of 18 /18
19 TINJAUAN TERHADAP KONSEP AGUNAN DALAM PEMBIAYAAN AKAD MUDHARABAH PADA BANK SYARIAH Rian Dwi Permana UIN Sunan Kalijaga [email protected] Abstract Collateral is one indicator of the appraisal of creditworthiness in conventional banks and financing in Islamic banks. From an Islamic point of view, collateral is a guarantee of repayment of accounts receivable debt transactions. In its operations, Islamic banks commit binding to collateral financing including mudharabah agreements in order to meet regulatory requirements and minimize risks that may arise in the future. In this article it shows that there are still mismatches between existing regulations and normative law regarding collateral concept in mudharabah contract . Agunan merupakan salah satu indikator penilaian kelayakan penyaluran kredit pada bank konvensional maupun pembiayaan pada bank syariah. Ditinjau dari sudut pandang Islam, agunan merupakan jaminan pelunasan atas transaksi utang piutang. Dalam operasionalnya, bank syariah melakukan pengikatan terhadap agunan pembiayaan termasuk mudharabah dalam rangka memenuhi tuntutan regulasi serta meminimalkan risiko yang mungkin timbul. Dalam artikel menunjukkan bahwa masih adanya ketidaksesuaian antara regulasi yang ada dengan hukum normatif mengenai konsep agunan dalam pembiayaan akad mudharabah. Key words: POJK No.29 Tahun 2019, Mudharabah, Agunan, BPRS, Bank Syariah A. Pendahuluan Dalam praktik kredit pada bank konvensional dan pembiayaan pada bank syariah, agunan merupakan hal yang sudah sangat familier dan erat kaitannya dengan kedua praktik tersebut. Pada bank syariah, agunan merupakan salah satu tolok ukur dalam penilaian kelayakan penyaluran pembiayaan. Hal tersebut tertuang dalam Undang-undang perbankan syariah No. 21 tahun 2008 pada bagian kedua kelayakan penyaluran dana. Dalam pasal 23 disebutkan bahwa bank syariah harus memiliki keyakinan atas kemauan dan kemampuan calon nasabah penerima fasilitas

TINJAUAN TERHADAP KONSEP AGUNAN DALAM …

  • Author
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Text of TINJAUAN TERHADAP KONSEP AGUNAN DALAM …

PADA BANK SYARIAH
[email protected]
Abstract Collateral is one indicator of the appraisal of creditworthiness in conventional banks and financing in Islamic banks. From an Islamic point of view, collateral is a guarantee of repayment of accounts receivable debt transactions. In its operations, Islamic banks commit binding to collateral financing including mudharabah agreements in order to meet regulatory requirements and minimize risks that may arise in the future. In this article it shows that there are still mismatches between existing regulations and normative law regarding collateral concept in mudharabah contract. Agunan merupakan salah satu indikator penilaian kelayakan penyaluran kredit pada bank konvensional maupun pembiayaan pada bank syariah. Ditinjau dari sudut pandang Islam, agunan merupakan jaminan pelunasan atas transaksi utang piutang. Dalam operasionalnya, bank syariah melakukan pengikatan terhadap agunan pembiayaan termasuk mudharabah dalam rangka memenuhi tuntutan regulasi serta meminimalkan risiko yang mungkin timbul. Dalam artikel menunjukkan bahwa masih adanya ketidaksesuaian antara regulasi yang ada dengan hukum normatif mengenai konsep agunan dalam pembiayaan akad mudharabah. Key words: POJK No.29 Tahun 2019, Mudharabah, Agunan, BPRS, Bank Syariah
A. Pendahuluan
ukur dalam penilaian kelayakan
penyaluran pembiayaan. Hal tersebut
penyaluran dana. Dalam pasal
23 disebutkan bahwa bank
syariah harus memiliki keyakinan
atas kemauan dan kemampuan
calon nasabah penerima fasilitas
penerima fasilitas tersebut.
telah mengenal konsep agunan
al-rahn tertuang dalam beberapa
ayat al-Quran, salah satunya
adalah pada surat al-Baqarah
apabila kamu dalam perjalanan
sedang kamu tidak memperoleh
barang tanggungan yang dipegang”.
telah memiliki pedoman mengenai
tata cara bagaimana praktik
agunan diberlakukan pada transaksi
sudah sepatutnya regulasi-regulasi
telah sesuai dengan prinsip
bisnis dalam Islam.
untuk meninjau konsep agunan
yang ada. Tujuannya adalah
1. Konsep Agunan dalam Pandangan Islam Agunan dalam Islam dikenal
dengan istilah al-rahn. yang
secara etimologi memiliki arti
banyak definisi yang lainnya.
tertahan, seperti terdapat dalam
bertanggung jawab (tertahan)
Menurut Sayyid As-Sabiq, al-
3
mendefinisikan bahwa al-rahn
bisa melunasinya. Madzhab
Hambali mendefinisikan al-rahn
ketika tidak sanggup melunasinya,
sebagai jaminan untuk utang
2Wahbah Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islam Wa Adillatuhu (Fiqh Muamalah Perbankan Syariah) (Jakarta: Tim Counterpart Bank Muamalat Indonesia, 1999), h. 2;
As’adi3 mengemukakan ar-
Rahn (gadai) adalah sebuah
dengan jaminan (atau agunan),
dan menurut Rahman4 ar-Rahn
itu berarti memegang sesuatu
yang mempunyai nilai, bila
pemberian itu dilakukan pada
kepada bank sebagai jaminan
sebagian atau seluruh hutang.
Harta atau barang tersebut
sebagai agunan atau jaminan
268):
3Ghufron A.M As’adi, Fiqh
Muamalah Kontekstual (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 157- 176;
4A. Rahman I. Doi, Muamalah Syariah III (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 72;
5Dewan Syariah Nasional- MUI,Konsep & Implementasi Bank Syariah(Jakarta: Renaisan, 2005), h. 54;
6Abdul Rahman Ghazaly, Ihsan Ghufron, dan Shidiq Sapiudin, Fiqh Muamalah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 267-268;
4
orang berakad (rahin dan
murtahin) adalah cakap bertindak
dan berakal. Sedangkan menurut
ulama Hanafiyah kedua belah
pihak yang berakad tidak
disyaratkan baligh, tetapi cukup
menurut mereka anak kecil
yang mumayyiz boleh melakukan
akad rahn asal mendapat
shighat, ulama Hanafiyah
syarat tertentu Syarat yang
dibolehkan itu misalnya, untuk
sahnya rahn, pihak pemberi
disaksikan oleh dua orang
hutang (marhun bih) :
dikembalikan kepada yang
dengan jaminan,
tertentu;
barang yang dijadikan jaminan
(marhun), menurut ulama fiqh
dijual dengan nilainya
seimbang dengan hutang,
berhutang,
orang lain,
adanya hutang piutang antara
tersebut haruslah memiliki nilai
ekonomis dan ditahan oleh
aset produktif utama bank syariah,
mengingat fungsinya sebagai
populer saat ini, yaitu jual beli,
kerja sama, sewa dan utang
(dalam bentuk uang).Akad
mudharabah merupakan salah
dengan konsep kerja sama.
Mudharabah berasal dari kata
Pengertian memukul atau berjalan
seseorang memukulkan kakinya
dua pihak di mana pihak pertama
(shahibul maal) menyediakan
7Muhammad Syafii Antonio, Bank
Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 95;
usaha yang dihasilkan dibagi
atas modal yang diinvestasikan
Islamic finance(West Sussex: John Wiley & Sons Ltd, 2007) h. 321;
9Muhamad, Audit & Pengawasan Syariah Pada Bank Syariah (Yogyakarta: UII Press, 2018) h. 30;
10Muhammad Ayub, Op.cit., h.322.
melakukan usaha yang sesuai
memiliki atau kurang pengalaman
memiliki modal usaha. Konsep
ini merupakan suatu konsep
dan juga upaya distribusi harta
golongan yang berkelebihan
ini nasabah (mudharib) untuk
11Ikatan Bankir Indonesia,
Memahami Bisnis Bank Syariah (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2018) h. 214
melakukan usaha tertentu yang
tidak bertentangan dengan prinsip
ataupun tagihan12. Artinya akad
piutang, dalam menjalankannya
Pedoman Akuntansi Perbankan
dilakukan karena pembiayaan
akad mudharabah memiliki
7
menggunakan dana itu bukan
seperti yang disebut dalam
disengaja.
yang menyatakan bahwa untuk
tersebut yang dimaksud melakukan
penilaian terhadap Agunan, Bank
Syariah dan/atau UUS harus
tagih yang dibiayai dengan
terbukti melakukan pelanggaran
terhadap kesepakatan pembiayaan13.
C 7.
ditarik adalah bahwasanya
jika nasabah selakumudharib
terbukti melakukan pelanggaran
terhadap kesepakatan kontrak
pembiayaan, bank diwajibkan
Tahun 2019 tentang Kualitas
Aset Produktif dan Pembentukan
BPRS diwajibkan menilai kualitas
aset produktifnya dan membentuk
Kualitas Kewajiban Pembentukan PPAP
Dalam Perhatian Khusus 3% dari saldo pembiayaan
setelah dikurangi nilai agunan
setelah dikurangi nilai agunan
setelah dikurangi nilai agunan
setelah dikurangi nilai agunan
Tabel 1 merupakan acuan
bagi BPRS dalam melakukan
pembentukan PPAP untuk setiap
kualitas aset produktifnya. Yang
Dalam Perhatian Khusus (DPK)
80%, 60% dan seterusnya
merupakan bobot bagi agunan
berdasarkan jenis agunan dan
agunan yang diperhitungkan,
dengan persamaan sebagai
Untuk lebih jelasnya, nilai
Fidusia yang didaftarkan jika
agunan tersebut diikat dengan
Fidusia, dan agunan berupa
SHM memiliki bobot sebesar
Hak Tanggungan. Jika nilai
maka yang diperhitungkan
100 juta = Rp. 50 juta. Begitu
juga jika nilai HT dari SHM
adalah Rp. 125 juta, maka yang
diperhitungkan sebagai
Selanjutnya, untuk memperoleh
agunan keduanya SHM, dengan
Hak Tanggungan dan yang
lainnya tidak maka perhitungan
PPAP keduanya sebagai berikut:
pengikatan HT

NJOP


gambaran jika agunan SHM
nilai agunan yang dapat
independen (pada umumnya
pasar objek).
diwajibkan membentuk PPAP
nasabah B karena agunan tidak
dilakukan pengikatan, maka bank
Pembentukan PPAP tersebut
tentunya akan menurunkan perolehan
untuk melakukan pengikatan HT
nasabah pembiayaan dengan
portofolio pembiayaan termasuk
menjual14. Hal ini mengingat
232
3
pembiayaan dengan nominal
plafon besar.
4. Hak Tanggungan dan Fidusia- Sebagai Legalitas Pengikatan Agunan Secara Hukum Hak Tanggungan diatur dalam
UU RI No. 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan atas Tanah beserta
benda-benda yang berkaitan
tersebut disebutkan bahwa Hak
utang tertentu. Singkatnya bahwa
pengikatan HT dilakukan untuk
jaminan atas pelunasan utang-
piutang antara kreditur dan
5
6
mempunyai Hak untuk menjual
obyek HT kekuasaan sendiri
melalui pelelangan umum serta
ini menandakan bahwa jika
maka pemegang HT (dalam
memiliki kuasa untuk menjual
pelelangan umum untuk pelunasan
1999 tentang Jaminan Fidusia.
Dalam UU Fidusia, disebutkan
bahwa Jaminan Fidusia adalah
baik yang berwujud maupun
tidak bergerak sebagai agunan
bagi pelunasan utang tertentu.
Fidusia juga merupakan instrumen
pengikatan agunan dalam kontrak
dan debitur (nasabah) dengan
jenis agunan berupa benda
bergerak seperti kendaraan, mesin
2019, tidak terdapat pemisahan
diperhitungkan sebagai pengurang
akan lebih memilih untuk
jika suatu pembiayaan mengalami
penurunan kualitas maka PPAP
besar karena terdapat nilai
untuk melakukan suatu usaha
tertentu, yang hasilnya dibagi
disepakati dan apabila terjadi
shahibul maal harus menanggung
atas kerugian tersebut. Jelas
bahwa pembiayaan dengan akad
agunan pembiayaan mudharabah
mudharabah. Lebih lanjut lagi,
dalam POJK tersebut tidak
yang mengatur tentang tindak
paling tidak mencakup: indikator
agar nilai agunan yang
diperhitungkan bagi SHM dapat
dengan menggunakan jasa penilai
independen. Dengan hasil penilaian
tinggi dibandingkan hanya
8
untuk agunan pembiayaan
mudharabah dibandingkan dengan
pengikatan menggunakan HT,
ketentuan mengenai Hapus Buku
dan Hapus Tagih pembiayaan,
dengan ketentuan bahwa Hapus
hanya dapat dilakukan setelah
BRPS melakukan upaya untuk
memperoleh kembali aset produktif
mengatur apabila pembiayaan
mudharabah dengan kualitas
bukan kelalaian dari nasabah
(mudharib) dan kondisi usaha
tidak dapat diselamatkan, maka
bank harus melakukan hapus
pembiayaan tersebut serta
mengembalikan agunan yang
C. Kesimpulan dan Rekomendasi
Dari hasil pembahasan, dapat
ditarik beberapa kesimpulan mengenai
agunan dalam pembiayaan mudharabah,
bukan berfungsi sebagai
penjamin pengembalian modal
dan Fidusia (untuk agunan
1. Mengingat belum adanya
9
D. Daftar Pustaka
Antonio, Muhammad Syafii. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press, 2001.
As’adi, Ghufron A.M. Fiqh Muamalah Kontekstual. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
As-Sabiq, Sayyid. Al-Fiqh As- Sunnah. Beirut: Daar Al- Fikr, 1995.
Ayub, Muhammad. Understanding Islamic finance. West Sussex: John Wiley & Sons Ltd, 2007.
Dewan Syariah Nasional-MUI. Konsep & Implementasi Bank Syariah. Jakarta: Renaisan, 2005.
Doi, A. Rahman I. Muamalah Syariah III. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996.
Ghazaly, Abdul Rahman, Ghufron Ihsan, dan Sapiudin Shidiq. Fiqh Muamalah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.
Ikatan Bankir Indonesia. Memahami Bisnis Bank Syariah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2018.
Muhamad. Audit & Pengawasan Syariah Pada Bank Syariah. Yogyakarta: UII Press, 2018.
Otoritas Jasa Keuangan. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 29 /POJK.03/2019 tentang Kualitas Aset Produktif Dan Pembentukan Penyisihan
10
Penghapusan Aset Produktif Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan, 2019.
____. Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 9/Seojk.03/2015 Tentang Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia Bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan, 2015.
Republik Indonesia. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda- Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Jakarta, 1996.
____Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia. Jakarta, 1999.
Zuhaily, Wahbah. Al-Fiqh Al-Islam Wa Adillatuhu (Fiqh Muamalah Perbankan Syariah). Jakarta: Tim Counterpart Bank Muamalat Indonesia, 1999.