45
TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN SILENT SINUS SYNDROME Oleh : Richard P. Simbolon, Luh Made Ratnawati, Sari Wulan Dwi Sutanegara Bagian SMF/Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar I. PENDAHULUAN Silent sinus syndrome merupakan suatu kumpulan gejala yang terdiri dari enoftalmus dan hipoglobus yang berkaitan dengan atelektasis dari sinus maksila dan perubahan lantai orbita. Enoftalmus adalah suatu keadaan dimana bola mata yang tertarik ke dalam, sedangkan hipoglobus merupakan keadaan dimana bola mata yang turun ke bawah. 1 Istilah silent sinus syndrome diperkenalkan oleh Soparker dkk pada tahun 1994 yang melaporkan 14 pasien dengan enoftalmus unilateral dan hipoglobus tanpa adanya gejala penyakit pada sinus dan hidung. 2 Sebelumnya pada tahun 1964 Montgomery pernah menggambarkan fenomena penyakit ini. Silent sinus syndrome biasanya mengenai orang dewasa pada dekade keempat dan kelima, kasus ini jarang sekali pada anak-anak. 3 Penyebab pasti silent sinus syndrome sampai saat ini belum diketahui. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mempelajari patogenesis dan pengelolaan penyakit ini. Silent sinus syndrome termasuk kasus yang jarang dan sering tidak terdiagnosis karena kurangnya pengetahuan tentang kasus ini. Sebagian besar pasien dengan sindrom ini hadir dengan keluhan ophthalmologi tanpa gejala sinus hidung dan tanpa rasa sakit serta memiliki perkembangan penyakit yang lambat sehingga disebut dengan istilah “silent”. 1 Penatalaksanaan silent sinus syndrome bertujuan untuk mengembalikan aerasi normal sinus maksila dan memperbaiki hipoglobus serta enophthlamus. 5 Sejauh ini terdapat beberapa teknik pembedahan dalam penanganan silent sinus syndrome diantaranya adalah melalui pendekatan Bedah Sinus Endoskopi 1

TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

TINJAUAN PUSTAKA

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN SILENT SINUS SYNDROME

Oleh :

Richard P. Simbolon, Luh Made Ratnawati, Sari Wulan Dwi Sutanegara

Bagian SMF/Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar

I. PENDAHULUAN

Silent sinus syndrome merupakan suatu kumpulan gejala yang terdiri dari

enoftalmus dan hipoglobus yang berkaitan dengan atelektasis dari sinus maksila

dan perubahan lantai orbita. Enoftalmus adalah suatu keadaan dimana bola mata

yang tertarik ke dalam, sedangkan hipoglobus merupakan keadaan dimana bola

mata yang turun ke bawah.1 Istilah silent sinus syndrome diperkenalkan oleh

Soparker dkk pada tahun 1994 yang melaporkan 14 pasien dengan enoftalmus

unilateral dan hipoglobus tanpa adanya gejala penyakit pada sinus dan hidung.2

Sebelumnya pada tahun 1964 Montgomery pernah menggambarkan fenomena

penyakit ini. Silent sinus syndrome biasanya mengenai orang dewasa pada dekade

keempat dan kelima, kasus ini jarang sekali pada anak-anak.3

Penyebab pasti silent sinus syndrome sampai saat ini belum diketahui.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mempelajari patogenesis dan

pengelolaan penyakit ini. Silent sinus syndrome termasuk kasus yang jarang dan

sering tidak terdiagnosis karena kurangnya pengetahuan tentang kasus ini.

Sebagian besar pasien dengan sindrom ini hadir dengan keluhan ophthalmologi

tanpa gejala sinus hidung dan tanpa rasa sakit serta memiliki perkembangan

penyakit yang lambat sehingga disebut dengan istilah “silent”.1

Penatalaksanaan silent sinus syndrome bertujuan untuk mengembalikan

aerasi normal sinus maksila dan memperbaiki hipoglobus serta enophthlamus.5

Sejauh ini terdapat beberapa teknik pembedahan dalam penanganan silent sinus

syndrome diantaranya adalah melalui pendekatan Bedah Sinus Endoskopi

1

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

Fungsional (BSEF) dan rekonstruksi lantai orbita, meskipun teknik yang terakhir

dianggap masih kontroversial.6

Silent sinus syndrome termasuk kelainan yang jarang dijumpai dan sering tidak

terdiagnosis karena kurangnya pengetahuan tentang kasus ini. Penyebab terjadinya silent

sinus syndrome sampai saat ini belum diketahui secara pasti meskipun beberapa teori

dianggap mampu menjelaskan patogenesis terjadinya silent sinus syndrome. Beberapa

penelitian telah dilakukan untuk mempelajari patogenesis dan penatalaksanaan kelainan

ini. Tujuan utama dari tatalaksana silent sinus syndrome adalah mengembalikan aerasi

normal sinus maksila dan memperbaiki hipoglobus serta enoftalmus dengan berbagai

metode pembedahan. Pemilihan teknik pembedahan yang tepat akan mempengaruhi

hasil, baik secara fungsional maupun estetika.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Hidung dan Sinus Paranasal

Anatomi hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagian dari atas ke

bawah, pangkal hidung (bridge), batang hidung (dorsum), puncak hidung (tip), ala nasi,

kolumela dan lubang hidung (nares anterior). Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang

dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit dan jaringan ikat. Rongga hidung atau kavum

nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang dipisahkan oleh septum nasi dibagian

tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu kavum nasi bagian depan disebut

nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan

kavum nasi dengan nasofaring.7

Kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan

superior. Dinding medial ialah septum nasi. Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka

yaitu konka inferior, konka media, konka superior dan konka suprema. Konka inferior

merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila, sedangkan konka media,

superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid. Celah antara konka inferior

dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konka media

dan inferior disebut meatus

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

2

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

media dan sebelah atas celah antara konka superior dengan konka media disebut meatus superior.7,8

Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu meatus media,

merupakan suatu celah yang penting dan lebih luas dibandingkan dengan

meatus superior. Di sini terdapat muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal

dan sinus etmoid anterior. Daerah ini rumit dan sempit dan dinamakan kompleks

osteomeatal. Kompleks osteomeatal (KOM) adalah unit drainase fungsional

meliputi prosessus uncinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula

etmoid, agger nasi dan ressesus frontalis, dimana semuanya berupa celah sempit

yang mudah mengalami penyempitan. Kompleks osteomeatal berperan sangat

penting dalam mempertahankan kondisi fisiologis sinus paranasal.9

Manusia mempunyai sekitar 12 rongga di sepanjang atap dan bagian lateral

rongga hidung dengan jumlah, bentuk, ukuran dan simetri bervariasi. Sinus-sinus

ini membentuk rongga di dalam beberapa tulang wajah dan diberi nama yang

sesuai: sinus maksilaris, sfenoidalis, frontalis dan etmoidalis. Seluruh sinus dilapisi

oleh epitel yang mampu menghasilkan mukus dan bersilia, secret yang dihasilkan

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

disalurkan langsung ke dalam rongga hidung. Pada orang sehat, sinus terutama

berisi udara.7

Gambar 1. Anatomi Sinus dan kompleks osteomeatal.10

3

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

2.1.1. Sinus Maksilaris

Pada waktu lahir sinus maksila sudah terbentuk dengan baik. Setelah 7

tahun, perkembangan ke bentuk dan ukuran dewasa berlangsung dengan cepat.

Perkembangan maksimum tercapai antara usia 15 dan 18 tahun. Sinus maksila atau

antrum Highmore merupakan sinus paranasal yang terbesar, berbentuk piramid tidak

beraturan dengan dasarnya menghadap ke fosa nasalis dan puncaknya ke arah apeks

prosesus zigomatikus os maksila. 8,11

Pada orang dewasa volume sinus maksilaris kira-kira 15 ml. Dinding medial

dibentuk oleh lamina vertikalis os palatum, prosesus unsinatus, os etmoid, prosessus

maksilaris, konka inferior dan sebagian kecil os lakrimalis. Dinding atas memisahkan

sinus dengan orbita. Dinding posterior-inferior biasanya paling tebal dan dibentuk oleh

bagian alveolar os maksila atas dan bagian luar palatum durum. Dinding anterior

berhadapan dengan fosa kanina. Antrum mempunyai hubungan dengan infundibulum

di meatus media melalui lubang kecil yaitu ostium maksila. Gigi premolar kedua dan

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

gigi molar pertama dan kedua tumbuhnya dekat dengan dasar sinus, bahkan kadang-

kadang tumbuh ke dalam rongga sinus, hanya tertutup oleh mukosa saja.8,11

2.1.2. Sinus Frontalis

Pertumbuhan sinus frontal berjalan lambat hingga pada umur 7 tahun dan

baru mencapai ukuran dewasa setelah umur 14-20 tahun. Bentuk dan ukuran sangat

bervariasi dan kadang-kadang terdapat sinus yang rudimenter. Ukuran rata-rata sinus

frontal: tinggi 2,8 cm, lebar 2,4 cm, dalam 1,5-2 cm dan volume rata-rata 6-7 ml. Sinus

ini berhubungan dengan meatus media melalui duktus nasofrontal yang berjalan ke

bawah dan belakang dan bermuara pada atau dekat infundibulum bagian atas. Sinus

frontalis kanan dan kiri biasanya ukurannya tidak simetris.8

2.1.3. Sinus Etmoidalis

Sinus etmoid mulai terbentuk pada janin umur 5-6 bulan. Pada waktu lahir

biasanya sel-sel ini telah terbentuk cukup baik. Perkembangan sel-sel ini relatif cepat,

terutama menjelang usia 2 tahun. Pada umur 7 tahun pneumatisasi akan

4

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

berakhir dan antara umur 12-14 tahun sinus ini telah mencapai bentuk tetap. Sel-sel

etmoid terletak di kiri kanan kavum nasi kira-kira di setengah atau sepertiga atas hidung

dan di sebelah medial orbita.8

Pada orang dewasa, sel etmoid terdiri dari sejumlah sel-sel pneumatik yang besar

dan jumlahnya bervariasi. Jumlah volume kedua sinus ini kira-kira 14 ml yang terdiri

atas dua kelompok sel, yaitu: pertama kelompok anterior yang bermuara ke meatus media

dan yang kedua kelompok posterior yang bermuara ke meatus superior. Biasanya sel-sel

etmoid posterior lebih sedikit jumlahnya tetapi ukurannya lebih besar jika dibandingkan

dengan kelompok anterior.8

2.1.4. Sinus Sfenoidalis

Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior. Sinus

sfenoid terbentuk pada janin umur 3 bulan dan perkembangannya berjalan lambat.

Pneumatisasi sinus ini berlangsung pada pertengahan masa kanak-kanak, bertambah

cepat setelah umur 7 tahun dan mencapai bentuk dan ukuran dewasa antara umur 12 dan

15 tahun. Volume rata-rata sinus ini sekitar 7,5 ml. Masing-masing sinus sfenoid

berhubungan dengan meatus superior melalui celah kecil menuju ke resesus sfeno-

etmoidalis.8

2.2. Definisi

Silent sinus syndrome adalah suatu kondisi klinis yang ditandai dengan

enoftalmus unilateral dan hipoglobus spontan yang disebabkan oleh lantai orbita yang

melekuk ke bawah serta tidak didapatkan gejala penyakit sinonasal. Definisi lain

menyatakan silent sinus syndrome adalah kumpulan gejala yang terdiri dari enoftalmus

ipsilateral dan hipoglobus yang disebabkan oleh perubahan struktur orbita karena sinus

maksilaris yang kolaps dengan hipoventilasi sinus maksilaris kronis.6 Silent sinus

syndrome sering disebut juga sebagai imploding antrum syndrome.1

Istilah Chronic Maxillary Atelectasis (CMA) juga sering dihubungkan dengan

silent sinus syndrome.3,12 Chronic maxillary atelectasis diartikan sebagai berkurangnya

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

volume sinus maksila karena adanya sumbatan di kompleks osteomeatal yang

menyebabkan keadaan vakum di dalam sinus maksila sehingga

5

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

sinus berkerut ke dalam. Silent sinus syndrome dapat digambarkan sebagai bagian dari

Chronic Maxillary Atelectasis. Pasien dengan CMA umumnya memiliki gejala hidung

dan sinus, termasuk rinore, hidung tersumbat, nyeri wajah atau gigi, sakit kepala, batuk

atau post nasal drip. Tidak seperti CMA, pada pasien dengan silent sinus syndrome tidak

mengeluhkan adanya gejala hidung atau sinus.2

2.3. Epidemiologi

Sejak tahun 1964, terdapat 100 kasus yang dilaporkan baik dari bagian

otolaringologi, ofthalmologi maupun radiologi. Kass dkk melaporkan adanya 22 kasus

penyakit tersebut pada tahun 1997. Pada tahun 2003, istilah imploding antrum syndrome

juga sering digunakan untuk menggambarkan suatu penyakit silent sinus syndrome.4

Kondisi ini tampaknya lebih sering daripada yang diperkirakan sebelumnya dan selama

tahun-tahun terakhir beberapa kasus yang besar telah didokumentasikan dalam literatur.

Numa dkk melaporkan sebanyak 84 kasus yang terdiagnosis silent sinus syndrome pada

tahun 2005, sedangkan Brand dan Wright melakukan systematic review dan melaporkan

terdapat 27 kasus yang terdiagnosis sebagai silent sinus syndrome pada tahun 2008.3

2.4. Etiologi dan Patogenesis

Sejauh ini penyebab pasti terjadinya silent sinus syndrome belum

diketahui. Beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskan patogenesis silent sinus

syndrome sebelum munculnya gambaran radiologis yang mengarah pada kondisi tersebut.

Teori yang paling terkenal luas adalah hipoventilasi dari sinus maksila akibat obstruksi

ostium dan atelektasis sinus dengan adanya tekanan negatif yang bersifat kronis di dalam

sinus.4

Belum ada kesepakatan mengenai apakah obstruksi kompleks osteomeatal

disebabkan oleh hipoplasia dan atau trauma, pembedahan atau penyebab lainnya yang

dapat menghambat perkembangan sinus secara normal dan mengakibatkan terjadinya

atelektasis serta silent sinus syndrome.1 Menurut Roula dkk trauma hidung dan dampak

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

tindakan operasi pada masa anak-anak menjadi penyebab terjadinya silent sinus

syndrome pada saat dewasa.13 Adanya tekanan subatmosfer

6

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

kronis dan hipoventilasi dari sinus menghasilkan tekanan negatif sehingga meyebabkan

dinding sinus tertarik ke dalam. Selain karena hipoventilasi sinus, mungkin ada

remodeling dan penipisan tulang akibat meningkatnya aktivitas osteoklas.14

Teori lain menyatakan adanya proses inflamasi kronis di dalam sinus maksila

karena akumulasi mukus yang meyebabkan erosi pada lantai orbita sehingga menjadi

kolaps.15 Sebagai konsekuensinya, lantai orbita menjadi lebih tipis sehingga tidak dapat

menyangga isi orbita dan meluas ke dalam sinus menyebabkan enoftalmus.6 Menurut Eto

dkk enoftalmus berasal dari perubahan struktur tulang sinus yang merupakan akibat

sekunder dari penyakit obstruktif kronik yang mendasari. Hal tersebut akan menginduksi

terjadinya obstruksi dan menyebabkan timbulnya tekanan negatif di dalam sinus sehingga

akan mengaktifkan osteoklas, akibatnya dinding sinus menjadi lebih tipis.16

Gambar 2. Gambar A menunjukkan asimetri wajah pada silent sinus syndrome. Bola mata kanan

turun ke bawah (hipoglobus) dengan retraksi di palpebra superior. Gambar B menunjukkan

gambaran silent sinus syndrome. Prosessus uncinatus dan dinding medial sinus retraksi ke lateral

dengan pelebaran meatus media, lantai orbita tertarik ke lumen sinus.17

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

7

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

Rose dan Lund memperkuat teori tersebut berdasarkan kesamaan pada pasien-

pasien dengan kondisi idiopatik dan iatrogenik. Pada penelitian yang melakukan

identifikasi pada pasien-pasien yang mengalami enoftalmus akibat konsolidasi antrum

maksila setelah tindakan pengambilan tulang untuk dekompresi orbita ke sinus paranasal

pada kasus orbitopati tiroid, pasien-pasien tersebut mempunyai kondisi klinis dan

radiologis yang menyerupai bentuk silent sinus syndrome dimana kondisi yang dialami

pasien tersebut sama dengan kondisi akibat dari oklusi infundibulum etmoid yang

berdampak pada gangguan aerasi dan konsolidasi sinus maksila. Hal tersebut

mengakibatkan adanya retensi sekresi dan tekanan negatif di dalam sinus. Tekanan

negatif yang terjadi di dalam sinus dalam jangka waktu lama akan menimbulkan retraksi

pada dinding sinus.3

2.5. Diagnosis

2.5.1. Anamnesis

Diagnosis silent sinus syndrome dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis yang

teliti, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Anamnesis pada pasien dengan

silent sinus syndrome biasanya asimtomatik, pasien kebanyakan datang ke dokter karena

alasan estetik yaitu adanya asimetri mata yang terjadi dalam beberapa bulan, rata-rata 3-8

bulan.4,17 Kelainan tersebut biasanya terjadi tanpa adanya riwayat trauma atau penyakit

mata sebelumnya.3 Tidak ada keluhan pandangan kabur, nyeri pada mata atau gangguan

gerakan bola mata walaupun terkadang didapatkan keluhan diplopia serta tidak ada

riwayat penyakit sinonasal yang signifikan.3,13 Diplopia vertikal bisa terjadi pada kasus

ini.6

2.5.2. Pemeriksaan Fisik

Secara klinis pasien dengan silent sinus syndrome akan didapatkan adanya

asimetri wajah, enoftalmus yang sebagian besar unilateral, retraksi palpebra superior,

sulkus superior orbita lebih dalam/cekung atau disebut gambaran

Page 15: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

“sunken eye” dan berkurangnya lemak pada palpebra inferior.1,4 Keadaan tersebut sering

diinterpretasikan sebagai eksophthalmus mata sisi kontralateral, ptosis pada mata yang

sakit atau enoftalmus dengan etilogi yang tidak diketahui.4,18

8

Page 16: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

Gambar 3. Gambaran klinis pasien dengan enoftalmus dan hipoglobus mata kiri dari

proyeksi frontal & submento-vertex.6

Untuk membantu menegakkan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan

nasoendoskopi setelah pemberian dekongestan. Pemeriksaan nasoendoskopi dianjurkan

menggunakan teleskop 30o karena lebih baik dalam memvisualisasi daerah kompleks

osteomeatal. Pada pemeriksaan tersebut menunjukkan lapisan mukosa hidung yang

cenderung normal atau sedikit meradang, pelebaran meatus nasi media tetapi tidak

ditemukan sekret patologis, terjadi perlekatan prosessus uncinatus pada dinding lateral

yang menghalangi ostium alami sinus maksila.12

Page 17: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

Gambar 4. Nasal endoskopi dengan teleskop 300 – tampak retraksi dinding sinonasal. (UP)

Prossesus uncinatus. (BE) Bula ethmoid. (MT) Konka media.19

9

Page 18: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

Tabel 1. Tanda dan gejala silent sinus syndrome.5

Enopthalmus – bervariasi dari 1-6 mm

Hipoglobus – bervariasi dari 0-6 mm

Retraksi kelopak mata

Lambatnya penutupan kelopak mata dan legophthalmus

Tenggelamnya bola mata

Asimetri orbita

Sulkus superior mata lebih dalam

Diplopia - (jarang)

Ptosis - (jarang)

Eksopthalmus mata sisi kontralateral

Tanpa nyeri

2.5.3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan radiologi diperlukan untuk menunjang diagnosis dari silent

sinus syndrome. Pemeriksaan sederhana yang masih sering digunakan saat ini adalah foto

polos sinus paranasal namun pencitraan tersebut dianggap tidak cukup sensitif dan

spesifik untuk menunjang diagnosis silent sinus syndrome.20

Modalitas pemeriksaan lain yang direkomendasikan adalah Computed Tomography scan

(CT scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) meliputi daerah orbita dan sinus

paranasal.12 Pemeriksaan CT scan penting dalam memberikan rincian tentang bentuk dan

ketebalan tulang dengan gambaran anatomi yang lebih jelas sehingga modalitas

pemeriksaan tersebut dianggap sebagai gold standard untuk menunjang diagnosis silent

sinus syndrome terutama potongan koronal.1,6

Dalam interpretasi gambaran radiologis perlu diperhatikan struktur sinus maksila

secara keseluruhan termasuk evaluasi perkembangan sinus, volume sinus, tingkat aerasi,

konfigurasi dinding sinus dan gambaran dari infundibulum dan prosessus uncinatus.

Perlu dilakukan juga evaluasi bangunan yang berdekatan termasuk orbita, meatus nasi

media serta konka media.17

Page 19: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

10

Page 20: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

Gambaran CT scan pada pasien silent sinus syndrome akan menunjukkan: 1)

Berkurangnya volume antrum maksila dengan retraksi seluruh dinding sinus; 2)

Kompensasi augmentasi volume orbita ipsilateral; 3) Gambaran radioopak pada sisi sinus

yang terlibat; 4) Prosessus uncinatus yang terlateralisasi dan meatus media yang melebar

dengan retraksi konka media yeng bervariasi serta adanya deviasi septum nasi; 5)

Demineralisasi dinding sinus; 6) Meluasnya bantalan lemak retroantral.12 Gambaran

paling penting adalah dinding sinus yang mengalami retraksi ke dalam dan lantai orbita

yang tertarik ke bawah.6

Modalitas pemeriksaan MRI dapat dilakukan untuk melengkapi pemeriksaan CT

scan. Pemeriksaan MRI lebih baik dalam menilai jaringan lunak sinus paranasal dan

orbita.4 Interpretasi MRI akan menunjukkan: 1) Opasitas sinus dan pengurangan volume

sinus (T1W1); 2) Penonjolan lemak orbita (T1 & T2W1); dan 3) Penebalan lapisan sinus

yang edema (T2W1).12

Kedua modalitas pemeriksaan radiologi, baik CT scan maupun MRI, selain

membantu dalam menegakkan diagnosis, sebagai tuntunan saat tindakan operatif dan

follow up setelah tindakan operatif.21

Gambar 5. Gambaran Computed Tomography scan sinus maksila potongan aksial dan koronal.

Sinus maksila tampak kolaps (D), Prosessus uncinatus berbentuk huruf “C” (C)

Adanya obstruksi di kompleks osteomeatal dan ekspansi dari fossa pterigopalatina karena

adanya retraksi dari dinding posterior sinus maksila (E).19

Page 21: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

11

Page 22: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

Gambar 6. (A) CT scan potongan koronal menunjukkan gambaran radioopak dan atelektasis

sinus maksila kanan dengan dinding orbita yang terdorong ke bawah. (B) T1 weighted MRI

menunjukkan lantai orbita terdorong ke bawah sehingga meningkatkan volume orbita. Volume

sinus maksila berkurang dan penuh gambaran radioopak. (C) CT scan potongan aksial

menunjukkan dinding medial & posterior sinus melekuk ke dalam karena melebarnya

retroantral fat pad. (D) MRI potongan aksial : sinus maksila kanan menyusut, tedapat

peningkatan retroantral fat.12

2.6. Penatalaksanaan

Manajemen silent sinus syndrome membutuhkan intervensi bedah yang

melibatkan beberapa ahli dari berbagai disiplin ilmu yaitu ahli telinga hidung tenggorok

dan bedah oculoplastic. Tujuan penatalaksanaan silent sinus syndrome meliputi 2 hal

yaitu membersihkan sinus serta membentuk kembali drainase fungsional sinus dan

mengembalikan struktur orbita normal. Sebagian besar penulis menganjurkan melakukan

prosedur awal bedah sinus endoskopi fungsional yang diikuti oleh rekonstruksi lantai

orbita.4,18 Intervensi bedah berguna untuk menghambat kerusakan sinus maksila dan

orbita, memperbaiki enoftalmus serta kelainan bentuk wajah.21

Page 23: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

12

Page 24: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

2.6.1. Bedah Sinus Endoskopi Fungsional

Pendekatan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) saat ini dinilai

sebagai gold standard dalam penanganan silent sinus syndrome. Tujuan utama prosedur

BSEF adalah mengembalikan fungsi sinus paranasal dengan memperbaiki kembali aerasi

dan mucociliary clearance.22 Pada awalnya, untuk meperbaiki aerasi sinus dapat

dilakukan dengan prosedur Caldwell-Luc namun akhir-akhir ini prosedur antrostomi

media dan uncinectomy lebih direkomendasikan.19

Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) dengan uncinectomy dan antrostomi

dinilai mampu memperbaiki fungsi sinus dan mempertahankan struktur maksila pada

kasus silent sinus syndrome.6 Keunggulan BSEF adalah mampu mengenali kondisi

patologis yang minimal secara akurat terutama pada lokasi yang sulit dijangkau.22 Hal

yang harus diperhatikan dalam memperbaiki prosesus uncinatus yang mengalami

lateralisasi adalah kerusakan lamina papirasea karena tidak teliti mencari tepi prosesus

uncinatus.23

Mekanisme terjadinya silent sinus syndrome adalah akibat tekanan negatif pada

sinus maksila. Uncinectomy dan antrostomi dapat dilakukan untuk menghilangkan

tekanan negatif ini sehingga perkembangan enoftalmus dapat pulih kembali. Penelitian

yang dilakukan Thomas dkk terhadap 4 pasien yang dilakukan uncinectomy dan

antrostomi sinus maksila menyatakan bahwa perubahan pada tulang terjadi seiring

dengan perbaikan ventilasi dan tekanan pada sinus maksila. Menurut penelitian yang

sama, dilakukan analisis terhadap volume sinus maksila unilateral pasien yang

terdiagnosis silent sinus syndrome. Tindakan antrostomi dengan pendekatan BSEF

memperbaiki volume sinus preoperatif 16.85 ± 0.06 cm3 menjadi 19.56 ± 0.07 cm3

postoperatif. Hal tersebut menunjukkan ada kenaikan volume sinus maksila sebanyak

16% setelah tindakan pembedahan yang mengindikasikan sumbatan ostium merupakan

kunci terjadinya atelektasis sinus maksila.13,23 Sedangkan Numa dkk melaporkan

sebanyak 84 kasus yang benar-benar telah terdiagnosis silent sinus syndrome membaik

setelah hanya dilakukan tindakan uncinectomy.5

Page 25: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

13

Page 26: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

Gambar 7. Uncinectomy dan antrostomi dengan pendekatan Bedah Sinus Endoskopi

Fungsional (BSEF).8

2.6.2. Rekonstruksi Orbita

Tindakan rekonstruksi lantai orbita dalam manajemen silent sinus syndrome masih

dianggap kontroversial.8 Hal yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan

rekonstruksi lantai orbita adalah derajat diplopia, perubahan estetik wajah dan penilaian

setelah tindakan bedah sinus. Perbaikan fungsi estetika orbita diharapkan mampu

mencakup 3 hal penting yaitu: enoftalmus, hipoglobus dan deformitas pada fisura

palpebra superior.16

Page 27: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

Gambar 8. Rekonstruksi lantai orbita melalui insisi subsilier (kiri) dengan pemasangan implan

menggunakan bahan alloplastic (kanan).8

14

Page 28: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

Tindakan ini dipertimbangkan sebagai intervensi bedah tahap kedua yang

dilakukan setelah BSEF. Beberapa penulis merekomendasikan untuk melakukan prosedur

BSEF terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan observasi beberapa bulan untuk

menilai apakah rekonstruksi orbita perlu dilakukan. Rekonstruksi lantai orbita dapat

dilakukan melalui pendekatan subsilier dengan pemasangan implan orbita.8

Literatur lain menyebutkan bahwa beberapa penulis melakukan rekonstruksi

lantai orbita melalui pendekatan transkonjungtiva. Keuntungan pendekatan

transkonjungtiva adalah meminimalkan bekas luka sehingga fungsi estetika lebih baik.

Beberapa material dapat digunakan untuk rekonstruksi lantai orbita, diantaranya

autologous (cranial bone graft) atau alloplastic (polyethilen, hidroxyapatite, stainless

steel mesh, silicone, methacrylate, Supramid Teflon dan titanium mesh). Pemilihan

material tergantung pada defek kelainan, pengalaman ahli bedah serta ketersediaan

material di pusat kesehatan itu sendiri.16

Tindakan rekonstruksi lantai orbita sendiri dapat dilakukan secara langsung atau

bertahap untuk mengurangi risiko infeksi, gangguan penglihatan dan diplopia.5

Melakukan dua prosedur pembedahan bersamasama, BSEF dan rekonstruksi lantai

orbita, akan mendapatkan hasil yang lebih simetris dan segera meredakan gejala serta

pasien cukup menjalani satu kali tindakan anestesi umum.16

Korn dkk melaporkan 5 pasien dengan diagnosis silent sinus syndrome yang

dimanajemen dengan melakukan antrostomi sinus maksila dan rekonstruksi orbita secara

bersamaan, semua pasien mengalami perbaikan secara kosmetik baik dari hipoglobus

maupun kedalaman sulkus orbita superior. Berdasarakan laporan kasus tersebut tidak

didapatkan adanya komplikasi penempatan implan orbita yang dilakukan bersamaan

dengan BSEF.24

Enoftalmus lebih dari 2 mm dapat dipertimbangkan untuk dilakukan penempatan

implan orbita. Penelitian yang dilakukan Thomas dkk terhadap 4 pasien yang

terdiagnosis silent sinus syndrome dimana pada pasien-pasien tersebut dinilai derajat

enoftalmus menggunakan pengukuran Hertel (Hertel’s

Measurement) sebelum dilakukan tindakan operatif. Semua pasien menjalani

Page 29: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

15

Page 30: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

prosedur BSEF dan dilakukan evaluasi 6 bulan setelah tindakan operatif. Keempat

pasien mengalami perbaikan enoftalmus 1-2 mm, namun pada 2 pasien masih

didapatkan enoftalmus ≥ 2mm sehingga perlu dilakukan pemasangan implan orbita.23

Tabel 2. Penelitian Pasien Silent Sinus Syndrome.23

Enoftalmus Preoperatif dan Postoperatif

Enoftalmus BSEF Post Implan

(mm) Enoftalmus Operasi Orbita

Pasien 1 3 mm + 2 mm +

Pasien 2 3 mm + 1 mm –

Pasien 3 3 mm + 2 mm +

Pasien 4 3 mm + 1 mm –

Keputusan untuk melakukan kedua prosedur tersebut secara bersamaan atau

secara terpisah biasanya berdasarkan kondisi pasien dan ahli bedah serta tingkat

keparahan hipoglobus. Beberapa penulis menyatakan bahwa jika enoftalmus membaik

setelah dilakukan tindakan antrostomi, sebaiknya dievaluasi dalam waktu 2 sampai 6

bulan sebelum dilakukan rekonstruksi lantai orbital supaya sinus maksila dapat

mengembang.18 Penulis lain menganjurkan untuk melakukan tindakan pembedahan

secara bertahap sebab perbaikan dari enoftalmus dapat dicapai setelah tindakan

antrostomi dengan BSEF saja, sedangkan melakukan dua prosedur secara bersamaan

akan meningkatkan risiko infeksi setelah pemasangan implan, hematoma, gangguan

penglihatan dan diplopia.25

III. PEMBAHASAN

Kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral,

inferior dan superior. Dinding medial ialah septum nasi. Pada dinding lateral terdapat 4

buah konka yaitu konka inferior, konka media, konka superior dan konka suprema.

Page 31: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu meatus media, merupakan suatu

celah yang penting dan lebih luas dibandingkan dengan meatus

16

Page 32: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

superior. Di sini terdapat muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid

anterior. Daerah ini rumit dan sempit dan dinamakan kompleks osteomeatal. Kompleks

osteomeatal (KOM) berperan sangat penting dalam mempertahankan kondisi fisiologis

sinus paranasal. Pada bagian atap dan lateral rongga hidung terdapat sinus. Ada empat

pasang sinus paranasal mulai dari yang terbesar adalah sinus maksilaris, sinus frontalis,

sinus etmoidalis dan sinus sfenoidalis.7-9

Menurut Guillen dkk, silent sinus syndrome merupakan suatu kumpulan gejala

yang terdiri dari enoftalmus dan hipoglobus yang berkaitan dengan atelektasis dari sinus

maksila dan perubahan lantai orbit, sedangkan Hira dkk, menyebutkan silent sinus

syndrome adalah suatu kondisi klinis yang ditandai dengan enoftalmus unilateral dan

hipoglobus spontan yang disebabkan oleh lantai orbita yang melekuk ke bawah serta

tidak didapatkan gejala penyakit sinonasal..

Silent sinus syndrome biasanya mengenai orang dewasa dekade keempat dan kelima.

Penyebab pasti silent sinus syndrome sampai saat ini belum diketahui.

Silent sinus syndrome termasuk kasus yang jarang dan sering tidak terdiagnosis karena

kurangnya pengetahuan tentang kasus ini. Sebagian besar pasien dengan sindrom ini

hadir dengan keluhan ophthalmologi tanpa gejala sinus hidung dan tanpa rasa sakit serta

memiliki perkembangan penyakit yang lambat sehingga disebut dengan istilah “silent”.1,4

Istilah Chronic Maxillary Atelectasis (CMA) juga sering dihubungkan dengan

silent sinus syndrome. Chronic maxillary atelectasis diartikan sebagai berkurangnya

volume sinus maksila karena adanya sumbatan di kompleks osteomeatal yang

menyebabkan keadaan vakum di dalam sinus maksila sehingga sinus berkerut ke dalam.

Pasien dengan CMA umumnya memiliki gejala hidung dan sinus, termasuk rinore,

hidung tersumbat, nyeri wajah atau gigi, sakit kepala, batuk atau post nasal drip.2,3,12

Sejauh ini penyebab pasti terjadinya silent sinus syndrome belum diketahui.

Beberapa teori telah diajukan untuk menjelaskan patogenesis silent sinus syndrome

sebelum munculnya gambaran radiologis yang mengarah pada kondisi tersebut. Teori

yang paling terkenal disebutkan oleh Monos dkk, adalah

Page 33: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

17

Page 34: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

hipoventilasi dari sinus maksila akibat obstruksi ostium dan atelektasis sinus dengan

adanya tekanan negatif yang bersifat kronis di dalam sinus. Trauma hidung dan dampak

tindakan operasi pada masa anak-anak menjadi penyebab terjadinya silent sinus

syndrome pada saat dewasa. Menurut Gill dkk, tekanan subatmosfer kronis dan

hipoventilasi dari sinus menghasilkan tekanan negatif sehingga meyebabkan dinding

sinus tertarik ke dalam. Teori lain menyatakan adanya proses inflamasi kronis di dalam

sinus maksila karena akumulasi mukus yang meyebabkan erosi pada lantai orbita

sehingga menjadi kolaps. Sebagai konsekuensinya, lantai orbita menjadi lebih tipis

sehingga tidak dapat menyangga isi orbita dan meluas ke dalam sinus menyebabkan

enoftalmus.4,6,13-15

Diagnosis silent sinus syndrome dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis yang

teliti, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Anamnesis pada pasien dengan

silent sinus syndrome biasanya asimtomatik, pasien kebanyakan datang ke dokter karena

alasan estetik yaitu adanya asimetri mata yang terjadi dalam beberapa bulan. Secara

klinis pasien dengan silent sinus syndrome akan didapatkan adanya asimetri wajah,

enoftalmus yang sebagian besar unilateral, retraksi palpebra superior, sulkus superior

orbita lebih dalam/cekung atau disebut gambaran “sunken eye” dan berkurangnya lemak

pada palpebra inferior.1,4,17

Gambaran CT scan pada pasien silent sinus syndrome akan menunjukkan: 1)

Berkurangnya volume antrum maksila dengan retraksi seluruh dinding sinus; 2)

Kompensasi augmentasi volume orbita ipsilateral; 3) Gambaran radioopak pada sisi sinus

yang terlibat; 4) Prosessus uncinatus yang terlateralisasi dan meatus media yang melebar

dengan retraksi konka media yeng bervariasi serta adanya deviasi septum nasi; 5)

Demineralisasi dinding sinus; 6) Meluasnya bantalan lemak retroantral. Gambaran paling

penting adalah dinding sinus yang mengalami retraksi ke dalam dan lantai orbita yang

tertarik ke bawah. Modalitas pemeriksaan MRI dapat dilakukan untuk melengkapi

pemeriksaan CT scan. Pemeriksaan MRI lebih baik dalam menilai jaringan lunak sinus

paranasal dan orbita. Interpretasi MRI akan menunjukkan: 1) Opasitas sinus dan

pengurangan volume sinus (T1W1); 2) Penonjolan lemak orbita (T1 & T2W1); dan 3)

Page 35: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

Penebalan lapisan sinus yang edema (T2W1). Kedua modalitas pemeriksaan radiologi,

baik CT scan

18

Page 36: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

maupun MRI, selain membantu dalam menegakkan diagnosis, sebagai tuntunan saat

tindakan operatif dan follow up setelah tindakan operatif.4,12,17,21

Manajemen silent sinus syndrome membutuhkan intervensi bedah yang

melibatkan beberapa ahli dari berbagai disiplin ilmu yaitu ahli telinga hidung tenggorok

dan bedah oculoplastic. Tujuan penatalaksanaan silent sinus syndrome yaitu

membersihkan sinus serta membentuk kembali drainase fungsional sinus dan

mengembalikan struktur orbita normal. Pendekatan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional

(BSEF) saat ini dinilai sebagai gold standard dalam penanganan silent sinus syndrome.

Tujuan utama prosedur BSEF adalah mengembalikan fungsi sinus paranasal dengan

memperbaiki kembali aerasi dan mucociliary clearance. Perbaikan fungsi estetika orbita

diharapkan mampu mencakup 3 hal penting yaitu: enoftalmus, hipoglobus dan deformitas

pada fisura palpebra superior. Tindakan ini dipertimbangkan sebagai intervensi bedah

tahap kedua yang dilakukan setelah BSEF. Beberapa penulis merekomendasikan untuk

melakukan prosedur BSEF terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan observasi

beberapa bulan untuk menilai apakah rekonstruksi orbita perlu dilakukan. Rekonstruksi

lantai orbita dapat dilakukan melalui pendekatan subsilier dengan pemasangan implan

orbita. Tindakan rekonstruksi lantai orbita sendiri dapat dilakukan secara langsung atau

bertahap untuk mengurangi risiko infeksi, gangguan penglihatan dan diplopia.

Melakukan dua prosedur pembedahan bersama-sama, BSEF dan rekonstruksi lantai

orbita, akan mendapatkan hasil yang lebih simetris dan segera meredakan gejala serta

pasien cukup menjalani satu kali tindakan anestesi umum.4,5,8,16,22

IV. KESIMPULAN

Silent sinus syndrome adalah suatu kondisi klinis yang ditandai dengan

enoftalmus unilateral dan hipoglobus spontan yang disebabkan oleh lantai orbita yang

melekuk ke bawah serta tidak didapatkan gejala penyakit sinonasal. Silent sinus

syndrome merupakan suatu kasus yang jarang akan tetapi kelainan ini tampaknya lebih

sering daripada yang diperkirakan sebelumnya dan selama tahun-tahun terakhir beberapa

kasus telah banyak dilaporkan.

Page 37: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

19

Page 38: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

Patogenesis dan etiologi silent sinus syndrome sampai saat ini masih belum jelas.

Beberapa teori dianggap mampu menjelaskan etiologi dan patogenesis silent sinus

syndrome, teori yang paling banyak dikemukakan adalah hipoventilasi dari sinus maksila

akibat obstruksi ostium dan atelektasis sinus dengan adanya tekanan negatif yang bersifat

kronis di dalam sinus.

Penegakkan diagnosis silent sinus syndrome dilakukan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Anamnesis pada pasien dengan silent

sinus syndrome biasanya asimtomatik, sebagian besar pasien datang ke dokter karena

alasan estetika yaitu adanya asimetri mata. Secara klinis pasien dengan silent sinus

syndrome akan didapatkan adanya asimetri wajah, enoftalmus yang sebagian besar

unilateral, retraksi palpebra superior, sulkus superior orbita lebih dalam/cekung atau

disebut gambaran “sunken eye” dan berkurangnya lemak pada palpebra inferior.

Modalitas pemeriksaan yang direkomendasikan untuk menunjang diagnosis silent sinus

syndrome adalah Pemeriksaan CT scan dan MRI. Computed Tomography scan dianggap

sebagai gold standard untuk menunjang diagnosis silent sinus syndrome terutama

potongan koronal.

Gold standard dalam penanganan silent sinus syndrome saat ini adalah Bedah

Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) dengan uncinectomy dan antrostomi media untuk

memperbaiki ventilasi sinus maksila. Rekonstruksi lantai orbita sampai saat ini masih

dianggap kontroversial. Tindakan ini dilakukan pada enoftalmus berat dengan

mempertimbangkan resiko dan komplikasinya. Keputusan untuk melakukan kedua

prosedur tersebut secara bersamaan atau secara terpisah biasanya berdasarkan kondisi

pasien dan ahli bedah serta tingkat keparahan hipoglobus.

Page 39: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

20

Page 40: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

DAFTAR PUSTAKA

1. Guillen DE, Pinargote PM, Guarderas JC, 2013. The silent sinus syndrome: protean

manifestations of a rare upper respiratory disorder revisited. Clinical and Molecular

Allergy; 11(5):1-4.

2. Hobbs CGL, Saunders MW, Potts MJ, 2004. Spontaneous enoftalmus: silent sinus

syndrome. The Journal of Laryngology and Otology; 118: 310-312.

3. Choudhury N, Marais J, 2010. The silent sinus syndrome: a clinical review. Clinical

Rhinology; 3(2):69-72.

4. Monos T, Levy J, Lifshits J, Puterman M, 2005. The silent sinus syndrome. IMAJ;

7:333-335.

5. Cobb ARM, Murthy R, Cousin GCS, El-Rasheed A, Toma A, Uddin J, dkk., 2011.

Silent sinus syndrome. British Journal of Oral and Maxillofacial Surgery; 50(2012):

e81-e85.

6. Sesenna E, Oretti G, Anghinoni ML, Ferri A, 2009. Simultaneous management of the

enoftalmus and sinus pathology in silent sinus syndrome: a report of three cases.

Journal of Cranio Maxillo-Facial Surgery; 38: 469-472.

7. Hilger PA, 1997. Hidung: anatomi dan fisiologi terapan. Dalam: Boies, Buku Ajar

Penyakit THT (Boies Fundamentals of Otolaryngology), edisi 6. EGC. Penerbit buku

kedokteran, Jakarta. Hal: 173-189.

8. Ballenger JJ, 1997. Hidung dan sinus paranasal, aplikasi klinis anatomi dan fisiologi

hidung dan sinus paranasal. Dalam Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan

Leher. Edisi 13. Jilid satu. Bina Rupa Aksara Jakarta. Hal: 1-25.

9. Kennedy DW, Bolger WE, 2003. The Paranasal sinuses: embryology, anatomy,

endoscopic diagnosis, and treatment. Dalam Lee KJ., Essential Otolaryngology Head

and Neck Surgery. 8th ed McGraw-Hill, North America. Hal: 388-410.

10. Pinheiro AD, Facer GW, Ker EB. 1998. Sinusitis: current concepts and management.

In Bailey BJ., Head & Neck Surgery – Otolaryngololy. 2nd ed. Lippincott-lave, New

York. Hal: 441-455.

Page 41: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

21

Page 42: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

11. Walsh WE, Kern RC, 2014. Sinonasal anatomy, function, and evaluation. Dalam

Bailey BJ., Head & Neck Surgery – Otolaryngololy. 5th ed Lippincott Williams &

Wilkins, New York. Hal : 359-369.

12. Bossolesi P, Autelitano L, Brusati R, Castelnuovo P, 2008. The silent sinus syndrome:

diagnosis and surgical treatment. Rhinologi; 46:308-316.

13. Adly A, Fattah GA, Shehata M, Amin S, Badran H, 2009. Spontaneous silent sinus

syndrome (implonding antrum syndrome) : case series 11 patients. Ejentas Egyptian

Journal of ear nose throat and Allied Sciences; 10:42- 46.

14. Gill HS, Silkiss RZ, Scott IU, Fekrat S, 2011. Diagnosis and management of silent

sinus syndrome. Ophthalmic Pearls; Hal: 37-38.

15. Habibi A, Sedaghat MR, Habibi M, Mellati E, 2008. Silent sinus syndrome: report of

a case. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod; 105: e32-e35.

16. Cardesin A, Escamilla Y, Romera M, Molina JA, 2011. Single surgical step for

endoscopic surgery and orbital reconstruction of silent sinus syndrome. Acta

Otorrinolaringol; 64(4):297-299.

17. Illner A, Davidson HC, Harnsberger HR, Hoffman J, 2002. The silent sinus

syndrome: clinical and radiograpics findings. AJR; 178:503-506.

18. Sanchez-Dalmau BF, Pascual L, Lao X, Maiz J, 2007. Sinus syndrome, an uncommon

cause of enoftalmus. Arch Soc Esp Oftalmol; 82:125-8.

19. Facon F, Eloy P, Brasseur P, Collet S, Bertrand B, 2006. The silent sinus syndrome.

Eur Arch Otorhinolaryngol; 263:567-571.

20. Solanki SM, Munde YW, Kulkarni VM, Thind SS, 2013. Silent sinus syndrome. Med

J DY Patil Univ; 6(2):194-196.

21. Gaudino S, Di Lella GM, Piludu E, Martucci M, Schiarelli C, Africa E, dkk., 2013.

CT and MRI diagnosis of silent sinus syndrome. Radiol med; 118: 265-275.

22. Lee JT, Kennedy DW, 2006. Endoscopic sinus surgery. Dalam Bailey BJ., Head &

Neck Surgery – Otolaryngololy. 4th ed Lippincott Williams & Wilkins, New York.

Hal: 460-475.

Page 43: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

22

Page 44: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

23. Thomas RD, Graham SM, Carter KD, Nerad JA, 2003. Management of the orbital

floor in silent sinus syndrome. American Journal of Rhinology;7: 97-100.

24. Korn BS, Weisman RA, Kikkawa DO, Mafee M, 2009. Multidisciplinary approach to

management of silent sinus syndrome. The Laryngoscope; 119(S1): 180.

25. Behbehani R, Vacareza N, Bilyk JR, Rubin PAD, Pribitkin EA, 2006. Simultaneous

endoscopic antrostomy and orbital reconstruction in silent sinus syndrome. Orbit;

25:97-101.

Page 45: TINJAUAN PUSTAKA DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN …

23