111
TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR JAHILIYAH KARYA ZUHAIR IBNU ABI SULMA Laporan Penelitian Individu Madya Diajukan ke Lembaga Penelitian (LEMLIT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta OLEH: Cahya Buana PUSAT PENELITIAN DAN PENERBITAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/ 2014 M

TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM

SYAIR JAHILIYAH KARYA ZUHAIR IBNU ABI SULMA

Laporan

Penelitian Individu Madya

Diajukan ke Lembaga Penelitian (LEMLIT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

OLEH:

Cahya Buana

PUSAT PENELITIAN DAN PENERBITAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1435 H/ 2014 M

Page 2: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education
Page 3: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Penelitian Individu Madya

TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM

SYAIR JAHILIYAH KARYA ZUHAIR IBNU ABI SULMA

OLEH:

Cahya Buana

DISAHKAN OLEH:

Prof. Dr. Oman Fathurrahman, M.Hum

Pada Kamis, 10 Desember 2014

LEMBAGA PENELITIAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLLAH

JAKARTA

1435 H/2014 M

Page 4: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education
Page 5: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

iii

PENGANTAR

بسم هللا الرمحن الرحيم

Dengan mengucap Alhamdulillah, akhirnya penelitian tentang “Tinjauan

Islam Terhadap Nilai-nilai Moralitas dalam Syair Jahiliyah Karya Zuhair Ibnu

Abi Sulma” ini dapat diselesaikan juga. Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang

telah memberikan potensi akal kepada manusia, sehingga mampu membedakan

yang haq dan yang batil. Salawat dan salam semoga Allah limpahkan kepada Nabi

Muhammad SAW. Makhluk yang pada dirinya terdapat uswah hasanah yang nyata.

Penelitian ini tidak dapat terwujud tanpa campur tangan berbagai pihak,

oleh karena itu dalam ruang yang sangat sempit ini, saya ingin mengucapkan terima

kasih pada mereka yang telah memberikan kontribusi, baik moril maupun materil

dalam penelitian ini, yaitu:

1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan

kesempatan kepada saya untuk melalui Lembaga Penelitian (LEMLIT)

untuk melakukan penelitian guna memenuhi kewajiban sebagai seorang

dosen;

2. Direktur Lembaga Penelitian (LEMLIT) UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta dan seluruh staf yang ada di dalamnya yang telah memfasilitasi

berbagai bentuk penelitian untuk dosen;

3. Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk meluangkan

waktu untuk meneliti;

4. Kepala Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Adab dan

Humaniora UIN Syarif Hidayatullah serta seluruh staf yang ada di

dalamnya yang telah menyediakan buku dan media informasi lainnya

untuk penelitian;

5. Seluruh pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu dalam karya

tulis ini.

Page 6: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

iv

Penelitian ini jauh dari kesempurnaan, dan masih banyak hal yang perlu

diperbaiki. Namun demikian saya tetap berharap tulisan ini memberikan manfaat

bagi pembacanya. Amiin

Page 7: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

v

ABSTRAK

Munculnya Islam di Jazirah Arab, diakui atau tidak secara tidak langsung

telah memutus mata rantai sejarah peradaban yang seharusnya tidak perlu terjadi.

Eporia dan gairah keislaman pada akhirnya mengesankan bahwa zaman Jahiliyah

adalah zaman yang penuh dengan kebodohan, sedangkan masa islam adalah masa

peradaban. Padahal peradaban Islam tidak akan lahir tanpa adanya rantai peradaban

sebelumnya. Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education In Early

Islamic Periode, bahkan mengutip ungkapan Ignaz Goldzier yang menyatakan

bahwa bangsa Arab Jahiliyah adalah sebuah masyarakat yang berkarakter barbar

(barbaric custom) dan bermental liar (wild mentality).

Sungguh ironi ketika pernyataan-pernyataan tersebut kita konfrontir dengan

fakta lainnya. Berdasarkan fakta sejarah, bangsa Arab saat itu telah mengenal seni

sastra yang sangat indah, baik dari segi isi maupun gaya bahasa. Syair sebagai karya

sastra yang sulit dan rumit ternyata telah lama berkembang di Jazirah Arab,

sebagaimana berkembang di kerajaan-kerajaan besar sekitarnya seperti Romawi

dan Persia yang terkenal dengan peradabannya yang sangat tinggi di masa itu.Syair

sebagai karya seni tentu saja tidak terlepas dari unsur emosi, imajinasi, ide, dan

gaya bahasa yang indah. Unsur-unsur ini tentu saja sulit diekspresikan oleh

masyarakat yang tidak memiliki memiliki rasa seni dan budaya yang tinggi.

Jika demikian, benarkah bangsa Arab Jahiliyah adalah bangsa yang benar-

benar tidak mengenal peradaban dan tidak mengenal nilai-nilai moralitas? Melalui

kajian Strukturalis genetik terhadap syair karya Zuhair ibnu Abi Sulma seorang

penyair sekaligus filsuf bangsa Arab Jahiliyah, penulis akan mencoba mengungkap

nilai-nilai moralitas yang terdapat dalam kehidupan bangsa Arab pada masa

Jahiliyah, serta tinjauan agama Islam terhadap nilai-nilai moralitas tersebut.

Berdasarkan hasil analisis strukturalis genetik, terbukti bahwa bangsa Arab

Jahiliyah telah mengenal nilai-nilai moralitas universal yang bersumber dari

pengalaman hidup mereka, dan sedikit yang disandarkan pada nilai-nilai keimanan.

Mayoritas nilai-nilai moralitas yang mereka ketahui bukan bersumber dari

keyakinan terhadap Tuhan.

Page 8: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education
Page 9: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

I. Konsonan

f ف ا

q ق B ب

k ل T ت

m م Ts ث

n ن J ج

w و H ح

h هـ Kh خ

ya ي D د

Dz II. Vokal Pendek ذ

a ــــــــــــــــــــ R ر

i ــــــــــــــــــــ Z ز

u ـــــــــــــــــــ S س

Sy III. Vokal Panjang ش

Tim penulis, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, (UIN Syarif Hidayatullah: CeQDA,

2007), h. 46-51. Lihat juga Pedoman Akademik Program Magister dan Doktor Kajian Islam UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007/2008

Page 10: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

vii

â ــــــا S ص

î ـــــــي D ض

û ــــــو T ط

Z IV. Diftong ظ

ai ـــــــــــــــ ـــــــ ي ‘ ع

au ـــــــــــــــــــ و gh غ

Page 11: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

viii

DAFTAR ISI

BAB I : Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Permasalahan Penelitian 6

C. Hipotesis 6

D. Tujuan Penelitian 6

E. Metode Penelitian 7

F. Sistematika Penulisan 8

BAB II : Strukturalis Genetik Dalam Kajian Sastra

A. Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Sastra 9

a. Definisi Puisi dan Syair 9

b. Unsur-Unsur Intrinsik Puisi dan Syair 10

c. Unsur Ekstrinsik Sastra 14

d. Posisi Strukturalis Genetik 15

B. Makna Nilai-Nilai Moralitas 17

a. Pengertian Nilai 18

b. Pengertian Moral 19

c. Ukuran Baik dan Buruk 20

BAB III : Zuhair Ibn Abi Sulma Filsuf Arab Pra Islam

A. Riwayat Hidup Zuhair Ibnu Abi Sulma 25

B. Syair-Syair Zuhair Ibnu Abi Sulma 26

a. Tema-Tema Syair Zuhair 27

b. Gaya Bahasa Syair Zuhair 28

C. Kehidupan Sosial, Politik, dan Agama 29

a. Kehidupan Sosial 29

b. Situasi Politik 31

c. Kondisi Keagamaan 37

Page 12: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

ix

BAB IV : Unsur-Unsur Intrinsik Dalam Syair Mu’allaqat Zuhair Ibnu Abi Sulma

A. Syair Al-Mu’allaqât Zuhair Ibnu Abi Sulmâ 41

a. Pengertian Syair Al-Mu’allaqat 41

b. Syair Al-Mu’allaqat Zuhair Ibnu Abi Sulma 42

B. Analisis Unsur-Unsur Intrinsik Syair Mu’allaqat 51

a. Wazan dan Qafiyah 51

b. Kandungan 53

1. Bagian Awal 54

2. Bagian Tengah 56

3. Pesan Moral 58

c. Gaya Bahasa 58

BAB V : Nilai-Nilai Moralitas Dalam Syair Zuhair Ibnu Abi Sulma

A. Nilai-Nilai Moralitas Dalam Syair Mu’allaqat 63

a. Nilai-Nilai Moralitas Religi 63

b. Nilai-Nilai Moralitas Politik 66

c. Nilai-Nilai Moralitas Sosial 69

B. Analisis Nilai-Nilai Moralitas 76

C. Tinjauan Islam Terhadap Nilai-Nilai Moralitas dalam Sya’ir

Jahiliyyah 79

BAB VI : Penutup

Kesimpulan 89

DAFTAR PUSTAKA 91

LAMPIRAN-LAMPIRAN

A. Curriculum Vitae Peneliti 95

B. Penggunaan Anggaran Penelitian Madya 99

Page 13: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Munculnya Islam di Jazirah Arab – menurut saya – diakui atau tidak secara

tidak langsung telah memutus mata rantai sejarah peradaban yang seharusnya tidak

perlu terjadi. Eporia dan gairah keislaman pada akhirnya mengesankan bahwa

zaman Jahiliyah adalah zaman yang penuh dengan kebodohan, sedangkan masa

islam adalah masa peradaban. Padahal peradaban Islam tidak akan lahir tanpa

adanya rantai peradaban sebelumnya.

Hitam putih kehidupan sebelum dan sesudah Islam ini selalu menjadi

wacana yang menarik bagi mereka yang menaruh “perhatian” terhadap Islam. Maka

ketika istilah Jahiliyah diperbincangkan, kesan pertama yang mungkin muncul

dalam benak sebagian orang adalah sebuah bangsa yang bodoh, barbar dan tidak

berperadaban, sesuai dengan nama yang dilekatkan kepadanya yang identik dengan

kebodohan. Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education In Early

Islamic Periode, bahkan mengutip ungkapan Ignaz Goldzier1 yang menyatakan

bahwa bangsa Arab Jahiliyah adalah sebuah masyarakat yang berkarakter barbar

(barbaric custom) dan bermental liar (wild mentality). Kata jahil dalam bahasa

1 Dikutip oleh Zafar Alam dari Ignaz Goldziher, Muslim studies, (London: tp, 1967), vol.

1, h. 203. Sebagai informasi, Ignaz Goldziher (1850-1921) adalah seorang orientalis Yahudi yang

lahir di Hungaria. Ia adalah satu-satunya orientalis yang sempat belajar secara resmi di Universitas

al-Azhar, Mesir. Ia bukan saja aktif menghadiri 'tallaqi' dengan beberapa ulama Al-Azhar, bahkan

ia pernah ikut shalat Jumat di sebuah mesjid di Mesir. Ia terlatih dalam bidang pemikiran sejak usia

dini. Dalam usia lima tahun, ia mampu membaca teks Bibel "asli" dalam bahasa Ibrani. Pendidikan

S1-nya bermula pada usia 15 tahun di Universitas Budapest, Hungaria. Ia sangat terpengaruh oleh

pemikiran dosennya, yaitu Arminius Vambery (1803-1913), seorang pakar tentang Turki. Arminius

Vambery adalah orang yang banyak mewarnai kehidupan intelektual awal Goldziher. Arminius

Vambery adalah keturunan Yahudi yang mengenalkan Theodor Herz (1860-1904) pendiri Zionisme,

untuk melobi Sultan Hamid II terkait pendirian Negara Israel di Palestina. Pemikiran Goldziher yang

sangat kontroversi di antaranya adalah penolakannya terhadap kebenaran Hadits. Baginya hadits itu

tidak ada yang otentik. Sebab, tidak ada bukti empiris yang menunjukan bahwa hadits yang beredar

memang pada awalnya berasal dari Muhammad. Dalam pandangan Goldziher, yang telah terjadi

adalah "back Projection." Maksudnya, para perawi hadits meriwatkan haditsnya dengan mengatas

namakan Muhammad, padahal Muhammad sendiri tidak mengatakan itu. http://muh-

ali.blogspot.com/2009/04/ignaz-goldziher-orientalis-penolak.html, rabu, 29 April 2009

Page 14: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

2

Arab, menurut Goldzier adalah seseorang yang memiliki watak liar, keras dan

kejam (wild, violent and cruel).2

Pernyataan Goldzier tersebut dikutip oleh Zafar dalam salah satu tema

bukunya yang berjudul Education in the Pre-Islamic Arabia (Pendidikan sebelum

masa Arab-Islam).3 Hal ini ia kemukakan tentu saja untuk menguatkan argumennya

tentang betapa berbedanya kehidupan masyarakat sebelum dan sesudah datangnya

Islam, terutama di bidang pendidikan, selain itu juga sebagai informasi bahwa

betapa masa sebelum kenabian Muhammad SAW adalah masa yang sangat bodoh,

sedangkan masa Islam adalah masa yang penuh dengan ilmu dan peradaban.

Ungkapan lain yang menunjukkan betapa buruknya masa Jahiliyah

disampaikan oleh Tahia al-Ismail dalam pernyataannya “Aktifitas-aktifitas manusia

(bangsa Arab) saat itu, terburuk dari antara yang pernah terjadi. Disebut dengan

zaman kegelapan, karena tidak ada secercah cahaya dari sumber semua harapan dan

kasih yang menyentuh bumi. Dunia dicekam kebisuan mutlak.4 Di zaman yang

penuh kekejaman dan gelap ini, wanita, anak-anak, dan budak tidak memperoleh

hak hidup yang seharusnya mereka terima. Mereka hidup dalam kepedihan dan

keputusasaan dari hari ke hari, hingga Allah SWT berbelas hati dengan mengutus

nabi Muhhamad SAW untuk mencabut penderitaan ini”.5 Pernyataan ini

menunjukkan betapa seluruh aspek kehidupan manusia pada masa sebelum

datangnya Islam berada di bawah titik nadir.

Pernyataan di atas mungkin hanya tiga dari sekian banyak orang yang

berasumsi tentang betapa buruknya peradaban bangsa Arab pada masa Jahiliyah.

Goldziher sebagai seorang Orientalis Yahudi, Zafar Alam sebagai seorang Muslim

India, dan Tahia al-Ismail yang bukunya telah diterjemahkan ke dalam bahasa

Indonesia dan kemungkinan besar pemikirannya telah dibaca oleh sekian banyak

masyarakat Indonesia, tentu saja semakin menguatkan asumsi bahwa seluruh aspek

kehidupan manusia pada masa jahiliyah berada pada titik nol atau tanpa peradaban.

2 Zafar Alam, Education in Early Islamic Period, (Delhi-6: Markazi Maktaba Islami

Publisher, 1997), h. 18 3 Zafar Alam, Education in Early Islamic Period, h. 13 4 Bagian ini diambil dari terjemahan bebas A. Nasir Budiman dari Tahia al-Ismail, The Life

of Muhammad SAW: His Life Based on the Earliest Sources, (london: Ta-Ha Publishers, 1995), h.

9. 5 Tahia al-Ismail, The Life of Muhammad SAW: His Life Based on the Earliest Sources,

(london: Ta-Ha Publishers, 1995), h. 9

Page 15: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

3

Pernyataan Goldziher sebagaimana dikutip oleh Zafar Alam yang

mengatakan bangsa Arab Jahiliyah sebagai bangsa barbar yang liar, keras dan

kejam, mengindikasikan bahwa bangsa Arab sama sekali tidak mengenal nilai-nilai

moralitas dalam kehidupan mereka. Hal ini tentu saja menimbulkan sebuah

pertanyaan besar, benarkah bangsa Arab Jahiliyah sama sekali tidak menganut

nilai-nilai moralitas kemanusiaan?

Sungguh ironi ketika pernyataan-pernyataan tersebut kita konfrontir dengan

fakta lainnya. Berdasarkan fakta sejarah, bangsa Arab saat itu telah mengenal seni

sastra yang sangat indah, baik dari segi isi maupun gaya bahasa. Syair dalam sejarah

sastra Arab merupakan sebuah karya yang memiliki nilai seni yang sangat tinggi.

Syair digubah dengan irama yang selaras. Kesempurnaan performa syair Jahiliyah

ini membuat para ahli sejarah sastra Arab sulit menentukan kapan syair Jahiliyah

mulai muncul dalam tradisi masyarakat Arab. Menurut al-Iskandari dkk., biasanya

setiap ilmu atau suatu kreatifitas seni, muncul pertama kalinya dalam

ketidaksempurnaan dan banyak kekurangan yang kemudian secara perlahan-lahan

berproses menuju kesempurnaan, sedangkan syair Jahiliyah sampai ke tangan kita

dengan performa dan gaya bahasa yang matang dan sempurna, baik dari aspek

wazan (matra), lafaz, maupun maknanya.6 Syair sebagai karya sastra yang sulit dan

rumit ternyata telah lama berkembang di Jazirah Arab, sebagaimana berkembang

di kerajaan-kerajaan besar sekitarnya seperti Romawi dan Persia yang terkenal

dengan peradabannya yang sangat tinggi di masa itu.7

Sebelum datangnya agama Islam, syair adalah karya yang sangat digemari

oleh bangsa Arab. Syair bagi bangsa Arab merupakan ruh seluruh aspek kehidupan.

Syair –sebagaimana dinyatakan oleh Umar ibnu al-Khathâb- adalah pengetahuan

bangsa Arab dan tidak ada ilmu lain selain syair yang melebihi kebenarannya.8

Syair bagi masyarakat Arab adalah pola fikir, sikap, sejarah dan realitas kehidupan

mereka.9

6 Al-Iskandari dkk, al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, (tp: Maktabah al-Adab, tth), hal. 41 7 8 Badawi Thabâbah, Dirâsat fi al-Naqd al-Adabî, (Kairo: Maktabah al-Enjelo al-Mishriyah,

1965), cet. 4, hal. 43, dikutip dari Ibnu Salâm al-Jamahi, Thabaqât al-Syu’arâ, h. 17 9 Hal ini sejalan dengan pernyataan Plato dalam maha karyanya Republic sebagaimana

dikutip oleh Eric A. Havelock menyatakan tentang mitologi puisi bahwa ‘is a going through of what

has happened or is or will be (puisi adalah sebuah kenyatan yang mungkin telah terjadi, sedang

Page 16: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

4

Syair sebagai karya seni tentu saja tidak terlepas dari unsur emosi, imajinasi,

ide, dan gaya bahasa yang indah. Unsur-unsur ini tentu saja sulit diekspresikan oleh

masyarakat yang tidak memiliki memiliki rasa seni dan budaya yang tinggi. Jika

demikian, benarkah bangsa Arab Jahiliyah adalah bangsa yang benar-benar tidak

mengenal peradaban dan tidak mengenal nilai-nilai moralitas?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu suatu pembuktian dan analisis.

Melalui syair karya Zuhair ibnu abi Sulma seorang penyair sekaligus filsuf bangsa

Arab Jahiliyah,10 penulis akan mencoba mengungkap nilai-nilai moralitas yang

terdapat dalam kehidupan bangsa Arab pada masa Jahiliyah, baik nilai-nilai

moralitas yang bersifat individu, sosial, maupun ideologi.11

Sebelum pembahasan lebih lanjut, berikut ini contoh syair Zuhair ibn Abi

Sulma yang mengandung nilai-nilai moralitas sosial:

12على قومه يستغن عنه وي ذمم ذا فضل، ف يبخل بفضله ومن يك

Siapa yang memiliki kelebihan, lalu ia kikir dengan kelebihannya tersebut

kepada kaumnya, niscaya ia akan ditinggalkan dan dicela.

Karya sastra baik puisi maupun prosa biasanya dicipta oleh sang pengarang

bukan tanpa makna. Ada pesan khusus atau amanat yang biasanya ingin

disampaikan oleh penulis menyangkut ide dan pemikirannya tentang kehidupan,

baik yang bersifat individu, sosial, maupun ideologi.13

terjadi, atau akan terjadi). Eric A. Havelock, Preface to Plato, (New York: The Universal Library

Grosset & Dunlap, 1971), h. 236 10 Zuhair ibnu Abi Sulma penyair Arab masa Jahiliyah ayah dari Ka’ab ibnu Zuhair sahabat

Rasul SAW. Semasa hidupnya, ia banyak menggubah syair-syair hikmah yang mengajarkan nilai-

nilai moralitas kemananusiaan yang mungkin oleh sebagian orang dianggap tidak pernah ada. 11 Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan panldangan hidup pengarang dan

pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran yang ingin disampaikan kepada pembaca. Pesan ini

biasanya berbentuk petunjuk tentang hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti

sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi,

(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010), cet. 8, h, 321 12 Ali Fâ’ûr, Diwan Zuhair ibnuAbi Sulma, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1424

H/2003 M), h. 110 13 Menurut Burhan Nurgiyantoro, karya sastra digunakan untuk menyampaikan pesan

dengan pertimbangan bahwa pesan moral yang disampaikan lewat cerita fiksi akan sangat berbeda

efeknya dibanding yang lewat tulisan nonfiksi. Unsur imajinasi, emosi, serta gaya bahasa yang

mewarnai karya sastra, terkadang lebih mengena untuk dijadikan sebagai media informasi dan

penyampai pesan, jika dibanding dengan menggunakan gaya bahasa yang bersifat ilmiah. Burhan

Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University press, 2010), cet. Ke-

8, h. 321

Page 17: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

5

Pada bait syair di atas, tampak jelas pesan moral yang ingin disampaikan

oleh penyair, yaitu anjuran agar seseorang tidak bersifat kikir pada sesama,

terutama bagi mereka yang memiliki kelebihan. Kata fadl dalam kamus Lisan al-

‘Arab adalah lawan kata dari naqs (kurang) atau dengan kata lain kelebihan. Kata

fadl juga sama dengan kata fadîlah yang mengandung arti derajat yang tinggi.14

Diksi yang digunakan penyair tersebut jelas menyatakan bahwa kelebihan yang

harus dibagikan ke sesama itu bukan sebatas harta, namun lebih luas lagi, yakni

mencakup kelebihan dalam berbagai hal. Namun biasanya hal yang paling umum

yang terkait dengan kata bakhil adalah harta. Berdasarkan hal tersebut, jelas sekali

bahwa konsep dasar filantropi sosial sesungguhnya telah ada sejak zaman Jahiliyah.

Selain anjuran untuk bersifat dermawan, penyair selanjutnya juga

mengingatkan masyarakat dengan sanksi sosial yang mungkin diterima oleh

seseorang yang diberi kelebihan namun kikir. Ada dua sanksi yang disebutkan

penyair sebagai konsekuensi kekikiran, pertama ia tidak lagi dibutuhkan orang

(yustagna ‘anhu). Hal ini berarti ia akan dijauhi oleh komunitasnya sendiri. Kedua,

ia akan mendapat celaan atau gunjingan (yudzmam) dari masyarakat sebagai bentuk

sanksi moral. Jika demikian, lalu di manakah perbedaan nilai-nilai moralitas Islam

dan Jahiliyah?

Manusia dalam pandangan al-Qur’an adalah makhluk yang mulia (fî ahsan

taqwîm), (QS 95:4) diciptakan untuk semata-mata mengabdi kepadaNya. Di dalam

diri manusia terkandung suatu potensi pengetahuan kreatif serta kecondongan

kepada kebajikan moral, bahkan melebihi kualitas manusia sekalipun (QS 2:30; QS

18:50). Dengan potensi tersebut manusia mengemban tanggung jawab sebagai

khalifah Tuhan dengan misi utama menciptakan tatanan sosial yang bermoral di

muka bumi (QS 33:72). Dan bangsa Arab Jahiliyah, adalah manusia yang juga

diberi kesempurnaan akal dan fikiran yang tentu saja diberi potensi pengetahuan

kreatif serta kecondongan kepada kebajikan moral. Lalu di mana letak kekurangan

bangsa Arab Jahiliyah?

Pertanyaan-pertanyaan yang melengkapi hampir setiap paragraf yang

penulis sajikan ini, perlu suatu pembahasan yang mendalam, sehingga terjawab

secara meyakinkan apa yang dimaksud dengan nilai-nilai moralitas secara umum

14 Ibnu Manzur, Lisan al-‘Arab, (Beirut: Dar Sâdir, 1410 H/1990 M), jilid 11, h. 524

Page 18: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

6

dan bagaimana pula sudut pandang Islam terhadap nilai-nilai moralitas tersebut.

Berdasarkan hal tersebut, melalui pendekatan strukturalis genetik ini, penulis

bermaksud mengadakan sebuah penelitian tentang: TINJAUAN ISLAM

TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR JAHILIYAH

KARYA ZUHAIR IBNU ABI SULMA.

B. Permasalahan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, ada dua permasalahan yang

menjadi landasan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Nilai-nilai moralitas apa yang terkandung dalam syair-syair hikmah

Zuhair Ibnu Abi Sulma menurut sudut pandang teori strukturalis

genetik?

2. Bagaimanakah sudut pandang Islam terhadap nilai-nilai moralitas yang

dikemukakan oleh Zuhair ibnu Abi Sulma?

C. Hipotesis

Berdasarkan pengamatan sementara, terdapat dua hipotesa dalam penelitian

ini:

1. Adanya hubungan yang sangat kuat antara teks-teks syair yang digubah

oleh Zuhair Ibnu Abi Sulma dengan kehidupan sosial masyarakat Arab

Jahiliyah dan memberi pengaruh terhadap nilai-nilai keIslaman.

2. Pesan moral (amanat) yang terdapat dalam syair Jahiliyah karya Zuhair

Ibnu Abi Sulma mengandung nilai-nilai moralitas universal yang bisa

dijadikan pedoman dalam kehidupan sosial umat manusia.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengungkap pesan moral atau nilai-nilai moralitas yang terdapat dalam

syair Jahiliyah karya Zuhair Ibnu Abi Sulma.

2. Mengetahui sudut pandang Islam terhadap nilai-nilai moralitas yang

diajarkan oleh Zuhair Ibnu Abi Sulma, baik dalam kehidupan sosial,

politik maupun agama.

Page 19: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

7

E. Metode Penelitian

Skema di atas menggambarkan unsur pembangun karya sastra, yang tidak

terlepas dari unsur intrinsik dan ekstrinsik yang menjadi landasan teori strukturalis

genetik sebagai alat analisis penelitian ini.

Kajian strukturalis genetik adalah penelitian yang memandang karya sastra

dari dua unsur, yakni unsur intrinsik dan ekstrinsik.15 Unsur instrinsik adalah unsur

dalam atau batin yang membangun suatu karya sastra.16 Unsur intrinsik prosa dalam

beberapa hal tentu berbeda dengan unsur intrinsik puisi. Sebagai contoh, unsur

intrinsik novel terdiri dari tema, alur, setting, penokohan dan perwatakan, latar,

struktur, dan amanat (pesan moral). Sedangkan unsur intrinsik puisi terdiri dari

tema, rima, irama, tipografi, amanat, gaya bahasa, dan lain sebagainya sesuai

dengan karakteristik bahasa dan sastra yang digunakan.17 Adapun unsur ekstrinsik

sastra adalah unsur luar yang turut mempengaruhi terciptanya sebuah karya sastra,

seperti biografi pengarang, sejarah, dan budaya.18

Menurut teori strukturalis genetik, karya sastra tidak bisa berdiri sendiri

tanpa adanya saling keterkaitan antara unsur intrinsik dan ekstrinsik. Pesan moral

15 Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Widyatama,

2004), cet. 2, h. 56 16 Abdul Rozak Zaidan dkk, Kamus Istilah Sastra, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 89 17Dalam sastra Arab, unsur intrinsik puisi selain isi juga wazan dan qafiyah. 18 Abdul Rozak Zaidan dkk, Kamus Istilah Sastra, h. 67

Unsur Pembangun Karya Sastra (Prosa/puisi)

Unsur Ekstrinsik: biografi pengarang

sejarahsosial budaya politik

ekonomi, dll

Intrinsik:

tema

performa

gaya bahasa

amanat /pesan

Strukturalis

Genetik

Page 20: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

8

atau juga terkadang disebut dengan istilah amanat dalam teori sastra termasuk pada

unsur intrinsik. Oleh karena itu, kajian tentang nilai-nilai moralitas dalam syair

masuk pada kajian intrinsik sastra. Namun demikian, kajian ini tentu saja tidak bisa

dilepaskan dari unsur biografi penyair, sejarah dan budaya yang melatarbelakangi

lahirnya syair-syair tersebut. Oleh karena itu, penulis menganggap metode

strukturalis genetik adalah metode yang tepat untuk penelitian ini.

F. Sistematika Penulisan

Penelitian akan dilakukan berdasarkan sistematika penulisan sebagai

berikut:

Bab 1, Pendahuluan, meliputi latar, latar belakang masalah, permasalahan

penelitian, hipotesis, tujuan penelitian, manfaat dan kegunaan penelitian, landasan

teori dan kerangka konseptual, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab 2, metode penelitian yang akan digunakan oleh penulis, yaitu teori

strukturalis genetik dalam kajian sastra, meliputi kajian tentang unsur intrinsik dan

ekstrinsik sastra, pesan moral (amanat) dalam sastra, dan pesan moral (risalah al-

adab) dalam sastra Islam.

Bab 3, latar belakang sosial budaya bangsa Arab Pra Islam, meliputi adat

dan tradisi bangsa Arab Pra Islam, moralitas umum bangsa Arab Pra Islam, peran

sastra dalam kehidupan sosial bangsa Arab Pra Islam.

Bab 4, berbicara tentang sosok Zuhair Ibn Abi Sulma, meliputi riwayat

hidup Zuhair Ibnu Abi Sulma serta perannya dalam sastra Arab.

Bab 5, analisis nilai-nilai moralitas dalam syair Zuhair Ibn Abi Sulma,

termasuk di dalamnya nilai-nilai etika dan estetika sosial bangsa Arab, nilai-nilai

moralitas agama atau ideology bangsa Arab, nilai-nilai moralitas politik bangsa

Arab, serta sudut pandang Islam Terhadap nilai-nilai moralitas tersebut.

Bab 6, penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran penulis.

Page 21: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

9

BAB II

STRUKTURALIS GENETIK DALAM KAJIAN SASTRA

A. Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Sastra

Ketika berbicara tentang teori strukturalis genetik, berarti kita sedang

membahas 2 (dua) unsur yang membangun sebuah karya sastra yang satu sama lain

saling terkait dan tidak dapat dipisahkan, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur

intrinsic adalah unsur-unsur yang membangun ciptasastra dari dalam19, atau dengan

kata lain struktur dalam yang membangun sebuah karangan.20 Di dalam kajian

sastra Arab disebut dengan al-anâshir al-dâkhiliyyah. Adapun unsur ektrinsik

adalah unsur-unsur luar yang mempengaruhi proses penciptaan suatu karya sastra,

seperti faktor social, politik, ekonomi, pendidikan, agama dan lain

sebagainya.21Dalam Bahasa Arab disebut dengan al-anâshir al-khârijiyyah.

a. Definisi puisi dan syair

Secara umum, teori-teori sastra pada dasarnya adalah sama, namun

demikian setiap bangsa, memiliki karya sastra dengan karakteristik tersendiri yang

tidak dimiliki oleh bangsa lainnya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, penulis

tidak akanlepas dari konteks sastra Arab, baik dari segi teori maupun analisis.

Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa kajian ini terkait dengan unsur

dalam dan luar sebuah karya sastra. Untuk memahami kedua unsur tersebut, perlu

dipahami terlebih dahulu pengertian puisi dan syair Arab. Ada banyak definisi puisi

yang dikutip oleh Hanry Tarigan dalam bukunya Prinsip-prinsip Dasar Sastra, di

antaranya dari Watts-Dunton yang mendefinisikan puisi (poetry) sebagai “ekspresi

yang konkrit dan bersifat artistik dari pikiran manusia dalam Bahasa emosional dan

berirama”. Definisi yang lebih sempit dikutip Tarigan dari Ensiklopedi Indonesia

N-Z yang menyatakan bahwa puisi adalah hasil seni sastra yang kata-katanya

disusun menurut syarat-syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak, dan kata-

kata kiasan.22

19 Mursal Esten, Kesusastraan: Pengantar teori & Sejarah, Bandung: Angkasa, 2000, h.

20 20 Tim Penyusun, Ensiklopedia Sastra Indonesia, Bandung: Angkasa, 2007, h. 359 21 Lihat Mursal Esten, Kesusastraan: Pengantar teori & Sejarah, h. 20 22 Berbagai definisi puisi dengan segala perbedaannya lih. Henry Guntur Tarigan, Prinsip-

prinsip Dasar Sastra, Bandung: Angkasa, 1984, h. 3-8

Page 22: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

10

Selain kata puisi, dalam sastra Indonesia juga mengenal istilah syair. Kata

syair yang ada dalam Bahasa Indonesia, sesungguhnya merupakan serapan dari kata

al-syi’r yang ada dalam sastra Arab. Namun untuk memudahkan penyebutan,

penulis menggunakan kata syair dalam kajian ini. Definisi syair yang paling

terkenal adalah al-kalam al-mauzun al-muqaffa yaitu untaian kata yang berpola

(mauzun) dan berirama (muqaffa).23 Menurut Ahmad al-Iskandari dkk, ada 2 (dua)

unsur yang melekat dalam syair, pertama mempengaruhi rasa, kedua menggunakan

pola-pola khusus (wazan). Berdasarkan hal tersebut, definisi syair yang paling

dekat adalah untaian kata (kalam) berpola dan berirama bersumber dari rasa dan

mempengaruhi perasaan.24

b. Unsur-unsur intrinsik puisi dan syair

Secara umum, unsur intrinsik puisi dibagi ke dalam 2 (dua) bagian, yaitu isi

dan bentuk. Ada juga yang menyebutnya dengan struktur dalam untuk isi dan

struktur luar untuk bentuk.Kandungan puisi terkait erat dengan diksi atau pilihan

kata yang digunakan oleh penyair agar pesan atau amanat yang ingin disampaikan

oleh penyair sampai kepada audiens. Oleh karena itu, secara singkat yang dimaksud

dengan struktur dalam puisi adalah pesan atau makna imajinatif, makna emosional

(perasaan), dan makna logis dari sebuah puisi.25

Isi puisi adalah tema dan amanat. Tema adalah sesuatu yang menjadi pikiran

dan menjadi persoalan bagi pengarang. Tema merupakan persoalan yang

diungkapkan dalam sebuah karya sastra. Ia masih bersifat netral dan belum

memiliki tendensi. Pemecahan masalah yang ada dalam tema dinamakan dengan

amanat. Di dalam amanat terlihat pandangan hidup dan cita-cita pengarang. Amanat

dapat diungkapkan secara eksplisit ataupun implisit.26

Adapun yang termasuk ke dalam struktur luar atau bentukpuisi yaitu

musikalitas, korespondensi dan gaya Bahasa. Unsur musikalitas adalah unsur

bunyi, irama, atau music dari sebuah puisi. Korespondensi adalah hubungan antara

satu larik dengan larik lainnya. Gaya Bahasa adalah Bahasa yang digunakan oleh

23 Ahmad al-Iskandari, al-Wasith fi al- Adab al-Arabi wa Tarikhihi, Mesir: Dar al-Ma’arif,

tth, h. 42 24 Al-Iskandari dkk, al-Mufashal fi Tarikh al-Adab al-Arabi, tp: Maktabah al-Adab, tth, h.

38 25 Herman J. Waluyo, Teori dan Apresiasi Puisi, (Jakarta: Erlangga, 1987), h. 8-15 26 Mursal Esten, Kesusastraan: Pengantar teori & Sejarah, h. 22

Page 23: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

11

pengarang untuk mengekspresikan imajinasi dan emosinya saat menggubah puisi

agar mampu mempengaruhi pembacanya. Gaya Bahasa yang banyak digunakan

dalam puisi di antaranya, metafora, personifikasi, paradoks, simbolik dan

hiperbola.27

Henry Tarigan lebih suka menyebut unsur intrinsik puisi ini dengan istilah

hakekat puisi. Menurut I.A Richards, sebagaimana dikutip oleh Tarigan dari

Morris, hakekat puisi ada 4 (empat), yaitu:

1. Tema; makna (sense);

2. Rasa (feeling);

3. Nada (tone); dan

4. Amanat;tujuan; maksud (intension)28

Lalu bagaimanakah dengan struktur pembangun syair Arab? Apakah sama

dengan puisi? Pada hakekatnya, baik puisi maupun syair Arab, secara umum

memiliki unsur pembangun yang sama. Ahmad al- Iskandari dan Mushtafa ‘Inani

menyebutkan sebanyak 4 (empat) unsur pembangun syair, yaitu:

1. Agradh, yaitu tujuan. Tujuan ini mirip dengan tema dalam struktur puisi.

Ada beberapa tema yang digemari oleh penyair Arab, di antaranya nasib29,

fakhr30, madh31, ritsa32, hija’33, I’tidzar34, washf35, dan hikmah36.

27 Mursal Esten, Kesusastraan: Pengantar teori & Sejarah, h. 24-25 28 Henry Guntur Tarigan, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, h. 9-10 29 Syair yang dibuat untuk memuji perempuan secara khusus dengan segala kebaikannya,

dan mengenang kebersamaan dengannya. Ahmad al-Iskandari, al-Wasith fi al- Adab al-Arabi wa

Tarikhihi, h. 46 30 Syair yang dibuat untuk membanggakan diri, kelompok, keluarga, kabilah, dan lainnya.

Ahmad al-Iskandari, al-Wasith fi al- Adab al-Arabi wa Tarikhihi, h. 47 31 Syair yang dibuat untuk memuji seseorang atau kelompok, dari keberaniannya,

kedermawanannya, dan kebaikan lainnya. Ahmad al-Iskandari, al-Wasith fi al- Adab al-Arabi wa

Tarikhihi, h. 48 32 Syair yang dibuat untuk meratapi dan menangisi seseorang atau kelompok saat

mendapatkan musibah. Ahmad al-Iskandari, al-Wasith fi al- Adab al-Arabi wa Tarikhihi, h. 48 33 Syair yang digunakan untuk menghina dan mengejek seseorang atau kelompok dengan

mengungkapkan keburukan-keburukannya. Ahmad al-Iskandari, al-Wasith fi al- Adab al-Arabi wa

Tarikhihi, h. 48 34 Syair yang digunakan untuk memohon maaf atau pengampunan kepada seseorang atau

kelompok. Ahmad al-Iskandari, al-Wasith fi al- Adab al-Arabi wa Tarikhihi, h. 48 35 Syair yang digunakan untuk menggambar suatu hal atau peristiwa. Ahmad al-Iskandari,

al-Wasith fi al- Adab al-Arabi wa Tarikhihi, h. 48 36 Syair yang digunakan untuk menasihati dan mengajarkan nilai-nilai kebajikan. Melalui

syair ta’lim dan hikmah inilah biasanya nilai-nilai moralitas disampaikan oleh penyair dengan

Bahasa yang indah, menarik, dan menyentuh. Ahmad al-Iskandari, al-Wasith fi al- Adab al-Arabi

wa Tarikhihi, h.16

Page 24: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

12

2. Ma’ani wa akhilah. Ma’ani adalah makna, sedangkan akhilah atau khayal

adalah imajinasi. Ma’ani dalam puisi sama dengan kandungan atau amanat

yang ingin disampaikan oleh penyair. Sedangkan khayal erat hubungannya

dengan unsur yang ketiga yaitu gaya Bahasa.

3. Uslub wa alfazh. Uslub adalah gaya bahasa, sedangkan alfazh adalah diksi

atau pilihan kata. Gaya Bahasa dan diksi erat kaitannya dengan imajinasi.

Imajinasi dalam syair biasanya disampaikan dengan gaya bahasa khas,

seperti menggunakan isti’arah (metafora), tasybih (perumpamaan), majas

dan kinayah. Pemilihan kata yang tepat dan juga gaya Bahasa yang indah

dalam syair, mampu mempengaruhi emosi dan perasaan pendengarnya.

4. Wazan dan qâfiyah. Wazan yaitu kumpulan taf’ilah yang terdapat pada bait

syair yang telah ditentukan oleh kaidah-kaidah ilmu Arudh.37Wazan

dinamakan juga dengan bahar atau al-buhûr al-syi’riyah, yakni bentuk-

bentuk pola irama yang membentuk corak musik yang beranekaragam

dalam syair Arab.38Wazan di dalam syair arab erat hubungannya dengan

irama musik.39Adapun qafiyah adalah lafaz terakhir pada bait syair, yang

dihitung dari huruf akhir bait sampai dengan huruf hidup sebelum huruf

mati yang ada di antara keduanya.40Abdurridha Ali mendefinisikan qafiyah

secara modern, yaitu bunyi-bunyian yang membentuk irama musik yang

didendangkan oleh penyair di bait pertama dan diulang kembali pada akhir

bait.41Wazan dan qafiyah yang biasanya diterjemahkan ke dalam bahasa

Inggris dengan istilah rhyme dan metre42atau dalam bahasa Indonesia

disebut dengan rima dan matra.Berdasarkan hal tersebut wazan dan qafiyah

pada dasarnya masuk ke dalam struktur luar atau bentuk yang dalam puisi

yang disebut dengan irama atau nada.

37 . al-Mu’jam al-Mufashshal fi ‘Ilm al-Arudh, hal. 458 38 . Ibrahim Anis, Musiqâ al-Syi’r, hal. 50 39 Keterkaitan wazan dan qafiyah dengan irama music dibahas secara khusus di antaranya

oleh Abduridho Ali dalam buku Musiqa al-Syi’r al-Arabi Qadimah wa Haditsah (Irama syair Arab:

Klasik dan modern) 40al-Mu’jam al-Mufashshal fi ‘Ilm al-Arudh, h. 41Abduridho Ali, Musiqa al-Syi’r al-Arabi Qadimah wa Haditsah, Oman: Dar al-Syuruq,

1997, h. 168 42 . lih. Roger Allen, an Introduction to Arabic Literature, Cambridge: University Press,

2004, 74

Page 25: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

13

Istilah-istilah yang terdapat pada wazan dan qafiyah tersebut, selanjutnya

turut menentukan jenis dan corak syair Arab dari aspek bentuk. Untuk itu, syair

Arab dari segi bentuk terbagi ke dalam tiga aliran, yaitu:

1. Syair multazim (klasik/tradisional), yaitu syair yang terikat dengan aturan

wazan dan qâfiyah.

2. Syair mursal atau muthlaq,yaitu syair yang terikat dengan satuan irama atau

taf’ilah, namun tidak terikat oleh wazan dan qafiyah.

. Sebagai contoh, syi’ir Ahmad Faris al-Syidyaq berikut ini:

وصل ميضى كأمنا هو ساعة ساعة البعد عنك شهر وعام ال

وت نج مى لن ج وم ذى ت فليك م الل يل الط ويل صبابة أت نج

رن البدر املنري حمي ك ويف ق من القلب إن هب ت الصبا 43ي ذك

Rangkaian syi’ir tersebut terdiri dari, bait pertama berdasarkan pada bahr

khafif, bait kedua bahr kamil, dan bait ketiga adalah bahr thawil.

3. Syair mantsûr atau syair hurr (puisi bebas), yaitu syair yang bebas dari

segala bentuk kaidah ilmu arudl.Syair kontemporer banyak menggunakan

metode ini dalam penggubahannya. Corak ini saat ini sangat digemari dan

dianggap lebih mudah karena tidak dibatasi oleh kaidah-kaidah tertentu

seperti ilmu Arudh, atau bahkan taf’ilah sekalipun. Selain itu, karena tidak

adanya aturan dalam bentuk, syair ini lebih demokratis dan akomodatif

dalam mengilustrasikan kata-kata. Namun demikian syair dalam bentuk ini

terkadang tidak dianggap sebagai bagian dari syair Arab, karena sudah

terkontaminasi oleh sastra Barat, dan dianggap ikut berperan

menghilangkan karakteristik syair Arab murni yang menjadi ciri khas

bangsa Arab. Contohnya syair kontemporer karya Qassim Haddad berikut

ini:

43 . al-Mu’jam al-Mufashshal fi Ilm al-‘Arudh wa al-Qafiyah wa funun al-Syi’r, hal. 286

Page 26: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

14

...فدخلت دخلت وسرت مجيع األوقات معا

وشعرت بأن بدء مل يبدأ صرت نطفة

سرت جنينا طفال ورجال الكهل الشائخ سرت

كأن مل أولد بعد.....44

Syair tersebut tampak jelas, sudah membebaskan diri dari segala ikatan syair

klasik dan syair mursal, dan tidak ada bedanya dengan puisi-puisi di negara lain,

selain bahasanya.

Demikianlah beberapa pembahasan yang terkait dengan unsur-unsur

intrinsik dalam puisi atau syair. Di dalam kajian strukturalis genetic, unsur-unsur

intrinsic tersebut merupakan bagian penting yang tidak terpisahkan di samping

unsur-unsur ekstrinsik.

c. Unsur ekstrinsik sastra

Sebagaimana disebut di atas, bahwa unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur

luar yang mempengaruhi proses pembuatan sebuah karya sastra, seperti social,

politik, ekonomi, agama, budaya, adat istiadat dan lain sebagainya. Namun

demikian, menurut mursal esten, bila kajian terlalu menekankan pada unsur

ekstrinsik, tidak lagi disebut dengan kajian sastra, tetapi berubah menjadi kajian

politik, ekonomi, social, dan lain sebagainnya.

Dalam Ensiklopedi Sastra Indonesia disebutkan bahwa unsur ekstrinsik

karya sastra dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu unsur ekstrinsik utama dan

unsur ekstrinsik penunjang. Unsur ekstrinsik utama adalah pengarang. Dari unsur

pengarang, sebuah karya sastra dapat ditelusuri hal-hal yang berkaitan dengan

kepekaan, imajinasi, inteletualitas, dan pandangan hidup pengarang. Adapun unsur

ekstrinsik penunjang yaitu norma-norma, ideologi, tatanilai, konvensi budaya,

44 . data diperoleh dari http: www. Jehat al-syi’r

Page 27: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

15

konvensi sastra, dan konvensi Bahasa. Kedua unsur ekstrinsik tersebut dapat

ditelusuri melalui karya sastra.45

d. Posisi strukturalis genetik

Setelah penulis membahas tentang unsur intrinsik dan ekstrinsik sastra, lalu

apa sebenarnya yang dimaksud dengan strukturalis genetik, dan apa hubungannya

dengan unsur instrinsik dan ekstrinsik karya sastra?

Secara bahasa struktur berarti bangun, bentuk, desain, konstruksi, format,

gatra, rupa, system, tata, wujud, komposisi, morfologi, susunan, tekstur.46 Keunikan

yang terdapat dalam unsur-unsur intrinsik karya sastra -sebagaimana telah dibahas

sebelumnya- menarik perhatian para peneliti, sehingga lahirlah teori strukturalisme

(al-bina’iyyah). Sebuah teori yang memandang bahwa kritik sastra harus berpusat

pada karya sastra itu sendiri, tanpa memperhatikan sastrawan sebagai pencipta dan

pembaca sebagai penikmat, maupun usur-unsur ekstrinsik lainnya, seperti biografi,

psikologi, sosiologi dan sejarah yang mempengaruhinya.47

Kritik sastra structural adalah kritik objektif yang menekankan aspek

instrinsik karya sastra. Untuk itu yang menentukan nilai estetika sebuah karya sastra

tidak sebatas keindahan Bahasa, namun juga relasi antar unsur intrinsic. Unsur-

unsur itu dilihat sebagai sebuah artefak (benda seni) yang terdiri dari unsur-unsur.

Prosa terdiri dari tema, plot, latar, tokoh, gaya Bahasa, dan amanat. Sedangkan puisi

terdiri dari tema, gaya Bahasa, imajinasi, ritme atau irama, rima, diksi, symbol, dan

amanat. Semua unsur tersebut dari kacamata teori strukturalisme terjalin satu

dengan yang lainnya dengan rapi dan memiliki interrelasi dan saling

ketergantungan.48

Terfokusnya kritik sastra pada unsur-unsur intrinsik, memicu munculnya

teori baru yang merasa tidak puas dengan teori strukturalis. Teori strukturalis

dianggap tidak memperdulikan unsur-unsur lain yang mempengaruhi lahirnya

sebuah karya sastra, seperti biografi pengarang, geografi, sejarah, serta aspek-aspek

social lainnya.

45 Tim Penyusun, Ensiklopedia Sastra Indonesia, h. 245 46 Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia, h. 613 47 Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern, (Jakarta: PT RajaGrafindo

Persada, 2009), h. 183 48 Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern,h. 184

Page 28: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

16

Kekurangan yang terdapat pada teori strukturalisme murni ini, memicu

lahirnya teori-teori strukturalisme revisi di antaranya muncul dari sosiolog Marxis

Lucien Goldman dan George Lukacs yang mengembangkan teori baru yang disebut

dengan strukturalis genetic, yaitu strukturalisme yang berorientasi pada unsur

genetic (social) yang mempengaruhi lahirnya karya sastra. Dengan demikian,

strukturalisme genetic menjadi suatu teori kritik yang menghubungkan struktur

sastra dengan struktur masyarakat melalui ideology atau cara pandang yang

diekspresikan, baik yang berbentuk gagasan-gagasan, inspirasi, dan perasaan-

perasaan yang menyatukan anggota kelompok social tertentu, sebagai hasil dari

situasi social, politik dan ekonomi yang dihadapi secara kolektif. Ideology yang

berpengaruh besar terhadap kehidupan mereka.49Dr. Wa’il Sayyid Abdurrahim

menyebut istilah strukturalis genetik dalam Bahasa Arab dengan al-bunyawiyah al-

takwiniyyah.50

Ada 3 hal yang membedakan strukturalisme genetic dengan kritik sosiologi

sastra. Strukturalisme genetic harus meliputi 3 hal, yaitu aspek intrinsic teks sastra,

latar belakang pencipta, dan latar belakang social budaya dan sejarah masyarakat

saat lahirnya karya sastra. Di sisi lain, sosiologi sastra tidak mementingkan kajian

unsur-unsur intrinsic. 51

Penelitian strukturalis genetik, memandang karya sastra dari dua sudut

pandang, yaitu intrinsic dan ekstrinsik. Studi diawali dari kajian unsur instrinsik

sebagai data dasar. Selanjutnya, unsur intrinsic tersebut dihubungkan dengan

dengan unsur-unsur ekstrinsik yang mempengaruhinya yang merupakan realitas

dari masyarakat tempat karya sastra tersebut lahir.

Menurut Suwardi Endraswara, karya sastra dipandang sebagai sebuah

refleksi jaman yang dapat mengungkapkan aspek social, budaya, politik ekonomi,

dan sebagainya. Peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di zaman lahirnya karya

49Wa’il Sayyid Abdurrohim, Talaqqi al-Bunyawiyah fi al-Naqd al-Arabi, Jami’ah Helon:

Darul ilmi wa al- Iman, 2009, h. 86. Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern,h.

188 50 Wa’il Sayyid Abdurrohim, Talaqqi al-Bunyawiyah fi al-Naqd al-Arabi, h. 86 51 Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern, h. 188

Page 29: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

17

sastra tersebut akan dihubungkan langsung dengan unsur-unsur intrinsic karya

sastra.52

Itulah sekilas pembahasan tentang unsur intrinsik dan ekstrinsik karya sastra

serta posisi teori strukturalis genetik dalam kritik sastra. Teori ini selanjutnya akan

digunakan untuk mengkaji syair hikmah karya Zuhair Ibnu Abi Sulma, dari sudut

pandang nilai-nilai moralitas yang terkandung di dalamnya.

B. Makna Nilai-nilai Moralitas

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bahwa amanat (pesan moral)dalam

karya sastra sebagai bagian dari instrinsik sastra. Pesan moral atau amanat yang

ingin disampaikan oleh penulis merupakan bagian dari kandungan atau isi karya

sastra yang diharapkan mampu mempengaruhi pembacanya.

Menurut Mursal Esten, ciptasastra yang indah, bukan semata karena

bahasanya yang mengalun-alun dan penuh irama, namun ia harus dilihat secara

keseluruhan dari tema, amanat, maupun strukturnya, serta nilai-nilai yang

terkandung di dalamnya. Menurut Mursal ada beberapa nilai yang harus dimiliki

oleh sebuah ciptasastra, yaitu nilai-nilai estetika, nilai-nilai moral, dan nilai-nilai

yang bersifat konsepsionil. Ketiga nilai tersebut satu sama lain saling terkait dan

tidak bisa dipisahkan. Maka sesuatu yang estetis adalah sesuatu yang memiliki

nilai-nilai moral. Tidak ada keindahan tanpa moral. Moral bukan sekedar sopan

santun, namun ia adalah nilai yang berpangkal dari nilai-nilai luhur kemanusiaan.

Tentang nilai-nilai yang baik dan buruk yang universal.53

Novel-novel yang ditulis oleh Nawal el- Sa’dawi, misalnya, sarat dengan

pesan moral tentang perjuangan dan upaya kaum perempuan untuk melepaskan diri

dari segala macam bentuk penindasan, dan menyeru kaum laki-laki, bahwa

perempuan adalah makhluk yang sama yang harus diperlakukan dengan adil.

Begitu pula halnya dengan puisi atau syair, kata yang singkat dan padat

sebagai ciri khas puisi, di dalamnya sarat dengan amanat yang ingin disampaikan,

bahkan pada sebagian puisi, amanat tersebut dapat dirasakan dari setiap bait yang

digubah oleh sang penyair.

52 Suwardi Endraswara, Metode Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Widyatama,

2004), H. 56 53 Mursal Esten, Kesusteraan: pengantar Teori & Sejarah, h. 7-8

Page 30: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

18

Untuk itu, hal-hal yang terkait dengan nilai dan moralitas perlu dibahas

secara khusus, untuk dijadikan sebagai landasan dalam menganalisis nilai-nilai

moralitas atau amanat yang terkandung dalam syair Zuhair Ibnu Abi Sulma.

a. Pengertian Nilai

Nilai secara bahasa diartikan dengan 1) angka, biji, ponten, skor, kredit,

poin, 2) harga, harkat, kadar, martabat, taraf, bobot, jenis, kualitas, mutu 3) adab,

etik, kultur, norma, pandangan hidup, sila (sangsakerta) 4) arti, makna, faedah,

kegunaan, manfaat, profit. Bernilai berarti: 1) berharga, berfaedah, berguna,

bermanfaat, produktif, 2) berbobot, berkualitas, dan bermutu.54 Secara bahasa, kata

nilai dalam bahasa Arab disebut dengan qiyam sebagai bentuk jamak dari qîmah.

Ibnu Manzhur memaknai qiyam dengan tsaman al-syai bi al-taqwîm atau harga

sesuatu berdasarkan penghargaan.55

Untuk itu, nilai keagamaan menurut KBIH adalah konsep mengenai

penghargaan tinggi yang diberikan oleh warga masyarakat kepada beberapa

masalah pokok dalam kehidupan keagamaan yang bersifat suci sehingga dijadikan

pedoman bagi tingkah laku keagamaan warga masyarakat bersangkutan.56

Di dalam bahasa Inggris, nilai disebut dengan value. Secara umum kata

value (nilai) merujuk pada sesuatu yang bernilai atau berharga, bisa berbentuk

objek atau peristiwa, bisa orang atau perbuatan, ide atau kebiasaan. Teori nilai, atau

aksiologi, adalah sebuah pendekatan di mana nilai sebagai kategori umum dijadikan

sebagai obyek utama dalam analisis filosofis pemikiran Barat pada abad 19 yang

kemudian berkembang di abad 20. Di antara para ahli teori nilai terkemuka Bernard

Bosanquet, JNFindlay, Alexius Meinong, dan Max Scheler di Eropa. Alejandro

Korn di Amerika latin, dan C.I. Lewis, Ralph Barton Perry, John Dewey, dan

Stephen Lada di Amerika Serikat.57

Menurut Syatori Isma’il, dalam memahami makna nilai, terbagi ke dalam

tiga kelompok, pertama kelompok yang mengartikan nilai sebagai aturan-aturan

yang dijadikan sebagai tolak ukur, kedua, sesuatu yang tercermin dari tingkah laku

54 Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,

2009, cet. 3, h. 429 55 Ibnu Manzhur, Lisȃn al- Arab, Beirut: Dar shadir, 1990 m/1410 h, jilid 12, h. 500 56 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia,h. 690 57 J. Wentzel Vrede van Huyssteen (editor in Chief), Enchylopedia of Science and Religion,

Detroit,New York, dll: GALE, 2003, v. 2, h. lih. foto

Page 31: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

19

seseorang, dan ketiga pendapat yang menggabungkan keduanya.58 Maka menurut

Ibrahim Ibnu Nasher, al-qiyam (nilai) adalah seperangkat norma atau prinsip-

prinsip dasar yang luhur yang dijadikan oleh manusia sebagai pedoman perbuatan

mereka dalam menghakimi tindakan lahir dan batin mereka.59

b. Pengertian Moral

Secara bahasa, moral dimaknai dengan: 1) adab, akhlak, budi pekerti, etik,

kehormatan, kejujuran, kesusilaan, pandangan hidup, sila (skt), tata susila, 2) batin,

mental 3) amanat, iktibar (ar), makna, pelajaran, pesan. Bermoral berarti beradab,

berbudi, bersusila, elegan, tahu adat/etiket, sopan. Moralitas mengandung arti

etika, integritas, kebaikan dan kebajikan.60

Dalam bahasa Arab, kata moral disebut dengan akhlaq yang merupakan

bentuk jamak dari kata khuluq.61 Ibnu Manzhur mengartikan kata al-khuluq dengan

al-sajiyyah atau karakter.62 Berdasarkan hal ini, al-Ghazali mendefinisikan kata

akhlak dengan suatu tindakan yang dilakukan secara spontan tanpa perlu pemikiran

lagi. Oleh karena itu, al-Ghazali membagi akhlak ke dalam 2 bagian, yaitu akhlak

terpuji (al-akhlaq al-mahmudah) dan akhlak tercela (al-akhlaq al-sayyiah).63

Ibnu Qayyim al-Jauziyyah mendefinisikan akhlak dengan sebuah tindakan

yang bersumber dari pengetahuan yang benar, hasrat yang tulus, ekspresi lahir dan

batin, sejalan dengan keadilan dan kebijaksanaan, bermanfaat, serta perkataan yang

benar.64

58 Ahmad Syatori Ismail, Ghars al-Qiyam al-Akhlaqiyyah min Khilal al-Kutub al-

Madrasiyyah wa al-Adabiyyah, Proceeding of International Seminar on Cultural Values as a Basis

for Character Building, Jakarta: Tarjamah Center, 2013 dikutip Dhiya’uddin Zahir, 1995, h. 18). 59 Khairan Muhammad ‘Arif, al-Qiyam al-Akhlaqiyyah ‘Inda Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah,

Proceeding of International Seminar on Cultural Values as a Basis for Character Building, Jakarta:

Tarjamah Center, 2013 dikutip dari Ibrahim ibn Nasher al-Hamud, http://www.al-

jazirah.com/2011/20110924/ar3.htm 60 Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia, h. 418 61 Kata akhlak dalah bahasa Indonesia merupakan serapan dari bahasa arab tanpa ada

perubahan. 62 Ibnu Manzhur, Lisan al- Arab, Beirut: Dar shadir, 1990 m/1410 h, jilid 12, h.86 63 Khairan Muhammad ‘Arif, al-Qiyam al-Akhlaqiyyah ‘Inda Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah,

Proceeding of International Seminar on Cultural Values as a Basis for Character Building, Jakarta:

Tarjamah Center, 2013 dikutip dari Abu Hamid al-Ghazali, Ihya ulum al-Din, Kairo: Maktabah al-

Iman,1996, cet. 1, J. 3, h. 77 64 Khairan Muhammad ‘Arif, al-Qiyam al-Akhlaqiyyah ‘Inda Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah,

Proceeding of International Seminar on Cultural Values as a Basis for Character Building, Jakarta:

Tarjamah Center, 2013 dikutip dari Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Al-Tibyan fi Aqsam al-Qur’an,

Kairo: Maktabah al-Mutanabbi, tth, h. 144

Page 32: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

20

Moral dalam bahasa lain disebut juga dengan etika. Etika adalah cabang

filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan perilaku

manusia dalam hidupnya. Etika adalah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai

dan norma moral yang menentukan dan terwujud dalam sikap dan pola perilaku

hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok. Menurut Magnis

Suseno, etika adalah ilmu bukan dan bukan sebuah ajaran. Dan yang memberi

norma tentang bagaimana kita harus hidup adalah moralitas. 65

Moralitas adalah system nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara

baik sebagai manusia. Sistem nilai ini terkandung dalam ajaran berbentuk petuah-

petuah, nasihat, wejangan, peraturan, perintah dan semacamnya yang diwariskan

secara turun temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu tentang bagaimana

manusia harus hidup secara baik agar ia benar-benar menjadi manusia yang baik.

Moral menyangkut kebaikan. Orang yang tidak baik juga disebut dengan

orang yang tidak bermoral, atau kurang bermoral. Secara singkat kita bisa

menyamakan moral dengan kebaikan orang atau kebaikan manusiawi. Purwa

Hadiwardoyo, membagi moral social ke dalam beberapa bagian, yaitu ideology,

politik, ekonomi, social, kebudayaan, pertahanan dan keamanan, serta pekerjaan

dan profesi.66

Dengan demikian yang dimaksud dengan nilai-nilai moralitas adalah

prinsip-prinsip dasar yang dijadikan sebagai pedoman hidup oleh seseorang dalam

berperilaku.67

c. Ukuran Baik dan Buruk

Moralitas merupakan tradisi kepercayaan dalam agama atau kebudayaan,

tentang perilaku yang baik dan buruk. Moralitas memberi manusia aturan atau

petunjuk konkret tentang bagaimana ia harus hidup, bagaimana ia harus bertindak

dalam hidup ini sebagai manusia yang baik, dan bagaimana menghindari perilaku-

perilaku yang tidak baik.68

65 Burhanuddin Salam, Etika Sosial: Asas moral dalam kehidupan manusia, Jakarta:

Rineka Cipta, 2002, h. 1 66 Al. Purwa Hadiwardoyo, Moral dan Masalahnya, Yogyakarta: Kanisius, 1990, h. 74-94 67 Khairan Muhammad ‘Arif, al-Qiyam al-Akhlaqiyyah ‘Inda Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah,

Proceeding of International Seminar on Cultural Values as a Basis for Character Building, Jakarta:

Tarjamah Center, 2013 dikutip dari Ibrahim ibn Nasher al-Hamud,

http://www.al.Jazirah.com/2011/20110924/ae3.htm. 68 Burhanuddin Salam, Etika Sosial: Asas moral dalam kehidupan manusia, h. 3

Page 33: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

21

Lalu apakah ukuran baik dan buruk itu? Dalam filsafat etika, disebutkan

bahwa baik dan buruk diukur dengan standarisasi umum yang berlaku bagi semua

manusia dan tidak hanya berlaku bagi sebagian manusia.

Secara garis besar tolak ukur ini dibagi ke dalam dua teori, yaitu teori-teori

deontologis dan teleologis. Deontologis mengukur baik buruk suatu perbuatan

menggunakan standar perbuatan dan aturan dirinya sendiri, sedangkan teleologis

teori yang mengukur baik buruk suatu perbuatan dari akibat-akibat yang

ditimbulkan.69

Istilah deontologi berasal dari kata Yunani yang berarti “kewajiban” (duty).

Karena itu, etika deontologi menekankan kewajiban manusia untuk bertindak

secara baik. Menurut etika deontology, suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan

dibenarkan berdasarkan akibat dan tujuan baik dari tindakan tersebut, melainkan

sebagai tindakan itu sendiri sebagai baik pada dirinya sendiri.70

Etika teleologis justru mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan

tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang

ditimbulkan oleh tindakan itu. Suatu tindakan dinilai baik, kalau tujuan atau akibat

yang ditimbulkannya baik.71

Karena teori teleologis mengukur etika berdasarkan tujuan dan akibat, maka

teori ini terbagi menjadi dua aliran, yaitu egoism dan unilitarianisme. Menurut

aliran Egoisme, suatu tindakan dapat dinilai baik, bila memberi manfaat bagi

kepentingan dirinya, atau kepada akunya. Oleh karena itu, orang yang seperti ini

disebut egois. Adapun aliran unilitarianisme sesuai dengan artinya yaitu kegunaan,

menilai baik atau tidak suatu perbuatan, susila atau tidaknya sesuatu, ditinjau dari

segi kegunaan atau faedah yang dihasilkan.72

Kalau egoism menilai baik atau buruknya suatu tindakan berdasarkan baik

atau buruknya tujuan dan akibatnya bagi diri sendiri, maka unilitarianisme menilai

baik atau buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan dan akibat dari tindakan itu

bagi sebanyak mungkin orang. Oleh karena itu, teori etika ini disebut juga dengan

universalisme etis. Universalisme, karena menekankan akibat baik yang berguna

69 Burhanuddin Salam, Etika Sosial: Asas moral dalam kehidupan manusia, h. 67 70 Burhanuddin Salam, Etika Sosial: Asas moral dalam kehidupan manusia, h. 68 71 Burhanuddin Salam, Etika Sosial: Asas moral dalam kehidupan manusia, h. 71-72 72 Burhanuddin Salam, Etika Sosial: Asas moral dalam kehidupan manusia, h.72-76

Page 34: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

22

bagi sebanyak mungkin orang, etis karena menekankan akibat yang baik. Sejalan

dengan itu, tujuan dari tindakan kita yang bermoral adalah untuk mengusahakan

kesejateraan manusia sebanyak mungkin yang memperkecil kerugian dan

memperbesar manfaat. 73

Menurut teori universalisme sesuatu dapat dinilai baik bila dapat

memberikan kebaikan kepada orang banyak.74

Menurut Burhanudin Salam, pada dasarnya antara etika dan agama terdapat

titik persamaan dan perbedaan. Persamaannya:

- Pada sasarannya baik etika maupun agama sama-sama bertujuan

meletakan dasar ajaran moral, supaya manusia dapat membedakan

perbuatan baik dan buruk.

- Pada sifatnya, etika dan agama bersifat memberi peringatan, jadi tidak

memaksa.75

Adapun perbedaannya adalah:

- Pada segi prinsip, agama merupakan kepercayaan pengabdian dengan

segala syarat dan caranya kepada Tuhan yang maha esa, sedangkan etika

bukanlah kepercayaan yang mengandung pengabdian.

- Pada bidang ajarannya, agama mengajarkan manusia pada dua

kehidupan yaitu dunia dan akhirat. Akhirat sebagai konsekuensi dunia.

Baik di dunia, baik di akhirat, buruk di dunia, buruk pula di akhirat.

Sedangkan etika hanya mempersoalkan kehidupan moral manusia di

alam fana ini.

- Agama (islam) sumbernya dari Allah SWT, sedangkan etika dengan

segala macam dan jenisnya bersumber dari pemikiran manusia (sesuai

aliran masing-masing).

- Ajaran agama dapat melengkapi dan memperkuat ajaran etika, tetapi

tidak semua ajaran dan pandangan etika, dapat diterima oleh agama.

73 Burhanuddin Salam, Etika Sosial: Asas moral dalam kehidupan manusia, h. 77 74 Burhanuddin Salam, Etika Sosial: Asas moral dalam kehidupan manusia, h. 79 75 Burhanuddin Salam, Etika Sosial: Asas moral dalam kehidupan manusia, h. 183

Page 35: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

23

Maka semua manusia yang beragama (islam) dengan sendirinya mengerti

soal-soal etika/moral, tetapi yang mempelajari etika sebagai suatu ilmu/filsafat,

belum tentu beragama.76

Aliran relativisme secara umum dapat didefinisikan sebagai penolakan

terhadap bentuk kebenaran universal tertentu. Aliran yang menyakini bahwa

sesuatu (misalnya pengetahuan atau moralitas) bersifat relative terhadap prinsip

tertentu dan penolakan bahwa prinsip itu adalah benar atau paling benar. Aliran ini

terbagi dua, yaitu relativisme kognitif dan relativisme etika. Relativisme kognitif

adalah pandangan yang menekankan bahwa tidak ada kebenaran universal atau

pengetahuan tentang dunia. Dunia hanyalah tunduk pada berbagai penafsiran,

karena ia tidak memiliki sifat intrinsic dan tidak ada seperangkat norma epistemic

yang secara metafisis lebih istimewa dari yang lain.77

Adapun yang dimaksud dengan relativisme etika adalah pandangan bahwa

tidak ada prinsip moral yang benar secara universal, kebenaran semua prinsip moral

bersifat relative terhadap budaya atau pilihan individu.78

Relativisme etika terbagi ke dalam relativisme individual dan relativisme

social. Relativisme individual adalah teori bahwa setiap individu berhak

menentukan kaidah moralnya sendiri. Sedangkan relativisme social adalah

pandangan bahwa setiap masyarakat berhak menentukan norma-norma moralnya

sendiri. Donaldson, sebagaimana dikutip oleh M. A Shomali menyatakan bahwa

kebanaran moral hanyalah kesepakatan kultural di dalam masyarakat. Fieser

sebagaimana dikutip oleh M.A Shomali mengatakan bahwa relativisme moral

adalah pandangan bahwa norma-norma moral bersumber dari persetujuan social

yang berbeda dari satu budaya ke budaya lain.79

Lawan dari teori relativisme etika adalah absolutism etika, suatu pandangan

yang meyakini bahwa ada berbagai kebenaran moral yang universal. Sebagaimana

dikutip dari Pojman, Sebagian lain memilih istilah objektivisme etika sebagai lawan

dari relativisme etika. Objektivisme etika menekankan bahwa meski berbagai

budaya berbeda-beda dalam prinsip moralnya, namun demikian beberapa prinsip

76 Burhanuddin Salam, Etika Sosial: Asas moral dalam kehidupan manusia, h. 184 77 Mohammad A. Shomali, Relativisme Etika (terjemah), Jakarta: PT Serambi Ilmu

Semesta, 2001, h. 3dari Westacoot, 1999, h. 1 78 Mohammad A. Shomali, Relativisme Etika (terjemah), h. 33 dari Pojman 79 Mohammad A. Shomali, Relativisme Etika (terjemah), h. 35 dari Fieser

Page 36: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

24

moral memiliki validitas universal, sekalipun misalnya, sebuah budaya tidak

mengakui kewajiban mencegah kejahatan yang tidak beralasan, prinsip itu benar,

dan budaya tersebut harus mengikutinya.80

Secara umum konsep-konsep moralitas dapat diukur dari:

1. Apakah tindakan ini baik atau buruk?

2. Apakah perbuatan ini benar atau salah?

3. Apakah perbuatan ini harus dilakukan atau tidak?

Demikian beberapa penjelasan yang terkait dengan, teori strukturalis

genetik, dan nilai-nilai moralitas. Teori-teori ini oleh penulis akan dijadikan sebagai

landasan dalam menganalisis syair-syair Jahiliyah karya Zuhair Ibnu Abi Sulma

dari sudut pandang nilai-nilai moralitas. Bagaimana sesungguhnya nilai-nilai

moralitas pada masa Jahiliyyah yang tercermin dalam syair-syair Zuhair, apakah

mencerminkan moralitas deontologis ataukah teleologis. Lalu sejauh mana, unsur-

unsur ekstrinsik mempengaruhi terhadap penciptaan syair Zuhair yang terlahir pada

masa Jahiliyah, yang bagi sebagian orang dianggap sebagai sebuah masa yang tidak

bermoral.

80 Mohammad A. Shomali, Relativisme Etika (terjemah), h. 38-39

Page 37: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

25

BAB III

ZUHAIR IBN ABI SULMA: RIWAYAT HIDUP, SYAIR DAN

STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT JAHILIYAH

A. Riwayat Hidup Zuhair Ibnu Abi Sulma

Zuhair ibnu Abi Sulma termasuk ke dalam tokoh sastrawan Arab Jahiliyah

periode awal bersama dengan Imru al-Qais81 dan al-Nabighah al-Dzubyani82. Nama

lengkapnya adalah Zuhair Ibnu Abi Sulma al-Muzani Ibnu Rabi’ah ibnu Abi

Rabbah ibn Qurth ibn al-Harits ibn Mazin ibn Halawah ibn Tsa’labah ibn Tsaur ibn

Hirmah ibn Lathim ibn ‘Utsman ibn ‘Amr ibn ‘Id ibn Thabikhah ibn al-Yas. Ia

dinasabkan pada Muzainah binti Ka’ab ibnu Rabwah ibu ‘Amr ibnu Ad, salah

seorang nenek kabilah Rabi’ah dari pihak bapak. Kabilah Zuhair dinasabkan pada

neneknya dan dinamakan dengan nama tersebut.83

Buku-buku sejarah sastra klasik, maupun penelitian-penelitian terbaru tidak

banyak menceritakan tentang kehidupan Zuhair kecil, selain bahwa ia hidup dan

tinggal di lingkungan Bani Abdillah ibnu Ghathfan dan paman-pamannya dari Bani

Murrah kabilah Dzubyan. Zuhair tumbuh berkembang di bawah pemeliharaan

pamannya yang bernama Basyamah ibnu al-Ghadîrseorang penyair hebat sekaligus

pemimpin yang dihormati lagi kaya. Basyamah termasuk salah seorang hartawan

Jahiliyyah yang mampu mencungkil mata unta, salah satu tradisi bangsa Arab

Jahiliyyah bila seseorang sudah memiliki seribu unta sebagai simbol bahwa ia

81Nama lengkapnya yaitu ibn Hujr ibn al-Harits ibn ‘Amr ibn Hujr Âkil al- Murâr ibn

Mu’awiyah ibn al-Harits al-Akbar (yang agung) ibn Ya’rab ibn Tsaur ibn Murti’ ibn Mu’awiyah ibn

Kindah. Sebagian mengatakan bahwa namanya adalah Hunduj ibn Hujr, namun nama Umru al-Qais

lebih dikenal di masyarakat baik dulu maupun sekarang. Ia dijuluki dengan al-Malik al-Dlillîl atau

raja yang banyak melakukan kasalahan. Selain itu ia juga dijuluki dengan Abu Wahab, Abu Zaid,

Abu Harits, dan Dzu al-Qurûh. Dzu al-Qurûh adalah julukan bagi Umru al-Qais yang memiliki

penyakit kulit (lepra) menjelang akhir hayatnya. Muhammad Ridla Murawwah, Umru al-Qais; al-

Malik al-Dlillîl, (Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, 1411 H/1990 M), hal. 17 82Ia adalah Abu Umâmah Ziyâd ibn Mu’âwiyah al-Dzubyânî atau dikenal dengan nama al-

Nâbighah al-Dzubyânî, seorang penyair dari kabilah Dzubyân. Tim penulis (Lajnah), al-Mûjaz fi al-

Adab al-Arabi wa Târikhihi; al-Adab al-Jâhili, (Libanon: Dar al-Ma’arif, 1962), hal. 143 83Ahmad al-Iskandari dan Musthafa Inani, al-Wasith fi al-Adab al-Arabi wa Tarikhihi,

(Mesir: Dar al-Ma’arif, 1916), cet.16, h. 69. Muhammad Yusuf Farran, Zuhair ibnu Abi Sulma

Hayatuhu wa Syi’ruhu, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1990 M), h. 31

Page 38: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

26

seorang yang kaya. Saat meninggal dunia, Basyamah mewariskan kemuliaan dan

akhlak yang baik kepada Zuhair, di samping keahlian dalam menggubah syair. 84

Selain dari pamannya Basyamah, kepandaianZuhair dalam menggubah

syair juga diperoleh dari suami ibunya yang bernama Aus ibnu Hajar seorang

penyair yang sangat terkenal dan menjadi guru sejumlah penyair pada masa itu

seperti al-Nabighah al-Dzubyani. Bakat dan kecerdasan yang dimiliki Zuhair

menarik perhatian Aus, sehingga ia memberikan perhatian lebih pada Zuhair, dan

Zuhair banyak mengambil pelajaran syair yang bagus darinya.85

Zuhair menikah dengan seorang perempuan mulia bernama Laila yang

dijuluki dengan Ummu Aufa. Dari Ummu Aufa, Zuhair dianugerahi beberapa anak,

namun semuanya meninggal saat masih kecil. Keinginannya untuk mendapatkan

keturunan, memaksa dia menikah kembali dengan seorang perempuan bernama

Kabsyah binti Umâr ibnu Sahîm dari Bani Abdillah ibnu Ghatfan. Darinya, Zuhair

dianugerahi tiga orang putra yaitu Ka’ab, Buhair, dan Salim. Salim putranya yang

ketiga meninggal saat kanak-kanak, semasa Zuhair masih hidup.86

Namun demikian, Kabsyah istri barunya tersebut kurang cerdas dan senang

dipuji, sehingga Zuhair merasa jemu dan ingin kembali pada istri pertamanya

Ummu Aufa yang selalu memperlakukannya dengan baik. Sayang, Ummu Aufa

menolak permohonan Zuhair untuk kembali bersatu, karena ia merasa telah

diduakan.87

Zuhair terkenal sebagai pribadi yang kaya raya dan dermawan. Ia juga

meyakini akan adanya hari kebangkitan dan juga hisab. Hal ini tampak dalam syair-

syairnya yang fenomenal.

B. Syair-syair Zuhair

Bila dipertanyakan, mengapa Zuhair bisa menjadi seorang penyair yang

hebat saat itu. Jawabannya, tentu saja karena Zuhair tumbuh di sebuah rumah yang

diliputi aura syair.Ayahnya yang bernama Rabi’ah ibnu Rabah adalah seorang

penyair. Demikian pula pamannya yang bernama Basyamah ibnu al-Ghadir dan

84 Muhammad Yusuf Farran, Zuhair ibnu Abi Sulma Hayatuhu wa Syi’ruhu, h. 33. Ahmad

al-Iskandari dan Musthafa Inani, al-Wasith fi al-Adab al-Arabi wa Tarikhihi, (Mesir: Dar al-Ma’arif,

1916), cet.16, h. 69 85 Muhammad Yusuf Farran, Zuhair ibnu Abi Sulma Hayatuhu wa Syi’ruhu, h. 34 86 Muhammad Yusuf Farran, Zuhair ibnu Abi Sulma Hayatuhu wa Syi’ruhu, h. 34 87Muhammad Yusuf Farran, Zuhair ibnu Abi Sulma Hayatuhu wa Syi’ruhu, h. 35

Page 39: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

27

juga suami ibunya yang bernama Aus ibnu Hajar, keduanya merupakan penyair

Jahiliyah yang terkenal. Selain itu, kedua saudara perempuannya, yaitu Salma dan

al-Khansa, keduanya penyair perempuan yang terkenal saat itu. Zuhair juga

dikaruniai dua orang anak laki-laki yang juga menjadi penyair terkenal hingga masa

Islam, yakni Ka’ab dan Bajirah. Dan lingkungan seperti ini tidak dimiliki penyair

lain semasanya.88

Terkait syair-syair Zuhair, Umar Ibn al-Khathab mengatakan: “ Zuhair

adalah seorang penyair yang tidak bertele-tele dalam ungkapannya, menghindari

syair-syair yang rumit, dan tidak memuji kecuali apa adanya.89

a. Tema-tema (aghrad) dalam syair Zuhair

Muhammad Yusuf Farran, menyebutkan sebanyak 5 (lima) tema yang ada

dalam syair-syair Zuhair, yaitu ghazal, washaf, madh, ritsa, hija, dan hikmah.

Ghazal adalah syair yang secara khusus ditujukan untuk memuji dan menyanjung

perempuan, termasuk di dalamnya kenangan-kenangan penyair dengan perempuan

yang dicintainya, tempat-tempat yang pernah mereka lalui bersama, dan lain

sebagainya. Contoh syair ghazal Zuhair:

92فاملتثل م 91حبومانة الدراج دمنة مل تكل م 90أمن أم أوف Tidak adakah jejak-jejak Ummi Aufa, (mengapa) tidak berbicara

(jejak-jejaknya) di al-Darraj dan juga al-Mutatsallam

مراجيع وشم ف نواشر معصم كأهنا 93ديار هلا بالر قمتني perkampungannya yang terletak di al-Raqmatain, seakan-akan

88Ahmad Hasan al-Zayyat, Tarikh al-Adab al-Arabi, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 2005

M/1426 H), h. 42. Muhammad Yusuf Farran, Zuhair ibnu Abi Sulma Hayatuhu wa Syi’ruhu, h. 37 89Muhammad Yusuf Farran, Zuhair ibnu Abi Sulma Hayatuhu wa Syi’ruhu, h. 47 dari kitab

al-Aghani dan al-Umdah. 90Ummu Aufa adalah julukan kekasih Zuhair (mantan istri Zuhair). Lih. Riwayat Hidup

Zuhair Bab IV. 91Al-Darraj yaitu mata air yang dekat dengan al-Qaishumah di jalan antara Bashrah dan

Mekah dekat al-Waqba. 92Al-Mutatsallam nama sebuah tempat di al-Shiman. Menurut Ibnu al-A’rabi al-

Mutastallam adalah sebuah gunung yang terdapat di wilayah Bani Murrah (Mu’jam al-Buldan, jilid

5, h. 53). ‘Ali Fa’ur, Diwan Zuhair ibnu Abi Sulma, h. 102 93Menurut al-Kilabi, al-raqmatain yang disebutkan dalam syair Zuhair adalah sebuah

tempat antara Jurtsum dan Mathla’ al-Syams yang terletak di wilayah Bani Asad (Mu’jam al-Buldan,

jilid 3, h. 58)

Page 40: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

28

Titik-titik hitam nila di pergelangan tangan94

وأطالؤها ينهضن من كل مثم هبا العني واآلرام ميشني خلفة Di dalamnya sapi-sapi dan kijang-kijang berlalu lalang

dan anak-anaknya terperanjat dari tidur

فلي ا عرفت الدار بعد توه م وق فت هبا من بعد عشرين حج ة Ku berhenti di sana, untuk mengunjunginya setelah 20 tahun berlalu

dengan susah payah, akhirnya kutemukan kampung ini ونؤيا كجذم احلوض مل يتثل م أثايف س فعا ف م عر س مرحل

(kutemukan) tungku-tungku hitam di pemberhentian para musafir

Dan Tanggul-tanggul air yang tersisa bagaikan kolam-kolam kecil

أال أنعم صباحا أيها الربع واسلم فلم ا عرفت الدار قلت لربعهاSaat kudapati rumah itu, aku berkata pada penghuninya

Selamat pagi wahai penghuni rumah.. ث ر ء من فوق ج ا ن بالعلي حتم ل تبصر خليلي هل ترى من ظغائن

Perhatikanlah sahabatku, tidakkah engkau melihat perempuan dalam sekedup-

sekedup

Yang melintasi bukit-bukit dari atas (mata air) Jurtsum95

b. Gaya bahasa Syair Zuhair

Dalam menggubah syairnya, Zuhair banyak menggunakan tasybih

(perumpamaan), isti’arah (metafora), dan majas melalui hal-hal yang bersifat

konkrit untuk menggambarkan ide, emosi, dan imajinasinya. Selain itu syairnya

ringkas, padat, banyak mengandung hikmah dan pelajaran.96

94Rumah-rumah bekas peninggalan Ummu Aufa oleh Zuhair diibaratkan dengan bekas

tusukan-tusukan nila di pergelangan tangan yang biasanya digunakan untuk menghias diri oleh

perempuan. Saat ini mungkin sama dengan tato di tubuh. 95Jurtsum yaitu mata air milik Bani Asad 96 Ahmad al-Iskandari dan Musthafa Inani, al-Wasith fi al-Adab al-Arabi wa Tarikhihi,

(Mesir: Dar al-Ma’arif, 1916), cet.16, h. 69

Page 41: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

29

Para pengamat sastra Arab klasik sepakat menilai Zuhair lebih baik kualitas

syairnya dibandingkan dengan penyair semasanya seperti Imru al-Qais dan al-

Nabighah al-Dzubyani. Alasannya adalah:

1. Syair-syairnya singkat padat dan tidak bertele-tele atau dalam ilmu

balaghah disebut dengan ijaz, yaitu gaya Bahasa yang menggunakan

sedikit lafaz, namun mengandung banyak makna.

2. Memuji dengan baik dan menjauhi dusta dalam bersyair. Ia tidak

memuji seseorang, kecuali benar-benar mengenal watak dan

karakternya. Sebagai contoh:

حة والبذل على مكثريهم رزق من يعرتيهم # وعند املقلني السما3. Menjauhi lafaz dan makna yang menjelimet atau dirasa asing di telinga.

Contoh syairnya yang mudah dicerna:

ولو أن محدا خيلد الناس أخلدوا # ولكن محد الناس ليس مبخلد4. Menggunakan bahasa yang baik, sehingga sedikit sekali penggunaan

kata-kata yang buruk atau kasar. Oleh karena itu, ketika menggubah

syair hija (ejekan) yang ditujukan untuk kaum tertentu, ia menyesali apa

yang diperbuatnya.

5. Di dalam syair-syairnya banyak mengandung perumpamaan-

perumpamaan (amtsal) dan juga hikmah. Syair-syair hikmah yang tidak

mudah difahami oleh bangsa Arab Jahiliyah saat itu. Syair-syair Zuhair

juga banyak menginspirasi penyair-penyair hikmah muslim di

kemudian hari.97

C. Kehidupan sosial, Politik, dan Agama pada Masa Zuhair Ibnu Abi

Sulma

a. Kehidupan Sosial

Masyarakat Arab Jahili memiliki dua struktur sosial yang sangat

kontradiktif satu sama lain. Pertama penduduk perkotaan (hadhari) yang hidup

97 Ahmad al-Iskandari dan Musthafa Inani, al-Wasith fi al-Adab al-Arabi wa Tarikhihi,h.

71-72

Page 42: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

30

menetap, dan memiliki kehidupan yang mapan dan menyenangkan, kurang

memiliki keberanian, dan lebih mencintai kekayaan, mereka terutama penduduk

Yaman yang menurut sejarawan lebih suka bersenang-senang dan berpoya-poya,

bangga menggunakan kain sutra, makan di piring emas dan perak, yang biasa

mereka peroleh dari hasil berbisnis dan pertanian.98 Bangsa Arab Yaman pada

dasarnya adalah masyarakat holtikultural yaitu masyarakat yang sudah menetap dan

menggunakan sistem bercocok tanam di ladang.

Kedua adalah masyarakat nomaden (badawi), yang memiliki kehidupan

sebaliknya, mereka selalu berpindah-pindah tempat, dengan kehidupan yang tidak

pernah lepas dari gejolak. Hal itu disebabkan oleh karena kondisi tanah Arab yang

tandus, tidak ada mata air maupun sungai yang mengalir, sehingga tidak cocok

untuk bercocok tanam. Kondisi seperti ini memaksa penduduk Arab Badawi untuk

selalu mencari sungai-sungai dan daerah-daerah yang dicurahi hujan yang terdapat

di gurun pasir, yang banyak ditumbuhi rerumputan, sehingga pada saat menemukan

tempat seperti itu, seluruh kabilah keluar untuk mendapatkannya. Bila sudah habis,

mereka mulai mencari tempat lain sebagai penggantinya. Kondisi seperti ini banyak

digambarkan dalam syair-syair Arab Jahili. Para penyair banyak menyenandungkan

tentang tumbuh-tumbuhan, musim semi, rerumputan, dan bunga, yang mampu

membakar semangat bagaikan rasa panas yang menyengat.99

Selain sistem sosial hadlari dan badawi, sistem sosial lainnya yang tidak

kalah penting dalam struktur sosial bangsa Arab adalah sistem kabilah. Kabilah

adalah kelompok atau unit yang dibentuk berdasarkan sistem sosial masyarakat

Arab. Kabilah merupakan keluarga besar yang meyakini bahwa mereka berasal dari

ayah dan ibu yang sama.100 Biasanya kabilah diberi nama dengan nama ayah seperti

98Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-

Jâhili, (tp: al-Bayân al-‘Arabi, 1961), cet. 1, hal. 24 99Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-

Jâhili, (tp: al-Bayân al-‘Arabi, 1961), cet. 1, hal. 24. Menurut K.Hitti, pada dasarnya tidak ada garis

tegas yang memisahkan antara kelompok nomad dan kelompok urban, sebab selalu ada tahapan

seminomaden dan tahapan semi urban. Masyarakat perkotaan tertentu yang sebelumnya merupakan

orang-orang Badui menyangkal asal usul nomaden mereka, sementara di sisi lain, beberapa

kelompok Badui lainnya berusaha menuju tahap masyarakat perkotaan. Sehingga dengan demikian,

darah orang-orang perkotaan terus mendapat penyegaran dari darah-darah orang nomad. Philip K.

Hitti, History of the Arabs, (terjemah), hal. 28 100 Dalam ilmu sosiologi pola hubungan antar masyarakat seperti ini disebut dengan kinship

(kekerabatan) yaitu ikatan sosial di antara individu yang terbentuk karena adanya hubungan

perkawinan atau karena adanya pertalian darah melalui garis keturunan.

Page 43: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

31

Rubai’ah, Mudhar, Aus, dan Khazraj. Mereka adalah nama-nama laki-laki yang

dari mereka muncul generasi-generasi baru sebagai keturunan untuk kemudian

dinasabkan kepadanya, dan hanya sedikit kabilah yang dinasabkan pada ibu seperti

kabilah Khindaf dan Bajilah. Terkadang nama kabilah juga diambil dari suatu

kejadian tertentu. Sebagai contoh, kabilah yang menetap dekat sumur air bernama

Ghassan, ia dipanggil dengan kabilah Ghassan. Akan tetapi secara mayoritas

mereka menasabkan kabilahnya pada ayah.101 Terkadang pemimpin kabilah

memiliki banyak anak, sehingga kemudian muncul darinya kabilah-kabilah baru

dengan nama lain namun tetap dinasabkan padanya. Kemudian antara kabilah inti

dan kabilah cabangnya tersebut terjalin hubungan kekerabatan yang erat. Adapun

faktor yang menjadikan terbentuknya nama baru dalam kabilah adalah popularitas

yang dimiliki bapak dari cabang tersebut, baik karena kepemimpinannya,

keberaniannya, ataupun karena banyak melahirkan anak.102

Di dalam sistem kabilah itu terdiri dari beberapa stratifikasi103, yaitu:

1. Abnâ al-Qabîlah, yaitu anggota kabilah yang memiliki ikatan darah dan

keturunan. Kelompok ini merupakan ujung tonggak suatu kabilah.

2. Abîd, yaitu hamba sahaya yang biasanya sengaja didatangkan dari

Negeri tetangga terutama dari Habasyah.

3. al-Mawâli, yaitu hamba sahaya yang sudah dimerdekakan termasuk al-

Khulâ`a (orang-orang yang dikeluarkan dari kabilah) seperti kelompok

Sha`âlik yang sangat terkenal.104

b. Situasi Politik

Para sejarawan sepakat bahwa pemerintahan pada masa Jahiliyah yang

berbentuk kerajaan mutlak hanya ada di Yaman. Pemimpin kerajaan yang paling

terkenal adalah ratu Saba Balqis al-Himriyyah, yang diceritakan dalam kisah Nabi

101 Berdasarkan hal itu maka bangsa Arab Jahili pada dasarnya merupakan sebuah bangsa

penganut patrialkal murni yaitu sebuah keyakinan bahwa suami atau anak laki-laki tertua adalah

penentu kebijakan keluarga 102 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 11 103 Stratifikasi sosial adalah tingkatan kedudukan sosial dalam masyarakat yang ditentukan

oleh perbedaan privilege/property (kekayaan), pertige (kehormatan), dan power (kekuasaan). 104 Syauqi Dlaif, Târikh al-Adab al-Arabi; al-‘Ashr al-Jâhili, (tp: Dâr al-Ma’ârif, 1965),

cet. 2, hal. 67. lih. Juga Muhammad Ridla Marwah, Amru al-Qais al-Malik al-Dlillil, (Beirut: Dâr

al-Kutub al-Ilmiyah, 1411 H/1990 M), hal. 9

Page 44: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

32

Sulaiman as. Sedangkan kota-kota dan perkampungan-perkampungan yang di

sekitar Jazirah Arab belum menganut system pemerintahan sebagaimana Yaman,

namun berbeda antara satu dengan lainnya. Dr. Jawad Ali dalam bukunya Tarikh

al-Arab Qabla al-Islam menyatakan bahwa sebagian kota dan kampong terutama

di Arab bagian Barat seperti Mekah tidak dipimpin oleh seorang raja, namun

dipimpin oleh beberapa orang laki-laki (penguasa). Mereka tidak diberi gelar raja.

Para pemimpin tersebut diberi diangkat berdasarkan perjanjian. Di Mekah, pusat

kepemimpinan mereka dinamakan dengan Darun Nadwah.105

Adapun masyarakat Badawi, mereka menganut sistem kabilah yang

dipimpin oleh seorang sayyid. Mereka sama sekali tidak memiliki pusat

pemerintahan yang mengurusi urusan kehidupan mereka. Masing-masing kabilah,

berdiri sendiri-sendiri dan mengatur urusan masing-masing. Anggotanya berasal

dari kabilah mereka sendiri. Mereka menempati sebuah wilayah yang mereka

namakan dengan al-hima. Mereka tunduk pada ketua kabilah sebagai pimpinan

tertinggi. Ia dipilih berdasarkan fanatisme kabilah. Kebebasan mereka bersifat

individual, bukan social. Hak individu adalah hak kelompok, dan hak kelompok

adalah hak individu. Semua berdasarkan pada fanatisme kabilah. Prinsip mereka

adalah bantulah saudaramu baik dia sedang dizalimi atau menzalimi. Berdasarkan

hal tersebut, mereka lebih memprioritaskan keturunan, dan mengungguli yang lain.

Untuk itu ‘Amr ibnu Kaltsum berkata dalam syairnya:

106ويشرب غرينا كدرا وطينا ونشرب إن وردنا املاء صفوا

Berdasarkan hal tersebut, wajib bagi mereka memperbanyak keturunan.

Prinsipnya “dengan Banyak akan membuat gentar”.Kehidupan bangsa Arab saat itu

bisa diibaratkan dengan kehidupan hutan. Seperti yang diutarakan oleh Zuhair Ibnu

Abi Sulma (ومن ال يظلم يظلم). Kabilah bagi masyarakat Arab saat itu, bertanggung

jawab untuk mempertahankan hak-hak anggotanya dan menjaganya.

Di dalam kabilah terdapat seorang tetua (syaikh) yang diangkat sebagai

pemimpin kabilah. Ia bertanggungjawab dalam menyelesaikan setiap perbedaan

atau pertikaian yang terjadi dengan berdasarkan kepada adat dan tradisi yang dibuat

105 Muhammad Yusuf Farran, Zuhair ibnu Abi Sulma Hayatuhu wa Syi’ruhu, h. 27 106 Muhammad Yusuf Farran, Zuhair ibnu Abi Sulma Hayatuhu wa Syi’ruhu, h. 28

Page 45: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

33

kabilah. Pemimpin diangkat berdasarkan kemuliaan dan rasa hormat dari anggota

kelompok. Sedikit sekali yang dibangun dengan berdasarkan pemaksaan dan

penindasan. Oleh karena itu sikap berpura-pura para pemimpin lebih banyak

dibanding sikap berpura-pura anggota terhadap para pemimpinnya. Dalam bingkai

sistem seperti ini, kebebasan individu terhadap sistem kepemimpinan menjadi lebih

leluasa. Selain ketua, terdapat hakim-hakim agung dari kaum pria yang memiliki

kecerdasan dan kecermatan. Terkadang mereka juga dihadapkan pada persoalan

pertikaian di dunia sastra, seperti saling membanggakan keturunan dan lain

sebagainya. 107

Ketua kabilah atau yang disebut dengan syaikh, harus berwibawa, kaya,

cerdas, berpandangan luas, rela berkorban, dermawan, berani, penuh kasih, sabar,

dan lainnya dari sifat positif. Pimpinan inilah yang mengendalikan kabilah, mereka

yang memerintahkan untuk berperang atau tidak.108

Adapun para penyair, pada masa Jahiliyah berfungsi sebagai juru bicara

mereka (alsinat al-qabail). Para penyair bertugas menjaga dan melindungi

kehormatan kabilah melalui syair-syair mereka, sebagaimana prajurit menjaga

kehormatan kabilah dengan pedang dan panah mereka.109

Setiap kabilah mempunyai penyair tersendiri yang secara khusus

mendendangkan puji-puijian untuk kabilahnya serta menginformasikan sifat-sifat

dan kebaikan yang dimiliki kabilahnya. Dan sebagaimana telah disebutkan

sebelumnya, bahwa hubungan yang terjadi di antara mereka adalah hubungan

darah, oleh karena itu mereka sangat fanatik terhadap kabilah masing-masing,

untuk itu mereka selalu memuji dan membanggakannya serta menyebarkan

berbagai kebaikan yang mereka miliki. Setiap anggota kabilah wajib menjaga

anggota kabilah lainnya, dan mempertahankannya, serta berhak menuntut dengan

darahnya. Mereka juga berhak meminta perlindungan terhadap kabilahnya di saat

mengahadapi marabahaya dan kesulitan. Terkadang di antara anggota kabilah

didapati seseorang yang banyak melakukan kesalahan (dosa-dosa), sehingga

menimbulkan berbagai persoalan bagi kabilahnya. Untuk anggota seperti itu,

kabilah segera mengambil tindakan dengan tidak mengakui lagi sebagai anggota.

107 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 11 108 Muhammad Yusuf Farran, Zuhair ibnu Abi Sulma Hayatuhu wa Syi’ruhu, h. 29 109 Muhammad Yusuf Farran, Zuhair ibnu Abi Sulma Hayatuhu wa Syi’ruhu, h. 29

Page 46: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

34

Anggota kabilah yang mendapat sangsi seperti itu disebut dengan ‘al-khalî’, atau

yang terbuang. Terkadang orang seperti ini meminta perlindungan kepada kabilah

lain, sehingga dinamakan dengan ‘halîf (yang bersekutu) atau ‘maulâ’ (sekutu).110

Bila hubungan di dalam kabilah adalah hubungan darah, maka hubungan

yang terjadi antar kabilah biasanya hubungan permusuhan. Kemungkinan yang

terjadi antara kabilah tersebut hanya dua, menyerang atau diserang, kecuali kabilah-

kabilah yang mengadakan perjanjian dan kesepakatan perdamaian. Oleh karena itu

kisah peperangan antar kabilah ini menyita sebagian besar sejarah bangsa Arab,

sehingga diriwayatkan bahwasanya Duraid ibn al-Shamah berusia hingga seratus

tahun dan ia mengalami peperangan sebanyak seratus kali pula. Oleh karena itu

pula tema-tema tentang perang, kemenangan, penyerangan, dan lain sebagainya,

mendominasi sebagian besar syair-syair jahili. Oleh karena itu pula, untuk

memahami syair dan peristiwa-peristiwa bersejarah yang terjadi pada masa Arab

Jahili seseorang harus memahami benar kabilah-kabilah yang ada di wilayah Arab,

termasuk semua bentuk permusuhan dan perjanjian perdamaian antar mereka.111

Tidak adanya stabilitas kehidupan, ketentraman dan keamanan yang selalu

mengancam, kesulitan dan kekurangan yang mengintai, serta rintangan dan

tantangan yang selalu mereka hadapi, maka demi mempertahankan eksistensi

kehidupannya, bangsa Arab Badawi hidup dengan cara saling menyerang dan

merampas. Hubungan yang terjadi antar kabilah adalah hubungan permusuhan dan

peperangan, meskipun terkadang ada angin segar yang menghembuskan

perdamaian, sebagaimana terdapat dalam mu’alaqahnyasyair Zuhair ibnu Abi

Sulma. Oleh karena itu syair-syair yang mereka gubah biasanya tidak terlepas dari

gambaran-gambaran peristiwa yang terjadi antar mereka, seperti menuntut balas,

bangga karena menang, memberi julukan pada senjata-senjata yang digunakan

perang, seperti panah, baju besi, dan pedang. Pola hidup yang seperti ini sangat

mempengaruhi karakteristik mereka dan membuat mereka bangga dengan watak-

watak peperangan, seperti kekuatan, keberanian, menepati janji, dan menjaga harga

diri. Hal itu juga menjadikan sebagian dari mereka hobi berburu.112

110 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 11-12 111 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 12 112 Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-

Jâhili, (tp: al-Bayân al-‘Arabi, 1961), cet. 1, hal. 25

Page 47: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

35

Fanatisme sempit terhadap kabilah ini, menjadikan kondisi sosial politik

bangsa Arab pada masa Jahiliyyah kacau dan tidak aman, diselimuti dengan rasa

khawatir, karena perang yang berkepanjangan yang biasa disebut dengan Ayyâm al-

Arab.

Perang bagi bangsa Arab Jahili adalah tradisi. Tiada hari tanpa perang antar

kabilah. Tercatat dalam sejarah mereka bermacam-macam perang yang dipicu oleh

berbagai faktor. Untuk itu, sebelum datangnya Islam, perang merupakan bagian

dari kehidupan masyarakat Arab Jahili. Diriwayatkan bahwa, Duraid yang berumur

hingga seratus tahun menyatakan bahwa ia ikut berperang sebanyak hampir seratus

kali pula. Perang telah menyita separuh dari hidupnya. Setiap tahun ia ikut

berperang sebanyak dua kali.113 Namun demikian, dalam bulan-bulan tertentu yang

dianggap suci mereka menghentikan peperangan, meski terkadang kesepakatan ini

mereka langgar sendiri.114

Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya bahwa bangsa Adnan terbagi

menjadi beberapa kelompok yang disebut kabilah. Kabilah terbesar adalah cabang

dari Rabî’ah dan Mudhar. Kabilah Rabî’ah dan Mudhar adalah dua kabilah terkuat

sepanjang dua abad terakhir sebelum datangnya Islam. Antara kedua kabilah besar

ini terjadi perseteruan yang berkepanjangan. Perseteruan tersebut bisa terjadi antara

kabilah Rabi’ah dan Mudhar atau pun sesama cabang kabilah, baik dalam rumpun

kabilah yang sama atau pun berbeda.115 Berikut ini beberapa perang yang sangat

terkenal pada masa Jahiliyyah:

1. Perang Basûs

Perang Basus adalah salah satu perang paling terkenal yang pernah terjadi

di Zaman Jahiliyah di dalam Kabilah Rabi’ah. Perang ini terjadi antara Kabilah

Bakr dan Taghlib116, dua kabilah besar dalam rumpun Rabi’ah. Perang ini

berlangsung hampir empat puluh tahun lamanya pada akhir abad ke-5 Masehi.

113 Sebagaimana dikutip oleh K. Hitti dari Charles James Lyall, Ancient Arabian Poetry,

(London: William & Norgate, 1985), hal. xxii 114 Ismail Hamid, Arabic and Islamic Literary Tradition, (Kuala Lumpur: Utusan

Publications & Distributors SDN. BHD, 1982), hal. 7 115 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 22 116 Taghlib ibn Wâ’il adalah anak keturunan dari Rabi’ah dari Adnan. Ia adalah saudara

kandung dari Bakr. Di antara penyair kabilah Taghlib yang sangat terkenal adalah al-Muhalhil, Amr

ibn Kultsum dan al-Akhthal. Kabilah ini menganut agama Nasrani. Ferdinand, Al-Munjid fi al-

Lughah wa al-‘Alâm, (Beirut: Dâr al-Masyriq, 1986), hal. 177

Page 48: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

36

Adapun faktor penyebab perang ini, diceritakan bahwa Kulaib ibn Rabi’ah pemuka

Bani Taghlib karena kebesarannya, ia memiliki sebuah tempat terlarang (himâ)

yang disebut dengan al-‘Âliyah yang tidak boleh diinjak tanpa seijinnya. Tidak

seorang pun diperbolehkan minum dari ontanya dan tidak boleh menyalakan api

dari apinya. Kulaib menikahi seorang perempuan dari Bani Syaibân salah seorang

keturunan Bâkr. Basûs bibi dari Jassas ibn Murrah al-Syaibâni memiliki seekor

onta yang diberi nama Sarâbi. Pada suatu ketika Kulaib ibn Wâ’il melihat onta

tersebut berada di himânya dan menghancurkan telur burung merpati yang telah ia

selamatkan. Lalu ia pun melepaskan anak panahnya tepat di susu onta tersebut. Pada

saat Jassas melihat kejadian tersebut, ia meloncat dan membunuh Kulaib. Semenjak

itu perang antara kedua kabilah tersebut terus berkecamuk, sehingga menjadi

legenda dalam sejarah bangsa Arab dan peristiwa tersebut dijadikan sebuah

perumpamaan.117

Selain perang-perang tersebut, masih banyak perang-perang lainnya yang

terjadi di dalam kabilah Rabi’ah dan Mudlar, atau antara Tamim (Mudlar) dan Bakr

ibn Wa’il (Rabi’ah). Perang tersebut saling bergantian, sehari untuk kabilah Tamim

dan hari lainnya untuk kabilah Bakr. Peperangan yang terjadi di dalam kabilah-

kabilah Arab ini didokumentasikan dalam buku-buku sejarah dan sastra, dan

banyak cerita yang dilebih-lebihkan. Dalam sastra Arab Jahili, kisah tentang perang

mendominasi tema-tema yang terdapat dalam syair.118

2. Perang Dâhis wa al-Ghabrâ’

Perang Dâhis wa al- Ghabrâ’ adalah peristiwa peperangan yang terjadi

dalam kabilah Mudlar, yaitu antara Bani ‘Abs dan Dzubyân. Faktor penyebabnya

adalah Qais ibn Zuhair bertaruh dengan Hudzaifah ibn Badr al-Fazari dalam sebuah

perlombaan semacam pacuan kuda. Al-Fazari melepaskan kudanya yang bernama

al- Ghabrâ’, sedangkan al-‘Absi melepaskan kudanya yang bernama Dâhis. Pada

pertandingan tersebut, Dahis seharusnya memenangkan perlombaan, kalau saja

bukan karena jebakan yang dipasang oleh Bani Fazarah sebelum mencapai garis

finis. Masing-masing pihak akhirnya mengaku sebagai pemenang, dan sejak itu

117 Keterangan lengkap mengenai sejarah perang Basus, lih. Yusuf Khalif, Dirâsat fi al-

syi’r al-Jâhili, (Kairo: Maktabah Gharib, 1981), hal. 200-202, atau lih. Al-Iskandari dkk., al-

Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 22 118 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 23

Page 49: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

37

peperangan antar dua kabilah mulai berlangsung hingga empat puluh tahun

lamanya.119

Selain perang Dâhis wa al- Ghabrâ’, perang lainnya yang terjadi di dalam

kabilah Mudlar adalah perang Fijâr. Perang ini terjadi antara suku Quraisy dengan

Kinanah yang terjadi menjelang lahirnya Islam. Perang ini terjadi selama empat

kali, pertama disebabkan oleh peristiwa saling membangga-banggakan diri antara

keduanya di Pasar Ukazh. Kedua terjadi akibat seorang pemudi Quraisy menyindir

perempuan lain dari Bani ‘Âmir ibn Sha’sha’ah di Pasar Ukazh. Penyebab ketiga

masih di Pasar Ukzh, seseorang menagih hutang dengan disertai hinaan. Penyebab

terakhir yaitu bahwa Urwah al-Rahhal (orang yang biasa bepergian), menjamin

barang dagangan al-Nu’man ibn al-Mundzir tiba di Pasar Ukazh dengan selamat,

namun pada kenyataannya di jalan ia dibunuh oleh al-Barâdl.

Demikianlah beberapa gambaran situasi politik bangsa Arab Jahiliyah saat

itu. Kondisi politik seperti itu, tentu saja sangat mempengaruhi kondisi social

masyarakat Arab Jahiliyyah.

c. Kondisi Keagamaan

Menurut Philip K. Hitti, berdasarkan syair-syair Jahili, orang Arab Badawi

tidak banyak yang memeluk agama. Mereka kurang antusias, atau bahkan bersikap

tidak peduli terhadap nilai-nilai religius-spiritual. Ritual-ritual yang mereka

lakukan hanyalah untuk menuruti tradisi yang diwariskan nenek moyang mereka

secara turun temurun.120 Untuk itu penulis buku Buhûts fi al-Adab al-Jâhili,

menganalogikan masyarakat Arab Jahili dengan lautan yang bergelombang, atau

bagai gunung berapi yang mendidih, mereka tidak memeluk satu agama atau

ideologi yang menjadi pegangan. Sebagian menyembah matahari121, sebagian

lainnya menyembah bulan122 dan bintang123, ada juga yang menyembah malaikat

atau dewa dan lain sebagainnya, atau bahkan ada yang tidak memegang

kepercayaan apapun seperti atheis. Namun demikian yang paling dominan adalah

119 Al-Iskandari dkk., al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 22-23 120 Philip K. Hitti., History of The Arabs, (terjemah), (Jakarta: Serambi, 2006), hal. 120 121 Terkadang di dalam masyarakat Arab seseorang diberi nama Abd. Al-Syams (hambanya

matahari) 122 kabilah yang terkenal dengan menyembah bulan adalah Kinanah 123 Sebagian dari kabilah Lakhm, Khuza’ah dan Quraisy menyembah bintang Sirius (Dog

Star)

Page 50: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

38

kepercayaan mereka terhadap berhala (watsaniyah). Kehidupan bangsa Arab sangat

dipengaruhi oleh berhala-berhala tersebut. Untuk itu mereka rela memberinya

persembahan dan kurban, dan bersumpah atas namanya. Hal itu berlangsung hingga

kedatangan Islam. 124

Karena pengaruh berhala yang sangat kuat, setiap rumah penduduk Mekah

memiliki berhala pribadi yang selalu disembah. Jika mereka hendak bepergian,

maka orang yang terakhir harus mengusap berhala terlebih dahulu, dan pada saat

tiba dari perjalanan, orang yang pertama tiba harus mengusapnya. Selain suku

Quraisy, setiap rumah memiliki sesuatu yang mirip ka’bah dan letakkan di

dalamnya berhala untuk disembah, diagungkan, serta diminta petunjuknya dan juga

thawaf. Berhala-berhala tersebut terus disembah hingga kedatangan Islam.125

Selain diletakkan di rumah, setiap kabilah memilki berhala masing-masing

sebagai simbol dan kebanggaan kabilah, seperti Wudd berhala kabilah Daumah al-

Jandal, Jauf kabilah Kulaib, Yaghuts kabilah Jarsy, Hubal kabilah Quraisy

diletakkan di dalam Ka’bah, Latta kabilah Thaif, Manat kabilah Aus dan Khazraj,

dan lain sebagainya.126

Agama masyarakat Arab Badawi mempresentasikan pola keyakinan bangsa

Semit paling awal dan primitif. Sebagaimana keyakinan bangsa primitif, maka

mereka sesungguhnya adalah pemeluk kepercayaan animisme. Perbedaan yang

nyata antara kehidupan oasis dan gurun pasir, telah memberikan mereka konsep

ideologi awal yang paling penting, yaitu kepercayaan mereka terhadap dewa yang

dianggap sebagai penentu. Roh pemilik tanah yang subur kemudian dipandang

sebagai dewa pemberi kebajikan, sementara roh pemilik tanah yang gersang dipuja

sebagai dewa jahat yang harus ditakuti.127

Kondisi ideologi yang terdapat dalam masyarakat Arab ini tidak banyak

diceritakan dalam syair-syair Jahili. Hal itu menurut penulis buku Buhûts fi al-Adab

al-Jâhili disebabkan para penyair lebih mengutamakan hal-hal yang bersifat konkrit

dan kasat mata dan sulit untuk mempercayai hal-hal yang di luar kemampuan akal

124 Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-

Jâhili, (tp: al-Bayân al-‘Arabi, 1961), cet. 1, hal. 26. lih. Juga Al-Iskandari dkk., al-Mufashshal fi

al-Adab al-‘Arabi, hal. 34 125 Al-Iskandari dkk., al-Mufashshal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 34 126 Nabilah Lubis, al-Mu`în fi al-Adab al-Arabi wa T ârikhihi, hal. 22-23 127 Philip K. Hitti., History of The Arabs, (terjemah), hal. 121

Page 51: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

39

mereka. Biasanya mereka menyebut berhala dalam syair untuk bersumpah, dan itu

pun jumlahnya tidak banyak, seperti menyebut nama Latta dan Uzza dalam syair

Aus ibn Hajar berikut ini:

وباهلل إن هللا منهن أكرب وبالالت والعزى ومن دان دينهاDemi Latta dan Uzza dan orang yang mempercayainya

Demi Allah, sesungguhnya Allah lebih agung dari mereka (berhala-berhala

itu)128

Atau syair yang diungkapkan al-Nâbighah al-Dzubyâni berikut ini:

وليس وراء هللا للمرء مذهب حلفت فلم أترك لنفسك ريبةAku bersumpah tidak pernah aku ragu padamu

Karena tidak ada yang bisa diyakini seseorang selain Allah129

Bait syair tersebut menunjukkan bahwa bersumpah dengan nama Allah

tidak berarti seseorang beriman dan mengesakan Allah, serta mengeluarkan mereka

dari kekafiran dan kemusyrikan. Untuk itu, sebagaimana diungkapkan Philip K.

Hitti, salah satu konsep keagamaan penting yang dikenal di kawasan Hijaz adalah

konsep tentang Tuhan. Bagi masyarakat Hijaz, Allah adalah Tuhan yang paling

utama, meskipun bukan satu-satunya. Al-Ilah itu sendiri berasal dari bahasa kuno.

Tulisannya banyak muncul dalam tulisan-tulisan Arab Selatan, yaitu tulisan orang

Minea di al-Ula, dan tulisan orang Saba, tetapi nama tersebut mulai berbentuk

dengan untaian huruf HLH dalam tulisan-tulisan Lihyan pada abad ke-5 S.M.130

Di samping kepercayaan yang telah disebutkan tersebut, ada juga beberapa

orang yang memeluk agama Yahudi dan Nasrani, hanya saja jumlah mereka sangat

sedikit dan jarang muncul di tengah khalayak. Pemeluk agama Yahudi menempati

kota Yatsrib yang kemudian dinamakan Madinah. Mereka terdiri dari Bani Nadhîr,

Bani Qainuqâ, dan Bani Quraizhah. Mereka menempati kota Madinah bersama-

128 Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-

Jâhili, (tp: al-Bayân al-‘Arabi, 1961), cet. 1, hal. 26 129 `Abbâs `Abd al-Sâtir, Dîwân al-Nâbighah al-Dzubyâni, (Beirut: Dâr al-Kutub al-

`Ilmiyah, 1416 H/1996 M), cet. 3, hal. 27 130dikutip oleh Philip K. Hitti., History of The Arabs, (terjemah), hal. 126 dari Winnet

Page 52: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

40

sama dengan suku Aus dan Khazraj. Hubungan mereka terkadang bersahabat,

namun juga terkadang bermusuhan.131

Agama Nasrani tersebar di kabilah Rabi’ah dan Ghassan, serta sebagian

kabilah Qudla’ah, hal ini karena mereka sering berhubungan dengan bangsa

Romawi. Di kerajaan Hirah sendiri dari berbagai suku yang mendiaminya terdapat

sebuah kabilah Arab yang biasa dipanggil dengan ‘al-‘Ibad’, yang merupakan

keturunan Bani Taghlib yang memeluk agama Nasrani. Kota yang paling terkenal

yang tempati pemeluk Nasrani adalah Nejran yang terletak di Yaman. Di antara

penyair yang terkenal dari wilayah ini yaitu Qiss, ‘Adi ibnu Zaid dan Umayah ibnu

abi al-Shilat. Dari sekian banyak penduduk Arab, terdapat kelompok yang

mempercayai adanya Tuhan dan menyembahnya secara murni tanpa

menyekutukannya, seperti Waraqah ibn Naufal.132

Keyakinan Watsani yaitu penyembahan terhadap berhala, merupakan

mayoritas kepercayaan masyarakat Arab Jahiliyyah. Mereka yakin bahwa dengan

menyembah patung-patung tersebut akan mendekatkan mereka pada Allah SWT.

Al-Zamaksyari menyebutkan jumlah patung-patung yang menjadi sesembahan

bangsa Arab Jahiliyyah dan terletak di Ka’bah sebanyak 360 buah berhala.

Penyembahan terhadap berhala ini sesungguhnya hanyalah tradisi yang dirturunkan

dari nenek moyang mereka bukan keyakinan yang muncul dari dasar nurani.133

Dengan kondisi keagamaan dan kepercayaan seperti ini, lalu bagaimanakan

nilai-nilai moralitas religi disampaikan oleh Zuhair Ibnu Sulma dalam syair-

syairnya.

131 Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-

Jâhili, hal. 26 132 Ibrâhîm ‘Ali Abu al-Khasab dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts fi al-Adab al-

Jâhili, hal. 27 133Muhammad Yusuf Farran, Zuhair ibnu Abi Sulma Hayatuhu wa Syi’ruhu, h. 22

Page 53: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

41

BAB IV

UNSUR-UNSUR INTRINSIK DALAM SYAIR MU’ALLAQÂT

ZUHAIR IBNU ABI SULMÂ

Zuhair Ibnu Abi Sulmâ adalah penyair Jahiliyah yang sangat produktif. Hal

ini tentu tidak diragukan, karena seorang penyair umumnya menjadi juru bicara

kabilah. Terjadinya perang ataupun damai antar kabilah saat itu, tidak terlepas dari

kepiawaian penyairnya. Untuk itu, Zuhair memiliki karya syair yang sangat banyak,

dan salah satu syairnya sangat terkenal karena masuk ke dalam kategori al-

Mu’allaqât al- Sab’.

Syair Mu’allaqât merupakan karya terbaik Zuhair Ibnu Abi Sulmâ. Di

dalamnya mengandung nilai-nilai moralitas universal yang tinggi. Karena syair-

syair Zuhair banyak memberikan pesan moralitas kepada masyarakat Arab saat itu,

ia juga dikenal sebagai penyair hikmah. Pada bab ini, saya akan membahas secara

khusus tentang syair al-Mu’allaqât Zuhair dilengkapi dengan analisis intrinsik

terhadap syair tersebut dari segi bentuk dan isi.

A. Syair Al-Mu’allaqât Zuhair Ibnu Abi Sulmâ.

a. Pengertian syair Al-Mu’allaqât

Di dalam Diwan Zuhair Ibn Abi Sulmâ disebutkan sebanyak 16 judul syair

karya Zuhair, satu di antaranya dikenal dengan syair al-Mu’allaqah.134 Al-

Mu’allaqâh, secara etimologis berarti yang tergantung. Al-Mu’allaqât itu sendiri

memiliki banyak nama, seperti; al-Mudzahhabât135, al-Sab’u al-Thiwâl136, dan al-

Samûth137, namun nama yang paling terkenal adalah al-Mu’allaqât. Ada beberapa

pendapat tentang penamaan al-Mu’allaqât itu sendiri, sebagian berpendapat bahwa

dinamakan demikian, karena syair-syair yang terbaik diumpamakan dengan benang

mutiara yang tergantung di leher. Pendapat ini didukung oleh Ibnu Abd. Rabbah

134 Kumpulan syair-syair karya Zuhair Ibnu Abi Sulma, lihat ‘Ali Fa’ur, Diwan Zuhair ibnu

Abi Sulma, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003) 135 al-Mudzahhabât adalah karya-karya emas, atau yang tertulis dengan tinta emas 136 al-Sab’u al-Thiwâl berarti tujuh yang panjang 137 al-Samuth di dalam kamus berarti tergantung, benang, dan tali yang bermutiara.

Page 54: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

42

penulis al-‘Aqd al-Farid, Ibn al-Rasyiq penulis al-‘Umdah, dan Ibnu Khaldun

dalam kitab Muqaddimah. 138

Adapun yang dimaksud dengan al-Mu’allaqât dalam terminologi sastra

Arab adalah syair-syair pemenang festival yang biasa diadakan setiap tahun di pasar

`Ukazh pada bulan Haram. Syair-syair yang menang ditulis dengan tinta emas lalu

digantungkan di dinding Ka’bah. Syair-syair karya ketujuh orang penyair yang

menjadi juara, dikenal dengan al-sab’ al-mu’allaqât atau tujuh syair yang

digantung.139

Dengan demikian Al-Mu’allaqât adalah julukan yang diberikan untuk syair

papan atas dan berkualitas pada masa Jahiliyah. Menurut sebagian riwayat, istilah

tersebut diberikan, karena kebiasaan bangsa Arab saat itu untuk memilih sebanyak

tujuh syair yang berkualitas lalu ditulis dengan tinta emas di atas kain Qibthi yang

bagus, lalu digantungkan di tirai Ka’bah. Maka timbullah istilah al-Mudzahhabât

(karya emas) Umru al-Qais, al-Mudzahhabât Zuhair dan al-Mudzahhabât tujuh

lainnya.140

Al-Sab’ al-Mu’allaqât adalah syair-syair karya emas dari tujuh penyair Arab

Jahili, dan menjadi simbol kebesaran syair pada masa itu. Adapun penyair-penyair

tersebut adalah; Umru’ al-Qais, Tharfah ibn al-Abd, Zuhair ibn Abi Sulmâ, Labîd

ibn Rabî’ah, Amr ibn Kaltsûm, ‘Antarah ibn Syaddâd, dan al-Harits ibn Halzah.141

Berdasarkan hal tersebut, syair Mu’allaqât Zuhair termasuk satu dari 7

(tujuh) syair terbaik yang lahir dari 7 penyair terbaik masa Jahiliyah. Inilah salah

satu alasan penulis mengambil syair karya Zuhair sebagai objek analisis dalam

penelitian ini. Alasan lainnya adalah karena syair Al-Mu’allaqât Zuhair sarat

dengan nilai-nilai moralitas, baik sosial, politik, maupun religi.

b. Syair Al-Mu’allaqât Zuhair Ibnu Abi Sulmâ

138 Tim penulis (Lajnah), al-Mûjaz fi al-Adab al-Arabi wa Târikhuhu; al-Adab al-Jâhili,

hal. 61. lih. juga al-Iskandari dkk, al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, hal. 49 139 Philip K. Hitti., History of The Arabs, (terjemah), (Jakarta: Serambi, 2006), hal. 100,

footnot 140 Al-Iskandari dkk, al-Mufashal fi al-Adab al-‘Arabi, (tp: Maktabah al-Adab, tth), hal.

49. lih. al-Mûjaz fi al-Adab al-Arabi wa Târikhihi; al-Adab al-Jâhili, hal. 61-62 141 Kumpulan dari tujuh syair al-Mu’allaqât dapat dilihat pada Syarah al-Mu’allaqât al-

Sab’ yang ditulis oleh Ibnu ‘Abdillah al-Husein ibn Ahmad ibn al-Husein al-Zauzani, (Beirut: Dâr

al-Kutub al-Ilmiyah, 1405 H/1985 M)

Page 55: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

43

Inilah syair Al-Mu’allaqât Zuhair Ibnu Abi Sulmâ yang kandungannya sarat

dengan nilai-nilai moralitas:

144فاملتثل م 143حبومانة الدراج دمنة مل تكل م 142أمن أم أوف Adakah jejak-jejak Ummi Aufa yang belum berbicara

di al-Darraj dan juga al-Mutatsallam

مراجيع وشم ف نواشر معصم كأهنا 146هلا بالر قمتني 145ديار Perkampungan yang terletak di al-Raqmatain, seakan-akan

Titik-titik hitam nila di pergelangan tangan147

وأطالؤها ينهضن من كل مثم هبا العني واآلرام ميشني خلفة Di perkampungan itu sapi-sapi dan kijang-kijang berlalu lalang

dan anak-anaknya terperanjat dari tidur

فلي ا عرفت الدار بعد توه م بعد عشرين حج ة وق فت هبا منKu berhenti di sana, untuk mengunjunginya setelah 20 tahun berlalu

dengan susah payah, akhirnya kutemukan kampung ini ونؤيا كجذم احلوض مل يتثل م أثايف س فعا ف م عر س مرحل

(kutemukan) tungku-tungku hitam di pemberhentian para musafir

Dan Tanggul-tanggul air yang tersisa bagaikan kolam-kolam kecil

142 Ummu Aufa adalah julukan kekasih Zuhair (mantan istri Zuhair). Lih. Riwayat Hidup

Zuhair Bab IV. 143 Al-Darraj yaitu mata air yang dekat dengan al-Qaishumah di jalan antara Bashrah dan

Mekah dekat al-Waqba. 144 Al-Mutatsallam nama sebuah tempat di al-Shiman. Menurut Ibnu al-A’rabi al-

Mutastallam adalah sebuah gunung yang terdapat di wilayah Bani Murrah (Mu’jam al-Buldan, jilid

5, h. 53). ‘Ali Fa’ur, Diwan Zuhair ibnu Abi Sulma, h. 102 145 Di dalam Syarh al-Mu’allaqat al-Sab’ menggunakan kata dâr (tunggal), sedangkan

dalam Diwan Zuhair Ibnu abi Sulma menggunakan kata diyâr (Jamak). Penulis memilih kata diyâr

disesuaikan dengan kalimat berikutnya yang mengumpamakan diyâr dengan titik-titik nilai yang

ada di pergelangan tangan. Bila hanya satu rumah, maknanya juga tidak terkait dengan sempurna,

dengan bait berikutnya yang menyebutkan di sana terdapat sapi-sapi dan kijang-kijang yang berlalu-

lalang. 146 Menurut al-Kilabi, al-raqmatain yang disebutkan dalam syair Zuhair adalah sebuah

tempat antara Jurtsum dan Mathla’ al-Syams yang terletak di wilayah Bani Asad (Mu’jam al-Buldan,

jilid 3, h. 58) 147 Rumah-rumah bekas peninggalan Ummu Aufa oleh Zuhair diibaratkan dengan bekas

tusukan-tusukan nila di pergelangan tangan yang biasanya digunakan untuk menghias diri oleh

perempuan. Saat ini mungkin sama dengan tato di tubuh.

Page 56: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

44

أال أنعم صباحا أيها الربع واسلم فلم ا عرفت الدار قلت لربعهاSaat kudapati rumah itu, aku berkata pada penghuninya

Selamat pagi wahai penghuni rumah.. ث ر اء من فوق ج ن بالعلي حتم ل تبصر خليلي هل ترى من ظغائن

Perhatikanlah sahabatku, tidakkah engkau melihat perempuan dalam sekedup-sekedup

Yang melintasi bukit-bukit dari atas (mata air) Jurtsum148

وكم بالقنان من حمل وحمرم ح زنه جعل ن القنان عن ميني و Bukit Qanan di sebelah kanan meraka dengan tanah-tanahnya yang keras

Dan di bukit Qanan itu ada yang sudah menikah, ada juga yang masih lajang

دم ال ة ه شاك ها م ي واش ح د راو ة ل وك اق تع اط بأمن ن و عل Mereka tampak di ketinggian dengan busana klasik

Dengan warna merah darah di tepinya

عليهن دل الناعم املتنعم وور كن ف الس وبان يعلون متنهMengendarai unta di atas bukit di atas barang-barangnya

Tampak senang dan menyenangkan

فهن لوادى الرس كاليد ف الفم حرن بسحرة كورا واست بكرن بMereka berangkat di pagi hari dan bangun di pagi buta

Mereka menuju lembah al-Ras, seakan-akan tangan masuk ke dalam mulut149

م اظر املتوس ني الن ق لع أني وفيهن ملهى للصديق ومنظر Mereka sangat menyenangkan bagi sahabat dan menjadi pemandangan

Yang menarik bagi mata yang memandang

نزلن به حب الفنا مل يط م كأن ف تات العهن ف كل منزلBulu-bulu yang bertebaran ke setiap rumah dan menghampiri

148 Jurtsum yaitu mata air milik Bani Asad 149 Penyair mengibaratkan perempuan-perempuan yang masuk ke dalam lembah al-Ras itu

dengan tangan yang masuk ke mulut lurus tidak berbelok.

Page 57: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

45

Seakan-akan biji pohon al-fana yang belum mekar وضعن عصي احلاضر املتخيم فلما وردن املاء ز رقا مجامة

Saat tiba di mata air yang jernih

Merekapun mendirikan kemah

رجال ب ن وه من قريش وج ره م فأقسمت بالبيت الذى طاف حولهAku bersumpah demi rumah yang selalu digunakan thawaf oleh Bani Quraisy dan Jurhum

مبكة والبيت العتيق املكر م وبالالت والعزى الىت يعبدوهنا Dan demi Latta dan ‘Uzza yang mereka sembah di Mekah dan juga di Ka’bah yang

dimuliakan ربمعلى كل حال من سحيل وم متاد ج ميينا لنعم السيدان و

Aku bersumpah, engkau berdua adalah sebaik-baiknya pemimpin yang aku dapati di setiap

hal, baik saat lemah ataupun kuat

تفانوا ودقوا بينهم عطر منشم سا وذبيانا بعدماب ما ع ت دارك ت Kalian bertemu atas nama bani Abbas dan Dzubyan (untuk berdamai), setelah

Bertempur dan mencium wangi aroma Mansyim150

نسلم القولوقد قلتما إن ندرك السلم واسعا # مبال ومعروف من Kalian telah mengatakan, andai perdamaian itu bisa kita dapatkan lewat harta dan

perkataan yang baik secara luas, marilah kita berdamai

بعيدين فيها من عقوق ومأث ها على خري موطنفأصبحتما منMaka kalian berdua berada pada tempat terbaik, jauh dari kejahatan dan dosa

ومن يستبح كنزا من اجملد يعظ م عظيمني ف عليا معد ه ديت ماMenjadi mulia, di tempat tertinggi kalian didoakan

150 Dikatakan bahwa Mansyim adalah nama seorang perempuan yang memiliki aroma

tubuh yang sangat harum. Para kabilah membeli perempuannya sebagai lambang keharuman,

mereka bersumpah atas namanya ketika berperang melawan musuh, bahwa mereka tidak akan

menyerah sampai mampu mengalahkan lawan. Untuk itu, keberuntungan bangsa Arab ditentukan

oleh aroma Mansyim.

Page 58: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

46

Siapa yang menyimpan kemuliaan, ia akan dimuliakan

ينجمها من ليس فيها مبجرم تعف ى الكلوم باملئني فأصبحت Lukapun terhapus dengan seekor unta, maka luka itu harus ditebus oleh pihak yang tidak

melakukan kesalahan.

(konsep diyat dalam politik arab jahiliyyah di mana darah dibayar dengan diyat,

bagi yang membunuh harus membayar diyat, sedangkan keluarga (laisa fiha bimujrim)

harus menghormati keluarga yang dibunuh dan menjalin silaturahim)

ومل يهريقوا بينهم ملء حمجم ينجمها قوم لقوم غرامة Luka itu ditebus oleh kelompok lain sebagai hutang

Dan mereka tidak saling mengalirkan darah dalam mangkuk bekam

م زمن مغامن شىت من إفال فأصبح جيرى فيهم من تالدكم Maka berbagai ghanimah berupa unta yang khas mengalir dari harta peninggalan kalian

يان هل أقسمتم كل م قسموذب أال أبلغ األحالف عين رسالةMohon sampaikan pada para pemimpin (bani Asad dan Ghatfan) pesan dariku

Dan juga Dzubyan, apakah kalian siap bersumpah secara sungguh-sungguh?

ليخفى ومهما ي كتم هللا يعلم فال تكتمن هللا ما ف صدوركمJanganlah engkau menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu dari Allah

Untuk bersembunyi, sebab apapun yang engkau sembunyikan dari Allah, pasti

diketahuiNya.

يؤخر فيوضع ف كتاب فيد خر # ليوم احلساب أو يعج ل فينقم(balasannya) akan ditangguhkan lalu dicatat dan disimpan

untuk hari pembalasan, atau dipercepat lalu disiksa (di dunia)

وما هو عنها باحلديث املرج م وما احلرب إال ما علمتم وذقتمPerang itu tidak lebih dari apa yang kalian tahu dan rasakan

bukan suatu pembahasan (hal) yang asing

artinya semua orang tahu akibat dan konsekuensi dari peperangan itu.

Page 59: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

47

وتضر إذ ضربتموها فتضرم مىت تبعثوها تبعثوها ذميمةKetika perang itu kalian gelorakan, kalian gelorakan kehinaan

Dan api perang akan menyala saat kalian nyalakan, lalu bergejolak

فتتئم حتملح كشافا ث قوتل فتعرككم عرك الرحا بثفاهلاLalu perang itu menusuk kulit kalian

Dan membuahi dua kali, lalu melahirkan dan beranak kembar

Ungkapan ini sebagai perumpamaan akibat dari peperangan yang akan melahirkan

berbagai petaka yang tidak berakhir, bahkan semakin besar.

كأمحر عاد ث ت رضع فتفطم غلمان أشأم كل همفت نتج لكم Perang itu lalu melahirkan para pemuda yang buruk untuk kalian

Bagai unta mandul, lalu menyusui dan menyapihnya قرى بالعراق من قفيز ودرهم ال ت غل ألهلهاا فتغلل لكم م

Lalu perang itu menghasilkan sesuatu yang tidak bisa diberikan penduduknya

Pada sebuah desa yang ada di Iraq, berupa pundi-pundi (harta) dan dirham

مبا ال يؤاتيهم ح صني بن ضمضم لعمري لنعم احلي جر عليهمDemi hidupku, sebaik-baiknya orang yang hidup dan berbuat jahat kepada mereka dengan

suatu hal yang tidak disepakati adalah Hushain ibn Dhamdham

يتقدموكان طوى كشحا على مستكنة # فال هو أبداها ومل Orang yang patah rusuknya, namun disembunyikan

Tidak memperlihatkannya dan tidak pula mau menunjukkannya

ورائى م لجموقال سأقضى حاجاتى ث أتقى # عدوي بألف من Hushain berkata, akan aku balaskan kematian saudaraku, lalu aku bersembunyi

Dari musuhku di balik seribu tentara yang berpelana

فزع بيوت كثرية # لدى حيث ألقت رحلها أم قشعم يفشد ومل Lalu ia mengancam, namun tidak mampu menakuti banyak rumah

Karena kematian terlanjur menghampirinya

Page 60: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

48

لدي أسد شاكى السالح مقذف # له لبد أظفاره مل ت قل م Di hadapan sang singa yang berkuku tajam lagi besar

Bersurai, dengan kuku-kuku yang panjang

سريعا وإال يبد بالظلم يظلم جريء مىت يظلم يعاقب بظلمهYang pemberani, saat ia dizalimi, dengan cepat ia balas kezaliman itu

Bila tidak ada yang menzaliminya, ia menzalimi

غمارا تفر ى بالسالح وبالدمرعوا ما رعوا من ظمئهم ث أوردوا # Mereka menjaga perdamaian yang seharusnya mereka jaga, lalu mendatangi

Air yang mamancar dengan senjata dan darah إىل كإل مستوبل متوخم فقضوا منايا بينهم ث أصدروا

Mereka saling memberi kematian, lalu mendatangi

padang rumput yang kering kerontang

دم ابن هنيك أو قتيل املتلث م لعمرك ما جر ت عليهم رماحهمDemi hidupmu, panah-panah mereka tidak akan mampu mengucurkan darah

Ibnu Nahik ataupun terbunuhnya al-Mutalatsim

وال وهب منها وال ابن املخز م وال شاركت ف املوت ف دم ن وفلTidak pula membantu kematian Ibnu Naufal

Tidak Wahab, tidak juga Ibnu al-Mukhazzam

صحيحات مال طالعات لم خزم لونهفكال أراهم أصبحوا يعق Menurutku, mereka semua menebusnya

dengan harta yang bagus dan layak yang ada di jalan bukit

إذا طرقت إحدى اللياىل مب عظم حلي حالل ي عصم الناس أمر همDemi keadaan, manusia dilindungi oleh kepentingan mereka sendiri

ketika kejadian hebat di malam hari datang

وال اجلارم اجلان عليهم مب سلم كرام فال ذو الضغن يدرك تبله

Page 61: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

49

Yang mulia dan tidak memiliki permusuhan dalam hati dan juga dengki

Tidak berbuat jahat kepada mereka denga membalas dendam

مثانني حوال ال أبالك يسلم احلياة ومن يعش سئمت تكاليفAku bosan dengan berbagai kesulitan dunia ini, siapa yang hidup

80 tahun lamanya, pasti menyerah

ولكن ن عن علم ما ف غد عم وأعلم ما ف اليوم واألمس قبلهAku tahu apa yang terjadi hari ini dan kemarin

Namun aku tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari

متته ومن ختطئ يعمر فيهرم رأيت املنايا خبط عشواء من تصب Aku lihat kematian yang tidak pernah pandang bulu, siapa yang dikenainya

Pasti akan mati, bila meleset, ia akan berumur panjang, lalu tua

يضرس بأنياب ويوطأ مبنسم يصانع ف أمور كثريةومن ملSiapa yang tidak mampu berbuat banyak (dalam hidup ini)

Dia akan digigit taring-taring dan diinjak-injak telapak unta

ومن جيعل املعروف من دون عرضه # يفره، ومن ال يتق الشتم يشتمSiapa yang berbuat kebaikan bukan untuk mencari kehormatan

Kebaikan itu pasti akan menjaganya, dan siapa yang suka mencaci, pasti akan dicaci ومن يك ذا فضل فيبخل بفضله # على قومه يستغن عنه ويذمم

Siapa yang diberi kelebihan, namun tidak mau berbagi kelebihannya tersebut

Dengan kaumnya, ia tidak dibutuhkan dan tercela.. إىل مطمئن الرب ال يتجمجم ومن يوف ال ي ذمم ومن ي فض قلب ه

Siapa yang menepati janji, ia tidak akan dihina, dan siapa yang dituntun hatinya

ke arah kebaikan, dia tidak akan pernah merasa ragu ولو نال أسباب السماء يسلم لنهومن هاب أسباب املنايا ين

Siapa yang takut dengan penyebab kematian, dia akan mendapatkannya

Namun bila menerima ketentuan langit, maka ia akan selamat

Page 62: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

50

151محده ذما عليه ويندم يكن ومن جيعل املعروف ف غري أهلهSiapa yang berbuat kebaikan bukan pada tempatnya,

Bukan pujian yang ia terima, tapi cercaan yang ia dapat, dan penyesalan

يطيع العوايل ركبت كل هلذم ومن يعص أطراف الزجاج فإنهSiapa yang melawan pangkal lembing

(ingatlah) bahwa ia hanya patuh pada matanya, sebagamana lembing panjang dibuat م ومن ال يظلم الناس ي ظلم مل يذذ عن حوضه بسالحهومن ي هد

Siapa yang tidak mempertahankan kehormatan dirinya dengan senjata

Ia akan hancur, dan siapa yang lemah, dia kalah

ومن ال يكر م نفسه ال يكر م ومن يغرتب يسب عد و ا صديقهSiapa yang tidak suka bergaul, ia akan mengira sahabat sebagai musuh

Dan siapa yang tidak menghargai dirinya sendiri, tidak akan dihargai

وإن خاهلا ختفى على الناس تعلم خليقة ومهما تكن عند امرئ من Akhlak (baik ataupun buruk) seseorang itu, meskipun ia mengira bisa disembunyikan

dari manusia, tetap saja tercium

زيادته أو نقصه ف التكلم وكائن ترى من معجب لك شخصهBerapa banyak orang yang engkau lihat menakjubkan

Saat berbicara, panjang ataupun singkat

فلم يبقى إال صورة اللحم والدم صف فؤاده ونلسان الفىت نصف، Ucapan seorang pemuda itu, separuh dari dirinya, separuh lagi adalah hatinya

Jika tidak, pemuda itu hanyalah gumpalan daging dan darah

151 Ali Fa’ur (syarah), Diwan Zuhair Ibnu Abi Sulma, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah,

2003 M), h. 111

Page 63: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

51

152وإن الفىت بعد السفاهة يلم وإن سفاه الشيخ ال حلم بعده Orang tua yang bodoh, tak memiliki mimpi

Sedangkan anak muda, setelah kebodohan ia bermimpi

B. Analisis Unsur-unsur Intrinsik Syair Mu’allaqah

a. Wazan dan Qafiyah

Syair Jahiliyah merupakan cikal bakal syair Arab. Syair Jahiliyah termasuk

ke dalam jenis syair klasik yang berpatokan pada wazan dan qafiyah. Definisi syair

yang diberikan oleh para kritikus sastra Arab, umumnya diambil dari syair klasik

termasuk di dalamnya syair Jahiliyah. Syair Jahiliyah yang sampai pada kita saat

ini, seluruhnya sudah dalam performa yang matang, dari segi wazan dan qafiyah.

Salah satu unsur intrinsik yang menjadi ciri khas dan menjadi unsur

pembentuk syair Arab adalah rawi. Rawi adalah intonasi (nibrah) atau nada

(nagham) yang mengakhiri bait syair. Bait syair yang diakhiri dengan rawy hamzah

disebut dengan al-hamaziyyah, dan yang diakhiri dengan rawi ba disebut dengan

al-ba’iyyah, demikian seterusnya, al-ta’iyyah, al-tsa’iyyah..sampai al-ya’iyyah.153

Syair Al-Mu’allaqât Zuhair di atas bila berdasarkan rawy, termasuk ke dalam

kategori al-mimiyyah, karena syairnya diakhir dengan bunyi mim. Perhatikan

contoh:

ل محب وم ان ة ال دراج فاملت ث أمن أم أوف دمنة مل تكل م

صم مراجيع وشم ف نواشر مع دي ار هلا بالر قمتني كأن ها

Kata al-mutatsallami dan mi’shami yang ada di akhir kedua bait syair di atas

diakhiri dengan rawy mim, dan inilah yang menentukan nada dan intonasi dalam

syair Arab. Dalam syair Arab rawi al-mimiyyah termasuk ke dalam rawi yang

paling digemari penyair Arab.154 Zuhair sendiri menggunakan rawi al-mimiyah

152 Ahmad Hasan al-Zayyat, Tarikh al-Adab al-Arabi, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 2005

M/1426 H), h.42-44 153 Emil Ba’di Ya’qub, al-Mu’jam al-Mufashal fi ‘Ilm al-‘Arudh wa al-Qafiyah wa Funun

al-Syi’r, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 2010), cet. 2, h. 247 154 Emil Ba’di Ya’qub, al-Mu’jam al-Mufashal fi ‘Ilm al-‘Arudh wa al-Qafiyah wa Funun

al-Syi’r, h. 443

Page 64: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

52

dalam 7 (tujuah) buah syair yang berbeda-beda. Yang paling panjang adalah yang

ia gunakan dalam syair al-Mu’allaqât di atas yang mencapai 62 bait. Menurut Emil

Badi’ Ya’qub penulis al-Mu’jam al-Mufashal fi ‘Ilm al-‘Arudh wa al-Qafiyah wa Funun

al-Syi’r, syair al-mimiyyat yang terkenal adalah syair al-Mu’allaqâtnya Zuhair Ibnu

Abi Sulmâ yang dibahas. 155

Rawy sendiri erat hubungannya dengan qafiyah. Qafiyah menurut al-

Farahidi adalah huruf terakhir dalam bait syair hingga huruf sukun sebelumnya

ditambah huruf sebelum sukun. Sedangkan al-Akhfasy berpendapat, bahwa

qafiyah adalah kata terakhir dalam bait syair. Al-Farra bahkan mengatakan bahwa

qafiyah sama dengan rawy, namun pendapatnya banyak yang melemahkan.156

Oleh karena itu, secara otomatis qafiyah dan rawi menjadi unsur pembentuk

dalam syair Arab klasik. Contoh dalam syair Zuhair:

وأطالؤها ينهضن من كل مثم هبا العني واآلرام ميشني خلفة

فلي ا عرفت الدار بعد توه م وق فت هبا من بعد عشرين حج ة Yang dimaksud dengan qafiyah pada kedua bait syair di atas adalah kata

majtsami dan tawahhumi. Huruf sukun pada bait pertama terdapat pada huruf jim

.(توههم ) sedangkan pada bait kedua pada huruf h dalam huruf bertasydid ,(مجثم )

Rawy dan qafiyah ini menentukan irama dan nada dalam syair Arab.

Unsur lain yang juga turut menentukan nada dan irama dalam syair Arab

adalah wazan. Wazan yaitu kumpulan taf’ilah yang terdapat pada bait syair yang

telah ditentukan oleh kaidah-kaidah ilmu Arudh.157Wazan dinamakan juga dengan

bahar atau al-buhûr al-syi’riyah, yakni bentuk-bentuk pola irama yang membentuk

corak musik yang beranekaragam dalam syair Arab.158Wazan di dalam syair arab

erat hubungannya dengan irama musik.159 Ada 12 wazan (corak musik) dalam syair

155 Jumlah 62 bait adalah versi Ibnu Abdullah al-Zuzni, Syarh al-Mu’allaqat al-Sab’,

(Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiiyah, 1985 M). Jumlah maupun urutan syair biasanya terkadang

berbeda antara satu penulis dengan penulis lainnya. 156 Emil Ba’di Ya’qub, al-Mu’jam al-Mufashal fi ‘Ilm al-‘Arudh wa al-Qafiyah wa Funun

al-Syi’r, h. 347 157 . al-Mu’jam al-Mufashshal fi ‘Ilm al-Arudh, hal. 458

158 . Ibrahim Anis, Musiqâ al-Syi’r, hal. 50 159 Keterkaitan wazan dan qafiyah dengan irama music dibahas secara khusus di antaranya

oleh Abduridho Ali dalam buku Musiqa al-Syi’r al-Arabi Qadimah wa Haditsah (Irama syair Arab:

Klasik dan modern)

Page 65: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

53

Arab yang terkenal, yaitu basith, rajaz, sari’, raml, khafif, madid, mutadarik, thawil,

mutaqarib, wafir, hajaz, dan kamil.160

Zuhair dalam syair al-mimiyyahnya ini menggunakan bahr thawil dengan

wazan:

فعولن مفاعيلن فعولن مفاعلن فعولن مفاعيلن فعولن مفاعلن

ثم وأطال ؤها ينهض ن من كل ل م ن واآلرا م ميشي ن خلفة هبا العي

/°//° //°/°/° /°//° //°//° /°//° //°/°/° /°//° //°//° Dalam bait tersebut, Zuhair menggunakan bahr thawil dengan qabdh di

dalamnya, yaitu membuang huruf kelima yang mati pada taf’ilah لن مفاع yang

seharusnya مفاعيلن. Dalam syair al-Mu’allaqâtnya tersebut, Zuhair seluruhnya

menggunakan bahr thawil dengan rawi al-mimiyyah, dan corak qafiyah yang

seragam.

Seseorang yang mampu merangkai nada dan irama syair yang hebat

menandakan bahwa ia seseorang yang cerdas dan memiliki cita rasa seni yang

tinggi. Untuk itu sangat wajar, bila pada masa Jahiliyah seorang penyair sangat

dihormati dan diagungkan. Tidak mudah rasanya bagi para sastrawan untuk

menggubah syair dengan pola-pola dan irama yang sangat terikat, kecuali ia

memiliki kemampuan seni yang luar biasa, sehingga antara kata, makna dan irama

bisa terjalin dengan indah. Hal ini menjadi indikasi bahwa masa Jahiliyah,

sesungguhnya bukanlah sepenuhnya masa kebodohan, karya-karya syair yang lahir

dari masyarakat Jahiliyah menunjukkan bahwa pada masa itu, bangsa Arab telah

memiliki peradaban yang tinggi seperti bangsa lain yang ada di sekitarnya,

meskipun lebih rendah dari Romawi dan Persia. Syair dengan pola irama yang

indah, tidak mungkin lahir dari sebuah masyarakat yang bodoh.

b. Kandungan

Unsur intrinsik kedua yang menjadi unsur pembangun syair adalah

kandungan atau isi dari syair itu sendiri. Secara garis besar isi syair Al-Mu’allaqât

Zuhair terbagi ke dalam 3 bagian:

160 Lihat Chatibul Umam, al-Muyassar fi ‘Ilm al-Arudh, Fakultas Adab, 1992

Page 66: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

54

1. Bagian awal atau muqadimah syair ( nasib).

Nasib adalah penyebutan nama perempuan dan berbagai hal yang terkait

dengan perempuan yang memiliki kehidupan yang sangat dekat dengan penyair,

bisa kekasih, istri, anak, ataupun saudara. Nasib menjadi ciri khas dari syair

Jahiliyah. Secara sosiologi, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Jahiliyah

sangat lekat dengan perempuan, namun hal ini tidak berarti mereka menempatkan

perempuan sebagai sosok yang dimuliakan. Tradisi penyebutan perempuan pada

syair-syair Jahiliyah, lebih pada sikap alamiah laki-laki yang mencintai perempuan

sebagai lawan jenis. Hal ini terbukti dari syair Zuhair yang menjadikan Ummu Aufa

yang bernama asli Laila sebagai mukadimah (nasib) syairnya. Padahal Ummu Aufa

sebagaimana dibahas pada bab 3 adalah mantan istrinya yang diceraikan gara-gara

anak-anaknya meninggal semua saat masih kecil.

حبومانة الدراج فاملتثل م أمن أم أوف دمنة مل تكل م Adakah jejak-jejak Ummi Aufa yang belum berbicara

di al-Darraj dan juga al-Mutatsallam

مراجيع وشم ف نواشر معصم ديار هلا بالر قمتني كأهنا Perkampungan yang terletak di al-Raqmatain, seakan-akan

Titik-titik hitam nila di pergelangan tangan161

وأطالؤها ينهضن من كل مثم هبا العني واآلرام ميشني خلفة Di perkampungan itu sapi-sapi dan kijang-kijang berlalu lalang

dan anak-anaknya terperanjat dari tidur

فلي ا عرفت الدار بعد توه م فت هبا من بعد عشرين حج ة وق Ku berhenti di sana, untuk mengunjunginya setelah 20 tahun berlalu

dengan susah payah, akhirnya kutemukan kampung ini ونؤيا كجذم احلوض مل يتثل م أثايف س فعا ف م عر س مرحل

(kutemukan) tungku-tungku hitam di pemberhentian para musafir

161 Rumah-rumah bekas peninggalan Ummu Aufa oleh Zuhair diibaratkan dengan bekas

tusukan-tusukan nila di pergelangan tangan yang biasanya digunakan untuk menghias diri oleh

perempuan. Saat ini mungkin sama dengan tato di tubuh.

Page 67: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

55

Dan Tanggul-tanggul air yang tersisa bagaikan kolam-kolam kecil

أال أنعم صباحا أيها الربع واسلم فلم ا عرفت الدار قلت لربعهاSaat kudapati rumah itu, aku berkata pada penghuninya

Selamat pagi wahai penghuni rumah.. ث ر اء من فوق ج ن بالعلي حتم ل تبصر خليلي هل ترى من ظغائن

Perhatikanlah sahabatku, tidakkah engkau melihat perempuan dalam sekedup-sekedup

Yang melintasi bukit-bukit dari atas (mata air) Jurtsum162

وكم بالقنان من حمل وحمرم ان عن ميني وح زنه جعل ن القنBukit Qanan di sebelah kanan meraka dengan tanah-tanahnya yang keras

Dan di bukit Qanan itu ada yang sudah menikah, ada juga yang masih lajang

دم ال ة ه شاك ها م ي واش ح د راو ة ل وك اق تع اط بأمن ن و عل Mereka tampak di ketinggian dengan busana klasik

Dengan warna merah darah di tepinya

عليهن دل الناعم املتنعم وور كن ف الس وبان يعلون متنهMengendarai unta di atas bukit di atas barang-barangnya

Tampak senang dan menyenangkan

فهن لوادى الرس كاليد ف الفم حرن بسحرة كورا واست بكرن بMereka berangkat di pagi hari dan bangun di pagi buta

Mereka menuju lembah al-Ras, seakan-akan tangan masuk ke dalam mulut163

م اظر املتوس ني الن ق لع يأن وفيهن ملهى للصديق ومنظر Mereka sangat menyenangkan bagi sahabat dan menjadi pemandangan

Yang menarik bagi mata yang memandang

نزلن به حب الفنا مل يط م كأن ف تات العهن ف كل منزل

162 Jurtsum yaitu mata air milik Bani Asad 163 Penyair mengibaratkan perempuan-perempuan yang masuk ke dalam lembah al-Ras itu

dengan tangan yang masuk ke mulut lurus tidak berbelok.

Page 68: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

56

Bulu-bulu yang bertebaran ke setiap rumah dan menghampiri

Seakan-akan biji pohon al-fana yang belum mekar وضعن عصي احلاضر املتخيم فلما وردن املاء ز رقا مجامة

Saat tiba di mata air yang jernih

Merekapun mendirikan kemah

Nasib, pada umumnya bukan hanya ada pada bait pertama yang

menyebutkan nama perempuan, namun juga bait-bait berikutnya yang

menceritakan berbagai hal tentang tokoh perempuan yang ada dalam nasib. Dalam

syair Zuhair nasib dimulai dengan menyebutkan nama Ummu Aufa (Laila) mantan

istrinya, lalu rumah dan perkampungan tokoh perempuan dengan segala peristiwa

di dalamnya, bekas-bekas yang dilalui oleh sang tokoh, serta kehidupan lainnya

yang ada di sekitar tokoh perempuan, sebagaimana tampak pada syair-syair di atas.

2. Bagian tengah merupakan tema (ghardh) dari syair

Bagian tengah syair oleh Zuhair digunakan untuk menyampaikan tujuannya.

Tujuan utama dari syair al-Mu’allaqât Zuhair yang sangat popular ini adalah

memuji (madh) Harem ibn Sinan dan al-Harits ibn ‘Auf. Dua tokoh perdamaian

antara kabilah ‘Abbas dan Dzubyan. Hal ini tampak pada bait-bait di bawah ini:

رجال ب ن وه من قريش وج ره م فأقسمت بالبيت الذى طاف حولهAku bersumpah demi rumah yang selalu digunakan thawaf oleh Bani Quraisy dan Jurhum

مبكة والبيت العتيق املكر م وبالالت والعزى الىت يعبدوهنا Dan demi Latta dan ‘Uzza yang mereka sembah di Mekah dan juga di Ka’bah yang

dimuliakan على كل حال من سحيل ومربم متاد ج ميينا لنعم السيدان و

Aku bersumpah, engkau berdua adalah sebaik-baiknya pemimpin yang aku dapati di setiap

hal, baik saat lemah ataupun kuat

ا بينهم عطر منشمتفانوا ودقو سا وذبيانا بعدماب ما ع ت دارك ت Kalian bertemu atas nama bani Abbas dan Dzubyan (untuk berdamai), setelah

Page 69: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

57

Bertempur dan mencium wangi aroma Mansyim164

نسلم القولوقد قلتما إن ندرك السلم واسعا # مبال ومعروف من Kalian telah mengatakan, andai perdamaian itu bisa kita dapatkan lewat harta dan

perkataan yang baik secara luas, marilah kita berdamai

بعيدين فيها من عقوق ومأث فأصبحتما منها على خري موطنMaka kalian berdua berada pada tempat terbaik, jauh dari kejahatan dan dosa

ن اجملد يعظ مومن يستبح كنزا م عظيمني ف عليا معد ه ديت ماMenjadi mulia, di tempat tertinggi kalian didoakan

Siapa yang menyimpan kemuliaan, ia akan dimuliakan

ينجمها من ليس فيها مبجرم تعف ى الكلوم باملئني فأصبحت Lukapun terhapus dengan seekor unta, maka luka itu harus ditebus oleh pihak yang tidak

melakukan kesalahan.

ومل يهريقوا بينهم ملء حمجم ينجمها قوم لقوم غرامة Luka itu ditebus oleh kelompok lain sebagai hutang

Dan mereka tidak saling mengalirkan darah dalam mangkuk bekam

م زمن مغامن شىت من إفال فأصبح جيرى فيهم من تالدكم Maka berbagai ghanimah berupa unta yang khas mengalir dari harta peninggalan kalian

وذبيان هل أقسمتم كل م قسم أال أبلغ األحالف عين رسالةMohon sampaikan pada para pemimpin (bani Asad dan Ghatfan) pesan dariku

Dan juga Dzubyan, apakah kalian siap bersumpah secara sungguh-sungguh?

Untuk meyakinkan keseriusan perdamaian antara dua kabilah, sebagai

penyair yang cerdas, Zuhair memulai pujian untuk kedua tokoh (al-sayidani)

164 Dikatakan bahwa Mansyim adalah nama seorang perempuan yang memiliki aroma

tubuh yang sangat harum. Para kabilah membeli perempuannya sebagai lambang keharuman,

mereka bersumpah atas namanya ketika berperang melawan musuh, bahwa mereka tidak akan

menyerah sampai mampu mengalahkan lawan. Untuk itu, keberuntungan bangsa Arab ditentukan

oleh aroma Mansyim.

Page 70: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

58

dengan 2 (dua) sumpah yang bersifat religious. Sumpah pertama atas nama ka’bah

sebagai tempat ibadah (thawaf) yang dibangun oleh bani Jurhum sebagai moyang

dari kedua kabilah yang berperang tersebut (Abbas dan Dzubyan). Sumpah kedua,

Zuhair juga menggunakan Latta dan Uzza, dua berhala yang dijadikan sembahan

bangsa Arab saat itu. Kedua sumpah ini menunjukkan bahwa apa yang akan

diutarakannya adalah sebuah keseriusan.

Pujian-pujian (madh) yang disampaikan oleh Zuhair kepada kedua

pembesar kabilah tersebut, sesungguhnya untuk meyakinkan kepada anggota

kabilah lainnya agar menuruti perdamaian yang telah disepakati bersama dengan

mencontohkan kebesaran kedua tokoh tersebut yang tidak mungkin menghianati

antara satu dengan yang lainnya. Selain itu juga akan melaksanakan perjanjian-

perjanjian yang telah disepakati.

3. Pesan moral yang ingin disampaikan

Syair Al-Mu’allaqât Zuhair Ibnu Abi Sulmâ adalah syair yang sarat dengan

pesan moral. Para kritikus sastra Arab bahkan memasukan syair ini ke dalam

kategori syair hikmah, dan pada masa Islam banyak dikutip sebagai kata-kata

mutiara. Namun secara umum, pesan moral yang terdapat dalam syair tersebut

terdiri dari:

1. Kejujuran pada Tuhan

2. Perdamaian, Konsekuensi perang dan hukum yang berlaku dalam

peperangan

3. Etika social

4. Etika pergaulan

Pesan moral tersebut selanjutnya akan dibahas secara khusus dalam

pembahasan berikut ini.

c. Gaya Bahasa

Zuhair adalah penyair dari para penyair, karena ia tidak suka bertele-tele

dalam ungkapan-ungkapannya, menjauhi kata-kata yang liar, dan tidak memuji

kecuali karena memang pantas untuk dipuji.165 Ungkapan Umar ibn al-Khathab

165 Muhammad Yusuf Farran, Zuhair Ibn Abi Sulma, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah,

1990 M), 129

Page 71: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

59

tersebut, secara umum cukup memberi gambaran kepada kita gaya bahasa Zuhair

Ibnu Abi Sulmâ dalam menggubah syair-syairnya.

Dalam syair al-Mu’allaqât di atas, saya menemukan beberapa karakteristik

gaya bahasa Zuhair, seperti:

1. Penggunaan tasybih.

Tasybih, dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah perumpamaan.

Gaya bahasa tasybih banyak digunakan dalam mukadimah al-Mu’allaqât Zuhair.

Dalam mukadimah tersebut, tasybih digunakan Zuhair untuk menggambar sesuatu

atau keadaan (washf). Dari empat belas (14) bait syair mukadimah (nasib) lima

diantaranya menggunakan gaya bahasa perumpamaan (tasybih). Sebagai contoh:

مراجيع وشم ف نواشر معصم ديار هلا بالر قمتني كأهنا Perkampungan yang terletak di al-Raqmatain, seakan-akan

Titik-titik hitam nila di pergelangan tangan

فهن لوادى الرس كاليد ف الفم حرن بسحرة كورا واست بكرن بMereka berangkat di pagi hari dan bangun di pagi buta

Mereka menuju lembah al-Ras, seakan-akan tangan masuk ke dalam mulut166

Dalam bait tersebut, dengan jelas Zuhair menggunakan artikel كأن (seakan-

akan) dan ك (bagai) yang merupakan alat tasybih dalam bahasa Arab. كأن (seakan-

akan) dan ك (bagai, seperti) merupakan artikel perumpamaan yang paling banyak

digunakan. Pada bait pertama, zuhair menggunakan perumpamaan suatu benda

konkrit (hissi) dengan benda konkrit (hissi) lainnya, yaitu kata diyar (rumah-rumah

di perkampungan) dengan titik-titik nila (maraji’ wasym) yang dilukiskan di

pergelangan tangan. Sedangkan pada bait kedua, suatu keadaan diibaratkan dengan

sesuatu yang konkrit, yaitu iringan para perempuan di lembah Ras diumpamakan

dengan tangan yang masuk ke mulut.

Selain ن كأ dan ك, ada juga yang menggunakan kata yang bermakna kata

kerja “menyerupai” seperti dalam bait berikut ini:

166 Penyair mengibaratkan perempuan-perempuan yang masuk ke dalam lembah al-Ras itu

dengan tangan yang masuk ke mulut lurus tidak berbelok.

Page 72: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

60

دم ال ة ه شاك ها م ي واش ح د راو ة ل وك اق تع اط بأمن ن و عل Mereka tampak di ketinggian dengan busana klasik

Dengan warna merah di tepinya bagai darah

Kata ة ه شاك م dalam syarh al-Mu’allaqât al-Sab’ diartikan dengan مشابهة

yang artinya menyerupai.167

Dalam ilmu balaghah, gaya bahasa tasybih yang menggunakan unsur

lengkap (musyabbah, musyabbah bih, wajh syibh, dan adat tasybih) disebut dengan

tasybih mursal dan termasuk ke dalam tasybih yang paling sederhana. Gaya bahasa

tasybih termasuk gaya bahasa yang digemari penyair Jahiliyah. Gaya bahasa

tasybih (perumpamaan) biasanya digunakan penyair untuk menggambarkan suatu

keadaan yang disebut dengan washf, sebagaimana tampak pada kedua contoh di

atas.

2. Penggunaan majas dan metafora.

Selain tasybih, Zuhair juga menggunakan gaya bahasa yang lebih tinggi

dari tasybih yaitu majas. Majaz adalah gaya bahasa yang digunakan bukan pada

makna yang sebenarnya, karena ada indicator (qarinah) yang memalingkannya

dari makna asli ke makna majazi. Di antara jenis majas yang digunakan Zuhair

dalam syairnya adalah isti’arah (metafora). Isti’arah adalah gaya bahasa

perumpamaan yang hanya menyebutkan salah satu tharf tasybih. Yang dimasud

dengan tharf tasybih adalah sesuatu yang diumpamakan (musyabbah) dan yang

dibuat perumpamaan (musyabbah bih).

Gaya bahasa majas isti’arah yang digunakan Zuhair tampak pada bait syair

berikut ini:

حبومانة الدراج فاملتثل م أمن أم أوف دمنة مل تكل م Adakah jejak-jejak Ummi Aufa yang belum berbicara

di al-Darraj dan juga al-Mutatsallam

167 Ibn Abdillah al-Zauzini, Syarh al-Mu’allaqat al-Sab’, (Beirut: Dar al-Kutub al-

Ilmiyyah, 1985), h. 64

Page 73: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

61

Kata dimnah ( دمنة) sebagaimana disebutkan dalam Syarh alAl-Mu’allaqât

al-sab’ diartikan dengan sesuatu yang hitam yang ada pada bekas rumah yang

ditinggalkan penghuninya, seperti tahi binatang (ba’r), abu (ramad), bekas tungku

masak, dan lainnya. Dalam syair di atas, kata dimnah dianalogikan dengan manusia.

Hal ini tampak dari qarinah (indicator) yang disebutkan setelahnya yaitu kata lam

takallami (tidak berbicara). Melalui gaya bahasa majas isti’arah, dimnah atau

puing-puing hitam oleh Zuhair diserupakan dengan manusia dan diminta untuk

berbicara menyampaikan kabar tentang kekasih yang dicintainya.

Contoh majas lainnya yang ada dalam syair al-Mu’allaqât Zuhair:

له لبد أظفاره مل ت قل م لدي أسد شاكى السالح مقذف Di hadapan sang singa yang berkuku tajam lagi besar

bersurai, dengan kuku-kuku yang panjang

Kata Asad (singa) dalam bait tersebut, bukan merujuk pada makna yang

sesungguhnya, namun merujuk pada Hushain ibn Dhamdham saudara Harem ibn

Dhamdham dari kabilah Abbas.168 Hushain dalam syair tersebut diumpamakan

dengan singa yang berkuku tajam, bertubuh besar, dan berkuku tajam. Sebuah

perumpamaan bagi seseorang yang gagah berani. Dalam bait tersebut, Zuhair

Hanya menyebutkan musyabbah bih (yang diserupakan) tanpa menyebutkan

musyabbah (yang diserupai). Zuhair juga menyebutkan dalam syairnya tersebut

ciri-ciri yang menggambarkan musyabbah bih (singa) bukan Hushain (tokoh yang

gagah berani). Hal ini tampak pada penyebutan ciri-ciri singa yang gagah berani,

seperti kuku yang tajam dan bersurai. Majas yang seperti ini dalam ilmu balaghah

disebut dengan isti’arah murasyahah.

Selain kedua contoh tersebut, masih banyak contoh-contoh lainnya yang

menggunakan gaya bahasa majas. Banyak digunakannya gaya bahasa majas pada

masa Jahiliyah, menunjukkan bahwa penyair pada masa itu sudah memiliki cita rasa

168 Dalam buku Diwan Zuhair Ibn Abi Sulma dijelaskan bahwa Hushain Ibn Dhamdham

adalah saudara dari Harem ibn Dhamdham. Ia mati terbunuh saat perang al-Ya’mariyah antara

kabilah Abbas dan Dzubyan. Nasib Dhamdham, seperti halnya ayahnya yang terbunuh pada saat

perang al-Muryaqib, ia pun dibunuh oleh ‘Antarah ibn Abi Syaddad dari kabilah Abbas. Lih. ‘Ali

Fa’ur, Diwan Zuhair Ibn Abi Sulma, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2003), h. 108

Page 74: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

62

seni yang tinggi. Meskipun bersifat individual, seseorang yang memiliki cita rasa

seni yang tinggi, bisa dikategorikan sebagai seseorang yang berperadaban.

3. Jumlah syartiyyah (klausa bersyarat).

Gaya bahasa lainnya yang menjadi ciri khas syair Al-Mu’allaqât Zuhair

adalah banyak digunakannya struktur jumlah syarthiyyah atau klausa bersyarat.

Gaya bahasa model ini banyak dijumpai dalam bait yang berisi pesan-pesan moral

yang biasa disebut dengan syair-syair hikmah. Syair hikmah menjadi penutup dari

rangkaian syair al-Mu’allaqât Zuhair, setelah nasib sebagai puisi pembuka, madh

sebagai tujuan puisi, dan hikmah sebagai amanat atau pesan moral yang hendak

disampaikan oleh penyair.

Inilah beberapa gambaran tentang syair Al-Mu’allaqât Zuhair dan unsur-

unsur intrinsik yang membangunnya. Unsur-unsur intrinsik yang membangun syair

al-Mu’allaqât Zuhair, sesungguhnya tidak bisa dipisahkan dari unsur-unsur

ekstrinsik yang mempengaruhinya, seperti tradisi bersyair dan kondisi sosiologis

masyarakat saat itu. Pesan moral yang terdapat dalam syair hikmah Zuhair dan

menjadi penutup syair al-Mu’allaqât adalah salah satu unsur intrinsik yang erat

kaitannya dengan kondisi sosiologis masyarakat Arab saat itu. Oleh karena itu,

kajian nilai-nilai moralitas yang ada dalam syair tersebut akan dibahas secara

tersendiri dalam bab berikutnya.

-------00-------

Page 75: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

63

BAB V

NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR

ZUHAIR IBNU ABI SULMA

Bagi sebagian orang mungkin mengira bahwa bangsa Arab Jahiliyah tidak

banyak mengenal nilai-nilai moralitas humaniora. Sejarah lebih banyak mencatat

periode Jahiliyah sebagai masa tidak berperadaban dan amoral. Catatan sejarah

tersebut tidaklah salah, namun kita juga tidak boleh mengingkari kenyataan sejarah

lain tentang sisi kemanusiaan pada masa itu. Hal ini terbukti dari syair-syair yang

digubah oleh Zuhair Ibnu Abi Sulma ayahanda Ka’ab ibnu Zuhair sahabat

Rasulullah SAW. Dalam bab ini, saya secara khusus akan mengupas nilai-nilai

moralitas yang tercermin dala syair Zuhair ibn Abi Sulma.

C. Nilai-nilai moralitas dalam Syair Mu’allaqah

Pada bab sebelumnya secara singkat disebutkan, bahwa secara umum nilai-

nilai moralitas yang hendak disampaikan Zuhair melalui syairnya di antaranya

adalah nilai-nilai moralitas religi, politik, dan sosial.

a. Nilai-nilai moralitas religi

Berbicara tentang nilai-nilai moralitas pada masa Jahiliyah dan

dihubungkan dengan kehidupan beragama saat itu, mungkin tidak semua setuju.

Namun demikian syair Zuhair Ibn Abi Sulma menjadi salah satu bukti bahwa

kehidupan keagamaan saat itu masih ada meskipun dalam skala yang kecil.

Keyakinan saya ini dikuatkan dengan pernyataan Muhammad Yusuf Farran saat

membahas tentang kehidupan spiritual pada masa Jahiliyah. Farran menyatakan

bahwa ada sebagian dari para pembesar masyarakat Arab Jahiliyah yang masih

memeluk agama hanif (tauhid). Mereka menjalankan kehidupannya berlandaskan

pada akhlak mulia dan logika yang benar. Di antaranya adalah Waraqah Ibn Naufal,

Zaid ibn ‘Amr ibn Naufal, Khalid Ibn Sinan al-‘Abbasi, Hanzhalah ibn Shafwan,

Page 76: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

64

Qis Ibn Sa’idah al-Iyadi, ‘Amir ibn al-Zharb al-‘Udwani, ‘Ubaid ibn al-Abrash,

Umayyah ibn al-Shalt, al-Nabighah al-Ja’di, serta Zuhair ibn Abi Sulma.169

Pernyataan Yusuf Farran tersebut semakin menguatkan pendapat saya

tentang adanya nilai-nilai moralitas yang berlandaskan agama. Hal ini tampak pada

syair Zuhair berikut ini:

وذبيان هل أقسمتم كل م قسم أال أبلغ األحالف عين رسالةMohon sampaikan pada para pemimpin (bani Asad dan Ghatfan) pesan dariku

Dan juga Dzubyan, apakah kalian siap bersumpah secara sungguh-sungguh?

يعلم ليخفى ومهما ي كتم هللا فال تكتمن هللا ما ف صدوركمJanganlah engkau menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu dari Allah

Untuk bersembunyi, sebab apapun yang engkau sembunyikan dari Allah, pasti

diketahuiNya.

ليوم احلساب أو يعج ل فينقم يؤخر فيوضع ف كتاب فيد خر (balasannya) akan ditangguhkan lalu dicatat dan disimpan

untuk hari pembalasan, atau dipercepat lalu disiksa (di dunia)

Pada bait syair di atas, Zuhair memohon kepada para pembesar kabilah

Asad, Ghatfan dan juga Dzubyan, untuk membawa pesan perdamaian. Lalu ia

meminta kesungguhan mereka dengan bersumpah. Perlu diketahui bahwa

masyarakat Arab terbiasa menggunakan sumpah dengan nama Tuhan bahkan nama

Allah, seperti yang biasa dilakukan oleh Imru al-Qais berikut ini:

ولو قطعوا رأ ىس دليك أ وصاىل أ برح قاعدا ميني هللافقلت

Akupun berkata; Demi Allah aku masih duduk di sini

Andai mereka memotong kepalaku, pasti tidak sampai

169 Muhammad Yusuf Farran, Zuhair Ibnu Abi Sulma: Hayatuhu wa Syi’ruhu, (Beirut:

Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1990 M), h. 20

Page 77: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

65

ن من حديث وال صال حلفة فاجر ابهللحلفت لها 170لناموا مفا ا

Aku bersumpah padanya layaknya sumpah orang fasiq171

Imru al-Qais bukan satu-satunya penyair yang banyak menggunakan lafaz

Allah untuk bersumpah, masih banyak penyair Jahiliyah lainnya yang

menggunakan lafaz tersebut untuk bersumpah, seperti Antarah ibn Abi Syadad, dan

lainnya. Namun demikian, sumpah yang mereka gunakan pada umumnya bukan

sumpah yang sebenarnya, melainkan hanya tradisi saja.

Untuk menghindari tradisi sumpah seperti itu, sehingga bukan sekedar

permainan di bibir mereka saja, Zuhair menegaskan dengan bait:

ليخفى ومهما ي كتم هللا يعلم فال تكتمن هللا ما ف صدوركمJanganlah engkau menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu dari Allah

Untuk menghindar, sebab apapun yang engkau sembunyikan dari Allah, pasti

diketahuiNya.

Bait syair tersebut jelas mengajarkan masyarakat Arab agar bersikap jujur.

Dalam hal ini, para pembesar ketiga kabilah tersebut harus jujur bahwa bersedia

membawa misi perdamaian kepada kabilah masing-masing, bukan hanya sumpah

di mulut saja. Untuk itu Zuhair menegaskan perlunya kejujuran pada Tuhan, sebab

tiada ada yang bisa bersembunyi dari Tuhan, karena Tuhan maha mengetahui. Lafaz

Allah yang digunakan oleh Zuhair dalam syairnya, jelas membuktikan

keyakinannya terhadap Allah Tuhan semesta alam.

Pada bait berikutnya, kembali Zuhair menegaskan keyakinannya akan

adanya hari pembalasan sebagai ancaman kepada mereka agar berlaku jujur dan

tidak menyembunyikan niat-niat buruk untuk mengkhianati perjanjian damai.

ليوم احلساب أو يعج ل فينقم يؤخر فيوضع ف كتاب فيد خر (balasannya) akan ditangguhkan lalu dicatat dan disimpan

170 Musthafa ‘Abd al-Syafi, Diwan Imri al-Qais, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, tth),

hal 124-125

171 sumpah yang dilakukan oleh orang fasiq atau orang-orang yang banyak melakukan dosa

dan kebohongan, bukan sumpah yang sebenarnya.

Page 78: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

66

untuk hari pembalasan, atau dipercepat lalu disiksa (di dunia)

Ketiga bait syair tersebut membuktikan akan adanya nilai-nilai moralitas

religius pada masa Jahiliyah, yaitu:

1. Keyakinan akan adanya Tuhan YME

2. Keyakinan akan adanya pengawasan dari Tuhan YME

3. Keyakinan akan adanya hari pembalasan (yaum al-hisab)

4. Keyakinan akan adanya balasan (baik dan buruk dari Tuhan)

Nilai-nilai religi tersebut oleh Zuhair digunakan agar semua pihak jujur dan

tidak ada yang mengkhianati perjanjian damai yang sedang digagas.

b. Nilai-nilai moralitas politik

Sebagaimana kita ketahui, bahwa masa Jahiliyah adalah sebuah masa yang

penuh gejolak. Perang menjadi sebuah tradisi dan budaya. Di sisi lain, penyair

banyak diuntungkan oleh kondisi ini. Syair menjadi alat politik yang sangat handal,

baik untuk propaganda, pemberi semangat dalam peperangan, hingga menjadi alat

diplomatik. Zuhair sebagai penyair handal tentu saja tidak jauh dari gejolak politik

yang terjadi saat itu. Meskipun demikian, syair-syair politiknya tidak terlepas dari

nilai-nilai moralitas yang tinggi.

Syair-syair Zuhair banyak mengajarkan nilai-nilai moralitas dalam

berpolitik. Tentu saja, politik yang dimaksud di sini tidak terlepas dari kontek

peperangan. Di antaranya terdapat dalam syair Mu’alaqat yang terkait dengan

peristiwa perdamaian antara kabilah ‘Abas dan Dzubyan. Melalui syairnya tersebut,

Zuhair memuji al-Harits ibnu ‘Auf dan Harem ibnu Sinan atas upaya yang

dilakukan keduanya untuk melakukan rekonsiliasi. Inilah syair Mu’allaqat Zuhair

yang terkenal dan sarat dengan nilai-nilai moralitas politik:

رجال ب ن وه من قريش وج ره م فأقسمت بالبيت الذى طاف حولهAku bersumpah demi rumah yang selalu digunakan thawaf oleh Bani Quraisy dan

Jurhum

مبكة والبيت العتيق املكر م وبالالت والعزى الىت يعبدوهناDan demi Latta dan ‘Uzza yang mereka sembah di Mekah dan juga di Ka’bah yang

dimuliakan

Page 79: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

67

Dalam ke dua bait syair tersebut, Zuhair menggunakan dua buah sumpah,

yang pertama ia bersumpah dengan Ka’bah yang diagungkan oleh bangsa Qurais

على كل حال من سحيل ومربم متاد ج ميينا لنعم السيدان و Aku bersumpah, engkau berdua adalah sebaik-baiknya pemimpin yang aku dapati di setiap

hal, baik saat lemah ataupun kuat

تفانوا ودقوا بينهم عطر منشم سا وذبيانا بعدماب ما ع ت دارك ت Kalian bertemu atas nama bani Abbas dan Dzubyan (untuk berdamai), setelah

Bertempur dan mencium wangi aroma Mansyim172

نسلم القولمبال ومعروف من وقد قلتما إن ندرك السلم واسعا Kalian telah mengatakan, andai perdamaian itu bisa kita dapatkan lewat harta dan

perkataan yang baik secara luas, marilah kita berdamai

بعيدين فيها من عقوق ومأث فأصبحتما منها على خري موطنMaka kalian berdua berada pada tempat terbaik, jauh dari kejahatan dan dosa

ومن يستبح كنزا من اجملد يعظ م عظيمني ف عليا معد ه ديت ماMenjadi mulia, di tempat tertinggi kalian didoakan

Siapa yang menyimpan kemuliaan, ia akan dimuliakan

ينجمها من ليس فيها مبجرم تعف ى الكلوم باملئني فأصبحت Lukapun terhapus dengan seekor unta, maka luka itu harus ditebus oleh pihak yang tidak

melakukan kesalahan.

Syair di atas juga berbicara tentang konsep diyat dalam politik arab jahiliyyah di

mana darah dibayar dengan diyat, bagi yang membunuh harus membayar diyat, sedangkan

keluarga (laisa fiha bimujrim) harus menghormati keluarga yang dibunuh dan menjalin

silaturahim.

172 Dikatakan bahwa Mansyim adalah nama seorang perempuan yang memiliki aroma

tubuh yang sangat harum. Para kabilah membeli perempuannya sebagai lambang keharuman,

mereka bersumpah atas namanya ketika berperang melawan musuh, bahwa mereka tidak akan

menyerah sampai mampu mengalahkan lawan. Untuk itu, keberuntungan bangsa Arab ditentukan

oleh aroma Mansyim.

Page 80: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

68

ومل يهريقوا بينهم ملء حمجم ينجمها قوم لقوم غرامة Luka itu ditebus oleh kelompok lain sebagai hutang

Dan mereka tidak saling mengalirkan darah dalam mangkuk bekam

م زمن مغامن شىت من إفال فأصبح جيرى فيهم من تالدكم Maka berbagai ghanimah berupa unta yang khas mengalir dari harta peninggalan

kalian.

Nilai-nilai moralitas religi sebelumnya, sebenarnya tidak terlepas dari

konteks politik bangsa Arab saat itu, yaitu tradisi berperang yang terus menerus

terjadi antar kabilah. Empat keyakinan keagamaan yang disebutkan Zuhair dalam

syairnya di atas, menjadi kalimat pembuka dari ajaran moralitas politik yang akan

disampaikannya. Inilah pesan moral Zuhair terkait peperangan yang terjadi pada

masyarakat Arab Jahiliyah:

وما هو عنها باحلديث املرج م وما احلرب إال ما علمتم وذقتمPerang itu tidak lebih dari apa yang kalian tahu dan rasakan

bukan suatu pembahasan (hal) yang asing

Dalam bait ini, Zuhair ingin mengingatkan bahwa semua orang tahu akibat

dan konsekuensi dari peperangan itu, seperti nyawa melayang, luka, cacat,

kehilangan harta, keluarga, dan lain sebagainya.

وتضر إذ ضربتموها فتضرم مىت تبعثوها تبعثوها ذميمةKetika perang itu kalian gelorakan, kalian gelorakan kehinaan

Dan api perang akan menyala saat kalian nyalakan, lalu bergejolak

Untuk itu, siapa saja yang menyulut api perang, sesungguhnya ia tengah

melemparkan dirinya pada kehinaan akibat peperangan.

فتتئم حتملح كشافا ث قوتل فتعرككم عرك الرحا بثفاهلاLalu perang itu menusuk kulit kalian

Dan membuahi dua kali, lalu melahirkan dan beranak kembar

Page 81: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

69

كأمحر عاد ث ت رضع فتفطم فت نتج لكم غلمان أشأم كل همPerang itu lalu melahirkan para pemuda yang buruk untuk kalian

Bagai unta mandul, lalu menyusui dan menyapihnya

Kedua bait terakhir, sebagai perumpamaan bahwa akibat dari peperangan

itu akan melahirkan berbagai petaka yang tidak berakhir, bahkan semakin besar.

Menimbulkan berbagai kerusakan dan kehancuran, serta meninggalkan generasi

yang buruk akibat dendam yang tidak pernah berakhir. Kondisi seperti ini oleh

Zuhair diibaratkan dengan unta mandul yang menyusui dan menyapih, yang

hasilnya tidak mungkin melahirkan generasi yang baik.

Melalui syair Mu’allaqatnya ini, Zuhair ingin menyampaikan beberapa

nilai-nilai moralitas sebagai berikut:

1. Efek buruk peperangan yang dilakukan masyarakat Arab;

2. Perang akan selalu melahirkan dendam.

3. Perdamaian itu adalah segala-galanya.

غمارا تفر ى بالسالح وبالدم رعوا ما رعوا من ظمئهم ث أوردوا Mereka menjaga perdamaian yang seharusnya mereka jaga, lalu mendatangi

Air yang mamancar dengan senjata dan darah إىل كإل مستوبل متوخم فقضوا منايا بينهم ث أصدروا

Mereka saling memberi kematian, lalu mendatangi

padang rumput yang kering kerontang

Itulah beberapa pesan moral politik yang disampaikan Zuhair Ibn Abi

Sulma melalui syair Mu’allaqatnya.

c. Nilai-nilai moralitas sosial

Inilah syair-syair Zuhair yang sarat dengan nilai-nilai moralitas sosial.

Sebelum menyampaikan pesan-pesan moralnya, melalui bait syair ini, Zuhair

kembali menegaskan keyakinannya bahwa ia tidak mengetahui hal ghaib yang akan

terjadi esok hari atau yang akan datang:

Page 82: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

70

ولكن ن عن علم ما ف غد عم وأعلم ما ف اليوم واألمس قبله Aku tahu apa yang terjadi hari ini dan kemarin

Namun aku tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari

Bait syair ini, sepertinya sengaja dikatakan oleh Zuhair untuk membantah

pengkultusan bangsa Arab terhadap penyair yang menganggap mereka sebagai

peramal dan penyihir yang mengetahui berbagai hal tentang masa depan. Ini juga

menegaskan bahwa Zuhair sebagaimana dikatakan Farran sesungguhnya pemeluk

agama hanif (tauhid).

Pada bait berikutnya, Zuhair menjelaskan pandangan hidupnya tentang

kematian manusia. Kematian menurutnya bukanlah manusia yang mengatur,

meskipun cara kematian bisa berbeda-beda. Bila ajal telah tiba tidak seorangpun

yang bisa menghindarinya, dan bagi yang selamat dari kematian, ia akan berumur

panjang, lalu tua, dan akhirnya tetap menemui kematian.

متته ومن ختطئ يعمر فيهرم رأيت املنايا خبط عشواء من تصب Aku lihat kematian yang tidak pernah pandang bulu, siapa yang dikenainya

Pasti akan mati, bila meleset, ia akan berumur panjang, lalu tua

Dari kedua syair tersebut, ada dua sudut pandang yang dikemukakan Zuhair,

yaitu: pertama, bahwa tidak ada seorangpun yang mengetahui akan masa depan

hidupnya, kedua, tidak seorangpun yang tahu takdir kematiannya. Karena tidak

seorangpun yang tahu akan masa depan dan juga takdir kematiannya, maka Zuhair

mengajarkan nilai-nilai moralitas sebagai berikut:

1. Keharusan untuk berkarya

يضرس بأنياب ويوطأ مبنسم ومن مل يصانع ف أمور كثريةSiapa yang tidak mampu berbuat banyak (dalam hidup ini)

Dia akan digigit taring-taring dan diinjak-injak telapak unta

Manusia tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan dan juga tidak tahu

kapan kematian datang menjemput. Oleh karena itu bekerja dan berkarya adalah

harga mati yang harus dilakukannya agar mampu bertahan dan memiliki

Page 83: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

71

kehormatan, tidak terhina sebagaimana diumpamakan oleh Zuhair dengan orang

yang digigit dan diinjak-injak unta. Manusia yang seharusnya menguasai kehidupan

(unta), bukan sebaliknya ia diperbudak unta (kehidupan). Pesan moral yang

terkandung dalam bait syair ini tidak akan lekang oleh waktu. Bekerja dan berkarya

akan menjadikan manusia semakin berharga dan tidak menjadi sampah masyarakat,

seperti disimbolkan oleh Zuhair dengan seseorang yang digigit dan diinjak-injak

unta.

2. Memelihara kehormatan diri

يفره، ومن ال يتق الشتم يشتم ومن جيعل املعروف من دون عرضه Siapa yang berbuat kebaikan bukan untuk mencari kehormatan

Kebaikan itu pasti akan menjaganya, dan siapa yang suka mencaci, pasti akan dicaci

Pada bait ini ada dua pesan moral yang ingin disampaikan oleh Zuhair,

pertama, kebaikan harus dilakukan dengan ikhlas. Jika dilakukan dengan ikhlas,

kebaikan itu dengan sendirinya akan memelihara kehormatan dirinya. Kedua,

jangan suka mencaci dan menghina orang lain, karena pasti ia juga akan dicaci dan

dihina. Pesan moral yang pertama, terkait erat dengan pesan moral yang kedua.

Zuhair sepertinya ingin menegaskan bahwa kebaikan yang diberikan pada

seseorang hendaknya tidak diikuti dengan dengan keikhlasan tanpa caci maki dan

hinaan pada penerimanya.

3. Sifat dermawan versus sifat kikir

Nilai-nilai moralitas lainnya yang juga disampaikan oleh Zuhair adalah

keistimewaan sifat dermawan dan efek buruk dari sifat kikir.

على قومه يستغن عنه ويذمم ومن يك ذا فضل فيبخل بفضله Siapa yang diberi kelebihan, namun tidak mau berbagi kelebihannya tersebut

Dengan kaumnya, ia tidak dibutuhkan dan tercela...

Kata fadhl (فضل) dalam kamus diartikan dengan kebaikan, kebajikan,

keunggulan, kelebihan, sisa dan makna sejenis. Namun kata fudhul (فضول) dalam

bentuk jamak dalam kamus al-Munawwir diartikan dengan kelebihan harta (yang

Page 84: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

72

lebih dari keperluan).173 Sehingga secara umum kata fadhl bisa diartikan dengan

segala kelebihan atau keunggulan yang dimiliki seseorang, bisa berbentuk harta

benda atau yang kebaikan lainnya.

Menurut Zuhair, seseorang yang diberi kelebihan harta atau kebaikan

lainnya lalu ia bersikap kikir (يبخل) pada kaumnya, ia tidak diperlukan oleh

masyarakat dan akan dicela. Zuhair menggunakan kata qaum sebagai objek dari

kebaikan yang harus diberikan seseorang yang memiliki kelebihan. Kaum diartikan

dengan rakyat, bangsa, sanak keluarga, dan kelompok lainnya. Hal ini

menunjukkan adanya nilai-nilai moralitas kolektif yang ingin diajarkan oleh Zuhair

pada masyarakat saat itu. Bahwa perilaku kikir terhadap kelebihan yang dimiliki

oleh seseorang, akan mendapat konsekuensi sosial, yaitu ia tidak dianggap oleh

masyarakat atau bahkan dilecehkan dan hina.

Inilah sebuah ajaran etika yang disebut dengan teleologis yang mengukur

baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan

tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Suatu

tindakan dinilai baik, kalau tujuan atau akibat yang ditimbulkannya baik.174

Pada hakekatnya Zuhair secara tidak langsung telah menganut aliran

unilitarianisme sebuah prinsip hidup yang menilai baik atau tidak suatu perbuatan,

susila atau tidaknya sesuatu, ditinjau dari segi kegunaan atau faedah yang

dihasilkan. Suatu prinsip yang menilai baik atau buruknya suatu tindakan

berdasarkan tujuan dan akibat dari tindakan itu bagi sebanyak mungkin orang.

Zuhair telah menganut teori etika yang disebut dengan universalisme etis.

Universalisme, karena menekankan akibat baik yang berguna bagi sebanyak

mungkin orang, etis karena menekankan akibat yang baik. Sejalan dengan itu,

tujuan dari tindakan kita yang bermoral adalah untuk mengusahakan kesejateraan

manusia sebanyak mungkin yang memperkecil kerugian dan memperbesar manfaat.

Dalam teori universalisme sesuatu dapat dinilai baik bila dapat memberikan

173 A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Yogyakarta:

Pustaka Progressif, 1997, ct. 16, h. 1061

174 Burhanuddin Salam, Etika Sosial: Asas moral dalam kehidupan manusia, h. 71-72

Page 85: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

73

kebaikan kepada orang banyak.175 Dan pada masa Jahiliyyah, larangan akan

perilaku kikir, serta konsekuensi yang harus diterima oleh pelakunya, tampak nyata

dijelaskan oleh Zuhair.

4. Menepati Janji

Ajaran moralitas berikutnya yang disampaikan oleh Zuhair adalah

keharusan sesorang untuk senantiasa menepati janji.

إىل مطمئن الرب ال يتجمجم ومن يوف ال ي ذمم ومن ي فض قلب هSiapa yang menepati janji, ia tidak akan dihina, dan siapa yang dituntun hatinya

ke arah kebaikan, dia tidak akan pernah merasa ragu

Menurut Zuhair, kebiasaan menepati janji akan menimbulkan efek sebagai

berikut: 1) ia tidak akan jatuh pada kehinaan, dengan kata lain hidup terhormat, 2)

Hatinya akan merasa tenang, 3) senantiasa dituntun pada arah kebaikan, 4) tidak

terkena penyakit ragu. Seseorang yang tidak menepati janji, lebih dekat pada sifat

penghianat.

5. Percaya akan takdir Tuhan

Bait syair di bawah ini erat kaitannya dengan keyakinan Zuhair terhadap

agama samawi.

ولو نال أسباب السماء يسلم ومن هاب أسباب املنايا ينلنه

Siapa yang takut dengan penyebab kematian, dia akan mendapatkannya

Namun bila menerima ketentuan langit, maka ia akan selamat Sangat jelas, dalam bait syair ini Zuhair percaya akan kekuatan lain selain

kekuatan yang ada di bumi. Kekuatan yang ada di bumi yakni para penguasa,

peperangan, alam yang berat, dan lain sebagainya. Kata “jika menerima ketentuan

langit” yang diinginkan oleh Zuhair sesungguhnya adalah penguasa langit yakni

Tuhan semesta alam yang menguasai langit dan bumi. Ketika manusia

menyerahkan hidupnya pada penguasa langit, maka dijamin hidupnya akan selamat.

175 Burhanuddin Salam, Etika Sosial: Asas moral dalam kehidupan manusia, h. 79

Page 86: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

74

6. Menempatkan kebaikan pada tempatnya

Pada bait syair berikut ini, Zuhair ingin menyampaikan kepada kita, bahwa

kebaikan itu harus diberikan kepada yang berhak menerimanya. Jika salah sasaran,

bukan kebajikan yang didapat, namun bisa jadi kecelakaan yang datang.

176محده ذما عليه ويندم يكن ومن جيعل املعروف ف غري أهلهSiapa yang berbuat kebaikan bukan pada tempatnya,

Bukan pujian yang ia terima, tapi cercaan yang ia dapat, dan penyesalan

Untuk menjelaskan bait tersebut, saya coba untuk memberi contoh. Bila

seseorang memiliki kelebihan harta, lalu harta tersebut diberikan pada orang yang

membutuhkan, seperti kepada faqir miskin, yatim, fi sabilillah, dan lainnya, maka

bisa dikatakan bahwa orang tersebut telah menempatkan kebajikan pada tempatnya.

Jika negara, sebagai contoh, saat ini memberikan dana bantuan sosial kepada

masyarakat miskin, namun yang menerima ternyata orang-orang yang mampu,

maka bisa dipastikan, pemerintah bukan menerima pujian dari masyarakat, namun

yang ada menerima hinaan dan cercaan.

Ajaran ini sesungguhnya berlaku sepanjang masa. Saya yakin, nilai-nilai

moralitas yang disampaikan oleh Zuhair sesungguhnya diambil dari pengalaman

hidup yang ia terima, atau ia lihat dan dirasakan.

7. Keharusan membela kehormatan

Keharusan membela diri dan kehormatan, merupakan bagian dari kewajiban

manusia, bukan hanya terjadi pada masa Jahiliyah yang lekat dengan dunia perang.

Zuhair dalam bait syairnya mengatakan:

م ومن ال يظلم الناس ي ظلم ومن مل يذذ عن حوضه بسالحه ي هد Siapa yang tidak mempertahankan kehormatan dirinya dengan senjata

Ia akan hancur, dan siapa yang tidak menzalimi, dia akan dizalimi

176 Ali Fa’ur (syarah), Diwan Zuhair Ibnu Abi Sulma, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah,

2003 M), h. 111

Page 87: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

75

Bait syair ini sangat dipengaruhi oleh kondisi sosiologis masyarakat Arab saat

itu. Bait ini erat hubungannya dengan kontek peperangan. Hal ini tampak dari kata

silah (senjata) yang digunakan oleh penyair. Sesungguhnya, bait syair di atas bukan

dimaksudkan untuk saling menzalimi, namun untuk menyatakan bahwa siapa yang

kuat, dia akan menang dan yang lemah akan kalah. Manusia diwajibkan membela

kehormatan dirinya, untuk itu, ia dituntut menjadi orang yang kuat.

8. Etika pergaulan

Ajaran moralitas lainnya yang juga disampaikan oleh Zuhair melalui

syairnya adalah etika pergaulan.

ومن ال يكر م نفسه ال يكر م ومن يغرتب يسب عد و ا صديقهSiapa yang tidak suka bergaul, ia akan mengira sahabat sebagai musuh

Dan siapa yang tidak menghargai dirinya sendiri, tidak akan dihargai

Menurut Zuhair, bergaul itu merupakan suatu keharusan. Sebab dengan

bergaul kita akan mengenal mana kawan dan mana lawan, sehingga tidak salah

dalam menempatkan diri dan akhirnya merugikan diri sendiri. Orang yang tidak

mau bergaul dengan orang lain, berarti tidak menghormati dirinya sendiri.

Bagaimana ia akan menempatkan dirinya di antara manusia lain, tanpa ia mengenal

siapa yang akan menghormatinya, dan siapa pula yang harus ia hormati.

9. Menjaga akhlak

Bait syair ini lebih dekat pada ajaran “tampillah apa adanya” jangan dibuat-

buat, jangan bersikap munafiq.

وإن خاهلا ختفى على الناس تعلم خليقة ومهما تكن عند امرئ من Akhlak (baik ataupun buruk) seseorang itu, meskipun ia mengira bisa disembunyikan

dari manusia, tetap saja tercium

Jika berbuat salah, hendaklah mengakui kesalahannya dan jangan

menyembunyikannya, sebab serapat-rapatnya orang menyimpan bangkai, lambat

laun akan tercium juga.

Page 88: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

76

10. Cara berkomunikasi

زيادته أو نقصه ف التكلم وكائن ترى من معجب لك شخصهBerapa banyak orang yang engkau lihat menakjubkan

Saat berbicara, panjang ataupun singkat

Kita sering melihat dan mendengar seseorang yang sangat menarik saat

berbicara, saat panjang lebar ataupun bicara singkat. Lalu ia tegaskan akan

pentingnya nilai-nilai moralitas dalam berkomunikasi:

فلم يبقى إال صورة اللحم والدم صف فؤاده ونصف، لسان الفىت نUcapan seorang pemuda itu, separuh dari dirinya, separuh lagi adalah hatinya

Jika tidak, pemuda itu hanyalah gumpalan daging dan darah.

11. Kehebatan anak muda

Pemuda menurut Zuhair adalah sosok yang memiliki kehidupan yang masih

panjang dan harus bermimpi untuk menggapai cita-cita, sebaliknya orang yang

sudah tua, tidak usah banyak bermimpi, sebab manfaatnya sudah tidak terlalu besar.

177وإن الفىت بعد السفاهة يلم وإن سفاه الشيخ ال حلم بعده Orang tua yang bodoh, tak memiliki mimpi

Sedangkan anak muda, setelah kebodohan ia bermimpi

Dalam menyampaikan nilai-nilai moralitas di atas, Zuhair tidak

menggunakan gaya bahasa yang bersifat memerintah, namun lebih pada peringatan

dan sebab akibat yang akan diperoleh. Bila buruk, maka hasil yang diperoleh adalah

keburukan, dan jika baik, hasil yang diperolehpun adalah kebaikan pula. Hal ini

menunjukan kearifan yang dimilikinya.

D. Analisis Nilai-nilai Moralitas

Sebagaimana dibahas pada bab 2, bahwa secara garis besar tolak ukur

moralitas dibagi ke dalam dua teori, yaitu deontologis dan teleologis. Deontologis

177 Ahmad Hasan al-Zayyat, Tarikh al-Adab al-Arabi, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 2005

M/1426 H), h.42-44

Page 89: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

77

mengukur baik buruk suatu perbuatan menggunakan standar perbuatan dan aturan

dirinya sendiri, sedangkan teleologis teori yang mengukur baik buruk suatu

perbuatan dari akibat-akibat yang ditimbulkan.178 Maka berdasarkan teori tersebut,

bisa dipastikan bahwa Zuhair ibnu Abi Sulma dalam mengajarkan nilai-nilai

moralitasnya, baik buruknya diukur berdasarkan akibat yang ditimbulkan. Dengan

kata lain, jika kamu melakukan ini, maka akan begini, atau siapa yang melakukan

hal ini, maka akan begini..

Contoh:

إىل مطمئن الرب ال يتجمجم ومن يوف ال ي ذمم ومن ي فض قلب هSiapa yang menepati janji, ia tidak akan dihina, dan siapa yang dituntun hatinya

ke arah kebaikan, dia tidak akan pernah merasa ragu

Hal ini sesuai dengan teori etika teleologis yang mengukur baik buruknya

suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau

berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Suatu tindakan dinilai baik,

kalau tujuan atau akibat yang ditimbulkannya baik.179

Teori teleologis mengukur etika berdasarkan tujuan dan akibat. Teori ini

kemudian terbagi menjadi dua aliran, yaitu egoism dan unilitarianisme. Menurut

aliran Egoisme, suatu tindakan dapat dinilai baik, bila memberi manfaat bagi

kepentingan dirinya, atau kepada akunya. Oleh karena itu, orang yang seperti ini

disebut egois. Adapun aliran unilitarianisme sesuai dengan artinya yaitu kegunaan,

menilai baik atau tidak suatu perbuatan, susila atau tidaknya sesuatu, ditinjau dari

segi kegunaan atau faedah yang dihasilkan.180

Kalau egoisme menilai baik atau buruknya suatu tindakan berdasarkan baik

atau buruknya tujuan dan akibatnya bagi diri sendiri, maka unilitarianisme menilai

baik atau buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan dan akibat dari tindakan itu

bagi sebanyak mungkin orang. Oleh karena itu, teori etika ini disebut juga dengan

universalisme etis. Universalisme, karena menekankan akibat baik yang berguna

178 Burhanuddin Salam, Etika Sosial: Asas moral dalam kehidupan manusia, h. 67

179 Burhanuddin Salam, Etika Sosial: Asas moral dalam kehidupan manusia, h. 71-72

180 Burhanuddin Salam, Etika Sosial: Asas moral dalam kehidupan manusia, h.72-76

Page 90: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

78

bagi sebanyak mungkin orang, etis karena menekankan akibat yang baik. Sejalan

dengan itu, tujuan dari tindakan kita yang bermoral adalah untuk mengusahakan

kesejateraan manusia sebanyak mungkin yang memperkecil kerugian dan

memperbesar manfaat. 181

Berdasarkan teori filsafat etika tersebut, bila melihat pada syair-syair Zuhair

di atas, maka kita dapat mengatakan bahwa Zuhair ibnu Abi Sulma sesungguhnya

telah mengajarkan pada kita tentang nilai-nilai moralitas universal. Menurut teori

universalisme sesuatu dapat dinilai baik bila dapat memberikan kebaikan kepada

orang banyak.182

Hanya saja yang agak sulit dibedakan, apakah nilai-nilai moralitas yang

diajarkan oleh Zuhair ibn Abi Sulma merupakan nilai-nilai moralitas yang dasarnya

adalah agama, atau hanya sebatas ajaran kehidupan yang ia peroleh dari

pengalaman hidup yang ia dapatkan. Bila Zuhair termasuk penganut agama hanif

dan berlandaskan tauhid ilahiyah, maka bisa diyakini bahwa ajaran yang

disampaikan tersebut merupakan bagian dari ajaran-ajaran agama. Sebab

sebagaimana disampaikan oleh Burhanudin Salam, bahwa pada dasarnya antara

etika dan agama terdapat titik persamaan dan perbedaan. Persamaannya:

- Pada sasarannya baik etika maupun agama sama-sama bertujuan

meletakan dasar ajaran moral, supaya manusia dapat membedakan

perbuatan baik dan buruk.

- Pada sifatnya, etika dan agama bersifat memberi peringatan, jadi tidak

memaksa.183

Adapun perbedaannya adalah:

- Pada segi prinsip, agama merupakan kepercayaan pengabdian dengan

segala syarat dan caranya kepada Tuhan yang maha esa, sedangkan etika

bukanlah kepercayaan yang mengandung pengabdian.

- Pada bidang ajarannya, agama mengajarkan manusia pada dua

kehidupan yaitu dunia dan akhirat. Akhirat sebagai konsekuensi dunia.

181 Burhanuddin Salam, Etika Sosial: Asas moral dalam kehidupan manusia, h. 77

182 Burhanuddin Salam, Etika Sosial: Asas moral dalam kehidupan manusia, h. 79

183 Burhanuddin Salam, Etika Sosial: Asas moral dalam kehidupan manusia, h. 183

Page 91: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

79

Baik di dunia, baik di akhirat, buruk di dunia, buruk pula di akhirat.

Sedangkan etika hanya mempersoalkan kehidupan moral manusia di

alam fana ini.

Dalam syairnya, Zuhair jelas menyatakan akan keyakinannya terhadap hari

akhirat bahkan adanya hari pembalasan yang disimpan dan suatu saat akan dimintai

pertanggungjawaban. Dengan ini saya menyimpulkan, bahwa seseungguhnya nilai-

nilai moralitas yang ada pada masa Jahiliyah sesungguhnya bersumber pada ajaran

agama dan juga pengalaman hidup dari penyair itu sendiri.

Hal ini juga mematahkan pendapat Muhammad Yusuf Farran yang

mengatakan bahwa sebagian periwayat dan juga analis menganggap bahwa Zuhair

sebenarnya memeluk agama nenek moyangnya yang disebut dengan watsani

(penyembah berhala). Kalaupun dalam syair-syairnya ada yang mengandung

makna tauhid, semata-mata hanya perasaan yang dihasilkan dari pengalaman

hidupnya.184

E. Tinjauan Islam terhadap nilai-nilai moralitas dalam syair Jahiliyyah

Syair-syair Zuhair sesungguhnya banyak mengandung perumpamaan-

perumpamaan (amtsal) dan juga hikmah. Syair-syair hikmah yang tidak mudah

difahami oleh bangsa Arab Jahiliyah saat itu. Syair-syair zuhair juga banyak

menginspirasi penyair-penyair hikmah muslim di kemudian hari.

Islam sesungguhnya mengajarkan umatnya nilai-nilai moralitas universal.

Apa yang disampaikan oleh Zuhair dalam syair-syairnya di atas, hanyalah sebagian

kecil dari nilai-nilai moralitas universal tersebut. Lalu bagaimana menurut

pandangan Islam tentang nilai-nilai moralitas yang disampaikan oleh Zuhair yang

lahir pada masa Jahiliyah?

Nilai-nilai moralitas dalam bahasa Arab dan diserap ke dalam bahasa

Indonesia dikenal dengan istilah akhlak yang merupakan bentuk jamak dari khuluk.

Dalam Ensiklopedi Pengetahuan al-Qur’an dan Hadits, sumber akhlak dibagi ke

dalam dua bagian, yaitu: Akhlak yang bersumber pada agama dan akhlak yang

bersumber dari pengalaman.

184Muhammad Yusuf Farran, Zuhair Ibnu Abi Sulma, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah,

1990), h. 37

Page 92: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

80

Dalam agama Islam, akhlak bersumber pada al-Qur’an dan Sunnah.

Sebagaimana disebutkan dalam QS. al-Ahzab: 21:

الل كثري ا لقد كان لك م يف رس ول الل أ سوة حسنة لمن كان ي رج و الل والي وم اآلخر وذكر

(12)األحزاب: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu)

bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak

menyebut Allah. (QS.33:21) Al Ahzab 21

Adapun akhlak yang bersumber bukan pada agama dikelompokkan menjadi

dua, yaitu bersumber dari insting dan pengalaman.

Akhlak atau nilai-nilai moralitas yang disampaikan Zuhair pada masa

Jahiliyah kemungkinan bersumber dari ajaran agama atau bisa juga dari

pengalaman hidupnya. Penyebutan symbol-simbol keagamaan dalam syair-

syairnya menunjukkan bahwa ia meyakini agama hanif (Ibrahim), namun juga tidak

sedikit ajaran-ajaran moralitas yang ia kemukakan bersumber dari pengalamannya,

hal itu tampak pada konektivitas nilai-nilai moralitas dengan kondisi sosiologis

yang terjadi pada masa itu.

Bagaimana sesungguhnya nilai-nilai moralitas yang diajarkan oleh Zuhair

ibn Abi Sulma menurut pandangan ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan

al-Hadis.

a. Nilai-nilai Moralitas Politik

Perang bagi masyarakat Arab Jahiliyah ibarat makanan sehari-hari. Oleh

karena itu, boleh jadi kerinduan yang paling dirasakan oleh masyarakat Jahiliyah

yang memiliki hati nurani adalah perdamaian antar bangsa Arab saat itu. Hal ini

jelas terungkap dalam syair Mu’allaqat Zuhair Ibn Abi Sulma, sebagaimana

dijelaskan sebelumnya.

Syair Mu’allaqat Zuhair ibn Abi Sulma pada dasarnya adalah negosiasi dan

diplomasi perdamaian antara kabilah Dzubyan dan Abbas. Secara ringkas, pesan

etika politik perdamaian yang terdapat dalam syair Mu’allaqat Zuhair adalah

sebagai berikut:

Page 93: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

81

1. Perlu Pengorbanan

نسلم القولمبال ومعروف من وقد قلتما إن ندرك السلم واسعا Kalian telah mengatakan, andai perdamaian itu bisa kita dapatkan lewat harta dan

perkataan yang baik secara luas, marilah kita berdamai

2. Jujur dan bersungguh-sungguh

يان هل أقسمتم كل م قسموذب أال أبلغ األحالف عين رسالةMohon sampaikan pada para pemimpin (bani Asad dan Ghatfan) pesan dariku

Dan juga Dzubyan, apakah kalian siap bersumpah secara sungguh-sungguh?

ليخفى ومهما ي كتم هللا يعلم فال تكتمن هللا ما ف صدوركمJanganlah engkau menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu dari Allah

Untuk bersembunyi, sebab apapun yang engkau sembunyikan dari Allah, pasti

diketahuiNya.

Terkait etika politik berdamai dan perdamaian, Islam telah memberikan

rambu-rambu yang jelas dan komprehensif. Dalam Ensiklopedia Pengetahuan Al-

Qur’an dan Hadits185 disebutkan hal-hal yang terkait dengan etika berdamai dan

perdamaian, yaitu :

1. Larangan melakukan kezaliman

Dalam syair Zuhair:

م ومن ال يظلم الناس ي ظلم ومن مل يذذ عن حوضه بسالحه ي هد Siapa yang tidak mempertahankan kehormatan dirinya dengan senjata

185 Tim Baitul Kilmah, Ensiklopedia Pengetahuan al-Qur’an dan Hadis, h. 19-29.

Page 94: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

82

Ia akan hancur, dan siapa yang tidak menzalimi, dia akan dizalimi

2. Adanya persamaan derajat

3. Menjunjung tinggi keadilan

4. Memberi kebebasan

5. Menyeru kerukunan dan tolong menolong

6. Menganjurkan toleransi

7. Meningkatkan solidaritas social

8. Jujur

9. Senyum dan bermuka cerah

Itulah beberapa hal yang terkait dengan rahasia berdamai dan perdamaian

dalam Islam.

Dalam al-Qur’an telah dijelaskan konsep perdamaian secara gambling.

Sebagai contoh terdapat pada QS. Al-Hujurat: 9 berikut ini:

ن هما فإن ب غت إحداها على ٱألخرى الوا ٱلت وإن طآئفتان من ٱلمؤمنني ٱق تت لوا فأصلحوا ب ي ف

ن هما بٱلعدل وأقسطوا فيء إل أمر ٱللت فإن فآءت فأصلحوا ب ي ت سطني إ بغى ح ٱلم نت ٱللت

Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang

hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar

perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu

perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut,

damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku

adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. (al-Hujurat :

9)

b. Nilai-nilai Moralitas Sosial

1. Larangan bersikap kikir

Di antara ajaran akhlak yang disampaikan oleh Zuhair adalah larangan

bersikap kikir atau pelit, seperti yang terdapat pada bait ini:

على قومه يستغن عنه ويذمم ومن يك ذا فضل فيبخل بفضله

Page 95: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

83

Siapa yang diberi kelebihan, namun tidak mau berbagi kelebihannya tersebut

Dengan kaumnya, ia tidak dibutuhkan dan tercela...

Lalu bagaimana pandangan Islam tentang sifat kikir ini? Kikir di dalam

bahasa Arab dikenal dengan istilah bakhil, yaitu sifat atau keadaan seseorang yang

berat hati dan tangan untuk membelanjakan hartanya atau apa yang dimilikinya

sebagai sedekah, zakat, atau derma, dalam hal menegakkan urusan agama,

meninggikan syiar Islam, atau urusan yang berkaitan dengan kehidupan akhirat.

Sifat Bakhil sangat dicela dalam ajaran Islam.186

Allah SWT berfirman:

ر هل م سي طو ق ون وال يسب ال ذين ي بخل ون مبا آتاه م الل من فضله ه و خي ر ا هل م بل ه و ش ( 281ري )ما بل وا به ي وم القيامة ولل مرياث الس ماوات واألرض والل مبا ت عمل ون خب

Artinya:

Dan sungguh jangan sekali-kali orang yang bakhil terhadap karunia yang Allah

beri itu menyangka bahwa (kebakhilan mereka) baik bagi mereka. Justru itu adalah

keburukan bagi mereka. Mereka akan dibelenggu dengan menggunakan apa yang

mereka bakhilkan di hari kiamat. Sedang hanya milik Allah-lah warisan-warisan

langit-langit dan bumi. Dan Allah itu maha banyak khabarnya tentang apa yang

kalian kerjakan. (QS. Ali Imran:180)

Rasulullah SAW bersabda:

الناس )رواه الرتمذى( البخيل بعيد من هللا، بعيد من اجلنة، بعيد من

“Orang yang bakhil jauh dari Allah; jauh dari surga dan jauh dari manusia”.

(Hadits riwayat Turmudzi)”.

(ال يدخل اجلنة حب وال بيل وال منان )رواه الرتمذى

“Tak akan masuk surga orang yang suka menipu, orang bakhil dan orang yang

suka mengharap-harapkan pemberian dari orang lain. (Hadits riwayat Turmudzi)”

اياكم والشح فان الشح أهلك من كان قبلكم امرهم بالقطيعة فقطعوا وأمرهم بالبخل (فبخلوا وامرهم بالفجور ففجروا )رواه االمام امحد

186 Tim Baitul Kilmah, Ensiklopedia Pengetahuan al-Qur’an dan Hadits, (Jogjakarta:

Kamil Pustaka, 2013), Jilid 6, h. 192

Page 96: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

84

“Hati-hatilah kamu terhadap sifat bakhil, karena bakhil telah merusak orang-

orang sebelum kalian. Sikap bakhil menyuruh mereka untuk memutuskan

silaturahmi lalu mereka memutuskannya, menyuruh mereka bersikap kikir dan

mereka kikir dan menyuruh mereka berbuat maksiat, lalu mereka berbuat

maksiat.”( Hadits riwayat Imam Ahmad).

Bila kita amati, ada hal yang sangat menarik dari apa yang disampaikan

Zuhair melalui syairnya di satu sisi dan ayat al-Qur’an dan Hadits di sisi lain, yaitu:

1. Syair Zuhair maupun al-Qur’an dan Hadis sepakat bahwa sifat bakhil adalah

sifat yang tercela.

2. Dalam syair Zuhair disebutkan bahwa orang yang bakhil akan dijauhi dan

dihinakan oleh masyarakat sebagai konsekuensi dari kekikirannya.

3. Dalam al-Qur’an dan Hadits selain konsekuensi dunia, seperti dijauhi oleh

sesama manusia, konsekuensi dari sikap bakhil juga selalu dihubungankan

dengan konsep keimanan, seperti dijauhkan dari surga dan ancaman neraka

sebagai balasan di akhirat dan hari kiamat.

Berdasarkan hal tersebut bisa disimpulkan bahwa larangan bersikap bakhil

pada masa Jahiliyah bersumber dari pengalaman masyarakat Arab saat itu, di mana

seseorang yang bersikap kikir, ia akan dijauhi dan hina di mata masyarakat. Adapun

larangan bakhil dalam ajaran Islam bersumber dari konsep keimanan kepada Allah

SWT. Untuk itu, selain hukuman yang bersifat kemanusiaan, konsekuensi lainnya

terkait dengan hukum akhirat.

2. Keharusan untuk berkarya

يضرس بأنياب ويوطأ مبنسم ومن مل يصانع ف أمور كثريةSiapa yang tidak mampu berbuat banyak (dalam hidup ini)

Dia akan digigit taring-taring dan diinjak-injak telapak unta

Keharusan bekerja dan berkarya dalam syair tersebut erat hubungannya

dengan konteks sosiologis pada masa Jahiliyah yaitu masa yang penuh dengan

peperangan. Syair ini pada hakikatnya ingin mengatakan bahwa siapa yang kuat,

maka dia yang menang, dan siapa yang lemah, maka akan terinjak-injak dan terhina.

Page 97: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

85

Dalam Islam, keharusan untuk berkarya terkait erat dengan amal saleh dan

keimanan seseorang. Amal dan iman menjadi sesuatu yang tidak terpisahkan,

seperti terlihat dalam ayat di bawah ini:

إن ال ذين آمن وا وعمل وا الص احلات أ ول ئك ه م خي ر الربي ة

“Sesungguhnya orang-orang beriman dan beramal shalih, mereka adalah

Khairul Bariyyah (sebaik-baik manusia).”

Secara universal, ada kesamaan nilai yang ingin disampaikan, bahwa

bekerja dan berkarya merupakan keharusan seorang manusia, hanya saja, bila

dalam syair Zuhair, seseorang yang tidak bekerja dan berkarya hanya mendapat

akibat dunia, namun dalam ajaran Islam menjadi sebuah bukti dari keimanan

seseorang pada yang kuasa. Adapun konsep ajaran moralitas tentang kewajiban

untuk bekerja dan berkarya pada masa Jahiliyah lebih bersumber dari pengalaman

hidup manusia saat itu.

3. Menepati Janji

Ajaran moralitas berikutnya yang disampaikan oleh Zuhair adalah

keharusan sesorang untuk senantiasa menepati janji.

إىل مطمئن الرب ال يتجمجم ومن يوف ال ي ذمم ومن ي فض قلب هSiapa yang menepati janji, ia tidak akan dihina, dan siapa yang dituntun hatinya

ke arah kebaikan, dia tidak akan pernah merasa ragu

Menurut Zuhair, kebiasaan menepati janji akan menimbulkan efek sebagai

berikut: 1) ia tidak akan jatuh pada kehinaan, dengan kata lain hidup terhormat, 2)

Hatinya akan merasa tenang, 3) senantiasa dituntun pada arah kebaikan, 4) tidak

terkena penyakit ragu. Seseorang yang tidak menepati janji, lebih dekat pada sifat

penghianat.

Lalu bagaimana menurut ajaran Islam? Allah SWT berfirman dalam surat

al-Isra ayat 34:

)اإلسراء: كان العهد إن وأوف وا بالعهد (43مسئ وال

Page 98: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

86

“Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih

baik (bermanfa`at) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu

pasti diminta pertanggungan jawabnya.” (al-Isra: 34)

Dalam ayat lainnya disebutkan:

الل عليك م وأوف وا بعهد الل إذا عاهدت وال ت ن ق ض وا األميان ب عد ت وكيدها وقد جعلت م

(12)النحل: ت فعل ون ما ي علم الل إن كفيال

“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah

kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang

kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu).

Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.” (al-Nahl: 91)

Ibnu Jarir meriwayatkan dari Buraidah, katanya, “ ayat ini turun tentang

baiat Nabi Muhammad SAW. “ Baian ini adalah yang kalian ikrarkan untuk masuk

Islam.” Al-Qurthubi menambahkan bahwa ayat ini turun tentang komitmen

terhadap sumpah yang dipegang pada masa Jahiliyah dan Islam mengajarkan untuk

menepatinya.187

Rasulullah saw bahkan menegaskan melalui hadisnya bahwa orang yang

tidak suka menepati janji masuk dalam kategori golongan munafik:

4. Memelihara kehormatan diri

يفره، ومن ال يتق الشتم يشتم عل املعروف من دون عرضه ومن جيSiapa yang berbuat kebaikan bukan untuk mencari kehormatan

Kebaikan itu pasti akan menjaganya, dan siapa yang suka mencaci, pasti akan dicaci

Pada bait ini ada dua pesan moral yang ingin disampaikan oleh Zuhair,

pertama, kebaikan harus dilakukan dengan ikhlas. Jika dilakukan dengan ikhlas,

kebaikan itu dengan sendirinya akan memelihara kehormatan dirinya. Kedua,

jangan suka mencaci dan menghina orang lain, karena pasti ia juga akan dicaci dan

dihina. Pesan moral yang pertama, terkait erat dengan pesan moral yang kedua.

187 Tim Baitul Kilmah, Ensiklopedia Pengetahuan al-Qur’an dan Hadits, h. 118

Page 99: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

87

Zuhair sepertinya ingin menegaskan bahwa kebaikan yang diberikan pada

seseorang hendaknya tidak diikuti dengan dengan keikhlasan tanpa caci maki dan

hinaan pada penerimanya.

Dalam syair di atas ada dua pesan moral yang kontradiktif, yang pertama

adalah pesan agar melakukan suatu kebaikan dengan ikhlas bukan karena tendensi

tertentu. Lawan dari ikhlas adalah riya. Di dalam al-Qur’an, ajaran tentang

keikhlasan sangat banyak, seperti :

ل ٱلعالمني نت صالى ونسكى ومياى وماى للت قل إ

Katakanlah : sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah

untuk Allah, Tuhan semesta alam (QS. Al-An’am : 162)

Pesan yang kedua adalah larangan untuk menghina orang lain, karena

akibanya akan dihina kembali. Adapun ayat al-Qur’an yang melarang untuk

menghina orang lain adalah :

هم وال نسآء من نسآي ن ء عسى أي ها ٱلتذين آمنوا ال يسخر ق وم من ق وم عسى أن يكونوا خيا م

ال بئس ٱالسم ٱلفسوق أن هنت وال لمزوا أنفسكم وال ناب زوا بٱألل ن ب عد ٱإمان يكنت خيا م

ي ت فأول ئك هم ٱلظتالمون (11)احلجرات : ومن لت

Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang

lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang

mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita

lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari

wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan

janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-

buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa

yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang lalim (QS Al-Hujurat :

11).

5. Etika bergaul

Page 100: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

88

ومن ال يكر م نفسه ال يكر م ومن يغرتب يسب عد و ا صديقهSiapa yang tidak suka bergaul, ia akan mengira sahabat sebagai musuh

Dan siapa yang tidak menghargai dirinya sendiri, tidak akan dihargai

Berdasarkan penjelasan tersebut, jelas bahwa nilai-nilai moralitas yang

disampaikan Zuhair Ibn Abi Sulma dalam syairnya bersumber dari pengalaman

pribadinya dan juga masyarakat yang ada di sekitarnya. Meskipun demikian, ada

juga yang dilandasi dengan nilai-nilai keyakinannya pada Tuhan dan juga hari

pembalasan, terutama menyangkut kejujuran seseorang, sesuatu yang tidak bisa

dilihat dengan pandangan mata.

Adapun nilai-nilai moralitas dalam Islam bersumber pada Kitab Suci al-

Qur’an dan Sunah Nabi SAW, dan terkait dengan keimanan kepada yang Maha

Pencipta.

Secara umum, nilai-nilai moralitas yang disampaikan oleh Zuhair tidak jauh

berbeda dengan nilai-nilai moralitas yang disampaikan oleh Islam, meskipun dalam

beberapa hal harus dipahami dengan konteks social politik yang terjadi saat itu.

Berdasarkan hal tersebut, sesungguhnya bangsa Arab Jahiliyah telah memahami

nilai-nilai moralitas universal yang bersumber dari pengalaman hidup mereka, dan

sebagian bahkan dihubungkan dengan nilai-nilai moralitas keagamaan meskipun

dalam skala yang sangat minim.

Page 101: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

89

BAB VI

KESIMPULAN

Sebagaimana disampaikan di awal pembahasan mengenai tujuan dari

penelitian yaitu ingin mengungkap pesan moral atau nilai-nilai moralitas yang

terdapat dalam syair Jahiliyah karya Zuhair Ibnu Abi Sulma, serta mengetahui sudut

pandang Islam terhadap nilai-nilai moralitas yang diajarkan oleh Zuhair Ibnu Abi

Sulma, baik dalam kehidupan sosial, politik maupun agama.

Berdasarkan hasil analis dengan menggunakan pendekatan strukturalis

genetik, saya menyimpulkan sebagai berikut:

1. Syair Mu’allaqat Zuhair banyak mengajarkan nilai-nilai moralitas

universal, baik yang terkait dengan etika politik masa itu ataupun yang

terkait dengan moralitas social secara umum. Nilai-nilai moralitas yang

disampaikan Zuhair dalam syair Mu’allaqat bersumber dari pengalaman

pribadi dan masyarakat yang ada di sekitarnya. Hal ini terbukti dari gaya

bahasa jumlah syarthiyyah (klausa bersyarat) yang digunakan Zuhair

yang merujuk pada sebab akibat yang akan terjadi di dunia, tanpa

melibatkan keyakinan kepada Tuhan dan hari akhir. Namun demikian,

ada di antaranya yang disandarkan pada keyakinan pada yang Kuasa,

terutama menyangkut hal-hal yang tidak bisa dilihat, seperti kejujuran

dan kebohongan dalam bersumpah.

2. Dalam ajaran Islam, nilai-nilai moralitas yang disampaikan Zuhair

secara umum tidak jauh berbeda, hanya saja nilai-nilai moralitas yang

ada dalam Islam selalu bersumber pada keyakinan kepada Tuhan yang

maha Kuasa, janji adanya surga, ancaman adanya neraka, pembalasan

di hari kiamat, dan lain sebagainya.

Manusia dalam pandangan al-Qur’an adalah makhluk yang mulia (fî ahsan

taqwîm), (QS 95:4) diciptakan untuk semata-mata mengabdi kepadaNya. Di dalam

diri manusia terkandung suatu potensi pengetahuan kreatif serta kecondongan

kepada kebajikan moral, bahkan melebihi kualitas manusia sekalipun (QS 2:30; QS

18:50). Dengan potensi tersebut manusia mengemban tanggung jawab sebagai

khalifah Tuhan dengan misi utama menciptakan tatanan sosial yang bermoral di

Page 102: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

90

muka bumi (QS 33:72). Dan bangsa Arab Jahiliyah, adalah manusia yang juga

diberi kesempurnaan akal dan fikiran yang tentu saja diberi potensi pengetahuan

kreatif serta kecondongan kepada kebajikan moral, hanya saja tidak berlandaskan

ketuhanan yang Maha Esa.

وهللا أعلم بالصواب

Page 103: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

91

DAFTAR PUSTAKA

Abecrombie, Nocholas, dkk, Kamus Sosiologi (terjemah), Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2010

Abdurrahim, Wa’il Sayyid, Talaqqi al-Bunyawiyah fi al-Naqd al-Arabi,

Jami’ah Helon: Darul ilmi wa al- Iman, 2009

`Abdusâtir, Abbâs, Dîwân al-Nâbighah al-Dzubyâni, (Beirut: Dâr al-Kutub

al-`Ilmiyah, 1416 H/1996 M)

Abubakar, Irfan & Chaider S. Bamualim (Editor), Filantropi Islam &

Keadilan Sosial, Jakarta: CSRC, 2006

Abu al-Khasab, Ibrâhîm ‘Ali, dan Ahmad Abd al-Mun’im al-Bahâ, Buhûts

fi al-Adab al-Jâhili, tp: al-Bayân al-‘Arabi, 1961

Ahmad al-Syayib, Ushul al-Naqd al-Adabi, Kairo: Maktabah al-Nahdah al-

Misriyyah, 1964

Alam, Zafar, Education in Early Islamic Period, Delhi-6: Markazi Maktaba

Islami, 1997

Allen, Roger, An Introduction to Arabic Literature, Cambridge: University

Press, 2000

Ali, Abduridha, Musiqa al-Syi’r al-Arabi Qadimuhu wa Haditsuhu, Oman:

Dar al-Syuruq, 1997 M

‘Arif, Khairan Muhammad, al-Qiyam al-Akhlaqiyyah ‘Inda Ibn al-Qayyim

al-Jauziyyah, Proceeding of International Seminar on Cultural

Values as a Basis for Character Building, Jakarta: Tarjamah

Center, 2013

Asad, Nâshir al-Dîn, al-, Mashâdir al-Syi`r al-Jâhili wa Qîmatuhâ al-

Târikhiyah, Beirut: Dâr al-Jail, 1988

`Athwân, Husein, Muqaddimah al-Qashîdah al-`Arabiyah fi al-Syi`r al-

Jâhili, Mesir: Dâr al-Ma`ârif, tth

Atmazaki, Ilmu Sastra Teori dan Terapan, Padang: Angkasa Raya, 1990

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru

van Hoeve, 1999

Page 104: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

92

Dlaif, Syauqi, Târikh al-Adab al-Arabi; al-‘Ashr al-Jâhili, tp: Dâr al-

Ma’ârif, 1965

Endarmoko, Eko, Tesaurus Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama, 2009

Endraswara, Suwardi, Metodologi Penelitian Sastra; Epistemologi Model,

Teori, dan Aplikasi, Yogyakarta: Pustaka Widyatama 2003

Esten, Mursal, Kesusastraan: Pengantar teori & Sejarah, Bandung:

Angkasa, 2000

Farran, Muhammad Yusuf, Zuhair Ibn Abi Sulma: Hayatuhu wa Syi’ruhu,

Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1990

Fa’ur, Ali, Diwan Zuhair Ibnu Abi Sulma, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,

2003

Ferdinand, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-‘Alâm, Beirut: Dâr al-Masyriq,

1986

Hadiwardoyo , Al. Purwa, Moral dan Masalahnya, Yogyakarta: Kanisius,

1990

Hamid, Ismail, Ph.d, Arabic and Islamic Literary Tradition, Kuala Lumpur:

Tass Sdn Bhn, 1982

Hasan, Masudul, Prof. History of Islam, India: Adam Publishers &

Distributors, 1995

Husein, Thaha, Fi al-Adab al-Jâhili, Kairo: Dâr al-Ma’ârif, 1969

J. Wentzel Vrede van Huyssteen (editor in Chief), Enchylopedia of Science

and Religion, Detroit,New York, dll: GALE, 2003, v. 2

Ibnu Manzhur, Lisȃn al- Arab, Beirut: Dar shadir, 1990 m/1410 h, jilid 12

Ibrahim Anis, Musiqâ al-Syi’r, Jami’ah al-Qahirah: Maktabah al-Enjelo al-

Mishriyyah, 1965

Ira. M., Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 1999

Al-Iskandari, Ahmad, dan Mushtafa ‘Inani, al-Wasîth fi al-Adab al-‘Arabi

wa Târikhuhu, Mesir: Dâr al-Ma’ârif, tth

Ismail, Faisal, Dr, MA., Paradigma Kebudayaan Islam, Yogyakarta: Titian

Ilahi Press, 1996

Page 105: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

93

Al-Ismail, Tahia, The life of Muhmmad SAW: His life Based on the Earliest

Sources, London: Ta-Ha Publishers ltd, 1995

Al-Ismail, Tahia, Tarikh Muhammad SAW, (terjemah), Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 1996

Ismail, Ahmad Syatori, Ghars al-Qiyam al-Akhlaqiyyah min Khilal al-

Kutub al-Madrasiyyah wa al-Adabiyyah, Proceeding of

International Seminar on Cultural Values as a Basis for Character

Building, Jakarta: Tarjamah Center, 2013

Kamil, Sukron, Teori Kritik Sastra Arab: Klasik dan Modern, Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2009

Khalif, Yusuf, Dirâsat fi al-syi’r al-Jâhili, Kairo: Maktabah Gharib, 1981

K. Hitti, Philip, History of The Arabs, (terjemah), Jakarta: Serambi, 2006

Lewis, Bernard, Prof., The Arabs in History, New Delhi: Goodword Books,

2001

Lubis, Nabilah, al-Mu`în fi al-Adab al-Arabi wa T ârikhihi, Jakarta:

Fakultas Adab UIN Syarif Hidayatullah, 2005

Muhammad, Mustafa, muhadarât Tarikh al-Umara’ al-Islamiyyah, Kairo:

al-Istiqamah, 1370 H

Murtadha Muthahhari, Ayatullah, Dasar-dasar Epistemologi Pendidikan

Islam/Tarbiyatul Islam, (terjemah Muhammad Bahruddin),

Jakarta: Sadra International Institute, 2011

Murawwah, Muhammad Ridla, Umru al-Qais; al-Malik al-Dlillîl, (Beirut:

Dâr al-Kutub al-Ilmiyah, 1411 H/1990 M)

Nurgiyantoro, Burhan, Teori Pengkajian fiksi,Yogyakarta : Gadjah Mada

University press, Cet Ke-8 2010

Qashab, Walid, Manahij al-Naqd al-Adabi al-Hadits: Ru’yah Islamiyyah,

Damaskus: Dar al-Fikr, 2007 M/ 1428 H

Quthub, Sayyid, al-Ustadz, Konsepsi Sejarah dalam Islam (Terjemah),

Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1992

Salam, Burhanuddin, Etika Sosial: Asas moral dalam kehidupan manusia,

Jakarta: Rineka Cipta, 2002

Page 106: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

94

Shomali, Mohammad A., Relativisme Etika (terjemah), Jakarta: PT Serambi

Ilmu Semesta, 2001, h. 3dari Westacoot, 1999

Syalabi, Ahmad, Dr., Mausu’ah; al-Tarikh al-Islami wa al-Hadarah al-

Islamiyyah, Kairo: Maktabah al-Nahdah al-Misriyyah, 1979

Tarigan, Henry Guntur, Prinsip-prinsip Dasar Sastra, Bandung: Angkasa,

1984

Tim Penyusun, Ensiklopedi Sastra Indonesia, Bandung: Titian Ilmu, 2007,

cet. 2

Tim Penyusun (Lajnah), al-Mûjaz fi al-Adab al-Arabi wa Târikhihi; al-

Adab al-Jâhili, Libanon: Dar al-Ma’arif, 1962

Al-Rukkabi, Judith, al-Adab al-Arabi min al-Inhidar ila al-Izdihar, Beirut:

Dar al-Fikr, 1996 M

Rosyidi, M.Ikhwan dkk, Analisis Teks Sastra, Yogyakarta: Graha Ilmu,

2010

Sayyid Abdurrahim, Wa’il, Talaqqi al-Bunyawiyah fi al-Naqd al-Arabi,

Kafar al-Syekh: al-Ilmu wa al-Iman: 2009

Shadiq al-Rafi’I, Mushthafa, Tarikh Adab al-Arab, Kairo: Alsahoh, 2008

M/ 1429 H

Tim Baitul Kilmah, Ensiklopedia Pengetahuan al-Qur’an dan Hadits,

(Jogjakarta: Kamil Pustaka, 2013

Umam, Chatibul al-Muyassar fi ‘Ilm al-Arudh, Fakultas Adab, 1992

Waluyo, Herman, J., Teori dan Apresiasi Puisi, Jakarta: Erlangga, 1987

Ya’qub, Emil Badi’, al-Mu’jam al-Mufashshal fi ‘Ilm al-Arudh, Beirut: Dar

al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2010

Al-Zayyat, Ahmad Hasan, Tarikh al-Adab al-Arabi, Beirut: Dar al-

Ma’rifah, 2005 M/1426 H

Al-Zuzni, Ibnu Abdullah, Syarh al-Mu’allaqat al-Sab’, Beirut: Darul Kutub

al-‘Ilmiiyah, 1985 M

Zaidan, Abdul Rozak, dkk, Kamus Istilah Sastra, Jakarta: Balai Pustaka,

2007

Page 107: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

95

LAMPIRAN-LAMPIRAN

A. Curriculum Vitae Peneliti

IDENTITAS DIRI

Nama : Cahya Buana

Nomor Peserta : 092100611320173

NIP/NIK : 150 326 899/ 19750630 200312 2 001

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat dan Tanggal Lahir : Agrabinta, 30 Juni 1975

Status Perkawinan : Kawin

Agama : Islam

Golongan / Pangkat : III d / Penata

Jabatan Fungsional Akademik : Lektor Kepala

Perguruan Tinggi : Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta

Alamat : Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat

Telp./Faks. : 021-7401925

Alamat Rumah : Jl. Pesantren RT/RW 003/05 No. 76 Kreo

Larangan Tangerang

Telp./Faks. : 08567104424

E-mail :[email protected]/[email protected]

RIWAYAT PENDIDIKAN PERGURUAN TINGGI

Tahun

Lulus Jenjang Perguruan Tinggi

Jurusan/

Bidang Studi

1999 S1 IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bahasa dan Sastra Arab

2003 S2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bahasa dan Sastra Arab

2009 S3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bahasa dan Sastra Arab

PELATIHAN PROFESIONAL

Tahun Pelatihan Penyelenggara

2005 Penulisan Karya Ilmiah Berbahasa Asing Fak. Adab &

Humaniora

2006 Workshop Pengembangan Pengajaran

Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta

Fak. Adab &

Humaniora

2006 Workshop Tenaga Penyuluh Pengabdian

Kepada Masyarakat

LPM UIN Jakarta

2006 Pendidikan bahasa Arab untuk dosen Pusat Bahasa UIN

Jakarta - Universitas

Imam Muhammad ibn

Su’ud

2007 Workshop Manajemen Kegiatan Penelitian

dan Pengabdian pada masyarakat

Fak. Adab &

Humaniora

2007 Pelatihan Penelitian Tingkat menengah Lemlit UIN Jakarta

2007 Forum dan Workshop Nasional VII:

Pengembangan Fakultas Adab PTAIN

Seindonesia

UIN Jakarta

Page 108: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

96

PENGALAMAN JABATAN

Jabatan Institusi

Tahun ... s.d.

...

CPNS Departemen Agama/UIN Jakarta 1/12/2003

Penata Muda Tk. I (III/b) Departemen Agama/UIN Jakarta 1/12/2004

Penata (III/c) Departemen Agama/UIN Jakarta ¼/2009

PENGALAMAN JABATAN

Jabatan Institusi

Tahun ... s.d.

...

Tenaga Pengajar Departemen Agama/UIN

Jakarta/FAH

1/1/2005

Asisten Ahli Departemen Agama/UIN

Jakarta/FAH

1/6/2006

Lektor Departemen Agama/UIN

Jakarta/FAH

1/1/2009

Bendahara Markaz al-Lughah (Imam al-

Su’udiyah)

2006/2007

Sekretaris prodi BSA Fakultas Adab dan Humaniora 2009-2013

Ketua Jurusan BSA Fakultas Adab dan Humaniora UIN 2013-2017

PENGALAMAN MENGAJAR

Mata Kuliah Jenjang Institusi/Jurusan/Program Tahun ... s.d.

...

Seminar Proposal S-1 - Bahasa dan Sastra Arab 2010-2013

Qawa’id I, II, III S - 1 - Bahasa dan Sastra Arab 2003-2008

Bah. Arab I,II,III S - 1 - Bahasa dan Sastra Arab 2004-2009

Bahasa Arab I,II S - 1 - Bahasa dan Sastra Inggris 2006-2009

Balaghah I,II,III S - 1 - Bahasa dan Sastra Arab 2005 – 2009

Nushus Adabiyah S - 1 - Bahasa dan Sastra Arab 2006

Qawaid (Sharaf) S - 1 - Bahasa dan Sastra Arab 2006

PENGALAMAN MEMBIMBING MAHASISWA

Tahun Pembimbingan/Pembinaan

2006 - 2009 Penyusunan Skripsi

2006 - 2008 Penasehat Akademik

PENGALAMAN PENELITIAN

Tahun Judul Penelitian Jabatan Sumber Dana

2013 Simbol Dan Simbolisme Alam

Dalam Puisi Sufistik Ibnu Arabi

Peneliti BOPTN

2012

Pengaruh Unsur-Unsur Ekstrinsik

Terhadap Diksi Peribahasa Arab

Dan Indonesia (Analisis Sastra

Banding)

Peneliti BOPTN

Page 109: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

97

2011

Buku Ajar Maharat Qira’ah 1:

مهارة القراءة فى تعلم اللغة العربية للمستوى

األول

Penulis BLU

2006/2007 Ilmu ‘Arudl versus Revolusi Puisi

Arab Kontemporer (Studi Analisis

terhadap puisi-puisi Qassim

Haddad)

Peneliti

(mahasiswa

S3)

Individu

2006/2007 Islam dan Politik di Mesir: Studi

analisis terhadap gerakan Sayyid

Qutb dan Ikhwanul Muslimin

serta pengaruhnya terhadap peta

Politik Mesir (1906-1956)

Peneliti

(mahasiswa

S3)

Individu

2006/2007 Peranan Ibu terhadap Peningkatan

IQ anak (Studi Kasus terhadap

murid kelas III MI Manbaul

Khair)

Peneliti

(mahasiswa

S3)

Individu

2007 Pengaruh Sastra Arab Terhadap

Sastra Indonesia Lama (Studi

Analisis terhadap Puisi-puisi

Hamzah Fansuri)

Peneliti

(anggota)

Fak. Adab dan

Humaniora

KARYA TULIS ILMIAH

A. Buku/Bab/Jurnal

Tahun Judul Penerbit/Jurnal

2010 Simbol-simbol Agama dalam Syair

Jahiliyah

Mocopatbook,

Yogyakarta

2008 Pengaruh Sastra Arab terhadap

Sastra Indonesia Lama dalam Syair-

syair Hamzah Fansuri (Kajian sastra

Banding)

Mocopatbook,

Yogyakarta

2008 Citra Perempuan Dalam Puisi-puisi

Arab Jahiliyah (Kritik sastra Feminis)

Disertasi, Pascasarjana

UIN Jakarta

2008 Pengaruh Sastra Arab terhadap Puisi-

puisi Hamzah Fansuri

Al-Turas, Fak. Adab dan

Humaniora

2006 Risâlah al-Tarbî’ wa al-Tadwîr li al-

Jâhizh (al-Tahlîl al-Adabi)

Al-Turas, Fak. Adab dan

Humaniora

2003 Hayy Bin Yaqzhan: Novel filosofis Ibn

Thufail (Analisis kritik Sastra)

Tesis, Pascasarjana UIN

Jakarta

B. Makalah/Poster

Tahun Judul Penyelenggara

2006/2007 Islam dan Demokrasi Pascasarjana UIN Jakarta

2006/2007 Ma’nâ al-naqd al-Adabi,

Târikhuhu wa Wazhîfatuhu

Pascasarjana UIN Jakarta

2006/2007 Gejala Psikologis Dalam Bahasa

(Kajian Psikolinguistik)

Pascasarjana UIN Jakarta

2006/2007 Qiyas dalam Ilmu Nahwu Menurut Pascasarjana UIN Jakarta

Page 110: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

98

Para Ahli bahasa Klasik dan

Modern

2007 Tahlîl al-Naqd al-Adabi li al-

Risâlah al-Hazaliyah li ibn Zaidûn

Pascasarjana UIN Jakarta

C. Penyunting/Editor/Reviewer/Resensi

Tahun Judul Penerbit/Jurnal

2006/2007 Review Disertasi: Kaidah-kaidah Bahasa

Arab dan Relavansinya dalam Memahami

Ayat-ayat al-Qur’an (penulis Abd. Karim

hafid)

Pascasarjana UIN

Jakarta

D. Penerjemah

Tahun Judul Penerbit/Jurnal

2010 Al-Adab fi al-‘Ashr al-Jahili wa al-Islam Dalam proses

PESERTA KONFERENSI/SEMINAR/LOKAKARYA/SIMPOSIUM

Tahun Judul Kegiatan Penyelenggara

2010

Seminar Nasional Pendidikan Bahasa Arab.

Tema: Pembelajaran Bahasa Arab Berbasis

Multiple Intelegences

FITK UIN Jakarta

2010 Workshop: Hypno Parenting dan Publik

Speaking

UIN Jakarta

2010 Seminar dan Lokakarya: Penulisan

Akademik

UIN Jakarta

2010

Studium General: Proses Penerbitan Buku

Terjemahan dari Bahasa Inggris ke Bahasa

Indonesia

FAH UIN Jakarta

2008 Seminar Nasional: Pengajaran bahasa Arab

berbasis lintas budaya (Cross Cultural)

Fak. Tarbiyah UIN

Jakarta

Saya menyatakan bahwa semua keterangan dalam Curriculum Vitae ini adalah

benar dan apabila terdapat kesalahan, saya bersedia mempertanggungjawabkannya.

Jakarta, 10 Desember 2014

(Dr. Cahya Buana, MA)

Page 111: TINJAUAN ISLAM TERHADAP NILAI-NILAI MORALITAS DALAM SYAIR ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/33605/1/COVER... · Dr. Zafar Alam dalam bukunya yang berjudul Education

99

B. Penggunaan Anggaran Penelitian Madya

Nama Peneliti : Cahya Buana

Judul penelitian : Tinjauan Islam terhadap Nilai-nilai Moralitas dalam Syair

Jahiliyah Karya Zuhair Ibnu Abi Sulma (Kajian Struturalis

Genetik)

Jumlah Anggaran : Rp. 15.000.000

NO JENIS BELANJA/PERUNTUKAN VOL JUMLAH

1 Honor Peneliti Utama 1 orang 4.000.000

2 Honor Asisten Peneliti 3 orang 4.500.000

3 Perjalanan Dinas 2 x 1.000.000

4 Foto Copy dan ATK 1 paket 1.000.000

5 Bahan Penelitian 1 paket 3.000.000

6 Penyusunan Laporan 1 paket 1.500.000

TOTAL 15.000.000

PENELITI