Upload
ifit-bagus-apriantono
View
243
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/30/2019 Trauma Kepala Ifit
1/28
REFERAT TRAUMA KAPITIS 201
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia saat ini, seiring dengan kemajuan teknologi dan
pembangunan, frekuensi terjadinya cedera kepala bukannya menurun malahan
cenderung meningkat. Hal ini disebabkan karena bertambahnya jumlah kendaraan
bermotor khususnya sepeda motor, juga oleh tidak disiplinnya perilaku
pengendara kendaraan bermotor di jalanan. Cedera kepala merupakan penyebab
hampir setengah dari seluruh kematian akibat trauma. Mengingat bahwa kepala
merupakan bagian yang tersering dan rentan terlibat dalam suatu kecelakaan.
Sedangkan di Negara maju seperti di Amerika cedera kepala merupakan penyebab
kematian terbanyak untuk kelompok usia muda (15-44 tahun) dan merupakan
penyebab kematian ketiga secara keseluruhan. (Satyanegara, 2010)
Distribusi kasus cedera kepala lebih banyak melibatkan kelompok usia
produktif, yaitu antara 15-44 tahun (dengan usia rata-rata sekitar 30 tahun) dan
lebih didominasi oleh kaum laki-laki dibadingkan dengan perempuan. Adapun
penyebab yang tersering adalah kecelakaan lalu lintas (49%) dan kemudian
disusul dengan jatuh (terutama pada kelompok usia anak-anak. (Satyanegara,
2010)
Hingga saat ini cedera kepala tetap merupakan tantanga umum bagi dunia
medis, diman tampaknya keberlangsungan proses patofisiologi saat ini bisa
diungkapkan dengan segala bentuk kemajuan pemeriksaan diagnoastik medis
mutakhir ternyata bukanlah suatu hal yang sederhana. Beberapa istilah lama
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 1
7/30/2019 Trauma Kepala Ifit
2/28
REFERAT TRAUMA KAPITIS 201
3
seperti komosio dan kontusio di beberapa negaa kini sudah mulai ditinggalkan
dan klasifikasi cedera kepala lebih mengarah pada aplikasi penangaan klinis
dalam mencapai keberhasilan penanganan yang maksimal. (Satyanegara, 2010)
Cedera pada kepala dapat melibatkan seluruh struktur lapisan, mulai dari lapisan
kulit kepala atau lapisan yang paling luar, tulang tengkorak, durameter, vaskular
otak, sampai jaringan otaknya sendiri, baik berupa luka yang tertutup, maupun
trauma yang menembus kulit hingga tengkoraknya. Dengan memahami landasan
biomekanisme patofisiologi yang lebih rinci dari masing-masing proses di atas,
yang dihadapkan dengan prosedur penanganan cepat dan tepat, diharapkan dapat
menekan morbiditas dan mortalitasnya. (Satyanegara, 2010)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2
7/30/2019 Trauma Kepala Ifit
3/28
REFERAT TRAUMA KAPITIS 201
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Kepala
a. Kulit kepala (SCALP)
(Sumber : Greys anatomy, 2007)
Gambar 2.1
Lapisan Kulit Kepala
Jaringan lunak atau lapisan kulit kepala terdiri dari 5 lapisan :
Skin
Sifatnya tebal dan mengandung rambut serta kelenjar keringat (sebacea)
Connective tissue atau sub kutan
Merupakan jaringan ikat lemak yang memiliki septa-septa, kaya akan
pembuluh darah terutama di atas galea. Pembuluh darah tersebut
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 3
7/30/2019 Trauma Kepala Ifit
4/28
REFERAT TRAUMA KAPITIS 201
3
merupakan anastomosis antara arteri karotis interna dan eksterna, tetapi
lebih dominan arteri karotis eksterna.
Aponeorosis galea
Lapisan ini merupa/kan lapisan terkuat, berupa fascia yang melekat pada
tiga otot yang dipersyarafi oleh nervus facialis. Lapisan S, C dan A
melekat erat satu sama lain sehingga dianggap satu kesatuan.
Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar
Lapisan ini mengandung vena emissary yang merupakan vena tanpa katub,
menghubungkan SCALP, vena diploica, dan sinus vena intrakranial. Jika
ada infeksi pada lapisan ini akan mudah menyebar ke intrakranial.
Hematoma yang sering ditemukan setelah cedera kepala terdapat dilapisan
ini.
Perikranium
Periosteum yang melapisi tulang tengkorak, melekat erat terutama pada
sutura karena melalui sutura ini periosteum akan langsung berhubungan
dengan endoesteum. (Bachrudin, 2010)
b. Tulang tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah atau kalvaria dan basis kranii.
Kalvaria di regio temporalis tipis, namun dilapisi oleh otot temporalis. Sedangkan
basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat
bergerak akibat proses akselerasi atau dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar
dibagi atas 3 fossa yaitu :
Fossa anterior
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 4
7/30/2019 Trauma Kepala Ifit
5/28
REFERAT TRAUMA KAPITIS 201
3
Fossa media
Fossa posterior
(Sumber : emory.edu, 2005)
Gambar 2.2
Tulang Tengkorak
Fossa anterior adalah tempat dari lobus frontalis, fossa media adalah
tempat lobus temporalis, sedangkan fosa posterior adalah ruang bagian bawah
batang otak dan serebelum. (Bachrudin, 2010)
c. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3
lapisan yaitu duramater, arakhnoid, piamater. Duramater adalah selaput yang
keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang melekat erat pada permukaan dalam
dan kranium. Karena tidak melekat erat pada selaput arakhnoid di bawahnya,
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 5
7/30/2019 Trauma Kepala Ifit
6/28
REFERAT TRAUMA KAPITIS 201
3
maka terdapat suatu ruang potensial (subdura) yang terletak antara duramater dan
arakhnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. (Bachrudin, 2010)
(Sumber : lomboksehat.blogspot.com, 2007)
Gambar 2.3
Meningen
Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada
permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut
Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan
subdural. Pada beberapa tempat tertentu duramater membelah menjadi 2 lapis
membentuk sinus venosus besar yang mengalirkan darah vena dari otak. Sinus
sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus
sigmoideus. Sinus sigmoideus umumnya lebih dominan di sebelah kanan.
Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat. (Bachrudin,
2010)
Arteri-arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam
dari kranium (ruang epidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 6
7/30/2019 Trauma Kepala Ifit
7/28
REFERAT TRAUMA KAPITIS 201
3
menybabkan laserasi pada arteri-arteri ini dapat menyebabkan perdarahan
epidural. Arteri yang paling sering mengalami cidera adalah arteri meningea
media yang terletak di fosa temporalis (fosa media). (Bachrudin, 2010)
Dibawah duramater terdapat selaput arakhnoid yang tipis dan tembus
pandang, setelah itu terdapat lapisan piamater yang melekat erat pada permukaan
korteks serebri. Cairan serebrospinal bersirkulasi dalam ruang subarakhnoid.
Perdarahan subarakhnoid umumnya disebabkan oleh cidera kepala. (Bachrudin,
2010)
d. Otak
(Sumber : Greys anatomy, 2007)
Gambar 2.4
Otak
Serebrum
Terdiri atas hemisfer kanan dan kiri dipisahkan oleh falks serebri yaitu
lipatan durameter yang berada di inferior sinus sagitalis superior. Hemisfer
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 7
7/30/2019 Trauma Kepala Ifit
8/28
REFERAT TRAUMA KAPITIS 201
3
kiri terdapat pusat bicara atau disebut hemisfer dominan. Lobus frontal
berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pada sisi dominan
mengandung pusat ekspresi bicara (area bicara motorik). Lobus parietal
berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Pada lobus
temporal untuk mengatur fungsi memori tertentu. Sedangkan lobus
parietalis untuk proses penglihatan.
Serebelum
Berfungsi dalam kordinasi dan keseimbangan dan terletak dalam fosa
posterior berhubungan dengan medulla spinalis batang otak dan kedua
hemisfer serebri.
Batang otak
Terdiri dari mesensefalon (midbrain) dan pons berfungsi dalam kesadaran
dan kewaspadaan, serta medulla oblongata yang memanjang sampai
medulla spinalis. (Bachrudin, 2010)
e. Cairan serebrospinalis
CSS dihasilkan oleh pleksus khoroideus dengan kecepatan produksi
20ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui voramen monro menuju
ventrikel III, kemudian ke akuaduktus silvii menuju ventrikel IV, selanjutnya CSS
keluar dari sistem ventrikel dan masuk ke dalam ruang subarakhnoid yang berada
di seluruh permukaan otak dan medula spinalis. CSS akan direabsorbsi ke dalam
sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis
superior. Jika terdapat darah dala CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid
sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan intrakranial
atau hidrochepalus komunikan post trauma. (Bachrudin, 2010)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 8
7/30/2019 Trauma Kepala Ifit
9/28
REFERAT TRAUMA KAPITIS 201
3
f. Tentorium
(Sumber : alchemipedia.blogspot.com, 2009)
Gambar 2.5
Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang
supratentorial yang terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media dan
ruang infratentorial yang berisi fosa kranii posterior. (Bachrudin, 2010)
Mesensefalon (midbrain) menghubungkan hemisfer serebri dengan batang
otak (pons dan medula oblongata) dan berjalan melalui celah lebar tentorium
serebeli yang disebut insisura tentorial. Nervus okulomotorius (N.III) berjalan
sepanjang tepi tentorium, dan saraf ini dapat tertekan bila terjadi herniasi lobus
temporal, yang umumnya diakibatkan oleh adanya masa supratentorial atau edema
otak. Serabut-serabut parasimpatik berfungsi melakukan konstriksi pupil mata
berjalan pada sepanjang permukaan nervus okulomotorius. Jika paralisis pada
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 9
7/30/2019 Trauma Kepala Ifit
10/28
REFERAT TRAUMA KAPITIS 201
3
serabut ini menyebabkan penekanan nervus III akan mengakibatkan dilatasi pupil
oleh karena tidak ada hambatan aktivitas serabut simpatik. (Bachrudin, 2010)
2.2 Mekanisme Penyebab Cedera Kepala
Cedera kepala merupakan akibat salah satu atau kombinasi dari dua
mekanisme dasar gaya mekanik. Gaya mekanik dapat berupa benturan ( impact)
dan guncangan (non impact). Benturan memberikan fenomena kontak dan
fenomena gerak (akselerasi-deselerasi). Guncangan hanya memberikan fenomena
gerak saja. (Darmadipura, et al, 2008)
2.2.1 Mekanisme benturan (impact)
(Sumber : alchemipedia.blogspot.com, 2009)
Gambar 2.6
Mekanisme benturan
Merupakan akibat adanya suatu tenaga benturan yang mengenai kepala.
Suatu benturan pada kepala dapat mengakibatkan dua macam jejas, yaitu jejas
lokal yang terjadi di tempat atau dekat benturan dan jejas yang terjadi di tempat
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 10
7/30/2019 Trauma Kepala Ifit
11/28
REFERAT TRAUMA KAPITIS 201
3
lain. Cedera akibat benturan ini tidak menyebabkan jejas otak difus. (Anonymous,
2007)
a. Lesi Lokal Akibat Benturan
Lesi yang dapat timbul meliputi fraktur linier dan depresi tulang
tengkorak, hematom epidural, kontusi kup (coup contussion), intraserebral
hematom yang merupakan tumpahan intraserebral hematom ke dalam rongga
subdural dan beberapa fraktur basis kranii. (Anonymous, 2007)
b. Lesi di Tempat Lain Karena Benturan
Fenomena kontak juga dapat menimbulkan jejas bukan di lokasi benturan.
Hal ini bisa melalui dua mekanisme yaitu distorsi otak dan gelombang kejut
(shock waves). Kedua hal inilah yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur
tengkorak di tempat yang jauh dari lokasi benturan (remote fracture), fraktur basis
kranii serta kontusi cedera contra coup dan intermediate coup. (Anonymous,
2007)
2.2.2 Cedera Aselerasi-Deselerasi
Guncangan pada kepala, baik yang disebabkan oleh benturan ataupun
bukan, akan menyebabkan gerakan yang cepat dari kepala, dan cedera yang terjadi
tergantung dari bagaimana gerakan kepala tersebut. Peristiwa ini disebut dengan
cedera akselerasi-deselerasi, mengingat akan kepentingan faktor akselerasi yang
merupakan ukuran beban fisik disamping faktor-faktor lain yang tidak kalah
pentingnya seperti kecepatan gerak kepala. Dipandang dari aspek mekanis,
akselerasi dan deselerasi merupakan fenomena yang serupa,dan hanya berbeda
arahnya saja. Jadi efek akselerasi kepala pada bidang sagital dari posterior ke
anterior serupa dengan deselerasi kepala anterior-posterior. Cedera akselerasi
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 11
7/30/2019 Trauma Kepala Ifit
12/28
REFERAT TRAUMA KAPITIS 201
3
dikelompokkan menjadi tiga tipe, yaitu translasi, rotasi, dan angular.
(Anonymous, 2007)
a. Akselerasi Translasi
Terjadi bila titik berat otak bergerak dalam suatu sumbu garis lurus.
Gerakan translasi dapat muncul dalam periode yang singkat sewaktu kepala
bergerak, atau kepala berhenti bergerak sesaat sebelum gerakan lain timbul.
Kemungkinan yang lain adalah adanya benturan pada vertex yang menimbulkan
gerakan superior inferior. Pada prinsipnya mekanisme jejas yang timbul
merupakan akibat pergeseran relative otak tengkorak dan bukan disebabkan oleh
jejas yang timbul didalam otak. Dengan demikian beban akselerasi translasi yang
murni tidak bisa menimbulkan cedera otak difus, tetapi hanya cedera-cedera fokal
saja. (Anonymous, 2007)
b. Akselerasi Rotasi
Terjadi bila ada gerakan rotasi di titik berat otak tanpa disertai pergerakan
titik berat tersebut. Biasanya mekanisme cedera ini berlangsung bersamaan
dengan gerakan akselerasi-angular. Akselerasi rotasi merupakan mekanisme yang
sangat berbahaya sehubungan dengan bukan saja dapat menyebabkan jejas pada
permukaan otak, tetapi juga merupakan satu-satunya mekanisme yang
berkemampuan untuk menimbulkan jejas hebat di bagian dalam otak.
(Anonymous, 2007)
c. Akselerasi Angular
Merupakan gabungan dari akselerasi translasi dan akselerasi rotasi. Dalam
hal ini titik berat otak bergerak dalam arah yang membentuk sudut. Berdasarkan
anatomi kepala leher, gerakan rotasi secara klinis terpusat pada daerah servikal
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 12
7/30/2019 Trauma Kepala Ifit
13/28
REFERAT TRAUMA KAPITIS 201
3
bawah, lokasi tersebut juga merupakan penentu proporsi translasi dan rotasi yang
berlangsung. Komponen gerakan rotasicenderung lebih banyak melibatkan
servikal bagian atas, dan sebaliknya komponen gerakan translasi cenderung
melibatkan daerah servikal yang lebih ke bawah. Hampir semua jenis cedera
kepala dapat terjadi akibat mekanisme ini kecuali fraktur tengkorak dan hematom
epidural. (Anonymous, 2007)
2.3 Fraktur Tulang Tengkorak
Fraktur tulang tengkorak terjadi karena benturan kecelakaan, kompresi,
atau tembakan. Fraktur dapat terjadi di tempat benturan maupun di tempat yang
jauh dari benturan, termasuk pada dasar tengkorak. (De Jong, et al, 2004)
Terdapat beberapa bentuk fraktur tulang kepala, yakni linear, stelata,
kominutif, dan impresi. Sedangkan jenis fraktur terbagi menjadi fraktur terbuka
dan tertutup. (De Jong, et al, 2004)
Bila hanya fraktur pada tulang tengkorak saja tanpa mengganggu otak,
maka hal ini tidak berbahaya. Namun harus diingat bahwa ada beberapa bentuk
fraktur yang harus mendapat perhatian dan penanganan intensif.
Fraktur Linear
Fraktur yang berupa garis lurus melintang pada konveksitas tengkork.
Fraktur ini berbahaya terutama pada daerah temporal, karena pada daerah
ini berjala arteria meninga media dan cabang-cabangnya, menimbulkan
perdarahan epidural. Perdarahan ini ditangani secara aktif.
Fraktur basis kranii
Fraktur basis kranii gejala klinisnya didapati perdarahan telinga,
perdarahan hidung, laserasi liang telinga luar, post auricular ecchymoses
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 13
7/30/2019 Trauma Kepala Ifit
14/28
REFERAT TRAUMA KAPITIS 201
3
(Battles sign), peri orbital ecchymoses (Raccons eyes) dan ditemukan
cidera saraf kranialis. Pemeriksaan penunjang foto kepala dengan posisi
basis kranii atau CT scan kepala
Fraktur impresi
Fraktur yang menyebabkan bagian tengkorak yang mengalami fraktur
(fragmen) melesak ke dalam. Bila fragmen yang menekan tadi melebihi
setengah tebal tulang tengkorak, makan akan menimbulkan epilepsy post
traumatic, meningitis dan kelumpuhan. (Bachrudin, 2010)
2.4 Trauma Kepala Tertutup
Trauma kepala terutup adalah cedera pada kepala/otak tanpa terbukanya
rongga kepala terhadap dunia luar. Dalam pengertian tesebut temasuk kelaianan di
bawah ini :
a. Komosio Serebri (Gegar Otak)
Gangguam fungsi otak akibat trauma/ akselerasi- deselerasi kepala. Dalam
hal ini tidak dipermasalahkan cedera anatomi patologi yang terjadi akibat trauma
tersebut.
b. Kontusio Serebri (Memar Otak)
Cedera otak berupa perdarahan-perdarahan kecil, edema, dan nekrosis
dalam jaringan otak. Bila membran pia-glia terobek disebut Laserasi Cereberi.
Manifestasi klinis memar otak tergantung pada luas serta lokasinya.
c. Cedera Akson Tersebar
Mekanisme yang sama seperti pada komosio serebri tetapi dengan
intensitas yang lebih besar dapat menimbulkan tidak sajangangguan fungsi tetapi
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 14
7/30/2019 Trauma Kepala Ifit
15/28
REFERAT TRAUMA KAPITIS 201
3
juga kerusakan yang tersebar khususnya di sekitar batang otak, periventrikel,
korpus allosum dan ganglia basal. (Hafid, et al, 1994)
Grade Derajat GCS Kriteria
I Ringan 14-15 Hilang kesadaran sekejap (transient) pada
pemeriksaan sadar, tanpa gejala neurologis.
II Sedang 9-13 Hilang kesadaran smeentara, pada pemeriksaan
dapat mengikuti perintah sederhana.
III Berat 4-8 Tidak sadar, saat diperiksa tidak dapat mengikuti
perintah, respon verbal tidak tepat, pupil isokor
atau anisokor, mungkin juga tidak bereaksi
terhadap cahaya.
Respon motorik : melokalisir nyeri atau lebih
rendah
IV Mati otak
7/30/2019 Trauma Kepala Ifit
16/28
REFERAT TRAUMA KAPITIS 201
3
GCS
Pemantauan diagnostik-klinis penanganan dan prognosisnya, cedera
kepala pada praktek klinis sehari-hari dikelompokkan menjadi :
Cedera kepala ringan bila GCS 14-15
Cedera kepala sedang bila GCS 9-13
Cedera kepala berat bila GCS 3-8 (De Jong, et al, 2004)
2.5 Hematom Intrakranial
(Sumber : ATLS, 2009)
Gambar 2.8
Hematom Intrakranial
a. Hematom Epidural (HED)
Fraktur tulang kepala dapat merobek pembuluh darah, terutama a.
meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum di
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 16
7/30/2019 Trauma Kepala Ifit
17/28
REFERAT TRAUMA KAPITIS 201
3
jalan antara duramater dan tulang di permukaan os temporale. (De Jong, et al,
2004)
Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural. Desakan oleh
hematom akan melepaskan duramater lebih lanjut dari tulang kepala sehingga
hematom bertambah besar. (De Jong, et al, 2004)
Hematom epidural tanpa cedera lain biasanya disebabkan oleh robeknya a.
meningea media. Kelainan ini pada fase awal tidak menunjukkan gejala atau
tanda. Baru setelah hematom bertambah besar akan terlihat tanda pendesakan dan
peningkatan TIK. Penderita akan mengalami sakit kepala, mual, dan muntah
diikuti dengan penurunan kesadaran. Gejala neurologik yang terpenting adalah
pupil mata anisokor, yaitu pupil ipsilateral melebar. Pada perjalanannya,
pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya yang pada permulaan
masih positif akan menjadi negatif. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan
bradikardia. Pada tahap akhir, kesadaran menurun sampai koma yang dalam, pupil
kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak
menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. (De Jong, et al,
2004)
Ciri khas hematom epidural murni adalah terdapatnya interval bebas antara
saat terjadinya trauma da tanda pertama yang berlangsung beberapa menit sampai
beberapa jam. (De Jong, et al, 2004)
Jika hematom epidural disertai dengan cedera otak seperti memar otak,
interval bebas tidak akan terlihat, sedangkan gejala dan tanda lainnya menjadi
kabur. (De Jong, et al, 2004)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 17
7/30/2019 Trauma Kepala Ifit
18/28
REFERAT TRAUMA KAPITIS 201
3
Diagnosis didasarkan pada gejala klinis serta pemeriksaan penunjang
seperti foto rontgen kepala. Adanya garis fraktur menyokong diagnosis hematom
epidural bila sisi fraktur terletak ipsilateral dengan pupil yang melebar. Garis
fraktur juga dapat menunjukkan lokasi hematom. (De Jong, et al, 2004)
Penatalaksanaan dilakukan segera dengan cara trepanasi dengan tujuan
melakukan evakuasi hematom dan menghentikan perdarahan. (De Jong, et al,
2004)
(Sumber : medicinenet.com, 2008)
Gambar 2.9
Hematom Epidural
b. Hematom Subdural
Hematom subdural disebabkan oleh trauma otak yang menyababkan
robeknya vena di dalam ruang arakhnoid. Pembesaran hematom karena robeknya
vena memerlukan waktu yang lama, sehari sampai beberapa minggu. (De Jong, et
al, 2004)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 18
7/30/2019 Trauma Kepala Ifit
19/28
REFERAT TRAUMA KAPITIS 201
3
Oleh karena hematom subdural sering disertai cedera otak berat lain , jika
dibandingkan dengan hematom epidural, prognosisnya lebih jelek. (De Jong, et al,
2004)
Hematom subdural dibagi menjadi heatom subdural akut bila gejala yang
timbul pada hari pertama sampai dengan hari ketiga, subakut bila timbul antara
hari ketiga hingga minggu ketiga, dan kronik bila timbul sesudah minggu ketiga.
Hematom subdural akut secara klinis sukar dibedakan dengan hematom epidural
yang berkembang lambat. Hematom subdural akut dan kronik memberikan
gmbaran klinis suatu proses desak ruang (space occupying lessia) yang progresif
sehingga tidak jarang dianggap sebagai neoplasma atau demensia. (De Jong, et al,
2004)
(Sumber : medicinenet.com, 2008)
Gambar 2.10
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 19
7/30/2019 Trauma Kepala Ifit
20/28
REFERAT TRAUMA KAPITIS 201
3
Hematom Subdural
Penanggulangan terdiri atas trepanasi dan evakuasi hematom. (De Jong, et
al, 2004)
c. Hematom intraserebral
Perdarahan yang terjadi pada meamar otak dapat membesar menjadi
hematom intraserebral. Kelainan ini sering ditemukan pada penderita trauma
kepala. Lebih dari 50% penderita dengan hematom intraserebral disertai hematom
epidural atau hematom subdural. Paling banyak terjadi di lobus frontalis atau
temporalis dan tidak jarang ditemukan multipel. (De Jong, et al, 2004)
(Sumber : medicinenet.com, 2008)
Gambar 2.11
Hematom Subdural
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 20
7/30/2019 Trauma Kepala Ifit
21/28
REFERAT TRAUMA KAPITIS 201
3
Gambaran klinis bergantung pada lokasi dan besarnya hematom. Indikasi
trepanasi ada bila terdapat massa tunggal dengan lokasi jelas dan secara klinis
penderita menunjukkan penurunan kesadaran. Penderita memar otak berat yang
makin menurun kesadarannya, tetapi tanpa tanda massa tunggal yang jelas di
tengkorak, tidak memenuhi persyaratan di atas sehingga tidak dibenakan
menjalani trepanasi. (De Jong, et al, 2004)
2.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Foto Polos Tengkorak (Skull X-ray)
Informasi yang bisa kita dapatkan dari hasil pemeriksaan ini adalah :
Fraktur tulang kepala
Adanya benda asing
Pneumocephalus
Brain shift
b. Angiografi Serebral
Merupakan prosedur yang invasive. Cenderung lebih bermanfaat untuk
memperkirakan diagnosis adanya suatu hematom / perdarahan intrakranial serta
penanganannya. Pada prinsipnya ditujukan untuk menunjukkan adanya pergeseran
pembuluh-pembuluh darah serebral besar dan lokasi zona (avaskuler) suatu
hematom.
c. CT Scan
Merupakan metode standar terpilih (gold standar) untuk kasus cedera
kepala mengingat selain prosedur ini tidak invasive (sehingga aman), juga
memiliki kehandalan yang tinggi.
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 21
7/30/2019 Trauma Kepala Ifit
22/28
REFERAT TRAUMA KAPITIS 201
3
Dengan pemeriksaan ini dapat diperoleh informasi tentang lokasi dan
adanya perdarahan intrakranial, edema, kontusi, udara, benda asing intrakranial,
serta pergeseran struktur di dalam rongga tengkorak.
Indikasi pemeriksaan CT scan pada kasusu trauma kepala adalah seperti
berikut :
Bila secara kliis (penilaian klinis GCS) didapatkan klasifikasi trauma
kepala sedang dan berat.
Trauma kepala ringan yang disertai fraktur tengkorak
Adanya kecurigaan dan tanda terjadinya fraktur basis kranii
Adanya defisit neurologi, seperti kejang dan penurunan gangguan
kesadaran
Sakit kepala yang hebat
Adanya tanda-tanda peningkatan TIK atau herniasi jaringan otak
Kesulitan dalam mengeliminasi kemungkinan perdarahan intraserebral
d.Magnetic Resonance Imaging(MRI)
MRI memiliki keunggulan untuk melihat perdarahan kronis maupun
kerusakan otak yang kronis.
2.7 Kriteria Rawat Inap
Penderita harus menjalani rawat inap bila skor GCS kurang dari 15, serta
terdapat gangguan neurologik, gangguan faal vital, dan fraktur tulang kepala.
Rawat inap mempunyai dua tujuan, yakni observasi (pemantauan) dan perawatan.
Observasi dimaksudkan untuk menemukan sedini mungkin penyulit atau kelainan
lain yang tidak segera memberi tanda atau gejala. (De Jong, et al, 2004)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 22
7/30/2019 Trauma Kepala Ifit
23/28
REFERAT TRAUMA KAPITIS 201
3
Pada penderita yang tidak sadar, perawatan merupakan bagian terpenting
dari penatalaksanaan. Tindakan pembebasan jalan napas dan pernapasan
mendapat prioritas utama untuk diperhatikan. Penderita harus diletakkan dalam
posisi berbaring yang aman. (De Jong, et al, 2004)
Penanganan kasus-kasus cedera kepala di UGD didasarkan atas patokan
pemantauan dan penanganan terhadap penderita secara umum, yaitu urutan
prioritas terhadap 6B, antara lain :
Breathing(jalan napas dan pernapasan)
Blood(Sirkulasi Darah)
Brain (Otak)
Bladder(kandung kencing)
Bowel(Sistem pencernaan)
Bone (Tulang) (De Jong, et al, 2004)
Tata laksana dalam perawatan
Setelah ditentukan fungsi vital, kesadaran dan status neurologik harus
diperhatikan kesembilan aspek perawatan yang berikut ini. (De Jong, et al, 2004)
Pemberian cairan dan disesuaikan dengan kebutuhan. Harus dicegah
terjadinya hidrasi berlebuh dan hiponatremia yang akan memperberat udem otak.
(De Jong, et al, 2004)
Pemasangan kateter kandung kemih diperlukan untuk memantau
keseimbangan cairan dan menjaga supaya tempat tidur tetap bersih dan kering.
(De Jong, et al, 2004)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 23
7/30/2019 Trauma Kepala Ifit
24/28
REFERAT TRAUMA KAPITIS 201
3
Pencegahan terhadap pneumonia hipostatik dilakukan dengan fisioterapi
paru, mengubah secara berkala posisi berbaring dan mengisap timbunan sekret.
(De Jong, et al, 2004)
Kulit diusahakan tetap bersih dan kering untuk mencegah dekubitus.
Anggota gerak digerakkan secara pasif untuk mencegah kontraktur dan hipotrofi.
Kornea harus terus menerus dibasahi dengan larutan asam borat 2% untuk
mencegah keratitis. (De Jong, et al, 2004)
Keadaan gelisah dapat disebabkan oleh perkembangan massa di dalam
tengkorak, kandung kemih yang penuh atau nyeri. Setelah ketiga hal tersebut
dapat dipastikan dan diatasi, baru boleh diberikan sedatif. Mengikat penderita
hanya akan menambah kegelisahan yang justru akan menaikkan tekanan
intrakranial. (De Jong, et al, 2004)
Kejang harus segera diatasi kaena akan menyebabkan hipoksia otak dan
kenaikan tekanan darah serta memperberat udem otak. (De Jong, et al, 2004)
Hipertermi dapat timbul pada hari pertama pasca trauma karena gagguan
pada hipotalamus, batang otak, atau dehidrasi. Kenaikan suhu badan setelah hari
kedua dapat disebabkan oleh dehidrasi, infeksi paru, infeksi saluran kemih, atau
infeksi luka. Reaksi transfusi dapat juga menimbulkan demam. Pemakaian
antibiotik yang berlebihan dapat menyebabkan tumbuhnya kuman yang resisten,
mengakibatkan kolitis pseudomembranosa, dan mengundang terjadinya sepsis.
(De Jong, et al, 2004)
2.7.1 Penanganan Berdasarkan Klasifikasi Derajat Cedera Kepala/Otak
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 24
7/30/2019 Trauma Kepala Ifit
25/28
REFERAT TRAUMA KAPITIS 201
3
Pembagian derajat cedera kepala/otak dibedakan sebagai berikut,
ditentukan berdasarkan tingkat kesadaran (GCS) terbaik 6 jam pertama pasca
trauma
1. Cedera Otak Ringan
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Ditekankan untuk menyingkirkan adanya gangguan sistemik lainnya, serta
medeteksi defisit neurologis yang mungkin ada.
Pemeriksaan Radiologis
Indikasi rawat inap :
a. Amnesia antegrade / pasca traumatika
b. Adanya riwayat penurunan kesadaran / pingsan
c. Adanya keluhan nyeri kepala mulai dari derajat yang moderate sampai
sedang
d. Intoksikasi alkohol atau obat-obatan
e. Adanya fraktur tulang tengkorak
f. Adanya kebocoran likuor serebro-spinalis (otorre/rinorre)
g. Cedera berat bagian tubuh lain
h. Indikasi sosial
Bila pasien diperkenankan untuk pulang, diberikan penjelasan jika
terdapat gejala-gejala seperti yang tercantum di bawah ini harus segera
kembali ke RS :
a. Mengantuk dan sukar dibangunkan
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 25
7/30/2019 Trauma Kepala Ifit
26/28
REFERAT TRAUMA KAPITIS 201
3
b. Mual dan muntah
c. Kejang
d. Salah satu pupil melebar atau adanya tampilan gerakan mata yang
tidak biasa
e. Kelumpuhan anggota gerak salah satu sisi
f. Nyeri kepala yang hebat atau bertambah hebat
g. Kacau / bingung, tidak mampu berkonsentrasi, terjadi perubahan
personalitas
h. Gaduh, gelisah
i. Perubahan denyut nadi atau pola pernapasan
j. Pusing hebat
2. Cedera Otak Sedang
Semua kasus cedera kepala sedang mempunyai indikasi untuk dirawat.
Selama hari pertama dirawat perlu dilakukan pemeriksaan neurologis setiap
setengah jam sekali, sedangkan follow up sken tomografi computer otak pada hari
ketiga atau bila ada perburukan neurologis.
3. Cedera Otak Berat
Penanganan :
Stabilisasi kardiopulmoner mencakup prinsip-prinsip ABC. Keadaan-
keadaan hipoksemia, hipotensi, dan anemia akan cenderung memperhebat
peninggian tekanan intrakranial dan menghasilkan prognosis yang lebih
buruk. Semua penderita cedera kepala berat memerlukan tindakan intubasi
pada kesempatan pertama
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 26
7/30/2019 Trauma Kepala Ifit
27/28
REFERAT TRAUMA KAPITIS 201
3
Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau
gangguan-gangguan di bagian tubuh lainnya
Pemeriksaan neurologis mencakup respons mata, motorik, verbal,
pemeriksaan pupil, reflek okulosefalik dan reflek okulovestibuler.
Penilaian neurologis kurang bermanfaat bila tekanan darah penderita
masih rendah (syok)
Penanganan cedera-cedera di bagian lainnya
Pemberian pengobatan seperti : anti edemaserebri, anti kejang, dan
natrium bikarbonat
Tindakan pemeriksan diagnostic seperti : CT Scan, angiografi dan lainnya.
2.7.2 Terapi Operatif
Kriteria sederhana sebagai patokan indikasi tindakan operatif :
Lesi massa intra atau ekstra-aksial yang menyebabkan pergeseran garis
tengah (pembuluh darah serebral anterior) yang melebihi 5 mm
Lesi massa ekstra-aksial yang tebalnya melebihi 5 mm dari tabula interna
tengkorak dan berkaitan dengan pergeseran arteri serebri anterior atau
media
Lesi massa ekstra-aksial bilateral dengan tebal melebihi 5 mm dari tabula
eksterna (kecuali bila ada atrofi otak)lesi massa intra-aksial lobus
temporalis yang menyebabkan elevasi hebat dari arteri serebri media atau
menyebabkan pergeseran garis tengah
Prinsip pertimbangan pemilihan obat anastesi berdasar pemakaian obat
yang tidak meningkatkan tekanan intrakranial. Semua obat anastesi inhalasi
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 27
7/30/2019 Trauma Kepala Ifit
28/28
REFERAT TRAUMA KAPITIS 201
3
volatile seperti halotan, enflurane dan isoflurane dapat meningkatkan aliran darah
serebral, sehingga umumnya dipergunakan dalam kadar yang rendah.
Bila ada penurunan kesadaran / perburukan klinis yang progresif, perlu
segera dilakukan operasi dekompresi berupa kraniektomi untuk mengurangi
tekanan batang otak dan prevensi terjadinya herniasi total.
Pada cedera kepala terbuka yang menjadi tujuan adalah debrideman
jaringan otak yang nekrotik, mengangkat fragmen tulang atau korpus alineum,
menghentikan perdarahn, evakuasi hematom dan penutupan durameter serta kulit
yang kedap air.
2.7.3 Terapi Medikamentosa
Strategi dasar penetlaksanaan cedera otak :
Mempertahankan perfusi otak/suplai oksigen
Mencegah terjadinya insultsekunder
Deteksi dini dan tindakan bedah yang diperlukan bila terjadi hematoma
intrakranial
Secara farmakologis menghambat proses metabolik COS