40
TINJAUAN ETIKA KRISTEN TERHADAP KOMUNIKASI DOKTER PASIEN

Tinjauan Etika Kristen Terhadap

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tinjauan etika kristen

Citation preview

Page 1: Tinjauan Etika Kristen Terhadap

TINJAUAN ETIKA KRISTEN

TERHADAP

KOMUNIKASI DOKTER PASIEN

DISUSUN OLEH :

NILAM ANGGRIANI TAMBUNAN (100100181)

JOSEPHINE IRENA (100100227)

Page 2: Tinjauan Etika Kristen Terhadap

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2011

BAB I

PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG MASALAH

Salah satu faktor utama yang menyebabkan peningkatan kebiasaan berobat ke luar negeri

adalah hubungan dan cara berkomunikasi dokter-pasien di negara kita yang sangat

mengecewakan. Banyak opini menyebutkan, cara berkomunikasi dokter-pasien di

Indonesia kalah jauh dibandingkan dokter-dokter di luar negeri. Padahal pasien dan

dokter di negara kita berbahasa sama, bahasa Indonesia. Bukankah dengan persamaan

bahasa lebih memungkinkan bagi seseorang untuk berkomunikasi, menunjukkan

empati, memberi motivasi dan menyenangkan hati lawan bicaranya. Beberapa pasien

mengungkapkan berobat di Singapura sangat puas, karena dapat berkonsultasi dengan

dokter hingga 1 jam. Di Indonesia, seorang pasien bisa masuk ruang praktek dokter 15

menit saja sudah menjadi hal yang langka. Sebagian besar hubungan dokter-pasien pun

hanya bersifat satu arah.

Seorang pasien pernah bercerita tentang pengobatan yang ia lakukan di Indonesia dan di

Singapura. Oleh dokternya disebutkan bahwa ia menderita Diabetes. Dokternya

menyampaikan bahwa penyakit ini tidak akan sembuh, seumur hidup dia akan

tergantung pada obat dan semua dietnya harus diatur. Begitu pun ketika ia datang

Page 3: Tinjauan Etika Kristen Terhadap

untuk kontrol, dokternya berkata tidak ramah karena ia tidak mengikuti apa yang telah

dianjurkan. Ketika memeriksakan dirinya ke Singapura, dokter Singapura juga

menyatakan dia terkena Diabetes. Tapi bedanya si dokter Singapura tersebut sambil

tersenyum dan memberi motivasi padanya, sehingga hatinya pun menjadi tenang.

Lantas dokter tersebut melanjutkan bahwa mengidap penyakit diabetes bukan berarti

hidup menderita dan berakhir tragis. Yang perlu dilakukannya hanya mengatur diet

dan memeriksakan diri secara teratur. Tidak berhenti sampai di situ, si dokter juga

menyarankan dan mengantarkan sang pasien berkonsultasi dengan ahli gizi yang

sudah menyiapkan daftar menu sehari-hari, lengkap dengan jumlah kalori setiap jenis

masakan bahkan untuk makanan khas Indonesia. Bayangkan begitu hebatnya

kesadaran untuk memberikan value-added services disana.

Berdasarkan data Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) DKI Jakarta, terdapat

99 kasus pengaduan terhadap profesi dokter dari tahun 1998-2006 (8 tahun). Menurut

MKEK hal yang paling sering menjadi pokok sengketa adalah kelemahan komunikasi

antara dokter dengan pasien atau antara rumah sakit dengan pasien. Kelemahan

komunikasi tersebut dalam bentuk komunikasi sehari-hari yang diharapkan dapat

mempererat hubungan antar individu maupun dalam bentuk pemberian informasi

sebelum dilakukannya tindakan dan

sesudah terjadinya risiko atau komplikasi.

Kendala yang kerap timbul dalam komunikasi antara pasien dan dokter antara lain

adalah keterbatasan waktu untuk bertemu atau pertemuan yang tidak efektif karena

yang terjadi adalah komunikasi satu arah. Komunikasi satu arah adalah bila dokter

merasa keluarga sudah paham akan keterangan yang diberikan padahal mereka

sebenarnya tidak mengerti apa yang disampaikan. Padahal jika seorang dokter sudah

berhadapan dengan pasien maka

sudah seharusnya ia menyediakan waktu untuk pasiennya.

Penting untuk diingat bahwa hubungan dan komunikasi yang tidak berjalan dengan baik

akan membuat pasien merasa sungkan dan enggan untuk bertanya pada dokter, pasien

hanya mengikuti saja apa yang disampaikan sang dokter. Akibatnya kerjasama dokter-

pasien dalam menentukan arah pengobatan tidak berjalan. Kita juga harus ingat bahwa

Page 4: Tinjauan Etika Kristen Terhadap

memilih menjadi dokter berarti harus siap untuk belajar dan mengajar seumur hidup.

Bukankah salah satu konsep World Health Organization (Organisasi Kesehatan

Dunia/WHO) tentang kriteria seorang dokter yang baik adalah “Comunicator”, yang

berarti mampu mempromosikan gaya hidup sehat melalui penjelasan dan advokasi

efektif.

II. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana gambaran komunikasi dokter pasien menurut kliping yang kami

kumpulkan?

2. Seperti apa tinjauan etika Kristen terhadap komunikasi dokter pasien?

3. Apa kesimpulan dan saran dari kliping yang dibahas?

BAB II

KUMPULAN KLIPING

1. Dokter yang Jutek Akan Ditinggalkan Pasiennya

AN Uyung Pramudiarja - detikHealth

Jakarta, Komunikasi yang baik sangat penting bagi seorang dokter yang melakukan pelayanan

langsung kepada pasiennya. Jika dokter tidak cakap berkomunikasi alias jutek, pasien akan lari

ke pengobatan alternatif atau mencari dokter lain di luar negeri.

Di Indonesia, kurangnya komunikasi juga sering memicu sengketa hukum. Data Majelis

Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) DKI Jakarta mencatat antara tahun 1998-2006 ada 99

kasus pengaduan terhadap profesi dokter yang sebagian besar dipicu oleh lemahnya

komunikasi antara dokter dengan pasien atau rumah sakit dengan pasien.

Pakar ilmu kedokteran komunitas, Dr dr Herqutanto, MPH, MARS menilai hal ini sebagai salah

satu faktor pemicu banyaknya pasien yang kabur untuk berobat ke luar negeri. Negara ikut

dirugikan oleh tren semacam ini karena kehilangan salah satu sumber pendapatan.

Page 5: Tinjauan Etika Kristen Terhadap

Dr Herqutanto mengatakan sampai saat ini memang tidak ada data resmi tentang berapa

jumlah pasien yang kabur ke luar negeri maupun apa motivasinya. Namun dari informasi yang

ia himpun dalam disertasinya, sebagian pasien memilih kabur karena kecewa dengan cara

dokter lokal menjalin komunikasi.

"Pasien datang ke dokter pasti membawa masalah. Sakit itu masalah. Kalau dokternya galak,

tidak mendengarkan keluhan pasien dan suka memotong pembicaraan maka dokter itu justru

menambah masalah," ungkap Dr Herqutanto usai dilantik sebagai doktor di Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Salemba, Jumat (11/2/2011).

Menurutnya, dokter perlu dibekali model pelatihan berkomunikasi yang baik dalam

kurikulum pendidikannya. Pendidikan dokter di luar negeri sudah menerapkan salah satu

model pelatihan yakni The Calgary Cambridge Observation Guide, sementara di Indonesia

belum banyak yang menerapkan.

FKUI sendiri baru memikirkan konsep serupa pada tahun 2002, dengan menyusun sebuah

modul pelatihan tentang komunikasi dan empati dalam pelayanan. Konsep itu baru benar-

benar diterapkan sejak tahun 2005, bersamaan dengan diberlakukannya Kurikulum Berbasis

Kompetensi (KBK).

"Tapi itu juga bukan alasan bagi dokter-dokter angkatan tua untuk tidak komunikatif, sebab

sebenarnya bisa dipelajari sendiri secara otodidak. Banyak dokter senior yang justru pakarnya

komunikasi dan mereka sangat dicintai pasiennya," kata Dr Herqutanto meluruskan anggapan

bahwa dokter tua biasanya lebih galak dan menakutkan.

2. Dokter Perlu Batasi Pasien Agar Tidak Terlalu Sibuk

AN Uyung Pramudiarja - detikHealth

Jakarta, Terlalu banyak melayani pasien juga berdampak pada sikap dan pelayanan dokter.

Dokter yang terlalu sibuk menjadi lebih jutek atau kurang komunikatif dengan pasiennya,

sehingga pasien memilih lari ke pengobatan alternatif.

Saking banyaknya pasien yang harus dilayani, kadang-kadang dokter kurang mendengarkan

pasiennya. Bahkan sering dijumpai ketika pasien baru mulai menceritakan keluhannya, dokter

sudah lebih dulu selesai menuliskan resep obat.

Page 6: Tinjauan Etika Kristen Terhadap

Pakar ilmu kedokteran komunitas, Dr dr Herqutanto, MPH, MARS mengatakan ada banyak

faktor yang membuat beberapa dokter begitu sibuknya sehingga sulit menjalin komunikasi

yang baik dengan pasiennya. Faktor regulasi atau peraturan tentang praktik dokter adalah

salah satunya.

"Dahulu tidak ada batasan bagi dokter mengenai waktu dan tempat praktiknya. Baru setelah

ada UU Praktik Kedokteran No 29 tahun 2004, dokter dibatasi maksimal hanya boleh praktik

di 3 tempat," ungkap Dr Herqutanto usai dilantik sebagai doktor di Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia (FKUI), Salemba, Jumat (11/2/2011).

Pembatasan itu diharapkan dapat memperbaiki komunikasi dokter dengan pasiennya. Dr

Hequtanto yakin, para dokter masa kini akan mematuhi Undang-undang tersebut karena jika

melanggar sanksinya tidak hanya pencabutan izin praktik tetapi juga bisa terkena sanksi

pidana.

Namun bagi Dr Herqutato yang merupakan doktor pertama di bidang Ilmu Kedokteran

Komunitas yang pernah diluluskan FKUI, pembatasan waktu dan tempat praktik saja tidak

cukup. Kesibukan dokter masih akan tinggi jika jumlah pasiennya tidak dibatasi.

"Waktu dan tempat praktiknya terbatas tapi kalau jumlah pasiennya masih tak terbatas ya

sama saja. Sehebat apapun dokternya, kalau sudah sampai ke pasien keseratus sekian pasti

akan capek," tambah Dr Herqutanto.

Menurutnya, pembatasan jumlah pasien belum bisa dilakukan bagi dokter Indonesia karena

harus diimbangi dengan regulasi tentang pembiayaan. Misalnya seperti di luar negeri,

penghasilan dokter tetap layak meski pasiennya sedikit karena setiap pasien dijamin oleh

asuransi.

"Aturan tentang pembiayaan harus ada dulu. Kalau sekarang mau dibatasi (jumlah pasiennya),

bisa nangis dokter-dokter kita," kata Dr Herqutanto.

3. Komunikasi Dokter Pasien, Percepat Kesembuhan

Penulis: Lusia Kus Anna | Editor: Lusia Kus Anna

Jumat, 30 Juli 2010 | 10:54 WIB

Page 7: Tinjauan Etika Kristen Terhadap

Kompas.com - Sehebat apa pun, para dokter tetap manusia, bisa membuat kesalahan

diagnosis atau kelalaian. Pasien juga bukan sekedar objek. Dokter perlu menjelaskan kondisi

dan tindakan medis yang dilakukan pada tubuh pasien. Karena itu komunikasi yang baik

adalah unsur penting dalam proses penyembuhan pasien.

Sayangnya, komunikasi dua arah seringkali tidak terjalin dalam hubungan dokter dan

pasiennya. Pasien seolah takut untuk bertanya dan tak bisa dipungkiri masih banyak dokter

yang tidak bersedia memperlakukan pasien sebagai konsumen jasa pelayanan kesehatan.

Kalau mau jujur, masih banyak oknum dokter yang bersikap arogan dan terkesan tak mau

mendengar pendapat pasiennya.

Di berbagai tempat, mayoritas penyebab masalah antara dokter dan pasien disebabkan karena

salah informasi yang menyebabkan salah interpretasi. Memang kesalahan dalam praktik

medis tidak mungkin dihilangkan, karena manusia bukanlah mesin dan tidak pernah ada

kasus pasien yang benar-benar identik.

Meskipun dalam beberapa tahun terakhir ini sudah ada upaya dari kalangan dokter sendiri

untuk memperbaiki komunikasi dokter-pasien, namun sebagai pasien kita juga wajib

mengetahui apa saja yang menjadi hak kita sebagai pasien dan membekali diri dengan

informasi sehingga tidak harus melulu bersikap pasrah. Bila merasa ragu dengan keputusan

dokter, pasien berhak mencari pendapat kedua dari dokter lain.

"Pasien yang aktif bertanya dan menyampaikan pendapat serta kekhawatirannya akan sangat

membantu dokter untuk memahami pasien dan penyakitnya. Selama ini terdapat perbedaan

yang besar antara apa yang diyakini pasien tentang penyakitnya dengan apa yang dokter

ketahui," kata Richard Street Jr, seorang ahli komunikasi dari Texas A&M University, Amerika

Serikat.

Secara teoretis untuk melakukan diagnosis, dokter perlu berkomunikasi dan memeriksa

pasien. Pemeriksaan ini dilakukan dengan melihat (inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk-

ngetukkan tangan (perkusi), dan menggunakan alat-alat kedokteran (auskultasi). Karena itu 

untuk mengetahui kondisi pasien juga tak dapat digantikan dengan konsultasi perawat lewat

telepon.

Dokter yang berhalangan hadir ketika pasiennya membutuhkan penanganan memang

diperbolehkan mendelegasikan pada dokter lain. Tetapi, pendelegasian itu seharusnya

dilakukan pada dokter lain yang memiliki kualifikasi kompetensi setara.

Page 8: Tinjauan Etika Kristen Terhadap

4. Kasus Prita, Cermin Buruk Komunikasi Pasien-Dokter

Jumat, 11 Desember 2009 | 13:27 WIB

Prita Mulyasari saat berbicara mengenai pengalamannya dalam dunia blog saat perhelatan

akbar Pesta Blogger 2009 di Gedung Smesco, Jakarta Selatan, Sabtu (24/10).

JAKARTA, KOMPAS.com — Kasus yang menimpa Prita Mulyasari seharusnya bisa dicegah

apabila ada komunikasi yang baik antara pasien dan dokter. Demikian dikatakan Ketua Majelis

Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Jakarta Barat

Prof dr Budi Sampurna, SH, SpF, DFM.

Budi menyarankan, jembatan penghubung antara pasien dan dokter harusnya diperkuat. Hal

ini pun sedang diupayakan mengingat kesadaran masyarakat  terhadap kebutuhan informasi

medis terus meningkat. Kesadaran dokter, bahwa masyarakat butuh ketenangan dengan

mengetahui penyakitnya, pun kian bertambah.

Budi menyampaikan hal itu dalam seminar awam bertajuk Bagaimana Berobat Secara Pintar

yang digelar dalam rangka memperingati HUT Ke-90 RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) pekan

lalu. Dalam seminar itu, diberikan pengetahuan mengenai pendekatan diagnosis dan terapi

seorang dokter serta saran dan cara-cara dalam menghindari malapraktik.

Budi menyarankan agar pasien tak ragu untuk bertanya kepada dokter mengenai penyakitnya

sehingga terhindar dari miskomunikasi yang berujung pada  perselisihan. Selain itu, dokter

pun seharusnya lebih komunikatif terhadap pasien mengenai penyakit yang pasien alami.

Dalam kesempatan terpisah, Ketua Konsili Kedokteran Indonesia (KKI) Prof dr Menaldi

Rasmin, Sp P(K) FCCP, memberikan tanggapan terhadap kasus malapraktik secara umum. Ia

secara pribadi mengatakan, tak ada dokter yang sengaja berniat melakukan kesalahan dalam

melakukan praktik karena menyangkut kredibilitas dan kariernya.

"Kalau sengaja melakukannya, lambat laun semua orang akan tahu dan lama-lama akan

terhenti kariernya. Perlu diingat bahwa dokter juga seorang manusia," ujarnya.

Menurut Menaldi, semua dokter akan berupaya bekerja sebaik yang ia lakukan. Namun,

sebuah kecelakaan dan sebuah hal lain bisa saja terjadi di luar tindakan yang diprediksi.

"Semua tindakan medis tentulah berisiko. Semua kemungkinan risiko sudah dicoba untuk

Page 9: Tinjauan Etika Kristen Terhadap

dicegah, dipersiapkan kemungkinan terburuk sehingga jika memang terjadi sesuatu yang di

luar dugaan, maka bisa saja keluarga pasien tidak terima. Tapi ini namanya sengketa medis

dan bukan malapraktik karena itu yang paling penting adalah komunikasi antara dokter dan

pasien," tandasnya.

Lebih jauh, Menaldi menjelaskan bahwa seorang dokter bekerja hanya untuk kepentingan

pasien. Jika pasien tak mau melakukan tindakan, maka itu terserah pada pasien. Tugas dokter

hanya menjelaskan. Namun, pilihan tetap pada pasien. "Jika pasien mau melakukan tindakan,

maka pasien harus diberi tahu dan setuju. Pasien juga harus menandatangani surat

persetujuan tindakan medis.

Yang penting, kata dia, dokter harus mementingkan pasien dan bukan dirinya sendiri. Jangan

lupa untuk komunikasikan hal buruk dan baik yang mungkin terjadi terhadap pasien di antara

pasien dan dokter sehingga mengurangi risiko sengketa medis.

"Sebaiknya berikan saja semua keterangan medis yang menjadi hak pasien, tapi perlu

diingatkan juga bahwa dokter bukanlah dewa dan bisa saja terjadi hal-hal yang di luar

perhitungan kita," tandas Menaldi.

dr.Intan Airlina Febiliawanti

5. Komunikasi Rumah Sakit dan Pasien Belum Efektif

Senin, 21 Desember 2009 | 06:50 WIB

Kompas.com/Dhoni Setiawan

JAKARTA, KOMPAS.com - Mengantisipasi kesalahpahaman atau konflik dengan pasien, tenaga

kesehatan di rumah sakit, seperti perawat dan dokter, harus bisa mempraktikkan komunikasi

yang efektif dengan pasien. Paling tidak dokter harus bisa dan bersedia menjelaskan secara

runtut dan jelas mengenai rencana tindakan yang akan dilakukan.

Demikian dikemukakan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Farid

M Husain seusai seminar ”Peran Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) dalam

Mengantisipasi Tren Perubahan”, Sabtu (19/12) di Jakarta.

”Perlu didorong peningkatan kualitas sumber daya manusia di rumah sakit agar lebih pintar

berkomunikasi. Dunia kerumahsakitan sudah masuk era baru perlindungan dan keselamatan

pasien. Kasus Prita Mulyasari dan Omni Internasional terjadi karena tak ada komunikasi yang

Page 10: Tinjauan Etika Kristen Terhadap

efektif,” kata Farid.

Keahlian berkomunikasi dengan pasien ini, lanjut Farid, perlu dipelajari dokter dan tenaga

lain yang terlibat dalam pelayanan kesehatan sejak di bangku pendidikan bersamaan dengan

ilmu kesehatan dan kedokteran yang lain.

Poin penilaian

Ketua Umum Persi Sutoto menambahkan, komunikasi antara pasien dan dokter ini

sebenarnya secara tidak langsung menjadi salah satu poin penilaian akreditasi rumah sakit.

Di dalam pedoman program keselamatan pasien Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh

Indonesia yang telah disahkan Menteri Kesehatan itu disebutkan, rumah sakit harus

mempunyai dokter penanggung jawab pelayanan. Bukan hanya itu, dokter tersebut juga harus

menjelaskan secara rinci kepada pasien tindakan-tindakan yang akan dan telah dilakukan.

Kini penilaian akreditasi yang dilakukan secara berkala tiga tahun sekali, kata Farid, akan

makin fokus pada perlakuan rumah sakit terhadap pasien sejak pasien masuk rumah sakit

hingga ke sistem rujukannya. Jika pelayanan rumah sakit terhadap pasien tidak sesuai dengan

standar yang telah ditetapkan, rumah sakit itu tak akan lulus akreditasi.

”Sekarang baru sekitar 60 persen rumah sakit yang lulus akreditasi dari jumlah keseluruhan

rumah sakit yang ada, sekitar 1.300 rumah sakit,” ujarnya.

Guru besar Kedokteran Forensik dan Studi Medikolegal Universitas Indonesia, Herkutanto,

dan anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), Budi Sampurna,

mengingatkan agar rumah sakit menerjemahkan dan mempertajam sekaligus membuat

pedoman mengenai perilaku insan kerumahsakitan yang baik, termasuk dalam hal ini

komunikasi. (LUK)

6. Lemah, Komunikasi Dokter-Pasien di Indonesia

Asep Candra | | Senin, 12 Mei 2008 | 18:44 WIB

JAKARTA, SENIN - Fenomena banyaknya pasien Indonesia yang memilih berobat ke luar

negeri dalam pandangan Menko Kesra Aburizal Bakrie bukan hanya persoalan kemajuan

peralatan medis serta teknologi semata. Namun menurutnya, hal yang ikut berpengaruh besar

adalah minimnya perhatian dan waktu yang disediakan dokter untuk berkomunikasi dengan

pasien.

"Saya kira salah satu masalahnya adalah lemahnya komunikasi. Banyak dokter di Indonesia

Page 11: Tinjauan Etika Kristen Terhadap

yang tak bisa meluangkan waktu untuk berkomunikasi dengan pasiennya, sehingga pasien 

merasa kurang nyaman,"  ungkap Menko Kesra dalam sambutannya saat meresmikan

beroperasinya Rumah Sakit Puri Indah di Jakarta Barat hari ini.

Menko menilai bahwa jam kerja para dokter di Indonesia memang sangat padat. Hal ini pun

tidak terlepas dari masih sangat minimnya tenaga ahli medis profesional di Tanah Air .  

"Para dokter memang sangat kurang waktunya untuk memberi perhatian lebih kepada pasien.

Minimnya jumlah dokter juga menjadi penyebabnya sehingga yang harus diupayakan adalah

bagaimana kita mencetak sebanyak-banyaknya dokter-dokter yang dapat berkomunikasi,

memberi waktu dan perhatian bagi pasien," ujarnya.   

Sementara itu,  Direktur Eksekutif  Pondok Indah Health Group, Dr. Hermansyah

Kartowisastro mengakui bahwa untuk mengubah citra rumah sakit di Indonesia menjadi lebih

baik sekaligus membuat para pasien tidak lagi berobat ke luar negeri adalah tantangan besar.

"Untuk itu, kami telah mulai berupaya melakukan berbagai terobosan di antarannya dengan

memanfaatkan teknologi informasi guna meningkatkan kenyamanan, keselamatan dan

keamanan pasien," ujarnya.

Dalam penerapannya di lapangan, RS Puri indah sendiri telah menggunakan sistem database

komuputer  seperti masalah peresepan yang merupakan wujud dari konsep paperless hospital.

Dengan sistem teknologi informasi ini, jelas Hermansyur, rumah sakit menjadi lebih terbuka

dan aman.  "Semua juga bisa terhubung secara online satu sama lain, dan juga menghubungi

rekan baik di dalam dan luar negeri," teranga.

Salah satu contoh sederhana misalnya masalah alergi pada pasien yang sudah tercatat sejak

masuk RS. "Ketika dokter atau bagian lain membuka file di komputer, akan ada alert mengenai

bagian apa dari pasien yang mengalami alergi.  Ini juga sangat bermanfaat untuk membuat

resep obat. Jadi ini akan memudahkan dokter dan membuat pasien aman," ujarnya.

8. Dokter-Pasien: Hubungan yang Menyembuhkan!

Editor: Asep Candra

Page 12: Tinjauan Etika Kristen Terhadap

Kamis, 10 Maret 2011 | 11:06 WIB

KOMPAS.com - Begitu saya melangkahkan kaki di ruang perawatan penyakit dalam, dari

tempat tidur paling ujung, dekat jendela, seorang pasien langsung bangun, duduk, sambil

setengah berteriak, “Nak dokter, saya dok, Pak Katimin, pasien dokter”. Mendengar itu, sedikit

agak kaget, say melihat ke arah suara yang memanggil itu. Oh ya, beliau “Pak Katimin”, pasien

saya yang berobat terakhir kira-kira satu tahun lalu.

"Hubungan baik, kedekatan antara dokter-pasien merupakan bagian penting dalam proses

penyembuhan. Hubungan baik ini, menurut penelitian menyerupai efek plasebo"

“Katimin”, sebuah nama yang sudah jarang kita jumpai sekarang. Nama yang sangat khas dari

etnis jawa, khusunya Jawa Tengah. Bagi saya nama ini juga sudah sangat familiar, beliau adalah

pasien saya yang sudah berusia lanjut, lebih dari 85 tahun. Lebih kurang sejak 10 tahun lalu

beliau selalu berobat dengan saya karena keluhan sesak nafas, hipertensi, dan pembesaran

prostat.

Seketika saya melihat Pak Katimin yang masih saya ingat dengan baik wajahnya itu, agak

bergegas saya menuju ke tempat beliau. Dari balik wajahnya yang sudah keriput, saya lihat

ekspresi senang, gembira dan juga keheranan, seolah-olah tidak percaya, mungkin tidak

percaya akan bertemu saya lagi.

Sambil menepuk-nepuk dan memijet pundaknya. Beberapa lama saya terdiam, kemudian saya

bertanya, “Ada apa bapak? Kenapa bapak sampai kesini? Apa yang bapak rasakan?” Dengan

suara pelan, dan agak terputus-putus—mungkin karena sesak— , beliau menjawab: “saya

sakit nak dokter—- bapak ini kalau memanggil saya, “nak dokter”— saya batuk dan nafas saya

sesak sekali, berbaringpun saya sesak nak”. Bapak tidak berobat? “Tidak nak, tapi saya ada ke

tempat praktik nak dokter beberapa kali, setiap saya ke sana nak dokter tidak ada. Terakhir

waktu saya ke sana, ada yang memberitahu bahwa nak dokter sudah pindah”, jawab beliau.

Cukup lama saya duduk di tepi tempat tidur pasien. Sambil tetap memegang pundaknya,

pikiran saya menerawang jauh ke desa tempat beliau tinggal. Suatu desa yang terletak di hilir,

di tepi Sungai Indragiri. Untuk sampai ke rumah sakit ini, dengan menaiki sampan/pompong

yang bermesin (speedboat), akan memerlukan waktu yang cukup lama, bisa tiga sampai empat

jam.

Perjalanan yang sangat melelahkan tidak hanya bagi orang tua yang sakit, saya sendiri pun,

yang masih sehat, rasanya tidak akan kuat. Tidak terbayangkan bagaimana susahnya beliau

Page 13: Tinjauan Etika Kristen Terhadap

menuruni anak tangga yang curam— apalagi waktu pasang surut— yang hanya dibuat dari

kayu bakau, untuk bisa sampai ke sampan/pompong itu. Seakan saya merasakan betapa

sakitnya pinggang beliau dengan tulang-tulang yang sudah rapuh itu, ketika harus

menghadapi hentakan-hentakan kuat akibat sampan/pompong melawan derasnya arus

sungai indragiri.

Alangkah kecewa, dan sedihnya hati beliau, bila saya sebagai dokter yang dipercaya, tidak

dapat memberikan yang terbaik untuk beliau. Karena itu setelah selesai visit saya kumpulkan

semua perawat dan saya minta mereka untuk juga melayani beliau sebaik-baiknya, dan kalau

ada masalah agar menghubungi saya segera.

Setelah dirawat sekitar satu minggu, Alhamdulillah keadaan pasien mengalami kemajuan.

Batuk, dan keluhan sesaknya jauh berkurang. Pnumoni, radang paru yang dideritanya juga

membaik, dan hipertensi beliau juga terkontrol. Aneh, saya seolah-olah tidak percaya, “pasien

usia lanjut, umur lebih dari 85 tahun, dengan pnemoni bisa membaik?” Padahal secara teoritis

prognosisnya sangat jelek, pasien biasanya meninggal.

Saya ingat Deng Xiaoping, Soeharto dan banyak tokoh-tokoh lain yang meninggal karena

pnemoni, “apa yang mereka tidak punya?” Sementara Pak Katimin ini hanya seorang petani

pengguna kartu Jamkesmas dengan segala macam keterbatasan.

Kesembuhan Pak Katimin ini, seperti menjadi tanda tanya juga bagi saya. “Apakah ini yang

dinamakan hubungan baik yang menumbuhkan kepercayaan, keyakinan antara dokter-

pasien? Apakah hubungan baik ini yang membantu penyembuhan pasien?” Ya, saya kira ini

bisa terjadi, di samping kehendak Allah.

Hubungan yang baik, kedekatan antara dokter-pasien merupakan bagian penting dalam

proses penyembuhan. Hubungan yang baik ini, menurut penelitian menyerupai efek plasebo.

Pengalaman saya setelah puluhan tahun jadi dokter juga menunjukkan hal demikian. Banyak

pasien yang merasa sudah sembuh, kalau sudah masuk ruang praktik seorang dokter yang

dipercayainya, yang hubungannnya terjalin dengan baik. Keluhan-keluhan yang dirasakan

begitu saja akan hilang.

Penelitian juga menunjukkan bahwa luka pascaoperasi lebih cepat sembuh bila operasi

dilakukan oleh dokter yang ramah, bersahabat dengan pasien. Harapan hidup pasien kanker

juga meningkat bila dirawat oleh dokter yang bersikap ramah, bersahabat, menghargai , dan

peduli dengan pasiennya.

Sayang, hubungan baik yang menumbuhkan kepercayaan, keyakinan antara dokter-pasien

Page 14: Tinjauan Etika Kristen Terhadap

sudah mulai luntur. Industrialisasi pelayanan kesehatan, kemajuan teknologi kedokteran,

berkembangnya spesialisasi-subspesialisasi, sistem renumerasi dokter, sistem dan kualitas

pendidikan kedokteran, kesadaran tinggi akan hak-hak pasien, menurunnya moralitas,

idealisme sebagian dokter, sebagian dokter yang masih selalu merasa paling tahu, pasien

merasa juga mulai pintar, dan perubahan sosio-ekonomi masyarakat lainnya sangat

mempengaruhi hubungan dokter-pasien sekarang ini.

9. IDI: Dugaan Malapraktik, Hanya Masalah Komunikasi

Jumat, 10 Juli 2009 | 15:12 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Maraknya dugaan malapraktik yang terjadi belakangan ini

disebabkan kurangnya komunikasi antara pasien dan dokter. Demikian diungkapkan Prof DR

dr Zubairi Djoerban SpPD, KHOM, Ketua Majelis Pengembangan Keprofesian (MPPK) PB

Ikatan Dokter Indonesia.

"Mal praktik ada di mana pun di seluruh dunia, dokter adalah manusia biasa. Yang disangka

mal praktik adalah masalah komunikasi," terangnya di Hotel Sahid Jakarta, Jumat (10/7).

Kurangnya komunikasi tersebut, lanjut Zubairy, disebabkan karena dokter masih bersifat kaku

dalam menangani pasiennya. Selain itu, keluarga pasien masih banyak juga yang bersifat pasif

dan hanya menunggu informasi dari pihak rumah sakit.

Untuk mengatasi hal itu, Zubairy menyarankan agar dokter sebaiknya lebih "bersahabat"

dengan pasien. Selain memeriksa, dokter harus membangun komunikasi secara personal

dengan pasiennya. Sebaliknya, keluarga pasien juga harus aktif menanyakan perkembangan

pasien. "Percayalah tidak ada dokter yang bertujuan menjerumuskan pasiennya," tegas dia.

10. Komunikasi Dokter Pasien, Percepat Kesembuhan

Jumat, 30 Juli 2010 | 10:54 WIB

Kompas.com - Sehebat apa pun, para dokter tetap manusia, bisa membuat kesalahan

diagnosis atau kelalaian. Pasien juga bukan sekedar objek. Dokter perlu menjelaskan kondisi

dan tindakan medis yang dilakukan pada tubuh pasien. Karena itu komunikasi yang baik

adalah unsur penting dalam proses penyembuhan pasien.

Sayangnya, komunikasi dua arah seringkali tidak terjalin dalam hubungan dokter dan

pasiennya. Pasien seolah takut untuk bertanya dan tak bisa dipungkiri masih banyak dokter

Page 15: Tinjauan Etika Kristen Terhadap

yang tidak bersedia memperlakukan pasien sebagai konsumen jasa pelayanan kesehatan.

Kalau mau jujur, masih banyak oknum dokter yang bersikap arogan dan terkesan tak mau

mendengar pendapat pasiennya.

Di berbagai tempat, mayoritas penyebab masalah antara dokter dan pasien disebabkan karena

salah informasi yang menyebabkan salah interpretasi. Memang kesalahan dalam praktik

medis tidak mungkin dihilangkan, karena manusia bukanlah mesin dan tidak pernah ada

kasus pasien yang benar-benar identik.

Meskipun dalam beberapa tahun terakhir ini sudah ada upaya dari kalangan dokter sendiri

untuk memperbaiki komunikasi dokter-pasien, namun sebagai pasien kita juga wajib

mengetahui apa saja yang menjadi hak kita sebagai pasien dan membekali diri dengan

informasi sehingga tidak harus melulu bersikap pasrah. Bila merasa ragu dengan keputusan

dokter, pasien berhak mencari pendapat kedua dari dokter lain.

"Pasien yang aktif bertanya dan menyampaikan pendapat serta kekhawatirannya akan sangat

membantu dokter untuk memahami pasien dan penyakitnya. Selama ini terdapat perbedaan

yang besar antara apa yang diyakini pasien tentang penyakitnya dengan apa yang dokter

ketahui," kata Richard Street Jr, seorang ahli komunikasi dari Texas A&M University, Amerika

Serikat.

Secara teoretis untuk melakukan diagnosis, dokter perlu berkomunikasi dan memeriksa

pasien. Pemeriksaan ini dilakukan dengan melihat (inspeksi), meraba (palpasi), mengetuk-

ngetukkan tangan (perkusi), dan menggunakan alat-alat kedokteran (auskultasi). Karena itu 

untuk mengetahui kondisi pasien juga tak dapat digantikan dengan konsultasi perawat lewat

telepon.

Dokter yang berhalangan hadir ketika pasiennya membutuhkan penanganan memang

diperbolehkan mendelegasikan pada dokter lain. Tetapi, pendelegasian itu seharusnya

dilakukan pada dokter lain yang memiliki kualifikasi kompetensi setara.

11. Akhiri Hubungan Dokter-Pasien yang Paternalistik

Senin, 23 Maret 2009 | 21:26 WIB

SOLO, KOMPAS.com — Hubungan antara dokter dan pasiennya yang dulu menganut pola

paternalistik sudah waktunya diubah menjadi setara. Hubungan yang baik antarkedua pihak

akan berdampak pada kesehatan yang lebih baik, kenyamanan yang lebih tinggi terhadap

terapi pasien, kepuasan lebih tinggi pada pasien dan dokter, serta penurunan risiko

Page 16: Tinjauan Etika Kristen Terhadap

malapraktik.

Ini dikatakan Dr dr Achmad Arman Subijanto, MS, Senin (23/3) di Solo. Subijanto akan

dikukuhkan sebagai guru besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas

Sebelas Maret (UNS) Solo, Selasa besok, pidato berjudul "Peran Komunikasi dalam

Menjalankan Profesi Dokter yang Berkualitas di Masyarakat."

Komunikasi yang kurang baik antara dokter dan pasien lama-lama menumbuhkan kurangnya

kepercayaan masyarakat pada dokter. Tidak heran, menurut Subijanto, muncul fenomena

dukun cilik Ponari di Jombang.

Fenomena itu menunjukkan menurunnya minat orang sakit memeriksakan diri ke dokter. Ini

bisa dipengaruhi oleh tingginya biaya kesehatan maupun berkurangnya kepercayaan

masyarakat pada pelayanan dokter. "Padahal apa yang dilakukan Ponari tidak ada dasar

ilmiahnya," katanya

12. Dokter dan Pasien Itu Sejajar

Kamis, 13 Agustus 2009 | 22.07 WIB

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG

JAKARTA, KOMPAS.com — Hal yang kerap dikeluhkan pasien saat berobat adalah sikap

dokter yang enggan berkomunikasi secara intens. Setelah mendengarkan keluhan pasien, lalu

tanya sekadarnya, dokter langsung memberikan resep. Kondisi ini semakin parah ketika

perawat mengambil sikap cuek. Senyumnya disembunyikan, membuat pasien yang datang

untuk dapat perhatian lebih, malah pulang dengan jengkel.

"Pasa saat itu terjadi maka usaha untuk menjalin komunikasi yang terjalin, antara dokter dan

pasien, gagal total," kata Dr M Nasser SpKK.D.Law, dalam seminar bertajuk "Hukum Medik" di

RS Gading Pluit, Jakarta, Kamis (13/8). Sikap tenaga medis yang demikian, menurut Nasser,

mengindikasikan bahwa mereka masih melihat pasien sebagai subordinatnya. Hal seperti ini

harus ditinggalkan.

"Dokter dan pasien adalah mitra, ekual. Kalau merasa lebih tinggi maka yang akan terjadi

tidak hanya tak mau bicara tapi bisa melanggar hak asasi," tutur dokter yang juga Ketua Pusat

Studi Bioetik dan Hukum Kesehatan ini.

Lebih jauh, dalam seminar yang banyak dihadiri dokter dan praktisi hukum itu, Nasser juga

mengangkat tanggung jawab rumah sakit di saat pasien bertambah parah oleh karena reaksi

obat. Dalam kasus ini, baik pasien, dokter, maupun rumah sakit tidak ada yang salah. Namun

Page 17: Tinjauan Etika Kristen Terhadap

yang sering terjadi, kata Ketua Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia ini, baik dokter

maupun rumah sakit diam saja. Akibatnya, pasien tinggal lebih lama di rumah sakit dan biaya

perawatannya membengkak.

"Mereka tidak boleh diam saja. Dokter dan rumah sakit harus jujur. Ini tidak boleh ditimpakan

ke pasien," tuturnya. Untuk itulah, Nasser menekankan, untuk ke depan rumah sakit mesti

membenahi tata kelolanya. Posisi pasien sejajar dengan dokter dan rumah sakit sehingga

komunikasi terjalin baik. Maka hal-hal di atas bisa diminimalisasi. "Karena sebetulnya, kita

eksis karena pasien. Kita ada karena pasien ada," tandasnya secara terbuka.

13. Jumat, 04 Desember 2009 10:00 WIB

Komunikasi Cegah Diagnosis Kurang Tepat

Penulis : Ikarowina Tarigan

KOMUNIKASI yang baik antara dokter dan pasien bisa meminimalkan potensi diagnosis yang

kurang akurat. Akan tetapi, kurangnya budaya mengeluh pada pasien dan terbatasnya waktu

berdiskusi dengan dokter sering kali memicu kecurigaan adanya malapraktik, penyimpangan

dalam kegiatan praktik dokter.

Survei pelayanan dokter yang dilakukan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)

dengan melibatkan 700 pasien yang tersebar di 4 kota di Indonesia (Medan, Mataram,

Yogyakarta, Jakarta) menemukan, sekitar 42% pasien menganggap waktu yang disediakan

untuk berkonsultasi dengan dokter terlalu sedikit.

Selain itu, survei yang dilakukan dari Agustus hingga November 2009 ini menemukan bahwa

30,5% pasien mengaku pernah meragukan diagnosis dokter.

Hal ini, terang Ketua YLKI Huzna Zahir, bisa dikurangi dengan memperbaiki komunikasi

antara dokter dan pasien. Pasien sebagai konsumen, tidak perlu takut bertanya."Kita sebagai

pasien mempunyai hak untuk mendapatkan informasi yang jelas, beranilah bertanya," tutur

Huzna dalam seminar awam yang mengangkat tema Bagaimana Berobat Secara Pintar di

Jakarta, Selasa (1/12).

Di sisi lain, lanjut Huzna, dokter juga harus lebih proaktif dalam memberikan penjelasan pada

pasien. Meskipun pasien tidak bertanya, adalah kewajiban dokter untuk menjelaskan

mengenai kondisi penyakit, manfaat setiap jenis obat yang diberikan, serta risiko yang

Page 18: Tinjauan Etika Kristen Terhadap

mungkin muncul terhadap pasien.

Jumlah dokter yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan pasien, terang Huzna, membuat

mereka lebih mudah diorganisasi. "Akan lebih mudah memperbaiki komunikasi dan

mengedukasi dokter jika dibandingkan dengan pasien." Setelah memberikan penjelasan,

tambah Huzna, dokter harus memastikan bahwa pasien benar-benar paham atau tidak.

Pentingnya komunikasi dalam mencegah malapraktik ini juga dibenarkan oleh Kepala Biro

Hukum dan Organisasi Setjen Depkes RI Prof dr Budi Sampurna. Kalau pasien mengalami

sesuatu, jelas dia, segeralah bertanya kepada dokter atau cari tahu pendapat kedua. Turut

aktifnya pasien bisa mengurangi kejadian malapraktek. "Bertanyalah, speak up," tegas Budi.

Hal senada dikatakan dr Sukamto Koesno SpPD dari Departemen Penyakit Dalam Rumah Sakit

Cipto Mangunkusumo Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (RSCM/FKUI).

Komunikasi, menurut dia, akan berjalan baik jika tidak ada kecurigaan. "Dalam komunikasi

harus ada kerja sama antara dokter dan pasien."

Pengaduan pasien

Jika pasien merasa belum mendapatkan pelayanan terbaik, terang Budi, pasien berhak

mengadu. Idealnya, menurut dia, keluhan pertama disampaikan kepada lembaga atau rumah

sakit yang memberikan pelayanan. "Hal ini untuk mendapatkan respons tercepat." Kalau tidak

memuaskan, lanjut dia, pasien bisa mengadu ke dinas kesehatan setempat atau lembaga

perlindungan konsumen yang bergerak di bidang kesehatan.

Huzna juga menyampaikan hal yang senada. Jika berkaitan dengan ganti rugi, tambah dia,

pasien bisa mengadu ke lembaga bantuan hukum atau lembaga bantuan konsumen.

Akan tetapi, jika merasa kurang puas dengan dokternya, terang dia lagi, pasien bisa

menyampaikan keluhan ke Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).

"Lembaga ini bisa mencari tahu apakah dokter telah melakukan prosedur yang tepat atau

tidak." (*/S-3)

Page 19: Tinjauan Etika Kristen Terhadap

14. Dokter Perlu Batasi Pasien Agar Tidak Terlalu Sibuk

AN Uyung Pramudiarja - detikHealth

Jakarta, Terlalu banyak melayani pasien juga berdampak pada sikap dan pelayanan dokter.

Dokter yang terlalu sibuk menjadi lebih jutek atau kurang komunikatif dengan pasiennya,

sehingga pasien memilih lari ke pengobatan alternatif.

Saking banyaknya pasien yang harus dilayani, kadang-kadang dokter kurang mendengarkan

pasiennya. Bahkan sering dijumpai ketika pasien baru mulai menceritakan keluhannya, dokter

sudah lebih dulu selesai menuliskan resep obat.

Pakar ilmu kedokteran komunitas, Dr dr Herqutanto, MPH, MARS mengatakan ada banyak

faktor yang membuat beberapa dokter begitu sibuknya sehingga sulit menjalin komunikasi

yang baik dengan pasiennya. Faktor regulasi atau peraturan tentang praktik dokter adalah

salah satunya.

"Dahulu tidak ada batasan bagi dokter mengenai waktu dan tempat praktiknya. Baru setelah

ada UU Praktik Kedokteran No 29 tahun 2004, dokter dibatasi maksimal hanya boleh praktik

di 3 tempat," ungkap Dr Herqutanto usai dilantik sebagai doktor di Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia (FKUI), Salemba, Jumat (11/2/2011).

Pembatasan itu diharapkan dapat memperbaiki komunikasi dokter dengan pasiennya. Dr

Hequtanto yakin, para dokter masa kini akan mematuhi Undang-undang tersebut karena jika

melanggar sanksinya tidak hanya pencabutan izin praktik tetapi juga bisa terkena sanksi

pidana.

Namun bagi Dr Herqutato yang merupakan doktor pertama di bidang Ilmu Kedokteran

Komunitas yang pernah diluluskan FKUI, pembatasan waktu dan tempat praktik saja tidak

cukup. Kesibukan dokter masih akan tinggi jika jumlah pasiennya tidak dibatasi.

"Waktu dan tempat praktiknya terbatas tapi kalau jumlah pasiennya masih tak terbatas ya

sama saja. Sehebat apapun dokternya, kalau sudah sampai ke pasien keseratus sekian pasti

akan capek," tambah Dr Herqutanto.

Menurutnya, pembatasan jumlah pasien belum bisa dilakukan bagi dokter Indonesia karena

Page 20: Tinjauan Etika Kristen Terhadap

harus diimbangi dengan regulasi tentang pembiayaan. Misalnya seperti di luar negeri,

penghasilan dokter tetap layak meski pasiennya sedikit karena setiap pasien dijamin oleh

asuransi.

"Aturan tentang pembiayaan harus ada dulu. Kalau sekarang mau dibatasi (jumlah pasiennya),

bisa nangis dokter-dokter kita," kata Dr Herqutanto.

15. Pasien dan Petugas Kesehatan Harus Saling Empati

Vera Farah Bararah - detikHealth

Jakarta, Banyak faktor yang bisa mempengaruhi kepuasaan dari pasien, salah satunya adalah

faktor komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien dalam hal ini pasien serta

keluarganya. Karena komunikasi yang efektif antara keduanya, bisa memberikan hasil yang

lebih maksimal.

Pada umumnya komunikasi yang baik adalah komunikasi yang efektif antara kedua belah

pihak. Komunikasi yang efektif ini mencakup adanya proses timbal balik antar komunikator,

mengurangi ketidakjelasan yang bisa mempengaruhi komunikasi, kerjasama yang baik

sehingga tercipta efektivitas, diperlukan sikap dinamis dalam hal feksibilitas berkomunikasi

serta komunikasi yang diciptakan menimbulkan dua dampak.

“Melihat rumitnya prinsip dari komunikasi yang efektif, rasanya sudah saatnya petugas

kesehatan memahami tujuan berkomunikasi dengan klien. Klien yang dimaksud adalah pasien

dan juga keluarganya,” ujar Prof Dr dr Endang Sri Murtiningsih Basuki, MPH dalam acara

Pengukuhan Guru Besar FKUI di Aula FKUI, Jakarta, Sabtu (26/6/2010).

Prof Endang menambahkan sebelum menjalin hubungan, maka petugas kesehatan sebaiknya

mencari tahu terlebih dahulu ciri dari klien yang akan ditangani. Pasien dan keluarganya

merupakan klien yang unik, karena perasaan serta emosinya tidak bisa disamakan dengan

klien lain pada umumnya.

Jika dipahami lebih lanjut, ada tiga hal yang berkecamuk di dalam pikiran pasien serta

keluarganya jika harus dihadapkan pada masalah kesehatan, yaitu:

1. penyakit yang dideritanya. Pikiran yang timbul seperti apakah ia bisa sembuh, berapa

lama ia bisa bertahan hidup atau bagaimana nasib keluarganya jika ia meninggal.

Page 21: Tinjauan Etika Kristen Terhadap

2. Biaya yang harus dikeluarkannya. Seseorang tidak akan pernah tahu berapa biaya yang

harus dikeluarkannya untuk menyembuhkan penyakit tersebut. Selain itu sebagian

besar penduduk Indonesia tidak terlindung oleh jaminan kesehatan yang memadai.

3. Dokter seperti apa yang akan dihadapinya. Secara umum pasien memikirkan petugas

kesehatan seperti apa yang akan menanganinya. Kondisi ini biasanya dipengaruhi oleh

keluhan teman, pengalaman sendiri atau kabar yang beredar di sekitarnya.

“Setiap pasien harusnya merasa nyaman dan yakin bahwa dirinya akan mendapatkan

pelayanan yang penuh kasih dan bermartabat, meskipun tidak mengenal salah satu petugas di

sana. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi kita,” ungkap Profesor yang lahir di Solo 64

tahun silam.

Prof Endang menuturkan pertemuan pertama antara petugas kesehatan dengan pasien adalah

salah satu periode emas. Bila periode ini bisa dilalui dengan baik, maka akan tercipta

kepercayaan pasien pada petugas kesehatan. Tapi bila periode ini terlewatkan, akan sulit

tercipta rasa saling percaya antara petugas kesehatan dan pasien.

Jika komunikasi yang tercipta antara petugas kesehatan dengan pasien tidak berjalan dengan

baik, maka akan menimbulkan beberapa dampak, yaitu:

1. Dampak pertama adalah pasien akan memilih untuk mendapatkan fasilitas kesehatan

di luar negeri. Data menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun jumlah pasien yang

berobat ke luar negeri semakin meningkat.

2. Dampak kedua adalah pasien akan lari ke pengobatan alternatif yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan. Selain itu saat ini pengobatan alternatif sudah semakin

menjamur dan bisa ditemukan dimana-mana.

Kunci sukses dari hubungan dokter pasien ini adalah sebuah pengakuan bahwa pasien juga

seorang pakar. Seorang dokter mungkin piawai menentukan diagnosis, menentukan

penyebab penyakitnya, tapi hanya pasien yang memiliki pengalaman tentang rasa sakit yang

dialaminya serta pengetahuan tentang kondisi sosio ekonominya.

“Untuk itu kedua belah pihak harus saling berempati. Klien dengan segala permasalahannya

memerlukan empati dari petugas kesehatan, sebaliknya klien juga harus berempati pada

petugas kesehatan. Tentu saja petugas kesehatan harus professional dalam menjalankan

Page 22: Tinjauan Etika Kristen Terhadap

tugasnya,” ujar dokter lulusan spesialis kesehatan masyarakat University of California.

II. RANGKUMAN KLIPING

Komunikasi yang baik adalah unsur penting dalam proses penyembuhan pasien.

Namun, kadang pihak dokter sering melupakan itu. Kadang yang diingat hanyalah hal yang

penting dalam proses penyembuhan sang pasien adalah kepatuhan sang pasien mengikuti

segala anjuran dokter. Karena itu pihak dokter terkadang lupa bagaimana cara berkomunikasi

dengan pasien yang belum tentu bisa memberikan respons yang para dokter harapkan.

Keluhan – keluhan yang dialamatkan kepada pasien cenderung berbicara tentang bagaimana

nada bicara sang dokter yang terkesan menghakimi bahkan memvonis kehidupan pasien.

Masalah komunikasi jugalah yang membuat umumnya rakyat Indonesia “melarikan diri” ke

luar negeri untuk pengobatan yang sebenarnya bisa dilakukan di Indonesia. Apakah

alasannya? Kembali lagi ke cara komunikasi. Cara dokter – dokter di luar negeri

berkomunikasi dengan pasiennya selalu dibandingkan dengan dokter-dokter di Indonesia.

Para pasien seringkali mengatakan bahwa dokter di luar negeri lebih baik. Padahal

sebenarnya inti dari yang disampaikan dokter di luar negeri dan di Indonesia itu sama.

Kadang dokter di Indonesia melupakan bahwa yang terpenting adalah kenyamanan sang

pasien ketika kita memberitahukan keadaannya / penyakitnya. Sadarkah Anda, bahwa

keberhasilan penyembuhan umumnya didukung oleh kerja-sama antara pasien dan dokter?

Dan bagaimana mungkin kerja-sama itu terjalin jika tidak ada komunikasi yang baik diantara

kedua belah pihak? Komunikasi yang baik bisa diawali dengan pemilihan kata-kata yang tepat,

penggunaan nada yang tepat serta keramahan sang dokter dalam menghadapi sang pasien.

Tujuan dokter untuk melakukan pengobatan bukan semata-mata hanya untuk

menyembuhkan penyakit yang diderita sang pasien saja, tapi juga memotivasi sang pasien

untuk mau turut serta mempercepat penyembuhannya.

Page 23: Tinjauan Etika Kristen Terhadap

BAB III

TINJAUAN ETIKA KRISTEN

A. KOMUNIKASI DOKTER PASIEN

Komunikasi dokter-pasien merupakan hubungan yang berlangsung antara dokter/

dokter gigi dengan pasiennya selama proses pemeriksaan/pengobatan/perawatan

yang terjadi di ruang praktik perorangan, poliklinik, rumah sakit, dan puskesmas

dalam rangka membantu menyelesaikan masalah kesehatan pasien.

Sedangkan komunikasi efektif dokter-pasien merupakan pengembangan hubungan

dokter-pasien secara efektif yang berlangsung secara efisien, dengan tujuan utama

penyampaian informasi atau pemberian penjelasan yang diperlukan dalam rangka

membangun kerja sama antara dokter dengan pasien. Komunikasi yang dilakukan

secaraverbal dan non-verbal menghasilkan pemahaman pasien terhadap keadaan

kesehatannya, peluang dan kendalanya, sehingga dapat bersama-sama dokter mencari

alternatif untuk mengatasi permasalahannya.

Tujuan dari komunikasi efektif antara dokter dan pasiennya adalah untuk

mengarahkan proses penggalian riwayat penyakit lebih akurat untuk dokter, lebih

memberikan dukungan pada pasien, dengan demikian lebih efektif dan efisien bagi

keduanya.

Menurut beberapa ahli:

Kurtz (1998) : komunikasi efektif justru tidak memerlukan waktu lama.

Komunikasi efektif terbukti memerlukan lebih sedikit waktu karena dokter terampil

mengenali kebutuhan pasien (tidak hanya ingin sembuh). Atas dasar kebutuhan

Page 24: Tinjauan Etika Kristen Terhadap

pasien, dokter melakukan manajemen pengelolaan masalah kesehatan bersama pasien.

Komunikasi efektif dokter-pasien adalah kondisi yang diharapkan dalam pemberian

pelayanan medis namun disadari bahwa dokter dan dokter gigi di Indonesia belum

disiapkan untuk melakukannya. Untuk itu dirasakan perlunya memberikan pedoman

(guidance) untuk dokter guna memudahkan berkomunikasi dengan pasien dan atau

keluarganya. Melalui pemahaman tentang hal-hal penting dalam pengembangan

komunikasi dokter-pasien diharapkan terjadi perubahan sikap dalam hubungan

dokter pasien.

Whitcomb, M.E.( 2000) :

“Dalam kurikulum tradisional pendidikan dokter, keterampilan komunikasi

ditujukan untuk menggali riwayat penyakit. Kita harus mengajarkan kepada

mahasiswa untuk mengerti bahwa hal itu merupakan bagian yang termudah.”

“Kita harus mengajarkan kepada mereka tentang berkomunikasi dengan pasien,

terutama dalam hal mendengarkan secara aktif.

B. TINJAUAN ALKITAB TENTANG KOMUNIKASI DOKTER PASIEN

Komunikasi merupakan salah satu bentuk pelayanan dalam dunia medis yang

dilakukan oleh dokter terhadap pasiennya. Kita sebagai orang percaya baiklah

mulai belajar melayani dalam hal apapun juga termasuk berkomunikasi yang

baik mengikuti teladan Yesus. Seperti yang tertulis dalam Markus 1: 21-28,

Yesus menyebuhkan ibu mertua Petrus. Yesus memegang tangan perempuan itu

dan menjamahnya. Yesus merasakan apa yang sedang terjadi dalam dirinya,

merasakan pergumulan batinnya. Ia membuka mata perempuan itu,

membangunkan, dan membangkitkannya agar ia melihat kenyataan dengan

pandangan baru. Dalam hal ini bukan berarti kita melakukan mujizat terhadap

orang sakit, namun kita diharapkan dapat melayani orang lain dengan penuh

kasih seperti yang dilakukan Yesus. Pelayanan itu dapat dinyatakan dalam

bentuk komunikasi juga.(Berkomunikasi dalam Pelayanan dan Misi oleh Franz-

Josef Eilers hal 81).

Page 25: Tinjauan Etika Kristen Terhadap

Allah dan Kristus memerintahkan supaya kita mengasihi sesama manusia.

Juruselamat memberi kita teladan bagaimana melakukannya (I Yoh. 4:7, 21). Hal

ini diajarkan oleh Allah dan merupakan salah satu buah Roh ( Gal. 5:22) . Tanpa

kasih, karunia-karunia dan pengurbanan-pengurbanan tidak ada gunanya. Kasih

adalah perintah yang agung (I Kor. 13:1, 2, 3). Kita harus mengenakan kasih ini,

mengikutinya, melimpah dan meneruskannya, dan, sambil saling merangsang

satu sama lain untuk memilikinya juga, kita harus bersungguh-sungguh, tidak

memihak dan bersemangat. Kebajikan ini harus berkaitan dengan kebaikan

persaudaraan dan harus dilaksanakan dengan hati murni.

Kita harus menunjukkannya kepada orang-orang kudus, hamba-hamba tuhan,

keluarga kita, orang-orang sebangsa, orang-orang asing, musuh; ya, kepada

semua orang dan menunjukkannya dengan cara melayani kebutuhan orang lain,

melegakan orang asing, mengunjungi orang sakit, memberi pakaian kepada yang

membutuhkan, bersimpati dan memberi dukungan kepada yang lemah,

mengampuni, menahan diri (Mat. 25:35) . Kasih kepada semua orang

merupakan bukti bahwa kita ada dalam terang pemuridan dengan Kristus dan

kehidupan rohani. Ini merupakan penggenapan Hukum Taurat, adalah baik dan

menyenangkan dan menjadi sebuah ikatan yang menyatukan dan kesempurnaan

yang diperlukan untuk kebahagiaan sejati (Rm. 13:8-10).

C. TINJAUAN UNDANG-UNDANG TERHADAP KOMUNIKASI DOKTER PASIEN

Komunikasi antara dokter dengan pasien merupakan sesuatu yang sangat penting dan

wajib. Kewajiban ini dikaitkan dengan upaya maksimal yang dilakukan dokter dalam

keberhasilan seorang dokter untuk mendapatkan informasi yang lengkap tentang

pengobatan pasiennya. Keberhasilan dari upaya tersebut dianggap tergantung dari

riwayat penyakit pasien dan penyampaian informasi mengenai penatalaksanaan

pengobatan yang diberikan dokter. Melihat pentingnya komunikasi timbal balik yang

berisi informasi ini, maka secara jelas dan tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor

Page 26: Tinjauan Etika Kristen Terhadap

29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Paragraf 2, Pasal 45 ayat (2), (3),

Paragraf 6, Pasal 50 huruf (c), Paragraf 7, Pasal 52 huruf (a), (b), dan Pasal 53

huruf (a).

Kode Etik Kedokteran Indonesia dikeluarkan dengan Surat Keputusan

Menteri

Kesehatan Nomor 434/Menkes/SK/X/1983. Kode Etik Kedokteran Indonesia

disusun

dengan mempertimbangkan International Code of Medical Ethics dengan

landasan idiil Pancasila dan landasan strukturil Undang Undang Dasar 1945.

Kode Etik Kedokteran Indonesia ini mengatur hubungan antar manusia yang

mencakup kewajiban umum seorang dokter, hubungan dokter dengan

pasiennya, kewajiban dokter terhadap sejawatnya dan kewajiban dokter

terhadap diri sendiri. Pelanggaran terhadap butir-butir Kode Etik Kedokteran

Indonesia ada yang merupakan pelanggaran etik semata-mata dan ada pula yang

merupakan pelanggaran etik dan sekaligus pelanggaran hukum.

Paragraf 6 dan 7 dalam Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang

Praktik

Kedokteran secara jelas menyebutkan mengenai hak dan kewajiban dokter dan

hak

dan kewajiban pasien yang di antaranya memberikan penjelasan dan

mendapatkan

informasi. Hak pasien sebenarnya merupakan hak yang asasi yang bersumber

dari hak dasar individual dalam bidang kesehatan (The Right of Self

Determination). Meskipun sebenarnya sama fundamentalnya, hak atas

pelayanan kesehatan sering dianggap lebih mendasar.

Page 27: Tinjauan Etika Kristen Terhadap

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Kita sebagai dokter, dalam melakukan pelayanan medis dalam bentuk komunikasi yang

baik perlu memahami bahwa yang dimaksud dengan komunikasi tidaklah hanya

sekadar komunikasi verbal, melalui percakapan namun juga mencakup pengertian

komunikasi secara menyeluruh yang didasarkan oleh kasih kepada sesama kita.

Dalam komunikasi dokter-pasien diperlukan kemampuan berempati, yaitu upaya

menolong pasien dengan pengertian terhadap apa yang pasien butuhkan.

Menghormati

dan menghargai pasien adalah sikap yang diharapkan dari dokter dalam

berkomunikasi

dengan pasien, siapa pun dia, berapa pun umurnya, tanpa memerhatikan status

sosialekonominya. Bersikap adil dalam memberikan pelayanan medis adalah dasar

pengembangan komunikasi efektif dan menghindarkan diri dari perlakuan

diskriminatif

terhadap pasien.

B. SARAN

Perlu dipikirkan pendidikan etika dan moral yang lebih mendalam pada kurikulum

pendidikan kedokteran. Dalam diri calon dokter harus benar-benar tertanam bahwa

hubungan komunikasi dengan pasien adalah hal yang mutlak harus diperhatikan.

Page 28: Tinjauan Etika Kristen Terhadap

Mengingat profesi dokter adalah hubungan yang lebih bersifat sosial daripada bersifat

ekonomis. Paradigma yang ada di masyarakat bahwa dokter adalah sosok penyembuh

yang tidak boleh dikritisi sikap dan prilakunya dalam mengobati harus perlahan-lahan

diubah. Bagi para dokter yang saat ini telah memiliki lahan yang tetap, lancar dan baik,

hubungan komunikasi antara dokter dan pasien harus senantiasa diperhatikan dan

dapat menjadi bagian dari solusi dalam mengatasi masalah malpraktik. Karena dalam

hal sengketa medik yang sering terjadi adalah adanya kesenjangan persepsi antara

dokter dan pasien. Pasien dan keluarga merasa kurang puas dengan pengobatan yang

dilakukan, sedangkan dokter dan rumah sakit merasa sudah melakukan pengobatan

secara optimal.