35
BAB I PENDAHULUAN Penyakit jantung koroner menjadi penyebab kematian utama di negara maju dan negara berkembang. Setiap tahun didapatkan lebih kurang 700.000 penderita infark miokard akut ( IMA ) baru dan 500.000 penderita IMA recurrent di USA.Pada tahun 2004 terdapat 1.565.000 penderita yang didiagnosa sebagai sindrom koroner akut ( SKA ) , 669.000 untuk Angina Tidak Stabil ( ATS ) dan 896.000 untuk IMA . Umur rata rata serangan jantung pertama kali adalah 65.8 tahun untuk laki-laki dan 70.4 tahun untuk perempuan , dimana 43% penderita SKA adalah perempuan . Tahun 2006 penyakit jantung menjadi penyebab kematian nomor satu di USA dengan jumlah 631.636 ( 26 % ) dari 10 penyakit terbanyak. Di Indonesia Pada tahun 2002 penyakit jantung iskemia menjadi penyebab kematian nomor satu dengan jumlah penderita 220.000 ribu orang ( 14 % ). Pada tahun 2007 berdasar Riskesdas , penyakit jantung iskemia menempati urutan ketiga sebagai penyebab kematian di indonesia ( 5,1 % ) . 1,4,8, Morbiditas dan mortalitas tersebut dapat diturunkan antara lain dengan diagnosis yang cepat dan akurat , sehingga terapi bisa segera diberikan pada penderita IMA. Terapi trombolisis dan atau angioplasti koroner segera pada pasien IMA terbukti menurunkan morbiditas dan mortalitas.Terapi trombolisis dalam satu jam pertama setelah onset nyeri menurunkan mortalitas sampai 90%, 1

tinjauan pustaka troponin

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit jantung koroner menjadi penyebab kematian utama di

negara maju dan negara berkembang. Setiap tahun didapatkan lebih kurang

700.000 penderita infark miokard akut ( IMA ) baru dan 500.000 penderita

IMA recurrent di USA.Pada tahun 2004 terdapat 1.565.000 penderita yang

didiagnosa sebagai sindrom koroner akut ( SKA ) , 669.000 untuk Angina

Tidak Stabil ( ATS ) dan 896.000 untuk IMA . Umur rata rata serangan

jantung pertama kali adalah 65.8 tahun untuk laki-laki dan 70.4 tahun untuk

perempuan , dimana 43% penderita SKA adalah perempuan . Tahun 2006

penyakit jantung menjadi penyebab kematian nomor satu di USA dengan

jumlah 631.636 ( 26 % ) dari 10 penyakit terbanyak. Di Indonesia Pada tahun

2002 penyakit jantung iskemia menjadi penyebab kematian nomor satu

dengan jumlah penderita 220.000 ribu orang ( 14 % ). Pada tahun 2007

berdasar Riskesdas , penyakit jantung iskemia menempati urutan ketiga

sebagai penyebab kematian di indonesia ( 5,1 % ) . 1,4,8,

Morbiditas dan mortalitas tersebut dapat diturunkan antara lain

dengan diagnosis yang cepat dan akurat , sehingga terapi bisa segera

diberikan pada penderita IMA. Terapi trombolisis dan atau angioplasti koroner

segera pada pasien IMA terbukti menurunkan morbiditas dan

mortalitas.Terapi trombolisis dalam satu jam pertama setelah onset nyeri

menurunkan mortalitas sampai 90%, sedangkan pada 10 hingga 12 jam

penurunan mortalitasnya rendah. 2

Pada proses diagnosa IMA selain pemeriksaan klinis, dan EKG

diperlukan pemeriksaan petanda jantung yang handal sebagai penunjang

diagnosa SKA .Troponin I ( cTnI ) merupakan salah satu petanda jantung

pilihan pertama untuk diagnosa infark miokard akut (IMA ) . cTnI memiliki

sensitivitas dan spesifitas yang tidak tertandingi dalam mendeteksi nekrosis

miokard yang masih sangat kecil. Pemeriksaan petanda jantung adalah hal

penting karena banyak pasien salah didiagnosis sebagai IMA atau

sebaliknya, didiagnosis bukan IMA. Pada audit penderita yang MRS dengan

SKA dan dikonfirmasi dengan petanda jantung, didapatkan lebih kurang 5%

penderita IMA, tidak sengaja dipulangkan. Kondisi ini disebabkan karena

1

hanya sekitar 22% pasien IMA yang mempunyai tanda dan gejala yang

tipikal. Diagnosa IMA pada pasien tua biasanya sulit karena seringkali dengan

gejala yang minimal dan tidak khas. EKG kurang sensitif terhadap IMA,

karena sebagian besar pasien menderita IMA tanpa elevasi segmen ST.

Meskipun EKG relatif spesifik untuk IMA ,tetapi sensitifitasnya berkisar antara

43% - 65 %.2,3

Kehandalan diagnostik petanda jantung ditentukan olah kadarnya

yang tinggi pada miokard dan tidak didapatkan pada jaringan nonmiokard,

dilepaskan kedalam aliran darah dalam diagnostic time window , sebanding

dengan luasnya jejas miokard, reprodusibel yang baik, relatif murah , cepat ,

serta mudah dilakukan. Kriteria tersebut dimiliki oleh troponin I ( cTnI )

sehingga cTnI menjadi pilihan dalam evaluasi pasien dengan SKA untuk

diagnosis, stratifikasi resiko dan pemilihan terapi. 2,5, 8.

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai Troponin I

( cTnI ) sebagai petanda jantung serta strategi/algoritme pada Sindrom

Koroner Akut .

Pada tulisan ini akan dibahas tentang metode pemeriksaan kardiak

troponinn I, kegunaan klinis pemeriksaan kardiak troponin I, dan Algoritme

pemeriksaaan kardiak toponin I pada penderita sindrom koroner akut.

2

BAB II

BIOKIMIA TROPONIN I (cTnI )

Dinding jantung tersusun atas 3 lapisan yaitu epikardium ( lapisan

terluar ) , middle layer ( lapisan tengah ), dan endokardium (lapisan paling

dalam,) endokardium paling peka terhadap iskemia karena perfusinya

tergantung pembuluh darah yang paling kecil. Dinding jantung dibentuk oleh

otot jantung ( miokardium ) yang tersusun atas berkas serat otot bergaris

dengan diameter 10- 15 μm dan panjang 30 – 60 μm ( gambar 1 ). Setiap

serat otot mengandung ratusan sampai ribuan miofibril. Setiap miofibril

tersusun atas 1500 filamen aktin( filamen tebal ) dan 3000 filamen miosin

( filament tipis ). Ujung dari filament aktin tumpang tindih pada filament miosin

membentuk A band. Bagian dari myofibril yang dibatasi oleh dua pita Z

disebut sarkomer. Kerja otot jantung disebabkan oleh kontraksi dan relaksasi

serat otot secara bergantian. Kontraksi terjadi ketika filamen aktin terdorong

ke pusat filamen miosin.Proses kontraksi tersebut dikontrol oleh 2 protein

yaitu troponin kompleks dan tropomiosin ( gambar 2 ).1,3,4.

Gambar 1.Diagram otot jantung dengan mikroskop cahaya dan mikroskop

elektron.

3

Troponin kompleks pada otot jantung pertama kali dideskripsikan oleh

K.Bailey tahun 1946 yang menyatakan bahwa kontraksi otot bergaris diatur

oleh protein komplek khusus yang sekarang disebut Troponin dan berlokasi

pada filament aktin.Troponin kompleks pada otot jantung terdiri atas : troponin

C ( BM 18 kDa ), troponin T ( BM 37 kDa ) dan troponin I ( BM 22 kDa ).

Troponin T dipresentasikan oleh gen 1q32 sedang troponin I dikode oleh gen

19q13.3.Troponin kompleks tersebut terutama terletak pada miofibril ( 94% -

97% ) dengan fraksi sitoplasma ( 3- 6 % ). Masing masing subunit terdiri atas

isoform yang berbeda,yang distribusinya berbeda antara otot jantung dan otot

rangka. Huruf “C”,“T”,“I” berasal dari fungsi utama dari protein tersebut.

Troponin C mengikat Ca2+, troponin I menghambat ( inhibits ) aktivitas

ATPase dari aktinomiosin dan troponin T mengatur ikatan troponin pada

tropomiosin. Struktur asam amino troponin T dan I yang ditemukan pada otot

jantung berbeda dengan struktur troponin pada otot skeletal, sedangkan

struktur troponin C pada otot jantung dan otot skeletal identik. 1,2,3.

Gambar 2. kiri atas: susunan filament thin (actin) dan thick (myosin). Kanan atas: Sliding

dari actin terhadap miosin selama kontraksi Kiri bawah : Detail hubungan miosin terhadap

aktin. kanan bawah : gambaran susunan aktin, tropomiosin, dan tiga sub unit dari troponin

(I, C, dan T).

4

TnI mempunyai 3 isoform yaitu 1 isoform otot jantung dan 2 isoform

otot skeletal (masing-masing 1 isoform slow skeletal (sskTnI) dan fast skeletal

(fskTnI) ) Ketiga bentuk isoform TnI tersebut dikode oleh 3 gen yang berbeda.

cTnI mempunyai 32 asam amino tambahan pada N-terminal yang tidak

didapatkan pada isoform otot skeletal. Tambahan asam amino tersebut

menyebabkan perbedaan urutan asam amino sebesar 42 % pada slow

skeletal (sskTnI) dan 45% pada fast skeletal (fskTnI), sehingga terhadap

perbedaan ini dapat digunakan antibodi monoklonal ( MAbs ) yang spesifik

terhadap cTnI dan tidak menyebabkan reaksi silang dengan isoform TnI otot

skeletal. TnI otot skeletal terdiri atas 181 asam amino, sebaliknya cTnI terdiri

atas 211 asam amino. Isotype otot skeletal mempunyai ukuran yang hampir

sama lebih kurang 20kDA. 2,3

cTnI adalah molekul yang sangat tidak stabil ( gambar 3 ). Stabilitas

cTnI pada kompleks ternary ( ICT ) adalah yang paling stabil karena

terlidungi oleh komponen troponin yang lain terutama troponin C.Penelitian

terhadap tikus dengan iskemia kardiak, didapatkan adanya degradasi

proteolitik cTnI menyebabkan kehilangan 17 aa residu pada C-terminal dan

62-72 aa residu pada N–terminus, sedang pada jaringan yang nekrosis

degradasinya lebih hebat dan bervariasi.Degradasi cTnI dipengaruhi oleh

adanya protease , fosforilasi oleh protein kinase A ( PKA ) dan protein kinase

C ( PKC ) .

cTnI

TnCPi Pi Ox

Lokasi fosforilasi Autoantibodi Heparin lokasi proteolisis

Pi oksidasi reduksi Ox

Gambar 3. skema faktor yang mempengaruhi pemeriksaan

kadar cTnI

5

Degradasi proteolitik tidak hanya pada kardiomyosit yang mengalami nekrosis

tetapi juga pada sirkulasi darah atau pada sampel darah. Akibat dari

degradasi terbentuk fragmen cTnI yang berbeda beda dengan ukuran

fragmen diperkirakan antara 14 – 18 – kDa pada pasien IMA. Daerah yang

paling stabil dari cTnI adalah asam amino residu antara 28 dan 110.

Spesifitas antibodi terhadap bagian berbeda pada molekul troponin baik stabil

atau tidak stabil “bertanggung jawab” terhadap perbedaan uji troponin satu

dengan yang lain. Alat uji yang menggunakan antibodi yang spesifik terhadap

bagian yang stabil dari antigen akan dapat mendeteksi baik intak ataupun

molekul cTnI yang terdegradasi, sedang alat uji yang menggunakan antibodi

yang spesifik terhadap bagian yang tidak stabil dari cTnI hanya akan

mendeteksi cTnI yang tidak terdegradasi ( native ) dan tidak dapat

mendeteksi fragmen proteolitik. 3,14

Pada beberapa penelitian, nampaknya fosforilasi terhadap cTnI dapat

terjadi pada urutan asam amino 22,23,38, 119,123,129,165.Sehingga bentuk

dephospho dan multiple monophospho-, bis-, atau poliphospho cTnI

didapatkan pada sampel darah pasien, akibatnya terjadi perubahan bentuk

struktur molekul cTnI , interaksi afiinitas diantara komponen troponin komplek

dan mempengaruhi interaksi beberapa antibodi dengan epitopnya. Beberapa

Mabs hanya mengenali phosphorylated cTnI dan sebagian hanya mengenali

dephosphorylated cTnI .Oleh karena itu pemilihan antibodi harus didasarkan

pada lokasi epitop yang tidak dipengaruhi oleh phosphorylation. 14

Selain fosforilasi, cTnI memiliki dua buah cysteine pada posisi 79 dan

96 yang dapat teroksidasi atau terduksi. Akibatnya terjadi perubahan struktur

molekul cTnI dan mempengaruhi interaksi antara Antibodi dan epitopnya.

Autoantibodi dapat mempengaruhi pemeriksaan kadar cTnI dengan

berkompetisi terhadap antibodi yang digunakan dalam uji troponin.Kondisi ini

sangat jarang, kejadiannya diperkirakan 5 -10 % dari total populasi. 14

Pada pH yang fisiologis ,cTnI mengandung muatan positif yang

tinggi.Interaksi elektrostatik memegang peranan penting dalam pembentukan

komplek biner antara cTnI dengan TnC. Interaksi elektrostatik bertanggung

jawab terhadap terjadinya ikatan kompleks lain antara cTnI dengan molekul

selain TnC yang beredar dalam aliran darah, salah satunya adalah ikatan

antara cTnI dengan heparin . 14

6

BAB III

TROPONIN I (cTnI ) PADA INFARK MIOKARD AKUT

Petanda Jantung didefinisikan sebagai test laboratorium kinik yang

berguna untuk mendeteksi IMA atau kerusakan minimal dari miokard.Definisi

IMA digunakan pada keadaan terjadinya nekrosis miokard akibat iskemia

miokard.Pada penderita iskemia miokard akibat thrombus yang terbentuk

pada arteri koroner terjadi oklusi total atau oklusi sebagian menyebabkkan

berkurangnya aliran darah ,yang ditunjukkan oleh ada atau tidaknya elevasi

segmen ST pada EKG .Pasien dengan elevasi segmen ST sebagian besar

akhirnya berkembang menjadai Q-waveMI (QwMI) dan sebagian kecil

menjadi non–Q-waveMI(NQMI). Penderita yang tidak menunjukkan elevasi

segmen ST mungkin mengalami ATS atau Non ST-elevation Miokard infark

( NSTEMI ), perbedaan tersebut akhirnya didasarkan pada ada atau tidaknya

petanda jantung seperti CK-MB atau Troponin pada serum darah.Sebagian

pasien dengan NSTEMI akhirnya berkembang menjadi NQMI dan sebagian

kecil menjadi QwMI. Spektrum gejala klinis dari ATS menjadi NSTEMI dan

ST-elevation Miokard infark ( STEMI ) menggambarkan suatu SKA ( gambar

4 ). 1,6,8

Gambar 4. Skema Sindrom Koroner Akut

7

Pada kondisi iskemia yang ditandai oleh tidak seimbangnya antara

penyediaan dan kebutuhan oksigen,organ mengalami suplai darah yang tidak

memadai untuk mempertahankan fungsi normal. Akibat iskemia adalah

kondisi hipoksia jaringan sehingga terjadi hambatan metabolisme aerobik dan

diganti dengan metabolisme anaerobik yang menghasilkan piruvat. Piruvat

kemudian direduksi menjadi laktat. Jika iskemia berlanjut ,terjadi akumulasi

laktat dan zat asam intermediate dari proses glikolisis, terjadi penurunan

cadangan creatinin phospat dan ATP. Sebelum 15 -20 menit setelah oklusi

terjadi reperfusi, maka bisa terjadi recovery. Bila terjadi lebih dari 15-20 menit

setelah oklusi, terjadi penurunan ATP sebanyak 60 % dan penumpukan laktat

12 kali lebih banyak dibanding pada kondisi normal, seluruh cadangan

glikogen habis. Dengan habisnya cadangan glikogen dan creatinin phosphat,

terjadi perubahan ultrastruktur yang hebat, yang mengindikasikan kerusakan

yang irreversibel.Jaringan miokard mengalami lisis dan nekrosis, sel tidak

dapat lagi mempertahankan integritas membran sel, maka membran sel

menjadi permeabel , sehingga bahan-bahan intra selular dilepaskan dan

masuk kedalam interstitial selanjutnya masuk ke sirkulasi sistemik melalui

mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik .Kecepatan pelepasan protein

intraselular tergantung kepada mekanisme klirens sistemik, kecepatan dan

perluasan reperfusi otot yang rusak, dan berat molekul protein.Protein-protein

intraseluler ini meliputi aspartate aminotransferase (AST), lactate

dehydrogenase,creatine kinase isoenzime MB (CK-MB), myoglobin,carbonic

anhydrase III (CA III), myosin light chain(MLC) termasuk cardiac troponin I

dan T (cTnI dan cTnT).Protein intraseluler yang dilepaskan ketika terjadi

iskemia tersebut dapat digunakan sebagai petanda jantung ( tabel 1 ). Dari

semua petanda jantung tersebut aspartate aminotransferase (AST), lactate

dehydrogenase, dan myosin light chain (MLC) sudah jarang digunakan. 1. 3,7

Sejak tahun 1960 pemeriksaan CK-MB isoenzim telah diterima secara

luas sebagai standard emas untuk penetapan diagnosis IMA tetapi saat ini

CK-MB direkomendasikan sebagai petanda IMA pilihan kedua setelah

troponin.Dengan kemajuan teknologi dan perkembangan antibodi monoklonal

telah merubah pengukuran CK-MB kualitatif menjadi CK-MB kuantitatif (mass)

yang lebih spesifik untuk nekrosis otot jantung namun dengan adanya

peningkatan kadar CKMB secara bermakna pada pasien dengan trauma otot

8

skeletal akut, penyakit otot kronik , dan gagal ginjal kronik menurunkan

spesifitas pemeriksaan tersebut. 7,8

Mioglobin merupakan petanda paling dini untuk diagnosis

IMA.Peningkatan yang lebih awal karena ukuran molekulnya yang kecil ( 17,8

KDa ) dan cepat menuju sirkulasi tanpa melalui saluran limfe setelah jejas

otot. Myoglobin adalah oxygen binding protein dari otot jantung dan otot

skeletal. Pemeriksaann serum myoglobin tidak dapat membedakan asal dari

jaringan yang rusak karena protein tersebut adalah identik antara yang

berasal dari jantung atau otot rangka Peningkatan sensitivitas pemeriksaan

mioglobin pada IMA, dari 50-60 % menjadi 100%, jika dilakukan pemeriksaan

sampel darah segera serial setiap 2 jam dan kadarnya meningkat 2 kali pada

sampel kedua.Spesifitas juga meningkat menjadi 98% pada pemeriksaan

serial.Jika kadarnya tidak meningkat dalam 3 sampai 6 jam pertama setelah

onset chest discomfort, menunjukkan tidak adanya IMA .Keterbatasan

mioglobin adalah tidak spesifik untuk otot jantung. Peningkatan kadar juga

ditemukan pada penyakit otot, syok dan gagal ginjal dan setelah olah raga

yang berlebihan. Operasi by pass jantung dan konsumsi alcohol berat juga

meningkatkan kadar mioglobin. Faktor ras, seks dan usia juga mungkin

mempengaruhi kadar normal mioglobin. Kadar mioglobin meningkat sesuai

dengan usia,kadarnya lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan.

Mioglobin mempunyai waktu paruh yang sangat pendek yaitu 10 menit dalam

darah. 2,3

Sejarah troponin sebagai petanda jantung dimulai pada akhir tahun

1980an, dimana pada tahun 1987 Cummins menemukan analit baru

( troponin ) yang dapat digunakan untuk diagnosis IMA . Troponin sebagian

besar terdapat dalam bentuk troponin komplek yang secara struktural

berikatan pada miofibril , tipe sitosolik ( didalam sitoplasma ) sekitar 6-8%

pada cTnT dan 2,8-4,1% pada cTnI.Troponin yang dilepaskan setelah

terjadinya infark miokard terdapat dalam dua bentuk utama yaitu bentuk

bebas dan bentuk kompleks, paling banyak dalam bentuk kompleks biner IC (

90 % ) dan sedikit kompleks ternari ICT, kompleks biner IT, serta cTnI bebas.

Bentuk yang lain juga ditemukan karena terjadinya modifikasi molekul akibat

pembentukan dan degradasi kompleks troponin, oksidasi reduksi, dan

9

fosforilasi. Sampai saat ini belum diketahui peranan dari berbagai bentuk

troponin tersebut. 3,8,10

Kadar cTnI mulai meningkat 3 jam setelah terjadi jejas dan tetap

meningkat selama 5-7 hari. Mencapai kadar puncak pada 12-24 jam setelah

jejas.Peningkatan troponin I hanya didapatkan pada jejas miokard, tidak

ditemukan pada otot skeletal, setelah trauma atau regenerasi otot skeletal.

Troponin I sangat spesifik terhadap jaringan miokard, tidak terdeteksi dalam

darah orang sehat dan menunjukkan peningkatan yang tinggi di atas batas

atas pada pasien dengan IMA ( tabel 2 ). Pada penelitian yang melibatkan

718 penderita dengan dugaan IMA , kemudian dilakukan pemeriksaan kadar

troponin .Dengan menggunakan cut off 0,040 ug/L didapatkan hasil

sensitifitas 89% ,spesifitas 92%, negatif prediktif value 98% dan positif

prediktif value 68%. Kekurangan cTnI adalah lama dalam serum,sehingga

menyulitkan dalam menilai adanya reinfark . 2,3

Peningkatan bermakna cTnI didapatkan juga pada pembedahan

jantung seperti coronary arteria bypass grafting ( CABG ) . Kadar puncaknya

setelah 8-24 jam setelah operasi , dengan cut-off 12,91 ng/mL pada 8 jam

setelah operasi dapat dugunakan sebagai petanda awal diagnosis

perioperative myocardiali infarction (PMI). Sedangkan pada keadaan reinfark

sulit untuk dideteksi dengan beberapa petanda biokimia, dan meskipun

terdapat peningkatan yang lama cTnI setelah IMA ,tetapi beberapa penelitian

menunjukkan bahwa peningkatan kembali dari kadar cTnI yang menunjukkan

terjadi perubahan kadar troponin, cukup adekuat untuk diagnosis reinfark. 20,21

Tabel 1 : Pelepasan Petanda jantung setelah miokard infark 2

Petanda (BM) Waktu mulai

meningkat

(rentang)

Waktu mencapai

puncak (rerata)*

Waktu untuk

menjadi normal

Pola pengambilan

Sampel setelah

( rentang) onset nyeri

Mioglobin (17,8) 1- 4 jam 6-7 jam 24 jam Sering, tiap 1-2 jam

cTnI (23,5) 3-12 jam 24 jam 5-10 hari Sekali >12 jam

cTnT (37) 3-12 jam 12 jam-2 hari 5-14 hari Sekali >12 jam

CK-MB (86) 3-12 jam 24 jam 48-72 jam Tiap 12 jam x 3

10

Tabel 2 : keuntungan dan kerugian cTnI dibanding petanda jantung lainnya. 2,

Marker Kelebihan Kekurangan

CtnI Indikator IMA yang sensitif dan sangat

spesifik , Tidak dipengaruhi penyakit

ginjal,dan otot rangka , bermanfaat untuk

stratifikasi, lebih sensitif dan spesifik

dibanding CK-MB,

kadar yang meningkat 5 sampai 7 hari

memberikan jendela diagnostik IMA yang

lebih lama

pemilihan terapi dan reperfusi

Nilai prognostik pada angina tidak stabil

Sensitifitasnya rendah pada kurang

dari 6 jam dan perlu pengulangan

pada 8 sampai 12 jam apabila

hasilnya negatif.

Peningkatannya yang lama setelah

IMA mengaburkan perluasan IMA

atau reinfark.

CTnT Indikator IMA yang sensitif dan spesifik ,

kadar yang meningkat 5 sampai 7 hari

memberikan jendela diagnostic IMA yang

lebih lama

Nilai prognostik yang sangat kuat pada

angina tidak stabil

Spesifitasnya berkurang pada jejas

atau penyakit yang mengenai otot

rangka,

Peningkatannya yang lama setelah

IMA mengaburkan perluasan IMA

atau reinfark

CK-MB Cepat, relative murah, akurat, dapat

mendeteksi reinfark yang terjadi 48 jam

setelah IMA awal.

Spesifitasnya berkurang pada jejas

atau penyakit yang mengenai otot

rangka, termasuk pembedahan

Kurang sensitif pada saat awal IMA

( kurang 6 jam dari onset ) dan

setelah lebih 6 jam dari onset ,

Jendela diagnostik sampai 72 jam

setelah IMA

Kurang sensitif mendeteksi

kerusakan minimal dari miokard.

Mioglobin Kadar serum cepat meningkat setelah

IMA ( 2 jam )

Indikator dini IMA yang sangat sensitif ,

Kemampuan untuk menyingkirkan

diagnosa IMA

Spesifitasnya sangat rendah

dengan adanya jejas atau penyakit

yang mengenai otot rangka, dan

banyak gangguan lain yang

mempengaruhi.

cepat menjadi normal

jendela diagnostik sampai 24 jam

setelah IMA.

11

BAB IV

METODE PEMERIKSAAN TROPONIN I (cTnI )

Dibandingkan dengan pemeriksaan cTnT yang hanya dikuasai oleh

satu vendor (Roche Diagnostics ), pemeriksaan immunometric cTnI yang

tersedia saat ini ada berbagai macam. Secara umum terdiri atas point-of-care

testing (POCT) dan automatik platform ( tabel 3 dan 4 ) . Dibandingkan

dengan penggunaan automated platform, penggunaan POCT mempunyai

beberapa keuntungan antara lain tidak ada delay time akibat proses

transportasi dan proses pemeriksaan pada laboratorium sentral, dan masih

kurangnya laboratorium yang buka 24 jam. Pada penelitian yang

membandingkan antara Liaison analyzer (DiaSorin, Saluggia, Italy) berbasis

automated platform, dengan PathFast (Mitsubishi, Kagaku Iatron, Inc, Chiba,

Japan) berbasis POCT dimana pada cutoff of 0.1 μg/L PathFast mempunyai

sensitivitas dan spesifitas 100%. Terdapat perbedaan bermakna, waktu yang

diperlukan untuk pemeriksaan sampel yang sama yaitu dengan PathFast vs

Liaison adalah 20 ± 5 vs 104 ± 33 menit , dengan P < 0.001. 14,16

POCT secara umum kurang sensitif dan presisi untuk mencapai 99th

persentil URL atau 10 % CV cut off yang direkomendasikan .Beberapa POCT

yang ada saat ini dapat secara simultan mengukur mioglobin, CK-MB, dan

troponin I .Berdasarkan Penelitian terhadap penggunaan kombinasi petanda

jantung antara troponin I dan CK-MB didapatkan bahwa, dengan hasil positif

pada kedua petanda tersebut didapatkan resiko tinggi kematian atau IMA

dalam jangka pendek ( 24 jam dan 30 hari ). Pada peningkatan troponin I

tanpa disertai peningkatan CK-MB menunjukkan peningkatan resiko

kematian pada 30 hari .Sedangkan pada peningkatan CK-MB saja, hasilnya

tidak berbeda bermakna dengan kedua hasil yang negatif.Penggunaan

kombinasi antara myoglobin , kardiak troponin dan CK-MB untuk

menyingkirkan MI pada 6 jam setelah onset didapakan sensitifitasnya 95%

tetapi spesifitasnya rendah terutama disebabkan oleh spesifitas myoglobin

sehingga perlu konfirmasi dengan petanda jantung yang lebih handal.8,14,16

12

Tabel 3 :methodologi 3 point-of-care-testing ( POCT ) cTnI 16

Cardiac troponin assay

Response Biomedical RAMP Reader

Abbott i-STAT

Inverness (BioSite) Triage Reader

Parameters cTnI cTnI cTnI

Capture antibody(s) and matrix

Latex particles coated with MAb- anti-cTnI Cartridge

MAb-anti-cTnI Electrochemical sensor aa 41–49 aa 88–91

MAb-anti-cTnI Cartridge filteraa 27–40

Detection antibody(s) and tag

Fluorescent-dyed latex particles coated with MAb-anti-cTnI

ALP-MAb-anti-cTnIaa 27–39 aa 69–86

Fluorescence- conjugated- anti-cTnI aa location not determined

Separation step Cartridge filter – discrete zone

Electrochemical sensor

Cartridge filter – discrete zone

Substrate(s) Fluorescent substrate ALP substrate Fluorescent substrate

Detection Fluorescence Amperometric signal Fluorescence

Limit of detection, μg /L 0.03 0.02 0.05

cTn, /L at 10% CV per manufacturer’s package insert

0.21 0.10 0.05 (15%–20% CV)

aa,letak asam amino dari anti-cTn antibodies; ALP, alkaline phosphatase; cTnI, cardiac

troponin I; MAb, mouse monoclonal anti-cTn antibody.

Semua pemeriksaan cTnI adalah capture type dimana antibodi sebagai

fase diam secara spesifik mengikat cTn yang ada pada serum atau

plasma.cTn yang terikat bereaksi dengan antibodi kedua, dan pada beberapa

alat uji,antibodi yang ketiga dipasangkan dengan molekul indikator.Perbedaan

alat tersebut ditentukan oleh antibodi yang digunakan ,( biasanya merupakan

kombinasi monoklonal dan atau poliklonal antibodi anti–cTnI dari

tikus ),tempat epitop berikatan dan tipe indikator molekul yang

digunakan.Untuk mendeteksi digunakan spektrofotometrik, fluoresen,

chemiluminescent dan metode electrochemical .Pemeriksaan troponin

semakin lama semakin sensitif disebut sebagai ‘high-sensitivity’ atau ‘ultra-

sensitif’ . 3,16

Pemeriksaan troponin I dipengaruhi oleh adanya hemolisis, ikterus,

lipemia, antikoagulan dan penyimpanan sampel dan tidak dipengaruhi oleh

kadar cTnI (Troponin-independent interferences ). Sampel hemolisis

13

14

merupakan masalah bagi alat yang menggunakan deteksi fluorometric

signal.Heparin dapat mengikat cTnI menyebabkan penurunan kadar pada

sampel plasma dibanding serum. Sumber interferens lain yang

mempengaruhi proses deteksi dan menyebabkan false negatif meliputi :1)

Vitamin C pada alat immunoenzymometric yang menggunakan alkaline

phosphatase,2) biotin pada alat yang menggunakan biotinylated antibody, 3)

streptokinase dengan adanya streptavidin. 14,16

Interferens lain adalah antibodi heterofil, yaitu antibodi endogen

terhadap protein dari spesies non human. Antibodi heterofil yang paling

banyak berpengaruh adalah natural atau autoimmune rheumathoid factors

( RFs ). Angka kejadiannya 1 : 5000. Adanya perubahan abnormal kadar cTnI

tetapi tidak didukung oleh kondisi klinis harus diwaspadai adanya nilai yang

false. Antibodi heterofil dapat menyebabkan false high ataupun false low.

False low terjadi jika terjadi ikatan dengan varibel region pada capture

antibodi, mimicking antigen yang diukur, dan penghambatan pengikatan

cTnI.14,16

Human anti-animal antibodies (HAAA) merupakan antibodi poliklonal

spesifik terhadap imunogen spesifik dari binatang dan mempunyai affinitas

yang tinggi . HAAA yang paling sering adalah human antimouse antibodies

(HAMA) , selain itu juga terdapat antibodi terhadap kelinci , kambing dan

domba. Adanya false high cTnI akibat HAMA pernah dilaporkan. 15,16

Autoantibodi juga merupakan interferen yang potensial , false positf

dan false negatif bisa terjadi tergantung apakah pemecahan kompleks

autoantibodi – analit menjadi fraksi analit bebas atau terikat autoantibodi.

Identitas autoantibodi ini tidak diketahui , diperkirakan mempunyai BM 100–

200 kDa, yang merupakan antibodi sirkulasi , berupa Ig. Daerah asam amino

87-91 pada cTnI nampaknya peka terhdap autoantibodi ini. 14,16

Kadar troponin pada orang sehat diperkirakan 0.0001–0.0002 mg/L

(0.1–0.2 ng/L) Kadar URL cTnI yang direkomendasikan adalah 99th persentil

kadar populasi orang sehat. Dengan 99th persentil, kadar cTnI dapat

bervariasi tergantung populasi yang digunakan.Penelitian terhadap 2992

sukarelawan sehat didapatkan kadar 99th persentil serum berturut turut 0.04

mg/L, 0.025 mg/L dan 0.034 mg/L dengan alat Access, Architect dan

15

Vitros ECi , sebaliknya dengan alat yang sama didapatkan kadar

0.04 mg/L, 0.021 mg/L dan 0.015 mg/L pada 108 populasi sehat

yang lain.Akibat perbedaan kadar yang terukur dengan alat yang

berbeda menyebabkan perbedaan klasifikasi klinik yang berdampak

pada prognostik pasien SKA dengan peningkatan resiko

AMI.Semakin sensitif uji troponin semakin potensial untuk

mendeteksai jejas miokard lebih awal dibanding dengan yang

kurang sensitive.16,17

Perbedaan hasil uji cTnI antar metode tersebut disebabkan

oleh tidak adanya standarisasi kalibrator, Variasi diantara uji cTnI

generasi pertama antara 20 -40 kali bahkan sampai 100 kali, dan

saat ini hanya 2 – 5 kali. Selain faktor standarisasi kalibrator , juga

karena variabel imunoreaktiviti antibodi terhadap isoform cTnI yang

berbeda yang terdapat dalam plasma.Tidak adanya kadar

pembanding cTnI menyebabkan kesalahan intrepretasi klinisi

apabila menggunakan hasil dari laboratorium lain.oleh karena itu

saat ini standarisasi uji troponin menjadi prioritas utama untuk

dipecahkan. 16,18

16

BAB V

STRATEGI DAN ALGORITMA PEMERIKSAAN TROPONIN I (cTnI )PADA

PENDERITA SINDROM KORONER AKUT ( SKA )

Diagnosa IMA menurut WHO didasarkan atas didapatkannya dua atau

lebih dari 3 kriteria yaitu: adanya nyeri dada, perubahan elektrokardiografi

(EKG) dan peningkatan petanda jantung secara serial . Sedangkan American

College of Cardiology/American Heart Association ( ACC/AHA ) pada tahun

2007 membuat pedoman untuk diagnosa IMA yang meliputi : ditemukan

adanya peningkatan kadar petanda jantung ( troponin ) diatas 99 th persentile

URL , disertai tanda tanda iskemia miokard dengan minimal salah satu hal

berikut : 1) gejala iskemia, 2)perubahan EKG yang menunjukkan iskemia baru

( perubahan ST-T baru atau left bundle branch blok ( LBBB ) yang baru, 3)

adanya gelombang Q patologis pada EKG,4)secara radiologi ditandai

hilangnya miokard yang viable atau daerah pergerakan dinding yang

abnormal. 2,5

Sebagai pemeriksaan penunjang diagnosa IMA, pemeriksaan troponin

I menjadi bagian dalam alur algoritma penderita SKA yang direkomendasikan

oleh American College of Cardiology/American Heart Association ( ACC/AHA

) tahun 2007 . Karena gejala yang sama dan untuk membedakan ATS

/NSTEMI dan STEMI memerlukan pemerikasaan lebih lanjut, maka

digunakan working diagnosa sebagai SKA . Selanjutnya apabila didapatkan

gambaran EKG berupa elevasi ST, maka dilakukan evaluasi untuk terapi

reperfusi.Sedangkan pada penderita yahg tidak ditemukan adanya gambaran

elevasi ST tetapi dengan perubahan gelombang ST dan T , nyeri yang terus

menerus, cTnI positif dan gangguan hemodinamik maka segera dilakukan

penatalaksanaan sebagai IMA.Pada penderita SKA tanpa ada kelainan EKG

dan hasil pemeriksaan petanda jantung yang negatif saat awal MRS maka

dilakukan obersvasi ≥ 12 jam . Bila didapatkan keluhan yang muncul kembali

dengan petanda jantung yang positf maka didiagnosa sebagai

17

IMA.Sedangkan apabila pada observasi didapatkan follow up yang negatif ,

dilakukan strees test untuk memprovokasi timbulnya iskemia, bila hasil follow

up positif maka didiagnosa sebagai IMA ( gambar 3 ). 8

Meskipun sensitif dalam mengidentifikasi adanya nekrosis miokard,

tapi troponin I tidak dapat memberikan informasi tentang penyebab dari

nekrosis miokard, sehingga diagnosis NSTEMI perlu dilengkapi dengan

kriteria IMA yang lain yaitu gejala klinis dan gambaran EKG. Deteksi

peningkatan dan penurunan cTnI lebih cocok untuk AMI dibanding dengan

kadarnya yang tetap, tidak terjadinya peningkatan mungkin terjadi pada

penderita jantung non iskemia. Oleh karena itu sebaiknya peningkatan cTnI

diobservasi pada pengukuran serial. 6,8,9,10

Nekrosis miokard yang ditandai oleh peningkatan kadar cTnI tidak

hanya disebabkan oleh infark miokard atau SKA tetapi bisa juga disebabkan

oleh penyakit lain seperti sepsis, atrial fibrilasi, gagal jantung, emboli

paru,miokarditis, kontusio miokard, dan gagal ginjal.Hal tersebut terjadi

karena pelepasan troponin tidak hanya disebabkan oleh degradasi dari

membran sel, tetapi kemungkinan juga disebabkan oleh peningkatan

permeabilitas membran sehingga terjadi pelepasan troponin kedalam

sirkulasi. 11,19

Selain sebagai pemeriksaaan penunjang diagnosa IMA , Troponin I

dapat juga digunakan sebagai prediktor untuk menentukan resiko kematian

pada SKA. Semakin tinggi kadar cTnI mortalitas juga semakin meningkat

dalam jangka pendek ataupun jangka panjang. Penderita dengan kadar cTnI

≥ 10 ng/L mempunyai resiko tinggi kematian atau Infark miokard kurang dari 1

tahun setelah serangan pertama kali muncul, sedang pada penderita dengan

kadar > 40 ng/L mempunyai resiko kematian jangka pendek yaitu < 30 hari. 8,12,13

.

18

19

Gambar 3. Algoritma untuk pasien dengan suspek SKA.8

20Gejala yang mengarah SKA

Diagnosa non kardiak Mungkin SKAAngina stabil kronik

Terapi sesuai alternatif diagnosa

Lihat pedoman ACC/AHA untuk Angina stabil kronik NSTEMI STEMI

Nondiagnostik ECGPetanda jantung normal

Perubahan gelombang ST dan atau T Nyeri terus menerusPetanda jantung positifHemodinamik abnormal

Observasi12 jam atau lebih dari onset

Evaluasi untuk terapi reperfusi

Nyeri tidak timbul lagi,Hasil follow up negatif

Nyeri kembali muncul atau hasil follow up positifDiagnosis SKA confirmed

Stress study untuk memprovokasi iskemiaEvaluasi dahulu fungsi LV jika timbul iskemia

NegatifKemungkinan diagnosis kelainan non iskemia, resiko rendah SKA

PositifDiagnosa SKA confirmed atau resiko tinggi

Lihat pedoman ACC/AHA untuk STEMI

MRSTatalaksana jalur IMA

Tatalaksana pasien rawat jalan

Definitif SKA

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Telah dibahas mengenai metode pemeriksaan kardiak troponinn I,,

kegunaan klinis pemeriksaan kardiak troponin I, dan Algoritme pemeriksaaan

kardiak toponin I pada penderita sindrom koroner akut.

Troponin I adalah subunit dari troponin kompleks yang terdapat pada

filamen aktin pada otot jantung dan dapat digunakan sebagai petanda jantung

pada sindrom koroner akut. Troponin I merupakan petanda jantung pilihan

pertama yang direkomendasikan oleh American College of

Cardiology/American Heart Association ( ACC/AHA ) tahun 2007, sedangkan

petanda jantung pilihan kedua adalah CK-MB. Hal ini disebabkan karena

kelebihan troponin I dibanding petanda jantung yang lain yaitu, sensitifitas

dan spesifitas tinggi , serta kadar yang meningkat 5 sampai 7 hari

memberikan jendela diagnostik IMA yang lebih lama .

Peranan klinis troponin I selain sebagai penunjang diagnosa pada

sindrom koroner akut untuk menunjukkan ada tidaknya NSTEMI, juga dapat

digunakan untuk stratifikasi resiko terjadinya kematian dalam jangka pendek

ataupun jangka panjang, sebagai petanda awal diagnosis perioperative

myocardiali infarction (PMI),dan mendeteksi terjadinya reinfark.

Penyakit jantung iskemia merupakan salah satu penyebab utama

kematian di Indonesia .Diperlukan diagnosa yang cepat dan akurat untuk

menurunkan morbiditas dan mortalitas penyakit tersebut.Oleh karena itu

perlu kiranya tersedia test laboratorium yang praktis, tidak invasif dan relatif

murah sebagai pemeriksaan penunjang diagnosa . Pemeriksaan tersebut

adalah uji cTnI yang sensitivitas dan spesifitasnya tinggi.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Appe FS, Jafe AS . Cardiac Function. in Tietz Textbook of Clinical

Chemistry and Molecular Diagnostics. 4th ed. Missouri: Elsevier

saunders ; 2006. p. 1619 -1670

2. Samsu N, Sargowo D. Tinjauan Pustaka Sensitivitas dan Spesifisitas

Troponin T dan I pada Diagnosis Infark Miokard Akut. Maj Kedokt

Indon. 2007; Volum: 57, Nomor: 10, 363 -372

3. Sanhai WR, Ellof BC, Christenson RH. Cardiac and Muscle Disease. in

Clinical Chemistry Theory Analysis and Correlation 5th ed. Missouri :

mosby Elsevier; 2010. p. 677- 690

4. Ganong WF. Physiology of Nerve & Muscle Cells. in Review of Medical

Physiology.21 thed. New York: ange Medical Books/McGraw-Hill

Medical Publishing Division ;2003. Section II.

5. Thygesen K, Alpert JS, White HD. Universal definition of myocardial

infarction. European Heart Journal. 2007; 28, 2525–2538

6. Bhatt DL, Flather MD. Handbook of Acute Coronary Syndromes 2th ed.

London : Remedica Publishing ; 2004

7. Harun S, Alwi I, Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi ST dalam Buku Ajar

Ilmu penyakit Dalam Edisi 1, Departemen Ilmu Penyakit dalam FKUI.

Jakarta ; 2006,1641 -47

8. Anderson JL, Adams CD, Antman EM, Bridges CR, Califf RM, Casey

DE, et al. ACC/AHA 2007 Guidelines for the Management of Patients

With Unstable Angina/Non_ST-Elevation Myocardial Infarction.

Circulation. 2007;116:e148-e304.

9. Reichlin T, Hochholzer Wi, Bassetti S, Steuer S, Stelzig C, Hartwiger

S, et al. Early Diagnosis of Myocardial Infarction with Sensitif Cardiac

Troponin Assays. N Engl J Med. 2009;361:858-67.

10.Babuin L, Jaffe AS. Troponin: the biomarker of choice for the detection

of cardiac injury . CMAJ. 2005;173(10):1191-202

11.Skeik N, Patel DC. A review of troponins in ischemic heart disease and

other conditions. Int J Angiol. Summer 2007 Vol 16 No 2.

22

12.Apple FS, Pearce LA, Smith SW, Kaczmarek JM, Murakami MA. Role

of Monitoring Changes in Sensitif Cardiac Troponin I Assay Results for

Early Diagnosis of Myocardial Infarction and Prediction of Risk of

Adverse Events. Clinical Chemistry; 2009. 55:5. 930–937

13.Kavsak PA, Xue SW, Ko DT, MacRae AR, Jaffe AS. Short- and Long-

Term Risk Stratification Using a Next-Generation, High-Sensitivity

Research CardiacTroponin I (hs-cTnI) Assay in an Emergency

Department Chest Pain Population. Clinical Chemistry. 2009; 55:10

1809–1815

14.AH Wu . Cardiac Markers 2 th ed. New Jersey : Humana Press Inc ;

2003

15.Melanson SE, Tanasijevic MJ, Jarolim P. Cardiac Troponin Assays: A

View From the Clinical Chemistry Laboratory. Circulation journal of

American Heart Association. 2007;116;e501-e504

16.Tate JR. Troponin revisited 2008: assay performance. Clin Chem Lab

Med. 2008;46(11):1489–1500

17.Eggers KM, Jaffe AS, Lind L, Venge P, Lindahl B. Value of Cardiac

Troponin I Cutoff Concentrations below the 99th Percentile for Clinical

Decision-Making. Clinical Chemistry. 2009; 55:1 85–92

18.Panteghini M, Bunk DM, Christenson RH, Katrukha A, Porter RA,

Schimmel H, et al. Standardization of troponin I measurements: an

update. Clin Chem Lab Med 2008;46(11):1501–1506

19. .Jeremias A, Gibson CM. Alternative Causes for Elevated Cardiac

Troponin Levels when Acute Coronary Syndromes Are Excluded. Ann

Intern Med. 2005;142:786-791

20.Comito, Sinatra R, Simon C, Capuano F, Roscitano A, Benedetto U, et

al. Cardiac Troponin I vs EuroSCORE: Myocardial Infarction and

Hospital Mortality. Asian Cardiovasc Thorac Ann. 2008;16:97-102

21.Jaffea AS, The clinical impact of the universal diagnosis of myocardial

infarction. Clin Chem Lab Med. 2008;46(11):1485–1488

23

Tabel 4. Methodologi dari 13 uji cardiac troponin (cTn) pada automated platforms.

Cardiac troponin assay

Siemens (Dade Behring) Stratus CS

Tosoh AIA

Siemens (Dade Behring) Stratus Rxl

Beckman Coulter Access

DiaSorin Liaison

Siemens (DPC) Immulite

MKI Pathfast Abbott AxSYM

Abbott Architect

Siemens (Bayer) ADVIA Centaur

Ortho- Clinical Vitros ECi

Innotrac Aio! Biomerieux Vidas

Parameters cTnI cTnI cTnI cTnI cTnI cTnI cTnI cTnI cTnI cTnI cTnI cTnI cTnI

Capture antibody(s) and matrix

MAb-anti- cTnI Glass fibre paper

MAb-anti- cTnI Beads aa 41–49

MAb-anti- cTnI Chromium dioxide particles

MAb-anti- cTnI Paramagneti c particles aa 27–40

MAb-anti- cTnI Paramagnetic particles aa 27–39

MAb-anti- cTnI Beads

MAb-anti- cTnI Paramagnetic particles

2 MAbs- anti-cTnI Latex micro- particles aa 24–40 aa 87–91

2 MAbs- Paramagnetic anti-cTnI particles aa 87–91 aa 24–40

2 Biotinyl- ated-MAbs anti-cTnI Paramagnetic latex particles aa 41–49aa 87–91

Biotinyl- ated-MAb- anti-cTnI Plate well aa 24–40 aa 41–49

Biotinyl- ated-MAb- anti-cTnI Plate well aa 41–49 aa 190–196

MAb-anti- cTnI Solid phase receptacle

Detection antibody(s) and tag

ALP-MAb-anti-cTnI

ALP-MAb- anti-cTnI aa 87–91

ALP-MAb-anti-cTnI

ALP-MAb- anti-cTnI aa 41-49

Isoluminol- goat PAb- anti-cTnI aa 80–110

ALP-goat PAb-anti- cTnI

ALP-MAb-anti-cTnI

Biotinyl- ated-MAb- anti-cTnIALP-PAb- anti-biotin aa 41–49

Acridinium derivative- MAb-anti- cTnI aa 41–49

Acridinium ester-goat PAb-anti- cTnI aa 27–40

HRP-MAb- anti-cTnI aa 87–91

Europium- labelled MAb-anti- cTnI aa 137–148

ALP-MAb-anti-cTnI

Separation step Glass fibre paper

Magnetic field Magnetic field

Magnetic field Magnetic field

Magnetic field

Magnetic field

Glass fibre Magnetic field matrix

fieldq Magnetic avidin- strept- micro- coated particles

Plate well – strept- avidin- coated

Plate well – strept- avidin- coated

Solid phase receptacle

Substrate(s) 4-MUP 4-MUP FADP+oxidase+ HRP +substrates forH2O2reaction

LumiPhos 530 Base/acid+ chemilumi- nescence reagent

Base/acid+ chemilumi- nescence reagent

Base/acid+ chemilumi- nescence reagent

4-MUP Base/acid+ chemilumi- nescence reagent

Base/acid+ chemilumi- nescence reagent

Peracid+ luminol Derivative+ transfer

Europium label

4-MUP

Detection Fluorescence Fluorescence Spectro- photometry (510 nm)

Chemilumi-nescence

Chemilumi-nescence

Chemilumi-nescence

Chemilumi-nescence

Fluorescence Chemilumi-nescence

Chemilumi-nescence

Chemilumi-nescence

Time- resolved fluorometry

Fluorescence (450 nm)

Limit of detection, μg /L

<0.03 0.02 0.04 0.01 0.02 0.1 0.02 0.02 0.009 0.006 0.012 <0.01 <0.01

cTn, μg/L at10%CVper manufacturer’s package insert

0.06 0.09–0.13 0.14 0.06 0.05 0.3 (11% CV)

– 0.16–0.27 0.032 0.03 0.034 0.06 0.11

aa, letak asam amino pada anti-cTn antibodies; ALP, alkaline phosphatase; cTnI, cardiac troponin I; FADP, flavin adenine dinucleotide phosphate; HRP, horseradish-peroxidase; H 2O2, hydrogen

peroxide; MAb, mouse monoclonal anti-cTn antibody; 4-MUP, 4-methylumbelliferyl phosphate; PAb, polyclonal anti-cTn antibody.

24