Upload
ngohuong
View
229
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN FRANCHISE
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG TENTANG HAK ATAS
KEKAYAAN INTELEKTUAL
SKRIPSI
DiajukanUntuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
AMORES HENDRA
020200152
Departemen Hukum Keperdataan
Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN FRANCHISE
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG TENTANG HAK ATAS
KEKAYAAN INTELEKTUAL
SKRIPSI
DiajukanUntuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
AMORES HENDRA
020200152
Departemen Hukum Keperdataan
Program Kekhususan Hukum Perdata Dagang
Menyetujui,
Ketua Departemen
PROF. DR. TAN KAMELLO, SH., MS
NIP. 131 764 556
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
PROF. DR. RUNTUNG, SH, M.Hum
2008
EDY IKHSAN, SH, MA
NIP. 131 460 769 NIP. 131 796 147
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITASSUMATERA UTARA
MEDAN
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan rahmatnya yang telah diberikan-Nya baik yang disadari maupun yang tidak disadari. Puji Tuhan, karena dengan segala keterbatasan dari penulis Tuhan telah memberikan kesempatan untuk dapat menyelesaikan pendidikan sebagaimana yang penulis inginkan dari dahulu.
Puji Tuhan, tiada ungkapan yang lebih pantas diungkapkan selain rasa syukur yang sedalam-dalamnya kepada Tuhan Yang Maha Esa , karena berkat pertolongan-Nyalah akhirnya penulis dapat berhasil meyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera dan merampungkan penulisan skripsi yang berjudul: “TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN FRANCHISE BERDASARKAN UNDANG-UNDANG TENTANG HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL”
Sesungguhnya banyak pihak yang memberikan dorongan dan pencerahan serta dukungan dan bantuan dalam penulisan skripsi ini, sehingga penulis merasa sangat berhutang budi terhadap mereka yang telah memberikan kontribusi dan wawasan keilmuan di bidang hukum. Melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih, penghormatan dan penghargaan yang tinggi kepada :
1. Prof. Dr. Runtung, SH., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan juga selaku Dosen Pembimbing I di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. Dr. Suhaidi, SH., M.H., selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
3. Syafruddin Hasibuan, SH., selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara. 4. M. Husni, S.H., M. Hum., selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara. 5. Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S., selaku Ketua Departemen Hukum
Universitas Sumatera Utara 6. Edy Ikhsan SH., M.A., selaku Dosen Pembimbing II di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara.
7. Puspa Melati Hasibuan, SH., M.Hum., selaku Dosen Penasehat
Akademik.
8. Dan seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, terima kasih atas segala bimbingan dan ilmu yang diberikan. Dan seluruh Tenaga
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
Administrasi serta staf Pegawai Tata Usaha Fakultas Hukum Uniersitas Sumatera Utara.
9. Secara Khusus Penulis juga ingin, mengungkapkan penghargaan dan
penghormatan seta menghaturkan ribuan terima kasih kepada seluruh keluargaku:
a. Ayahanda tercinta Denny L. Tobing S.H. Saya sangat mengucapkan
terima kasih kepada bapak, disamping bapak adalah orang tua saya, bapak juga telah memberikan inspirasi dan, menjadi panutan saya dari dulu, kini hingga di masa-masa yang akan datang.
b. Ibunda tersayang Nursiah Sibarani atas segala kasih sayang, cinta,
nasehat, doa dan perjuanganmu yang tidak henti-hentinya hingga saya bisa menjadi seperti ini. Apa jadinya aku tanpa kesabaran, ketabahanmu, do’amu terus memayungiku dalam menghadapi kerasnya hidup ini. Mak, melalui skripsi ini aku ingin mengucapakan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya, meskipun ini hanyalah skripsi yang jauh dari layak, tapi aku percaya di kemudian hari aku akan dapat berbuat sesuatu yang lebih baik lagi yang bisa membuatmu bangga.
c. Opung tercinta Alm. Panangian Sibarani (opung laki-laki) dan Lince
Boru Simalango (opung perempuan) terimakasih atas segala apa yang telah diberikannya kepadaku. Mulai dari kecil aku di asuh oleh opung sampai awal masuk kuliah aku juga tinggal bersama opung, namun aku tak dapat membalasnya dan dalam skripsi ini aku baru dapat mengatakan kalo aku saying opung dan ku ucapkan banyak terima kasih atas kasih sayang dan perhatiannya kepada ku.
d. Buat adek ku tersayang Andreas Yohansen, dek walaupun kita sering
banyak berselisih namun banyak dorongan darimu agar abang selalu ingat untuk serius kuliah, dan dengan adanya skripsi ini abang ingin ucapkan banyak-banyak terimakasi atas pada dorongan dan masukan-masukannya.
e. Buat orang yang kusayangi dan kucintai Kristina Natalia Tambun, Terimakasi atas perhatian dan segala dorongan yang telah adek berikan, tanpa adek mungkin abang tidak dapat menyelesaikan Skripsi ini, sekali lagi abang ucapkan banyak-banyak terimakasih.
f. Buat Keluarga besar Sibarani dimana saja, Tante Pudan, Tante
Tengah, Inagtua Gede, Inangtua Dian, Tulang Palti, Nanguda Anes dan masih banyak yang lainnya yang tidak dapat lagi saya sebutkan terima kasih yang sebesar-besarnya dari dalam lubuk hati yang paling dalam atas perhatian dan nasehat yang telah diberikan kepada saya.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
g. Buat Keluarga Namboru dan Amang boru Lina di Tarutung, Namboru dan Amang boru Belawan Serta Seluruh keluarga besar Tobing dimana saja, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dari dalam lubuk hati yang paling dalam atas perhatian dan nasehat yang telah diberikan kepada saya.
10. Sahabat-sahabatku seperjuangan, Rajak, Hiras, Marimbun, David, Hitler, Mada, Roy, Jakky, Aan dan seluruh angkatan 2002.
Kiranya tidak lah cukup kata-kata yang dapat penulis sampaikan kepada mereka yang telah mendorong dan memberikan nasehat dan bimbingan dalam menghadapi perjuangan hidup ini. Semoga Tuhan yang akan membalas kebaikan mereka.
Tak ada gading yang tak retak. Sebagai karya anak manusia, skripsi ini tidak luput dari kesalahan. Kepada para pembacalah Penulis mengharapkan agar dapat membaca dan menyimak lembar demi lembar, kata demi kata, kalimat demi kalimat dalam skripsi ini dan untuk kemudian memberikan kritik dan saran untuk membenahi apa saja yang terasa kurang dalam skripsi ini. Bila ada kebenaran dalam skripsi ini, sesungguhnya itu datang dari Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Sempurna. Adapun bila terdapat banyak kesalahan dan kekhilafan itu dikarenakan penulis juga merupakan manusia biasa.
Akhirnya penulis memohon kepada Tuhan agar skripsi bermanfaat bagi penulis khususnya dan juga bagi pembaca dan dunia pendidikan pada umumnya. Terpujilah Tuhan dalam Nama Bapa, Anak dan Roh Kudus atas apa yang telah diberikan-Nya kepadaku. Karena hanya karena-Nya lah skripsi ini dapat saya tulis dan persembahkan.
Medan, Juni 2008 Penulis
AMORES HENDRA
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………….. i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………... iv
ABSTRAKSI………………………………………………………………… vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ………………………………………………… 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………………… 8
D. Keaslian Penulisan…………………………………………………... 9
E. Tinjauan Kepustakaan …………………………………………….... 10
F. Metode Penulisan……………………………………………………. 13
G. Sistematika Penulisan ……………………………………………….. 14
BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG FRANCHISE
A. Istilah dan Pengertian Franchise……………………………………. 16
B. Sejarah dan Pertumbuhan Franchise di Indonesia………………….. 23
C. Bentuk-bentuk Franchise…………………………………………… 27
D. Peraturan Hukum Franchise di Indonesia…………………………... 29
1. Undang-undang Merek, Paten dan Hak Cipta………………….. 29
2. Undang-undang Penanaman Modal Asing sebagai
Dasar Hukum…………………………………………………… 33
3. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Republik Indonesia No. 259/MPP/KEP/1997
Tanggal 30 Juli 1997…………………………………………… 35
BAB III GAMBARAN UMUM HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL
A. Latar Belakang Munculnya Hak Kekayaan Intelektual…………… 39
B. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual…………………………….. 43
C. Ruang Lingkup Hak Kekayaan Intelektual……………………….. 45
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
BAB IV FRANCHISE DITINJAU DARI HAK ATAS KEKAYAAN
INTELEKTUAL
A. Unsur-unsur Hak atas Kekayaan Intelektual
yang Terdapat Dalam Franchise…………………………………. 59
1. Paten Sebagai Bentuk Kepemilikan dalam Franchise………… 64
2. Merek Sebagai Bentuk Logo dalam Industri Franchise………. 66
3. Hak Cipta sebagai Salah Satu Bentuk
Kekayaan Modal dalam Melaksanakan Industri Franchise…... 67
B. Ketentuan-Ketentuan Hukum Hak Kekayaan Intelektual
yang Terkait dengan Masalah Franchise…………………………. 69
C. Keterkaitan Hak Kekayaan Intelektual
di dalam Pengaturan Bisnis Franchise……………………………. 72
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………….. 75
B. Saran………………………………………………………………. 76
DAFTAR PUSTAKA
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
ABSTRAKSI
Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum.1
Edy Ikhsan, S.H., M.A
2
Amores Hendra
3
1 Dosen Pembimbing I, Dekan Fakultas Hukum dan Staf Pengajar Fakultas Hukum USU. 2 Dosen Pembimbing II, Staf Pengajar Fakultas Hukum USU. 3 Mahasiswa Fakultas Hukum USU, NIM : 020200152
Kehidupan manusia di jaman modern ini begitu cepat berputar, setiap hari kita dipaksa oleh sistem untuk bekerja dan bekerja demi mempertahankan hidup. Sudah bukan jamannya lagi hidup bersantai-santai karena persaingan begitu ketat, sehingga mereka yang tidak dapat bertahan dalam persaingan pada akhirnya akan tersisih. Kehidupan yang serba cepat memacu manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara cepat pula. Pemenuhan kebutuhan hidup secara cepat telah membuka peluang bagi pelaku bisnis untuk memikirkan pola pendistribusian barang atau jasa dengan baik dan tepat.
Hal di atas hanya ingin menunjukan bahwa begitu banyak perubahan yang terjadi pada dasawarsa ini, begitu pula dengan pelaku bisnis yang dituntut untuk terus berusaha semampunya agar dapat survive dalam masa sekarang, dimana persaingan sangat ketat, sedangkan perekonomian di Indonesia masih dalam keadaan yang belum kembali normal. Pelaku bisnis di Indonesia didominasi oleh pengusaha kecil dan menengah yang harus sudah mulai memikirkan nasibnya agar dapat bertahan terus. Salah satu cara untuk bertahan adalah adanya inovasi di bidang ekonomi yang berbentuk barang maupun jasa, dimana hasil inovasi tersebut dapat menjadi modal dasar dalam pengembangan ekonomi, dan dengan adanya Hukum Hak Kekayaan Intelektual akan menjamin dan menjadi dasar hukum dalam kepemilikan hasil inovasi tersebut.
Dalam dunia Internasional, globalisasi sebagai hal yang mau tidak mau akan mempengaruhi kegiatan perekonomian di Indonesia merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan pula dalam rangka melakukan aktifitas bisnis seperti layaknya franchise, dimana dalam pengembangan dan penerapan bisnis Franchise dibutuhkan adanya suatu bentuk peraturan yang dapat menjamin bagian dari franchise itu sendiri, baik itu subjek maupun objeknya, sehingga pada akhirnya tidak akan menyebabkan permasalahan di antara para pihak sebagai pelaku bisnis franchise. Di dalam perjanjian franchise para pihak mempunyai tugas dan kewajibannya masing-masing, dimana kedua belah pihak dituntut untuk memenuhi tugas dan kewajibannya masing-masing.
Setelah melalui beberapa tahap dan proses akhirnya penelitian yang dilakukan memberikan jawaban bahwa apabila terjadi suatu peristiwa di dalam Perjanjian Franchise maka Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual dapat menjadi sandaran hukum dan jaminan bagi pihak yang mempunyai kepemilikan dari hasil inovasi yang telah dia dapat.
Kata Kunci : Perjanjian Franchise, Hak atas Kekayaan Intelektual
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Saat ini pengembangan usaha melalui sistem franchise (waralaba) mulai
banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Dalam kaitannya
dengan hal tersebut, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Departemen
Perdagangan Republik Indonesia, menugaskan Institut Pendidikan dan Pembinaan
Manajemen (IPPM) untuk mengadakan suatu penelitian mengenai kebijaka-
kebijakan yang perlu diambil untuk membina, mengembangkan, dan melindungi
usaha franchise di Indonesia.
Sebagai suatu cara pemasaran dan distribusi, Franchise merupakan
alternatif lain di samping saluran konvensional yang dimiliki perusahaan sendiri.
Cara ini memungkinkan untuk mengembangkan saluran eceran yang berhasil
tanpa harus membutuhkan investasi besar-besaran dari perusahaan induknya.
Bisnis Franchising, bagaimanapun bentuknya bertujuan untuk memperpanjang
atau memperlebar dunia bisnis dan industri. Hal ini tidak dapat disamakan dengan
bisnis penyewaan seragam, ataupun dokter gigi. Singkatnya aktivitas ini dapat
digunakan dibanyak kegiatan ekonomis dimana sistemnya terbentuk karena
adanya manufacture, proses dan/atau distribusi barang-barang atau usaha
pemberian jasa. Inilah sistem dan masalah subjek dari franchising.
Dalam perkembangan ekonomi pasar di banyak negara, penjualan barang
dan jasa melalui model franchising tumbuh dengan pesat sejak tahun 1950-an.
Tentu saja hal ini diestimasikan demikian. Di Amerika Serikat misalnya,
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
banyaknya bentuk franchising terdapat lebih dari tiga digit retail sales yang
berkembang. Di Australia diperkirakan banyaknya franchise fast food untuk 90%
atau lebih dari total penjualan dalam suatu pasar. Ini semua merupakan laporan
yang setidaknya mewakili bahwa franchising dipraktikan secara bersamaan oleh
lebih dari 70 negara di seluruh dunia4
Pada saat sekarang ini, franchising yang ada merupakan “generasi kedua”
yang biasa disebut dengan ”format bisnis franchise”. Format bisnis franchise pada
dasarnya adalah suatu pembiakan komersial dimana “franchisor” yang
mempunyai produk atau jasa yang ingin dijual, lalu perusahaan tersebut memilih
untuk tidak memperluas usahanya sendiri melainkan menjual hak untuk
menggunakan namanya, produk atau jasanya kepada “franchisee” yang
.
Cepatnya perkembangan dan suksesnya bisnis waralaba ini disebabkan
oleh beberapa faktor. Faktor yang paling mendasar adalah bisnis ini merupakan
kombinasi dari pengetahuan dan kekuatan satu usaha bisnis yang sudah ada/
mapan. Pemilik nama bisnis franchising (Franchisor) dengan semangat
entrepreneur sebagai pelaku bisnis di satu pihak. Di lain pihak terdapat penerima
franchising (franchisee) yang dengan segala kemungkinan dapat mengembangkan
beberapa bisnis franchising berdasarkan kondisi pasar setempat. Bagaimanapun
juga bisnis ini hanya dapat dijalankan oleh organisasi yang stabil yang dapat
berkembang, termotivasi dan sungguh-sungguh menjalankan inti bisnis kecil
dengan penuh semangat
4 Suyud Margono dan Amir Angkasa, Komersialisasi Aset Intelektual Aspek Hukum Bisnis, Gramedia, Jakarta, 2002, Hal. 67
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
menjalankan tokonya secara semi- independen. Dalam hal ini franchisor5
menyediakan “paket” yang mencakup pegetahuan (know-how) dari usahanya6.
Prosedur operasi penyediaan produk, dan cara promosi penjualan. Sedangkan
franchisee7 umumnya membayar sejumlah uang kepada franchisor dan
menyediakan dana untuk menyiapkan toko mengadakan sediaan, membeli
peralatan dan membayar royalty8
Melalui lisensi, pihak yang tidak memiliki Hak atas Kekayaan Intelektual
dimungkinkan unutk melakukan suatu atau serangkaian tindakan atau perbuatan,
melalui hak atau wewenang yang diberikan oleh pemilik atau pemegang Hak atas
Kekayaan Intelektual sebagai pihak yang berwenang dalam bentuk perizinan.
.
Pemberi lisensi sebagai pemilik atau pemegang Hak atas Kekayaan
Intelektual memberikan izin atau hak kepada pihak lain untuk membuat,
memproduksi, menjual, memasarkan, medistribusikan produk berupa barang atau
jasa yang dihasilkan dengan mempergunakan Hak atas Kekayaan Intelektual yang
dilisensikan tersebut. Dalam bentuknya yang paling sederhana, lisensi diberikan
dalam bentuk hak untuk menjual produk barang atau jasa dengan mempergunakan
merek dagang atau merek jasa yang dilindungi. Ini juga merupakan bentuk
pengembangan lebih lanjut dari ekspor impor dengan hak keagenan atau
distribusi.
5 Franchisor adalah Badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau cirri khas usaha yang dimiliki Pemberi Waralaba. 6 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-persetujuan Tertentu,Sumur Bandung, Cet.9, 1992, Hal.11 7 Franchisee adalah Badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki Pemberi Waralaba. 8 Royalty adalah imbalan atas pemakaian merek barang/jasa, logo, hak cipta dan sebagainya yang merupakan milik dari franchisor.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
Tanpa adanya izin tersebut, tindakan atau perbuatan tersebut merupakan suatu
tindakan yang terlarang yang tidak sah yang merupakan perbuatan melawan
hukum. Dengan lisensi, pengusaha memberikan izin kepada suatu pihak yang
membuat pemasaran, menjual atau mendistribusikan produk yang akan dijual
tersebut. Izin untuk membuat memasarkan menjual produk tersebut bukan
diberikan dengan cuma-cuma. Sebagai imbalan dari pembuatan produk dan
biasanya juga meliputi hak untuk menjual, memasarkan dan mendistribusikan
produk yang dihasilkan tersebut, pengusaha yang memberi izin, memperoleh
pembayaran yang disebut royalty. Besarnya royalty selalu dikaitkan dengan
banyaknya atau besarnya jumlah produk yang dihasilkan dan atau jumlah dalam
suatu kurun waktu tertentu.
Pemberian lisensi9
9 Lisensi adalah suatu bentuk hak untuk melakukan satu atau serangkaian tindakan atau perbuatan, yang diberikan oleh mereka yang berwenang dalam bentuk izin
pada umumnya dilakukan secara selektif agar dapat
tercipta suatu sinergi yang optimum. Dengan kemampuan teknologi dan
pengetahuan (know how) yang unik, dan biasanya sedikit inovatif dan lebih maju.
Pengusaha dapat menawarkan kelebihan kemampuannya tersebut terhadap pihak
lain untuk menjalankan usahanya. Ternyata pemberian izin penggunaan teknologi
dan atau pengetahuan itu saja dalam banyak hal masih dirasakan kurang cukup
oleh kalangan usahawan, khususnya bagi mereka yang berorientasi internasional.
Usahawan merasakan perlunya suatu bentuk “penyeragaman total”, agar
masyarakat konsumen dapat mengenal produk yang dihasilkan atau dijual olehnya
secara luas, sehingga maksud pengembangan usaha yang ingin dicapai olehnya
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
dapat terwujud. Hingga kemudian terjadilah bentuk-bentuk lisensi seperti yang
kita kenal dewasa ini, yang bersifat komprehensif10
Perkembangan dunia usaha ternyata tidak berhenti sampai di situ,
usahawan tidak hanya berbicara masalah keseragaman dalam bentuk Hak atas
Kekayaan Intelektual yang dilisensikan, tetapi juga kewajiban-kewajiban untuk
mematuhi dan menjalankan segala perintah yang dikeluarkan, termasuk sistem
pelaksanaan operasional kegiatan yang diberikan lisensi tersebut. Untuk itu maka
mulai dikembangkanlah franchise (waralaba) sebagai alternatif pengembangan
usaha, khususnya yang dilakukan secara internasional dan “world wide”.
Sebagaimana halnya pemberian lisensi, waralaba inipun sesungguhnya
mengandalkan pada kemampuan mitra usaha dalam mengembangkan dan
menjalankan kegiatan usaha waralabanya melalui tatacara, proses serta suatu
“code of conduct” dan sistem yang telah ditentukan oleh pengusaha pemberi
waralaba. Dalam waralaba ini sebagaimana halnya lisensi dapat dikatakan sebagai
bagian dari kepatuhan mitra usaha terhadap aturan main yang diberikan oleh
pengusaha pemberi waralaba, mitra usaha diberikan hak untuk memanfaatkan Hak
atas Kekayaan Intelektual dan sistem kegiatan operasional dari pengusaha
pemberi waralaba, baik dalam bentuk penggunaan merek dagang, merek jasa, hak
cipta atas logo, desain industri, paten berupa teknologi, maupun rahasia dagang.
Pengusaha pemberi waralaba selanjutnya memperoleh imbalan royalty atas
penggunaan Hak atas Kekayaan Intelektual dan sistem kegiatan operasional
mereka oleh penerima waralaba
.
11
10 Johannes Ibrahim, Hukum Bisnis, PT Refika Aditama, Januari,2004 11 Abdul kadir Muhammad, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001
.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
Meskipun lisensi dan waralaba berangkat dari suatu sistem pemberian hak
untuk melaksanakan hak atas kekayaan intelektual (dalam arti kata luas termasuk
penemuan, termasuk sistem usaha, dan cirri khas lainnya), namun pemberian dan
pelaksanaannya di Indonesia memiliki aspek praktis yang secara signifikan cukup
berbeda antara satu dengan yang lainnya, khususnya yang berhubungan dengan:
a. Keterlibatan pemerintah sebagai otoritas yang mengatur pelaksanaan
pemberian dan jalannya waralaba di Indonesia, yang antara lain
terwujud dalam penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha
Waralaba, pengaturan wilayah pelaksanaan waralaba, pelaporan
pelaksanaan waralaba secara berkala dan penyelesaian perselisihan
secara clean break.
b. Pembuatan perjanjian waralaba harus dalam Bahasa Indonesia,
untuk jangka waktu sekurang-kurangnya lima tahun dan berlakunya
ketentuan Hukum Indonesia secara memaksa bagi perjanjian
pemberian waralaba yang dilaksanakan di Indonesia12
Demikianlah dapat kita lihat bahwa ternyata waralaba juga dapat dipakai
sebagai sarana pengembangan usaha secara tanpa batas ke seluruh bagian dunia.
Ini berarti seorang pemberi waralaba harus mengetahui secara pasti ketentuan-
ketentuan hukum yang berlaku di negara dimana waralaba akan diberikan atau
dikembangkan, agar nantinya penerima waralaba tidak beralih wujud dari mitra
usaha menjadi kompetitor.
.
Pada sisi lain, seorang atau suatu pihak penerima waralaba yang
menjalankan kegiatan usaha sebagai mitra usaha pemberi waralaba menurut
12 Gunawan Widjaja, Lisensi atau Waralaba, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, Hal. 111
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
ketentuan dan tatacara yang diberikan, juga memerlukan kepastian bahwa
kegiatan usaha yang sedang dijalankan olehnya tersebut memaang sudah benar-
benar teruji dan memang merupaka suatu produk yang disukai oleh masyarakat,
serta akan dapat memberikan suatu manfaat (financial) baginya. Ini berarti
waralaba sesungguhnya juga hanya memiliki suatu aspek yang didambakan baik
oleh pengusaha pemberi waralaba maupun mitra usaha penerima waralaba, yaitu
masalah kepastian dan perlindungan hukum.
B. Rumusan Masalah
Didasarkan atas latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka
adapun pokok permasalahan yang akan diangkat dalam skripsi ini adalah
mengenai keterkaitan Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual dengan penerapan
usaha franchise yang terdapat di Indonesia, diantaranya menyangkut beberapa hal
yaitu:
1. Bagaimana peraturan Perundang-Undangan Hak atas Kekayaan
Intelektual dapat mempengaruhi Penerapan usaha franchise yang
ada di Indonesia?
2. Apakah kelebihan dan kekurangan dari pelaksanaan usaha
franchise berdasarkan peraturan perudang-undangan Hak Paten,
Hak Merek dan Hak Cipta?
3. Bagaimana jaminan hukum yang dapat diberikan oleh undang-
undang Hak atas Kekayaan Intelektual terhadap benda atau obyek
yang dijadikan sebagai usaha franchise?
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui Hubungan yang didapat antara pelaksanaan
usaha franchise dengan Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual.
2. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari pelaksanaan
usaha franchise berdasarkan Hak Paten, Hak Merek dan Hak
Cipta,
3. Untuk mengetahui jaminan hukum yang dapat diberikan oleh
peraturan perundangan Hak atas Kekayaan Intelektual terhadap
benda atau objek franchise.
Sebuah karya tulis yang dibuat diharapkan dapat memberikan suatu
manfaat, demikian pula yang diharapkan dari penulisan skripsi ini. Adapun
manfaat yang diharapkan tersebut adalah :
1. Secara teoritis, penulisan skripsi ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai bahan kajian terhadap perkembangan hukum khususnya
yang berkaitan dengan perkembangan usaha franchise. Selain itu
skripsi ini diharapkan akan dapat memberikan sumbangan
pemikiran yuridis terhadap perkembangan hukum agar nantinya
lebih dapat mengikuti atau bahkan mengimbangi perkembangan
teknologi informasi yang semakin cepat. Dan selain itu juga
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
diharapkan agar dapat memberikan pemahaman dan wawasan
ilmiah baik secara khusus maupun secara umum berkenaan dengan
masalah tanggung jawab para pihak atas permasalahan yang
terjadi dalam pelaksanaan usaha franchise.
2. Secara praktis dapat memberikan manfaat bagi dunia usaha di
dalam pengembangannya di kemudian hari dan juga bagi
masyarakat dapat menjadi salah satu bahan masukan yang berguna
di dalam memasuki dunia usaha khusunya dalam bidang franchise.
Penulis sangat menyadari bahwa keberadaan skripsi ini masih sangat jauh
dari kata sempurna, namun besar harapan penulis agar skripsi ini dapat berguna
menjadi bahan bacaan bagi peminat hukum serta yang berkenaan dengannya pada
khususnya dan masyarakat pencinta ilmu pengetahuan pada umumnya.
D. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi ini didasarkan pada ide, gagasan, maupun pemikiran
penulis secara pribadi yang didasarkan dengan melihat perkembangan usaha
franchise yang telah banyak dibidangi oleh para pengusaha Indonesia dalam
menjalankan usahanya, yang nantinya usaha franchise ini dapat mempengaruhi
perekonomian Indonesia, sehingga perlu dikaji lagi dengan dikeluarkannya
undang-undang yang baru mengenai Hak atas Kekayaan intelektual yaitu
mengenai Hak Paten, Hak Merek dan Hak cipta.
Berdasarkan penelusuran yang penulis lakukan baik melalui media
internet maupun perpustakaan ditemukan fakta bahwa belum ada sebuah skripsi
yang mengkhusukan diri untuk membahas masalah tentang Keterkaitan
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
Pelaksanaan Usaha franchise dengan Undang-undang Hak atas kekayaan
Intelektual yang baru13
E. Tinjauan Pustaka
.
Sehingga penulis sampai kepada satu kesimpulan tulisan ini bukanlah
hasil penggandaan ataupun jiplakan dari karya tulis orang lain. Mengenai
keberadaan kutipan pendapat dalam penulisan skripsi ini adalah hal yang tidak
perlu untuk diperdebatkan karena sebuah kutipan merupakan hal yang lumrah dan
wajar karena diajukan semata-mata demi kesempurnaan tulisan ini, jadi sama
sekali tidak ada maksud penulis untuk melakukan suatu tindakan plagiat.
Sesuai dengan tujuan dari penulisan skripsi ini yang ingin membahas lebih
lanjut mengenai Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual begitu juga dengan
Franchise. Jika ditelusuri lebih jauh Hak atas Kekayaan Intelektual sebenarnya
merupakan bagian dari benda tidak berwujud (benda Immaterial). Untuk hal ini
dapatlah dilihat batasan benda yang dikemukakan dalam Pasal 499 KUH Perdata,
yang berbunyi: menurut paham Undang-undang yang dimaksud dengan benda
adalah tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik.14
13 Jikapun suatu hari ditemukan telah adanya skripsi yang membahas tentang hal ini, merupakan keterbatasan penulis sendiri. 14 R. Soebekti dan R.Tjitrosudibyo, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pradnya Paramita, Jakarta,1986, Hal. 155
Selanjutnya sebagaimana diterangkan oleh Prof. Mahadi barang yang
dimaksudkan oleh Pasal 499 KUH Perdata tersebut adalah benda material
(stoffelijk Voorwerp), sedangkan hak adalah benda immaterial. Uraian ini sejalan
dengan klasifikasi benda menurut Pasal 503 KUH Perdata, yaitu penggolongan
benda kedalam kelompok benda berwujud (bertubuh) dan benda tidak berwujud
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
(tidak bertubuh). Benda immaterial atau benda tidak berwujud yang berupa hak
itu dapatlah kita contohkan seperti hak tagihan, hak atas bunga uang, hak sewa,
hak guna bangunan, hak guna usaha, hak ata benda berupa jaminan, Hak atas
Kekayaan Intelektual (Intellectual Properti Rights) dan lain sebagainya.
Saat ini pengaturan tentang masing-masing bidang HAKI itu kita temukan
dalam Undang-undang Indonesia, yaitu tentang, Hak Cipta diatur dalam UU No.
19 Tahun 2002, tentang Merek diatur dalam UU No. 15 Tahun 2001, dan tentang
Paten diatur dalam UU No. 14 Tahun 2001.
Hak Paten merupakan suatu hak khusus berdasarkan Undang-undang
diberikan kepada si pendapat/ si penemu (uitvinder) atau menurut hukum pihak
yang berhak memperolehnya, atas permintaan yang diajukan kepada pihak
penguasa, bagi temuan baru di bidang teknologi, perbaikan atas temuan yang
sudah ada, cara kerja baru, atau menemukan suatu perbaikan baru dalam cara
kerja, untuk selama jangka waktu tertentu yang dapat diterapkan dalam bidang
industri. Hak itu bersifat eksklusif, sebab hanya inventor yang menghasilkan
invensi saja yang dapat diberikan hak, namun ia dapat melaksanakan sendiri
invensinya tersebut atau memberi persetujuan kepada pihak lain untuk
melaksanakannya, misalnya melalui lisensi15
Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberikan izin untuk
itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Hal ini menunjukan bahwa Hak Cipta dapat
miliki oleh si pencipta dan si penerima hak. Hanya namanya yang disebut sebagai
.
15 Sentosa Sembiring, Hak Kekayaan Intelektual dalam Berbagai Peraturan Perundang-undangan, Yrama Widya, Bandung, 2002.Hal. 21
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
pemegang hak khususlah yang boleh menggunakan Hak Cipta dan ia dilindungi
dalam penggunaan haknya terhadap subjek lain yang menggangu atau
menggunakannya tidak dengan cara yang diperkenankan oleh aturan hukum16
Hak atas Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-
huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut
yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang
atau jasa
.
17
Dominique Voillement, mendefinisikan Franchise sebagai suatu cara
melakukan kerjasama dibidang bisnis antara dua atau lebih perusahaan, satu pihak
disebut sebagai “Franchisor” dan pihak lain disebut sebagai “franchisee”, pada
mana didalamnya diatur bahwa pihak franchisor sebagai pemilik suatu merek dan
know how, memberikan hak kepada franchisee untuk melakukan bisnis
berdasarkan merek know how itu
.
Istilah Franchise tidak dikenal dalam kepustakaan hukum Indonesia. Hal
ini dapat dimaklumi, oleh karena lembaga franchise ini sejak awal memang tidak
terdapat dalam budaya atau tradisi masyarakat Indonesia. Jadi beberapa
pengertiannya diambil dari beberapa pendapat sarjana yakni oleh:
18
16 Ibid, Hal. 31 17 Ibid. Hal. 26 18 Dominique Voillement, dalam Johannes Ibrahim, Op.cit, Hal. 79.
.
Rooseno Hardjowidigdo, memberikan juga batasan mengenai franchise
yakni, suatu sistem usaha yang sudah khas atau memiliki ciri pengenal bisnis
dibidang perdagangan atau jasa, berupa jenis produk dan bentuk yang diusahakan,
identitas perusahaan (logo, desain merek bahkan termasuk pakaian dan
penampilan karyawan perusahaan), rencana pemasaran dan bantuan operasional.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
F. Metode Penelitian
Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuannya lebih terarah dan
dapat lebih dipertanggungjawabkan, metode penulisan yang dipergunakan adalah
metode penelitian hukum normatif. Dengan pengumpulan data secara Study
Pustaka (library Reserch).
Bahan Hukum yang menjadi acuan Penelitian bagi penulis:
1. Bahan Hukum Primer yakni bahan hukum yang terdiri dari aturan
hukum yang diurut berdasarkan hierarki mulai dari UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-undang/Perpu, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah serta bahan
hukum asing sebagai pembanding bahan hukum yang ada dianalisis
untuk melihat persamaan maupun perbedaan tujuan di dalam
penerapan hukum Franchise ditinjau dari Hukum Kekayaan
Intelektual, sehingga dapat membantu dalam pengembangan usaha
Franchise di kemudian hari.
2. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari
buku teks, jurnal-jurnal asing, pendapat para sarjana, kasus-kasus
hukum, serta simposium yang dilakukan para pakar terkait dengan
Franchise.
3. Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang memberikan
petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer
dan sekunder, seperti kamus hukum, ensklopedia, dan lain-lain.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
Penulis melakukan suatu penelitian kepustakaan (library research),
Penelitian hukum biasanya dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan atau
disebut dengan analisis data sekunder, yaitu penelitian yang dilakukan dengan
cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka.
Metode Library research adalah mempelajari sumber-sumber atau bahan
tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini. Sumber-sumber
itu antara lain adalah dari buku-buku, artikel, koran dan majalah dengan cara
membaca, menafsirkan, membandingkan serta menerjemahkan dari berbagai
sumber yang berhubungan dengan masalah Hukum atas Hak kekayaan intelektual
yakni Hak Cipta, Paten serta Merek dan hubungannya dengan Franchise.
G. Sistematika Penulisan
Dalam menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasan harus
diuraikan secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini maka
diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab-bab
yang saling berangkai satu sama lain, adapun sistematika penulisan skripsi ini
adalah:
BAB I : Berisikan pendahuluan yang merupakan penghantar yang
didalamnya terurai mengenai latar belakang penulisan skripsi,
penulisan masalah kemudian dilanjutkan dengan tujuan dan
manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan,
metode penulisan yang kemudian diakhiri oleh sistematika
penulisan.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
BAB II : Merupakan gambaran umum tentang Franchise dimana
diuraikan mengenai Istilah dan Pengertian franchise, sejarah
dan pertumbuhan franchise di Indonesia, dan bentuk-bentuk
franchise serta peraturan hukum franchise yang ada di
Indonesia.
BAB III : Merupakan pembahasan mengenai gambaran umum hak atas
kekayaan intelektual, latar belakang munculnya Hak atas
kekayaan intelektual dan Pengertian Hak atas kekayaan
intelektual serta ruang lingkup dari Hak atas Kekayaan
intelektual.
BAB IV : Merupakan bab yang membahas tentang Franchise ditinjau
dari Hak atas Kekayaan intelektual, unsur-unsur Hak atas
Kekayaan Intelektual yang terdapat dalam Franchise,
Ketentuan Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual yang terkait
dengan Franchise serta keterkaitan Hak atas Kekayaan
Intelektual dalam pengaturan bisnis Franchise.
BAB V : Bab ini berisikan kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas
sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna bagi
pelaku bisnis, pihak akademis dan orang-orang yang
membacanya.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANG FRANCHISE
A. Istilah dan Pengertian Franchise
Usaha waralaba sebenarnya telah lama ada di Eropah dengan nama
franchise. Pengertian waralaba dapat diambil dari pengertian franchishing.
Franchising kadangkala disebut orang perjanjian franchisee untuk menggunakan
kekhasan usaha atau ciri pengenal bisnis di bidang perdagangan/jasa berupa jenis
produk dan bentuk yang diusahakan termasuk identitas perusahaan (logo, merek
dan desain perusahaan), penggunaan rencana pemasaran serta pemberian bantuan
yang luas, waktu/saat/jam operasional, pakaian usaha atau ciri pengenal bisnis
dagang/jasa milik franchisee sama dengan kekhasan usaha atau bisnis dagang/jasa
milik franchisor.
a. Rumusan yang mengatakan perjanjian franchising adalah suatu perjanjian
dimana franchisee menjual produk atau jasa sesuai dengan cara dan
prosedur yang telah ditetapkan oleh franchisor yang membantu melalui
iklan, promosi, dan jasa-jasa nasihat lainnya.
b. Pada tulisan ini kata franshisee diartikan waralaba, dengan demikian
rumusan franchising tersebut diatas dapat diartikan rumusan waralaba.
Dari kedua defenisi (rumusan) tersebut diatas, terdapat beberapa unsur
tentang waralaba (franchise) tersebut, ialah :
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
1. Merupakan suatu perjanjian
2. Penjualan produk/jasa dengan merek dagang pemilik waralaba
(franchisor).
3. Pemilik waralaba membantu pemakai waralaba (franchisee) di bidang
pemasaran, manajemen dan bantuan tehnik lainnya.
4. Pemakai waralaba membayar fee atau royalti atas penggunaan merek
pemilik waralaba19
Waralaba adalah kerjasama usaha antara usaha yang telah ada (franchisor)
dengan pelaku bisnis baru (franchisee) yang menjadi pemilik dari usaha yang
telah berjalan tersebut dalam format lisensi. Terwaralaba membeli ijin usaha
untuk melakukan bisnis yang sama persis dengan usaha yang telah ada
sebelumnya dari pewaralaba, untuk jangka waktu tertentu, dengan menerima
dukungan penuh dalam hal pelatihan dan saran-saran dalam kegiatan operasional
yang tercakup dalam sebuah sistem yang telah dibuat sebelumnya dan terbukti
keberhasilannya
.
Sebagaimana biasanya dalam ilmu-ilmu sosial, akan selalu terdapat
beberapa batasan (pengertian) suatu hal atau masalah, hal ini disebabkan adanya
perbedaan sudut pandang para ahli tersebut dalam melakukan penelaahan.
Demikian juga dengan pengertian franchise belum ada keseragaman definisi para
ahli, dalam hal ini definisi yang dibuat para ahli masing-masing mempunyai
penekanan sendiri.
Beberapa hal mendasar mengenai Franchise/waralaba:
20
19 Wirdjono Prodjodikoro,Op.Cit, Hal. 79-80 20 www.franchise-id.com
.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
Pewaralaba menyediakan produk dan jasa yang siap untuk dipasarkan oleh
terwaralaba, (telah teruji dan terbukti berhasil) termasuk diantaranya merk usaha,
sistem pembukuan, sistem operasi, standar pelayanan, standar proses pembuatan
produk, pelatihan, dan lain lain Terwaralaba mendapatkan penghematan waktu
dan usaha dalam rangka riset produk/tempat/kebutuhan karyawan, pembuatan
merk dan sistem, jaringan pemasaran, dan lain-lainnya yang memungkinkan
terwaralaba lebih cepat untuk menjalankan usahanya tanpa perlu memulai dari nol
dan melakukan 'trial dan error'
Keuntungan dari sebuah sistem waralaba adalah relatif lebih amannya
daripada memulai dari awal, lebih adanya struktur dalam usaha, dapat dikatakan
sebagai sebuat usaha mandiri karena adanya juga batasan campur tangan dari
pihal pewaralaba, merk yang relatif lebih mudah dikenal karena jumlah cabang
yang dengan mudah bertambah, dengan kualitas produk yang sama dan telah
dikenal oleh konsumen. Pewaralaba memperluas usahanya dengan lebih cepat dan
efektif dengan adanya investasi dan permodalan dari pembeli/terwaralaba.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada saat seseorang melakukan
seleksi atau memilih sebuah franchise untuk dijalankan antara lain:
1. Berapa lama usaha tersebut telah berjalan dan berapa lama usaha tersebut
di-franchisekan.
2. Kesehatan keuangan dan track record yang baik. Banyak-banyaklah
membaca majalah ataupun tabloid yang berhubungan dengan usaha dan
bisnis, simak rubrik opini dan pertanyaan dari pembaca, karena seringkali
dapat diperoleh insight yang bermanfaat mengenai sebuah usaha franchise
yang sedang ditelaah.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
3. Berapa banyak jumlah franchise yang telah berjalan atau juga berapa
banyak jumlah cabang yang beroperasi.
4. Nilai dari produk dalam hubungannya dengan kemampuan bertahan
produk / jasa dalam jangka panjang, apakah akan terpengaruh oleh
teknologi, atau seberapa banyak pesaing yang ingin memasuki pasar, dll.
5. Keharusan untuk membeli bahan baku dari franchisor. Untuk beberapa
jenis produk tertentu, adakalanya pewaralaba mengharuskan bahan baku
dibeli dari pihak mereka, tergantung dari jenis produknya, hal ini bisa jadi
menguntungkan atau malah merugikan.
6. Jenis promosi yang dilakukan oleh pihak franchisor, apakah memadai dan
apakah metode komunikasinya dirasakan telah sesuai dengan target pasar.
7. Ada baiknya bila calon terwaralaba dapat melihat lebih dulu contoh
kontrak yang akan disetujui.
8. Estimasi profit / keuntungan dan bahkan estimasi kerugian yang
diproyeksikan dengan realistis.
9. Batasan-batasan yang diberlakukan oleh pewaralaba untuk kegiatan
operasi dan keuangan.
10. Adanya target penjualan ataupun omzet yang diterapkan pada terwaralaba.
11. Batasan-batasan untuk melakukan penyesuaian ataupun modifikasi
terhadap sistem yang berlaku ataupun modifikasi terhadap jenis layanan
dan produk.
12. Kebijakan akan pelatihan yang akan diberlakukan, periode dan
frekuensinya, agar terwaralaba dapat memahami secara baik dan benar.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
13. Seberapa besar dukungan yang dapat diberikan oleh franchisor dalam
men-support kegiatan operasional rutin dari usaha franchise tersebut.
14. Adakah keperluan investasi tambahan yang signifikan untuk meng-update
fasilitas ataupun peralatan di masa mendatang.
15. Adanya biaya-biaya tambahan yang diperlukan untuk mendapatkan
fasilitas dan dukungan bagi operasional usaha waralaba di masa
mendatang.
16. Pengalaman dan keahlian utama dari pendiri franchise dalam bidang usaha
yang akan di-franchisekan.
17. Apakah lisensi franchise dapat ditransfer atau dijual kembali kepada pihak
lain
18. Persyaratan ataupun kondisi untuk mengakhiri sebuat kontrak waralaba
19. Ketentuan mengenai ahli waris apabila pemegang franchise tidak mampu
menjalankan usahanya.
20. Penghitungan pembayaran atau pembagian keuntungan yang rinci dan
detail
21. Kebijakan pewaralaba mengenai berapa banyak franchise yang
diperkenankan dalam sebuah teritori, untuk menghindarkan persaingan
antar terwaralaba.
22. Apakah jenis waralaba memerlukan dan telah ter-cover perlindungan
hukum dan asuransi tertentu, misalkan untuk melindungi dari tuntutan
warga dan hukum, sebagai contoh adalah pembuangan limbah yang
beresiko mencemari lingkungan, ataupun kesalahan resep makanan yang
berpotensi untuk mengganggu kesehatan konsumen.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
Penggunaan istilah franchise yang lebih populer dalam perkembangannya
adalah istilah Franchise format Bisnis, istilah ini sudah lazim dipergunakan dan
didefinisikan sebagai berikut:
Franchise Format Bisnis adalah pemberian sebuah lisensi oleh seorang
(franchisor) kepada pihak lain (franchisee) yang memberikan hak kepada
franchisee unutk berusaha dengan menggunakan merek dagang/nama
dagang Franchisor dan untuk menggunakan seluruh paket yang terdiri dari
seluruh element yang diperlukan untuk membuat seseorang yang
sebelumnya belum terlatih dalam bisnis dan untuk menjalankan dengan
bantuan yang terus menerus atas dasar yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kemudian definisi lain yang dikutip oleh Roseno Harjowidigdo SH dari
makalah Felix o. Subagio SH,LMM yang berjudul Perlindungan Bisnis Franchise
menyatakan bahwa:
Franchise biasanya diartikan sebagai suatu cara melakukan kerjasama di bidang bisnis antara 2 atau lebih perusahaan, satu pihak bertindak sebagai Franchisor dan pihak lain bertindak sebagai Franchisee, pada mana didalamnya diatur bahwa, pihak Franchisor sebagai pemilik suatu merek dan know-how, memberikan haknya kepada franchisee untuk melakukan kegiatan bisnis berdasarkan know-howitu. Selanjutnya Rooseno Harjowidigdo sendiri memberikan rumusan tentang
franchise, sebagai berikut:
Franchise adalah suatu sistem usaha dalam bidang perdagangan atau jasa, mempunyai cirri khas bisnis tersendiri, baik mengenai jenis dan bentuk produk yang diusahakan, identitas perusahaan (merek dagang, logo,desain bahkan termasuk pakaian dan penampilan karyawan perusahaan), rencana pemasaran dan bantuan oprasional21
21 Rooseno Harjowidigdo, dalam Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis,Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002
.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
Dari beberapa definisi yang telah disebutkan, menunjukan bebrapa unsur-
unsur dari suatu franchise yaitu:
- Pemberian hak untuk berusaha dalam bisnis tertentu.
- Lisensi untuk menggunakanmerek dagang atau merek jasa, yang akan
menjadi ciri pengenal dari suatu bisnis franchise.
- Lisensi untuk menggunakan rencana pemasaran dan bantuan yang luas
oleh franchisor kepada franchisee.
- Adanya kewajiban financial dari franchise kepada franchisor dengan
suatu ketentuan tertentu
Dalam penulisan skripsi ini penulis akan terlebih dahulu menerangkan
beberapa pengertian istilah (terminologi) yang sering dipergunakan dalam
pembahasan-pembahasan berikutnya, sehingga dapat memudahkan para pembaca
dalam memahami skripsi ini, adapun istilah-istilah tersebut antara lain:
1. Perjanjian Franchise.
Adalah pemberian hak oleh Franchisor kepada Franchisee untuk
menggunakan kekhasaan usaha atau cirri pengenal bisnis dibidang
perdagangan atau jasa berupa jenis dan bentuk produk yang diusahakan
termasuk identitas perusahaan (Merek dagang/Jasa, Logo, Desain<
termasuk pakaian dan penampilan karyawan perusahaan), bantuan
operasional serta rencana pemasaran milik franchisor, sehingga kekhasan
usaha serta bisnis dagang/jasa yang digunakan franchisee sama dengan
kekhasan usaha atau bisnis dagang/jasa milik franchisor.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
2. Franchisor atau Pemilik Franchise, Pemberi Franchise.
Adalah pihak yang memberi izin untuk menggunakan kekhasan usaha atau
cirri pengenal bisnis dagang/jasa miliknya kepada salah satu atau beberapa
pihak lain sebagai Franchisee.
3. Franchisee atau Penerima Franchise, Pembeli Franchise.
Adalah pihak atau para pihak yang mendapat izin atau lisensi Franchise
untuk menggunakan kekhasan usaha atau cirri pengenal bisnis milik
Franchisor.
4. Lisensi Franchise.
Adalah izin yang diberikan oleh Franchisor kepada Franchisee untuk
menggunakan kekhasan usaha atau cirri pengenal bisnis yang dituangkan
dalam suatu perjanjian
5. Manajemen Fee.
Adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh Franchisee kepada Franchisor
sebagai pengganti penggunaan lisensi franchise milik Franchisor.
6. Royalti.
Yaitu sejumlah uang yang dibayarkan oleh Franchisee kepada Franchisor
sebagai kompensasi atas dukungan teknis dan manajemen yang diberikan
oleh Franchisor22
B. Sejarah Dan Pertumbuhan Franchise Di Indonesia
.
Di Indonesia Franchise atau yang lebih dikenal dengan Waralaba sudah
dikenal sekitar tahun 1970-an, hal ini terbukti dengan masuknya restoran-restoran
22 Setiawan, Beberapa Catatan Tentang Perjanjian Franchise,Pradya Paramita,Jakarta,1996
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
dengan penyajian dan pelayanan cepat (Fast Food) seperti Kentucky Fried
Chicken dan Pizza Hut.
Namun sebenarnya sebelumnya sudah ada usaha Franchise asing yang
masuk ke Indonesia seperti Hotel Hyatt, Hotel Sheraton dan Produksi Minuman
Coca-cola, tetapi usaha tersebut belum begitu dikenal masyarakat sebagai usaha
franchise, karena konsumen baru dari kalangan tertentu saja. Kemudian sistem
franchise mulai berkembang pesat di Indonesia sejak tahun 1980-an, terutama
bisnis franchise dengan merek asing atau luar negeri.
Pemerintah mengizinkan kegiatan usaha franchise ini dengan harapan
untuk meningkatkan kegiatan perekonomian di Indonesia.
Sejalan dengan berkembangnya usaha franchase asing, maka beberapa
pengusaha Indonesia juga mulai mengembangkan usaha franchise local, seperti Es
Teler 77, Califonia Fried Chicken, Kursus bahas Inggris Oxford, Kursus
Komputer Widyaloka, Ny.Tansil Fried Chicken and Steak, kurumaya, Laundrette
(Laundry), Ristra Salon & Centre, Rudi Hadisuwarno (Salon Kecantikan), SS
Foto (cuci cetak film) dan Toys City (toko mainan anak-anak).
Kalangan bisnis Indonesia umumnya memberikan nilai yang lebih tinggi
pada identitas Internasional (Franchise asing) dan yakin akan memperoleh
keuntungan lebih banyak dengan mengoperasikan bisnis franchise asing tersebut.
Padahal dengan mengoperasikan bisnis franchise lokal mereka akan memperoleh
beberapa kemudahan, antara lain biayanya lebih rendah, perbedaan waktu dan
jarak tidak menghambat komunikasi, tidak ada perbedaan bahasa dan budaya,
serta lebih sedikit kesulitan yang dihadapi disbanding dengan franchise asing,
disamping itu modal yang di pergunakan juga tidak begitu besar.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
Hal-hal yang perlu ditanyakan kepada pewaralaba:
- Selain pertanyaan-pertanyaan yang bersifat teknis dan prosedural,
adakalanya bermanfaat juga untuk mengetahui hal-hal yang tidak umum
ditanyakan dan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam memilih
sebuah franchise, antara lain:
- Apa yang dapat dijanjikan oleh pewaralaba mengenai keberhasilan
usaha, dan standar-standar/pedoman yang perlu diikuti/dijalankan oleh
terwaralaba.
- Apa kekuatan utama waralaba yang ditawarkan, dan juga adakah
kelemahannya yang perlu diketahui pada saat ini.
- Sejak kapan melakukan waralaba dan telah berapa unit/pemegang lisensi
waralaba yang tengah berjalan.
- Sebelum bergerak di bidang yang saat ini ditawarkan, adakah
pengalaman perusahaan di bidang lain.
- Adakah pewaralaba memiliki bisnis lain yang diwaralabakan, bila ada,
di bidang apa dan bagaimana kondisi perusahaan tersebut.
- Pernahkan ada kasus antara perawalaba dengan terwaralaba sebelumnya,
bila ada, mengenai apa dan bagaimana penyelesaiannya.
- Dapatkah pewaralaba memberikan kontak dari franchisee lainnya untuk
dilakukan tanya jawab.
- Adakah franchisee yang sebelumnya gagal dalam bisnis yang
ditawarkan? Bila ada, apa penyebab utamanya.
- Apa motivasi perusahaan untuk mewaralabakan bisnisnya? (untuk
waralaba yang relatif baru)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
- Adakah point-point pada kontrak yang dapat dinegosiasikan.
- Adakah pembatasan pengadaan bahan baku maupun perangkat lain dari
luar/pihak ketiga.
- Bolehkah dilakukan modifikasi tertentu terhadap produk/jasa atas
sepengetahuan pewaralaba.
Di Indonesia juga terdapat Organisasi Perusahaan Franchise yakni disebut
dengan Asosiasi Franchise Indonesia (AFI). Organisai ini dibentuk pada tahun
1990 atas dorongan dari pemerintah Indonesia dan ILO (Internasional Labour
Organisation) adapun latar belakang pendirian organisasi ini yaitu adanya
keinginan untuk mempersatukan diri dalam suatu wadah organisasi pada tingkat
nasional serta merupakan forum kerjasama demi meningkatkan dan
mengembangkan potensi dalam menjadikan dirinya sebagai mitra pemerintahan,
maupun sector suasta lainnya. Franchisor yang menjadi pendirinya yaitu : PT.
Trims Mustika Citra, ES Teler 77, Widyaloka, Nila Sari, Homes 21.
Tujuan Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) antara lain:
a. Menumbuhkan kode etik antar anggota.
b. Mempersatukan Franchisor/Master Franchise di Indonesia.
c. Membina perkembangan dan kemajuan usaha franchise secara
propesional,
d. Mengusahakan adanya tertib dalam mendirikan usaha franchise.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
C. Bentuk-bentuk Franchise
Dalam sistem franchise ada dikenal 4 (empat) jenis hubungan franchise,
yaitu:
1. Master Franchise
Master franchise adalah suatu jenis franchise, yang mana dalam perjanjian
dinyatakan bahwa penerima franchise (franchisee) berhak untuk menggunakan
seluruh paket dari Pemilik Franchise (Franchisor) dalam suatu wilayah tertentu,
selain tiu juga berhak untuk menjual hak franchise yang ada padanya terhadap
pihak lain dalam wilayah/teritorial tersebut. Jadi Franchisee dalam Master
Franchise ini bertindak sebagai Sub-Franchisor untuk wilayah tersebut.
2. Area Development Program.
Dalam sistem ini Franchisee (Penerima Franchise) memiliki hak untuk
mengembangkan usaha franchise dalam wilayah tertentu, tanpa memiliki hak
untuk menjual hak yang ada padanya.
3. Joint Venture Franchise Program
Perjanjian Franchise semacam ini terjadi jika Franchisor ikut
menginvestasikan dana disamping memberikan dukungan managemen dan teknis.
4. Mixed Franchise.
Jenis Franchise ini terjadi jika Franchisor (pemilik franchise) menawarkan
paket franchise yang memungkinkan franchisee (penerima franchise), yang
mempunyai pemodalan terbatas untuk mengelola sebagian fungsi usahanya saja.
Sistem franchis yang disebut-sebut sebagai metode berdagang di abad 21,
memberi banyak kemudahan dalam pengembangan jaringan usaha/bisnis dari
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
suatu merek dagang, terlebih-lebih jika merek dagang tersebut sudah cukup tenar
atau mempunyai identitas internasional.
Ada beberapa bidang usaha yang sudah dikembangkan dengan sistem
franchise, yaitu:
a. Distribusi
Dalam jenis usaha franchise ini Pemilik Franchise (Franchisor) menjadi
produsen yang menyediakan produk jadi, untuk dijual secara eceran atau dalam
partai besar (Wholesaler) oleh penerima franchise (Franchisee). Disamping itu
produsen juga memberikan dukungan management dan teknis seperti : Pelatihan,
trade secrate,promosi atau periklanan. Sedangkan pihak Franchise tidak
diperkenankan menjual produk dari perusahaan lain. Sistem ini disebut juga
Dealership, yang sering diterapkan dalam industri automotif, elektronika, mesin-
mesin kantor dan sebagainya.
b. Manufaktur.
Bidang usaha manufaktur ini sering juga disebut dengan sistem lisensi,
walaupun sebenarnya tidak sama persis. Dalam hal ini Penerima Franchise
(Franchisee) mendapat lisensi, yang meliputi merek , formula, logo, alat-alat
produksi (mesin/cetakan), tehnik pembuatan, hak memproduksi serta hak menjual
dari Franchisor. Bidang usaha seperti ini diterapkan pada berbagai industri
farmasi, kimia, makanan serta minuman ringan.
c. Toko Eceran/ Pasar Swalayan.
Sistem franchise dibidang pasar swalayan ini baru dikenal di Indonesia
pada tahun 1988 dengan masuknya Circle-K, yang hak franchisenya dibeli oleh
sebuah grup perusahaan di Jakarta. Namun pada tahun 1990-an ini berbagai merek
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
dagang dalam bidang usaha ini menyerbu pasaran Indonesia, seperti halnya :
SOGO, YAOHAN,Isetan, yang kesemua itu merupakan franchise dalam bidang
bisnis eceran yang tergolong sebagai raksaksa eceran dunia.
d. Jasa
Usaha dalam bidang jasa yang dijalankan dengan sistem franchise dapat
digolongkan sebagai tipe franchise modern. Bidang usaha tersebut kini
berkembang dengan pesatnya. Franchisor (Pemilik Franchise) dalam bidang usaha
ini memberikan latihan keterampilan dalam mereperasi, mengajar serta memasok
bahan-bahan kursus. Sedangkan franchisee berhak untuk menggunakan
keseluruhan paket franchise. Sistem seperti ini banyak ditemukan dalam kegiatan-
kegiatan perbengkelan mobil dan bengkel reperasi elektronik, salon kecantikan
serta kursus-kursus ketrampilan lainnya.
D. Peraturan Hukum Franchise Di Indonesia
1. Undang-undang Merek,Paten dan Hak Cipta
Peraturan tentang Franchise juga dapat di tinjau dari Hukum Hak atas
Kekayaan Intelektual. Beberapa bagian dari Franchise yang mempunyai hubungan
yang jelas, ada didalam peraturan Hak atas Kekayaan Intelektual tersebut.
Sehingga dapat dikatakan Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual merupakan
bagian dari Franchise maupun sebaliknya. Beberapa bagian dari Franchise diatur
didalam Undang-undang Merek, Paten dan Hak Cipta ini dapat kita lihat sebagai
berikut.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
a. Undang-undang Merek
Undang-undang ini semula diatur dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun
1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan, kemudian diganti dengan
Undang-undang 19 Tahun 1992 tentang Merek, selanjutnya di ubah dengan
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 dan yang terakhir diubah dengan Undang-
undang Nomor 15 Tahun 2001 untuk selanjutnya disebut dengan Undang-Undang
Merek (UUM).
Kaitannya dengan Franchise yang menjadikan Undang-undang Merek ini
merupakan salah satu Sumber Hukum dari Franchise dapat kita lihat dalam Bab V
(lima) yakni “Pengalihan Hak Atas Merek Terdaftar” dan lebih jelasnya dapat
dilihat dalam Pasal 40, Pasal 41 dan Pasal 42:
Pasal 41:
Ayat 1 :Pengalihan hak atas Merek terdaftar dapat disertai dengan pengalihan
nama baik ,reputasi, atau lain-lainnya yang terkait dengan Merek
tersebut.
Ayat 2 :Hak atas Merek Jasa Terdaftar yang tidak dapat dipisahkan dari
kemampuan kualitas, atau ketrampilan Pribadi pemberi jasa yang
bersangkutan dapat dialihkan dengan ketentuan harus ada jaminan
terhadap kualitas pemberian jasa
Pasal 42: Pengalihan hak atas Merek terdaftar dapat di catat oleh Direktorat
Jendral apabila disertai pernyataan tertulis dari penerima pengalihan
bahwa Merek tersebut akan digunakan bagi perdagangan barang
dan/atau jasa.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
b. Undang-undang Paten
Paten pada awalnya di Indonesia diatur adalam Octrooiwet , Stb 1910. No.
313 sehingga pada Tahun 1989 diterbitkannya Undang-undang Nomor. 6 Tahun
1989 lalu diubah dengan Undang-undang Nomor.13 Tahun 1997 dan terakhir
diganti dengan Undang-undang Nomor. 14 Tahun 2001.
Undang-undang ini dikatakan sebagai salah satu sumber hukum dalam
Franchise, dikarenakan adanya hubungan dalam pasal Undang-undang Paten ini
yang berkaitan dengan Franchise, yakni dapat dilihat dalam Bab V (lima)
“Pengalihan dan Lisensi Paten” terdapat pada Pasal 66, Pasal 67 dan Pasal 68.
Pasal 66 :
Ayat 1: Paten dapat beralih atau dialihkan baik seluruhnya maupun
sebagian karena :
a. Pewarisan;
b. Hibah:
c. Wasiat;
d. Perjanjian tertulis; atau
e. Sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan
Ayat 2: Pengalihan Paten sebagai mana yang dimaksud pada ayat (1) huruf
a, huruf b, dan huruf c, harus disertai dengan dokumen asli Paten
berikut hak lain yang berkaitan dengan paten itu.
Ayat 3: Segala bentuk pengalihan Paten sebagai mana yang dimaksud
pada ayat (1) wajib dicatat dan diumumkan dengan dikenakan
biaya.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
Ayat 4: Pengalihan Paten yang tidak sesuai dengan ketentuan pasal ini
tidak sah dan batal demi hukum.
Ayat 5: Syarat dan tata cara pencatatan pengalihan Paten diatur lebih lanjut
dengan Keputusan Presiden
c. Undang-undang Hak Cipta
Hak Cipta sebelum kemerdekaan diatur berdasarkan Aurteurswet Stb.
1912 Nomor. 600, dan setela kemerdekaan di bentuklah Undang-undang
Nomor.6 tahun 1982 LN. TH. 1982: No.42 dan diubah lagi dengan Undang-
undang Nomor. 12 Tahun 1997 LN. 1987: No. 29 dan terakhir diubah dengan
Undang-undang No. 19 Tahun 2002. Untuk selanjutnya disebut sebagai Undang-
undang Hak Cipta (UUHC)
Keterkaitan Hak Cipta dengan Franchise dapat dilihat dalam Pasal-pasal
yang terdapat dalam Bab VII (tujuh) yang terdapat dalam Pasal 49, Pasal 50, dan
Pasal 51. salah satunya isinya yakni:
Pasal 49
Ayat 1: Pelaku memiliki Hak Eksklusif untuk memberikan izin atau
melarang pihak lain yang tanpa persetujuan membuat,
memperbanyak, atau menyiarkan rekaman suara dan/ atau
gambar pertunjukannya.
Ayat 2: Produser Rekaman Suara memiliki Hak Eksklusif untuk
memberikan izin atau melarang pihak lain yang tanpa
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
persetujuannya memperbanyak dan/atau menyewakan rekaman
suara dan rekaman bunyi.
Ayat 3: Lembaga penyiaran memiliki Hak eksklusif untuk memberikan
izin atau melarang pihak lain yang tanpa persetujuan membuat,
memperbanyak, dan/atau menyiarkan ulang karya siarannya
melalui transmisi dengan atau tanpa kabel, atau dengan sistem
elektromagnetik lain.
2. Undang-undang Penanaman Modal Asing Sebagai Dasar Hukum
Undang-undang Penanaman Modal Asing ini dibentuk pada Tahun 2007
dan dikeluarkanlah Undang-undang tentang Penanaman Modal Asing, Undang-
undang Nomor. 25 Tahun 2007. Dalam Pelaksanaan Franchising perlu dilihat
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang Penanaman Modal Ini,
dikarenakan terdapat beberapa pasal dalam Undang-undang ini yang juga
mengatur masalah Franchise atau Waralaba. Ketentuan-ketentuan tersebut dapat
kita lihat dalam Bab IX (sembilan) yakni tentang “Hak,Kewajiban dan tanggung
Jawab Penanam Modal” yang terdapat dalam Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, dan
Pasal 17.
Pasal 14:
Setiap penanam modal berhak mendapat:
a. Kepastian hak, hukum, dan perlindungan;
b. Informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya;
c. Hak pelayanan; dan
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
d. Berbagai bentuk fasilitas kemudahan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 15:
Setiap penanam modal berkewajiban:
a. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;
b. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;
c. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya
kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal;
d. Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha
penanaman modal; dan
e. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16:
Setiap penanam modal bertanggung jawab:
a. Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam
modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan
usahanya secara sepihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
c. Menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli,
dan hal lain yang merugikan negara;
d. Menjaga kelestarian lingkungan hidup;
e. Menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja;
dan
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
f. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 17:
Penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak
terbarukan wajib mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi
yang memenuhi standar kelayakan lingkungan hidup, yang pelaksanaannya diatur
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dimana Para Pemilik Hak Franchise Harus berpanduan kedalam Peraturan
yang terkandung dalam Pasal-pasal diatas sebelum melakukan kegiatan usaha
Franchise, sebab dalam Undang-undang Penanaman Modal Asing sudah
ditentukan Persyaratan-persyaratan yang harus di penuhi oleh para Pemilik Modal
sebelum menanamkan modalnya di Indonesia, sehingga tidak terjadi kesalah
pahaman antara pihak-pihak yang melakukan kerjasama dibidang Franchise
tersebut.
3. Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian RI NO.
259/MPP/KEP/7 1997 Tanggal 30 Juli 1997
Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian ini di bentuk dan
disahkan pada Tanggal 30 Juli 1997, dimana Keputusan Menteri ini mengatur
mengenai “Ketentuan dan Tata cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba”
dimana dalam Peraturan ini disebutkan syarat-syarat Pendaftaran Usaha Waralaba
(Franchise). Untuk lebih jelasnya dapat di lihat dalam Bab IV tentang
“Persyaratan Waralaba” seperti yang tercantum dalam Pasal 16, Pasal 17, Pasal
18, Pasal 19, dan Pasal 20. Dan dapat dilihat sebagai berikut:
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
Pasal 16
Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba/Penerima Waralaba Lanjutan
mengutamakan penggunaan barang dan atau bahan hasil produksi dalam negeri
sebanyak-banyaknya sepanjang memenuhi standar mutu barang dan jasa yang
disediakan dan atau dijual berdasarkan Perjanjian Waralaba.
Pasal 17
1. Pemberi Waralaba mengutamakan pengusaha kecil dan menengah sebagai
Penerima Waralaba/Penerima Waralaba Lanjutan dan atau pemasok dalam
rangka penyediaan dan atau pengadaan barang dan atau jasa.
2. Dalam hal Penerima Waralaba/Penerima Waralaba Lanjutan bukan
merupakan pengusaha kecil dan menengah, Pemberi Waralaba dan
Penerima Waralaba/ Penerima Waralaba Lanjutan wajib mengutamakan
kerjasama dan atau pasokan barang dan atau jasa dari pengusaha kecil dan
menengah.
Pasal 18
1. Usaha Waralaba dapat dilakukan di semua Ibukota Propinsi, dan
kota/tempat tertentu lainnya di Daerah Tingkat II yang ditetapkan dari
waktu ke waktu oleh Menteri.
2. Usaha Waralaba di kota/tempat tertentu lainnya di Daerah Tingkat II
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri secara
bertahap dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat, tingkat
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
perkembangan sosial dan ekonomi dan dalam rangka pengembangan usaha
kecil dan menengah di wilayah yang bersangkutan.
3. Lokasi usaha waralaba di Ibukota Propinsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yang berada di Pasar Tradisional dan di luar Pasar Modern (Mall,
Super Market, Department Store dan Shopping Center), hanya
diperbolehkan bagi usaha waralaba yang diselenggarakan oleh pengusaha
kecil.
4. Usaha waralaba di kota/tempat tertentu lainnya di Daerah Tingkat II
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya diperbolehkan
bagi usaha waralaba yang diselenggarakan oleh pengusaha kecil.
5. Usaha waralaba di kota/tempat tertentu lainnya di Daerah Tingkat II
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sepanjang berada di
Pasar Modern (Mall, Super Market, Department Store dan Shopping
Center), dapat diselenggarakan oleh bukan pengusaha kecil setelah
mendapat persetujuan dari Menteri atau pejabat lain yang ditunjuk.
Pasal 19
1. Pemberi Waralaba dilarang menunjuk lebih dari 1 (satu) Penerima
Waralaba di lokasi tertentu yang berdekatan, untuk barang dan atau jasa
yang sama dan menggunakan merek yang sama, apabila diketahui atau
patut diketahui bahwa penunjukan lebih dari satu Penerima Waralaba itu
akan mengakibatkan ketidaklayakan usaha Waralaba di kolasi tersebut.
2. Penerima Waralaba Utama dilarang menunjuk lebih dari 1 (satu) Penerima
Waralaba Lanjutan di lokasi tertentu yang berdekatan, untuk barang dan
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
atau jasa yang sama dan menggunakan merek yang sama, apabila
diketahui atau patut diketahui bahwa penunjukan lebih dari satu Penerima
Waralaba itu akan mengakibatkan ketidaklayakan usaha Waralaba di
kolasi tersebut.
3. Apabila di suatu lokasi yang berdekatan sudah ada usaha Waralaba yang
dilakukan oleh Penerima Waralaba/Penerima Waralaba Lanjutan, maka di
kolasi tersebut dilarang didirikan usaha yang merupakan cabang dari
Pemberi Waralaba yang bersangkutan dengan merek yang sama kecuali
untuk barang dan atau jasa yang berbeda.
Pasal 20
Dikecualikan oleh ketentuan dalam Pasal 18, kegiatan usaha Waralaba
yang memperdagangkan khusus barang/makanan/minuman dan jasa tradisional
khas Indonesia dapat diselenggarakan di seluruh wilayah Indonesia oleh usaha
kecil dan menengah dan atau mengikutsertakan usaha kecil dan menengah.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
BAB III
GAMBARAN UMUM HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL
A. Latar Belakang Munculnya Hak atas Kekayaan Intelektual
Munculnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Intellectual Property
Rights (IPR) sebagai bahan pembicaraan dalam tataran nasional, regional dan
bahkan internasional tidak lepas dari pembentukan organisasi perdagangan dunia
atau World Trade Organization (WTO). Pembentukan WTO sendiri mempunyai
sejarah yang cukup panjang, yakni ditandai dengan masalah perundingan tarif dan
perdagangan (General Aggreement Tariff and Trade, GATT). Dalam putaran
terakhir pada tahun 1994 di Maroko (Marakesh) ditandatangani oleh sejumlah
negara peserta konferensi pembentukan WTO. Indonesia sendiri telah meratifikasi
dengan Undang-undang No.7 Tahun 1995. Salah satu bagian yang cukup penting
dalam dokumen pembentukan WTO adalah lampiran IC yakni tentang Hak
Kekayaan Intelektual dikaitkan dengan perdagangan (Trade Related Intellectual
Property Rights, TRIPs).
Amerika Serikat (AS) sebagai salah satu pelopor pembentukan WTO,
mengaitkan masalah perdagangan dengan HKI. Sebenarnya organisasi yang
menangani masalah HKI jauh sebelum lahirnya WTO sudah ada yakni WIPO
(World Intellectual Property Organization) badan khusus PBB, namun WIPO
dianggap kurang kuat dalam melindungi HKI.
Dengan dibentuknya organisasi perdagangan dunia, World Trade
Organization (WTO), maka isu masalah Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual
Property Rights) semakin muncuk ke permukaan. Mengapa? Hal ini muncul
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
karena masalah perdagangan yang dewasa ini semakin mengglobal dicoba untuk
dikaitkan dengan HKI (Trade Related Intellectual Property Rights, TRIPs).
Prinsip dasar yang tercantum dalam TRIPs yakni:
1. Perlakuan sama (National Treatment) terhadap semua warga negara.
2. Perlakuan istimewa untuk negara tertentu.
3. Persetujuan memperoleh atau mempertahankan perlindungan.
Sedangkan tujuan perlindungan HKI digunakan untuk inovasi teknologi atau
penyebaran teknologi dalam menunjang kesejahteraan sosial ekonomi serta
menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Indonesia sendiri telah mengantisipasi masalah ini. Hal ini dapat dilihat
dalam Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. Dalam
Undang-undang ini disebutkan atas permintaan pemilik barang atau pemegang
hak atas merek atau hak cipta, Ketua Pengadilan Negeri setempat dapat
mengeluarkan perintah tertulis kepada pejabat bea dan cukai untuk menangguhkan
sementara waktu pengeluaran barang impor atau ekspor dari kawasan pabean
yang berdasarkan bukti yang cukup, diduga merupakan hasil pelanggaran merek
dan hak cipta dilindungi di Indonesia (Lihat pasal 54 Undang-undang
Kepabeanan).
Dari latar belakang munculnya WTO tersebut dapat dipahami bahwa
masalah HKI berkaitan erat dengan dunia bisnis. Untuk itu, tidaklah
mengherankan apabila para pelaku bisnis mengeluarkan banyak dana untuk
melakukan penelitian dan pengembangan dari hasil yang sudah ada. Tujuan dari
riset tersebut yaitu untuk mengetahui apa yang sedang dibutuhkan oleh
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
masyarakat, ataupun melakukan suatu penelitian dalam bidang teknologi, yang
hasilnya kelak dapat dijual.
Dalam situasi seperti ini, memang dituntut kreativitas yang cukup tinggi
dari pelaku bisnis, investor dan kreator yang melahirkan hasil karya dan kreasi
yang mempunyai nilai jual di kemudian hari. Hasil karya yang dilahirkan tersebut,
di samping mempunyai nilai ekonomis juga mempunyai implikasi yuridis. Hal ini
disebabkan apabila dilihat dari sudut pandang hukum antara pihak yang
melahirkan suatu kreasi dengan hasil kreasinya ada hubungan yang erat.
Hubungan hukum yang dimaksud yaitu adanya hak yang melekat pada hasil kreasi
orang yang bersangkutan, baik hak moral (moral rights) yang berarti namanya
sebagai pencipta tercantum dalam hasil karya tersebut, maupun hak ekonomis
(economic rights) yang berati ia berhak menikmati hasil (royalty) dari penjualan
hasil karyanya. Hak inilah dalam sudut pandang hukum dikenal dengan
Intellectual Property Rights (IPR) atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
Apakah HKI ada hubungannya dengan hak kebendaan? Apabila dipelajari
dalam kepustakaan ilmu hukum, dapat diketahui bahwa HKI dikelompokkan ke
dalam hak kebendaan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh R. Subekti23
23 R. Subekti, Pokok-pokok Dari Hukum Perdata, Jakarta:Pembimbing Masa,1965.Cet. 6 Hal, 41
,
pengertian luas perkatan benda ialah segala sesuatu yang dihaki oleh orang. Ada
juga perkatan benda itu dipakai dalam arti sempit yaitu sebagai barang yang dapat
dilihat saja. Ada lagi ia dipakai, jika dimaksudkan sebagai kekayaan seseorang
saja. Jika perkataan benda dipakai dalam arti kekayaan seseorang, maka
berdasarkan pernyataan tersebut benda yang ada di dalamnya juga meliputi
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
barang-barang yang tidak dapat terlihat yaitu hak-hak, misalnya hak piutang atau
penagihan.
Apabila pendapat tersebut dikaitkan dengan masalah HKI, maka dapat
dikemukakan bahwa hak tagih ternyata dapat dikelompokkan dengan HKI. Yang
menjadi pertanyaan adalah kapan hak kekayaan tersebut melekat pada orang yang
bersangkutan? Dengan kata lain, apakah terbitnya hak atas kekayaan ini apakah
muncul dengan sendirinya atau harus melalui suatu proses hukum yang harus
diikuti.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, dalam kepustakaan ilmu
hukum muncul beberapa teori yang mencoba memberikan jawaban24
a. Teori Perjanjian (The Bargain or Contract Theorie). Menurut teori ini, jika
seseorang diberi hadiah atau penghargaan atas usaha ciptaannya maka ia
akan dirangsang semangatnya untuk mengusahakan terciptanya penemuan
baru.
, yakni:
b. Teori Hak Asasi (The Natural Rights Theorie). Menurut teori ini
penemuan adalah hasil usaha mental dari seseorang, oleh karena itu
menjadi hak miliknya. Ia bebas menggunakan haknya dan karena itu tidak
ada kewajiban untuk mengungkapkan (disclosure) penemuan yang
dihasilkannya. Namun agar orang lain dapat mengetahui adanya penemuan
itu, guna menghasilkan penemuan baru sebagai kelanjutannya, maka
negara memberi hak khusus kepada penciptanya dengan memberikan
perlindungan hukum selama jangka waktu tertentu.
24 Harsono Adisumarto, Hak Milik Perindustrian, Jakarta:Akademik Presindo, 1989. Cet. 1 Hal. 17.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
Dari kedua teori di atas, terlihat bahwa munculnya Hak Kekayaan
Intelektual tidak muncul begitu saja, akan tetapi perlu ada campur tangan negara,
dalam arti negara memberikan pengakuan atas hasil karya seseorang. Dengan
diakui hak atas karyanya tersebut, maka yang bersangkutan berhak
memperbanyak atau memberi izin kepada orang lain. Di sinilah terlihat adanya
karakteristik HKI. Berdasarkan pemikiran ini ada beberapa alasan mengapa HKI
dilindungi:
a. Suatu hasil karya intelektual mengandung langkah inisiatif. Kreativitas
perlu dihargai atas jerih payahnya.
b. Suatu hasil karya bersifat terbuka, harus diurai maka perlu imbalan
(royalty) bagi inventor/kreator.
c. Pemilik rahasia dagang, rentan terhadap pelanggaran.
B. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual
Beberapa literatur tentang pengertian HKI.
a. W.R. Cornish, memberi rumusan sebagai berikut Intellectual Property
Rights protects applican of ideas an informations that are of commercial
value.
b. Sri Redjeki Hartono mengemukakan bahwa Hak Milik Intelektual pada
hakikatnya merupakan suatu hak dengan karakteristik khusus dan
istimewa, karena hak tersebut diberikan oleh negara. Negara berdasarkan
ketentuan undang-undang, memberikan hak khusus tersebut kepada yang
berhak sesuai dengan prosedur dan syarat-syarat yang harus dipenuhi.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
Jadi hakikatnya HKI adalah adanya suatu kreasi (creation). Kreasi ini
mungkin dalam bidang kesenian (art), bidang industri, ilmu pengetahuan ataupun
kombinasi dari ketiganya.
Oleh karena itu, apabila seseorang ingin Hak Kekayaan Intelektualnya
mendapat perlakuan khusus atau tepatnya dilindungi oleh hukum harus mengikuti
prosedur tertentu yang ditetapkan oleh negara. Prosedur yang dimaksud di sini
adalah melakukan pendaftaran HKI di tempat yang sudah ditentukan oleh undang-
undang. Perlunya melakukan pendaftaran tersebut mengingat di era globalisasi ini
arus informasi datang begitu cepat bahkan hampir tidak ada batas antar negara
(borderless state). Sehingga tidaklah mengherankan apabila HKI merupakan salah
satu obyek bisnis yang cukup diminati oleh pelaku bisnis, karena dianggap dapat
mendatangkan keuntungan, ketimbang harus memulai dari nol.
Seperti yang dikemukakan oleh S.Kajatmo, dalam era perdagangan dunia
sekarang ini hendaknya Hak Cipta segera didaftarkan agar setip pencipta, penemu
atau pelaku ekonomi tidak akan mudah dijatuhkan oleh pihak yang lain.
Jadi di sini terlihat, bahwa lembaga pendaftaran dan pengakuan HKI
mempunyai peranan penting dalam dunia bisnis. Menagapa? Karena ada jenis
HKI yang secara teoritis tidak perlu didaftarkan, maka pada saat itu hak tersebut
sudah dilindungi. Hanya saja, apabila ada pelanggaran HKI sulit untuk
membuktikan bagi pemegang HKI yang tidak mendaftarkan haknya. Sebaliknya
bisa terjadi, orang lain yang mendaftarkan hak tersebut. Sebagai contoh kasus
batik yang dibuat di Indonesia, yang didaftarkan oleh pengusaha Jerman di
negaranya dan oleh pengusaha Jepang di negaranya. Akibatnya impor batik dari
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
Indonesia ke kedua negara tersebut mendapat hambatan, mengapa? Karena batik
yng datang dari luar negeri dianggap HKI.
C. Ruang Lingkup Hak Kekayaan Intelektual
Dalam kepustakaan ilmu, HKI pada umumnya dibagi menjadi dua bagian
yakni sebagai berikut:
1. Hak Cipta (Copy Right)
2. Hak atas Kekayaan Industri (Idustrial Property) yang terdiri dari:
a. Hak Paten (Patent);
b. Hak Merek (Trademark);
c. Hak Produk Industri (Industrial Design);
d. Penanggulangan Praktik Persaingan Curang (Repretion of Unfair
Competition Practices)
Jika dicermati dalam ketentuan TRIPs, HKI dapat digolongkan dalam 8
(delapan) golongan, antara lain:
1. Hak Cipta dan hak terkait lainnya;
2. Merek Dagang;
3. Indikasi Geografis;
4. Desain Produk Industri;
5. Paten;
6. Desain Lay Out (topografi) dari rangkaian elektronik terpadu;
7. Perlindungan terhadap informasi yang dirahasiakan;
8. Pengendalian atas Praktik Persaingan Curang.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
Bagaimana halnya di Indonesia, apakah semua HKI yang dimaksud di atas
sudah diatur dalam undang-undang tersendiri? Apabila diperhatikan peraturan
perundang-undangan HKI di Indonesia, tampaknya semua hal tersebut sudah
diatur dalam undang-undang tersendiri, antara lain;
1. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas
Tanaman.
2. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
3. Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri.
4. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Rangkaian Tata
Letak Sirkuit Terpadu.
5. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
6. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek.
7. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Ruang lingkup Hak Kekayaan Intelektual yang lebih berperan dalam
bidang Franchise adalah Hak Paten, Hak merek dan Hak Cipta. Hal ini
dikarenakan bahwa adanya faktor-faktor yang mendukung keterkaitan antara hak-
hak di atas dengan Franchise, Oleh sebab itu lebih lanjut akan dijelaskan
mengenai Hak Paten, Merek dan Hak Cipta.
1. Hak Merek
1.1 Dasar Hukum
Merek sebagai salah satu bagian yang cukup penting dalam bidang HKI, di
Indonesia semula diatur dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang
Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan. Mengingat Undang-undang ini
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
dianggap kurang memadai lagi, kemudian diganti lagi dengan Undang-undang
Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek. Undang-undang ini pun kemudian diganti
dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 dan terakhir diubah dengan
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001. Untuk selanjutnya disebut UUM.
1.2 Pengertian Merek
Salah satu bidang kajian HKI yang cukup berperan dalam bisnis dewasa
ini adalah merek (Trademark), karena masalah merek erat kaitannya dengan
produk yang ditawarkan produsen baik berupa barang maupun jasa. Bagi
konsumen timbul suatu prestise tersendiri bila dia menggunakan merek tertentu.
Jadi dalam masyarakat ada semacam anggapan bahwa merek yang digunakan
dapat menunjukan status sosial sang pemakai merek. Untuk lebih jelasnya kita
dapat mengetahui mengenai merek dalam Pasal 1 butir 1 Undang-undang Merek
(UUM) disebutkan, Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-
huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut
yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam bidang perdagangan barang
atau jasa. Merek Dagang adalah merek yang digunakan pada barang-barang yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau
badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang jenis lainnya (Pasal 1
butir 2). Merek Jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau
badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya (Pasal 1 butir
3).
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
Melihat rumusan merek masih bersifat umum, maka rumusan merek pun
dapat dijumpai dalam literatur HKI, yakni para Pakar mencoba memberikan
rumusan tentang merek, antara lain dikemukakan oleh :
a. Sudargo Gautama. Menurut perumusan pada Paris Convention,
maka suatu trade mark atau merek pada umumnya didefinisikan
sebagai suatu tanda yang berperan untuk membedakan barang-
barang dari suatu perusahaan dengan barang-barang perusahaan
lainnya.
b. R.M Suryodiningrat. Barang-barang yang dihasilkan oleh
pabriknya dengan dibungkus dan pada bungkusannya itu
dibubuhkan tanda tulisan dan atau perkataan untuk membedakan
dari barang sejenis hasil perusahaan lain, tanda inilah yang disebut
merek Perusahaan.
Dari rumusan di atas dapat dikemukakan, bahwa merek adalah tanda yang
digunakan dalam kegiatan perdagangan dan jasa. Dengan demikian secara teoritis
bagi konsumen dapat menentukan pilihan mana yang terbaik bagi dia.
1.2 Pendaftaran Merek
Untuk mengajukan permohonan pendaftaran merek diperlukan syarat-
syarat tertentu. Dalam Pasal 4 UUM disebutkan, merek tidak dapat didaftarkan
atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beritikad tidak baik.
Dalam Pasal 5 UUM disebutkan, merek tidak dapat didaftarkan apabila merek
tersebut mengandung salah satu unsur di bawah ini:
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
a. Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
moralitas, keagamaan, kesusilaan, atau ketertiban umum.
b. Tidak memiliki daya pembeda.
c. Telah menjadi milik umum.
d. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang
dimohonkan pendaftarnya.
Selanjutnya dalam Pasal 7 UUM disebutkan permohonan pendaftaran
merek diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktur Jendral
dengan mencantumkan :
a. Tanggal, bulan dan tahun
b. Nama lengkap, Kewarga Negaraan dan alamat pemohon;
c. Nama lengkap dan alamat kuasa apabila permohonan diajukan melalui
kuasa
d. Warna-warni apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya
menggunakan unsur warna-warni
e. Nama dan negara tanggal permintaan merek yang pertama kali dalam
hal permohonan diajukan dengan hak prioritas.
2. Hak Paten
Dasar Hukum
Keberadaan Paten sebagai bagian HKI semula diatur dalam Octrooiwet,
Stb.1910. No. 313. Mengingat perkembangan teknologi begitu cepat dan didasari
oleh keinginan untuk memiliki Undang-undang Nasional tentang Paten, maka
pada tahun 1989 pemerintah menerbitkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
Tentang Paten, Kemudian undang-undang ini pun diubang dengan Undang-
undang Nomor 13 Tahun 1997, dan terakhir diganti dengan Undang-undang
Nomor 14 Tahun 2001 yang diundangkan pada tanggal 1 Agustus 2001, untuk
selanjutnya disebut UUP.
Arti pentingnya UUP antara lain adalah:
a. Untuk mendorong Investor berkreativitas dalam teknologi
b. Memberi keleluasaan Industri dalam memilih teknologi baru
c. Memacu sector industri untuk melakukan investasi
d. Sarana alih Teknologi
e. Instrumen penentu kebijakan pembangunan.
Maka prinsip pokok yang melandasi lahirnya UUP yakni:
a. Paten diberikan atas dasar permintaan
b. Paten untuk satu investasi
c. Investasi harus baru, mengandung langkah inventif, dapat diterapkan
dalam industri.
Pengertian Paten
Dalam Undang-undang Paten (UUP) disebutkan, Paten adalah hak ekslusif
yang diberikan oleh negara kepada investor atas hasil inventor atas hasil
invensinya di bidang teknologi, selama waktu tertentu yang melaksanakan sendiri
invensinya atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk
melaksanakannya. (Pasal 1 butir 1). Invensi adalah ide inventor yang dituangkan
dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi, dapat
merupakan produk atau proses atau penyempurnaan dan pengembangan produk
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
atau proses. (Pasal 1 butir 2). Investor adalah seorang secara sendiri-sendiri atau
beberapa orang secara bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam
kegiatan yang menghasilkan invensi (Pasal 1 butir 3). Paten diberikan atas dasar
permohonan (Pasal 20).
Dalam kepustakaan ilmu hukum dapat ditemui rumusan tentang paten
yakni: Patent is grant of a right to exclude other from the making, using, or
selling of an invention during a specific time, it’s constitute a legitimate
monopoly. Dari rumusan di atas, dapat dikemukakan bahwa paten merupakan
hasil kreativitas seseorang dalam bidang teknologi.
Ruang Lingkup Paten
Dalam UUP disebutkan paten diberikan untuk invensi yang baru dan
mengandung langkah inventif dan dapat diterapkan dalam industri (Pasal 2 ayat
1). Suatu invensi mengandung langkah inventif, jika invensi tersebut bagi
seseorang yang mempunyai keahlian biasa mengenai teknik merupakan hal yang
tidak dapat diduga sebelumnya.
Penilaiaan bahwa suatu invensi merupakan hal yang tidak dapat diduga
harus dilakukan dengan memperhatikan keahlian yang ada pada saat permohonan
diajukan atau yang telah ada pada saat diajukan permohonan pertama dalam
permohonan itu diajukan dengan hak prioritas (Pasal 2 ayat 3).
Rumusan secara negatif dijabarkan dalam pasal 3 UUP sebagai berikut:
1. Suatu invensi dianggap baru, jika pada tanggal penerimaan invensi
tersebut tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan
sebelumnya;
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
2. Tekonologi yang diungkapkan sebelumnya sebagai mana yang
diungkapkan pada ayat (1) adalah teknologi yang telah diumumkan
di Indonesia atau di luar Indonesia dalam suatu tulisan, uraian atau
melalui peragaan, atau dengan cara lain yang kemungkinan seorang
ahli untuk melaksanakan invensi tersebut sebelumnya:
a. Tanggal Penerimaan, atau
b. Tanggal Prioritas.
Jangka waktu Paten, selama dua puluh (20) tahun terhitung sejak tanggal
penerimaan. Untuk paten sederhana jangka waktunya selama sepuluh (10) tahun
(Pasal 8 dan 9 UUP)
Tata cara mendapatkan Paten
Dalam Pasal 10 UUP disebutkan yang berhak memperoleh paten adalah
investor atau yang menerima lebih lanjut hak investor yang bersangkutan.
Selanjutnya dalam Pasal 22 disebutkan, permohonan diajukan dengan membayar
biaya kepada Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual.
Namun perlu juga diperhatikan bahwa tidak setiap invensi dapat diberikan
paten, hal ini dijabarkan pada Pasal 7 UUP bahwa paten tidak diberikan untuk
invensi tentang:
a. Proses atau produk yang pengumunan dan penggunaan atau
pelaksanaan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, moralitas, agama, ketertiban umum, atau kesusilaan.
b. Metode pemeriksaan, perawatan,pengobatan dan/atau pembedahan
yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan;
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
c. Teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika; atau
d. i. Semua makhluk hidup kecuali jasad renik;
ii. Proses biologis yang esensial untuk memproduksi tanaman atau
hewan, kecuali proses non biologis atau proses mikro biologis.
Dari ketentuan di atas terlihat bahwa paten tidak begitu saja diberikan oleh
negara, melainkan investor harus mengajukan permohonan kepada negara. Jika
suatu invensi hendak diajukan ke kantor paten agar permohonan atau tepatnya
pendaftaran dikabulkan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Invensi itu harus baru (Novelty).
b. Mengandung langkah inventif (Inventive step).
c. Dapat diterapkaan dalam industri (Industrial applicability).
Dengan demikian semakin jelas, bahwa untuk mendapatkan paten wajib
melakukan pendaftaran invensinya jika ingin dilindungi oleh UUP. Apabila segala
persyaratan yang ditentukan sudah dipenuhi maka kepada pihak yang melakukan
pendaftaran paten akan diberikan hak khusus.
Oleh karena itu, pendaftaran adalah mutlak. Keuntungan lain yang
diperoleh jika invensi didaftarkan, bagi pihak yang merasa haknya dilanggar dapat
menggugat pelanggar paten (Pasal 117-128 UUP).
3. Hak Cipta
3.1. Dasar Hukum
Sebelum kemerdekaan Republik Indonesia masalah Hak Cipta diatur
berdasarkan Auteurswet Stb.1912 Nomor 600. Setelah kemerdekaan Republik
Indonesia ketentuan Hak Cipta diatur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
1982 LN Tahun 1982: Nomor 15. Kemudian undang-undang ini diubah dengan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 LN 1987: Nomor 42 dan diubah lagi
dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997. LN. 1997 Nomor 29, dan terakhir
diubah dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Untuk selanjutnya
disingkat UUHC. UUHC mengalami beberapa kali perubahan, hal ini disebabkan:
a. Perkembangan di bidang ekonomi nasional dan internasional berkembang
dengan cepat. Perlindungan hak cipta perlu ditingkatkan;
b. Indonesia ikut serta dalam perjanjian internasional khususnya TRIPs,
berkewajiban menyesuaikan UUHC dengan perjanjian internasional
a. Pengertian Hak Cipta
Dalam UUHC disebutkan Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta
atau penerima ha untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau
memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 butir 1).
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang
atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran,
imajinasi, kecekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan ke dalam
bentuk yang khas dan bersifat pribadi (Pasal 1 butir 2).
Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta yang menunjukkan keasliannya
dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni atau sastra (Pasal 1 butir 3).
Pemegang Hak Cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta atau pihak
(Pasal 1 butir 4).
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
Dari ketentuan di atas terlihat bahwa bagi seseorang yang telah memenuhi
syarat yang ditentukan dalam UUHC, mempunyai hak khusus (exclusive rights)
terhadap suatu hasil karya cipta. Sebagai hak khusus, pencipta atau pemegang hak
cipta mempunyai hak untuk:
a. Memperbanyak Ciptaannya, artinya pencipta atau pemegang hak cipta
dapat menambah jumlah ciptaan dengan perbuatan yang sama, hamper
sama atau menyerupai ciptaan-ciptaan tersebut dengan mempergunakan
bahan-bahan yang sama maupun tidak sama termasuk mengalihwujudkan
ciptaan (Pasal 1 butir 6);
b. Mengunakan Ciptaannya, artinya pencipta atau pemegang hak cipta dapat
menyiarkan dengan menggunakan alat apapun, sehinga ciptaan dapat
didengar; dibaca atau dilihat oleh orang lain (Pasal 1 butir 5 UUHC);
c. Memperbanyak Haknya, artinya hak cipta sebagai hak kebendaan, maka
pencipta atau pemegang hak cipta dapat menggugat pihak yang melanggar
hak ciptanya (Pasal 49 UUHC).
b. Ruang Lingkup Hak Cipta
Dalam Pasal 12 ayat (1) UUHC disebutkan, dalam UU ini ciptaan yang
dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang
mencakup:
a. Buku, program computer, pamphlet, perwajahan (lay out) karya tulis
yang diterbitkan dan semua hasil karya tulis lain;
b. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu
pengetahuan;
d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan dan
pantomim;
f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir,
seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase dan seni terapan;
g. Arsitektur;
h. Peta;
i. Seni batik;
j. Fotografi;
k. Sinematografi;
l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database dan karya lain dari
hasil pengalihwujudan.
Dari ketentuan di atas ada suatu hal yang kiranya perlu dikemukakan di
sini, sekalipun karya fotografi dilindungi oleh UUHC, namu jika fotografi untuk
kepentingan yang difota, maka hak ciptanya ada pada yang difoto. Sebagaimana
yang dijabarkan dalam Pasal 19 UUHC untuk memperbanyak atau
mengumumkan ciptaannya, pemegang cipta atas potret seseorang harus terlebih
dahulu mendapatkan izin dari orang yang dipotret, atau izin ahli warisnya dalam
jangka waktu 10 (sepuluh) tahun setelah orang yang dipotret meninggal dunia.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
c. Pendaftaran Hak Cipta
Pendaftaran hak cipta bukan merupakan suatu keharusan, karena tanpa
didaftarkan pun hak cipta dilindungi UUHC. Hanya saja ciptaan yang
tidak didaftarkan akan lebih sulit pembuktiannya apabila ada pelanggaran
hak cipta, jika dibandingkan dengan hak cipta yang didaftarkan. Hal ini
dapat disimpulkan dari Pasal 5 ayat (1) UUHC yang mengemukakan,
kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai pencipta adalah:
a. Orang yang namanya terdaftar dalam daftar umum ciptaan pada
Direktur Jenderal; atau
b. Orang yang namanya disebut dalam ciptaan atau diumumkan sebagai
pencipta pada suatu ciptaan.
Apabila ketentuan di atas dicermati secara seksama, tampaknya
pembentuk undang-undang mengharapkan agar hasil karya cipta seseorang
didaftarkan. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pembuktian apabila ada
sengketa atau pelanggaran hak cipta.
Dalam Undang-undang Hak Cipta tidak ada diatur ketentuan khusus
apabila pencipta atau pemegang hak cipta mau mendaftarkan hak ciptanya. Dalam
Pasal 35 UUHC hanya disebutkan, Direktorat Jenderal menyelenggarakan
pendaftaran ciptaan dan dicatat dalam daftar umum ciptaan. Jadi di sini terlihat
bahwa untuk mendapatkan pengakuan hak cipta perlu pendaftaran. Tata cara
pendaftaran Hak Cipta diatur dalam Peraturan Menteri Kehakiman Republik
Indonesia No.: M.01.H.C.03.0.1.1987, tanggal 26 Oktober 1987 tentang
Pendaftaran Ciptaan. Dalam Pasal 1 ayat (1) disebutkan: permohonan pendaftaran
ciptaan diajukan kepada Menteri Kehakiman melalui Direktur Paten dan Hak
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
Cipta dengan surat rangkap dua, ditulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas folio
berganda; (2) Surat permohonan tersebut berisi:
a. Nama, kewarganegaraan dan alamat pencipta;
b. Nama, kewarganegaraan dan alamat pemegang hak cipta;
c. Nama, kewarganegaraan dan alamat kuasa;
d. Jenis dan judul ciptaan;
e. Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali;
f. Uraian ciptaan angkap tiga.
Surat permohonan pendaftaran hanya dapat diajukan untuk satu ciptaan.
Selanjutnya dalam Pasal 11 disebutkan, pengumuman pendaftaran ciptaan dalam
tambahan Berita Negara Republik Indonesia.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
BAB IV
FRANCHISE DITINJAU DARI HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL
\
A. Unsur-unsur Hak Atas Kekayaan Intelektual Yang Terdapat Dalam
Franchise
Bisnis waralaba atau franchise belakangan mewabah dunia usaha di Tanah
Air, terutama kalangan muda yang bermodal kuat. Sebagian pengusaha
berpendapat, mengembangkan bisnis ini relatif lebih mudah dibanding memulai
bisnis dari nol. Menurut Ketua Asosiasi Franchise Indonesia Anang Sukandar di
Jakarta, baru-baru ini, usaha waralaba di Indonesia memiliki tingkat keberhasilan
yang cukup tinggi. Sekitar 65 persen pembeli lisensi waralaba berhasil
mengembangkan usahanya dan tak sekadar balik modal.
Sejauh ini, terdapat sekitar 270 usaha waralaba asing dan sekitar 20
waralaba lokal di Indonesia. Waralaba asing Lebih banyak karena pengusaha luar
negeri memiliki pengalaman lebih lama dalam bisnis waralaba dengan berbagai
keunikan usahanya.
Besar kecilnya modal untuk terjun ke bisnis waralaba tergantung dari jenis
usaha dan produk yang dipilih. Sejumlah bisnis waralaba dikategorikan sebagai
usaha jangka pendek bila modal kembali dalam waktu dua hingga tiga tahun.
Sementara bisnis jangka panjang butuh waktu pengembalian modal sekitar empat
hingga lima tahun. Menurut Anang, supaya berhasil dalam bisnis waralaba,
pengusaha perlu memperhatikan beberapa hal, antara lain lokasi berusaha yang
strategis.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
Salah satu contoh bisnis Waralaba yang berhasil mengembangkan
usahanya adalah lembaga kursus bahasa International Language Program (ILP).
Awalnya, bisnis ini hanya berupa kursus bahasa Inggris di sebuah rumah di
kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Pada 1997, bisnis ini berkembang
menjadi perusahaan penjual waralaba. Dalam waktu tujuh tahun saja, cabang ILP
berkembang dari tujuh cabang menjadi 35 cabang. Perjalanan bisnis ILP terbilang
mulus meski sempat terhambat dengan pemilihan lokasi yang tepat.
Untuk bergabung dengan waralaba ini, pembeli lisensi setidaknya
membutuhkan dana sebesar Rp 1 miliar. Dengan modal sebesar itu pembeli lisensi
mendapatkan pelatihan dasar bagi pegawai dan bantuan promosi. Kita ada training
untuk semua pegawai dari tingkat yang paling tinggi hingga ke staf, kata Direktur
Marketing ILP Susan. Namun, biaya itu tidak termasuk dengan tempat usaha yang
rata-rata harus memiliki luas antara 500 meter persegi hingga 700 meter persegi.
Keuntungan dapat dicapai pembeli lisensi setelah empat tahun berusaha dengan
pembayaran royalti sebesar 12 persen dari keuntungan.
Berbeda dengan ILP, bisnis waralaba minuman Teh Mutiara atau terkenal
dengan istilah Bubble Tea membebaskan peminatnya dari biaya royalti. Untuk
bergabung dengan bisnis ini, peminat diwajibkan membayar Rp 40 juta. Dana itu
digunakan untuk biaya waralaba dan bahan baku minuman selama empat bulan.
Bila digabung dengan biaya mesin seperti juicer dan sewa outlet, total modal yang
dibutuhkan mencapai Rp 80 juta.
Dengan modal awal sebesar itu, dijanjikan investasi pembeli lisensi
kembali dalam tempo lima bulan. Syaratnya, pembeli lisensi dapat menjual
sebanyak 150 gelas per hari dengan harga rata-rata Rp 10 ribu per gelas. Untuk
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
tingkat pengembalian investasi antara lima hingga enam bulan, itu bisa dicapai
jika memilih lokasi yang ramai, papar Direktur Perusahaan Teh Mutiara Dendy
Sjahada.
Seperti bisnis pada umumnya, untuk menjalani waralaba diperlukan
kepekaan terhadap pengembangan usaha seperti pemilihan lokasi dan kecermatan
memanfaatkan celah menguntungkan dari selera dan kebutuhan masyarakat.
Kendati nama dagang terkenal, promosi tetap diperlukan untuk memajukan usaha.
Waralaba adalah pengaturan bisnis dengan sistem pemberian hak
pemakaian nama dagang oleh Franchisor kepada pihak independen atau
Franchisee untuk menjual produk atau jasa sesuai dengan kesepakatan. Konon,
konsep waralaba muncul sejak 200 tahun Sebelum Masehi. Saat itu, seorang
pengusaha Cina memperkenalkan konsep rangkaian toko untuk mendistribusikan
produk makanan dengan merek tertentu. Era modern waralaba berkembang di
Amerika Serikat pada 1863 yang dilakukan pengusaha mesin jahit Singer dan
kemudian diikuti Coca Cola pada 1899.
Di Indonesia, waralaba mulai berkembang pada 1950-an dengan
munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi atau menjadi
agen tunggal pemilik merek. Pada awal perkembangan bisnis waralaba di
Indonesia, restoran cepat saji yang cukup terkenal antara lain Kentucky Fried
Chicken.
Dengan banyaknya jenis franchise baru yang ditawarkan, seringkali
pencari waralaba menjadi bingung, apakah harus memilih waralaba baru yang
menawarkan berbagai fitur menarik dan inovatif, atau haruskan memilih waralaba
yang telah berdiri lebih lama, tampak stabil dan dalam fase maturity.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
Berikut ini adalah beberapa informasi yang berguna untuk Anda yang
sedang melakukan pertimbangan berdasarkan hal tersebut di atas:
- Apakah sebuah waralaba adalah baru ataupun lama, terkadang bukanlah
menjadi patokan mengenai keberhasilan dan pertumbuhan, bisa saja
waralaba yang baru didirikan menjadi sangat prospektif dan
memberikan keuntungan, dan juga bisa berkembang sangat baik di
masa depan, dan sebaliknya, bukan tidak mungkin waralaba yang telah
lama berdiri ternyata memberikan hanya sedikit return. Namun
demikian faktor resiko memang dapat dikatakan berhubungan dengan
berapa lama sebuah franchise telah berdiri, untuk waralaba yang baru
saja hadir, tentu faktor resiko menjadi relatif lebih tinggi daripada
waralaba yang telah lama tersedia, namun dapat dilihat apakah
waralaba yang baru tersebut adalah bagian dari sebuah group yang
terdiri dari beberapa waralaba lain yang telah sukses.
- Bila dikaitkan dengan individu yang akan menjalankan waralaba
tersebut (franchisee), maka dapat dikelompokan menjadi type: risk
taker, moderate, dan risk avoider. Bila seseorang adalah type
pengambil resiko, maka ada kecenderungan ia dapat mengambil
sebuah waralaba yang baru berdiri, dengan harapan menjadi pendahulu
dari merk tersebut, dengan berbagai keuntungan dalam hal kemudahan
proses, biaya setup yang lebih rendah, penguasaan pasar, dan lain
sebagainya. Sebaliknya bagi penghindar resiko, maka cenderung untuk
mengambil jenis franchise yang telah lebih lama established untuk
meminimalkan resiko, dengan konsekuensi bahwa waralaba tersebut
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
telah memiliki jauh lebih banyak unit/cabang, biaya setup yang lebih
tinggi, dan menawarkan lebih sedikit kemudahan sehubungan lebih
banyak peminatnya.
- Terlepas dari baru atau lamanya sebuah waralaba, hal terpenting yang
perlu diketahui adalah konsep bisnis dari sebuah waralaba, apakah
cukup solid, memiliki target/potensial market yang baik, dan sesuai
dengan minat calon terwaralaba.
Seseorang yang tertarik dengan peluang bisnis waralaba biasanya wajib
membeli lisensi atau izin penggunaan nama yang disebut “initial fee” atau
“franchise fee”. Selain berhak menggunakan nama dagang, sebagai imbalan,
pembeli mendapat pengetahuan sistem bisnis serta pelatihan karyawan yang sama
dengan pihak yang mengeluarkan lisensi. Pembeli lisensi juga harus membayar
royalti dari persentase penjualan.
Yang dimaksud dengan Hak Milik Intelektual (intelectual property right)
juga disebut hak milik immaterial adalah: Hak Milik yang tercipta berdasarkan
atau hadir dari karya, kreasi, daya fikir atau inteletualita seseorang, dengan
perkataan lain hak atas kekayaan yang timbul atau lahir dari intelektualita
seseorang. Hak milik intelekual secara umum dapat dikelompokkan dalam:
1. Hak paten (patent)
2. Hak merek (merk)
3. Hak cipta (copyright).
Di depan telah disampaikan rumusan tentang waralaba (franchising),
dimana rumusan itu nyata bahwa waralaba merupakan konsep bisnis yang
berkaitan dengan hak paten, hak merek, hak cipta, dan disain produk industri.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
Dengan adanya perjanjian waralaba mengakibatkan adanya pemberian hak untuk
menggunakan sistem waralaba yang bersangkutan.
1. Paten Sebagai Bentuk Kepemilikan Dalam Franchise
Pengaturan Tentang Paten diatur dalam Undang-undang No.14 Tahun
2001. Paten adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada penemu atas hasil
penemuannya dibidang tehnologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan
sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada orang lain
untuk melaksanakannya (Pasal 1 ayat 1). Invensi adalah Ide Inventor yang
dituangkan dalam suatu ide pemecahan masalah yang spesifik dibidang teknologi
dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk
atau proses.
Dari Pasal 1 angka 2 UUP dapat disimpulkan bahwa penemuan adalah
kegiatan pemecahan masalah tertentu dibidang teknologi yang dapat berupa :
a. Proses produksi, atau
b. Hasil produksi, atau
c. Penyempurnaan proses produksi, atau
d. Penyempurnaan hasil produksi, atau
e. Pengembangan proses produksi, atau
f. Pengembangan hasil produksi.
Suatu Paten bila dialihkan kepada pihak penerima maka pengalihan itu
harus dilakukan secara tertulis. Jika dilakukan dengan perjanjian harus dengan
akta notaris. Dan wajib didaftarkan pada Kantor Paten dan dicatat dalam Daftar
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
Umum. Apabila dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan maka pengalihan itu
tidak sah dan tidak berlaku
Ketentuan ini menyatakan bahwa apabila ada orang lain memakai,
melaksanakan paten milik orang lain yaitu pemakaian hak untuk menikmati
manfaat ekonomi dari paten, maka perbuatannya itu tidak sah dan diet karena itu
dapat dituntut. Pengalihan pemilihan paten baik seluruhnya atau sebagian dapat
terjadi karena pewarisan, hibah, wasiat, perjanjian, dan sebab-sebab lain yang
dibenarkan undangundang. Pelanggaran terhadap paten dapat dituntut secara
perdata dan pidana. Setiap orang yang menggunakan paten tanpa izin pemegang
hak paten, dapat dituntut oleh pemegang (pemilik) hak paten berupa ganti rugi dan
penyerahan kepadanya seluruh atau sebagian dari paten itu (Pasal 121 dan Pasal
122 Undang-Undang Paten). Di samping itu dapat juga dituntut secara pidana bagi
setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak melanggar hak pemegang paten
dengan melakukan salah satu tindakkan sebagai membuat, menjual, menyewakan,
menyerahkan, memakai, menyediakan untuk dijual atau disewakan atau
diserahkan hasil produksi yang diberikan paten, menggunakan proses produksi
yang diberikan paten untuk membuat barang dan tindakan lainnya, dipidana
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun dan denda paling banyak Rp.
100.000.000,- (seratus juta rupiah). Pada paten sederhana dikenakan hukuman
penjara lima tahun dan denda Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). Tindak
pidana ini merupakan perbuatan kejahatan (Pasal 130 dan Pasal 131).
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
2. Merek Sebagai Bentuk Logo Dalam Industri Franchise
Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-
angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsure-unsur tersebut yang memiliki
daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa (Pasal
1 ayat (1) Undang-undang Merek No.15 Tahun 2001).
Suatu merek dianggap sah apabila merek itu telah didaftarkan dalam
Daftar Merek. Barangsiapa yang pertama yang mendaftarkan, dialah yang berhak
atas merek, dan secara eksklusif (exclusive) dia dapat memakai merek tersebut,
sedang pihak lain tidak boleh memakainya, kecuali dengan izin. Tanpa
pendaftaran tidak ada hak atas merek, inilah terdapat lebih banyak kepastian. Hal
ini tersimpul dalam pasal 3 Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek
yang menyatakan: "Hak atas merek adalah hak khusus yang diberikan Negara
kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar merek umum untuk jangka
waktu tertentu menggunakan sendiri merek itu atau memberi izin kepada seorang
atau beberapa orang secara bersama -sama atau badan hukum untuk
menggunakannya". Jelas bahwa penekanan terletak pada pendaftaran yang
menimbulkan hak atas merek dan bukan pada pemakaian pertama. Perlu
diperhatikan Pasal 4 Undang-undang Merek No.15 Tahun 2001:”Merek tidak
dapat didaftarkan atas dasar permohonan yang diajukan oleh Pemohon yang
beritikad tidak baik”. Perlu dijelaskan bahwa pemakaian merek berbeda dengan
kepemilikan merek. Kepemilikan merek dapat diperoleh dengan cara pewarisan,
wasiat, hibah, perjanjian atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh Undang-
Undang. Sedangkan pemakaian merek dapat dilakukan oleh pemilik sendiri,
maupun oleh orang lain dengan izin pemilik merek. Izin ini dapat melalui lisensi
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
atau franchise (waralaba). Apabila diasumsikan bahwa esencial franchise
(waralaba itu adalah perjanjian pemberian lesensi, sesuailah dengan azas
kebebasan berkontrak yang diatur dalam pasal 1338 Kitab Undang-Undan Hukum
Perdata dan pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Oleh karena itu
ketentuan-ketentuan lesensi yang terdapat dalam undang-undang tentang merek
dapat diterapkan pada perjanjian waralaba (franchising). Pemberian lisensi kepada
orang lain dilakukan dengan perja njian untuk menggunakan mereknya baik untuk
sebagian ataupun seluruhnya jenis barang atau jasa yang termasuk dalam satu
kelas. Artinya tidak setiap orang boleh memakai merek orang lain tanpa izin
pemilik merek yang bersangkutan. Apabila seseorang memakai merek orang lain
tanpa izin pemilik merek maka pemilik merek dapat menuntut pemakai merek
tanpa izin itu. Termasuk merek dalam waralaba. Tuntutan itu dapat dilakukan
berdasarkan hukum perdata maupun hukum pidana. Dan ketentuan tentang
pelanggaran Undang-Undang Merek No.15 Tahun 2001 ini yakni pada Pasal 90
sampai dengan Pasal 95.
3. Hak Cipta Sebagai Salah Satu Bentuk Modal Dalam Melaksanakan
Industri Franchise
Pengaturan Hak Cipta dijumpai dalam Undang-Undang No.19 Tahun
2002. Yang dimaksud dengan Hak Cipta adalah Hak Khusus bagi pencipta
maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya
maupun memberi izin untuk itu dengan mengurangi pembatasan-pembatasan
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak cipta itu diberikan
pada pencipta atau penerima hak atas suatu ciptaan. Pencipta adalah seorang atau
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasi lahir suatu ciptaan
berdasarkan kemampuan pikiran yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan
bersifat pribadi. Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta dalam bentuk khas
apapun juga dalam lapangan ilmu, seni dan sastra. (Pasal 2 ayat 1 Undang-
Undang Hak cipta). Hak dari ciptaan dapat beralih pada orang lain baik
seluruhnya maupun sebagian melalui lima cara (Pasal 3 ayat 2), yaitu:
1. Pewarisan;
2. Hibah;
3. Wasiat
4. Perjanjian Tertulis
5. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan Undang-undang.
Setiap orang yang mempergunakan ciptaan orang lain tanpa izin pencipta
dapat dituduh sebagai perbuatan kejahatan dan ditindak dengan ketentuan pidana,
seperti tersebut dalam pasal di bawah ini (Pasal 72 Ayat 1)
“Barang Siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan
ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1
(satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta
rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) Tahun dan/atau denda
paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima milliar rupiah)”
Hak Cipta menjadi salah satu modal dalam melakukan Bisnis Franchise
dimana Franchise memerlukan suatu bentuk nyata dalam melaksanakan bisnisnya
dimana bentuk tersebut dapat berupa ciptaan barang maupun jasa dan nantinya
bentuk dari ciptaan tersebut didaftarkan dan apabila telah didaftarkan, semua yang
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
menyangkut penggunaan barang maupun jasa yang telah di daftarkan tersebut
Keuntungan (royalty) menjadi Hak si Pencipta, dan ini juga yang menjadikan Hak
Cipta sebagai modal dalam melakukan Bisnis Franchise, dimana Hak atas Barang
atau jasa tersebut dapat dikembangkan atau jual kepada pihak lain dengan
demikian Hak Cipta merupakan salah satu modal didalam bisnis Franchise
tersebut.
B. Ketentuan-ketentuan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Yang terkait
dengan Masalah Franchise
Hukum Hak Kekayaan Intelektual merupakan suatu bentuk kumpulan
aturan perundang-undangan dimana didalam Hukum Hak Kekayaan Intelektual
tersebut mempunya bagian-bagian atau sub-sub yang mengaturnya bagian-
bagiannya secara lebih spesifik lagi. Dan bagian-bagian dalam Hukum Hak
Kekayaan Intelektual tersebut berupa:
a. Perlindungan Varietas Tanaman (Undang-undang Nomor 29 Tahun
2000)
b. Rahasia Dagang (Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000)
c. Desain Industri (Undang-undang Nomor 31 Tahun 2000)
d. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu (Undang-undang Nomor 32 Tahun
2000)
e. Hak Paten (Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001)
f. Merek (Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001)
g. Hak Cipta (Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002)
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
Dimana dalam kumpulan peraturan diatas yang akan kita bahas kembali
adalah Undang-undang yang mempunyai keterkaitan dengan Waralaba
(Franchise) yakni tentang Hak Paten (Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001),
Merek (Undang-undang Nomor. 15 Tahun 2001) dan Hak Cipta (Undang-undang
Nomor. 19 Tahun 2002).
Dalam Hak Paten dimana berdasarkan Undang-undang Nomor. 14 Tahun
2001 merupakan suatu bentuk Hak Eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada
Inventor atas hasil Invensinya dibidang teknologi, yang untuk selama waktu
tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan sendiri
persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya ( Pasal 1 ayat (1)). Hal
ini menjadikan sang Inventor mempunyai hak yang mutlak atas hasil Invensi yang
dilakukannya, namun tidak menutup kemungkinan untuk menyerahkannya kepada
pihak lain untuk melaksanakannya.
Penyerahan Izin dalam memanfaatkan nilai ekonomi yang ada dalam suatu
paten dari sang Inventor kepada pihak lain lebih dikenal dengan istilah Lisensi,
dimana lisensi itu sendiri adalah Izin yang diberikan oleh pemegang Paten kepada
pihak lain berdasarkan perjanjian pemberian hak untuk menikmati manfaat
ekonomi dari suatu Paten yang diberi perlindungan dalam jangka waktu dan syarat
tertentu (Pasal 1 ayat (12)). Sehingga dapat dilihat dalam bisnis Franchise,
penyerahan izin dalam melakukan pengembangan maupun usaha terhadap suatu
Barang maupun Jasa kepada pihak lain dimana barang maupun jasa tersebut apa
bila telah di daftarkan atau telah dipatenkan dapat menjadikan Undang-undang
Paten Nomor.14 Tahun 2001 sebagai dasar hukum yang kuat apabila teradapat
Permasalahan dikemudian hari.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
Hak Merek merupakan suatu Hak eksklusif yang diberikan oleh Negara
kepada Pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka
waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin
kepada pihak lain untuk menggunakannya (Pasal 3). Bedanya Merek dengan Hak
Paten adalah dalam Hak Paten objeknya berupa barang maupun jasa yang berasal
dari hasi Inovasi sendiri sedangkan Merek lebih berupa bentuk penamaan atas
suatu barang maupun jasa yang berdasarkan atas Inovasi sendiri.
Hampir sama halnya dengan Paten, Objek dari Merek juga dapat di
gunakan oleh pihak lain apabila telah melakukan syarat-syarat perjanjian yang
telah disepakati bersama dengan sang pemilik merek tersebut. Seperti yang
terdapat dalam Pasal 1 ayat (13) yakni Lisensi adalah izin yang diberikan oleh
Pemili Merek terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan
atas pemberian hak untuk menggunakan merek tersebut, baik seluruh maupun
sebagian jenis barang dan/atau jasa yang didaftarkan dalam jangka waktu dan
syarat tertentu.
Dan dalam Paten juga terdapat unsur Franchise dimana dalam melakukan
bisnis franchise arti suatu merek dagang maupun jasa sangatlah penting dimana
dapat dilihat bahwa merek dagang sangat berpengaruh terhadap minat beli atas
barang yang di jual tersebut, sehingga dalam menyelesaikan masalah Franchise
dapat juga digunakan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 sebagai salah satu
sumber bahan penyelesaian dalam Sengketa Franchise.
Hak cipta merupakan Hak Eksklusif bagi pencipta atau penerima hak
untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberi izin untuk
itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
perundang-undangan yang berlaku. Penyerahan lisensi atas Hak Cipta juga dapat
dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama diantara pemilik hak tersebut dengan
pihak lain sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati bersama oleh kedua
belah pihak (Pasal 1 ayat (14)). Dimana penyalah gunaan atas hak yang diberikan
dengan mengubah atau merusak citra yang terdapat dalam hak tersebut dapat
dikenakan sanksi sesuai dengan Undang-undang No 19 tahun 2002. Dalam
Franchise, Hak Cipta merupakan salah satu Sumber Hukum yang dapat digunakan
apabila terdapat permasalah yang timbul dalam usaha Franchise tersebut.
C. Keterkaitan Hak Kekayaan Intelektual terhadap Bisnis Franchise
Dalam Bisnis Franchise dapat dilihat berbagai macam bentuk usaha
Franchise itu sendiri dari berupa Penjualan Produk sehari-hari, Produk Makanan
cepat saji sampai dengan penyediaan Jasa. Didalam menjalankan bisnis Franchise
di perlukan modal yang tidak sedikit sehingga perlu adanya suatu peraturan yang
mengatur tentang Bisnis ini sehingga dapat memberikan rasa aman terhadap
pengusaha bisnis ini, terutama pebisnis yang berusaha di Indonesia.
Peraturan mengenai Franchise(waralaba) di Indonesia sudah ada sejak
Tahun 1997 dengan di keluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor.16 Tahun
1997. Sesuai dengan Pasal-pasal yang ada didalam Peraturan pemerintah tersebut
maka rasa aman dan jaminan hukum atas Pebisnis Franchise di Indonesia
sudahlah nyata. Hal ini dapat kita lihat dalam Pasal 1 yang isinya sebagai berikut:
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk
memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual
atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan
suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain
tersebut, dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan atau
jasa;
2. Pemberi Waralaba adalah badan usaha atau perorangan yang
memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau
menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri
khas usaha yang dimilikinya;
3. Penerima Waralaba adalah badan usaha atau perorangan yang
diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas
kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dimiliki
Pemberi Waralaba.
Dengan adanya Peraturan Pemerintah ini maka dapat dikatakan keterkaitan
bisnis Franchise dengan Hak Kekayaan Intelektual sangatlah erat, dimana salah
satu konsep peraturan mengenai Franchise (Waralaba) mengaitkan Hukum Hak
atas Kekayaan Intelektual sebagai salah satu indikator dalam pelaksanaan Bisnis
Franchise. Tidak hanya terhadap Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual saja, akan
tetapi juga terhadap Hukum Indonesia itu sendiri mengingat Pelaksanaan Bisnis
Franchise tersebut berada di Indonesia dan termasuk didalam Yuridiksi Hukum
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
Indonesia, hal ini dapat kita lihat dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Pemerintah
Nomor. 16 Tahun 1997 yakni:
Pasal 2
(2) Perjanjian Waralaba dibuat dalam bahasa Indonesia dan terhadapnya
berlaku hukum Indonesia.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari Uraian atau Pembahasan pada Bab-bab sebelumnya maka dapat
diambil beberapa kesimpulan sebagai Inti sari dari Skripsi ini, sebagai berikut :
1. Sistem Hukum di Indonesia sejak lama telah berhubungan dengan
Bisnis Franchise, ini dapat dilihat dengan adanya berbagai macam
bentuk usaha Franchise yang masuk ke Indonesia sekitar Tahun 1950-
an. Usaha-usaha pada saat itu berwujud masuknya dealer-dealer sepeda
motor yang berbentuk Lisensi, atau menjadi agen tunggal pemilik
merek, juga datangnya Usaha makanan cepat saji seperti Kalifornia
Fried Chicken dan lain sebagainya yang menandakan di mulainya
pengembangan bisnis Franchise pada saat itu, walaupun masih sedikit
yang mengetahui tentang Bisnis tersebut.
2. Pada Tahun 1997 telah dibentuknya sebuah peraturan mengenai
Franchise di Indonesia yang akhirnya menjadi Dasar Hukum bagi para
Pebisnis Franchise, dimana sebelumnya para Franchisor belum
memiliki suatu panduan Hukum yang jelas mengenai usaha Franchise
yang mereka lakukan, sehingga rentan akan kejahatan yang akhirnya
merugikan semua pihak baik itu Franchisor maupun Pemerintah
Indonesia.
3. Pembentukan Undang-undang tentang Hak Kekayaan Intelektual pada
awalnya masih kurang begitu berpengaruh pada para Franchisor yang
menjadi pengusaha Franchise di Indonesia, Namun setelah
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor.16 Tahun 1997, dan
didukung oleh lahirnya Undang-undang Hak atas Kekayaan Intelektual
yang baru Mengenai Hak Paten (Undang-undang Nomor. 14 Tahun
2001), Merek (Undang-undang Nomor. 15 Tahun 2001) dan juga
mengenai Hak Cipta (Undang-undang Nomor. 19 tahun 2002) maka
dengan ini Para Pebisnis Franchise lebih terjamin standard hukum
yang di perlukan dalam melakukan bisnis Franchise di Indonesia.
4. Hukum Hak Kekayaan Intelektual merupakan salah satu tolak ukur
bagi para Pengusaha Franchise dalam menjalankan usahanya sebagai
mana demi kenyamanan dan keamanan berusaha di Indonesia, karena
telah ada suatu peraturan yang memopong para pengusaha dalam
menjalankan usahanya.
5. Hukum Hak Kekayaan Intelektual merupakan jaminan Hukum atas
benda atau pun jasa didalam bidang Franchise sesuai dengan peraturan
dan ketentuan yang termasuk kedalam Undang-undang Hak Kekayaan
Intelektual yaitu Hak Paten,Hak Cipta maupun Merek.
B. Saran
Sehubungan dengan kesimpulan yang penulis capai dalam penulisan ini,
selanjutnya penulis akan mengemukakan beberapa saran yang mungkin dapat
membantu penerapan dan pelaksanaan Hukum Hak Kekayaan Intelektual didalam
menompang berbagai macam bisnis yang menyangkut tentang Hak Perorangan
maupun Hak Bersama dalam menjalankan bisnis seperti Franchise ini tentunya.:
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
1. Dalam menjalankan dan melaksanakan bisnis Franchise diharapkan para
Franchisor dan Franchisee lebih peduli akan Hukum-hukum yang
memungkinkan ada keterkaitannya dengan Franchise dimana agar
terhindar dengan perselisihan dan salah paham satu sama lain.
2. Dalam Pelaksanaannya Perjajian Franchise harus lebih diperhatikan oleh
para pihak dimana dengan mencari lebih tahu segala bentuk Hukum yang
ada tentang Franchise akan lebih mengembangkan pengetahuan tentang
Franchise, sehingga dapat berkompitisi dengan Franchisor asing.
3. Dengan adanya Undang-undang Hak Kekayaan Intelektual tidak langsung
saja membuat puas para pihak dalam bisnis Franchise, begitu juga dengan
Pemerintah agar dengan continue meningkatkan peraturaan mengenai Hak
Kekayaan Intelektual sesuai dengan perkembangan yang ada dalam
Masyarakat.
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
KEPUSTAKAAN
A.
Baros, Wan Sadjaruddin, Beberapa Sendi Tentang Hukum Perikatan.
Medan: USU Press Medan, 1985.
Darwini T, Hukum Perdata, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
Medan. 2007.
Fuady, Munir, Pengantar Hukum Bisnis,Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002.
Gunawan, Widjaja, Lisensi atau Waralaba, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2002.
Harsono, Adisumarto, Hak Milik Perindustrian, Jakarta:Akademik Presindo,
Cet. 1, 1989.
Hadiyanto. Apek-Aspek Hukum Dalam Usaha Franchise, Makalah Pada
Pertemuan Tentang Franchise di Jakarta, 1993.
Harjowidigdo, Roeseno. Perspektif Peraturan Perjanjian Franchise di
Jakarta, 1993.
Ibrahim, Johannes, Hukum Bisnis, PT Refika Aditama, Januari, 2004.
Khairandy Ridwan, Pengantar Hukum Dagang. Yogyakarta: Fakultas
Hukum UII Press. 2006.
Lindawaty, Franchise Pola Bisnis Spektakuler dalam Perspektif Hukum
dan Ekonomi, CV. Utomo, Bandung. 2004.
Margono, Suyud dan Amir Angkasa, Komersialisasi Aset Intelektual Aspek
Hukum Bisnis, Gramedia, Jakarta, 2002.
Muhammad, Abdul kadir, Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan
Intelektual, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001.
Buku-buku
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-persetujuan
Tertentu, Sumur Bandung, Cet.9, 1992.
Satrio J I. Hukum Perikatan: Perikatan Pada Umumnya. Bandung: Alumni.
1993.
Sembiring, Sentosa, Hak Kekayaan Intelektual dalam Berbagai Peraturan
Perundang-undangan, Yrama Widya, Bandung, 2002.
Setiawan, Beberapa Catatan Tentang Perjanjian Franchise,Pradya Paramita,
Jakarta, 1996.
__________, Hukum Perikatan: Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian.
Bandung: PT Citra Aditya Bakti. 1995.
Soebekti, R. dan R.Tjitrosudibyo, Kitab Undang-undang Hukum Perdata,
Pradnya Paramita, Jakarta,1986.
__________, Pokok-pokok Dari Hukum Perdata, Jakarta:Pembimbing Masa,
Cet. 6, 1965.
__________, Hukum Perjanjian. Jakarta: PT Pembimbing Masa. 1970.
Soekanto Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum.. Jakarta: Universitas
Indonesia (UI-Press), 1986.
Vollmar H.F.A,. Pengantar Studi Hukum Perdata. Jakarta: CV Rajawali.
1984.
B.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
Undang-undang Paten No.14 Tahun 2001
Undang-undang Merek No.15 Tahun 2001
Perundang-undangan
Amores Hendra : Tinjauan Yuridis Perjanjian Franchise Berdasarkan Undang-Undang Tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual, 2008. USU Repository © 2009
Undang-undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002
Undang-undang Penanaman Modal Asing No. 25 Tahun 2007
Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1997 Tentang Waralaba
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia
No.259/MPP/KEP/1997 Tanggal 30 Juli 1997
C. Internet
www.franchise-id.com
www.Komisihukum.com