Trauma Kapitis Case

Embed Size (px)

DESCRIPTION

• AntihistaminAman karena tidak terbukti dapat menyebabkan masalah pada manusia. Antihistamin generasi pertama aman untuk digunakan selama kehamilan.

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

Trauma kapitis adalah trauma yang mengenai bagian dari kranium maupun cerebral. Cedera kepala merupakan salah satu bentuk dari trauma kapitis. Cedera kepala dapat terjadi akibat kecelakaan lalu lintas, dan yang lainnya. Cedera tersebut dapat mengakibatkan luka pada kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan pada selaput otak, kerusakan pembuluh darah dan kerusakan jaringan otaknya sendiri, dimana kerusakan tersebut bersifat non degenerative/ non kongenital, yang disebabkan oleh gaya mekanik dari luar sehingga dapat menimbulkan gangguan fisik, kognitif maupun sosial serta berhubungan dengan atau tanpa penurunan tingkat kesadaran.Insidensi trauma kapitis ini mencapai 26% dari semua kecelakaan dan 33% kematian terjadi karena trauma kapitis. Insiden trauma kapitis akibat kecelakaan terdapat sekitar 50% meninggal sebelum tiba di rumah sakit, 40% meninggal dalam 1 hari, 35% meninggal dalam 1 minggu perawatan.Pada penderita harus diperhatikan pernapasan, peredaran darah dan kesadaran sehingga tindakan resusitasi, anamnesis, dan pemeriksaan fisik umum dan neurologis harus dilakukan secara serentak. Tingkat keparahan cedera kepala harus segera ditentukan pada saat pasien tiba di rumah sakit. Penatalaksanaan pasien cedera kepala bergantung kepada derajat keparahan cedera kepala tersebut.

BAB IISTATUS NEUROLOGI

I. IDENTITAS PASIEN Nama: Ny. SUsia: 54 tahunJenis Kelamin: PerempuanPendidikan: Tamat SDPekerjaan: Ibu Rumah TanggaAgama: IslamStatus: JandaAlamat: Jl. Talas no.75 RT/RW 002/001 Pamulang - Tangerang SelatanMasuk RS: 19 Juni 2014

II. ANAMNESISTelah dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis dengan keluarga pasien di lantai 4 selatan kamar 425 pada tanggal 20 Juni 2014 pukul 14.00 WIBa. Keluhan Utama Pingsan post KLL sejak 6 jam SMRSb. Keluhan TambahanPusing, nyeri kepala, mual, muntah dan nyeri pada lengan kanan.c. Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke IGD RSUP Fatmawati diantar oleh keluarganya atas rujukan dari RS Andika dengan keluhan pingsan post KLL sejak 6 jam SMRS. Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas pada pukul kira-kira 15.00 WIB sore hari bersama temannya dengan mengendarai sepeda motor. Pasien saat itu sedang dibonceng dan menggunakan helm dengan kecepatan sedang. Pasien terjatuh dari motor akibat menghindari lubang besar. Pasien terjatuh dengan posisi kepala membentur aspal dan terpental dari motor. Setelah kejadian pasien tidak sadar dan langsung dilarikan ke RS terdekat. Saat di RS Andika pasien masih tidak sadar. Pasien kemudian di foto rontgen dan didapatkan hasil tulang klavikula kanan pasien patah. Karena keterbatasan alat dan tenaga medis, pasien segera dirujuk ke RSUP Fatmawati untuk perawatan lebih lanjut. Pasien mulai sadar 1 hari kemudian saat dirawat di IGD RSF. Pasien mengeluhkan kepala terasa pusing dan nyeri, lengan kanan pasien terasa nyeri saat digerakkan, perut terasa mual dan muntah. Muntah sebanyak 2-3 kali dan tidak menyembur. Pasien tidak ingat kejadian saat sebelum dan sesudah kecelakaan. Pasien mengaku adanya keluar darah dari hidung dan telinga sebelah kanan. Pasien juga mengeluh telinga kanan pasien agak tuli namun masih bisa mendengar sedikit. Keluarga pasien menyangkal adanya BAK/BAB ditempat kejadian dan kejang. Pasien juga menyangkal sebelum kejadian mengantuk, meminum alkohol atau minum obat-obatan yang membuat ngatuk. d. Riwayat Penyakit DahuluPasien tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Riwayat tekanan darah tinggi (-), kolesterol (-), kencing manis (-), penyakit jantung (-), asma (-), alergi (-), kejang (-).e. Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat tekanan darah tinggi (-), kolesterol (-), kencing manis (-),penyakit jantung (-), asma (-), alergi (-), kejang (-).

f. Riwayat KebiasaanPasien memiliki kebiasaan meminum jamu namun jarang. Pasien jarang berolahraga. Pasien makan 3x sehari dan tidak ada pantangan dalam hal makanan. Pasien menyangkal memiliki kebiasaan merokok (-), minum alkohol (-), mengkonsumsi obat-obatan terlarang (-).

III. PEMERIKSAAN FISIK ( Tanggal 20 Juni 2014 ) a. Status generalisKeadaan Umum: Tampak sakit sedangKesadaran: E4M6V5 = 15 (Compos Mentis)Sikap: BerbaringKoperasi: KooperatifKeadaan Gizi: CukupTekanan Darah110/70 mmHgSuhu36,70C

Nadi 72 x/mntPernafasan18 x/mnt

b. Keadaan LokalKepala: Normocephal, Cephal hematom (+) di regio parietotemporal dekstraMata: Sclera ikterik -/-, konjungtiva pucat -/-, raccoon eyes -/-Hidung: Perdarahan aktif -/-, clotting -/-Telinga: Perdarahan aktif -/-, clotting -/- , Battle Sign +/-Leher: KGB dan tiroid tidak teraba membesar, jejas (-)Thorax: Jejas (-)JantungInspeksi: Ictus cordis tidak tampakPalpasi: Ictus cordis tidak terabaPerkusi: Batas kanan: ICS III linea sternalis dekstra Batas kiri: ICS V 1 jari medial linea midklavikularis sinistra Pinggang jantung: ICS III-V linea parasternalis dekstraAuskultasi: BJ 1 dan BJ 2 reguler, murmur (-), gallop (-)ParuInspeksi: Pergerakan dinding dada simetris saat statis dan dinamisPalpasi: Vocal fremitus simetris kanan dan kiri.Perkusi: Sonor diseluruh lapang paruAuskultasi: Suara nafas vesikuler, Rh -/-, Wh -/-.AbdomenInspeksi: Datar, jejas (-)Palpasi: Supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, Nyeri tekan (-)Perkusi: TimpaniAuskultasi: Bising Usus (+) normalEkstremitasAkral hangat: ++++

Edema:----

Pembuluh Darah Perifer: Capillary Refill Time < 2 detikTrauma Stigmata: Vulnus ekskoriasi digiti pedis dekstraColumna Vertebralis: Letak ditengah, skoliosis (-), lordosis (-)

IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Rangsang Selaput OtakKananKiri

Kaku Kuduk(-)

Laseque> 70> 70

Kernig> 135> 135

Brudzinski I(-)(-)

Brudzinski II(-)(-)

Peningkatan Tekanan Intrakranial Muntah proyektil: (-) Sakit kepala hebat: (-) Papil edema: (-)

Nervus KranialisKananKiri

N. I ( N. Olfaktorius )NormosmiaNormosmia

N. II ( N. Optikus )KananKiri

Acies VisusBaikBaik

Visus CampusBaikBaik

Melihat WarnaBaikBaik

FunduskopiTidak dilakukankarena keterbatasan alatTidak dilakukankarena keterbatasan alat

N. III ( N. Okulomotorius ), N. IV ( N. Trokhlearis ), N. VI ( N. Abdusen )

KananKiri

Kedudukan Bola MataOrthoposisiOrthoposisi

Pergerakan Bola Mata

Ke NasalBaikBaik

Ke TemporalBaikBaik

Ke Nasal AtasBaikBaik

Ke Temporal AtasBaikBaik

Ke Temporal BawahBaikBaik

Eksopthalmus(-)(-)

Nistagmus(-)(-)

PupilIsokhorIsokhor

BentukBulat, 3mmBulat, 3mm

Refleks Cahaya Langsung(+)(+)

Refleks Cahaya Tak Langsung(+)(+)

AkomodasiBaikBaik

KonvergensiBaikBaik

N. V ( N. Trigeminus )KananKiri

Cabang Motorik (M. Maseter dan M. Temporalis)BaikBaik

Cabang Sesorik

OptahalmikBaikBaik

MaxillaBaikBaik

MandibularisBaikBaik

N. VII ( N. Fasialis )KananKiri

Motorik OrbitofrontalBaikBaik

Motorik OrbicularisBaikBaik

Pengecap LidahBaikBaik

N. VIII ( N. Vestibulo- kokhlearis)

KananKiri

Vestibular

Vertigo(-)

Nistagmus(-)(-)

Cochlear

Tuli Konduktif(+)(-)

Tuli Perspeptif(-)(-)

Test berbisikMenurunBaik

N. IX ( N. Glosofaringeus ) , N. X ( N. Vagus )

KananKiri

MotorikBaikBaik

SensorikBaikBaik

N. XI ( N. Aksesorius )KananKiri

Mengangkat BahuBaikBaik

MenolehBaikBaik

N. XII ( N. Hipoglosus )KananKiri

Pergerakan LidahSimetris

Atrofi(-)

Fasikulasi(-)

Tremor(-)

Sistem MotorikEkstremitas Atas Proksimal Distal: TVD / 5 5 5 5Ekstremitas Bawah Proksimal Distal: 5 5 5 5 / 5 5 5 5

Gerakan InvolunterTremor: (-)Chorea: (-)Atetose: (-)Mioklonik: (-)Tics: (-)

Sistem SensorikProprioseptif: baik/baikEksteroseptif: baik/baik

Fungsi Cerebellar dan KoordinasiAtaxia: Tidak dilakukanTes Rhomberg: Tidak dilakukanDisdiadokinesia: BaikJari-Jari: Baik/BaikJari-Hidung: Baik/BaikTumit-Lutut: Baik/BaikRebound Pheomenon : (-)Hipotoni: (-)

Fungsi LuhurAstereognosia: (-)Apraksia: (-)Afasia: (-)

Fungsi OtonomMiksi: Inkontinensia urin (-)Defekasi: Inkontinensia alvi (-)Sekresi Keringat: Baik

Keadaan PsikisIntelegensia: baikTanda regresi: (-)Demensi: (-)

Refleks-refleks FisiologisKananKiri

Bisep(++)(++)

Trisep(++)(++)

Patella(++)(++)

Achilles(++)(++)

Refleks-refleks PatologisKananKiri

Babinsky(-)(-)

Chaddock(-)(-)

Gordon(-)(-)

Gonda(-)(-)

Schaeffer(-)(-)

Hoffman Tromner(-)(-)

V. PEMERIKSAAN LABORATORIUM ( 19 Juni 2014 )PemeriksaanHasilNilai Rujukan

Hematologi

Hemoglobin12.6 g/dL13.2 17.3

Hematokrit37 %33 45

Leukosit17.3 ribu/ul5.0 10.0

Trombosit336 ribu/ul150 440

Eritrosit4.19 juta/ul4.40 5.90

VER/HER/KHER/RDW

VER88.3 fl80 100

HER30.1 pg26 34

KHER34.1 g/dl32 36

RDW15.1 %11.5 14.5

VI. PEMERIKSAAN RADIOLOGIK ( 19 Juni 2014 )Rontgen Shoulder Dekstra

Kesan: Fraktur tertutup klavikula dekstraCT Scan Kepala Tanpa Kontras

Kesan : Subgaleal hematom di region parietotemporal kanan Sinusitis sphenoid dan maksila kanan Mastoiditis kanan dan tampak fraktur pada os mastoid kanan Tidak tampak perdarahan intraparenkimal, subarachnoid ataupun subdural/epidural hematom

VII. RESUMEPasien seorang perempuan usia 54 tahun diantar ke RSUP Fatmawati dibawa oleh keluarganya atas rujukan dari RS Andika dengan keluhan pingsan post KLL sejak 6 jam SMRS. Pasien terjatuh dari motor dengan posisi kepala membentur aspal dan terpental dari motor. Setelah kejadian pasien tidak sadar. Pasien kemudian di foto rontgen dan didapatkan hasil tulang klavikula pasien patah. Pasien mulai sadar 1 hari kemudian saat dirawat di IGD RSF. Pasien mengeluhkan kepala terasa pusing (+), nyeri kepala (+), lengan kanan pasien terasa nyeri (+), mual (+) dan muntah (+) sebanyak 2-3 kali dan tidak menyembur, keluar darah dari hidung dan telinga sebelah kanan, amnesia retrograde (+), telinga kanan pasien agak tuli namun masih bisa mendengar sedikit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran Compos Mentis, GCS E4M6V5, Cephal hematom (+) di regio parietotemporal dekstra, Battle Sign +/-, Vulnus ekskoriasi digiti pedis dekstra. Pada pemeriksaan status neurologis didapatkan tuli konduktif pada telinga kanan. Pada pemeriksaan penunjang laboratorium leukositosis, rontgen shoulder dekstra kesan fraktur tertutup klavikula dekstra, CT scan kepala kesan subgaleal hematom di region parietotemporal kanan, sinusitis sphenoid dan maksila kanan, mastoiditis kanan dan tampak fraktur pada os mastoid kanan.VIII. DIAGNOSISDiagnosis Klinis: Cefalgia sekunder, Nausea, Vomitus, Amnesia retrograde, vulnus ekskoriasi digiti pedis dekstra, riwayat sinkop, fraktur tertutup klavikula dekstra, tuli konduktif AD.Diagnosis Etiologi: Contusio Cerebri dd/ Fraktur basis craniiDiagnosis Topis: Subgaleal hematom di region parietotemporal kanan

IX. PENATALAKSANAANNon-Medika Mentosa1. Elevasi kepala 302. O2 3 L/menit3. Konsul dokter spesialis ortopedi4. Konsul dokter spesialis THTMedika Mentosa1. IVFD NaCl 0,9% 500 cc/12 jam 2. Ceftriaxone 1 x 2gr vial IV3. ATS 1 x 1 amp IV4. Citicholin 2 x 500mg IV5. Ranitidin 2 x 1 amp IV6. Ondansetron 2 x 1 amp IV7. Paracetamol 3 x 500 mg PO8. Betahistin 2 x 1 tab PO

X. PROGNOSISAd vitam: ad bonamAd fungtionam: dubia ad bonamAd sanationam: ad bonamBAB IIITINJAUAN PUSTAKA

TRAUMA KAPITISTrauma kapitis atau cedera kepala adalah kerusakan otak akibat trauma mekanik yang terjadi langsung saat trauma (primer) maupun tidak langsung, sesaat sesudah trauma (sekunder). Tulang tengkorak yang tebal dan keras membantu melindungi otak. Tetapi meskipun memiliki helm alami, otak sangat peka terhadap berbagai jenis cedera. Otak bisa terluka meskipun tidak terdapat luka yang menembus tengkorak. Cedera kepala paling sering disebabkan oleh kecelakaan bermotor bermotor sering dihubungkan dengan konsumsi alkohol yang berlebihan.

PatofisiologiTrauma secara langsung akan menyebabkan cedera yang disebut lesi primer. Lesi primer ini dapat dijumpai pada kulit dan jaringan subkutan, tulang tengkorak, jaringan otak, saraf otak maupun pembuluh-pembuluh darah di dalam dan di sekitar otak. Pada tulang tengkorak dapat terjadi fraktur linier (70% dari fraktur tengkorak), fraktur impresi maupun perforasi. Fraktur linier pada daerah temporal dapat merobek atau menimbulkan aneurisma pada arteria meningea media dan cabang-cabangnya; pada dasar tengkorak dapat merobek atau menimbulkan aneurisma a. karotis interna dan terjadi perdarahan lewat hidung, mulut dan telinga. Fraktur yang mengenai lamina kribriform dan daerah telinga tengah dapat menimbulkan rinoroe dan otoroe (keluarnya cairan serebro spinal lewat hidung atau telinga).Trauma kepala dapat menyebabkan cedera pada otak karena adanya aselerasi, deselerasi dan rotasi dari kepala dan isinya. Karena perbedaan densitas antara tengkorak dan isinya, bila ada aselerasi, gerakan cepat yang mendadak dari tulang tengkorak diikuti dengan lebih lambat oleh otak. Ini mengakibatkan benturan dan goresan antara otak dengan bagian-bagian dalam tengkorak yang menonjol atau dengan sekat-sekat duramater. Bila terjadi deselerasi (pelambatan gerak), terjadi benturan karena otak masih bergerak cepat pada saat tengkorak sudah bergerak lambat atau berhenti. Mekanisme yang sama terjadi bila ada rotasi kepala yang mendadak. Tenaga gerakan ini menyebabkan cedera pada otak karena kompresi (penekanan) jaringan, peregangan maupun penggelinciran suatu bagian jaringan di atas jaringan yang lain. Ketiga hal ini biasanya terjadi bersama-sama atau berturutan.Kerusakan jaringan otak dapat terjadi di tempat benturan (coup), maupun di tempat yang berlawanan (countre coup). Diduga countre coup terjadi karena gelombang tekanan dari sisi benturan (sisi coup) dijalarkan di dalam jaringan otak ke arah yang berlawanan; teoritis pada sisi countre coup ini terjadi tekanan yang paling rendah, bahkan sering kali negatif hingga timbul kavitasi dengan robekan jaringan. Selain itu, kemungkinan gerakan rotasi isi tengkorak pada setiap trauma merupakan penyebab utama terjadinya countre coup, akibat benturan-benturan otak dengan bagian dalam tengkorak maupun tarikan dan pergeseran antar jaringan dalam tengkorak. Yang seringkali menderita kerusakan-kerusakan ini adalah daerah lobus temporalis, frontalis dan oksipitalis.

Fraktur impresi dapat menyebabkan peningkatan volume dalam tengkorak, hingga menimbulkan herniasi batang otak lewat foramen magnum. Juga secara langsung menyebabkan kerusakan pada meningen dan jaringan otak di bawahnya akibat penekanan. Pada jaringan otak akan terdapat kerusakan-kerusakan yang hemoragik pada daerah coup dan countre coup. Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal sering kali disertai adanya perdarahan subdural dan intra serebral yang akut. Tekanan dan trauma pada kepala akan menjalar lewat batang otak kearah kanalis spinalis; karena adanya foramen magnum, gelombang tekanan ini akan disebarkan ke dalam kanalis spinalis. Akibatnya terjadi gerakan ke bawah dari batang otak secara mendadak, hingga mengakibatkan kerusakan kerusakan di batang otak. Saraf otak dapat terganggu akibat trauma langsung pada saraf, kerusakan pada batang otak, ataupun sekunder akibat meningitis atau kenaikan tekanan intrakranial.Kerusakan pada saraf otak I kebanyakan disebabkan oleh fraktur lamina kribriform di dasar fosa anterior maupun countre coup dari trauma di daerah oksipital. Pada gangguan yang ringan dapat sembuh dalam waktu 3 bulan. Dinyatakan bahwa 5% penderita tauma kapitis menderita gangguan ini. Gangguan pada saraf otak II biasanya akibat trauma di daerah frontal. Mungkin traumanya hanya ringan saja (terutama pada anak-anak), dan tidak banyak yang mengalami fraktur di orbita maupun foramen optikum. Dari saraf-saraf penggerak otot mata, yang sering terkena adalah saraf VI karena letaknya di dasar tengkorak. Ini menyebabkan diplopia yang dapat segera timbul akibat trauma, atau sesudah beberapa hari akibat dari edema otak.Gangguan saraf III yang biasanya menyebabkan ptosis, midriasis dan refleks cahaya negatif sering kali diakibatkan hernia tentorii. Gangguan pada saraf V biasanya hanya pada cabang supraorbitalnya, tapi sering kali gejalanya hanya berupa anestesi daerah dahi hingga terlewatkan pada pemeriksaan. Saraf VII dapat segera memperlihatkan gejala, atau sesudah beberapa hari kemudian. Yang timbulnya lambat biasanya cepat dapat pulih kembali, karena penyebabnya adalah edema. Kerusakannya terjadi di kanalis fasialis, dan seringkali disertai perdarahan lewat lubang telinga. Banyak didapatkan gangguan saraf VIII pada. trauma kepala, misalnya gangguan pendengaran maupun keseimbangan. Edema juga merupakan salah satu penyebab gangguan. Gangguan pada saraf IX, X dan XI jarang didapatkan, mungkin karena kebanyakan penderitanya meninggal bila trauma sampai dapat menimbulkan gangguan pada saraf-saraf tersebut. Akibat dari trauma pada pembuluh darah, selain robekan terbuka yang dapat langsung terjadi karena benturan atau tarikan, dapat juga timbul kelemahan dinding arteri. Bagian ini kemudian berkembang menjadi aneurisma.

Tipe trauma kepala:a. Trauma kepala terbuka Trauma kepala ini menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi duramater. Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak menusuk otak. Fraktur longitudinal sering menyebabkan kerusakan pada meatus akustikus interna, foramen jugularis dan tuba eustachius. Setelah 2-3 hari akan tampak battle sign (warna biru dibelakang telinga diatas os mastoid) dan otorrhoe (liquor keluar dari telinga). Perdarahan dari telinga dengan trauma kepala hampir selalu disebabkan oleh retak tulang dasar tengkorak. Fraktur basis tengkorak tidak selalu dapat dideteksi oleh foto rontgen, karena terjadi sangat dasar. Tanda-tanda klinik yang dapat membantu mendiagnosa adalah :a. Battle sign ( warna biru/ekhimosis dibelakang telinga di atas os mastoid ) b. Hemotipanum ( perdarahan di daerah gendang telinga ) c. Periorbital ecchymosis ( mata warna hitam tanpa trauma langsung ) d. Rhinorrhoe ( liquor keluar dari hidung ) e. Otorrhoe ( liquor keluar dari telinga) Komplikasi pada trauma kepala terbuka adalah infeksi, meningitis dan perdarahan.2. Trauma kepala tertutup

a. Komusio serebri ( Gegar otak )Merupakan bentuk trauma kapitis ringan, dimana terjadi pingsan (kurang dari 10 menit ). Gejala lain mungkin termasuk pusing, noda-noda didepan mata dan linglung. Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap, setelah terjadinya cedera pada otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata. Konkusio menyebabkan kelainan fungsi otak tetapi tidak menyebabkan kerusakan struktural yang nyata. Hal ini bahkan bisa terjadi setelah cedera kepala yang ringan, tergantung kepada goncangan yang menimpa otak di dalam tulang tengkorak. Konkusio bisa menyebabkan kebingungan, sakit kepala dan rasa mengantuk yang abnormal; sebagian besar penderita mengalami penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari. Beberapa penderita merasakan pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Gejala-gejala ini bisa berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu, jarang lebih dari beberapa minggu.Penderita bisa mengalami kesulitan dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi. Keadaan ini disebut sindroma pasca konkusio. Sindroma pasca konkusio masih merupakan suatu teka-teki; tidak diketahui mengapa sindroma ini biasanya terjadi setelah suatu cedera kepala yang ringan. Para ahli belum sepakat, apakah penyebabkan adalah cedera mikroskopi atau faktor psikis. Pemberian obat-obatan dan terapi psikis bisa membantu beberapa penderita sindroma ini. Yang lebih perlu dikhawatirkan selain sindroma pasca konkusio adalah gejala-gejala yang lebih serius yang bisa timbul dalam beberapa jam atau kadang beberapa hari setelah terjadinya cedera. Jika sakit kepala, kebingungan dan rasa mengantuk bertambah parah, sebaiknya segera mencari pertolongan medis. Biasanya, jika terbukti tidak terdapat kerusakan yang lebih berat, maka tidak diperlukan pengobatan. Setiap orang yang mengalami cedera kepala diberitahu mengenai pertanda memburuknya fungsi otak. Selama gejalanya tidak semakin parah, biasanya untuk meredakan nyeri diberikan asetaminofen. Jika cederanya tidak parah, aspirin bisa digunakan setelah 3-4 hari pertama.

b. Kontusio serebri ( Memar otak )Merupakan perdarahan kecil / petechie pada jaringan otak akibat pecahnya pembuluh darah kapiler. Kontusio yang berat di daerah frontal dan temporal sering kali disertai adanya perdarahan subdural dan intra serebral yang akut. Sebagai kelanjutan dari kontusio akan terjadi edema otak. Penyebab utamanya adalah vasogenik, yaitu akibat kerusakan B.B.B. (blood brain barrier). Disini dinding kapiler mengalami kerusakan ataupun peregangan pada sel-sel endotelnya. Cairan akan keluar dari pembuluh darah ke dalam jaringan otak karena beda tekanan intra vaskuler dan interstisial yang disebut ekanan perfusi. Bila tekanan arterial meningkat akan mempercepat terjadinya edema dan sebaliknya bila turun akan memperlambat. Edema jaringan menyebabkan penekanan pada pembuluh-pembuluh darah yang mengakibatkan aliran darah berkurang. Akibatnya terjadi iskemia dan hipoksia. Asidosis yang terjadi akibat hipoksia ini selanjutnya menimbulkan vasodilatasi dan hilangnya auto regulasi aliran darah, sehingga edema semakin hebat. Hipoksia karena sebab-sebab lain juga memberikan akibat yang sama. Jika otak membengkak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan otak; pembengkakan yang sangat hebat bisa menyebabkan herniasi otak.Gejala dari kontusio adalah pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi, emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Biasanya gejala berlangsung selama beberapa hari sampai beberapa minggu. Sindroma pasca konkusio yaitu kesulitan dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi. Kontusio serebri dan robekan otak lebih serius daripada konkusio. MRI menunjukkan kerusakan fisik pada otak yang bisa ringan atau bisa menyebabkan kelemahan pada satu sisi tubuh yang diserati dengan kebingungan atau bahkan koma.c. Perdarahan intrakranial Merupakan penimbunan darah di dalam otak atau diantara otak dengan tulang tengkorak. Hematoma intrakranial bisa terjadi karena cedera atau stroke. Perdarahan karena cedera biasanya terbentuk di dalam pembungkus otak sebelah luar (hematoma subdural) atau diantara pembungkus otak sebelah luar dengan tulang tengkorak (hematoma epidural). Kedua jenis perdarahan diatas biasanya bisa terlihat pada CT scan atau MRI. Sebagian besar perdarahan terjadi dengan cepat dan menimbulkan gejala dalam beberapa menit. Perdarahan menahun (hematoma kronis) lebih sering terjadi pada usia lanjut dan membesar secara perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau hari. Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan pada akhirnya menghancurkan jaringan otak. Hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak bagian atas atau batang otak mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi penurunan kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi tubuh, gangguan pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga terjadi kebingungan dan hilang ingatan, terutama pada usia lanjut.

Hematoma epidural Hematoma epidural berasal dari perdarahan di arteri yang terletak diantara meningens dan tulang tengkorak, yaitu arteri meningea media. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah merobek arteri. Darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar. Gejala berupa sakit kepala hebat bisa segera timbul tetapi bisa juga baru muncul beberapa jam kemudian. Sakit kepala kadang menghilang, tetapi beberapa jam kemudian muncul lagi dan lebih parah dari sebelumnya.Selanjutnya bisa terjadi peningkatan kebingungan, rasa ngantuk, kelumpuhan, pingsan dan koma. Diagnosis dini sangat penting dan biasanya tergantung kepada CT scan darurat. Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan penyumbatan sumber perdarahan.

Hematoma subduralHematoma subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak. Perdarahan bisa terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa saat kemudian setelah terjadinya cedera kepala yang lebih ringan. Hematoma subdural yang bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah. Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:1. Sakit kepala yang menetap2. Rasa mengantuk yang hilang-timbul3. Linglung4. Perubahan ingatan5. Kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.

Kriteria cedera kepala yang digunakan untuk diagnosis, bergantung berat-ringannya cedera otak yang terjadi, oleh sebab itu terbagai menjadi :1. Minimal = simple head injury GCS = 15 (normal) Kesadaran baik Tidak ada amnesia Dapat disertai gejala : mual,muntah, sakit kepala, vertigo. Defisit neurologis (-) CT-Scan normal

2. Cedera kepala ringan GCS = 13 - 15 Penurunan kesadaran 10 menit Amnesia pasca cedera kepala kurang dari 1 jam Dapat disertai gejala : mual,muntah, sakit kepala, vertigo. Defisit neurologis (-) CT-Scan normal

3. Cedera kepala sedang GCS = 9 12 Penurunan kesadaran >10 menit tetapi 6 jam Dapat/tidak disertai oleh defisit neurologis Amnesia pasca cedera selama 1 24 jam CT-Scan abnormal

4. Cedera kepala berat GCS = 5 8 Penurunan kesadaran > 6 jam Terdapat defisit neurologi Amnesia pasca cedera > 24 hari CT-Scan abnormal

Tatalaksana cedera kepala, berdasarkan kriteria untuk diagnosis, sebagai berikut:1. Minimal Tirah baring, kepala ditinggikan 30O Istirahat dirumah Kontrol ke rumah sakit bila ada tanda-tanda perdarahan epidural

2. Cedera otak ringan Tirah baring, kepala ditinggikan 30O Observasi di rumah sakit selama 2 hari Beri obat simptomatis Antibiotik (dengan indikasi) 3. Cedera otak sedang dan berat Terapi umum : ABC, terapi cairan, jaga keseimbangan gas darah Terapi khusus: medikamentosa, atasi peningkatan TIK, simptomatis,antibiotik, antiepilepsi, operasi (dengan indikasi) Rehabilitasi

PrognosisCedera kepala bisa menyebabkan kematian atau penderita bisa mengalami penyembuhan total. Jenis dan beratnya kelainan tergantung kepada lokasi dan beratnya kerusakan otak yang terjadi. Berbagai fungsi otak dapat dijalankan oleh beberapa area, sehingga area yang tidak mengalami kerusakan bisa menggantikan fungsi dari area lainnya yang mengalami kerusakan. Tetapi semakin tua umur penderita, maka kemampuan otak untuk menggantikan fungsi satu sama lainnya, semakin berkurang. Kemampuan berbahasa pada anak kecil dijalankan oleh beberapa area di otak, sedangkan pada dewasa sudah dipusatkan pada satu area. Jika hemisfer kiri mengalami kerusakan hebat sebelum usia 8 tahun, maka hemisfer kanan bisa mengambil alih fungsi bahasa.Kerusakan area bahasa pada masa dewasa lebih cenderung menyebabkan kelainan yang menetap. Beberapa fungsi (misalnya penglihatan serta pergerakan lengan dan tungkai) dikendalikan oleh area khusus pada salah satu sisi otak. Kerusakan pada area ini biasanya menyebabkan kelainan yang menetap. Dampak dari kerusakan ini bisa diminimalkan dengan menjalani terapi rehabilitasi. Penderita cedera kepala berat kadang mengalami amnesia dan tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah terjadinya penurunan kesadaran. Jika kesadaran telah kembali pada minggu pertama, maka biasanya ingatan penderita akan pulih kembali.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anderson S. McCarty L., Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, edisi 4, Anugrah P. EGC, Jakarta,1995, 1014-1016 2. Anonym, Intracranial Hemorrhage, www.ispub.com 3. Buergener F.A, Differential Diagnosis in Computed Tomography, Baert A.L. Thieme Medical Publisher, New York,1996, 22 4. Dahnert W, MD, Brain Disorders, Radioogy Review Manual, second edition, Williams & Wilkins, Arizona, 1993, 117 178 5. Markam S, Trauma Kapitis, Kapita Selekta Neurologi, Edisi kedua, Harsono, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 2005, 314 6. Mardjono M. Sidharta P., Mekanisme Trauma Susunan Saraf, Neurologi Kilinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta, 2003, 254-259 7. Sain I, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Trauma Kapitis, http://iwansain.wordpress.com/2011

1