Transportasi Publik Sebagai Solusi Masalah Transportasi Di Perkotaan

Embed Size (px)

Citation preview

TRANSPORTASI PUBLIK SEBAGAI SOLUSI MASALAH TRANSPORTASI DI PERKOTAANundefinedundefinedPENDAHULUANTransportasi merupakan komponen utama dalam sistem hidup dan kehidupan, sistem pemerintahan, dan sistem kemasyarakatan. Kondisi demografis wilayah juga memiliki pengaruh terhadap kinerja sistem transportasi di wiayah tersebut. Tingkat kepadatan penduduk juga akan memiliki pengaruh signifikan terhadap kemampuan sistem transportasi dalam melayani kebutuhan masyarakat. Di perkotaan kecenderungan yang terjadi adalah meningkatnya jumlah penduduk yang tinggi karena tingkat kelahiran maupun tingkat urbanisasi. Yang pada akhirnya berimplikasi pada kurangnya daya saing dari transportasi wilayah sehingga sistem transportasi yang ada mengalami kesulitan melayani kebutuhan masyarakat. Kerumitan persoalan itu menyatu dengan variable pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat, jumlah kendaraan bermotor yang bertambah melebihi kapasitas jalan yang ada, dan perilaku masyarakat yang masih mengabaikan peraturan berlalu lintas di jalan raya. Kegagalan sistem transportasi ini mengganggu perkembangan suatu wilayah/kota, mempengaruhi efisiensi perekonomian perkotaan, bahkan kerugian lainnya. Kondisi seperti ini yang menyebabkan hampir seluruh lapisan masyarakat berteriak saat melihat kondisi transportasi di Indonesia khususnya di Jakarta yang saat ini sudah semakin parah. Pada intinya, mereka berharap ada perubahan besar sehingga lalu lintas orang dan barang menjadi lebih manusiawi. Sangat menyedihkan melihat kondisi sebagian orang yang harus menempuh perjalanan sekitar 1,5 jam untuk menuju kantornya dengan menggunakan motor. Dengan waktu tempuh yang begitu panjang dan tingkat polusi udara di atas ambang batas, bukan tidak mungkin cepat atau lambat kondisi fisik sebagian orang tersebut terus dan terus menurun. Kondisi fisik yang buruk tentu saja akan mengganggu produktivitas mereka. Hal itu secara langsung ataupun tidak langsung juga berpengaruh terhadap produktivitas tempat mereka bekerja. Dengan mempertimbangkan akumulasi pelaku perjalanan tersebut, dapatkah kita membayangkan kerugian negara dan produktivitas yang hilang karena masalah lalu lintas? Masalah lalu lintas di indonesia sudah seperti benang kusut yang menimbulkan berjuta permasalahan. Berawal dari kesalahan kebijakan dalam membangun sistem transportasi kota, berbagai masalah di sektor ini terus bermunculan. Mulai dari masalah kemacetan lalu lintas, pemborosan konsumsi bahan bakar, buruknya kualitas udara yang melahirkan banyak penyakit kronis, kematian, hingga permasalahan kesetaraan hak dalam penggunaan ruang jalan yang terampas dari tangan pengguna kendaraan tidak bermotor dan pejalan kaki. Ironisnya, permasalahan ini tidak akan pernah selesai walaupun trilyunan rupiah telah dihabiskan untuk melakukan studi ataupun proyek percontohan untuk membenahi sistem transportasi kota, jika keadaan stakeholders-nya tetap seperti ini. Pemerintah yang tidak mempunyai visi, sementara sebagian besar aparatnya adalah oknum yang hanya melihat dari sisi proyek untuk kepentingan pribadi.Penelitian Asian Bank Development (ADB) tersebut, seperti diungkapkan oleh Gubernur DKI (saat itu) Sutiyoso saat pencanangan Tahun 2007 sebagai Tahun Tertib Lalu Lintas, mengacu pada angka kecelakaan lalu lintas yang memakan korban jiwa. Pada 2005 di wilayah Jakarta sekitarnya saja mencatat 4.156 peristiwa kecelakaan dengan korban jiwa 1.118 orang. Jumlah itu meningkat pada 2006 sebanyak 4.407 peristiwa dengan korban jiwa 1.128 orang. Angka itu belum termasuk kecelakaan di propinsi lainnya di Indonesia.

Dari hasil penelitian yang ada, penyebab utama terjadinya kecelakaan lalu lintas lebih banyak karena budaya tertib lalu lintas belum berlangsung dengan baik pada sebagian besar masyarakat pengguna jalan. Banyaknya kecelakaan, lebih sering diakibatkan kurang disiplin, kurang tertib, serta sikap pengguna jalan yang tidak mematuhi peraturan. Kecelakaan jelas mengakibatkan kerugian. Akibat yang muncul bisa korban jiwa, atau kerugian benda maupun materiil. Badan Kesehatan Dunia (WHO) mempertegas sinyalemen mengenai penyebab kecelakaan, pada dasarnya kesalahan tersebut didasarkan pada beberapa sebab yang saling berkaitan dengan bebarapa faktor dominan, antara lain disiplin berlalu-lintas oleh pengguna jalan, peranan para stakeholder dalam memberikan dukungan bagi terselenggaranya transportasi yang nyaman dan aman, sistem transportasi yang memadai, peranan para penegak hukum, serta dukungan infrastruktur yang memadai.Bagi masyarakat kota, apalagi seperti Jakarta, potensi menjadi korban akibat kecelakaan lalu lintas lebih tinggi dibanding mereka yang tinggal di kawasan pedesaan. Penyebabnya karena jumlah kendaraan di kota jumlahnya sangat tinggi dan semakin hari terus bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas masyarakat kota. Mobilitas yang tinggi tersebut menjadikan masyarakat membutuhkan kendaraan bermotor sebagai sarana transportasi yang memadai, karena mobilitas masyarakat kota membutuhkan efisiensi dan efektivitas, baik dalam hal biaya maupun dalam hal waktu.Sumber utama dari permasalahan transportasi ini adalah tidak terkendalinya pertambahan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia yang jauh melebihi kapasitas jalan. Hal ini diperlihatkan dengan tingkat laju pertumbuhan rata-rata yang relatif tinggi sebesar 10 persen per tahun dalam satu dasawarsa ini, yaitu dari 1,65 juta kendaraan pada tahun 1990 menjadi sebesar 4,16 juta pada akhir tahun 2000. Keadaan inilah yang akhirnya menimbulkan kemacetan lalu lintas di mana-mana sepanjang hari. Kondisi ini semakin diperburuk dengan perilaku masyarakat yang cenderung mengabaikan peraturan berlalu lintas di jalan raya. Memecahkan masalah transportasi perkotaan, seperti yang terjadi di dalam pola transportasi makro di indonesia, perlu adanya manajemen dan perencanaan yang baik melalui koordinasi antar instansi. Permasalahan transportasi di kota besar sudah begitu kompleks. Permasalahan yang ada tumbuh lebih cepat dari pemecahan permasalahan transportasi. Keadaan ini diperburuk dengan perkembangan kota tanpa pengendalian tata ruang, serta jaringan yang tidak lengkap. Faktor berikutnya adalah pertumbuhan kendaraan yang tak terkendali, khususnya sepeda motor, yang acapkali menyebabkan kemacetan yang memprihatinkan. Selanjutnya, dengan adanya kemacetan itu, maka pertumbuhan kebutuhan energi khususnya sebagai akibat sistem yang tidak efisien itu, menjadi bertambah. Bahwa yang perlu disediakan adalah bagaimana menciptakan aksesibilitas khususnya terhadap aksesibilitas terhadap penggunaan angkutan umum, bukan terhadap pengguna angkutan pribadi. Dengan demikian akan mendorong pengguna kendaraan pribadi untuk menggunakan angkutan umum dengan langkah-langkah membatasi akses terhadap parkir kendaraan pribadi. Permasalahan transportasi seperti yang terjadi di Indonesia tidak bisa dilakukan sendiri. Ada berbagai aspek dan peraturan yang perlu didukung pemerintah pusat dan pemerintah daerah tetangga. Jika hal ini dibiarkan berlarut-larut, maka system transportasi di Indonesia akan menjadi tidak efisien. Dan sistem yang tidak efisien mengakibatkan negative impact pada Indonesia sendiri. Seperti di kota London, kotanya menjadi negative growth karena sistem kotanya tidak efisien. Permasalahan banyak, langkah yang sedang dipersiapkan banyak. Dan tentu untuk bisa melaksanakan ini perlu dukungan semua pihak. Inovasi dan perkembangan dalam penyusunan tatanan transportasi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia membutuhkan cukup banyak riset teknologi dan kebijakan, baik di sektor pemerintahan maupun di sektor korporasinya. Perbaikan struktur biaya transportasi dan upaya peningkatan efisiensi secara cerdas tanpa mengorbankan aspek keselamatan harus terus menerus didorong. Indonesia memerlukan sistem transportasi berkelanjutan yang mampu mengakomodasi mobilitas kegiatan secara maksimal. Tentu saja dengan dampak negatif seminimal mungkin. Pelibatan swasta dalam penyedian infrastruktur dan layanan transportasi merupakan area kajian yang diperdalam. Kerjasama pemerintah dan swasta akan memberikan kesempatan sektor swasta mendukung pemerintah yang kekurangan dana untuk membangun infrastruktur yang penuh risiko. Padahal Indonesia memiliki panjang jalan lebih dari 300.000 km dan merupakan yang terpanjang di antara Negara-negara Asia Tenggara, tetapi 40% diantaranya mengalami rusak ringan dan berat. Sedangkan panjang rel kereta api di Indonesia adalah 5.042,05 km yang merupakan hasil peninggalan sejarah Hindia Belanda sejak 1842 dengan 26% diantaranya dibangun mulai tahun 1876, dan hanya 4% yang dipasang baru antara tahun 1985-2001. Kondisi eksisting system jaringan jalan di Indonesia ini sebernarnya sangat mendukung untuk konsep transportasi berkelanjutan hanya saja diperlukan usaha yang lebih aktif lagi untuk mengadakan perbaikan di segala sisi. Di bidang transportasi perkotaan mengalami permasalahan yang sangat serius akibat migrasi penduduk desa ke kota. Pertumbuhan urbanisasi saat ini berada di atas 1 % per tahun. Angkutan umum mengalami tekanan yang sangat berat akibat tingkat motorisasi yang demikian tinggi. Diperkirakan secara nasional terdapat penurunan pangsa pasar angkutan umum sebesar 1% tiap tahun apabila tidak ada reformasi mendasar yang dilakukan oleh pemerintah. Adapun transportasi pedesaan dan derah terpencil semakin tidak diperhatikan, padahal dengan penduduk 270 juta jiwa pada tahun 2020, sebanyak 62% atau 162 juta penduduk hidup di pedesaan. Angkutan pedesaan ini bertangggung jawab terhadap 10-25% harga komoditi pertanian non korporasi yang menjadi tumpuan pengentasan kemiskinan di daerah pedesaan. Dengan ketiadaan integrasi dengan pembangunan ekonomi daerah dan standar keselamatan minimum, pemberian subsidi tidak memberikan pull effect yang diharapkan. Oleh karena itu, transportasi berkelanjutan membutuhkan konsep yang benar-benar membumi dan mampu menjadi ukuran yang jelas mengenai arah dan strategi transportasi ke masa depan. Dibutuhkan sebuah sistem transportasi yang jika kita bayangkan akan mampu menjadi wahana untuk membawa Indonesia menjadi maju dan sejahtera. Maju karena mampu membantu peningkatan daya saing bangsa melalui efisiensi sistem distribusi barang dan jasa. Sejahtera karena tatanan transportasi yang ada memperhatikan keadilan, baik keadilan yang ada di masyarakat maupun bagi generasi mendatang.Pemerintah dan para ahli berusaha belajar mengenai suatu konsep transportasi yang telah berhasil di negara lain, seperti di Negara Curitiba. Negara tersebut memiliki sistem tranportasi yang cukup berhasil sehingga mempengaruhi perkembangan bidang lainnya, seperti komersial dan industri dan tata kotanya pun menjadi lebih baik dan teratur.

Konsep yang digunakan adalah sustainable transportation. Konsep ini telah banyak diterapkan di negara-negara maju maupun berkembang dan cukup berhasil menangani permasalahan transportasi. Hal inilah yang sedang dipelajari oleh pemerintah dan ahli transportasi di Indonesia mengenai keberhasilan penerapan konsep ini di negara luar. Meskipun secara umum konsep ini telah berhasil diterapkan di beberapa Negara, namun sampai saat ini definisi dari transportasi berkelanjutan atau sustainable transportation ini belum juga selesai dibahas oleh para ahli di dunia.

TINJAUAN PUSTAKAPengertian TransportasiProses perpindahan yang melalui jalur baik jalur alami berupa udara, sungai, dan laut maupun jalur perpindahan yang merupakan hasil dari proses perencanaan oleh manusia berupa jalan raya, jalan rel, dan pipa, dimana obyek yang diangkut dapat berupa orang maupun barang dengan menggunakan sarana atau alat angkutan berupa kendaraan darat, pesawat udara, ataupun kapal laut dengan system pengaturan, manajemen, maupun prosedur pengangkutan.1. Steenbrink, 1974Transportasi adalah perpindahan orang atau barang menggunakan kendaraan dan atau lainnya, diantara tempat-tempat yang terpisah secara geografis.2. Morlok, 1978Pemindahan atau pengangkutan sesuatu dari suatu tempat ke tempat lain.3. Bowersox, 1981Transportasi adalah perpindahan barang atau penumpang dari suatu lokasi ke lokasi lain, dimana produk yang digerakkan atau di pindahkan tersebut dibutuhkan atau diinginkan oleh lokasi lain tersebut.4. Papacostas, 1987Transportasi adalah suatu system yang terdiri dari fasilitas tetap (fixed facilities)/ prasarana, besaran arus (flow entities)/Sarana, dan system pengendalian (control system) yang memungkinkan orang atau barang dapat berpindah dari suatu tempat ke tempat lain secara efisien setiap waktu untuk mendukung aktivitas manusia.System transportasi suatu wilayah kota selalu memiliki kaitan erat dengan perekonomian wilayah kota itu sendiri. Transportasi adalah factor ekonomi dari proses produksi barang dan jasa yang memberikan nilai tambah bagi aktivitas ekonomi suatu wilayah kota, memberikan kemudahan fasilitas ekonomi keruangan, memberikan pengaruh terhadap harga suatu lahan, dan ikut memberikan peranan dalam spesialisasi suatu wilayah kota, serta permintaan terhadap sebuah barang atau jasa yang dapat di konsumsi dari suatu sector yang berasal dari sector lainnya. Misalnya, seorang konsumen yang akan membeli sebuah barang yang nantinya akan menimbulkan sebuah permintaan terhadap beberapa aktivitas yang terkait seperti manufaktur, ekstrasi sumber daya alam, dan transportasi proses berpindahnya barang pesanannya tersebut. Transportasi adalah sebuah kesatuan dengan system yang padu yang tidak dapat berdiri sendiri. Begitu juga dalam penyelesaian masalah system transportasi tidak akan memberikan manfaat yang signifikan dan tidak efisien jika dalam proses penyelesaian masalah transportasi tersebut hanya mementingkan system transportasi itu sendiri tanpa melihat berbagai aspek yang ada hugungannya dengan system transportasi dalm suatu wilayah kota.Ciri dasar system transportasi1. Multimoda, adalah pasti melibatkan lebih dari satu moda transportasi berbasis pada system transportasi nasional dengan konsep system transportasi integrasi antar moda.2. Multidisiplin, adalah mengkaji banyak jenis ilmu seperti ekonomi, geografi, penelitian operasional, social politik.3. Multisektoral, adalah melibatkan banyak lembaga dalam sistemnya.4. Multimasalah, adalah sebagai penyebab timbulnya berbagai masalah dalam system transportasi dan dalam aspek lain yang ada hubungannya dengan system transportasi itu sendiri seperti masalah dalam aspek pengguna jasa transportasi.Control terhadap system transportasi yaitu control terhadap system transportasi itu sendiri dalam bentuk radar dan rambu-rambu lalu lintas, dan control terhadap alat transportasi yang digunakan seperti mencakup proses mengendarai, proses keseimbangan, dan proses melakukan rem., Bandara udara, stasiun, pelabuhan, halte bus, dan Terminal bus adalah tempat bpemberhentian suatu alat transportasi untuk melakukan transfer atau perpindahan satu atau banyaknya pengguna alat transportasi dari satu alat transportasi ke alat transportasi lainnya. Isu yang berkembang dalam system kelembagaan yaitu legal berupa antar daerah otonomi dan sosialisasi terhadap pentingnya masalah transportasi saat ini, organisasi berupa hak wewenang koordinasi suatu system yang terpadu, sumber daya manusia sebagai operator dalam jalannya system transportasi dan juga sebagai pengguna transportasi itu sendiri. Isu yang berkembang dalam system lingkungan yaitu isu internal berupa kaitannya dengan ekonomi, social budaya, pilitik, kondisi fisik, dan teknologi yang menunjang system transportasi,dan isu ekstrenal berupa era globalisasi dan teknologi informasi dengan fluktuasi yang besar dan cepat.Isu yang berkembang dalam system pergerakan seperti semakin menumpuknya kendaraan pada waktu puncak dan penumpukan tersebut berpusat pada lokasi tertentu sehingga menimbulkan kemacetan pada jam-jam kerja dan jam-jam sekolah, tidak adanya koordinasi antara moda transportasi yang berfungsi. Isu system kegiatan seperti penumpukan kuantitas dan kualitas kegiatan berupa urbanisasi terhadap kota-kota metropolitan, penyebaran kuantitas dan kualitas karena tersebarnya pusat-pusat kegiatan namun tidak diimbangi dengan volume pergerakan orang atau barang, adanya kesenjangan antara kota dan desa atau wilayah sekitar.Isu dalam system jaringan seperti kuantitas dan kualitas yang rendah dengan pertumbuhan yang lamban, system hirarki jaringan yang tidak sejalan, tidak efisiennya kuantitas dan kualitas angkutan umum, penggunaan sebagian badan jalan sebagai lahan untuk kepentingan sendiri, dan semakin meningkatnya polusi.System transportasi adalah CLIOS system. Clios disini memiliki arti complex, large scale, interconnected, open, dan socio-technical. Complex memiliki arti bahwa system transportasi tersebut adalah sebuah system yang sangat kompleks dimana di dalamnya melibatkan banyak komponen, perilaku, penentu kebijakan dalam hal ini instansi terkait, dan interaksi antara pembangunan fisik dan keputusan politis yang di ambil. Large scale memiliki arti bahwa system transportasi tersebut tidak hanya mencakup tentang system transportasi itu sendiri. Interconnected memiliki arti bahwa system transportasi tersebut selalu mempunyai hubungan dengan berbagai isu di sekitarnya. Open memiliki arti bahwa system transportasi tersebut selalu dipengaruhi oleh beberapa factor terkait seperti factor social berupa perubahan social masyarakat, factor politik berupa geopolitik, dan factor ekonomi dalam hal pelaksanaan pembangunan. Socio-technical memiliki arti bahwa system transportasi tersebut memiliki korelasi dengan kondisi social masyarakat di sekitarnya. Elemen dasar system transportasi yaitu moda transportasi, system jaringan transportasi, hubungan antara satu lokasi dengan lokasi lain, dan manajemen serta sumber daya manusia yang mendukung system transportasi tersebut.Sejak dahulu manusia sudah mengenal transportasi dengan cara sederhana, misalnya sistem transportasi barang diatas kepala atau menjunjung barang/muatan menggunakan gerobak barang yang ditarik oleh hewan. Sejalan dengan perkembangan peradaban manusia, kebutuhan akan sarana transportasi juga meningkat sehingga bermunculan penemuan-penemuan baru dibidang infrastruktur dan suprastruktur transportasi yang seperti kita alami saat ini.Transportasi merupakan komponen utama bagi berfungsinya suatu kegiatan masyarakat. Transportasi berkaitan dengan pola kehidupan masyarakat lokal serta daerah layanan atau daerah pengaruh aktivitas- aktivitas produksi dan sosial, serta barang-barang dan jasa yang dapat dikonsumsi. Kehidupan masyarakat yang maju ditandai dengan mobilitas yang tinggi akibat tersedianya fasilitas transportasi yang cukup. Sebaliknya daerah yang kurang baik sistim transportasinya, biasanya mengakibatkan keadaan ekonomi masyarakatnya berada dalam keadaan statis atau dalam tahap immobilitas. Transportasi merupakan kebutuhan turunan (derived demand) dari kegiatan ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi suatu Negara atau wilayah tercermin dari peningkatan intensitas transportasinya. Transportasi memiliki peran strategis terhadap aspek ekonomi, sosial, guna lahan atau kewilayahan, politik, keamanan, dan budaya.Transportasi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan untuk memindahkan sesuatu (orang atau barang) dari suatu tempat ke tempat lain yang terpisah secara spasial, dengan atau tanpa sarana. Perpindahan tersebut dapat melalui jaringan prasarana udara, sungai, laut, maupun darat melalui moda transportasi melalui jalan raya, jalan rel, pipa, maupun moda transportasi lainnya. Secara kewilayahan, lingkup transportasi mencakup transportasi nasional (Sistranas dan Tatranas), transportasi regional, transportasi perkotaan dan pedesaan, meliputi moda transportasi darat, laut, udara, perkeretapian dan pipa.Dalam perancangan jaringan transportasi, daerah dijadikan konsentrasi titik antara pengamatan sebagai bagian yang akan mengoptimalkan dan memampukan pembangunan system angkutan. Pembangunan jalan-jalan memperkuat percampuran bangunan-jalan dan konsentrasi pemadatan ruang struktur pemukiman. Hal ini tidak hanya menyebabkan meningkatnya kemampuan transport, melainkan dalam waktu yang sama menguatkan terbukanya ruang berlalu lalang yang berbentuk gang untuk angkutan antara satu bangunan ke bangunan yang lain. Apabila tidak dirancang dengan baik, akan mengakibatkan khaosnya aliran transportasi dan tata ruang struktur pemukiman juga akan mengalami gangguan kecelakaan.Pada pusat-pusat kepadatan, masalah transportasi menyebabkan efek balik negatif terhadap lingkungan, pemukiman dan ruang hidup sosial, namun demikian kalangan pemerintah terkesan sangat lamban membendung tumbuhnya kemampatan transportasi ini. Peraturanperaturan tradisional dan konvensional tentang tatanan ruang transportasi sudah tidak lagi dapat menjawab persoalan hari ini, standard lingkungan hidup taraf minimumpun sudah mulai terancam di perkotaan. Kota dan wilayah sekitarnya harus menangani sendiri persoalan transportasi untuk menghindari gangguan ruang hidup urbannya, serta harus memastikan sendiri kemampuan fungsi system dalam wilayah tersebut. Populasi angkutan yang meningkat tajam menyebabkan masyarakat tidak mampu menerima lagi beban masalah transportasi: stress akibat kemacetan semakin meningkat, kecelakaan akibat kecuaian dan ketidak santunan (etika) menggunakan jalan raya juga semakin tinggi, kesemrautan tata-atur lalulintas juga memberi peran pemampatan arus transportasi. Maka untuk alasan dinamika ekonomi, desakan perbaikan konsep transportasi harus dikembangkan yang akan meningkatkan kemampuan fungsi daerah sebagai ruang aktifitas ekonomi dan wilayah kampung sekitar sebagai ruang aktifitas produksi. Dengan demikian pemerintah lokal harus mengambil inisiatif untuk memastikan arah politik pertumbuhan bentuk transportasi diwilayahnya.Permasalahan system transportasi di perkotaan biasanya tidak lepas dari persoalan terhadap kelestarian lingkungan. Permasalahan ini dapat berupa terjadinya kemacetan yang biasanya disebabkan karena banyaknya pengguna transportasi yang lebih memilih menggunakan alat angkut pribadi sehingga semakin menambah jumlah kendaraan yang melintas sehingga melebihi kapasitas jalan yang tersedia, dan peningkatan angka kecelakaan pengguna jalan. Solusi yang selama ini digunakan adalah pelebaran jalan, namun tanpa disadari dengtan pelebaran jalan bahwaakan menimbulkan peningkatan jumlah kendaraan yang melintas di jalan tersebut sehingga akan kembali terjadi kemacetan. Alat angkut yang biasa digunakan bermacam-macam tergantung noda transportasi yang digunakan dalam melakukan perpindahan tersebut. Untuk noda transportasi darat, berupa jalan raya dapat digunakan alat angkut berupa mobil baik mobil pribadi maupun angkutan umum, sepeda motor, kendaraan tidak bermotor seperti sepeda kayuh dan becak, atau melakukan perpindahan tanpa menggunakan alat angkut seperti berjalan kaki yang memerlukan suatu ruang khusus di sisi kanan dan sisi kiri badan jalan, moda transportasi pipa yang berfungsi melayani perpindahan gas antar lokasi juga termasuk noda transportasi darat, sedangkan untuk noda transportasi darat berupa jalan rel dapat digunakan alat angkut seperti kereta api yang saat ini terdiri dari berbagai tingkatan kelas yang sesuai dengan kondisi ekonomi pengguna kereta api. Untuk noda transportasi air termasuk laut dan sungai dapat digunakan alat angkut berupa kapal laut baik kapal khusus barang ataupun kapal yang khusus mengangkut penumpang, perahu atau sampan, dan rakit. Di daerah seperti di Kalimantan system transportasi air masih memiliki peranan yang penting dalam pembangunan wilayah tersebut, hal ini disebabkan kondisi geografis wilayah Kalimantan yang di kelilingi oleh laut sehingga memungkinkan pemanfaatan yang lebih besar akan transportasi air. Untuk noda transportasi udara, alat angkut yang digunakan berupa pesawat terbang baik pesawat terbang yang khusus mengangkut barang ataupun pesawat terbang yang memang di peruntukkan mengangkut penumpang untuk kepentingan komersial.

Fungsi sentral dari sistem transportasi saat ini akan dilihat pada kemungkinan mengatasi/ memanfaatkan ruang secara ekonomi dan cepat. Perkembangan tekhnologi transport dan perencanaan jalan secara terbuka memberi dasar terhadap pengertian ruang, dimana ruang utama diamati sebagai rintangan antara letak tempat yang berbeda, sebagai suatu pengganggu hubungan antara ruang antara wilayah fungsi masyarakat yang berbeda. Perjalanan sejarah terhadap perkembangan teknis sarana transportasi dan system transportasi di eropah, diawali dari emansipasi manusia terhadap kemampuan fisik yang terbatas dalam menghubungkan antara ruang. Sebagai contoh keadaan dalam kota abad ke 19 ikutan dari industrialisasi dan dengannya transportasi (bus-pekerja) menyambungkan keterpisahan ruang antara dari tempat tinggal dan tempat kerja, yang sangat kecil kemungkinan dapat dicapai berjalan kaki dengan cepat. Langkah penting pertama untuk menyelesaikan masalah ini pada masa itu diperankan oleh transport berkuda. Kemudian segera digantikan dengan kehadiran kereta-api uap, kereta dengan jalan ber-elektrik dan akhirnya bus kota dan bus cepat. Di asia budaya transport diawali dengan kereta dorong,pedati (kereta lembu), sepeda sampai dengan becak. Perkembangan teknologi transportasi Bus-kota dan Bus_cepat sampai saat ini menambah kecepatan hubungan antar ruang. Dengan automobile memang memungkinkan digunakan secara individual juga untuk semua emansipasi dari rancangan route dan jarak perjalanan kriteria yang penting yang didapatkan adalah perkembangan secara teknis dari kenderaan yang diikuti secara berkelanjutan terhadap perencanaan kultur, yang muncul akibat kecepatan dan percepatan gerak. (Sachs 1990: 148).Selanjutnya pemahaman tata ruang sampai hari ini difahami sebagai transformasi ruang terbuka terhadap jarak transit yang kosong, terganggu, yang masih hanya dijalankan sebagai rintangan ruang dan karenanya menjadi beban fisik dan psikis antara start mula dan tujuan. Transport akan menjembatani keterpisahan ruang hidup sosial dan ekologi penduduk dan pejalan kaki terhadap beban kelamaan, dan untuk anak-anak dan orang tua transport menghilangkan hambatan perhubungan dan banyak lagi hal terhadap bahaya yang mematikan. Perubahan perspektif yang terjadi terhadap perkembangan transportasi dan daerah didapati kembali mengunggulkan ruang hidup dan kehidupan, kesempatan untuk kontak sosial dan pengalaman menikmati ruang. Pergerakan dalam ruang tidak harus dalam perspektiv adanya kemungkinan mengorganisir penghubungan ruang secara cepat yang akhirnya akan meniadakan ruang, melainkan seharusnya pencapaian penempatan nilai kualitas sosial dan kultur ruang hidup perkotaan.Pengertian mobilitas dari ilmu transportasi dan perencanaan transportasi tidak dapat disaranai dengan konsep penyambungan ruang dan bersamaan ditempatkan dengan berbagai mobilitas-kenderaan. Kenderaan membebaskan manusia dari keterbatasan kemungkinan bergerak yang dimilikinya secara alami dan dengannya dapat secara langsung meledakkan ruang aksinya. Tidak ada keterkaitan antara kekakuan waktu dan jadwal perjalanan dan kesempitan ruang rel dari sarana transport massa. Ada mytos kebebasan gerak individu mensaranakan perasaan penguasaan terhadap ruang dan waktu. Dalam hal ini kedudukan sebuah kenderaan selalu masih dihubungkan dengan lamanya penantian, dan kemajuan motorisasi memberikan kenaikan taraf mampu bebas masyarakat untuk dalam waktu yang singkat selalu lebih jauh berjalan. Mobilitas tidak hanya memberikan kemungkinan perubahan tempat, melainkan juga untuk keperluan pertukaran tempat secara periodik dan sepanjang hari dari bagian besar penduduk kota, yang terkumpul karena pemisahan ruang fungsi hidup secara elementer; tempat tinggal, kerja, kesibukan dan penjemputan. Ianya juga berada dalam kebergantungan yang erat satu sama lain dengan berbagai struktur pemukiman dan karenanya membentuk persambungan dari keterpisahan ruang tersebut. Dengan pengamatan yang tepat perkembangan mobilitas selama tiga atau empat puluh-tahunan terakhir terbuka dari kepompongnya yaitu adanya harapan untuk dihubungkan dengan mobilitas kenderaan, sebagai ilusi luaran seperti penghematan waktu atau peningkatan ruang gerak bebas. Berbagai kajian empirik menunjukkan, bahwa walaupun penormalan kenaikan mobilitas dilakukan melalui motorisasi massal sejak tahun 50-an, jumlah keseluruhan perubahan tempat per kepala berubah hanya kecil saja. Sebaliknya tempat bergerak, pemilihan sarana transport dan jauhnya jarak bolak balik berubah juga secara mendasar. Pejalan kaki dan pengendara sepeda dalam jumlah yang tinggi tersisipkan melalui pengendara dengan kenderaan dan jarak bolak balik tujuan antara selalu semakin jauh. Untuk itu waktu yang diperlukan berlangsung tetap tidak berubah. Kecepatan laju pengendara meningkat melalui motorisasi dan jalan yang lebih baik, dengannya diatur tidak untuk menghemat waktu perjalanan dan untuk membesarkan ruang gerak bebas, melainkan untuk meregangkan lebih lebar jarak perbedaan antara keterkaitan wilayah sosial, kultur, ekonomi kehidupan kota. Dengan pertumbuhan motorisasi secara terbuka menghubungkan percampuran bangunan kota dan regangan ruang, yang meningkatkan kemungkinan mobilitas dan membiarkan keharusan mobilitas.Seharusnya dihindari, jarak kota yang semakin jauh dari struktur pemukiman, peredaran yang melemahkan mobilitas automobil ini perlu di pecahkan. Untuk itu perlu ada pemahaman mobilitas baru . Mobilitas tidak boleh terlalu lama disamakan dengan kemungkinan secara teknis menguasai ruang dan waktu, yang akhirnya hanya untuk meniadakan ruang dengan sarana waktu dan konsekuensinya mengarah kepada peniadaan kota dan lingkungan. Mobilitas sebagai pergerakan manusia dalam ruang adalah phenomena utama kemasyarakatan. Ianya satu bentuk interaksi sosial yang awalnya akan berkembang dan dialami melalui kualitas sosial dalam ruang. Pengertian mobilitas secara ruang adalah kemungkinan pencapaian sarana teknis yang menghubungkan ruang, seharusnya dijadikan aspek sentral konstitusi ruang hidup sosial dan bentuknya berorientasi pada pertumbuhan sosial dan ekologi yang ideal (pembangunan berkelanjutan).Dalam suatu kajian tentang perkembangan transportasi dan daerah dijelaskan Kutter, bahwa dalam kilasan sejarah perkembangan kota besar didapati pertukaran aturan yang berfungsi diantara perluasan ruang pemukiman dan pencapaian transportasi kollektif (Kutter 1989: 151). Pertukaran aturan ini meliputi perkembangan perencanaan penuh dari struktur penggunaan dan kemungkinan ketersediaan transport yang menurut Kutter menjadi dasar kemampuan perancangan dan pengurusan dari urbanitas. Persyaratan kemampuan perencanaan ini adalah, konsep ketercapaian ruang dan karenanya dapat diantisipasi dengan membuat jadwal jaringan waktu yang melalui perencanaan transportasi dapat diadakan. Suatu masalah sentral perkembangan kota hari ini adalah, persyaratan kemampuan rancang dari ruang pemukiman yang tidak lagi diberikan.Sustainable transportation berawal dari kata sustainability. Berdasarkan opini The UK governments 1998 policy (Detr, 1998) pengertian sustainability adalah: Perkembangan sosial yang mengenal dan mengetahui kebutuhan setiap orang Perlindungan yang efektif terhadap lingkungan dan meminimalisir pengaruh global. Efisiensi dalam penggunaan SDA, dan Biaya tinggi dan kestabilan pertumbuhan ekonomi dan tenaga kerja. Pendapat lain juga dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut ryan (2003) sustainability dapat diartikan sebagaigood things that must grow in the future (like jobs, productivity, wages, profits, capital and savings, information, knowledge and education) and the bad things that must not grow in the future (like pollution, waste, poverty, energy and material use per unit of outputSesuatu atau hal baik yang harus tumbuh di kehidupan mendatang (seperti pekerjaan, produktivitas,gaji, keuntungan, modal dan tabungan, informasi, pengetahuan dan pendidikan) dan hal buruk yang tidak boleh berkembang di masa yang akan datang (seperti polusi, pemborosan, kemiskinan, energy dan material yang digunakan setiap kesatuan.Transportasi berkelanjutan yang berwawasan lingkungan atau lebih familiar kita sebut sebagai EST (Environment Sustainable Transport). EST berkaitan dengan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor dan sumber daya alam (dalam hal ini : bahan bakar minyak). Seperti kita ketahui bahwa emisi dari pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor sangat memberikan kontribusi pada kerusakan global dan lokal terhadap ekosistem dan kesehatan manusia. Masalah lain yang berhubungan dengan kendaraan bermotor adalah kecelakaan lalu lintas, tingkat kebisingan yang tinggi yang membahayakan kesehatan manusia, dan pola pemanfaatan lahan yang mengganggu habitat, pola migrasi, dan integritas ekosistem.Dengan sistem yang tertata rapi, maka nanti akan muncul fenomena baru, yaitu kecenderungan untuk menggunakan transportasi public Sesuai pertumbuhan penduduk yang sedemikian pesat, kemajuan perekonomian, serta perkembangan kota-kota di sekitar Jakarta, kebijakan moda transportasi masa mendatang idealnya terdiri dari berbagai tipe moda, yaitu busway, kereta api, light train atau monorel, metro surface, serta metro subway. Keempat tipe moda ini harus saling berinteraksi, dan semuanya mempunyai halte yang bersinggungan dengan terminal luar kota, baik untuk kendaraan darat berupa bis dan kereta api, serta moda transportasi laut dan udara.Yang sekarang menjadi permasalahan, ketika konsep ideal ini akan diimplementasikan ternyata di lapangan sudah siap menghadang adanya berbagai kendala. Sehingga bukan tidak mungkin akan terjadi masalah baru ketika sebuah kebijakan diterapkan. Yang sudah bisa kita lihat, kebijakan "three in o/^'misalnya, ternyata menimbulkan masalah baru yaitu kemacetan yang berpindah, joki yang semakin meraja-lela, dan produktivitas masyarakat yang terganggu karena tidak ada alternatif transportasi publik sebagai pengganti. Kemudian kebijakan untuk menyediakan bus Trans Jakarta yang ternyata menemui banyak masalah dalam implementasinya. Pengadaan bus yang terlambat karena tidak sesuai target misalnya menjadikan solusi ini pada akhirnya justru menimbulkan masalah baru yaitu kemacetan yang semakin parah dan penumpang yang menumpuk pada koridor-koridor tertentu.Beberapa daftar indicator tersebut hanya dilihat berdasarkan aspek perjalanan dan trasnportasinya. Namun untuk indikator yang lebih mengarah kepada individu pengguna transportasinya kurang dijelaskan sehingga pendapat ini kurang optimal untuk indikator sustainable transportation pada masa sekarang. Litman (2003) menyebutkan beberapa indicator yang lebih jelas dan rinci daripada indicator yang dijelaskan oleh ahli sebelumnya, yaitu,a. Conventional transport indicators,kualitas indikator transportasi harus berdasarkan kondisi lalu-lintas kendaraan, seperti roadway level-of-service, parking convenience and price, dan crash rates per vehicle mile.Jika semua indikator tersebut lebih ditingkatkan atau semakin tinggi maka semakin baik kualitas dari transportasi dan semakin mendekati kearah sustainable transportation.b. Simple sustainability indicators, untuk melengkapi analisis sustainable transport dan untuk mengevaluasi system transportasi menggunakan beberapa data yang ada, seperti: Pemakaian bahan bakar fosil dan emisi, Emisi kendaraan/polusi, Jarak permil kendaraan motor perkapita, Mode split, Kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan luka-luka dan kematian, Penggunaan lahan untuk transportasi, dan Kondisi estetis jalan raya. Data-data tersebut merupakan faktor penting dalam keberhasilan sustainable transportation. Untuk pemakaian bahan bakar fosil, emisi kendaraan, jarak permil, kecelakaan lalu lintas, penggunaan lahan seharusnya harus di kurangi dengan berbagai cara yang berorientasi kepada masyarakat, lingkungan dan ekonomi. Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut bisa diatasi dengan berbgaia cara, salah satunya yaitu alternative bahan bakar kendaraan yang non-fosil. Sedangkan untuk mode split dan kondisi jalan raya harus terus ditingkatkan agar transportasi lebih berjalan dengan baik.c. Comprehensive sustainable transportation indicators Indicator ini lebih kompleks dan meliputi tiga pilar transportasi, yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. Semua indicator tersebut lebih rinci daripada indicator yang diungkapkan oleh para ahli sebelumnya. Litman (2003) membedakan indicator ke tiga bagian penting dan membahas secara rinci setiap bagian. Semua indicator tersebut bisa mengevaluasi konsep sustainable transportasi. Indicator yang membawa dampak buruk seperti emisi kendaraan maka harus dikurangi. Sedangkan indicator yang mendatangkan keuntungan bagi masyarakat maka harus ditingkatkan seperti fasilitas umum.OECD (Organization for Economic Co-operation and Development) yaitu sebuah organisasi kerjasama ekonomi dan pembangunan dalam EST yang mendefinisikan EST sebagai salah satu yang tidak membahayakan kesehatan masyarakat atau ekosistem dan memenuhi kebutuhan untuk akses yang konsisten dengan penggunaan sumber daya terbarukan dibawah tarif regenerasi dan penggunaan sumber daya yang tidak terbarukan.Berdasarkan definisi dari EST, dunia internasional menyetujui tujuan, pedoman, dan standar yang digunakan untuk mengoperasionalkan dan menetapkan criteria EST. Dalam hal ini termasuk WHO dan diadopsi dalam the Convention on Long-Range Transboundary Air Pollution (United Nations Commission for Europe, UN ECE) dan Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim.Adapun enam criteria yang diidentifikasi pada tahap pertama dari proyek EST sebagai jumlah minimum yang diperlukan untuk mengatasi berbagai dampak kesehatan dan lingkungan dari transportasi yaitu: CO2, NOx, VOCs, Kebisingan, Partikel, dan Guna lahan. CO2 : jumlah emisi CO2 dari transportasi yang tidak boleh melebihi 20% sampai 50% dari emisi tersebut tergantung pada kondisi nasional khusus. VOCs : jumlah emisi VOCs terkait dengan transportasi yang tidak boleh melebihi 10% dari emisi tersebut. Kebisingan : tergantung pada kondisi lokal dan regional, ini mungkin memerlukan pengurangan kebisingan transportasi tidak lebih dari maksimum 55dB (A) pada siang hari dan 45db (A) pada malam hari dan di luar rumah. NOx : jumlah emisi NOx dari transportasi tidak boleh melebihi 10% dari emisi tersebut. Partikel : tergantung pada kondisi lokal dan regional, partikulat (PM10) harus dikurangi sebesar 55% sampai 99%. Penggunaan tanah : kegiatan transportasi kemungkinan besar akan melibatkan sebagian kecil tanah yang ditujukan untuk infrastruktur transportasi. Kemungkinan akan memerlukan pemulihan dan ekspansi ruang hijau di daerah terbangun.Menurut the centre for sustainable Transportation (2002) visi dari sutainable transport adalah: Focus an access: dalam sustainable transportation harus memperhatikan pengguna trasnportasi, baik akses terhadap barang, jasa dan peluang sosial terutama pada pengguna/masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Non-motorized transportation: semakin banyaknya kendaraan bermotor membuat masyarakat jenuh akan kepadatan jalan raya dan polusi yang dikeluarkan setiap harinya. Sehingga berjalan, bersepeda, rollerblade dan moda transportasi non-motorized lainnya lebih dipilih masyarakat karena lebih menyenangkan dan ramah lingkungan. Motorized transportation by current means: transportasi bermotor saat ini mirip dengan transportasi pada tahun 2000 awal, namun kendaraan yang digunakan pada sustainable transportation saat ini jauh lebih hemat dalam mengeluarkan energi. Selain itu, penggunaan kendaraan tersebut juga harus didukung oleh tata letak dan desain tata ruang kota. Motorized transportation by potential means: beberapa akses transportasi saat ini menggunakan teknologi yang berbeda. Bahan bakar yang digunakan menggunakan bahan bakar terbarukan, seperti sumber daya hydrogen yang dihasilkan dari energy surya, sistem transportasi jalan raya otomatis, layanan kereta api maglev. Movement of goods: Pergerakan barang menggunakan moda transportasi harus sesuai dengan ukuran dan jarak pengiriman dan harus meminimalkan emisi yang dihasilkan. Less need for movement of people and goods: jarak tempuh kendaraan bermotor lebih pendek misalnya dengan adanya compact city, sehingga akses ke setiap fungsi guna lahan bisa dicapai dengan jarak yang lebih dekat. Little or no impact on the environment and on human health: emisi kendaraan lebih rendah serta tidak adanya dampak global transportasi terhadap lingkungan sehingga masyarakat tidak khawatir jika pengaruh transportasi akan mengganggu kesehatan mereka lagi. Methods of attaining and sustaining the vision: harus diadakannya kebijakan yang ketat akan penerapan sustainable transportation. Non-urban areas: daerah pedesaan bisa memberi kontribusi positif terhadap transportasi perkotaan. Date of attainment: adanya target waktu baik jangka panjang ataupun pendek.

TELAAH

Konsep yang digunakan adalah sustainable transportation. Konsep ini telah banyak diterapkan di negara-negara maju maupun berkembang dan cukup berhasil menangani permasalahan transportasi. Hal inilah yang sedang dipelajari oleh pemerintah dan ahli transportasi di Indonesia mengenai keberhasilan penerapan konsep ini di negara luar. Meskipun secara umum konsep ini telah berhasil diterapkan di beberapa Negara, namun sampai saat ini definisi dari transportasi berkelanjutan atau sustainable transportation ini belum juga selesai dibahas oleh para ahli di dunia.Transportasi berkelanjutan yang berwawasan lingkungan atau lebih familiar kita sebut sebagai EST (Environment Sustainable Transport). EST berkaitan dengan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor dan sumber daya alam (dalam hal ini : bahan bakar minyak). Seperti kita ketahui bahwa emisi dari pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor sangat memberikan kontribusi pada kerusakan global dan lokal terhadap ekosistem dan kesehatan manusia. Masalah lain yang berhubungan dengan kendaraan bermotor adalah kecelakaan lalu lintas, tingkat kebisingan yang tinggi yang membahayakan kesehatan manusia, dan pola pemanfaatan lahan yang mengganggu habitat, pola migrasi, dan integritas ekosistem.Marilah kita mencermati apa yang saat ini terjadi di Jakarta, khususnya yang terkait dengan kondisi lalulintas, terutama mengenai sistem transportasi yang telah diterapkan dan yang menurut rencana akan segera diterapkan oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Pencermatan ini perlu dilakukan agar kita dapat membedakan antara penerapan dengan konsep yang sesungguhnya. Sehingga kita bisa dengan bijak mengkritisi kebijakan dan mungkin dapat memberikan sumbang saran bagi permasalahan tersebut.Jika kita telaah lebih jauh tujuan dari transportasi jalan, maka esensi yang diharapkan dalam transportasi jalan, yaitu adanya keteraturan yang diwujudkan dalam bentuk situasi transportasi yang aman, cepat, nyaman dan efisien. Karena dengan adanya kondisi aman, nyaman, cepat dan efisien, akan bisa diwujudkan harapan akan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas. Kondisi ini akan mampu menunjang pemerataan, pertumbuhan, dan stabilitas, sebagai pendorong, penggerak, dan penunjang pembangunan nasional. Sehingga bisa ditarik kesimpulan bahwa tugas untuk mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas (kamseltibcarlantas) harus dilakukan secara terpadu, dengan salah satu stakeholder adalah polisi lalu lintas. Keterpaduan dalam memuwujudkan kondisi kamseltibcarlantas tersebut harus dilakukan oleh semua stakeholder dalam sinergisitas, sehingga tidak bisa dilakukan secara sektoral.Membahas mengenai persoalan transportasi di Jakarta, kita tidak bisa lepas dari tipografi Kota Jakarta. Berbeda dengan kota-kota lain di Indonesia, kota Jakarta mempunyai kompleksitas yang sangat rumit dan mempunyai implikasi pada berbagai hal, baik itu masalah politik, ekonomi, sosial, budaya, termasuk masalah transportasi, karena Jakarta mempunyai berbagai kekhususan. Statusnya sebagai ibu kota Negara menjadikan Jakarta adalah pusat pemerintahan, sehingga banyak kegiatan kenegaraan di Kota Jakarta yang menuntut aturan protokoler, baik nasional maupun internasional dan pengamanan khusus, termasuk di bidang lalu lintas. Sebagai sentra politik menjadikan banyak kebijakan diputuskan dari sini yang mempunyai implikasi bagi aktivitas warga. Sebagai sentra ekonomi Indonesia, menimbulkan konsekuensi mobilitas yang membutuhkan efisiensi dan efektivitas. Selain itu sebagai kota metropolitan, lalu lintas Jakarta merupakan barometer mengenai perkembangan dan keteraturan akan sistem transportasi di Indonesia. Sistem transportasi di Jakarta akan saling terkait dengan sistem transportasi daerah-daerah di sekitarnya, disamping pengaruh Jakarta sebagai pemicu perkembangan wilayah di sekitarnya.Seperti yang telah lama kita dengar, Jakarta mengalami masalah yang sangat rumit terkait dengan sistem transportasinya. Jumlah penduduk yang banyak dan terus bertambah, dibarengi dengan tingkat daya beli yang cukup tinggi menyebabkan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor (baik kendaraan bermotor roda dua, maupun kendaraan bermotor roda empat maupun lebih) di DKI Jakarta selama 10 tahun terakhir adalah 6% per tahun. Dengan laju pertumbuhan yang sedemikian tinggi, tidaklah mengherankan jika saat ini jumlah kendaraan bermotor yang bergerak di Jakarta setiap harinya mencapai 4,95 juta (kendaraan roda dua 53%, mobil pribadi 30%, bis 7%, dan truk 10%). Kondisi ini diperburuk dengan tambahan jutaan kendaraan luar Jakarta yang bergerak di Jakarta. Sudah barang tentu, kendaraan dengan jumlah sedemikian banyak akan mengakibatkan kemacetan di berbagai ruas jalan di Jakarta. Besarnya laju pertambahan kendaraan pribadi ini tidak terlepas dari tingginya ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan pribadi karena tidak ada pilihan alat angkutan lain yang dianggap lebih dapat menjamin kenyamanan dan efektifitas perjalanan.Upaya yang sering dipilih oleh pemerintah dalam menghadapi permasalahan ini adalah dengan menambah panjang jalan di Jakarta. Walaupun terbukti bahwa pada kenyataannya upaya tersebut tidak menyelesaikan masalah kemacetan. Kesan yang timbul, penambahan jalan saat ini hanya dihambakan bagi kepentingan mobilitas kendaraan pribadi dan bukannya diupayakan untuk membangun sistem jaringan jalan yang terintegrasi. Terbukti bahwa 85% ruang jalan yang ada digunakan oleh kendaraan pribadi yang sebenarnya hanya melayani 9,7% perjalanan (mobil). Di sisi supply infrastruktur jalan raya, ironisnya, kondisi DKI masih mengalami defisiensi yang cukup tinggi apabila kita bandingkan standard kota-kota international yang berkisar 15-20% dari luas lahan kota. Dengan total panjang jalan 1.291 km, sebagai contoh, densitas jalan raya di wilayah Jakarta Barat, barulah mencapai 5,9% dari total luas wilayahnya. Mungkin itu pula yang menjadi penyebab sulitnya para perencana PTM untuk menorehkan garis lintasan busway yang dapat menapak dengan baik di wilayah Jakarta Barat, kecuali koridor 3 dan koridor 8. Ironisnya lagi, dengan luas wilayah yang no.2 terkecil setelah Jakarta Pusat, tampaknya Jakarta Barat menaungi jumlah penduduk yang no.2 tertinggi setelah Jakarta Timur dan memiliki kepadatan penduduk yang tertinggi, bahkan dengan tingkat pertumbuhan yangtertinggi pula. Jakarta Timur, Jakarta Utara dan Jakarta Selatan sama-sama tidak kalah memprihatinkan juga, dimana proporsi ini secara berurutan hanya mencapai 6,4%, 6,4% dan 7,8% dari luas wilayahnya masing-masing. Hanya Jakarta Pusat-lah yang relatif jauh lebih baik dan mampu membukukan posisinya pada angka 14,1%, namun angka inipun tampaknya sulit ditingkatkan karena terbatasnya lahan sehubungan dengan tingginya intensitas built up area. Dengan demikian pengembangan jaringan jalan tetap masih diperlukan, sepanjang visinya jelas, yaitu: 1. Untuk melayani golongan teratas segitiga piramida pendapatan, dan2. Dan untuk mengembangkan jaringan busway di masa mendatang.Guna menjamin bahwa hanya golongan "the have" ini saja yang nantinya akan menggunakan jalan raya dengan kendaraan mewahnya di jam-jam sibuk, maka perlu diterapkan toll charging scheme yang tinggi dan penerapan konsep-konsep TDM, termasuk ERP, biaya parkir tinggi, pajak progresif, dll. Revenue yang diperoleh dari penerapan TDM ini bisa digunakan untuk melakukan cross-subsidy terhadap busway, sehingga masyarakat golongan menengah kebawah akan memperoleh pelayanan yang juga prima, namun dengan tarif yang terjangkau (murah), dan cukup menyimpan kendaraan pribadinya digarasi rumah pada hari-hari sibuk. Pada hari libur dan kondisi lalu lintas yang ringan, tentu mereka tetap memperoleh kesempatan untuk menikmati kendaraan pribadinya. Dengan demikian pemerintah akan berdiri diatas semua golongan masyarakat, tanpa kecuali. Ditambah dengan tidak adanya pilihan lain semakin mendorong masyarakat untuk menggunakan kendaraan pribadi . Sebagai bukti, dalam kurun waktu 1999-2003, panjang jalan bertambah sebesar 181,4 km sedangkan jumlah kendaraan bermotor bertambah sebesar 892.498. Artinya pertambahan jalan sepanjang satu kilometer dibarengi dengan pertambahan kendaraan sebanyak 1.923 mobil pribadi dan 3 ribu kendaraan bermotor roda dua, karena jika kendaraan tersebut disusun akan memerlukan ruang jalan sepanjang 2 kilometer. Jadi memang membangun jalan bukan lagi merupakan solusi yang tepat. Proyek Busway sudah menunjukkan bukti akan kepatuhan budaya antre, membayar tiket, berhenti pada tempat yang disediakan, memberikan kesempatan duduk pada wanita hamil dan para manula, serta banyak hal kebiasaan yang akan sangat membantu adanya budaya beradab dalam berlalu lintas. Ini hanya contoh kecil saja dari dinamika implementasi sebuah kebijakan. Pemecahan-pemecahan pada temuan yang sudah diketahui ini akan menjadi solusi cerdas, karena keterbatasan tidak bisa kita hindari, sementara tuntutan realisasi solusi harus segera dilaksanakan. Permasalahan transportasi tidak akan menjadi sedemikian parah jika sedari awal penyelenggara pemerintahan mau menerapkan sistem transportasi berkelanjutan (sustainable transportation). Sebetulnya apakah sistem transportasi yang berkelanjutan itu? Jika kita merujuk pada beberapa literatur yang ada, sistem transportasi yang berkelanjutan adalah suatu sistem transportasi yang dapat mengakomodasikan aksesibilitas semaksimal mungkin dengan dampak negatif yang seminimal mungkin. Pembiayaan infrastruktur angkutan umum masal adalah sebuah masalah klasik. Contoh terbaru adalah tersendatnya pembangunan monorel di Jakarta karena calon investor mengalami kesulitan pendanaan. Dengan banyak rencana pengembangan angkutan umum masal di Kota Jakarta, seperti busway, monorel, MRT, dan kereta bandara, pasti dibutuhkan biaya yang tidak sedikit.

Tidak dapat dimungkiri, dari aspek finansial, pengembangan transportasi masal tidak menguntungkan. Namun, dari aspek ekonomi, cara tersebut memberikan manfaat yang sangat besar kepada masyarakat secara keseluruhan. Soal pendanaan infrastruktur angkutan umum masal, selain mengoptimalkan skema pendanaan yang sudah ada, ada baiknya pemerintah pusat berani mengambil kebijakan seperti yang telah diterapkan di Kementerian Pendidikan Nasional. Misalnya, 20 persen anggaran pemerintah dikonsentrasikan untuk pengembangan angkutan umum masal di Jakarta dan kota aglomerasi lain di Indonesia. Tanpa revolusi skema pendanaan transportasi masal, akan sangat sulit melihat Jakarta, Surabaya, Medan, dan kota aglomerasi lain mempunyai jaringan transportasi masal seperti Paris, Singapura, ataupun Tokyo. Otonomi daerah telah memberikan kewenangan yang lebih kepada tiap wilayah jika dibandingkan dengan era sebelumnya. Tidak terkecuali kewenangan di sektor perhubungan. Telah banyak kewenangan Kementerian Perhubungan yang dilimpahkan ke daerah tingkat satu maupun dua. Tugas pokok dan fungsi Kementerian Perhubungan, khususnya bidang perhubungan darat, adalah menyiapkan regulasi transportasi yang menjadi acuan peraturan daerah tingkat satu maupun dua. Namun, sering dalam pelaksanaan, peraturan pemerintah daerah tingkat satu maupun dua tidak selaras dengan regulasi pusat. Hal tersebut menandakan perlunya formulasi ulang soal tugas dan kewenangan pemerintah pusat dan daerah agar pelayanan jasa transportasi menjadi lebih baik.Sejak otonomi daerah bergulir, tidak ada lagi kantor-kantor perwakilan Kementerian Perhubungan di daerah. Hilangnya kantor itu melemahkan koordinasi antara pusat dan daerah dalam penyelenggaraan transportasi di suatu wilayah. Begitu juga kewenangan pembinaan SDM bidang transportasi. Setiap daerah diberi hak penuh membina SDM bidang perhubungan.

Namun, realitas di lapangan memberikan gambaran yang kurang baik. Walaupun diberi keleluasaan dalam melaksanakan pembinaan itu, kualitas SDM bidang perhubungan jauh dari harapan. Berdasar hasil penelitian Pusat Pendidikan dan Pelatihan Perhubungan Darat pada 2004, hanya sekitar 20 persen SDM pehubungan darat di daerah yang benar-benar berkompeten. Dengan kondisi tersebut, bisa dipastikan pelayanan jasa di sektor transportasi jauh dari harapan.

Solusi atas permasalahan transportasi di Jakarta telah sering ditawarkan. Begitu juga studi tentang transportasi dan tata guna lahan, sudah sering dilakukan. Namun, masih terdapat missing link antara hasil studi dengan realitas di lapangan. Sebuah keberanian dan kemauan keras dari seorang pemimpinlah yang akan mengganti missing link tersebut.Sistem transportasi yang berkelanjutan harus memperhatikan setidaknya tiga komponen penting, yaitu aksesibilitas, kesetaraan dan dampak lingkungan. Aksesibilitas diupayakan dengan perencanaaan jaringan transportasi dan keragaman alat angkutan dengan tingkat integrasi yang tinggi antara satu sama lain. Kesetaraan diupayaka melalui penyelenggaraan transportasi yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat, menjunjung tinggi persaingan bisnis yang sehat, dan pembagian penggunaan ruang dan pemanfaatan infrastruktur secara adil serta transparansi dalam setiap pengambilan kebijakan. Pengurangan dampak negatif diupayakan melalui penggunaan energi ramah lingkungan, alat angkut yang paling sedikit menimbulkan polusi dan perencanaan yang memprioritaskan keselamatan.

Sistem ini akan lebih mudah terwujud pada sistem transportasi yang berbasis pada penggunaan angkutan umum dibandingkan dengan sistem yang berbasis pada penggunaan kendaraan pribadi.

Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau, membentang dari barat ke timur sepanjang 5.000 km (sama dengan Amerika Serikat), dari utara sampai selatan kurang-lebih 1.900 km, merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Jumlah penduduk lebih dari 200 juta orang (ke 4 di dunia), lebih dari separuh penduduknya terpusat di pulau Jawa yang besarnya hanya 7% dari luas seluruh wilayah Indonesia. Agar pertumbuhan sosial ekonomi berimbang di seluruh Indonesia, penting untuk menyambung pulau-pulau yang menyebar dengan luas ini, dengan melakukan pembenahan sistem jaringan transportasi agar lebih efisien di pulau Jawa, tempat terpusatnya penduduk, terutama di ibu kota Jakarta. Akhir-akhir ini kemacetan di Jakarta, tempat terpusatnya aktifitas politik dan ekonomi, telah berkembang menjadi masalah yang rumit. Hal ini menjadi penghalang yang memicu semakin enggannya investor asing untuk datang hingga mengganggu pertumbuhan ekonomi. Diperlukan juga pembenahan sarana transportasi umum dari bandara dan pelabuhan ke kawasan industri dan inovasi sistem jalur distribusi barang.Distribusi barang dan transportasi antar pulau dilakukan melalui udara dan angkutan laut. Untuk pulau Jawa melalui jalur kereta api, jalan bebas hambatan dan jalan-jalan umum yang utama. Di luar pulau Jawa, jalan utama berperan sangat penting. Melalui dana pinjaman Yen, Jepang membantu pemerintah Indonesia yang sedang melaksanakan pembenahan sistim jaringan transportasinya. Terutama, mengatasi masalah kemacetan di Jakarta dan reformasi sistem distribusi barang, bantuan juga dititikberatkan pada pembenahan jalur transportasi di kota-kota utama.Untuk Jakarta yang kemacetannya sudah menjadi masalah besar, Jepang telah memberikan bantuan di bidang pembenahan sarana transportasi ke tempat kerja seperti kereta api, jalan tol dan pembangunan jalan layang pada perempatan yang menjadi sumber kemacetan. Mulai dari proyek lama seperti jalan layang semanggi yang menjadi lambang kota Jakarta, jalan tol Merak, jalan tol Jagorawi yang menuju ke Bogor, pembenahan jaringan kereta api Jabotabek, peninggian stasiun Gambir sebagai terminal kereta api jarak jauh.Akhir-akhir ini Jepang mulai memberikan bantuan untuk proyek kereta bawah tanah pertama di Indonesia, yaitu Proyek MRT Jakarta, berupaka pembangunan jaringan sarana angkutan transportasi umum yang baru di Jakarta dan sekitarnya. Proyek MRT ini akan dilaksanakan dengan memanfaatkan semaksimalnya pengalaman dan teknologi Jepang, bagi terealisasinya angkutan kereta bawah tanah yang aman dan nyaman yang sesuai dengan posisi Jakarta sebagai ibu kota negara. Dalam rangka menjadikan jaringan transportasi umum ini sebagai modul yang baru, akan diperkenalkan konsep Stasiun yang baru, dengan fungsi sebagai pusat bisnis dan aktifitas perdagangan berupa pertokotan. Jepang ingin membantu memjadikan Jakarta kota yang baru.Kota-kota berskala menengah dan besar di pulau Jawa mempunyai tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi, untuk lebih mengoptimalkan jaringan transportasi antar kota, adalah penting meningkatkan daya angkut transportasi darat seperti jalan dan kereta api. Khusus untuk jalur kereta, sudah ada kereta utama yang menghubungkan Jakarta dan Surabaya sebagai dua kota besar dengan kota-kota lebih kecil lainnya. Saat ini sedang dilakukan pengembangan rel kereta api menjadi rel ganda.Melalui dana pinjaman Yen, Jepang selama ini memberikan bantuan bagi jalur ganda ini di luas jalan Jakarta-Yogyakarta kecuali sebagian jalan yang telah dibuka. Dengan ini, jalur kereta Jakarta Cirebon yang telah dibuka, akan dapat ditempuh dalam waktu yang lebih singkat. Saat ini, secara bersamaan pihak Indonesia juga tengah melakukan pembangunan, jalan trans Jawa. Melalui peningkatan kemampuan kapasitas kereta api yang menghubungkan seluruh kota-kota di pulau Jawa dengan tingkat keamanan yang lebih tinggi, Jepang berusaha untuk membantu berlangsungnya proses pembenahan di bidang perhubungan dan transportasi di seluruh pulau Jawa agar lebih cepat lagi.Untuk memhubungkan satu pulau dengan pulau yang lainnya, Jepang memberikan bantuan pinjaman Yen untuk pembenahan bandara udara. Bandara yang mendapat bantuan adalah Bandara Surabaya yang terletak di kota nomor 2 terbesar di Indonesia, Bandara Palembang dan Bandara Padang yang terletak di kota-kota besar di Sumatra Selatan dan Barat, Bandara Balikpapan yang terletak di pusat kota Kalimantan, dan kemudian Bandara Internasional Bali yang merupakan satu di antara dua pintu gerbang Indonesia. Bantuan juga diberikan terhadap terminal feri Merak Bakauheni yang bermanfaat bagi keberlangsungan dan pengembangan rute transportasi utama yang menggunakan transportasi feri.Perbaikan sistem angkutan umum merupakan solusi utama yang harus segera dilakukan oleh Pemda DKI. Perilaku masyarakat yang lebih memilih kendaraan pribadi harus segera dirubah. Perubahan tersebut dapat dilakukan dengan paksaan ataupun dengan penyediaan pilihan lain. Angkutan umum yang aman, nyaman dan tepat waktu serta terintegrasi satu sama lainnya merupakan pilihan lain paling logis yang dapat merubah perilaku tersebut. Angkutan umum yang baik juga memberikan peluang bagi semua lapisan masyarakat untuk melakukan perjalanan dengan biaya yang terjangkau dan aksesibilitas yang tinggi dengan dampak lingkungan yang minimal dalam sebuah kesetaraan sosial yang tinggi.Kondisi ini diperburuk dengan tambahan jutaan kendaraan luar Jakarta yang bergerak di Jakarta. Sudah barang tentu, kendaraan dengan jumlah sedemikian banyak akan mengakibatkan kemacetan di berbagai ruas jalan di Jakarta. Besarnya laju pertambahan kendaraan pribadi ini tidak terlepas dari tingginya ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan pribadi karena tidak ada pilihan alat angkutan lain yang dianggap lebih dapat menjamin kenyamanan dan efektifitas perjalanan.Upaya yang sering dipilih oleh pemerintah dalam menghadapi permasalahan ini adalah dengan menambah panjang jalan di Jakarta. Walaupun terbukti bahwa pada kenyataannya upaya tersebut tidak menyelesaikan masalah kemacetan. Kesan yang timbul, penambahan jalan saat ini hanya dihambakan bagi kepentingan mobilitas kendaraan pribadi dan bukannya diupayakan untuk membangun sistem jaringan jalan yang terintegrasi. Terbukti bahwa 85% ruang jalan yang ada digunakan oleh kendaraan pribadi yang sebenarnya hanya melayani 9,7% perjalanan (mobil).Ditambah dengan tidak adanya pilihan lain semakin mendorong masyarakat untuk menggunakan kendaraan pribadi . Sebagai bukti, dalam kurun waktu 1999-2003, panjang jalan bertambah sebesar 181,4 km sedangkan jumlah kendaraan bermotor bertambah sebesar 892.498. Artinya pertambahan jalan sepanjang satu kilometer dibarengi dengan pertambahan kendaraan sebanyak 1.923 mobil pribadi dan 3 ribu kendaraan bermotor roda dua, karena jika kendaraan tersebut disusun akan memerlukan ruang jalan sepanjang 2 kilometer. Jadi memang membangun jalan bukan lagi merupakan solusi yang tepat.Permasalahan transportasi tidak akan menjadi sedemikian parah jika sedari awal penyelenggara pemerintahan mau menerapkan sistem transportasi berkelanjutan (sustainable transportation). Sebetulnya apakah sistem transportasi yang berkelanjutan itu? Jika kita merujuk pada beberapa literatur yang ada, sistem transportasi yang berkelanjutan adalah suatu sistem transportasi yang dapat mengakomodasikan aksesibilitas semaksimal mungkin dengan dampak negatif yang seminimal mungkin.Sistem transportasi yang berkelanjutan harus memperhatikan setidaknya tiga komponen penting, yaitu aksesibilitas, kesetaraan dan dampak lingkungan.Aksesibilitas diupayakan dengan perencanaaan jaringan transportasi dan keragaman alat angkutan dengan tingkat integrasi yang tinggi antara satu sama lain.Kesetaraan diupayaka melalui penyelenggaraan transportasi yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat, menjunjung tinggi persaingan bisnis yang sehat, dan pembagian penggunaan ruang dan pemanfaatan infrastruktur secara adil serta transparansi dalam setiap pengambilan kebijakan.Pengurangan dampak negatif diupayakan melalui penggunaan energi ramah lingkungan, alat angkut yang paling sedikit menimbulkan polusi dan perencanaan yang memprioritaskan keselamatan.Mengenai persoalan kemacetan ibukota ditunjukkan upaya dilakukan dengan pembangunan infrastruktur, penyediaan transportasi massal dan melakukan manajemen lalu lintas sesuai dengan Pola Transportasi Makro (PTM).Pertumbuhan mobil lebih dari 10% per tahun dan motor 50% dalam 3 tahun terakhir, sangat tidak seimbang dengan pertumbuhan ruasjalan yang hanya 0,1% per tahun. Maka, sarana angkutan umum masal seperti busway, subway, dan monorel pun menjadi pilihan.Beberapa langkah penegakan hukum di bidang transportasi |uga telah dan terus dilakukan seperti sterilisasi jalur busway yang telah terbukti mampu memberi ketepatan waktu yang lebih akurat dalam perjalanan.Sistem ini akan lebih mudah terwujud pada sistem transportasi yang berbasis pada penggunaan angkutan umum dibandingkan dengan sistem yang berbasis pada penggunaan kendaraan pribadi.TransJakarta atau yang biasa dipanggil Busway (kadang juga Tije) adalah sebuah sistem transportasi bus cepat di Jakarta, Indonesia. Sistem ini dimodelkan berdasarkan sistem Transmilenio yang sukses di Bogota, Kolombia. Transjakarta beroperasi sejak 15 Januari 2004 dan merupakan salah satu proyek dari Gubernur DKI, Sutiyoso.Selama dua minggu pertama, dari 15 Januari 2004 hingga 30 Januari 2004, bus Tije memberikan pelayanan secara gratis. Kesempatan itu digunakan untuk sosialisasi, di mana warga Jakarta untuk pertama kalinya mengenal sistem tiket dan transportasi darat yang baru.Salah satu faktor terbesar untuk menggunakan Busway adalah dari segi KEAMANAN dan KENYAMANAN. Jakarta, adalah kota yang rawan kejahatan. Kita harus selalu waspada terhadap setiap orang. Banyak orang merelakan 1000 rupiah lebih mahal untuk naik busway, daripada harus naik bus kota.Pada saat awal beroperasi, TransJakarta mengalami banyak masalah, salah satunya adalah ketika atap salah satu busnya menghantam terowongan rel kereta api. Selain itu, banyak daripada bus-bus tersebut yang mengalami kerusakan, baik pintu, tombol pemberitahuan lokasi halte, hingga lampu yang lepas. Minimnya rambu-rambu di tempat-tempat strategis yang akan memasuki kawasan busway membuat pemakai jalan merasa seolah-olah terjebak masuk ke jalur macet. Selain macet, dampak lainnya dari proyek pembangunan jalur busway adalah ancaman terhadap kelangsungan hidup trayek sejumlah angkutan kota, khususnya pada jalur-jalur yang dilewati busway.Perbaikan sistem angkutan umum yang tepat untuk Jakarta adalah dengan merubah pola penyelenggaraan angkutan umum secara menyeluruh. Komponen utama yang harus dirubah adalah a. Sistem pengoperasian yang memberikan prioritas yang tinggi terhadap angkutan umum, b. management pengoperasian yang memberikan jaminan penyelenggaraan berbasis pada persaingan usaha yang sehat yang mengutamakan pada tingginya mutu pelayanan dan keberlanjutan usaha, sertac. jaringan angkutan umum yang mampu menjamin aksesibilitas seluruh warga kota dan terintegrasi dengan sistem tata kota hingga pada akhirnya membuat Jakarta menjadi kota yang sangat nyaman untuk dihuni.Pemerintah DKI Jakarta sejak dua tahun yang lalu telah berkeinginan untuk mengadopsi konsep tersebut untuk dapat mengatasi permasalahan transportasi dan menjadi titik awal reformasi penyelenggaraan angkutan umum Jakarta.Sayangnya, pendekatan yang dilakukan oleh Pemda DKI Jakarta ini lebih bersifat parsial ala project dan bukan pendekatan yang sifatnya menyeluruh dan terintegrasi. Menyeluruh dalam artian bahwa tahapan-tahapan yang dilakukan memang direncanakan secara matang dalam sebuah skenario pembenahan angkutan umum yang berkesinambungan. Terintegrasi dalam artian terkait dengan komponen-komponen lain yang menjadi penyebab dan penentu terjadinya permasalahan sistem transportasi. Pembangunan jalur Busway yang hanya dilakukan pada satu koridor terlihat sebagai satu proyek yang berdiri sendiri. a. Tidak didahului dengan sosialisasi tentang tahapan yang akan diambil dalam keseluruhan skenario besar perbaikan sistem angkutan umum.b. Tidak dibarengi dengan ketersediaan dan kesiapan jaringan pengumpan yang menghubungkan koridor tersebut dengan koridor lainnya maupun penyediaan fasilitas yang memadai yang dapat menjamin keselamatan pejalan kaki. c. Tidak ada pra-koondisi bagi masyarakat dalam menyikapi proyek buswayd. Tidak ada strategi penanganan terhadap dampak yang timbul dari pembangunan sistem ini seperti bertambahnya kemacetan disepanjang koridor busway dan timbulnya kebutuhan bagi kendaraan pendukung yang menghubungkan orang dari titik-titik pusat kegiatan ke koridor busway tidak diantisipasi dan tersosialisasi sejak awal. Sehingga kebijakan yang diambil menjadi terkesan tidak terencana dan bersifat tiba-tiba. Hal penting ini membuat keberlanjutan pengoperasian busway ini menjadi tanda tanya besar dan membuat masyarakat tidak tertarik untuk mendukung meskipun tidak semuanya menolak.Target minimal yang harus dapat diperoleh dari pelaksanaan proyek busway ini :a. Mulai adanya jaminan kualitas layanan angkutan umum bagi masyarakat yang selama ini menggunakannya di sepanjang koridor busway dan hal ini harus terus dipelihara.b. Timbulnya kesadaran para pengguna kendaraan pribadi, yang selama ini selalu mendapatkan prioritas penyediaan fasilitas, bahwa sudah saatnya mereka sekarang mulai memberikan prioritas bagi kepentingan masyarakat pengguna angkutan umum.c. Awal perbaikan sistem angkutan pengumpan yang masih harus ditindak lanjuti dengan perencanaan dan pengembangan lebih lanjut baik sistem operasi, trayek, maupun sarana alat angkutnya.d. Awal reformasi penyelenggaraan angkutan umum melalui pembentukan Badan Pengelola Transjakarta Busway yang transparat, modern, berbasis pada kualitas pelayanan dan kesinambungan usaha yang sehat. Yang harus segera disusul dengan pembentukan Dewan Trasnportasi Kota sebagai bentuk partisipasi publik dalam penetapan kebijakan bidang transportasi.Kalau permasalahan transportasi memang ingin dibenahi, sudah barang tentu busway saja tidak cukup. Ini hanyalah merupakan langkah awal dari sekian banyak langkah yang harus diambil agar sistem transportasi berkelanjutan dapat terwujud. Namun, langkah awal ini akan menjadi sia-sia bahkan berbalik menjadi 'petaka' jika tidak dilanjutkan dengan langkah-langkah berikutnya. Kesadaran aparat pemerintah tentang hal ini belum cukup meyakinkan mereka untuk melaksanakan tahapan-tahapan proyek busway ini secara terencana dan matang. Perencanaan dijalankan berbarengan dengan pelaksanaan. Hal ini sangat rentan terhadap kritik dan pandangan negatif karena informasi yang disampikan tidak dapat dijawab secara tuntas dan sistematis. Namun demikian, target minimal yang harus dapat diperoleh dari pelaksanaan proyek busway ini:e. Mulai adanya jaminan kualitas layanan angkutan umum bagi masyarakat yang selama ini menggunakannya di sepanjang koridor busway dan hal ini harus terus dipelihara. f. Timbulnya kesadaran para pengguna kendaraan pribadi, yang selama ini selalu mendapatkan prioritas penyediaan fasilitas, bahwa sudah saatnya mereka sekarang mulai memberikan prioritas bagi kepentingan masyarakat pengguna angkutan umum.g. Awalperbaikan sistem angkutan pengumpan yang masih harus ditindak lanjuti dengan perencanaan dan pengembangan lebih lanjut baik sistem operasi, trayek, maupun sarana alat angkutnya.h. Awal reformasi penyelenggaraan angkutan umum melalui pembentukan Badan Pengelola Transjakarta Busway yang transparat, modern, berbasis pada kualitas pelayanan dan kesinambungan usaha yang sehat. Yang harus segera disusul dengan pembentukan Dewan Trasnportasi Kota sebagai bentuk partisipasi publik dalam penetapan kebijakan bidang transportasi.Kita semua dapat mendukung terciptanya sistem transportasi berkelanjutan di Jakarta dengan meminta Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk segera mengambil langkah-langkah sebagai berikut:1. Menetapkan landasan hukum pembangunan transportasi yang merupakan kebijakan publik yang mengikat seluruh penyelenggara pemerintahan dan menjadi acuan pelaksanaan program yang berkesinambungan. Disusun melalui suatu proses konsultasi publik yang transparan dan partisipatif. Merupakan bentuk political will pemerintah dalam menyediakan perencanaan dan program pengembangan transportasi yang tidak hanya berfokus pada aspek infrastruktur fisik semata tetapi juga pembenahan kebijakan pengelolaan dan kelembagaan penyelenggaraan transportasi.2. Memperbaiki sistem transportasi umum di DKI Jakarta. Perbaikan ini meliputi, sistem pengelolaan, sistem perijinan operasi, perbaikan (restrukturisasi) jalur serta peningkatan mutu penyelenggaraan angkutan umum di Jakarta. 3. Memperbaiki jaringan angkutan umum yang sinergis dengan perkembangan tata kota dan berbasis pada data kebutuhan angkutan masyarakat. Jaringan utama ini harus dilayani dengan sistem pengoperasian yang memberikan prioritas terhadap angkutan umum dengan tingkat keterjangkauan dan aksesibilitas tinggi masyarakat dengan biaya investasi yang minimal. Sistem ini juga harus terintegrasi dengan jaringan pengumpan(feeder system) sehingga menjamin aksesibilitas masyarakat. 4. Memperbaiki sistem dan sarana kendaraan tak bermotor yang jauh lebih bersahabat dengan lingkungan dibandingkan dengan sistem kendaraan bermotor. Perbaikan ini meliputi penyediaan dan perbaikan fasilitas pejalan kaki dan pengguna sepeda. Ketersediaan fasilitas yang memadai dan menjamin keselamatan pejalan kaki dan pengguna sepeda merupakan faktor penting untuk menjamin keberhasilan pengoperasian sistem angkutan umum di Jakarta.Beberapa hal yang dapat kita lakukan bersama adalah sosialisasi mengenai konsep sistem transportasi yang tepat bagi Jakarta kepada:1. Masyarakat umum. Masyarakat perlu memahami system transportasi berkelanjutan ini agar dapat mengetahui dan mengawasi apakah program dan kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah sudah berjalan pada arah yang seharusnya.2. Pemerintah. Pemerintah perlu memahami konsep ini agar dapat menyusun dan menerapkan kebijakan dan program untuk mewujudkan system transportasi berkelanjutan. 3. Sektor bisnis - terutama bisnis transportasi. Sektor bisnis transportasi perlu memahami bahwa penerapan system berkelanjutan akan dapat menjamin terciptanya iklim usaha angkutan yang sehat dan berkesinambunganMaka solusi cerdas yang harus dilakukan dalam rangka implementasi transportasi makro di Jabodetabek adalah kebijakan yang berdasarkan realita kemampuan dan kondisi lapangan tetapi tetap mengacu pada tujuan utama transportasi jalan yaitu mewujudkan tranportasi yang aman dan memberikan jaminan keselamatan. Solusi yang menimbulkan masalah baru yang lebih rumit ada baiknya dikaji dulu secara lebih mendalam agar tidak justru membuat masalah yang sudah kompleks semakin tidak bisa terpecahkan.Banyak sekali program-program peningkatan sistem transportasi yang dalam proses dan harus segera kita terapkan dalam waktu dekat, Sustainable Transport System atau Sistem Transportasi berkelanjutan sudah harus menjadi harga mati dari program Pemerintah Kota Surakarta, sejak dari Kementrian Perhubungan, Pemerintah Tingkat Propinsi sampai dengan Pemerintah Kota/Kabupaten dan semuanya agar menjadi sinergis.Sustainable transport meliputi banyak program dan berkelanjutan serta dibutuhkan political will yang tinggi dalam pelaksanaannya. Kota Surakarta telah berusaha menerapkan Sustainable Transport diawali dengan program peningkatan pelayanan angkutan umum, baik di terminal dengan perluasan terminal Tirtonadi ke barat dengan sistem pelayanan yang mengadopsi Terminal di Singapura maupun penyediaan Angkutan Umum MassalKota yang baik dan maju bukanlah dilihat dari semakin banyaknya jalan dan bertingkat-tingkatnya jalan menjadi jalan layang dan sebagainya, namun Kota yang baik dan maju adalah kota yang ramah untuk anak kecil dan orang tua/lansia bersosialisasi dan bermain di luar rumah.Masa depan transportasi dapat tetap seperti transportasi massal terbuka yang lama ataupunmonokultur kenderaan bermotor. daerah dengan berbagai ragam bentuk kehidupan dan keterkaitan kerja serta sejarah pertumbuhan struktur penggunaan dan bentuk kehadiran kultur perlu ditangani dengan satu konsep pembentukan yang integratif, padanya digunakan kekuatan potensial untuk menangani kelemahannya dan efek negatif yang terkait kesesakan dan berupaya memajukan. Tujuannya adalah mencari kesepakatan sistem transport daerah yang mendinamikkan aksi sosial. Permasalahan adalah tidak adanya aturan yang sempurna, melainkan tumpang tindih, banyak ragam kemungkinan yang berlebihan, ruang gerak dibiarkan untuk memutuskan satuan. Identifikasi untuk itu kami usulkan konsep transportasi yang merubah pemahaman terhadap tata-ruang dan mobilitas, yang memungkinkan sistem pengaturan dan pengendalian yang desentralis, artinya memungkinkan pengaturan mandiri yang fleksibel terhadap transportasi.Hal ini mengandung arti bahwa pembangunan jalan tidak akan menyelesaikan permasalahan transportasi, makin lebar dan panjang akan berdampak bertambahnya jumlah kendaraan, khususnya mobil sehingga kemacetan tidak berkurang namun bertambah. Transportasi memiliki sifat unik, dimana setiap kota yang mengalami perkembangan perekonomian pesat, semua bidang akan maju, kecuali TRANSPORTASI, sektor ini justru akan memburuk. Dan diperlukan logika yang berkebalikan pula untuk mengatasi masalah transportasi. Dan penyediaan ruang-ruang public dan fasilitas bagi kendaraan tidak bermotor sangatlah penting, guna melindungi mereka dari persaingan dengan kendaraan bermotor, suatu anggapan bahwa sepeda hanya merupakan perwujudan status sosial seseorang sangatlah keliru, banyak di Negara maju, banyak dari mereka mempunyai mobil namun terangsang dengan penggunaan sepeda dikarenakan tersedianya fasilitas yang memadai untuk kendaraan tidak bermotor, seperti jalur khusus, traffic light khusus pesepeda, lokasi parkir sepeda dan fasilitas lainnya.Untuk membendung efek destruktiv dari automobil bentuk pengelolaan infrastruktur yang mempunyai koexistensi pemakai transport dan rancangan harga pembiayaan serta pencapaian mobilitas keseluruhan kota perlu diutamakan. Elemen sentralnya adalah pengurusan pengaturan iuran untuk perjalanan dan perparkiran (Road- & Park-Pricing) dan pengaturan infrastruktur transportasi, khususnya jalan-jalan utama. Pengendalian jalan di masa depan tidak berdasarkan pelarangan, melainkan dari satu konsep regulasi yang fleksibel, terhadap kemungkinan pemilihan perubahan hentian yang dapat dicapai. Transportasi terbuka jarak dekat yang sudah usang harus dikembang lanjutkan kepada prestasi layanan modern dari transport personal untuk wilayah kota. Disamping perluasan secara kuantitatif dari penawaran diperlukan pencapaian perbaikan yang mendalam secara kuantitatif, yang mencapai individualisasi dan fleksibilisasi transport massal yang usang. Titik permulaan yang lebih penting untuk itu adalah capaian pengaturan titik temu laluan antara transportasi terbuka dan bentuk gerakan privat. Dengan komponen penawaran individual dan sokongan terhadap prestasi kemampuan sistem informasi dan komunikasi transportasi personal yang terbuka harus mengatasi transport individual. Terhadap transportasi barang diperlukan inovasi yang mendasar, dimana wilayah kota dimasa depan dibuat mampu berfungsi dan berprestasi sebagai ruang perdagangan. Akan diusulkan satu konsep logistik kota dan logistik wilayah, yang dihubungkan oleh transport jarak jauh dan transport jarak dekat, dibuat pengikatan dari arus transport dan penjaringan informasi antara pelaksana, pebisnis transport dan penyalur. Arus Pemuatan dan pembongkaran dipadu dalam satu ring sentral barang dan satu sistem komunikasi dan informasi, dan dengannya truk mengangkut dalam satu jaringan yang sepadan dengan kota dan mesra lingkungan.