Author
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
HUBUNGAN PERILAKU PERUNDUNGAN (BULLYING)
TERHADAP KEJADIAN GEJALA DEPRESI
PADA PELAJAR SLTA DI KOTA JAKARTA PUSAT
TAHUN 2017
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Oleh:
Khadijah Alhaura Azhari
NIM: 11151030000060
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/ 2018 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 15 Oktober 2018
Khadijah Alhaura Azhari
iii
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
HUBUNGAN PERILAKU PERUNDUNGAN (BULLYING)
TERHADAP KEJADIAN GEJALA DEPRESI PADA PELAJAR SLTA
DI KOTA JAKARTA PUSAT TAHUN 2017
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Fakultas Kedokteran untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)
Oleh
Khadijah Alhaura Azhari
NIM: 11151030000060
Pembimbing I
dr. Risahmawati, Dr. Med.Sc
NIP. 19770913 200604 2 001
Pembimbing II
dr. Bisatyo Mardjikoen, Sp.OT
NIP. 19660813 199103 1 003
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/ 2018 M
iv
iv
LEMBAR PENGESAHAN Laporan Penelitian berjudul HUBUNGAN PERILAKU PERUNDUNGAN
(BULLYING) TERHADAP KEJADIAN GEJALA DEPRESI PADA PELAJAR
SLTA DI KOTA JAKARTA PUSAT TAHUN 2017 yang diajukan oleh Khadijah
Alhaura Azhari (NIM: 11151030000060), telah diajukan dalam sidang skripsi di
Fakultas Kedokteran pada 15 Oktober 2018. Laporan penelitian ini telah diterima
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sajarna Kedokteran (S. Ked) pada
Fakultas Kedokteran.
Ciputat, 15 Oktober 2018
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang
dr. Risahmawati, Dr. Med.Sc
NIP. 19770913 200604 2 001
Pembimbing I
dr. Risahmawati, Dr. Med.Sc
NIP. 19770913 200604 2 001
Pembimbing II
dr. Bisatyo Mardjikoen, Sp.OT
NIP. 19660813 199103 1 003
Penguji I
dr. Isa Multazam Noor, MSc, Sp.KJ (K)
NIP 197512 200912 1002
Penguji II
dr. Marita Fadhilah, Dr.Med.Sc
NIP 19780314 200604 2 001
PIMPINAN FAKULTAS
DEKAN FK UIN
dr. Hari Hendarto, Ph.D., Sp.PD-KEMD
NIP 19651123 200312 1 003
KAPRODI PSKedokteran
dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT
NIP. 19780507 200501 1 005
v
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb.
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT karena berkat limpahan rahmat, anugerah, serta nikmat-Nya penulis dapat
belajar dan menyelesaikan penelitian di FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sholawat serta salam tak lupa penulis curahkan kepada Rasulullah SAW yang telah
membawa umat Muslim dari zaman kegelapan ke zaman yang penuh dengan
perkembangan ilmu dan teknologi sehingga penulis dapat belajar kala ini.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi
pada Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa
penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. dr. H. Hari Hendarto, Ph.D., Sp.PD-KEMD selaku dekan FK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Risahmawati, Dr. Med.Sc., dan dr. Bisatyo Mardjikoen, Sp.OT, selaku
dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk membimbing,
memberi masukan serta arahan dan motivasi penulis selama pelaksanaan
penelitian dan penyusunan skripsi.
3. dr. Isa Multazam Noor, MSc, Sp.KJ (K) Psikiater Anak dan Remaja dan dr.
Marita Fadhilah, Dr. Med.Sc., yang telah bersedia menjadi penguji dalam
sidang skripsi penelitian ini.
4. drg. Laifa Annisa Hendarmin, DDS, Ph.D. dan dr. Flori Ratna Sari, Ph.D.
selaku dosen penanggung jawab riset mahasiswa Fakultas Kedokteran UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2015 yang telah memotivasi kami untuk
vi
vi
dapat menyelesaikan riset tepat waktu dan memberi arahan serta masukan
dalam penelitian yang kami lakukan.
5. Ibu Alfiah S.Ag., M.Ag. selaku dosen pembimbing akademik penulis yang
selalu membimbing dan memberikan motivasi kepada penulis.
6. Kedua orang tua penulis yang tercinta, ayahanda Epih Ibkar Irmansyah dan
ibunda Ida Widayati Djajadisastra, serta kakak dan adik tersayang Faruq
Ahmad Faishal, Fadhillah Nur Afifah, Fatimah Aulia Dina, Salman Yusuf
Abdilah, dan Alya Rezka Zhafira yang selalu mencurahkan cinta dan kasih
sayangnya dan selalu member dukungan baik moril, materil, dan spiritual
yang tak kunjung hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
dan skripsi ini.
7. Teman seperjuangan penelitian, yaitu Meyasi Nurandani yang merupakan
sahabat seperjuangan dalam penelitian dan pembuatan skripsi ini, yang telah
bekerja sama dengan baik dan saling bahu membahu memberikan dukungan,
semangat, dan motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
8. Sahabat-sahabat penulis, yaitu Risa Azzahra Khatami, Annisa Delia K.,
Hanifa Syafly, Rafika Astarina, Nailaufar Hamro, dan Auliya Yasmin, yang
sudah mendoakan dan memberi semangat untuk menyelesaikan skripsi.
9. Isna Khumairotin A. yang telah berbagi ilmu kepada penulis mengenai
pemilihan uji statistik.
10. Febri Nugraheni dan Lilis Siti Nursaadah yang telah membantu penulis
dalam penulisan skripsi.
11. Ibu Nurul Sugiarti, SKM, M.Kes yang telah membantu penulis dalam
mengurus surat permohonan penguji sidang skripsi ke Rumah Sakit Jiwa dr.
Soeharto Herdjaan.
12. Widda Mayyala Shofie dan Haseena Hersiwinukir yang telah membantu
penulis dalam mempersiapkan kebutuhan sidang skripsi.
13. Seluruh teman-teman program studi kedokteran angkatan 2015 yang selalu
memberi dukungan dan semangat.
vii
vii
14. Semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian dan skripsi yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan dan
ketidaksempurnaan mengingat keterbatasan kemampuan penulis, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi
ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi para pembaca dalam
mempelajari dan mengembangkan ilmu kedokteran.
Ciputat, 15 Oktober 2018
Penulis
viii
viii
ABSTRAK
Khadijah Alhaura Azhari. Program Studi Kedokteran. Hubungan Perilaku
Perundungan (Bullying) Terhadap Kejadian Gejala Depresi Pada Pelajar SLTA
di Kota Jakarta Pusat Tahun 2017.
Latar Belakang: Perilaku perundungan membahayakan kesehatan fisik dan
kesejahteraan emosional anak-anak dan remaja, khususnya pelajar SLTA. Mereka
yang mengalami perundungan lebih mungkin mengalami depresi serta memiliki
pemikiran bunuh diri atau percobaan bunuh diri. Tujuan: Mengetahui hubungan
perilaku perundungan terhadap kejadian gejala depresi pada pelajar SMA 35 Jakarta,
SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir, Kota Jakarta Pusat. Metode:
Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional menggunakan desain
potong lintang. Sampel dipilih dengan metode multistage randomization sebanyak
360 sampel. Pengumpulan data menggunakan kuesioner YRBS 2017. Analisis data
bivariabel menggunakan uji Chi-Square, Fisher, dan Kolmogorov Smirnov. Hasil:
Sebanyak 343 kuesioner dapat dianalisis. Didapatkan hubungan bermakna antara
perundungan dan gejala depresi, yakni perundungan jenis pencurian atau perusakan
barang terhadap perasaan sedih atau putus asa (p=0,006); perundungan di sekolah
dengan perasaan sedih atau putus asa (p=0,001), dan niat bunuh diri (p=0,023), serta
perundungan di internet dengan perasaan sedih atau putus asa (p=0,000), niat bunuh
diri (p=0,001), dan rencana bunuh diri (p=0,015). Kesimpulan: Perundungan
berhubungan secara bermakna tehadap kejadian gejala depresi pada pelajar SLTA di
Kota Jakarta Pusat.
Kata kunci: perundungan, gejala depresi, pelajar, SLTA.
ix
ix
ABSTRACT
Khadijah Alhaura Azhari. Medical Study Program. The Correlations Between
Bullying Behavior with Incidence of Depression Symptomps among High School
Students in Center Jakarta 2017.
Background: Bullying behavior endangers the physical health and emotional well-
being of children and adolescents, especially high school students. Those who
experience bullying are more likely to experience depression and have thoughts of
suicide or attempted suicide. Objective: To determine the relationship of bullying
behavior to the incidence of symptoms of depression in students of SMA 35 Jakarta,
Muhammadiyah 5 Jakarta Vocational School, and MA Jamiat Kheir, Central Jakarta
City. Method: This study was an observational analytic study using a cross-sectional
design. Samples were selected by a multistage randomization method of 360 samples.
Data collection using the YRBS 2017 questionnaire. Bivariable data analysis using
Chi-Square, Fisher, and Kolmogorov Smirnov tests. Results: 343 questionnaire were
eligible to analyze. A significant relationship was found between bullying and
depression symptomps, namely bullying in the type of theft or destruction of goods
against feelings of sadness or despair (p = 0.006); bullying at school with feelings of
sadness or despair (p = 0.001), and suicidal intentions (p = 0.023), as well as
internet bullying with feelings of sadness or despair (p = 0.000), suicidal intentions
(p = 0.001), and suicide plans (p = 0.015). Conclusion: Bullying was significantly
related to the incidence of depression symptoms among high school students in
Central Jakarta City.
Keywords: bullying, depression symptomps, students, high school.
x
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .............................................................. ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ v
ABSTRAK ........................................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 3
1.3. Hipotesis ....................................................................................................................... 3
1.4. Tujuan Penelitian .......................................................................................................... 4
1.4.1. Tujuan Umum ........................................................................................................ 4
1.4.2. Tujuan Khusus ....................................................................................................... 4
1.5. Manfaat Penelitian ........................................................................................................ 4
1.5.1. Bagi Peneliti ........................................................................................................... 4
1.5.2. Bagi Perguruan Tinggi ........................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 6
2.1. Perundungan ................................................................................................................. 6
2.1.1. Definisi Perundungan ............................................................................................. 6
2.1.2. Bentuk Perundungan .............................................................................................. 8
2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi ................................................................................. 11
2.1.4. Dampak Perundungan .......................................................................................... 16
2.1.5. Perundungan dalam Tinjauan Neurosains ............................................................ 17
2.2. Depresi ........................................................................................................................ 19
2.2.1. Definisi Depresi ................................................................................................... 19
xi
xi
2.2.2. Epidemiologi Depresi ........................................................................................... 19
2.2.3. Etiologi Depresi ................................................................................................... 20
2.2.4. Tanda dan Gejala Depresi21 .................................................................................. 25
2.2.5. Kriteria Diagnosis Deperesi21 ............................................................................... 26
2.3. Youth Risk Behavior Survey ........................................................................................ 27
2.4. Kerangka Teori ........................................................................................................... 29
2.5. Kerangka Konsep ....................................................................................................... 30
2.5. Definisi Operasional .................................................................................................... 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................... 32
3.1. Desain Penelitian ........................................................................................................ 32
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................................... 32
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................................... 32
3.3.1. Populasi Target ..................................................................................................... 32
3.3.2. Populasi Terjangkau ............................................................................................. 32
3.3.3. Sampel .................................................................................................................. 32
3.4. Besar Sampel.............................................................................................................. 32
3.4.1. Besar Sampel Penelitian Deskriptif Kategorik ..................................................... 33
3.4.2. Besar Sampel Penelitian Aanalitik Kategorik Tidak Berpasangan ....................... 33
3.4. Cara Pengambilan Sampel ........................................................................................... 35
3.5. Kriteria Sampel ........................................................................................................... 36
3.5.1. Kriteria Inklusi ..................................................................................................... 36
3.5.2. Kriteria Eksklusi ................................................................................................... 36
3.6. Cara Kerja Penelitian .................................................................................................. 36
3.7. Alur Penelitian ........................................................................................................... 38
3.8. Manajemen Data ......................................................................................................... 39
3.8.1. Pengumpulan Data ............................................................................................... 39
3.8.2. Instrumen Penelitian ............................................................................................. 39
3.8.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ................................................................................ 39
3.8.4. Pengolahan dan Analisis Data .............................................................................. 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 41
4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ..................................................... 41
4.1.1. Uji Validitas ......................................................................................................... 41
xii
xii
4.1.2. Uji Reliabilitas ..................................................................................................... 43
4.2. Analisis Univariat........................................................................................................ 44
4.2.1. Karakteristik Sampel ............................................................................................ 44
4.2.2. Frekuensi Perundungan ........................................................................................ 45
4.2.3. Frekuensi Gejala Depresi ..................................................................................... 46
4.3. Analisis Bivariat .......................................................................................................... 46
4.3.1 Hubungan Perundungan dengan Jenis Kelamin ..................................................... 47
4.3.2. Hubungan Perundungan dengan Tingkat Kelas .................................................... 48
4.3.3. Hubungan Perundungan dengan Jenis Sekolah .................................................... 49
4.3.4. Hubungan Gejala Depresi dengan Jenis Kelamin ................................................. 51
4.3.5. Hubungan Gejala Depresi dengan Tingkat Kelas ................................................. 53
4.3.6. Hubungan Gejala Depresi dengan Jenis Sekolah .................................................. 55
4.3.7. Hubungan Perundungan dengan Gejala Depresi................................................... 57
4.4. Pembahasan ................................................................................................................. 68
4.5. Kelebihan Penelitian ................................................................................................... 75
4.6. Keterbatasan Penelitian ............................................................................................... 76
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................... 77
5.1. Simpulan ..................................................................................................................... 77
5.2. Saran ........................................................................................................................... 79
LAMPIRAN ......................................................................................................................... 85
xiii
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Hasil Uji Validitias Item Kuesioner…………………………………...41-42
Tabel 4.2 Hasil Uji Reliabilitas Item Kuesioner……………………………………..43
Tabel 4.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Tingkat Kelas, dan
Jenis Sekolah……………………………………………………………...44
Tabel 4.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Frekuensi Perundungan………………….45
Tabel 4.5 Distribusi Sampel Berdasarkan Frekuensi Gejala Depresi………………..46
Tabel 4.6 Hubungan Perundungan dengan Jenis Kelamin…………………………..47
Tabel 4.7 Hubungan Perundungan dengan Tingkat Kelas…………………………..48
Tabel 4.8 Hubungan Perundungan dengan Jenis Sekolah………………………..49-50
Tabel 4.9 Hubungan Gejala Depresi dengan Jenis Kelamin………………………...51
Tabel 4.10 Hubungan Gejala Depresi dengan Tingkat Kelas…..……………………53
Tabel 4.11 Hubungan Gejala Depresi dengan Jenis Sekolah………………..………55
Tabel 4.12 Hubungan Perundungan dengan Perasaan Sedih atau Putus Asa Selama 2
Minggu atau Lebih Berturut-turut Sehingga Tidak Ingin Melakukan
Apapun dalam 12 Bulan Terakhir……………………………………….57
Tabel 4.13 Hubungan Perundungan dengan Berniat Bunuh Diri dalam 12 Bulan
Terakhir………………………………………………………………….60
Tabel 4.14 Hubungan Perundungan dengan Menyusun Rencana Bunuh Diri dalam 12
Bulan Terakhir…………………………………………………………..63
Tabel 4.15 Hubungan Perundungan dengan Mencoba Bunuh Diri dalam 12 Bulan
Terakhir……………………………………………………………...65-66
xiv
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner YRBS 2017………………………………………………….85
Lampiran 2 Parental Informed Consent-Passive Form………………………………89
Lampiran 3 Surat Rekomendasi Penelitian…………………………………………..91
Lampiran 4 Surat Rekomendasi Izin Penelitian………………….……….………....93
Lampiran 5 Riwayat Penulis ………………………………………………………...94
xv
DAFTAR SINGKATAN
WHO : World Health Organization
CDC : Centers for Disease Control and Prevention
UNICEF : United Nations Emergency Children's Fund
KPAI : Komisi Perlindungan Anak Indonesia
SLTA : Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
SMA : Sekolah Menengah Atas
SMK : Sekolah Menengah Kejuruan
MA : Madrasah Aliyah
SMP : Sekolah Menengah Pertama
YRBS : Youth Risk Behavior Survey
Riskesdas : Riset kesehatan dasar
SPSS : Statistical Package for Social Science
HPA : Hypothalamic-pituitary-adrenal
CRH : Corticotropine Releasing Hormone
ACTH : Adrenocorticotropine Hormone
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perilaku kekerasan di sekolah dan perundungan (bullying) terjadi di seluruh
dunia dan mempengaruhi sebagian besar anak-anak dan remaja. Diperkirakan 246
juta anak-anak dan remaja mengalami beberapa bentuk kekerasan di sekolah dan
perundungan tiap tahunnya. Anak-anak dan remaja dapat mengalami kekerasan dan
perundungan di sekitar sekolah dan dalam perjalanan ke dan dari sekolah. Menurut
laporan Kementrian Pendidikan Republik Korea tahun 2015, 75,5% kekerasan
sekolah dan perundungan terjadi di dalam sekolah dan 24,5% terjadi di luar sekolah.1
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan, saat ini kasus-
kasus perundungan menduduki peringkat teratas pengaduan masyarakat. Dari tahun
2011 hingga agustus 2014, KPAI mencatat 369 pengaduan terkait masalah tersebut.
Jumlah itu sekitar 25% dari total pengaduan di bidang pendidikan sebanyak 1.480
kasus.2 Hasil laporan UNICEF Indonesia tahun 2015, sebanyak 40% anak mengalami
perundungan di sekolah.3
Tercatat jumlah penduduk Indonesia dengan usia sekolah (0-23 tahun) tahun
2015 adalah 109.159.200 juta atau sekitar 42,73% dari jumlah total penduduk.4Dari
total penduduk Indonesia dengan usia sekolah, jumlah murid Sekolah Menengah Atas
(SMA) di Indonesia pada tahun ajaran 2015/2016 ialah sebanyak 4.312.407 siswa.
Jumlah ini meningkat sekitar 1,85% dari tahun ajaran sebelumnya.5
Sebanyak 13,94% anak SMP dan SMA mengalami pelecehan atau
perundungan selama 1 sampai 2 hari dalam 30 hari. Persentase tersebut terbagi
15,86% pada anak laki-laki dan 12,16% pada perempuan. Sebanyak 1,04% anak SMP
dan SMA mengalami perundungan setiap harinya dalam 30 hari.6
2
Dampak perundungan dapat mengancam setiap pihak yang terlibat, baik anak-
anak korban perundungan, anak-anak pelaku perundungan, anak-anak yang
menyaksikan perundungan, bahkan sekolah dengan isu perundungan secara
keseluruhan. Perundungan dapat membawa pengaruh buruk tehadap keshatan fisik
maupun mental anak.7
Perilaku kekerasan di sekolah dan perundungan membahayakan kesehatan
fisik dan kesejahteraan emosional anak-anak dan remaja. Dilaporkan, dampak fisik
dari perundungan termasuk sakit perut, sakit kepala, serta kesulitan makan dan tidur.
Mereka yang mengalami perundungan lebih mungkin mengalami kesulitan
interpersonal, depresi, kesepian atau cemas, memiliki kepercayaan diri yang rendah,
serta pemikiran bunuh diri atau percobaan bunuh diri dibandingkan dengan mereka
yang tidak mengalami perundungan.1
Satu dari sepuluh orang menderita depresi berat dan hampir satu dari lima
orang mengalami gangguan ini selama hidupnya (prevalensi satu tahun adalah 10%
dan prevalensi seumur hidup 17%). Pada tahun 2020, depresi akan menjadi penyebab
utama kedua kecatatan di dunia, dan pada tahun 2030 diperkirakan akan menjadi
kontributor terbesar beban penyakit.8Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)
tahun 2013 menujukkan bahwa prevalensi orang yang mengalami gangguan status
mental dan perubahan emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan
kecemasan adalah sebesar 6% untuk usia lebih dari sama dengan 15 tahun atau sekitar
kurang lebih 14 juta jiwa.9
Laporan WHO mengenai “Health for the world’s adolescents”
mengungkapkan bahwa depresi adalah penyebab utama penyakit dan kecacatan pada
laki-laki dan perempuan yang berusia 10 hingga 19 tahun. Secara global, depresi
merupakan penyebab nomor 1 penyakit dan kecatatan dalam kelompok usia remaja,
dan bunuh diri sebagai salah satu dampak depresi menempati peringkat ke-3
penyebab kematian. Beberapa studi menunjukkan bahwa setengah dari seluruh orang
yang mengalami gangguan mental memiliki gejala pertama di usia 14 tahun.10
3
Berdasarkan penelitian mengenai gambaran tingkat depresi dan perilaku
perundungan, yang dilakukan di SMP PGRI 2 Denpasar pada tahun 2015 oleh I Gede
Surya Kardiana dan I Wayan Westa, ditemukan bahwa responden yang mengalami
perilaku perundungan intensitas ringan, kejadian depresi sebesar 59,3% dengan
depresi ringan sebesar 33,3% dan depresi sedang 25,9%. Seluruh responden
penelitian ini berumur sekitar 12-15 tahun. Peneliti mengukur tingkat depresi siswa
dengan Beck Depression Inventory, dan mengukur prevalensi perundungan dengan
kuisioner yang berisi tindakan perundungan berdasarkan modifikasi dari victimization
scale-adolenscent peer relation instrument.11
Melihat angka kejadian perundungan dan depresi yang semakin meningkat,
kususnya di kalangan remaja, peneliti ingin mengetahui adakah hubungan antara
perilaku perundungan terhadap gejala depresi pada pelajar SLTA, kususnya di Kota
Jakarta Pusat.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apakah terdapat hubungan antara perilaku perundungan dengan kejadian
gejala depresi pada pelajar SLTA di Kota Jakarta Pusat?
2. Apakah terdapat hubungan antara jenis kelamin, tingkat kelas, dan jenis
sekolah terhadap perilaku perundungan dan kejadian gejala depresi pada
pelajar SLTA di Kota Jakarta Pusat?
1.3. Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara perilaku perundungan dengan kejadian gejala
depresi pada pelajar SLTA di Kota Jakarta Pusat.
2. Terdapat hubungan antara jenis kelamin, tingkat kelas, dan jenis sekolah
terhadap perilaku perundungan dan kejadian gejala depresi pada pelajar SLTA
di Kota Jakarta Pusat.
4
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara perilaku perundungan
dengan kejadian gejala depresi pada pelajar SLTA di Kota Jakarta Pusat
tahun 2017.
1.4.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui hubungan antara jenis kelamin, tingkat kelas, dan jenis
sekolah terhadap perilaku perundungan pada pelajar SLTA di Kota
Jakarta Pusat tahun 2017.
b. Mengetahui hubungan antara jenis kelamin, tingkat kelas, dan jenis
sekolah terhadap kejadian gejala depresi pada delajar SLTA di Kota
Jakarta Pusat tahun 2017.
c. Mengetahui prevalensi perundungan pada pelajar SLTA di Kota
Jakarta Pusat tahun 2017.
d. Mengetahui prevalensi gejala depresi pada pelajar SLTA di Kota
Jakarta Pusat tahun 2017.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Peneliti
a. Sebagai penambah wawasan tentang besarnya kejadian perilaku
perundungan dan gejala depresi pada pelajar SLTA di Kota Jakarta
Pusat.
b. Menjadi motivasi untuk mengembangkan penelitian lanjutan yang
berhubungan dengan hasil penelitian yang didapatkan, misalnya
meneliti tentang metode penanganan apa saja yang mampu mengatasi
masalah depresi dan perilaku perundungan pada pelajar SLTA
5
sehingga dapat menurunkan angka kejadian gejala depresi dan
perilaku perundungan pada pelajar SLTA.
c. Memberikan pengalaman dan pengetahuan tentang pembuatan karya
tulis ilmiah.
d. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran
Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.5.2. Bagi Perguruan Tinggi
a. Sebagai data untuk dilakukan penelitian selanjutnya.
b. Sarana bagi perguruan tinggi dalam menjalankan fungsinya sebagai
wadah penelitian.
c. Sarana pengembangan ilmu pengetahuan bagi insitusi
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perundungan
2.1.1. Definisi Perundungan
Sebagai salah satu tindak kekerasan, perundungan (bullying) merupakan
segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu
orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau lebih berkuasa terhadap orang lain,
dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus-menerus.4
Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menjelaskan bahwa,
perundungan adalah segala perilaku yang tidak diinginkan yang dilakukan oleh
seorang atau sekelompok remaja yang bukan saudara atau teman kencan yang
melibatkan ketidakseimbangaan kekuasaan, baik yang teramati atau dirasakan yang
terjadi berulang kali atau cenderung terulang. Perundungan dapat menimbulkan
bahaya atau tekanan pada remaja yang menjadi korban perundungan termasuk
kerusakan fisik, psikologis, sosial, atau pendidikan.12
Berdasarkan definisi perundungan menurut CDC, ada beberapa istilah yang
ditekankan dan perlu dipahami dengan baik, istilah-istilah tersebut anatara lain:12
1) Remaja
Definisi remaja yang digunakan disini ialah anak usia sekolah dengan
rentang usia 5-18 tahun.
2) Perilaku yang tidak diinginkan
Perilaku yang tidak diinginkan berarti bahwa seseorang yang
menerima perlakuan tersebut ingin perilaku agresif ini segera dihentikan oleh
sang pelaku. Seumpama terdapat dua pemuda yang mungkin suka mengejek
7
atau mengolok-olok satu sama lain dengan cara yang menyenangkan, hal ini
tidak dianggap sebagai perilaku perundungan.
3) Perilaku agresif
Perilaku agresif adalah penggunaan secara sengaja dari perilaku
berbahaya, dan mengancam terhadap orang lain. Intensionalitas dapat
diketahui dengan menilai niat pelaku dalam menggunakan perilaku
berbahayanya tersebut kepada korban. Menceritakan desas-desus yang
merusak tentang seseorang, mengancam, atau mendorong, dianggap sebagai
perilaku yang disengaja karena pelaku menggunakan perilaku berbahaya
terhadap orang lain. CDC dan WHO menggunakan pendekatan ini untuk
mengukur konsistensi intensionalitas, sebagaimana mengukur jenis kekerasan
lainnya.
4) Terjadi berulang kali atau cenderung untuk terulang
Hal ini berarti bahwa seseorang mengalami banyak insiden agresi oleh
seseorang atau sekelompok orang selama periode waktu tertentu, atau perilaku
agresif tunggal oleh seseorang atau sekelompok orang yang kemungkinan
besar akan diikuti oleh tindakan-tindakan agresi lainnya. Agresi berulang
yang melibatkan beberapa pelaku yang berbeda, serta dianggap tidak
berkaitan antara insiden agresi satu dengan yang lainnya, tidak dianggap
sebagai perilaku yang berulang. Jika seseorang mengalami beberapa insiden
agresi terpisah dari waktu ke waktu, hal ini dianggap dapat dianggap berulang,
jika ia mengalami tindakan agresi sebagai kejadian yang saling terkait satu
sama lain, bahkan jika pelaku berubah-ubah di seluruh insiden, dan tidak ada
pelaku tunggal yang terlibat dalam beberapa insiden tersebut.
5) Ketidakseimbangan kekuasaan
Merupakan upaya pemanfaatan karakteristik seseorang baik yang
teramati, dirasakan, atau situasional, untuk melakukan kontrol terhadap
perilaku orang tersebut, atau membatasi kemampuannya untuk merespon, atau
mencoba menghentikan perilaku agresif yang dilakukan oleh pelaku.
Ketidakseimbangaan kekuasaan seharusnya tidak digunakan untuk melabeli
8
apakah seseorang merupakan orang yang “tidak berdaya” atau “kuat”,
melainkan untuk mengetahui pebedaan kekuatan yang ada dalam suatu
hubungan tertentu pada waktu tertentu. Ketidakseimbangan kekuasaan dapat
berubah dari waktu ke waktu di segala situasi, meskipun melibatkan orang
yang sama. Menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dapat
menciptakan atau meningkatkan ketidakseimbangan kekuasaan yang ada.
6) Bahaya
Merupakan berbagai pengalaman negatif atau cedera, dan dapat
mencakup
a.) luka fisik, memar, atau rasa sakit,
b.) dampak psikologis, seperti perasaan tertekan, depresi, atau kecemasan,
c.) dampak sosial terhadap reputasi atau hubungan, dan atau,
d.) terbatasnya peluang pendidikan, melalui peningkatan angka absensi,
kesulitan konsentrasi di kelas, dan prestasi akademik yang buruk.
Terdapat banyak definisi mengenai perundungan, terutama yang terjadi dalam
konteks lain seperti di rumah, tempat kerja, masyarakat, dan komunitas virtual.
Namun, dalam hal ini dibatasi dalam konteks school bullying atau perundungan di
sekolah. Riauskina, Djuwita dan Soesetio (2005) mendefinisikan school bullying
sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang atau
sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan terhadap siswa siswi lain yang lebih
lemah, dengan tujuan menyakiti orang tesebut.4
2.1.2. Bentuk Perundungan
Kasus perundungan yang kerap terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia
kian memprihatinkan. Hasil kajian Konsorsium Nasional Pengembangan Sekolah
Karakter tahun 2014 menyebutkan, hampir setiap sekolah di Indonesia ada kasus
perundungan, meski hanya perundungan verbal dan psikologis/mental. Perundungan
dapat dikelompokkan ke dalam 6 kategori4:
9
a. Kontak fisik langsung
Tindakan memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang,
mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga termasuk
memeras dan merusak barang yang dimilikki orang lain.
b. Kontak verbal langsung
Tindakan mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu,
memberi panggilan nama (name-calling), sarkasme, merendahkan (put-
downs), mencela/ mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip.
c. Perilaku non-verbal langsung
Tindakan melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi
muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam; biasanya disertai oleh
perundungan fisik atau verbal.
d. Perilaku non-verbal tidak langsung
Tindakan mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga
menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat
kaleng.
e. Cyberbullying
Tindakan menyakiti orang lain dengan sarana media elektronik (rekaman
video intimidasi, pencemaran nama baik lewat media sosial)
f. Pelecehan seksual
Kadang tindakan pelecehan dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal.
CDC menggolongkan perundungan berdasarkan bentuk dan jenis perundungan.12
A. Bentuk perundungan
1) Langsung
Bentuk perundungan secara langsung adalah tindakan-tindakan
agresif yang terjadi secara langsung dihadapan seseorang yang telah
ditargetkan. Contoh tidakan agresi langsung, diantaranya interaksi tatap
10
muka, seperti mendorong, atau komunikasi secara verbal maupun
nonverbal yang membahayakan orang yang ditargetkan tersebut.
2) Tidak langsung
Merupakan berbagai tindakan agresif yang tidak secara langsung
dikomunikasikan kepada orang yang ditargetkan. Contoh tindakan agresi
tidak langsung, diantaranya menyebarkan rumor palsu dan atau rumor
buruk, atau membicarakan rumor buruk secara elektronik.
B. Jenis perundungan
1) Fisik
Peundungan fisik merupakan penggunaan kekuatan oleh
pelaku perundungan terhadap seseorang yang telah ditargetkan.
Contoh perundungan fisik diantaranya, memukul, menendang,
meninju, meludah, dan mendorong.
2) Verbal
Merupakan komunikasi lisan atau tertulis oleh pelaku terhadap
target sehingga menimbulkan kerugian. Perundungan jenis verbal
diantaranya seperti mengejek, memanggil-manggil nama target,
mengancam atau menyinggung baik secara langung melalui perkataan
atau melalui cacatan tertulis atau gerakan tangan, serta komentar
seksual yang tidak pantas.
3) Relasional
Merupakan perilaku yang dirancang oleh pelaku untuk
merusak reputasi dan hubungan (relasi) orang yang ditargetkan.
Perundungan relasional diantaranya mengisolasi seseorang dengan
mengurungnya di suatu tempat, atau mengisolasinya dari berinteraksi
dengan teman-teman sebayanya, atau mengacuhkannya. Perundungan
relasional tidak langsung, diantaranya ialah menyebarkan rumor palsu
dan atau rumor buruk, menulis komentar yang menghina secara
terbuka, atau menyebarkan gambar (baik secara fisik maupun
11
elektronik) yang memalukan yang dilakukan tanpa izin atau
sepengetahuan target.
4) Dampak pada properti
Dampak pada properti termasuk pencurian, perubahan atau
perusakan properti oleh pelaku sehingga menimbulkan kerugian bagi
korban. Perundungan jenis ini dapat berupa mengambil properti milik
seseorang dan enggan untuk mengembalikannya, menghancurkan
properti seseorang langsung dihadapannya, atau menghapus informasi
elektronik pribadi seseorang.
2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi
Beberapa faktor menyebabkan seseorang lebih rentan menjadi korban
peundungan, atau bahkan merundung orang lain. Perundungan merupakan fenomena
yang kompleks yang tidak hanya melibatkan pelaku atau korban perundungan, namun
banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti karakteristik individu, hubungan
antar individu, keluarga, sekolah, serta sanksi sosial.13
2.1.3.1. Karakteristik Individu
Beberapa studi melakukan identifikasi terhadap anak-anak yang
menjadi korban perundungan dan pelaku perundungan. Faktanya, kita
tidak dapat mengetahui dengan pasti untuk mengkategorikan apakah
seorang anak lebih cenderung untuk menjadi seorang pelaku atau korban
perundungan. Beberapa murid mungkin menjadi korban perundungan
apabila mereka tidak cocok dengan apa yang disebut “cetakan ideal” atau
standar ideal yang berkaitan dengan berbagai macam hal, sebagai contoh,
penampilan fisik, termasuk berat badan dan tinggi badan; rambut atau
cara berpakaian; ras; etnisitas; negara asal dan status pendatang; agama,
dan kompetensi akademik atau olahraga. Perundungan yang dimotivasi
oleh sikap tidak toleran terhadap orang lain berdasarkan keanggotaannya
dalam suatu kelompok, dikenal sebagai bias-based bullying. Beberapa
12
kelompok tersebut diantaranya seperti, ras, etnisitas, dan agama; jenis
kelamin; orientasi seksual; status sosial ekonomi, dan disabilitas. Menjadi
anggota dalam satu atau lebih kelompok tersebut menjadikan anak muda
rentan menjadi korban perundungan oleh rekan-rekan mereka.1
2.1.3.2. Usia
Bukti menunjukkan bahwa perundungan lebih sering terjadi pada
anak-anak yang lebih muda karena, selain menjadi korban perundungan
oleh teman sebayanya, anak-anak yang lebih muda juga menjadi korban
perundungan oleh anak-anak yang lebih tua. Hal inilah yang
menyebabkan mereka memiliki risiko yang lebih besar.1
Bentuk dan jenis perundungan memiliki korelasi positif terhadap
usia. Seiring bertambahnya usia, kejadian agresi langsung mengalami
penurunan, dan agresi tidak langsung dapat tetap konstan atau meningkat.
Anak-anak yang lebih muda lebih mungkin untuk merundung secara
terbuka dalam rangka membangun status sosial. Adanya hierarki diantara
anak-anak yang lebih tua menjadikan perundungan secara terbuka tidak
lagi diperlukan atau bahkan tidak berguna. Anak muda yang berada di
atas atau di bawah dalam hierarki pergaulan mereka, menjadi anak yang
paling tidak agresif. Tampak bahwa anak-anak menaikkan status sosial
mereka dengan merundung mereka yang lebih rentan. Perubahan yang
terjadi seiring dengan proses perkembangan juga dapat mempengaruhi
nilai dan bermacam bentuk agresi yang terkait, misalnya perundungan
secara langsung biasanya dikaitkan dengan pencapaian tujuan
instrumental yang dihargai oleh kelompok usia yang lebih muda,
sedangkan agresi tidak langsung cenderung dikaitkan dengan tujuan
relasional, yang lebih dianggap bernilai oleh remaja yang lebih tua.1
Konteks perundungan juga berubah seiring dengan usia. Pubertas,
terutama dikaitkan pergeseran radikal, ketika remaja menjadi semakin
13
tertarik pada hubungan percintaan. Craig dan Pelper menulis “konteks
baru ini menyediakan tempat lain penggunaan agresi kekuasaan”.
Penelitian mereka mengungkapkan bahwa siswa kelas enam sampai
delapan yang mengaku pernah merundung, dilaporkan menjadi lebih
maju dalam perkembangan masa pubertas mereka, serta lebih cenderung
terlibat dalam hubungan percintaan dimana mereka lebih mungkin
melakukan tindakan agresi verbal dan fisik dalam hubungan mereka,
dibandingkan siswa lain yang tidak melakukan perundungan.1
2.1.3.3. Gender
Penelitian tentang gender masih membingungkan dan kontradiktif.
Terdapat bukti kuat bahwa anak laki-laki merundung lebih sering
dibandingkan anak perempuan. Perbedaan jumlah antara korban
perundungan laki-laki dan perempuan relatif kecil atau tampaknya tidak
memiliki pola yang jelas. Anak laki-laki cenderung merundung secara
langsung atau secara fisik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak
perempuan cenderung lebih sering untuk merundung seseorang secara
tidak langsung dan relasional dibandingkan anak laki-laki. Namun,
penelitian lain menunjukkan bahwa anak laki-laki dan perempuan sama-
sama terlibat dalam perundungan tak langsung. Beperapa bukti
menunjukkan bahwa anak laki-laki lebih terlibat dalam perilaku
perundungan baik secara langsung maupun tidak langsung, sebagai
korban maupun pelaku, dibandingkan dengan anak perempuan. Menurut
temuan lainnya, anak laki-laki dan perempuan memiliki tingkat yang
sama dalam menjadi korban perundungan, serta dilaporkan bahwa mereka
sama-sama menjadi korban melalui agresi fisik dan relasional.1
2.1.3.4. Personality Traits
Anak-anak yang menjadi korban perundungan sering digambarkan
sebagai seseorang yang menampilkan karakteristik yang meningkatkan
14
kerentanan mereka menjadi korban, seperti seseorang yang pemalu, lebih
kecil, lebih lemah, cemas, tidak percaya diri, impulsif, kurang tegas, serta
kurang populer dan lebih terisolasi. Anak-anak ini dapat secara jelas
menunjukkan penderitaan dan kesusahan mereka ketika teman-teman
merundungnya, dan mereka mungkin kurang memiliki kecenderungan
untuk membalas.
Beberapa anak-anak yang menjadi korban perundungan
digambarkan sebagai seseorang yang bertindak dengan cara yang
dianggap menjengkelkan, seperti sedang mengganggu. Sayangnya,
beberapa orang dewasa dan teman sebaya melihat anak-anak ini sebagai
orang yang memprovokasi agresor, dan oleh karena itu timbulah korban.
Sekitar 10 hingga 20 persen dari anak korban perundungan yang
merundung yang lainnya, kembali menjadi korban perundungan. Hal ini
digambarkan sebagai “korban” yang provokatif atau agresif. Anak-anak
ini adalah yang paling ditolak oleh teman sebaya dan memiliki masalah
penyesuaian diri yang serius.1
2.1.3.5. Lingkungan dan Otoritas Sekolah
Hukuman oleh guru mungkin lebih cenderung ditujukan pada
anak-anak dan remaja yang berasal dari populasi stigmatis dan populasi
yang terpinggirkan. Sebagai contoh, pengungsi dan anak-anak imigran
dapat dihukum oleh guru karena tidak mampu berbicara bahasa
pengantar. Studi PBB tentang kekerasan terhadap anak mencatat bahwa,
di India, guru dari kasta yang lebih tinggi lebih cenderung merendahkan
dan mempermalukan anak-anak dari kasta yang lebih rendah, demikian
juga laporan dari Human Rights Watch 2014 menyebutkan contoh-contoh
diskriminasi dan kekerasan fisik oleh otoritas sekolah di empat negara
bagian di India yang menentang Dalit, Muslim, dan anak-anak suku; anak
perempuan khususnya, berisiko ditarik dari sekolah karena kekhawatiran
orang tua akan keselamatan mereka.1
15
Di Inggris, sekolah-sekolah diperiksa oleh badan hukum Office for
Standards in Education, Children’s Services and Skills. Badan hukum
tersebut melakukan penilaian terhadap kualitas sekolah berdasarkan
kualitas pengajaran, kepemimpinan dan manajemen, prestasi siswa, dan
perilaku keamanan siswa di sekolah. Program penilaian kualitas sekolah
ini disebut dengan Pemeriksaan Ofsted. Pemeriksaan Ofsted dilakukkn
setiap 2-5 tahun, tergantung pada hasil pemeriksaan sebelumnya. Dari
hasil pemeriksaan, sekolah akan diklasifikasikan sebagai sekolah yang 1=
“Luar Biasa”, 2= “Baik”, 3= “Membutuhkan Perbaikan”, atau 4= “Tidak
Memadai”. Sebuah penelitian mengenai peran keluarga dan tingkat
sekolah dalam perundungandan cyberbullying yang dilakukan pada 6667
siswa kelas 7 dari 40 sekolah di Inggris yang dipilih secara random,
didapati bahwa sekolah dengan Peringkat Ofsted “Baik” dikaitkan
memiliki risiko perundungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
sekolah yang dinilai “Luar Biasa”. Temuan ini menunjukkan bahwa
organisasi-organisasi sekolah yang berkinerja dengan baik dalam hal
kepemimpinan dan manajemen melahirkan iklim sekolah yang protektif
terhadap perilaku perundungan. Peneliti mengakui bahwa peringkat
Ofsted mempertimbangkan sejumlah aspek sekolah tidak hanya
kepemimpinan dan manajemen, namun juga etos sekolah, serta kesadaran
terhadap perilaku perundungan dan bagaimana cara mencegah dan
mengelolanya.14
2.1.3.6. Status Sosial Ekonomi
Anak-anak dan remaja yang dari segi ekonomi kurang beruntung,
sering menghadapi peningkatan stres, diskriminasi, dan fitnah di sekolah.
Kemiskinan dapat berkontribusi terhadap rendahnya kepercayaan diri.
Mereka yang menjadi korban perundungan, penghinaan, dan pelecehan
merasa tidak berdaya untuk mengungkapkannya karena takut tidak
dipercaya, atau mereka akan disalahkan karena telah menyebabkan
16
insiden kekerasan. Dalam Young Lives project didapati bahwa secara
konsisten, anak-anak dari keluarga miskin ditemukan mengalami tingkat
perundungan yang lebih tinggi. Dalam proyek lain, seperti the Action Aid
Sexual Violence Against Girls, ditemukan bahwa eksploitasi seksual
dapat dikaitkan dengan kemiskinan, sepeti para remaja puteri yang
dipaksa melakukan hubungan seksual oleh guru laki-laki yang
mendukung biaya sekolah mereka.14
Menurut CDC, faktor yang berbeda dapat meningkatkan risiko
anak muda untuk terlibat atau mengalami perundungan. Namun,
kehadiran faktor-faktor ini tidak selalu berarti bahwa mereka akan
melakukan perundungan atau menjadi korban perundungan. Beberapa
faktor yang terkait dengan kemungkinan yang lebih tinggi terlibat dalam
perilaku perundungan meliputi12
:
1) Masalah eksternalisasi atau masalah yang diarahkan pada lingkungan
eksternal seperti menantang dan mengganggu
2) Pola asuh yang keras
3) Sikap menerima kekerasan
Beberapa faktor yang terkait dengan kemungkinan yang lebih tinggi
dijadikan korban perundungan termasuk:
1) Hubungan antar teman sebaya yang kurang baik
2) Tingkat percaya diri yang rendah
3) Dianggap pendiam atau berbeda oleh teman sebaya
2.1.4. Dampak Perundungan
Perilaku kekerasan di sekolah dan perundungan membahayakan kesehatan
fisik dan kesejahteraan emosional anak-anak dan remaja. Kekerasan fisik, termasuk
hukuman fisik, dapat menyebabkan cedera fatal atau non-fatal atau kerusakan fisik
lainnya. Kekerasan seksual meningkatkan risiko kehamilan yang tidak diinginkan,
17
HIV dan infeksi seksual lainnya. Dilaporkan efek fisik perundungan termasuk sakit
perut dan sakit kepala serta kesulitan makan dan tidur. Mereka yang menjadi korban
perundungan juga lebih rentan untuk mengalami kesulitan intrapersonal, menjadi
depresi, kesepian atau cemas, memiliki kepercayaan diri yang rendah, dan memiliki
pikiran untuk bunuh diri atau mencoba bunuh diri dibandingkan dengan mereka yang
tidak mengalami perilaku perundungan.14
Dampak terhadap pendidikan pada korban kekerasan dan perundungan di
sekolah juga cukup signifikan. Timbulnya korban perundungan oleh guru dan teman-
teman sebanyanya menjadikan anak-anak dan remaja yang menjadi korban
perundungan atau menjadi orang yang menyaksikan tindakan perundungan
(bystanders), takut untuk pergi ke sekolah, dan mengganggu kemampuan mereka
untuk berkonsentrasi di kelas atau berpartisipasi dalam kegiatan sekolah. Mereka
dapat melewatkan kelas, menghindari kegiatan sekolah, bolos, atau putus sekolah
sama sekali. Pada gilirannya, hal ini memberikan dampak negatif pada pencapaian
akademik dan prestasi, serta prospek pendidikan dan pekerjaan di masa mendatang.
Internatinal learning assessment, menunjukkan bahwa perundungan mengurangi
prestasi siswa dalam mata pelajaran utama, seperti matematika.14
Lingkungan sekolah secara keseluruhan dipengaruhi oleh kekerasan dan
perundungan. Lingkungan pembelajaran yang tidak aman menciptakan rasa takut dan
ketidakamanan, serta persepsi bahwa guru tidak memiliki kontrol atau peduli tentang
kesejahteraan siswa. Hal ini mengurangi kualitas pendidikan bagi semua siswa.
Dampak jangka panjang pada korban dan pelaku perundungan dapat mencakup
peningkatan risko kesulitan dalam hubungan sosial dan interaksi, perilaku antisosial
dan kriminal, kualifikasi yang rendah, serta minimnya dukungan sosial yang
diperoleh.14
2.1.5. Perundungan dalam Tinjauan Neurosains
Sebagai salah satu stresor fisik dan psikologis, perundungan mengaktivasi
Hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) axis. HPA dan bebagai macam hormon
18
lainnya yang memiliki peran dalam adaptasi dan kelangsungan hidup. Peningkatan
hormon secara kronik dapat menyebabkan masalah. Stres memberikan bermacam
efek fisiologis pada otak, serta mengganggu kadar hormon dan biomarker lain yang
pada akhirnya mempengaruhi perilaku. Hasil studi menunjukkan bahwa terjadi
perubahan kadar hormon stres kortisol pada korban perundungan berulang. Kliewer
(2006) menemukan bahwa terjadi peningkatan kadar kortisol pada remaja yang
pernah mengalami perundungan, namun studi lain menunjukkan bahwa tidak
ditemukan adanya peningkatan kortisol pada remaja yang mengalami
perundungan.15
Gangguan aktivitas HPA-axis dan kortisol dapat meningkatkan risiko
terjadinya gangguan kesehatan mental.16
Stres berkelanjutan mengganggu irama sirkardian dari kortisol yang pada
kondisi normal meningkat di pagi hari dan mengalami penurunan secara perlahan
hingga waktu tidur. Tidak hanya menyebabkan kesulitan bangun di pagi hari,
gangguan irama sirkardian juga menyebabkan kesulitan untuk tertidur di malam hari.
Hal ini dapat menyebabkan gangguan pola tidur sehingga menimbulkan banyak
masalah lain, seperti regulasi emosi, gangguan mood, serta gangguan belajar.16
Peneliti menemukan sejumlah struktur saraf yang dipengaruhi secara langsung
oleh perilaku perundungan. Struktur-struktur saraf tersebut diantaranya adalah
amigdala, dan korteks prefrontal. Peran amigdala adalah sebagai pemberi tanggapan
lini pertama terhadap rangsang sensorik yang berpotensi membahayakan. Dalam
perkembangan normal amigdala, terjadi aktivasi down-regulasi terhadap rangsang
sensorik yang tidak menyenangkan serta aktivasi up-regulasi terhadap keselamatan
(safety). Perundungan menyebabkan up-regulasi pada sistem rasa takut dan mengarah
ke peningkatan aktivitas amigdala.17
Studi menunjukkan hiperaktivasi amigdala dan hipoaktivasi dari korteks
prefrontal terhadap rangsangan emosi mungkin dianggap sebagai karakteristik
terhadap peningkatan kerentanan kognitif terhadap depresi. Studi neuroimaging
19
mengimplikasikan bahwa pada depresi, amigdala merupakan lokus penting dalam
terjadinya disfungsi pemrosesan rangsangan yang mengancam.18
2.2. Depresi
2.2.1. Definisi Depresi
Depresi merupakan suatu gangguan mental umum yang ditandai dengan mood
yang depresif, kehilangan minat atau kesenangan, kurang energi, perasaan bersalah
atau harga diri rendah, gangguan tidur atau nafsu makan dan konsentrasi yang
rendah.19
Dalam buku Synopsis of Psychiatri gangguan depresi termasuk ke dalam
gangguan mood. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai gangguan depresi kita
perlu memahami apa yang dimaksud dengan mood terlebih dahulu.
Mood dapat didefinisikan sebagai emosi yang meresap dan berkelanjutan atau
nada perasaan yang memengaruhi perilaku seseorang dan memberikan warna
terhadap persepsinya mengenai di dunia.20
Menurut definisi yang diapaparkan dalam
Buku Ajar Psikiatri, mood merupakan subjektivitas peresapan emosi yang dialami
dan dapat diutarakan oleh pasien dan terpantau oleh orang lain, sebagai contoh adalah
depresi, elasi, dan marah.21
Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi dan
minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, mengalami hilangnya nafsu makan,
berpikir mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan aktivitas,
kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetatif (termasuk tidur, aktivitas seksual
dan ritme biologik yang lain). Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya
interpersonal, sosial, dan fungsi pekerjaan.21
2.2.2. Epidemiologi Depresi
Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang
signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO (2016), terdapat
sekitar 35 juta orang terkena depresi. Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis,
psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus
20
gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan
penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang.22
Data riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi gangguan mental dan emosional
yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke
atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia.
Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat seperti skizofrenia mencapai sekitar
400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk.9
Gangguan depresi berat paling sering terjadi, dengan prevalensi seumur hidup
sekitar 15 persen. Penderita perempuan dapat mencapai 25 persen, sekitar 10 persen
di perawatan primer dan 15 persen dirawat di rumah sakit. Pada anak sekolah
didapatkan prevalensi sekitar 2 persen dan usia remaja 5 persen. Berdasarkan jenis
kelamin, perempuan dua kali lipat lebih besar dibanding laki-laki. Diduga adanya
perbedaan hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stressor psikososial antara laki-
laki dan perempuan, dan model perilaku yang dipelajari tentang ketidak berdayaan.21
Gangguan depresi berat sering terjadi pada rata-rata usia sekitar 40 tahun.
Hampir 50 persen awitan diantara usia 20-50 tahun. Gangguan depresi berat dapat
timbul pada masa anak atau lanjut usia. Data terkini menunjukkan, gangguan depresi
berat diusia kurang dari 20 tahun mungkin berhubungan dengan meningkatnya
penggunaan alkohol dan penyalahgunaan zat dalam kelompok usia tersebut.21
2.2.3. Etiologi Depresi
2.2.3.1. Faktor Organobiologik
1) Amin Biogenik
Dilaporkan terdapat kelainan atau disregulasi pada metabolit
amin biogenik, seperti asam 5-hydroxyindoleacetic (5-HIAA), asam
homovalinic (HVA), dan 3-methoxy-4-hydroxyphenyl-glycol (MHPG)
di dalam darah, urin, dan cairan serebrospinal (CSF) pasien dengan
gangguan mood. Norepinefrin dan serotonin adalah dua
21
neurotransmitters yang paling terlibat dalam patofisiologi gangguan
mood.21
a. Norepinefrin
Penurunan regulasi reseptor beta adrenergik dan respons klinis
anti-depresi mungkin merupakan peran langsung sistem noradrenergik
pada depresi. Bukti lain yang juga melibatkan reseptor b2-presinaptik
pada depresi, yaitu aktifnya reseptor yang mengakibatkan pengurangan
jumlah pelepasan norepinefrin. Reseptor b2-presinaptik juga terletak
pada neuron serotonergik dan mengatur jumlah pelepasan serotonin.21
b. Serotonin
Aktivitas serotonin bekurang pada depresi. Serotonin
bertanggung jawab untuk kontrol regulasi afek, agresi, tidur dan nafsu
makan. Pada beberapa penelitian ditemukan jumlah serotonin yang
berkurang di celah sinap dikatakan bertanggung jawab untuk
terjadinya depresi.21
c. Dopamin
Aktivitas dopanin mungkin berkurang pada depresi. Penemuan
subtipe baru reseptor dopamin dan meningkatnya pengertian fungsi
regulasi presinaptik dan pascasinaptik dopamin memperkaya hubungan
antara dopamin dan gangguan mood. Dua teori terbaru tentang
dopamin dan depresi adalah jalur dopamin mesolimbik mungkin
mengalami disfungsi pada depresi, dan reseptor dopamin D1 mungkin
hipoaktif pada depresi. 21
2) Faktor Neurokimia Lain
a. Aksis Adrenal
Hubungan antara hipersekresi kortisol dan depresi merupakan
salah satu penelitian terlama di bidang psikiatri biologis. Sekitar 50%
pasien yang mengalami depresi memilki tingkat kortikal yang
meningkat. Neuron di nukleus paraventrikular melepaskan
22
corticotropine releasing hormone (CRH) yang merangsang pelepasan
adrenocorticotropine hormone (ACTH) dari hipofisis anterior.
Selanjutnya, ACTH merangsang pelepasan kortisol dari korteks
adrenal. Umpan balik kortisol bererja melalui setidaknya dua
meknisme. Mekanisme umpan balik cepat yang sensitif terhadap
peningkatan konsentrasi kortisol, bekerja pada reseptor kortisol di
hipokampus dan menyebabkan berkurangnya pelepasan ACTH.
Mekanisme umpan balik lambat sensitif terhadap konsentrasi kortisol
yang cenderung stabil, diperkirakan bekerja melalui reseptor hipofisis
dan adrenal.23
2.2.3.2. Faktor Genetik
Genetik merupakan faktor penting dalam perkembangan gangguan
mood, tetapi jalur penurunan sangat kompleks. Sulit untuk mengabaikan efek
psikososial, dan juga, faktor nongenetik kemungkinan berperan sebagai
penyebab berkembangnya gangguan mood, setidaknya pada beberapa orang.
Hasil studi dalam keluarga didapatkan bahwa keluarga yang memiliki riwayat
depresi pada anggota keluarga generasi pertama, 2 sampai 10 kali lebih sering
mengalami depresi berat. 21
2.2.3.3. Faktor psikososial
Peristiwa kehidupan yang membuat seseorang merasa tertekan (stres)
dapat mencetuskan terjadinya depresi. Episode pertama ini lebih ringan
dibandingkan episode berikutnya. Ada teori yang mengemukakan adanya stres
sebelum episode pertama menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan
lama. Hal ini menyebabkan perubahan berbagai neurotransmiter dan sistem
sinyal intraneuron, termasuk hilangnya beberapa neuron dan penurunan
kontak sinaps. Dampaknya, seorang individu berisiko tinggi mengalami
episode berulang gangguan mood, sekalipun tanpa stressor dari luar. 21
Data paling mendukung sehubungan dengan peristiwa kehidupan atau
stresor lingkungan yang sering berkaitan dengan depresi adalah kehilangan
23
orang tua sebelum berusia 11 tahun dan kehilangan pasangan. Faktor risiko
lain adalah kehilangan pekerjaan; orang yang keluar dari pekerjaannya
berisiko 3 kali lebih besar untuk timbulnya gejala dibandingkan yang bekerja.
Kehilangan objek cinta pada masa perkembangan walaupun tidak secara
langsung dapat mencetuskan gangguan depresi, namun berpengaruh terhadap
ekspresi penyakit, misalnya awitan timbulnya gangguan, episode yang lebih
parah, adanya gangguan kepribadian, dan keinginan untuk bunuh diri. 21
2.2.3.4. Faktor Kepribadian
Semua orang, apapun pola kepribadiannnya, dapat mengalami depresi
sesuai dengan situasinya. Orang dengan kepribadian obsesi kompulsi,
histrionik dan ambang, berisiko tinggi untuk mengalami depresi dibandingkan
dengan gangguan kepribadian paranoid atau antisosial. Pasien dengan
gangunan disritmik dan siklotimik berisiko mengalami gangguan depresi
berat. Peristiwa yang membuat seseorang stres merupakan prediktor terkuat
untuk kejadian episode depresi. Riset menunjukkan bahwa pasien yang
mengalami stresor akibat tidak adanya kepercayaan diri sering mengalami
depresi. 21
2.2.3.5. Faktor Psikodinamik Pada Depresi
Pemahaman psikodinamik yang dikemukakan oleh Sigmund Freud
dan dilanjutkan oleh Karl Abraham dikenal sebagai pandangan klasik depresi.
Teori tersebut mencakup empat hal utama:
1.) gangguan hubungan ibu-anak selama fase oral (10-18 bulan)
menjadi faktor predisposisi untuk rentan terhadap episode depresi
berulang;
2.) depresi dapat dihubungkan dengan cinta yang nyata maupun fantasi
kehilangan objek;
3.) introjeksi merupakan terbangkitnya mekanisme pertahanan untuk
mengatasi penderitaan akibat kehilangan objek cinta, dan
24
4.) kehilangan objek cinta, diperlihatkan dalam bentuk campuran
antara benci dan cinta, serta perasaan marah yang diarahkan
kepada diri sendiri. 21
Melanie Klein menjelaskan bahwa depresi termasuk agresi ke arah
mencintai, seperti yang dijelaskan Freud. Edward Bibring menyatakan bahwa
depresi adalah suatu fenomena yang terjadi ketika seseorang menyadari
ketidakmampuannya untuk mewujudkan cita-cita ideal yang tinggi. Edith
Jacobson melihat depresi sebagai berkurangnya kekuatan, misalnya pada anak
yang tidak berdaya terhadap penyiksaan orang tua. Silvano Arieti mengamati
banyak pasien depresi hidup untuk orang lain dibandingkan untuk dirinya
sendiri. Arieti merujuk pada orang yang menderita depresi, hidup dalam
dominasi orang lain, dalam prinsip dan nilai ideal. Heinz Kohut
mengonseptualisasikan depresi dimulai dari teori self-psychology, bahwa
perkembangan jiwa mempunyai kebutuhan spesifik yang harus dipenuhi orang
tua terhadap anaknya, yaitu memberikan rasa positif, percaya diri dan self-
cohesion. Jika orang yang diharapkan tidak memenuhi kebutuhan ini akan
terjadi kehilangan kepercayaan diri yang besar yang muncul sebagai depresi.
John Bowlby percaya bahwa rusaknya keeratan awal dan trauma akibat
perpisahan pada anak merupakan predisposisi terjadinya depresi. Kehilangan
pada orang dewasa dan trauma kehilangan pada masa kanak memudahkan
seseorang mengalami episode depresi pada masa dewasa. 21
2.2.3.6. Formulasi Lain dari Depresi
Depresi merupakan hasil penyimpangan kognitif spesifik yang
membuat seseorang mempunyai kecenderungan menjadi depresi. Postulat
Aaron Beck menyatakan trias kognitif dari depresi mencakup:
1.) pandangan terhadap diri sendiri berupa persepsi negatif terhadap
dirinya;
2.) tentang lingkungan, yakni kecenderungan menganggap dunia
bermusuhan terhadapnya, dan
25
3.) tentang masa depan, yakni bayangan penderitaan dari kegagalan. 21
2.2.4. Tanda dan Gejala Depresi21
2.2.4.1. Mood Terdepresi
Mood terdepresi, kehilangan minat dan berkurangnya energi adalah
gejala utama dari depresi. Pasien mungkin mengatakan perasaannya sedih,
tidak mempunyai harapan, dicampakkan, atau tidak berharga. Emosi pada
mood depresi kualitasnya berbeda dengan emosi duka cita atau kesedihan
yang normal. 21
2.2.4.2. Pikiran Bunuh Diri
Pikiran untuk melakukan bunuh diri dapat timbul pada sekitar dua per
tiga pasien depresi dan 10-15% diantaranya melakukan bunuh diri. Mereka
yang dirawat di rumah sakit dengan percobaan bunuh diri mempunyai umur
hidup lebih panjang dibanding yang tidak dirawat. Beberapa pasien depresi
terkadang tidak menyadari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh tentang
gangguan mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman, dan
aktivitas yang sebelumnya menarik bagi dirinya. 21
2.2.4.3. Penurunan Energi dan Motivasi
Hampir semua pasien depresi (97%) mengeluh tentang penurunan
energi. Mereka mengalami kesulitan menyelesaikan tugas, mengalami
hendaya di sekolah dan pekerjaan, dan menurunnya motivasi untuk terlibat
dalam kegiatan baru. 21
2.2.4.4. Gangguan Tidur, Nafsu Makan, dan Perubahan Berat Badan
Sekitar 80% pasien mengeluh masalah tidur, khususnya terjaga dini
hari (terminal insomnia) dan sering terbangun di malam hari karena
memikirkan masalah yang dihadapi. Kebanyakan pasien menunjukkan
peningkatan atau penurunan nafsu makan, demikian pula dengan bertambah
26
dan menurunnya berat badan, serta mengalami tidur lebih lama dari yang
biasanya. 21
2.2.4.5. Kecemasan dan Gangguan Fungsi Biologik Lain
Kecemasan adalah gejala tersering dari depresi dan menyerang 90%
pasien depresi. Berbagai perubahan asupan makanan dan istirahat dapat
menyebabkan timbulnya penyakit lain secara bersamaan, seperti diabetes,
hipertensi, penyakit paru obstuksi kronik, dan penyakit jantung. Gejala lain
termasuk haid yang tidak normal dan menurunnya minat serta aktivitas
seksual.
2.2.5. Kriteria Diagnosis Deperesi21
Diadaptasi dari Diagnostic and Statitical Manual of Mental Disorder,
4th
edition, kriteria diagnosis gangguan depresi berat adalah:
A. Pasien mengalami mood terdepresi (sebagai contoh, sedih atau perasaan
kosong) atau kehilangan minat atau kesenangan sepanjang waktu selama 2
minggu atau lebih ditambah 4 atau lebih gejala berikut ini:
1) Gangguan tidur, seperti insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
2) Menurunnya minat atau kesenangan hampir pada semua kegiatan hampir
sepanjang waktu.
3) Perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak sesuai atau rasa tidak
berharga hampir sepanjang waktu.
4) Kehilangan energi atau letih hampir sepanjang waktu.
5) Menurunnya kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi; sulit membuat
keputusan hampir sepanjang waktu.
6) Selera makan yang menurun atau meningkat
7) Dalam pengamatan ditemukan agitasi/ retardasi.
8) Timbul pikiran berulag tentang mati/ ingin bunuh diri.
B. Gejalanya tidak memenuhi untuk kriteria episode campuran (episode depresi
berat dan episode manik)
27
C. Gejalanya menimbulkan penderitaan atau hendaya sosial, pekerjaan atau
fungsi penting lainnya yang bermakna secara klinik.
D. Gejalanya bukanlah merupakan efek fisiologi langsung dari zat (sebagai
contoh: penyalahgunaan obat, atau medikasi) atau suatu kondisi medik umum
(sebagai contoh: hipotiroidisme).
E. Gejalanya tidak lebih baik dibandingkan dengan dukacita, misalnya, setelah
kehilangan seseorang yang dicintai, gejala menetap lebih dari 2 bulan atau
ditandai hendaya fungsi yang jelas, preokupasi rasa ketidak bahagiaan yang
abnormal, gagasan bunuh diri, gejala psikotik atau retardasi psikomotor.
2.3. Youth Risk Behavior Survey
Merupakan alat ukur untuk mengetahui perilaku berisiko yang bekontribusi
pada penyebab utama kematian dan kecacatan di kalangan remaja dan orang dewasa.
Perilaku berisiko tersebut termasuk perilaku yang berkontribusi pada kekerasan dan
cedera yang tidak disengaja, termasuk perilaku perundungan serta gejala depresi,
perilaku seksual terkait dengan kehamilan yang tidak diinginkan dan penyakit
menular seksual, termasuk HIV, alkohol dan penggunaan obat-obatan terlarang,
penggunaan rokok, perilaku diet yang tidak sehat, serta aktivitas fisik yang tidak
memadai.24
Kuesioner berisi 116 butir pertanyaan, dengan pertanyaan mengenai
perilaku perundungan dan gejala depresi yang masing-masing dirincikan sebagai
berikut:
1) Perundungan :
a. Pencurian atau perusakan barang pribadi oleh orang lain di sekolah selama
12 bulan terakhir (kuesioner no.29).
b. Mengalami perundungan (bullying) di sekolah selama 12 bulan terakhir
(kuesioner no.35).
c. Mengalami perundungan (bullying) di internet selama 12 bulan terakhir
(kuesioner no.36).
28
2) Gejala depresi :
a. Merasa sedih atau putus asa selama dua minggu atau lebih berturut-turut
selama 12 bulan terakhir sehingga tidak ingin melakukan kegiatan apapun
(kuesioner no.37).
b. Berniat bunuh diri selama 12 bulan terakhir (kuesioner no.38).
c. Menyusun rencana bunuh diri selama 12 bulan terakhir (kuesioner no.39).
d. Mencoba bunuh diri selama 12 bulan terakhir (kuesioner no.40).
29
2.4. Kerangka Teori
Faktor yang mempengaruhi:
1. Karakteristik individu
2. Usia
3. Jenis Kelamin
4. Personality Traits
5. Lingkungan dan otoritas sekolah
6. Status Sosial Ekonomi
Perilaku Perundungan
Mempengaruhi
aktivitas sistem
HPA-aksis15
16
Perubahan jumlah
kortisol15
Meningkatkan risiko
terjadinya gangguan
mood dan kesehatan
mental15 16
Depresi
Mood terdepresi
Pemikiran dan perilaku bunuh diri
Penurunan energi dan motivasi
Gangguan tidur, nafsu makan dan perubahan
berat badan
Kecemasan dan gangguan fungsi biologik lain
Faktor yang mempengaruhi:
1. Faktor organobiologik:
Kelainan atau disregulasi metabolit
aminbiogenik
2. Faktor genetik:
Riwayat depresi dalam keluarga
3. Faktor psikososial:
Peristiwa kehidupan yang
membuat seseorang merasa
tertekan (dalam penelitian ini
termasuk perundungan)
4. Faktor kepribadian:
Pola kepribadian tertentu
5. Faktor psikodinamik
6. Formulasi lain depresi:
Penyimpangan kognitif spesifik
Up-regulasi sistem rasa
takut di amigdala17
Hiperaktivasi amigdala17 18
30
2.5. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
PERUNDUNGAN
1) Pencurian atau perusakan
barang pribadi oleh orang
lain di sekolah selama 12
bulan terakhir.
2) Mengalami perundungan
(bullying) di sekolah selama
12 bulam terakhir.
3) Mengalami perundungan
(bullying) di internet selama
12 bulan terakhir.
GEJALA DEPRESI
1) Merasa sedih atau putus asa
selama dua minggu atau
lebih berturut-turut selama
12 bulan terakhir sehingga
tidak ingin melakukan
kegiatan apapun .
2) Berniat bunuh diri selama
12 bulan terakhir.
3) Menyusun rencana bunuh
diri selama 12 bulan
terakhir.
4) Mencoba bunuh diri selama
12 bulan terakhir.
Faktor Genetik
Faktor Psikososial
Faktor Kepribadian
Faktor Psikodinamik
Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti
Faktor Organobiologik
31
2.5. Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Pengukuran Skala Variabel bebas
1. Perundungan Merupakan segala bentuk
penindasan atau
kekerasan yang dilakukan
dengan sengaja oleh satu
orang atau sekelompok
orang yang lebih kuat
atau lebih berkuasa
terhadap orang lain,
dengan tujuan untuk
menyakiti dan dilakukan
secara terus-menerus.4
Kuisioner
YRBS dalam
butir pertanyaan
no. 29, 35, dan
36.
1. Pernah
(menjawab “ya”
pada pilihan
jawaban berupa
pernyataan, dan
menjawab ≥ 1 kali
pada pilihan
jawaban berupa
intensitas)
2. Tidak pernah
(menjawab “tidak”
pada pilihan
jawaban berupa
pernyataan, dan
menjawab 0 kali
pada pilihan
jawaban berupa
intensitas)
Nominal
Variabel terikat
2. Gejala depresi Kehilangan energi dan
minat, merasa sedih, tidak
mempunyai harapan,
merasa dicampakkan,
atau tidak berharga,
merasa bersalah, sulit
berkonsentrasi,
mengalami hilangnya
nafsu makan, berpikir
mati atau bunuh diri,
tanda dan gejala lain
termasuk perubahan
aktivitas, kemampuan
kognitif, bicara dan
fungsi vegetatif (termasuk
tidur, aktivitas seksual
dan ritme biologik yang
lain.21
Kuisioner
YRBS dalam
butir pertanyaan
no. 37, 38, 39,
40.
1. Pernah
(menjawab “ya”
pada pilihan
jawaban berupa
pernyataan, dan
menjawab ≥ 1 kali
pada pilihan
jawaban berupa
intensitas)
2. Tidak pernah
(menjawab “tidak”
pada pilihan
jawaban berupa
pernyataan, dan
menjawab 0 kali
pada pilihan
jawaban berupa
intensitas)
Nominal
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan
menggunakan desain potong lintang (cross sectional).25
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta,
dan MA Jamiat Kheir di Kota Jakarta Pusat pada bulan Oktober 2017 sampai bulan
Desember 2017.
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1. Populasi Target
Populasi target dari penelitian ini adalah seluruh pelajar SLTA di Kota
Jakarta Pusat
3.3.2. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pelajar SMA 35 Jakarta,
SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir.
3.3.3. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah siswa/siswi kelas X, XI, dan XII
SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat
Kheir yang tepilih secara randomisasi dan bersedia menjadi responden.
3.4. Besar Sampel
Jumlah seluruh pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK 5 Muhammadiyah Jakarta,
dan MA Jamiat Kheir yang terpilih sebagai sampel adalah sebanyak 360 siswa.
33
Rumus yang digunakan untuk menentukan besar sampel minimal pada
penelitian ini menggunakan rumus estimasi besar sampel untuk penelitian deskriptif
kategorik dan analitik kategorik tidak berpasangan, yaitu sebagai berikut:26
3.4.1. Besar Sampel Penelitian Deskriptif Kategorik
Keterangan:
n = besar sampel
Zα = derivat baku normal untuk α
P = proporsi dari kategori yang menjadi point of interest
Q = 1-P
d = kesalahan prediksi proporsi yang masih dapat diterima
Diketahui:
Zα = 1,96
P = 0,4827
Q = 0,52
d = 0,05
Maka besar sampel yang diperlukan:
=
= 383,5 = 384 sampel
3.4.2. Besar Sampel Penelitian Aanalitik Kategorik Tidak Berpasangan
( √ ) √
(
34
Keterangan:
n = besar sampel
Zα = derivat baku normal untuk α
Zβ = derivat baku normal untuk β
α = kesalahan tipe satu yang nilainya ditetapkan oleh peneliti
β = kesalahan tipe dua yang nilainya ditetapkan oleh peneliti
P = proporsi total = (P1 – P2)/2
P1 = proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement peneliti
P2 = proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya dari kepustakaan
Q = 1- P
Q1 = 1 – P1
Q2 = 1 – P2 atau (Q1-Q2)/2
Diketahui:
α = Kesalahan tipe 1, ditetapkan 5%
Zα = Nilai standar α, yaitu 1,96
β = Kesalahan tipe 2, ditetapkan 20%
Zβ = Nilai standar β, yaitu 0,84
P = 0,2
P1 = 0,505
P2 = 0,30527
35
Q = 0,8
Q1 = 0,495
Q2 = 0,695
Maka besar sampel yang diperlukan:
( √ ) √
( = 74
n total = 148
Untuk mengantisipasi terjadinya drop out pada penelitian ini, maka sampel
ditambahkan dengan menggunakan rumus:
( =
( = 164,4 = 164 sampel
%
Jumlah sampel minimum yang dibutuhkan pada penelitian ini, secara
deskriptif adalah 384 dan secara analitik adalah 164 sampel. Namun, jumlah sampel
yang digunakan oleh peneliti adalah sebanyak 360 sampel karena peneliti mengikuti
prosedur pengambilan sampel yang telah ditetapkan oleh tim YRBSS FK UIN Syarif
Hidayatullah. Sampel yang digunakan oleh peneliti kurang memenuhi jumlah sampel
minimum yang dibutuhkan untuk penelitian deskriptif, namun memenuhi jumlah
sampel minimum untuk penelitian analitik.
3.4. Cara Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel penelitian ini adalah dengan cara multistage
random sampling, yakni terdapat beberapa jenis randomisasi yang digunakan pada
setiap tingkatan. Seluruh SLTA di Kota Jakarta Pusat dilakukan randomisasi
36
bertingkat berdasarkan jenis sekolah, sehingga terpilih SMA 35 Jakarta, SMK
Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir. Ketiga sekolah terpilih kemudian
dilakukan randomisasi kembali untuk pemilihan kelas mana yang akan dijadikan
sampel berdasarkan tingkat kelas. Kelas X, XI, dan XII yang terpilih akan dilakukan
randomisasi kembali menggunakan simple random sampling untuk memilih
siswa/siswi mana yang akan dijadikan sebagai sampel penelitian.28
3.5. Kriteria Sampel
3.5.1. Kriteria Inklusi
1. Siswa/siswi kelas X, XI, dan XII di SMA 35 Jakarta, SMK
Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir.
3.5.2. Kriteria Eksklusi
1. Siswa/siswi yang memiliki gangguan kognitif atau gangguan psikiatri.
2. Siswa/siswi yang tidak bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.
3. Siswa/siswi yang tidak mengisi kuesioner dengan lengkap.
4. Siswa/siswi yang mencantumkan jawaban yang tidak tersedia dalam
pilihan jawaban dalam kuesioner.
3.6. Cara Kerja Penelitian
1. Menentukan tema dan judul penelitian.
2. Menentukan desain dan metode penelitian.
3. Menentukan instrumen penelitian.
Memilih kuesioner YRBS 2017 sebagai instrumen dalam penelitian.
4. Permohonan izin kepada yang mempatenkan kuesioner.
Meminta izin kepada yang mempatenkan kuesioner YRBS 2017 untuk
penerjemahan ke dalam Bahasa Indonesia dan penggunaan kuesioner tersebut
dalam penelitian ini.
5. Mendata seluruh SLTA di Kota Jakarta Pusat.
6. Memilih SLTA yang akan dijadikan sampel secara random.
37
Memilih SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat
Kheir sebagai tempat penelitian.
7. Melakukan perizinan ke fakultas untuk melakukan penelitian.
8. Datang ke sekolah yang terpilih sebagai sampel dan meminta izin kepada
kepala sekolah untuk pengambilan data penelitian.
9. Identifikasi sampel penelitian.
a. Pendataan jumlah siswa/siswi di sekolah terpilih.
b. Melakukan randomisasi pada seluruh pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK
Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir untuk dijadikan sampel
15. Melakukan pengambilan data di sekolah.
a. Penyerahan dan pengisian passive informed consent.
Jika setuju dan bersedia menjadi sampel penelitian, lembar informed
consent tidak perlu di kembalikan ke peneliti. Namun, apabila sampel
terpilih tidak bersedia menjadi sampel peneltian, lembar informed
consentditandatangani oleh orang tua sampel terpilih, dan
dikembalikan kepada peneliti.
b. Menyampaikan informed consent kepada sampel penelitian.
Memberikan penjelasan kepada sampel penelitian mengenai penelitian
yang akan dilakukan.
c. Mengisi kuesioner YRBS 2017 dalam Bahasa Indonesia dengan
lengkap.
Jika setuju dan bersedia menjadi sampel penelitian, maka siswa/siswi
diminta untuk mengisi kuesioner YRBS dalam Bahasa Indonesia.
11. Sortir data
Kuesioner yang telah diisi kemudian dikumpulkan dan dilakukan
penyortiran data oleh peneliti untuk melihat apakah memenuhi kriteria
penelitian atau tidak.
12. Analisis data
Menganalisis dan mengolah data penelitian menggunakan SPSS versi 22.0.
13. Penulisan laporan penelitian.
38
3.7. Alur Penelitian
*: Sudah dilakukan oleh Tim YRBSS Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
**: Dilakukan oleh peneliti dan Tim YRBSS Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
1, 2. Menentukan tema, judul, desain dan metode penelitian
3. Memilih kuesioner YRBS 2017 sebagai instrumen penelitian
4. Penerjemahan kuesioner ke dalam Bahasa Indonesia*
5. Mendata seluruh SLTA di Kota Jakarta Pusat*
6. Memilih SLTA yang akan dijadikan sampel penelitian secara random*
7. Melakukan perizinan ke fakultas untuk melakukan penelitian*
8. Datang ke sekolah yang terpilih sebagai sampel**
8. Permintaan izin penelitian ke pihak sekolah**
9a. Pendataan jumlah siswa/siswi di sekolah**
9b. Randomisasi siswa**
10. Melakukan pengambilan data di sekolah**
10a,b. Penyerahan, pengisian, dan penjelasan passive informed consent**
Tidak bersedia Bersedia
10c. Pengisian kuesioner
11. Pengambilan data dari kuesioner
13. Penulisan laporan penelitian 12. Pengolahan data dengan SPSS
39
3.8. Manajemen Data
3.8.1. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data primer
karena kuesioner diisi langsung oleh responden.
3.8.2. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah kuesioner
YRBS 2017 yang sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh tim
YRBSS Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang diketuai
oleh dr. Risahmawati, Dr.Med.Sc. Kuesioner tersebut berupa pertanyaan
tertulis yang digunakan untuk memperoleh data atau informasi mengenai
identitas dan perilaku berisiko pada remaja, termasuk perundungan dan gejala
depresi.
3.8.3. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dan realiabilitas telah dilakukan oleh tim YRBSS
Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.8.4. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan dan analisis data pada penelitian ini menggunakan
program SPSS (Statistic P