29
BAB III STUDI PUSTAKA A. Definisi Demam dengue dan demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan atau nyeri sendi disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue adalah DBD yang ditandai oleh renjatan/syok. 3 B. Epidemiologi Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999. Gambar 1. Epidemiologi infeksi dengue di kawasan Asia Tenggara

Tipus revisi222222.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tipus revisi222222.docx

BAB III

STUDI PUSTAKA

A. Definisi

Demam dengue dan demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi

yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri

otot, dan atau nyeri sendi disertai leukopenia, ruam, limfadenopati,

trombositopenia, dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi perembesan

plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi atau penumpukan cairan di

rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue adalah DBD yang ditandai oleh

renjatan/syok.3

B. Epidemiologi

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik

Barat dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di

seluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per

100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat

kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,

sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada

tahun 1999.

Gambar 1. Epidemiologi infeksi dengue di kawasan Asia Tenggara

Dikutip dari : WHO-SEAR. Dengue In South-East Asia: An Appraisal Of

Chase Management And Vector Control. Dengue Buletin Volume 36. Desember

2012: 6-7

Page 2: Tipus revisi222222.docx

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus

Aedes (terutama A. aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap

tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan tersedianya tempat

perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak

mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).

Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi

virus dengue yaitu 1) Vektor: perkembangbiakan vektor, kebiasaan

menggigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor di

lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain; 2) Pejamu:

terdapatnya penderita di lingkungan/keluarga, mobilisasi dan paparan

terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3) Lingkungan : curah hujan,

suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk.

C. Etiologi

Etiologi penyakit demam berdarah dangue adalah virus dangue

termasuk family flaviviridae genus Flavivirus yang terdiri dari 4 serotipe,

yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Ke empat serotip ini ada di

Indonesia. Virus DEN termasuk dalam kelompok virus yang relative labil

terhadap suhu dan faktor kimiawai lain serta masa viremia yang pendek. Virus

DEN virionnya tersusun oleh genom RNA dikelilingi oleh nukleokapsid,

ditutupi oleh suatu selubung dari lipid yang mengandung 2 protein yaitu

selubung protein E dan protein membrane M.

Jika seseorang ternfeksi dengan satu serotipe akan mendapatkan

kekebalan seumur hidup terhadap serotipe tersebut, tetapi hanya 2-3 bulan

kekebalan untuk serotipe lain. Apabila terinfeksi dengan serotipe lain atau

beberapa serotipe akan mengakibatkan DHF / DSS.3

D. Patofisiologi / patogenesis3

Hipotesis infeksi heterolog sekunder ( the secondary heterologous

Infection hyphotesis atau the sequential infection hypothesis) sampai saat ini

masih dianut sebagai konsep patogenesis terjadinya DHF. Berdasarkan

hipotesis ini seseorang akan menderita DHF apabila mendapatkan infeksi

Page 3: Tipus revisi222222.docx

berulang oleh serotipe virus dengue yang berbeda dalam jangka waktu

tertentu, yang berkisar antara 6 bulan sampai 5 tahun. Hipotesis lain yang

menentangnya adalah hipotesis virulensi virus, menurut hipotesis ini

perbedaan virulensi serotipe virus dengue adalah penyebab terjadinya DHF.

Kelemahan hipotesis pertama adalah ketika dilaporkan adanya kasus

DSS pada seorang anak wanita berusia 3 tahun di jakarta yang mengalami

infeksi primer. Kelemahan hipotesis kedua adalah tidak adanya bukti

eksperimental, baik percobaan binatang maupun kultur jaringan yang dapat

membuktikan perbedaan virulensi keempat serotiope virus dengue tersebut.

Hipotesis teori infeksi sekunder menyatakan secara tidak langsung bahwa

penderita yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus

dengue yang heterolog mempunyai resiko yang lebih besar untuk menderita

DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai

virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen

antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel

leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak

dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam

sel makrofag.

Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement

(ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus

dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi

tersebut, terjadi sekresi mediator inflamasi seperti TNF α, IL-1,PAF, IL-6 dan

histamine menyebabkanpeningkatan permeabilitas vaskuler dan

mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma, protein dan elektrolit. Keadaan

ini dapat berkembang menjadi hipovolemia dan syok.

E. Klasifikasi

Dalam kriteria WHO tahun 1997 klasifikasi dengue dibagi menjadi 3

besar yaitu demam yang tidak terklasifikasikan, demam dengue dan demam

berdarah dengue dimana demam berdarah dengue di bagi lagi menjadi 4

derajat menurut keparahan penyakitnya, derajat 3 dan 4 merupakan dengue

shock syndrom.

Page 4: Tipus revisi222222.docx

Tabel 1. Derajat penyakit (WHO,1997)

Dikutip dari : World health Organization. Dengue hemorrhagic fever: diagnosis, treatment,

Prevention and control. 2nd ed. Geneva: WHO, 1997

F. Manifestasi Klinik

Infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatis. Pada umumnya pasien

mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti fase kritis selama 2-3

hari. pada fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi memiliki risiko

untuk terjadi syok jika tidak mendapatkan terapi yang adekuat.3

Secara garis besar infeksi dengue dibagi menjadi 3 fase

1. Fase febris

Pasien tiba-tiba mengalami demam tinggi, dalam fase demam akut biasanya

sekitar 2-7 hari dengan diikuti wajah kemerahan, eritema pada kulit, pegal

pada seluruh tubuh, nyeri otot, nyeri sendi, nyeri retro orbital, fotofobia, ruam

Page 5: Tipus revisi222222.docx

makulopapular yang timbul pada 1-2 hari dan kemudian menghilang tanpa

bekas, serta nyeri kepala. Pada beberapa pasien terdapat nyeritenggorokan,

faringitis, injeksi konjungtiva. Diikuti dengan anoreksia mual serta muntah

yang umumnya selalu diderita pasien. Pada fase ini bila didapatkan tes

torniquet (+) meningkatkan kemungkinan infeksi dengue.

2. Fase kritis

Terjadi ketika terjadi penurunan suhu badan sampai normal, biasanya hari ke

3-7 penyakit, akan terjadi peningkatan permeabilitas kapiler bersamaan

dengan peningkaya kadar hematokrit, hal ini merupakan tanda awal dari fase

kritis, periode kebocoran plasma biasanya berlangsung 24-48 jam yang

ditandai dengan peningkatan hematokrit, diikuti dengan leukopenia, dapat

pula terjadi efusi pleura dap asites. Syok terjadi ketika terjadi kehilangan

banyak plasma, nantinya dapat menyebabkan asidosis metabolik, DIC.

3. Fase penyembuhan

Apabila pasien bertahan dalam 24-48 jam di dalam fase kritis, akan terjadi

perbaikan bertahap dari cairan ekstravaskular.

Gambar 3. Perjalanan Penyakit Infeksi Dengue

Dikutip dari :WHO-TDR. Handbook for clinical management of dengue.

Geneva: WHO, 2012

Page 6: Tipus revisi222222.docx

G. Pendekatan Diagnostik1

Pendekatan diagnosis pada pasien dengan febris kurang dari 6 hari,

dapat mendiagnosis infeksi dengue, berupa :

a. Isolasi virus;

b. Deteksi asam nukleus virus dengan menggunakan RT-PCR ;

c. Deteksi antigen virus.

Sedangkan apabila datang dengan febris > 6hari pilihan metode

diagnosis dengan imunoserologi, yaitu :

a. Hemaglutinasi Inhibisi ( HI);

b. Fiksasi komplemen ( CF);

c. Neutralization Test (NT);

d. MAC-ELISA;

e. Indirect IgG ELISA.

Tabel 3. Pemilihan metode diagnostik infeksi dengue

Dikutip dari : WHO-TDR. Handbook for clinical management of dengue.

Geneva: WHO, 2012

Page 7: Tipus revisi222222.docx

H. Diagnosis Banding1

Beberapa panyakit infeksi maupun non-infeksi memiliki gejala

mirip demam dengue maupun severe dengue.

a. Influenza

b. Cikungunya

c. Infeksi primer HIV

d. SARS

e. Malaria

f. Demam tiroid

g. Hepatitis

h. Leptospirosis

I. Penatalaksanaan1

Penatalaksanaan Dengue menurut WHO 2012, membagi pasien menjadi 3

kriteria :

1. Kriteria A

Pasien dapat dipulangkan, dengan catatan mendapatkan cairan yang

adekuat dan BAK minimal 1x/6 jam, dan tidak ada tanda-tanda dari

warning sign. Pasien diharuskan bed rest, pasien yang datang pada

demam >3 hari diharuskan setiap hari ke sarana kesehatan untuk

diperiksa darah lengkap dan monitoring adanya gejala-gejala dari

warning sign, hal ini dilakukan sampai fase kritis terlewati. Berikan

pasien paracetamol untuk demamnya, dengan dosis 10 mg/kgbb/x,

kompres air hangat apibila demam tidak turun, dilarang memberikan

aspirin, ibuprufen atau NSAID lainnya maupun injeksi intramuskular, hal

ini dapat menyebabkan gastritis atau perdarahan. Apabila tidak ada

perbaikan maupun timbul gejala tambahan seperti nyeri perut, muntah-

muntah, ekstremitas dingin, sesak napas, tidak BAK dalam 6 jam,

maupun perdarahan segera ke fasilitas kesehatan terdekat. Indikasi rawat

inap pada pasien dengan manifestasi demam bila tidak mendapatkan

Page 8: Tipus revisi222222.docx

rehidrasi oral yang Ida adekuat, adanya anak kecil dirumah, serta pasien

dengan co-morbid.

2. Kriteria B

Pasien yang diharuskan untuk rawat inap untuk observasi lebih lanjut.

Dalam kriteria ini pasien dengan warning sign, pasien risiko tinggi,

pasien yang menunjukan gejala komplikasi, pasien yang tinggal sendiri,

serta pasien yang tempat tinggalnya jauh dari fasilitas kesehatan. Terapi

yang diberikan

Cek hematokrit sebelum diberikan cairan infus. Cairan infus yang

digunakan hanya yang bersifat isotonik seperti NaCl 0,9%, Ringer laktat

atau cairan Hartmann’s. Mulai dengan 5-7 ml/kgbb/jam untuk 1-2 jam

pertama, kemudian kurangi menjadi 3-5ml/kgbb/jam untuk 2-4 jam

selanjutnya, kemudian kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kgbb/jam atau

maintenan cairan sesuai manifestasi klinis yang didapat. Periksa kembali

hematrokit, jika tidak ada perbaikan atau terjadi peningkatan sedikit,

ulangi pemberian cairan 2-3 ml/kgbb/jam selama 2-4 jam. Jika tanda vital

menurun dan terjadi peningkatan hematrokrit yang cepat, segera naikan

cairan 5-10ml/kgbb/jam selam 1-2 jam. Apabila perfusi jaringan dan

urine output baik ( 0,5ml/kg/jam) berikan cairan maintenance untuk 24-

48 jam. Monitor vital sign, balance cairan, hematrokit sebelum dan

sesudah pemberian cairan infus, atau setiap 6-12 jam sekali. Cek GDS,

profil ginjal, profil liver, profil koagulasi sesuai indikasi.

3. Kriteria C

Pasien dengan dengue berat, pasien dalam kriteria ini harus mendapat

pengobatan segera karena berada dalam fase kritis, berupa

Kebocoran plasma yang berat, mulai masuk ke dalam keadaan syok

dengan adanya ARDS

Perdarahan hebat

Multi organ failure

Page 9: Tipus revisi222222.docx

Pasien harus segera dipindahkan ke fasilitas kesehatan yang memiliki

fasilitas transfusi darah. Segera ganti cairan isotonik dengan cairan kristaloid,

pada keadaan hipotensi syok boleh diberikan cairan koloid. Transfusi darah hanya

diberikan apabila adanya perdarahan hebat.

Penatalaksanaan syok

Gambar 6. Algoritma Penatalaksanaan Syok pada infeksi Dengue

Dikutip dari :WHO-TDR. Handbook for clinical management of dengue.

Geneva: WHO, 2012

Tujuan dari resusitasi cairan meliputi:

Meningkatkan sirkulasi pusat dan perifer - yaitu penurunan takikardia,

meningkatkan TD dan denyut nadi, ekstremitas hangat dan merah muda,

waktu pengisian kapiler <2 detik

Meningkatkan perfusi end-organ yaitu mencapai tingkat kesadaran stabil

dan output urine ≥ 0,5 ml / kg / jam atau penurunan asidosis metabolik.

Page 10: Tipus revisi222222.docx

Kapan harus menghentikan infus

Observasi tanda-tanda berhentinya kebocoran plasma yang dilihat dari :

• TD, nadi dan perfusi perifer stabil

• hematokrit menurun dengan denyut nadi yang baik

• apyrexia (tanpa menggunakan antipiretik) selama lebih dari 24-48 jam;

• gejala usus / gejala yang berhubungan dengan abdomen teratasi

• peningkatan produksi urine.

Melanjutkan terapi cairan intravena melewati 48 jam dari fase kritis akan

menyebabkan pasien berisiko edema paru dan komplikasi lain seperti

tromboflebitis.

J. Penatalaksanaan dengue pada kelompok risiko

a) Dengue pada lansia

Sebuah penelitian surveilans menunjukan bahwa manifestasi klinis dari

dengue pada lansia mirip dengan dewasa muda, namun gejala yang lebih

sering timbul adalah perdarahan saluran cerna dan mikrohematuri. Insiden

demam, atralgia serta ruam lebih rendah pada orang tua. Gagal ginjal akut,

perdarahan gastrointestinal, efusi pleura, serta CHF dan edema pulmonal

lebih sering terjadi pada orang tua. kadar hemoglobin juga lebih rendah

dibandingkan dewasa.

b) Dengue dengan co-morbid

Pasien dengan penyakit diabetes melitus, hipertensi dan renal insufisiensi

berhubungan erat dengan angka kejadian severe dengue. Pada pasien

hipertensi terkadang tidak menunjukan adanya hipotensi jika mengalami

syok sehingga yang perlu diperhatikan adalah angka MAP, Jika terjadi

penurunan MAP 40% dari baseline perlu dicurigai adanya tanda-tanda

syok, jika pasien mengalami takikardia dapat diberikan β- bloker,

sedangkan bila pasien mengalami takikardia perlu ditanyakan riwayat

Page 11: Tipus revisi222222.docx

pemberian Ca chanel bloker, karena efek sampingnya bera takitardia,

jangan salah mengangap sebagai satu respons dari keadaan syok

hipovelemik, harus diawasi secara ketat pemberian antihipertensi terutama

bila terdapat kebocoran plasma, juga perlu monitoring urine output. Pasien

dengan DM, infeksi dengue dapat mencetuskan KAD atau hiperglikemik

hiperosmolar, dimana manifestasi KAD mirip dengan warning sign pada

demam dengue yang berat, sehingga dapat terjadi kesalahan diagnostik,

pemberian ADO harus dihentikan terutama obat golongan metformin,

karena dapat memperburuk asidosis laktat dan syok dengue sehingga perlu

dipertimbangkan pemakain Short-acting insulin, monitor gula darah setiap

1-2 jam sampai mencapai target gula darah < 150 mg/dl kemudian

dilanjutkan setiap 4jam. Pasien yang memiliki penyakit CKD tetap

dilakukan terapi cairan yang adekuat sekaligus menstabilkan hemodinamik

setelah itu perlu dilakukan dialisis segera untuk mencegah terjadinya

asidosis metabolik dan elektrolit imbalance. Pada pasien yang memiliki

riwayat anemia hemolitik perlu dilakukan transfusi PRC atau whole blood.

K. Kriteria pemulangan pasien3

Bebas demam dalam 48 jam

Peningkatan keadaan umum dan hemodinamik stabil

Peningkatan trombosit

Nilai hematokrit yang stabil tanpa pemberian cairan infus

Tidak ada distres respirasi

L. Komplikasi3

Penyebab komplikasi pada infeksi dengue adalah :

a) Kesalahan diagnosis pada primary Care sebagai pengobatan lini pertama

b) Ketidaktepatan monitoring dan misinterpretasi tanda-tanda vital

c) Kesalahan dalam monitoring terapi carang dan urine yang keluar

Page 12: Tipus revisi222222.docx

d) Keterlambatan dalam pengenalan tanda-tanda syok sehingga jatuh dalam

keadaan syok atau memperpanjang syok yang sudah terjadi

e) Keterlambatan dalam mengenal adanya perdarahan hebat

f) Terlalu sedikit atau terlalu banyak terapi cairan infus

g) Ketidakpedulian dalam tehnik aseptic dalam menangani pasien

Komplikasi dari infeksi dengue berupa :

1) Asidosis metabolik

2) Imbalance elektrolit

3) Efusi pleura dan asites

4) Edema pulmonal

5) ARDS

6) Ko-infeksi dan infeksi nasokomial

7) Sindrom hemofagositik

M. Prognosis

Prognosis DBD ditentukan oleh derajat penyakitnya, cepat tidaknya

penanganan diberikan, umur, jenis kelamin, dan keadaan nutrisi penderita.

Prognosis DBD derajat I dan II umumnya baik. DBD derajat III dan IV bila

dapat dideteksi secara cepat maka pasien dapat ditolong. Angka kematian pada

syok yang tidak terkontrol sekitar 40-50%. Tanda- tanda prognosis yang baik

pada DSS adalah pengeluaran urine yang cukup serta kembalinya nafsu

makan.

Page 13: Tipus revisi222222.docx

TONSILOFARINGITIS AKUT

1. Definisi

Faringitis adalah inflamasi atau infeksi dari membran mukosa

faring atau dapat juga tonsilopalatina.Faringitis akut biasanya

merupakan bagian dari infeksi akut orofaring yaitu tonsilofaringitis

akut atau bagian dari influenza (rinofaringitis) (Departemen

Kesehatan, 2007). Faringitis akut adalah infeksi pada faring yang

disebabkan oleh virus atau bakteri, yang ditandai oleh adanya nyeri

tenggorokan, faring eksudat dan hiperemis, demam, pembesaran

kelenjar getah bening leher dan malaise (Vincent, 2004).

2. Etiologi

Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang

disebabkan oleh virus (40−60%), bakteri (5−40%), alergi, trauma,

iritan, danlain-lain (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

2013).Faringitis bisa disebabkan oleh virus maupun bakteri.Virus

yaitu Rhinovirus, Adenovirus, Parainfluenza,

Coxsackievirus, Epstein –Barr virus, Herpes virus.Bakteri

yaitu, Streptococcus ß hemolyticus group A, Chlamydia,

Corynebacterium diphtheriae, Hemophilus influenzae, Neisseria

gonorrhoeae.Jamur yaitu Candida jarang terjadi kecuali pada

penderita imunokompromis yaitu mereka dengan HIV dan AIDS,

Iritasi makanan yang merangsang sering merupakan faktor pencetus

atau yang memperberat (Departemen Kesehatan, 2007).

3. Faktor Resiko

Faktor risiko lain penyebab faringitis akut yaitu udara yang

dingin, turunnya daya tahan tubuh yang disebabkan infeksi virus

influenza, konsumsi makanan yang kurang gizi, konsumsi alkohol

yang berlebihan, merokok dan seseorang yang tinggal di lingkungan

kita yang menderita sakit tenggorokan atau demam (Gore, 2013).

Page 14: Tipus revisi222222.docx

4. Klasifikasi

1. Klasifikasi Faringitis

a. Faringitis Akut

Faringitis viral

Dapat disebabkan oleh Rinovirus, Adenovirus, Epstein

Barr Virus (EBV), Virus influenza, Coxsachievirus,

Cytomegalovirus dan lain-lain. Gejala dan tanda biasanya

terdapat demam disertai rinorea, mual, nyeri tenggorok, sulit

menelan.

Pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil

hiperemis.Virus influenza, Coxsachievirus dan Cytomegalovirus

tidak menghasilkan eksudat. Coxsachievirus dapat menimbulkan

lesi vesikular di orofaring dan lesi kulit berupamaculopapular

rash. Pada adenovirus juga menimbulkan gejala konjungtivitis

terutama pada anak. Epstein bar virus menyebabkan faringitis

yang disertai produksi eksudat pada faring yang banyak.

Terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh terutama

retroservikal dan hepatosplenomegali. Faringitis yang

disebabkan HIV-1 menimbulkan keluhan nyeri tenggorok,

nyerimenelan, mual dan demam.Pada pemeriksaan tampak

faring hiperemis, terdapat eksudat, limfadenopati akut di leher

dan pasien tampak lemah.

Faringitis bakterial

Infeksi Streptococcus ß hemolyticus group A

merupakan penyebab faringitis akut pada orang dewasa (15%)

dan pada anak (30%). Gejala dan tanda biasanya penderita

mengeluhkan nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang- kadang

disertai demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk.

Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil

hiperemis dan terdapat eksudat dipermukaannya. Beberapa hari

kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan faring.

Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri

Page 15: Tipus revisi222222.docx

apabila ada penekanan. Faringitis akibat infeksi bakteri

Streptococcus ß hemolyticus group A dapat diperkirakan dengan

menggunakan Centor criteria, yaitu :

Demam

Anterior Cervical lymphadenopathy

Eksudat tonsil

Tidak adanya batuk

Tiap kriteria ini bila dijumpai di beri skor satu. Bila skor 0−1

maka pasien tidak mengalami faringitis akibat

infeksi Streptococcus ß hemolyticus group A, bila skor 1−3

maka pasien memiliki kemungkian 40% terinfeksi

Streptococcus ß hemolyticus group A dan bila skor empat pasien

memiliki kemungkinan 50% terinfeksi

Streptococcus ß hemolyticus group A (Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia, 2014).

Faringitis fungal

Candida dapat tumbuh di mukosa rongga mulut dan faring.

Gejala dan tanda biasanya terdapat keluhan nyeri tenggorok dan

nyeri menelan. Pada pemeriksaan tampak plak putih di orofaring

dan mukosa faring lainnya hiperemis. Pembiakan jamur ini

dilakukan dalam agar sabouroud dextrosa.

Faringitis gonorea

Hanya terdapat pada pasien yang melakukan kontak orogenital.

5. Patofisiologi

Pada faringitis yang disebabkan infeksi, bakteri ataupun virus

dapat secara langsung menginvasi mukosa faring dan akan

menyebabkan respon inflamasi lokal. Kuman akan menginfiltrasi

lapisan epitel, lalu akan mengikis epitel sehingga jaringan limfoid

superfisial bereaksi dan akan terjadi pembendungan radang dengan

infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat

hiperemis, kemudian edema dan sekresi yang meningkat. Pada

awalnya eksudat bersifat serosa tapi menjadi menebal dan kemudian

Page 16: Tipus revisi222222.docx

cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring.

Dengan keadaan hiperemis, pembuluh darah dinding faring akan

melebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih atauabu-

abu akan didapatkan di dalam folikel atau jaringan limfoid. Tampak

bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior

atau yang terletak lebih ke lateral akan menjadi meradang dan

membengkak. Virus-virus seperti Rhinovirus dan Coronavirus dapat

menyebabkan iritasi sekunder pada mukosa faring akibat sekresi nasal

(Bailey, 2006; Adam, 2009).

Infeksi streptococcal memiliki karakteristik khusus yaitu invasi

lokal dan pelepasan extracelullar toxins dan protease yang dapat

menyebabkan kerusakan jaringan yang hebat karena fragmen M

protein dari Streptococcus ß hemolyticus group A memiliki struktur

yang sama dengan sarkolema pada miokard dan dihubungkan dengan

demam reumatik dan kerusakan katub jantung. Selain itu juga dapat

menyebabkan glomerulonefritis akut karena fungsi glomerulus

terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen- antibodi (Bailey,

2006; Adam, 2009).

6. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang ditimbulkan faringitis tergantung pada

mikroorganisme yang menginfeksi. Secara garis besar faringitis

menunjukkan tanda dan gejala umum seperti lemas, anorexia, demam,

suara serak, kaku dan sakit pada otot leher.

Gejala khas berdasarkan jenisnya, yaitu: Faringitis viral

(umumnya oleh rhinovirus): diawali dengan gejala rhinitis dan

beberapa hari kemudian timbul faringitis. Gejala lain demam disertai

rinorea dan mual. Faringitis bakterial: nyeri kepala hebat, muntah,

kadang disertai demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk.

Faringitis fungal: terutama nyeri tenggorok dan nyeri menelan.

Faringitis kronik hiperplastik: mula-mula tenggorok kering, gatal dan

akhirnya batuk yang berdahak. Faringitis atrofi: umumnya

tenggorokan kering dan tebal serta mulut berbau.

Page 17: Tipus revisi222222.docx

Faringitis tuberkulosis: nyeri hebat pada faring dan tidak

berespon dengan pengobatan bakterial non spesifik. Bila dicurigai

faringitis gonorea atau faringitis luetika, ditanyakan riwayat hubungan

seksual (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014).

7. Pemeriksaan Penunjang

Faringitis didiagnosis dengan cara pemeriksaan tenggorokan

(kultur apus tenggorokan). Pemeriksaan kultur memiliki sensitivitas

90−95% dari diagnosis, sehingga lebih diandalkan sebagai penentu

penyebab faringitis yang diandalkan (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 2005). Kultur tenggorokan merupakan suatu metode yang

dilakukan untuk menegaskan suatu diagnosis dari faringitis yang

disebabkan oleh bakteri Group A Beta-

HemolyticStreptococcus (GABHS). Group A Beta-

HemolyticStreptococcus (GABHS) rapid antigen detection

testmerupakan suatu metode untuk mendiagnosa faringitis karena

infeksi GABHS. Tes ini akan menjadi indikasi jika pasien memiliki

risiko sedang atau jika seorang dokter memberikan terapi antibiotik

dengan risiko tinggi untuk pasien. Jika hasil yang diperoleh positif

maka pengobatan diberikan antibiotik dengan tepat namun apabila

hasilnya negatif maka pengobatan antibiotik dihentikan kemudian

dilakukan follow-up. Rapid antigen detection test tidak sensitif

terhadap Streptococcus Group C dan G atau jenis bakteri patogen

lainnya (Kazzi et al., 2006).

Untuk mencapai hasil yang akurat, pangambilan apus tenggorok

dilakukan pada daerah tonsil dan dinding faring posterior. Spesimen

diinokulasi pada agar darah dan ditanami disk antibiotik. Kriteria

standar untuk penegakan diagnosis infeksi GABHS adalah persentase

sensitifitas mencapai 90−99%. Kultur tenggorok sangat penting bagi

penderita yang lebih dari sepuluh hari (Vincent, 2004).

8. Penatalaksanaan

Page 18: Tipus revisi222222.docx

Penatalaksanaan dari penyakit faringitis harus sesuai dengan

penyebabnya.Mengatasi gejala secepat mungkin, membatasi

penyebaran infeksi serta membatasi komplikasi.

Penatalaksanaan komprehensif penyakit faringitis akut, yaitu:

Istirahat cukup, minum air putih yang cukup, berkumur dengan air

yang hangat, pemberian farmakoterapi: anti virus metisoprinol

(isoprenosine) diberikan pada infeksi virus dengan dosis 60−100

mg/kgBB dibagi dalam 4−6 kali pemberian/hari pada orang dewasa

dan pada anak kurang dari lima tahun diberikan 50 mg/kgBB dibagi

dalam 4−6 kali pemberian/hari.

Faringitis akibat bakteri terutama bila diduga

penyebabnyaStreptococcus group A diberikan antibiotik yaitu

penicillin G benzatin 50.000 U/kgBB/IM dosis tunggal atau

amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali/hari selama sepuluh hari

dan pada dewasa 3x500 mg selama 6−10 hari atau eritromisin 4x500

mg/hari. Selain antibiotik juga diberikan kortikosteroid karena steroid

telah menunjukkan perbaikan klinis karena dapat menekan reaksi

inflamasi. Steroid yang dapat diberikan berupa deksametason 3x0,5

mg pada dewasa selama tiga hari dan pada anak-anak 0,01

mg/kgBB/hari dibagi tiga kali pemberian selama tiga hari.

Faringitis gonorea, sefalosporin generasi ke-tiga,Ceftriakson 2

gr IV/IM single dose.Pada faringitis kronik hiperplastik, jika

diperlukan dapat diberikan obat batuk antitusif atau ekspektoran.

Penyakit hidung dan sinus paranasal harus diobati.Faringitis kronik

atrofi pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofi. Parasetamol diberikan

3 kali sehari jika demam di bawah 1 tahun : 60 mg/kali (1/8 tablet), 1 -

3 tahun : 60 - 120 mg/kali (1/4 tablet), 3 - 6 tahun : 120 - 170 mg/kali

(1/3 tablet), 6 - 12 tahun : 170 - 300 mg/kali (1/2 tablet).

Page 19: Tipus revisi222222.docx

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO-TDR. Handbook for clinical management of dengue. Geneva: WHO,

2012.

2. World health Organization. Dengue hemorrhagic fever: diagnosis, treatment,

Prevention and control. 2nd ed. Geneva: WHO, 1997

3. Suhendro, et al. Demam Berdarah Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, ed

5, jilid III. Jakarta: Internal Publishing; 2006: 1732-1735

4. World Health Organization, Regional Office for South-East Asia.

Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue and

dengue haemorrhagic fever. Revised and expanded edition. New Delhi:

WHO-SEARO, 2011. SEARO Technical Publication Series No. 60

5. Srikiatkhachorn Anon et al. Dengue—How Best do Classify It. Clinical

Infectious Disease, 2011, 53(6):563–567

6. Member of The Technical Working Group On The 2012 PPS. Revised

Guidelines on Fluid Management of DF/DHF

7. WHO-SEAR. Dengue In South-East Asia: An Appraisal Of Chase Management

And Vector Control. Dengue Buletin Volume 36. Desember 2012: 6-7