29
PRESENTASI KASUS TINEA KORPORIS Disusun oleh: Ribka Theodora (2011.11.196) Moderator: dr. Murni, SpKK Dipresentasikan : 10 Juni 2013 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN KULIT DAN KELAMIN Periode 27 Mei – 29 juni 2013 1

tinea korporis doc RBK.doc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tinea korporis

Citation preview

PRESENTASI KASUS

TINEA KORPORIS

Disusun oleh: Ribka Theodora (2011.11.196)Moderator: dr. Murni, SpKK

Dipresentasikan : 10 Juni 2013

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN KULIT DAN KELAMIN

Periode 27 Mei – 29 juni 2013

RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT

GATOT SOEBROTO

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

1

STATUS ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

SMF PENYAKIT KULIT DAN KELAMINRSPAD GATOT SOEBROTO

STATUS PEMERIKSAAN PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama lengkap: An. RW Jenis kelamin: Perempuan

Tempat/tanggal lahir:

Jakarta, 13 September 2005Suku bangsa: Jawa

Umur: 7 tahun Agama: Islam

Pendidikan: SDAlamat: Perum Mayang Pratama, Bekasi

Hubungan dengan orang tua: Anak kandung

II. ANAMNESA

Diambil dari: Alloanamnesis dengan bapak pasien pada 28/06/13

Keluhan Utama: Gatal dan bercak merah pada tungkai kiri bawah bagian belakang

sejak 2 minggu yang lalu.

Keluhan Tambahan : -

Riwayat Perjalanan Penyakit:

Pasien datang ke poli Kulit dan Kelamin RSPAD dengan keluhan gatalpada kaki

kiri bawah bagian betis sejak 2 minggu yang lalu. Awalnya pasien hanya

mengeluhkan gatal, tetapi tidak ada kelainan didaerah gatal tersebut. Pasien belum

pernah mengalami keluhan ini sebelumnya.

Beberapa hari kemudian, pasien mengeluhkan adanya bercak merah pada daerah

gatal tersebut. Gatal tersebut dirasakan semakin gatal ketika berkeringat sehingga

pasien sering menggaruk daerah tersebut karena dirasakan sangat menggangu.Pasien

mengaku sering bermain tanah didekat rumah dengan teman-temannya sepulang

sekolah.

Pasien tidak bertukar pakaian dengan anggota keluarga lain maupun dengan orang

lain. Pasien mengaku bertukar handuk hanya kepada orangtuanya. Pasien belum

pernah mengobati kelainan tersebut. Pasien sedang menjalani pengobatan flek pada

paru.

2

Riwayat Penyakit Dahulu: Tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga: Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan

penyakit kulit lainnya ataupun gatal seperti yang dialami pasien.

III. STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Keadaan gizi : Baik

Tanda Vital : TD: 120/70 mmHg Nadi: 70x/menit

: RR: 20x/menit Suhu: Afebris

Kepala : Normochepali

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung : bentuk normal, deviasi septum tidak ada, sekret (-)

Tenggorokan : faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1 tenang

Leher : tidak ada pembesaran KGB

Toraks : simetris saat statis dan dinamis

Paru : SD vesikuler, Rh (-), Wh (-)

Jantung : BJ I-II murni reguler. Murmur (-), Gallop (-)

Abdomen : cembung, supel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : akral hangat, edema(-/-)

IV. STATUS DERMATOLOGIKUS

Lokasi : Pada tungkai bawah kiri bagian belakang.

Eflorosensi : Tampak bercak eritematosa berukuran plakat dengan batas tegas denganskuama halus diatas bercak, dengan papul –papul pada tepi bercak, sebagian tampak erosi dengan krusta berwarna coklat kehitaman pada tepi lesi. Daerah tepi lebih memerah dibandingkan daerah tengah.

3

4

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

- KOH 20%diambil dari kerokan bagian tepi kelainan yang terlihat lebih aktif

sampai dengan sedikit di luar kelainan.

Terlihat hifa dan arthrospora

5

VI. RESUME

Pasien seorang anak perempuan, RW usia 7 tahun datang dengan keluhan gatal

gatal pada tungkai bawah kiri bagian belakang sejak 2 minggu yang lalu, kemudian

bercak merah timbul pada daerah gatal tersebut. Gatal tersebut dirasakan semakin gatal

ketika berkeringat sehingga pasien sering menggaruk daerah tersebut karena dirasakan

sangat menggangu. Pasien mengaku sering bermain tanah didekat rumah dengan teman-

temannya sepulang sekolah. Pasien bertukar handuk hanya kepada orangtuanya. Status

generalis dalam batas normal. Pada status dermatologis ditemukan pada tungkai bawah

kiri bagian belakang. Tampak bercak eritematosa berukuran plakat

dengan batas tegas dengan skuama halus diatas bercak, dengan

papul – papul pada tepi bercak, sebagian tampak erosi dengan krusta

berwarna coklat kehitaman pada tepi lesi. Daerah tepi lebih

memerah dibandingkan daerah tengah.

VII. DIAGNOSIS KERJA

Tinea Korporis

VIII. DIAGNOSIS BANDING

Tidak ada

IX. PEMERIKSAAN ANJURAN

Tidak ada

X. PENATALAKSANAAN

1. Non medikamentosa

a. Meningkatkan kebersihan badan dan menghindari bermain dengan tanah.

b. Mengurangi kelembaban dari tubuh pasien dengan menghindari kaos kaki

panjang yang panas dan tidak menyerap keringat

c. Tidak bertukar handuk dengan anggota keluarga lainnya

2. Medikamentosa

a. Sistemik

Griseofulvin 250 mg 1 tablet sehari

b. Topikal

Miconazole Salep 2 x 1 setiap habis mandi pagi dan sore

6

Oleskan dua kali sehari sampai lesi kulit membaik, kemudian control kembali ke dokter.

XI. PROGNOSIS

Quo ad vitam : bonam

Quo ad functionam : bonam

Quo ad sanationam : bonam

TINJAUAN PUSTAKA

TINEA KORPORIS

1. PENDAHULUAN1,2

Tinea korporis adalah infeksi dermatofita superfisial yang ditandai oleh baik lesi

inflamasi maupun non inflamasi pada glabrous skin (kulit yang tidak berambut)

seperti muka, leher, badan, lengan, tungkai dan gluteal. Manifestasinya akibat

infiltrasi dan proliferasinya pada stratum korneum dan tidak berkembang pada

jaringan yang hidup. Metabolisme dari jamur dipercaya menyebabkan efek toksik

dan respon alergi. Tinea korporis umumnya tersebar pada seluruh masyarakat tapi

lebih banyak di daerah tropis (Patel, 2006).

Tinea korporis dapat terjadi pada semua usia bisa didapatkan pada

pekerja yang berhubungan dengan hewan-hewan. Maserasi dan oklusi kulit lipatan

menyebabkan peningkatan suhu dan kelembaban kulit yang memudahkan infeksi.

Penularan juga dapat terjadi melalui kontak langsung dengan individu yang

terinfeksi atau tidak langsung melalui benda yang mengandung jamur, misalnya

handuk, lantai kamr mandi, tempat tidur hotel dan lain-lain.. Ada beberapa macam

variasi klinis dengan lesi yang bervariasi dalam ukuran derajat inflamasi dan

kedalamannya. Variasi ini akibat perbedaan imunitas hospes dan spesies dari jamur

(Belson, 2004).

2. SINONIM1,2

Sinonim dari Tinea Korporis adalah Tinea sirsinata, Tinea glabrosa.

7

3. DEFINISI

Tinea korporis adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur superfisial

golongan dermatofita, menyerang daerah kulit tak berambut pada wajah, badan,

lengan, dan tungkai (Siregar, 2008).

4. EPIDEMIOLOGI2,4

Tinea korporis adalah infeksi umum yang sering terlihat pada daerah

dengan iklim yang panas dan lembab, Tricophyton rubrum merupakan infeksi yang

paling umum diseluruh dunia dan sekitar 47 % menyebabkan tinea korporis.

Tricophyton tonsuran merupakan dermatofit yang lebih umum menyebabkan tinea

kapitis, dan orang dengan infeksi tinea kapitis antropofilik akan berkembang menjadi

tinea korporis.Prevalensi tinea korporis dapat disebabkan oleh peningkatan Tricophyton

tonsuran, Microsporum canis merupakan organisme ketiga sekitar 14 % menyebabkan

tinea korporis (Rushing, 2012).

5. ETIOPATOGENESIS

Dermatofita adalah jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur

ini mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita termasuk kleas Fungi imperfecti,

yang terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophyton.

Ketiga genus ini mempunyai sifat keratofilik.

Microsporum Trichophyton

8

Epidermophyton

KLASIFIKASI

Berdasarkan lokasi lesinya, dermatofitosis dibagi menjadi:

1. Tinea kapitis, dermatofitosis pada kulit dan rambut kepala.

2. Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jenggot.

3. Tinea kruris, dermatofitosis pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan

kadang-kadang sampai perut bagian bawah.

4. Tinea pedis et manum, dermatofitosis pada kaki dan tangan.

5. Tinea unguium, dermatofitosis pada kuku jari tangan dan kaki.

6. Tinea korporis, dermatofitosispada bagian lain yang tidak termasuk bentuk 5

tinea di atas.

Selain 6 bentuk tinea diatas masih dikenal istilah yang mempunyai arti

khusus yang dapat dianggap sebagai sinonim tinea korporis, yaitu:

Tinea imbrikata: dermatofitosis dengan susunan skuama yang konsentris dan

disebabkan Trichophyton concentricum

Tinea favosa atau favus: dermatofitosis yang terutama disebabkan oleh

Trichophyton schoenleini yang secara klinis berbentuk skutula dan berbau

seperti tikus (mousy odor)

Tinea fasialis, tinea aksilaris yang juga menunjukkan daerah kelainan

Tinea sirsinata, arkuata yang merupakan penamaan deskriptif morfologis.

Pada akhir-akhir ini dikenal nama tinea incognito, yang berarti

dermaotfitosis dengan bentuk klinis tidak khas oleh karena telah diobati dengan

steroid topikal kuat.

Dermatofitosis bukanlah patogen endogen. Transmisi dermatofit

kemanusia dapat melalui 3 sumber masing-masing memberikan gambaran tipikal.

Karena dermatofit tidak memiliki virulensi secara khusus dan khas hanya

9

menginvasi bagian luar stratum korneum dari kulit (Sobera, 2003).Pemakaian bahan

yang tidak berpori akan meningkatkan temperatur dan keringat sehingga

mengganggu fungsi barier stratum korneum. Infeksi dapat ditularkan melalui kontak

langsung dengan individu atau hewan yang terinfeksi, benda-benda seperti pakaian,

alat-alat dan lain-lain. Infeksi dimulai dengan terjadinya kolonisasi hifa atau cabang-

cabangnya dalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini memproduksi enzim

keratolitik yang mengadakan difusi ke dalam jaringan epidermis dan merusak

keratinosit.

Infeksi dermatofita melibatkan 3 langkah utama:

1. Perlekatan ke keratinosit

Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada

jaringan keratin di antaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan

flora normal lain, sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit. Dan asam lemak

yang diproduksi oleh kelenjar sebasea bersifat fungistatik (Sobera, 2003).

2. Penetrasi melalui ataupun di antara sel

Setelah terjadi perlekatan spora harus berkembang dan menembus stratum

korneum pada kecepatan yang lebih cepat daripada proses deskuamasi. Penetrasi

juga dibantu oleh sekresi proteinase lipase dan enzim mucinolitik yang juga

menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma dan maserasi juga membantu

penetrasi jamur ke jaringan. Fungal mannan di dalam dinding sel dermatofita

juga bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit. Pertahanan baru muncul

ketika jamur mencapai lapisan terdalam epidermis (Sobera, 2003).

3. Perkembangan respon host

Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang

terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe IV atau DelayedType

Hypersensitivity(DHT) memainkan peran yang sangat penting dalam melawan

dermatifita.pada pasien yang belum pernah terinfeksi dermatofita sebelumnya

inflamasi menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin test hasilnya negatif.

Infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh

peningkatan pergantian keratinosit. Dihipotesakan bahwa antigen dermatofita

diproses oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan oleh limfosit T di

nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan bermigrasi ke tempat yang

terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba menjadi inflamasi

10

dan barier epidermal menjadi permaebel terhadap transferin dan sel-sel yang

bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh

(Sobera, 2003).

Setelah masa perkembangannya (inkubasi) sekitar 1-3 minggu respon

jaringan terhadap infeksi semakin jelas dan meninggi yang disebut ringworm,

yang menginvasi bagian perifer kulit. Respon terhadap infeksi, dimana bagian

aktif akan meningkatkan proses proliferasi sel epidermis dan menghasilkan

skuama. Kondisi ini akan menciptakan bagian tepi aktif untuk berkembang dan

bagian pusat akan bersih. Eliminasi dermatofit dilakukan oleh sistem pertahanan

tubuh (imunitas) seluler (Rushing, 2006).

6. GEJALA KLINIS1,2,3,6

Predileksi tinea ini adalah di daerah leher, ekstremitas, dan badan.Kelainan

klinis yang dapat dilihat dari tinea korporis adalah lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas

terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi. Daerah

tengahnya biasanya lebih tenang, sementara yang di tepi lebih aktif (tanda peradangan

lebih jelas) yang sering disebut dengan central healing. Kadang-kadang terlihat erosi

dan krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada umumnya merupakan bercak-bercak terpisah

satu dengan yang lain. Kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir

yang polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Bentuk dengan tanda

radang yang lebih nyata, lebih sering dilihat pada anak-anak daripada orang dewasa

karena umumnya mereka mendapat infeksi baru pertama kali.Pada tinea korporis yang

menahun, tanda radang mendadak biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi

pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada sela paha. Dalam hal

ini disebut tinea korporis et kruris atau sebaliknya tinea kruris et korporis.Kelainan kulit

yang tampak pada tinea kruris pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas yang

simetris pada lipat paha kiri dan kanan, dapat bersifat akut atau menahun.Mula-mula

sebagai bercak eritematosa, gatal lama kelamaan meluas, dapat meliputi skrotum, pubis,

gluteal, bahkan sampai paha, bokong dan perut bawah. Tepi lesi aktif (peradangan pada

tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya), polisiklis, ditutupi skuama dan kadang-

kadang dengan banyak vasikel kecil-kecil.Bila penyakit ini menjadi menahun, dapat

berupa bercak hitam disertai sedikit sisik. Erosi dan keluarnya cairan biasanya akibat

garukan.Keluhan sering bertambah sewaktu tidur sehingga digaruk-garuk dan timbul

erosi dan infeksi sekunder.

11

7. DIAGNOSA BANDING1

Tinea korporis dapat didiagnosa banding dengan dermatitis kontak, Pitiriasis

rosea, Psoriasis vulgaris, sifilis stadium II tipe makulopapular, dan dermatitis

seboroik.

8. DIAGNOSIS4,6

Diagnosis ditegakkan berdasarkan:

1. Anamnesa

Dari anamnesa didapatkan rasa gatal yang sangat mengganggu, dan gatal

bertambah apabila berkeringat. Karena gatal dan digaruk, maka timbul lesi

sehingga lesi bertambah meluas, terutama pada kulit yang lembab

2. Gejala klinis yang khas

3. Pemeriksaan laboratorium

Pada kerokan kulit dengan KOH 10-20% bila positif memperlihatkan

elemen jamur berupa hifa panjang dan artrospora (hifa yang bercabang) yang

khas pada infeksi dermatofita. Pemeriksaan dengan pembiakan diperlukan untuk

menyokong pemeriksaan langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies

jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media

buatan. Yang dianggap paling baik pada waktu ini adalah medium Agar

Dekstrosa Sabouraud.

9. PENATALAKSANAAN5

1. Umum

o Meningkatkan kebersihan badan

o Mengurangi kelembaban dari tubuh pasien dengan menghindari pakaian

yang panas dan tidak menyerap keringat

o Menghindari sumber penularan

o Faktor-faktor predisposisi lain seperti diabetes mellitus, kelaian endokrin

yang lain, leukemia, harus dikontrol.

2. Khusus

12

Topikal

Menurut Kuswadji dan Widaty (2001) obat antijamur topikal yang ideal adalah

obat yang aktif pada konsentrasi sangat rendah, mempunyai formula yang

beragam, efek samping minimal atau bahkan tidak ada, dengan formula yang

spesifik (misalnya untuk kuku dan mukosa) dan mempunyai manfaat tambahan

untuk kelainan yang biasa menyertai infeksi jamur (misalnya antiinflamasi,

keratolitik dan antibakteri).

Obat topikal yang diperuntukkan pada infeksi dermatofita berdasarkan

mekanisme kerjanya meliputi :

1. Bahan kimia antiseptik

Mempunyai sifat antibakteri dan antijamur ringan serta bersifat mengeringkan,

misalnya Cestallani paint (solusio carbol fuchsin) dapat digunakan untuk kasus

tinea kruris dan kandidosis intertriginosa. Selain itu juga dapat dindikasikan

untuk tinea unguium, tinea imbrikata dan tinea korporis.

2. Bahan keratolitik

Yaitu bahan yang meningkatkan eksfoliasi stratum korneum. Misalnya salep

Whitefield mengandung asam salisilat 3 %, asam benzoat 6 % dalam petrolatum,

dikatakan efektif bagi tinea pedis dan asam undesilenat krim dan bedak 3 %.

Asam salisilat pada konsentrasi rendah (1 2 %) berefek keratoplastik,

konsentrasi tinggi (3 20 %) berefek keratolitik dan dipakai pada keadaan

dermatosis yang hiperkeratotik dan pada konsentrasi sangat tinggi (40 %)

dipakai untuk kelainan-kelainan yang dalam. Asam salisilat berkhasiat fungisid

terhadap banyak fungi pada konsentrasi 3 6 % dalam salep, selain itu berkhasiat

bakteriostasis lemah. Asam salisilat tidak dapat dikombinasikan dengan seng

oksida karena akan terbentuk garam sengsalisilat yang tidak aktif. Asam benzoat

mempunyai sifat antiseptik terutama fungisidal. Salep Whitefield dapat juga

berguna untuk pengobatan topikal pada tinea kruris, tinea unguium dan tinea

13

korporis. Asam undesilenat dalam bentuk cairan dapat digunakan pada tinea

unguium.

3. Golongan allilamin

Golongan ini bekerja dengan menghambat enzim epoksidase skualen pada

proses pembentukan ergosterol membran sel jamur. Allilamin memiliki

efektivitas klinis yang tinggi dengan angka kesembuhan berkisar 70 100 %.

Naftitin merupakan obat antijamur berspektrum luas dan derivat allilamin yang

sintetis. Dapat menurunkan ergosterol yang menghambat pertumbuhan sel

jamur. Pada konsentrasi 1 % memiliki daya antiinflamasi. Tersedia dalam

bentuk krim, gel atau solusio 1 %. Penderita tinea korporis dewasa maupun

anak-anak cukup dioleskan 4 kali sehari pada sekitar lesi selama 2 minggu

dalam bentuk krim 1 %. Tinea kruris 4 kali sehari selama 2 4 minggu dalam

bentuk krim 1 %. Tinea pedis dioleskan 4 kali sehari dalam bentuk krim 1 %

atau 2 kali sehari dalam bentuk gel 1 %. Terbinafin merupakan derivat allilamin

yang sintetis yang menghambat epoksidase skualen, sebuah enzim penting

dalam biosintesis sterol pada jamur yang menghasilkan defisiensi ergosterol,

penyebab kematian sel jamur. Penelitian menemukan bahwa obat ini efektif dan

tertoleransi dengan baik oleh anak-anak. Terbinafin dioleskan 4 kali sehari pada

penderita tinea kruris dan tinea korporis baik dewasa maupun anak-anak dalam

waktu 1 4 minggu. Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak (>12 tahun)

diberikan olesan sebanyak 2 kali sehari dalam bentuk krim

4. Golongan benzilamin

Butenafin merupakan obat anti jamur baru, termasuk golongan benzilamin yang

bersifat fungisidik terhadap dermatofit, seperti Trichophyton mentagrophytes,

Microsporum canis dan Trichophyton rubrum yang menyebabkan infeksi-infeksi

tinea. Butenafin bekerja pada stadium yang lebih dini dalam alur metabolisme

sehingga menyebabkan terjadinya akumulasi skualen dan kematian sel jamur.

Sifat fungisidik butenafin menyebabkan masa pengobatan yang pendek dengan

angka kesembuhan yang tinggi dan angka kekambuhan yang rendah. Penderita

tinea korporis dewasa dan anak-anak (> 12 tahun) dioleskan sebanyak 4 kali

14

sehari selama 2 minggu dalam bentuk krim 1 %. Penderita tinea kruris dewasa

dan anak-anak (> 12 tahun) dioleskan sebanyak 4 kali sehari selama 2 4 minggu

dalam bentuk krim 1 %. Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak (> 12

tahun) dioleskan sebanyak 2 kali sehari selama 1 minggu atau 4 kali sehari

selama 2 4 minggu dalam bentuk krim 1 %.

5. Golongan imidazol

Umumnya senyawa imidazol ini berkhasiat fungistatis dan pada dosis tinggi

bekerja fungisid terhadap fungi tertentu. Imidazol memiliki efektivitas klinis

yang tinggi dengan angka kesembuhan berkisar 70 100 %. Mekanisme kerjanya

dengan menghambat sintesis ergosterol, suatu unsur penting untuk integritas

membran sel. Golongan imidazol meliputi :

a. Mikonazol

Derivat mikonazol ini berkhasiat fungisid kuat dengan spektrum kerja lebar

sekali. Lebih aktif dan efektif terhadap dermatofit biasa dan kandida daripada

fungistatika lainnya. Zat juga bekerja bakterisid pada dosis terapi terhadap

sejumlah kuman Gram positif kecuali basil-basil Doderlein yang terdapat dalam

vagina. Penderita tinea kruris dewasa dan anak-anak diberikan sebanyak 2 kali

sehari selama 4 minggu dalam bentuk krim 2 %, bedak kocok ataupun bedak.

Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak diberikan sebanyak 2 kali sehari

selama 2 6 minggu dalam bentuk krim 2 % atau bedak kocok. Jika

menggunakan bedak, maka cukup ditaburkan 2 kali sehari selama 2 4 minggu

b. Klotrimazol

Derivat imidazol ini memiliki spektrum fungistatis yang relatif lebih sempit

daripada mikonazol. Pada konsentrasi tinggi, zat ini juga berdaya bakteriostatis

terhadap kuman Gram positif. Penderita tinea pedis dan tinea korporis dewasa

diberikan sebanyak 2 kali sehari selama 2 6 minggu dalam bentuk krim 1 % atau

solusio, sedangkan pada anak-anak tidak tersedia. Penderita tinea kruris dewasa

dan anak-anak diberikan sebanyak 2 kali sehari selama 4 minggu dalam bentuk

krim 1 %, solusio ataupun bedak kocok

15

c. Ketokonazol

Ketokonazol adalah fungistatikum imidazol pertama yang digunakan per oral

(1981). Spektrum kerjanya mirip dengan mikonazol dan meliputi banyak fungi

patogen. Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 2 kali

atau 4 kali sehari selama 2 4 minggu dalam bentuk krim 1 %. Penderita tinea

kruris dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 2 kali atau 4 kali sehari selama

2 4 minggu dalam bentuk krim 2 %. Penderita tinea korporis dewasa dan anak-

anak dioleskan sebanyak 4 kali sehari selama 2 minggu dalam bentuk krim 2 %

d. Ekonazol

Ekonazol adalah derivat mikonazol, tetapi satu dari empat atom klor diganti oleh

atom H. Spektrum kerjanya lebih kurang sama, hanya lebih aktif terhadap

Aspergillus. Obat ini efektif untuk infeksi kutaneus. Titik tangkapnya

berhubungan dengan metabolisme sintesis RNA dan protein, mengganggu

permeabilitas dinding sel jamur sehingga menyebabkan kematian sel jamur.

Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 2 kali atau 4

kali sehari selama 4 minggu dalam bentuk krim 1 %. Penderita tinea kruris

dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 2 kali atau 4 kali sehari dalam bentuk

krim 1 %.

e. Oksikonazol

Oksikonazol merupakan obat jamur yang memiliki spetrum luas. Titik

tangkapnya yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan

kematian sel jamur. Penderita tinea pedis dewasa dan anak-anak dioleskan

sebanyak 4 kali sehari selama 2 minggu dalam bentuk krim 1 %. Penderita tinea

kruris dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 4 kali sehari selama 2 4

minggu dalam bentuk krim 1 % atau bedak kocok.

f. Sulkonazol

Sulkonazol merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik

tangkapnya yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan

kebocoran komponen sel, sehingga menyebabkan kematian sel jamur. Penderita

tinea kruris dewasa dan anak-anak (> 12 tahun) dioleskan sebanyak 4 kali sehari

selama 2 4 minggu dalam bentuk krim 1 % atau solusio.

16

g. Sertakonazol

Bentuk krim sertakonazol nitrat merupakan antijamur yang aktif melawan

Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes dan Epidermophyton

floccosum. Diindikasikan untuk tinea pedis dengan dioleskan 2 kali sehari baik

dewasa maupun anak-anak (> 12 tahun).

h. Bifonazol

Bifonazol merupakan derivat imidazol yang berkhasiat terhadap beberapa jenis

jamur dan ragi yang patogen terhadap manusia serta terhadap beberapa kuman

Gram positif. Bifonazol bermanfaat pada pengobatan tinea unguium dalam

bentuk losio atau krim yang dikombinasikan bersama urea 40%.

6. Golongan lainnya

a. Siklopiroks

Senyawa hidroksipiridon ini berspektrum luas. Senyawa ini berkhasiat fungisid

terhadap Candida albican dan Trichophyton rubrum, fungistatis terhadap

Malassezia furfur (panu), lagi pula bekerja bakteriostatis lemah. Walaupun

struktur kimianya berbeda dengan zat-zat imidazol, tetapi mekanisme kerjanya

diperkirakan sama, yaitu terhadap membran plasma sel jamur. Mungkin juga

mekanisme kerjanya berdasarkan perintah transpor dari asam-asam amino dan

ion-ion melalui membran sel. Daya kerjanya diperkuat bila dibuat ester oalmin.

Siklopiroks khusus digunakan secara dermal. Penderita tinea pedis dewasa dan

anak-anak (> 10 tahun) dioleskan sebanyak 2 kali sehari dalam bentuk krim 1 %,

jika tidak ada perbaikan setelah 4 minggu maka perlu dievaluasi lagi. Hal

tersebut juga berlaku pada penderita tinea kruris dan tinea kapitis. Solusio

siklopiroks telah dilaporkan dapat berpenetrasi melalui semua lapisan kuku pada

kasus tinea unguium namun memiliki efikasi yang rendah sehingga perlu

kombinasi dengan obat antijamur oral.

b. Tolnaftat

Tonaftat termasuk golongan tiokarbonat dan merupakan antijamur yang sangat

efektif terhadap dermatofitosis dan infeksi Pityrosporum orbiculare tetapi tidak

terhadap Candida. Mekanisme kerjanya adalah dengan menghambat epoksidasi

17

skualen pada membran sel jamur. Biasanya digunakan 2 kali sehari selama 2 4

minggu dan dilanjutkan 2 minggu setelah gejala klinis hilang. Penderita tinea

kruris dewasa dan anak-anak dioleskan sebanyak 2 kali sehari. Tersedia dalam

bentuk krim 1 %, solusio dan bedak. Tolnaftat dapat diindikasikan pada

pengobatan topikal untuk tinea korporis dan tinea unguium. Contoh nama merk

dagang obat tolnaftat adalah tinactin.

c. Haloprogin

Haloprogin berkhasiat fungisid terhadap Epidermophyton, Pityrosporum,

Trichophyton dan Candida. Kadang-kadang terjadi sensitasi dengan timbulnya

gatal-gatal, perasaan terbakar dan iritasi kulit. Penderita tinea kruris dewasa dan

anak-anak dioleskan sebanyak 3 kali sehari. Tersedia dalam bentuk krim 1 %

dan solusio. Biasanya digunakan dalam waktu 2 4 minggu.

Pengobatan pada tinea unguium sangat memerlukan kombinasi dengan obat

antijamur oral terutama generasi baru seperti itrakonazol dan terbinafin, karena

jika hanya mengandalkan obat topikal saja maka daya penetrasi terhadap kuku

sangat terbatas sehingga tidak efektif. Pengobatan tinea manus pada prinsipnya

sama dengan pengobatan yang dilakukan pada tinea pedis.

Sistemik

- Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak 10-25

mg/kgBB sehari. Lama pemberian griseofulvin pada tinea korporis

adalah 3-4 minggu, diberikan bila lesi luas atau bila dengan pengobatan

topikal tidak ada perbaikan.

- Pada kasus yang resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan derivat

azol yang juga fungistatik seperti ketokonazol 200 mg per hari selama 2-

4 minggu pada pagi hari setelah makan, atauitrakonazol 100-200 mg/hari

selama 2-4 minggu atau 200 mg/hari selama 1 minggu, flukonazol 150

mg 1x/mgg selama 2-4 minggu, terbinafin 250 mg/hari selama 1-2

minggu.

18

- Terbinafin yang bersifat fungisidal juga dapat diberikan sebagai

pengganti greosulfin selama 2-3 minggu dosisnya 62,5 mg – 250 mg

sehari bergantung pada berat badan.

- Antibiotika diberikan bila terdapat infeksi sekunder. Dan low-potency

kortikosteroid jangka pendek hanya pada keadaan tertentu (masih dalam

penelitian).6

10. PROGNOSIS

Tinea korporis mempunyai prognosa baik dengan pengobatan yang adekuat dan

kelembaban dan kebersihan kulit yang selalu dijaga.

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S.. Bab II. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,Tinea

korporis. Edisi Kelima. Cetakan ke-2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Jakarta;2008

2. Harahap M. Ilmu Penyakit Kulit. Tinea korporis. Cetakan I. Hipokrates.

Jakarta;2000

3. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit,Tinea korporis. Edisi 2. Jakarta:

EGC. Jakarta;2008

4. Budimulja, U. Prof. Mikosis Superfisialis.Tinea korporis. Jakarta;2001

5. Cholis, M. Penatalaksanaan Tinea Glabrosa Dan Perkembangan Obat Antijamur

baru.Malang: Laboratorium Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran

Universitas Brawidjaja;2001

19

6. Rushing ME. Tinea corporis.Online journal. 2012December14; available from; http://www.emedicine.com/asp/tinea corporis/article/page type=Article.htm

20