tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    1/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 1

    LAPORAN TINJAUAN PUSTAKA

    STASE IKAKOM 1 PUSKESMAS KECAMATAN CILINCING

    JAKARTA UTARA

    NAMA : Linda Mahardhika

    JUDUL : Diabetes Melitus Tipe 2

    PEMBIMBING : dr.Yudha

    FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

    JAKARTA

    PRODI PENDIDIKAN DOKTER

    JAKARTA 2013-2014

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    2/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 2

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan pertolongan Nya

    saya dapat menyelesaikan laporan tinjauan pusaka ini. Dalam laporan ini saya juga mengucapkan

    terimakasih kepada dr.Yudha yang telah membimbing di Program Kepanitraan Klinik IKAKOM

    1 di Puskesmas Cilincing. Dalam laporan ini saya membahas Tinjauan Pustaka yang berjudul

    Diabetes Melitus Tipe 2. Pada saat ini seperti kita ketahui bersama bahwa, diabetes melitus

    merupakan penyakit metabolik yang cukup banyak terjadi di lingkungan kita yang sekiranya

    dapat memberikan masalah serius pada penderitanya dalam segala segi kehidupan baik segi

    sosial,ekonomi,budaya,dan psikologi. Demikian laporan kasus ini saya buat, untuk segala

    kekurangan saya ucapkan terimakasih sebesar besarnya.

    Jakarta,Juli 2013

    Penulis

    Vii

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    3/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 3

    BAB I

    Pendahuluan

    1.1 Latar belakang

    Kegagalan pengendalian glikemia pada diabetes melitus setelah melakukan perubahan gaya

    hidup memerlukan intervensi farmako terapi agar dapat mencegah terjadinya komplikasi diabetes

    atau paling sedikit dapat menghambatnya. Untuk mencapai tujuan tersebut sangat di perlukan

    peran serta para pengelola kesehatan di tingkat pelayanan kesehatan primer. Pedoman

    pengelolaan diabetes sudah ada dan di sepakati bersama oleh para pakar diabetes di Indonesia

    dan di tuangkan dalam suatu Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Yang

    umumnya latar belakang kelainan nya di awali terjadinya resistensi insulin. Awalnya resistensi

    insulin masih belum menyebabkan diabetes secara klinis. Pada saat tersebut sel beta pankreas

    masih dapat mengkompensasi keadaan ini dan terjadinya suatu hiperinsulinemia dan glukosa

    darah masih normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi ketidaksanggupan sel

    beta pankreas, barulah akan terjadi diabetes melitus secara klinis, yang di tandai dengan

    terjadinya peningkatan kadar glukosa darah yang memenuhi kriteria diagnosis diabetes melitus.

    Dengan dasar pengetahuan ini maka dapatlah di perkirakan bahwa dalam mengelola diabetes tipe

    2, pemilihan penggunaan intervensi farmakologi sangat tergantung pada fase di mana diagnosis

    diabetes di tegakan yaitu sesuai dengan kelainan dasar yang terjadi pada saat tersebut seperti :

    Resistensi insulin pada jaringan lemak,otot dan hati Kenaikan produksi glukosa oleh hati Kekuragaan sekresi insulin oleh pankreas

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    4/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 4

    Langkah pertama dalam mengelola diabetes melitus selalu di mulai dengan pendekatan non

    farmakologis, yaitu berupa perencanaan makan/terapi nutrisi medic, kegiatan jasmani, dan

    penurunan berat badan bila di dapat berat badan lebih atau obes bila dengan langkah-langkah

    tersebut sasaran pengendalian diabetes belum tercapai, maka di lanjutkan dengan penggunaan

    obat atau inrvensi farmakologis. Dalam melakukan pemilihan intervensi farmakologis perlu di

    perhatikan titik kerja obat sesuai dengan macam macam penyebab terjadinya hiperglikemia.

    Pada langkah ke dua kegawatan tertentu (ketoasidosi,diabetes dengan infeksi,stress), pengelolaan

    farmakologis dapat langsung di berikan, umumnya di butuhkan insulin. Keadaan seperti ini

    membutuhkan perawatan di rumah sakit.

    1.2 Tujuan Penulisan

    Untuk mengetahui anatomi organ edokrin pancreas dan juga fisiologis dari kerja organ tersebut,

    sehingga mampu menjelaskan patofisiologi terjadinya diabetes mellitus tipe 2. Serta melakukan

    tatalaksana berupa preventif,rehabilitative dan kuratif pada penderita diabetes mellitus tipe 2.

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    5/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 5

    Tinjauan Pustaka

    Anatomi Pankreas

    Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan tebal sekitar 12,5 cm dan

    tebal + 2,5 cm (pada manusia). Pankreas terbentang dari atas sampai ke lengkungan besar dari

    perut dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran ke duodenum (usus 12 jari), terletak pada

    dinding posterior abdomen di belakang peritoneum sehingga termasuk organ retroperitonial

    kecuali bagian kecil caudanya yang terletak dalam ligamentum lienorenalis. Strukturnya lunak

    dan berlobulus. Pankreas dapat dibagi ke dalam:

    Caput PankreasBerbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagian cekung duodenum. Sebagian

    caput meluas di kiri di belakang arteri dan vena mesenterica superior serta dinamakan

    Processus Uncinatus.

    Collum PankreasMerupakan bagian pankreas yang mengecil dan menghubungkan caput dan corpus

    pancreatis. Collum pancreatic terletak di depan pangkal vena portae hepatis dan tempat di

    percabangkan nya arteria mesenterica superior dari aorta.

    Korpus PankreasBerjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah. Pada potongan melintang sedikit

    berbentuk segitiga.

    Kauda Pankreas

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    6/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 6

    Berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenalis dan mengadakan hubungan dengan

    hilum lienale

    Batas

    Ke anterior : Dari kanan ke kiri: colon transversum dan perlekatanmesocolontransversum, bursa omentalis, dan gaster.

    Ke posterior : Dari kanan ke kiri: ductus choledochus, vena portae hepatisdan venalienalis, vena cava inferior, aorta, pangkal arteria mesentericasuperior, musculus psoas

    major sinistra, glandula suprarenalis sinistra, rensinister, dan hilum lienale

    Vaskularisasia.

    Arteria

    A.pancreaticoduodenalis superior (cabang A.gastroduodenalis ) A.pancreaticoduodenalis inferior (cabang A.mesenterica cranialis) A.pancreatica magna dan A.pancretica caudalis dan inferior cabang A.lienalis

    Vena

    Vena yang sesuai dengan arteriaenya mengalirkan darah ke sistem porta.Aliran Limfatik

    Kelenjar limfe terletak di sepanjang arteria yang mendarahi kelenjar.Pembuluh eferenakhirnya mengalirkan cairan limfe ke nodi limfe coeliaci danmesenterica superiores.

    Inervasi

    Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca) dan parasimpatis (vagus).

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    7/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 7

    Ductus Pancreaticus

    Ductus Pancreaticus Mayor(Wirsungi)Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke caput, menerima banyak

    cabang pada perjalanannya. Ductus ini bermuara ke parsdesendens duodenum di sekitar

    pertengahannya bergabung dengan ductuscholedochus membentuk papilla duodeni

    mayor Vateri. Kadang-kadangmuara ductus pancreaticus di duodenum terpisah dari

    ductus choledochus.

    Ductus Pancreaticus Minor (Santorini)Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan kemudian bermuara ke

    duodenum sedikit di atas muara ductus pancreaticus pada papilla duodeni minor.

    Ductus Choleochus et Ductus PancreaticusDuctus choledochus bersama dengan ductus pancreaticus bermuara kedalam suatu

    rongga, yaitu ampulla hepatopancreatica (pada kuda). Ampullaini terdapat di dalam suatu

    tonjolan tunica mukosa duodenum, yaitu papilladuodeni major. Pada ujung papilla itu

    terdapat muara ampulla.

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    8/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 8

    Sumber Gambar : goggle.com

    Histologi Pankreas

    Pankreas terdiri terdiri atas dua jaringan utama, yakni (1) asini (eksokrin), yang menyekresi

    getah pencernaan ke dalam duodenum, dan (2) pulau pulau langerhans (endokrin) yang langsung

    menyekresikan insulin dan glucagon ke dalam darah. Pankreas manusia mempunyai 1 sampai 2

    pulau langerhans, setiap pulau langerhans hanya hanya berdiameter 0,3 milimeter dan tersusun

    mengelilingi pembuluh kapilar kecil yang merupkan tempat penampungan hormone yang di

    sekresi oleh sel sel tersebut. Pulau langerhans mengendung tiga jenis sel utama, yakni sel alfa,

    sel beta, dan sel delta, yang dapat di bedakan satu sama lain melalui cirri morfologi dan

    pewarnaan. Sel beta yang kira kira mencakup 60 persen dari semua sel pulau, terutama berada di

    bagian tengah dari setiap pulai dan menyekresi insulin dan amilin, yaitu suatu hormon yang

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    9/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 9

    sering di sekresi berma dengan insulin, meskipun fungsinya masih belum jelas. Sel alfa, kira kira

    mencakup 25 persen dari seluruh sel, menyekresi glukagon. Dan sel delta, yang kira kira

    mencakup 10 persen dari seluruh sel, menyekresi somatostatin. Selain itu paling sedikit terdapat

    sel lain, yang di sebut sel PP, terdapat dalam jumlah kecil di pulau langerhans dan menyekresi

    hormone yang fungsinya masih di ragukan yakni polipeptida pankreas.2

    Sumber Gambar: google.com

    Fisiologi

    Fisiologi Pankreas

    Pankreas memiliki unsur eksokrin maupun endokrin yang menempati sebagian besar kelenjar.

    Pankreas eksokrin yang merupakan bagian terbesar dari kelenjar, terdiri atas asini serosa yang

    berhimpitan, tersusun dalam banyak lobulus kecil. Lobuli di kelilingi septa intra-dan interlobular,

    dengan pembuluh darah, duktus, saraf, dan kadang-kadang badan Pacini. Di dalam massa acini

    serosa, terdapat pulau langerhans yang terisolasi. Pulau ini adalah bagian endokrin pankreas dan

    merupakan ciri khas pankreas. Sebuah asinos pankreas terdiri atas sel-sel zimogen penghasil

    protein berbentuk pyramid mengelilingi sebuah lumen sentral yang kecil. Duktus ekskretorius

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    10/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 10

    meluas ke dalam setiap asinus dan tampak sebagai sel sentroasinar yang terpulas pucat di dalam

    lumennya. Produk sekresi asini dikeluarkan melalui duktus interrkalaris ( intralobular ) yang

    sempit. Duktus ini memiliki lumen kecil dengan epitel kuboid rendah. Sel sentroasinar berlanjut

    sebagai epitel duktus interkalaris. Duktus interkalaris kemudian berlanjut sebagai duktus

    interlobular yang terdapat di dalam septa jaringan ikat yang terdapat diantara lobuli. Duktus

    interlobular dilapisi epitel selapis kuboid yang makin tinggi dan menjadi berlapis pada duktus

    yang lebih besar. Pulau Langerhans adalah massa sel endokrin berbentuk bulat dengan berbagai

    ukuran, yang dipisahkan dari jaringan asini eksokrin disekelilingnya oleh selapis serat retikilar

    halus. Pulau Langerhan biasanya lebih besar dari asini dan tampak sebagai kelompok padat sel-

    sel epitelial yang ditembus oleh banyak kapilar. 2

    a. Fungsi EksokrinFungsi pankreas dilaksanakan oleh populasi khusus. Karena pankreas adalah organ endokrin dan

    eksokrin, maka pankreas menghasilkan banyak enzim pencernaan dan hormon. Sekresi pankreas

    diatur oleh rangsangan hormonal maupun vagal ( vagus ). Dua hormon intestinal, yaitu sekretin

    dan kolesistokinin yang disekresi oleh sel enteroendrokin ( APUD ) dari mukosa duodenum ke

    dalam aliran darah, mengatus sekresi pankreas. Pankreas menghasilkan cairan alkalis dan banyak

    enzim pencernaannya yang merombak protein, lemak, dan karbohidrat menjadi molekul-molekul

    lebih kecil agar diabsorpsi di usus halus.Sebagai respons atas adanya chymus asam di usus halus

    ( duodenum ), sekretin merangsang sel pankreas mensekresi banyak cairan berair yang kaya ion

    Na-bikarbonat. Cairan ini, yang tidak atau sedikit mempunyai aktifitas enzimatik, dihasilkan

    terutama oleh sel-sel sentroasinar dan sel-sel yang melapisi dukttus interkalaris yang lebih halus.

    Fungsi cairan ini adalah untuk menetralkan chymus asam tadi dan menciptakan lingkungan

    optimal bagi aktifitas enzim pankreas. Sebagai respons atas lemak dan protein di dalam usus

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    11/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 11

    halus, kolesistokinin merangsang sel-sel asinar di pankreas untuk menyekresi sejumlah besar

    enzim pencernaan. Enzim pancreas yang diproduksi sel-sel asinar memasuki duodenum dalam

    bentuk tidak aktif dan kemudian diaktifkan oleh sebuah hormon yang diskresi mukosa usus.2

    b. Fungsi EndokrinPankreas mensekresi hormon insulin yang merupakan protein kecil, insulin manusia memiliki

    berat molekul 5808. Insulin terdiri atas dua rantai asam amino, yang di hubungkan satu sama lain

    oleh ikatan disulfide. Bila kedua rantai asam amino di pisahkan, aktivitas fungsional molekul

    insulin akan hilang. Insulin di sintesis oleh sel sel beta dengan cara yang mirip dengan sintesis

    protein, yang biasanya di pakai oleh sel. Yankni di awali dengan translasi RNA insulin oleh

    ribosom yang melekat pada retikulum endoplasma untuk memberntuk praprohormon insulin.

    Paraprohormon awalnya ini memiliki berat molekul sekitar 11.500, namun selanjutnya akan

    terpecah di retikulum endoplasma untuk membentuk pro insulin dengan berat molekul kira kira

    9000, selanjutnya pro insulin ini terpecah(terbelah) di apparatus golgi untuk membentuk insulin

    dan fragmen peptide sebelum terbungkus dalam granula sekretorik. Akan tetapi, kira kira

    seperenam dari hasil akhirnya tetap dalam bentuk proinsulin. Sewaktu di sekresi di dalam darah,

    insulin hampir seluruhnya beredar dalam bentuk tidak terikat, waktu paruhnya dalam plasma rata

    rata hanya sekitar 6 menit sehingga dalam waktu 10 sampai 15 menit, insulin tidak akan di

    jumpai dalam sirkulasi. Kecuali sebagian insulin yang berikatan dengan reseptor pada sel

    sasaran, sisa insulin akan di degradasi oleh enzim insulinase terutama di hati, sebagian di pecah

    di ginjal dan otot, dan sedik di jaringan lain. Perombakan insulin dari plasma yang cepat ini

    penting sebab kadang kadang, penghentian fungsi pengaturan insulin dengan cepat, sama

    pentingnya dengan berjalannya fungsi pengaturan tersebut. Salah satu dari sifat insulin itu sendiri

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    12/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 12

    yakni adanya hubungan antara sekresi insulin dengan limpahan energi akan menjadi semakin

    jelas. Yaitu bila terdapat sejumlah besar makanan berenergi tinggi di dalam diet, terutama

    kelebihan jumlah karbohidrat, insulin akan di sekresikan dalam jumlah yang besar. Selanjutnya

    insulin memainkan peranan penting dalam penyimpanan kelebihan energy. Bila terdapat

    kelebihan karbohidrat, insulin menyebabkan karbohidrat tersimpan sebagai glikogen terutama di

    hati dan di otot. Semua kelebihan karbohidrat yang tidak dapat di simpan sebagai glikogen juga

    di ubah di bawah rangsangan insulin menjadi lemak, dan di simpan di jaringan adipose. Dengan

    adanya kelebihan protein, insulin mempunyai efek langsung dalam memacu ambilan asam amino

    oleh sel dan pengubahan asam amino ini menjadi protein. Selain itu, insulin menghambat

    pemecahan protein yang sudah dapat di dalam sel.2

    Untuk menimbulkan efek insulin pada sel sasaran, insulin berikatan dengan mengaktifkan suatu

    protein reseptor membrane yang memiliki berat molekul kira kira 300.000. efek selanjutnya di

    sebabkan oleh reseptor yang teraktifkan, bukan oleh insulin. Reseptor insulin merupakan suatu

    kombinasi empat subunit yang di hubungkan bersama sama oleh ikatan disulfide : dua subunit

    alfa yang seluruhnya terletak di luar membrane sel dan dua subunit beta yang menembus

    membrane, dan menonjol ke dalam sitoplasma sel. Insulin berdekatan dengan subunit alfa di

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    13/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 13

    bagian luar sel, namun karena ikatan dengan subunit beta , bagian dari subunit beta yang

    menonjol ke dalam sel mengalami autofosforilasi. Jadi, reseptor insulin merupakan suatu contoh

    dari reseptor terkait enzim. Autofosforilasi subunit beta di resptor akan mengaktifkan tirosin

    kinase stempat, yang selanjutnya menilmbulkan fosforilasi berbagai enzim intrasel lainya

    termasuk termasuk kelompok enzim yang di sebut substrat reseptor insulin (IRS). Berbagai tipe

    IRS misalnya (IRS-1,IRS-2,IRS-3) di ekspresikan di berbagai jaringan. Hasil ahirnya adalah

    untuk mengaktifkan beberapa enzim ini sambil menonaktifkan enzim yang lain. Dengan cara

    demikian, insulin memimpin proses metabolisme intrasel untuk menghasilkan efek yang di

    inginkan terhadap metabolisme karbohidrat,lemak, dan protein. Efek ahir perangsangan insulin

    adalah sebagai berikut :

    1. Dalam beberapa detik setelah insulin berikatan dengan resptor membrannya, kira kira80 persen dari semua membrane sel tubuh akan menabah ambilan glukosanya. Hal ini

    terutama terjadi di sel sel otot dan sel lemak tetapi tidak termasuk transport terjadi

    pada sebagian besar sel neuron di otak. Penambahan glukosa yang di angkut ke dalam

    sel, dengan cepat di fosforilasi dan menjadi substrat yang di perlukan untuk semua

    fungsi metabolisme karbohidrat yang umum. Peningkat transpor glukosa di yakini

    timbul akibat translokasi berbagai vesikel intrasel dengan membrane sel, vesikel

    vesikel ini membawa sendiri berbagai molekul protein transpor glukosa membran,

    yang berikatan dengan membran sel dan memfasilitasi ambilan glukosa ke dalam sel.

    Bila insulin sudah tidak tersedia lagi, vesikel vesikel ini akan terpisah dari membrane

    sel dalam waktu kira kira 3 sampai 5 menit dan bergerak kembali ke bagian dalam sel

    untuk di gunakan berulangkali sebanyak yang di perlukan.

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    14/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 14

    2. Membrane sel menjadi lebih permeable terhadap sejumlah asam amino, ion kalium,dan ion fosfat, yang menyebabkan peningkatan transpor ion ion ini ke dalam sel.

    3. Efek yang lebih lambat terjadi dalam waktu 10 menit sampai 15 menit berikutnya,untuk merubah derajat aktivitas sejumlah besar enzim metabolik intrasel lainya. Efek

    efek ini di hasilkan terutama dari perubahan fosforilasi enzim.

    4. Efek yang jauh lebih lambat terus terjadi selama berjam jam dan bahkan beberapahari. Efek ini di hasilkan dari perubahan kecepatan translasi RNA messenger di

    ribosom untuk membentuk protein yang baru dan efek yang lebih lambat terjadi dari

    perubahan kecepatan transkripsi DNA di dalam inti sel. Dengan cara ini, insulin

    membentuk kembali sebagian besar proses enzimatik sel untuk mencapai tujuan

    metabolismenya.2

    Insulin meningkatkan metabolisme dan ambilan glukosa otot. Dalam sehari, jaringan otot tidak

    bergantung pada glukosa untuk energinya tetapi sebagian besar bergantung pada asam lemak.

    Alas an yang utama untuk hal tersebut, karena membran otot istirahat yang normal hanya sedikit

    permeable terhadap glukosa, kecuali bila serabut otot di rangsang oleh insuli, di antara waktu

    waktu makan, jumlah insulin yang di sekresikan terlalu kecil untuk mengingkatkan jumlah

    ambilan glukosa yang bermakna ke dalam sel. Namun ada dua kondisi saat otot menggunakan

    ambilan sejumlah besar glukosa. Salah satu kondisi tersebut adalah selama kerja fisik sedang

    hingga berat. Penggunaan glukosa yang besar ini tidak membutuhkan sejumlah besar insulin,

    karena serabut otot yang berkerja menjadi permeable terhadap glukosa bahkan tanpa adanya

    insulin akibat proses kontraksi itu sendiri. Keadaan kedua penggunaan sejumlah besar glukosa

    oleh otot adalah selama beberapa jam setelah makan. Pada saat ini glukosa darah tinggi dan

    pankreas menyekresikan sejumlah besar insulin. Insulin tambahan menyebabkan transpor

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    15/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 15

    glukosa yang cepat ke dalam sel otot. Hal ini menyebabkan sel otot selama periode ini lebih

    cenderung menggunakan glukosa daripada asam lemak.2

    Definisi Diabetes melitus

    Diabetes melitus merupakan penyakit endokrin yang paling lazim. Frekuensi sesungguhnya sulit di

    peroleh karena perbedaan standar diagnosis tetapi mungkin antara 1 dan 2 persen jika hiperglikemi puasa

    merupakan kriteria diagnosis, perubahan dalam diagnosis dan klasisfikasi DM terus menerus terjadi baik

    oleh WHO maupun American Diabetes Association (ADA).3 Para pakar di Indonesia pun bersepakat

    melelui PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) pada tahun 1993 untuk membicarakan standar

    pengelolaan diabetes melitus, yang kemudian juga melakukan revisi konsensus tersebut pada tahun 1998

    dan 2002 yang menyesuaikan dengan perkembangan baru, serta menurutAmerican Diabetes Association

    (ADA) tahun 2010, karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin

    atau kedua-duanya.1 Hiperglikemi kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,

    disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembulu darah.

    World Health Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang

    tidak dapat di tuangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat di katakana

    sebagai suatu kumpulan problem anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor di mana didapat

    defisisensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. Yang di manan beberapa kepustakaan

    juga menjelaskan bahwa diabetes melitus merupakan gangguan metabolism yang secara genetis dan klinis

    termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat. Jika telah berkembang

    penuh secara klinis, maka diabetes melitus di tandai dengan hiperglikemi puasa dan postprandial,

    aterosklerotik dan penyakit vaskular mikroangipati dan neuropati. Manifestasi klinis hiperglikemi

    biasanya sudah bertahun tahun mendahului timbulnya kelainan klinis dari penyakit vaskularnya pasien

    dengan kelainan dengan toleransi glukosa ringan (gangguan glukosa puasa dan gangguan toleransi

    glukosa) dapat tetap beresiko mengalami komplikasi metabolic diabetes.2

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    16/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 16

    Epidemiologi

    Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka

    insidensi dan prevalensi DM tipe2 di berbagai penjuru dunia. WHO memprediksi adanya

    peningkatan jumlah penyandang diabetes yang cukup besar pada tahun-tahun mendatang. WHO

    memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000

    menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Senada dengan WHO, International Diabetes

    Federation (IDF) pada tahun 2009, memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7,0 juta

    pada tahun 2009 menjadi 12,0 juta pada tahun 2030. Meskipun terdapat perbedaan angka

    prevalensi, laporan keduanya menunjukkan adanya peningkatan jumlah penyandang DM

    sebanyak 2-3 kali lipat pada tahun 2030. Laporan dari hasil penilitian di berbagai daerah di

    Indonesia yang dilakukan pada dekade 1980-an menunjukkan sebaran prevalensi DM tipe2

    antara 0,8% di Tanah Toraja, sampai 6,1% yang didapatkan di Manado. Hasil penelitian pada

    rentang tahun 1980-2000 menunjukkan peningkatan prevalensi yang sangat tajam. Sebagai

    contoh,pada penelitian di Jakarta (daerah urban), prevalensi DM dari 1,7% pada tahun 1982 naik

    menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan meroket lagi menjadi 12,8% pada tahun 2001. Berdasarkan

    data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003, diperkirakan penduduk Indonesia yang berusia

    di atas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa. Dengan prevalensi DM sebesar 14,7% pada daerah

    urban dan 7,2%, pada daerah rural, maka diperkirakan pada tahun 2003 terdapat sejumlah 8,2

    juta penyandang diabetes di daerah urban dan 5,5 juta di daerah rural. Selanjutnya, berdasarkan

    pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk

    yang berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM pada urban (14,7%) dan rural

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    17/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 17

    (7,2%) maka diperkirakan terdapat 12 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di

    daerah rural. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 oleh Departemen

    Kesehatan, menunjukkan bahwa prevalensi DM di daerah urban Indonesia untuk usia diatas 15

    tahun sebesar 5,7%. Prevalensi terkecil terdapat di Propinsi Papua sebesar 1,7%, dan terbesar di

    Propinsi Maluku Utara dan Kalimanatan Barat yang mencapai 11,1%. Sedangkan prevalensi

    toleransi glukosa terganggu (TGT), berkisar antara 4,0% di Propinsi Jambi sampai 21,8% di

    Propinsi Papua Barat. Data-data diatas menunjukkan bahwa jumlah penyandang diabetes di

    Indonesia sangat besar dan merupakan beban yang sangat berat untuk dapat ditangani sendiri

    oleh dokter spesialis/subspesialis atau bahkan oleh semua tenaga kesehatan yang ada. Mengingat

    bahwa DM akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya manusia dan peningkatan

    biaya kesehatan yang cukup besar, maka semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah,

    sudah seharusnya ikut serta dalam usaha penanggulangan DM, khususnya dalam upaya

    pencegahan. Diabetes melitus merupakan penyakit menahun yang akan diderita seumur hidup.

    Dalam pengelolaan penyakit tersebut, selain dokter, perawat, ahli gizi, dan tenaga kesehatan lain,

    peran pasien dan keluarga menjadi sangat penting. Edukasi kepada pasien dan keluarganya

    bertujuan dengan memberikan pemahaman mengenai perjalanan penyakit, pencegahan, penyulit,

    dan penatalaksanaan DM, akan sangat membantu meningkatkan keikutsertaan keluarga dalam

    usaha memperbaiki hasil pengelolaan. Untuk mendapatkan hasil pengelolaan yang tepat guna

    dan berhasil guna, serta untuk menekan angka kejadian penyulit DM, diperlukan suatu standar

    pelayanan minimal bagi penyandang diabetes. Penyempurnaan dan revisi secara berkala standar

    pelayanan harus selalu dilakukan dan disesuaikan dengan.5

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    18/43

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    19/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 19

    Intoleransi Glukosa

    Intoleransi glukosa merupakan suatu keadaan yang mendahului timbulnya diabetes.Angka kejadian intoleransi glukosa dilaporkan terus mengalami peningkatan.

    Istilah ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 2002 oleh Department of Health andHuman Services (DHHS) dan TheAmerican Diabetes Association (ADA). Sebelumnya

    istilah untuk menggambarkan keadaan intoleransi glukosa adalah TGT dan GDPT. Setiap

    tahun 4-9% orang dengan intoleransi glukosa akan menjadi diabetes.

    Intoleransi glukosa mempunyai risiko timbulnya gangguan kardiovaskular sebesar satusetengah kali lebih tinggi dibandingkan orang normal.

    Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan dengan pemeriksaan TTGO setelah puasa 8jam. Diagnosis intoleransi glukosa ditegakkan apabila hasil tes glukosa darah

    menunjukkan salah satu dari tersebut di bawah ini :

    - Glukosa darah puasa antara 100125 mg/dL- Glukosa darah 2 jam setelah muatan glukosa (TTGO) antara 140-199 mg/dL.- Pada pasien dengan intoleransi glukosa anamnesis dan pemeriksaan fisik yang

    dilakukan ditujukan untuk mencari faktor risiko yang dapat dimodifikasi.5

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    20/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 20

    Patofisiologi

    Pasien diabetes melitus tipe 2 memiliki defek fisiologik. Sekresi insulin abnormal dan resistensi

    terhadap insulin pada jaringan sasaran (target). Abnormalitas mana yang utama tidak di ketahui.

    Secara deskriptif, tiga fase dapat di kenali pada urutan klinis yang biasa. Pertama, glukosa

    plasma masih normal meskipun terdapat resistensi insulin, pada fase kedua, resistensi insulin

    cenderung memburuk sehingga meskipun konsentrasi insulin meningkat, tampak intoleransi

    glukosa dalam bentuk hiperglikemi setelah makan. Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak

    berubah, tetapi sekresi insulin menurun menyebabkan hiperglikemi yang nyata dan diabetes yang

    nyata. Kebanyakan meyakini bahwa resistensi insulin merupakan hal yang pertama.,

    hiperinsulinemia yang kedua jadi sekresi insulin meningkat untuk mengkompensasi keadaan

    resistensi. Namun hipersekresi insulin dan (amilin) menyebabkan resistensi insulin yaitu defek

    sel pankreas primer menyebabkan hipersekresi insulin dan sebaliknya hipersekresi insulin

    menyebabkan resistensi insulin. Hipotesis yang menjelaskan melibatkan sintesis lemak yang

    terstimulus insulin dalam hati dengan transport lemak (melalui lipoprotein kepadatan sangat

    rendah) menyebabkan penyimpanan lemak skunder dalam otot. Peningkatan oksidasi lemak akan

    mengganggu ambilan glukosa dan sintesis glikogen. Penurunan pelepasan insulin yang terlambat

    dapat di sebabkan oleh efek toksik glukosa terhadap pulau pankreas atau akibat defek genetic

    yang mendasari. Sebagian besar pasien diabete melitus tipe 2 mengalami obesitas, dan obesitas

    itu sendiri dapat menyebabkan resistensi insulin. Namun penderita diabetes melitus tipe 2 yang

    tidak mengalam obesitas juga dapat mengalami hiperinsulinemia dan pengurangan kepekaan

    insulin, di sini menjelaskan bawa obesitas bukanlah penyebab satu satunya dari suatu keasaan

    resistensi insulin, namun hal ini bukan untuk mengurangi pentingnya peranan kelebihan lemak,

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    21/43

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    22/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 22

    temukan dalam pakreas pasien diabetes melitus tipe 2. Bahan ini adalah asam amino 37 yang di

    sebut amilin. Amilin normalnya terbungkus bersama sama dengan insulin dalam granula

    sekretori dan di keluarkan bersama sama sebagai respon terhadap pengeluaran insuli.

    Penumpukan amilin amilin dalam pulai pankreas mungkin merupakan akibat kelebihan produksi

    sekunder karena resistensi insulin. Kemungkinan lain, penumpukan amilin dalam pulau pankreas

    dapat menyebabkan kegagalan lambat produksi insulin dengan diabetes melitus tipe 2 yang

    sudah berjalan lama. Kesimpulan yang paling aman adalah bahwa peran amilin belum di

    buktikan.3

    Etiologi

    a. Genetikpada pasien pasien dengan diabetes melitus tipe 2, penyakitnya memiliki pola familia yang kuat.

    Indeks untuk diabetes tipe 2 pada kembar monozigot hamper 100%. Resiko berkembangnya

    diabetes tipe 2 pada saudara kandung mendekati 40% dan 33% untuk anak cucunya. Transmisi

    genetik adalah paling kuat dan contoh terbaik, yaitu subtype penyakit diabetes yang di turunkan

    dengan pola autosmal dominan. Jika orang tua menderita diabetes tipe 2, rasio diabetes dan non

    diabetes pada anak adalah 1:1, dan sekitar 90% pasti membawa(carier) diabetes tipe 2. Diabetes

    tipe 2 di tandai dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja insulin. Pada awalnya tampak

    terdapat resistensi dari sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula mula mengikat dirinya

    kepada reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi interaselular yang menyebabkan

    mobilisasi pembawa GLUT 4 glukosa dan meningkatnkan transport glukosa menembus

    membrane sel. Pada pasien pasien dengan diabetes melitus tipe 2 terdapat kelainan dalam

    pengikatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini dapat di sebabkan oleh berkurangnya jumlah

    tempat reseptor pada membrane sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat ketidak

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    23/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 23

    normalan reseptor insulin interinsik. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks

    reseptor insulin dan transport glukosa. Ketidak normalan post reseptor dapat mengganggu kerja

    insulin. Pada akhirnya, timbul kegagalan sel beta dengan menurunya jumlah insulin yang beredar

    dan tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemi.3

    b. ObesitasSekitar 80% pasien diabetes tipe 2 mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan dengan

    resistensi insulin, maka kelihatanya akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan

    diabetes tipe 2. Pengurangan berat badan sering kali di kaitkan dengan perbaikan dalam

    sensitivitas insulin dan pemulihan toleransi glukosa.

    3

    Diagnosis

    Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat

    ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa

    darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma

    vena. Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun angka kriteria diagnostik yang

    berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan

    dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.

    Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu

    dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini:

    Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badanyang tidak dapat dijelaskan sebabnya

    Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsiereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

    5

    Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    24/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 24

    Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dLsudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM

    Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih

    sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun

    pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-

    ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan

    khusus.5

    Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi glukosa dapat dilihat pada bagan1.

    Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil dapat dilihat pada tabel-2. Apabila hasil

    pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh,

    maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa

    darah puasa terganggu (GDPT).

    TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosaplasma 2 jam setelah beban antara 140199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).

    GDPT:Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasadidapatkan antara 100 125 mg/dL (5,6 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula

    darah 2 jam < 140 mg/dL.5

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    25/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 25

    Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dL (11,1 mmol/L) Glukosa plasma

    sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu

    makan terakhir Atau

    Gejala klasik DM + Kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dL (7.0 mmol/L) Puasa diartikan

    pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam Atau

    Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dL (11,1 mmol/L) TTGO yang dilakukan

    dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 g glukosa

    anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.

    *Pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah satu kriteria diagnosis

    DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium yang telah terstandardisasi dengan baik.

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    26/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 26

    Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):

    Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengankarbohidrat yang cukup) dan

    tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelumpemeriksaan, minum air putih

    tanpa gula tetap diperbolehkan

    Diperiksa kadar glukosa darah puasa Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan

    dalam air 250 mL dan diminumdalam waktu 5 menit

    Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelahminum larutan glukosa selesai

    Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.5

    Catatan :

    Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan ulangan

    tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan

    penyaringan dapat di lakuakan setiap 3 tahun.

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    27/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 27

    Gambaran klinis

    Manivestasi diabetes melitus bervariasi dari pasien ke pasien. Pertolongan medis paling sering

    dicari karena gejala yang berkalitan dengan hiperglikemi (Poliuria,Polidipsia,Polifagia), tetapi

    kejadian pertama mungkin berupa dekompensasi metabolik akut yang menyebabkan koma

    diabetik. Kadang kadang penampakan awal berupa penyulit degenarif seperti neuropati tampa

    hiperglikemi bergejala. Kekacauan metabolic pada diabetes di sebabkan oleh defisiensi insulin

    absolute atau relative dan kelebihan glukagon absolute atau relatif. Normalnya terdapat

    peningkatan rasio molar glukagon terhadap insulin yang menyebabkan dekompensasi metabolik.

    Perubahan rasio ini dapat di sebabkan oleh penurunan insulin atau kenaikan konsentrasi

    glukagon, sendiri sendiri atau bersama sama. Secara konseptual perubahan respon biologik

    terhadap salah satu hormon dapat menyebabkan efek serupa. Karena itu resistensi insulin dapat

    menyebabkan efek metabolic seperti peningkatan rasio glukagon/insulin meskipun rasio kedua

    hormone dalam plasma yang di nilai dengan immunoassay tidak jelas abnormal atau bahkan

    menurun (glukosa aktif secara biologic, insulin relative inaktif).3

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    28/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 28

    Penyulit Diabetes

    Penyulit Akut

    1. Ketoasidosis diabetik (KAD)

    Merupakan komplikasi akut diabetes yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah

    yang tinggi (300-600 mg/dL), disertai dengan adanya tanda dan gejala asidosis dan plasma

    keton(+) kuat. Osmolaritas plasma meningkat (300-320 mOs/mL) dan terjadi peningkatan anion

    gap.5

    2. Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH)

    Pada keadaan ini terjadi peningkatan glukosa darah sangat tinggi (600-1200 mg/dL), tanpa tanda

    dan gejala asidosis, osmolaritas plasma sangat meningkat (330-380 mOs/mL), plasma keton (+/-

    ), anion gap normal atau sedikit meningkat.5

    Catatan:

    kedua keadaan (KAD dan SHH) tersebut mempunyai angka morbiditas dan mortalitas yang

    tinggi. Memerlukan perawatan di rumah sakit guna mendapatkan penatalaksanaan yang

    memadai.5

    3. Hipoglikemia

    Hipoglikemia dan cara mengatasinya

    Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dL Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus selalu dipikirkann

    kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh

    penggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung

    lama, sehingga harus diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obat telah

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    29/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 29

    habis. Terkadang diperlukan waktu yang cukup lama untuk pengawasannya (24-72 jam

    atau lebih, terutama pada pasien dengan gagal ginjal kronik atau yang mendapatkan

    terapi dengan OHO kerja panjang). Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hal

    yang harus dihindari, mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran

    mental bermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut sering lebih

    lambat dan memerlukan pengawasan yang lebih lama.5

    Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebardebar, banyak keringat,gemetar, dan rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun

    sampai koma).

    5

    Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai. Bagi pasien dengankesadaran yang masih baik, diberikan makanan yang mengandung karbohidrat atau

    minuman yang mengandung gula berkalori atau glukosa 15-20 gram melalui intra vena.

    Perlu dilakukan pemeriksaan ulang glukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa.

    Glukagon diberikan pada pasien dengan hipoglikemia berat.5

    Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementara dapat diberikan glukosa 40%intravena terlebih dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum dapat dipastikan penyebab

    menurunnya kesadaran.5

    Infeksi Penyerta

    Adanya infeksi pada pasien sangat berpengaruh terhadap pengendalian glukosa darah. Infeksi

    dapat memperburuk kendali glukosa darah, dan kadar glukosa darah yang tinggi meningkatkan

    kemudahan atau memperburuk infeksi. Infeksi yang banyak terjadi antara lain:

    Infeksi saluran kemih (ISK) Infeksi saluran nafas: pneumonia, TB Paru

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    30/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 30

    Infeksi kulit: furunkel, abses Infeksi rongga mulut: infeksi gigi dan gusi Infeksi telinga: otitis eksterna maligna ISK merupakan infeksi yang sering terjadi dan lebih sulit dikendalikan. Dapat

    mengakibatkan terjadinya pielonefritis dan septikemia. Kuman penyebab yang sering

    menimbulkan infeksi adalah: Escherichia coli dan Klebsiella. Infeksi jamur spesies

    kandida dapat menyebabkan sistitis dan abses renal. Pruritus vagina adalah manifestasi

    yang sering terjadi akibat infeksi jamur vagina.

    Pneumonia pada diabetes biasanya disebabkan oleh: streptokokus, stafilokokus, danbakteri batang gram negatif. Infeksi jamur pada pernapasan oleh aspergillosis, dan

    mucormycosis juga sering terjadi.

    Penyandang diabetes lebih rentan terjangkit TBC paru. Pemeriksaan rontgen dada,memperlihatkan pada 70% penyandang diabetes terdapat lesi paru-paru bawah dan

    kavitasi. Pada penyandang diabetes juga sering disertai dengan adanya resistensi obat-

    obat Tuberkulosis.

    Kulit pada daerah ekstremitas bawah merupakan tempat yang sering mengalami infeksi.Kuman stafilokokus merupa kan kuman penyebab utama. Ulkus kaki terinfeksi biasanya

    melibatkan banyak mikro organisme, yang sering terlibat adalah stafilokokus,

    streptokokus, batang gram negatif dan kuman anaerob.

    Angka kejadian periodontitis meningkat pada penyandang diabetes dan seringmengakibatkan tanggalnya gigi. Menjaga kebersihan rongga mulut dengan baik

    merupakan hal yang penting untuk mencegah komplikasi rongga mulut.

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    31/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 31

    Ada penyandang diabetes, otitis eksterna maligna sering kali tidak terdeteksi sebagaipenyebab infeksi.

    5

    Penyulit Menahun

    1. Makroangiopati

    Pembuluh darah jantung Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes.

    Biasanya terjadi dengan gejala tipikal claudicatio intermittent, meskipun sering tanpa

    gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.

    Pembuluh darah otak.2. Mikroangiopati:

    Retinopati diabetik Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan memberatnya

    retinopati. Terapi aspirin tidak mencegah timbulnya retinopati

    Nefropati diabetik Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko nefropati Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kgBB) juga akan mengurangi risiko

    terjadinya nefropati.5

    3. Neuropati

    Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnyasensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    32/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 32

    Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih terasasakit di malam hari.

    Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untukmendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana, dengan

    monofilamen 10 gram sedikitnya setiap tahun.

    Apabila ditemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai akanmenurunkan risiko amputasi.

    Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan duloxetine, antidepresan trisiklik, ataugabapentin.

    Semua penyandang diabetes yang disertai neuropati perifer harus diberikan edukasiperawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki. Untuk penatalaksanaan penyulit ini

    seringkali diperlukan kerja sama dengan bidang/disiplin ilmu lain.5

    Pencegahan Primer

    Materi pencegahan primer terdiri dari tindakan penyuluhan dan pengeloaan yang ditujukan untuk

    kelompok masyarakat yang mempunyai risiko tinggi dan intoleransi glukosa, Materi penyuluhan

    meliputi antara lain:

    1. Program penurunan berat badan. Pada seseorang yang mempunyai risiko diabetes danmempunyai berat badan lebih, penurunan berat badan merupakan cara utama untuk

    menurunkan risiko terkena DM tipe 2 atau intoleransi glukosa. Beberapa penelitian

    menunjukkan penurunan berat badan 5-10% dapat mencegah atau memperlambat

    munculnya DM tipe 2.

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    33/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 33

    2. Diet sehat. Dianjurkan diberikan pada setiap orang yang mempunyairisiko. Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badanideal. Karbohidrat kompleks merupakan pilihan dan diberikan secara terbagi dan

    seimbang sehingga tidak menimbulkan puncak (peak) glukosa darah yang tinggi

    setelah makan.

    Mengandung sedikit lemak jenuh, dan tinggi serat larut.3. Latihan jasmani.

    Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah,mempertahankan atau menurunkan berat badan, serta dapat meningkatkan kadar

    kolesterol HDL.

    Latihan jasmani yang dianjurkan: Dikerjakan sedikitnya selama 150 menit/minggu dengan latihan aerobik sedang

    (mencapai 50-70% denyut jantung.

    4. Menghentikan merokok.Merokok merupakan salah satu risiko timbulnya gangguan kardiovaskular. Meskipun

    merokok tidak berkaitan langsung dengan timbulnya intoleransi glukosa, tetapi merokok

    dapat memperberat komplikasi kardiovaskular dari intoleransi glukosadan DM tipe2.5

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    34/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 34

    Pencegahan skunder

    Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit pada pasien

    yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan

    deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan penyakit DM. Dalam upaya pencegahan sekunder

    program penyuluhan memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam

    menjalani program pengobatan dan dalam menuju perilaku sehat. Untuk pencegahan sekunder

    ditujukan terutama pada pasien baru. Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama dan perlu

    selalu diulang pada setiap kesempatan pertemuan berikutnya. Materi penyuluhan pada tingkat

    pertama dan lanjutan.Salah satu penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit kardiovaskular,

    yang merupakan penyebab utama kematian pada penyandang diabetes. Selain pengobatan

    terhadap tingginya kadar glukosa darah, pengendalian berat badan, tekanan darah, profil lipid

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    35/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 35

    dalam darah serta pemberian antiplatelet dapat menurunkan risiko timbulnya kelainan

    kardiovaskular pada penyandang diabetes.5

    Terapi Farmakologis

    Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya

    hidup sehat).Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Di antaranya adalah:

    1. Obat hipoglikemik oral Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:

    A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonylurea dan glinid

    B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion

    C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)

    D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidasealfa.

    E. DPP-IV inhibitor.5

    A. Pemicu Sekresi Insulin

    1. Sulfonilurea

    Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas,

    dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang Namun masih

    boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia

    berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang

    nutrisi serta penyakit kardiovaskular,tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.5

    2. Glinid

    Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada

    peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    36/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 36

    Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivatefenilalanin). Obat ini diabsorpsi

    dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini

    dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.5

    B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin

    TiazolidindionTiazolidindion (pioglitazon) berikatan padaPeroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma

    (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek

    menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa,

    sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada

    pasien dengan gagaljantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensicairan dan juga

    pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan

    pemantauanfaal hati secara berkala. *golongan rosiglitazon sudah ditarik dari peredaran karena

    efek sampingnya.5

    C. Penghambat glukoneogenesis

    MetforminObat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis),di

    samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes

    gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum

    kreatinin >1,5 mg/dL)dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya

    penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek

    samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah

    makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi pada awal

    penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat tersebut.5

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    37/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 37

    D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)

    Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek

    menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbosetidak menimbulkan efek samping

    hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.5

    E. DPP-IV inhibitor

    Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormone peptida yang dihasilkan oleh sel L

    di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke

    dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus

    sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim

    dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak aktif. Sekresi

    GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk meningkatkan GLP-1

    bentuk aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM tipe 2. Peningkatan konsentrasi

    GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP-4

    (penghambatDPP-4), atau memberikan hormon asli atau analognya (analog incretin=GLP-1

    agonis). Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor, mampu menghambat kerja DPP-4

    sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang

    penglepasan insulin serta menghambat penglepasan glukagon.5

    Cara Pemberian OHO, terdiri dari:

    OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar glukosa

    darah, dapat diberikan sampai dosis optimal

    - Sulfonilurea: 1530 menit sebelum makan

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    38/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 38

    - Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan- Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan- Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapan pertama- Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.- DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan. 5

    Suntikan

    1. Insulin

    2. Agonis GLP-1/incretin mimetic

    1. Insulin

    Insulin diperlukan pada keadaan:

    - Penurunan berat badan yang cepat- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis- Ketoasidosis diabetik- Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik- Hiperglikemia dengan asidosis laktat- Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)- Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasionalyang tidak terkendali dengan

    perencanaan makan

    - Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO. 5

    Jenis dan lama kerja insulin. Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    39/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 39

    Insulin kerja cepat (rapid acting insulin) Insulin kerja pendek (short acting insulin) Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin) Insulin kerja panjang (long acting insulin) Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin). 5

    Efek samping terapi insulin

    Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinyahipoglikemia. Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bab komplikasi akut DM. Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat

    menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.

    Dasar pemikiran terapi insulin:

    Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulindiupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis.

    Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial ataukeduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan

    puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah

    makan.

    Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensiyang terjadi.

    Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan glukosa darah basal (puasa,sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi oral maupun insulin. Insulin yang

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    40/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 40

    dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal adalah insulin basal (insulin

    kerja sedang atau panjang).

    Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat dilakukan denganmenambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai.

    Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan A1C belummencapai target, maka dilakukan pengendalian glukosa darah prandial (meal-related).

    Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah prandial adalah insulin

    kerja cepat (rapid acting) atau insulin kerja pendek (short acting). Kombinasi insulin

    basal dengan insulin prandial dapat diberikan subkutan dalam bentuk 1 kali insulin basal

    + 1 kali insulin prandial (basal plus), atau 1 kali basal + 2 kali prandial (basal 2 plus),

    atau 1 kali basal + 3 kali prandial (basal bolus).

    Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan OHO untuk menurunkan glukosa darahprandial seperti golongan obat peningkat sekresi insulin kerja pendek (golongan glinid),

    atau penghambat penyerapan karbohidrat dari lumen usus (acarbose).

    Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan responsindividu, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian.

    5

    Cara Penyuntikan Insulin

    Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan), dengan arah alatsuntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit.

    Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip. Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja pendek dan kerja

    menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabila tidak terdapat sediaan

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    41/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 41

    insulin campuran tersebutatau diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapatdilakukan

    pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut. Teknik pencampuran dapat

    dilihat dalam buku panduan tentang insulin.

    Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara insulin harus dilakukan denganbenar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik.

    Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin dan jarumnyadapat dipakai lebih dari satu kali oleh penyandang diabetes yang sama.

    Harus diperhatikan kesesuaian konsentrasi insulin dalam kemasan (jumlah unit/mL)dengan semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit). Dianjurkan memakai

    konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia hanya U100 (artinya 100 unit/mL).5

    2. Agonis GLP-1

    Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk pengobatan

    DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin yang tidak

    menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada

    pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan

    berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat penglepasan glukagon yang

    diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti

    memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini

    antara lain rasa sebah dan muntah.

    5

    Pencegahan tersier

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    42/43

    Linda Mahardhika 2009730026 Page 42

    Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah mengalami

    penyulit dalam upayabmencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut.

    Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan menetap.Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80-325 mg/hari) dapat diberikan secara rutin bagi

    penyandang diabetes yang sudah mempunyai penyulit makro angiopati.

    Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada pasien dan keluarga.Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai

    kualitas hidup yang optimal. Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan

    holistic dan terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit rujukan.

    Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah

    ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatris, dll.) sangat

    diperlukan dalam menunjang keberhasilan pencegahan tersier.5

  • 7/27/2019 tinjauan pustaka diabetes melitus tipe 2

    43/43

    Daftar pustaka :

    1. Sudoyo, Aru W, dkk. 2006. IlmuPenyakit Dalam Jilid IIIEdisi 4. Jakarta : PusatPenerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

    2.

    C.Guyton.MD.Fisiologi Kedokteran.2009 .Penerbit buku kedokteran EGC :1010-1013

    3. Isselbacher.Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Horisom.volume 5. Penerbit Buku kedokteranEGC : 2200,2201,2211-2214

    4. PriseA.S dan Wilson M.L,Patofisiologi Proses Proses penyakit. Edisi 6 Volume 2,EGC.Jakarta 1259-1269

    5. PERKENI.Konsesnsusu Pegelolaan dan Pecegahan Diabetes Melitus tipe 2.2011 : 6-566. Google.Insulin Channel.format picture.copyright 2012