16
1 TINJAUAN PUSTAKA Kecurangan (Fraud) Menurut Sawyer et al. (2006: 339) kecurangan merupakan sebuah representasi yang salah atau penyembunyian fakta-fakta yang material untuk mempengaruhi seseorang agar mau mengambil bagian dalam suatu hal yang berharga. Institute of Internal Auditors (IIA), menyebutkan kecurangan adalah meliputi serangkaian tindakan-tindakan tidak wajar dan illegal yang sengaja dilakukan untuk menipu. Tindakan tersebut dapat dilakukan untuk keuntungan ataupun kerugian organisasi dan oleh orang-orang diluar maupun di dalam organisasi. Menurut Arens et al. (2008: 430) sebagai konsep legal yang luas, kecurangan mengambarkan setiap upaya penipuan yang disengaja, yang dimaksud untuk mengambil harta atau hak orang atau pihak lain. Dalam konteks audit atas laporan keuangan, kecurangan didefinisikan sebagai salah saji laporan keuangan yang disengaja. Dua kategori yang utama adalah pelaporan keuangan yang curang dan penyalahgunaan aktiva. Dari beberapa pengertian kecurangan (fraud) di atas, maka dapat diketahui bahwa pengertian fraud sangat luas dan dapat dilihat pada beberapa kategori kecurangan. Menurut BPK (2008) dalam Kurniawati (2012) secara umum, unsur- unsur dari kecurangan adalah: (1) harus terdapat salah pernyataan (misrepresentation); (2) dari suatu masa lampau (past) atau sekarang (present); (3) fakta bersifat material (material fact); (4) dilakukan secara sengaja atau tanpa perhitungan (make-knowingly or recklessly); (5) dengan maksud

TINJAUAN PUSTAKA Kecurangan Fraud - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7108/2/T2_932013903_BAB II.pdf · yang luas, kecurangan mengambarkan setiap upaya penipuan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA Kecurangan Fraud - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7108/2/T2_932013903_BAB II.pdf · yang luas, kecurangan mengambarkan setiap upaya penipuan

1

TINJAUAN PUSTAKA

Kecurangan (Fraud)

Menurut Sawyer et al. (2006: 339) kecurangan merupakan

sebuah representasi yang salah atau penyembunyian fakta-fakta

yang material untuk mempengaruhi seseorang agar mau

mengambil bagian dalam suatu hal yang berharga. Institute of

Internal Auditors (IIA), menyebutkan kecurangan adalah meliputi

serangkaian tindakan-tindakan tidak wajar dan illegal yang

sengaja dilakukan untuk menipu. Tindakan tersebut dapat

dilakukan untuk keuntungan ataupun kerugian organisasi dan

oleh orang-orang diluar maupun di dalam organisasi.

Menurut Arens et al. (2008: 430) sebagai konsep legal

yang luas, kecurangan mengambarkan setiap upaya penipuan

yang disengaja, yang dimaksud untuk mengambil harta atau hak

orang atau pihak lain. Dalam konteks audit atas laporan

keuangan, kecurangan didefinisikan sebagai salah saji laporan

keuangan yang disengaja. Dua kategori yang utama adalah

pelaporan keuangan yang curang dan penyalahgunaan aktiva.

Dari beberapa pengertian kecurangan (fraud) di atas,

maka dapat diketahui bahwa pengertian fraud sangat luas dan

dapat dilihat pada beberapa kategori kecurangan. Menurut

BPK (2008) dalam Kurniawati (2012) secara umum, unsur-

unsur dari kecurangan adalah: (1) harus terdapat salah

pernyataan (misrepresentation); (2) dari suatu masa lampau

(past) atau sekarang (present); (3) fakta bersifat material

(material fact); (4) dilakukan secara sengaja atau tanpa

perhitungan (make-knowingly or recklessly); (5) dengan maksud

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA Kecurangan Fraud - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7108/2/T2_932013903_BAB II.pdf · yang luas, kecurangan mengambarkan setiap upaya penipuan

2

(intent) untuk menyebabkan suatu pihak beraksi; (6) pihak yang

dirugikan harus beraksi (acted) terhadap salah pernyataan

tersebut (misrepresentation); (7) yang merugikannya (detriment).

Klasifikasi Fraud

The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE),

membagi kecurangan (Fraud) dalam 3 (tiga) jenis atau

tipologi berdasarkan perbuatan yang dikenal dengan “fraud tree”

dalam Tuanakotta (2010: 195) antara lain Corruption, Asset

Missapropriation, and Fraudulent Statements.

Korupsi (Corruption), jenis fraud ini yang paling sulit

dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak lain

seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang

terbanyak terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan

hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata

kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih

dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali tidak dapat

dideteksi karena para pihak yang bekerja sama menikmati

keuntungan (symbiosis mutualisme). Termasuk didalamnya

adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan

(conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang

tidak sah/illegal (illegal gratuities) dan pemerasan secara

ekonomi (economic extortion).

Penyimpangan atas aset (Asset Misappropriation),

meliputi penyalahgunaan/pencurian aset atau harta perusahaan

atau pihak lain. Ini merupakan bentuk fraud yang paling

mudah dideteksi karena sifatnya yang tangible atau dapat

diukur/dihitung (defined value).

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA Kecurangan Fraud - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7108/2/T2_932013903_BAB II.pdf · yang luas, kecurangan mengambarkan setiap upaya penipuan

3

Pernyataan palsu atau salah pernyataan (Fraudulent

Statement), meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau

eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk

menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya dengan

melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam

penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan

atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window dressing.

Fraud Triangle Theory

Penelitian ini menggunakan fraud triangle theory

sebagai dasar teori utamanya. Berdasarkan teori ini ada tiga

faktor yang menyebabkan seseorang melakukan kecurangan.

Ketiga faktor tersebut pressure, opportunity and rationalization

yang digambarkan dalam segitiga kecurangan (fraud triangle).

Konsep segitiga kecurangan pertama kali diperkenalkan oleh

Cressey (1953) dalam Tuanakotta (2010: 207). Melalui

serangkaian wawancara dengan 113 orang melakukan

penggelapan uang perusahaan yang disebutnya “trust

violators” atau “pelanggar kepercayaan”, Cressey

menyimpulkan bahwa:

“Orang yang dipercaya menjadi pelanggar kepercayaan ketika ia

melihat dirinya sendiri sebagai orang yang mempunyai masalah

keuangan yang tidak dapat diceritakannya kepada orang lain,

sadar bahwa masalah ini secara diam-diam dapat diatasinya

dengan menyalahgunakan kewenangannya sebagai pemegang

kepercayaan di bidang keuangan, dan tindak-tanduk sehari-hari

memungkinkan menyesuaikan pandangan mengenai dirinya

sebagai seseorang yang bisa dipercaya dalam menggunakan dana

atau kekayaan yang dipercayakan.”

Cressey (1953) dalam Tuanakotta (2010: 207)

menyimpulkan bahwa kecurangan secara umum mempunyai tiga

sifat umum. Fraud triangle terdiri dari tiga kondisi yang

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA Kecurangan Fraud - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7108/2/T2_932013903_BAB II.pdf · yang luas, kecurangan mengambarkan setiap upaya penipuan

4

umumnya hadir pada saat fraud terjadi yaitu pressure,

opportunity, dan rationalization.

Pressure

Opportunity Rationalization

Sumber : Fraud Triangle Theory oleh Cressey (1953)

Dalam Tuanakotta (2010: 207)

Gambar: 1

Fraud Triangle

Pressure (tekanan) yaitu insentif yang mendorong orang

melakukan kecurangan karena tuntutan gaya hidup,

ketidakberdayaan dalam soal keuangan, perilaku gambling,

mencoba-coba untuk mengalahkan sistem dan ketidakpuasan

kerja (Kurniawati 2012). Montgomery et al. (2002) dalam

Kurniawati (2012) mengatakan tekanan ini sesungguhnya

mempunyai dua bentuk yaitu nyata (direct) dan bentuk

persepsi (indirect). Bentuk direct merupakan tekanan yang

nyata disebabkan oleh kondisi-kondisi kehidupan yang nyata

yang dihadapi oleh pelaku yang mendorong untuk melakukan

kecurangan. Kondisi tersebut dapat berupa kebiasaan sering

berjudi, kecanduan obat terlarang, atau menghadapi persoalan

keuangan. Tekanan dalam bentuk persepsi merupakan opini

yang dibangun oleh pelaku yang mendorong untuk melakukan

kecurangan seperti misalnya executive need. Dalam SAS No.

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA Kecurangan Fraud - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7108/2/T2_932013903_BAB II.pdf · yang luas, kecurangan mengambarkan setiap upaya penipuan

5

99, terdapat empat jenis kondisi yang umum terjadi pada

pressure yang dapat mengakibatkan kecurangan. Kondisi

tersebut adalah financial stability, external pressure, personal

financial need dan financial targets. Penelitian ini pressure

diproksikan dengan keadilan distributif dan keadilan prosedural.

Opportunity (kesempatan) yaitu peluang yang

menyebabkan pelaku secara leluasa menjalankan aksinya yang

disebabkan oleh pengendalian internal yang lemah,

ketidakdisiplinan, kelemahan dalam mengakses informasi, tidak

ada mekanisme audit dan sikap apatis (Kurniawati 2012). Hal

yang paling menonjol di sini adalah dalam hal pengendalian

internal. Pengendalian internal yang tidak baik akan memberi

peluang orang untuk melakukan kecurangan, SAS no. 99

menyebutkan bahwa peluang pada financial statements fraud

dapat terjadi pada tiga kategori. Kondisi tersebut adalah nature

of industry, ineffective monitoring, and organizational structure.

Rationalization (rasionalisasi) merupakan sikap,

karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis yang

memperbolehkan pihak-pihak tertentu untuk melakukan

tindakan kecurangan, atau orang-orang yang berada dalam

lingkungan yang cukup menekan yang membuat mereka

merasionalisasi tindakan fraud (Norbarani 2012). Rasionalisasi

adalah komponen penting dalam banyak kecurangan.

Rasionalisasi menyebabkan pelaku kecurangan mencari

pembenaran atas perbuatannya. Rasionalisasi merupakan

bagian dari fraud triangle yang paling sulit diukur (Skousen

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA Kecurangan Fraud - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7108/2/T2_932013903_BAB II.pdf · yang luas, kecurangan mengambarkan setiap upaya penipuan

6

et al 2009 dalam Norbarani 2012). Dalam penelitian ini

rationalization diproksikan dengan budaya etis organisasi.

Fraud pada Sektor Pemerintahan

Menurut Pristiyanti (2012) semua jenis fraud dapat

terjadi pada sektor pemerintahan, akan tetapi yang paling

sering terjadi adalah korupsi. Korupsi berasal dari bahasa

latin corruptio dari kata kerja corrumpere yang artinya busuk,

rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Secara

harfiah korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politisi

ataupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak

legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat

dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang

dipercayakan kepada mereka.

Keadilan Distributif

Menurut Robbins dan Judge (2013: 145) keadilan

distributif (distributive justice) memusatkan perhatian pada

kewajaran hasil, gaji dan pengakuan, yang diterima oleh para

pekerja. Hasil dapat dialokasikan dalam mendistribusikan

kenaikan yang sama di antara para pekerja, atau dapat

menetapkan dasar pada mereka yang mana sangat memerlukan

uang. Namun, para pekerja cenderung untuk menganggap hasil

mereka paling adil ketika mereka didistribusikan secara adil.

Keadilan distributif merupakan keadilan yang berasal dari hasil-

hasil (outcomes) yang diterima seseorang. Keadilan distributif

bila adil menurut karyawan jika hasil yang mereka terima sama

dibandingkan dengan hasil yang diterima orang lain.

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA Kecurangan Fraud - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7108/2/T2_932013903_BAB II.pdf · yang luas, kecurangan mengambarkan setiap upaya penipuan

7

Keadilan ini menunjuk pada keadilan yang diterima karyawan

dalam hal hasil (Hwei dan Santosa 2012).

Pandangan lain mengenai keadilan distribusi mengacu

pada kewajaran terhadap aktual outcome seperti beban kerja,

penghasilan dan lain-lain yang diterima oleh seorang pekerja

(Gilliland 1993 dalam Yusnaini 2007). Para karyawan

mempertimbangkan keputusan keadilan distributif ketika

menerima penghargaan financial (misalnya gaji atau bonus yang

diterima dari rencana pembagian keuntungan) dalam pertukaran

pekerjaan yang mereka lakukan, yang pada gilirannya

mempengaruhi sikap mereka terhadap organisasi (Hwei dan

Santosa 2012). Jika di dalam suatu lingkungan pemerintahan

terdapat keadilan distributif yang bisa teraplikasikan secara

baik maka akan bisa mengurangi kecurangan pegawai dalam

pemerintahan.

Keadilan Prosedural

Keadilan prosedural merupakan pertimbangan yang

dibuat oleh karyawan mengenai proses dan prosedur

organisasi yang digunakan untuk membuat keputusan alokasi

dan sumber daya ( Mustikasari 2013). Keadilan prosedural

menunjuk pada keadilan yang diterima dari prosedur yang

digunakan untuk membuat keputusan-keputusan (Margaretha dan

Santosa 2012). Lebih lanjut dijelaskan bahwa keadilan prosedural

menunjuk pada tingkat formal proses pengambilan keputusan

yang dihubungkan dengan hasil, termasuk di dalamnya ketetapan

dari beberapa sistem keluhan karyawan atau permohonan yang

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA Kecurangan Fraud - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7108/2/T2_932013903_BAB II.pdf · yang luas, kecurangan mengambarkan setiap upaya penipuan

8

berkenaan dengan konsekuensi-konsekuensi pada tahap awal

pengambilan keputusan.

Para pekerja memandang bahwa prosedur akan lebih adil

ketika para pengambil keputusan mengikuti beberapa “aturan”,

Robbins dan Judge (2013: 146) hal ini meliputi: (1) mengambil

keputusan secara konsisten: prosedur yang adil harus konsisten

baik dari orang satu kepada orang lain maupun dari waktu ke

waktu. Setiap orang memiliki hak dan diperlakukan sama dalam

satu prosedur yang sama; (2) menghindari bias: dalam upaya

meminimalisasi bias ini, baik kepentingan individu maupun

pemihakan harus dihindarkan; (3) dengan menggunakan

informasi yang akurat: informasi yang dibutuhkan untuk

menentukan agar penilaian keadilan akurat harus mendasarkan

pada fakta. Kalau opini sebagai dasar, hal itu harus

disampaikan oleh orang yang benar-benar mengetahui

permasalahan, dan informasi yang disampaikan lengkap; (4)

mempertimbangkan kelompok atau orang yang akan terpengaruh

oleh keputusan mereka; (5) bertindak dengan etis: prosedur yang

adil harus berdasarkan pada standar etika dan moral; (6) tetap

terbuka bagi keberatan atau perbaikan: upaya untuk memperbaiki

kesalahan merupakan salah satu tujuan penting perlu

ditegakkannya keadilan. Oleh karena itu, prosedur yang adil

juga mengandung aturan yang bertujuan untuk memperbaiki

kesalahan yang ada ataupun kesalahan yang mungkin akan

muncul.

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA Kecurangan Fraud - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7108/2/T2_932013903_BAB II.pdf · yang luas, kecurangan mengambarkan setiap upaya penipuan

9

Keefektifan Pengendalian Internal

Menurut Arens et al. (2008: 370) sistem pengendalian

intern terdiri atas kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk

memberikan manajemen kepastian yang layak bahwa perusahan

telah mencapai tujuan dan sasarannya. Kebijakan dan prosedur

ini sering kali disebut pengendalian, dan secara kolektif

membentuk pengendalian internal entitas tersebut. Menurut

(COSO) pengendalian intern adalah suatu proses yang

dipengaruhi oleh dewan komisaris, manajemen dan personel

lainnya untuk memberikan keyakinan memadai guna

mencapai keandalan pelaporan keuangan, menjaga kekayaan

dan catatan organisasi, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan

dan efektivitas dan efisiensi operasi.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pengendalian intern adalah suatu

proses yang berkaitan dengan prosedur-prosedur yang harus

dipatuhi dalam proses operasional organisasi atau perusahaan

agar tujuan dari organisasi atau perusahaan dapat tercapai.

Menurut Arens et al. (2008: 376) agar tujuan

pengendalian dapat terpenuhi, maka di dalamnya harus

terdapat beberapa unsur yang merupakan bagian dari struktur

pengendalian intern yang baik. Unsusr-unsur dari sistem

pengendalian intern adalah sebagai berikut: (1) lingkungan

pengendalian terdiri dari tindakan, kebijakan dan prosedur

yang mencerminkan sikap menyeluruh manajemen puncak,

direktur pelaksana dan komisaris serta pemilik suatu satuan

usaha terhadap pentingnya pengendalian oleh satuan usaha

tersebut; (2) prosedur pengendalian adalah kebijakan dan

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA Kecurangan Fraud - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7108/2/T2_932013903_BAB II.pdf · yang luas, kecurangan mengambarkan setiap upaya penipuan

10

prosedur yang diterapkan oleh manajemen di dalam lingkungan

pengendalian untuk memberikan cukup kepastian bahwa

sasaran perusahaan dapat tercapai; (3) aktivitas pengendalian

adalah kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan

bahwa arahan manajemen dilaksanakan; (4) informasi dan

komunikasi yaitu sistem informasi yang relevan dengan tujuan

pelaporan keuangan; (5) pemantauan adalah proses penentuan

kualitas kinerja pengendalian intern sepanjang waktu.

Budaya Etis Organisasi

Menurut Robbins dan Judge (2013: 355) budaya

organisasi adalah suatu sistem berbagi arti yang dilakukan oleh

para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi

lainnya. Perilaku etis harus menjadi budaya dalam organisasi

yang berarti harus merupakan perilaku sehari-hari semua anggota

organisasi baik dalam sikap, tingkah laku anggota maupun

dalam keputusan manajemen/organisasi. Menurut Pristiyanti

(2012) budaya etis organisasi adalah persepsi karyawan

mengenai suatu pola tingkah laku, kepercayaan yang telah

menjadi suatu panutan bagi semua anggota organisasi.

Tingkah laku disini merupakan seluruh tingkah laku yang

dapat diterima oleh moral dan dapat diterima secara hukum.

Berdasarkan definisi mengenai budaya organisasi, dapat diambil

kesimpulan bahwa budaya organisasi adalah suatu pola yang

dianut bersama dalam suatu organisasi/instansi yang tidak

tertulis agar dapat dipatuhi oleh semua orang atau individu yang

terlibat dalam organisasi tersebut.

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA Kecurangan Fraud - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7108/2/T2_932013903_BAB II.pdf · yang luas, kecurangan mengambarkan setiap upaya penipuan

11

Robert dan Kinichi (2000) dalam Najahningrum (2013)

menyarankan tindakan-tindakan berikut ini untuk

mengembangkan iklim etika dalam organisasi: (1) bertingkah

laku etis, manajer hendaknya berlaku etis, karena manajer

merupakan model peran yang jelas; (2) penyaringan karyawan

yang potensial, untuk mengembangkan perilaku etis harus

dilakukan sejak awal yaitu sejak seleksi karyawan dilakukan.

Penyaringan yang lebih teliti di bidang ini dapat menyaring

mereka untuk tidak berbuat kesalahan di kemudian hari.

Mengembangkan kode etik yang lebih berarti. Kode etik

dapat menghasilkan dampak yang positif bila mereka

memenuhi empat kriteria: (a) kode etik harus mencakup atau

berlaku kepada setiap karyawan; (b) kode etik sungguh-sungguh

didukung oleh top manajemen; (c) kode etik harus mengacu

kepada praktik spesifik; (d) mereka (karyawan) hendaknya

didorong dengan penghargaan atas prestasinya dan hukuman

yang berat bagi ketidakpatuhan; (3) menyediakan pelatihan

etika, para karyawan dapat dilatih untuk mengidentifikasikan

dan berhadapan dengan isu etis selama masa orientasi dan

melalui sesi seminar dan pelatihan menggunakan video; (4)

meningkatkan perilaku etis, perilaku etis harus didukung,

dibiasakan, diulangi kembali, sedangkan perilaku yang tidak

etis harus diberikan hukuman sementara perilaku etis

hendaknya dihargai; (5) membentuk posisi, unit, dan

mekanisme struktural lain yang menggunakan etika.

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA Kecurangan Fraud - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7108/2/T2_932013903_BAB II.pdf · yang luas, kecurangan mengambarkan setiap upaya penipuan

12

PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Hubungan Keadilan Distributif dengan Kecenderungan

Kecurangan

Menurut Robbins dan Judge (2013: 145) keadilan

distributif (distributive justice) memusatkan perhatian pada

kewajaran hasil, gaji dan pengakuan, yang diterima oleh para

pekerja. Pandangan lain mengenai keadilan distribusi mengacu

pada kewajaran terhadap aktual outcome seperti beban kerja,

penghasilan dan lain-lain yang diterima oleh seorang pekerja

(Gilliland 1993 dalam Yusnaini 2007). Para karyawan

mempertimbangkan keputusan keadilan distributif ketika

menerima penghargaan financial (misalnya gaji atau bonus yang

diterima dari rencana pembagian keuntungan) dalam pertukaran

pekerjaan yang mereka lakukan, yang pada gilirannya

mempengaruhi sikap mereka terhadap organisasi (Hwei dan

Santosa 2012).

Penelitian Hwei dan Santosa (2012) menyimpulkan

bahwa keadilan distributif merupakan penentu signifikan dalam

komitmen organisasi. Penelitian Najahningrum (2013) dengan

hasil penelitian bahwa keadilan distributif berpengaruh negatif

terhadap kecenderungan kecurangan (fraud).

Semakin tinggi keadilan distributif yang dirasakan oleh pegawai

maka akan meminimalisir kecenderungan kecurangan (fraud).

Tekanan seseorang berkaitan dengan ketidakadilan pada keadilan

distributif yang dirasakan akan mendorong orang untuk

melakukan tindakan-tindakan kecurangan. Berdasarkan

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA Kecurangan Fraud - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7108/2/T2_932013903_BAB II.pdf · yang luas, kecurangan mengambarkan setiap upaya penipuan

13

argumentasi dan hasil penelitian terdahulu maka hipotesis

penelitian ini adalah:

H1: Keadilan distributif berpengaruh negatif terhadap

kecenderungan kecurangan

Hubungan keadilan prosedural dengan kecenderungan

kecurangan

Keadilan prosedural merupakan pertimbangan yang

dibuat oleh karyawan mengenai proses dan prosedur

organisasi yang digunakan untuk membuat keputusan alokasi

dan sumber daya (Mustikasari 2013). Keadilan prosedural

menunjuk pada keadilan yang diterima dari prosedur yang

digunakan untuk membuat keputusan-keputusan (Margaretha dan

Santosa 2012). Lebih lanjut dijelaskan bahwa keadilan prosedural

menunjuk pada tingkat formal proses pengambilan keputusan

yang dihubungkan dengan hasil. Di dalam suatu pemerintahan

adanya ketidakadilan pada keadilan prosedur yang dirasakan

dalam organisasi dapat menjadi pemicu seseorang untuk

cenderung melakukan kecurangan.

Penelitian Hwei dan Santosa (2012) menyimpulkan

bahwa keadilan prosedural merupakan penentu signifikan dalam

komitmen organisasi. Komitmen organisasi yang tinggi dapat

menurunkan kecenderungan kecurangan. Keadilan prosedural

berkaitan dengan pembuatan dan implementasi keputusan yang

mengacu pada proses yang adil. Penelitian Najahningrum (2013)

dengan hasil penelitian bahwa keadilan prosedural berpengaruh

negatif terhadap kecenderungan kecurangan, artinya semakin

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA Kecurangan Fraud - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7108/2/T2_932013903_BAB II.pdf · yang luas, kecurangan mengambarkan setiap upaya penipuan

14

adil keadilan prosedural dalam suatu instansi, maka akan

semakin rendah kecenderungan kecurangan (fraud) yang

mungkin terjadi. Ketidakadilan yang dirasakan oleh karyawan

tentang proses dan prosedur organisasi untuk membuat keputusan

alokasi dan sumber daya, maka akan menjadi tekanan bagi

karyawan yang pada akhirnya melakukan kecurangan (fraud).

Berdasarkan argumentasi dan hasil penelitian terdahulu maka

hipotesis kedua penelitian ini dinyatakan sebagai berikut:

H2: Keadilan prosedural berpengaruh negatif terhadap

kecenderungan kecurangan

Hubungan keefektifan pengendalian internal dengan

kecenderungan kecurangan

Tujuan dari pengendalian internal adalah agar

kegiatan operasional perusahaan berjalan secara efektif dan

efisien sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Menurut

Kusumastuti (2012) sistem pengendalian internal diharapkan

mampu mengurangi adanya tindakan menyimpang yang

dilakukan oleh manajemen. Manajemen cenderung melakukan

tindakan menyimpang untuk memaksimalkan keuntungan

pribadi. Salah satu tindakan menyimpang tersebut yaitu

kecenderungan melakukan kecurangan.

Salah satu contoh pengendalian internal adalah adanya

beberapa prosedur yang harus dilalui ketika akan melakukan

transaksi seperti otorisasi dari pihak yang berwenang. Jika

pengendalian tidak berjalan dengan baik, prosedur tidak

dilakukan sebagaimana mestinya, maka akan membuka

Page 15: TINJAUAN PUSTAKA Kecurangan Fraud - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7108/2/T2_932013903_BAB II.pdf · yang luas, kecurangan mengambarkan setiap upaya penipuan

15

kesempatan bagi pegawai yang terlibat dalam kegiatan

operasional organisasi untuk melakukan kecurangan.

Hasil penelitian Pristiyanti (2012) dan Najahningrum

(2013) menemukan terdapat pengaruh negatif antara keefektifan

pengendalian internal dengan kecenderungan kecurangan di

sektor pemerintahan. Penelitian Wilopo (2006) menunjukkan

bahwa keefektifan pengendalian internal berpengaruh negatif

terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Jadi, dengan

sistem pengendalian internal yang baik, akan meminimalisir

kecurangan yang dilakukan oleh pegawai. Namun lemahnya

pengendalian internal akan membuka peluang terjadinya

kecurangan. Berdasarkan argumentasi dan penelitian terdahulu

maka hipotesis penelitian adalah:

H3: Keefektifan pengendalian internal berpengaruh

negatif terhadap kecenderungan kecurangan

Hubungan budaya etis organisasi dengan kecenderungan

kecurangan

Menurut Robbins dan Judge (2013: 355) budaya

organisasi adalah suatu sistem berbagi arti yang dilakukan oleh

para anggota yang membedakan suatu organisasi dari organisasi

lainnya. Perilaku etis harus menjadi budaya dalam organisasi

yang berarti harus merupakan perilaku sehari-hari semua anggota

organisasi baik dalam sikap, tingkah laku anggota maupun

dalam keputusan manajemen/organisasi. Menurut Najahningrum

(2013) budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh

organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah,

Page 16: TINJAUAN PUSTAKA Kecurangan Fraud - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7108/2/T2_932013903_BAB II.pdf · yang luas, kecurangan mengambarkan setiap upaya penipuan

16

membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan

lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi.

Penelitian Sulistyowati (2007) menyimpulkan bahwa

kultur organisasi berpengaruh terhadap persepsi aparatur

pemerintah daerah tentang tindak korupsi. Penelitian

Pristiyanti (2012) menunjukkan bahwa budaya etis organisasi

berpengaruh negatif terhadap kecurangan di sektor

pemerintahan. Penelitian Pramudita (2013) menyimpulkan bahwa

terdapat pengaruh negatif antara budaya etis organisasi terhadap

fraud. Dengan demikian, semakin baik iklim budaya etis yang

dapat diciptakan dalam lingkungan pemerintahan akan

meminimalisir kecenderungan kecurangan (fraud). Sedangkan

bila organisasi dengan standar etika yang rendah akan memiliki

resiko kecurangan yang tinggi. Berdasarkan argumentasi dan

hasil penelitian terdahulu maka hipotesis keempat penelitian ini

adalah:

H4: Terdapat pengaruh negatif antara budaya etis

organisasi dengan kecenderungan kecurangan

Model Penelitian