95

TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini
Page 2: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

i

TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL-IKHLÂS DALAM ZIKIR FIDÂ’

(STUDI LIVING HADIS: DI MASYARAKAT DESA SUKOLILO, PATI,

JAWA TENGAH)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)

Oleh:

Atik Dinan Nasihah

NIM: 1112034000163

Pembimbing

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1440 H/2019

Page 3: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

ii

Page 4: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

iii

Page 5: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

iv

ABSTRAK

ATIK DINAN NASIHAH

Tradisi Pembacaan Sûrah al-Ikhlâs dalam Zikir Fidâ’ (Studi Living

Hadis: di Masyarakat Desa Sukolilo, Pati, Jawa Tengah)

Kajian living hadis dapat diartiikan sebagai suatu upaya untuk

memperoleh pengetahuan yang kokoh dan meyakinkan dari suatu budaya,

praktik, tradisi, ritual, pemikiran, atau perilaku hidup di masyarakat yang

diinspirasi dari sebuah Hadis Nabi. Atau dengan kata lain hadis yang hidup di

komunitas muslim (everyday life hadith). Mengkaji living hadis berarti

mengkaji tentang praktik pengalaman hadis yang telah berlangsung di

masyarakat.

Salah satu fenomena living hadis yang bisa kita jumpai di Desa

Sukolilo, Kecamatan Sukolilo, Pati Jawa Tengah yaitu tradisi pembacaan

sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟. Penelitian ini mengkaji dan mendiskripsikan

pelaksanaan pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟, dan kemudian

menganalisis pemahaman serta dampak pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam

zikir fidâ‟ perspektif masyarakat Desa Sukolilo.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan, tradisi pembacaan sûrah al-

Ikhlâs ini terinspirasi dari hadis Nabi yang menyatakan bahwa pembacaan

sûrah al-Ikhlâs sebanyak 100.000 kali maka dapat membebaskan diri sendiri

atau orang lain dari siksa neraka. Masyarakat melakukan tradisi pembacaan

sûrah al-Ikhlâs sebanyak 100.000 kali, dalam rangka mendoakan orang yang

sudah meninggal, mereka mayakini bahwa pembacaan sûrah al-Ikhlâs sangat

berarti bagi jenazah di alam kubur dan dapat menjadi penebus dari siksa

neraka,

Kata kunci: Living hadis, sûrah al-Ikhlâs, zikir fidâ’

Page 6: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah membeikan berbagai

macam nikmat dan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga dengan nikmat dan

rahmat tersebut penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Shalawat serta salam semoga tercurah dan tercurahkan kepada baginda Nabi

Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya yang telah mengajarkan

berbagai macam ilmu pengetahuan dan budi pekerti yang baik kepada umat

manusia.

Skripsi berjudul: Tradisi Pembacaan Sûrah al-Ikhlâs dalam Zikir Fidâ‟

(Studi Living Hadis: di Masyarakat Desa Sukolilo, Pati, Jawa Tengah)

disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama pada Jurusan

Ilmu Alquran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Penulis menyadari skripsi ini tidak akan rampung tanpa dukungan,

bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., MA, selaku

Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. Yusuf Rahman, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA, selaku Ketua Jurusan Ilmu Alquran dan

Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dra. Banun Binaningrum, MA, selaku Sekertaris Jurusan Ilmu Alquran

dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 7: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

vi

5. Bapak Moh. Anwar Syarifuddin, MA, selaku dosen pembimbing yang

telah memberikan banyak masukan dan arahan sehingga skripsi ini

dapat diselesaikan.

6. Seluruh Dosen dan staf TU Fakultas Ushuluddin UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan wawasan keilmuan dan

kemudahan-kemudahan selama menyelesaikan studi. Semoga ilmu

yang telah diberikan dapat penulis amalkan dan kelak mendapat

balasan yang tebaik di sisi Allah SWT.

7. Kepada Ayahanda tercinta Bapak Subroto dan Ibunda Maryatun yang

telah memberikan segala bentuk dukungan kepada penulis, kesabaran,

kasih sayang, doa, kerja keras dan motivasi perjalanan hidup saya,

seandainya ada kebaikan dalam kata yang berantai-rantai dalam skripsi

ini, semoga menjadi amal bagimu. Juga kepada kakakku Muhammad

Sirojuddin S.Hum, dan adik-adikku Kharisa Dina Ulya, Zakky

Maulana Ahmad, dan Ahmad Jauhary Al Hannani, yang selalu

mendukung dan memberikan semangat terus menerus sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Semua Tokoh Agama, Perangkat Desa, Remaja Masjid (ARISMA) dan

semua Masyarakat Desa Sukolilo, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten

Pati Jawa Tengah, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan

banyak informasi dalam penelitian ini.

9. Teman-teman seperjuangan di TH Excellent Class, Tafsir Hadis

angkatan 2012, Keluarga Besar Beastudi Etos Banten, Beastudi

Page 8: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

vii

Indonesia Dompet Dhuafa, serta teman-teman KKN MUFAKAT,

terima kasih atas kebersamaan yang tak terlupakan.

10. Keluarga Besar TPQ Al-Mughiroh Cirendeu, TPQ Masjid Agung Al-

Jihad Ciputat, TPQ Ar-Rosyidah Ciputat, MI Nurul Falah Sawah Baru

Ciputat, Forum Guru Taman Pendidikan Alquran (FGTPQ CIPUTAT),

Terima kasih sudah menjadi bagian dari perjalanan hidup saya selama

di Ciputat.

11. Sahabat-sahabat tercinta, Inayah, Khilda, Rois, Intan, Hikmah,

Listatik, Edah, Hayatun, Maryam, Munah, Zubed, Puput, Nia dan

masih banyak lagi, namun tidak bisa saya sebutkan semuanya, terima

kasih sudah terus mensupport penulis hingga detik-detik akhir

perjuangan, terima kasih atas kebaikan-kebaikan yang telah dilakukan.

Akhirnya penulis hanya dapat memanjatkan doa atas segala perhatian,

dukungan, motivasi dan bantuan mereka, mudah-mudahan Allah membalas

kebaikan mereka dengan balasan yang sebaik-baiknya. Amin.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih sangat jauh

dari kata sempurna, untuk itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik

yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Besar harapan saya semoga

skripsi ini dapat bermanfaat untuk penulis dan bagi semua yang

berkepentingan.

Jakarta, 05 Februari 2019

Atik Dinan Nasihah

Page 9: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

viii

PEDOMAN TRANSLITERASI

A. Padanan Aksara

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

Tidak dilambangkan ا

B Be ب

T Te ت

Ts te dan es ث

J Je ج

H ha dengan garis di bawah ح

Kh ka dan ha خ

D De د

Dz de dan zet ذ

R Er ر

Z Zet ز

Page 10: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

ix

S Es س

Sy es dan ye ش

S es dengan garis di bawah ص

D de dengan garis di bawah ض

T te dengan garis di bawah ط

Z zet dengan garis di bawah ظ

ʻ koma terbalik di atas hadap kanan ع

Gh ge dan ha غ

F Ef ؼ

Q Ki ؽ

K Ka ؾ

L El ؿ

M Em ـ

Page 11: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

x

N En ف

W We ك

H Ha ق

Apostrof ˋ ء

Y Ye م

B. Vokal

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

____ A Fathah

I Kasrah

____ U Dammah

Adapun untuk vokal rangkap:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ai a dan i ____ ي

au a dan u ____ و

C. Vokal Panjang

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ȃ a dengan topi di atas ىا

ȋ i dengan topi di atas ىي

Ȗ u dengan topi di atas ىو

Page 12: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

xi

D. Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,

yaitu ال dialihaksarakan menjadi huruf/l/, baik diikuti huruf syamsiyyah

maupun qamariyyah. Contoh al-rijȃr bukan ar-rijȃl, al-dȋwȃn bukan ad-

dȋwȃn.

E. Syaddah (Tasydȋd)

Syaddah atau tasydȋd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan

sebuah tanda (___) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu

dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal

ini tidak berlaku jika hurud yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah

kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata

رورة .tidak ditulis ad-darȗrah melainkan al-darȗrah, demikian seterusnya الض

F. Ta Marbȗtah

Jika ta marbȗtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut

dialihaksarakan menjadi huruf /h/. Begitu juga jika ta marbȗtah tersebut

diikuti oleh kata sifat (na‟t). Namun, jika huruf ta marbȗtah tersebut diikuti

oleh kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/.

G. Huruf Kapital

Huruf capital yang digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Jika nama didahulukan oleh kata

sandang, maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri

tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: البخاري = al-

Bukhȃrȋ.

Page 13: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................... i

LEMBARAN PERNYATAAN ................................................................................ ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ....................................................... iii

ABSTRAK ................................................................................................................. iv

KATA PENGANTAR ............................................................................................... v

PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................................. viii

DAFTAR ISI.............................................................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ......................................... 4

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 4

D. Metodelogi Penelitian................................................................. 5

E. Metode Pengumpulan Data ........................................................ 7

F. Metode Analisis Data ................................................................. 9

G. Landasan Teoritis ....................................................................... 10

H. Kajian Pustaka ............................................................................ 13

I. Sistematika Penulisan ................................................................. 16

BAB II SÛRAH AL-IKHLÂS DALAM LITERATUR TAFSIR

A. Pembahasan Sûrah al-Ikhlâs ................................................ 18

1. Asbabun Nuzul .................................................................... 18

2. Munasabah Sûrah al-Ikhlâs ............................................ 20

3. Tafsir Sûrah al-Ikhlâs .................................................... 21

B. Keutamaan Sûrah al-Ikhlâs .................................................. 24

C. Penggunaan Sûrah al-Ikhlâs dalam Zikir Fidâ‟ .................... 31

Page 14: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

xiii

BAB III AGAMA DAN TRADISI DI DESA SUKOLILO

A. Sejarah Desa Sukolilo ................................................................ 33

B. Letak Geografis Desa Sukolilo ................................................... 35

C. Demografi Desa Sukolilo ........................................................... 37

1. Keadaan Pendidikan Masyarakat ......................................... 38

2. Keadaan Sosial Budaya Masyarakat .................................... 40

3. Keadaan Ekonomi Masyarakat ............................................ 42

4. Keadaan Keagamaan Masyarakat ........................................ 43

BAB IV TELAAH TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL-IKHLÂS DALAM

ZIKIR FIDÂ’ DI DESA SUKOLILO

A. Landasan Pelaksanaan Zikir Fidâ‟ Menurut Tokoh Masyarakat di

Desa Sukolilo ............................................................................. 46

B. Pemahaman Masyarakat Terhadap Sûrah al-Ikhlâs ............... 50

C. Pelaksanaan Pembacaan Sûrah al-Ikhlâs dalam Zikir Fidâ‟di Desa

Sukolilo ...................................................................................... 54

D. Dampak Pembacaan Sûrah al-Ikhlâs ...................................... 60

BAB V PENUTUP

A. Simpulan ..................................................................................... 63

B. Saran ........................................................................................... 64

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 15: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Studi hadis di Indonesia selalu mengalami perkembangan, salah satunya

menggunakan pendekatan multidisiplin dengan melibatkan ilmu-ilmu sosial

dan humaniora. Fenomena Studi living hadis (hadis yang hidup) merupakan

bagian dari upaya pengembangan kajian hadis, ia berusaha menggeser fokus

kajian tidak saja berkutat pada teks hadis, tetapi beralih pada praktik hadis

yang berupa gejala sosial-budaya yang hidup dan berkembang di masyarakat.

Jika ulumul hadis adalah keilmuan yang bersifat abstrak, berada di

ranah ide dan pemikiran, maka ilmu living hadis adalah mengkaji hadis yang

bersifat fenomen, nyata, dan mewujud, serta berada di ranah pengamalan dan

lapangan. Ulumul hadis bersifat konseptual, namun living hadis bersifat

faktual.1

Bangunan ilmu living Quran-hadis ini menuntut penggalian

pengetahuan tentang Alquran hadis bukan pada bidang dasar teks, melainkan di

masyarakat. Galian pondasinya tidak pada teks, melainkan pada lingkungan,

benda, masyarakat, atau non teks, apapun itu bisa berupa benda, fenomena,

budaya, tradisi dan selainnya.2 Atau bisa disimpulkan bahwa Objek dari studi

living hadis adalah masyarakat sebagai penerima, pengguna dan pengamal

hadis dalam kesehariannnya (hadith in daily life).

1 Lihat Ahmad „ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Quran-Hadis: Ontologi, Epistimologi, dan

Aksiologi (Tangerang Selatan: Maktabah Darus sunnah, 2019), h. Viii. 2 Lihat Ahmad „ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Quran-Hadis: Ontologi, Epistimologi, dan

Aksiologi (Tangerang Selatan: Maktabah Darus sunnah, 2019), h. 15.

Page 16: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

2

Wujud dari living Quran-hadis sendiri di masyarakat lokal adalah

diberlakukannya ritual-ritual pada saat-saat tertentu. Misalnya, adalah kegiatan

Yâsinan, yaitu pembacaan sûrah Yâsȋn pada malam Jum`at oleh kelompok-

kelompok pengajian tertentu, atau membacanya di rumah seseorang yang salah

seorang keluarganya telah meninggal dunia, pembacaan sûrah al-Jinn sebelum

menempati rumah baru, pembacaan ayat tertentu untuk penyembuhan penyakit,

pembacaan sûrah al-Wâqiah supaya rizkinya lancar. Contoh lain budaya

selametan, maulidan, majelis bukhoren, ziarah kubur, khitan perempuan,

ruqyah, joged shalawat, salat watu telu, gerakan salat dhuha, pembacaan kitab

hadis dan lainnya.

Fenomena- fenomena di atas merupakan gambaran fakta sosial

keagamaan yang keberadaannya tidak bisa dipungkiri, sehingga memperkuat

asumsi bahwa Alquran dan hadis telah direspon oleh umat Islam dalam

berbagai ragam praktik, untuk itu fenomena keberagamaan semacam ini

seharusnya memiliki daya tarik tersendiri bagi para pengkaji Alquran dan hadis

untuk menjadiakan obyek kajian dan penelitian.

Fenomena menarik terkait living hadis yang dapat ditemukan di Desa

Sukolilo adalah tradisi pembacaan sûrah al-Ikhlâs sebanyak 100.000 kali dalam

kegiatan zikir fidâ‟ yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Sukolilo,

Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah.

Zikir fidâ‟ sendiri merupakan sebuah ritual keagamaan yang berisi

serangkaian zikir yang terkonsentrasi pada pembacaan sûrah al-Ikhlâs 100.000

kali dan doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT untuk orang yang sudah

Page 17: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

3

meninggal dunia, ritual keagamaan ini biasa dilakukan oleh masyarakat Desa

Sukolilo selama 7 hari pasca kematian seseorang.

Masyarakat Desa Sukolilo meyakini bahwa dengan dibacakannya zikir

fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan

ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

merujuk pada Hadis Nabi Muhammad saw mengenai keutamaan membaca

sûrah al-Ikhlâs.1

Berangkat dari fenomena tersebut saya tertarik untuk meneliti serta

mengkaji tradisi pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ di Desa Sukolilo

secara mendalam, karena kegiatan zikir fidâ‟ ini merupakan wujud dari

pengamalan hadis Nabi Muhammad saw, di tengah-tengah masyarakat yang

memiliki keunikan tersendiri, salah satunya adalah dalam membaca sûrah al-

Ikhlâs dalam jumlah yang sangat banyak dan dilakukan dengan aturan dan tata

cara tertentu.

Dari sinilah kemudian penulis ingin mengeksplorasi dan

mempublikasikan kekayaan ragam fenomena sosial, terkait interaksi

masyarakat dengan al-Qur‟an yang ternyata terinspirasi dari hadis Nabi

Muhammad saw, karena kegiatan semacam ini sudah menjadi budaya yang

mendarah daging dikalangan masyarakat, penulis yakin setiap praktik atau

tradisi memiliki alasan dan alur pikirnya sendiri dan ada presedennya apabila

mau dicari.

Karena tradisi pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ di Desa

Sukolilo merupakan perilaku yang hidup di masyarakat yang memiliki

1 Wawancara Pribadi dengan Bapak Subroto, Sukolilo, 25 Oktober 2016

Page 18: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

4

landasan pada hadis Nabi atau didasari oleh pemahaman terhadap hadis, maka

skripsi ini berada pada wilayah kajian living hadis.

Dengan dasar tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji fenomena

living hadis dengan judul “Tradisi Pembacaan Sûrah al-Ikhlâs dalam Zikir

Fidâ’ (Studi Living Hadis: di Masyarakat Desa Sukolilo, Pati, Jawa

Tengah)”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Saya membatasi masalah penelitian ini yaitu sebagai sentra permasalah

dalam penelitian ini adalah fokus pada praktik pembacaan sûrah al-Ikhlâs

dalam zikir fidâ‟, serta pemahaman masyarakat Desa Sukolilo terkait tradisi

pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟. Sedangkan subyek yang akan

saya teliti yaitu masyarakat Desa Sukolilo yang rutin mengikuti kegiatan zikir

fidâ‟, diantaranya: Tokoh Agama, Imam dan pengurus masjid, serta remaja

masjid di lingkungan Desa Sukolilo yang rutin mengikuti tradisi tersebut.

2. Perumusan Masalah

Dari batasan masalah yang sudah ditetapkan di atas, maka untuk

memperjelas alur penelitian ini, pertanyaan utama dalam penelitian skripsi ini

adalah: Bagaimana tradisi pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ di Desa

Sukolilo?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penulis membahas mengenai “Tradisi Pembacaan Sûrah al-

Ikhlâs dalam Zikir Fidâ‟ (Studi Living Hadis: di Masyarakat Desa Sukolilo,

Pati, Jawa Tengah)” adalah: Untuk mendeskripsikan praktik pembacaan sûrah

Page 19: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

5

al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ secara runtut serta mengetahui fungsi pembacaan

sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ perspektif masyarakat Desa Sukolilo.

Dari tujuan penelitian yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini

memiliki dua manfaat yaitu manfaat akademis dan praktis.

1. Manfaat Akademis

Mengetahui ayat dan hadis yang hidup dan beredar di masyarakat. Hal

ini juga dapat dijadikan sebagai ukuran tetang kesukaan suatu

masyarakat terhadap suatu ayat dan hadis. Biasanya, ayat dan hadis

yang dihidupkan ayat dan hadis favorit. Dari kajian living hadis ini,

seorang pendakwah juga dapat mengetahui strategi yang efektif dan

efisien untuk lebih meningkatkan kualitas iman dan ketakwaan melalui

semangat tradisi yang diyakini bersumber dari nilai-nilai kenabian.

2. Manfaat Praktis

a. Mengetahui dasar pengamalan suatu tradisi kenabian yang hidup

di masyarakat Desa Sukolilo.

b. Sebagai referensi diskursus kajian living Quran sehingga

diharapkan berguna untuk kalangan akademisi yang

memfokuskan pada kajian fenomena yang terjadi di masyarakat

dengan sudut pandang yang lebih sistematis dan ilmiah.

D. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, dimana peneliti

mengungkapkan data dan fakta secara ilmiah tanpa sedikitpun

mempengaruhi subyek maupun obyek yang penelitian. Dalam

Page 20: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

6

pengolahan tersebut menggabungkan tiga yaitu: wawancara, observasi

dan dokumentasi yang menjadi sebuah data yang bisa saling

melengkapi sehingga dapat dideskripsikan. Setelah itu, peneliti

mencoba menafsirkan hasil penggabungan tiga sumber data di atas

menjadi sebuah narasi deskriptif kualitatif yang diuraikan kedalam

bahasa sederhana sehingga mudah dimengerti, karena penelitian ini

menggunakan metode analisis deskriptif maka peneliti cukup

menggambarkan realitas yang ada, kemudian dari data yang

terkumpulkan dijelaskan apa adanya dengan kata-kata untuk

memperoleh suatu kesimpulan.2

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Desa Sukolilo, Kecamatan

Sukolilo, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah. Penulis memilih

lokasi ini dikarenakan tradisi zikir fidâ‟ masih sangat lekat dan rutin

dilaksanakan oleh masyarakat Desa Sukolilo. Selain itu, akses yang

cukup mudah dijangkau serta daerah ini juga merupakan daerah yang

mempunyai ikatan batin dengan penulis, karena banyaknya keluarga

atau relasi yang bermukim disana. Sedangkan waktu yang digunakan

untuk meneliti adalah bulan Maret – Desember 2017.

3. Subyek dan Obyek Penelitian

Subyek penelitian merupakan tempat untuk memperoleh

keterangan, dalam penelitian ini yang menjadi subyeknya adalah

informan yang akan dimintai informasinya tentang obyek yang diteliti.

2 Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta: Bumi Aksara, 1999),

hal. 26.

Page 21: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

7

Para informan tersebut sudah terlebih dahulu saya pastikan sering ikut

dalam tradisi pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ di Desa

Sukolilo diantaranya:

1. Tokoh Agama di Desa Sukolilo sebanyak 2 orang

2. Tokoh Masyarakat sebanyak 2 orang

3. Imam dan pengurus masjid di lingkungan Desa Sukolilo

sebanyak 7 orang

4. Remaja masjid di lingkungan Desa Sukolilo sebanyak 5 orang

Subyek penelitian di atas yaitu orang-orang yang akan

diwawancarai langsung untuk memperoleh data dan informasi. Adapun

informan tersebut bisa saja bertambah sesuai dengan apa yang diterima

dan dialami peneliti selama proses pengumpulan data.

E. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data-data yang diperlukan, penulis menggunakan

beberapa metode pengumpulan data, yaitu: observasi, wawancara dan

dokumentasi.

a. Observasi

Dalam melakukan penelitian, observasi adalah salah satu cara

untuk memperoleh data akurat. Secara umum, observasi diartikan dengan

pengamatan atau penglihatan. adapun secara khusus, observasi dimaknai

dengan mengamati dalam rangka memahami, mencari jawaban, serta

mencari bukti terhadap fenomena sosial tanpa memengaruhi fenomena

yang diobservasi.3

3 Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodelogi Penelitian Sosial-Agama (Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 2003), h. 167.

Page 22: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

8

Observasi memiliki beberapa corak, untuk itu dalam melakukan

penelitian ini, peneliti akan menggunakan corak observer berperan aktif.

Dengan kata lain peneliti akan memerankan berbagai peran aktif yang

dimungkinkan dalam situasi sesuai dengan kondisi subyek yang diamati

(observer berperan aktif). Corak ini peneliti pilih, dengan harapan dapat

mengumpulkan data dengan lengkap dan peneliti tidak mengganggu atau

mempengaruhi sifat naturalistik yang ada dalam kegiatan zikir fidâ‟ yang

akan diteliti.

b. Wawancara

Wawancara yaitu mengumpulkan data dan informasi melalui tanya

jawab lisan dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang tidak

berstruktur maksudnya susunan pertanyaan dan susunan kata-kata dalam

setiap pertanyaan dapat berubah pada saat wawancara karena disesuaikan

dengan kebutuhan dan kondisi wawancara.4

c. Dokumentasi

Metode dokumentasi merupakan suatu cara pengumpulan data

dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen

tertulis, gambar maupun elektronik.5 Metode dokumentasi ini digunakan

untuk menyempurnakan data yang diperoleh dari metode wawancara dan

observasi.

4 Nurul Zuhriah, Metodelogi Penelitian sosial dan pendidikan (Jakarta: PT Bumi Aksara,

2005), h. 179. 5 Nana Syaodah Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2007), h. 221.

Page 23: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

9

F. Metode Analisis Data

Dalam rangka menganalisis data yang peneliti peroleh selama proses

pengumpulan data, peneliti melakukan tiga tahapan. Pertama, tahap reduksi

data, pada tahap ini peneliti melakukan proses penyeleksian, pemfokusan dan

abstraksi data yang berhubungan dengan pelaksanaan tradisi pembacaan sûrah

al-Ikhlâs sebagaimana yang dibutuhkan penulis dari hasil catatan lapangan.6

Semua data dikumpulkan secara keseluruhan kemudian diklasifikasikan sesuai

dengan konsep penelitian yang telah dirancang sebelumnya agar data yang

diperoleh menjadi data yang sudah terbagi pada kelompok-kelompok tertentu

sesuai dengan konsep (bagian-bagian) yang sudah dibentuk oleh peneliti,

sehingga pada tahap ini data yang diperoleh lebih fokus dan ringkas serta sudah

terbagi-bagi.

Kedua, dispaly data atau penyajian data, pada tahap ini peneliti

melakukan organisasi data, mengaitkan hubungan-hubungan tertentu antara

data yang satu dengan yang lainnya. Peneliti sudah menyajiakan data yang

lebih konkret dari tahap sebelumnya serta telah diklasifikasikan pada tema-

tema yang dirancang oleh peneliti.

Ketiga, proses verifikasi, pada tahap ini peneliti melakukan penafsiran

(interprestasi) terhadap data yang sudah peneliti peroleh dan sudah dilakukan

reduksi dan penyajian, sehingga data yang sudah memiliki makna dengan cara

membandingkan, pencatatan tema-tema dan pola-pola, pengelompokan melihat

kasus-perkasus dan melihat hasil wawancara dengan informan dan observasi.

6 Moh. Soehadha, Metode Penelitian Sosial Kualitatif untuk Studi Agama (Yogyakarta:

SUKA Press, 2010) hal. 91-92

Page 24: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

10

G. Landasan Teoritis

Menurut Ahmad Ubaydi Hasbillah living hadis dalam pengertiannya

adalah hadis yang hidup atau disebut juga dengan every life hadith, mengkaji

living hadis berarti mengkaji tentang praktik pengalaman hadis yang telah

berlangsung, bukan yang masih akan berlangsung atau akan dilagsungkan.7

Sedangkan Menurut M. Alfatih Suryadilaga Living hadis merupakan

kajian atas fenomena praktik, tradisi, ritual, atau perilaku yang hidup di

masyarakat yang memiliki landasannya di hadis Nabi Muhammad Saw.8

Melihat gambaran di atas maka saya menarik sebuah kesimpulan

bahwa, living hadis merupakan fenomena sosial-budaya yang bersumber dari

pemaknaan terhadap teks-teks hadis serta terkait juga praktik sosial

keagaaman sebagai bentuk pengamalan seorang hamba dalam kehidupan

sehari-harinya. Sehingga pada umumnya dalam pendekatannya tidak jauh

berbeda seperti halnya penelitian sosial keagamaan. atau dengan kata lain

living hadis merupakan tradisi yang hidup di masyarakat yang didasarkan

kepada hadis.

Karena ia berkaitan dengan pola perilaku sebagai respon dan interaksi

masyarakat atas hadis, maka objek kajian living hadis sangat luas.

Suryadilaga membaginya dalam tiga wilayah kajian, yakni tradisi tulis, lisan

dan praktik. Tradisi tulis tidak hanya sebatas sebagai bentuk tulisan yang

sering terpampang dalam tempat-tempat yang strategis, tetapi juga tradisi

7 Ahmad „ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Quran-Hadis: Ontologi, Epistimologi, dan

Aksiologi (Tangerang Selatan: Maktabah Darus sunnah, 2019), h. 15. 8 Lihat Muhammad Alfatih Suryadilaga, “Model-Model Living Hadis” dalam Shiron

Syamsuddin (ed.), Metodelogi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis (Yogyakarta: TH Press, 2005),

hal 107-114

Page 25: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

11

tulis yang kuat dalam khazanah khas indonesia yang bersumber dari hadis

Nabi. Sedangkan tradisi lisan dalam living hadis muncul seiring dengan

praktik yang dijalankan oleh umat islam, seperti bacaan qunut subuh,

shalawat, talqin mayit, bacaan zikir dan doa ba‟da salat dan lainnya. Adapun

tradisi praktik dalam living hadis merujuk pada praktik yang dilakukan oleh

umat islam yang disandarkan pada hadis, seperti khitan perempuan, ruqyah,

joged shalawat, salat watu telu, gerakan salat dhuha, pembacaan kitab hadis

dan lainnya.9

Living hadis didefinisikan sebagai gejala yang nampak atau sebagai

fenomena dari masyarakat Islam, maka kajian atau studi living hadis masuk

dalam kategori fenomena sosial keagamaan. bila demikian halnya,

pendekatan atau paradigma yang dapat digunakan untuk mengamati dan

menjelaskan bagaimana living hadis dalam suatu masyarakat Islam adalah

ilmu-ilmu sosial. Pendekatan yang dinilai sesuai adalah pendekatan

fenomenologi.

Menurut Prof. Heddy Shri Ahimsa Putra ketika seorang peneliti

menggunakan paradigma fenomenologi untuk mempelajari suatu gejala

sosial-budaya dia akan berusaha mengungkap kesadaran atau pengetahuan

pelaku mengenai „dunia‟ tempat mereka berada, kesasadaran mereka

mengenai perilaku-perilaku mereka sendiri. hal ini sangat penting karena

pemahaman atau pengetahuan mengenai Alquran dan hadis inilah yang

9 Lihat Muhammad Alfatih Suryadilaga, “Model-Model Living Hadis” dalam Shiron

Syamsuddin (ed.), Metodelogi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis (Yogyakarta: TH Press, 2005),

hal 107-114

Page 26: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

12

dianggap sebagai dasar bagi perwujudan pola-pola perilaku manusia sehari-

hari.10

Dalam penelitian living Quran-hadis, ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan oleh peneliti sebagai berikut:

1. Penelitian living Quran-hadis dengan menggunakan pendekatan

sosiologis-fenomenologis tidak berpretensi untuk menghakimi

(judgment) fenomena yang terjadi dengan label „benar‟- „salah‟,

„sunnah-bid‟ah‟, „shar‟iyyah- ghairu shar‟iyyah‟. Penelitian living

Quran-hadis semata-mata berusaha melakukan “pembacaan” obyektif

terhadap fenomena keagamaan yang berkaitan langsung dengan al-

Qur‟an.

2. Living Quran-hadis tidak dimaksudkan sebagai pemahaman individu

atau masyarakat dalam memahami (menafsirkan) al-Quran maupun

hadis, akan tetapi bagaimana Alquran dan hadis itu direspon dan

dipahami masyarakat Muslim dalam realitas kehidupan sehari-hari

menurut konteks pergaulan sosial dan budaya setempat.

3. Tujuan penelitian living Quran-hadis adalah untuk menemukan makna

dan nilai- nilai (meaning and values) yang melekat pada sebuah

fenomena sosial-keagamaan berupa praktik-praktik ritual yang

berkaitan langsung dengan Alquran dan hadis yang diteliti.

10

Heddy Shri Ahimsa Putra, “The Living Al-Qur‟an : Beberapa Perspektif Antropologi,”

dalam Walisongo, Vol 20, no. 1, (2012): h. 250.

Page 27: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

13

H. Kajian Pustaka

Penulis telah meninjau beberapa karya tulis yang berkaitan dengan tema

penelitian karya-karya tersebut adalah karya yang berhubungan dengan kajian

living Quran-hadis dan resepsi umat Islam terhadap al Quran dan karya yang

berhubungan dengan zikir fidâ‟.

Adapun karya-karya yang berhubungan dengan kajian living Quran-

hadis, antara lain :

1. Penulis melakukan penelusuran terkait karya ilmiah baik skripsi maupun

tesis yang membahas mengenai living Quran dalam kurun waktu 6 tahun

terakhir, dan hasilnya adalah penulis menemukan 19 Skripsi dan 2 tesis,

adapun mereka yang membahas mengenai living Quran antara lain :

Fathurohim, Didik Andriawan, Rafi‟uddin, Ida Qurrata „Ayun, Nurul

Karimatul Ulya Siti Fauziah, Siti Mas‟ulah, Ujang Yana, Umi Nariyatur

Rohmah, Vitri Nur Awalin, Ahmad Zainal Musthofah, Alifia Fairuziyah,

Baytul Muktadin, Ibnu Muchlis, Isnaini Sholeha, Muhammad Al Fath

Saladin, Nafisah, Pangeran Sri Naga Putra, Triono Adi Atmojo, Erwanda

Safitri dan Terakhir adalah Skripsi Karya Nilna Fadlillah.11

19 skripsi dan 2 tesis tersebut semuanya adalah karya mahasiswa UIN

Sunan Kalijaga, kebayakan dari skripsi tersebut membahas mengenai

pembacaan ayat-ayat Quran dalam tradisi Mujahadah, dan penggunaan ayat-

ayat Alquran sebagai pengobatan, namun di lokasi yang berbeda-beda,

adapun teori yang mereka pakai hampir semuanya memakai teori Karl

Manheimm.

11

Data lengkap mengenai karya ilmiah terkait living Quran-hadis dapat dilihat pada

daftar pustaka

Page 28: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

14

2. Buku Metodelogi Peneletian Living Quran dan Hadis karya Dosen-Dosen

UIN Sunan Kalijaga, buku ini dapat dikatakan sebagai embrio bagai kajian

metodologi living Quran-hadis di Indonesia. Buku ini mencoba

mengeksplorasi kajian living Quran dan Hadis yang pada waktu itu masih

menjadi tema yang belum banyak diketahui dan dikaji oleh kalangan

akademisi. Buku yang diterbitkan pada tahun 2007 ini terdiri dari 2

bagian. Bagian pertama pera penulis memeparkan ranah kajian kajian

living Quran serta tawaran metodologi yang dapat diaplikasikan untuk

penelitian living Quran. Bagian kedua, penulis menjelaskan mengenai

living hadis yang berisi model-model penelitian yang dapat dilakukan

dengan metodelogi living hadis.12

3. Buku "Ilmu Living Qur'an-Hadis; Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi".

Buku setebal 365 halaman terbitan Maktabah Darus-Sunnah ini menarik

untuk kita telaah lebih lanjut. Buku ini mengajak kita mengenal lebih

dekat kajian living qur'an dan hadis, terlebih dari sudut pandang filsafat

ilmu. Dari prespektif ini, Dr. Ahmad Ubaydi Hasbillah, MA. selaku

penulis akan menjabarkan secara detail tiga hal; apa itu ilmu living quran-

hadis (ontologi), bagaimana kajian living qur'an-hadis dilakukan

(epistemologi), dan apa manfaat kajian living quran-hadis (aksiologi). Tiga

hal ini merupakan prasyarat bagi keabsahan sebuah disiplin keilmuan.13

4. Artikel yang membahas mengenai living Quran-hadis antara lain ditulis

oleh: Hamam Faizin, Heddy Shri Ahimsa Putra, Ridhoul Wahidi, Didi

12

Sahiron Syamsuddin, ed., Metode Penelitian Living Qur‟an dan Hadis (Yogyakarta:

Teras, 2007) 13

Ahmad „ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Quran-Hadis: Ontologi, Epistimologi, dan

Aksiologi (Tangerang Selatan: Maktabah Darus sunnah, 2019)

Page 29: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

15

Junaedi, Muhammad Ali, dan yang terbaru adalah tulisan M Ofik Taufikur

Rohman Firdaus, M. Alfatih Suryadilaga, Syaifuddin Zuhri Qudsy, Jajang

A. Rohmana14

Penulis juga melakukan penelusuran skripsi yang bertema zikir, dan

ditemukan sebagai berikut:

1. Skripsi Yanto Abdul Lathif yang berjudul “Ayat-ayat Zikir Menurut

Muhammad Arifin Ilham.” Skripsi ini menguraikan alasan penggunaan

ayat-ayat Alquran seperti: sûrah al-fâtihah, ayat kursi, al-Zalzalah, al-

Insyirah, al-Ikhlas, al-Falaq dan juga al-Nass dalam zikir yang dipimpin

oleh Muhammad Arifin Ilham. Penelitian ini dilakukan pada Tahun 2007

dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan mengkaji

buku-buku karya Arifin Ilham dan diperkuat dengan Wawancara langsung

dengan Arifin Ilham.

2. Skripsi yang ditulis oleh Muhammad Naufal yang berjudul “Pengaruh

Zikir Terhadap Kesehatan Perspektif Hadis.” Skripsi ini ditulis pada tahun

2011. Dalam pembahsan ini Naufal mengungkap dampak zikir terhadap

kesehatan jasmani dan rohani pada pelaksanaan zikir yang dilakukan di

Masjid Ta‟lim wal-Aurad al-Husaini, Lemahabang, Cikarang Utara,

Kabupaten Bekasi.

Adapun Karya mengenai Desa Sukolilo penulis belum menemukan,

yang banyak ditemukan adalah karya mengenai Kecamatan Sukolilo.

14

Data lengkap terkait artikel yang membahas mengenai living Quran-hadis dapat dilihat

pada daftar pustaka

Page 30: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

16

Dari karya ilmiah yang dijadikan telaah pustaka di atas, menjadi

referensi dan bahan acuan bagi penulis untuk melakukan penelitian terkait

hadirnya Alquran di masyarakat Desa Sukolilo, adapun yang membedakan

serta menjadikan skripsi ini layak untuk diangkat adalah skripsi ini mencoba

mengaplikasikan tawaran metodologi living Quran-hadis dalam fenomena yang

lahir terkait kehadiran Alquran di masayarakat Desa Sukolilo, sedangkan

perbedaan antara karya-karya tersebut dengan skripsi ini antara lain: lokasi

penelitian, fokus penelitian karya ilmiah di atas tidak ada yang membahas atau

menyoroti mengenai pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam tradisi zikir fidâ‟, selain

itu teori yang digunakan juga berbeda, skripsi – skripsi di atas menggunakan

kebanyakan menggunakan teori sosiologi pengetahuannya Karl Mannheim

untuk penelitiannya, sedangkan dalam hal ini penulis akan menggunakan

pendekatan fenomenologi.

I. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam memberikan pemahaman dan gambaran

yang utuh dan jelas tentang isi penelitian ini, maka pembahasan dalam skripsi

ini akan disusun dalam sebuah sistematika pembahasan yang teratur. Dalam

skripsi ini penulis membuat sistematika pembahasan sebagai berikut :

Bab I, Pendahuluan yang mencakup Latar Belakang Masalah,

Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kajian

Pustaka, Landasan Teoritis, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

Bab II, merupakan bab yang menguraikan penafsiran sûrah al-Ikhlâs

menurut literatur tafsir Quran , asbabun nuzul, keutamaan sûrah al-Ikhlâs.

Page 31: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

17

Bab III, merupakan bab yang mendeskripsikan hal-hal yang terkait

dengan gambaran umum Desa Sukolilo akan menggambarkan letak geografis,

keadaan demografis, jumlah penduduk, keadaan pendidikan, kebudayaan,

keadaan sosial ekonomi, dan keagamaan masyarakat Desa Sukolilo. Gambaran

umum Desa perlu diletakkan di bagian awal karena untuk membantu peneliti

dalam memahami kondisi masyarakat yang akan diteliti.

Bab IV, merupakan hasil penelitian yang telah didapatkan tentang

tradisi pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟, pelaksanaan zikir fidâ‟

serta pemahaman masyarakat Desa Sukolilo terhadap praktik pembacaan sûrah

al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ dan ditutup dampak pembacaan sûrah al-Ikhlâs

dalam zikir fidâ‟ bagi masyarakat Desa Sukolilo.

Bab V, berisi kesimpulan dari pokok permasalahan dalam kajian skripsi

ini, dan saran-saran dari penulis yang sifatnya membangun serta diakhiri

dengan harapan apa yang penulis lakukan mendapat kritik dari pembaca

sehingga dapat mendorong penulis untuk bisa meningkatkan kualitas yang

lebih baik.

Page 32: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

18

BAB II

SÛRAH AL-IKHLÂS DALAM LITERATUR TAFSIR QURAN

A. Pembahasan Sûrah al-Ikhlâs

1. Asbabun Nuzul

Sûrah al-Ikhlâs mempunyai banyak nama lain, dan dari nama- nama itu

dapat kita ketahui kandungan dan keutamaanya, Pakar tafsir, Fakhruddȋn ar

Râzi menyebut sekitar dua puluh nama, antara lain: Sûrah at-Tafrid (Pengesaan

Allah), Sûrah at-Tajrid (Penafian segala sekutu bagi-Nya), Sûrah an-Najat

(Keselamatan di dunia dan akhirat), Sûrah al-Wilayah (Kedekatan kepada

Allah), Sûrah al-Ma‟rifat (Pengetahuan tentang Allah), Sûrah al-Jamal

(Keindahan Ilahi), Sûrah Qasyqasy (Penyembuhan dan kemusyrikan), Sûrah

al-Mudzakkirah (Pemberi peringatan), Sûrah as-Shamad (Tumpuan harapan),

Sûrah al-Aman (Keamanan), dan masih banyak lainnya. Tetapi nama yang

paling populer adalah sûrah al-Ikhlâs.

Asbabun nuzul sûrah al-Ikhlâs yaitu diriwayatkan oleh adh-Dhahak

bahwa para musyrik menyuruh Amir ibn Thufail pergi menemui Nabi untuk

mengatakan: “Kamu, hai Muhammad, telah mencerai beraikan persatuan kami.

Jika engkau mau kaya, kami akan memberikan harta kepadamu. Jika kamu

rusak akal, kami akan berusaha mencari orang yang mengobati kamu. Jika

kamu menginginkan isteri yang cantik, kami akan memberikan kepadamu.”

Rasulullah menjawab: “aku tidak fakir, aku tidak gila, dan tidak menginginkan

perempuan cantik. Aku adalah Rasul Allah. Aku menyeru untuk hanya

menyembah Allah.” Orang Quraish kembali menyuruh Amir mendatangi Nabi

Page 33: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

19

untuk menanyakan, bagaimana Tuhan yang disembah Muhammmad itu.

Apakah dari emas ataukah dari perak. Berkenan dengan itu, Allah menurunkan

Sûrah al-Tauhid ini.1

Imam at-Tirmidzi, al-Hakim, dan Ibn Khuzaimah meriwayatkan dari

Abu Aliyah dari Ubai bin Ka‟ab bahwa suatu ketika orang-orang musyrik

berkata kepada Rasulullah, “Gambarkanlah kepada kami bagaimana Tuhan

engkau? Allah lalu menurunkan ayat ini hingga akhir surah.

Ibn Hatim meriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa suatu ketika ada

sekelompok Yahudi datang kepada Nabi Muhammad saw, di antara rombongan

tersebut terdapat Ka‟ab bin Asyraf dan Huyay bin Akhtab. Mereka lalu

berkata, “Wahai Muhammad, gambarkanlah kepada kami ciri-ciri Tuhan yang

mengutus engkau itu?! “ Allah lalu menurunkan ayat ini hingga akhir surah.

Ibn Jarir meriwayatkan dari Abu Aliyah yang berkata, “Qatadah

berkata, „Sesungguhnya pasukan koalisi (kaum kafir) pernah berkata kepada

Nabi Muhammad saw, “Gambarkanlah kepada kami bagaimana Tuhan engkau

itu? „Jibril lalu turun dengan membawa surah ini.”

Abusy Syaikh meriwayatkan dalam kitab al-„Azhamah dari aban dari

anas yang berkata, “suatu ketika, orang-orang Yahudi Khaibar datang kepada

Rasulullah dan berkata, „Wahai Abal Qasim, Allah menciptakan para malaikat

dari cahaya tiraiNya, Adam dari tanah liat yang diberi bentuk, Iblis dari

kobaran api, langit dari awan, dan bumi dari buih air. Oleh karena itu,

1 Teungku Muhammad Hasbi Ashiddieqy, Tafsir Al-Qur‟anul Majid An-Nur, (Semarang:

PT Pustaka Rizki Putra, 2016), Jilid 4, h. 619-621

Page 34: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

20

beritahukanlah kepada kami bagaimana hakikat Tuhanmu itu ? „Rasulullah

belum menjawab pertanyaan tersebut hingga Jibril membawa surah ini.2

2. Munasabah Sûrah al-Ikhlâs

Munasabah sûrah al-Ikhlâs dengan surat sebelumnya yaitu sûrah al-

Lahab, Tuhan menjelskan bahwa Abu Lahab dibenamkan ke dalam neraka

kareana ia menganut agama syirik dan tidak mau meng-Esakan Allah. Dalam

sûrah al-Ikhlâs dijelaskan bahwa Tuhan yang disembah oleh Muhammad dan

umatnya adalah Allah yang Esa, yang dituju oleh segenap makhluk, tidak

beranak, tidak beristri, dan tidak ada seorangpun yang sebanding dengan Dia.3

Sedangkan kaitannya sûrah al-Ikhlâs dengan sûrah sesudahnya yaitu

sûrah al-Falaq yaitu mempunyaihubungan fungsional. Ayat kedua dari sûrah

al-Ikhlâs memerintahkan untuk selalu bergantung kepada Allah dan sûrah al-

Falaq ayat satu memerintahkan untuk berlindung kepada Allah.4

Ketiganya mempunyai hubungan ayang erat. Sûrah al-Lahab

menjelaskan bahwa manusia yang dihatinya ada syirik dan hal-hal yang

mendekatinya. Supaya tidak terjerumus maka Allah memberi petunjuk melalui

sûrah al-Ikhlâs, bahwa Allah itu Esa. Namun Allah tidak hanya memberi

petunjuk itu saja tetapi juga mengingatkan manusia suapaya berlindung

kepada-Nya dari kejahatan sihir dan orang-orang yang dengki.

2 Jalaluddin As Suyuthi, Asbabun nuzul : sebab turunnya al qur‟an, (Jakarta:Gema

Insani, 2008), hal 649 3 Teungku Muhammad Hasbi Ashiddieqy, Tafsir Al-Qur‟anul Majid An-Nur, (Semarang:

PT Pustaka Rizki Putra, 2016), Jilid 4, h. 619-621 4 A. Hasan, al-Furqan, (Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, 1962), h. 1239

Page 35: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

21

3. Tafsir Sûrah al-Ikhlās

Tujuannya adalah memperkenalkan Allah swt. yang disembah oleh

Nabi Muhammad saw. dan kaum Muslim dan memantapkan keyakinan tentang

keesaan-Nya dalam Zat, sifat, dan perbuatan-Nya.

Ayat pertama memerintahkan beliau menggambarkan sifat-Nya dengan

firman-Nya: katakanlah wahai Nabi Muhammad saw, kepada yang bertanya

kepadamu, bahkan kepada siapapun bahwa Tuhanku adalah Dia yang Maha

Esa, yakni dalam zat, sifat dan perbuatan-Nya, serta keharusan beribadah

hanya kepada-Nya semata.

Kata “Qul” (katakanlah) membuktikan bahwa Nabi Muhammad saw.

menyampaikan segala sesuatu yang diterimanya dari ayat-ayat al-Quran . Kata

“Huwa” (Dia) adalah kata yang menunjuk pesona ketiga dan yang dimaksud di

sisni adalah Allah swt, meskipun tidak disebut sebelumnya, ini menunjukkan

bahwa Allah amat jelas kehadiranNya, sehingga walaupun tanpa terlebih

dahulu menyebut kata apapun yang menunjukNya, tetap saja dapat diketahui

bahwa yang dimaksud adalah Allah.

“Allah Ahad” atau Maha Esa, keesaan itu mencakup: Keesaan Zat,

keesaan sifat, keesaan perbuatan, serta keesaan perbuatan. Keesaan zat berarti

Allah swt tidak terdiri dari unsur-unsur atau bagian-bagian, atau dengn kta lain

Allah tidak membutuhkan seatu apapun.

Page 36: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

22

Keesaan sifatNya berarti Allah memiliki sifat yang tidak sama dalam

subtansi dan kapasitasnya dengan sifat makhluk. Keesaan dalam perbuatanNya

mengandung arti bahwa segala sesuatu yang berada di alam raya ini, baik

wujud, sebab maupun sistem kerjanya, semuanya adalah hasil perbuatan Allah

semata.

Katakanlah kepada orang yang bertanya tentang sifat Tuhanmu: “Allah

itu Esa, suci dari bilangan dan dari zat yang tersusun. Esa pula dalam sifat-Nya.

Tidak ada seorang atau sesuatu apa pun yang menyamai perbuatan Allah atau

menyerupai-Nya.”

Inilah dasar pertama kepercayaan Islam dan tugas Nabi yang pertama.

Firman Allah yang menjadi dasar bagi tauhid zat, tauhid sifat, dan tauhid af‟al

(perbuatan Allah).5

Allah sebagai tumpuan harapan, yakni yang dituju oleh semua makhluk

guna memenuhi semua kebutuhan dan harapan mereka, karena itu jika manusia

memohon, mohonlah ampun kepada Allah swt. jika manusia mengharapkan

bantuan, maka mintalah bantuanNya.

Setelah dua ayat pertama menetapkan dua sifat yang disandangNya,

maka dua ayat terakhir menafikkan apa yang tidak mungkin disandangNya.

5 Teungku Muhammad Hasbi Ashiddieqy, Tafsir Al-Qur‟anul Majid An-Nur, (Semarang:

PT Pustaka Rizki Putra, 2016), Jilid 4, h. 619-621

Page 37: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

23

Allah swt tidak beranak dan juaga tidak diperanakkan, yakni dia tidak

memiliki garis keturunan dari atas dan tidak juga ke bawah. Anak dibutuhkan

oleh makhluk berakal, antara lain untuk melanjutkan eksistensinya, atau untuk

membantunya, sedangkan Tuhan kekal selama-lamanya dan tidak memerlukan

bantuan. Bahkan kalimat “tidak beranak dan diperanakkan” maknanya bisa

lebih dari itu, yakni tidak ada sesuatu yang keluar melalui Zat-nya, tidak materi

tidak juga non materi, misalnya menarik dan menghembuskan nafas.

Allah suci dari sifat mempunyai anak. Firman Allah ini menolak

anggapan orang-orang musyrik yang menyangka bahwa para malaikat itu

adalah anak gadis Allah dan pendakwaan orang-orang Nasrani yang

mengatakan bahwa Al-Masih itu anak Allah dan menolak pendakwaan

anggapan orang Yahudi yang mengatakan Uzair itu anak Allah.

Allah juga mustahil diperanakkan. Sebab, anak itu memerlukan ayah

dan ibu, padahal Allah itu suci dari sifat yang demikian itu.6

Selanjutnya ayat terakhir menafikkan segala sesuatu yang setara atau

serupa dengan-Nya, baik dalam kenyataan wujud, maupun dalam benak dan

imajinasi siapapun. Tidak ada satu wujud pun yang serupa dengan Allah, baik

6 Teungku Muhammad Hasbi Ashiddieqy, Tafsir Al-Qur‟anul Majid An-Nur, (Semarang:

PT Pustaka Rizki Putra, 2016), Jilid 4, h. 619-621

Page 38: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

24

dalam sifat-sifat-Nya, maupun dalam wujud Zat-Nya apa yang terbayang

dalam benak atau merupakan imajinasi tentang Tuhan, maka Yang Mahaesa itu

tidaklah seperti itu.7

“Dan tidak seorangpun yang serupa dengan Dia.” Oleh karena itu, Allah

adalah Esa pada zat-Nya, dan pada perbuatan-Nya. Bukan sebagai bapak atau

sebagai anak dari seseorang. Tentu saja, tidak ada sesuatu makhluk yang

menyerupai-Nya dan tentulah Allah tidak mempunyai sekutu.8

B. Keutamaan Sûrah al-Ikhlâs

1. Suka membaca sûrah al-Ikhlâs akan disukai Allah

ا ، أىف أىبى الرجى ؿو ثػىنىا عىمرهك، عىن ابن أىب ىلى ، حىد ثػىنىا ابني كىىبو ، حىد ثػىنىا أىحىدي بني صىالحو ؿ حىد

انىت ف حىجر عىائشىةى و عىمرىةى بنت عىبد الرحىن، كىكى ثىوي، عىن أيم كج زى ميىمدى بنى عىبد الرحىن، حىد

" بػىعىثى رىجيلن عىلىى سىريةو صىلى اللي عىلىيو كىسىلمى عىن عىائشىةى، أىف النب صىلى اللي عىلىيو كىسىلمى النب

تم فػىيىختمي ب قيل ىيوى اللي أىحىده فػىلىما رىجىعيوا ابو ف صىلى صىلى ذىكىريكا ذىلكى للنب كىكىافى يػىقرىأي لىصحى

ا صفىةي الرحىن كىأىنى اللي عىلىيو كىسىلمى : لىنػهى ، فىسىأىليوهي؟، فػىقىاؿى : سىليوهي لىم شىيءو يىصنىعي ذىلكى فػىقىاؿى

بوي : صىلى اللي عىلىيو كىسىلمى أيحب أىف أىقػرىأى بىا، فػىقىاؿى النب 9أىخبيكهي أىف اللى يي

7 M. Quraish Shihab, Al-Lubab Makna, Tujuan, Dan Pelajaran dari Al-Fatihah dan Juz

„Amma,(Jakarta: Lentera Hati, 2008), h. 336 8 Teungku Muhammad Hasbi Ashiddieqy, Tafsir Al-Qur‟anul Majid An-Nur, (Semarang:

PT Pustaka Rizki Putra, 2016), Jilid 4, h. 619-621 9 HR. Al-Bukhori (13/247, no: 7375); Muslim (1/557, no: 813); an=Nasa‟i (2/171); Ibnu

Hibban (3/73, no: 793); al-Baihaqi, as-Sunnah ash Shagir (2/274, no: 978).

Page 39: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

25

“Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Shalih telah menceritakan

kepada kami Ibn Wahb telah menceritakan kepada kami Amru dari Ibnu Abu

Hilal bahwa Abu Rijal Muhammad bin Abdurrahman menceritakan

kepadanya dari Ibunya Amrah binti Abdurrahman yang dahulu dalam

asuhan Aisyah isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dari Aisyah Ra,

bahwasannya Nabi Muhammad Saw mengutus seseorang untuk memimpin

pasukan mata-mata. Saat menjadi imam bagi para sahabatnya, ia mengakhiri

shalatnya dengan membaca Sûrah al-Ikhlâs. Ketika kembali, mereka

menceritakan hal tersebut kepada Nabi Saw, beliau berkata, “Tanyakan

kepadanya, kenapa melakukan hal itu?” Saat mereka bertanya, lelaki itu

menjawab, “Karena sûrah al-Ikhlâs adalah sifat ar-Rahman dan aku suka

membacanya.” Nabi Saw berkata: “Beritahukanlah kepadanya kalau Allah

menyukainya.”

2. Mencintai sûrah al-Ikhlâs dapat menjadi penyebab masuk surga

ـ الناسى بقيبىاءى، كىكىافى إذىا صىلى افػتػىتى عىن ، أىف رىجيل كىافى يػىؤي حى صىلتػىهيم، افػتػىتىحى بػ قيل ىيوى اللي أىنىسو

ابيوي: لىو جى عىلتى أىحىده ثي قػىرىأى بػىعدىىىا سيورىةن يػىقرىأي بىا، يػىفعىلي ذىلكى ف صىلتو كيلهىا، فػىقىاؿى لىوي أىصحى

نىا، فػىقىاؿى لىي بوفى أىف أىؤيمكيم، فىإن لا أىقػرىأي الذم تػىقرىأي بو ف الصلة، لىكىافى أىحىب إلىيػ تيم تي م: إف كينػ

انيوا يػىرىكنىوي من أىفضىلهم، فىذى ريهي، كىكى انيوا يىكرىىيوفى أىف يػىؤيمهيم غىيػ : كىكى كىريكا ذىلكى إلا بىذه السورىة، قىاؿى

، فػىقىاؿى لىوي لمى صىلى اللي عىلىيو كىسى لرىسيوؿ الل فىدىعىاهي، فىسىأىؿى عىما قىاؿى القىويـ، فىاعتػىرىؼى بذىلكى

Page 40: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

26

ا أىدخىلىكى صىلى اللي عىلىيو كىسىلمى رىسيوؿي الل ىى : " حيبكى إي : أيحبػهىا، قىاؿى ؟ " قىاؿى : " كىلى تػىفعىلي ذىلكى

10الىنةى

Artinya : “Anas bin Malik berkata: Seorang lelaki anshar menjadi

imam bagi kaumnya di masjid Quba. Saat shalat, ia mengawalinya dengan

membaca sûrah al-Ikhlâs sampai selesai setelah terlebih dahulu membaca

al-Fatihah, lalu membaca Sûrah yang lain bersama dengan Sûrah al-Ikhlās.

Hal ini ia lakukan dalam setiap rakaat. Para sahabatnya pun memprotesnya.

Mereka berkata, “kamu mengawalinya dengan Sûrah ini (al-Ikhlâs), lalu

kamu melihat kalau Sûrah ini tidak mencukupimu sehingga kamu pun

membaca Sûrah yang lain. Jadi, apakah kamu akan tetap membacanya

ataukah akan meninggalkannya dan membaca Sûrah yang lain ?” lelaki itu

berkata, “aku akan tetap membacanya. Jika kalian tidak menyukainya, aku

akan meninggalkan kalian (tidak akan menjadi imam kalian).” Namun

mereka sendiri melihat kalau ia adalah orang yang paling utama di antara

mereka, dan mereka tidak suka jika yang menjadi imam adalah selain

dirinya. Maka ketika Nabi Muhammad Saw mendatangi mereka, mereka pun

menceritakan peristiwa itu kepad beliau. Nabi Saw pun bertanya , “Wahai

fulan, apa yang membuatmu tidak mau melakukan sesuatu yang dikatakan

sahabatmu ini? Apa yang membuatmu terus membaca sûrah al-Ikhlâs dalam

10

HR. Al-Bukhari (2/355, no: 774); at-Tirmidzi (6/56, no: 2901); Ibnu Khuzaimah

(1/268, no: 537); Ibnu Hibban (3/73, no: 794); al-Hakim (1/240); al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubra

(2/61)

Page 41: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

27

setiap rakaat? Lelaki itu menjawab, “karena aku mencintai Sûrah ini.” Nabi

Saw berkata: “Cintamu kepadanya telah memasukkanmu ke surga.”11

3. Sebanding dengan sepertiga al-Quran

Sûrah al-Ikhlâs dikenal pula sebagai sepertiga al-Quran , sebagaimana

disabdakan oleh Rasul kepada para sahabatnya.

، ، أىخبػىرىنى مىالكه ثػىنىا عىبدي الل بني ييوسيفى عىن عىبد الرحىن بن عىبد الل بن عىبد الرحىن بن أىب حىد

عى رىجيلن يػىقرىأي: قيل ىيوى اللي أىحىده رى ، أىف رىجيلن سى دديىىا، صىعصىعىةى، عىن أىبيو، عىن أىب سىعيدو اليدرم

أىف الرجيلى يػىتػىقىالىا، فػىلىما أىصبىحى، جىاءى إلى رىسيوؿ الل صىلى اللي عىلىيو كىسىلمى فىذىكىرى ذىلكى لىوي، كىكى

12فػىقىاؿى رىسيوؿي الل صىلى اللي عىلىيو كىسىلمى: " كىالذم نػىفسي بيىده إنػهىا لىتػىعدؿي ثػيليثى القيرآف

“Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf Telah

mengabarkan kepada kami Malik dari Abdurrahman bin Abdullah bin

Abdurrahman bin Abu Sha'shah dari bapaknya dari Abu Sa'id Al Khudri,

bahwasannya ada seorang lelaki mendengar lelaki lain membaca sûrah al-

Ikhlâs dengan diulang-ulang. Keesokan harinya, lelaki yang mendengar itu

mendatangi Nabi Muhaammad Saw seraya menanyakan hal tersebut seakan-

akan ia berkeyakinan kalau amal itu adalah amal yang sedikit, Nabi pun

berkata: “Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, surat itu sebanding

dengan sepertiga al-Quran .”

12

HR. Al-Bukhori (9/58-59, no: 5013); Abu Dawud (2/73, no: 1461); an-Nasa‟i (2/171);

Imam Malik (1/208, no: 17); Ahmad (3/23,35); Ibn Hibban (3/71, no: 791); al-Baihaqi, as-Sunan

al-Kubra (3/21)

Page 42: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

28

ثػىنىا يىيى بني سىعيدو، عىن شيعبىةى، يػره: حىد ، كىميىمدي بني بىشارو، قىاؿى زيىى يػري بني حىربو ثىن زيىى عىن كحىد

افى بن أىب طىلحىةى، عىن أىب الدردىاء، عىن النب ى اللي صىل قػىتىادىةى، عىن سىال بن أىب الىعد، عىن مىعدى

لىةو ثػيليثى القيرآف ؟ قىاليوا: كىكىيفى يػىقرىأ ثػيليثى عىلىيو كىسىلمى : " أىيػىعجزي أىحىديكيم أىف يػىقرىأى ف لىيػ قىاؿى

: " قيل ىيوى اللي أىحىده تػىعدؿي ثػيليثى القيرآف 13.القيرآف؟ قىاؿى

“Dan telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb dan Muhammad bin

Basysyar - Zuhair berkata- telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id

dari Syu'bah dari Qatadah dari Salim bin Abul Ja'd dari Ma'dan bin Abu

Dari Abu Darda, Nabi Muhammad Saw bertanya “Apakah salah satu di

antara kalian dalam semalam tidak mampu untuk membaca sepertiga al-

Quran ?” Para sahabat bertanya, “Bagaimana caranya seseorang membaca

sepertiga al-Quran ?” Beliau menjawab: Qul huwa Allahu Ahad, Allahu al

shamad adalah sepertiga al-Quran .” Perkataan Nabi Muhammmad Saw tentang Sûrah al-Ikhlās, “Demi

jiwaku yang berada di tangan-Nya, Sûrah itu sebanding dengan sepertiga al-

Quran ” ditafsiri oleh sebagian ulama sesuai dengan bunyi zhahir (literal)

hadis tersebut. Mereka mengatakan bahwa sûrah al-Ikhlâs adalah sepertiga

bagian Alquran dilihat dari sisi maknanya. Sebab Alquran berisi hukum,

13

HR. Muslim (1/556,no. 259); an-Nasa‟i, as-Sunna al Kubra (6/176, no: 10537); ad-

Darimi (2/552, no: 3431); Ahmad (5/195); ath- Thabrani, al Awsath (2/322, no: 2105)

Page 43: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

29

berita, dan tauhid. Sedangkan isi sûrah al-Ikhlâs mencakup bagian yang

ketiga, dengan demikian ia adalah sepertiga Alquran jika dilihat dari sisi ini.14

4. Orang yang meminta kepada Allah dengan sûrah al-Ikhlâs pasti akan

dikabulkan

ثػىنىا اليسىيي الميعىلمي، عىن ثػىنىا عىبدي الوىارث، حىد ثػىنىا عىبدي الل بني عىمروك أىبيو مىعمىرو، حىد عىبد الل حىد

، أىف نظىلىةى بن عىليو : دىخىلى رىسيوؿي الل بن بػيرىيدىةى، عىن حى ثىوي، قىاؿى صىلى اللي مجىنى بنى الىدرىع حىد

: اللهيم إن عىلىيو كىسىلمى تىوي كىىيوى يػىتىشىهدي، كىىيوى يػىقيوؿي ، فىإذىا ىيوى برىجيلو قىد قىضىى صىلى المىسجدى

الذم لى يىلد كىلى ييولىد كىلى يىكين لىوي كيفيونا أىحىده، أىف تػىغفرى ل ذينيوب أىسأىليكى يى اللي الىحىدي الصمىدي

ثن : " قىد غيفرى لىوي، قىد غيفرى لىوي " ثىلى : فػىقىاؿى 15.إنكى أىنتى الغىفيوري الرحيمي، قىاؿى

Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin 'Amru Abu Ma'mar

telah menceritakan kepada kami Abdul Warits telah menceritakan kepada

kami Al Husain Al Mu'allim dari Abdullah bin Buraidah dari Handlalah bin

Ali bahwa Mihjan bin al-Adra‟ berkata: Suatu hari Nabi Muhammad Saw

masuk masjid dan beliau mendapati seorang lelaki yang sudah

menyelesaikan shalatnya. Lalu dalam posisi duduk bertasyahud, lelaki itu

bedo‟a dengan mengucapkan: “Aku memohon kepada-Mu ya Allah, Zat Yang

Maha Esa dan menjadi tempat bergantung segala sesuatu, yang tidak

beranak dan tidak pula diperanakkan dan tidak ada seorang pun yang setara

14

Ibrahim Ali as-Sayyid Ali Isa, Keutamaan Surah-Surah Al-Qur‟an. Penerjemah Abdul

Hamid (Jakarta: Sahara Publisher, 2010), h. 453 15

HR. Abu Dawud (1/257, no: 985); an-Nasa‟i (3/52); Ahmad (4/338); al-Hakim (1/267)

Page 44: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

30

dengan Dia, agar Engkau mengampuni dosa-dosaku. Sesungguhnya Engkau

adalah Zat Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Mendengar

do‟anya, Nabi Muhammad Saw berkata: “Ia telah diampuni” sebanyak tiga

kali.

5. Dalam Sûrah al-Ikhlâs, ada nama Allah yang paling agung

ةى، عىن أىبيو، أىف النب ، عىن عىبد الل بن بػيرىيدى ثػىنىا مىالكي بني مغوىؿو ثػىنىا كىكيعه، حىد صىلى اللي عىلىيو حىد

: " اللهيم إن أىسأىليكى بىنكى أىنتى اللي الىحىدي الصمىدي الذم لى يىلد كىلى كىسىلمى عى رىجيلن يػىقيوؿي ييولىد سى

و الىعظىم الذم إذىا ديعيى بو أى : " لىقىد سىأىؿى اللى بس جىابى كىإذىا كىلى يىكين لىوي كيفيونا أىحىده "، فػىقىاؿى

16"سيئلى بو أىعطىى

Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad telah menceritakan

kepada kami Waki' dari Malik bin Mighwal bahwa dia mendengar dari

Abdullah bin Buraidah dari ayahnya dia berkata: bahwasannya Nabi Saw

pernah mendengar seseorang yang berdo‟a dengan mengucapkan: “Ya

Allah, aku memohon kepada-Mu dengan bersaksi bahwa Engkaulah Allah

yang tiada Tuhan selain Engkau, segla sesuatu, tidak beranak dan tidak pula

diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.”

Mendengar do‟anya, Nabi Muhammad Saw berkata: “Kamu telah meminta

kepada Allah dengan nama-Nya yang jika diminta pasti Dia memberikan,

dan jika berdo‟a dengan nama itu, Dia pasti mengabulkan.

16

HR. Abu Dawud (2/80, no: 1493; at=Tirmidzi (5/481, no: 3475) an-Nasa‟i, as-Sunan

al-Kubra (4/394, no: 7666); Ibnu Majah (2/1267, no: 3857); Ahmad (5/350); Ibnu Hibban (hal:

592, no: 2882); al-Hakim (1/504); Ibnu Hajar, Bulughul Maram (4/371, no: 1470)

Page 45: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

31

C. Penggunaan Sûrah al-Ikhlâs dalam Zikir Fidâ’

Secara etimologis zikir merupakan masdar (kata benda) dari kata kerja

ر -ك -ذ yang berakar kata dari huruf (ذكر) . Menurut Ibn Manzhȗr, ذكر berarti,

menjaga sesuatu dengan menyebut atau mengingatnya. Ibn Ishâq berarti

mengambil pelajaran. Zikir juga bermakna kehormatan atau kemuliaan, nama

baik, al-kitab, yang isinya menjelaskan agama, shalat, dan do‟a serta pujian

atas-Nya.”17

Mu‟jam alfadz Alquran al Karim memberikan uraian lebih rinci tentang

pengertian zikir yang mempunyai empat arti dasar dari katatersebut yaitu:

pertama, mengucapkan dan menyebut nama Allah, serta menghadirkannya

dalam ingatan. Kedua, mengingat nikmat Allah dengan menghadirkan Allah

dalam kehidupan kita menjalankan kewajiban kita sebagai hamba. Ketiga,

mengingat Allah dengan menghadirkannya dalam hati disertai tadabbur, baik

disertai dengan ucapan lisan atau tidak. Keempat, Allah mengingat hamba-Nya

melalui pembalasan kebaikan kepada mereka dan mengangkat derajatnya.18

Sedangakan kata fidâ‟ menurut bahasa berasal dari kata kerja فدى

bentuk masdarnya فداء yang berarti menebus atau tebusan.19

Adapun pengertian zikir fidâ‟ menurut Kiai Subroto yang merupakan

salah satu tokoh agama di Desa Sukolilo zikir fidâ‟ atau fidâ‟an merupakan

zikir yang dilakukan dengan membaca al-Ikhlâs maupun kalimat tahlil (Lâ

Ilâha Illallâh) dengan hitungan tertentu. Zikir ini bertujuan untuk menebus diri

sendiri maupun orang lain yang sudah meninggal agar terbebas dari siksa api

17

Ibn Manzhûr, Lisân al-„Arab, (Beirut: DārShadir, 1990), jilid IV, h. 308-333 18

Majma‟ al-Lughah al-„Arabiyah, Mu‟jam Alfaz al-Qur‟an al-Karim (Kairo: al-Hay‟ah

al-Mishriyah, tt), jilid I. h. 437 19

Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia, hal. 1040

Page 46: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

32

neraka. Zikir ini bisa dilakukan berjama‟ah maupun sendiri-sendiri. Zikir fidâ‟

ada dua macam yaitu: fidâ‟ sughro dan fidâ‟ kubro. Fidâ‟ sughro yaitu

berzikir dengan membaca kalimat Tahlil (Lâ Ilâha Illallâh) sebanyak 70.000

kali, sedangkan fidâ‟ kubro yaitu zikir yang dilakukan dengan membaca sûrah

al-Ikhlâs sebanyak 100.000 kali.20

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa zikir fidâ‟ merupakan

zikir untuk memohon kepada Allah agar diselamatkan dari api neraka, baik

untuk diri sendiri atau orang lain yang telah meninggal. Secara bahasa fidâ‟

artinya adalah tebusan. Adapun secara syara‟ adalah membaca lafadz lâ Ilâha

Illallâh atau membaca sûrah al-Ikhlâs dengan bilangan tertentu, yang tujuannya

menebus dosa atau membebaskan diri sendiri ataupun orang lain dari api

neraka.

20

Wawancara Pribadi dengan Bapak Subroto, Sukolilo, 25 Oktober 2016

Page 47: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

33

BAB III

AGAMA DAN TRADISI MASYARAKAT DESA SUKOLILO

Desa Sukolilo adalah salah satu desa yang masih mempertahankan

berbagai nilai-nilai budaya leluhur, tanpa mengabaikan perubahan-perubahan

untuk mencapai kemajuan. Seperti dalam sektor budaya, pendidikan, pertanian,

tanpa terkecuali keagamaan. berbagai kegiatan diadakan dalam rangka

mempertahankan nilai-nilai budaya, kegiatan yang dilakukan berupa kegiatan

sosial, tradisi budaya maupun keagamaan. Kegiatan tradisi Jawa masih melekat

di masyarakat Desa Sukolilo, seperti selametan, ngapatan, mitoni, meronan,

sedekah bumi dan lain sebagainya. Sedangkan kegiatan keagamaan seperti

Yasinan, tahlilan, berjanjen, thoriqohan dan lain sebagainya. Desa Sukolilo

juga tidak ketinggalan dalam bidang pendidikan, sebagian warga Desa Sukolilo

sudah banyak yang mengenyam pendidikan sampai ke perguruan tinggi, selain

itu sarana pendidikan baik formal maupun non formal juga sudah tersedia di

Desa Sukolilo, akan tetapi fasilitas yang dimiliki masih sangat minim.

A. Sejarah Desa Sukolilo

Sukolilo berasal dari dua kosakata Suko berarti senang dan Lilo yang

berarti ikhlas. Nama Desa Sukolilo menurut Sekertaris Desa Sukolilo Bapak

Ali Broto mengungkapkan bahwa nama tersebut mempunyai harapan bahwa

agar masyarakat Desa Sukolilo memiliki budi pekerti senang, ikhlas, saling

menolong dan senang memberi.

Mengenai sejarah nama Desa Sukolilo sendiri belum diketahui secara

pasti. Namun Desa Sukolilo sering dihubungkan dengan legenda Ki Ageng

Giring dan Ki Ageng Pemanahan. Pada saat itu Ki Ageng Pemanahan sedang

Page 48: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

34

mencari kakak seperguruannya Ki Ageng Giring. Setelah sampai, Ki

Ageng Pemanahan dijamu oleh Nyai Ageng Giring (istri Ki Ageng Giring).

Singkat cerita, Ki Ageng Pemanahan diberi jamuan air kelapa oleh Nyai

Ageng Giring. Saat mengetahui hal tersebut Ki Ageng Giring marah kepada

Nyai Ageng. Ternyata air kelapa yang diminum oleh Ki Ageng Pemanahan

memiliki petuah, niscaya siapapun yang meminum air kelapa tersebut akan

melahirkan raja-raja di tanah Jawa.

Ki Ageng Giring meminta kepada Ki Ageng Pemanahan untuk

menjadikan agar kelak merelakan anaknya (Ki Ageng Giring) menjadi raja

pada keturunan ketiga. Mendengar permintaan tersebut Ki Ageng Pemanahan

menolak dan melanjutkan negosiasi, hingga menghasilkan kesepakatan kelak

pada keturunan ketujuh menjadi raja di tanah Jawa.

“Dhi, sampai sini saja saya dapat mengantarkan adhi” kata Ki Ageng

Giring saat mengantarkan Ki Ageng Pemanahan sampai Tulang Tumenggung

(lokasi penyebrangan aliran sungai Sumber lawang yang memiliki dua muara).

“Ya, Kang, Terimakasih atas keluhuran budi kakang terhadap saya..

lelakon sing wis dak tindakake wingi-wingi, mengepokan karo degan sing tak

ombe banyune aku yo ora ngerti sak sukolilamu aku njaluk pengapuro” Ki

Ageng Pemanahan berpesan.“Yo, dhi, podho-podho pengapurane”.

Talang Tumenggung merupakan saksi ucapan Ki Ageng Giring dan Ki

Ageng Pemanahan, hingga menjadi nama Desa Sukolilo.1

1 Ali Zuhdi dan Swidarto, Tradisi Meron di Desa Sukolilo Pati Sejarah dan Makna

Filosofinya, (Kudus: Sultan com, 2005), h. 7-8

Page 49: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

35

B. Letak Geografis Desa Sukolilo

Sukolilo merupakan salah satu desa dari 10 desa di Kecamatan

Sukolilo, Kabupaten Pati2, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Desa yang

terletak di pegunungan kapur utara ini merupakan ibu kota dari Kecamatan

Sukolilo. Tepat di tengah-tengah desa dibelah oleh jalan raya yang

menghubungkan Kabupaten Pati dengan Kabupaten Grobogan, Jalan ini

sekaligus menjadi jalan alternatif untuk menuju Semarang maupun

Yogyakarta.

Secara geografis Desa Sukolilo memiliki luas wilayah adalah 928 Ha,

dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 3.1: Geografis Desa Sukolilo

No Uraian Luas (Ha)

1 Luas Pemukiman 287

2 Luas Persawahan 145

3 Luas Perkebunan 14

4 Luas Pemakaman 1

5 Luas Pekarangan 472

6 Luas Perkantoran 4

7 Luas Prasana Umum lainnya 5

2 Kabupaten Pati terletak di pantai utara bagian timur, berbatasan dengan Kabupaten

Kudus dan Kabupaten Jepara di bagian barat, laut Jawa di bagian utara, Kabupaten Rembang di

bagian timur, dan Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora di bagian selatan. Letak astronomis

Kabupaten Pati adalah 6°25‟ - 7° 00‟ LS dan 100° 50‟ -111°15‟BT. Luas wilayah Kabupaten Pati

adalah 150.368 Ha, terdiri dari lahan sawah 59.332 Ha, lahan bukan sawah 48.080 Ha, lahan

bukan pertanian 46.956 Ha.

Page 50: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

36

Jumlah 928

Secara adminstratif Desa Sukolilo terbagi dalam 10 RW dengan 59 RT.

Adapun Batas wilayah Desa Sukolilo, disebelah utara Desa Baturejo, sebelah

timur Desa Gadudero, sebelah selatan Desa Sumber Jati pohon, dan sebelah

barat Desa Kedung winong.3

Tabel 3.2: Persebaran Penduduk

No. Nama Dusun / RW Jumlah RT

1 Jembangan 4

2 Ngawen 5

3 Bowong 7

4 Misik 3

5 Ledok 6

6 Lebak Wetan 8

7 Lebak Kulon 8

8 Tengahan 6

9 Sangrahan 5

10 Gemblung 7

Jumlah 59

Sesuai dengan data monografi dinamis, jumlah penduduk Desa Sukolilo

pada Desember tahun 2016 berjumlah 13.886 jiwa yang terdiri dari laki-laki

3 Ali Hadi Broto, Data Monografi Desa Sukolilo, 2016

Page 51: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

37

berjumlah 5.741 jiwa dan perempuan berjumlah 8.145 Jiwa dengan jumlah

3.693 kepala keluarga.4

C. Demografis Desa Sukolilo

Jumlah penduduk Desa Sukolilo dari tahun ke tahun terus mengalami

peningkatan, hal ini disebabkan ada banyak angka kelahiran dan kecilnya

angka kematian. Bersdasarkan data monografi dinamis Desa Sukolilo pada

Desember 2016 secara keseluruhan jumlah penduduknya mencapai 13.886 jiwa

yang terdiri dari laki-laki berjumlah 5.741 jiwa dan perempuan berjumlah

8.145 Jiwa dengan jumlah 3.693 kepala keluarga.5

Tabel. 3. 3 : Jumlah Penduduk

No. Kelompok Umur Laki – Laki Perempuan Jumlah

1 0 – 4 508 1840 2.348

2 5 – 9 665 771 1.436

3 10 – 14 630 787 1.417

4 15 – 19 648 686 1.334

5 20 – 24 574 236 810

6 25 – 29 609 845 1.354

7 30 – 39 645 740 1.319

8 40 – 49 608 805 1.313

9 50 – 59 459 755 1.114

10 60 ke atas 395 680 1.075

4 Ali Hadi Broto, Data Monografi Desa Sukolilo, 2016

5 Ali Hadi Broto, Data Monografi Desa Sukolilo, 2016

Page 52: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

38

Jumlah 5.741 8.145 13.886

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa penduduk di Desa

Sukolilo mempunyai kelompok umur produktif, yaitu penduduk yang berumur

15-59 tahun. Sedangkan kelompok umur kurang dari 15 tahun merupakan

kelompok umur yang belum produktif, dalam arti masih menjadi tanggungan

kelompok umur produktif. Hal ini merupakan sumber modal dasar

pembangunan sebagai sumber daya manusia masyarakat Desa Sukolilo.

Sedangkan kelompok umur tua yaitu usia 60 tahun ke atas mencapai 1.075

orang, dan termasuk kelompok ini tenaga yang kurang produktif.

1. Keadaan Pendidikan Masyarakat

Pendidikan secara umum dibagi menjadi dua, yaitu pendidikan formal

dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal meliputi pendidikan yang umum

dan resmi, yaitu TK, SD/MI, SMP/MTS dan SMA/MA. Pendidikan formal

sangat penting di zaman modern saat ini untuk kelangsungan hidup agar tidak

menjadi masyarakat yang terbelakang (bodoh). Sedangkan pendidikan non

formal sangat diperlukan guna menambah kekurangan yang mereka dapatkan

di bangku pendidikan formal. Misalnya saja menyangkut pengetahuan agama

yang saat ini kurang di lembaga-lembaga umum.

Kondisi pendidikan masyarakat di Desa Sukolilo Kecamatan Sukolilo

Kabupaten Pati Jawa Tengah saat ini sudah cukup membaik, karena pendidikan

umum orang-orang terdahulu sebagian besar hanya sampai tingkat Sekolah

Dasar (SD) itupun bagi yang mampu untuk sekolah, adapun sekarang dengan

adanya program-program pemerintah di bidang pendidikan, seperti wajib

belajar 9 tahun, kartu Indonesia pintar, pendidikan di Desa Sukolilo mulai

Page 53: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

39

berkembang dengan baik, masyarakat sangat terbantu untuk menyekolahkan

anak-anaknya. Selain itu kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan

juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya pendidikan

formal di Desa Sukolilo, selanjutnya masyarakat mulai meninggalkan

anggapan tentang pendidikan hanya untuk orang tertentu. Pendidikan menurut

mereka menjadi sebuah kebutuhan dalam mencari bekal kehidupan. Hal ini

terlihat dari banyak dari masyarakat yang mulai menyekolahkan anak-anaknya

ke lembaga pendidikan, mulai dari usia dini (PAUD), Taman Kanak-Kanak

(TK), bahkan tidak sedikit yang melanjutkan ke perguruan tinggi.6

Adapun rincian tingkat pendidikan masyarakat Desa Sukolilo dapat

dilihat melalui tabel berikut:

Tabel. 3.4 : Tingkat Pendidikan Masyarakat

No. Jenjang Pendidikan Jumlah (jiwa)

1. Penduduk tidak sekolah 1479

2. Penduduk belum tamat SD 2548

3. Penduduk tidak tamat SD 4860

4. Penduduk tamat SD 1600

5. Penduduk tamat SLTP 1580

6. Penduduk tamat SLTA 880

7. Penduduk tamat perguruan tinggi 1100

Mengenai lembaga pendidikan yang terdapat di Desa Sukolilo

Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati ini, dapat dilihat dalam tabel berikut:

6 Disarikan dari hasil wawancara dengan Jumadi, Pati, pada 05 Juni 2017

Page 54: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

40

Tabel. 3.5 : Sarana Pendidikan

No. Jenis Sarana Jumlah

1. Taman kanak-kanak / TK 4

2. Sekolah Dasar Negeri (SDN) 6

3. SLTP 2

4. Madrasah Ibtidaiyah (MI) 2

5. Madrasah Tsanawiyah 1

6. Madrasah Aliyah 1

Dengan melihat tabel di atas sarana pendidikan sudah cukup memadai

hanya saja fasilitas yang ada pada sekolah-sekolah tersebut masih kurang

lengkap. Desa Sukolilo juga mempunyai sarana pendidikan non formal seperti

pondok pesantren dan TPQ (Taman Pendidikan Quran ) untuk memfasilitasi

warga desa yang ingin mempelajari ilmu agama. Hal ini bisa membantu anak-

anak untuk memberikan pemahaman tentang Alquran dan Hadis Nabi Saw.

2. Keadaan Sosial Budaya Masyarakat

Hubungan sosial antara individu, tercermin lewat gotong royong yang

masih terjalin kuat. Sifat gotong royong merupakan ciri khas kehidupan warga

desa. Adapun ciri-ciri kehidupan masyarakat desa secara umum adalah

masyarakat berhubungan langsung dengan alam. Alam adalah karunia Tuhan

dan berkaitan dengan mata pencaharian mayoritas warga. Tingkat

Page 55: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

41

kependudukan rendah, masyarakat bersifat homogen, lapisan sosialnya tidak

begitu nampak, kontrol sosial dan kesetiakawanan sosialnya cukup tinggi.7

Sebagai masyarakat desa, warga Desa Sukolilo masih sangat terikat

antara satu dengan yang lainnya. Mereka beranggapan bahwa seseorang tidak

mungkin hidup sendiri tanpa kerjasama dengan orang lain. Masyarakat

Sukolilo menyadari bahwa gotong royong merupakan salah satu bentuk

kegiatan sosial. Kehidupan di Desa Sukolilo terlihat rukun dan harmonis.

Keharmonisan tersebut tergambar dari budaya tolong menolong dan kepedulian

yang tinggi antar satu dengan yang lain. Kegiatan-kegiatan gotong royong

dalam berbagai kesempatan kerap kali digalakkan oleh masyarakat setempat.

Desa Sukolilo adalah masyarakat yang ber-etnis Jawa yang masih

sangat berpegang teguh pada budaya-budaya Jawa, hal ini menjadikan adanya

akulturasi budaya antara Islam dan Budaya Jawa. Percampuran budaya ini

tampak dari kegiatan-kegiatan ritual yang masih membudaya dan masih

dilestarikan oleh masyarakat Desa Sukolilo.

Adat istiadat yang masih dilakukan oleh masyarakat Desa Sukolilo

adalah adat dalam perkawinan, kelahiran anak, upacara kematian, pengolahan

hutan, pengolahan tanah pertanian. Adapun kegiatan-kegiatan ritual yang

masih membudaya dan masih dilestarikan oleh masyarakat Desa Sukolilo

antara lain: Tradisi meronan, ngapatan, mitoni, selapanan, selametan, sedekah

bumi, dan lain-lain.

Adat kebiasaan di atas merupakan nilai-nilai yang berasal dari leluhur

yang telah diimplementasikan dalam tata nilai dan laku perbuatan sekelompok

7 M. Munandar Sulaiman, Ilmu Sosial Dasar : Teori dan Konsep Ilmu Sosial (Bandung:

PT. ERESCO, 1991), h. 74-82

Page 56: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

42

masyakat tertentu. Adapun dengan perkembangan zaman, nilai tradisi-tradisi

yang berkembang di Desa Sukolilo dilengkapi atau diisi dengan kegiatan yang

mempunyai nilai keagamaan.

Kehidupan sosial budaya masyarakat Desa Sukolilo cukup harmonis,

hal ini disebabkan rasa solidaritas dan kebersamaan pada masyarakat sangat

terjalin dengan kuat, misalnya saja masyarakat saling bahu-membahu ketika

tetangga atau kerabat terkena musibah dengan atau tanpa diundang.

3. Keadaan Ekonomi Masyarakat

Pada umumnya ekonomi memiliki peran penting sebagai pusat utama

aktifitas sekaligus kontinuitas kehidupan manusia, karena akan mempengaruhi

kesejahteraan pada suatu masyarakat. Begitu pula dengan masyarakat Desa

Sukolilo yang bertumpu pada ekonomi sebagai faktor utama penggerak

kehidupan masyarakat.

Masyarakat Desa Sukolilo memiliki mata pencaharian beraneka ragam.

Penulis mengambil data ini dari data Desa Sukolilo Tahun 2016. Dari data

tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar masyarakat bekerja sebagai

pedagang, yang berjumlah 4.300 yang tersebar diseluruh wilayah Pati, Kudus

dan Purwodadi Jawa Tengah.8

Berikut ini adalah tabel mata pencahaian masyarakat Desa Sukolilo

berdasarkan profesi.

8 Wawancara dengan Jumadi, Pati, pada 05 Juni 2017

Page 57: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

43

Tabel. 3.6 : Mata Pencaharian Penduduk Desa Sukolilo

No Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang)

1. Petani 90

2. Buruh Tani 2.630

3. Pegawai Negeri Sipil 89

4. Pedagang 4.100

5. Buruh Industri 800

6. Buruh Bangunan 500

7. Pengusaha 430

8. Pengangkutan 98

9. Pensiunan 29

4. Kondisi Keberagamaan Masyarakat

Definisi agama adalah seperangkat aturan atau undang undang yang

mengikat manusia sebagai pedoman hidupnya. Beragama merupakan suatu

keniscayaan bagi setiap manusia karena agama mengatur setiap segi kehidupan

agar menjadi teratur dan selaras.

Mengkaji fenomena keberagamaan berarti mempelajari perilaku

manusia dalam kehidupan beragama. Fenomena keberagamaan tersebut adalah

perwujudan sikap dan perilaku dalam kehidupan, karena agama dan

masyarakat merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Penduduk Desa Sukolilo yang berjumlah 13.886 Jiwa tersebut

mayoritas beragama Islam, untuk mengetahui lebih jelas penganut agama pada

masyarakat Desa Sukolilo dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 58: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

44

Tabel. 3.7 : Jumlah Penduduk menurut Agama

No AGAMA JUMLAH

1. Islam 13.838 Jiwa

2. Kristen -

3. Katolik 48 Jiwa

4. Hindu -

5. Budha -

6. Konghucu -

Mayoritas masyarakat Desa Sukolilo menganut Agama Islam, terlihat

dari sarana ibadah yaitu berupa masjid dan musholla saja. Terdapat dua puluh

masjid dan dua puluh sembilan musholla di Desa Sukolilo. Untuk mengetahui

lebih lanjut dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel. 3.8 : Sarana Peribadahan

No. Tempat Ibadah Jumlah

01. Masjid 20

02. Musholla 29

03. Gereja -

04. Wihara -

05. Pure -

Kegiatan ke-Islaman sebagian besar dilaksanakan di tempat ibadah baik

mushalla maupun masjid, adapun kegiatan ke-Islaman masyarakat Desa

Sukolilo tidak terlepas dengan amalan-amalan yang sering dilakukan oleh

Page 59: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

45

warga Nahdliyin, karena mayoritas masyarakat Sukolilo adalah warga

Nahdlotul Ulama‟ dan sebagian kecil lagi warga Muhammadiyah.

Page 60: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

46

BAB IV

TELAAH TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL IKHLÂS DALAM ZIKIR

FIDÂ’ DI DESA SUKOLILO

A. Landasan Pelaksanaan Zikir Fidâ’ Menurut Tokoh Masyarakat Desa

Sukolilo

Fenomena interaksi atau model “pembacaan” masyarakat muslim

terhadap Alquran dalam ruang sosial ternyata sangat dinamis dan variatif.

Salah satunya adalah praktik pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ yang

merupakan kearifan lokal Qurani yang ada di Desa Sukolilo, Kecamatan

Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.

Berdasarkan hasil wawancara ada beberapa hal yang berkaitan dengan

motivasi masyarakat dalam melaksanakan praktik pembacaan sûrah al-Ikhlâs

dalam zikir fidâ‟ antara lain Pertama, beribadah dan mendekatkan diri kepada

Allah. Kedua, Mendoakan orang yang sudah meninggal dengan keyakinan

bahwa membaca sûrah al-Ikhlâs dapat membebaskan diri dari api neraka, dan

yang Ketiga, mengikuti pendapat Kiai.

Adapun terkait sejarah tradisi pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir

fidâ‟ di Desa Sukolilo, belum diketahui pasti kapan dimulainya, namun

berdasarkan penuturan Kiai Subroto tradisi pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam

zikir fidâ‟, di duga dimulai pada Tahun 1951, ajaran zikir fidâ‟ pertama kali

diajarkan oleh Almarhum Kiai Abdul Hannan, yang merupakan salah satu Kiai

yang pertama kali mendirikan Pondok Pesantren Nurul Ulum di Desa

Sukolilo, pada mulanya tradisi pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟

dilaksanakan karena masyarakat Desa Sukolilo pada saat itu belum bisa

Page 61: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

47

membaca ayat suci Alquran, sehingga ketika ada orang yang meninggal

dunia, dibacakanlah sûrah al-Ikhlâs sebanyak 100.000 kali.1

Zikir fidâ‟ sudah menjadi rutinitas masyarakat Desa Sukolilo dalam

rangka mendo‟akan seseorang yang baru saja meninggal dunia, dalam zikir

fidâ‟ tersebut masyarakat Desa Sukolilo melakukan pembacaan sûrah al-Ikhlâs

sebanyak 100.000 kali. Adapun landasan teologis yang mendasari praktik

pembacaan sûrah al-Ikhlâs tersebut menurut masyarakat Desa Sukolilo adalah

sebagai berikut :

K.H Abdullah Haris Rahmat selaku salah satu tokoh masyarakat di

Desa Sukolilo mengatakan bahwa dalil pelaksanaan zikir fidâ‟, beliau

berpegang pada firman Allah Q.S. sûrah al-Ahzâb: 41

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut

nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.”

Menurut beliau zikir fidâ‟ merupakan suatu kegiatan yang positif

dimana kita disibukkan dengan berzikir kepada Allah dengan membaca sûrah

al-Ikhlâs sebanyak 100.000 kali, sûrah al-Ikhlâs itu sangat luar biasa sekali,

sesungguhnya kalau kita ini terlibat dengan pembacaan sûrah al-Ikhlâs, berarti

kita sedang disibukkan dengan mengingat Allah, ujungnya atau intinya kalau

kita benar-benar khusyu‟ membaca sûrah al-Ikhlâs hikmahnya adalah

menjadikan Allah benar-benar Ahad, menjadi yang satu-satunya dalam hati

kita. Dalam Zikir fidâ‟ ini kita membaca sûrah al-Ikhlâs dengan jumlah yang

1 Wawancara Pribadi dengan Bapak Subroto, Sukolilo, 15 Desember 2017

Page 62: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

48

sangat banyak, ini berarti semakin banyak kita membaca sûrah al-Ikhlâs

semakin banyak juga kita mengingat atau berzikir kepada Allah. Sesuai

dengan perintah Allah sebutlah Allah dan Ingatlah Allah sebanyak mungkin.2

Beliau juga menambahkan dalil pelaksanaan pembacaan sûrah al-

Ikhlâs, adalah Hadis Nabi Muhammad saw yang tercantum dalam kitab tafsir

Showi yaitu:

دىل مينىادو من قبىل الله تػىعىالى ف سىى ا مائىةى أىلف مىرةو فػىقىد اشتػىرىل نػىفسىوي منى الله, كىنى وىاتو كىف مىن قػىرىأىىى

ا منى الله غىز لىوي بضىاعىةن فػىليىأخيذىى كىجىل, فىهيى عىتىاقىةه أىرضو: اىلاى إف فيلىنن عىتيقي الله, فىمىن كىافى لىوي قػىبػ

.ائهىامنى النار لىكن بشىرط اىف لاى يىكيوفى عىلىيو حيقيوؽه للعبىاد أىصلن, اىك عىلىيو كىىيوى عىاجزه عىن أىدى

Sebagian dari keutamaan surat al-Ikhlas: Sesungguhnya orang yang

membacanya 100.000 kali berarti dia telah membeli dirinya sendiri dari Allah

Swt. Dan malaikat akan menyerukan di langit dan di bumi: “Ketahuilah,

sesungguhnya si fulan adalah hamba yang dimerdekakan oleh Allah. Siapa

saja yang mempunyai hak yang ditanggung fulan maka mintalah dari Allah.”

Surat al-Ikhlas itu akan memerdekakan orang yang membacanya dari neraka,

tetapi dengan syarat tidak mempunyai tanggungan pada orang lain, atau punya

tanggungan tapi tidak mampu membayarnya.3

Menurut Kiai Subroto dalil dari pelaksanaan praktik pembacaan adalah

sûrah al-Ikhlâs itu sendiri, beliau menjabarkan tafsir sûrah al-Ikhlâs berikut ini:

2 Wawancara Pribadi dengan K.H Haris Rahmat, Sukolilo, 30 Juli 2017.

3 Wawancara Pribadi dengan K.H Haris Rahmat, Sukolilo, 30 Juli 2017.

Page 63: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

49

“Ya kalau ditanya dalilnya apa yaa dalilnya surat ikhlas itu sendiri,

surat ikhlas itu kan isinya Allahu Ahad Katakanlah bahwa Allah itu Maha Esa,

Allah tempat kita bergantung, mengharap, Allah tidak beranak dan tidak

diperanakkan, Allah itu tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.

Semuanya menerangkan tentang ketuhanan, pokok-pokok keimanan, bab

tauhid. Keutamaan surat adalah meyakinkan kepada manusia bahwa Allah

adalah Esa, termasuk cara mengesakan Allah adalah dengan beribadah kepada

kepada Allah dan melakukan amal saleh yang dilakukan karena Allah, kita

berdzikir ini kan bagian dari beribadah kepada Allah, mengesakan Allah,

mengingat Allah. Allah as-Shomad tempat bergantung, yang dituju siapa saja

untuk memohon pertolongan, tempat memohon segala jenis permohonan, ini

yaa termasuk memohon ampunan Allah baik untuk diri sendiri maupun orang

lain. Adapun praktik pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ yang

dilaksanakan di Desa Sukolilo menurut Kiai Subroto adalah ittiba‟ (mengikuti)

para ulama‟, para kiai terdahulu, dulu di Desa Sukolilo ini zikir fidâ‟ tidak

hanya dilakukan setelah ada orang yang meninggal dunia, ada juga pengajian

fidâ‟ dengan jama‟ah para lansia, yang bertujuan untuk memohon ampunan

Allah dan menebus diri sendiri agar terbebas dari siksa neraka, pengajian

tersebut dipimpin oleh Kiai Mastur, namun pengajian tersebut tidak berlanjut

karena Kiai Mastur jatuh sakit sekitar tahun 2012.”4

Pada kesempatan lain Kiai Subroto dalam ceramahnya juga

mengungkap pijakan dalil pelaksanaan pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir

fidâ‟ dengan mengutip hadis keistimewaan atau fadhilah sûrah al-Ikhlâs dalam

kitab Tafsir As Showi. Berikut petikan ceramah yang disampaikan Kiai Subroto

dalam acara zikir fidâ‟ di kediaman bapak Sutarno.

“Rahasia lan hikmahe moco sûrah al-Ikhlâs katah sanget, ing antawisipun

sûrah al-Ikhlâs meniko kangge zikir fidâ‟, fidâ‟niku tebusan dadi sûrah al-

Ikhlâs nek diwoco kaping satusewu niku kanggo bebasno saking neroko lha

niku diarani fidâ‟ kubro, ة فقد اشترى نفسه من الل wong seng gelem من قرأها مائت ألف مر

moco sûrah al-Ikhlâs 100.000 berarti wes bebassake awake dewe utawa wong

liyo saking neroko, ngoten niku nek ditompo selawase nek diwoco, milo kito

maos sûrah al-Ikhlâs ping satusewu penting banget, satusewu kan akeh aa

dicicil, saumpamane ba‟do sholat nyelengi ping 20 nek sedino entuk entuk 100,

1000 dino rampung kiro-kiro telung tahun, sebab kanggone wong sek moco

sûrah al-Ikhlâs 100.000 lan ditompo gusti Allah, wonten pengumuman tang

langit عتيق الل ileng-ileng si fulan niki wes dibebasno gusti Allah“ الا إن فلانا

berarti lek dongo ditompo dene gusti Allah. Keterangane wonten ing tafsir

Showi saged diwaos, teng tafsir showi bahasane arab niku kulo terjemahake

ben podo paham sedoyo.”5

4 Wawancara Pribadi dengan Bapak Subroto, Sukolilo, 15 Desember 2017

Page 64: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

50

“Rahasia dan hikmah membaca sûrah al-Ikhlâs banyak sekali,

diantaranya adalah sûrah al-Ikhlâs digunakan untuk zikir fidâ‟, zikir fidâ‟ yaitu

tebusan jadi sûrah al-Ikhlâs kalau dibaca sebanyak 100.000 kali itu bertujuan

membebaskan atau memerdekakan seseorang dari neraka dan itu disebut

dengan fidâ kubro, ة فقد اشتى نفسه من الل من قرأها مائة ألف مر barangsiapa

yang mau membaca sûrah al-Ikhlâs sebanyak 100.000 berarti telah

membebaskan dirinya sendiri atau orang lain dari neraka, itupun kalau kita

istiqomah membacanya, untuk itu kita membaca sûrah al-Ikhlâs sebanyak

100.000 itu penting banget, 100.000 itu kan banyak, bisa dicicil, misalnya

setelah sholat kita membaca 20 kali, berarti dalam sehari kita sudah membaca

100 kali, berarti 1000 hari selesai, sekitar 3 tahun kita bisa menyelesaikan.

Sebab untuk orang yang membaca sûrah al-Ikhlâs 100.000 kali dan diterima

oleh Allah, maka akan ada pengumuman di langit “ingat-ingat si fulan ini

telah dibebaskan Allah” berarti do‟anya telah dikabulkan oleh Allah.

Keterangannya ada di Tafsir Showi bisa dibaca, di kitab tafsir showi bahasanya

arab ini saya terjemahkan biar pada paham semuanya.”

B. Pemahaman Masyarakat Desa Sukolilo terhadap Sûrah al-Ikhlâs

Sûrah al-Ikhlâs merupakan salah satu sûrah yang paling populer di

masyarakat Desa Sukolilo, dibaca dalam jumlah yang banyak dalam zikir fidâ‟,

pengalaman berinteraksi dengan Alquran khususnya sûrah al-Ikhlâs

menghasilkan pemahaman dan penghayatan terhadap sûrah al-Ikhlâs, berikut

adalah pemahaman sûrah al-Ikhlâs perspektif masyarakat Desa Sukolilo:

Menurut Moh Dhori sûrah al-Ikhlâs itu berisi “Gusti Allah zat kang

Moho sawiji tapi nyukupi kebutuhane wong sak jagad ora ono wong seng

Page 65: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

51

madani gusti Allah, gusti Allah ora mutro, ora diputraake lan ora ono

padanane, yo mung siji gusti Allah niku, lhaa niki tuhid, mulane sûrah al-

Ikhlâs iki penting banget, maos Qulhu kangge zikir fidâ‟ niku saged

membebaskan diri dari siksa kubur dan siksa neraka”.6

Menurut Abdul Ghofur sûrah yang menegaskan tentang ke Esaan allah

sembari menolak penyekutuan terhadap-Nya dan membaca Surah al ikhlas

100.000 kali dapat menebus diri sendiri maupun orang lain dari neraka.7

Menurut Mohammad inti ketika kita bisa melaksanakan manunggaling

kawula gusti atau hidup kita lebih memetingkan diri untuk mengabdi secara

ikhlas kepada Allah, Allah iku siji, Allah iku ora beranak, yo ra mbojo, yo ora

enek sek nandingi gusti Allah, intinya tentang fan tauhid, kalau fungsi

pembacaan surat ikhlas itu bertujuan untuk zikir mengagungkan gusti Alloh

dan memohon ampunan-Nya khususnya untuk diri sendiri, kelurga dan

umumnya untuk semua umat muslim.8

Menurut Bapak Suwito surat tentang keesan Allah, bahwa membaca

sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ dapat memberikan pahala kepada orang yang

sudah meninggal sebagai bekal di akhirat. Hal yang sama juga diungkapkan

oleh Sutrisno bahwa zikir fidâ‟ dapat menghadiahkan pahala kepada mayit.9

Bapak Suroso sûrah al-Ikhlâs adalah sûrah yang menerangkan tentang

ke Esaan Allah dan membacanya dalam fida‟an bisa menebus atau menjauhkan

6 Wawancara Pribadi dengan Moh. Dhori, Sukolilo, 16 Desember 2017.

7 Wawancara Pribadi dengan Abdul Ghofur, Sukolilo, 24 Desember 2017.

8 Wawancara Pribadi dengan Mohammad, Sukolilo, 16 Desember 2017.

9 Wawancara Pribadi dengan Abdul Ghofur, Sukolilo, 20 Desember 2017.

Page 66: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

52

diri kita dari api neraka, intinya untuk mendoakan orang lain dan mendoakan

diri sendiri, semoga diampuni oleh Allah SWT dan dijauhkan dari api neraka.10

Bapak Zaenal berpendapat bahwa sûrah al-Ikhlâs merupakan pondasi

dari keimanan, hanya Allah Yang Maha Esa tempat berharap, sedangkan

membaca sûrah al-Ikhlâs sebagai zikir merupakan amalan yang dapat

membantu seorang muslim terhindar dari siksa api neraka, menurutnya itu

ajaran yg baik untuk mendoakan yang telah mati, agar Allah mengampuni

dosa kita dan juga orang yang telah mati, pokoknya membacanya dalam zikir

fidâ‟ dapat mengharamkan jasad seorang muslim masuk neraka.

Dari sekian banyak pandangan masyarakat terhadap sûrah al-Ikhlâs,

pemahaman mereka tidak terlepas dari adanya pemahaman tentang

keistimewaan sûrah al-Ikhlâs khususnya berkaitan dengan faidah dan

fadhilahnya yang mereka yakini dapat membebaskan diri dari api neraka.

Sûrah al-Ikhlas dimaknai dan dipahami sebagai sarana perlindungan,

firman Allah diyakini dapat menjadi sarana untuk memperoleh perlindungan

dari Allah. Perlindungan ini tidak hanya dari bahaya dalam kehidupan di dunia,

tetapi juga dari bahaya yang bakal menimpa seseorang setelah dia meninggal

dunia, perlindungan terhadap siksa setelah kematian, perlindungan kepada

pembacanya dari siksa yang mungkin diterima di alam kubur.

Peran kiai melalui pengajian dan ceramah sangat berpengaruh pada

tingkat pemahaman masyarakat terhadap kegiatan-kegiatan keagamaan

masyarakat, masyarakat mendapatkan informasi melalui kiai pada pengajian-

pengajian yang sering dilaksanakan, hal ini menunjukkan betapa besar peran

10

Wawancara Pribadi dengan Nur hadi, Sukolilo, 18 Desember 2017.

Page 67: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

53

para kiai dalam memberikan informasi kegamaan. Adapun faktor yang

mempengaruhi pemahaman jamaah terkait sûrah al-Ikhlas adalah pengalaman

ajaran zikir. Kegiatan di majelis zikir fidâ‟ oleh kiai, dalam sambutan atau

ceramah tersebut ada pembahasan singkat tentang keutamaan membaca sûrah

al-Ikhlas dan menurut hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan

pembahasan yang dilakukan hanya terkonsentrasi pada fadhilah atau

keutamaan membaca sûrah al-Ikhlas 100.000 kali, tanpa menjelaskan makna

ayat, tafsir, nilai-nilai tauhid atapun fadhilah-fadhilah yang lain sehingga

pemahaman masyarakat hanya terfokus pada keyakinan bahwa sûrah al-Ikhlas

dapat membebaskan pembacanya dari siksa api neraka.

Fenomena pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ merupakan

hasil dari pemahaman masyarakat Desa Sukolilo terhadap hadis Nabi yang

disampaikan oleh para tokoh agama, sehingga mereka memfungsikan Alquran

dalam hal ini sûrah al-Ikhlâs sebagai sarana perlindungan terhadap siksa

setelah kematian, masyarakat Desa Sukolilo percaya bahwa pembacaan sûrah

al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ dapat memberikan perlindungan dari siksa api

neraka. Tradisi ini didasarkan pada hadis nabi yang menyatakan bahwa

pembacaan sûrah al-Ikhlâs sebanyak 100.000 kali dapat membebaskan diri

sendiri maupun orang lain dari siksa neraka. Perlu ditegaskan kembali bahwa

tradisi keagamaan yang mengakar dan dijalani masyarakat di Desa Sukolilo ini

dilakukan berdasarkan pemahaman mereka terhadap hadis keutamaan

membaca sûrah al-Ikhlâs.

Page 68: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

54

C. Tata Cara Pelaksanaan Pembacaan Sûrah al-Ikhlās dalam Zikir Fidâ’

di Desa Sukolilo

Peringatan kematian menurut sebagian umat Islam Indonesia, sangat

mendapat tempat dan perhatian tersendiri, hal itu juga terjadi di Desa Sukolio

Pati Jawa Tengah. Pelaksanaan peringatan kematian dilaksanakan setelah

meninggalnya seseorang ditandai dengan adanya acara zikir fidâ‟ yang

diselenggarakan oleh pihak keluarga yang sedang berduka.

Praktik zikir fidâ‟ dilaksanakan oleh masyarakat Desa Sukolilo pasca

kematian seseorang, prosesi pelaksanaan zikir fidâ‟ tersebut diselenggarakan

di rumah duka, selama 6 malam pasca meninggalnya seseorang.

Seluruh warga terutama laki-laki berkumpul di rumah duka untuk

mengikuti zikir fidâ‟, tidak semua orang yang meninggal dibacakan zikir fidâ‟

tergantung dari permintaan keluarganya, biasanya keluarga yang mengadakan

zikir fidâ‟ sebelumnya sudah sering mengikuti zikir fidâ‟ itu sendiri atau ada

pesan khusus untuk melaksanakan zikir fidâ‟ yang disampaikan

almahum/almarhumah sebelum meninggal. Sebelum acara zikir fidâ‟ dimulai

biasanya keluarga yang berduka berkunjung ke rumah tokoh agama setempat

untuk konsultasi apa yang harus dipersiapkan sebelum zikir fidâ‟ dimulai.

Zikir fidâ‟ dilaksanakan setelah sholat isya‟, warga berbondong-

bondong berdatangan ke rumah duka, biasanya pada acara kematian sudah

diumumkan bahwa akan diadakan zikir fidâ‟ untuk mendoakan

almarhum/almarhumah di malam hari, kegiatan zikir fidâ‟ tersebut dipimpin

oleh kiai atau tokoh Agama di Desa Sukolilo, adapun peserta atau jama‟ah

zikir fidâ‟ tersebut biasanya berkisar antara 50-70 orang, yang terdiri dari

Page 69: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

55

bapak-bapak, remaja laki-laki bahkan anak-anak laki-laki yang sudah mampu

membaca sûrah al-Ikhlâs, tidak ada jama‟ah perempuan karena biasanya

jama‟ah perempuan sudah terlebih dulu mengaji sûrah Yâsȋn dirumah duka di

sore hari, kecuali jikalau memang pihak keluarga meminta jama‟ah laki-laki

dan perempuan untuk ikut serta dalam pelaksanaan.11

Adapun yang perlu disiapkan pihak keluarga yang menyelenggarakan

zikir fidâ‟ adalah batu kerikil sebanyak 2000 butir, biasanya pihak keluarga

membeli batu dari toko material setempat, kemudian batu tersebut disucikan

dengan cara dicuci bersih, menurut Bapak Subroto batu tersebut harus suci

karena kan dibacakan ayat-ayat suci Al-Quran , batu tersebut digunakan

sebagai media hitung dipakai dalam acara zikir fidâ‟ yang akan memudahkan

setelah selesai dibacakan batu-batu 100.000 tersebut ditaruh di atas makam

orang yang dibacakan zikir fidâ‟.

Berdasarkan pengamatan penulis, pada tanggal 15-20 Desember 2017

di kediaman Bapak Sutarno, berikut adalah prosesi pelaksanaan zikir fidâ‟ di

Desa Sukolilo, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati Jawa Tengah:12

1. Pembukaan

Acara zikir fidâ‟ dipandu oleh seorang pembawa acara yang biasanya

masih kalangan keluarga yang berduka atau seseorang yang sudah di tujuk

pihak keluarga yang menyelenggarakan zikir fidâ‟, selain membuka acara

pembawa acara juga menyampaikan rasa terima kasih atas kehadiran para

jama‟ah zikir fidâ, serta menyatakan permintaan maaf apabila

11

Disarikan dari hasil wawancara Pribadi dengan Bapak Subroto, Sukolilo, 15 Desember

2017

12

Hasil observasi, Desa Sukolilo, 15-20 Desember 2017

Page 70: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

56

almarhum/almarhumah selama hidupnya mempunyai kesalahan baik yang

disengaja maupun tidak. Seperti layaknya acara lain acara dibuka dengan

pembacaan sûrah al-fâtihah, dan kemudian pembawa acara

mempersilahkan kepada pemimpin zikir fidâ‟ untuk memimpin jalannya

acara.

2. Sambutan Kiai

Sebelum zikir fidâ‟ dimulai Kiai Subroto menyampaikan tata cara atau

ketentuan-ketentuan zikir fidâ‟, hal ini dilakukan dengan tujuan

memberikan informasi tata cara zikir fidâ, serta motivasi kepada seluruh

jama‟ah agar lebih memahami tentang zikir fidâ‟ yang telah diikutinya,

serta informasi untuk para jama‟ah terutama pemuda yang baru saja

bergabung bisa mengetahui tata caranya dan bisa mengikuti dengan baik,

berikut petikan sambutan yang disampaikan Kiai Subroto dalam rangkaian

acara zikir fidâ‟ di kediaman Bapak Sutarno:

“...........saperlu dongaaken dateng panjenenganipun almarhumah Ibu Siti

Rukiah ingkang sampun kapundut sowan wonten ngersane gusti Allah,

dalu puniko kito sedoyo dipun suwuni berkah do‟a lewat waosan zikir

fidâ‟ utawi sûrah al-Ikhlâs kulo wau katentoaken kaping satus ewu selama

gangsal dalu, setiap dalunipun inggih meniko diwaos kaping kalih doso

ewu, ingkang sampun nyiapaken kangge ngitung cekap ngangge kerikil

kaleh ewu, dados mangke kerikil setunggal diwaosaken sûrah al-Ikhlâs

kaping sedoso, manggo kito niati kanti ikhlas nyuwun dateng gusti Allah

mugi-mugi kanti waosan sûrah al-Ikhlâs arupi zikir fidâ‟ kubro wonten ing

dalu puniko leres-leres dadosaken fidâan minan nar tebusan saking

Page 71: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

57

neroko, mugi-mugi sedoyo amal saenipun almarhumah siti rukiah tansah

ketampi wonten ngersanipun gusti Allah, sedoyo kekhilafanipun pikantuk

maghfirah Allah, ing akhiripun kanti do‟a kito panjenengan sedoyo

meniko ndadosaken padang kubure, jembar kubure dipun panggenaken

wonten surgane gusti Allah.

3. Niat

Sebelum zikir dimulai Kiai Subroto mengajak para jama‟ah untuk

meluruskan niat, para jama‟ah dihimbau untuk sedari awal berniat dengan

penuh keikhlasan bahwa tujuan kita kesini adalah untuk mendo‟akan

almarhum, meminta kepada Allah dengan melalui pembacaan sûrah al-

Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ kubro semoga dapat menjadi tebusan

(memerdekakan) almarhum dari siksaan api neraka.

Kiai Subroto memulai pelaksanaan zikir fidâ‟ dengan membaca niat

sebagai berikut yang kemudian diikuti oleh jama‟ah zikir fidâ‟:

اءن نػىوىيتي اىف اى اىلفىاتىة...ل منى النار ا كىعتػقن قػرىأى سيورىةى الاخلىص مئىة اىلفو فدى

4. Tawassul

Kemudian dilanjutkan dengan memanjatkan tawassul membaca hadhoroh

kepada Rasulullah Saw dan keluarganya, membaca hadhoroh kepada

sulthânul auliya‟ Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, membaca hadhoroh

kepada seluruh para Nabi, para auliyâ, para ulama, para syuhadâ, para

sholihin, seluruh mukminin mukminat, muslimin muslimat, khusussnya

untuk almarhum atau almarhumah yang dituju.

Page 72: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

58

5. Pembacaan sûrah al-Ikhlâs 100.000 kali

Pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ sudah ditentukan harus dibaca

sebanyak 100.000 kali selama 5 malam, adapun cara pembacaannya yaitu

setiap malam dibaca 20.000 kali, tuan rumah sudah menyiapkan batu kecil

sebanyak 2000 butir sebagai media hitung, tata cara pembacaannya adalah

setiap 1 batu harus dibacakan sûrah al-Ikhlâs sebanyak 10 kali. Pembacaan

sûrah al-Ikhlâs tidak boleh hanya dibaca dalam hati melainkan juga harus

dibaca dengan lisa, harus dibaca dengan bacaan yang bagus, tartil, khusyu‟

dan ikhlas. Sehingga Allah mengabulkan do‟a-do‟a yang telah

dipanjatkan.

6. Membaca Tahlil

Membaca tahlil yang terdiri dari sûrah al-Fâtihah, sûrah al-Ikhlâs, sûrah al-

Falaq, sûrah an-Nâss, sûrah al-Baqarah ayat 1-5, Ayat kursi, sûrah al-

Baqarah ayat 284-285,Istighfar,tahlil, tasbih dan shalawat.

7. Membaca do‟a tahlil dan ditambahkan do‟a fidâ‟

يى اىللي شهديؾى ني لاخلىص كى سيورىةى ا ةن من مائىةى اىلف مىر نى العىتىاقىةى الكيبػرىلقػىرىا أىن للهيم انكى تػىعلىمي اى

فو بىا نىاقىداشتػىرىيػ ن اى فى بن فيلى يناىهي منكى يى اىللي بىا ,منى النار فيلى منى بىا وي اىعتق , كى منى النار كىفىدى

, كى صىلى اللهي عىلى سىيدنى ميىمدو كى بىا الىنةى مىعى الاىبػرىار وي اىدخل كى النار برىحىتكى يى عىزيػزي يى غىفاري

.كى الىمدي لله رىب العىالىميى عىلى الو كى صىحبو كى سىلمى ,

Page 73: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

59

Ya Allah , sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa kami telah membaca

surat al ikhlas seratus ribu kali,sebagai ataqah kubro, dan Kami

mempersaksikan Engkau, wahai Allah bahwa dengan bacaan surat al

ikhlas tersebut kami membayar fulan bin fulan (orang yang

meninggal)dari neraka, dan kami menebusnya di hadiratMu dari neraka.

Ya Allah merdekakanlah ia dari neraka dengan bacaan itu, dan

masukkanlah ia ke dalam surga bersama orang-orang yang baik, dengan

(sebab) rahmatMu, Wahai dzat yang Maha Agung dan Maha Pengampun,

semoga Allah senantiasa mencurahkan sholawat serta salam kepada

Baginda Rasulullah Muhammad Saw beserta keluarga dan para

sahabatnya, Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.

8. Ceramah Agama

Dalam rangkaian acara zikir fidâ‟ ada siraman rohani yang disampaikan

oleh Kiai, namun ceramah tidak disampaikan setiap hari selama zikir fidâ‟

berlangsung, berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan pada acara

zikir fidâ‟ tanggal 15-20 Desember 2017 di kediaman Bapak Sutarno,

mauidzah hasanah hanya disampaikan 3 kali adapun temanya adalah

fadhilah pembacaan sûrah al-Ikhlâs 100.000 kali, tema kematian, dan

yang terakhir bertema birrul wâlidayn.

9. Ramah Tamah

Setiap acara zikir fidâ‟, tuan rumah memberikan makanan kepada orang-

orang yang mengikuti zikir fidâ‟. Selain sebagai sedekah yang pahalanya

diberikan kepada orang yang telah meninggal dunia, motivasi tuan rumah

Page 74: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

60

adalah sebagai penghormatan kepada para tamu yang turut mendoakan

keluarga yang meninggal dunia.

10. Khataman Quran

Rangkaian acara zikir fidâ‟ ditutup dengan takhtimul Quran di malam ke

6 terdapat dua pola pelaksanaan takhtimul Quran yang digunakan oleh

masyarakat Desa Sukolilo, biasanya mereka melakukan salah satu pola

berikut ini:

Pola yang pertama pihak keluarga mengundang seorang hafidz/ hafidzah

untuk melaksanakan takhtimul Quran bil ghaib (khataman Quran oleh

para penghafal Alquran oleh penghafal Alquran dengan tanpa melihat

Alquran), pada pola ini biasanya pembacaan dilakukan dari pagi hingga

sore hari, kemudian dimalam hari akan dilanjutkan oleh peserta zikir fidâ‟

pembacaan dilakukan dari sûrah adh- Dhuhâ dan di tutup dengan Doa

khotmil Quran.

Pola kedua yang dilakukan adalah 30 juz di bagi jumlah peserta dalam

majlis, untuk pola ini biasanya pesertanya tidak hanya bapak-bapak, ibu-

ibu juga turut diundang untuk melaksanakan khataman, mengingat tidak

terlalu banyak bapak-bapak yang mampu membaca al-Quran . Pada pola

ini disesuaikan kemampuan peserta, bila ada yang belum lancar membaca

Alquran biasanya 1 juz bisa dibagi 2 orang.

D. Dampak Pembacaan Sȗrâh Al-Ikhlâs dalam Zikir Fidâ’

Zikir dan doa merupakan kegiatan mengingat dan mengungkpkan

perasaa, kemauan dan juga keinginn, dengan zikir orang akan memperoleh

ketenangan jiwa dn kelegaan batin, karena ia akan mengngat dirinya dan

Page 75: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

61

merasa di ingatkan oleh Allah, dengan zikir yang dilakukan, seseorang kan

merasa bahwa Allah mengetahui, dan mendengar doanya.

Pada bagian terakhir ini dituliskan singkat mengenai dampak

pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ baik secara individu maupun

pengaruhnya pada kehidupan sosial, setidaknya ada tiga hal yang dapat

dirangkum dari para informan pelaku zikir fidâ antara lain sebagai berikut :

Pertama, Meningkatkan kualitas diri yang lebih baik secara horizontal

maupun vertikal (habl minallâh habl min al-nâs) ketika kita sedang

mengamalkan pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ, bisa dikatakan kita

sedang menjalankan habl minallâh, waktu berdzikir setidaknya membuat kita

meluangkan waktu untuk benar-benar mengingat Allah, menjalin komunikasi

dengan Allah, mendekatkan diri kita kepada Allah. Sedangkan habl min al-nâs

yaitu kita hadir dan datang mengikuti acara zikir fidâ‟ untuk mendo‟akan

almarhum atau almarhumah agar terbebas dari neraka, selain itu mungkin

dengan kedatangan kita juga menjadikan pihak keluarga merasa terhibur dan

kita pun bisa berkumpul bersama kerabat tetangga menjalin silaturrahim”.13

Kedua, adanya rasa tenang ketika berdzikir, seperti hanya ada Allah

dalam fikirannya. merasakan ketenangan hati waktu berdzikir, setidaknya

membuat saya meluangkan waktu untuk benar-benar mengingat Allah, tidak

ada urusan lain yang difikirkan. Manfatnya mungkin lebih mendekat kan diri

kita kepada allah dan memperkuat iman dan ketaqwaan kita kepada Allah.14

Ketiga, dengan adanya zikir fidâ menciptakan kebersamaan dan

menjaga tradisi gotong royong untuk kebaikan dan kemanfaatan. Ketika berada

13

Wawancara Pribadi dengan K.H Haris Rahmat, Sukolilo, 30 Juli 2017.

14 Wawancara Pribadi dengan Saparin, Sukolilo, 30 Juli 2017.

Page 76: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

62

dalam satu majelis, maka kedekatan atar sesama warga dapat terbangun, rasa

kebersamaan menjadi penyatu, kekompakan dalam pembacaanya terjalin

dengan baik, pembacaan bisa lebih cepat diselesaikan.

Page 77: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

63

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Tradisi pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ yang dilaksanakan

masyarakat Desa Sukolilo merupakan zikir yang terkonsentrasi pada

pembacaan sûrah al-Ikhlâs sebanyak 100.000 kali, Motif utama pelakasanaan

zikir fidâ‟ adalah dalam rangka mendoakan orang yang sudah meninggal,

mereka mayakini bahwa pembacaan sûrah al-Ikhlâs sangat berarti bagi jenazah

di alam kubur dan dapat menjadi penebus dari siksa neraka.

Pembacaan sûrah al-Ikhlâs berlangsung selama selama 7 hari dihitung

dari saat jenazah meninggal dunia, dan untuk memudahkan pembacaan

jama‟ah zikir fidâ‟ menggunakan batu sebanyak 2000 sebagai media

perhitungan. Kemudian rangkaian acara zikir fidâ‟ dimalam ketujuh ditutup

dengan khataman Alquran 30 juz.

Fenomena pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ merupakan

hasil dari pemahaman masyarakat Desa Sukolilo terhadap hadis Nabi yang

disampaikan oleh para tokoh agama, sehingga mereka memfungsikan Alquran

dalam hal ini sûrah al-Ikhlâs sebagai sarana perlindungan terhadap siksa

setelah kematian, masyarakat Desa Sukolilo percaya bahwa pembacaan sûrah

al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ dapat memberikan perlindungan dari siksa api

neraka. Tradisi ini didasarkan pada hadis nabi yang menyatakan bahwa

pembacaan sûrah al-Ikhlâs sebanyak 100.000 kali dapat membebaskan diri

sendiri maupun orang lain dari siksa neraka. Perlu ditegaskan kembali bahwa

tradisi keagamaan yang mengakar dan dijalani masyarakat di Desa Sukolilo ini

Page 78: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

64

dilakukan berdasarkan pemahaman mereka terhadap hadis keutamaan

membaca sûrah al-Ikhlâs.

Adapun posisi hadis dalam membentuk kehidupan masyarakat

Muslim di Desa Sukolilo sebagai praktik ritual, hadis dijadikan landasan dalam

kegiatan upacara atau ritual keagamaan di masyarakat.

B. Saran

Untuk tokoh Agama di Desa Sukolilo, Tradisi pembacaan sûrah al-

Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ di masyarakat Sukolilo merupakan salah satu upaya

masyarakat muslim berinteraksi dengan Alquran yang dilandaskan pada hadis

Nabi Muhammad saw, praktik pembacaan ini dirangkai dengan tatacara yang

menarik bagi masyarakat Desa Sukolilo zikir fidâ‟ menurut peneliti praktik

tersebut patut dilestarikan dan dikembangkan, yaitu dengan memasukkan

kajian tafsir sûrah al-Ikhlâs sehingga pemahaman masyarakat tidak hanya

semata karena keyakinan fadhilah tertentu saja dan masyarkat tidak hanya

sekedar mampu membaca, tetapi juga berusaha untuk mampu memahami

terhadap makna yang terkandung dalam setiap ayat, karena memahami makna

sangat penting dilakukan dan di tingkatkan, agar setiap peserta zikir fidâ‟

mampu memahami makna dan mengamalkan setiap makna ayat dengan baik

dan kemudian bisa dipalikasikan dalam kehidupan

Untuk para pengkaji Alquran dan hadis, kajian living Quran-hadis yang

masih baru ini perlu mendapatkan perhatian dari para peneliti khususnya

pengkaji Alquran karenanya dapat mewarnai kajian Alquran dalam bidang

sosial budaya masyarakat di Indonesia. Dalam penelitian ini masih jauh dari

kesempurnaan, banyak kekurangan dan celah di dalamnya, maka saran dan

Page 79: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

65

kritik yang membangun sangat peneliti harapkan, atau semoga penelitian ini

dapat di sempurnakan oleh peneliti lainnya yang memfokuskan pada kajian

keagaamaan dan al-Quran .

Page 80: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

66

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. “Kajian Naskah dan Kajian Living Quran dan Living Hadith.”

dalam Journal of Quran and Hadith Studies, Vol. 4, no. 2, (2015): h. 147-

167.

Adi Atmojo, Triono. “Penggunaan Alquran dalam Mujahadah di Masjid Asy-

Syifa‟ Kepuh, Gondokusuman 3, Yogyakarta (Studi Living Quran ).”

Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Universitas Islam

Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015.

Al Fath Saladin, Muhammad. “Pembacaan Ayat-Ayat Alquran dalam Mujahadah

Pemilihan Kepala Desa Periode 2014-2019 (Studi Living Quran di Desa

Pucungrejo Kec. Muntlian Kab. Magelang).” Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Yogyakarta, 2015.

Fadlillah, Nilna. “Pembacaan Sūrah-Sūrah Alquran dalam Tradisi Dulkadiran

(Studi Kajian Living Quran di Dusun Sampuranan Kec. Bungah Kab.

Gresik).” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam,

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016.

Fairuziyah, Alifia.“Alquran dan Seni Kaligrafi Perspektif Robert Nasrullah (Studi

Living Quran Tokoh Seniman Kaligrafi Yogyakarta).” (Skripsi S1

Fakultas Ushuluddin Dan Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015.

Page 81: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

67

Faizin, Hamam. “Mencium dan Nyunggi Alquran Upaya Pengembangan Kajian

Alquran Melalui Living Quran .” dalam Suhuf, Vol.4, no. 1, (2011): h. 23-

40.

Alfatih Suryadilaga, Muhammad “Model-Model Living Hadis” dalam Sahiron

Syamsuddin (ed.), Metodelogi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis,

Yogyakarta: TH Press, 2005.

Fauziah, Siti. “Pembacaan Alquran Sūrah-Sūrah Pilihan di Pondok Pesantren

Putri Daar Al-Furqon Jagalan Kudus (Studi Living Quran ).” Skripsi S1

Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri Sunan

Kalijaga Yogyakarta, 2014.

Junaedi, Didi. “Living Quran : Sebuah pendekatan Baru dalam Kajian Alquran

(Studi Kasus di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa Kalimukti Kec.

Pabedilan Kab. Cirebon).” dalam Journal of Quran and Hadith Studies,

Vol. 4, no. 2, (2015): h. 169-190.

Karimatul Ulya, Nurul.“Implementasi Ayat Alquran Dan Hadis Menutup Aurat

dalam Tradisi Pemakaian Rimpu (Studi Living Quran – Hadis di Desa

Ngali, Kec. Belo, Kab. Bima – NTB).” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin

dan Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Yogyakarta, 2014.

Marzuki. Metodelogi Riset, Yogyakarta: BPFE, 1998.

Mansur, M, “Living Quran dalam Lintasan Sejarah Studi Al-Quran ,” dalam

Sahiron Syamsuddin (ed.), Metodelogi Penelitian Quran dan Hadis,

Yogyakarta: Teras, 2007.

Page 82: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

68

Muktadin, Baytul. “Pengunaan Ayat-Ayat Alquran Untuk Pengobatan Penyakit

Jiwa (Studi Living Quran di Desa Kalisabuk Kesugihan Cilacap Jawa

Tengah).” Tesis S2 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Universitas

Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015.

Muchlis, Ibnu. “Ideologisasi Salawat (Kajian Living Quran dalam Mafia

Shalawat Ponorogo).” (Tesis S2 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran

Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015.

Mas‟ulah, Siti. “Tradisi Pembacaan Tujuh Sūrah Pilihan dalam Ritual

Mitoni/Tujuh Bulanan (Kajian Living Quran di Padukuhan Sembego Kec.

Depok Kab. Sleman).” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran

Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014.

Nuriyatur Rohmah, Umi. “Penggunaan Ayat-Ayat Alquran Dalam Ritual Rebo

Wekasan (Studi Living Quran di Desa Sukoreno, Kec. Kalisat Kab.

Jember)” Jurusan Ilmu Alquran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN

Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2014.

Nur Awalin, Vitri. “Pembacaan Alquran dalam Tradisi Mujahadah Sabihah

Jumu‟ah (Studi Living Quran di Pondok Pesantren Sunan PanDan aran

Sleman, Yogyakarta).” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran

Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014.

Nafisah. “Majelis Sima‟an Alquran Mantab Purbojati dalam Mujahadah Zikrul

Gafilin Ahad Legi (Studi Living Quran di Daerah Istemewa

Yogyakarta).” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam,

Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015.

Page 83: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

69

Ofik Taufikur Rohman Firdaus, M . “Tradisi Mujahadah Pembacaan Alquran

Sebagai Wirid di Pondok Pesantren Kebon Jambu al-Islamy Babakan

Ciwaringin Cirebon.” dalam Diya al-Afkar, Vol.4, no. 01, (Juni 2016): h.

146-175.

Shalikin, KH.Muhammad. Ritual Dan Tradisi Islam Jawa, Yogyakarta : Narasi,

2010.

Sholeha, Isnaini. “Pembacaan Sūrah-Sūrah Pilihan Dari Alquran dalam Tradisi

Mujahadah (Studi Living Quran di Pondok Pesantren Putri Nurul

Ummahat Kotagede, Yogyakarta).” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan

Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,

2015.

Sri Naga Putra, Pangeran. “Pemahaman Pemuka Agama Islam Komplek Puja

Mandala Terhadap Ayat-Ayat Toleransi Beragama yang Mempengaruhi

Perilaku Toleran Umat Islam di Sekitarannya (Studi Living Quran di

Komplek Peribadatan Puja Mandala, Badung, Bali).” Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Yogyakarta, 2015.

Safitri, Erwanda. “Tahfidz Alquran di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran

Ma‟unah Sari Bandar Kidul Kediri (Living Quran ).” Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Yogyakarta, 2016.

Shri Ahimsa Putra, Heddy. “The Living Alquran : Beberapa Perspektif

Antropologi.” dalam Walisongo, Vol 20, no. 1, (2012): h. 235-260.

Page 84: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

70

Syaodah Sukmadinata. Nana. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 2007.

Suprayogo, Imam dan Tobroni. Metodelogi Penelitian Sosial-Agama. Bandung:

PT. Remaja Rosdakarya, 2003.

Soehadha, Moh. Metode Penelitian Sosial Kualitatif untuk Studi Agama .

Yogyakarta: SUKA Press, 2010.

Ubaydi Hasbillah, Ahmad. Ilmu Living Quran-Hadis: Ontologi, Epistimologi,

dan Aksiologi . Tangerang Selatan: Maktabah Darus sunnah, 2019.

Umar, Nasaruddin. Deradikalisasi Pemahaman Alquran dan Hadis. Jakarta :

Gramedia, 2014.

Waardenburg, Jacques. Classical Approaces to the Study of Religion Paris:

Mouton the Hague, 1973.

Wahidi, Ridhoul . “Hidup Akrab Dengan Al-Quran : Kajian Living Quran dan

Living Hadis Pada Masyarakat Indragiri Hilir Riau.” dalam Turast: Jurnal

Penelitian & Pengabdian, Vol. 1, no. 2, (Juli – Desember 2013): h. 103-

113.

Yana, Ujang. “Pembacaan Tiga Sūrah Alquran dalam Tradisi Tujuh Bulanan (Di

Masyarakat Selandaka, Sumpiuh, Banyumas).” Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

Yogyakarta, 2014.

Yusuf, Muhammad. “Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian Living Quran ”,

dalam Sahiron Syamsuddin (ed.), Metode Penelitian Living Quran dan

Hadis, Yogyakarta: Teras, 2007.

Page 85: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

71

Zainal Musthofah, Ahmad. “Tradisi Pembacaan Alquran Sūrah-Sūrah Pilihan

(Kajian Living Quran di Pondok Pesantren Manba‟ul Hikam Sidoarjo).”

Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Universitas Islam

Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015.

Wawancara:

Hasil observasi, Desa Sukolilo, 15-20 Desember 2017

Wawancara Pribadi dengan K.H Haris Rahmat, Sukolilo, 30 Juli 2017

Wawancara Pribadi dengan Saparin, Sukolilo, 30 Juli 2017.

Wawancara Pribadi dengan Bapak Subroto, Sukolilo, 15 Desember 2017.

Wawancara Pribadi dengan Moh. Dhori, Sukolilo, 16 Desember 2017.

Wawancara Pribadi dengan Mohammad, Sukolilo, 16 Desember 2017.

Wawancara Pribadi dengan Suroso dan Jarmin, Sukolilo, 18 Desember 2017.

Wawancara Pribadi dengan Nur hadi, Sukolilo, 18 Desember 2017.

Wawancara Pribadi dengan Zaenal Abidin , Sukolilo, 20 Desember 2017.

Wawancara Pribadi dengan Bapak Subroto, Sukolilo, 15 Desember 2017.

Wawancara Pribadi dengan Bapak Nur Ahsan, Sukolilo, 23 Desember 2017

Wawancara Pribadi dengan Abdul Ghofur, Arif, Rifki dan Zaky, Sukolilo, 24

Desember 2017.

Wawancara Pribadi dengan Ahmad Thohir , Sukolilo, 25 Desember 2017.

Wawancara Pribadi dengan Abdul Ghofur, Sukolilo, 24 Desember 2017.

Page 86: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

LAMPIRAN I

PANDUAN WAWANCARA

A. Panduan Wawancara dengan Pemimpin Zikir Fidâ’

1. Apa definisi zikir fidâ‟?

2. Apa landasan atau dalil yang melatarbelakangi kegiatan tersebut?

3. Apa Motivasi dan Tujuan pelaksanaan zikir fidâ‟?

4. Apakah ada ketentuan waktu untuk melaksanakan tradisi tersebut?

5. Seberapa penting tradisi pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟

dilaksanakan di Desa Sukolilo?

6. Perlengkapan apa saja yang dibutuhkan dalam zikir fidâ‟ ?

7. Adakah makna tertentu dari perlengkapan yang disebutkan?

8. Bagaimana jika perlengkapan tersebut tidak ada?

9. Bagaimana pola atau praktik pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir

fidâ‟?

10. Seperti apa etika atau adab yang harus dilakukan dalam pembacaan

sûrah al-Ikhlâs?

11. Adakah pengaruh atau manfaat dari pelaksanaan tradisi pembacaan

sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ bagi kehidupan masyarakat?

12. Bagaimana pemahaman anda terhadap sûrah al-Ikhlâs ?

13. Bagaimana antusias atau respon masyarakat terhadap tradisi

pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ di Desa Sukolilo ?

14. Apa hikmah atau pelajaran yang bisa di ambil dari kegitan pembacaan

sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ di Desa Sukolilo?

Page 87: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

15. Apa harapan anda untuk tradisi pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir

fidâ‟ kedepannya?

B. Panduan Wawancara untuk Peserta Zikir Fidâ’

1. Apakah anda sering mengikuti tradisi pembacaan sûrah al-Ikhlâs

dalam zikir fidâ‟?

2. Apakah bapak mengetahui dalil pelaksanaan tradisi pembacaan sûrah

al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟?

3. Apa Motivasi dan Tujuan anda mengikuti zikir fidâ‟?

4. Dalam zikir fidâ‟ ini kan sûrah al-Ikhlâs dibaca dalam jumlah yang

banyak, apa yang bapak pahami mengenai sûrah al-Ikhlâs ?

5. Menurut bapak apa fungsi pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir

fidâ‟?

6. Setelah mengikuti dan melaksanakan pembacaan sûrah al-Ikhlâs

dalam zikir fidâ‟ adakah dampak atau pengaruh yang anda rasakan

setelah mengikuti zikir fidâ‟ baik terhadap kehidupan pribadi maupun

kehidupan sosial ?

7. Apa harapan anda untuk praktik pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir

fidâ‟ di Desa Sukolilo kedepannya?

Page 88: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

LAMPIRAN II

DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Abdul Harris Rahmat, BA, S.pd.I

Umur : 60 tahun

Pekerjaan : Ketua Yayasan Pendidikan Islam Sultan Agung

Sebagai : Tokoh Agama/ Imam

2. Nama : Subroto

Umur : 57 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Sebagai : Tokoh Agama/ Imam

3. Nama : H. Muh. Jumaedi, S.H

Umur : 49 tahun

Pekerjaan : Kepala Desa Sukolilo

4. Nama : Ali Hadi Broto

Umur : 58 tahun

Pekerjaan : Sekertaris Desa Sukolilo

5. Nama : Moh. Dhori, S.H

Umur : 39 tahun

Pekerjaan : Advokat

Sebagai : Partisipant/ jama‟ah zikir fidâ‟

6. Nama : Sutrisno

Umur : 43 tahun

Pekerjaan : Supir

Sebagai : Partisipant/ jama‟ah zikir fidâ‟

7. Nama : Bariyo

Umur : 59 tahun

Pekerjaan : Petani

Sebagai : Partisipant/ jama‟ah zikir fidâ‟

8. Nama : Saparin

Umur : 34 tahun

Pekerjaan : Pengrajin Bata Merah

Sebagai : Partisipant/ jama‟ah zikir fidâ‟

9. Nama : Nur Hadi

Umur : 28 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Sebagai : Partisipant / jama‟ah zikir fidâ‟

10. Nama : Zaenal Abidin

Umur : 38 tahun

Page 89: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

Pekerjaan : Guru

Sebagai : Partisipant / jama‟ah zikir fidâ‟

11. Nama : Fidianto Utomo

Umur : 23 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Sebagai : Partisipant / jama‟ah zikir fidâ‟

12. Nama : Sarah Utomo

Umur : 30 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Sebagai : Partisipant / jama‟ah zikir fidâ‟

13. Nama : Sutarno

Umur : 60 tahun

Pekerjaan : Petani

Sebagai : Partisipant / jama‟ah zikir fidâ‟

14. Nama : Suroso

Umur : 42 tahun

Pekerjaan : Petani

Sebagai : Partisipant / jama‟ah zikir fidâ‟

15. Nama : Rudi Hartono

Umur : 34 tahun

Pekerjaan : Pedagang

Sebagai : Partisipant / jama‟ah zikir fidâ‟

16. Nama : Abdul Ghofur

Umur :20 tahun

Pekerjaan : Wiraswasta

Sebagai : Partisipant / jama‟ah zikir fidâ‟

17. Nama : Jarmin

Umur : 49 tahun

Pekerjaan : Petani

Sebagai : Partisipant / jama‟ah zikir fidâ‟

18. Nama : Suwito

Umur : 52 tahun

Pekerjaan : Petani

Sebagai : Partisipant / jama‟ah zikir fidâ‟

19. Nama : Mohammad Abdurohman

Umur : 23 tahun

Pekerjaan : Santri

Sebagai : Partisipant / jama‟ah zikir fidâ‟

Page 90: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

LAMPIRAN III

DOKUMENTASI

1. Sambutan Kiai atau penyampaian tata cara pelakasanaan pembacaan

sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ’

2. Jama’ah zikir fidâ’sedang menyimak sambutan Kiai

3. Para remaja sedang mengikuti tradisi pembacaan sûrah al-Ikhlâs

dalam zikir fidâ’

Page 91: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini

4. Wawancara dengan Bapak Subroto selaku Tokoh Agama

5. Wawancara dengan Remaja yang Rutin Mengikuti zikir fidâ’

6. Peletakan Batu di atas makam

Page 92: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini
Page 93: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini
Page 94: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini
Page 95: TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL- · fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini