31
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis 2.1.1 Pengertian Dermatitis Dermatitis adalah peradangan pada kulit (epidermis dan demis) yang pada fase akut ditandai secara objektif adanya efloresensi polimorfi (missal eitem, vesikel, erosi) dan keluhan subjektif gatal, sedangkan pada fase kronis efloresensi yang dominan adalah skauma, fisura, kulit kering (xerosis) dan likenifikasi (Prakoso, 2017). Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik dan ditandai oleh rasa gatal, dapat berupa penebalan atau bintil kemerahan, multiple mengelompok atau tersebar, kadang bersisik, berair dan lainnya (Retnoningsih, 2017). Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan (substansi) yang menempel pada kulit (Cahyawati, 2010). 2.1.2 Jenis- Jenis Dermatitis Kontak Dermatitis kontak berdasarkan penyebab dibagi menjadi 2 yaitu : 1. Dermatitis kontak iritan a. Pengertian dermatitis kontak iritan Dermatitis kontak iritan merupakan respon inflamasi yang tidak berkaitan dengan reaksi imun dikarenakan paparan langsung dari agen bahan iritan dengan kulit. 14

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

  • Upload
    others

  • View
    0

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dermatitis

2.1.1 Pengertian Dermatitis

Dermatitis adalah peradangan pada kulit (epidermis dan demis) yang pada

fase akut ditandai secara objektif adanya efloresensi polimorfi (missal eitem,

vesikel, erosi) dan keluhan subjektif gatal, sedangkan pada fase kronis efloresensi

yang dominan adalah skauma, fisura, kulit kering (xerosis) dan likenifikasi (Prakoso,

2017).

Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon

terhadap pengaruh faktor eksogen dan endogen, menimbulkan kelainan klinis

berupa efloresensi polimorfik dan ditandai oleh rasa gatal, dapat berupa penebalan

atau bintil kemerahan, multiple mengelompok atau tersebar, kadang bersisik, berair

dan lainnya (Retnoningsih, 2017).

Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan (substansi)

yang menempel pada kulit (Cahyawati, 2010).

2.1.2 Jenis- Jenis Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak berdasarkan penyebab dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Dermatitis kontak iritan

a. Pengertian dermatitis kontak iritan

Dermatitis kontak iritan merupakan respon inflamasi yang tidak

berkaitan dengan reaksi imun dikarenakan paparan langsung dari agen

bahan iritan dengan kulit.

14

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

15

b. Etiologi dan patogenesis

Bahan iritan yang menjadi penyebab dermatitis kontak adalah

bahan yang pada kebanyakan orang dapat mengakibatkan kerusakan sel

bila dioleskan pada kulit dan untuk jangka waktu tertentu. Bahan iritan

dapat diklasifikasikan menjadi :

1) Iritan kulit

2) Rangsangan mekanik : serbuk kaca/serat, wol

3) Bahan kimia : air, sabun

4) Bahan biologi : dermatitis popok

Terdapat 4 mekanisme yang berhubungan dengan terjadinya

dermatitis kontak iritan, meliputi :

1) Hilangnya lapisan lipid disuperfisial dan substansi yang mengikat

air

2) Kerusakan dari membran sel

3) Denaturasi keratin pada epidermis

4) Secara langsung timbulkan efek sitotoksik

Gambar 2.1 menunjukkan penderita yang terkena dermatitis kontak iritan

dikarenakan menggunakan jam tangan dan kalung.

Gambar 2.1 Dermatitis Kontak Iritan Karena Jam Tangan dan Kalung Sumber : Afifah, 2012

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

16

c. Gejala Klinis

Dermatitis kontak iritan memiliki manifestasi klinis yang dapat

dibagi dalam beberapa kategori, berdasarkan bahan iritan dan pola

paparan. Ada 10 tipe klinis dermatitis kontak iritan yaitu :

1) Reaksi iritasi

2) Dermatitis kontak iritan akut

3) Iritasi akut tertunda

4) Dermatitis kontak iritan kronik kumulatif

5) Iritasi subjektif

6) Iritasi noneritematosus

7) Dermatitis gesekan

8) Reaksi traumatic

9) Reaksi pustular atau acneiform

10) Exsiccation eczematid

2. Dermatitis kontak alergi

a. Pengertian dermatitis kontak alergi

Dermatitis kontak Alergi, yang disebabkan oleh alergen. Alergen

yang paling sering menyebabkan dermatitis jenis ini adalah bahan kimia

dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut

sebagai bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi

oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan dan luasnya penetrasi

dikulit.

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

17

b. Etiologi dan patogenesis

Mekanisme terjadinya dermatitis kontak alergi mengikuti respon

imun yang diperantarai oleh sel atau reaksi imunologik tipe IV. Reaksi ini

terjadi melalui dua fase yaitu :

1) Fase sensitisasi : hapten yang masuk ke dalam epidermis akan

ditangkap oleh sel Langerhans dengan cara pinositosis dan

diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom atau sitosol serta

dikonjugasikan pada molekul HLA-DR untuk menjadi antigen

lengkap. Didalam kelenjar limfe, sel Langerhans mempresentasikan

komplesks antingen. HLA-DR kepada sel T-penolong spesifik.

Setelah itu sel Langerhans mensekresi IL-1 yang menstimulasi sel T

untuk mensekresi IL-2 dan mengekspresi reseptor IL-2. Pada saat

tersebut individu menjadi tersentisasi. Fase ini rata-rata

berlangsung selama 2-3 minggu (Rahmatika, 2019).

2) Fase elistasi : fase ini terjadi pada saat terjadi pajanan ulang

allergen (hapten) yang sama atau serupa (pada reaksi silang).

Seperti pada fase sensitisasi, hapten akan ditangkap oleh sel

Langerhans dan diproses secara kimiawi menjadi antigen, diikat

oleh HLA-DR kemudian diekspresikan dipemukiman sel. Kompleks

HLA-DR antingen akan dipresentasikan kepada sel T yang telah

tersensitisasi baik dikulit maupun dikelenjar limfe sehingga terjadi

proses aktivasi (Rahmatika, 2019).

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

18

c. Gejala klinis

Pada umumnya penderita mengeluh gatal. Kelainan kulit yang timbul

bergantung pada keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Kelainan kulit

yang timbul terbagi menjadi 2 fase yaitu :

1) Fase akut : dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas jelas

kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel

atau bula ini dapat pecah sehingga menjadi erosi dan terdapat

eksudasi (basah), bila menjadi kering akan timbul kusta.

2) Fase krisis : kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin

terbentuk fisur, batasnya tidak jelas, dapat pula terjadi

hiperpigmentasi.

Berdasarkan gambar 2.2 dibawah menjelaskan bahwa contoh penderita

yang terkena dermatitis kontak alergi

Menurut Afifah (2012), Dermatitis Kontak Iritan (DKI) dan Dermatitis

Kontak Alergi (DKA) keduanya mempunyai perbedaan sebagai berikut :

Gambar 2.2 Dermatitis Kontak Alergi Sumber : Afifah, 2012

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

19

Tabel 2.1 Perbedaan Dermatitis Kontak Iritan (DKI) dan Dermatitis Kontak Alergi (DKA)

No Variabel DKI DKA

1 Kejadian Dermatitis Amat sering Jarang

2 Terpajan sebelumnya Tidak perlu Harus

3 Tempat yang terkena Tempat dimana kontak, dengan sedikit terjadi perluasan

Tempat terjadinya kontak dan tempat lain (jauh) hanya sebagian orang

4 Kemungkinan terjadi Pada semua orang Hanya sebagian orang

5 Lesi Berbatas tegas sampai kabur

Tidak tegas

6 Gejala subjektif Gatal sampai sakit Gatal

7 Penyakit kulit yang terkait

Stigmata Atopi Penyakit kulit kronis atau pemakaian topical lama

8 Waktu 4-12 jam setelah kontak, lesi muncul pada pajanan pertama

24 jam atau lebih setelah pajanan ulang, tidak ada lesi pada pajanan pertama

Sumber : Afifah, 2012

1) Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik ialah keadaan peradangan kulit kronis dan residif,

disertai gatal, yang berhubungan dengan atopi. Kata “atopi” yang pertama

kali diperkenalkan oleh Coca (1928), yaitu istilah yang dipakai untuk

sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat kepekaan

dalam keluarganya, misalnya : asam bronkial, rhinitis alergi, dermatitis

atopic dan konjungtivitas alergi.

2) Liken Simpleks Kronis

Merupakan peradangan kulit kronis, gatal sekali, sirkumskrip,

ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak lebih menonjol

menyerupai kulit batang kayu akibat garukan atau gosokan yang berulang-

ulang.

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

20

3) Dermatitis Numularis

Dermatitis berupa lesi berbentuk mata uang (coin), berbatas

tegas dengan efloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah pecah

sehingga basah (oozing).

4) Dermatitis Statis

Dermatitis ini merupakan dermatitis sekunder akibat hipertensi

vena ekstremitas bawah.

2.1.3 Gambaran Klinis Dermatitis Kontak

Pada umumnya mengeluh gatal, kelainan bergantung pada keparahan

dermatitis. Dermatitis kontak alergi umumnya mempunyai gambaran klinis

dermatitis, yaitu terdapat efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas

tegas. Dermatitis kontak iritan umumnya mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat

monomorf dan berbatas lebih tegas dibandingkan dermatitis kontak alergi (Suryani,

2011).

1) Fase Akut

Pada dermatitis kontak iritan akut, satu kali kontak yang pendek

dengan suatu bahan kimiawi kadang-kadang sudah cukup untuk

mencetuskasn reaksi iritan. Jika lemah reaksinya akan menghilang secara

spontan dalam waktu singkat. Luka bakar kimia merupakan reaksi iritan

yang terutama terjadi ketika bekerja dengan zat-zat kimia yang bersifat

dalam kosentrasi yang cukup tinggi.

Pada dermatitis kontak alergi akut, kelainan kulit umumnya

muncul 24-48 jam setelah melalui proses sensititasi. Derajat kelainan

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

21

kulit yang timbul bervariasi ada yang ringan dan berat. Pada yang ringan

mungkin hanya berupa (kemerahan, bengkak), sedangkan pada yang

berat (kemerahan, bengkak, tonjolan berisi cairan) yang bila pecah akan

terjadi erosi dan eksudasi (cairan). Lesi cederung menyebar dan

batasanya kurang jelas dalam fase ini keluhan subjektif berupa gatal.

2) Fase Kronis

Pada dermatitis kontak iritan kronis disebabkan oleh kontak

dengan iritan lemah yang berulang-ulang dan mungkin bisa terjadi oleh

karena kerjasama berbagai macam faktor. Bisa jadi suatu bahan secara

sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis kontak iritan, tetapi

bila bergabung dengan faktor lain baru mampu untuk menyebabkan

dermatitis kontak iritan.

Pada dermatitis kontak alergi kronik merupakan kelanjutan dari

fase akut yang akan hilang timbul karena kontak yang berulang-ulang.

Lesi cenderung simetris, batasnya kabur, kelainan kulit berpa likenifikasi,

papula, skuama, terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau

ekskoriasi, krusta serta eritema ringan. Walaupun bahan yang dicurigai

telah dapat dihindari, bentuk kronis ini sulit sembuh spontan oleh karena

umumnya terjadi kontak dengan bahan lain yang tidak dikenal.

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

22

2.1.4 Penyebab Dermatitis

Penyebab dermatitis kadang-kadang tidak diketahui sebagian besar

merupakan kulit terhadap agen-agen, misalnya zat kimia, protein, bakteri dan

fungus, respon tersebut dapat berhubungan dengan alergi. Reaksi alergi terjadi atas

dasar interaksi antara intigen dan intibodi. Karena banyaknya agen penyebab ada

anggapan bahwa nama dermatitis digunakan sebagai “tong sampah”. Banyak

penyaki talergi yang disertai tanda-tanda polimorfi disebut dermatitis (Cahyawati,

2010).

2.1.5 Gejala Dermatitis

Menurut Cahyawati (2010) pada umumnya penderita dermatitis mengeluh

gatal pada stadium kelainan kulit dapat berupa Eritma, Edema, Vesikelat Aubula,

Erosi dan Eksudasi, sehingga tampak basah. Pada stadium subakut erit maber

kurang, eksiret mongering menjadi kusta. Sedangkan pada stadium kronis tampak

lesi kering, skuama, Hiperpigmentasi, Likenifikasi dan papul, mungkin juga terdapat

Erosi atau Ekskoriasi karena garukan. Stadium tersebut tidak perlu berurutan, bisa

saja sejak awal suatu dermatitis memberikan gambaran klinis berupa kelainan kulit

kronis. Demikian pula jenis-jenis efloresensinya tidak selalu harus polimori, mungkin

hanya oligomorfi (Cahyawati, 2010).

2.1.6 Faktor Yang Mempengaruhi Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak merupakan penyakit kulit multifaktoral yang dipengaruhi

oleh faktor eksogen dan faktor endogen.

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

23

1. Faktor Eksogen

Faktor yang memperparah terjadinya dermatitis kontak sebenarnya sulit

diprediksi. Beberapa faktor berikut dianggap memiliki pengaruh terhadap terjadinya

dermatitis kontak (Afifah dkk, 2012).

a) Karakteristik bahan kimia

Meliputi pH bahan kimia (bahan kimia dengan Ph terlalu tinggi > 12

atau terlalu rendah < 3 dapat menimbulkan gejala iritasi segera setelah

terpapar, sedangkan pH yang sedikit lebih tinggi > 7 atau sedikit lebih rendah

< 7 memerlukan paparan ulang untuk mampu timbulkan gejala), jumlah dan

konsentrasi (semakin pekat konsentrasi bahan kimia maka semakin banyak

pula bahan kimia yang terpapar dan semakin poten untuk merusak lapisan

kulit).

b) Karakterstik paparan

Meliputi durasi yang dalam penelitian akan dinilai dari lama paparan

perhari dan lama bekerja karyawan binatu (semakin lama durasi paparan

dengan bahan kimia maka semakin banyak pula bahan yang mampu masuk

ke kulit sehingga semakin poten pula untuk timbulkan reaksi), tipe kontak

(kontak melalui udara maupun kontak langsung dengan kulit), paparan

dengan lebih dari satu jenis bahan kimia (adanya interaksi lebih dari satu

bahan kimia dapat bersifat sinergis ataupun antagonis, terkadang satu

bahan kimia saja tidak mampu memberikan gejala tetapi mampu timbulkan

gejala ketika bertemu dengan bahan lain.

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

24

c) Faktor lingkungan

Meliputi temperatur ruangan (kelembapan udara yang rendah serta

suhu yang dingin menurunkan komposisi air pada stratum korneum yang

membuat kulit lebih permeable terhadap bahan kimia) dan faktor mekanik

yang dapat berupa tekanan, gesekan atau lecet, juga dapat meningkatkan

permeabilitas kulit terhadap bahan kimia akibat kerusakan stratum korneum

pada kulit.

2. Faktor Endogen

Faktor endgen yang sangat berpengaruh terhadap terjadinya dermatitis

kontak meliputi (Afifah dkk, 2012) :

a) Faktor Genetik

Kemampuan untuk mereduksi radikal bebas, perubahan kadar enzim

antioksidan dan kemampuan melindungi protein dan trauma panas,

semuanya diatur oleh genetik.

b) Jenis kelamin

Mayoritas dari pasien yang ada merupakan pasien perempuan

dibandingkan laki-laki, hal ini bukan karena perempuan memiliki kulit

yang lebih rentan, tetapi karena perempuan lebih sering terpapar

dengan bahan iritan dan pekerjaan yang lembap.

c) Usia

Anak dengan usia kurang dari 8 tahun lebih rentan terhadap bahan

kimia, sedangkan pada orang yang lebih tua bentuk iritasi dengan gejala

kemerahan sering tidak tampak pada kulit.

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

25

d) Ras

Belum ada studi yang menjelaskan tipe kulit yang mana yang secara

signifikan mempengaruhi terjadinya dermatitis. Hasil studi baru yang

menggunakan adanya eritmen pada sebagai parameter menghasilkan

orang berkulit hitam lebih resisten terhadap dermatitis, akan tetapi hal

ini bisa jadi salah karena eritema pada kulit hitam sulit terlihat.

e) Lokasi kulit

Adanya perbedaan signifikan pada fungsi barrier kulit pada lokasi yang

berbeda, wajah, leher, skrotum dan punggung tangan lebih rentan

dermatitis.

f) Riwayat atopi

Dengan adanya riwayat atopi akan meningkatkan kerentanan

terjadinya dermatitis karena adanya penurunan ambang batas

terjadinya dermatitis akibat kerusakan fungsi barrier klit dan

perlambatan proses penyembuhan.

g) Perilaku

Kebersihan perorangan, hobi dan pekerjaan serta penggunaan alat

pelindung diri saat bekerja.

2.2 Pestisida

2.2.1 Pengertian Pestisida

Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1973, tentang “ Pengawasan

atas Peredaran dan Penggunaan Pestisida”, Pestisida merupakan zat kimia dan

bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk memberantas atau

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

26

mencegah hama-hama serta penyakit-penyakit yang merusak tanaman,

memberantas rerumputan, mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang

tidak diinginkan, mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-

bagian tanaman tidak termasuk pupuk, serta memberantas atau mencegah hama-

hama air, binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau

binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air”

(Luluk, 2014).

Bahwa yang tergolong pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta

jasad renik dan virus digunakan (Kadafi, 2017) :

1) Memberantas, mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman,

bagian tanaman, atau hasi pertanian

2) Memberantas gulma atau tanaman pengganggu

3) Memberanas atau mencegah serangan hama air

4) Memberantas atau mencegah hama luar pada hewan peliharaan

5) Memberantas atau mencegah binatang dan jasad renik dalam rumah

tangga, bangunan dan alat pengangkutan

6) Memberantas atau mencegah binatang yang menyebabkan penyakit pada

manusia atau binatang yang dilindungi dengan tanaman, tanah, atau air

7) Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman

2.2.2 Penggolongan pestisida berdasarkan struktur kimia

Menurut Rika (2013), penggolongan pestisida dapat dilakukan dengan

bermacam-macam cara. Berdasarkan susunan kimianya pestisida dapat

dikelompokkan menjadi beberapa golongan antara lain sebagai berikut:

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

27

1. Pestisida Golongan Organochlorin

Pestisida golongan Organoclhorin di Indonesia hanya digunakan

untuk memberantas vector malaria dan tidak digunakan untuk pertanian.

Contoh pestisida golongan Organochlorin adalah DDT, Dieldrin, Endrin dan

lain- lain. Pestisida ini merupakan senyawa tidak reaktif, bersifat stabil serta

persisten adapun gejala keracunan yang disebabkan oleh golongan

Organochlorin yaitu: sakit kepala, pusing, mual, muntah, mencret, badan

lemah, gugup, gemetar dan kesadaran hilang.

2. Pestisida Golongan Organophosfat

Sebagian besar Bahan aktif golongan ini sudah dilarang beredar di

Indonesia misalnya diazinon dan basudin Golongan ini mempunyai sifat-sifat

sebagai berikut: merupakan racun yang tidak selektif degradasinya

berlangsung dengan cepat dan kurang persisten di lingkungan, serta

menimbulkan resisten pada berbagai serangga dan memusnahkan populasi

predator dan serangga parasit, lebih toksik terhadap manusia daripada

Organokhlor. Pestisida golongan ini masuk ke dalam tubuh melalui mulut,

kulit 18 atau pernafasan. Gejala keracunan yaitu timbulnya gerakan otot-

otot tertentu sepertii : penglihatan mata terganggu, banyak keringat dan

otot-otot tidak bisa digerakkan.

3. Pestisida Golongan Carbamat

Adapun pestisisda golongan Carbamat termasuk Baygon, Bayrusil,

dan lain-lain. Bahan aktif yang termasuk dalam golongan ini adalah :

Karbaril, dan Methanol yang telah dilarang penggunaannya. Bahan aktif ini

Page 15: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

28

masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan atau termakan dan kemudian

akan menghambat enzim Kholinesterase seperti pada keracunan

Organofosfat.

4. Pestisida Pyretroid Sintetik

Pestisida Pytretroid Sinteik adalah campuran dari beberapa tester

yang disebut pyretrin yang diekstraksi dari bunga dari genus

Chrysanthemum. Adapun Jenis pyretroid yang relatif stabil terhadap sinar

matahari yaitu : Deltametrin, Permetrin, Fenvalerate.

5. Pestisida Fumigan

Fumigan adalah senyawa atau campuran yang menghasilkan gas, uap

sertaasap untuk membunuh serangga, cacing, bakteri, dan tikus (Rika, 2014).

Tabel 2.1 menunjukkan kriteria klasifikasi bahaya pestisida menurut WHO

yaitu :

Tabel 2.2 Kriteria Klafikasi Bahaya Pestisida menurut WHO

No

Klasifikasi LD 50 untuktikus mg/kg

Oral Oral Padat Dermal

Padat Cair Padat Cair

I Sangat berbahaya ≤ 5 ≤ 20 ≤ 10 ≤ 40

II Bahaya tinggi 5-50 20-200 10-100 40-400

III Bahaya sedang 50-500 200-2000 100-1000 400-4000

IV Bahaya rendah ≥ 501 ≥ 2001 ≥ 1001 ≥ 4001

Sumber : Marbun, 2015

2.2.3 Gangguan Kesehatan yang diakibatkan oleh Penggunaan Pestisida

Penggunaan pestisida yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan

kesehatan, seperti penggunaan pestisida Herbisida merupakan asam kuat, amin,

ester atau fenol yang dapat menimbulkan iritasi pada kulit, bentuk merah pada kulit

Page 16: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

29

dan dermatitis. Dari penggunaan insektisida petani penyemprot pestisida dapat

mengalami gangguan sistem saraf. Semua jenis insektisida baik Organoklorin,

Organofosfat, Carbamat dan Piretroid adalah racun saraf. Hal ini dapat terjadi pada

saraf perifer atau pada sistem saraf pusat melalui mekanisme yang berbeda.

Fungisida merupakan bahan yang digunakan secara ekstensif sebelum dan sesudah

panen, untuk mencegah terjadinya kerusakan pada tumbuhan akibat spora fungi,

pada kondisi di bawah optimum terutama kelembaban dan temperatur. Apabila

terpapar oleh fungisida melalui kulit maka akan terjadi iritasi dan dermatitis.

Kebanyakan fungisida akan menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan, selaput

lendir, membrane mata, hidung. Semua fungisida bersifat sitotoksik dan karena

mutagenik, maka dapat menyebabkan mutasi, kanker dan teratogenik (Kurniadi,

2018).

Keracunan kronis dapat terjadi apabila seseorang terpapar pestisida dalam

dosis kecil, namun terjadi dalam jangka waktu yang terus menerus dan

memungkinkan seseorang dapat mengalami gangguan kepekaan ambang rasa pada

kulitnya. Kaki dan tangannya dapat mengalami kesemutan dan rasa kebas atau

mengalami kelemahan sensorik. Pada awalnya gangguan yang terjadi tidak terlihat,

namun efekatoksik yang terjadi semakin lama semakin menumpuk seiring dengan

penggunaan pestisida setiap harinya sehingga akhirnya timbul gangguan kepekaan

kulit petani (Hamidah, 2018).

Pestisida dapat mengganggu proses sintesis dan metabolisme hormon tiroid

melalui beberapa mekanisme yaitu (Marwanto, 2018) :

Page 17: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

30

1. Mengganggu reseptor TSH (TSH-r) di kelenjar tiroid, sehingga TSH yang akan

memacu sintesis hormon tiroid tidak dapat masuk ke dalam kelenjar, dan

berdampak pada terhambatnya sintesis hormon tiroid.

2. Pestisida menghambat kerja enzim deyodinase tipe satu (D1) yang berfungsi

mengkatalis perubahan T4 menjadi T3 (bentuk aktif hormon dalam tubuh).

3. Kemiripan struktur kimia dari pestisida dengan hormon tiroid , hal ini

menyebabkan terjadinya persaingan dalam peningkatan oleh reseptor

hormon tiroid (TH-r) di sel target.

4. Memacu kerja dari enzim D3, yang berfungsi merubah T4 menjadi T3

(bentuk inaktif hormon tiroid), sehingga tubuh kekurangan bentuk aktif

hormon tiroid (T3).

4. Dampak Penggunaan Pestisida

Pemakaian pestisida secara berlebihan dapat menimbulkan berbagai

dampak negatif bagi manusia maupun lingkungan. Adapun akibat yang ditimbulkan

oleh penggunaan pestisida yang berlebihan yaitu : keracunan, baik akut maupun

kronis. Keracunan kronis yaitu lebih sulit dideteksi dikarenakan tidak segera terasa,

tetapi dalam jangka panjang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Serta kasus

keracunan kronis, pada korban dapat mengalami gangguan kepekaan ambang rasa

pada kulitnya, Kaki dan tangannya dapat mengalami kesemutan dan

merasakankebas atau mengalami kelemahan sensorik. Gangguan kepekaaan kulit

yang semakin parah karena sering terpapar oleh pestisida dalam jangka panjang

dapat menyebabkan penderita terkena penyakit lain yang lebih berbahaya dan sulit

dalam penanganannya (Dini dkk, 2016).

Page 18: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

31

Menurut Djojosumarto (2008), Beberapa dampak negatif dari penggunaan

pestisida dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Dampak Bagi Keselamatan Pengguna

Keracunan terbagi menjadi 3 kelompok yaitu : keracunan akut ringan,

akut berat, dan kronis. Keracunan akut ringan dapat menimbulkan pusing,

sakit kepala, iritasi kulit ringan, badan terasa sakit, dan diare. Keracunan

akut berat dapat menimbulkan gejala seperti mual, menggigil, kejang, perut,

sulit bernapas, keluar air liur, pupil mata mengecil dan denyut nadi

meningkat. Selanjutnya, keracunan yang sangat berat dapat mengakibatkan

pingsan, kejang-kejang bahkan bisa mengakibatkan kematian.

Keracunan kronis sangat sulit di deteksi karena tidak menimbulkan

gejala serta tanda yang spesifik, namun keracunan kronis ini dalam jangka

waktu lama dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada pekerja.

b. Dampak Bagi Konsumen

Dampak pestisida bagi konsumen umumnya berbentuk keracunan

kroinis yang tidak segera terasa. Dalam jangka waktu yang lama mungkin

dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Sangat jarang penggunaan

pestisida dapat menyebabkan keracunan akut pada pekerja, misalnya dalam

hal konsumen mengkonsumsi produk pertanian yang mengandung residu

dalam jumah besar.

c. Dampak Bagi Kelestarian Lingkungan

Adapun dampak buruk penggunaan pestisida bagi kelestarian

lingkungan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok kategori yaitu :

Page 19: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

32

1) Bagi Lingkungan Umum

a) Pencemaran lingkungan (air, tanah dan udara)

b) Terbunuhnya organisme non-target karena terpapar secara

langsung

c) Terbunuhnya organisme non-target karena pestisida memasuki

rantai makanan

d) Menumpukkan pestisida dalam jaringan tubuh organisme melalui

rantai makanan (bioakumuasi)

e) Pada kasus pestisida yang persisten (bertahan lama), konsentrasi

pestisida dalam tingkat trofik rantai makanan semakin ke atas

akan semakin tinggi (biomagnifikasi)

f) Penyederhanaan rantai makanan alami

g) Menimbulkan efek negatif terhadap manusia secara tidak

langsung melalui rantai makanan

2) Bagi Lingkungan Pertanian (Agro-ekosistem)

a) OPT menjadi kebal terhadap suatu pestisida (timbul resistensi OPT

terhadap pestisida)

b) Meningkatkan populasi hama setelah penggunaan pestisida

(resurjensi hama)

c) Timbulnya hama baru, bisa hama yang selama ini dianggap tidak

penting maupun hama yang sama sekali baru

d) Perubahan flora, khusus pada penggunaan berbisida

e) Fitotoksik (meracuni tanaman)

Page 20: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

33

d. Dampak Sosial Ekonomi

1) Penggunaan pestisida yang berlebihan atau tidak terkendali dapat

meningkatkan biaya produksi menjadi lebih tinggi

2) Timbulnya hambatan perdagangan, misalnya tidak bisa ekspor

karena residu pestisida tinggi

3) Timbulnya biaya sosial, misalnya : biaya pengobatan dan hilangnya

hari kerja jika terjadi keracunan

4) Publikasi negatif di media massa

2.2.4 Keracunan dan Toksisitas Pestisida

Menurut Raini (2007), Keracunan pestisida dapat terjadi apabila ada bahan

pestisida yang mengenai atau masuk ke dalam tubuh dengan jumlah tertentu.

Keracunan pestisida dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

a. Pemakaian Dosis yang berlebihan sangat berpengaruh langsung terhadap

bahaya keracunan pestisida, karena itu dalam melakukan pencampuran

pestisida untuk penyemprotan petani hendaknya memperhatikan takaran

atau dosis yang tertera pada label. Pemakaian dosis yang berlebihan akan

berdampak buruk bagi penyemprot itu sendiri.

b. Toksisitas senyawa pestisida, Kesanggupan pestisida untuk membunuh

sasarannya.

Pestisida mempunyai daya tingkatan bunuh tinggi dalam penggunaan

dengan kadar yang rendah menimbulkan gangguan lebih sedikit bila dibandingkan

dengan pestisida dengan daya bunuh rendah tetapi dengan kadar yang tinggi.

Toksisitas pestisida dapat diketahui dari LD 50 oral yaitu dosis yang diberikan dalam

Page 21: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

34

makanan hewan-hewan percobaan yang menyebabkan 50% dari hewan-hewan

tersebut mati. Toksisitas pestisida secara insalasi juga dapat diketahui dari LC 50

yaitu konsentrasi pestisida di udara yang mengakibatkan 50% hewan percobaan

mati (Raini, 2007).

Menurut Assti (2008), Faktor-faktor yang mempengaruhi efek dan gejala

keracunan pada manusia, antara lain :

a. Bentuk dan cara masuk racun dalam bentuk larutan, Akan bekerja lebih

cepat dibandingkan dengan cara yag berbentuk padat. Sedangkan racun

yang masuk ke dalam tubuh secarav intravena dan intramuskular akan

memberikan efek lebih kuat dibandingkan dengan melalui mulut.

b. Usia, Pada umumnya anak-anak dan bayi lebih mudah terpengaruh oleh efek

racun dibandingkan dengan orang dewasa. Bertambahnya usia Seseorang

maka kadar rata-rata kolinesterase dalam darah akan semakin rendah

sehingga keracunan akibat pestisida akan semakin cepat terjadi.

c. Jenis Kelamin, sangat mempengaruhi aktivitas kolinesterase dalam darah

dan Jenis kelamin laki-laki memilki aktivitas koinesterase lebih rendah dari

perempuan dikarenakan kandungan kolinesterase dalam darah lebih banyak

pada perempuan.

d. Kebiasaan, Jika terbiasa berkontak langsung dengan racun dalam jumlah

kecil mungkin dapat terjadi toleransi terhadap racun yang sama dalam

jumlah relatif besar tanpa menimbulkan gejala keracunan.

e. Kondisi Kesehatan atau Status Gizi, Seseorang yang sedang menderita sakit

akan mudah terpengaruh oleh efek racun dibandingkan dengan orang yang

Page 22: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

35

sehat. Buruknya keadaan gizi seseorang dapat mengakibatkan menurunnya

daya tahan tubuh dan meningkatnya kepekaan terhadap infeksi. Kondisi gizi

yang burukdapat menyebabkan protein yang ada didalam tubuh sangat

terbatas sehingga dapat mengganggu pembentukan enzim kolinesterase.

f. Tingkat Pendidikan, Semakin tinggin tingkat pendidkan seseorang maka akan

semakin kecil peluang terjadinya keracunan pada dirinya karena

pengetahuan mengenai racun termasuk cara penggunaan atau penanganan

racun secara aman dan tepat sasaran akan dapat menghindari keracunan itu

sendiri.

g. Dosis, Jumlah racun sangat berkaitan erat dengan efek yang ditimbulkannya.

Dosis racun yang berlebihan akan dapat menyebabkan kematian lebih cepat.

Pemakaian Dosis pestisida yang banyak akan semakin mempercepat

terjadinya keracunan pada pengguna pestisida. Penggunaan pestisida

golongan Organofosfat dosis yang dianjurkan adalah 0,5 – 1,5 kg/Ha.

2.2.5 Gejala Keracunan Pestisida

Penggunaan pestisida yang berlebihan dapat menimbulkan keracunan

pestisida, sesak nafas dan dermatitis. Adapun gejala-gejala Keracunan Pestisida di

bagi menjadi tiga golongan yaitu (Ansari, 2016) :

a. Keracunan tingkat pertama ini sering dijumpai gejala-gejala dan tanda-tanda

antara lain :

1) Kelelahan tubuh

2) Sakit kepala (Headache)

3) Pusing-pusing (Dizziness)

Page 23: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

36

4) Pandangan kabur (Blurred Vission)

5) Banyak keluar keringat dingin dan air ludah (Sweating and Salivation)

6) Perut mual, muntah dan diare (Nausea and Fomating)

7) Kejang-kejang di perut dan diare (Stomach Cramps and Diarhae

b. Keracunan tingkat sedang ini, selain ditandai dengan tanda-tanda dan gejala-

gejala diatas biasanya juga dijumpai

1) Penderita tidak dapat berjalan (Unable To Walk)

2) Badan terasa lemah sekali (Weakness)

3) Terasa sesak di dada (Chest Disconfort)

4) Otot daging terkejat-kejat (Muscie Twitches)

5) Terjadi Konstriksi pupil mata (Pupil Constrrictio)

6) Gejala-gejala meningkat meluas

7) Keracunan kuat (Savera Poisoning)

c. Pada keracunan tingkat hebat/kuat ini terjadi hal-hal sebagai berikut :

1) Penderita tidak sadarkan diri (Unconscious Ness)

2) Kontraksi pupil mata lebih berat (Savera Pupil Constriction)

3) Kejatan-kejatan otot daging meningkat

4) Keluar sekresi dari mulut dan hidung (Mouth and Nose Secreions)

5) Susah bernafas (Breathing Difficulty)

6) Penderita bisa meninggal dunia jika tidak langsung ditolong

Page 24: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

37

2.2.6 Cara Pencegahan Keracunan Pestisida

Pengetahuan petani tentang penggunaan pestisida serta praktek

penyemprotan akan dapat menghindari petani/penyemprot dari keracunan. Ada

beberapa cara untuk meghindari keracunan antara lain.

1. Pembelian pestisida

Dalam pembelian pestisida harus selalu dalam kemasan yang asli, masih

utuh dan ada label petunjuknya.

2. Perlakuan sisa kemasan

Bekas kemasan sebaiknya dikubur atau dibakar yang jauh dari sumber mata

air untuk menghindari pencemaran ke badan air dan juga jangan sekali-kali

bekas kemasan pestisida untuk tempat makanan dan minuman.

3. Penyimpanan

Setelah menggunakan pestisida apabila berlebih hendaknya di simpan yang

aman seperti jauh dari jangkauan anak-anak, tidak bercampur dengan bahan

makanan dan sediakan tempat khusus yang terkunci dan terhindar dari sinar

matahari langsung.

4. Penatalaksanaan

Pelaksanaan penyemprotan ini dapat menyebabkan keracunan maka dari itu

itu petani di wajibkan memakai alat pelindung diri yang lengkap setiap

melakukan penyemprotan, jika melakukan penyemprotan tidak boleh

melawan arah angin, agar terhindar dari keracunan sebaiknya menghindari

kebiasaan makan-minum dan merokok pada saat melakukan penyemprotan,

setiap selesai menyemprot dianjurkan untuk mandi pakai sabun dan

Page 25: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

38

berganti pakaian serta pemakain alat semprot yang baik akan menghindari

terjadinya keracunan.

2.2.7 Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Keracunan Pestisida

Terdapa banyak faktor yang menyebabkan tenaga kerja tidak patuh dalam

menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) meskipun ditempat kerja telah

menyediakann APDdan memberikan peraturan bagi pekerjanya tetapi para pekerja

masih tidak patuh untuk menggunakan APD tersebut (Dewi, 2017).

Berdasarkan Penelitian dari Achmadi (2012), ada beberapa faktor yang

mempengaruhi terjadinya keracunan pestisida adalah faktor dari dalam tubuh

(internal) dan dari luar tubuh (eksternal).

1) Faktor dari dalam tubuh antara lain

a. Umur

b. Jenis Kelamin

c. Genetik

d. Status Gizi

e. Kadar Hemoglobin

f. Tingkat Pengetahuan

g. Status Kesehatan

2) Faktor Dari Luar Tubuh Antara Lain

a. Banyaknya Jenis Pestisida Yang Digunakan

b. Jenis Pestisida

c. Dosis Pestisida

d. Frekuensi Penyemprotan

Page 26: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

39

e. Masa Kerja Menjadi Penyemprot

f. Lama Kontak

g. Pemakaian Alat Pelindung Diri

h. Cara Penanganan Pestisida

i. Kontak Terakhir Dengan Pestisida

j. Ketinggian Tanaman

k. Suhu Lingkungan

l. Waktu Menyemprot Dan Tindakan Terhadap Arah Angin

Hal-hal tersebutlah yang masih banyak diabaikan oleh para petani Indonesia

terutama didaerah pedesaan (Maranata dkk, 2014).

2.3 Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Dermatitis

2.3.1 Hubungan Penggunaan APD dengan Kejadian Dermatitis

Faktor yang paling utama mempengaruhi terjadinya dermatitis

akibat kerja karena kontak dengan bahan kimia adalah pemakaian APD

berupa sarung tangan yang tidak sesuai untuk jenis bahan kimia yang digunakan.

Faktor faktor lain yang mempengaruhi dermatitis kontak akibat kerja adalah

adanya kontak dengan bahan kimia, lama kontak, dan frekuensi kontak

(Garmini, 2018).

Pemakaian APD dapat menghindarkan pekerja terhadap kontak langsung

dengan bahan kimia atau substansi yang bisa menimbulkan trauma pada kulit, hal

ini yang membuat penggunaan APD memiliki hubungan dengan kejadian dermatitis(

(Putri, 2019).

Page 27: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

40

2.3.2 Hubungan Lama Kontak dengan Kejadian Dermatitis

Lama kontak adalah lamanya waktu pekerja kontak dengan bahan

allergen/iritan dengan hitungan jam/hari. Lama kontak dengan bahan kimia akan

meningkatkan terjadinya dermatitis kontak. Semakin lama kontak dengan bahan

kimia maka peradangan atau iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbulkan

kelainan kulit. Lamanya petani bekerja ≥ 8 jam perhari dan < 8 tahun perhari (Nini,

2019).

2.3.3 Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Dermatitis

Pengetahuan dapat berpengaruh terhadap terjadinya dermatitis kontak

iritan, karena semakin rendahnya pengetahuan pekerja mengenai penyakit akibat

kerja, pentingnya penggunaan APD dalam bekerja serta berperilaku hidup bersih

dan sehat, akan menimbulkan potensi-potensi untuk terjadinya bahaya di tempat

kerja. Rendahnya pengetahuan pekerja tersebut disebabkan karena tidak pernah

dilakukannya penyuluhan mengenai bahaya-bahaya serta penyakit akibat kerja

pada saat melakukan pekerjaan (Garmini, 2018).

Pengetahuan sangat penting dimiliki oleh pekerja, karena mengenali dan

memahami substansi-substansi yang dapat membahayakan kesehatan pekerja dan

merupakan upaya menghilangkan atau mengurangi risiko timbulnya penyakit akibat

kerja (Noviyanti dkk, 2019).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu Pengetahuan pada

penelitian ini dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu baik dan tidak baik

(Wahyu, 2019).

Page 28: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

41

2.3.4 Hubungan Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis

Masa kerja adalah lamanya responden bekerja sebagai petani, dihitung sejak

pertama kali bekerja sampai pada saat penelitian berlangsung. Pekerja lebih lama

terpanjang dan berkontak dengan bahan iritan dapat merusak sel kulit bagian luar,

semakin lama terpanjan maka akan merusak sel kulit hingga bagian dalam dan akan

memudahkan untuk terjadinya dermatitis kontak (Rahmatika dkk, 2020).

Masa kerja juga dapat berpengaruh pada terjadinya dermatitis. Hal ini

berhubungan dengan pengalaman bekerja, sehingga pekerja yang lebih lama

bekerja lebih jarang terkena dermatitis dibandingkan dengan pekerja yang sedikit

pengalamannya. Namun, pekerja yang telah lebih lama bekerja akan meningkatkan

risiko terkena dermatitis karena lebih banyak terpajan bahan kimia (Garmini,

2018).

Lama kerja antar pekerja berbeda, sesuai dengan proses pekerjaannya. Lama

kerja mempengaruhi keterpaparan dan dapat menyebabkan kejadian dermatitis

kontak akibat kerja. Semakin lama terpapar dengan pekerjaanya maka peradangan

atau iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbulkan kelainan kulit (Wahyu, 2019).

Masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu bekerja

di suatu tempat. Semakin lama orang bekerja maka semakin besar pula risiko

terkena penyakit akibat kerja . Masa kerja pada penelitian ini dikategorikan menjadi

dua kelompok yaitu lama ≥ 5 tahun dan baru < 5 tahun (Wahyu, 2019).

2.3.5 Hubungan Jenis Pestisida dengan Kejadian Dermatitis

Pestisida merupakan bahan kimia yang dapat menjadi salah satu penyebab

penyakit kulit, pestisida mengandung lebih dari 2 pon bahan aktif. Beberapa

Page 29: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

42

penelitian diseluruh dunia mengatakan bahwa dermatitis kontak pada pekerja

agrikultural seperti di India, Panama, Taiwan, California berhubungan dengan

penggunaan pestisida. Dalam penelitian ini dikategorikan menjadi 2 kelompok yaitu

menggunakan 1 jenis pestisida dan > 1 jenis pestisida (Rahmatika, 2019).

2.3.6 Hubungan Umur dengan Kejadian Dermatitis

Umur adalah salah satu faktor resiko yang dapat memperparah terjadinya

dermatitis kontak, Karena kulit manusia mengalami degenarasii seiring

bertambahnya usia, terutama dari sisi ketebalan lapisan kulit, fungsi kelenjar ekrin

dan holokrin (Evy, 2015).

Umur merupakan salah satu faktor internal yang mempengaruhi kejadian

dermatitis. Usia responden dengan kejadian dermatitis dikategorikan menjadi dua,

yaitu usia < 25 dan ≥ 25 tahun. Usia dengan risiko tinggi dermatitis adalah pasien

yang berusia ≥ 25 tahun (Wahyu, 2019).

2.3.7 Hubungan Sikap dengan Kejadian Dermatitis

Sikap adalah bentuk reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup

terhadap suatu objek. Sikap secara kenyataan menunjukkan adanya kesesuain

reaksi antara stimulus tertentu, sikap bukan merupakan tindakan atau aktifitas

tetapi merupakan predisposisi tindakan atau prilaku (Noviandry, 2013).

Kebiasaan memakai Alat Pelindung Diri (APD) diperlukan untuk melindungi

petani dari kontak dengan dengan air, mikroorganisme patogen, paparan sinar

matahari. Petani yang selalu menggunakan APD dengan tepat akan menurunkan

terjadinya dermatitis kontak akibat kerja baik jumlah maupun lama perjalanan

dermatitis kontak. Akan tetapi pada saat bekerja, banyak petani yang tidak

Page 30: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

43

mempraktikannya, karena menurut para petani penggunaan APD dapat

mengganggu dan menimbulkan rasa tidak nyaman.

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap stimulus atau objek. Sikap merupakan kesiapan atau kesedian untuk

bertindak dan bukan pelaksanaan motif tertentu. Sikap pada penelitian ini

dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu setuju dan tidak setuju (Wahyu, 2019).

2.3.8 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian Dermatitis

Menurut Suryani (2011), jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang

dapat menyebabkan terjadinya dermatitis kontak. Terdapat perbedaan antara kulit

pria dengan wanita, perbedaan tersebut terlihat dari jumlah folikel rambut, kelenjar

teringat dengan hormon. Kulit wanita memproduksi lebih sedikit minyak untuk

melindungi dan menjaga kelembapan kulit sehingga lebih kering dari pada pria,

selaain itu juga kulit wanita lebih tipis dari pada kulit pria sehingga lebih rentan

untuk menderita penyakit dermatitis.

Page 31: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis

44

2.4 Kerangka Teori

Faktor dari dalam tubuh antara lain (Achmadi, 2012) 1. Umur 2. Jenis Kelamin 3. Genetik 4. Status Gizi 5. Kadar Hemoglobin 6. Tingkat Pengetahuan 7. Status Kesehatan

Faktor Dari Luar Tubuh Antara Lain 1. Banyaknya Jenis Pestisida Yang Digunakan 2. Jenis Pestisida 3. Dosis Pestisida 4. Frekuensi Penyemprotan 5. Masa Kerja 6. Lama kontak 7. Pemakaian APD 8. Cara Penanganan Pestisida 9. Kontak Terakhir Dengan Pestisida 10. Ketinggian Tanaman 11. Suhu Lingkungan 12. Waktu Menyemprot

Kejadian

Dermatitis

Nanda (2018)

1. Umur

Putri dan Denny (2014)

1. Pendidikan

2. Pengetahuan

3. Pelatihan

4. Masa Kerja

Wismaningsih dan Oktaviasari (2015)

1. Ketersedian APD

Noviandry (2013)

1. Sikap

Faktor Endogen (Adilah, 2012) 1. Karakteristikbahankimia 2. Karekteritikpaparan 3. Faktorlingkungan

FaktorEksogen 1. Faktor genetik 2. Jenis kelamin 3. Usia 4. Ras 5. Lokasi kulit 6. Riwayat atopi 7. Perilaku

Gambar 2.5 Kerangka Teoritis