48
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan terjadinya transisi epidemiologi saat ini, terjadi perubahan pola penyakit dari penyakit infeksi menjadi non infeksi (penyakit degeneratif) seperti penyakit jantung, hipertensi, ginjal dan stroke yang akhir-akhir ini banyak terjadi di masyarakat. Penyakit-penyakit diatas digolongkan kedalam penyakit tidak menular yang frekuensi kejadiannya mulai meningkat seiring dengan perkembangan teknologi, perubahan pola makan, gaya hidup serta kemajuan ekonomi bangsa (Bustan,2000). Salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer. Di Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi. Apabila penyakit ini tidak terkontrol, akan menyerang target organ, dan dapat menyebabkan serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, serta kebutaan. Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih besar terkena congestive heart failure, dan 3 kali lebih

Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seiring dengan terjadinya transisi epidemiologi saat ini, terjadi perubahan

pola penyakit dari penyakit infeksi menjadi non infeksi (penyakit degeneratif)

seperti penyakit jantung, hipertensi, ginjal dan stroke yang akhir-akhir ini banyak

terjadi di masyarakat. Penyakit-penyakit diatas digolongkan kedalam penyakit

tidak menular yang frekuensi kejadiannya mulai meningkat seiring dengan

perkembangan teknologi, perubahan pola makan, gaya hidup serta kemajuan

ekonomi bangsa (Bustan,2000).

Salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan yang

sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer. Di

Amerika, diperkirakan 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi. Apabila

penyakit ini tidak terkontrol, akan menyerang target organ, dan dapat

menyebabkan serangan jantung, stroke, gangguan ginjal, serta kebutaan. Dari

beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak terkontrol

dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih besar

terkena congestive heart failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung.

Menurut WHO dan the International Society of Hypertension(ISH), saat ini

terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya

meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak

mendapatkan pengobatan secara adekuat. Di Indonesia masalah hipertensi

cenderung meningkat. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun

2001 menunjukkan bahwa 8,3% penduduk menderita hipertensi dan meningkat

menjadi 27,5% pada tahun 2004. Kelompok Kerja Serebrokardiovaskuler FK

UNPAD/RSHS tahun 1999, menemukan prevalensi hipertensi sebesar 17,6%,dan

MONICA Jakarta tahun 2000 melaporkan prevalensi hipertensi di daerah urban

adalah 31,7% (Rahajeng,2009).

Page 2: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

2

Menurut Profil Kesehatan Indonesia 2007, bahwa berdasarkan penyakit

penyebab kematian pasien rawat inap di Rumah Sakit di seluruh Indonesia,

hipertensi menduduki peringkat keempat dengan proporsi kematian 2,1% (1.620

orang). Sedangkan menurut Profil Kesehatan Sumatera Utara tahun 2009 jumlah

kematian penyakit tidak menular tertinggi umumnya terjadi pada kasus

komplikasi diantaranya pada kasus jantung dan ginjal hipertensi (16,66%), ginjal

hipertensi (14,86%) dan hipertensi esensial (3,33%). Profil kesehatan Kota

Medan tahun 2007 menunjukkan penyakit hipertensi menduduki peringkat kedua

penyakit terbanyak penderitanya di kota Medan, dengan jumlah penderita

sebanyak 423.656 orang (proporsi 26,3%) (Hapsara,2004).

Hasil penelitian Hanim (2003) proporsi penderita hipertensi rawat inap di

RSUP H. Adam Malik Medan adalah 1,78%, proporsi laki-laki lebih besar

daripada perempuan yaitu sebesar 53,1% (Rasmaliah,2004).

Hasil SKRT 1995, 2001 dan 2004 menunjukkan penyakit kardiovaskuler

merupakan penyakit nomor satu penyebab kematian di Indonesia dan sekitar 20–

35% dari kematian tersebut disebabkan oleh hipertensi. Penelitian epidemiologi

membuktikan bahwa hipertensi berhubungan secara linear dengan morbiditas dan

mortalitas penyakit kardiovaskular. Oleh sebab itu, penyakit hipertensi harus

dicegah dan diobati (Rahajeng, 2009). Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan

untuk mendapatkan data mengenai tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku

penderita hipertensi mengenai tekanan darah tinggi agar penyuluhan yang benar

dapat dilakukan untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas akibat

hipertensi di masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku penderita hipertensi

mengenai tekanan darah tinggi di Puskesmas Amplas?

Page 3: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

3

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku penderita

hipertensi mengenai tekanan darah tinggi.

1.3.2 Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui jumlah penderita hipertensi yang datang berobat di

Puskesmas Amplas.

2. Untuk mengetahui dari mana sumber informasi penderita hipertensi di

Puskesmas Amplas tentang tekanan darah tinggi.

3. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan penderita hipertensi di Puskesmas

Amplas tentang tekanan darah tinggi.

4. Untuk mengetahui sikap penderita hipertensi di Puskesmas Amplas

tentang tekanan darah tinggi.

5. Untuk mengetahui perilaku penderita hipertensi di Puskesmas Amplas

tentang tekanan darah tinggi.

6. Untuk mengetahui tingkat kepatuhan penderita hipertensi dalam

mengonsumsi obat darah tinggi.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk pendidikan

kedokteran, praktek kedokteran dan penelitian kedokteran.

1. Dinas Kesehatan Kota Medan

Sebagai sumber informasi dan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota

Medan mengenai tingkat pengetahuan penderita hipertensi yang datang

berobat di Puskesmas Amplas sehingga dapat diberikan penyuluhan yang

Page 4: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

4

efektif sehingga dapat mengurangi prevalensi hipertensi dan mengurangi

angka mobiditas dan mortalitas akibat komplikasi dari hipertensi.

2. Penelitian Kedokteran

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya

yang ingin melakukan penelitian tentang hipertensi.

Page 5: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo,2007). Pengetahuan bisa diperoleh secara alami maupun secara

terencana, yaitu melalui proses pendidikan. Pengetahuan merupakan ranah yang

sangat penting untuk terbentuknya perilaku (Budiharto,2010).

Tingkatan pengetahuan dibagi menjadi 6, yaitu:

a. Tahu (know)

b. Memahami (comprehension)

c. Aplikasi (application)

d. Analisis (analysis)

e. Sintesis (synthesis)

f. Evaluasi (evaluation)

Apabila materi atau objek yang ditangkap pancaindera adalah tentang gigi,

penyakit mulut, serta kesehatan gigi dan mulut, maka pengetahuan yang diperoleh

adalah mengenai gigi, penyakit mulut, serta kesehatan gigi dan mulut

(Budiharto,2010).

Pengukuran pengetahuan dilakukan menggunakan kuesioner dengan

menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian.

Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan

dengan tingkatan pengetahuan (Notoatmodjo,2007).

Page 6: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

6

2.2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Dari batasan-batasan di atas dapat

disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya

dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup (Notoatmodjo,2007).

Ciri sikap yang terutama adalah memiliki arah, dan dengan arah ini sikap dapat

bersifat positif dan negatif. Sikap positif mendekatkan diri seseorang terhadap

objek, sedangkan sikap negatif menjauhkan dari objek (Budiharto,2010).

Menurut Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan

bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan

pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas,

akan tetapi merupakan predisposisi dari suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan

untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan

terhadap objek (Notoatmodjo,2007).

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:

1. Menerima (Receiving)

2. Merespon (Responding)

3. Menghargai (Valuing)

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Pengukuran sikap dilakukan menggunakan kuesioner dengan membuat

suatu pernyataan tentang bagaimana pendapat subjek terhadap kesehatan mulut.

Sikap yang baik akan dipengaruhi oleh pengetahuan mahasiswa terhadap

kesehatan mulut. Misalnya, mahasiswa yang selalu mencari pengetahuan

mengenai pemeliharaan kesehatan mulut atau mendiskusikan mengenai kesehatan

mulut dengan dokter gigi, ini adalah bukti bahwa mahasiswa tersebut telah

mempunyai sikap positif terhadap kesehatan mulut (Notoatmodjo,2007).

Page 7: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

7

2.3. Perilaku

Perilaku kesehatan adalah respon seseorang terhadap stimulus yang

berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta

lingkungan. Masyarakat memiliki beberapa macam perilaku terhadap kesehatan.

Perilaku tersebut dibagi menjadi dua, yaitu perilaku sehat dan perilaku sakit

(Ramadhan,2012).

a. Perilaku sehat yang dimaksud yaitu perilaku seseorang yang sehat dan

meningkatkan kesehatannya tersebut. Perilaku sehat mencakup perilaku-

perilaku dalam mencegah atau menghindari penyakit dan penyebab

penyakit atau masalah dan penyebab masalah (perilaku preventif). Contoh

perilaku sehat antara lain makan makanan dengan gizi seimbang, olah raga

secara teratur, dan menggosok gigi sebelum tidur.

b. Perilaku sakit adalah perilaku seseorang yang sakit atau telah terkena

masalah kesehatan untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan

masalah kesehatannya. Perilaku ini disebut perilaku pencarian pelayanan

kesehatan. Perilaku ini mencakup tindakan-tindakan yang diambil

seseorang bila terkena masalah kesehatan untuk memperoleh kesembuhan

melalui sarana pelayanan kesehatan, seperti puskesmas dan rumah sakit.

Menurut Rogers (1974), sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru

(berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan,

yakni :

a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest, dimana orang mulai tertarik kepada stimulus.

c. Evaluation, (menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus

tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik

lagi.

d. Trial, dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru.

Page 8: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

8

e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Menurut Rogers, apabila penerimaan perilaku didasari oleh pengetahuan,

kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan langgeng (long

lasting). Sebaliknya, apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan

kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo,2007).

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian

mengadakan penilaian atau berpendapat (sikap), proses selanjutnya adalah

diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahuinya dan

disikapinya (dinilai baik). Dalam memutuskan perilaku tertentu akan dibentuk

atau tidak, seseorang selain mempertimbangkan informasi dan keyakinan tentang

keuntungan atau kerugian yang akan didapat, juga akan mempertimbangkan

sejauh mana dia dapat mengatur perilaku tersebut. Menurut Bandura, pengaturan

diri dalam hal berperilaku secara efektif tidak akan dicapai hanya dengan

kehendak atau sikap saja akan tetapi dituntut juga memiliki pengetahuan yang

baik (Smet,1994).

Kebersihan mulut merupakan hal mendasar untuk pemeliharan kesehatan

mulut. Orang yang memiliki pengetahuan tentang kesehatan mulut akan lebih

cenderung mengadopsi perilaku perawatan diri (Budiharto,2010).

2.4. Hipertensi

2.4.1. Pengertian dan Klasifikasi Hipertensi

Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh darah terhadap

pembuluh darah. Tekanan darah dipengaruhi volume darah dan elastisitas

pembuluh darah. Peningkatan tekanan darah disebabkan peningkatan volume

darah atau elastisitas pembuluh darah. Sebaliknya, penurunan volume darah akan

menurunkan tekanan darah (Ronny et al, 2010).

Page 9: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

9

Pada tahun 2003, National Institutes of Health Amerika telah

mengeluarkan suatu laporan lengkap berkenaan hipertensi yang dikenali sebagai

The Seventh Report of Joint National Committee on Detection, Evaluation, and

Treatment for High Blood Pressure (JNC-7). Berdasarkan rekomendasi (Joint

National Committee 7 (JNC-7), tekanan darah yang normal seharusnya berkisar di

bawah 120 mmHg sistolik dan di bawah 80 mmHg diastolik. Tekanan darah

sistolik di antara 120 dan 139 mmHg dan tekanan darah diastolik di antara 80 dan

89 mmHg dianggap pre-hipertensi.

Diagnosa hipertensi hanya akan dibuat apabila tekanan darah sistolik

melebihi 140 mmHg dan tekanan darah diastolik melebihi 90 mmHg. Untuk orang

dewasa dengan Diabetes Mellitus, tekanan darah individu tersebut haruslah berada

di bawah 130/80 mmHg. Hipertensi kemudiannya dibagikan lagi kepada

hipertensi derajat 1 dan 2 berdasarkan tekanan darah sistolik dan diastoliknya.

Pembagian hipertensi berdasarkan Joint National Committee 7 seperti yang

tercantum dalam tabel di bawah:

Tabel 2.1. Definisi dan Klasifikasi Tekanan Darah berdasarkan JNC-VII 2003

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal < 120 dan < 80

Prehipertensi 120-139 atau 80-89

Hipertensi

Derajat 1

Derajat 2

140-159

≥ 160

atau

atau

90-99

≥ 100

Hipertensi, atau tekanan darah tinggi, dianggap merupakan masalah paling

utama yang dihadapi oleh orang dewasa di seluruh dunia dan merupakan salah

satu faktor resiko utama terjadinya penyakit kardiovaskuler. Hipertensi lebih

sering dijumpai pada laki-laki muda berbanding wanita muda (Grim, 1995), pada

orang berkulit gelap berbanding orang berkulit cerah, pada orang dengan

sosioekonomi rendah dan pada orang tua (Gillum, 1996). Laki-laki mempunyai

tekanan darah yang lebih tinggi berbanding perempuan sehingga menopause, di

Page 10: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

10

mana perempuan akan mempunyai tekanan darah yang lebih tinggi (Carol, 2005).

Berdasarkan satu kajian dari Framingham study mengusulkan bahawa individu

yang memiliki tensi yang normal (normotensive) sehingga umur 55 tahun 90%

cenderung untuk menghidapi hipertensi pada waktu yang akan datang (Vassan,

2001).

2.4.2. Penyebab Hipertensi

Sembilan puluh persen sampai 95% hipertensi bersifat idiopatik

(hipertensi esensial), yaitu suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang

dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal tanpa

penyebab sekunder yang jelas (Mervin, 1995). Hipertensi esensial dipengaruhi

oleh beberapa faktor seperti umur, jenis kelamin, ras, faktor genetik atau

keturunan serta faktor lingkungan yang meliputi obesitas, stres, konsumsi garam

berlebih dan sebagainya (Depkes, 2007).

Selain itu terdapat pula jenis hipertensi lainnya yang disebut dengan

hipertensi sekunder, yaitu hipertensi yang sudah diketahui penyebabnya, meliputi

kurang lebih 5% dari total enderita hipertensi. Timbulnya penyakit hipertensi

sekunder sebagai akibat dari suatu penyakit, kondisi atau kebiasaan seseorang

( Astawan, 2010). Gangguan ginjal yang dapat menimbulkan hipertensi yaitu,

glomerulonefritis akut, penyakit ginjal kronis, penyakit polikistik, stenosis arteria

renalis, vaskulitis ginjal, dan tumor penghasil renin. Gangguan pada sistem

endokrin juga dapat menyebabkan hipertensi, dintaranya seperti hiperfungsi

adrenokorteks (sindrom Cushing, aldosteronisme primer, hiperplasia adrenal

kongenital, ingesti licorice), hormon eksogen (glukokortikoid, estrogen, makanan

yang mengandung tiramin dan simpatomimetik, inhibitor monoamin oksidase),

feokromositoma, akromegali, hipotiroidisme, dan akibat kehamilan. Gangguan

pada sistem kardiovaskular seperti koarktasio aorta, poliarteritis nodosa,

peningkatan volume intravaskular, peningkatan curah jantung, dan rigiditas aorta

juga dapat menyebabkan hipertensi, begitu pula dengan gangguan neurologik

Page 11: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

11

seperti psikogenik, peningkatan intrakranium, apnea tidur, dan stres akut (Cohen,

2008).

2.4.3. Faktor Risiko Hipertensi

Hipertensi esensial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama

karena interaksi faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor risiko yang mendorong

timbulnya kenaikan tekanan darah tersebut adalah faktor risiko seperti diet dan

asupan garam, stres, ras, obesitas, merokok, genetis, sistem saraf simpatis (tonus

simpatis dan variasi diurnal), keseimbangan modulator vasodilatasi dan

vasokontriksi, serta pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem

renin, angiotensin dan aldosteron. Pasien prehipertensi beresiko mengalami

peningkatan tekanan darah menjadi hipertensi; mereka yang tekanan darahnya

berkisar antara 130-139/80-89 mmHg dalam sepanjang hidupnya akan memiliki

dua kali risiko menjadi hipertensi dan mengalami penyakit kardiovaskular

daripada yang tekanan darahnya lebih rendah. Pada orang yang berumur lebih dari

50 tahun, tekanan darah sistolik >140 mmHg yang merupakan faktor risiko yang

lebih penting untuk terjadinya penyakit kardiovaskular dari pada tekanan darah

diastolik. Risiko penyakit kardiovaskular dimulai pada tekanan darah 115/75

mmHg, meningkat dua kali dengan tiap kenaikan 20/10 mmHg. Risiko penyakit

kardiovaskular ini bersifat kontinyu, konsisten, dan independen dari faktor risiko

lainnya, serta individu berumur 55 tahun memiliki 90% risiko untuk mengalami

hipertensi (Yogiantoro, 2006).

Tabel 2.2. Faktor Risiko Kardiovaskular

Dapat Dimodifikasi Tidak dapat Dimodifikasi

Hipertensi

Merokok

Obesitas (BMI ≥ 30)

Physical Inactivity

Dislipidemia

Umur (pria > 55 tahun, wanita > 65

tahun)

Riwayat keluarga dengan penyakit

kardiovaskular prematur (pria < 55

tahun, wanita < 65 tahun)

Page 12: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

12

Diabetes mellitus

Mikroalbuminemia atau GFR < 60

ml/min

Sumber : Yogiantoro, 2006.

2.4.4. Mekanisme Hipertensi

Tekanan darah merupakan suatu sifat kompleks yang ditentukan oleh

interaksi berbagai faktor genetik, lingkungan dan demografik yang mempengaruhi

dua variabel hemodinamik: curah jantung dan resistansi perifer. Total curah

jantung dipengaruhi oleh volume darah, sementara volume darah sangat

bergantung pada homeostasis natrium. Resistansi perifer total terutama ditentukan

di tingkat arteriol dan bergantung pada efek pengaruh saraf dan hormon. Tonus

vaskular normal mencerminkan keseimbangan antara pengaruh vasokontriksi

humoral (termasuk angiotensin II dan katekolamin) dan vasodilator (termasuk

kinin, prostaglandin, dan oksida nitrat). Resistensi pembuluh juga memperlihatkan

autoregulasi; peningkatan aliran darah memicu vasokonstriksi agar tidak terjadi

hiperperfusi jaringan. Faktor lokal lain seperti pH dan hipoksia, serta interaksi

saraf (sistem adrenergik α- dan β-), mungkin penting. Ginjal berperan penting

dalam pengendalian tekanan darah, melalui sistem renin-angiotensin, ginjal

mempengaruhi resistensi perifer dan homeostasis natrium. Angiontensin II

meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan resitensi perifer (efek

langsung pada sel otot polos vaskular) dan volume darah (stimulasi sekresi

aldosteron, peningkatan reabsorbsi natrium dalam tubulus distal). Ginjal juga

mengasilkan berbagai zat vasodepresor atau antihipertensi yang mungkin

melawan efek vasopresor angiotensin. Bila volime darah berkurang, laju filtrasi

glomerulus (glomerular filtration rate) turun sehingga terjadi peningkatan

reabsorbsi natrium oleh tubulus proksimal sehingga natrium ditahan dan volume

darah meningkat (Kumar, et al, 2007).

Sembilan puluh persen sampai 95% hipertensi bersifat idiopatik

(hipertensi esensial). Beberapa faktor diduga berperan dalam defek primer pada

Page 13: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

13

hipertensi esensial, dan mencakup, baik pengaruh genetik maupun lingkungan.

Penurunan ekskresi natrium pada tekanan arteri normal mungkin merupakan

peristiwa awal dalam hipertensi esensial. Penurunan ekskresi natrium kemudian

dapat menyebabkan meningkatnya volume cairan, curah jantung, dan

vasokonstriksi perifer sehingga tekanan darah meningkat. Pada keadaan tekanan

darah yang lebih banyak natrium untuk mengimbangi asupan dan mencegah

retensi cairan. Oleh karena itu, ekskresi natrium akan berubah, tetapi tetap steady

state (“penyetelan ulang natriuresis tekanan”). Namun, hal ini menyebabkan

peningkatan stabil tekanan darah. Hipotesis alternatif menyarankan bahwa

pengaruh vasokonstriktif (faktor yang memicu perubahan struktural langsung di

dinding pembuluh sehingga resistensi perifer meningkat) merupakan penyebab

primer hipertensi. Selain itu, pengaruh vasikonstriktif yang kronis atau berulang

dapat menyebabkan penebalan struktural pembuluh resistensi. Faktor lingkungan

mungkin memodifikasi ekspresi gen pada peningkatan tekanan. Stres, kegemukan,

merokok, aktifitas fisik berkurang, dan konsumsi garam dalam jumlah besar

dianggap sebagai faktor eksogen dalam hipertensi (Kumar, et al, 2007).

2.4.5. Gejala Klinis Hipertensi

Secara umum gejala yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi yaitu sakit

kepala, rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk, perasaan berputar serasa ingin

jatuh, berdebar atau detak jantung terasa cepat, dan telinga berdengung (Kaplan,

1991).

Pada survei hipertensi di Indonesia oleh Sugiri,dkk (1995), tercatat gejala-

gejala sebagai berikut : pusing, mudah marah, telinga berdengung, sesak nafas,

rasa berat di tengkuk, mudah lelah dan mata berkunang-kunang serta sukar tidur

merupakan gejala yang banyak dijumpai (Riyadina, 2002).

Gejala lain akibat komplikasi hipertensi seperti gangguan penglihatan,

gangguan saraf, gejala gagal jantung, dan gejala lain akibat gangguan fungsi ginjal

sering di jumpai. Gagal jantung dan gangguan penglihatan banyak dijumpai pada

hipertensi maligna, yang umumnya disertai pula dengan gangguan pada ginjal

Page 14: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

14

bahkan sampai gagal ginjal. Gangguan cerebral akibat hipertensi dapat merupakan

kejang atau gejala-gejala akibat pendarahan pembuluh darah otak yang

mengakibatkan kelumpuhan, gangguan kesadaran bahkan sampai koma (Riyadina,

2002).

2.4.6. Komplikasi Hipertensi

Hipertensi menimbulkan stres pada jantung dan pembuluh darah. Jantung

mengalami peningkatan beban kerja karena harus memompa melawan resistensi

perifer yang meningkat, sementara dinding pembuluh darah akan melemah akibat

proses degeneratif arteriosklerosis. Penyulit hipertensi antara lain adalah gagal

jantung kongestif akibat ketidakmampuan jantung memompa darah melawan

peningkatan tekanan arteri, stroke akibat rupturnya pembuluh di otak, atau

serangan jantung akibat ruptur pembuluh koroner. Perdarahan spontan akibat

pecahnya pembuluh-pembuluh kecil di bagian tubuh lain juga dapat terjadi, tetapi

dengan akibat yang relatif lebih ringan, misalnya ruptur pembuluh darah di hidung

mengakibatkan mimisan. Penyulit serius lainnya pada hipertensi adalah gagal

ginjal akibat gangguan progresif aliran darah melalui pembuluh-pembuluh ginjal

yang rusak. Selain itu, kerusakan retina yang disebabkan oleh perubahan

pembuluh yang memperdarahi mata dapat menyebabkan gangguan penglihatan

progresif. Sampai terjadi penyulit, hipertensi tidak menimbulkan gejala karena

jaringan mendapat pasokan darah yang adekuat. Dengan demikian, kecuali apabila

dilakukan pengukuran tekanan darah secara berkala, hipertensi dapat berlangsung

tanpa terdeteksi sampai timbul penyulit. Jika seseorang menyadari penyulit yang

mungkin terjadi pada hipertensi dan mempertimbangkan bahwa 25 % orang

dewasa di Amerika Serikat diperkirakan mengidap hipertensi kronik, ia dapat

membayangkan besarnya masalah kesehatan masyarakat yang ditimbulkan

penyakit ini (Sherwood, 2001).

2.4.7. Diagnosis Hipertensi

Pemeriksaan pasien hipertensi memiliki tujuan, yaitu untuk menilai gaya

hidup dan faktor risiko kardiovaskular lainnya atau bersamaan gangguan yang

mungkin mempengaruhi prognosis dan pedoman pengobatan, untuk mengetahui

Page 15: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

15

penyebab tekanan darah tinggi, untuk menilai ada atau tidaknya kerusakan target

organ dan penyakit kardiovaskular (National Institutes of Health, 2003).

Pemeriksaan pada hipertensi menurut PERKI (Perhimpunan Dokter

Spesialis Kardiovaskular Indonesia) (2003), terdiri atas:

1. Riwayat penyakit

a. Lama dan klasifikasi hipertensi

b. Pola hidup

c. Faktor-faktor risiko kelainan kardiovaskular (Tabel 2.2)

d. Riwayat penyakit kardiovaskular

e. Gejala-gejala yang menyertai hipertensi

f. Target organ yang rusak

g. Obat-obatan yang sedang atau pernah digunakan

2. Pemeriksaan fisik

a. Tekanan darah minimal 2 kali selang dua menit

b. Periksa tekanan darah lengan kontra lateral

c. Tinggi badan dan berat badan

d. Pemeriksaan funduskopi

e. Pemeriksaan leher, jantung, abdomen dan ekstemitas

f. Refleks saraf

3. Pemeriksaan laboratorium

a. Urinalisa

b. Darah : platelet, fibrinogen

c. Biokimia : potassium, sodium, creatinin, GDS, lipid profil, asam urat

4. Pemeriksaan tambahan

a. Foto rontgen dada

b. EKG 12 lead

c. Mikroalbuminuria

d. Ekokardiografi

Page 16: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

16

Tekanan darah setiap orang sangat bervariasi. Pengukuran tunggal yang

akurat adalah awal yang baik tetapi tidak cukup: ukur tekanan darah dua kali dan

ambil rata-ratanya. Hipertensi didiagnosis jika rata-rata sekurang-kurangnya 2

pembacaan per kunjungan diperoleh dari masing-masing 3 kali pertemuan selama

2 sampai 4 minggu diperoleh tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau 90 mmHg

untuk diastolik. Menurut JNC 7, tekanan darah normal adalah 120/80 mmHg atau

kurang. Prehipertensi bila tekanan darah 120/80 samapi 139/89 mmHg. Hipertensi

stadium 1 bila tekanan darah sistolik 140 sampai 159 mmHg atau tekanan darah

diastolik 90 sampai 99 mmHg. Serta hipertensi stadium 2 bila tekanan darah

sistolik ≥160 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 100 mmHg (Cohen, 2008).

2.4.8. Penatalaksanaan Hipertensi

2.4.8.1. Target Tekanan Darah

Menurut Joint National Commission (JNC) 7, rekomendasi target tekanan

darah yang harus dicapai adalah < 140/90 mmHg dan target tekanan darah untuk

pasien penyakit ginjal kronik dan diabetes adalah ≤ 130/80 mmHg. American

Heart Association (AHA) merekomendasikan target tekanan darah yang harus

dicapai, yaitu 140/90 mmHg, 130/80 mmHg untuk pasien dengan penyakit ginjal

kronik, penyakit arteri kronik atau ekuivalen penyakit arteri kronik, dan ≤ 120/80

mmHg untuk pasien dengan gagal jantung. Sedangkan menurut National Kidney

Foundation (NKF), target tekanan darah yang harus dicapai adalah 130/80 mmHg

untuk pasien dengan penyakit ginjal kronik dan diabetes, dan < 125/75 mmHg

untuk pasien dengan > 1 g proteinuria (Cohen, 2008).

2.4.8.2. Algoritme Penanganan Hipertensi

Algoritme penanganan hipertensi menurut JNC 7 (2003), dijelaskan pada

skema dibawah ini:

Page 17: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

17

Gambar 2.1. (Sumber : National Institutes of Health, 2003)

2.4.8.3. Modifikasi Gaya Hidup

Page 18: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

18

Pelaksanaan gaya hidup yang positif mempengaruhi tekanan darah

memiliki implikasi baik untuk pencegahan dan pengobatan hipertensi. Promosi

kesehatan modifikasi gaya hidup direkomendasikan untuk individu dengan pra-

hipertensi dan sebagai tambahan terhadap terapi obat pada individu hipertensi.

Intervensi ini untuk risiko penyakit jantung secara keseluruhan. Meskipun dampak

intervensi gaya hidup pada tekanan darah akan lebih terlihat pada orang dengan

hipertensi, dalam percobaan jangka pendek, penurunan berat badan dan

pengurangan NaCl diet juga telah ditunjukkan untuk mencegah perkembangan

hipertensi. Pada penderita hipertensi, bahkan jika intervensi tersebut tidak

menghasilkan penurunan tekanan darah yang cukup untuk menghindari terapi

obat, jumlah obat atau dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol tekanan darah

dapat dikurangi. Modifikasi diet yang efektif menurunkan tekanan darah adalah

mengurangi berat badan, mengurangi asupan NaCl, meningkatkan asupan kalium,

mengurangi konsumsi alkohol, dan pola diet yang sehat secara keseluruhan

(Kotchen, 2008).

Mencegah dan mengatasi obesitas sangat penting untuk menurunkan

tekanan darah dan risiko penyakit kardiovaskular. Rata-rata penurunan tekanan

darah 6,3/3,1 mmHg diobseravsi setelah penurunan berat badan sebanyak 9,2 kg.

Berolah raga teratur selama 30 menit seperti berjalan, 6-7 perhari dalam

seminggu, dapat menurunkan tekanan darah. Ada variabilitas individu dalam hal

sensitivitas tekanan darah terhadap NaCl, dan variabilitas ini mungkin memiliki

dasar genetik. Berdasarkan hasil meta-analisis, menurunkan tekanan darah dengan

membatasi asupan setiap hari untuk 4,4-7,4 g NaCl (75-125 meq) menyebabkan

penurunan tekanan darah 3.7-4.9/0.9-2.9 mmHg pada hipertensi dan penurunan

lebih rendah pada orang darah normal. Konsumsi alkohol pada orang yang

mengkonsumsi tiga atau lebih minuman per hari (minuman standar berisi ~ 14 g

etanol) berhubungan dengan tekanan darah tinggi, dan penurunan konsumsi

alkohol dikaitkan dengan penurunan tekanan darah. Begitu pula dengan DASH

(Dietary Approaches to Stop Hypertension) meliputi diet kaya akan buah-buahan,

Page 19: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

19

sayuran, dan makanan rendah lemak efektif dalam menurunkan tekanan darah

(Kotchen, 2008).

Tabel 2.3. Modifikasi gaya hidup untuk mencegah dan mengatasi hipertensi

Modifikasi Rekomendasi Penurunan

potensial TD

sistolik

Diet natrium Membatasi diet natrium tidak lebih

dari 2400 mg/hari atau 100 meq/hari

2-8 mmHg

Penurunan Berat

Badan

Menjaga berat badan normal; BMI =

18,5-24,9 kg/

5-20 mmHg per 10

kg penururnan berat

badan

Olahraga aerobik Olahraga aerobik secara teratur,

bertujuan untuk melakukan aerobik

30 menit

Latihan sehari-hari dalam seminggu.

Disarankan pasien berjalan-jalan 1

mil per hari di atas tingkat aktivitas

saat ini

4-9 mmHg

Diet DASH Diet yang kaya akan buah-buahan,

sayuran, dan mengurangi jumlah

lemak jenuh dan total

4-14 mmHg

Membatasi

konsumsi alkohol

Pria ≤2 minum per hari, wanita ≤1

minum per hari

2-4 mmHg

Jadi, modifikasi gaya hidup merupakan upaya untuk mengurangi tekanan

darah, mencegah atau memperlambat insiden dari hipertensi, meningkatkan

efikasi obat antihipertensi, dan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular

(National Institutes of Health, 2003).

2.4.8.4. Terapi Farmakologi

Page 20: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

20

Jenis-jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang

dianjurkan oleh JNC 7 adalah:

a. Diuretika, terutama jenis Thiazide (Thiaz) atau Aldosteron Antagonist

b. Beta Blocker (BB)

c. Calcium Chanel Blocker atau Calcium antagonist (CCB)

d. Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACEI)

e. Angiotensin II Receptor Blocker atau Areceptor antagonist/blocker (ARB)

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan

target tekanan darah tercapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan

untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang

memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan apakah

memulai terapi dengan satu jenis obat antihipertensi atau dengan kombinasi

tergantung pada tekanan darah awal dan ada tidaknya komplikasi. Jika terapi

dimulai dengan satu jenis obat dan dalam dosis rendah, dan kemudian tekanan

darah belum mencapai target, maka langkah selanjutnya adalah meningkatkan

dosis obat tersebut, atau berpindah ke antihipertensif lain dengan dosis rendah.

Tatalaksana, indikasi dan kontraindikasi pemberian obat antihipertensi dapat

dilihat pada tabel 2.4. dan 2.5.

Efek samping umumnya bisa dihindari dengan menggunakan dosis rendah,

baik tunggal maupun kombinasi. Sebagian besar pasien memerlukan kombinasi

obat antihipertensi untuk mencapai target tekanan darah, tetapi terapi kombinasi

dapat meningkatkan biaya pengobatan dan menurunkan kepatuhan pasien karena

jumlah obat yang harus diminum bertambah (Yogiantoro, 2006).

Kombinasi obat yang telah terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah:

a. CCB dan BB

b. CCB dan ACEI atau ARB

c. CCB dan diuretika

d. AB dan BB

Page 21: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

21

e. Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat

Tabel 2.4. Indikasi dan Kontraindikasi Kelas-kelas Utama Obat Antihipertensi

Menurut ESH (European Society of Hypertension) (2003).

Kelas Obat Indikasi Kontraindikasi

Mutlak Tidak Mutlak

Diuretika

(Thiazide)

Gagal jantung kongestif,

usia lanjut, isolated systolic

hypertension, ras Afrika

Gout Kehamilan

Diuretika

(Loop)

Insufisiensi ginjal, gagal

jantung kongestif

Diuretika (anti

aldosteron)

Gagal jantung kongestif,

pasca infark miokardium

Gagal ginjal,

hiperkalemia

Penyekat β Angina pektoris, pasca

infark miokardium, gagal

jantung kongestif,

kehamilan, takiaritmia

Asma, penyakit

paru obstruktif

menahun, A-V

block (derajat 2

atau 3)

Penyakit

pembuluh darah

perifer,

intoleransi

glukosa, atlit

atau pasien yang

aktif secara fisik

Calcium

Antagonist

(dihydropiridi

ne)

Usia lanjut, isolated systolic

hypertension, angina

pektoris, penyakit pembuluh

darah perifer, aterosklerosis

karotis, kehamilan

Takiaritmia,

gagal jantung

kongestif

Calcium

Antigonist

(verapamil,

diltiazem)

Angina pektoris,

aterosklerotis karotis,

takikardia supraventrikuler

A-V block

(derajat 2 atau

3), gagal

jantung

Page 22: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

22

kongestif

Pengahambat

ACE

Gagal jantung kongestif,

disfungsi ventrikel kiri,

pasca infark miokardium,

non-diabetik nefropati

Kehamilan,

hiperkalemia,

stenosis arteri

renalis bilateral

Angiotensin II

receptor

antagonist

(AT1-blocker)

Nefropati DM tipe 2,

mikroalbuminuria diabetik,

proteinuria, hipertropi

ventrikel kiri, batuk karena

ACEI

Kehamilan,

hiperkalemia,

stenosis arteri

renalis bilateral

Α-Blocker Hiperplasia prostat (BPH),

hiperlipidemia

Hipotensi

ortostatis

Gagal jantung

kongestif

Tabel 2.5. Tatalaksana Hipertensi Menurut JNC 7

Klasifikasi Tekanan

Darah (mmHg)

Perbaikan Pola

Hidup

Terapi Obat Awal

Tanpa Indikasi yang Memaksa

Dengan Indikasi yang Memaksa

Normal(TDS < 120 dan TDD < 80)

Dianjurkan ya

Prehipertensi(TDS 120-139 atau TDD 80-89)

ya Tidak indikasi obat Obat-obatan untuk indikasi yang memaksa

Hipertensi derajat 1(TDS 140-159 atau TDD 90-99)

ya Diuretika jenis Thiazide untuk sebagian besar kasus dapat dipertimbangkan ACEI, ARB, BB, CCB, atau kombinasi

Obat-obatan untuk indikasi yang memaksa obat antihipertensi lain (diuretika, ACEI, ARB, BB, CCB) sesuai kebutuhan

Hipertensi derajat 2

ya Kombinasi 2 obat untuk sebagian besar

Page 23: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

23

(TDS ≥ 160 atau TDD ≥ 100

kasus umumnya diuretika jenis Thiazide dan ACEI atau ARB atau BB atau CCB

Page 24: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

24

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat

pengetahuan, sikap dan perilaku penderita hipertensi mengenai tekanan darah

tinggi di Puskesmas Amplas dari tanggal 29 April hingga 17 Mei 2013.

Gambar 3.1 : Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional

Definisi operasional bermanfaat untuk membatasi ruang lingkup atau

pengertian variabel-variabel tersebut diberi batasan yang bermanfaat untuk

mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel

yang bersangkutan serta pengembangan instrumen atau alat ukur (Notoatmodjo,

2007).

3.2.1 Pengetahuan

Pengetahuan

Sikap

Perilaku

Hipertensi

Page 25: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

25

Pengetahuan mencakup bagaimana tingkat pengetahuan responden tentang

hipertensi yang mencakup pengertian hipertensi, faktor resiko hipertensi, gejala

hipertensi, komplikasi hipertensi, penanganan dan pencegahan hipertensi.

Cara ukur : Pengetahuan diukur dengan skala Guttman

Alat ukur : Pengetahuan diukur dengan kuesioner, pertanyaan yang diajukan

sebanyak 15 pertanyaan dengan 3 pilihan jawaban.

- Jawaban yang benar diberi skor 1

- Jawaban yang salah atau tidak tahu diberi skor 0

Kategori : Kategori penelitian dinilai dengan menggunakan metode presentasi

scoring menurut Pratomo (1990) sebagai berikut:

- Pengetahuan Baik bila >75 % pertanyaan dijawab benar oleh

responden atau total nilai > 11.

- Pengetahuan Cukup bila 40-75 % pertanyaan dijawab benar oleh

responden atau total nilai 6-11.

- Pengetahuan Kurang bila <40 % pertanyaan dijawab benar oleh

responden atau total nilai < 6.

Skala pengukuran : Ordinal

3.2.2 Sikap

Sikap adalah suatu bentuk reaksi atau respon masyarakat yang masih

tertutup terhadap hipertensi.

Cara ukur : Sikap diukur dengan skala Likert

Alat ukur : Sikap diukur dengan kuesioner, pertanyaan yang diajukan sebanyak

10 pertanyaan dengan 3 pilihan jawaban

Page 26: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

26

a. Untuk pernyataan positif (favorable) diberi skor :

3 : Jawaban sangat setuju (SS)

2 : Jawaban setuju (S)

1 : Jawaban tidak setuju (TS)

b. Untuk pernyataan negatif (Unfavorable) diberi skor :

1 : Jawaban sangat setuju (SS)

2 : Jawaban setuju (S)

3 : Jawaban tidak setuju (TS)

Kategori : Kategori penelitian dinilai dengan menggunakan metode presentasi

scoring menurut Pratomo (1990) sebagai berikut :

Kategori baik, apabila nilai total jawaban responden >75% dari nilai

tertinggi yaitu > 22

Kategori sedang, apabila nilai total jawaban responden 40-75% dari nilai

tertinggi yaitu 12-22

Kategori kurang, apabila nilai total jawaban responden <40% dari nilai

tertinggi yaitu < 12

Skala pengukuran : Ordinal

3.2.3 Perilaku

Perilaku adalah respon masyarakat dalam menghadapi masalah hipertensi

yang dialaminya.

Cara ukur : Perilaku diukur dengan skala Likert

Page 27: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

27

Alat ukur : Perilaku diukur dengan kuesioner, pertanyaan yang diajukan

sebanyak 4 pertanyaan dengan 5 pilihan jawaban.

Pemberian skor adalah seperti berikut :

- Tidak pernah : Skor 5

- Jarang : Skor 4

- Kadang-kadang : Skor 3

- Sering : Skor 2

- Selalu : Skor 1

Kategori : Kategori penelitian dinilai dengan menggunakan metode presentasi

scoring menurut Pratomo (1990) sebagai berikut :

Kategori baik, apabila nilai total jawaban responden >75% dari nilai

tertinggi yaitu > 15

Kategori sedang, apabila nilai total jawaban responden 40-75% dari nilai

tertinggi yaitu 8-15

Kategori kurang, apabila nilai total jawaban responden <40% dari nilai

tertinggi yaitu < 8

Skala pengukuran : Ordinal

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis penelitian

Page 28: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

28

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif (penelitian yang diarahkan untuk

menguraikan keadaan) yaitu untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan

perilaku penderita hipertensi mengenai tekanan darah tinggi. Desain penelitian

yang digunakan adalah desain potong lintang (cross sectional) yaitu penelitian

yang mengamati subjek dengan pendekatan suatu saat atau subjek diobservasi

hanya sekali saja.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini mulai dilaksanakan dari tanggal 29 April hingga 17 Mei 2013.

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Amplas Lingkungan II, Kelurahan

Harjosari, Kecamatan Medan Amplas. Lokasi penelitian ini dipilih dengan alasan

bahwa puskesmas ini merupakan salah satu puskesmas rujukan yang dipilih oah

Dinas Kesehatan Kota Medan.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita hipertensi yang

datang berobat ke Puskesmas Amplas.

Kriteria Inklusi :

- Masyarakat yang menderita hipertensi

- Masyarakat yang bersedia menjadi responden

Page 29: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

29

Kriteria Eksklusi :

- Masyarakat yang tidak menderita hipertensi.

- Masyarakat yang menderita hipertensi namun menolak untuk

berpartisipasi dalam penelitian ini.

4.3.2 . Sampel

Pengambilan sampel dilakukan teknik total sampling dimana setiap

individu yang memasuki kriteria inklusi dan eksklusi dimasukkan dalam

penelitian sampai kurun waktu yang tertentu.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

4.4.1 Data Primer

Pada penelitian ini, digunakan data primer yang didapat langsung dari

responden. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dengan

alat pengumpulan data berupa kuesioner yang telah diuji coba sebelumnya.

Peneliti meminta izin terlebih dahulu kepada pihak berwenang terkait dengan

tempat berkumpulnya dan waktu yang sesuai untuk melakukan penelitian. Peneliti

memberikan penjelasan secara ringkas tentang penelitian ini dan cara mengisi

kuesioner kepada responden sebelum kuesioner diberikan. Selanjutnya, responden

diminta mengisi kuesioner. Setelah selesai, kuesioner dikumpulkan.

4.4.2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapatkan dari Sub Bagian Pendidikan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang berisikan data jumlah

mahasiswa FK USU.

Page 30: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

30

4.5. Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan data dilakukan melalui beberapa proses. Proses awal adalah

memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. Jika ada data belum yang lengkap

ataupun ada kesalahan, dapat dilengkapi dengan mewawancarai ulang responden.

Selanjutnya data yang lengkap dan tepat tersebut diberi kode secara manual

sebelum diolah dengan komputer. Kemudian data dimasukkan ke dalam program

komputer dan dilakukan pemeriksaan untuk menghindari terjadinya kesalahan

dalam pemasukan data. Setelah itu data disimpan, lalu hasilnya disajikan dalam

bentuk tabel distribusi frekuensi. Program statistik yang digunakan untuk

mengolah dan menganalisis data penelitian ini berupa Statistical Package for

Social Sciences (SPSS).

Page 31: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

31

DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M., 2008. Hipertensi Akibat Gangguan Ginjal, Guru Besar Teknologi

Pangan dan Gizi IPB. Available from: http/www.yahoo.com. [Accesed 27

Agustus 2010].

Budiharto. 2010. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan dan Pendidikan Kesehatan

Gigi. Jakarta: EGC, 1-23.

Bustan, N.M., 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular . Jakarta. PT. Rineka

Cipta.

Carol, M.P., 2005. Pathophysiology: Concepts of Altered Health States

7thEdition. Lippincott Williams & Wilkins Production.

Cohen, L.D., Townsend, R.R., 2008. In the Clinic Hypertension. Available from:

www.annals.org/intheclinic/. [Accesed 5 Maret 2010].

Depkes RI., 2007. InaSH Menyokong Penuh Penanggulangan Hipertensi,

Intimedia, Jakarta.

Dinas Kesehatan., 2007. Profil Kesehatan Kota Medan, Dinas Kesehatan Kota

Medan.

Dinas Kesehatan., 2009. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Dinas

Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, Medan.

European Society of Hypertension-European Society of Cardiology Guidelines

Committee. 2003 European Society of Hypertension-European cardiology

Guidelines for Management of Arterial Hypertension. J Hypertens.

Available from: . http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12777938

[Accesed 5 Maret 2010].

Gillum, R.F., 1996. Epidemiology of Hypertension in African-American Women

dalam American Heart Journal, USA.

Page 32: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

32

Grim, C.E., Henry J.P., Myers, H., 1995. High Blood Pressure in Blacks dalam

Laragh, J.H., Brenner, B.M., Hypertension: Pathophysiology, Diagnosis,

and Management. New York: Raven Press.

Hapsara, H., 2004. Pembangunan Kesehatan di Indonesia, Prinsip Dasar,

Kebijakan, Perencanaan dan Kajian Masa Depannya, Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta.

Kaplan, N.M., dan Stamler, J., 1991. Hipertensi dan Pencegahan Penyakit

Jantung Koroner. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Kotchen, T.A., 2008. Hypertensive Vascular Disease. In: Fauci, A.S., et al, ed.

Harrison’s Principles of Internal Medicine. United States of America: Mc

Graw Hill, 1549.

Mervin, L., 1995. Hipertensi Pengendalian lewat Vitamin ,Gizi dan Diet, Jakarta.

Penerbit Arcan.

National Institutes of Health, 2003. The Seventh Report of the Joint National

Committe on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High

Blood Pressure. Available from:

http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/.[Accesed 16 Maret

2010].

Notoatmodjo S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka

Cipta.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2003. Pedoman

Tatalaksana Penyakit Kardiovaskular di Indonesia.

Rasmaliah, dkk. 2004. Gambaran Epidemiologi Penyakit Hipertensi di Wilayah

Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Kota

Medan Propinsi Sumatera Utara. FKM USU. Medan. Info Kesehatan

Masyarakat Vol.IX No.2.

Page 33: Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas.docx

33

Rahajeng E., Tuminah S., 2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di

Indonesia. Maj Kedokt Indon, Volum: 59, Nomor: 12, Desember 2009.

Ramadhan, I.P., 2010. Perilaku Masyarakat Terhadap Kesehatan. Available

from: http://mhs.blog.ui.ac.id/putu01/2012/06/01/perilaku-masyarakat-

terhadap-kesehatan/. [Accesed 26 Juli 2012].

Riyadina, W., 2002. Faktor-Faktor Resiko Hipertensi Pada Operator Pompa

Bensin di Jakarta, Media Litbang Kesehatan Vol.XII No 2

Ronny, S., Fatimah, S., 2010. Fisiologi kardiovaskular. Jakarta: EGC, 26-35.

Sherwood, L., 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Pembuluh Darah dan

Tekanan Darah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 297-340.

Smet, B., 1994. Psikologi kesehatan. Jakarta: PT Grafindo : 7-9.

Vassan, R.S., Larson, M.G., Leip E.P., et al. 2001. Assessment of Frequency of

Progression to Hypertension in Non-Hypertensive Participants in the

Framingham Heart Study: A Cohort Study dalam The Lancet, USA.

Yogiantoro Mohammad, 2006. Hipertensi Esensial. In: Sudoyo, Aru.w., ed. Ilmu

Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit

Dalam FKUI, 599-603.

Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Penderita Hipertensi mengenai

Tekanan Darah Tinggi di Puskesmas Amplas yang Datang Berobat dari

tanggal 29 April hingga 17 Mei 2013