Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL-IKHLÂS DALAM ZIKIR FIDÂ’
(STUDI LIVING HADIS: DI MASYARAKAT DESA SUKOLILO, PATI,
JAWA TENGAH)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)
Oleh:
Atik Dinan Nasihah
NIM: 1112034000163
Pembimbing
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H/2019
ii
iii
iv
ABSTRAK
ATIK DINAN NASIHAH
Tradisi Pembacaan Sûrah al-Ikhlâs dalam Zikir Fidâ’ (Studi Living
Hadis: di Masyarakat Desa Sukolilo, Pati, Jawa Tengah)
Kajian living hadis dapat diartiikan sebagai suatu upaya untuk
memperoleh pengetahuan yang kokoh dan meyakinkan dari suatu budaya,
praktik, tradisi, ritual, pemikiran, atau perilaku hidup di masyarakat yang
diinspirasi dari sebuah Hadis Nabi. Atau dengan kata lain hadis yang hidup di
komunitas muslim (everyday life hadith). Mengkaji living hadis berarti
mengkaji tentang praktik pengalaman hadis yang telah berlangsung di
masyarakat.
Salah satu fenomena living hadis yang bisa kita jumpai di Desa
Sukolilo, Kecamatan Sukolilo, Pati Jawa Tengah yaitu tradisi pembacaan
sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟. Penelitian ini mengkaji dan mendiskripsikan
pelaksanaan pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟, dan kemudian
menganalisis pemahaman serta dampak pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam
zikir fidâ‟ perspektif masyarakat Desa Sukolilo.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan, tradisi pembacaan sûrah al-
Ikhlâs ini terinspirasi dari hadis Nabi yang menyatakan bahwa pembacaan
sûrah al-Ikhlâs sebanyak 100.000 kali maka dapat membebaskan diri sendiri
atau orang lain dari siksa neraka. Masyarakat melakukan tradisi pembacaan
sûrah al-Ikhlâs sebanyak 100.000 kali, dalam rangka mendoakan orang yang
sudah meninggal, mereka mayakini bahwa pembacaan sûrah al-Ikhlâs sangat
berarti bagi jenazah di alam kubur dan dapat menjadi penebus dari siksa
neraka,
Kata kunci: Living hadis, sûrah al-Ikhlâs, zikir fidâ’
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah membeikan berbagai
macam nikmat dan rahmat-Nya kepada penulis, sehingga dengan nikmat dan
rahmat tersebut penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Shalawat serta salam semoga tercurah dan tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarga dan sahabatnya yang telah mengajarkan
berbagai macam ilmu pengetahuan dan budi pekerti yang baik kepada umat
manusia.
Skripsi berjudul: Tradisi Pembacaan Sûrah al-Ikhlâs dalam Zikir Fidâ‟
(Studi Living Hadis: di Masyarakat Desa Sukolilo, Pati, Jawa Tengah)
disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama pada Jurusan
Ilmu Alquran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Penulis menyadari skripsi ini tidak akan rampung tanpa dukungan,
bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., MA, selaku
Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Yusuf Rahman, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA, selaku Ketua Jurusan Ilmu Alquran dan
Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dra. Banun Binaningrum, MA, selaku Sekertaris Jurusan Ilmu Alquran
dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
5. Bapak Moh. Anwar Syarifuddin, MA, selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan banyak masukan dan arahan sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan.
6. Seluruh Dosen dan staf TU Fakultas Ushuluddin UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan wawasan keilmuan dan
kemudahan-kemudahan selama menyelesaikan studi. Semoga ilmu
yang telah diberikan dapat penulis amalkan dan kelak mendapat
balasan yang tebaik di sisi Allah SWT.
7. Kepada Ayahanda tercinta Bapak Subroto dan Ibunda Maryatun yang
telah memberikan segala bentuk dukungan kepada penulis, kesabaran,
kasih sayang, doa, kerja keras dan motivasi perjalanan hidup saya,
seandainya ada kebaikan dalam kata yang berantai-rantai dalam skripsi
ini, semoga menjadi amal bagimu. Juga kepada kakakku Muhammad
Sirojuddin S.Hum, dan adik-adikku Kharisa Dina Ulya, Zakky
Maulana Ahmad, dan Ahmad Jauhary Al Hannani, yang selalu
mendukung dan memberikan semangat terus menerus sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Semua Tokoh Agama, Perangkat Desa, Remaja Masjid (ARISMA) dan
semua Masyarakat Desa Sukolilo, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten
Pati Jawa Tengah, yang telah meluangkan waktu untuk memberikan
banyak informasi dalam penelitian ini.
9. Teman-teman seperjuangan di TH Excellent Class, Tafsir Hadis
angkatan 2012, Keluarga Besar Beastudi Etos Banten, Beastudi
vii
Indonesia Dompet Dhuafa, serta teman-teman KKN MUFAKAT,
terima kasih atas kebersamaan yang tak terlupakan.
10. Keluarga Besar TPQ Al-Mughiroh Cirendeu, TPQ Masjid Agung Al-
Jihad Ciputat, TPQ Ar-Rosyidah Ciputat, MI Nurul Falah Sawah Baru
Ciputat, Forum Guru Taman Pendidikan Alquran (FGTPQ CIPUTAT),
Terima kasih sudah menjadi bagian dari perjalanan hidup saya selama
di Ciputat.
11. Sahabat-sahabat tercinta, Inayah, Khilda, Rois, Intan, Hikmah,
Listatik, Edah, Hayatun, Maryam, Munah, Zubed, Puput, Nia dan
masih banyak lagi, namun tidak bisa saya sebutkan semuanya, terima
kasih sudah terus mensupport penulis hingga detik-detik akhir
perjuangan, terima kasih atas kebaikan-kebaikan yang telah dilakukan.
Akhirnya penulis hanya dapat memanjatkan doa atas segala perhatian,
dukungan, motivasi dan bantuan mereka, mudah-mudahan Allah membalas
kebaikan mereka dengan balasan yang sebaik-baiknya. Amin.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih sangat jauh
dari kata sempurna, untuk itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Besar harapan saya semoga
skripsi ini dapat bermanfaat untuk penulis dan bagi semua yang
berkepentingan.
Jakarta, 05 Februari 2019
Atik Dinan Nasihah
viii
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Padanan Aksara
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا
B Be ب
T Te ت
Ts te dan es ث
J Je ج
H ha dengan garis di bawah ح
Kh ka dan ha خ
D De د
Dz de dan zet ذ
R Er ر
Z Zet ز
ix
S Es س
Sy es dan ye ش
S es dengan garis di bawah ص
D de dengan garis di bawah ض
T te dengan garis di bawah ط
Z zet dengan garis di bawah ظ
ʻ koma terbalik di atas hadap kanan ع
Gh ge dan ha غ
F Ef ؼ
Q Ki ؽ
K Ka ؾ
L El ؿ
M Em ـ
x
N En ف
W We ك
H Ha ق
Apostrof ˋ ء
Y Ye م
B. Vokal
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
____ A Fathah
I Kasrah
____ U Dammah
Adapun untuk vokal rangkap:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ai a dan i ____ ي
au a dan u ____ و
C. Vokal Panjang
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ȃ a dengan topi di atas ىا
ȋ i dengan topi di atas ىي
Ȗ u dengan topi di atas ىو
xi
D. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf,
yaitu ال dialihaksarakan menjadi huruf/l/, baik diikuti huruf syamsiyyah
maupun qamariyyah. Contoh al-rijȃr bukan ar-rijȃl, al-dȋwȃn bukan ad-
dȋwȃn.
E. Syaddah (Tasydȋd)
Syaddah atau tasydȋd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda (___) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal
ini tidak berlaku jika hurud yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah
kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata
رورة .tidak ditulis ad-darȗrah melainkan al-darȗrah, demikian seterusnya الض
F. Ta Marbȗtah
Jika ta marbȗtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut
dialihaksarakan menjadi huruf /h/. Begitu juga jika ta marbȗtah tersebut
diikuti oleh kata sifat (na‟t). Namun, jika huruf ta marbȗtah tersebut diikuti
oleh kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/.
G. Huruf Kapital
Huruf capital yang digunakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Jika nama didahulukan oleh kata
sandang, maka yang ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri
tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: البخاري = al-
Bukhȃrȋ.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................... i
LEMBARAN PERNYATAAN ................................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ....................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................... v
PEDOMAN TRANSLITERASI ............................................................................. viii
DAFTAR ISI.............................................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ......................................... 4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 4
D. Metodelogi Penelitian................................................................. 5
E. Metode Pengumpulan Data ........................................................ 7
F. Metode Analisis Data ................................................................. 9
G. Landasan Teoritis ....................................................................... 10
H. Kajian Pustaka ............................................................................ 13
I. Sistematika Penulisan ................................................................. 16
BAB II SÛRAH AL-IKHLÂS DALAM LITERATUR TAFSIR
A. Pembahasan Sûrah al-Ikhlâs ................................................ 18
1. Asbabun Nuzul .................................................................... 18
2. Munasabah Sûrah al-Ikhlâs ............................................ 20
3. Tafsir Sûrah al-Ikhlâs .................................................... 21
B. Keutamaan Sûrah al-Ikhlâs .................................................. 24
C. Penggunaan Sûrah al-Ikhlâs dalam Zikir Fidâ‟ .................... 31
xiii
BAB III AGAMA DAN TRADISI DI DESA SUKOLILO
A. Sejarah Desa Sukolilo ................................................................ 33
B. Letak Geografis Desa Sukolilo ................................................... 35
C. Demografi Desa Sukolilo ........................................................... 37
1. Keadaan Pendidikan Masyarakat ......................................... 38
2. Keadaan Sosial Budaya Masyarakat .................................... 40
3. Keadaan Ekonomi Masyarakat ............................................ 42
4. Keadaan Keagamaan Masyarakat ........................................ 43
BAB IV TELAAH TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL-IKHLÂS DALAM
ZIKIR FIDÂ’ DI DESA SUKOLILO
A. Landasan Pelaksanaan Zikir Fidâ‟ Menurut Tokoh Masyarakat di
Desa Sukolilo ............................................................................. 46
B. Pemahaman Masyarakat Terhadap Sûrah al-Ikhlâs ............... 50
C. Pelaksanaan Pembacaan Sûrah al-Ikhlâs dalam Zikir Fidâ‟di Desa
Sukolilo ...................................................................................... 54
D. Dampak Pembacaan Sûrah al-Ikhlâs ...................................... 60
BAB V PENUTUP
A. Simpulan ..................................................................................... 63
B. Saran ........................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Studi hadis di Indonesia selalu mengalami perkembangan, salah satunya
menggunakan pendekatan multidisiplin dengan melibatkan ilmu-ilmu sosial
dan humaniora. Fenomena Studi living hadis (hadis yang hidup) merupakan
bagian dari upaya pengembangan kajian hadis, ia berusaha menggeser fokus
kajian tidak saja berkutat pada teks hadis, tetapi beralih pada praktik hadis
yang berupa gejala sosial-budaya yang hidup dan berkembang di masyarakat.
Jika ulumul hadis adalah keilmuan yang bersifat abstrak, berada di
ranah ide dan pemikiran, maka ilmu living hadis adalah mengkaji hadis yang
bersifat fenomen, nyata, dan mewujud, serta berada di ranah pengamalan dan
lapangan. Ulumul hadis bersifat konseptual, namun living hadis bersifat
faktual.1
Bangunan ilmu living Quran-hadis ini menuntut penggalian
pengetahuan tentang Alquran hadis bukan pada bidang dasar teks, melainkan di
masyarakat. Galian pondasinya tidak pada teks, melainkan pada lingkungan,
benda, masyarakat, atau non teks, apapun itu bisa berupa benda, fenomena,
budaya, tradisi dan selainnya.2 Atau bisa disimpulkan bahwa Objek dari studi
living hadis adalah masyarakat sebagai penerima, pengguna dan pengamal
hadis dalam kesehariannnya (hadith in daily life).
1 Lihat Ahmad „ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Quran-Hadis: Ontologi, Epistimologi, dan
Aksiologi (Tangerang Selatan: Maktabah Darus sunnah, 2019), h. Viii. 2 Lihat Ahmad „ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Quran-Hadis: Ontologi, Epistimologi, dan
Aksiologi (Tangerang Selatan: Maktabah Darus sunnah, 2019), h. 15.
2
Wujud dari living Quran-hadis sendiri di masyarakat lokal adalah
diberlakukannya ritual-ritual pada saat-saat tertentu. Misalnya, adalah kegiatan
Yâsinan, yaitu pembacaan sûrah Yâsȋn pada malam Jum`at oleh kelompok-
kelompok pengajian tertentu, atau membacanya di rumah seseorang yang salah
seorang keluarganya telah meninggal dunia, pembacaan sûrah al-Jinn sebelum
menempati rumah baru, pembacaan ayat tertentu untuk penyembuhan penyakit,
pembacaan sûrah al-Wâqiah supaya rizkinya lancar. Contoh lain budaya
selametan, maulidan, majelis bukhoren, ziarah kubur, khitan perempuan,
ruqyah, joged shalawat, salat watu telu, gerakan salat dhuha, pembacaan kitab
hadis dan lainnya.
Fenomena- fenomena di atas merupakan gambaran fakta sosial
keagamaan yang keberadaannya tidak bisa dipungkiri, sehingga memperkuat
asumsi bahwa Alquran dan hadis telah direspon oleh umat Islam dalam
berbagai ragam praktik, untuk itu fenomena keberagamaan semacam ini
seharusnya memiliki daya tarik tersendiri bagi para pengkaji Alquran dan hadis
untuk menjadiakan obyek kajian dan penelitian.
Fenomena menarik terkait living hadis yang dapat ditemukan di Desa
Sukolilo adalah tradisi pembacaan sûrah al-Ikhlâs sebanyak 100.000 kali dalam
kegiatan zikir fidâ‟ yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Sukolilo,
Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah.
Zikir fidâ‟ sendiri merupakan sebuah ritual keagamaan yang berisi
serangkaian zikir yang terkonsentrasi pada pembacaan sûrah al-Ikhlâs 100.000
kali dan doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT untuk orang yang sudah
3
meninggal dunia, ritual keagamaan ini biasa dilakukan oleh masyarakat Desa
Sukolilo selama 7 hari pasca kematian seseorang.
Masyarakat Desa Sukolilo meyakini bahwa dengan dibacakannya zikir
fidâ‟ untuk orang yang meninggal maka orang tersebut akan mendapatkan
ampunan dari Allah dan akan terbebas dari siksaan api neraka, kegiatan ini
merujuk pada Hadis Nabi Muhammad saw mengenai keutamaan membaca
sûrah al-Ikhlâs.1
Berangkat dari fenomena tersebut saya tertarik untuk meneliti serta
mengkaji tradisi pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ di Desa Sukolilo
secara mendalam, karena kegiatan zikir fidâ‟ ini merupakan wujud dari
pengamalan hadis Nabi Muhammad saw, di tengah-tengah masyarakat yang
memiliki keunikan tersendiri, salah satunya adalah dalam membaca sûrah al-
Ikhlâs dalam jumlah yang sangat banyak dan dilakukan dengan aturan dan tata
cara tertentu.
Dari sinilah kemudian penulis ingin mengeksplorasi dan
mempublikasikan kekayaan ragam fenomena sosial, terkait interaksi
masyarakat dengan al-Qur‟an yang ternyata terinspirasi dari hadis Nabi
Muhammad saw, karena kegiatan semacam ini sudah menjadi budaya yang
mendarah daging dikalangan masyarakat, penulis yakin setiap praktik atau
tradisi memiliki alasan dan alur pikirnya sendiri dan ada presedennya apabila
mau dicari.
Karena tradisi pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ di Desa
Sukolilo merupakan perilaku yang hidup di masyarakat yang memiliki
1 Wawancara Pribadi dengan Bapak Subroto, Sukolilo, 25 Oktober 2016
4
landasan pada hadis Nabi atau didasari oleh pemahaman terhadap hadis, maka
skripsi ini berada pada wilayah kajian living hadis.
Dengan dasar tersebut, maka penulis tertarik untuk mengkaji fenomena
living hadis dengan judul “Tradisi Pembacaan Sûrah al-Ikhlâs dalam Zikir
Fidâ’ (Studi Living Hadis: di Masyarakat Desa Sukolilo, Pati, Jawa
Tengah)”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Saya membatasi masalah penelitian ini yaitu sebagai sentra permasalah
dalam penelitian ini adalah fokus pada praktik pembacaan sûrah al-Ikhlâs
dalam zikir fidâ‟, serta pemahaman masyarakat Desa Sukolilo terkait tradisi
pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟. Sedangkan subyek yang akan
saya teliti yaitu masyarakat Desa Sukolilo yang rutin mengikuti kegiatan zikir
fidâ‟, diantaranya: Tokoh Agama, Imam dan pengurus masjid, serta remaja
masjid di lingkungan Desa Sukolilo yang rutin mengikuti tradisi tersebut.
2. Perumusan Masalah
Dari batasan masalah yang sudah ditetapkan di atas, maka untuk
memperjelas alur penelitian ini, pertanyaan utama dalam penelitian skripsi ini
adalah: Bagaimana tradisi pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ di Desa
Sukolilo?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penulis membahas mengenai “Tradisi Pembacaan Sûrah al-
Ikhlâs dalam Zikir Fidâ‟ (Studi Living Hadis: di Masyarakat Desa Sukolilo,
Pati, Jawa Tengah)” adalah: Untuk mendeskripsikan praktik pembacaan sûrah
5
al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ secara runtut serta mengetahui fungsi pembacaan
sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ perspektif masyarakat Desa Sukolilo.
Dari tujuan penelitian yang telah diuraikan di atas, maka penelitian ini
memiliki dua manfaat yaitu manfaat akademis dan praktis.
1. Manfaat Akademis
Mengetahui ayat dan hadis yang hidup dan beredar di masyarakat. Hal
ini juga dapat dijadikan sebagai ukuran tetang kesukaan suatu
masyarakat terhadap suatu ayat dan hadis. Biasanya, ayat dan hadis
yang dihidupkan ayat dan hadis favorit. Dari kajian living hadis ini,
seorang pendakwah juga dapat mengetahui strategi yang efektif dan
efisien untuk lebih meningkatkan kualitas iman dan ketakwaan melalui
semangat tradisi yang diyakini bersumber dari nilai-nilai kenabian.
2. Manfaat Praktis
a. Mengetahui dasar pengamalan suatu tradisi kenabian yang hidup
di masyarakat Desa Sukolilo.
b. Sebagai referensi diskursus kajian living Quran sehingga
diharapkan berguna untuk kalangan akademisi yang
memfokuskan pada kajian fenomena yang terjadi di masyarakat
dengan sudut pandang yang lebih sistematis dan ilmiah.
D. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif, dimana peneliti
mengungkapkan data dan fakta secara ilmiah tanpa sedikitpun
mempengaruhi subyek maupun obyek yang penelitian. Dalam
6
pengolahan tersebut menggabungkan tiga yaitu: wawancara, observasi
dan dokumentasi yang menjadi sebuah data yang bisa saling
melengkapi sehingga dapat dideskripsikan. Setelah itu, peneliti
mencoba menafsirkan hasil penggabungan tiga sumber data di atas
menjadi sebuah narasi deskriptif kualitatif yang diuraikan kedalam
bahasa sederhana sehingga mudah dimengerti, karena penelitian ini
menggunakan metode analisis deskriptif maka peneliti cukup
menggambarkan realitas yang ada, kemudian dari data yang
terkumpulkan dijelaskan apa adanya dengan kata-kata untuk
memperoleh suatu kesimpulan.2
2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di Desa Sukolilo, Kecamatan
Sukolilo, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah. Penulis memilih
lokasi ini dikarenakan tradisi zikir fidâ‟ masih sangat lekat dan rutin
dilaksanakan oleh masyarakat Desa Sukolilo. Selain itu, akses yang
cukup mudah dijangkau serta daerah ini juga merupakan daerah yang
mempunyai ikatan batin dengan penulis, karena banyaknya keluarga
atau relasi yang bermukim disana. Sedangkan waktu yang digunakan
untuk meneliti adalah bulan Maret – Desember 2017.
3. Subyek dan Obyek Penelitian
Subyek penelitian merupakan tempat untuk memperoleh
keterangan, dalam penelitian ini yang menjadi subyeknya adalah
informan yang akan dimintai informasinya tentang obyek yang diteliti.
2 Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta: Bumi Aksara, 1999),
hal. 26.
7
Para informan tersebut sudah terlebih dahulu saya pastikan sering ikut
dalam tradisi pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ di Desa
Sukolilo diantaranya:
1. Tokoh Agama di Desa Sukolilo sebanyak 2 orang
2. Tokoh Masyarakat sebanyak 2 orang
3. Imam dan pengurus masjid di lingkungan Desa Sukolilo
sebanyak 7 orang
4. Remaja masjid di lingkungan Desa Sukolilo sebanyak 5 orang
Subyek penelitian di atas yaitu orang-orang yang akan
diwawancarai langsung untuk memperoleh data dan informasi. Adapun
informan tersebut bisa saja bertambah sesuai dengan apa yang diterima
dan dialami peneliti selama proses pengumpulan data.
E. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data-data yang diperlukan, penulis menggunakan
beberapa metode pengumpulan data, yaitu: observasi, wawancara dan
dokumentasi.
a. Observasi
Dalam melakukan penelitian, observasi adalah salah satu cara
untuk memperoleh data akurat. Secara umum, observasi diartikan dengan
pengamatan atau penglihatan. adapun secara khusus, observasi dimaknai
dengan mengamati dalam rangka memahami, mencari jawaban, serta
mencari bukti terhadap fenomena sosial tanpa memengaruhi fenomena
yang diobservasi.3
3 Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodelogi Penelitian Sosial-Agama (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2003), h. 167.
8
Observasi memiliki beberapa corak, untuk itu dalam melakukan
penelitian ini, peneliti akan menggunakan corak observer berperan aktif.
Dengan kata lain peneliti akan memerankan berbagai peran aktif yang
dimungkinkan dalam situasi sesuai dengan kondisi subyek yang diamati
(observer berperan aktif). Corak ini peneliti pilih, dengan harapan dapat
mengumpulkan data dengan lengkap dan peneliti tidak mengganggu atau
mempengaruhi sifat naturalistik yang ada dalam kegiatan zikir fidâ‟ yang
akan diteliti.
b. Wawancara
Wawancara yaitu mengumpulkan data dan informasi melalui tanya
jawab lisan dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang tidak
berstruktur maksudnya susunan pertanyaan dan susunan kata-kata dalam
setiap pertanyaan dapat berubah pada saat wawancara karena disesuaikan
dengan kebutuhan dan kondisi wawancara.4
c. Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan suatu cara pengumpulan data
dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen
tertulis, gambar maupun elektronik.5 Metode dokumentasi ini digunakan
untuk menyempurnakan data yang diperoleh dari metode wawancara dan
observasi.
4 Nurul Zuhriah, Metodelogi Penelitian sosial dan pendidikan (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2005), h. 179. 5 Nana Syaodah Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007), h. 221.
9
F. Metode Analisis Data
Dalam rangka menganalisis data yang peneliti peroleh selama proses
pengumpulan data, peneliti melakukan tiga tahapan. Pertama, tahap reduksi
data, pada tahap ini peneliti melakukan proses penyeleksian, pemfokusan dan
abstraksi data yang berhubungan dengan pelaksanaan tradisi pembacaan sûrah
al-Ikhlâs sebagaimana yang dibutuhkan penulis dari hasil catatan lapangan.6
Semua data dikumpulkan secara keseluruhan kemudian diklasifikasikan sesuai
dengan konsep penelitian yang telah dirancang sebelumnya agar data yang
diperoleh menjadi data yang sudah terbagi pada kelompok-kelompok tertentu
sesuai dengan konsep (bagian-bagian) yang sudah dibentuk oleh peneliti,
sehingga pada tahap ini data yang diperoleh lebih fokus dan ringkas serta sudah
terbagi-bagi.
Kedua, dispaly data atau penyajian data, pada tahap ini peneliti
melakukan organisasi data, mengaitkan hubungan-hubungan tertentu antara
data yang satu dengan yang lainnya. Peneliti sudah menyajiakan data yang
lebih konkret dari tahap sebelumnya serta telah diklasifikasikan pada tema-
tema yang dirancang oleh peneliti.
Ketiga, proses verifikasi, pada tahap ini peneliti melakukan penafsiran
(interprestasi) terhadap data yang sudah peneliti peroleh dan sudah dilakukan
reduksi dan penyajian, sehingga data yang sudah memiliki makna dengan cara
membandingkan, pencatatan tema-tema dan pola-pola, pengelompokan melihat
kasus-perkasus dan melihat hasil wawancara dengan informan dan observasi.
6 Moh. Soehadha, Metode Penelitian Sosial Kualitatif untuk Studi Agama (Yogyakarta:
SUKA Press, 2010) hal. 91-92
10
G. Landasan Teoritis
Menurut Ahmad Ubaydi Hasbillah living hadis dalam pengertiannya
adalah hadis yang hidup atau disebut juga dengan every life hadith, mengkaji
living hadis berarti mengkaji tentang praktik pengalaman hadis yang telah
berlangsung, bukan yang masih akan berlangsung atau akan dilagsungkan.7
Sedangkan Menurut M. Alfatih Suryadilaga Living hadis merupakan
kajian atas fenomena praktik, tradisi, ritual, atau perilaku yang hidup di
masyarakat yang memiliki landasannya di hadis Nabi Muhammad Saw.8
Melihat gambaran di atas maka saya menarik sebuah kesimpulan
bahwa, living hadis merupakan fenomena sosial-budaya yang bersumber dari
pemaknaan terhadap teks-teks hadis serta terkait juga praktik sosial
keagaaman sebagai bentuk pengamalan seorang hamba dalam kehidupan
sehari-harinya. Sehingga pada umumnya dalam pendekatannya tidak jauh
berbeda seperti halnya penelitian sosial keagamaan. atau dengan kata lain
living hadis merupakan tradisi yang hidup di masyarakat yang didasarkan
kepada hadis.
Karena ia berkaitan dengan pola perilaku sebagai respon dan interaksi
masyarakat atas hadis, maka objek kajian living hadis sangat luas.
Suryadilaga membaginya dalam tiga wilayah kajian, yakni tradisi tulis, lisan
dan praktik. Tradisi tulis tidak hanya sebatas sebagai bentuk tulisan yang
sering terpampang dalam tempat-tempat yang strategis, tetapi juga tradisi
7 Ahmad „ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Quran-Hadis: Ontologi, Epistimologi, dan
Aksiologi (Tangerang Selatan: Maktabah Darus sunnah, 2019), h. 15. 8 Lihat Muhammad Alfatih Suryadilaga, “Model-Model Living Hadis” dalam Shiron
Syamsuddin (ed.), Metodelogi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis (Yogyakarta: TH Press, 2005),
hal 107-114
11
tulis yang kuat dalam khazanah khas indonesia yang bersumber dari hadis
Nabi. Sedangkan tradisi lisan dalam living hadis muncul seiring dengan
praktik yang dijalankan oleh umat islam, seperti bacaan qunut subuh,
shalawat, talqin mayit, bacaan zikir dan doa ba‟da salat dan lainnya. Adapun
tradisi praktik dalam living hadis merujuk pada praktik yang dilakukan oleh
umat islam yang disandarkan pada hadis, seperti khitan perempuan, ruqyah,
joged shalawat, salat watu telu, gerakan salat dhuha, pembacaan kitab hadis
dan lainnya.9
Living hadis didefinisikan sebagai gejala yang nampak atau sebagai
fenomena dari masyarakat Islam, maka kajian atau studi living hadis masuk
dalam kategori fenomena sosial keagamaan. bila demikian halnya,
pendekatan atau paradigma yang dapat digunakan untuk mengamati dan
menjelaskan bagaimana living hadis dalam suatu masyarakat Islam adalah
ilmu-ilmu sosial. Pendekatan yang dinilai sesuai adalah pendekatan
fenomenologi.
Menurut Prof. Heddy Shri Ahimsa Putra ketika seorang peneliti
menggunakan paradigma fenomenologi untuk mempelajari suatu gejala
sosial-budaya dia akan berusaha mengungkap kesadaran atau pengetahuan
pelaku mengenai „dunia‟ tempat mereka berada, kesasadaran mereka
mengenai perilaku-perilaku mereka sendiri. hal ini sangat penting karena
pemahaman atau pengetahuan mengenai Alquran dan hadis inilah yang
9 Lihat Muhammad Alfatih Suryadilaga, “Model-Model Living Hadis” dalam Shiron
Syamsuddin (ed.), Metodelogi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis (Yogyakarta: TH Press, 2005),
hal 107-114
12
dianggap sebagai dasar bagi perwujudan pola-pola perilaku manusia sehari-
hari.10
Dalam penelitian living Quran-hadis, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh peneliti sebagai berikut:
1. Penelitian living Quran-hadis dengan menggunakan pendekatan
sosiologis-fenomenologis tidak berpretensi untuk menghakimi
(judgment) fenomena yang terjadi dengan label „benar‟- „salah‟,
„sunnah-bid‟ah‟, „shar‟iyyah- ghairu shar‟iyyah‟. Penelitian living
Quran-hadis semata-mata berusaha melakukan “pembacaan” obyektif
terhadap fenomena keagamaan yang berkaitan langsung dengan al-
Qur‟an.
2. Living Quran-hadis tidak dimaksudkan sebagai pemahaman individu
atau masyarakat dalam memahami (menafsirkan) al-Quran maupun
hadis, akan tetapi bagaimana Alquran dan hadis itu direspon dan
dipahami masyarakat Muslim dalam realitas kehidupan sehari-hari
menurut konteks pergaulan sosial dan budaya setempat.
3. Tujuan penelitian living Quran-hadis adalah untuk menemukan makna
dan nilai- nilai (meaning and values) yang melekat pada sebuah
fenomena sosial-keagamaan berupa praktik-praktik ritual yang
berkaitan langsung dengan Alquran dan hadis yang diteliti.
10
Heddy Shri Ahimsa Putra, “The Living Al-Qur‟an : Beberapa Perspektif Antropologi,”
dalam Walisongo, Vol 20, no. 1, (2012): h. 250.
13
H. Kajian Pustaka
Penulis telah meninjau beberapa karya tulis yang berkaitan dengan tema
penelitian karya-karya tersebut adalah karya yang berhubungan dengan kajian
living Quran-hadis dan resepsi umat Islam terhadap al Quran dan karya yang
berhubungan dengan zikir fidâ‟.
Adapun karya-karya yang berhubungan dengan kajian living Quran-
hadis, antara lain :
1. Penulis melakukan penelusuran terkait karya ilmiah baik skripsi maupun
tesis yang membahas mengenai living Quran dalam kurun waktu 6 tahun
terakhir, dan hasilnya adalah penulis menemukan 19 Skripsi dan 2 tesis,
adapun mereka yang membahas mengenai living Quran antara lain :
Fathurohim, Didik Andriawan, Rafi‟uddin, Ida Qurrata „Ayun, Nurul
Karimatul Ulya Siti Fauziah, Siti Mas‟ulah, Ujang Yana, Umi Nariyatur
Rohmah, Vitri Nur Awalin, Ahmad Zainal Musthofah, Alifia Fairuziyah,
Baytul Muktadin, Ibnu Muchlis, Isnaini Sholeha, Muhammad Al Fath
Saladin, Nafisah, Pangeran Sri Naga Putra, Triono Adi Atmojo, Erwanda
Safitri dan Terakhir adalah Skripsi Karya Nilna Fadlillah.11
19 skripsi dan 2 tesis tersebut semuanya adalah karya mahasiswa UIN
Sunan Kalijaga, kebayakan dari skripsi tersebut membahas mengenai
pembacaan ayat-ayat Quran dalam tradisi Mujahadah, dan penggunaan ayat-
ayat Alquran sebagai pengobatan, namun di lokasi yang berbeda-beda,
adapun teori yang mereka pakai hampir semuanya memakai teori Karl
Manheimm.
11
Data lengkap mengenai karya ilmiah terkait living Quran-hadis dapat dilihat pada
daftar pustaka
14
2. Buku Metodelogi Peneletian Living Quran dan Hadis karya Dosen-Dosen
UIN Sunan Kalijaga, buku ini dapat dikatakan sebagai embrio bagai kajian
metodologi living Quran-hadis di Indonesia. Buku ini mencoba
mengeksplorasi kajian living Quran dan Hadis yang pada waktu itu masih
menjadi tema yang belum banyak diketahui dan dikaji oleh kalangan
akademisi. Buku yang diterbitkan pada tahun 2007 ini terdiri dari 2
bagian. Bagian pertama pera penulis memeparkan ranah kajian kajian
living Quran serta tawaran metodologi yang dapat diaplikasikan untuk
penelitian living Quran. Bagian kedua, penulis menjelaskan mengenai
living hadis yang berisi model-model penelitian yang dapat dilakukan
dengan metodelogi living hadis.12
3. Buku "Ilmu Living Qur'an-Hadis; Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi".
Buku setebal 365 halaman terbitan Maktabah Darus-Sunnah ini menarik
untuk kita telaah lebih lanjut. Buku ini mengajak kita mengenal lebih
dekat kajian living qur'an dan hadis, terlebih dari sudut pandang filsafat
ilmu. Dari prespektif ini, Dr. Ahmad Ubaydi Hasbillah, MA. selaku
penulis akan menjabarkan secara detail tiga hal; apa itu ilmu living quran-
hadis (ontologi), bagaimana kajian living qur'an-hadis dilakukan
(epistemologi), dan apa manfaat kajian living quran-hadis (aksiologi). Tiga
hal ini merupakan prasyarat bagi keabsahan sebuah disiplin keilmuan.13
4. Artikel yang membahas mengenai living Quran-hadis antara lain ditulis
oleh: Hamam Faizin, Heddy Shri Ahimsa Putra, Ridhoul Wahidi, Didi
12
Sahiron Syamsuddin, ed., Metode Penelitian Living Qur‟an dan Hadis (Yogyakarta:
Teras, 2007) 13
Ahmad „ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Quran-Hadis: Ontologi, Epistimologi, dan
Aksiologi (Tangerang Selatan: Maktabah Darus sunnah, 2019)
15
Junaedi, Muhammad Ali, dan yang terbaru adalah tulisan M Ofik Taufikur
Rohman Firdaus, M. Alfatih Suryadilaga, Syaifuddin Zuhri Qudsy, Jajang
A. Rohmana14
Penulis juga melakukan penelusuran skripsi yang bertema zikir, dan
ditemukan sebagai berikut:
1. Skripsi Yanto Abdul Lathif yang berjudul “Ayat-ayat Zikir Menurut
Muhammad Arifin Ilham.” Skripsi ini menguraikan alasan penggunaan
ayat-ayat Alquran seperti: sûrah al-fâtihah, ayat kursi, al-Zalzalah, al-
Insyirah, al-Ikhlas, al-Falaq dan juga al-Nass dalam zikir yang dipimpin
oleh Muhammad Arifin Ilham. Penelitian ini dilakukan pada Tahun 2007
dengan menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan mengkaji
buku-buku karya Arifin Ilham dan diperkuat dengan Wawancara langsung
dengan Arifin Ilham.
2. Skripsi yang ditulis oleh Muhammad Naufal yang berjudul “Pengaruh
Zikir Terhadap Kesehatan Perspektif Hadis.” Skripsi ini ditulis pada tahun
2011. Dalam pembahsan ini Naufal mengungkap dampak zikir terhadap
kesehatan jasmani dan rohani pada pelaksanaan zikir yang dilakukan di
Masjid Ta‟lim wal-Aurad al-Husaini, Lemahabang, Cikarang Utara,
Kabupaten Bekasi.
Adapun Karya mengenai Desa Sukolilo penulis belum menemukan,
yang banyak ditemukan adalah karya mengenai Kecamatan Sukolilo.
14
Data lengkap terkait artikel yang membahas mengenai living Quran-hadis dapat dilihat
pada daftar pustaka
16
Dari karya ilmiah yang dijadikan telaah pustaka di atas, menjadi
referensi dan bahan acuan bagi penulis untuk melakukan penelitian terkait
hadirnya Alquran di masyarakat Desa Sukolilo, adapun yang membedakan
serta menjadikan skripsi ini layak untuk diangkat adalah skripsi ini mencoba
mengaplikasikan tawaran metodologi living Quran-hadis dalam fenomena yang
lahir terkait kehadiran Alquran di masayarakat Desa Sukolilo, sedangkan
perbedaan antara karya-karya tersebut dengan skripsi ini antara lain: lokasi
penelitian, fokus penelitian karya ilmiah di atas tidak ada yang membahas atau
menyoroti mengenai pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam tradisi zikir fidâ‟, selain
itu teori yang digunakan juga berbeda, skripsi – skripsi di atas menggunakan
kebanyakan menggunakan teori sosiologi pengetahuannya Karl Mannheim
untuk penelitiannya, sedangkan dalam hal ini penulis akan menggunakan
pendekatan fenomenologi.
I. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam memberikan pemahaman dan gambaran
yang utuh dan jelas tentang isi penelitian ini, maka pembahasan dalam skripsi
ini akan disusun dalam sebuah sistematika pembahasan yang teratur. Dalam
skripsi ini penulis membuat sistematika pembahasan sebagai berikut :
Bab I, Pendahuluan yang mencakup Latar Belakang Masalah,
Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kajian
Pustaka, Landasan Teoritis, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
Bab II, merupakan bab yang menguraikan penafsiran sûrah al-Ikhlâs
menurut literatur tafsir Quran , asbabun nuzul, keutamaan sûrah al-Ikhlâs.
17
Bab III, merupakan bab yang mendeskripsikan hal-hal yang terkait
dengan gambaran umum Desa Sukolilo akan menggambarkan letak geografis,
keadaan demografis, jumlah penduduk, keadaan pendidikan, kebudayaan,
keadaan sosial ekonomi, dan keagamaan masyarakat Desa Sukolilo. Gambaran
umum Desa perlu diletakkan di bagian awal karena untuk membantu peneliti
dalam memahami kondisi masyarakat yang akan diteliti.
Bab IV, merupakan hasil penelitian yang telah didapatkan tentang
tradisi pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟, pelaksanaan zikir fidâ‟
serta pemahaman masyarakat Desa Sukolilo terhadap praktik pembacaan sûrah
al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ dan ditutup dampak pembacaan sûrah al-Ikhlâs
dalam zikir fidâ‟ bagi masyarakat Desa Sukolilo.
Bab V, berisi kesimpulan dari pokok permasalahan dalam kajian skripsi
ini, dan saran-saran dari penulis yang sifatnya membangun serta diakhiri
dengan harapan apa yang penulis lakukan mendapat kritik dari pembaca
sehingga dapat mendorong penulis untuk bisa meningkatkan kualitas yang
lebih baik.
18
BAB II
SÛRAH AL-IKHLÂS DALAM LITERATUR TAFSIR QURAN
A. Pembahasan Sûrah al-Ikhlâs
1. Asbabun Nuzul
Sûrah al-Ikhlâs mempunyai banyak nama lain, dan dari nama- nama itu
dapat kita ketahui kandungan dan keutamaanya, Pakar tafsir, Fakhruddȋn ar
Râzi menyebut sekitar dua puluh nama, antara lain: Sûrah at-Tafrid (Pengesaan
Allah), Sûrah at-Tajrid (Penafian segala sekutu bagi-Nya), Sûrah an-Najat
(Keselamatan di dunia dan akhirat), Sûrah al-Wilayah (Kedekatan kepada
Allah), Sûrah al-Ma‟rifat (Pengetahuan tentang Allah), Sûrah al-Jamal
(Keindahan Ilahi), Sûrah Qasyqasy (Penyembuhan dan kemusyrikan), Sûrah
al-Mudzakkirah (Pemberi peringatan), Sûrah as-Shamad (Tumpuan harapan),
Sûrah al-Aman (Keamanan), dan masih banyak lainnya. Tetapi nama yang
paling populer adalah sûrah al-Ikhlâs.
Asbabun nuzul sûrah al-Ikhlâs yaitu diriwayatkan oleh adh-Dhahak
bahwa para musyrik menyuruh Amir ibn Thufail pergi menemui Nabi untuk
mengatakan: “Kamu, hai Muhammad, telah mencerai beraikan persatuan kami.
Jika engkau mau kaya, kami akan memberikan harta kepadamu. Jika kamu
rusak akal, kami akan berusaha mencari orang yang mengobati kamu. Jika
kamu menginginkan isteri yang cantik, kami akan memberikan kepadamu.”
Rasulullah menjawab: “aku tidak fakir, aku tidak gila, dan tidak menginginkan
perempuan cantik. Aku adalah Rasul Allah. Aku menyeru untuk hanya
menyembah Allah.” Orang Quraish kembali menyuruh Amir mendatangi Nabi
19
untuk menanyakan, bagaimana Tuhan yang disembah Muhammmad itu.
Apakah dari emas ataukah dari perak. Berkenan dengan itu, Allah menurunkan
Sûrah al-Tauhid ini.1
Imam at-Tirmidzi, al-Hakim, dan Ibn Khuzaimah meriwayatkan dari
Abu Aliyah dari Ubai bin Ka‟ab bahwa suatu ketika orang-orang musyrik
berkata kepada Rasulullah, “Gambarkanlah kepada kami bagaimana Tuhan
engkau? Allah lalu menurunkan ayat ini hingga akhir surah.
Ibn Hatim meriwayatkan dari Ibn Abbas bahwa suatu ketika ada
sekelompok Yahudi datang kepada Nabi Muhammad saw, di antara rombongan
tersebut terdapat Ka‟ab bin Asyraf dan Huyay bin Akhtab. Mereka lalu
berkata, “Wahai Muhammad, gambarkanlah kepada kami ciri-ciri Tuhan yang
mengutus engkau itu?! “ Allah lalu menurunkan ayat ini hingga akhir surah.
Ibn Jarir meriwayatkan dari Abu Aliyah yang berkata, “Qatadah
berkata, „Sesungguhnya pasukan koalisi (kaum kafir) pernah berkata kepada
Nabi Muhammad saw, “Gambarkanlah kepada kami bagaimana Tuhan engkau
itu? „Jibril lalu turun dengan membawa surah ini.”
Abusy Syaikh meriwayatkan dalam kitab al-„Azhamah dari aban dari
anas yang berkata, “suatu ketika, orang-orang Yahudi Khaibar datang kepada
Rasulullah dan berkata, „Wahai Abal Qasim, Allah menciptakan para malaikat
dari cahaya tiraiNya, Adam dari tanah liat yang diberi bentuk, Iblis dari
kobaran api, langit dari awan, dan bumi dari buih air. Oleh karena itu,
1 Teungku Muhammad Hasbi Ashiddieqy, Tafsir Al-Qur‟anul Majid An-Nur, (Semarang:
PT Pustaka Rizki Putra, 2016), Jilid 4, h. 619-621
20
beritahukanlah kepada kami bagaimana hakikat Tuhanmu itu ? „Rasulullah
belum menjawab pertanyaan tersebut hingga Jibril membawa surah ini.2
2. Munasabah Sûrah al-Ikhlâs
Munasabah sûrah al-Ikhlâs dengan surat sebelumnya yaitu sûrah al-
Lahab, Tuhan menjelskan bahwa Abu Lahab dibenamkan ke dalam neraka
kareana ia menganut agama syirik dan tidak mau meng-Esakan Allah. Dalam
sûrah al-Ikhlâs dijelaskan bahwa Tuhan yang disembah oleh Muhammad dan
umatnya adalah Allah yang Esa, yang dituju oleh segenap makhluk, tidak
beranak, tidak beristri, dan tidak ada seorangpun yang sebanding dengan Dia.3
Sedangkan kaitannya sûrah al-Ikhlâs dengan sûrah sesudahnya yaitu
sûrah al-Falaq yaitu mempunyaihubungan fungsional. Ayat kedua dari sûrah
al-Ikhlâs memerintahkan untuk selalu bergantung kepada Allah dan sûrah al-
Falaq ayat satu memerintahkan untuk berlindung kepada Allah.4
Ketiganya mempunyai hubungan ayang erat. Sûrah al-Lahab
menjelaskan bahwa manusia yang dihatinya ada syirik dan hal-hal yang
mendekatinya. Supaya tidak terjerumus maka Allah memberi petunjuk melalui
sûrah al-Ikhlâs, bahwa Allah itu Esa. Namun Allah tidak hanya memberi
petunjuk itu saja tetapi juga mengingatkan manusia suapaya berlindung
kepada-Nya dari kejahatan sihir dan orang-orang yang dengki.
2 Jalaluddin As Suyuthi, Asbabun nuzul : sebab turunnya al qur‟an, (Jakarta:Gema
Insani, 2008), hal 649 3 Teungku Muhammad Hasbi Ashiddieqy, Tafsir Al-Qur‟anul Majid An-Nur, (Semarang:
PT Pustaka Rizki Putra, 2016), Jilid 4, h. 619-621 4 A. Hasan, al-Furqan, (Jakarta: Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, 1962), h. 1239
21
3. Tafsir Sûrah al-Ikhlās
Tujuannya adalah memperkenalkan Allah swt. yang disembah oleh
Nabi Muhammad saw. dan kaum Muslim dan memantapkan keyakinan tentang
keesaan-Nya dalam Zat, sifat, dan perbuatan-Nya.
Ayat pertama memerintahkan beliau menggambarkan sifat-Nya dengan
firman-Nya: katakanlah wahai Nabi Muhammad saw, kepada yang bertanya
kepadamu, bahkan kepada siapapun bahwa Tuhanku adalah Dia yang Maha
Esa, yakni dalam zat, sifat dan perbuatan-Nya, serta keharusan beribadah
hanya kepada-Nya semata.
Kata “Qul” (katakanlah) membuktikan bahwa Nabi Muhammad saw.
menyampaikan segala sesuatu yang diterimanya dari ayat-ayat al-Quran . Kata
“Huwa” (Dia) adalah kata yang menunjuk pesona ketiga dan yang dimaksud di
sisni adalah Allah swt, meskipun tidak disebut sebelumnya, ini menunjukkan
bahwa Allah amat jelas kehadiranNya, sehingga walaupun tanpa terlebih
dahulu menyebut kata apapun yang menunjukNya, tetap saja dapat diketahui
bahwa yang dimaksud adalah Allah.
“Allah Ahad” atau Maha Esa, keesaan itu mencakup: Keesaan Zat,
keesaan sifat, keesaan perbuatan, serta keesaan perbuatan. Keesaan zat berarti
Allah swt tidak terdiri dari unsur-unsur atau bagian-bagian, atau dengn kta lain
Allah tidak membutuhkan seatu apapun.
22
Keesaan sifatNya berarti Allah memiliki sifat yang tidak sama dalam
subtansi dan kapasitasnya dengan sifat makhluk. Keesaan dalam perbuatanNya
mengandung arti bahwa segala sesuatu yang berada di alam raya ini, baik
wujud, sebab maupun sistem kerjanya, semuanya adalah hasil perbuatan Allah
semata.
Katakanlah kepada orang yang bertanya tentang sifat Tuhanmu: “Allah
itu Esa, suci dari bilangan dan dari zat yang tersusun. Esa pula dalam sifat-Nya.
Tidak ada seorang atau sesuatu apa pun yang menyamai perbuatan Allah atau
menyerupai-Nya.”
Inilah dasar pertama kepercayaan Islam dan tugas Nabi yang pertama.
Firman Allah yang menjadi dasar bagi tauhid zat, tauhid sifat, dan tauhid af‟al
(perbuatan Allah).5
Allah sebagai tumpuan harapan, yakni yang dituju oleh semua makhluk
guna memenuhi semua kebutuhan dan harapan mereka, karena itu jika manusia
memohon, mohonlah ampun kepada Allah swt. jika manusia mengharapkan
bantuan, maka mintalah bantuanNya.
Setelah dua ayat pertama menetapkan dua sifat yang disandangNya,
maka dua ayat terakhir menafikkan apa yang tidak mungkin disandangNya.
5 Teungku Muhammad Hasbi Ashiddieqy, Tafsir Al-Qur‟anul Majid An-Nur, (Semarang:
PT Pustaka Rizki Putra, 2016), Jilid 4, h. 619-621
23
Allah swt tidak beranak dan juaga tidak diperanakkan, yakni dia tidak
memiliki garis keturunan dari atas dan tidak juga ke bawah. Anak dibutuhkan
oleh makhluk berakal, antara lain untuk melanjutkan eksistensinya, atau untuk
membantunya, sedangkan Tuhan kekal selama-lamanya dan tidak memerlukan
bantuan. Bahkan kalimat “tidak beranak dan diperanakkan” maknanya bisa
lebih dari itu, yakni tidak ada sesuatu yang keluar melalui Zat-nya, tidak materi
tidak juga non materi, misalnya menarik dan menghembuskan nafas.
Allah suci dari sifat mempunyai anak. Firman Allah ini menolak
anggapan orang-orang musyrik yang menyangka bahwa para malaikat itu
adalah anak gadis Allah dan pendakwaan orang-orang Nasrani yang
mengatakan bahwa Al-Masih itu anak Allah dan menolak pendakwaan
anggapan orang Yahudi yang mengatakan Uzair itu anak Allah.
Allah juga mustahil diperanakkan. Sebab, anak itu memerlukan ayah
dan ibu, padahal Allah itu suci dari sifat yang demikian itu.6
Selanjutnya ayat terakhir menafikkan segala sesuatu yang setara atau
serupa dengan-Nya, baik dalam kenyataan wujud, maupun dalam benak dan
imajinasi siapapun. Tidak ada satu wujud pun yang serupa dengan Allah, baik
6 Teungku Muhammad Hasbi Ashiddieqy, Tafsir Al-Qur‟anul Majid An-Nur, (Semarang:
PT Pustaka Rizki Putra, 2016), Jilid 4, h. 619-621
24
dalam sifat-sifat-Nya, maupun dalam wujud Zat-Nya apa yang terbayang
dalam benak atau merupakan imajinasi tentang Tuhan, maka Yang Mahaesa itu
tidaklah seperti itu.7
“Dan tidak seorangpun yang serupa dengan Dia.” Oleh karena itu, Allah
adalah Esa pada zat-Nya, dan pada perbuatan-Nya. Bukan sebagai bapak atau
sebagai anak dari seseorang. Tentu saja, tidak ada sesuatu makhluk yang
menyerupai-Nya dan tentulah Allah tidak mempunyai sekutu.8
B. Keutamaan Sûrah al-Ikhlâs
1. Suka membaca sûrah al-Ikhlâs akan disukai Allah
ا ، أىف أىبى الرجى ؿو ثػىنىا عىمرهك، عىن ابن أىب ىلى ، حىد ثػىنىا ابني كىىبو ، حىد ثػىنىا أىحىدي بني صىالحو ؿ حىد
انىت ف حىجر عىائشىةى و عىمرىةى بنت عىبد الرحىن، كىكى ثىوي، عىن أيم كج زى ميىمدى بنى عىبد الرحىن، حىد
" بػىعىثى رىجيلن عىلىى سىريةو صىلى اللي عىلىيو كىسىلمى عىن عىائشىةى، أىف النب صىلى اللي عىلىيو كىسىلمى النب
تم فػىيىختمي ب قيل ىيوى اللي أىحىده فػىلىما رىجىعيوا ابو ف صىلى صىلى ذىكىريكا ذىلكى للنب كىكىافى يػىقرىأي لىصحى
ا صفىةي الرحىن كىأىنى اللي عىلىيو كىسىلمى : لىنػهى ، فىسىأىليوهي؟، فػىقىاؿى : سىليوهي لىم شىيءو يىصنىعي ذىلكى فػىقىاؿى
بوي : صىلى اللي عىلىيو كىسىلمى أيحب أىف أىقػرىأى بىا، فػىقىاؿى النب 9أىخبيكهي أىف اللى يي
7 M. Quraish Shihab, Al-Lubab Makna, Tujuan, Dan Pelajaran dari Al-Fatihah dan Juz
„Amma,(Jakarta: Lentera Hati, 2008), h. 336 8 Teungku Muhammad Hasbi Ashiddieqy, Tafsir Al-Qur‟anul Majid An-Nur, (Semarang:
PT Pustaka Rizki Putra, 2016), Jilid 4, h. 619-621 9 HR. Al-Bukhori (13/247, no: 7375); Muslim (1/557, no: 813); an=Nasa‟i (2/171); Ibnu
Hibban (3/73, no: 793); al-Baihaqi, as-Sunnah ash Shagir (2/274, no: 978).
25
“Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Shalih telah menceritakan
kepada kami Ibn Wahb telah menceritakan kepada kami Amru dari Ibnu Abu
Hilal bahwa Abu Rijal Muhammad bin Abdurrahman menceritakan
kepadanya dari Ibunya Amrah binti Abdurrahman yang dahulu dalam
asuhan Aisyah isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dari Aisyah Ra,
bahwasannya Nabi Muhammad Saw mengutus seseorang untuk memimpin
pasukan mata-mata. Saat menjadi imam bagi para sahabatnya, ia mengakhiri
shalatnya dengan membaca Sûrah al-Ikhlâs. Ketika kembali, mereka
menceritakan hal tersebut kepada Nabi Saw, beliau berkata, “Tanyakan
kepadanya, kenapa melakukan hal itu?” Saat mereka bertanya, lelaki itu
menjawab, “Karena sûrah al-Ikhlâs adalah sifat ar-Rahman dan aku suka
membacanya.” Nabi Saw berkata: “Beritahukanlah kepadanya kalau Allah
menyukainya.”
2. Mencintai sûrah al-Ikhlâs dapat menjadi penyebab masuk surga
ـ الناسى بقيبىاءى، كىكىافى إذىا صىلى افػتػىتى عىن ، أىف رىجيل كىافى يػىؤي حى صىلتػىهيم، افػتػىتىحى بػ قيل ىيوى اللي أىنىسو
ابيوي: لىو جى عىلتى أىحىده ثي قػىرىأى بػىعدىىىا سيورىةن يػىقرىأي بىا، يػىفعىلي ذىلكى ف صىلتو كيلهىا، فػىقىاؿى لىوي أىصحى
نىا، فػىقىاؿى لىي بوفى أىف أىؤيمكيم، فىإن لا أىقػرىأي الذم تػىقرىأي بو ف الصلة، لىكىافى أىحىب إلىيػ تيم تي م: إف كينػ
انيوا يػىرىكنىوي من أىفضىلهم، فىذى ريهي، كىكى انيوا يىكرىىيوفى أىف يػىؤيمهيم غىيػ : كىكى كىريكا ذىلكى إلا بىذه السورىة، قىاؿى
، فػىقىاؿى لىوي لمى صىلى اللي عىلىيو كىسى لرىسيوؿ الل فىدىعىاهي، فىسىأىؿى عىما قىاؿى القىويـ، فىاعتػىرىؼى بذىلكى
26
ا أىدخىلىكى صىلى اللي عىلىيو كىسىلمى رىسيوؿي الل ىى : " حيبكى إي : أيحبػهىا، قىاؿى ؟ " قىاؿى : " كىلى تػىفعىلي ذىلكى
10الىنةى
Artinya : “Anas bin Malik berkata: Seorang lelaki anshar menjadi
imam bagi kaumnya di masjid Quba. Saat shalat, ia mengawalinya dengan
membaca sûrah al-Ikhlâs sampai selesai setelah terlebih dahulu membaca
al-Fatihah, lalu membaca Sûrah yang lain bersama dengan Sûrah al-Ikhlās.
Hal ini ia lakukan dalam setiap rakaat. Para sahabatnya pun memprotesnya.
Mereka berkata, “kamu mengawalinya dengan Sûrah ini (al-Ikhlâs), lalu
kamu melihat kalau Sûrah ini tidak mencukupimu sehingga kamu pun
membaca Sûrah yang lain. Jadi, apakah kamu akan tetap membacanya
ataukah akan meninggalkannya dan membaca Sûrah yang lain ?” lelaki itu
berkata, “aku akan tetap membacanya. Jika kalian tidak menyukainya, aku
akan meninggalkan kalian (tidak akan menjadi imam kalian).” Namun
mereka sendiri melihat kalau ia adalah orang yang paling utama di antara
mereka, dan mereka tidak suka jika yang menjadi imam adalah selain
dirinya. Maka ketika Nabi Muhammad Saw mendatangi mereka, mereka pun
menceritakan peristiwa itu kepad beliau. Nabi Saw pun bertanya , “Wahai
fulan, apa yang membuatmu tidak mau melakukan sesuatu yang dikatakan
sahabatmu ini? Apa yang membuatmu terus membaca sûrah al-Ikhlâs dalam
10
HR. Al-Bukhari (2/355, no: 774); at-Tirmidzi (6/56, no: 2901); Ibnu Khuzaimah
(1/268, no: 537); Ibnu Hibban (3/73, no: 794); al-Hakim (1/240); al-Baihaqi, as-Sunan al-Kubra
(2/61)
27
setiap rakaat? Lelaki itu menjawab, “karena aku mencintai Sûrah ini.” Nabi
Saw berkata: “Cintamu kepadanya telah memasukkanmu ke surga.”11
3. Sebanding dengan sepertiga al-Quran
Sûrah al-Ikhlâs dikenal pula sebagai sepertiga al-Quran , sebagaimana
disabdakan oleh Rasul kepada para sahabatnya.
، ، أىخبػىرىنى مىالكه ثػىنىا عىبدي الل بني ييوسيفى عىن عىبد الرحىن بن عىبد الل بن عىبد الرحىن بن أىب حىد
عى رىجيلن يػىقرىأي: قيل ىيوى اللي أىحىده رى ، أىف رىجيلن سى دديىىا، صىعصىعىةى، عىن أىبيو، عىن أىب سىعيدو اليدرم
أىف الرجيلى يػىتػىقىالىا، فػىلىما أىصبىحى، جىاءى إلى رىسيوؿ الل صىلى اللي عىلىيو كىسىلمى فىذىكىرى ذىلكى لىوي، كىكى
12فػىقىاؿى رىسيوؿي الل صىلى اللي عىلىيو كىسىلمى: " كىالذم نػىفسي بيىده إنػهىا لىتػىعدؿي ثػيليثى القيرآف
“Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf Telah
mengabarkan kepada kami Malik dari Abdurrahman bin Abdullah bin
Abdurrahman bin Abu Sha'shah dari bapaknya dari Abu Sa'id Al Khudri,
bahwasannya ada seorang lelaki mendengar lelaki lain membaca sûrah al-
Ikhlâs dengan diulang-ulang. Keesokan harinya, lelaki yang mendengar itu
mendatangi Nabi Muhaammad Saw seraya menanyakan hal tersebut seakan-
akan ia berkeyakinan kalau amal itu adalah amal yang sedikit, Nabi pun
berkata: “Demi jiwaku yang berada di tangan-Nya, surat itu sebanding
dengan sepertiga al-Quran .”
12
HR. Al-Bukhori (9/58-59, no: 5013); Abu Dawud (2/73, no: 1461); an-Nasa‟i (2/171);
Imam Malik (1/208, no: 17); Ahmad (3/23,35); Ibn Hibban (3/71, no: 791); al-Baihaqi, as-Sunan
al-Kubra (3/21)
28
ثػىنىا يىيى بني سىعيدو، عىن شيعبىةى، يػره: حىد ، كىميىمدي بني بىشارو، قىاؿى زيىى يػري بني حىربو ثىن زيىى عىن كحىد
افى بن أىب طىلحىةى، عىن أىب الدردىاء، عىن النب ى اللي صىل قػىتىادىةى، عىن سىال بن أىب الىعد، عىن مىعدى
لىةو ثػيليثى القيرآف ؟ قىاليوا: كىكىيفى يػىقرىأ ثػيليثى عىلىيو كىسىلمى : " أىيػىعجزي أىحىديكيم أىف يػىقرىأى ف لىيػ قىاؿى
: " قيل ىيوى اللي أىحىده تػىعدؿي ثػيليثى القيرآف 13.القيرآف؟ قىاؿى
“Dan telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb dan Muhammad bin
Basysyar - Zuhair berkata- telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id
dari Syu'bah dari Qatadah dari Salim bin Abul Ja'd dari Ma'dan bin Abu
Dari Abu Darda, Nabi Muhammad Saw bertanya “Apakah salah satu di
antara kalian dalam semalam tidak mampu untuk membaca sepertiga al-
Quran ?” Para sahabat bertanya, “Bagaimana caranya seseorang membaca
sepertiga al-Quran ?” Beliau menjawab: Qul huwa Allahu Ahad, Allahu al
shamad adalah sepertiga al-Quran .” Perkataan Nabi Muhammmad Saw tentang Sûrah al-Ikhlās, “Demi
jiwaku yang berada di tangan-Nya, Sûrah itu sebanding dengan sepertiga al-
Quran ” ditafsiri oleh sebagian ulama sesuai dengan bunyi zhahir (literal)
hadis tersebut. Mereka mengatakan bahwa sûrah al-Ikhlâs adalah sepertiga
bagian Alquran dilihat dari sisi maknanya. Sebab Alquran berisi hukum,
13
HR. Muslim (1/556,no. 259); an-Nasa‟i, as-Sunna al Kubra (6/176, no: 10537); ad-
Darimi (2/552, no: 3431); Ahmad (5/195); ath- Thabrani, al Awsath (2/322, no: 2105)
29
berita, dan tauhid. Sedangkan isi sûrah al-Ikhlâs mencakup bagian yang
ketiga, dengan demikian ia adalah sepertiga Alquran jika dilihat dari sisi ini.14
4. Orang yang meminta kepada Allah dengan sûrah al-Ikhlâs pasti akan
dikabulkan
ثػىنىا اليسىيي الميعىلمي، عىن ثػىنىا عىبدي الوىارث، حىد ثػىنىا عىبدي الل بني عىمروك أىبيو مىعمىرو، حىد عىبد الل حىد
، أىف نظىلىةى بن عىليو : دىخىلى رىسيوؿي الل بن بػيرىيدىةى، عىن حى ثىوي، قىاؿى صىلى اللي مجىنى بنى الىدرىع حىد
: اللهيم إن عىلىيو كىسىلمى تىوي كىىيوى يػىتىشىهدي، كىىيوى يػىقيوؿي ، فىإذىا ىيوى برىجيلو قىد قىضىى صىلى المىسجدى
الذم لى يىلد كىلى ييولىد كىلى يىكين لىوي كيفيونا أىحىده، أىف تػىغفرى ل ذينيوب أىسأىليكى يى اللي الىحىدي الصمىدي
ثن : " قىد غيفرى لىوي، قىد غيفرى لىوي " ثىلى : فػىقىاؿى 15.إنكى أىنتى الغىفيوري الرحيمي، قىاؿى
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin 'Amru Abu Ma'mar
telah menceritakan kepada kami Abdul Warits telah menceritakan kepada
kami Al Husain Al Mu'allim dari Abdullah bin Buraidah dari Handlalah bin
Ali bahwa Mihjan bin al-Adra‟ berkata: Suatu hari Nabi Muhammad Saw
masuk masjid dan beliau mendapati seorang lelaki yang sudah
menyelesaikan shalatnya. Lalu dalam posisi duduk bertasyahud, lelaki itu
bedo‟a dengan mengucapkan: “Aku memohon kepada-Mu ya Allah, Zat Yang
Maha Esa dan menjadi tempat bergantung segala sesuatu, yang tidak
beranak dan tidak pula diperanakkan dan tidak ada seorang pun yang setara
14
Ibrahim Ali as-Sayyid Ali Isa, Keutamaan Surah-Surah Al-Qur‟an. Penerjemah Abdul
Hamid (Jakarta: Sahara Publisher, 2010), h. 453 15
HR. Abu Dawud (1/257, no: 985); an-Nasa‟i (3/52); Ahmad (4/338); al-Hakim (1/267)
30
dengan Dia, agar Engkau mengampuni dosa-dosaku. Sesungguhnya Engkau
adalah Zat Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Mendengar
do‟anya, Nabi Muhammad Saw berkata: “Ia telah diampuni” sebanyak tiga
kali.
5. Dalam Sûrah al-Ikhlâs, ada nama Allah yang paling agung
ةى، عىن أىبيو، أىف النب ، عىن عىبد الل بن بػيرىيدى ثػىنىا مىالكي بني مغوىؿو ثػىنىا كىكيعه، حىد صىلى اللي عىلىيو حىد
: " اللهيم إن أىسأىليكى بىنكى أىنتى اللي الىحىدي الصمىدي الذم لى يىلد كىلى كىسىلمى عى رىجيلن يػىقيوؿي ييولىد سى
و الىعظىم الذم إذىا ديعيى بو أى : " لىقىد سىأىؿى اللى بس جىابى كىإذىا كىلى يىكين لىوي كيفيونا أىحىده "، فػىقىاؿى
16"سيئلى بو أىعطىى
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad telah menceritakan
kepada kami Waki' dari Malik bin Mighwal bahwa dia mendengar dari
Abdullah bin Buraidah dari ayahnya dia berkata: bahwasannya Nabi Saw
pernah mendengar seseorang yang berdo‟a dengan mengucapkan: “Ya
Allah, aku memohon kepada-Mu dengan bersaksi bahwa Engkaulah Allah
yang tiada Tuhan selain Engkau, segla sesuatu, tidak beranak dan tidak pula
diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.”
Mendengar do‟anya, Nabi Muhammad Saw berkata: “Kamu telah meminta
kepada Allah dengan nama-Nya yang jika diminta pasti Dia memberikan,
dan jika berdo‟a dengan nama itu, Dia pasti mengabulkan.
16
HR. Abu Dawud (2/80, no: 1493; at=Tirmidzi (5/481, no: 3475) an-Nasa‟i, as-Sunan
al-Kubra (4/394, no: 7666); Ibnu Majah (2/1267, no: 3857); Ahmad (5/350); Ibnu Hibban (hal:
592, no: 2882); al-Hakim (1/504); Ibnu Hajar, Bulughul Maram (4/371, no: 1470)
31
C. Penggunaan Sûrah al-Ikhlâs dalam Zikir Fidâ’
Secara etimologis zikir merupakan masdar (kata benda) dari kata kerja
ر -ك -ذ yang berakar kata dari huruf (ذكر) . Menurut Ibn Manzhȗr, ذكر berarti,
menjaga sesuatu dengan menyebut atau mengingatnya. Ibn Ishâq berarti
mengambil pelajaran. Zikir juga bermakna kehormatan atau kemuliaan, nama
baik, al-kitab, yang isinya menjelaskan agama, shalat, dan do‟a serta pujian
atas-Nya.”17
Mu‟jam alfadz Alquran al Karim memberikan uraian lebih rinci tentang
pengertian zikir yang mempunyai empat arti dasar dari katatersebut yaitu:
pertama, mengucapkan dan menyebut nama Allah, serta menghadirkannya
dalam ingatan. Kedua, mengingat nikmat Allah dengan menghadirkan Allah
dalam kehidupan kita menjalankan kewajiban kita sebagai hamba. Ketiga,
mengingat Allah dengan menghadirkannya dalam hati disertai tadabbur, baik
disertai dengan ucapan lisan atau tidak. Keempat, Allah mengingat hamba-Nya
melalui pembalasan kebaikan kepada mereka dan mengangkat derajatnya.18
Sedangakan kata fidâ‟ menurut bahasa berasal dari kata kerja فدى
bentuk masdarnya فداء yang berarti menebus atau tebusan.19
Adapun pengertian zikir fidâ‟ menurut Kiai Subroto yang merupakan
salah satu tokoh agama di Desa Sukolilo zikir fidâ‟ atau fidâ‟an merupakan
zikir yang dilakukan dengan membaca al-Ikhlâs maupun kalimat tahlil (Lâ
Ilâha Illallâh) dengan hitungan tertentu. Zikir ini bertujuan untuk menebus diri
sendiri maupun orang lain yang sudah meninggal agar terbebas dari siksa api
17
Ibn Manzhûr, Lisân al-„Arab, (Beirut: DārShadir, 1990), jilid IV, h. 308-333 18
Majma‟ al-Lughah al-„Arabiyah, Mu‟jam Alfaz al-Qur‟an al-Karim (Kairo: al-Hay‟ah
al-Mishriyah, tt), jilid I. h. 437 19
Ahmad Warson Munawir, Kamus Al-Munawir Arab-Indonesia, hal. 1040
32
neraka. Zikir ini bisa dilakukan berjama‟ah maupun sendiri-sendiri. Zikir fidâ‟
ada dua macam yaitu: fidâ‟ sughro dan fidâ‟ kubro. Fidâ‟ sughro yaitu
berzikir dengan membaca kalimat Tahlil (Lâ Ilâha Illallâh) sebanyak 70.000
kali, sedangkan fidâ‟ kubro yaitu zikir yang dilakukan dengan membaca sûrah
al-Ikhlâs sebanyak 100.000 kali.20
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa zikir fidâ‟ merupakan
zikir untuk memohon kepada Allah agar diselamatkan dari api neraka, baik
untuk diri sendiri atau orang lain yang telah meninggal. Secara bahasa fidâ‟
artinya adalah tebusan. Adapun secara syara‟ adalah membaca lafadz lâ Ilâha
Illallâh atau membaca sûrah al-Ikhlâs dengan bilangan tertentu, yang tujuannya
menebus dosa atau membebaskan diri sendiri ataupun orang lain dari api
neraka.
20
Wawancara Pribadi dengan Bapak Subroto, Sukolilo, 25 Oktober 2016
33
BAB III
AGAMA DAN TRADISI MASYARAKAT DESA SUKOLILO
Desa Sukolilo adalah salah satu desa yang masih mempertahankan
berbagai nilai-nilai budaya leluhur, tanpa mengabaikan perubahan-perubahan
untuk mencapai kemajuan. Seperti dalam sektor budaya, pendidikan, pertanian,
tanpa terkecuali keagamaan. berbagai kegiatan diadakan dalam rangka
mempertahankan nilai-nilai budaya, kegiatan yang dilakukan berupa kegiatan
sosial, tradisi budaya maupun keagamaan. Kegiatan tradisi Jawa masih melekat
di masyarakat Desa Sukolilo, seperti selametan, ngapatan, mitoni, meronan,
sedekah bumi dan lain sebagainya. Sedangkan kegiatan keagamaan seperti
Yasinan, tahlilan, berjanjen, thoriqohan dan lain sebagainya. Desa Sukolilo
juga tidak ketinggalan dalam bidang pendidikan, sebagian warga Desa Sukolilo
sudah banyak yang mengenyam pendidikan sampai ke perguruan tinggi, selain
itu sarana pendidikan baik formal maupun non formal juga sudah tersedia di
Desa Sukolilo, akan tetapi fasilitas yang dimiliki masih sangat minim.
A. Sejarah Desa Sukolilo
Sukolilo berasal dari dua kosakata Suko berarti senang dan Lilo yang
berarti ikhlas. Nama Desa Sukolilo menurut Sekertaris Desa Sukolilo Bapak
Ali Broto mengungkapkan bahwa nama tersebut mempunyai harapan bahwa
agar masyarakat Desa Sukolilo memiliki budi pekerti senang, ikhlas, saling
menolong dan senang memberi.
Mengenai sejarah nama Desa Sukolilo sendiri belum diketahui secara
pasti. Namun Desa Sukolilo sering dihubungkan dengan legenda Ki Ageng
Giring dan Ki Ageng Pemanahan. Pada saat itu Ki Ageng Pemanahan sedang
34
mencari kakak seperguruannya Ki Ageng Giring. Setelah sampai, Ki
Ageng Pemanahan dijamu oleh Nyai Ageng Giring (istri Ki Ageng Giring).
Singkat cerita, Ki Ageng Pemanahan diberi jamuan air kelapa oleh Nyai
Ageng Giring. Saat mengetahui hal tersebut Ki Ageng Giring marah kepada
Nyai Ageng. Ternyata air kelapa yang diminum oleh Ki Ageng Pemanahan
memiliki petuah, niscaya siapapun yang meminum air kelapa tersebut akan
melahirkan raja-raja di tanah Jawa.
Ki Ageng Giring meminta kepada Ki Ageng Pemanahan untuk
menjadikan agar kelak merelakan anaknya (Ki Ageng Giring) menjadi raja
pada keturunan ketiga. Mendengar permintaan tersebut Ki Ageng Pemanahan
menolak dan melanjutkan negosiasi, hingga menghasilkan kesepakatan kelak
pada keturunan ketujuh menjadi raja di tanah Jawa.
“Dhi, sampai sini saja saya dapat mengantarkan adhi” kata Ki Ageng
Giring saat mengantarkan Ki Ageng Pemanahan sampai Tulang Tumenggung
(lokasi penyebrangan aliran sungai Sumber lawang yang memiliki dua muara).
“Ya, Kang, Terimakasih atas keluhuran budi kakang terhadap saya..
lelakon sing wis dak tindakake wingi-wingi, mengepokan karo degan sing tak
ombe banyune aku yo ora ngerti sak sukolilamu aku njaluk pengapuro” Ki
Ageng Pemanahan berpesan.“Yo, dhi, podho-podho pengapurane”.
Talang Tumenggung merupakan saksi ucapan Ki Ageng Giring dan Ki
Ageng Pemanahan, hingga menjadi nama Desa Sukolilo.1
1 Ali Zuhdi dan Swidarto, Tradisi Meron di Desa Sukolilo Pati Sejarah dan Makna
Filosofinya, (Kudus: Sultan com, 2005), h. 7-8
35
B. Letak Geografis Desa Sukolilo
Sukolilo merupakan salah satu desa dari 10 desa di Kecamatan
Sukolilo, Kabupaten Pati2, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Desa yang
terletak di pegunungan kapur utara ini merupakan ibu kota dari Kecamatan
Sukolilo. Tepat di tengah-tengah desa dibelah oleh jalan raya yang
menghubungkan Kabupaten Pati dengan Kabupaten Grobogan, Jalan ini
sekaligus menjadi jalan alternatif untuk menuju Semarang maupun
Yogyakarta.
Secara geografis Desa Sukolilo memiliki luas wilayah adalah 928 Ha,
dengan rincian sebagai berikut:
Tabel 3.1: Geografis Desa Sukolilo
No Uraian Luas (Ha)
1 Luas Pemukiman 287
2 Luas Persawahan 145
3 Luas Perkebunan 14
4 Luas Pemakaman 1
5 Luas Pekarangan 472
6 Luas Perkantoran 4
7 Luas Prasana Umum lainnya 5
2 Kabupaten Pati terletak di pantai utara bagian timur, berbatasan dengan Kabupaten
Kudus dan Kabupaten Jepara di bagian barat, laut Jawa di bagian utara, Kabupaten Rembang di
bagian timur, dan Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora di bagian selatan. Letak astronomis
Kabupaten Pati adalah 6°25‟ - 7° 00‟ LS dan 100° 50‟ -111°15‟BT. Luas wilayah Kabupaten Pati
adalah 150.368 Ha, terdiri dari lahan sawah 59.332 Ha, lahan bukan sawah 48.080 Ha, lahan
bukan pertanian 46.956 Ha.
36
Jumlah 928
Secara adminstratif Desa Sukolilo terbagi dalam 10 RW dengan 59 RT.
Adapun Batas wilayah Desa Sukolilo, disebelah utara Desa Baturejo, sebelah
timur Desa Gadudero, sebelah selatan Desa Sumber Jati pohon, dan sebelah
barat Desa Kedung winong.3
Tabel 3.2: Persebaran Penduduk
No. Nama Dusun / RW Jumlah RT
1 Jembangan 4
2 Ngawen 5
3 Bowong 7
4 Misik 3
5 Ledok 6
6 Lebak Wetan 8
7 Lebak Kulon 8
8 Tengahan 6
9 Sangrahan 5
10 Gemblung 7
Jumlah 59
Sesuai dengan data monografi dinamis, jumlah penduduk Desa Sukolilo
pada Desember tahun 2016 berjumlah 13.886 jiwa yang terdiri dari laki-laki
3 Ali Hadi Broto, Data Monografi Desa Sukolilo, 2016
37
berjumlah 5.741 jiwa dan perempuan berjumlah 8.145 Jiwa dengan jumlah
3.693 kepala keluarga.4
C. Demografis Desa Sukolilo
Jumlah penduduk Desa Sukolilo dari tahun ke tahun terus mengalami
peningkatan, hal ini disebabkan ada banyak angka kelahiran dan kecilnya
angka kematian. Bersdasarkan data monografi dinamis Desa Sukolilo pada
Desember 2016 secara keseluruhan jumlah penduduknya mencapai 13.886 jiwa
yang terdiri dari laki-laki berjumlah 5.741 jiwa dan perempuan berjumlah
8.145 Jiwa dengan jumlah 3.693 kepala keluarga.5
Tabel. 3. 3 : Jumlah Penduduk
No. Kelompok Umur Laki – Laki Perempuan Jumlah
1 0 – 4 508 1840 2.348
2 5 – 9 665 771 1.436
3 10 – 14 630 787 1.417
4 15 – 19 648 686 1.334
5 20 – 24 574 236 810
6 25 – 29 609 845 1.354
7 30 – 39 645 740 1.319
8 40 – 49 608 805 1.313
9 50 – 59 459 755 1.114
10 60 ke atas 395 680 1.075
4 Ali Hadi Broto, Data Monografi Desa Sukolilo, 2016
5 Ali Hadi Broto, Data Monografi Desa Sukolilo, 2016
38
Jumlah 5.741 8.145 13.886
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa penduduk di Desa
Sukolilo mempunyai kelompok umur produktif, yaitu penduduk yang berumur
15-59 tahun. Sedangkan kelompok umur kurang dari 15 tahun merupakan
kelompok umur yang belum produktif, dalam arti masih menjadi tanggungan
kelompok umur produktif. Hal ini merupakan sumber modal dasar
pembangunan sebagai sumber daya manusia masyarakat Desa Sukolilo.
Sedangkan kelompok umur tua yaitu usia 60 tahun ke atas mencapai 1.075
orang, dan termasuk kelompok ini tenaga yang kurang produktif.
1. Keadaan Pendidikan Masyarakat
Pendidikan secara umum dibagi menjadi dua, yaitu pendidikan formal
dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal meliputi pendidikan yang umum
dan resmi, yaitu TK, SD/MI, SMP/MTS dan SMA/MA. Pendidikan formal
sangat penting di zaman modern saat ini untuk kelangsungan hidup agar tidak
menjadi masyarakat yang terbelakang (bodoh). Sedangkan pendidikan non
formal sangat diperlukan guna menambah kekurangan yang mereka dapatkan
di bangku pendidikan formal. Misalnya saja menyangkut pengetahuan agama
yang saat ini kurang di lembaga-lembaga umum.
Kondisi pendidikan masyarakat di Desa Sukolilo Kecamatan Sukolilo
Kabupaten Pati Jawa Tengah saat ini sudah cukup membaik, karena pendidikan
umum orang-orang terdahulu sebagian besar hanya sampai tingkat Sekolah
Dasar (SD) itupun bagi yang mampu untuk sekolah, adapun sekarang dengan
adanya program-program pemerintah di bidang pendidikan, seperti wajib
belajar 9 tahun, kartu Indonesia pintar, pendidikan di Desa Sukolilo mulai
39
berkembang dengan baik, masyarakat sangat terbantu untuk menyekolahkan
anak-anaknya. Selain itu kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan
juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan meningkatnya pendidikan
formal di Desa Sukolilo, selanjutnya masyarakat mulai meninggalkan
anggapan tentang pendidikan hanya untuk orang tertentu. Pendidikan menurut
mereka menjadi sebuah kebutuhan dalam mencari bekal kehidupan. Hal ini
terlihat dari banyak dari masyarakat yang mulai menyekolahkan anak-anaknya
ke lembaga pendidikan, mulai dari usia dini (PAUD), Taman Kanak-Kanak
(TK), bahkan tidak sedikit yang melanjutkan ke perguruan tinggi.6
Adapun rincian tingkat pendidikan masyarakat Desa Sukolilo dapat
dilihat melalui tabel berikut:
Tabel. 3.4 : Tingkat Pendidikan Masyarakat
No. Jenjang Pendidikan Jumlah (jiwa)
1. Penduduk tidak sekolah 1479
2. Penduduk belum tamat SD 2548
3. Penduduk tidak tamat SD 4860
4. Penduduk tamat SD 1600
5. Penduduk tamat SLTP 1580
6. Penduduk tamat SLTA 880
7. Penduduk tamat perguruan tinggi 1100
Mengenai lembaga pendidikan yang terdapat di Desa Sukolilo
Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati ini, dapat dilihat dalam tabel berikut:
6 Disarikan dari hasil wawancara dengan Jumadi, Pati, pada 05 Juni 2017
40
Tabel. 3.5 : Sarana Pendidikan
No. Jenis Sarana Jumlah
1. Taman kanak-kanak / TK 4
2. Sekolah Dasar Negeri (SDN) 6
3. SLTP 2
4. Madrasah Ibtidaiyah (MI) 2
5. Madrasah Tsanawiyah 1
6. Madrasah Aliyah 1
Dengan melihat tabel di atas sarana pendidikan sudah cukup memadai
hanya saja fasilitas yang ada pada sekolah-sekolah tersebut masih kurang
lengkap. Desa Sukolilo juga mempunyai sarana pendidikan non formal seperti
pondok pesantren dan TPQ (Taman Pendidikan Quran ) untuk memfasilitasi
warga desa yang ingin mempelajari ilmu agama. Hal ini bisa membantu anak-
anak untuk memberikan pemahaman tentang Alquran dan Hadis Nabi Saw.
2. Keadaan Sosial Budaya Masyarakat
Hubungan sosial antara individu, tercermin lewat gotong royong yang
masih terjalin kuat. Sifat gotong royong merupakan ciri khas kehidupan warga
desa. Adapun ciri-ciri kehidupan masyarakat desa secara umum adalah
masyarakat berhubungan langsung dengan alam. Alam adalah karunia Tuhan
dan berkaitan dengan mata pencaharian mayoritas warga. Tingkat
41
kependudukan rendah, masyarakat bersifat homogen, lapisan sosialnya tidak
begitu nampak, kontrol sosial dan kesetiakawanan sosialnya cukup tinggi.7
Sebagai masyarakat desa, warga Desa Sukolilo masih sangat terikat
antara satu dengan yang lainnya. Mereka beranggapan bahwa seseorang tidak
mungkin hidup sendiri tanpa kerjasama dengan orang lain. Masyarakat
Sukolilo menyadari bahwa gotong royong merupakan salah satu bentuk
kegiatan sosial. Kehidupan di Desa Sukolilo terlihat rukun dan harmonis.
Keharmonisan tersebut tergambar dari budaya tolong menolong dan kepedulian
yang tinggi antar satu dengan yang lain. Kegiatan-kegiatan gotong royong
dalam berbagai kesempatan kerap kali digalakkan oleh masyarakat setempat.
Desa Sukolilo adalah masyarakat yang ber-etnis Jawa yang masih
sangat berpegang teguh pada budaya-budaya Jawa, hal ini menjadikan adanya
akulturasi budaya antara Islam dan Budaya Jawa. Percampuran budaya ini
tampak dari kegiatan-kegiatan ritual yang masih membudaya dan masih
dilestarikan oleh masyarakat Desa Sukolilo.
Adat istiadat yang masih dilakukan oleh masyarakat Desa Sukolilo
adalah adat dalam perkawinan, kelahiran anak, upacara kematian, pengolahan
hutan, pengolahan tanah pertanian. Adapun kegiatan-kegiatan ritual yang
masih membudaya dan masih dilestarikan oleh masyarakat Desa Sukolilo
antara lain: Tradisi meronan, ngapatan, mitoni, selapanan, selametan, sedekah
bumi, dan lain-lain.
Adat kebiasaan di atas merupakan nilai-nilai yang berasal dari leluhur
yang telah diimplementasikan dalam tata nilai dan laku perbuatan sekelompok
7 M. Munandar Sulaiman, Ilmu Sosial Dasar : Teori dan Konsep Ilmu Sosial (Bandung:
PT. ERESCO, 1991), h. 74-82
42
masyakat tertentu. Adapun dengan perkembangan zaman, nilai tradisi-tradisi
yang berkembang di Desa Sukolilo dilengkapi atau diisi dengan kegiatan yang
mempunyai nilai keagamaan.
Kehidupan sosial budaya masyarakat Desa Sukolilo cukup harmonis,
hal ini disebabkan rasa solidaritas dan kebersamaan pada masyarakat sangat
terjalin dengan kuat, misalnya saja masyarakat saling bahu-membahu ketika
tetangga atau kerabat terkena musibah dengan atau tanpa diundang.
3. Keadaan Ekonomi Masyarakat
Pada umumnya ekonomi memiliki peran penting sebagai pusat utama
aktifitas sekaligus kontinuitas kehidupan manusia, karena akan mempengaruhi
kesejahteraan pada suatu masyarakat. Begitu pula dengan masyarakat Desa
Sukolilo yang bertumpu pada ekonomi sebagai faktor utama penggerak
kehidupan masyarakat.
Masyarakat Desa Sukolilo memiliki mata pencaharian beraneka ragam.
Penulis mengambil data ini dari data Desa Sukolilo Tahun 2016. Dari data
tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar masyarakat bekerja sebagai
pedagang, yang berjumlah 4.300 yang tersebar diseluruh wilayah Pati, Kudus
dan Purwodadi Jawa Tengah.8
Berikut ini adalah tabel mata pencahaian masyarakat Desa Sukolilo
berdasarkan profesi.
8 Wawancara dengan Jumadi, Pati, pada 05 Juni 2017
43
Tabel. 3.6 : Mata Pencaharian Penduduk Desa Sukolilo
No Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang)
1. Petani 90
2. Buruh Tani 2.630
3. Pegawai Negeri Sipil 89
4. Pedagang 4.100
5. Buruh Industri 800
6. Buruh Bangunan 500
7. Pengusaha 430
8. Pengangkutan 98
9. Pensiunan 29
4. Kondisi Keberagamaan Masyarakat
Definisi agama adalah seperangkat aturan atau undang undang yang
mengikat manusia sebagai pedoman hidupnya. Beragama merupakan suatu
keniscayaan bagi setiap manusia karena agama mengatur setiap segi kehidupan
agar menjadi teratur dan selaras.
Mengkaji fenomena keberagamaan berarti mempelajari perilaku
manusia dalam kehidupan beragama. Fenomena keberagamaan tersebut adalah
perwujudan sikap dan perilaku dalam kehidupan, karena agama dan
masyarakat merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Penduduk Desa Sukolilo yang berjumlah 13.886 Jiwa tersebut
mayoritas beragama Islam, untuk mengetahui lebih jelas penganut agama pada
masyarakat Desa Sukolilo dapat dilihat pada tabel berikut:
44
Tabel. 3.7 : Jumlah Penduduk menurut Agama
No AGAMA JUMLAH
1. Islam 13.838 Jiwa
2. Kristen -
3. Katolik 48 Jiwa
4. Hindu -
5. Budha -
6. Konghucu -
Mayoritas masyarakat Desa Sukolilo menganut Agama Islam, terlihat
dari sarana ibadah yaitu berupa masjid dan musholla saja. Terdapat dua puluh
masjid dan dua puluh sembilan musholla di Desa Sukolilo. Untuk mengetahui
lebih lanjut dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel. 3.8 : Sarana Peribadahan
No. Tempat Ibadah Jumlah
01. Masjid 20
02. Musholla 29
03. Gereja -
04. Wihara -
05. Pure -
Kegiatan ke-Islaman sebagian besar dilaksanakan di tempat ibadah baik
mushalla maupun masjid, adapun kegiatan ke-Islaman masyarakat Desa
Sukolilo tidak terlepas dengan amalan-amalan yang sering dilakukan oleh
45
warga Nahdliyin, karena mayoritas masyarakat Sukolilo adalah warga
Nahdlotul Ulama‟ dan sebagian kecil lagi warga Muhammadiyah.
46
BAB IV
TELAAH TRADISI PEMBACAAN SÛRAH AL IKHLÂS DALAM ZIKIR
FIDÂ’ DI DESA SUKOLILO
A. Landasan Pelaksanaan Zikir Fidâ’ Menurut Tokoh Masyarakat Desa
Sukolilo
Fenomena interaksi atau model “pembacaan” masyarakat muslim
terhadap Alquran dalam ruang sosial ternyata sangat dinamis dan variatif.
Salah satunya adalah praktik pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ yang
merupakan kearifan lokal Qurani yang ada di Desa Sukolilo, Kecamatan
Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Berdasarkan hasil wawancara ada beberapa hal yang berkaitan dengan
motivasi masyarakat dalam melaksanakan praktik pembacaan sûrah al-Ikhlâs
dalam zikir fidâ‟ antara lain Pertama, beribadah dan mendekatkan diri kepada
Allah. Kedua, Mendoakan orang yang sudah meninggal dengan keyakinan
bahwa membaca sûrah al-Ikhlâs dapat membebaskan diri dari api neraka, dan
yang Ketiga, mengikuti pendapat Kiai.
Adapun terkait sejarah tradisi pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir
fidâ‟ di Desa Sukolilo, belum diketahui pasti kapan dimulainya, namun
berdasarkan penuturan Kiai Subroto tradisi pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam
zikir fidâ‟, di duga dimulai pada Tahun 1951, ajaran zikir fidâ‟ pertama kali
diajarkan oleh Almarhum Kiai Abdul Hannan, yang merupakan salah satu Kiai
yang pertama kali mendirikan Pondok Pesantren Nurul Ulum di Desa
Sukolilo, pada mulanya tradisi pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟
dilaksanakan karena masyarakat Desa Sukolilo pada saat itu belum bisa
47
membaca ayat suci Alquran, sehingga ketika ada orang yang meninggal
dunia, dibacakanlah sûrah al-Ikhlâs sebanyak 100.000 kali.1
Zikir fidâ‟ sudah menjadi rutinitas masyarakat Desa Sukolilo dalam
rangka mendo‟akan seseorang yang baru saja meninggal dunia, dalam zikir
fidâ‟ tersebut masyarakat Desa Sukolilo melakukan pembacaan sûrah al-Ikhlâs
sebanyak 100.000 kali. Adapun landasan teologis yang mendasari praktik
pembacaan sûrah al-Ikhlâs tersebut menurut masyarakat Desa Sukolilo adalah
sebagai berikut :
K.H Abdullah Haris Rahmat selaku salah satu tokoh masyarakat di
Desa Sukolilo mengatakan bahwa dalil pelaksanaan zikir fidâ‟, beliau
berpegang pada firman Allah Q.S. sûrah al-Ahzâb: 41
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut
nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya.”
Menurut beliau zikir fidâ‟ merupakan suatu kegiatan yang positif
dimana kita disibukkan dengan berzikir kepada Allah dengan membaca sûrah
al-Ikhlâs sebanyak 100.000 kali, sûrah al-Ikhlâs itu sangat luar biasa sekali,
sesungguhnya kalau kita ini terlibat dengan pembacaan sûrah al-Ikhlâs, berarti
kita sedang disibukkan dengan mengingat Allah, ujungnya atau intinya kalau
kita benar-benar khusyu‟ membaca sûrah al-Ikhlâs hikmahnya adalah
menjadikan Allah benar-benar Ahad, menjadi yang satu-satunya dalam hati
kita. Dalam Zikir fidâ‟ ini kita membaca sûrah al-Ikhlâs dengan jumlah yang
1 Wawancara Pribadi dengan Bapak Subroto, Sukolilo, 15 Desember 2017
48
sangat banyak, ini berarti semakin banyak kita membaca sûrah al-Ikhlâs
semakin banyak juga kita mengingat atau berzikir kepada Allah. Sesuai
dengan perintah Allah sebutlah Allah dan Ingatlah Allah sebanyak mungkin.2
Beliau juga menambahkan dalil pelaksanaan pembacaan sûrah al-
Ikhlâs, adalah Hadis Nabi Muhammad saw yang tercantum dalam kitab tafsir
Showi yaitu:
دىل مينىادو من قبىل الله تػىعىالى ف سىى ا مائىةى أىلف مىرةو فػىقىد اشتػىرىل نػىفسىوي منى الله, كىنى وىاتو كىف مىن قػىرىأىىى
ا منى الله غىز لىوي بضىاعىةن فػىليىأخيذىى كىجىل, فىهيى عىتىاقىةه أىرضو: اىلاى إف فيلىنن عىتيقي الله, فىمىن كىافى لىوي قػىبػ
.ائهىامنى النار لىكن بشىرط اىف لاى يىكيوفى عىلىيو حيقيوؽه للعبىاد أىصلن, اىك عىلىيو كىىيوى عىاجزه عىن أىدى
Sebagian dari keutamaan surat al-Ikhlas: Sesungguhnya orang yang
membacanya 100.000 kali berarti dia telah membeli dirinya sendiri dari Allah
Swt. Dan malaikat akan menyerukan di langit dan di bumi: “Ketahuilah,
sesungguhnya si fulan adalah hamba yang dimerdekakan oleh Allah. Siapa
saja yang mempunyai hak yang ditanggung fulan maka mintalah dari Allah.”
Surat al-Ikhlas itu akan memerdekakan orang yang membacanya dari neraka,
tetapi dengan syarat tidak mempunyai tanggungan pada orang lain, atau punya
tanggungan tapi tidak mampu membayarnya.3
Menurut Kiai Subroto dalil dari pelaksanaan praktik pembacaan adalah
sûrah al-Ikhlâs itu sendiri, beliau menjabarkan tafsir sûrah al-Ikhlâs berikut ini:
2 Wawancara Pribadi dengan K.H Haris Rahmat, Sukolilo, 30 Juli 2017.
3 Wawancara Pribadi dengan K.H Haris Rahmat, Sukolilo, 30 Juli 2017.
49
“Ya kalau ditanya dalilnya apa yaa dalilnya surat ikhlas itu sendiri,
surat ikhlas itu kan isinya Allahu Ahad Katakanlah bahwa Allah itu Maha Esa,
Allah tempat kita bergantung, mengharap, Allah tidak beranak dan tidak
diperanakkan, Allah itu tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.
Semuanya menerangkan tentang ketuhanan, pokok-pokok keimanan, bab
tauhid. Keutamaan surat adalah meyakinkan kepada manusia bahwa Allah
adalah Esa, termasuk cara mengesakan Allah adalah dengan beribadah kepada
kepada Allah dan melakukan amal saleh yang dilakukan karena Allah, kita
berdzikir ini kan bagian dari beribadah kepada Allah, mengesakan Allah,
mengingat Allah. Allah as-Shomad tempat bergantung, yang dituju siapa saja
untuk memohon pertolongan, tempat memohon segala jenis permohonan, ini
yaa termasuk memohon ampunan Allah baik untuk diri sendiri maupun orang
lain. Adapun praktik pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ yang
dilaksanakan di Desa Sukolilo menurut Kiai Subroto adalah ittiba‟ (mengikuti)
para ulama‟, para kiai terdahulu, dulu di Desa Sukolilo ini zikir fidâ‟ tidak
hanya dilakukan setelah ada orang yang meninggal dunia, ada juga pengajian
fidâ‟ dengan jama‟ah para lansia, yang bertujuan untuk memohon ampunan
Allah dan menebus diri sendiri agar terbebas dari siksa neraka, pengajian
tersebut dipimpin oleh Kiai Mastur, namun pengajian tersebut tidak berlanjut
karena Kiai Mastur jatuh sakit sekitar tahun 2012.”4
Pada kesempatan lain Kiai Subroto dalam ceramahnya juga
mengungkap pijakan dalil pelaksanaan pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir
fidâ‟ dengan mengutip hadis keistimewaan atau fadhilah sûrah al-Ikhlâs dalam
kitab Tafsir As Showi. Berikut petikan ceramah yang disampaikan Kiai Subroto
dalam acara zikir fidâ‟ di kediaman bapak Sutarno.
“Rahasia lan hikmahe moco sûrah al-Ikhlâs katah sanget, ing antawisipun
sûrah al-Ikhlâs meniko kangge zikir fidâ‟, fidâ‟niku tebusan dadi sûrah al-
Ikhlâs nek diwoco kaping satusewu niku kanggo bebasno saking neroko lha
niku diarani fidâ‟ kubro, ة فقد اشترى نفسه من الل wong seng gelem من قرأها مائت ألف مر
moco sûrah al-Ikhlâs 100.000 berarti wes bebassake awake dewe utawa wong
liyo saking neroko, ngoten niku nek ditompo selawase nek diwoco, milo kito
maos sûrah al-Ikhlâs ping satusewu penting banget, satusewu kan akeh aa
dicicil, saumpamane ba‟do sholat nyelengi ping 20 nek sedino entuk entuk 100,
1000 dino rampung kiro-kiro telung tahun, sebab kanggone wong sek moco
sûrah al-Ikhlâs 100.000 lan ditompo gusti Allah, wonten pengumuman tang
langit عتيق الل ileng-ileng si fulan niki wes dibebasno gusti Allah“ الا إن فلانا
berarti lek dongo ditompo dene gusti Allah. Keterangane wonten ing tafsir
Showi saged diwaos, teng tafsir showi bahasane arab niku kulo terjemahake
ben podo paham sedoyo.”5
4 Wawancara Pribadi dengan Bapak Subroto, Sukolilo, 15 Desember 2017
50
“Rahasia dan hikmah membaca sûrah al-Ikhlâs banyak sekali,
diantaranya adalah sûrah al-Ikhlâs digunakan untuk zikir fidâ‟, zikir fidâ‟ yaitu
tebusan jadi sûrah al-Ikhlâs kalau dibaca sebanyak 100.000 kali itu bertujuan
membebaskan atau memerdekakan seseorang dari neraka dan itu disebut
dengan fidâ kubro, ة فقد اشتى نفسه من الل من قرأها مائة ألف مر barangsiapa
yang mau membaca sûrah al-Ikhlâs sebanyak 100.000 berarti telah
membebaskan dirinya sendiri atau orang lain dari neraka, itupun kalau kita
istiqomah membacanya, untuk itu kita membaca sûrah al-Ikhlâs sebanyak
100.000 itu penting banget, 100.000 itu kan banyak, bisa dicicil, misalnya
setelah sholat kita membaca 20 kali, berarti dalam sehari kita sudah membaca
100 kali, berarti 1000 hari selesai, sekitar 3 tahun kita bisa menyelesaikan.
Sebab untuk orang yang membaca sûrah al-Ikhlâs 100.000 kali dan diterima
oleh Allah, maka akan ada pengumuman di langit “ingat-ingat si fulan ini
telah dibebaskan Allah” berarti do‟anya telah dikabulkan oleh Allah.
Keterangannya ada di Tafsir Showi bisa dibaca, di kitab tafsir showi bahasanya
arab ini saya terjemahkan biar pada paham semuanya.”
B. Pemahaman Masyarakat Desa Sukolilo terhadap Sûrah al-Ikhlâs
Sûrah al-Ikhlâs merupakan salah satu sûrah yang paling populer di
masyarakat Desa Sukolilo, dibaca dalam jumlah yang banyak dalam zikir fidâ‟,
pengalaman berinteraksi dengan Alquran khususnya sûrah al-Ikhlâs
menghasilkan pemahaman dan penghayatan terhadap sûrah al-Ikhlâs, berikut
adalah pemahaman sûrah al-Ikhlâs perspektif masyarakat Desa Sukolilo:
Menurut Moh Dhori sûrah al-Ikhlâs itu berisi “Gusti Allah zat kang
Moho sawiji tapi nyukupi kebutuhane wong sak jagad ora ono wong seng
51
madani gusti Allah, gusti Allah ora mutro, ora diputraake lan ora ono
padanane, yo mung siji gusti Allah niku, lhaa niki tuhid, mulane sûrah al-
Ikhlâs iki penting banget, maos Qulhu kangge zikir fidâ‟ niku saged
membebaskan diri dari siksa kubur dan siksa neraka”.6
Menurut Abdul Ghofur sûrah yang menegaskan tentang ke Esaan allah
sembari menolak penyekutuan terhadap-Nya dan membaca Surah al ikhlas
100.000 kali dapat menebus diri sendiri maupun orang lain dari neraka.7
Menurut Mohammad inti ketika kita bisa melaksanakan manunggaling
kawula gusti atau hidup kita lebih memetingkan diri untuk mengabdi secara
ikhlas kepada Allah, Allah iku siji, Allah iku ora beranak, yo ra mbojo, yo ora
enek sek nandingi gusti Allah, intinya tentang fan tauhid, kalau fungsi
pembacaan surat ikhlas itu bertujuan untuk zikir mengagungkan gusti Alloh
dan memohon ampunan-Nya khususnya untuk diri sendiri, kelurga dan
umumnya untuk semua umat muslim.8
Menurut Bapak Suwito surat tentang keesan Allah, bahwa membaca
sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ dapat memberikan pahala kepada orang yang
sudah meninggal sebagai bekal di akhirat. Hal yang sama juga diungkapkan
oleh Sutrisno bahwa zikir fidâ‟ dapat menghadiahkan pahala kepada mayit.9
Bapak Suroso sûrah al-Ikhlâs adalah sûrah yang menerangkan tentang
ke Esaan Allah dan membacanya dalam fida‟an bisa menebus atau menjauhkan
6 Wawancara Pribadi dengan Moh. Dhori, Sukolilo, 16 Desember 2017.
7 Wawancara Pribadi dengan Abdul Ghofur, Sukolilo, 24 Desember 2017.
8 Wawancara Pribadi dengan Mohammad, Sukolilo, 16 Desember 2017.
9 Wawancara Pribadi dengan Abdul Ghofur, Sukolilo, 20 Desember 2017.
52
diri kita dari api neraka, intinya untuk mendoakan orang lain dan mendoakan
diri sendiri, semoga diampuni oleh Allah SWT dan dijauhkan dari api neraka.10
Bapak Zaenal berpendapat bahwa sûrah al-Ikhlâs merupakan pondasi
dari keimanan, hanya Allah Yang Maha Esa tempat berharap, sedangkan
membaca sûrah al-Ikhlâs sebagai zikir merupakan amalan yang dapat
membantu seorang muslim terhindar dari siksa api neraka, menurutnya itu
ajaran yg baik untuk mendoakan yang telah mati, agar Allah mengampuni
dosa kita dan juga orang yang telah mati, pokoknya membacanya dalam zikir
fidâ‟ dapat mengharamkan jasad seorang muslim masuk neraka.
Dari sekian banyak pandangan masyarakat terhadap sûrah al-Ikhlâs,
pemahaman mereka tidak terlepas dari adanya pemahaman tentang
keistimewaan sûrah al-Ikhlâs khususnya berkaitan dengan faidah dan
fadhilahnya yang mereka yakini dapat membebaskan diri dari api neraka.
Sûrah al-Ikhlas dimaknai dan dipahami sebagai sarana perlindungan,
firman Allah diyakini dapat menjadi sarana untuk memperoleh perlindungan
dari Allah. Perlindungan ini tidak hanya dari bahaya dalam kehidupan di dunia,
tetapi juga dari bahaya yang bakal menimpa seseorang setelah dia meninggal
dunia, perlindungan terhadap siksa setelah kematian, perlindungan kepada
pembacanya dari siksa yang mungkin diterima di alam kubur.
Peran kiai melalui pengajian dan ceramah sangat berpengaruh pada
tingkat pemahaman masyarakat terhadap kegiatan-kegiatan keagamaan
masyarakat, masyarakat mendapatkan informasi melalui kiai pada pengajian-
pengajian yang sering dilaksanakan, hal ini menunjukkan betapa besar peran
10
Wawancara Pribadi dengan Nur hadi, Sukolilo, 18 Desember 2017.
53
para kiai dalam memberikan informasi kegamaan. Adapun faktor yang
mempengaruhi pemahaman jamaah terkait sûrah al-Ikhlas adalah pengalaman
ajaran zikir. Kegiatan di majelis zikir fidâ‟ oleh kiai, dalam sambutan atau
ceramah tersebut ada pembahasan singkat tentang keutamaan membaca sûrah
al-Ikhlas dan menurut hasil observasi dan wawancara yang peneliti lakukan
pembahasan yang dilakukan hanya terkonsentrasi pada fadhilah atau
keutamaan membaca sûrah al-Ikhlas 100.000 kali, tanpa menjelaskan makna
ayat, tafsir, nilai-nilai tauhid atapun fadhilah-fadhilah yang lain sehingga
pemahaman masyarakat hanya terfokus pada keyakinan bahwa sûrah al-Ikhlas
dapat membebaskan pembacanya dari siksa api neraka.
Fenomena pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ merupakan
hasil dari pemahaman masyarakat Desa Sukolilo terhadap hadis Nabi yang
disampaikan oleh para tokoh agama, sehingga mereka memfungsikan Alquran
dalam hal ini sûrah al-Ikhlâs sebagai sarana perlindungan terhadap siksa
setelah kematian, masyarakat Desa Sukolilo percaya bahwa pembacaan sûrah
al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ dapat memberikan perlindungan dari siksa api
neraka. Tradisi ini didasarkan pada hadis nabi yang menyatakan bahwa
pembacaan sûrah al-Ikhlâs sebanyak 100.000 kali dapat membebaskan diri
sendiri maupun orang lain dari siksa neraka. Perlu ditegaskan kembali bahwa
tradisi keagamaan yang mengakar dan dijalani masyarakat di Desa Sukolilo ini
dilakukan berdasarkan pemahaman mereka terhadap hadis keutamaan
membaca sûrah al-Ikhlâs.
54
C. Tata Cara Pelaksanaan Pembacaan Sûrah al-Ikhlās dalam Zikir Fidâ’
di Desa Sukolilo
Peringatan kematian menurut sebagian umat Islam Indonesia, sangat
mendapat tempat dan perhatian tersendiri, hal itu juga terjadi di Desa Sukolio
Pati Jawa Tengah. Pelaksanaan peringatan kematian dilaksanakan setelah
meninggalnya seseorang ditandai dengan adanya acara zikir fidâ‟ yang
diselenggarakan oleh pihak keluarga yang sedang berduka.
Praktik zikir fidâ‟ dilaksanakan oleh masyarakat Desa Sukolilo pasca
kematian seseorang, prosesi pelaksanaan zikir fidâ‟ tersebut diselenggarakan
di rumah duka, selama 6 malam pasca meninggalnya seseorang.
Seluruh warga terutama laki-laki berkumpul di rumah duka untuk
mengikuti zikir fidâ‟, tidak semua orang yang meninggal dibacakan zikir fidâ‟
tergantung dari permintaan keluarganya, biasanya keluarga yang mengadakan
zikir fidâ‟ sebelumnya sudah sering mengikuti zikir fidâ‟ itu sendiri atau ada
pesan khusus untuk melaksanakan zikir fidâ‟ yang disampaikan
almahum/almarhumah sebelum meninggal. Sebelum acara zikir fidâ‟ dimulai
biasanya keluarga yang berduka berkunjung ke rumah tokoh agama setempat
untuk konsultasi apa yang harus dipersiapkan sebelum zikir fidâ‟ dimulai.
Zikir fidâ‟ dilaksanakan setelah sholat isya‟, warga berbondong-
bondong berdatangan ke rumah duka, biasanya pada acara kematian sudah
diumumkan bahwa akan diadakan zikir fidâ‟ untuk mendoakan
almarhum/almarhumah di malam hari, kegiatan zikir fidâ‟ tersebut dipimpin
oleh kiai atau tokoh Agama di Desa Sukolilo, adapun peserta atau jama‟ah
zikir fidâ‟ tersebut biasanya berkisar antara 50-70 orang, yang terdiri dari
55
bapak-bapak, remaja laki-laki bahkan anak-anak laki-laki yang sudah mampu
membaca sûrah al-Ikhlâs, tidak ada jama‟ah perempuan karena biasanya
jama‟ah perempuan sudah terlebih dulu mengaji sûrah Yâsȋn dirumah duka di
sore hari, kecuali jikalau memang pihak keluarga meminta jama‟ah laki-laki
dan perempuan untuk ikut serta dalam pelaksanaan.11
Adapun yang perlu disiapkan pihak keluarga yang menyelenggarakan
zikir fidâ‟ adalah batu kerikil sebanyak 2000 butir, biasanya pihak keluarga
membeli batu dari toko material setempat, kemudian batu tersebut disucikan
dengan cara dicuci bersih, menurut Bapak Subroto batu tersebut harus suci
karena kan dibacakan ayat-ayat suci Al-Quran , batu tersebut digunakan
sebagai media hitung dipakai dalam acara zikir fidâ‟ yang akan memudahkan
setelah selesai dibacakan batu-batu 100.000 tersebut ditaruh di atas makam
orang yang dibacakan zikir fidâ‟.
Berdasarkan pengamatan penulis, pada tanggal 15-20 Desember 2017
di kediaman Bapak Sutarno, berikut adalah prosesi pelaksanaan zikir fidâ‟ di
Desa Sukolilo, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati Jawa Tengah:12
1. Pembukaan
Acara zikir fidâ‟ dipandu oleh seorang pembawa acara yang biasanya
masih kalangan keluarga yang berduka atau seseorang yang sudah di tujuk
pihak keluarga yang menyelenggarakan zikir fidâ‟, selain membuka acara
pembawa acara juga menyampaikan rasa terima kasih atas kehadiran para
jama‟ah zikir fidâ, serta menyatakan permintaan maaf apabila
11
Disarikan dari hasil wawancara Pribadi dengan Bapak Subroto, Sukolilo, 15 Desember
2017
12
Hasil observasi, Desa Sukolilo, 15-20 Desember 2017
56
almarhum/almarhumah selama hidupnya mempunyai kesalahan baik yang
disengaja maupun tidak. Seperti layaknya acara lain acara dibuka dengan
pembacaan sûrah al-fâtihah, dan kemudian pembawa acara
mempersilahkan kepada pemimpin zikir fidâ‟ untuk memimpin jalannya
acara.
2. Sambutan Kiai
Sebelum zikir fidâ‟ dimulai Kiai Subroto menyampaikan tata cara atau
ketentuan-ketentuan zikir fidâ‟, hal ini dilakukan dengan tujuan
memberikan informasi tata cara zikir fidâ, serta motivasi kepada seluruh
jama‟ah agar lebih memahami tentang zikir fidâ‟ yang telah diikutinya,
serta informasi untuk para jama‟ah terutama pemuda yang baru saja
bergabung bisa mengetahui tata caranya dan bisa mengikuti dengan baik,
berikut petikan sambutan yang disampaikan Kiai Subroto dalam rangkaian
acara zikir fidâ‟ di kediaman Bapak Sutarno:
“...........saperlu dongaaken dateng panjenenganipun almarhumah Ibu Siti
Rukiah ingkang sampun kapundut sowan wonten ngersane gusti Allah,
dalu puniko kito sedoyo dipun suwuni berkah do‟a lewat waosan zikir
fidâ‟ utawi sûrah al-Ikhlâs kulo wau katentoaken kaping satus ewu selama
gangsal dalu, setiap dalunipun inggih meniko diwaos kaping kalih doso
ewu, ingkang sampun nyiapaken kangge ngitung cekap ngangge kerikil
kaleh ewu, dados mangke kerikil setunggal diwaosaken sûrah al-Ikhlâs
kaping sedoso, manggo kito niati kanti ikhlas nyuwun dateng gusti Allah
mugi-mugi kanti waosan sûrah al-Ikhlâs arupi zikir fidâ‟ kubro wonten ing
dalu puniko leres-leres dadosaken fidâan minan nar tebusan saking
57
neroko, mugi-mugi sedoyo amal saenipun almarhumah siti rukiah tansah
ketampi wonten ngersanipun gusti Allah, sedoyo kekhilafanipun pikantuk
maghfirah Allah, ing akhiripun kanti do‟a kito panjenengan sedoyo
meniko ndadosaken padang kubure, jembar kubure dipun panggenaken
wonten surgane gusti Allah.
3. Niat
Sebelum zikir dimulai Kiai Subroto mengajak para jama‟ah untuk
meluruskan niat, para jama‟ah dihimbau untuk sedari awal berniat dengan
penuh keikhlasan bahwa tujuan kita kesini adalah untuk mendo‟akan
almarhum, meminta kepada Allah dengan melalui pembacaan sûrah al-
Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ kubro semoga dapat menjadi tebusan
(memerdekakan) almarhum dari siksaan api neraka.
Kiai Subroto memulai pelaksanaan zikir fidâ‟ dengan membaca niat
sebagai berikut yang kemudian diikuti oleh jama‟ah zikir fidâ‟:
اءن نػىوىيتي اىف اى اىلفىاتىة...ل منى النار ا كىعتػقن قػرىأى سيورىةى الاخلىص مئىة اىلفو فدى
4. Tawassul
Kemudian dilanjutkan dengan memanjatkan tawassul membaca hadhoroh
kepada Rasulullah Saw dan keluarganya, membaca hadhoroh kepada
sulthânul auliya‟ Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, membaca hadhoroh
kepada seluruh para Nabi, para auliyâ, para ulama, para syuhadâ, para
sholihin, seluruh mukminin mukminat, muslimin muslimat, khusussnya
untuk almarhum atau almarhumah yang dituju.
58
5. Pembacaan sûrah al-Ikhlâs 100.000 kali
Pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ sudah ditentukan harus dibaca
sebanyak 100.000 kali selama 5 malam, adapun cara pembacaannya yaitu
setiap malam dibaca 20.000 kali, tuan rumah sudah menyiapkan batu kecil
sebanyak 2000 butir sebagai media hitung, tata cara pembacaannya adalah
setiap 1 batu harus dibacakan sûrah al-Ikhlâs sebanyak 10 kali. Pembacaan
sûrah al-Ikhlâs tidak boleh hanya dibaca dalam hati melainkan juga harus
dibaca dengan lisa, harus dibaca dengan bacaan yang bagus, tartil, khusyu‟
dan ikhlas. Sehingga Allah mengabulkan do‟a-do‟a yang telah
dipanjatkan.
6. Membaca Tahlil
Membaca tahlil yang terdiri dari sûrah al-Fâtihah, sûrah al-Ikhlâs, sûrah al-
Falaq, sûrah an-Nâss, sûrah al-Baqarah ayat 1-5, Ayat kursi, sûrah al-
Baqarah ayat 284-285,Istighfar,tahlil, tasbih dan shalawat.
7. Membaca do‟a tahlil dan ditambahkan do‟a fidâ‟
يى اىللي شهديؾى ني لاخلىص كى سيورىةى ا ةن من مائىةى اىلف مىر نى العىتىاقىةى الكيبػرىلقػىرىا أىن للهيم انكى تػىعلىمي اى
فو بىا نىاقىداشتػىرىيػ ن اى فى بن فيلى يناىهي منكى يى اىللي بىا ,منى النار فيلى منى بىا وي اىعتق , كى منى النار كىفىدى
, كى صىلى اللهي عىلى سىيدنى ميىمدو كى بىا الىنةى مىعى الاىبػرىار وي اىدخل كى النار برىحىتكى يى عىزيػزي يى غىفاري
.كى الىمدي لله رىب العىالىميى عىلى الو كى صىحبو كى سىلمى ,
59
Ya Allah , sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa kami telah membaca
surat al ikhlas seratus ribu kali,sebagai ataqah kubro, dan Kami
mempersaksikan Engkau, wahai Allah bahwa dengan bacaan surat al
ikhlas tersebut kami membayar fulan bin fulan (orang yang
meninggal)dari neraka, dan kami menebusnya di hadiratMu dari neraka.
Ya Allah merdekakanlah ia dari neraka dengan bacaan itu, dan
masukkanlah ia ke dalam surga bersama orang-orang yang baik, dengan
(sebab) rahmatMu, Wahai dzat yang Maha Agung dan Maha Pengampun,
semoga Allah senantiasa mencurahkan sholawat serta salam kepada
Baginda Rasulullah Muhammad Saw beserta keluarga dan para
sahabatnya, Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.
8. Ceramah Agama
Dalam rangkaian acara zikir fidâ‟ ada siraman rohani yang disampaikan
oleh Kiai, namun ceramah tidak disampaikan setiap hari selama zikir fidâ‟
berlangsung, berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan pada acara
zikir fidâ‟ tanggal 15-20 Desember 2017 di kediaman Bapak Sutarno,
mauidzah hasanah hanya disampaikan 3 kali adapun temanya adalah
fadhilah pembacaan sûrah al-Ikhlâs 100.000 kali, tema kematian, dan
yang terakhir bertema birrul wâlidayn.
9. Ramah Tamah
Setiap acara zikir fidâ‟, tuan rumah memberikan makanan kepada orang-
orang yang mengikuti zikir fidâ‟. Selain sebagai sedekah yang pahalanya
diberikan kepada orang yang telah meninggal dunia, motivasi tuan rumah
60
adalah sebagai penghormatan kepada para tamu yang turut mendoakan
keluarga yang meninggal dunia.
10. Khataman Quran
Rangkaian acara zikir fidâ‟ ditutup dengan takhtimul Quran di malam ke
6 terdapat dua pola pelaksanaan takhtimul Quran yang digunakan oleh
masyarakat Desa Sukolilo, biasanya mereka melakukan salah satu pola
berikut ini:
Pola yang pertama pihak keluarga mengundang seorang hafidz/ hafidzah
untuk melaksanakan takhtimul Quran bil ghaib (khataman Quran oleh
para penghafal Alquran oleh penghafal Alquran dengan tanpa melihat
Alquran), pada pola ini biasanya pembacaan dilakukan dari pagi hingga
sore hari, kemudian dimalam hari akan dilanjutkan oleh peserta zikir fidâ‟
pembacaan dilakukan dari sûrah adh- Dhuhâ dan di tutup dengan Doa
khotmil Quran.
Pola kedua yang dilakukan adalah 30 juz di bagi jumlah peserta dalam
majlis, untuk pola ini biasanya pesertanya tidak hanya bapak-bapak, ibu-
ibu juga turut diundang untuk melaksanakan khataman, mengingat tidak
terlalu banyak bapak-bapak yang mampu membaca al-Quran . Pada pola
ini disesuaikan kemampuan peserta, bila ada yang belum lancar membaca
Alquran biasanya 1 juz bisa dibagi 2 orang.
D. Dampak Pembacaan Sȗrâh Al-Ikhlâs dalam Zikir Fidâ’
Zikir dan doa merupakan kegiatan mengingat dan mengungkpkan
perasaa, kemauan dan juga keinginn, dengan zikir orang akan memperoleh
ketenangan jiwa dn kelegaan batin, karena ia akan mengngat dirinya dan
61
merasa di ingatkan oleh Allah, dengan zikir yang dilakukan, seseorang kan
merasa bahwa Allah mengetahui, dan mendengar doanya.
Pada bagian terakhir ini dituliskan singkat mengenai dampak
pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ baik secara individu maupun
pengaruhnya pada kehidupan sosial, setidaknya ada tiga hal yang dapat
dirangkum dari para informan pelaku zikir fidâ antara lain sebagai berikut :
Pertama, Meningkatkan kualitas diri yang lebih baik secara horizontal
maupun vertikal (habl minallâh habl min al-nâs) ketika kita sedang
mengamalkan pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ, bisa dikatakan kita
sedang menjalankan habl minallâh, waktu berdzikir setidaknya membuat kita
meluangkan waktu untuk benar-benar mengingat Allah, menjalin komunikasi
dengan Allah, mendekatkan diri kita kepada Allah. Sedangkan habl min al-nâs
yaitu kita hadir dan datang mengikuti acara zikir fidâ‟ untuk mendo‟akan
almarhum atau almarhumah agar terbebas dari neraka, selain itu mungkin
dengan kedatangan kita juga menjadikan pihak keluarga merasa terhibur dan
kita pun bisa berkumpul bersama kerabat tetangga menjalin silaturrahim”.13
Kedua, adanya rasa tenang ketika berdzikir, seperti hanya ada Allah
dalam fikirannya. merasakan ketenangan hati waktu berdzikir, setidaknya
membuat saya meluangkan waktu untuk benar-benar mengingat Allah, tidak
ada urusan lain yang difikirkan. Manfatnya mungkin lebih mendekat kan diri
kita kepada allah dan memperkuat iman dan ketaqwaan kita kepada Allah.14
Ketiga, dengan adanya zikir fidâ menciptakan kebersamaan dan
menjaga tradisi gotong royong untuk kebaikan dan kemanfaatan. Ketika berada
13
Wawancara Pribadi dengan K.H Haris Rahmat, Sukolilo, 30 Juli 2017.
14 Wawancara Pribadi dengan Saparin, Sukolilo, 30 Juli 2017.
62
dalam satu majelis, maka kedekatan atar sesama warga dapat terbangun, rasa
kebersamaan menjadi penyatu, kekompakan dalam pembacaanya terjalin
dengan baik, pembacaan bisa lebih cepat diselesaikan.
63
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Tradisi pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ yang dilaksanakan
masyarakat Desa Sukolilo merupakan zikir yang terkonsentrasi pada
pembacaan sûrah al-Ikhlâs sebanyak 100.000 kali, Motif utama pelakasanaan
zikir fidâ‟ adalah dalam rangka mendoakan orang yang sudah meninggal,
mereka mayakini bahwa pembacaan sûrah al-Ikhlâs sangat berarti bagi jenazah
di alam kubur dan dapat menjadi penebus dari siksa neraka.
Pembacaan sûrah al-Ikhlâs berlangsung selama selama 7 hari dihitung
dari saat jenazah meninggal dunia, dan untuk memudahkan pembacaan
jama‟ah zikir fidâ‟ menggunakan batu sebanyak 2000 sebagai media
perhitungan. Kemudian rangkaian acara zikir fidâ‟ dimalam ketujuh ditutup
dengan khataman Alquran 30 juz.
Fenomena pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ merupakan
hasil dari pemahaman masyarakat Desa Sukolilo terhadap hadis Nabi yang
disampaikan oleh para tokoh agama, sehingga mereka memfungsikan Alquran
dalam hal ini sûrah al-Ikhlâs sebagai sarana perlindungan terhadap siksa
setelah kematian, masyarakat Desa Sukolilo percaya bahwa pembacaan sûrah
al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ dapat memberikan perlindungan dari siksa api
neraka. Tradisi ini didasarkan pada hadis nabi yang menyatakan bahwa
pembacaan sûrah al-Ikhlâs sebanyak 100.000 kali dapat membebaskan diri
sendiri maupun orang lain dari siksa neraka. Perlu ditegaskan kembali bahwa
tradisi keagamaan yang mengakar dan dijalani masyarakat di Desa Sukolilo ini
64
dilakukan berdasarkan pemahaman mereka terhadap hadis keutamaan
membaca sûrah al-Ikhlâs.
Adapun posisi hadis dalam membentuk kehidupan masyarakat
Muslim di Desa Sukolilo sebagai praktik ritual, hadis dijadikan landasan dalam
kegiatan upacara atau ritual keagamaan di masyarakat.
B. Saran
Untuk tokoh Agama di Desa Sukolilo, Tradisi pembacaan sûrah al-
Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ di masyarakat Sukolilo merupakan salah satu upaya
masyarakat muslim berinteraksi dengan Alquran yang dilandaskan pada hadis
Nabi Muhammad saw, praktik pembacaan ini dirangkai dengan tatacara yang
menarik bagi masyarakat Desa Sukolilo zikir fidâ‟ menurut peneliti praktik
tersebut patut dilestarikan dan dikembangkan, yaitu dengan memasukkan
kajian tafsir sûrah al-Ikhlâs sehingga pemahaman masyarakat tidak hanya
semata karena keyakinan fadhilah tertentu saja dan masyarkat tidak hanya
sekedar mampu membaca, tetapi juga berusaha untuk mampu memahami
terhadap makna yang terkandung dalam setiap ayat, karena memahami makna
sangat penting dilakukan dan di tingkatkan, agar setiap peserta zikir fidâ‟
mampu memahami makna dan mengamalkan setiap makna ayat dengan baik
dan kemudian bisa dipalikasikan dalam kehidupan
Untuk para pengkaji Alquran dan hadis, kajian living Quran-hadis yang
masih baru ini perlu mendapatkan perhatian dari para peneliti khususnya
pengkaji Alquran karenanya dapat mewarnai kajian Alquran dalam bidang
sosial budaya masyarakat di Indonesia. Dalam penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan, banyak kekurangan dan celah di dalamnya, maka saran dan
65
kritik yang membangun sangat peneliti harapkan, atau semoga penelitian ini
dapat di sempurnakan oleh peneliti lainnya yang memfokuskan pada kajian
keagaamaan dan al-Quran .
66
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. “Kajian Naskah dan Kajian Living Quran dan Living Hadith.”
dalam Journal of Quran and Hadith Studies, Vol. 4, no. 2, (2015): h. 147-
167.
Adi Atmojo, Triono. “Penggunaan Alquran dalam Mujahadah di Masjid Asy-
Syifa‟ Kepuh, Gondokusuman 3, Yogyakarta (Studi Living Quran ).”
Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015.
Al Fath Saladin, Muhammad. “Pembacaan Ayat-Ayat Alquran dalam Mujahadah
Pemilihan Kepala Desa Periode 2014-2019 (Studi Living Quran di Desa
Pucungrejo Kec. Muntlian Kab. Magelang).” Skripsi S1 Fakultas
Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2015.
Fadlillah, Nilna. “Pembacaan Sūrah-Sūrah Alquran dalam Tradisi Dulkadiran
(Studi Kajian Living Quran di Dusun Sampuranan Kec. Bungah Kab.
Gresik).” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam,
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016.
Fairuziyah, Alifia.“Alquran dan Seni Kaligrafi Perspektif Robert Nasrullah (Studi
Living Quran Tokoh Seniman Kaligrafi Yogyakarta).” (Skripsi S1
Fakultas Ushuluddin Dan Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015.
67
Faizin, Hamam. “Mencium dan Nyunggi Alquran Upaya Pengembangan Kajian
Alquran Melalui Living Quran .” dalam Suhuf, Vol.4, no. 1, (2011): h. 23-
40.
Alfatih Suryadilaga, Muhammad “Model-Model Living Hadis” dalam Sahiron
Syamsuddin (ed.), Metodelogi Penelitian Living Qur‟an dan Hadis,
Yogyakarta: TH Press, 2005.
Fauziah, Siti. “Pembacaan Alquran Sūrah-Sūrah Pilihan di Pondok Pesantren
Putri Daar Al-Furqon Jagalan Kudus (Studi Living Quran ).” Skripsi S1
Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2014.
Junaedi, Didi. “Living Quran : Sebuah pendekatan Baru dalam Kajian Alquran
(Studi Kasus di Pondok Pesantren As-Siroj Al-Hasan Desa Kalimukti Kec.
Pabedilan Kab. Cirebon).” dalam Journal of Quran and Hadith Studies,
Vol. 4, no. 2, (2015): h. 169-190.
Karimatul Ulya, Nurul.“Implementasi Ayat Alquran Dan Hadis Menutup Aurat
dalam Tradisi Pemakaian Rimpu (Studi Living Quran – Hadis di Desa
Ngali, Kec. Belo, Kab. Bima – NTB).” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin
dan Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2014.
Marzuki. Metodelogi Riset, Yogyakarta: BPFE, 1998.
Mansur, M, “Living Quran dalam Lintasan Sejarah Studi Al-Quran ,” dalam
Sahiron Syamsuddin (ed.), Metodelogi Penelitian Quran dan Hadis,
Yogyakarta: Teras, 2007.
68
Muktadin, Baytul. “Pengunaan Ayat-Ayat Alquran Untuk Pengobatan Penyakit
Jiwa (Studi Living Quran di Desa Kalisabuk Kesugihan Cilacap Jawa
Tengah).” Tesis S2 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015.
Muchlis, Ibnu. “Ideologisasi Salawat (Kajian Living Quran dalam Mafia
Shalawat Ponorogo).” (Tesis S2 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran
Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015.
Mas‟ulah, Siti. “Tradisi Pembacaan Tujuh Sūrah Pilihan dalam Ritual
Mitoni/Tujuh Bulanan (Kajian Living Quran di Padukuhan Sembego Kec.
Depok Kab. Sleman).” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran
Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014.
Nuriyatur Rohmah, Umi. “Penggunaan Ayat-Ayat Alquran Dalam Ritual Rebo
Wekasan (Studi Living Quran di Desa Sukoreno, Kec. Kalisat Kab.
Jember)” Jurusan Ilmu Alquran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN
Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2014.
Nur Awalin, Vitri. “Pembacaan Alquran dalam Tradisi Mujahadah Sabihah
Jumu‟ah (Studi Living Quran di Pondok Pesantren Sunan PanDan aran
Sleman, Yogyakarta).” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran
Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014.
Nafisah. “Majelis Sima‟an Alquran Mantab Purbojati dalam Mujahadah Zikrul
Gafilin Ahad Legi (Studi Living Quran di Daerah Istemewa
Yogyakarta).” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam,
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015.
69
Ofik Taufikur Rohman Firdaus, M . “Tradisi Mujahadah Pembacaan Alquran
Sebagai Wirid di Pondok Pesantren Kebon Jambu al-Islamy Babakan
Ciwaringin Cirebon.” dalam Diya al-Afkar, Vol.4, no. 01, (Juni 2016): h.
146-175.
Shalikin, KH.Muhammad. Ritual Dan Tradisi Islam Jawa, Yogyakarta : Narasi,
2010.
Sholeha, Isnaini. “Pembacaan Sūrah-Sūrah Pilihan Dari Alquran dalam Tradisi
Mujahadah (Studi Living Quran di Pondok Pesantren Putri Nurul
Ummahat Kotagede, Yogyakarta).” Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan
Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2015.
Sri Naga Putra, Pangeran. “Pemahaman Pemuka Agama Islam Komplek Puja
Mandala Terhadap Ayat-Ayat Toleransi Beragama yang Mempengaruhi
Perilaku Toleran Umat Islam di Sekitarannya (Studi Living Quran di
Komplek Peribadatan Puja Mandala, Badung, Bali).” Skripsi S1 Fakultas
Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2015.
Safitri, Erwanda. “Tahfidz Alquran di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran
Ma‟unah Sari Bandar Kidul Kediri (Living Quran ).” Skripsi S1 Fakultas
Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2016.
Shri Ahimsa Putra, Heddy. “The Living Alquran : Beberapa Perspektif
Antropologi.” dalam Walisongo, Vol 20, no. 1, (2012): h. 235-260.
70
Syaodah Sukmadinata. Nana. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2007.
Suprayogo, Imam dan Tobroni. Metodelogi Penelitian Sosial-Agama. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2003.
Soehadha, Moh. Metode Penelitian Sosial Kualitatif untuk Studi Agama .
Yogyakarta: SUKA Press, 2010.
Ubaydi Hasbillah, Ahmad. Ilmu Living Quran-Hadis: Ontologi, Epistimologi,
dan Aksiologi . Tangerang Selatan: Maktabah Darus sunnah, 2019.
Umar, Nasaruddin. Deradikalisasi Pemahaman Alquran dan Hadis. Jakarta :
Gramedia, 2014.
Waardenburg, Jacques. Classical Approaces to the Study of Religion Paris:
Mouton the Hague, 1973.
Wahidi, Ridhoul . “Hidup Akrab Dengan Al-Quran : Kajian Living Quran dan
Living Hadis Pada Masyarakat Indragiri Hilir Riau.” dalam Turast: Jurnal
Penelitian & Pengabdian, Vol. 1, no. 2, (Juli – Desember 2013): h. 103-
113.
Yana, Ujang. “Pembacaan Tiga Sūrah Alquran dalam Tradisi Tujuh Bulanan (Di
Masyarakat Selandaka, Sumpiuh, Banyumas).” Skripsi S1 Fakultas
Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2014.
Yusuf, Muhammad. “Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian Living Quran ”,
dalam Sahiron Syamsuddin (ed.), Metode Penelitian Living Quran dan
Hadis, Yogyakarta: Teras, 2007.
71
Zainal Musthofah, Ahmad. “Tradisi Pembacaan Alquran Sūrah-Sūrah Pilihan
(Kajian Living Quran di Pondok Pesantren Manba‟ul Hikam Sidoarjo).”
Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015.
Wawancara:
Hasil observasi, Desa Sukolilo, 15-20 Desember 2017
Wawancara Pribadi dengan K.H Haris Rahmat, Sukolilo, 30 Juli 2017
Wawancara Pribadi dengan Saparin, Sukolilo, 30 Juli 2017.
Wawancara Pribadi dengan Bapak Subroto, Sukolilo, 15 Desember 2017.
Wawancara Pribadi dengan Moh. Dhori, Sukolilo, 16 Desember 2017.
Wawancara Pribadi dengan Mohammad, Sukolilo, 16 Desember 2017.
Wawancara Pribadi dengan Suroso dan Jarmin, Sukolilo, 18 Desember 2017.
Wawancara Pribadi dengan Nur hadi, Sukolilo, 18 Desember 2017.
Wawancara Pribadi dengan Zaenal Abidin , Sukolilo, 20 Desember 2017.
Wawancara Pribadi dengan Bapak Subroto, Sukolilo, 15 Desember 2017.
Wawancara Pribadi dengan Bapak Nur Ahsan, Sukolilo, 23 Desember 2017
Wawancara Pribadi dengan Abdul Ghofur, Arif, Rifki dan Zaky, Sukolilo, 24
Desember 2017.
Wawancara Pribadi dengan Ahmad Thohir , Sukolilo, 25 Desember 2017.
Wawancara Pribadi dengan Abdul Ghofur, Sukolilo, 24 Desember 2017.
LAMPIRAN I
PANDUAN WAWANCARA
A. Panduan Wawancara dengan Pemimpin Zikir Fidâ’
1. Apa definisi zikir fidâ‟?
2. Apa landasan atau dalil yang melatarbelakangi kegiatan tersebut?
3. Apa Motivasi dan Tujuan pelaksanaan zikir fidâ‟?
4. Apakah ada ketentuan waktu untuk melaksanakan tradisi tersebut?
5. Seberapa penting tradisi pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟
dilaksanakan di Desa Sukolilo?
6. Perlengkapan apa saja yang dibutuhkan dalam zikir fidâ‟ ?
7. Adakah makna tertentu dari perlengkapan yang disebutkan?
8. Bagaimana jika perlengkapan tersebut tidak ada?
9. Bagaimana pola atau praktik pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir
fidâ‟?
10. Seperti apa etika atau adab yang harus dilakukan dalam pembacaan
sûrah al-Ikhlâs?
11. Adakah pengaruh atau manfaat dari pelaksanaan tradisi pembacaan
sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ bagi kehidupan masyarakat?
12. Bagaimana pemahaman anda terhadap sûrah al-Ikhlâs ?
13. Bagaimana antusias atau respon masyarakat terhadap tradisi
pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ di Desa Sukolilo ?
14. Apa hikmah atau pelajaran yang bisa di ambil dari kegitan pembacaan
sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟ di Desa Sukolilo?
15. Apa harapan anda untuk tradisi pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir
fidâ‟ kedepannya?
B. Panduan Wawancara untuk Peserta Zikir Fidâ’
1. Apakah anda sering mengikuti tradisi pembacaan sûrah al-Ikhlâs
dalam zikir fidâ‟?
2. Apakah bapak mengetahui dalil pelaksanaan tradisi pembacaan sûrah
al-Ikhlâs dalam zikir fidâ‟?
3. Apa Motivasi dan Tujuan anda mengikuti zikir fidâ‟?
4. Dalam zikir fidâ‟ ini kan sûrah al-Ikhlâs dibaca dalam jumlah yang
banyak, apa yang bapak pahami mengenai sûrah al-Ikhlâs ?
5. Menurut bapak apa fungsi pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir
fidâ‟?
6. Setelah mengikuti dan melaksanakan pembacaan sûrah al-Ikhlâs
dalam zikir fidâ‟ adakah dampak atau pengaruh yang anda rasakan
setelah mengikuti zikir fidâ‟ baik terhadap kehidupan pribadi maupun
kehidupan sosial ?
7. Apa harapan anda untuk praktik pembacaan sûrah al-Ikhlâs dalam zikir
fidâ‟ di Desa Sukolilo kedepannya?
LAMPIRAN II
DAFTAR INFORMAN
1. Nama : Abdul Harris Rahmat, BA, S.pd.I
Umur : 60 tahun
Pekerjaan : Ketua Yayasan Pendidikan Islam Sultan Agung
Sebagai : Tokoh Agama/ Imam
2. Nama : Subroto
Umur : 57 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Sebagai : Tokoh Agama/ Imam
3. Nama : H. Muh. Jumaedi, S.H
Umur : 49 tahun
Pekerjaan : Kepala Desa Sukolilo
4. Nama : Ali Hadi Broto
Umur : 58 tahun
Pekerjaan : Sekertaris Desa Sukolilo
5. Nama : Moh. Dhori, S.H
Umur : 39 tahun
Pekerjaan : Advokat
Sebagai : Partisipant/ jama‟ah zikir fidâ‟
6. Nama : Sutrisno
Umur : 43 tahun
Pekerjaan : Supir
Sebagai : Partisipant/ jama‟ah zikir fidâ‟
7. Nama : Bariyo
Umur : 59 tahun
Pekerjaan : Petani
Sebagai : Partisipant/ jama‟ah zikir fidâ‟
8. Nama : Saparin
Umur : 34 tahun
Pekerjaan : Pengrajin Bata Merah
Sebagai : Partisipant/ jama‟ah zikir fidâ‟
9. Nama : Nur Hadi
Umur : 28 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Sebagai : Partisipant / jama‟ah zikir fidâ‟
10. Nama : Zaenal Abidin
Umur : 38 tahun
Pekerjaan : Guru
Sebagai : Partisipant / jama‟ah zikir fidâ‟
11. Nama : Fidianto Utomo
Umur : 23 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Sebagai : Partisipant / jama‟ah zikir fidâ‟
12. Nama : Sarah Utomo
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Sebagai : Partisipant / jama‟ah zikir fidâ‟
13. Nama : Sutarno
Umur : 60 tahun
Pekerjaan : Petani
Sebagai : Partisipant / jama‟ah zikir fidâ‟
14. Nama : Suroso
Umur : 42 tahun
Pekerjaan : Petani
Sebagai : Partisipant / jama‟ah zikir fidâ‟
15. Nama : Rudi Hartono
Umur : 34 tahun
Pekerjaan : Pedagang
Sebagai : Partisipant / jama‟ah zikir fidâ‟
16. Nama : Abdul Ghofur
Umur :20 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Sebagai : Partisipant / jama‟ah zikir fidâ‟
17. Nama : Jarmin
Umur : 49 tahun
Pekerjaan : Petani
Sebagai : Partisipant / jama‟ah zikir fidâ‟
18. Nama : Suwito
Umur : 52 tahun
Pekerjaan : Petani
Sebagai : Partisipant / jama‟ah zikir fidâ‟
19. Nama : Mohammad Abdurohman
Umur : 23 tahun
Pekerjaan : Santri
Sebagai : Partisipant / jama‟ah zikir fidâ‟
LAMPIRAN III
DOKUMENTASI
1. Sambutan Kiai atau penyampaian tata cara pelakasanaan pembacaan
sûrah al-Ikhlâs dalam zikir fidâ’
2. Jama’ah zikir fidâ’sedang menyimak sambutan Kiai
3. Para remaja sedang mengikuti tradisi pembacaan sûrah al-Ikhlâs
dalam zikir fidâ’
4. Wawancara dengan Bapak Subroto selaku Tokoh Agama
5. Wawancara dengan Remaja yang Rutin Mengikuti zikir fidâ’
6. Peletakan Batu di atas makam