Upload
gabriel-arnie
View
253
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
mioma uteri
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. MIOMA UTERI
1. Definisi Mioma Uteri
Secara umum, uterus mempunyai 3 lapisan jaringan yaitu lapisan terluar perimetrium,
lapisan tengah miometrium dan yang paling dalam adalah endometrium (Tortora dan
Derrickson, 2006). Miometrium adalah lapisan yang paling tebal dan merupakan otot polos
berlapis tiga, sebelah luar longitudinal, sebelah dalam sirkuler, antara kedua lapisan ini
beranyaman. Miometrium dapat berkontraksi dan berelaksasi (Prawirohardjo, 2007). Tumor
jinak yang berasal dari sel otot polos miometrium disebut leiomioma. Tetapi karena tumor
ini berbatas tegas, maka sering juga disebut sebagai fibroid (Kumar et al., 2007). Mioma
uteri berbentuk bulat, berbatas tegas, warna putih hingga merah jambu pucat, bersifat jinak
dan terdiri dari otot polos dengan jaringan penghubung fibrosa. Sebanyak 95% mioma uteri
berasal dari corpus uteri dan 5% berasal dari serviks. Mioma uteri adalah tumor pelvis yang
sering terjadi dan diperkirakan sebanyak 10% dari kasus ginekologi umumnya (Martin L,
2001). Neoplasma jinak ini mempunyai banyak nama sehingga dalam kepustakaan dikenal
juga istilah fibromioma, leiomioma, fibroid ataupun mioma uteri (Prawirohardjo, 2007).
2. Klasifikasi
Pembagian mioma uteri menurut letaknya adalah sebagai berikut:
a. Mioma Submukosum: berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga
uterus. Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian
dilahirkan melalui saluran serviks dan disebut myomgeburt (Prawirohardjo, 2007).
b. Mioma Intramural: mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium
(Prawirohardjo, 2007).
c. Mioma Subserosum: apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada
permukaan uterus, diliputi oleh serosa. Mioma subserosum dapat pula tumbuh
menempel pada jaringan lain misalnya ke ligamentum atau omentum dan kemudian
lepas dari uterus, sehingga disebut wandering/parasitic fibroid (Prawirohardjo, 2007).
d. Mioma Serviks : mioma yang terdapat di serviks atau segmen bawah uterus. Mioma
serviks dapat menghambat persalinan dan dapat disangka sebagai kepala janin
(Cunningham et al., 2006).
3. Epidemiologi
Berdasarkan hasil penelitian Coronado et al. (2000), 1,4% dari 6700 kehamilan
mengalami penyulit miomia. Martin L (2001) melaporkan bahwa 1 dari 500 wanita hamil
dirawat inap akibat penyulit yang berkaitan dengan mioma. Wanita dengan mioma
berukuran lebih dari 3 cm meningkatkan angka persalinan preterm, solusio plasenta, nyeri
panggul, dan seksio sesarea yang bermakna. Sedangkan tumor berukuran kurang dari 3 cm
tidak bermakna secara klinis. Seiring meningkatnya ukuran dan jumlah mioma, terjadi
peningkatan frekuensi retensi plasenta, malpresentasi janin dan kontraksi preterm yang
signifikan. Ukuran mioma lebih dari 6 cm dapat meningkatkan kemungkinan obstruksi
persalinan. Kemungkinan solusio plasenta meningkat apabila plasenta kontak atau menutupi
suatu mioma. Abortus dan perdarahan pasca partum tidak meningkat kecuali apabila
plasenta terletak di samping atau menutupi suatu mioma. Namun apabila terjadi perdarahan
dapat bersifat masif, sulit diatasi, dan hanya dapat ditangani dengan histerektomi.
Peningkatan insidensi retensi plasenta sering terjadi pada kasus mioma segmen bawah
uterus.
Mioma uteri adalah jenis penyakit yang melanda wanita. Dari 100 wanita yang
menjalani histerektomi, ditemukan 77% mempunyai mioma uteri termasuk yang berukuran
sekecil 2mm (Parker, 2007). Mioma uteri juga ditemukan pada wanita yang menjalani
histerektomi untuk indikasi yang lain walaupun tidak banyak kasusnya. Sebagian besar
teknik pemeriksaan imaging tidak mempunyai resolusi di bawah 1 cm, maka insidensi
kejadian mioma uteri yang sebenarnya tidak dapat dipastikan karena mioma uteri yang
berukuran kecil seringkali tidak memberikan gejala klinis (Parker, 2007).
Spesimen histerektomi dari wanita premenopaus dengan mioma uteri rata-rata adalah
7,6 sedangkan wanita postmenopaus adalah 4,2 (Parker, 2007). Random sampling pada
wanita berusia 35 - 49 tahun yang menjalani pemeriksaan rutin, hasil rekam medis dan
pemeriksaan sonografi didapatkan pada usia 35 tahun insidensi terjadinya mioma uteri
adalah sebanyak 60% untuk wanita Afrika-Amerika; insidensi ini meningkat sehingga 80%
pada usia 50 tahun. Wanita caucasia pula mempunyai insidensi setinggi 40% pada usia 35
tahun dan meningkat sehingga 70% pada usia 50 tahun (Parker, 2007). Keluhan utama
terbanyak pada penderita mioma uteri adalah perdarahan pervaginam abnormal (44,1%).
Mioma uteri tipe intramural adalah yang terbanyak dari tipe mioma uteri secara patologi
anatomi (51,3%).
4. Etiologi dan Patogenesis
Penyebab utama mioma uteri belum diketahui secara pasti sampai saat ini, tetapi telah
dilakukan beberapa penelitian untuk memahami keterlibatan faktor hormonal, faktor
genetik, growth factor, dan biologi molekular untuk tumor jinak ini (Parker, 2007). Faktor
yang diduga berperan untuk inisiasi pada perubahan genetik pada mioma uteri adalah
abnormalitas intrinsik pada miometrium, peningkatan reseptor estrogen secara kongenital
pada miometrium, perubahan hormonal, atau respon kepada kecederaan iskemik ketika haid.
Setelah terjadinya mioma uteri, perubahan-perubahan genetik ini akan dipengaruhi oleh
promoter (hormon) dan efektor (growth factors) (Parker, 2007)
Bagi Meyer dan De Snoo, mereka mengajukan teori Cell nest atau teori genitoblast.
Percobaan Lipschutz yang memberikan estrogen pada kelinci percobaan ternyata
menimbulkan tumor fibromatosa baik pada permukaan maupun pada tempat lain dalam
abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat progesteron atau
testosteron. Puukka et al. juga menyatakan bahwa reseptor estrogen lebih banyak ditemukan
pada mioma daripada miometrium normal. (Prawirohardjo, 2007).
Dari penelitian menggunakan glucose-6-phosphatase dihydrogenase diketahui bahwa
mioma berasal dari jaringan uniseluler. Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi
mioma melibatkan mutasi somatik dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari
hormon steroid seks dan growth factor lokal. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal
dalam proses pertumbuhan tumor (Hadibroto, 2005).
Tidak dapat dibuktikan bahwa hormon estrogen berperan sebagai penyebab mioma,
namun diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan mioma. Mioma terdiri dari
reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dari miometrium
sekitarnya, namun konsentrasinya lebih rendah dibanding endometrium. Hormon
progesteron meningkatkan aktifitas mitotik dari mioma pada wanita muda namun
mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti. Progesteron
memungkinkan pembesaran tumor dengan cara down-regulation apoptosis dari tumor.
Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan meningkatkan produksi matriks
ekstraseluler (Hadibroto, 2005).
5. Faktor Risiko
a. Usia penderita
Wanita didiagnosa mioma uteri dalam usia 40-an pada sebagian besar kasus. Tetapi
masih belum diketahui pasti apakah mioma uteri yang terjadi disebabkan oleh
peningkatan formasi atau peningkatan pembesaran secara sekunder terhadap perubahan
hormon pada rentang usia ini (Parker, 2007). Berdasarkan otopsi, Novak menemukan
27% wanita berumur 25 tahun mempunyai sarang mioma. Mioma belum pernah
dilaporkan terjadi sebelum menarke, dan setelah menopause hanya 10% mioma yang
masih tumbuh (Prawirohardjo, 2007).
b. Hormon endogen (Endogenous Hormonal)
Telah dijelaskan di atas bahwa hormon estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan
mioma. Mioma uteri sangat jarang ditemukan pada spesimen yang diambil dari hasil
histerektomi wanita yang telah menopause, hormon estrogen endogen pada wanita-wanita
menopause mempunyai kadar yang rendah atau. Awal menarke (usia di bawah 10 tahun)
dijumpai peningkatan resiko ( RR 1,24) dan menarke lewat (usia setelah 16 tahun)
menurunkan resiko (RR 0,68) untuk menderita mioma uteri sedikit (Parker, 2007).
c. Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama seorang penderita mioma uteri
mempunyai peningkatan 2,5 kali kemungkinan risiko untuk menderita mioma uteri
dibanding dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma
yang mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri mempunyai 2 kali lipat
kekuatan ekspresi dari VEGF-α (a myoma-related growth factor) dibandingkan dengan
penderita mioma yang tidak mempunyai riwayat keluarga penderita mioma uteri (Parker,
2007).
d. Etnik
Dari beberapa penelitian mengenai mioma uteri meliputi rekam medis, dan
pemeriksaan sonografi menunjukkan golongan etnik Afrika-Amerika mempunyai
kemungkinan risiko menderita mioma uteri setinggi 2,9 kali berbanding wanita etnik
caucasia, dan risiko ini tidak mempunyai kaitan dengan faktor risiko yang lain. Didapati
juga wanita golongan Afrika-Amerika menderita mioma uteri dalam usia yang lebih
muda dan mempunyai mioma yang banyak dan lebih besar serta menunjukkan gejala
klinis. Namun masih belum diketahui jelas apakah perbedaan ini adalah karena masalah
genetik atau perbedaan pada kadar sirkulasi estrogen, metabolisme estrogen, diet, atau
peran faktor lingkungan. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa Val/Val genotype untuk
enzim essensial pada metabolisme estrogen, catechol-O-methyltransferase (COMT)
ditemukan sebanyak 47% pada wanita Afrika-Amerika berbanding hanya 19% pada
wanita kulit putih. Wanita dengan genotype ini lebih rentan untuk menderita mioma uteri.
Ini menjelaskan mengapa prevalensi yang tinggi untuk menderita mioma uteri dikalangan
wanita Afrika-Amerika lebih tinggi (Parker, 2007).
e. Berat Badan
Beberapa penelitian menemukan hubungan antara obesitas dan peningkatan insiden
mioma uteri. Suatu studi di Harvard yang dilakukan oleh Dr. Lynn Marshall menemukan
bahwa wanita yang mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT) di atas normal, mempunyai
kemungkinan 30,23% lebih sering menderita mioma uteri (Muzakir, 2008). Salah satu
hasil penelitian prospektif menunjukkan kemungkinan risiko menderita mioma uteri
adalah setinggi 21% untuk setiap kenaikan 10 kg berat badan dan dengan peningkatan
indeks massa tubuh.
Temuan yang sama juga turut dilaporkan untuk wanita dengan 30% kelebihan lemak
tubuh. Ini terjadi karena obesitas menyebabkan pemingkatan konversi androgen adrenal
kepada estrone dan menurunkan hormon sex-binding globulin. Hasilnya menyebabkan
peningkatan estrogen secara biologikal yang bisa menerangkan mengapa terjadi
peningkatan prevalensi mioma uteri dan pertumbuhannya (Parker, 2007).
f. Diet
Beberapa penelitian mengaitkan antara peningkatan terjadinya mioma uteri dengan
konsumsi makanan seperti daging sapi atau daging merah dapat meningkatkan insidensi
mioma uteri, sedangkan sayuran hijau dapat menurunkannya. Studi ini sangat sukar untuk
diintepretasikan karena studi ini tidak menghitung nilai kalori dan pengambilan lemak
tetapi sekadar informasi saja dan juga tidak diketahui dengan pasti apakah vitamin, serat
atau phytoestrogen berhubungan dengan mioma uteri (Parker, 2007).
g. Kehamilan dan paritas
Peningkatan paritas menurunkan insidensi terjadinya mioma uteri. Mioma uteri
menunjukkan karakteristik yang sama dengan miometrium yang normal ketika kehamilan
termasuk peningkatan produksi extracellular matrix dan peningkatan ekspresi reseptor
untuk peptida dan hormon steroid. Miometrium postpartum kembali kepada berat asal,
aliran darah dan ukuran asal melalui proses apoptosis dan diferensiasi. Proses remodeling
ini mempunyai kemungkinan bertanggungjawab dalam penurunan ukuran mioma uteri.
Teori yang lain pula mengatakan pembuluh darah di uterus kembali kepada keadaan atau
ukuran asal pada postpartum dan ini menyebabkan mioma uteri kekurangan suplai darah
dan kurangnya nutrisi untuk terus membesar. Didapati juga ketika kehamilan usia
midreproductive (25-29 tahun) memberikan perlindungan terhadap pembesaran mioma
(Parker, 2007).
h. Kebiasaan merokok
Merokok dapat mengurangi insidensi mioma uteri. Banyak faktor yang bisa
menurunkan bioavalibiltas hormon estrogen pada jaringan seperti: penurunan konversi
androgen kepada estrone dengan penghambatan enzim aromatase oleh nikotin (Parker,
2007).
6. Gambaran Klinis dan Keluhan
Kebanyakan kasus ditemui secara kebetulan karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala
yang dikeluhkan sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada, ukuran tumor,
perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala yang terjadi dapat digolongkan seperti
berikut:
a. Perdarahan abnormal
Gangguan perdarahan yang terjadi umumnya adalah hipermenore, menoragia dan
dapat juga terjadi metroragia. Penyebab perdarahan ini antara lain adalah:
1) pengaruh ovarium sehingga terjadi hiperplasia endometrium sampai adenokarsinoma
endometrium
2) permukaan endometrium yang lebih luas dari biasa
3) atrofi endometrium di atas mioma submukosum
4) miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma di antara
serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya
dengan baik (Prawirohardjo, 2007). Disebabkan permukaan endometrium yang
menjadi lebih luas akibat pertumbuhan mioma, maka lebih banyak dinding
endometrium yang terkikis ketika menstruasi dan ini menyebabkan perdarahan
abnormal. Walaupun menstruasi berat sering terjadi tetapi siklusnya masih tetap
(Hart, 2001).
Perdarahan abnormal ini terjadi pada 30% pasien mioma uteri dan perdarahan
abnormal ini dapat menyebabkan anemia defisiensi besi (Hadibroto, 2005).
b. Nyeri
Rasa nyeri bukanlah gejala yang khas tetapi dapat timbul karena gangguan sirkulasi
darah pada sarang mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan
(Prawirohardjo, 2007). Nyeri panggul yang disebabkan mioma uteri bisa juga disebabkan
degenerasi akibat oklusi vaskuler, infeksi, torsi dari mioma yang bertangkai maupun
akibat kontraksi miometrium yang disebabkan mioma subserosum. Tumor yang besar
dapat mengisi rongga pelvik dan menekan bagian tulang pelvik yang dapat menekan saraf
sehingga menyebabkan rasa nyeri yang menyebar ke bagian punggung dan ekstremitas
posterior (Hadibroto, 2005).
c. Munculnya gejala dan tanda penekanan
Gangguan ini tergantung pada tempat dan ukuran mioma uteri. Penekanan pada
kandung kemih akan menyebabkan poliuri, pada uretra dapat menyebabkan retensio urin,
pada ureter dapat menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rektum dapat
menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan pembuluh limfe di
panggul dapat menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul (Prawirohardjo, 2007).
7. Diagnosa Mioma Uteri
Dapat ditegakkan dengan:
a. Anamnesis
Dari proses tanya jawab dokter dan pasien dapat ditemukan penderita seringkali
mengeluh rasa berat dan adanya benjolan pada perut bagian bawah, kadang mempunyai
gangguan haid dan ada nyeri.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan bimanual akan mengungkap tumor pada uterus, yang umumnya terletak
di garis tengah atau pun agak ke samping,seringkali teraba terbenjol-benjol. Mioma
subserosum dapat mempunyai tangkai yang berhubung dengan uterus (Prawirohardjo,
2007).
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Ultra Sonografi (USG): mioma uteri yang besar paling bagus didiagnosis dengan
kombinasi transabdominal dan transvaginal sonografi. Gambaran sonografi mioma
kebiasaanya adalah simetrikal, berbatas tegas, hypoechoic dan degenerasi kistik
menunjukkan anechoic.
2) Magnetic Resonance Imagine (MRI): lebih baik daripada USG tetapi mahal. MRI
mampu menentukan ukuran, lokasi dan bilangan mioma uteri serta bisa
mengevaluasi jarak penembusan mioma submukosa di dalam dinding miometrium
(Parker, 2007).
8. Diagnosa Banding
Diagnosa banding yang perlu dipikirkan adalah tumor abdomen di bagian bawah atau
panggul ialah mioma subserosum dan kehamilan; mioma submukosum yang dilahirkan
harus dibedakan dengan inversio uteri; mioma intramural harus dibedakan dengan suatu
adenomiosis, khoriokarsinoma, karsinoma korporis uteri atau suatu sarkoma uteri
(Prawirohardjo, 2007).
9. Komplikasi Mioma Uteri
a. Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leimiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh
mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru
ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang telah dilakukan. Kecurigaan akan
keganasan uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran
sarang mioma pada masa menopause (Prawirohardjo, 2007).
b. Torsi (Putaran Tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi
akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah sindrom abdomen akut.
Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini hendaklah dibedakan
dengan suatu keadaan di mana terdapat banyak sarang mioma dalam rongga peritoneum
(Prawirohardjo, 2007). Sarang mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi oleh karena
gangguan sirkulasi darah (Prawirohardjo, 2007).
10. Penatalaksanaan Mioma Uteri
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55% dari semua mioma uteri
tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam bentuk apa pun, terutama apabila mioma itu
masih kecil dan tidak menimbulkan gangguan. Walaupun demikian, mioma uteri
memerlukan pengamatan setiap 3-6 bulan.
Penanganan mioma uteri menurut usia, paritas, lokasi dan ukuran tumor terbagi kepada:
a. Terapi medisinal (hormonal)
Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis memberikan
hasil yang baik memperbaiki gejala klinis mioma uteri. Tujuan pemberian GnRH agonis
adalah mengurangi ukuran mioma dengan mengurangi produksi estrogen dari ovarium.
Pemberian GnRH agonis sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan mengurangi
vaskularisasi pada tumor sehingga akan memudahkan tindakan pembedahan. Terapi
hormonal yang lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat progesteron akan
mengurangi gejala pendarahan tetapi tidak mengurangi ukuran mioma uteri (Hadibroto,
2005).
b. Terapi pembedahan
Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut American College of obstetricians and
Gyneclogist (ACOG) dan American Society of Reproductive Medicine (ASRM) adalah
1) Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif
2) Curiga adanya keganasan
3) Pertumbuhan mioma pada masa menopause
4) Infertilitas karena ganggaun pada cavum uteri maupun karena oklusi tuba
5) Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu
6) Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
7) Anemia akibat perdarahan (Hadibroto,2005).
Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi atau histerektomi.
A. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan uterus.
Miomektomi ini dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan fungsi
reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerektomi. Tindakan ini dapat dikerjakan
misalnya pada mioma submukosum dengan cara ekstirpasi lewat vagina
(Prawirohardjo, 2007).
Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi maupun
dengan laparoskopi. Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding abdomen untuk
mengangkat mioma dari uterus. Keunggulan melakukan miomektomi adalah
lapangan pandang operasi yang lebih luas sehingga penanganan terhadap perdarahan
yang mungkin timbul pada pembedahan miomektomi dapat ditangani dengan segera.
Namun pada miomektomi secara laparotomi risiko terjadi perlengketan lebih besar,
sehingga akan mempengaruhi faktor fertilitas pada pasien, disamping masa
penyembuhan paska operasi lebih lama, sekitar 4-6 minggu.
Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan terhadap mioma submukosum
yang terletak pada kavum uteri.Keunggulan tehnik ini adalah masa penyembuhan
paska operasi sekitar 2 hari. Komplikasi yang serius jarang terjadi namun dapat
timbul perlukaan pada dinding uterus, ketidakseimbangan elektrolit dan perdarahan.
Miomektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi. Mioma yang
bertangkai diluar kavum uteri dapat diangkat dengan mudah secara laparoskopi.
Mioma subserosum yang terletak didaerah permukaan uterus juga dapat diangkat
dengan tehnik ini. Keunggulan laparoskopi adalah masa penyembuhan paska operasi
sekitar 2-7 hari. Resiko yang terjadi pada pembedahan ini termasuk perlengketan,
trauma terhadap organ sekitar seperti usus, ovarium,rektum serta perdarahan. Sampai
saat ini miomektomi dengan laparoskopi merupakan prosedur standar bagi wanita
dengan mioma uteri yang masih ingin mempertahankan fungsi reproduksinya
(Hadibroto, 2005).
B. Histerektomi
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya adalah tindakan
terpilih (Prawirohardjo, 2007).Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30%
dari seluruh kasus. Histerektomi dijalankan apabila didapati keluhan menorrhagia,
metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia
kehamilan 12-14 minggu (Hadibroto, 2005).
Tindakan histerektomi dapat dilakukan secara abdominal (laparotomi), vaginal
dan pada beberapa kasus dilakukan laparoskopi. Histerektomi perabdominal dapat
dilakukan dengan 2 cara yaitu total abdominal hysterectomy (TAH) dan subtotal
abdominal histerectomy (STAH). Masing-masing prosedur ini memiliki kelebihan
dan kekurangan. STAH dilakukan untuk menghindari resiko operasi yang lebih besar
seperti perdarahan yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan
rektum. Namun dengan melakukan STAH kita meninggalkan serviks, di mana
kemungkinan timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Pada TAH, jaringan
granulasi yang timbul pada tungkul vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret
vagina dan perdaraahn paska operasi di mana keadaan ini tidak terjadi pada pasien
yang menjalani STAH.
Histerektomi juga dapat dilakukan pervaginam, dimana tindakan operasi tidak
melalui insisi pada abdomen. Secara umum histerektomi vaginal hampir seluruhnya
merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang dibuka sangat
minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat diminimalisasi.
Maka histerektomi pervaginam tidak terlihat parut bekas operasi sehingga
memuaskan pasien dari segi kosmetik. Selain itu kemungkinan terjadinya
perlengketan paska operasi lebih minimal dan masa penyembuhan lebih cepat
dibandng histerektomi abdominal.
Histerektomi laparoskopi ada bermacam-macam tehnik. Tetapi yang dijelaskan
hanya 2 iaitu; histerektomi vaginal dengan bantuan laparoskopi (Laparoscopically
assisted vaginal histerectomy / LAVH) dan classic intrafascial serrated edged
macromorcellated hysterectomy (CISH) tanpa colpotomy. Pada LAVH dilakukan
dengan cara memisahkan adneksa dari dinding pelvik dengan memotong mesosalfing
kearah ligamentum kardinale dibagian bawah, pemisahan pembuluh darah uterina
dilakukan dari vagina. CISH pula merupakan modifikasi dari STAH, di mana lapisan
dalam dari serviks dan uterus direseksi menggunakan morselator. Dengan prosedur
ini diharapkan dapat mempertahankan integritas lantai pelvik dan mempertahankan
aliran darah pada pelvik untuk mencegah terjadinya prolapsus. Keunggulan CISH
adalah mengurangi resiko trauma pada ureter dan kandung kemih, perdarahan yang
lebih minimal,waktu operasi yang lebih cepat, resiko infeksi yang lebih minimal dan
masa penyembuhan yang cepat. Jadi terapi mioma uteri yang terbaik adalah
melakukan histerektomi. Dari berbagai pendekatan, prosedur histerektomi
laparoskopi memiliki kelebihan karena masa penyembuhan yang singkat dan angka
morbiditas yang rendah dibanding prosedur histerektomi abdominal (Hadibroto,
2005).
B. Mioma Uteri
Definisi
Mioma adalah suatu pertumbuhan jinak dari sel-sel otat polos, sedangkan untuk otot-otot
rahim disebut dengan mioma uteri.3 Mioma uteri tersebut berbatas tegas, tidak berkapsul, yang
berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasanya juga disebut fibromioma uteri,
leiomioma uteri atau uterine fibroid. Ukurannya bervariasi mulai dari sebesar kepala jarum
hingga sebesar melon, sedangkan beratnya pernah dilaporkan mencapai 20 pon.6
Epidemiologi
Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39-11,7% pada semua penderita ginekologik yang
dirawat. Selain itu dilaporkan juga ditemukan pada kurang lebih 20-25% wanita usia reproduksi
dan meningkat 40% pada usia lebih dari 35 tahun.
Mioma uteri belum pernah dilaporkan terjadi sebelum menarche, sedangkan setelah
menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih bertumbuh.6
Etiologi
Etiologi pasti belum diketahui, tetapi terdapat korelasi antara pertumbuhan tumor dengan
peningkatan reseptor estrogen-progesteron pada jaringan mioma uteri. Hal tersebut tampak pada
mioma yang biasanya membesar pada saat kehamilan dan mengecil setelah menopause. Selain
itu, adanya faktor predisposisi yang bersifat herediter, factor hormon pertumbuhan dan Human
Placental Lactogen ikut mempengaruhi pertumbuhan dari mioma.6
Faktor-faktor yang meningkatkan angka kejadian mioma yaitu :
Wanita ras afrika-karibia
Peningkatan usia, nuligravida
Obesitas
Faktor-faktor yang menurunkan angka kejadian mioma antara lain :
Merokok
Penggunaan pil kombinasi kontrasepsi oral
Kehamilan aterm.6
Patofisiologi
Meskipun mioma cukup umum ditemukan, tidak begitu banyak yang bergejala. Timbulnya
gejala tergantung terutama pada kombinasi ukuran, jumlah dan letak mioma. Secara umum,
pertumbuhan mioma merupakan akibat stimulasi estrogen, yang ada hingga menopause. Seiring
berjalannya waktu, mioma yang awalnya asimtomatik dapat tumbuh dan menjadi bergejala.
Sebaliknya, banyak mioma yang menyusut seiring menopause dimana stimulasi estrogen
menghilang dan banyak gejala yang berkaitan dengan mioma hilang segera setelah menopause.6
Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori genioblast. Percobaan Lipschultz
yang memberikan estrogen kepada kelinci percobaan ternyata menimbulkan tumor fibromatosa
baik pada permukaan maupun pada tempat lain dalam abdomen. Efek fibromatosa ini dapat
dicegah dengan pemberian preparat progesterone atau testosterone. Pukka dan kawan-kawan
menyatakan bahwa reseptor estrogen pada mioma lebih banyak didapati daripada miometrium
normal. Menurut Meyer, asal mioma adalah sel imatur, bukan dari selaput otot yang matur.1
Klasifikasi
Mioma digolongkan berdasarkan lokasi dan ke arah mana mereka tumbuh. Mioma
memiliki pseudokapsul yang berasal dari sel otot polos uterus yang terkompresi dan hanya
memiliki beberapa pembuluh darah dan pembuluh limfe.
Ada tiga kategori mioma pada rahim:
1. Mioma submukosa
Mioma yang tumbuh dari dinding uterus paling dalam sehingga menonjol ke dalam uterus.
Jenis ini juga dapat bertangkai atau berdasar lebar.
Mioma submukosa dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui
saluran serviks disebut mioma geburt. Hal ini dapat menyebabkan dismenore, namun ketika
telah dikeluarkan dari serviks dan menjadi nekrotik, akan memberikan gejala pelepasan
darah yang tidak regular.
2. Mioma intramural
Mioma intramural merupakan mioma yang paling banyak ditemukan. Jenis mioma ini
seluruhnya atau sebagian besar tumbuh diantara lapisan uterus yang paling tebal dan paling
tengah yaitu miometrium.
3. Mioma subserosa
Mioma subserosa tumbuh keluar dari lapisan tipis uterus yang paling luar yaitu serosa.
Jenis mioma ini dapat bertangkai (pedunculated) atau memiliki dasar lebar. Jenis mioma ini
merupakan kedua terbanyak ditemukan.6
Peningkatan jumlah perdarahan menstrual pada penderita mioma dihubungkan dengan:
1. Peningkatan luas permukaan endometrium
2. Produksi prostaglandin.6
Gejala dan Tanda
Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan
ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang timbul sangat tergantung pada
tempat sarang mioma ini berada, besarnya tumor, perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala
yang mungkin timbul yaitu:
1. Perdarahan abnormal, yaitu dapat berupa hipermenore, menoragia dan dapat juga
metroragia merupakan yang paling banyak terjadi.
Beberapa faktor yang menjadi penyebab perdarahan ini, antara lain adalah:
a. Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai
adenokarsinoma endometrium
b. Permukaan endometrium yang lebih luas daripada biasa
c. Atrofi endometrium di atas mioma submukosum
d. Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma di antara
serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya
dengan baik.
2. Rasa nyeri yang mungkin timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma, yang
disertai nekrosis setempat dan peradangan. Pada mioma submukosum yang akan
dilahirkan, pula pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis dapat juga
menyebabkan dismenore. Namun gejala-gejala tersebut bukanlah gejala khas pada mioma
uteri.
3. Gejala dan tanda penekanan yang tergantung pada besar dan tempat mioma uteri. Gejala
yang timbul dapat berupa poliuri, retention uteri, obstipasi serta edema tungkai dan nyeri
panggul.1
Pada mioma geburt, gejala yang menonjol berupa perdarahn pervaginam di antara siklus
haid yang bervariasi mulai dari perdarahan bercak hingga perdarahan masif. Darah yang keluar
berupa darah segar dan kadng disertai nyeri sehingga dapat diduga sebagai haid yang
memanjang. Selain itu, mioma submukosa juga dapat menyebabkan perdarahan intermenstrual,
perdarahan post coital, perdarahan vaginal terus-menerus atau dismenore.6
Kriteria Diagnosis
1. Pembesaran rahim (bisa simetris ataupun berbenjol-benjol)
2. Umumnya disertai dengan perdarahan (menometroragia)
3. Sering kali membesar pada saat kehamilan3
Diagnosis mioma geburt ditegakkan atas beberapa hal, yaitu :
1. Anamnesis, teraba massa menonjol keluar dari jalan lahir yang dirasakan bertambah panjang
serta adanya riwayat perdarahan pervaginam terutama pada perempuan di usia 40an, kadang
dikeluhkan juga perdarahan kontak.
2. Pemeriksaan fisik
a. Pada pemeriksaan abdomen luar kemungkinan tidak didapatkan kelainan, namun dapat
juga ditemukan pada palpasi bimanual uterus yang bentuknya tidak regular, tidak lunak
atau penonjolan yang berbenjol-benjol yang keras pada palpasi.
b. Pada pemeriksaan ginekologik teraba massa yang keluar dari OUE (kanalis servikalis),
lunak, mudah digerakkan, bertangkai, serta mudah berdarah. Melalui pemeriksaan
inspekulo terlihat massa keluar OUE (kanalis servikalis) berwarna pucat.
3. Pemeriksaan penunjang
a. USG ginekologik untuk menentukan jenis tumor dalam rongga pelvis.
b. Histerografi untuk menilai pasien mioma submukosa dengan infertilitas.
c. Laboratorium : darah lengkap, urine lengkap, tes kehamilan.6
Diagnosis Diferensial
1. Kehamilan
2. Neoplasma ovarium
3. Adenomiosis
4. Kanker/ Karsinoma uterus6
Informed Consent
Pada tindakan pembedahan harus dibuat informed consent, khususnya menyangkut beberapa hal
di bawah ini:
1. Pada tindakan miomektomi bisa terjadi kekambuhan ataupun kemungkinan kerobekan
rahim bila penderita hamil/melahirkan
2. Kemungkinan mengangkat rahim (histerektomi) selalu ada, walaupun pada awalnya
hanya direncanakan miomektomi saja
3. Walaupun hanya dilakukan miomektomi, kemungkinan infertilitas pasca tindakan sangat
mungkin terjadi
4. Bila dilakukan histerektomi, perlu penjelasan bahwa penderita tidak lagi mengalami haid
dan tidak mungkin hamil.6
Perawatan Rumah Sakit
1. Perbaikan keadaan umum (misalnya keadaan anemis gravis atau perdarahan hebat)
2. Persiapan pembedahan3
Penatalaksanaan
Penanganan mioma uteri tergantung pada umur, status fertilitas, paritas, lokasi dan ukuran
tumor, sehingga biasanya mioma yang ditangani yaitu yang membesar secara cepat dan bergejala
serta mioma yang diduga menyebabkan fertillitas. Secara umum, penanganan mioma uteri
terbagi atas penanganan mioma uteri terbagi atas penanganan konservatif dan operatif.
Penanganan konservatif bila mioma berukuran kecil pada pra dan post menopause tanpa
gejala. Cara penanganan konservatif adalah sebagai berikut :
Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
Bila anemi (Hb < 8 gr/dl) → transfusi PRC
Pemberian zat besi
Pemberian agonis hormon pelepas gonadotropin (GnRHa) yaitu Leuprolid asetat 3,75 mg
intramuskular pada hari 1-3 menstruasi setiap minggu sebanyak 3 kali.
Manajemen simtomatik mioma uteri biasanya diberikan demi kenyamanan pasien dan
menunda pengobatan bisa dimengerti pada pasien yag tidak bergejala atau dengan gejala ringan
yang dapat ditoleransi. Meskipun pengobatan non-operatif biasanya tidak memberikan
kesembuhan permanen, namun terapi dengan obat-obatan seperti NSAID, pil kontrasepsi oral,
progestin, androgen dan analog GnRH biasanya diberikan.
Analog GnRH menyebabkan keadaaan hipogonadotropik-hipogonadal; jadi obat-obatan ini
menghasilkan menopause kimiawi yang temporer dan reversibel yang dapat mengecilkan volume
mioma hingga 50% dengan cara menurunkan konsentrasi estrogen yang beredar dalam darah
dengan hasil maksimal setelah tiga bulan terapi. Analog GnRH juga memiliki beberapa
kegunaan sebelum tindakan operatif dilakukan :
Mengurangi jumlah darah yang terbuang pada saat operasi dan perlunya transfusi darah.
Meningkatkan kemungkinan operasi dengan cara insisi suprapubik transversal dibandingkan
insisi midline
Mengurangi resiko histerektomi ketika miomektomi direncanakan.
Penanganan operatif bila:
Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus pada kehamilan 12-14 minggu
Pertumbuhan tumor cepat
Mioma subserosa bertangkai dan torsi
Bisa dapat menjadi penyulit pada kehamilan berikutnya.
Hipermenorea pada mioma submukosa
Penekanan pada organ sekitarnya
Jenis operasi yang dilakukan berupa:
1. Miomektomi, dilakukan pada penderita infertil atau yang masih menginginkan anak.
Pendekatan pada tumor dilakukan melalui dinding uterus dimana mioma dibuka dengan
diseksi tajam dan tumpul, pseudokapsul dapat mengakibatkan diseksi sulit untuk dilakukan.
Mioma diangkat dengan bantuan obeng mioma, rongga yang terbentuk akibat mioma
kemudian dijahit dan dinding uterus dilipat untuk membawa garis jahitan serendah mungkin
sehingga mengurangi resiko perlekatan dengan vesika urinaria.
2. Histerektomi, dilakukan pada pasien yang tidak menginginkan anak lagi, terbagi atas dua
macam, yaitu :
a. Histerektomi abdominal, dilakukan bila tumor besar terutama mioma intraligamenter,
torsi dan akan dilakukan ooferektomi
b. Histereketomi vaginal, dilakukan bila tumor kecil (ukuran < uterus gravid 12 minggu)
atau disertai dengan kelainan di vagina misalnya rektotel, sistokel, atau enterokel.
Embolisasi arteri uterus kini semakin banyak digunakan untuk menangani mioma dengan
pendekatan yang kurang invasif. Tujuannya adalah untuk mengurangi suplai darah ke mioma
sehingga menyebabkan degenerasi dan nekrosis.6
Terapi
1. Observasi
Bila ukuran uterus lebih kecil dari ukuruan uterus kehamilan 12 minggu, tanpa disertai
penyulit lain
2. Ekstirpasi
Biasanya untuk mioma submukosa bertangkai atau mioma lahir/geburt, umumnya
dilanjutkan dengan tindakan dilatasi/kuretase.
3. Laparatomi/Miomektomi
Bila fungsi reproduksi masih diperlukan dan secara teknis memungkinkan untuk dilakukan
tindakan tersebut. Biasanya untuk mioma intramural, subserosa dan subserosa bertangkai,
tindakan ini telah cukup memadai
4. Laparatomi/Histerektomi
Dilakukan apabila:
a. Fungsi reproduksi tak diperlukan lagi
b. Pertumbuhan tumor sangat cepat
c. Sebagai tindakan hemostasis, yakni dimana terjadi perdarahan yang terus-
menerus dan banyak serta tidak membaik dengan pengobatan.
Histerektomi yang diupayakan untuk dilakukan adalah histerektomi totalis tanpa ooforektomi
(kastrasi). Histerektomi subtotalis dilakukan bila terdapat kesulitan untuk melakukan
histerektomi totalis
Untuk wanita yang berusia > 50 tahun dapat dilakukan ooforektomi bilateral, kemudian
pasien dipersiapkan untuk mendapat substitusi hormonal. Sebelum melakukan pembedahan,
dianjurkan untuk melakukan penilaian terhadap serviks dengan pemeriksaan Pap’s smear.3
Komplikasi
1. Perdarahan
2. Anemia
3. Infeksi atau degenerasi (kistik maupun merah)
4. Mioma subserosa bertangkai kadang-kadang terpuntir (twisted) yang mengakibatkan
abdomen akut
5. Perlekatan pascamiomektomi
6. Terjadinya ruptura/kerobekan rahim, apabila penderita hamil setelah tindakan miomektomi.3
Komplikasi yang dapat terjadi pada mioma uteri secara umum, yaitu:
1. Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh mioma;
serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan
pada pemeriksaan histopatologi uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan
uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma
dalam menopause.
2. Torsi (putaran tangkai)
Sarang mioma yang bertangkaindapat mengalami torsi, timbul gangguan sirkulasi akut
sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadi sindrom abdomen akut. Jika torsi
terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini hendaknya dibedakan dengan
suatu keadaan dimana terdapat banyak sarang mioma dalam rongga peritoneum. Sarang
mioma dapat mengalami nekrosis dan infeksi yang diperkirakan karena gangguan sirkulasi
darah padanya. Misalnya terjadi pada mioma yang dilahirkan hingga perdarahan berupa
metroragia atau menoragia disertai leukore dan gangguan-gangguan yang disebabkan oleh
infeksi uterus sendiri.1