evaluasi radiologis 1 bulan pd TB milier & 2
minggu pd efusi pleura TB LED dievaluasi apabila pd awal pengobatan
nilainya tinggi
Evaluasi efek samping pengobatan Hepatotoksisitas peningkatan SGOT & SGPT ≥ 5
kali, atau ≥3 kali batas atas normal disertai gejala, peningkatan bilirubin total lebih dari 1,5 mg/dl, serta peningkatan SGOT & SGPT berapapun disertai dgn ikterus, anoreksia, mual, dan muntah
Neuritis perifer mati rasa / kesemutan pd tangan atau kaki mainfestasi klinisnya jarang pd anak
Putus obat
Jika anak tdk mnum obat > 2 minggu di fase intensif atau > 2 bulan di fase lanjutan, dan menunjukkan gejala TB, beri pengobatan kembali dari awal.
Jika anak tdk mnum obat < 2 minggu fase intnsif atau < 2 bulan di fase lanjutan, dan menunjukkan gejala TB, lanjutkan sisa [engobatan sampai selesai
MDR
Prinsip paduan pengobatan TB MDR pada anak Anak-anak dgn MDR TB hrs ditata laksana sesuai dgn prinsip
pengobatan pd dewasa. Yang meliputi: • Gunakan sedikitnya 4 obat lini kedua yang kemungkinan strain itu masih sensitif; satu darinya harus injectable, satu fluorokuinolon (lebih baik kalau generasi kuinolon yang lebih akhir bila ada), dan PZA harus dilanjutkan • Gunakan high-end dosing bila memungkinkan • Semua dosis harus diberikan dengan menggunakan DOT. • Durasi pengobatan harus 18-24 bulan • Semua obat diminum setiap hari dan dengan pengawasan langsung. • Pemantauan pengobatan TB MDR pada anak sesuai dengan alur pada dewasa dengan TB MDR.
DOTS
1. Komitmen politis dari pengambil keputusan, termasuk dukungan dana
2. Diagnosa TB dengan pemeriksaan sputum secara mikroskopis
3. Pengobatan dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh pengawas menelan obat (PMO)
4. Keseimbangan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin
5. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan obat dan evaluasi program penanggulangan TB
TB PERINATAL
TB kongenital: neonatus tertular M. tuberculosis saat dlm rahim melalui penyebaran hematogen lewat vena umbilikal / saat persalinan melalui aspirasi / meminum cairan amnion / sekresi cervicovaginal yg terkontaminasi M tuberculosis
TB neonatal/TB perinatal: neonatus terinfeksi setelah lahir dgn terpapar pd kasus TB BTA (+), biasanya ibu / kontak dekat lain. Penularan pascanatal terjadi secara droplet dgn patogenesis yg sama seperti TB pd anak
Manajemen neonatus asimptomatik yg terpapar terhadap ibu dgn TB Jk neonatus tsb asimtomatik & ibunya terbukti TB yg
sensitif dgn OAT, terapi pencegahan dgn INH (10mg/kg) selama 6 bulan.
Neonatus hrs dipantau scr rutin tiap bulan & dievaluasi kemungkinan adanya gejala TB utk memastikan TB aktif tdk berkembang.
Pada akhir bulan ke 6, bila bayi tetap asimptomatik, pengobatan dengan INH distop & dilakukan uji tuberkulin. Jk negatif & tidak terinfeksi HIV, maka dpt diberikan BCG 2 minggu setelahnya, tetapi jika uji tuberkulin (+), hrs dievaluasi utk kemungkinan sakit TB.
Jika ibu terbukti tdk terinfeksi & sakit TB, bayi harus diskrining TB. Jika tidak ada bukti infeksi TB, maka bayi harus dipantau secara teratur utk memastikan penyakit TB aktif tdk berkembang.
Jika diagnosis sakit TB sdh dikonfirmasi / bayi menunjukkan tanda klinis sugestif TB, pengobatan hru dimulai oleh dokter spesialis anak. Imunisasi BCG diberikan 2 minggu setelah terapi jika bayi tdk terinfeksi HIV.
Jika terinfeksi HIV, BCG tidak diberikan. Neonatus yang lahir dari ibu yang MDR atau XDR-TB harus dirujuk.
Kontrol infeksi utk mengurangi kemungkinan transmisi dari ibu ke anak menggunakan masker.
Tatalaksana neonatus sakit TB Neonatus sakit TB hrs dirawat di ruang perinatologi /
NICU. Pemberian OAT hrs dimulai pd bayi yg kita curigai
TB sambil menunggu konfirmasi bakteriologis krn TB berkembang dgn cepat pd neonatus.
Menyusui bayi tetap dilakukan oleh krn risiko penularan M tuberculosis melalui ASI dpt diabaikan, dan menyusui dapat diandalkan menjadi salah satu faktor yg dpt meningkatkan kelangsungan hidup neonatus dgn TB.
MANAJEMEN TB PADA HIV
TB merupakan infeksi oportunistik yg paling sering ditemukan pd anak terinfeksi HIV & menyebabkan peningkatan angka kesakitan & kematian pd kelompok tsbt.
Tanpa konfirmasi bakteriologis, diagnosis TB anak terutama berdasarkan 4 hal, yaitu : 1) Kontak dgn pasien TB dewasa terutama yang BTA (+)2) Uji tuberkulin (+) (>5 mm pada anak terinfeksi HIV) 3) Gambaran sugestif TB secara klinis (gibbus) 4) Gambaran sugestif TB pd foto toraks 5) Respons terhadap OAT
Kecurigaan HIV pada TB
1. Infeksi berulang (≥3 episode infeksi bakteri yg sgt berat (pneumonia, meningitis, sepsis & sellulitis) pd 12 bulan terakhir), bercak putih di mulut (thrush), parotitis kronik, limfadenopati generalisata, hepatomegali tanpa penyebab yang jelas, demam yang menetap/berulang, disfungsi neurologis, herpes zoster, dermatitis HIV, penyakit paru supuratif yang kronik
2. Gejala yg umum ditemukan pd anak dgn infeksi HIV, tetapi jg lazim ditemukan pd anak sakit yg bukan infeksi HIV, yaitu: otitis media kronik, diare persisten, gizi kurang / gizi buruk.
3. Gejala / kondisi yg sangat spesifik utk anak dgn infeksi HIV, yaitu: PCP (Pneumocystis carinii pneumonia), kandidiasis esofagus, LIP (lymphoid interstitial pneumonitis) /Sarkoma Kaposi.
Tujuan pemberian OAT mengobati pasien dgn efek samping minimal, mencegah transmisi kuman & mencegah resistensi obat.
Tambahan terapi yg direkomendasikan utk pasien anak HIV & TB termasuk cotrimoxazole preventive therapy (CPT), antiretroviral therapy (ART), dan suplementasi piridoksin dengan dosis 10 mg/hari serta pemberian nutrisi.
Bayi yg dilahirkan oleh ibu HIV & terbukti terinfeksi HIV lgsg diberikan ART tanpa mempertimbangkan kadar CD4.
Pd anak yg terinfeksi HIV, pemberian ART dimulai setelah pasien mendapat pengobatan TB selama 2-8 minggu untuk mengurangi terjadinya IRIS.
Hal yang paling penting diperhatikan pada anak HIV dengan TB adalah potensi interaksi obat terutama golongan NNRTI dengan Rifampisin.
PENCEGAHAN
Vaksin BCG: vaksin hidup yg dilemahkan yg berasal dari M.bovis
Diberikan pd 0-2 bulan Usia > 2 bulan hrs didahului uji tuberkulin Komplikasi: abses lokal, infeksi bakteri sekunder,
adenitis supurativa & pembentukan keloid lokal
KESIMPULAN
Penegakan diagnosis TB anak sgt sulit krn sulit menemukan kuman M.Tb & gejala klinisnya yg tdk khas. Sbg upaya utk mengatasi kesulitan tersebut, dibuatlah sistem skoring utk menghindari under & overdiagnosis. Sistem skoring tsb dpt digunakan pd pelayanan kesehatan dgn sarana terbatas & merupakan uji tapis pd pelayanan kesehatan yg lebih memadai.