69
TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN PENANAMAN MODAL USAHA (Studi kasus pada Cafe D’ngkringan di Jln. Pagar Alam No. 73, Kedaton, Tj. Karang Barat, Kota Bandar Lampung) Skripsi Oleh RIZKY JOKO SAPUTRA FAKULTASHUKUM UNIVERSITASLAMPUNG BANDARLAMPUNG 2020

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

  • Upload
    others

  • View
    16

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN

PENANAMAN MODAL USAHA

(Studi kasus pada Cafe D’ngkringan di Jln. Pagar Alam No. 73, Kedaton, Tj.

Karang Barat, Kota Bandar Lampung)

Skripsi

Oleh

RIZKY JOKO SAPUTRA

FAKULTASHUKUM

UNIVERSITASLAMPUNG

BANDARLAMPUNG

2020

Page 2: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

ABSTRAK

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN

PENANAMAN MODAL USAHA

(Studi kasus pada Cafe D’ngkringan di Jln. Pagar Alam No. 73, Kedaton, Tj.

Karang Barat, Kota Bandar Lampung)

Oleh :

RIZKY JOKO SAPUTRA

Istilah Mudharabah adalah bahasa yang digunakan oleh penduduk Irak, sedangk

an penduduk Hijaz menyebut mudharabah dengan istilah mudharabah atau

qiradh, sehingga dalam perkembangan lebih lanjut mudharabah dan qiradh juga

mengacu pada makna yang sama. Secara lughowi mudharabah berasal dari

kataad-dharb (برضلا) derivasi dari wazan fi’il ضرب –برض ا itrareb –ی ضرب

memukul dan berjalan. Selain ad-dharb ada juga qiradh (ضارقلا) dari kata

yang berarti pinjaman atau pemberian modal untuk berdagang dengan (ضرقلا)

memperoleh laba. Penelitian ini mengkaji tentang Bagaimanakah pelaksanaan

perjanjian bagi hasil di Cafe, Bagaimanakah akibat hukum perjanjian yang tidak

memenuhi prinsip bagi hasil.

Jenis penelitian skripsi ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan

metode deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk

menggambarkan (mendeskripsikan) mengenai suatu masalah. Data yang

digunakan adalah data primer yang terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder dan bahan hukum tersier yang kemudian dianalisis secara kualitatif.

Metode pengumpulan data menggunakan studi pustaka, studi dokumen dan

wawancara.

Berdasarkan hasil penelitian dalam pembahasan ini adalah bahwa Kompilasi

Hukum Islam (Analisa Kepatuhan Syariah) adalah terdapat 2 jenis akad yang

diterapkan pada akad mudharabah yaitu muqayyadah dan mutlaqah, yang sering

digunakan pada akad pembiayaan mudharabah yaitu mudharabah mutlaqah. Pada

sistem bagi hasil yang diterapkanya itu menggunakan sistem profit sharing. Dalam

pengembalian modal menggunakan akad mudharabah adalah dengan pengembalian

diakhir kontrak ditambah dengan investasi mudharabah pada jangka waktu sama

dengan jangka waktu pembaiayaan.

Kata Kunci: Mudharabah, Perjanjian, Hukum Islam

Page 3: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN

PENANAMAN MODAL USAHA

(Studi kasus pada Cafe D’ngkringan di Jln. Pagar Alam No. 73, Kedaton, Tj.

Karang Barat, Kota Bandar Lampung)

Oleh

RIZKY JOKO SAPUTRA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

SARJANA HUKUM

Pada

Program Studi Ilmu Hukum Jurusan Hukum Keperdataan

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTASHUKUM

UNIVERSITASLAMPUNG

BANDARLAMPUNG

2020

Page 4: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe
Page 5: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe
Page 6: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Rizky Joko Saputra

Npm : 1542011094

Jurusan : Perdata

Fakultas : Hukum

Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam tentang

Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe D’ngkringan

di Jln. Pagar Alam No. 73, Kedaton, Tj. Karang Barat, Kota Bandar Lampung)”

adalah benar-benar hasil karya sendiri, dan bukan hasil plagiat sebagaimana diatur

dalam Pasal 27 Peraturan Akademik Universitas Lampung dengan Surat

Keputusan Rektor No. 3187/H26/DT/2010.

Bandar Lampung, Februari 2020

Rizky Joko Saputra

NPM 1542011094

Page 7: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Rizky Joko Saputra dilahirkan di Metro pada

tanggal 27 Juli 1997 , sebagai anak Pertama dari 2 bersaudara,

putra dari pasangan Bapak Hi. Renan Joko Sajarwo, S.IP.,M.M.

dan Hj. Ir. Ermawati, M.M. Jenjang pendidikan formal yang

penulis tempuh dan selesaikan adalah pada Sekolah Dasar (SD)

Pertiwi Teladan Metro lulus pada tahun 2009, Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Negeri 3 Metro lulus pada tahun 2012, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 4

Metro lulus pada tahun 2015. Selanjutnya pada tahun 2015 penulis diterima

sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung, program pendidikan

Strata 1 (S1) dan pada pertengahan Juni 2016, penulis memfokuskan diri dengan

mengambil bagian Hukum Perdata.

Pada bulan Januari-Februari 2019 selama 40 (Empat Puluh) hari, penulis

melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Karang Agung, Kecamatan

Pakuan Ratu, Kabupaten Way kanan. Kemudian di Tahun 2020 penulis

menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana

Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Page 8: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

MOTTO

“Allah tidak membebani seorang hambanya melainkan sesuai dengan

kemampuannya”…

(Al Qur’an Surat Al-Baqarah: 286)

“Ketika kamu berhenti mengeluh, itu tandanya kamu sudah belajar sebuah

hal sederhana, yaitu Kesabaran”

Page 9: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

PERSEMBAHAN

حيمبســــــــــــــــــم حمنالر اللهالر

Segala puji dan syukur penulis kehadirat Allah SWT atas segala rahmat,

nikmatnya serta pertolongan-Nya yang tiada terhingga kepada semua

makhluknya, khususnya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan baik.

Penulis persembahkan Skripsi ini kepada :

Kedua Orang Tua Tercinta,

Bapak Hi. Renan Joko Sajarwo, S.IP., M.M. dan Ibu Hj. Ir. Ermawati, M.M.

Yang senantiasa berdoa untuk penulis, berkorban untuk penulis dan selalu

mendukung, terimakasih untuk semua kasih sayang dan cinta luar biasa sehingga

aku bisa menjadi seorang yang kuat dan konsisten dalam meraih cita-cita.

Page 10: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas rahmat dan

hidayahnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul:

“Tinjauan Hukum Islam tentang Prinsip Perjanjian Penanaman Modal

Usaha” (Studi kasus pada Cafe D’ngkringan di Jln. Pagar Alam No. 73, Kedaton,

Tj. Karang Barat, Kota Bandar Lampung). Skripsi ini disusun sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Lampung.

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini,

untuk itu saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan

untuk pengembangan dan kesempurnaan skripsi ini. Pada penulisan skripsi ini

penulis mendapatkan bimbingan, arahan serta dukungan dari berbagai pihak

sehingga penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan baik. Pada kesempatan kali

ini, penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-

besarnya terhadap :

1. Bapak Prof. Dr. Maroni, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Sunaryo, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum Perdata

Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Page 11: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

3. Ibu Dr. Amnawati, S.H., M.H., selaku Pembimbing I, atas bimbingan dan

saran yang diberikan dalam proses penyusunan hingga selesainya skripsi ini.

4. Ibu Elly Nurlaili, S.H., M.H., selaku Pembimbing II, atas bimbingan dan

saran yang diberikan dalam proses penyusunan hingga selesainya skripsi ini.

5. Ibu Wati Rahmi Ria, S.H., M.H., selaku Penguji Utama, atas masukan dan

saran yang diberikan dalam proses perbaikan skripsi ini.

6. Bapak Harsa Wahyu Ramadhan, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas II, atas

masukan dan saran yang diberikan dalam proses perbaikan skripsi ini.

7. Bapak Damanhuri Warganegara, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing

Akademik yang memberikan dukungan moril, nasihat dan ilmu yang

bermanfaat bagi penulis selama ini dalam perkuliahan.

8. Para narasumber dalam penulisan skripsi ini Bapak Agil Patria Putra dan

Bapak Anwar Rifa’i selaku pemilik cafe D’ngkringan atas bantuan dan

informasi serta kebaikan yang diberikan demi keberhasilan pelaksanaan

penelitian ini.

9. Seluruh Dosen Pengajar, Staf dan Karyawan di Fakultas Hukum Universitas

Lampung, khususnya bagian Hukum Perdata yang telah memberikan ilmu

yang bermanfaat kepada penulis.

10. Kedua Orang Tuaku yang sangat teristimewa yang selalu menjadi inspirasi

dan motivasi terbesar bagi penulis, Bapak Hi. Renan Joko Sajarwo, S.IP.,

M.M. dan Ibu Hj. Ir. Ermawati, M.M., yang telah memberikan perhatian,

kasih sayang, cinta, semangat, dan doa serta dukungan yang tak terhingga

Page 12: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

selama ini diberikan kepada anakmu ini, Terima Kasih teramat dalam atas

segalanya semoga dapat membahagiakan, membanggakan, dan menjadi anak

yang selalu berbakti kepada kedua orang tuanya.

11. Adik dan Saudara sepupuku yang juga sangat istimewa yang selalu

mendukung penulis, Minda Tuwaring Putri dan Galuh Saputra.

12. Terimakasih kepada Squad HIMJAL (Himpunan Mahasiswa jalan-jalan) tapi

jarang jalan-jalan, I Made Raam Govinda, Ajie Abdan S, I Gede Ezra Wijaya,

Irfan Adi Saputra, Wayan Tirte Yase, Khrisna Geka Pratama, Aron Fiero

Seregar, Hafis Abdul Aziz, kadek Candra, yang selalu menemani, membantu,

dan menyemangati penulis dalam masa perkuliahan dan penyusunan skripsi

ini.

13. Terimakasih kepada teman seperjuangan di masa perkuliahanku, Krisna

Hardyanto, M.Faris, Muhammad Yusuf, Afrialdi, Pepy, faris Raya Guna,

yang telah memberikan semangat dan dukungan untukku.

14. Terimakasih kepada teman seperjuangan skripsi, Ajie Abdan S, I Made Raam

Govinda, I Gede Ezra, Vitrianne,Wayan Tirte, Mayang, Farisraya Guna, Faris

Rafsanjani, Prasetyo Budi Wibowo dan Krisna Hardyanto.

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu

dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan dan

dukungannya.

Akhir kata penulis mendoakan semoga kebaikan yang telah diberikan kepada

penulis akan mendapatkan balasan kebaikan yang lebih besar dari Allah SWT dan

Page 13: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

mohon maaf apabila ada yang salah dalam penulisan skripsi ini dan semoga

skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan keilmuan pada umumnya

dan ilmu hukum khususnya hukum perdata.

Bandar Lampung, Februari 2020

Rizky Joko Saputra

Page 14: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 6

C. Ruang Lingkup ............................................................................................. 7

D. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 7

E. Kegunaan Penelitian..................................................................................... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 9

A. Tinjauan Mengenai Perjanjian ..................................................................... 9

B. Dasar Hukum Mudharabah ........................................................................ 27

C.Sistem Bagi Hasil Usaha ............................................................................36

D.KerangkaPikir.............................................................................................39

III. METODE PENELITIAN ............................................................................ 41

A. Jenis Penelitian ........................................................................................... 41

B. Tipe Penelitian ........................................................................................... 41

C. Pendekatan Masalah ................................................................................... 42

D. Jenis Data ................................................................................................... 42

E. Pengumpulan data dan Pengolahan Data ................................................... 43

F. Analisis Data .............................................................................................. 44

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................................... 45

A. Prinsip Bagi Hasil dalam Perjanjian Kerjasama Usaha Café D’ngkringan

................................................................................................................... 45

1. Prinsip Bagi Hasil dalam Kerjasama Usaha…………………………...45

Page 15: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

2. Prinsip Bagi Hasil Dalam Kerjasama Usaha di Café D'ngkringan….…52

B. Akibat Hukum Dalam Pelaksanaan Perjanjian Kerjasama Bagi Hasil

Dalam Mengelola Bersama ....................................................................... 55

1. Ganti Rugi Dalam Hukum Islam .......................................................... 55

2. Perjanjian Batal Dalam Hukum Islam .................................................. 61

V. PENUTUP ..................................................................................................... 64

A. Kesimpulan ................................................................................................ 64

B. Saran ........................................................................................................... 66

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 16: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam telah mengajarkan kepada seluruh umat manusia untuk hidup saling tolong-

menolong dengan berdasar pada rasa tanggung jawab bersama. Islam juga mengajarkan

agar dalam hidup bermasyarakat dapat ditegakkan nilai-nilai keadilan dan dihindarkan

praktik-praktik penindasan dan pemerasan. Agama Islam mempunyai dua sumber

hukum yang utama yaitu Al-Qur’an dan Al-Hadits. Salah satu segi hukum yang terdapat

di dalamnya adalah masalah-masalah Hukum Islam yang membolehkan seorang muslim

berdagang secara perseorangan, dan membolehkan juga menggabungkan modal dan

tenaga dalam bentuk perkongsian (serikat dagang) secara kegotongroyongan yang

memungkinkan usaha dapat berjalan dengan lancar. Namun disisi lain, Islam memberi

ketentuan atau aturan usaha yang dilakukan baik secara perorangan maupun kelompok,

yaitu dikategorikan halal dan mengandung kebaikan.1

Salah satu serikat dagang yang diperbolehkan adalah mudharabah. Secara teknik, bagi

hasil (Mudharabah) adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana pihak

pertama (shahibul Maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya

menjadi pengelola usaha (Mudharib). Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi

menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak sedangkan kerugian juga

1Kusuma wardani, Tria.2018. Tinjauan Hukum Islam tentang Bagi hasil dalam Kerja Sama

Pengembangbiakan Ternak Sapi.http://repository.radenintan.ac.id/4921/1/SKRIPSI.pdf. Akses tanggal 09

April 2019.

Page 17: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

2

ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola,

pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.2

Sistem bagi hasil merupakan bagian dari bentuk kerjasama antara pihak penyedia dana

menyertakan modal dan pihak lain sebagai pengelola yang memiliki keahlian (skill) dan

manajemen sehingga tercapai tujuan perekonomian, dan apabila terdapat keuntungan

maka hal ini akan dibagi sesuai dengan kesepakatan. Sesungguhnya Agama Islam telah

mengajarkan bagaimana kerjasama (berserikat) secara benar dengan tidak memberatkan

salah satu pihak dengan saling menguntungkan serta terhindar dari riba. Berserikat

dapat dilakukan denganlembaga ataupun perorangan.

Bagi hasil sebagaimana telah dijelaskan diatas adalah suatu istilah yang sering

digunakan oleh orang-orang dalam melakukan usaha bersama untuk mencari

keuntungan antara kedua belah pihak yang mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian.

Adapun bagi hasil menurut Islam, salah satunya adalah mudharabah. Mudharabah

adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (shahibul maal)

menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola usaha

(Mudharib), keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang

dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal

selama kerugian itu bukan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola.3

Bila bersandar kepada wahyu, tidak satupun ayat al-Qur’an yang mengatur tentang

mekanisme bagi hasil di perbankan Syariah, semuanya dalil tersebut menjelaskan

2Muhammad Syafi’I, Bank Syariah dari Teori Kepraktik, Jakarta : Gema Insani Press, 2002.

hlm. 4. 3Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Rajawali Pers, 2011, hlm. 135.

Page 18: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

3

prinsip-prinsip umum mengenai cara berbisnis yang diperbolehkan dan yang dilarang

untuk dilaksanakan. Prinsip bagi hasil yang ditawarkan oleh Pembagian Syariah, adalah

merupakan solusi dari sebuah mekanisme berbagi dalam keuntungan apabila

mendapatkan untung dari kegiatan usaha yang dilaksanakan dan berbagi pula resiko

kerugian apabila mendapatkan kerugian antara shahib al maal (Pemilik Modal) dengan

mudhariab (Pelaku Usaha).

Berpegang kepada kesepakatan yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak ketika

akad, besaran bagi hasil bervariasi antara 50% berbanding 50%, atau 60% berbading

40%, atau 70% berbanding 30% setelah kedua belah pihak meyakini dan sepakat bahwa

pada besaran nisbah yang telah disepakati diperkirakan masing-masing pihak memiliki

keyakinan akan mendapatkan keuntungan. Sistem pembiyaan dengan prinsip bagi hasil

juga mendorong dan merangsang para nasabah untuk berbisnis dengan berpijak pada

rambu-rambu syariah yang telah ditetapkan dalam Al-Quran dan Sunnah melalui

kepanjangan tangan pakar fatwa dibindang syariah yaitu Dewan Syarah Nasional

(DSN).4

Dasar hukum tentang kebolehan untuk kerja sama bagi hasil ini adalah berdasarkan Al-

Qur’an, hadist dan Ijma’. Sebagaimana yang difirmankan Allah SWT dalam Al-Qur’an

Surat An-nisa ayat 29:

ها الذين آمنوا ل تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إل أن تكون تجارة عن تراض منكم يا أي

4Suherman., “Penterapan Prinsip Bagi Hasil pada Perbankan Syariah Sebuah Pendekatan AL-

Maqasidu Al-Syariah”. Al-Mashlahah Jurnal Hukum dan Perdata Sosial Islam, 2018, Hal. 298.

Page 19: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

4

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta

sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan

yang Berlaku atas dasar suka sama suka di antaramu...5

Para ahli hukum Islam sepakat mengakui keabsahan mudharabah ditinjau dari segi

manfaat dan dari segi ajaran dan tujuan syari’ah. Cara penghitungan keuntungan dalam

bagi hasil mudharabah yaitu dalam pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam

bentuk persentasi antara kedua belah pihak. Bagi untung dan rugi bila laba besar, maka

kedua belah pihak mendapatkan keuntungan yangbesar dan sebaliknya. Menentukan

besarnya keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan masing-masing pihak yang

berkontrak.6

Risiko kerugian dalam mudharabah, menurut ulama fiqh apabila di dalam transaksi

tersebut mengalami kegagalan, yang mengakibatkan sebagian atau seluruh modal yang

ditanamkan pemilik modal habis, maka yang menanggung kerugian hanya pemilik

modal sendiri. Sedangkan penerima modal sama sekali tidak menanggung atau tidak

harus mengganti kerugian atas modal yang hilang dalam catatan pengelola modal dalam

menjalankan usahanya sesuai dengan aturan yang telah mereka setujui dalam Surat

Perjanjian Kerja Sama Usaha Café dalam Pasal 7 Yaitu kegagalan usaha isinya yaitu

telah disepakati bahwa jika di kemudian hari terjadi pailit atau bangkrut, maka resiko

yang timbul akan menjadi tanggung jawab bersama antara pihak pertama dan pihak

kedua, sepanjang tidak menyalahgunakan modal yang dipercayakan kepadanya.

Abdurrahman Al-Jaziri mengatakan mudharabah berarti ungkapan terhadap pemberian

5Depertemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, Bandung: CV Diponegoro, 2008, hlm.

83. 6 Harun Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Medika Pratama, 2007, hlm. 231.

Page 20: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

5

modal dari seseorang kepada kepada orang lain sebagai modal usaha di mana

keuntungan yang diperoleh akan dibagi dua di antara mereka berdua, dan bila terjadi

kerugian yang disebabkan bukan karena kesalahan yang menjalankan modal, dia berhak

mendapatkan upah yang wajar disebut ujratul-mitsil.7

Dalam pelaksanaan usaha Café D’ngkringan ini pemilik bersama melakukan kerja sama

antara pemilik pertama dan pemilik kedua dengan cara memberi modal 50% rata, untuk

mengelola Cafe dengan modal sepenuhnya dalam mengelola Café tersebut. Hasil dibagi

dua secara rata dalam mengelola bersama café. Praktek kerja sama antara pihak

pengelola bersama bahwa hasil yang didapat dalam mengelola café tersebut dibagi sama

rata dalam perjanjian café telah di tentukan dalam surat perjanjian kerja sama usaha cafe

dan sisa dari keuntungan akan digunakan untuk membeli kebutuhan yang di perlukan

dalam usaha café tersebut, barulah dibagi pemilik bersama 50% dan pengelola bersama

50%. Apabila modal sudah kembali maka hasil tetap dibagi sepenuhnya kepada pemilik

kedua belah pihak dalam mengelola cafe. Pembagiannya dilakukan dengan surat

perjanjian kerja sama usaha cafe secara tertulis di atas matrai apabila pemilik pemilik

kedua belah pihak mendapat bagian keuntungan yang sama sedangkan kerugian akan

ditanggung bersama oleh pemilik modal oleh kedua belah pihak yang sudah tercantum

dalam Pasal 7 Yaitu kegagalan usaha isinya yaitu telah disepakati bahwa jika di

kemudian hari terjadi pailit atau bangkrut, maka resiko yang timbul akan menjadi

tanggung jawab bersama antara pihak pertama dan pihak kedua.

7Muslih Abdullah, Fikih Keuangan Ekonomi Islam, Jakarta: Darul Haq, 2008, hlm. 302.

Page 21: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

6

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pelaksanaan perjanjian bagi

hasil di Cafe D’ngkringan, serta Bagaimanakah akibat hukum perjanjian yang tidak

memenuhi prinsip bagi hasil ditinjau menurut konsep mudharabah. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk Proses perjanjian bagi hasil di Cafe D’ngkringan dan untuk

mengetahui Proses akibat hukum perjanjian yang tidak memenuhi prinsip bagi hasil di

Café D’ngkringan di Jln. Pagar Alam No. 73, Kedaton, Tj. Karang Barat, Kota Bandar

Lampung.

Berdasarkan dari uraian latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji

mengenai proses terjadinya hubungan hukum antara kedua belah pihak dalam Tinjauan

Hukum Islam tentang Prinsip Perjanjian dalam Penanaman Modal Usaha, pemenuhan

hak dan kewajiban dalam Tinjauan Hukum Islam tentang Prinsip Perjanjian dalam

Penanaman Modal Usaha.akibat hukum islam jika hak dan kewajiban para pihak dalam

perjanjian antara kedua belah pihak tidak dipenuhi. Untuk itu perlu dilakukan penelitian

lebih mendalam, penelitian ini dituliskan dalam skripsi berjudul:“Tinjauan Hukum

Islam Tentang Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha”.

B. Rumusan masalah dan Ruang Lingkup

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan maka dapat dirumuskan

pokok permasalahannya yangakan menjadi kajian selanjutnya yaitu: identifikasi

masalah dan batasan masalah, maka penulis merumuskan masalah yaitu:

a. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian bagi hasil di Café D’ngkringan ?

Page 22: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

7

b. bagaimanakah akibat hukum perjanjian yang tidak memenuhi prinsip bagi hasil

?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kajian materi penelitian ini adalah proses terjadinya hubungan hukum

islam para pihak pemilik, pelaksanaan Tinjauan Hukum Islam tentang Prinsip Perjanjian

dalam Penanaman Modal Usaha dalam bentuk pemenuhan hak dan kewajiban, serta

hukum islam yang apabila hak dan kewajiban dalam Penanaman Modal Usaha tidak

terpenuhi, yang mana termasuk ke dalam kajian Ilmu Hukum Keperdataan, yaitu hukum

perjanjian dalam hukum islam,Tinjauan Hukum Islam tentang Prinsip Perjanjian dalam

Penanaman Modal Usaha.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, maka tujuan dari kegiatan ini adalah hal-hal

sebagai berikut:

a. Proses Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian bagi hasil di Café.

b. Proses akibat hukum perjanjian yang tidak memenuhi prinsip bagi hasil.

D. Kegunaan penelitian

a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menunjang pengembangan ilmu

pengetahuan di bidang hukum lebih khususnya dalam lingkup hukum perjanjian

kerjasama bagi hasil pada penanaman modal usaha.

Page 23: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

8

b. Kegunaan Praktis

a) Sebagai upaya pengembangan kemampuan dan penambah pengetahuan hukum bagi

penulis mengenai ilmu hukum islam.

b) Memberikan gambaran kepada pembaca mengenai proses terjadinya hubungan

hukum para pihak, pelaksanaan prinsip perjanjian penanaman modal usaha dalam

bentuk pemenuhan hak dan kewajiban serta hambatan yang ditemui dan upaya yang

dilakukan, serta akibat hukum yang terjadi apabila hak dan kewajiban dalam prinsip

perjanjian penanaman modal usaha tidak terpenuhi.

c) Sumbangan pemikiran, bahan bacaan dan sumber informasi serta bahan kajian bagi

yang memerlukan.

Page 24: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Mengenai perjanjian

1. Perjanjian Kerjasama Bagi hasil

Istilah mudharabah adalah bahasa yang digunakan oleh penduduk Irak, sedangkan

penduduk Hijaz menyebut mudharabah dengan istilah mudharabah atau qiradh,

sehingga dalam perkembangan lebih lanjut mudharabah dan qiradh juga mengacu pada

makna yang sama. Secara lughowi mudharabah berasal dari kataad-dharb (برضلا)

derivasi dari wazan fi’il ضرب ضرب – ا nialeS .nalajreb nad lukumem itrareb ض –ی رب

ad-dharbada juga qiradh (ضارقلا) dari kata (ضرقلا) yang berarti pinjaman atau

pemberian modal untuk berdagang dengan memperoleh laba. Muhammad Syafi’I

Antonio dalam bukunya Bank Syariah dari Teori Ke Praktek, menuliskan bahwa

pengertian berjalan lebih tepatnya adalah proses seseorang dalam menjalankan usaha.8

Dari sini dapat dipahami bahwa mudharabah secara lughowi adalah proses seseorang

menggerakkan kakinya dalam menjalankan usahanya dengan berdagang untuk

memperoleh laba.

Secara istilah mudharabah adalah menyerahkan modal kepada orang yang berniaga

sehingga ia mendapatkan presentasi keuntungan.9 Definisi mudharabah menurut Sayyid

Sabiqa dalah:

8Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani), 2001.

hlm. 95. 9Abdullah Al-Muslih, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta : Darul Haq), 2004, hlm. 168.

Page 25: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

10

“Akad antara dua pihak dimana salah satu pihak mengeluarkan sejumlah uang (sebagai

modal) kepada lainnya untuk diperdagangkan. Laba dibagi sesuai dengan kesepakatan”.

Adapun definisi mudharabah menurut Wahbah Az-Zuhailiadalah:

“Akad didalamnya pemilik modal memberikan modal (harta) pada‘amil (pengelola)

untuk mengelolanya, dan keuntungannya menjadi milik bersama sesuai dengan apa

yang mereka sepakati. Sedangkan, kerugiannya hanya menjadi tanggungan pemilik

modal saja, ‘amil tidak menanggung kerugian apa pun kecuali usaha dan kerjanya

saja”.10

Sedangkan definisi mudharabah menurut fatwa DSN No.07/DSN-MUI/IV/2000 adalah:

“Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk

suatu usaha yang produktif. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik

dana) membiayai 100% kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha

(nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha”.11

Dari definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian mudharabah yaitu akad

yang dilakukan oleh shahibul maal dengan mudharib untuk usaha tertentu dengan

pembagian keuntungan sesuai kesepakatan. Keuntungan yang dituangkan dalam kontrak

ditentukan dalam bentuk nisbah. Jika usaha yang dijalankan mengalami kerugian, maka

kerugian itu ditanggung oleh shahibul maal sepanjang kerugian itu bukan akibat

10Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah Jilid 4, (Jakarta : Darul Fath), 2004, hlm. 217. 11Fatwa DSN Indonesia No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh).

Page 26: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

11

kelalaian mudharib. Namun jika kerugian itu diakibatkan karena kelalaian mudharib,

maka mudharib harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

Prinsip Bagi Hasil merupakan bagian yang sangat esensial dalam kegiatan oprasional

perbankan syariah, prinsip bagi hasil merupakan implementasi dari prinsip keadilan,

persamaan, dalam transaksi ekonomi syari’ah, bahkan bank syariah sendiri sebenarnya

sangat lekat dengan sebutan bank bagi hasil. Dengan dukungan konstitusi yang

memadai baik berupa peraturan perundang-undangan yang telah tersedia, Peraaturan

Bank Indonesia (PBI) dan Fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah nasional

(DSN), perbankan Syariah yang dalam kegiatan oprasionalnya harus selalu berpijak

kepada prinsip-prinsip syariah.

Dalam prakteknya, Bank Syariah menerapkan prinsip tersebut pada produk-produk

pembiayaan yang berbasis Natural Umcertanty Contracts (NUC), yakni akad bisnis

yang tidak memberikan kepastian pendapatan (returan), baik dari segi jumlah (amount)

maupun waktu (timing), seperti pembiayaan mudharabah dan musyarakah.12 Penerapan

bagi hasil itu sendiri sebagai realisasi dari amanat yang termaksud dalam Undang-

Undang Perbankan Syariah No 7 Tahun 1992 Pasal 6 huruf (m) yang menyebutkan

bahwa bank umum dapat menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip

bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.13

Bahwa sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan

bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan

adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak

12Adiwarman A. Karim. Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan. (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2009). Cet. Ke-3 hlm. 286. 13Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan.

Page 27: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

12

atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari’ah merupakan ciri khusus yang

ditawarkan kapada masyarakat, dan di dalam aturan syari’ah yang berkaitan dengan

pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak

(akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai

kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di

masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan. Melainkan atas dasar ridha diantara

kedua belah pihak dengan apa yang telah mereka sepakati dalam rencana kegiatan usaha

yang dijalani.14

Pengertian hukum perjanjian syariah terdapat 2 arti, baik secara etimologi maupun

secara istilah. Dalam bahasa Arab perjanjian itu diartikan sebagai Mu’ahadah Ittifa’.

Akan tetapi di dalam Bahasa Indonesia, perjanjian itu dikenal sebagai kontrak. Yang

mana dengan hal ini, perjanjian merupakan suatu perbuatan yang dilakukan oleh

seseorang atau kelompok dengan yang lainnya sehingga untuk mengikat antara

keduanya baik dirinya sendiri maupun orang lain.

Istilah itu dalam al-Quran terdapat 2 macam yang berhubungan dengan perjanjian yaitu

akad dan ‘ahdu (al-‘ahdu). Akad itu hubungannya dengan perjanjian. Sedangkan ‘ahdu

merupakan pesan, masa, penyempurnaan dan janji. Dalam hal ini, akad itu disamakan

dengan seperti halnya perikatan, sedangkan kata Al-‘Ahdu disamakan dengan perjanjian.

Maka dari itu, perjanjian juga dapat diartikan yaitu pernyataan dari seseorang untuk

14Suherman., “Penterapan Prinsip Bagi Hasil pada Perbankan Syariah Sebuah Pendekatan AL-

Maqasidu Al-Syariah”. Al-Mashlahah Jurnal Hukum dan Perdata Sosial Islam, 2018, hlm. 298.

Page 28: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

13

melakukan ataupun tidak melakukan apa-apa dan tidak berkaitan dengan kemauan

orang lain.

Dalam pengertian diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa kedudukan antara para pihak

yang mengadakan perjanjian adalah sama dan seimbang. Di dalam melakukan suatu

perjanjian itu harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak. Yang mana terdapat ijab

qabul. Agar perjanjian yang telah disepakati dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan

tujuan. Dengan adanya ijab qabul ini, suatu perjanjian dapat dinyatakan sebagai

perjanjian yang sah sesuai dengan syariat islam. Yang mana terjadi pemindahan suatu

kepemilikan antara orang yang satu kepada orang yang lain yang manfaatnya bisa

dirasakan oleh kedua belah pihak yang melakukan suatu perjanjian.Terdapat beberapa

pendapat antara lain, menurut Ahmad Azhar Basyir, dia mengatakan akad merupakan

perikatan antara ijab dan qabul, yang mana keduanya dapat menetapkan adanya akibat-

akibat hukum yang ada yang mengacu kepada obyeknya.

Dalam hal ini setelah pemaparan di atas, maka dapat dikatakan bahwasannya akad

adalah suatu perjanjian yang menimbulkan kewajiban untuk berprestasi antara pihak

yang satu dengan pihak yang lainnya, yang mana antara keduanya terdapat hubungan

timbal balik.15

Perjanjian merupakan suatu perbuatan yang berkaitan dengan hukum dan perbuatan

yang berkaitan dengan akibat hukum. Perjanjian juga bisa disebut sebagai perbuatan

untuk memperoleh seperangkat hak dan kewajiban yaitu akibat-akibat hukum yang

15https://insertpoin.blogspot.com/2016/05/hukum-perjanjian-dalam-prespektif-

hukum.html.Akses tanggal 26 November 2019.

Page 29: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

14

merupakan konsekuensi. Perbuatan hukum dalam perjanjian merupakan perbuatan-

perbuatan untuk melaksanakan sesuatu yaitu memperoleh seperangkat hak dan

kewajiban yang disebut prestasi.

2. Rukun dan Syarat Pembiayaan Mudharabah

a. Rukun Mudharabah

Akad mudharabah memiliki beberapa rukun yang telah digariskan oleh ulama guna

menentukan sahnya akad tersebut, tetapi para ulama berbeda pendapat tentang rukun

mudharabah adalah ijab dan qabul yakni lafad yang menunjukkan ijab dan qabul

dengan menggunakan mudharabah, muqaridhah, muamalah, atau kata-kata searti

dengannya. Para ulama berbeda pendapat mengenai rukun mudharabah, menurut ulama

Malikiyah bahwa rukun mudharabah terdiri dari : 1. Ra’sul mal (modal), 2. al-‘amal

(bentuk usaha), 3. keuntungan, 4. ‘aqidain (pihak yang berakad). Adapun menurut

ulama Hanafiyah, rukun mudharabah adalah ijab dan qabul dengan lafal yang

menunjukkan makna ijab dan qabul itu. Sedangkan menurut ulama Syafi’iyah rukun

mudharabah ada enam yaitu :

a. Pemilik dana (shahibul mal)

b. Pengelola (mudharib)

c. Ijab qabul (sighat)

d. Modal (ra’sul mal)

e. Pekerjaan (amal)

f. Keuntungan atau nisbah16

16 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010) hlm. 139.

Page 30: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

15

Menurut jumhur ulama berpendapat bahwa rukun mudharabah ada tiga, yaitu :

a. Dua orang yang melakukan akad (al-aqidani)

b. Modal (ma’qud alaih)

c. Shighat (ijab dan qabul)17

Dari perbedaan para ulama diatas dipahami bahwa rukun pada akad mudharabah pada

dasarnya adalah :

a. Pelaku (shahibul mal dan mudharib)

Dalam akad mudharabah harus ada dua pelaku, dimana ada yang bertindak

sebagai pemilik modal (shahibul maal) dan yang lainnya menjadi pelaksana

usaha (mudharib).

b. Obyek mudharabah ( modal dan kerja)

Obyek mudharabah merupakan konsekuensi logis dari tindakan yang dilakukan

oleh para pelaku. Pemilik modal menyertakan modalnya sebagai obyek

mudharabah, sedangkan pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai obyek

mudharabah. Modal yang diserahkan bisa bentuk uang atau barang yang dirinci

berapa nilai uangnya. Sedangkan kerja yang diserahkan bisa berbentuk keahlian,

ketrampilan, selling skill, management skill, dan lain-lain.

Para fuqaha (seorang ahli fiqih) sebenarnya tidak memperbolehkan modal

mudharabah berbentuk barang. Modal harus uang tunai karena barang tidak

dapat dipastikan taksiran harganya dan mengakibatkan ketidakpastian (gharar)

17 Rachmat Syafei, Fiqh Muamalah, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2001), hlm. 226.

Page 31: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

16

besarnya modal mudharabah.18 Namun para ulama mazhab Hanafi

membolehkannya dan nilai barang yang dijadikan setoran modal harus

disepakati pada saat akad oleh mudharib dan shahibul maal.

Para fuqaha telah sepakat tidak bolehnya mudharabah dengan hutang, tanpa

adanya setoran modal berarti shahibul maal tidak memberikan kontribusi apa

pun padahal mudharib telah bekerja. Para ulama Syafi’i dan Maliki melarang itu

karena merusak sahnya akad.

c. Persetujuan kedua belah pihak (ijab dan qabul)

Persetujuan kedua belah pihak, merupakan konsekuensi dari prinsip an-taraddin

minkum (saling rela). Di sini kedua belah pihak harus secara rela bersepakat

untuk mengikatkan diri dalam akad mudharabah. Pemilik dana setuju dengan

perannya untuk mengkontribusikan dana, sementara si pelaksana usaha pun

setuju dengan perannnya untuk mengkontribusikan kerja.

d. Nisbah keuntungan

Nisbah yakni rukun yang menjadi ciri khusus dalam akad mudharabah. Nisbah

ini merupakan imbalan yang berhak diterima oleh shahibul maal ataupun

mudharib. Shahibul maal mendapatkan imbalan dari penyertaan modalnya,

sedangkan mudharib mendapatkan imbalan dari kerjanya.19

b. Syarat Mudharabah

18Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta : PT Raja Grafino

Persada, 2014), hlm. 205. 19Ibid, hlm. 205.

Page 32: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

17

Syarat-syarat sah mudharabah berhubungan dengan rukun-rukun mudharabah itu

sendiri. Syarat-syarat sah mudharabah yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :

a. Shahibul mal dan mudharib

Syarat keduanya adalah harus mampu bertindak layaknya sebagai majikan dan

wakil.20 Hal itu karena mudharib berkerja atas perintah dari pemilik modal dan itu

mengandung unsur wakalah yang mengandung arti mewakilkan. Syarat bagi

keduanya juga harus orang yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum, dan

tidak ada unsur yang menggangu kecapakan, seperti gila, sakit dan lain-lain. Selain

itu, jumhur ulama juga tidak mensyaratkan bahwa keduanya harus beragama Islam,

karena itu akad mudharabah dapat dilaksanakan oleh siapapun termasuk non-

muslim.

b. Sighat ijab dan qabul

Sighat (ijab dan qabul) harus diucapkan oleh kedua pihak untuk menunjukkan

kemauan mereka, dan terdapat kejelasan tujuan mereka dalam melakukan sebuah

kontrak.21 Lafadz-lafadz ijab, yaitu dengan menggunakan asal kata dan derivasi

mudharabah, muqaradhah dan muamalah serta lafadz-lafadz yang menunjukkan

makna-makna lafadz tersebut. Sedangkan lafadz-lafadz qabul adalah dengan

perkataan ‘amil (pengelola), “saya setuju,” atau, “saya terima,” dan sebagainya.

Apabila telah terpenuhi ijab dan qabul, maka akad mudharabah-nya telag sah.

c. Modal

20 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar…, hlm. 228. 21 Ismali Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer (Hukum Perjanjian, Ekonomi,

Bisnis dan sosial), (Bogor : Ghalia Indonesia, 2012), hlm 143.

Page 33: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

18

Modal adalah sejumlah uang yang diberikan oleh shahibul maal kepada mudharib

untuk tujuan investasi dalam akad mudharabah. Syarat yang berkaitan dengan

modal, yaitu :

1) Modal harus berupa uang

2) Modal harus jelas dan diketahui jumlahnya

3) Modal harus tunai bukan utang

4) Modal harus diserahkan kepada mitra kerja22

Sebagaimana dikutip dari M. Ali Hasan bahwa menurut Mazhab Hanafi, Maliki dan

Syafi’i apabila modal itu dipegang sebagiannya oleh pemilik modal, maka akad itu

tidak dibenarkan. Namun, menurut Mazhab Hanbali, boleh saja sebagian modal itu

berada ditangan pemilik modal, asal saja tidak menganggu kelancaran jalan

perusahaan tersebut.

d. Nisbah Keuntungan

Keuntungan atau nisbah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal.

Keuntungan harus dibagi secara proporsional kepada kedua belah pihak, dan

proporsi (nisbah) keduanya harus dijelaskan pada waktu melakukan kontrak.

Pembagian keuntungan harus jelas dan dinyatakan dalam bentuk presentase seperti

50:50, 60:40, 70:30, atau bahkan 99:1 menurut kesepakatan bersama.23 Biasanya,

dicantumkan dalam surat perjanjian yang dibuat dihadapan notaris. Dengan

demikian, apabila terjadi persengketaan, maka penyelesaiannya tidak begitu rumit.

Karakteristik dari akad mudharabah adalah pembagian untung dan bagi rugi atau

22 Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2014), hlm. 62. 23 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta : PT Raja Grafino

Persada, 2014), hlm. 206.

Page 34: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

19

profit and loss sharring (PLS), dalam akad ini return dan timing cash flow

tergantung kepada kinerja riilnya. Apabila laba dari usahanya besar maka kedua

belah pihak akan mendapatkan bagian yang besar pula. Tapi apabila labanya kecil

maka keduanya akan mendapatkan bagian yang kecil pula. Besarnya nisbah

ditentukan berdasarkan kesepakatan masing-masing pihak yang melakukan kontrak,

jadi angka besaran nisbah ini muncul dari hasil tawar menawar antara shahibul

maal dengan mudharib, dengan demikian angka nisbah ini bervariasi seperti yang

sudah disebutkan diatas, namun para fuqaha sepakat bahwa nisbah 100:0 tidak

diperbolehkan.24

Apabila pembagian keuntungan tidak jelas, maka menurut ulama mazhab Hanafi

akad itu fasid (rusak). Demikian juga halnya, apabila pemilik modal mensyaratkan

bahwa kerugian harus ditanggung bersama, maka akad itu batal menurut mazhab

Hanafi, sebab kerugian tetap ditanggung sendiri oleh pemilik modal, oleh sebab itu

mazhab Hanafi menyatakan bahwa mudharabah itu ada dua bentuk, yaitu

mudharabah shahihah dan mudharabah faasidah. Jika mudharabah itu fasid, maka

para pekerja (pelaksana) hanya menerima upah kerja saja sesuai dengan upah yang

berlaku dikalangan pedagang didaerah tersebut. Sedangkan keuntungan menjadi

milik pemilik modal (mazhab Hanafi, Syafi’i dan Hambali). Sedangkan ulama

mazhab Maliki menyatakan, bahwa dalam mudharabah faasidah, status pekerja

tetap seperti dalam mudharabah shahihah yaitu tetap mendapat bagian keuntungan

yang telah disepakati bersama.25

24 Adiwarman A. Karim, Bank…, hlm. 209. 25M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat), (Jakarta : PT Raja

Grafindo Persada, 2003), hlm. 172.

Page 35: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

20

e. Pekerjaan atau usaha

Pekerjaan atau usaha perdagangan merupakan kontribusi pengelola (mudharib)

dalam kontrak mudharabah yang disediakan oleh pemilik modal. Pekerjaan dalam

kaitan ini berhubungan dengan manajemen kontrak mudharabah dan ketentuan-

ketentuan yang telah ditetapkan oleh kedua belah pihak dalam transaksi.26

3. Berakhirnya Akad Mudharabah

Lamanya kerja sama dalam akad mudharabah tidak tentu dan tidak terbatas, tetapi

semua pihak berhak untuk menentukan jangka waktu kontrak kerja sama dengan

memberitahukan pihak lainnya. Namun, akad mudharabah dapat berakhir karena hal-

hal sebagai berikut :

a. Dalam hal mudharabah tersebut dibatasi waktunya, maka mudharabah berakhir

pada waktu yang telah ditentukan.

b. Salah satu pihak memutuskan mengundurkan diri.

c. Salah satu pihak meninggal dunia atau hilang akal.

d. Pengelola dana tidak menjalankan amanahnya sebagai pengelola usaha untuk

mencapai tujuan sebagaimana dituangkan dalam akad. Sebagai pihak yang

mengemban amanah ia harus beritikad baik dan hati-hati.

e. Modal sudah tidak ada.27

4. Prinsip–prinsip bagi hasil

26Ismali Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer (Hukum Perjanjian, Ekonomi,

Bisnis dan sosial), Bogor : Ghalia Indonesia, 2012, hlm. 143. 27Sri Nurhayati dan Wasilah, Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta: Salemba Empat, 2012, hlm.125-

126.

Page 36: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

21

Islam sebagai rahmat bagi semesta alam, ajarannya sudah jelas mencakup semua lini

kehidupan manusia. Dalam permasalaham hubungan manusia dengan hajat hidupnya

sehari-hari (ekonomi), Islam memiliki sistem yang membimbing manusia kedalam

kehidupan yang maslahat dan berkeadilan, yaitu prinsip-prinsip dasar yang harus

dipegang dalam kegiatan perekonomian.

Prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam dimaksud tersebut, yaitu :

1. Muslim tidak boleh berurusan dengan riba (larangan Riba). Al-Qur’an surat Al-

Baqarah: 276,277. Dan Surat Ali Imran: ayat 130. Larangan ini semua adalah

semua transaksi bunga, baik memberi atau menerima, baik berhubungan dengan

sesama muslim maupun non muslim. Nabi Muhammad mengutuk orang-orang

yang membayar bunga, mereka yang menerimanya, mereka yang menulis

kontrak, dan mereka yang menyaksikan kontrak.

2. Larangan untuk mendapatkan property atau kekayaan dengan penipuan,

pencurian, atau kebohongan lainnya (Al-Quran Al-‘Araf: 85).

3. Dibenci wali yang mengambil harta anak dengan cara batil (Al-Quran surat an

Nisaa’: 2).

4. Larangan berpenghasilan dari judi, lotere dan juga dari produksi atau penjualan

atau pendistribusian dari khamar (barang yang memabukan) Al-Quran surat Al-

Maaidah: 90.

5. Larangan menimbun makanan dan kebutuhan dasar lainnya. (Al-Quran Ali

Imran: 180).

Page 37: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

22

6. Seorang Muslim harus bertanggung jawab dalam membelanjakan hartanya (Al-

Quran surat Al ‘Araaf: 31).

7. Seorang Muslim harus membayar zakat (Al-Quran surat Al Bayyinah: 5).

Bila bersandar kepada wahyu tersebut di atas, tidak satupun ayat al-Qur’an yang

mengatur tentang mekanisme bagi hasil, semuanya dalil tersebut menjelaskan prinsip-

prinsip umum mengenai cara berbisnis yang diperbolehkan dan yang dilarang untuk

dilaksanakan. Prinsip bagi hasil yang ditawarkan, adalah merupakan solusi dari sebuah

mekanisme berbagi dalam keuntungan apabila mendapatkan untung dari kegiatan usaha

yang dilaksanakan dan berbagi pula resiko kerugian apabila mendapatkan kerugian

antara shahib al maal (Pemilik Modal) dengan mudhariab (Pelaku Usaha).

berpegang kepada kesepakatan yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak ketika

ketika akad, besaranya berpariasi antara 50% berbanding 50%, atau 60% berbading

40%, atau 70% berbanding 30% setelah kedua belah pihak meyakini dan sepakat bahwa

pada besaran nisbah yang telah disepakati diperkirakan masing-masing pihak memiliki

keyakinan akan mendapatkan keuntungan. Sistem pembiyaan dengan prinsip bagi hasil

juga mendorong dan merangsang para nasabah untuk berbisnis dengan berpijak pada

rambu-rambu syariah yang telah ditetapkan dalam Al-Quran dan Sunnah melalui

kepanjangan tangan pakar fatwa dibindang syariah yaitu Dewan Syarah Nasional

(DSN).

5. Manfaat Mudharabah

Page 38: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

23

Transaksi pembiayaan dengan skema mudharabah, sangat strategis dalam upaya

mengembangkan ekonomi Nasional. Manfaat dan kerjasama mudharabah dapat

dirasakan oleh kedua belah pihak secara adil. Kemanfaatan mudharabah meliputi :

1. Bagi mudharib

a. Mudharib tidak harus memiliki modal dalam bentuk uang atau barang, mudharib

cukup memiliki keahlian dan kepiawaian dalam berusaha dan dapat menguasai

peluang pasar saja sudah dapat berusaha. Mudharib tidak harus menyediakan

modal.

b. Mudharib lebih terpacu untuk berusaha. BMT (yang berperan sebagai pemilik

modal yaitu nasabah atau deposan) akan memberikan kepercayaan penuh kepada

mudharib untuk mengembangkan usahanya. BMT hanya akan menerima laporan

secara periodik terhadap perkembangan usaha.

c. Mudharib tidak akan membayar bagi hasil jika usahanya mengalami kerugian.

Bahkan dengan bunga, yang tidak memandang usaha anggota yang dibiayai. Bagi

hasil hanya akan dibayarkan jika metode perhitungan yang digunakan

menggunakan pendekatan untung-rugi, maka jika usahanya merugi, mudharib tidak

akan membayar bagi hasil.

2. Bagi shahib al-maal berperan sebagai pemilik modal yaitu nasabah (BMT).

a. BMT akan menikmati pendapatan bagi hasil seiring dengan meningkatnya

pendapatan mudharaib.

b. BMT tidak akan membayar biaya bagi hasil kepada anggota penabungnya, jika

usaha yang dibiayai dengan akad mudharabah muqayyadah dalam kondisi merugi.

c. BMT akan lebih selektif dalam memberikan pembiayaan.

Page 39: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

24

d. BMT akan mendapatkan anggota yang lebih loyal.

6. Mudharabah dalam Fiqih

Mudharabah adalah kontrak antara dua pihak dimana satu pihak disebut rabal-mal

(investor) mempercayakan uang kepada pihak kedua, yang disebut mudharib, untuk

tujuan menjalankan usaha dagang. Mudharib menyumbangkan tenaga dan waktunya

dan mengelola kongsi mereka sesuai dengan syarat-syarat kontrak. Salah satu ciri utama

dari kontrak ini adalah bahwa keuntungan, jika ada akan dibagi antara investor dan

mudharib berdasarkan proporsi yang telah disepakati sebelumnya. Jika terdapat

kerugian maka akan ditanggung sendirioleh investor.

Al-Qur’an tidak pernah berbicara langsung mengenai Mudharabah, meskipun

menggunakan akar kata dh-r-b, yang darinya kata mudharabah diambil, sebanyak lima

puluh delapan kali. Ayat-ayat al-Qur’an yang mungkin memiliki kaitan dengan

mudharabah, meski diakui sebagai kaitan yang jauh, menunjukkan arti “perjalanan”

atau “perjalanan untuk tujuan dagang”. Dapat dikatakan bahwa Nabi dan beberapa

sahabat terlibat dalam kongsi-kongsi mudharabah. Menurut Ibn Taimiyah, para fuqaha

menyatakan kehalalan mudharabah, berdasarkan riwayat-riwayat tertentu yang

dinisbatkan kepada beberapa Sahabat tetapi tidak ada hadis sahih mengenai

mudharabah yang dinisbatkan kepada Nabi.

Menurut ahli Fiqih dari Mazhab Hanafi, mudharabah diizinkan karena orang

memerlukan kontrak ini.Sedangkan Mazhab Maliki, menganggap kebolehannya

sebagaisuatu kelonggaran yang khusus. Meskipun mudharabah tidak secara langsung

disebutkan oleh al-Qur’an dan Sunnah, akan tetapi merupakan sebuah kebiasaan yang

Page 40: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

25

diakui dan dipraktikkan oleh umat Islam, dan bentuk kongsi dagang semacam ini

tampaknya terus hidup sepanjang periode awal era Islam sebagai tulang punggung

perdagangan karavan dan perdagangan jarak jauh.

Kontrak mudharabah harus merinci dengan jelas jumlah modalnya. Ini dapat

diwujudkan jika jumlah modal dinyatakan dalam satuan mata uang. Modal mudharabah

tidak boleh berupa satuan hutang yang dipinjam mudarib pada saat dilangsungkannya

kontrak mudharabah. Mudharib harus memiliki kebebasan yang diperlukan dalam

pengelolaan kongsi dan dalam pembuatan semua keputusan terkait. Kontrak

mudharabah tidak boleh berisi syarat yang menetapkan jangka waktu tertentu bagi

kongsi. Syarat semacam ini dapat membuat kontrak tersebut batal, demikian menurut

Mazhab Maliki dan Syafi’I.

Mudharabah pada dasarnya adalah suatu serikat laba, dan komponen dasarnya adalah

penggabungan kerja dan modal. Laba bagi masing-masing pihak dibenarkan berdasar

kedua komponen tersebut.Risiko yang terkandung juga menjadi pembenar laba dalam

mudharabah. Dalam kasus yang kongsinya tidak menghasilkan laba sama sekali, risiko

investor adalah kehilangan sebagian atau seluruh modal, sementara risiko mudharib

adalah tidak mendapatkan upah ataskerja dan usahanya.

Kontrak mudharabah harus menetapkan suku laba bagi masing-masing pihak. Suku

laba harus berupa rasio dan bukan jumlah tertentu. Penetapan jumlah tertentu, misalnya

seratus satuan mata uang, bagi salah satu pihak membatalkan mudharabah karena

adanya kemungkinan bahwa keuntungan tidak akan mencapai jumlah yang ditetapkan

ini. Sebelum sampai kepada suatu angka laba, kongsi mudharabah harus dikonversikan

Page 41: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

26

menjadi uang dan modal harus disisihkan. Mudharib berhak memotong seluruh biaya

yang terkait dengan bisnisdari modal mudharabah. Investor hanya bertanggung jawab

atas jumlah modal yang telah ditanamkan dalam kongsi. Jadi, mudharib tidak diizinkan

mengikat kongsi mudharabah dengan suatu jumlah yang melebihi modal yang telah

ditanamkan oleh investor dalam kongsi tersebut.

7. Hikmah Mudharabah

Islam mensyariatkan dan membolehkan bagi hasi demi memberikan kemudahan kepada

manusia. Terkadang sebagian dari mereka memiliki harta, tetapi tidak mampu

mengembangkannya dan sebagian yang lain tidak memiliki harta tetapi memiliki

kemampuan untuk mengembangkannya. Karenanya syari’at membolehkan muamalah

ini agar masing-masing dari keduanya mendapatkan manfaat. Pemilik modal

memanfaatkan keahlian mudharib (pengelola) dan mudharib memanfaatkan harta,

dengan demikian terwujudlah kerja sama harta dan amal. Allah SWT tidak

mensyariatkan satu akad kecuali untuk mewujudkan kemaslahatan dan menolak

kerusakan.28 Jadi hikmah disyari’atkan mudharabah adalah agar manusia dapat

melakukan kerja sama dengan masalah perdagangan, karena hal ini termasuk juga saling

tolong-menolong.

Berdasarkan hikmah di atas dapat dipahami bahwa ajaran agama Islam selalu

menganjurkan untuk berbuat kebajikan di muka bumi, yang tujuannya tidak lain untuk

kemaslahatan untuk umat manusia di dunia dan akhirat. Mudharabah mengandung

hikmah yang besar dalam masyarakat, karena memupuk terhadap individu agar selalu

28 Briefcase Book, Konsep dan Implementasi Bank Syari‟ah, Jakarta: Renaisan, 2005, hlm. 39.

Page 42: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

27

memiliki sifat tolong-menolong dan jiwa gotong royong sesama anggota masyarakat.

Selain itu, hikmah disyari’atkannya mudharabah yang dikehendaki syar’i yang maha

bijaksana adalah untuk menghilangkan kefakiran dan untuk menjalin kasih sayang

antara sesama manusia.

Hikmah lain diperbolehkannya kerja sama dengan menggunakan system bagi hasil atau

mudharabah ini adalah terciptanya rasa persaudaraan (khuwah) dan rasa tolong-

menolong (ta’awun) yang erat diantara kaum muslimin yang memiliki suatu keahlian

dalam bidang tertentu, sehingga kecemburuan sosial antara umat Islam dalam suatu

masyarakat dapat dihindarkan.

B. Dasar Hukum Mudharabah

Para imam madzhab sepakat bahwa hukum mudharabah adalah boleh, walaupun di

dalam Al-Qur’an tidak secara khusus menyebutkan tentang mudharabah dan lebih

mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayat dan hadits

sebagai berikut :

a. Firman Allah QS. al-Nisa' ayat 29

ن ... ك م اض ج ناع ارا ارا ككا ةا ا ل ناك ا ااا ن ب ا ك ما ن بام ك اا ا ا نا ك كا لا اا مك ا یعا نایياا اي

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu

dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang Berlaku atas

dasar suka sama suka di antaramu...”

Penafsirannya ayat di atas :

Page 43: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

28

Berkenaan dengan asbabun nuzulnya, Sayyid Qutub (Sayyid Qutb, 2004: 239)

menyebutkan tidak bisa dipastikan secara tegas kapan ayat tersebut diturunkan. Apakah

sesudah atau sebelum pengharaman riba. Jika turun sebelum pengharaman riba maka

ayat ini berfungsi sebagai peringatan awal tentang pelarangan riba, jika turun setelah

pengharaman riba, maka ayat ini berfungsi sebagai penjelasan terhadap sebagai salah

satu larangan mengambil harta manusia secara batil.

Surat an-Nisa ayat 29 tersebut merupakan larangan tegas mengenai memakan harta

orang lain atau hartanya sendiri dengan jalan bathil. Memakan harta sendiri dengan

jalan batil adalah membelanjakan hartanya pada jalan maksiat. Memakan harta orang

lain dengan cara batil ada berbagai caranya, seperti pendapat Suddi, memakannya

dengan jalan riba, judi, menipu, menganiaya. Termasuk juga dalam jalan yang batal ini

segala jual beli yang dilarang syara’ (Syekh. H. Abdul Halim Hasan Binjai, 2006: 258).

Wahbah Az-Zuhaili (AzZuhaili Wahbah, 1997: 84) menafsirkan ayat tersebut dengan

kalimat janganlah kalian ambil harta orang lain dengan cara haram dalam jual beli,

(jangan pula) dengan riba, judi, merampas dan penipuan. Akan tetapi dibolehkan bagi

kalian untuk mengambil harta milik selainmu dengan cara dagang yang lahir dari

keridhaan dan keikhlasan hati antara dua pihak dan dalam koridor syari’. Tijarah adalah

usaha memperoleh untung lewat jual beli. Taradhi (saling rela) adalah kesepakatan yang

sama-sama muncul antar kedua pihak pelaku transaksi, jual beli tanpa ada unsur

penipuan. Al Maraghi (Mustafa AlMaraghi, 2004) menjelaskan makna kata al-bathil

dalam ayat tersebut berasal dari kata-kata al-bathlu dan buthlan yang bermakna sia-sia

dan kerugian. Sedangkan menurut syara’ adalah mengambil harta tanpa imbalan yang

benar dan layak serta tidak ada keridhaan dari pihak yang diambil. Atau menghabiskan

Page 44: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

29

harta dengan cara yang tidak benar dan tidak bermanfaat. Termasuk katagori al-bathil:

mengundi nasib, al-ghasy, khida’, riba dan ghabn. Begitu juga menghabiskan harta pada

tempat yang haram, dan menghabiskannya pada tempat yang tidak bisa diterima oleh

logika sehat.

Menurut al-Biqa’iy (Burhan al Din Abi al-Hasan Ibraim ibn Umar Al-Biqa’iy, 2006:

368) al-batil berarti segala sesuatu yang dari berbagai seginya tidak diperkenankan

Allah, baik aspek esensinya atau sifatnya. Sedangkan al-Razi (Fakhr al-Din Muhammad

ibn Umar ibn al-Husayn al-Tamimiy Al-Razi, 1990: 57) membaginya ke dalam dua

makna, pertama, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak dihalalkan oleh hukum syara’,

kedua, mengambil sesuatu milik orang lain tanpa pengganti.

Baidhawi (Abdullah bin Umar bin Muhammad al-Asy Syirazi Baidhawi, n.d: 276)

memberikan penafsiran mengenai surat an-Nisa ayat 29, yaitu mendapatkan harta yang

tidak diperbolehkan syariat seperti ghasab, riba dan lotre.

Al-Lusi (Syihabuddin Sayyid Mahmud Al-Lusi, n.d: 302) menafsirkan harta batil

tersebut yang didapatkan dengan unsur menzalimi, yaitu dengan riba dan lotre. Al-

Tabari (At-Thabari, 2001: 83) menjelaskan bahwa makna memakan harta dengan batil

dalam surat an-Nisa tersebut yaitu janganlah diantara kalian memakan harta orang lain

dengan jalan yang diharamkan, seperti riba, lotre dan sebagainya dari harta yang

diharamkan Allah dari padanya. Sedangkan Ibnu Abdul As-Salam (Izuddin Ibnu Abdul

As-Salam, 1996: 96) menafsirkannya dengan cara lotre, riba, ghasab, dengan zalim atau

akad yang rusak.

Page 45: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

30

Dari beberapa definisi bathil yang dijelaskan oleh para mufassirin di atas baik oleh

Wahbah Az Zuhaili, al Maghri dan lain-lainnya terhadap penafsiran ayat an-Nisa 29,

tidak menunjukkan perbedaan signifikan, contoh definisi yang diberikan oleh Wahbah

Az Zuhaili lebih pada menunjukkan cara memperoleh harta, sedangkan definisi yang

diberikan al Maghari fokus pada cara menggunakan. Yang kesemuanya menyebutkan

bahwa prilaku memakan harta secara batil ialah prilaku yang mendatangkan kezaliman

bagi orang lain. Di antaranya dalam bentuk riba, lotre (maisir), ghasab (mencuri),

khianat dan sebagainya.

Dikaji dari munasabah dengan ayat sebelumnya (an-Nisa ayat 28) tidak ada kaitannya.

Namun, Ibnu ‘Asyur berpandangan bahwa terdapat pada ayat-ayat sebelumnya

yangberkenaan dengan hukum-hukum waris, nikah dan mengandung beberapa perintah

untuk menunaikan menunaikan harta kepada yang berhak.29

Ayat ini mencangkup semua jalan yang batil dalam meraih hatya seperti riba,

merampas, mencuri judi dan jalan-jalan rendah lainnya, lihat pula tafsir surat Al

Baqarah: 188.

Di samping melarang memakan harta orang lain dengan jalan yang batil, di mana di

dalamnya terdapat bahaya bagi mereka, baik bagi pemakannya maupun orang yang

diambil hartanya, Allah menghalalkan mereka semua yang bermaslahat bagi mereka

seperti berbagi bentuk perdagangan dan berbagi jenis usaha dan keterampilan.

Disyaratkan atas dasar suka sama suka dalam perdagangan untuk menunjukkan bahwa

akad perdagangan tersebut bukan akad riba, karena riba bukan termasuk perdagangan,

29https://media.neliti.com/media/publications/270197-memakan-harta-secara-batil-perspektif-su-

74fbdc67.pdf. Akses tanggal 26 November 2019.

Page 46: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

31

bahkan menyelisihi maksudnya, dan bahwa kedua belah pihak harus suka sama suka

dan melakukan atas dasar pilihan bukan paksaan. Oleh karena itu, jual beli gharar

(tidak jelas) dengan segala bentuknya adalah haram karena jauh dari rasa suka sama

suka. Termasuk sempurnanya rasa suka sama suka adalah barangnya diketahui dan bisa

diserahkan. Jika tidak bisa diserahkan mirip dengan perjudian, di sana juga terdapat

dalil bahwa akad itu sah baik dengan ucapan maupun perbuatan yang menunjukkan

demikian, karena Allah mensyaratkan ridha, oleh karenanya dengan cara apapun yang

dapat menghasilkan keridhaan, maka akad itu sah.30

b. Firman Allah QS. al-Ma'idah ayat 1:

ا … ك ك ا ب ا فك ا ناو مك ا یعا یاانایياا اي

"Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu …."

Penafsirannya ayat di atas :

Ayat ini diturunkan sebelum Nabi Muhammad SAW pergi melakukan haji. Karena

itulah dalam ayat ini dijelaskan mengenai hukum haji yang disampaikan kepada kaum

Muslimin. Dalam ayat ini disinggung mengenai haramnya hukum berburu binatang

dalam keadaan berihram. Tetapi poin yang utama dan penting ayat ini terletak

dipermulaan yang justru juga merupakan permulaan surat ini. Poin itu menyebutkan

tentang pesan untuk menunjukkan komitmen terhadap perjanjian yang dilakukan.

Perjanjian ini maknanya sangat luas mencakup perjanjian tertulis maupun lisan,

30https://tafsirq.com/4-an-nisa/ayat-29. Aksestanggal 26 November 2019.

Page 47: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

32

perjanjian dengan orang kuat atau lemah, perjanjian dengan kawan atau lawan dan

perjanjian dengan Tuhan atau manusia.

Menurut Islam dan berdasarkan ayat ini, seorang muslim harus komitmen dengan

perjanjian yang dilakukannya. Mereka harus setia pada isi perjanjian sekalipun dengan

orang musyrik atau jahat sekalipun. Komitmen ini harus ditunjukkan oleh seorang

muslim, pihak lain yang menandatangani perjanjian itu juga menaati isi perjanjian.

Ketika mereka melanggar perjanjian, maka tidak ada komitmen bagi seorang muslim

untuk menaati isi perjanjian.

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:

1. Kaum Muslimin harus berpegang teguh dan komitmen terhadap semua

perjanjianyang mereka lakukan dengan siapapun. Karena menaati

perjanjianmerupakan syarat Iman kepada AllahSWT.

2. Pada musim haji, tidak hanya orang yang berhaji dijamin keamanannya, tapi di

kawasan Mekah binatangpun dijamin keamanannya. Islam mengharamkan

berburu atau membunuh binatang di sekitar Mekah.31

c. Firman Allah QS. al-Baqarah ayat 283 :

ببك ... مايل ا را اايابك وا ا عا ،نا ك ا اي ا ا مكيا ضا فا ن با ك ضك عا با ...فان ك نا

31http://www.hajij.com/id/the-noble-quran/item/838-tafsir-al-quran-surat-al-maidah-ayat-1.

Akses tanggal 26 November 2019.

Page 48: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

33

"… Maka, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang

dipercayai itu menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah

Tuhannya …"

Penafsirannya ayat di atas :

Apabila kalian bepergian jauh dan tidak menemukan orang yang bisa mencatat

dokumen utang-piutang untuk kalian, maka orang yang bertanggung jawab atas utang

itu cukup menyerahkan gadai (jaminan) yang diterima oleh si pemberi hutang, sebagai

jaminan atas haknya sampai si penanggung jawab hutang melunasi hutangnya. Jika

sebagian dari kalian percaya kepada yang lain maka tidak harus ada catatan, saksi atau

jaminan. Dan ketika itu utang-piutang menjadi amanah yang harus dipikul dan

dibayarkan oleh si penerima utang kepada si pemberi hutang. Dan dia harus takut

kepada Allah dalam memikul amanah ini. Dia tidak boleh mengingkarinya sedikitpun.

Jika dia mengingkarinya maka orang yang menyaksikan transaksi tersebut harus

menyampaikan kesaksiannya dan tidak boleh menyembunyikannya. Barang siapa

menyembunyikan kesaksiannya maka sesungguhnya hatinya adalah hati yang jahat.

Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian perbuat, tidak ada sesuatupun yang luput

dari pengetahuannya, dan Dia akan memberi kalian balasan yang setimpal dengan amal

perbuatan kalian.32

d. Hadis Nabi SAW.:

Di antara hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dapat menjadi dasar akad

mudharabah ialah hadits Abdullah bin Umar Berikut :

32https://tafsirweb.com/1049-surat-al-baqarah-ayat-283.html. Akses tanggal 26 November 2019.

Page 49: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

34

أن النبي دفع إلى يهود خيبر نخل خيبر وأرضها على أن يعتملوها من أموالهم ولرسول الله

صلى الله عليه وسلم شطر ثمرها. )متفق عليه)

“Bahwasannya nabi Sallallahu ‘Alaihi wa sallam menyerahkan kepada bangsa

yahudi khaibar kebun kurma dan ladang daerah kaibar, agar mereka yang

menggarapnya dengan biaya dari mereka sendiri, dengan perjanjian Rasulullah

sallallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan separuh dari hasil panennya.” (HR.

Muttafaqun ‘alaih).

Pada hadits ini dengan jelas dinyatakan, bahwa perkebunan kurma dan ladang daerah

Khaibar yang telah menjadi milik umat Islam dipercayakan kepada warga Yahudi

setempat, agar dirawat dan ditanami, dengan perjanjian bagi hasil 50 % banding 50 %.

Akad semacam inilah yang disebut dalam ilmu fiqih dengan istilah musaaqah.

Walaupun hadits di atas, secara khusus berkenaan dengan akad musaaqah, akan tetapi

secara tidak langsung menjadi dalil disyariatkannya akad mudharabah. Yang demikian

itu karena kedua akad ini serupa, baik dalam hal wujud lahirnya, atau konsekuensi

hukumnya.33

e. Ijma (kesepakatan) ulama

33https://pengusahamuslim.com/1987-mengenal-akad-mudharabah.html. Akses tanggal 26

November 2019.

Page 50: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

35

Di antara dalil kuat yang menunjukkan akan disyariatkannya mudharabah ialah

kesepakatan ulama Islam sejak zaman dahulu hingga sekarang akan hal tersebut.

Ibnu Munzir asy-Syafi’i berkata, “Kita tidak mendapatkan dalil tentangal-Qiradh

(mudharabah) dalam Kitab Allah‘Azza wa Jalla, tidak juga dalam sunnah Rasulullah

shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi, kita dapatkan bahwa para ulama telah

menyepakati akan kehalalan al-Qiraadh dengan modal berupa uang dinar dan dirham.”

(Al-Isyaraf oleh Ibnul Munzir asy-Syafi’i, 2/38)

Ibnu Hazm berkata, “Al-Qiraadh (al-Mudharabah) telah dikenal sejak zaman

Jahiliyyah, dan dahulu kaum Quraish adalah para pedagang. Mereka tidak memiliki

mata pencaharian selain darinya, padahal di tengah-tengah mereka terdapat orang tua

yang tidak lagi kuasa untuk bepergian, wanita, anak kecil, anak yatim. Oleh karena itu,

orang-orang yang sedang sibuk atau sakit menyerahkan modalnya kepada orang lain

yang mengelolanya dengan imbalan mendapatkan bagian dari hasil keuntungannya. Dan

tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah diutus, beliaupun membenarkan

akad tersebut, dan kaum muslimin kala itu juga menjalankannya. Kalaupun sekarang

ada yang menyelisihi tentang hal ini, maka pendapatnya itu tidak perlu diperhatikan,

sebab ia telah terlebih dahulu menyelisihi praktik nyata seluruh umat dari zaman kita

hingga zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Al-Muhalla oleh Ibnu Hazm,

8/247).

Di antara bukti nyata bahwa kesepakatan akan disyariatkannya mudharabah ialah

praktik dari paraal-Khulafa’ ar-Rasyidiin, tanpa ada seorangpun dari sahabat Nabi

Page 51: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

36

shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengingkarinya (Riwayat-riwayat dari paraal-

khulafa’ ar-Rasyidin dapat dibaca di kitab Irwaa’ul Ghalil oleh al-Albany, 5/290-294).

f. Qiyas

Transaksi mudharabah diqiyaskan dengan transaksi musaqah (mengambil upah untuk

menyiram tanaman). Ditinjau dari segi kebutuhan manusia, karena sebagian orang ada

yang kaya dan ada yang miskin, terkadang sebagian orang memiliki harta tetapi tidak

berkemampuan memproduktifkannya dan ada juga orang yang tidak mempunyai harta

tetapi mempunyai kemampuan memproduktifkannya. Karena itu, syariat membolehkan

muamalah ini supaya kedua belah pihak dapat mengambil manfaatnya.

g. Kaidah fiqh:

اي. ر نا يااا ما ی أاك اا لإك ل یانك باابا اة ا ا ا ا ك اك ااأا ف ي ا

“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang

mengharamkannya.”

Bedasarkan landasan hukum di atas bahwa mudharabah di syariatkan oleh Allah SWT

kepada umat manusia untuk mencari ridho Allah di muka bumi sebagaimana kaidah

fikih yang mengatakan bahwa semua yang dilakukan manusia untuk menjalin interaksi

sosial maupun ekonomi tidak memiliki batasan-batasan kecuali ada dalil yang

melarangnya. Secara sifat dan konsep simudharabah tidak memiliki unsur-unsur yang

dilarang seperti maisir,gharar dan riba.

C. Sistem Bagi Hasil Usaha Cafe

1. Dasar hukum

Page 52: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

37

Bagi hasil Cafe dalam Islam diqiyaskan kepada al-musyaqah (menyuruh seseorang

untuk mengelola cafe). Selain di antara manusia, ada yang miskin dan ada pula yang

kaya. Di satu sisi, banyak orang kaya yang tidak dapat mengusahakan hartanya. Di sisi

lain, tidak sedikit orang miskin yang mau bekerja, tetapi tidak memiliki modal. Dengan

demikian, adanya bagi hasil ditujukan antara lain untuk memenuhi kebutuhan kedua

golongan di atas, untuk kemaslahatan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhan

mereka. Dengan adanya kerja sama antara kedua belah pihak tersebut maka kebutuhan

masing-masing bisa dipadukan sehingga menghasilkan keuntungan. Maka dapat

dipahami bagi hasil cafe diperbolehkan.

Imam Al-Marwadi berdalil tentang keabsahan Mudharabah dengan firman Allah surah

al-baqarah ayat 198:

بر... مك نر ت ا لضر نر نر ا ح بر م كك كي ر

Artinya: Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan)

dari Tuhanmu.(Q.S Al-Baqarah 2:198)

2. Hak-hak dan Kewajiban Pemilik Modaldan Pengelola

a. Hak-hak dan kewajiban pemilik modal

Pada kerja sama bagi hasil cafe pemilik cafe selaku pemberi modal mempunyai

kewajiban terhadap karyawannya yaitu:

1) Menyediakan seluruh peralatan cafe dan dipergunakan dalam menjalankan usaha

cafe.

Page 53: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

38

2) Wajib membayar dan memberikan gaji kerja dan bagi hasil kepada karyawan

menurut kesepakatan yang telah disepakati bersama.

3) Wajib mengawasi dan mengontrol dan memberikan arahan atau petunjuk-petunjuk

kepada karyawan sehubungan dengan pelaksanaan usaha cafe.

4) Wajib memberikan jaminan kerja berupa kesepakatan yang telah di sepakati oleh

karyawan.

Di samping kewajiban-kewajiban tersebut di atas, maka pemilik usaha juga memperoleh

hak-hak sebagai berikut:

1) Menerima laba dan pembagian keuntungan yang tela disepakati bersama.

2) Mencabut kembali uang yang telah diterima oleh karyawan apabila karyawan

melanggar ketentuan yang telah disepakati bersama sebelum masa akhir kerja, baik

disengaja maupun tidak disengaja.

3) Setiap waktu yang diperlukan pemilik usaha berhak meminta keterangan tentang

pembukuan yang telah dibuat dan dirincikan oleh karyawan.

Semua peraturan dalam perjanjian kerja yang berlaku di cafe harus sesuai dengan hak

dan kewajiban antara pemilik usaha bersama dan pengelola bersama anatara kedua

belah pihak sebagaimana yang telah diuraikan diatas dalam sebuah usaha yang telah

disepakati bersama yaitu 50:50 dalam surat perjanjian kerja sama usaha cafe. Semua

dana yang masuk dari usaha cafe dihitung pada akhir bulan dan hasilnya dibagi dua

belah pihak sedang semua peralatan cafe dan biaya operasional ditanggung oleh pemilk

cafe dalam melakukan joint bersama.

3. Tanggung Jawab Terhadap Resiko Kerugian Bagi Hasil cafe

Page 54: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

39

Secara garis besar pemilik cafe bersama dengan pengelola cafe D’ngkringan adalah

50:50, semua dana yang masuk dari usaha cafe terhitung dari akhir bulan dan hasilnya

dibagi 50% bagi pengelola sedangkan semua peralatan dan biaya oprasional ditanggung

dari modal utama atau modal awal dan apabila ada perlengkapan lainnya yang

dibutuhkan maka diambil dengan modal lain-lain.

Secara rinci pengertian kata bagi hasil menuju kepada perolehan atau pendapat.34 Share

profit dapat mengandung pengertian bagi perolehan revenue sharing bagi untung rugi

(profit and loss sharing) dan bagi hasil untung (profit sharing), tetapi dalam tekhnik

perhitungan dikenal dengan dua istilah bagi hasil yang terdiri dari bagi hasil (profit

sharing) dan bagi pendapatan (revenue sharing). Bagi untung profit sharing adalah

pembagian keutungan usaha yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi biaya

pegelolaan dana dan pola ini jaga digunakan untuk keperluan distribusi hasil usaha cafe

D’ngkringan.

D. Kerangka Pemikiran

34 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia,.. hlm. 300.

Perjanjian kerjasama pada Perjanjian penanaman Modal

pelaksanaan perjanjian bagi hasil

Cafe di D’angkringan.

akibat hukum perjanjian yang tidak

memenuhi prinsip bagi hasil.

Hukum Islam

Tinjauan Hukum Islam Tentang Prinsip Perjanjian

Penanaman Modal Usaha

Page 55: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

40

Penjelasan :

Yang dimaksud dengan Prinsip Perjanjian yakni solusi dari sebuah mekanisme berbagi

dalam keuntungan apabila mendapatkan untung dari kegiatan usaha yang dilaksanakan

dan berbagi pula resiko kerugian apabila mendapatkan kerugian antara shahib al maal

(Pemilik Modal) dengan mudhariab Pelaku Usaha). Penelitian ini akan

mendeskripsikan Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian bagi hasil di Cafe, bagaimana

akibat hukum perjanjian yang tidak memenuhi prinsip bagi hasil.

Page 56: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

41

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian skripsi ini adalah penelitian lapangan (field research) dengan metode

deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk menggambarkan

(mendeskripsikan) mengenai suatu masalah.35 Metode penelitian yang digunakan studi

kasus yaitu untuk memahami terjadinya suatu pelaksanaan perjanjian bagi hasil di Cafe

D’ngkringan, maupun yang tidak terpenuhi prinsip-prinsip bagi hasil

.

B. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian hukum tipe deskriptif, tipe

penelitian hukum deskriptif bersifat pemaparan dan betujuan untuk memperoleh

gambaran (deskriptif) lengkap tentang keadaaan hukum yang berlaku ditempat tertentu

dan pada saat tertentu atau mengenai peristiwa yang terjadi di masyarakat. Penelitian ini

dilakukan dengan menganalisis perjanjian kerjasama cafe D’ngkringan yang berada di

di Jln. Pagar Alam No. 73, Kedaton, Tj. Karang Barat, Kota Bandar Lampung. bahan-

bahan pustaka dan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang

akan dibahas, yaitu bagaimana pelaksanaan perjanjian bagi hasil Cafe D’ngkringan

sudah memenuhi prinsip-prinsip bagi hasil, dan bagaimanakah akibat hukum perjanjian

yang tidak memenuhi prinsip bagi hasil.

35Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian ( Jakarta: Raja Grafindo Press,1995),hlm.18.

Page 57: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

42

C. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah melalui

tahap-tahap yang telah ditentukan, sehingga mencapai tujuan penelitian. Pada tipe

pendekatan ini, peneliti melakukan pengamatan (observation) langsung terhadap proses

berlakunya hukum normatif pada peristiwa hukum tertentu sehingga penelitian ini

mengkaji ketentuan hukum islam.

D. Jenis Data

Penelitian ini menggunakan 2 (dua) jenis data dalam melakukan, data tersebut yaitu:

1. Data Primer

Data Primer adalah data yang berasal dari kebiasaan atau kepatutan yang tidak

tertulis, dilakukan dengan observasi atau penerapan tolak ukur normatif terhadap

peristiwa hukum dan wawancara dengan responden yang terlibat dalam peristiwa

hukum yang bersangkutan.

Data primer dalam penelitian ini, berasal dari wawancara dari pihak Café

D’ngkringan yaitu Bapak Agil Patria Putra dan Bapak Anwar Rifa’iselaku pemilik

café tersebut. Dalam perjanjian kerjasama bisnis usaha cafe D’ngkringan yang

berada di Jln. Pagar Alam No. 73, Kedaton, Tj. Karang Barat, Kota Bandar

Lampung.

2. Data Sekunder

Data Sekunder adalah data yang berasal dari ketentuan perundang-undangan,

yurisprudensi, dan buku literatur hukum atau bahan hukum tertulis lainnya.

Data sekunder terdiri dari :

Page 58: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

43

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan yang berasal dari ketentuan perundang-

undangan dan dokumen hukum. Bahan hukum primer yang digunakan dalam

penelitian ini berasal dari:

1) Dokumen Perjanjian Kerjasama Bisnis;

2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

3) Peraturan fatwa DSNNo. 07/DSN-MUI/IV/2000.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan

terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam

penelitian ini berasal dari bahan-bahan kepustakaan berupa buku-buku ilmu

hukum, bahan kuliah, maupun literatur-literatur yang berkaitan dengan

penelitian atau masalah yang dibahas.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk atau

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan

hukum tersier yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari internet.

E. Pengumpulan dan Pengolahan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui :

1. Studi kepustakaan (library research), yaitu studi yang dilakukan dengan cara

mempelajari buku-buku, peraturan perundang-undangan serta dokumen-dokumen

lainnya yang mendukung penulisan ini.

2. Studi dokumen, yaitu studi yang dilakukan dengan cara membaca, menelaah, dan

mengkaji dokumen-dokumen yang menjadi objek penelitian ini yaitu dokumen

perjanjian cafe d’ngkringan.

Page 59: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

44

3. Wawancara (interview), yaitu studi yang dilakukan melalui proses tanya jawab

dengan cara menanyakan langsung kepada pihak-pihak yang secara langsung

berhubungan dengan objek yang diteliti. Dalam hal ini khususnya pihak pertama.

Data yang diperoleh selanjutnya akan diolah melalui tahap-tahap, sebagai berikut:

1. Seleksi data, yaitu memeriksa kembali apakah data yang diperoleh itu relevan dan

sesuai dengan bahasan, selanjutnya apabila data ada yang alah akan dilakukan

perbaikan dan terhadap data yang kurang lengkap akan dilengkapi.

2. Klasifikasi data, yaitu pengelompokan data sesuai dengan pokok bahasan agar

memudahkan pembahasan.

3. Sistematika data, yaitu penelusuran data berdasarkan urutan data yang telah

ditentukan sesuai dengan ruang lingkup pokok bahasan secara sistematis.

F. Analisis Data

Bahan hukum (data) hasil pengolahan tersebut dianalisis dengan menggunakan metode

analisis kualitatif, yaitu menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat-kalimat

yang tersusun secara teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih dan efektif, sehingga

memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisis.

Data dalam penelitian ini akan diuraikan ke dalam kalimat-kalimat yang tersusun secara

sistematis, sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan pada akhirnya dapat ditarik

kesimpulan secara induktif sebagai jawaban singkat dari permasalahan yang diteliti.

Page 60: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

64

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Bahwa berdasarkan rumusan masalah dan hasil penelitian diatas sebagai penutup skripsi

ini, penulis dapat mengambil kesimpulan yaitu:

1. Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan

bersama di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas

keuntungan yang akan didapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam

sistem koperasi syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kepada

masyarakat, dan didalam aturan syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil

usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad).

Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai

kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di

masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan. Secara umum prinsip bagi hasil

dalam ekonomi syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama yaitu, al

Musyarakah, al Mudharabah, alMuzara’ah, dan musaqolah. Dalam penerapannya

prinsip yang digunakan pada sistem bagi hasil, pada umunya menggunakan kontrak

kerjasama pada akad Musyarakah dan Mudharabah. Menurut Antonio Musyarakah

adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu tertentu dimana

masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa

keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

Musyarakah adalah mencampurkan salah satu dari macam harta dengan harta

lainnya sehingga tidak dapat dibedakan di antara akad kerjasama antara dua pihak

atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan

Page 61: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

65

kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung

bersama sesuai dengan kesepakatan.Mudharabah termasuk juga perjanjian antara

pemilik modal (uang dan barang) dengan pengusaha dimana pemilik modal bersedia

membiayai sepenuhnya suatu usaha atau proyek dan pengusaha setuju untuk

mengelola proyek tersebut dengan bagi hasil sesuai dengan perjanjian. Yang

dimaksud dengan Prinsip Perjanjian yakni solusi dari sebuah mekanisme berbagi

dalam keuntungan apabila mendapatkan untung dari kegiatan usaha yang

dilaksanakan dan berbagi pula resiko kerugian apabila mendapatkan kerugian antara

shahib al maal (Pemilik Modal) dengan mudhariab Pelaku Usaha).

2. Dalam hukum Islam seorang penjamin disebut dengan kafil, mempunyai tanggung

jawab dan kewajiban yang sangat besar terhadap apapun yang dijaminnya, baik itu

berupa harta benda, hutang piutang, hak milik, maupun keselamatan jiwa seseorang.

Para orang tua mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anaknya, apabila anak-

anak itu melakukan suatu tindakan yang merugikan orang lain mereka dituntut

untuk memberikan ganti rugi yang setimpal. menjelaskan bahwa suatu pelaksanaan

akad atau kontrak antara kedua belah pihak juga harus didasarkan pada asas:

sukarela (ikhtiyari), menepati janji (amanah), kehati-hatian (ikhtiyati), tidak berubah

(luzum), saling menguntungkan, kesetaraan (taswiyah), transparansi, kemampuan,

kemudahan (taisir), itikad baik dan sebab yang halal. Prinsip-prinsip tersebut

sebenarnya hampir sama dengan asas hukum perjanjian berdasarkan hukum positif

yang berlaku di Indonesia, yang di dalamnya mengandung asas kepercayaan,

kekuatan mengikat, persamaan hukum, keseimbangan, kepastian hukum, moral,

kepatutan dan kebiasaan. Akad yang cacat yaitu akad yang apabila rukun akad

Page 62: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

66

sudah terpenuhi tetapi syarat akad tidak terpenuhi, maka rukun menjadi tidak

lengkap sehingga transaksi tersebut menjadi cacat (fasid). Akad yang cacat adalah

suatu akad yang pada dasarnya disyariatkan, tetapi sifat yang diakadkan itu tidak

jelas.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka penulis mengajukan beberapa saran yang dapat

menjadi bahan pertimbangan usaha pada Café D’ngkringan yaitu sebagai berikut :

1. Berdasarkan kesimpulan di atas yang telah di jelaskan, seharusnya kedua belah

pihak pemilik café D’ngkringan harus membagi hasilnya secara rata dalam hukum

syariah islam yang mana telah di jelaskan dalam hukum perjanjian yaitu

mudharabah. Dengan cara pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu

pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara

kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan

adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur

paksaan.

2. Berdasarkan kesimpulan di atas yang telah di jelaskan, pemilik harus tau akibat

hukum islam bila tidak di jalankan sesuai perjanjian yang telah di bentuk dalam

sebuah Surat Perjanjian Kerja Sama Usaha Café dalam Pasal 7 Yaitu kegagalan

usaha isinya yaitu telah disepakati bahwa jika di kemudian hari terjadi pailit atau

bangkrut, maka resiko yang timbul akan menjadi tanggung jawab bersama antara

pihak pertama dan pihak kedua, sepanjang tidak menyalahgunakan modal yang

dipercayakan kepadanya, maka pemilik café D’ngkringan mengikuti prosedur

Page 63: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

67

perjanjian tersebut yaitu di tanggung bersama dalam jaminan ganti rugi. Dalam fikih

muamalah jaminan ganti rugi disebut dengan al-ḏaman atau al-kafalah, dalam

istilah perasuransian di kenal dengan jaminan pertanggungan atau kafalah dan risk

sharing, namun apabila sudah berbentuk kontrak seperti surat/berharga, dokumen,

atau sertifikat kepemilikan disebut dengan collateral security (Jaminan Keamanan).

Page 64: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abdulkadir, Muhammad, 2004. Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti).

Abdul, Muhammad, 2002. Metode Penelitian Hukum dan Cara Pendekatan

Masalah, (Bandar Lampung: Penerbit Fakultas Hukum Unila).

Amnawaty dan Wati Rahmi Ria, Hukum dan Hukum Islam, (Bandar Lampung:

Universitas Lampung, 2008).

Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafindo,

2006).

Adiwarman A. Karim. Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan. (Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, 2009). Cet. Ke-3.

Abdullah Al-Muslih, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta: Darul Haq, 2004).

Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2014).

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak & Perancangan Kontak, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2010).

Briefcase Book, Konsep dan Implementasi Bank Syari‟ah, (Jakarta: Renaisan,

2005).

Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Jakarta: Institut Ilmu

AlQur‟an (IIQ)).

Page 65: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

Depertemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya, (Bandung: CV

Diponegoro, 2008).

Desmadi Saharuddin, 2015. Pembayaran Ganti Rugi pada Asuransi Syariah,

(Jakarta: Prenada Media Group).

Gemala Dewi, Wirdyaningsih dan Yeni Salma Barlinti, 2013. Hukum Perikatan

Islam di Indonesia. (Jakarta: Kencana Prenada Media Group).

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011).

Hasanudin Rahman, Legal Drafting, (Bandung: PT Citra aditya Bakti, 2000).

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi,

(Yogyakarta: Ekonosia, 2005).

Harun Nasrun, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Medika Pratama), 2007, hlm. 231.

Irma Devita, 2012. Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah

Akad Syariah. Kaifa (PT. Mizan Pustaka).

Ismali Nawawi, 2012. Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer (Hukum

Perjanjian, Ekonomi, Bisnis dan sosial), (Bogor : Ghalia Indonesia).

Mariam Darus Badrulzaman, 2001. Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung :

PT.Citra Aditya Bakti).2001.

Muhammad, Dasar-Dasar Keuagan Islam, (Yogykarta: Ekonosia Kampus

Fakultas Ekonomi UII, 2004).

M Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada 2003).

Mariam Darus Badrulzaman, 2001. Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung:

PT.Citra Aditya Bakti).

Page 66: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

M. Ali Hasan, 2003. Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalat),

(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada).

Muslih Abdullah, 2008. Fikih Keuangan Ekonomi Islam, (Jakarta: Darul Haq).

Muhammad Syafi’I Antonio, 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta:

Gema Insani).

Nashr Farid Muhammad Wasil dan Abdul Aziz Muhammad Azzam, Qawa‟id

Fiqhiyyah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013).

Ricardo Simanjuntak, Teknik Perancangan Kontrak Bisnis, Jakarta :

PT.Gramedia, 2006.

Rachmat Syafei, 2001. Fiqh Muamalah, (Bandung : CV Pustaka Setia).

Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, (Jakarta : PT.

Raja Grafindo Perkasa), 2006.

Sri Redjeki Hartono, 2000. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, (Jakarta :

PT. Sinar Grafika).

Suherman., “Penterapan Prinsip Bagi Hasil pada Perbankan Syariah Sebuah

Pendekatan AL-Maqasidu Al-Syariah”. Al-Mashlahah Jurnal Hukum dan

Perdata Sosial Islam, 2018.

Sri Nurhayati dan Wasilah, 2012. Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta:

Salemba Empat).

Salim H.S, 2004. Hukum Kontrak : Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta

: Sinar Grafika).

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian ( Jakarta: Raja Grafindo Press,1995).

Syafi’I Antonio, Bank Syariah Teori dan Praktek (Jakarta, Gema Insani, 2001).

Page 67: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

Subekti, 2010. Hukum Perjanjian, (Jakarta : PT Intermasa).

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia,.. hlm. 300

Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait.

(Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2004).

PERATURAN

dari Fatwa DSN –MUI No: 43/DSN-MUI/VIII/2004, tentang Ganti Rugi (ta‟wid).

Fatwa DSN Indonesia No. 07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan

Mudharabah (Qiradh).

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 setelah Amandemen Keempat Tahun 2002.

Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan.

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 setelah Amandemen Keempat Tahun 2002.

Wahbah al-Zuhaili, Nazariyah al-Daman, (Damsyiq: Daar al-Fikr, 1998), dikutip

WEBSITE

https://insertpoin.blogspot.com/2016/05/hukum-perjanjian-dalam-prespektif-

hukum.html. Akses tanggal 26 November 2019.

https://media.neliti.com/media/publications/270197-memakan-harta-secara-batil-

perspektif-su-74fbdc67.pdf. Akses tanggal 26 November 2019.

https://tafsirq.com/4-an-nisa/ayat-29. Aksestanggal 26 November 2019.

http://www.hajij.com/id/the-noble-quran/item/838-tafsir-al-quran-surat-al-

maidah-ayat-1. Akses tanggal 26 November 2019.

Page 68: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

https://tafsirweb.com/1049-surat-al-baqarah-ayat-283.html. Akses tanggal 26

November 2019.

https://pengusahamuslim.com/1987-mengenal-akad-mudharabah.html. Akses

tanggal 26 November 2019.

Kusuma wardani, Tria. 2018. Tinjauan Hukum Islam tentang Bagi hasil dalam

kerja Sama Pengembang biakan Ternak Sapi.

http://repository.radenintan.ac.id/4921/1/SKRIPSI.pdf. Akses tanggal 09 April

2019.

Page 69: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRINSIP PERJANJIAN …digilib.unila.ac.id/61688/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · Prinsip Perjanjian Penanaman Modal Usaha” (Studi kasus pada Cafe

LAMPIRAN