of 113 /113
HUBUNGAN PERILAKU PERUNDUNGAN (BULLYING) TERHADAP KEJADIAN GEJALA DEPRESI PADA PELAJAR SLTA DI KOTA JAKARTA PUSAT TAHUN 2017 Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN Oleh: Khadijah Alhaura Azhari NIM: 11151030000060 PROGRAM STUDI KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/ 2018 M

TERHADAP KEJADIAN GEJALA DEPRESI PADA PELAJAR SLTA DI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/53728/1/KHADIJ… · TERHADAP KEJADIAN GEJALA DEPRESI PADA PELAJAR SLTA

  • Author
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Text of TERHADAP KEJADIAN GEJALA DEPRESI PADA PELAJAR SLTA DI...

  • HUBUNGAN PERILAKU PERUNDUNGAN (BULLYING)

    TERHADAP KEJADIAN GEJALA DEPRESI

    PADA PELAJAR SLTA DI KOTA JAKARTA PUSAT

    TAHUN 2017

    Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    SARJANA KEDOKTERAN

    Oleh:

    Khadijah Alhaura Azhari

    NIM: 11151030000060

    PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1440 H/ 2018 M

  • ii

    LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

    Dengan ini saya menyatakan bahwa:

    1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

    memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

    sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

    merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

    sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Ciputat, 15 Oktober 2018

    Khadijah Alhaura Azhari

  • iii

    iii

    LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

    HUBUNGAN PERILAKU PERUNDUNGAN (BULLYING)

    TERHADAP KEJADIAN GEJALA DEPRESI PADA PELAJAR SLTA

    DI KOTA JAKARTA PUSAT TAHUN 2017

    Laporan Penelitian

    Diajukan kepada Fakultas Kedokteran untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

    Gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)

    Oleh

    Khadijah Alhaura Azhari

    NIM: 11151030000060

    Pembimbing I

    dr. Risahmawati, Dr. Med.Sc

    NIP. 19770913 200604 2 001

    Pembimbing II

    dr. Bisatyo Mardjikoen, Sp.OT

    NIP. 19660813 199103 1 003

    PROGRAM STUDI KEDOKTERAN

    FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1440 H/ 2018 M

  • iv

    iv

    LEMBAR PENGESAHAN Laporan Penelitian berjudul HUBUNGAN PERILAKU PERUNDUNGAN

    (BULLYING) TERHADAP KEJADIAN GEJALA DEPRESI PADA PELAJAR

    SLTA DI KOTA JAKARTA PUSAT TAHUN 2017 yang diajukan oleh Khadijah

    Alhaura Azhari (NIM: 11151030000060), telah diajukan dalam sidang skripsi di

    Fakultas Kedokteran pada 15 Oktober 2018. Laporan penelitian ini telah diterima

    sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sajarna Kedokteran (S. Ked) pada

    Fakultas Kedokteran.

    Ciputat, 15 Oktober 2018

    DEWAN PENGUJI

    Ketua Sidang

    dr. Risahmawati, Dr. Med.Sc

    NIP. 19770913 200604 2 001

    Pembimbing I

    dr. Risahmawati, Dr. Med.Sc

    NIP. 19770913 200604 2 001

    Pembimbing II

    dr. Bisatyo Mardjikoen, Sp.OT

    NIP. 19660813 199103 1 003

    Penguji I

    dr. Isa Multazam Noor, MSc, Sp.KJ (K)

    NIP 197512 200912 1002

    Penguji II

    dr. Marita Fadhilah, Dr.Med.Sc

    NIP 19780314 200604 2 001

    PIMPINAN FAKULTAS

    DEKAN FK UIN

    dr. Hari Hendarto, Ph.D., Sp.PD-KEMD

    NIP 19651123 200312 1 003

    KAPRODI PSKedokteran

    dr. Achmad Zaki, M.Epid, Sp.OT

    NIP. 19780507 200501 1 005

  • v

    v

    KATA PENGANTAR

    Assalamualaikum wr.wb.

    Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah

    SWT karena berkat limpahan rahmat, anugerah, serta nikmat-Nya penulis dapat

    belajar dan menyelesaikan penelitian di FK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Sholawat serta salam tak lupa penulis curahkan kepada Rasulullah SAW yang telah

    membawa umat Muslim dari zaman kegelapan ke zaman yang penuh dengan

    perkembangan ilmu dan teknologi sehingga penulis dapat belajar kala ini.

    Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi

    pada Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa

    penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dukungan dari

    berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih

    yang sebesar-besarnya kepada:

    1. dr. H. Hari Hendarto, Ph.D., Sp.PD-KEMD selaku dekan FK UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    2. dr. Risahmawati, Dr. Med.Sc., dan dr. Bisatyo Mardjikoen, Sp.OT, selaku

    dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk membimbing,

    memberi masukan serta arahan dan motivasi penulis selama pelaksanaan

    penelitian dan penyusunan skripsi.

    3. dr. Isa Multazam Noor, MSc, Sp.KJ (K) Psikiater Anak dan Remaja dan dr.

    Marita Fadhilah, Dr. Med.Sc., yang telah bersedia menjadi penguji dalam

    sidang skripsi penelitian ini.

    4. drg. Laifa Annisa Hendarmin, DDS, Ph.D. dan dr. Flori Ratna Sari, Ph.D.

    selaku dosen penanggung jawab riset mahasiswa Fakultas Kedokteran UIN

    Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2015 yang telah memotivasi kami untuk

  • vi

    vi

    dapat menyelesaikan riset tepat waktu dan memberi arahan serta masukan

    dalam penelitian yang kami lakukan.

    5. Ibu Alfiah S.Ag., M.Ag. selaku dosen pembimbing akademik penulis yang

    selalu membimbing dan memberikan motivasi kepada penulis.

    6. Kedua orang tua penulis yang tercinta, ayahanda Epih Ibkar Irmansyah dan

    ibunda Ida Widayati Djajadisastra, serta kakak dan adik tersayang Faruq

    Ahmad Faishal, Fadhillah Nur Afifah, Fatimah Aulia Dina, Salman Yusuf

    Abdilah, dan Alya Rezka Zhafira yang selalu mencurahkan cinta dan kasih

    sayangnya dan selalu member dukungan baik moril, materil, dan spiritual

    yang tak kunjung hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian

    dan skripsi ini.

    7. Teman seperjuangan penelitian, yaitu Meyasi Nurandani yang merupakan

    sahabat seperjuangan dalam penelitian dan pembuatan skripsi ini, yang telah

    bekerja sama dengan baik dan saling bahu membahu memberikan dukungan,

    semangat, dan motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

    8. Sahabat-sahabat penulis, yaitu Risa Azzahra Khatami, Annisa Delia K.,

    Hanifa Syafly, Rafika Astarina, Nailaufar Hamro, dan Auliya Yasmin, yang

    sudah mendoakan dan memberi semangat untuk menyelesaikan skripsi.

    9. Isna Khumairotin A. yang telah berbagi ilmu kepada penulis mengenai

    pemilihan uji statistik.

    10. Febri Nugraheni dan Lilis Siti Nursaadah yang telah membantu penulis

    dalam penulisan skripsi.

    11. Ibu Nurul Sugiarti, SKM, M.Kes yang telah membantu penulis dalam

    mengurus surat permohonan penguji sidang skripsi ke Rumah Sakit Jiwa dr.

    Soeharto Herdjaan.

    12. Widda Mayyala Shofie dan Haseena Hersiwinukir yang telah membantu

    penulis dalam mempersiapkan kebutuhan sidang skripsi.

    13. Seluruh teman-teman program studi kedokteran angkatan 2015 yang selalu

    memberi dukungan dan semangat.

  • vii

    vii

    14. Semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian dan skripsi yang

    tidak dapat disebutkan satu persatu.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan dan

    ketidaksempurnaan mengingat keterbatasan kemampuan penulis, oleh karena itu

    penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi

    ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi para pembaca dalam

    mempelajari dan mengembangkan ilmu kedokteran.

    Ciputat, 15 Oktober 2018

    Penulis

  • viii

    viii

    ABSTRAK

    Khadijah Alhaura Azhari. Program Studi Kedokteran. Hubungan Perilaku

    Perundungan (Bullying) Terhadap Kejadian Gejala Depresi Pada Pelajar SLTA

    di Kota Jakarta Pusat Tahun 2017.

    Latar Belakang: Perilaku perundungan membahayakan kesehatan fisik dan

    kesejahteraan emosional anak-anak dan remaja, khususnya pelajar SLTA. Mereka

    yang mengalami perundungan lebih mungkin mengalami depresi serta memiliki

    pemikiran bunuh diri atau percobaan bunuh diri. Tujuan: Mengetahui hubungan

    perilaku perundungan terhadap kejadian gejala depresi pada pelajar SMA 35 Jakarta,

    SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir, Kota Jakarta Pusat. Metode:

    Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional menggunakan desain

    potong lintang. Sampel dipilih dengan metode multistage randomization sebanyak

    360 sampel. Pengumpulan data menggunakan kuesioner YRBS 2017. Analisis data

    bivariabel menggunakan uji Chi-Square, Fisher, dan Kolmogorov Smirnov. Hasil:

    Sebanyak 343 kuesioner dapat dianalisis. Didapatkan hubungan bermakna antara

    perundungan dan gejala depresi, yakni perundungan jenis pencurian atau perusakan

    barang terhadap perasaan sedih atau putus asa (p=0,006); perundungan di sekolah

    dengan perasaan sedih atau putus asa (p=0,001), dan niat bunuh diri (p=0,023), serta

    perundungan di internet dengan perasaan sedih atau putus asa (p=0,000), niat bunuh

    diri (p=0,001), dan rencana bunuh diri (p=0,015). Kesimpulan: Perundungan

    berhubungan secara bermakna tehadap kejadian gejala depresi pada pelajar SLTA di

    Kota Jakarta Pusat.

    Kata kunci: perundungan, gejala depresi, pelajar, SLTA.

  • ix

    ix

    ABSTRACT

    Khadijah Alhaura Azhari. Medical Study Program. The Correlations Between

    Bullying Behavior with Incidence of Depression Symptomps among High School

    Students in Center Jakarta 2017.

    Background: Bullying behavior endangers the physical health and emotional well-

    being of children and adolescents, especially high school students. Those who

    experience bullying are more likely to experience depression and have thoughts of

    suicide or attempted suicide. Objective: To determine the relationship of bullying

    behavior to the incidence of symptoms of depression in students of SMA 35 Jakarta,

    Muhammadiyah 5 Jakarta Vocational School, and MA Jamiat Kheir, Central Jakarta

    City. Method: This study was an observational analytic study using a cross-sectional

    design. Samples were selected by a multistage randomization method of 360 samples.

    Data collection using the YRBS 2017 questionnaire. Bivariable data analysis using

    Chi-Square, Fisher, and Kolmogorov Smirnov tests. Results: 343 questionnaire were

    eligible to analyze. A significant relationship was found between bullying and

    depression symptomps, namely bullying in the type of theft or destruction of goods

    against feelings of sadness or despair (p = 0.006); bullying at school with feelings of

    sadness or despair (p = 0.001), and suicidal intentions (p = 0.023), as well as

    internet bullying with feelings of sadness or despair (p = 0.000), suicidal intentions

    (p = 0.001), and suicide plans (p = 0.015). Conclusion: Bullying was significantly

    related to the incidence of depression symptoms among high school students in

    Central Jakarta City.

    Keywords: bullying, depression symptomps, students, high school.

  • x

    x

    DAFTAR ISI

    LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .............................................................. ii

    LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... iii

    LEMBAR PENGESAHAN................................................................................................... iv

    KATA PENGANTAR ............................................................................................................ v

    ABSTRAK ........................................................................................................................... viii

    DAFTAR ISI .......................................................................................................................... x

    DAFTAR TABEL ............................................................................................................... xiii

    DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................................... xv

    BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 1

    1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 3

    1.3. Hipotesis ....................................................................................................................... 3

    1.4. Tujuan Penelitian .......................................................................................................... 4

    1.4.1. Tujuan Umum ........................................................................................................ 4

    1.4.2. Tujuan Khusus ....................................................................................................... 4

    1.5. Manfaat Penelitian ........................................................................................................ 4

    1.5.1. Bagi Peneliti ........................................................................................................... 4

    1.5.2. Bagi Perguruan Tinggi ........................................................................................... 5

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... 6

    2.1. Perundungan ................................................................................................................. 6

    2.1.1. Definisi Perundungan ............................................................................................. 6

    2.1.2. Bentuk Perundungan .............................................................................................. 8

    2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi ................................................................................. 11

    2.1.4. Dampak Perundungan .......................................................................................... 16

    2.1.5. Perundungan dalam Tinjauan Neurosains ............................................................ 17

    2.2. Depresi ........................................................................................................................ 19

    2.2.1. Definisi Depresi ................................................................................................... 19

  • xi

    xi

    2.2.2. Epidemiologi Depresi ........................................................................................... 19

    2.2.3. Etiologi Depresi ................................................................................................... 20

    2.2.4. Tanda dan Gejala Depresi21 .................................................................................. 25

    2.2.5. Kriteria Diagnosis Deperesi21 ............................................................................... 26

    2.3. Youth Risk Behavior Survey ........................................................................................ 27

    2.4. Kerangka Teori ........................................................................................................... 29

    2.5. Kerangka Konsep ....................................................................................................... 30

    2.5. Definisi Operasional .................................................................................................... 31

    BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................... 32

    3.1. Desain Penelitian ........................................................................................................ 32

    3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................................... 32

    3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................................... 32

    3.3.1. Populasi Target ..................................................................................................... 32

    3.3.2. Populasi Terjangkau ............................................................................................. 32

    3.3.3. Sampel .................................................................................................................. 32

    3.4. Besar Sampel.............................................................................................................. 32

    3.4.1. Besar Sampel Penelitian Deskriptif Kategorik ..................................................... 33

    3.4.2. Besar Sampel Penelitian Aanalitik Kategorik Tidak Berpasangan ....................... 33

    3.4. Cara Pengambilan Sampel ........................................................................................... 35

    3.5. Kriteria Sampel ........................................................................................................... 36

    3.5.1. Kriteria Inklusi ..................................................................................................... 36

    3.5.2. Kriteria Eksklusi ................................................................................................... 36

    3.6. Cara Kerja Penelitian .................................................................................................. 36

    3.7. Alur Penelitian ........................................................................................................... 38

    3.8. Manajemen Data ......................................................................................................... 39

    3.8.1. Pengumpulan Data ............................................................................................... 39

    3.8.2. Instrumen Penelitian ............................................................................................. 39

    3.8.3. Uji Validitas dan Reliabilitas ................................................................................ 39

    3.8.4. Pengolahan dan Analisis Data .............................................................................. 39

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 41

    4.1. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ..................................................... 41

    4.1.1. Uji Validitas ......................................................................................................... 41

  • xii

    xii

    4.1.2. Uji Reliabilitas ..................................................................................................... 43

    4.2. Analisis Univariat........................................................................................................ 44

    4.2.1. Karakteristik Sampel ............................................................................................ 44

    4.2.2. Frekuensi Perundungan ........................................................................................ 45

    4.2.3. Frekuensi Gejala Depresi ..................................................................................... 46

    4.3. Analisis Bivariat .......................................................................................................... 46

    4.3.1 Hubungan Perundungan dengan Jenis Kelamin ..................................................... 47

    4.3.2. Hubungan Perundungan dengan Tingkat Kelas .................................................... 48

    4.3.3. Hubungan Perundungan dengan Jenis Sekolah .................................................... 49

    4.3.4. Hubungan Gejala Depresi dengan Jenis Kelamin ................................................. 51

    4.3.5. Hubungan Gejala Depresi dengan Tingkat Kelas ................................................. 53

    4.3.6. Hubungan Gejala Depresi dengan Jenis Sekolah .................................................. 55

    4.3.7. Hubungan Perundungan dengan Gejala Depresi................................................... 57

    4.4. Pembahasan ................................................................................................................. 68

    4.5. Kelebihan Penelitian ................................................................................................... 75

    4.6. Keterbatasan Penelitian ............................................................................................... 76

    BAB V SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................................... 77

    5.1. Simpulan ..................................................................................................................... 77

    5.2. Saran ........................................................................................................................... 79

    LAMPIRAN ......................................................................................................................... 85

  • xiii

    xiii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 4.1 Hasil Uji Validitias Item Kuesioner…………………………………...41-42

    Tabel 4.2 Hasil Uji Reliabilitas Item Kuesioner……………………………………..43

    Tabel 4.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Tingkat Kelas, dan

    Jenis Sekolah……………………………………………………………...44

    Tabel 4.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Frekuensi Perundungan………………….45

    Tabel 4.5 Distribusi Sampel Berdasarkan Frekuensi Gejala Depresi………………..46

    Tabel 4.6 Hubungan Perundungan dengan Jenis Kelamin…………………………..47

    Tabel 4.7 Hubungan Perundungan dengan Tingkat Kelas…………………………..48

    Tabel 4.8 Hubungan Perundungan dengan Jenis Sekolah………………………..49-50

    Tabel 4.9 Hubungan Gejala Depresi dengan Jenis Kelamin………………………...51

    Tabel 4.10 Hubungan Gejala Depresi dengan Tingkat Kelas…..……………………53

    Tabel 4.11 Hubungan Gejala Depresi dengan Jenis Sekolah………………..………55

    Tabel 4.12 Hubungan Perundungan dengan Perasaan Sedih atau Putus Asa Selama 2

    Minggu atau Lebih Berturut-turut Sehingga Tidak Ingin Melakukan

    Apapun dalam 12 Bulan Terakhir……………………………………….57

    Tabel 4.13 Hubungan Perundungan dengan Berniat Bunuh Diri dalam 12 Bulan

    Terakhir………………………………………………………………….60

    Tabel 4.14 Hubungan Perundungan dengan Menyusun Rencana Bunuh Diri dalam 12

    Bulan Terakhir…………………………………………………………..63

    Tabel 4.15 Hubungan Perundungan dengan Mencoba Bunuh Diri dalam 12 Bulan

    Terakhir……………………………………………………………...65-66

  • xiv

    xiv

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Kuesioner YRBS 2017………………………………………………….85

    Lampiran 2 Parental Informed Consent-Passive Form………………………………89

    Lampiran 3 Surat Rekomendasi Penelitian…………………………………………..91

    Lampiran 4 Surat Rekomendasi Izin Penelitian………………….……….………....93

    Lampiran 5 Riwayat Penulis ………………………………………………………...94

  • xv

    DAFTAR SINGKATAN

    WHO : World Health Organization

    CDC : Centers for Disease Control and Prevention

    UNICEF : United Nations Emergency Children's Fund

    KPAI : Komisi Perlindungan Anak Indonesia

    SLTA : Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

    SMA : Sekolah Menengah Atas

    SMK : Sekolah Menengah Kejuruan

    MA : Madrasah Aliyah

    SMP : Sekolah Menengah Pertama

    YRBS : Youth Risk Behavior Survey

    Riskesdas : Riset kesehatan dasar

    SPSS : Statistical Package for Social Science

    HPA : Hypothalamic-pituitary-adrenal

    CRH : Corticotropine Releasing Hormone

    ACTH : Adrenocorticotropine Hormone

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Perilaku kekerasan di sekolah dan perundungan (bullying) terjadi di seluruh

    dunia dan mempengaruhi sebagian besar anak-anak dan remaja. Diperkirakan 246

    juta anak-anak dan remaja mengalami beberapa bentuk kekerasan di sekolah dan

    perundungan tiap tahunnya. Anak-anak dan remaja dapat mengalami kekerasan dan

    perundungan di sekitar sekolah dan dalam perjalanan ke dan dari sekolah. Menurut

    laporan Kementrian Pendidikan Republik Korea tahun 2015, 75,5% kekerasan

    sekolah dan perundungan terjadi di dalam sekolah dan 24,5% terjadi di luar sekolah.1

    Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan, saat ini kasus-

    kasus perundungan menduduki peringkat teratas pengaduan masyarakat. Dari tahun

    2011 hingga agustus 2014, KPAI mencatat 369 pengaduan terkait masalah tersebut.

    Jumlah itu sekitar 25% dari total pengaduan di bidang pendidikan sebanyak 1.480

    kasus.2 Hasil laporan UNICEF Indonesia tahun 2015, sebanyak 40% anak mengalami

    perundungan di sekolah.3

    Tercatat jumlah penduduk Indonesia dengan usia sekolah (0-23 tahun) tahun

    2015 adalah 109.159.200 juta atau sekitar 42,73% dari jumlah total penduduk.4Dari

    total penduduk Indonesia dengan usia sekolah, jumlah murid Sekolah Menengah Atas

    (SMA) di Indonesia pada tahun ajaran 2015/2016 ialah sebanyak 4.312.407 siswa.

    Jumlah ini meningkat sekitar 1,85% dari tahun ajaran sebelumnya.5

    Sebanyak 13,94% anak SMP dan SMA mengalami pelecehan atau

    perundungan selama 1 sampai 2 hari dalam 30 hari. Persentase tersebut terbagi

    15,86% pada anak laki-laki dan 12,16% pada perempuan. Sebanyak 1,04% anak SMP

    dan SMA mengalami perundungan setiap harinya dalam 30 hari.6

  • 2

    Dampak perundungan dapat mengancam setiap pihak yang terlibat, baik anak-

    anak korban perundungan, anak-anak pelaku perundungan, anak-anak yang

    menyaksikan perundungan, bahkan sekolah dengan isu perundungan secara

    keseluruhan. Perundungan dapat membawa pengaruh buruk tehadap keshatan fisik

    maupun mental anak.7

    Perilaku kekerasan di sekolah dan perundungan membahayakan kesehatan

    fisik dan kesejahteraan emosional anak-anak dan remaja. Dilaporkan, dampak fisik

    dari perundungan termasuk sakit perut, sakit kepala, serta kesulitan makan dan tidur.

    Mereka yang mengalami perundungan lebih mungkin mengalami kesulitan

    interpersonal, depresi, kesepian atau cemas, memiliki kepercayaan diri yang rendah,

    serta pemikiran bunuh diri atau percobaan bunuh diri dibandingkan dengan mereka

    yang tidak mengalami perundungan.1

    Satu dari sepuluh orang menderita depresi berat dan hampir satu dari lima

    orang mengalami gangguan ini selama hidupnya (prevalensi satu tahun adalah 10%

    dan prevalensi seumur hidup 17%). Pada tahun 2020, depresi akan menjadi penyebab

    utama kedua kecatatan di dunia, dan pada tahun 2030 diperkirakan akan menjadi

    kontributor terbesar beban penyakit.8Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)

    tahun 2013 menujukkan bahwa prevalensi orang yang mengalami gangguan status

    mental dan perubahan emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan

    kecemasan adalah sebesar 6% untuk usia lebih dari sama dengan 15 tahun atau sekitar

    kurang lebih 14 juta jiwa.9

    Laporan WHO mengenai “Health for the world’s adolescents”

    mengungkapkan bahwa depresi adalah penyebab utama penyakit dan kecacatan pada

    laki-laki dan perempuan yang berusia 10 hingga 19 tahun. Secara global, depresi

    merupakan penyebab nomor 1 penyakit dan kecatatan dalam kelompok usia remaja,

    dan bunuh diri sebagai salah satu dampak depresi menempati peringkat ke-3

    penyebab kematian. Beberapa studi menunjukkan bahwa setengah dari seluruh orang

    yang mengalami gangguan mental memiliki gejala pertama di usia 14 tahun.10

  • 3

    Berdasarkan penelitian mengenai gambaran tingkat depresi dan perilaku

    perundungan, yang dilakukan di SMP PGRI 2 Denpasar pada tahun 2015 oleh I Gede

    Surya Kardiana dan I Wayan Westa, ditemukan bahwa responden yang mengalami

    perilaku perundungan intensitas ringan, kejadian depresi sebesar 59,3% dengan

    depresi ringan sebesar 33,3% dan depresi sedang 25,9%. Seluruh responden

    penelitian ini berumur sekitar 12-15 tahun. Peneliti mengukur tingkat depresi siswa

    dengan Beck Depression Inventory, dan mengukur prevalensi perundungan dengan

    kuisioner yang berisi tindakan perundungan berdasarkan modifikasi dari victimization

    scale-adolenscent peer relation instrument.11

    Melihat angka kejadian perundungan dan depresi yang semakin meningkat,

    kususnya di kalangan remaja, peneliti ingin mengetahui adakah hubungan antara

    perilaku perundungan terhadap gejala depresi pada pelajar SLTA, kususnya di Kota

    Jakarta Pusat.

    1.2. Rumusan Masalah

    1. Apakah terdapat hubungan antara perilaku perundungan dengan kejadian

    gejala depresi pada pelajar SLTA di Kota Jakarta Pusat?

    2. Apakah terdapat hubungan antara jenis kelamin, tingkat kelas, dan jenis

    sekolah terhadap perilaku perundungan dan kejadian gejala depresi pada

    pelajar SLTA di Kota Jakarta Pusat?

    1.3. Hipotesis

    1. Terdapat hubungan antara perilaku perundungan dengan kejadian gejala

    depresi pada pelajar SLTA di Kota Jakarta Pusat.

    2. Terdapat hubungan antara jenis kelamin, tingkat kelas, dan jenis sekolah

    terhadap perilaku perundungan dan kejadian gejala depresi pada pelajar SLTA

    di Kota Jakarta Pusat.

  • 4

    1.4. Tujuan Penelitian

    1.4.1. Tujuan Umum

    Untuk mengetahui hubungan antara perilaku perundungan

    dengan kejadian gejala depresi pada pelajar SLTA di Kota Jakarta Pusat

    tahun 2017.

    1.4.2. Tujuan Khusus

    a. Mengetahui hubungan antara jenis kelamin, tingkat kelas, dan jenis

    sekolah terhadap perilaku perundungan pada pelajar SLTA di Kota

    Jakarta Pusat tahun 2017.

    b. Mengetahui hubungan antara jenis kelamin, tingkat kelas, dan jenis

    sekolah terhadap kejadian gejala depresi pada delajar SLTA di Kota

    Jakarta Pusat tahun 2017.

    c. Mengetahui prevalensi perundungan pada pelajar SLTA di Kota

    Jakarta Pusat tahun 2017.

    d. Mengetahui prevalensi gejala depresi pada pelajar SLTA di Kota

    Jakarta Pusat tahun 2017.

    1.5. Manfaat Penelitian

    1.5.1. Bagi Peneliti

    a. Sebagai penambah wawasan tentang besarnya kejadian perilaku

    perundungan dan gejala depresi pada pelajar SLTA di Kota Jakarta

    Pusat.

    b. Menjadi motivasi untuk mengembangkan penelitian lanjutan yang

    berhubungan dengan hasil penelitian yang didapatkan, misalnya

    meneliti tentang metode penanganan apa saja yang mampu mengatasi

    masalah depresi dan perilaku perundungan pada pelajar SLTA

  • 5

    sehingga dapat menurunkan angka kejadian gejala depresi dan

    perilaku perundungan pada pelajar SLTA.

    c. Memberikan pengalaman dan pengetahuan tentang pembuatan karya

    tulis ilmiah.

    d. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran

    Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    1.5.2. Bagi Perguruan Tinggi

    a. Sebagai data untuk dilakukan penelitian selanjutnya.

    b. Sarana bagi perguruan tinggi dalam menjalankan fungsinya sebagai

    wadah penelitian.

    c. Sarana pengembangan ilmu pengetahuan bagi insitusi

  • 6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Perundungan

    2.1.1. Definisi Perundungan

    Sebagai salah satu tindak kekerasan, perundungan (bullying) merupakan

    segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu

    orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau lebih berkuasa terhadap orang lain,

    dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus-menerus.4

    Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menjelaskan bahwa,

    perundungan adalah segala perilaku yang tidak diinginkan yang dilakukan oleh

    seorang atau sekelompok remaja yang bukan saudara atau teman kencan yang

    melibatkan ketidakseimbangaan kekuasaan, baik yang teramati atau dirasakan yang

    terjadi berulang kali atau cenderung terulang. Perundungan dapat menimbulkan

    bahaya atau tekanan pada remaja yang menjadi korban perundungan termasuk

    kerusakan fisik, psikologis, sosial, atau pendidikan.12

    Berdasarkan definisi perundungan menurut CDC, ada beberapa istilah yang

    ditekankan dan perlu dipahami dengan baik, istilah-istilah tersebut anatara lain:12

    1) Remaja

    Definisi remaja yang digunakan disini ialah anak usia sekolah dengan

    rentang usia 5-18 tahun.

    2) Perilaku yang tidak diinginkan

    Perilaku yang tidak diinginkan berarti bahwa seseorang yang

    menerima perlakuan tersebut ingin perilaku agresif ini segera dihentikan oleh

    sang pelaku. Seumpama terdapat dua pemuda yang mungkin suka mengejek

  • 7

    atau mengolok-olok satu sama lain dengan cara yang menyenangkan, hal ini

    tidak dianggap sebagai perilaku perundungan.

    3) Perilaku agresif

    Perilaku agresif adalah penggunaan secara sengaja dari perilaku

    berbahaya, dan mengancam terhadap orang lain. Intensionalitas dapat

    diketahui dengan menilai niat pelaku dalam menggunakan perilaku

    berbahayanya tersebut kepada korban. Menceritakan desas-desus yang

    merusak tentang seseorang, mengancam, atau mendorong, dianggap sebagai

    perilaku yang disengaja karena pelaku menggunakan perilaku berbahaya

    terhadap orang lain. CDC dan WHO menggunakan pendekatan ini untuk

    mengukur konsistensi intensionalitas, sebagaimana mengukur jenis kekerasan

    lainnya.

    4) Terjadi berulang kali atau cenderung untuk terulang

    Hal ini berarti bahwa seseorang mengalami banyak insiden agresi oleh

    seseorang atau sekelompok orang selama periode waktu tertentu, atau perilaku

    agresif tunggal oleh seseorang atau sekelompok orang yang kemungkinan

    besar akan diikuti oleh tindakan-tindakan agresi lainnya. Agresi berulang

    yang melibatkan beberapa pelaku yang berbeda, serta dianggap tidak

    berkaitan antara insiden agresi satu dengan yang lainnya, tidak dianggap

    sebagai perilaku yang berulang. Jika seseorang mengalami beberapa insiden

    agresi terpisah dari waktu ke waktu, hal ini dianggap dapat dianggap berulang,

    jika ia mengalami tindakan agresi sebagai kejadian yang saling terkait satu

    sama lain, bahkan jika pelaku berubah-ubah di seluruh insiden, dan tidak ada

    pelaku tunggal yang terlibat dalam beberapa insiden tersebut.

    5) Ketidakseimbangan kekuasaan

    Merupakan upaya pemanfaatan karakteristik seseorang baik yang

    teramati, dirasakan, atau situasional, untuk melakukan kontrol terhadap

    perilaku orang tersebut, atau membatasi kemampuannya untuk merespon, atau

    mencoba menghentikan perilaku agresif yang dilakukan oleh pelaku.

    Ketidakseimbangaan kekuasaan seharusnya tidak digunakan untuk melabeli

  • 8

    apakah seseorang merupakan orang yang “tidak berdaya” atau “kuat”,

    melainkan untuk mengetahui pebedaan kekuatan yang ada dalam suatu

    hubungan tertentu pada waktu tertentu. Ketidakseimbangan kekuasaan dapat

    berubah dari waktu ke waktu di segala situasi, meskipun melibatkan orang

    yang sama. Menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan dapat

    menciptakan atau meningkatkan ketidakseimbangan kekuasaan yang ada.

    6) Bahaya

    Merupakan berbagai pengalaman negatif atau cedera, dan dapat

    mencakup

    a.) luka fisik, memar, atau rasa sakit,

    b.) dampak psikologis, seperti perasaan tertekan, depresi, atau kecemasan,

    c.) dampak sosial terhadap reputasi atau hubungan, dan atau,

    d.) terbatasnya peluang pendidikan, melalui peningkatan angka absensi,

    kesulitan konsentrasi di kelas, dan prestasi akademik yang buruk.

    Terdapat banyak definisi mengenai perundungan, terutama yang terjadi dalam

    konteks lain seperti di rumah, tempat kerja, masyarakat, dan komunitas virtual.

    Namun, dalam hal ini dibatasi dalam konteks school bullying atau perundungan di

    sekolah. Riauskina, Djuwita dan Soesetio (2005) mendefinisikan school bullying

    sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang atau

    sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan terhadap siswa siswi lain yang lebih

    lemah, dengan tujuan menyakiti orang tesebut.4

    2.1.2. Bentuk Perundungan

    Kasus perundungan yang kerap terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia

    kian memprihatinkan. Hasil kajian Konsorsium Nasional Pengembangan Sekolah

    Karakter tahun 2014 menyebutkan, hampir setiap sekolah di Indonesia ada kasus

    perundungan, meski hanya perundungan verbal dan psikologis/mental. Perundungan

    dapat dikelompokkan ke dalam 6 kategori4:

  • 9

    a. Kontak fisik langsung

    Tindakan memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang,

    mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga termasuk

    memeras dan merusak barang yang dimilikki orang lain.

    b. Kontak verbal langsung

    Tindakan mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu,

    memberi panggilan nama (name-calling), sarkasme, merendahkan (put-

    downs), mencela/ mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip.

    c. Perilaku non-verbal langsung

    Tindakan melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi

    muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam; biasanya disertai oleh

    perundungan fisik atau verbal.

    d. Perilaku non-verbal tidak langsung

    Tindakan mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga

    menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat

    kaleng.

    e. Cyberbullying

    Tindakan menyakiti orang lain dengan sarana media elektronik (rekaman

    video intimidasi, pencemaran nama baik lewat media sosial)

    f. Pelecehan seksual

    Kadang tindakan pelecehan dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal.

    CDC menggolongkan perundungan berdasarkan bentuk dan jenis perundungan.12

    A. Bentuk perundungan

    1) Langsung

    Bentuk perundungan secara langsung adalah tindakan-tindakan

    agresif yang terjadi secara langsung dihadapan seseorang yang telah

    ditargetkan. Contoh tidakan agresi langsung, diantaranya interaksi tatap

  • 10

    muka, seperti mendorong, atau komunikasi secara verbal maupun

    nonverbal yang membahayakan orang yang ditargetkan tersebut.

    2) Tidak langsung

    Merupakan berbagai tindakan agresif yang tidak secara langsung

    dikomunikasikan kepada orang yang ditargetkan. Contoh tindakan agresi

    tidak langsung, diantaranya menyebarkan rumor palsu dan atau rumor

    buruk, atau membicarakan rumor buruk secara elektronik.

    B. Jenis perundungan

    1) Fisik

    Peundungan fisik merupakan penggunaan kekuatan oleh

    pelaku perundungan terhadap seseorang yang telah ditargetkan.

    Contoh perundungan fisik diantaranya, memukul, menendang,

    meninju, meludah, dan mendorong.

    2) Verbal

    Merupakan komunikasi lisan atau tertulis oleh pelaku terhadap

    target sehingga menimbulkan kerugian. Perundungan jenis verbal

    diantaranya seperti mengejek, memanggil-manggil nama target,

    mengancam atau menyinggung baik secara langung melalui perkataan

    atau melalui cacatan tertulis atau gerakan tangan, serta komentar

    seksual yang tidak pantas.

    3) Relasional

    Merupakan perilaku yang dirancang oleh pelaku untuk

    merusak reputasi dan hubungan (relasi) orang yang ditargetkan.

    Perundungan relasional diantaranya mengisolasi seseorang dengan

    mengurungnya di suatu tempat, atau mengisolasinya dari berinteraksi

    dengan teman-teman sebayanya, atau mengacuhkannya. Perundungan

    relasional tidak langsung, diantaranya ialah menyebarkan rumor palsu

    dan atau rumor buruk, menulis komentar yang menghina secara

    terbuka, atau menyebarkan gambar (baik secara fisik maupun

  • 11

    elektronik) yang memalukan yang dilakukan tanpa izin atau

    sepengetahuan target.

    4) Dampak pada properti

    Dampak pada properti termasuk pencurian, perubahan atau

    perusakan properti oleh pelaku sehingga menimbulkan kerugian bagi

    korban. Perundungan jenis ini dapat berupa mengambil properti milik

    seseorang dan enggan untuk mengembalikannya, menghancurkan

    properti seseorang langsung dihadapannya, atau menghapus informasi

    elektronik pribadi seseorang.

    2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi

    Beberapa faktor menyebabkan seseorang lebih rentan menjadi korban

    peundungan, atau bahkan merundung orang lain. Perundungan merupakan fenomena

    yang kompleks yang tidak hanya melibatkan pelaku atau korban perundungan, namun

    banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti karakteristik individu, hubungan

    antar individu, keluarga, sekolah, serta sanksi sosial.13

    2.1.3.1. Karakteristik Individu

    Beberapa studi melakukan identifikasi terhadap anak-anak yang

    menjadi korban perundungan dan pelaku perundungan. Faktanya, kita

    tidak dapat mengetahui dengan pasti untuk mengkategorikan apakah

    seorang anak lebih cenderung untuk menjadi seorang pelaku atau korban

    perundungan. Beberapa murid mungkin menjadi korban perundungan

    apabila mereka tidak cocok dengan apa yang disebut “cetakan ideal” atau

    standar ideal yang berkaitan dengan berbagai macam hal, sebagai contoh,

    penampilan fisik, termasuk berat badan dan tinggi badan; rambut atau

    cara berpakaian; ras; etnisitas; negara asal dan status pendatang; agama,

    dan kompetensi akademik atau olahraga. Perundungan yang dimotivasi

    oleh sikap tidak toleran terhadap orang lain berdasarkan keanggotaannya

    dalam suatu kelompok, dikenal sebagai bias-based bullying. Beberapa

  • 12

    kelompok tersebut diantaranya seperti, ras, etnisitas, dan agama; jenis

    kelamin; orientasi seksual; status sosial ekonomi, dan disabilitas. Menjadi

    anggota dalam satu atau lebih kelompok tersebut menjadikan anak muda

    rentan menjadi korban perundungan oleh rekan-rekan mereka.1

    2.1.3.2. Usia

    Bukti menunjukkan bahwa perundungan lebih sering terjadi pada

    anak-anak yang lebih muda karena, selain menjadi korban perundungan

    oleh teman sebayanya, anak-anak yang lebih muda juga menjadi korban

    perundungan oleh anak-anak yang lebih tua. Hal inilah yang

    menyebabkan mereka memiliki risiko yang lebih besar.1

    Bentuk dan jenis perundungan memiliki korelasi positif terhadap

    usia. Seiring bertambahnya usia, kejadian agresi langsung mengalami

    penurunan, dan agresi tidak langsung dapat tetap konstan atau meningkat.

    Anak-anak yang lebih muda lebih mungkin untuk merundung secara

    terbuka dalam rangka membangun status sosial. Adanya hierarki diantara

    anak-anak yang lebih tua menjadikan perundungan secara terbuka tidak

    lagi diperlukan atau bahkan tidak berguna. Anak muda yang berada di

    atas atau di bawah dalam hierarki pergaulan mereka, menjadi anak yang

    paling tidak agresif. Tampak bahwa anak-anak menaikkan status sosial

    mereka dengan merundung mereka yang lebih rentan. Perubahan yang

    terjadi seiring dengan proses perkembangan juga dapat mempengaruhi

    nilai dan bermacam bentuk agresi yang terkait, misalnya perundungan

    secara langsung biasanya dikaitkan dengan pencapaian tujuan

    instrumental yang dihargai oleh kelompok usia yang lebih muda,

    sedangkan agresi tidak langsung cenderung dikaitkan dengan tujuan

    relasional, yang lebih dianggap bernilai oleh remaja yang lebih tua.1

    Konteks perundungan juga berubah seiring dengan usia. Pubertas,

    terutama dikaitkan pergeseran radikal, ketika remaja menjadi semakin

  • 13

    tertarik pada hubungan percintaan. Craig dan Pelper menulis “konteks

    baru ini menyediakan tempat lain penggunaan agresi kekuasaan”.

    Penelitian mereka mengungkapkan bahwa siswa kelas enam sampai

    delapan yang mengaku pernah merundung, dilaporkan menjadi lebih

    maju dalam perkembangan masa pubertas mereka, serta lebih cenderung

    terlibat dalam hubungan percintaan dimana mereka lebih mungkin

    melakukan tindakan agresi verbal dan fisik dalam hubungan mereka,

    dibandingkan siswa lain yang tidak melakukan perundungan.1

    2.1.3.3. Gender

    Penelitian tentang gender masih membingungkan dan kontradiktif.

    Terdapat bukti kuat bahwa anak laki-laki merundung lebih sering

    dibandingkan anak perempuan. Perbedaan jumlah antara korban

    perundungan laki-laki dan perempuan relatif kecil atau tampaknya tidak

    memiliki pola yang jelas. Anak laki-laki cenderung merundung secara

    langsung atau secara fisik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak

    perempuan cenderung lebih sering untuk merundung seseorang secara

    tidak langsung dan relasional dibandingkan anak laki-laki. Namun,

    penelitian lain menunjukkan bahwa anak laki-laki dan perempuan sama-

    sama terlibat dalam perundungan tak langsung. Beperapa bukti

    menunjukkan bahwa anak laki-laki lebih terlibat dalam perilaku

    perundungan baik secara langsung maupun tidak langsung, sebagai

    korban maupun pelaku, dibandingkan dengan anak perempuan. Menurut

    temuan lainnya, anak laki-laki dan perempuan memiliki tingkat yang

    sama dalam menjadi korban perundungan, serta dilaporkan bahwa mereka

    sama-sama menjadi korban melalui agresi fisik dan relasional.1

    2.1.3.4. Personality Traits

    Anak-anak yang menjadi korban perundungan sering digambarkan

    sebagai seseorang yang menampilkan karakteristik yang meningkatkan

  • 14

    kerentanan mereka menjadi korban, seperti seseorang yang pemalu, lebih

    kecil, lebih lemah, cemas, tidak percaya diri, impulsif, kurang tegas, serta

    kurang populer dan lebih terisolasi. Anak-anak ini dapat secara jelas

    menunjukkan penderitaan dan kesusahan mereka ketika teman-teman

    merundungnya, dan mereka mungkin kurang memiliki kecenderungan

    untuk membalas.

    Beberapa anak-anak yang menjadi korban perundungan

    digambarkan sebagai seseorang yang bertindak dengan cara yang

    dianggap menjengkelkan, seperti sedang mengganggu. Sayangnya,

    beberapa orang dewasa dan teman sebaya melihat anak-anak ini sebagai

    orang yang memprovokasi agresor, dan oleh karena itu timbulah korban.

    Sekitar 10 hingga 20 persen dari anak korban perundungan yang

    merundung yang lainnya, kembali menjadi korban perundungan. Hal ini

    digambarkan sebagai “korban” yang provokatif atau agresif. Anak-anak

    ini adalah yang paling ditolak oleh teman sebaya dan memiliki masalah

    penyesuaian diri yang serius.1

    2.1.3.5. Lingkungan dan Otoritas Sekolah

    Hukuman oleh guru mungkin lebih cenderung ditujukan pada

    anak-anak dan remaja yang berasal dari populasi stigmatis dan populasi

    yang terpinggirkan. Sebagai contoh, pengungsi dan anak-anak imigran

    dapat dihukum oleh guru karena tidak mampu berbicara bahasa

    pengantar. Studi PBB tentang kekerasan terhadap anak mencatat bahwa,

    di India, guru dari kasta yang lebih tinggi lebih cenderung merendahkan

    dan mempermalukan anak-anak dari kasta yang lebih rendah, demikian

    juga laporan dari Human Rights Watch 2014 menyebutkan contoh-contoh

    diskriminasi dan kekerasan fisik oleh otoritas sekolah di empat negara

    bagian di India yang menentang Dalit, Muslim, dan anak-anak suku; anak

    perempuan khususnya, berisiko ditarik dari sekolah karena kekhawatiran

    orang tua akan keselamatan mereka.1

  • 15

    Di Inggris, sekolah-sekolah diperiksa oleh badan hukum Office for

    Standards in Education, Children’s Services and Skills. Badan hukum

    tersebut melakukan penilaian terhadap kualitas sekolah berdasarkan

    kualitas pengajaran, kepemimpinan dan manajemen, prestasi siswa, dan

    perilaku keamanan siswa di sekolah. Program penilaian kualitas sekolah

    ini disebut dengan Pemeriksaan Ofsted. Pemeriksaan Ofsted dilakukkn

    setiap 2-5 tahun, tergantung pada hasil pemeriksaan sebelumnya. Dari

    hasil pemeriksaan, sekolah akan diklasifikasikan sebagai sekolah yang 1=

    “Luar Biasa”, 2= “Baik”, 3= “Membutuhkan Perbaikan”, atau 4= “Tidak

    Memadai”. Sebuah penelitian mengenai peran keluarga dan tingkat

    sekolah dalam perundungandan cyberbullying yang dilakukan pada 6667

    siswa kelas 7 dari 40 sekolah di Inggris yang dipilih secara random,

    didapati bahwa sekolah dengan Peringkat Ofsted “Baik” dikaitkan

    memiliki risiko perundungan yang lebih tinggi dibandingkan dengan

    sekolah yang dinilai “Luar Biasa”. Temuan ini menunjukkan bahwa

    organisasi-organisasi sekolah yang berkinerja dengan baik dalam hal

    kepemimpinan dan manajemen melahirkan iklim sekolah yang protektif

    terhadap perilaku perundungan. Peneliti mengakui bahwa peringkat

    Ofsted mempertimbangkan sejumlah aspek sekolah tidak hanya

    kepemimpinan dan manajemen, namun juga etos sekolah, serta kesadaran

    terhadap perilaku perundungan dan bagaimana cara mencegah dan

    mengelolanya.14

    2.1.3.6. Status Sosial Ekonomi

    Anak-anak dan remaja yang dari segi ekonomi kurang beruntung,

    sering menghadapi peningkatan stres, diskriminasi, dan fitnah di sekolah.

    Kemiskinan dapat berkontribusi terhadap rendahnya kepercayaan diri.

    Mereka yang menjadi korban perundungan, penghinaan, dan pelecehan

    merasa tidak berdaya untuk mengungkapkannya karena takut tidak

    dipercaya, atau mereka akan disalahkan karena telah menyebabkan

  • 16

    insiden kekerasan. Dalam Young Lives project didapati bahwa secara

    konsisten, anak-anak dari keluarga miskin ditemukan mengalami tingkat

    perundungan yang lebih tinggi. Dalam proyek lain, seperti the Action Aid

    Sexual Violence Against Girls, ditemukan bahwa eksploitasi seksual

    dapat dikaitkan dengan kemiskinan, sepeti para remaja puteri yang

    dipaksa melakukan hubungan seksual oleh guru laki-laki yang

    mendukung biaya sekolah mereka.14

    Menurut CDC, faktor yang berbeda dapat meningkatkan risiko

    anak muda untuk terlibat atau mengalami perundungan. Namun,

    kehadiran faktor-faktor ini tidak selalu berarti bahwa mereka akan

    melakukan perundungan atau menjadi korban perundungan. Beberapa

    faktor yang terkait dengan kemungkinan yang lebih tinggi terlibat dalam

    perilaku perundungan meliputi12

    :

    1) Masalah eksternalisasi atau masalah yang diarahkan pada lingkungan

    eksternal seperti menantang dan mengganggu

    2) Pola asuh yang keras

    3) Sikap menerima kekerasan

    Beberapa faktor yang terkait dengan kemungkinan yang lebih tinggi

    dijadikan korban perundungan termasuk:

    1) Hubungan antar teman sebaya yang kurang baik

    2) Tingkat percaya diri yang rendah

    3) Dianggap pendiam atau berbeda oleh teman sebaya

    2.1.4. Dampak Perundungan

    Perilaku kekerasan di sekolah dan perundungan membahayakan kesehatan

    fisik dan kesejahteraan emosional anak-anak dan remaja. Kekerasan fisik, termasuk

    hukuman fisik, dapat menyebabkan cedera fatal atau non-fatal atau kerusakan fisik

    lainnya. Kekerasan seksual meningkatkan risiko kehamilan yang tidak diinginkan,

  • 17

    HIV dan infeksi seksual lainnya. Dilaporkan efek fisik perundungan termasuk sakit

    perut dan sakit kepala serta kesulitan makan dan tidur. Mereka yang menjadi korban

    perundungan juga lebih rentan untuk mengalami kesulitan intrapersonal, menjadi

    depresi, kesepian atau cemas, memiliki kepercayaan diri yang rendah, dan memiliki

    pikiran untuk bunuh diri atau mencoba bunuh diri dibandingkan dengan mereka yang

    tidak mengalami perilaku perundungan.14

    Dampak terhadap pendidikan pada korban kekerasan dan perundungan di

    sekolah juga cukup signifikan. Timbulnya korban perundungan oleh guru dan teman-

    teman sebanyanya menjadikan anak-anak dan remaja yang menjadi korban

    perundungan atau menjadi orang yang menyaksikan tindakan perundungan

    (bystanders), takut untuk pergi ke sekolah, dan mengganggu kemampuan mereka

    untuk berkonsentrasi di kelas atau berpartisipasi dalam kegiatan sekolah. Mereka

    dapat melewatkan kelas, menghindari kegiatan sekolah, bolos, atau putus sekolah

    sama sekali. Pada gilirannya, hal ini memberikan dampak negatif pada pencapaian

    akademik dan prestasi, serta prospek pendidikan dan pekerjaan di masa mendatang.

    Internatinal learning assessment, menunjukkan bahwa perundungan mengurangi

    prestasi siswa dalam mata pelajaran utama, seperti matematika.14

    Lingkungan sekolah secara keseluruhan dipengaruhi oleh kekerasan dan

    perundungan. Lingkungan pembelajaran yang tidak aman menciptakan rasa takut dan

    ketidakamanan, serta persepsi bahwa guru tidak memiliki kontrol atau peduli tentang

    kesejahteraan siswa. Hal ini mengurangi kualitas pendidikan bagi semua siswa.

    Dampak jangka panjang pada korban dan pelaku perundungan dapat mencakup

    peningkatan risko kesulitan dalam hubungan sosial dan interaksi, perilaku antisosial

    dan kriminal, kualifikasi yang rendah, serta minimnya dukungan sosial yang

    diperoleh.14

    2.1.5. Perundungan dalam Tinjauan Neurosains

    Sebagai salah satu stresor fisik dan psikologis, perundungan mengaktivasi

    Hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) axis. HPA dan bebagai macam hormon

  • 18

    lainnya yang memiliki peran dalam adaptasi dan kelangsungan hidup. Peningkatan

    hormon secara kronik dapat menyebabkan masalah. Stres memberikan bermacam

    efek fisiologis pada otak, serta mengganggu kadar hormon dan biomarker lain yang

    pada akhirnya mempengaruhi perilaku. Hasil studi menunjukkan bahwa terjadi

    perubahan kadar hormon stres kortisol pada korban perundungan berulang. Kliewer

    (2006) menemukan bahwa terjadi peningkatan kadar kortisol pada remaja yang

    pernah mengalami perundungan, namun studi lain menunjukkan bahwa tidak

    ditemukan adanya peningkatan kortisol pada remaja yang mengalami

    perundungan.15

    Gangguan aktivitas HPA-axis dan kortisol dapat meningkatkan risiko

    terjadinya gangguan kesehatan mental.16

    Stres berkelanjutan mengganggu irama sirkardian dari kortisol yang pada

    kondisi normal meningkat di pagi hari dan mengalami penurunan secara perlahan

    hingga waktu tidur. Tidak hanya menyebabkan kesulitan bangun di pagi hari,

    gangguan irama sirkardian juga menyebabkan kesulitan untuk tertidur di malam hari.

    Hal ini dapat menyebabkan gangguan pola tidur sehingga menimbulkan banyak

    masalah lain, seperti regulasi emosi, gangguan mood, serta gangguan belajar.16

    Peneliti menemukan sejumlah struktur saraf yang dipengaruhi secara langsung

    oleh perilaku perundungan. Struktur-struktur saraf tersebut diantaranya adalah

    amigdala, dan korteks prefrontal. Peran amigdala adalah sebagai pemberi tanggapan

    lini pertama terhadap rangsang sensorik yang berpotensi membahayakan. Dalam

    perkembangan normal amigdala, terjadi aktivasi down-regulasi terhadap rangsang

    sensorik yang tidak menyenangkan serta aktivasi up-regulasi terhadap keselamatan

    (safety). Perundungan menyebabkan up-regulasi pada sistem rasa takut dan mengarah

    ke peningkatan aktivitas amigdala.17

    Studi menunjukkan hiperaktivasi amigdala dan hipoaktivasi dari korteks

    prefrontal terhadap rangsangan emosi mungkin dianggap sebagai karakteristik

    terhadap peningkatan kerentanan kognitif terhadap depresi. Studi neuroimaging

  • 19

    mengimplikasikan bahwa pada depresi, amigdala merupakan lokus penting dalam

    terjadinya disfungsi pemrosesan rangsangan yang mengancam.18

    2.2. Depresi

    2.2.1. Definisi Depresi

    Depresi merupakan suatu gangguan mental umum yang ditandai dengan mood

    yang depresif, kehilangan minat atau kesenangan, kurang energi, perasaan bersalah

    atau harga diri rendah, gangguan tidur atau nafsu makan dan konsentrasi yang

    rendah.19

    Dalam buku Synopsis of Psychiatri gangguan depresi termasuk ke dalam

    gangguan mood. Sebelum membahas lebih lanjut mengenai gangguan depresi kita

    perlu memahami apa yang dimaksud dengan mood terlebih dahulu.

    Mood dapat didefinisikan sebagai emosi yang meresap dan berkelanjutan atau

    nada perasaan yang memengaruhi perilaku seseorang dan memberikan warna

    terhadap persepsinya mengenai di dunia.20

    Menurut definisi yang diapaparkan dalam

    Buku Ajar Psikiatri, mood merupakan subjektivitas peresapan emosi yang dialami

    dan dapat diutarakan oleh pasien dan terpantau oleh orang lain, sebagai contoh adalah

    depresi, elasi, dan marah.21

    Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi dan

    minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, mengalami hilangnya nafsu makan,

    berpikir mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk perubahan aktivitas,

    kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetatif (termasuk tidur, aktivitas seksual

    dan ritme biologik yang lain). Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya

    interpersonal, sosial, dan fungsi pekerjaan.21

    2.2.2. Epidemiologi Depresi

    Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang

    signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO (2016), terdapat

    sekitar 35 juta orang terkena depresi. Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis,

    psikologis dan sosial dengan keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus

  • 20

    gangguan jiwa terus bertambah yang berdampak pada penambahan beban negara dan

    penurunan produktivitas manusia untuk jangka panjang.22

    Data riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi gangguan mental dan emosional

    yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun ke

    atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia.

    Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat seperti skizofrenia mencapai sekitar

    400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk.9

    Gangguan depresi berat paling sering terjadi, dengan prevalensi seumur hidup

    sekitar 15 persen. Penderita perempuan dapat mencapai 25 persen, sekitar 10 persen

    di perawatan primer dan 15 persen dirawat di rumah sakit. Pada anak sekolah

    didapatkan prevalensi sekitar 2 persen dan usia remaja 5 persen. Berdasarkan jenis

    kelamin, perempuan dua kali lipat lebih besar dibanding laki-laki. Diduga adanya

    perbedaan hormon, pengaruh melahirkan, perbedaan stressor psikososial antara laki-

    laki dan perempuan, dan model perilaku yang dipelajari tentang ketidak berdayaan.21

    Gangguan depresi berat sering terjadi pada rata-rata usia sekitar 40 tahun.

    Hampir 50 persen awitan diantara usia 20-50 tahun. Gangguan depresi berat dapat

    timbul pada masa anak atau lanjut usia. Data terkini menunjukkan, gangguan depresi

    berat diusia kurang dari 20 tahun mungkin berhubungan dengan meningkatnya

    penggunaan alkohol dan penyalahgunaan zat dalam kelompok usia tersebut.21

    2.2.3. Etiologi Depresi

    2.2.3.1. Faktor Organobiologik

    1) Amin Biogenik

    Dilaporkan terdapat kelainan atau disregulasi pada metabolit

    amin biogenik, seperti asam 5-hydroxyindoleacetic (5-HIAA), asam

    homovalinic (HVA), dan 3-methoxy-4-hydroxyphenyl-glycol (MHPG)

    di dalam darah, urin, dan cairan serebrospinal (CSF) pasien dengan

    gangguan mood. Norepinefrin dan serotonin adalah dua

  • 21

    neurotransmitters yang paling terlibat dalam patofisiologi gangguan

    mood.21

    a. Norepinefrin

    Penurunan regulasi reseptor beta adrenergik dan respons klinis

    anti-depresi mungkin merupakan peran langsung sistem noradrenergik

    pada depresi. Bukti lain yang juga melibatkan reseptor b2-presinaptik

    pada depresi, yaitu aktifnya reseptor yang mengakibatkan pengurangan

    jumlah pelepasan norepinefrin. Reseptor b2-presinaptik juga terletak

    pada neuron serotonergik dan mengatur jumlah pelepasan serotonin.21

    b. Serotonin

    Aktivitas serotonin bekurang pada depresi. Serotonin

    bertanggung jawab untuk kontrol regulasi afek, agresi, tidur dan nafsu

    makan. Pada beberapa penelitian ditemukan jumlah serotonin yang

    berkurang di celah sinap dikatakan bertanggung jawab untuk

    terjadinya depresi.21

    c. Dopamin

    Aktivitas dopanin mungkin berkurang pada depresi. Penemuan

    subtipe baru reseptor dopamin dan meningkatnya pengertian fungsi

    regulasi presinaptik dan pascasinaptik dopamin memperkaya hubungan

    antara dopamin dan gangguan mood. Dua teori terbaru tentang

    dopamin dan depresi adalah jalur dopamin mesolimbik mungkin

    mengalami disfungsi pada depresi, dan reseptor dopamin D1 mungkin

    hipoaktif pada depresi. 21

    2) Faktor Neurokimia Lain

    a. Aksis Adrenal

    Hubungan antara hipersekresi kortisol dan depresi merupakan

    salah satu penelitian terlama di bidang psikiatri biologis. Sekitar 50%

    pasien yang mengalami depresi memilki tingkat kortikal yang

    meningkat. Neuron di nukleus paraventrikular melepaskan

  • 22

    corticotropine releasing hormone (CRH) yang merangsang pelepasan

    adrenocorticotropine hormone (ACTH) dari hipofisis anterior.

    Selanjutnya, ACTH merangsang pelepasan kortisol dari korteks

    adrenal. Umpan balik kortisol bererja melalui setidaknya dua

    meknisme. Mekanisme umpan balik cepat yang sensitif terhadap

    peningkatan konsentrasi kortisol, bekerja pada reseptor kortisol di

    hipokampus dan menyebabkan berkurangnya pelepasan ACTH.

    Mekanisme umpan balik lambat sensitif terhadap konsentrasi kortisol

    yang cenderung stabil, diperkirakan bekerja melalui reseptor hipofisis

    dan adrenal.23

    2.2.3.2. Faktor Genetik

    Genetik merupakan faktor penting dalam perkembangan gangguan

    mood, tetapi jalur penurunan sangat kompleks. Sulit untuk mengabaikan efek

    psikososial, dan juga, faktor nongenetik kemungkinan berperan sebagai

    penyebab berkembangnya gangguan mood, setidaknya pada beberapa orang.

    Hasil studi dalam keluarga didapatkan bahwa keluarga yang memiliki riwayat

    depresi pada anggota keluarga generasi pertama, 2 sampai 10 kali lebih sering

    mengalami depresi berat. 21

    2.2.3.3. Faktor psikososial

    Peristiwa kehidupan yang membuat seseorang merasa tertekan (stres)

    dapat mencetuskan terjadinya depresi. Episode pertama ini lebih ringan

    dibandingkan episode berikutnya. Ada teori yang mengemukakan adanya stres

    sebelum episode pertama menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan

    lama. Hal ini menyebabkan perubahan berbagai neurotransmiter dan sistem

    sinyal intraneuron, termasuk hilangnya beberapa neuron dan penurunan

    kontak sinaps. Dampaknya, seorang individu berisiko tinggi mengalami

    episode berulang gangguan mood, sekalipun tanpa stressor dari luar. 21

    Data paling mendukung sehubungan dengan peristiwa kehidupan atau

    stresor lingkungan yang sering berkaitan dengan depresi adalah kehilangan

  • 23

    orang tua sebelum berusia 11 tahun dan kehilangan pasangan. Faktor risiko

    lain adalah kehilangan pekerjaan; orang yang keluar dari pekerjaannya

    berisiko 3 kali lebih besar untuk timbulnya gejala dibandingkan yang bekerja.

    Kehilangan objek cinta pada masa perkembangan walaupun tidak secara

    langsung dapat mencetuskan gangguan depresi, namun berpengaruh terhadap

    ekspresi penyakit, misalnya awitan timbulnya gangguan, episode yang lebih

    parah, adanya gangguan kepribadian, dan keinginan untuk bunuh diri. 21

    2.2.3.4. Faktor Kepribadian

    Semua orang, apapun pola kepribadiannnya, dapat mengalami depresi

    sesuai dengan situasinya. Orang dengan kepribadian obsesi kompulsi,

    histrionik dan ambang, berisiko tinggi untuk mengalami depresi dibandingkan

    dengan gangguan kepribadian paranoid atau antisosial. Pasien dengan

    gangunan disritmik dan siklotimik berisiko mengalami gangguan depresi

    berat. Peristiwa yang membuat seseorang stres merupakan prediktor terkuat

    untuk kejadian episode depresi. Riset menunjukkan bahwa pasien yang

    mengalami stresor akibat tidak adanya kepercayaan diri sering mengalami

    depresi. 21

    2.2.3.5. Faktor Psikodinamik Pada Depresi

    Pemahaman psikodinamik yang dikemukakan oleh Sigmund Freud

    dan dilanjutkan oleh Karl Abraham dikenal sebagai pandangan klasik depresi.

    Teori tersebut mencakup empat hal utama:

    1.) gangguan hubungan ibu-anak selama fase oral (10-18 bulan)

    menjadi faktor predisposisi untuk rentan terhadap episode depresi

    berulang;

    2.) depresi dapat dihubungkan dengan cinta yang nyata maupun fantasi

    kehilangan objek;

    3.) introjeksi merupakan terbangkitnya mekanisme pertahanan untuk

    mengatasi penderitaan akibat kehilangan objek cinta, dan

  • 24

    4.) kehilangan objek cinta, diperlihatkan dalam bentuk campuran

    antara benci dan cinta, serta perasaan marah yang diarahkan

    kepada diri sendiri. 21

    Melanie Klein menjelaskan bahwa depresi termasuk agresi ke arah

    mencintai, seperti yang dijelaskan Freud. Edward Bibring menyatakan bahwa

    depresi adalah suatu fenomena yang terjadi ketika seseorang menyadari

    ketidakmampuannya untuk mewujudkan cita-cita ideal yang tinggi. Edith

    Jacobson melihat depresi sebagai berkurangnya kekuatan, misalnya pada anak

    yang tidak berdaya terhadap penyiksaan orang tua. Silvano Arieti mengamati

    banyak pasien depresi hidup untuk orang lain dibandingkan untuk dirinya

    sendiri. Arieti merujuk pada orang yang menderita depresi, hidup dalam

    dominasi orang lain, dalam prinsip dan nilai ideal. Heinz Kohut

    mengonseptualisasikan depresi dimulai dari teori self-psychology, bahwa

    perkembangan jiwa mempunyai kebutuhan spesifik yang harus dipenuhi orang

    tua terhadap anaknya, yaitu memberikan rasa positif, percaya diri dan self-

    cohesion. Jika orang yang diharapkan tidak memenuhi kebutuhan ini akan

    terjadi kehilangan kepercayaan diri yang besar yang muncul sebagai depresi.

    John Bowlby percaya bahwa rusaknya keeratan awal dan trauma akibat

    perpisahan pada anak merupakan predisposisi terjadinya depresi. Kehilangan

    pada orang dewasa dan trauma kehilangan pada masa kanak memudahkan

    seseorang mengalami episode depresi pada masa dewasa. 21

    2.2.3.6. Formulasi Lain dari Depresi

    Depresi merupakan hasil penyimpangan kognitif spesifik yang

    membuat seseorang mempunyai kecenderungan menjadi depresi. Postulat

    Aaron Beck menyatakan trias kognitif dari depresi mencakup:

    1.) pandangan terhadap diri sendiri berupa persepsi negatif terhadap

    dirinya;

    2.) tentang lingkungan, yakni kecenderungan menganggap dunia

    bermusuhan terhadapnya, dan

  • 25

    3.) tentang masa depan, yakni bayangan penderitaan dari kegagalan. 21

    2.2.4. Tanda dan Gejala Depresi21

    2.2.4.1. Mood Terdepresi

    Mood terdepresi, kehilangan minat dan berkurangnya energi adalah

    gejala utama dari depresi. Pasien mungkin mengatakan perasaannya sedih,

    tidak mempunyai harapan, dicampakkan, atau tidak berharga. Emosi pada

    mood depresi kualitasnya berbeda dengan emosi duka cita atau kesedihan

    yang normal. 21

    2.2.4.2. Pikiran Bunuh Diri

    Pikiran untuk melakukan bunuh diri dapat timbul pada sekitar dua per

    tiga pasien depresi dan 10-15% diantaranya melakukan bunuh diri. Mereka

    yang dirawat di rumah sakit dengan percobaan bunuh diri mempunyai umur

    hidup lebih panjang dibanding yang tidak dirawat. Beberapa pasien depresi

    terkadang tidak menyadari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh tentang

    gangguan mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman, dan

    aktivitas yang sebelumnya menarik bagi dirinya. 21

    2.2.4.3. Penurunan Energi dan Motivasi

    Hampir semua pasien depresi (97%) mengeluh tentang penurunan

    energi. Mereka mengalami kesulitan menyelesaikan tugas, mengalami

    hendaya di sekolah dan pekerjaan, dan menurunnya motivasi untuk terlibat

    dalam kegiatan baru. 21

    2.2.4.4. Gangguan Tidur, Nafsu Makan, dan Perubahan Berat Badan

    Sekitar 80% pasien mengeluh masalah tidur, khususnya terjaga dini

    hari (terminal insomnia) dan sering terbangun di malam hari karena

    memikirkan masalah yang dihadapi. Kebanyakan pasien menunjukkan

    peningkatan atau penurunan nafsu makan, demikian pula dengan bertambah

  • 26

    dan menurunnya berat badan, serta mengalami tidur lebih lama dari yang

    biasanya. 21

    2.2.4.5. Kecemasan dan Gangguan Fungsi Biologik Lain

    Kecemasan adalah gejala tersering dari depresi dan menyerang 90%

    pasien depresi. Berbagai perubahan asupan makanan dan istirahat dapat

    menyebabkan timbulnya penyakit lain secara bersamaan, seperti diabetes,

    hipertensi, penyakit paru obstuksi kronik, dan penyakit jantung. Gejala lain

    termasuk haid yang tidak normal dan menurunnya minat serta aktivitas

    seksual.

    2.2.5. Kriteria Diagnosis Deperesi21

    Diadaptasi dari Diagnostic and Statitical Manual of Mental Disorder,

    4th

    edition, kriteria diagnosis gangguan depresi berat adalah:

    A. Pasien mengalami mood terdepresi (sebagai contoh, sedih atau perasaan

    kosong) atau kehilangan minat atau kesenangan sepanjang waktu selama 2

    minggu atau lebih ditambah 4 atau lebih gejala berikut ini:

    1) Gangguan tidur, seperti insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.

    2) Menurunnya minat atau kesenangan hampir pada semua kegiatan hampir

    sepanjang waktu.

    3) Perasaan bersalah yang berlebihan atau tidak sesuai atau rasa tidak

    berharga hampir sepanjang waktu.

    4) Kehilangan energi atau letih hampir sepanjang waktu.

    5) Menurunnya kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi; sulit membuat

    keputusan hampir sepanjang waktu.

    6) Selera makan yang menurun atau meningkat

    7) Dalam pengamatan ditemukan agitasi/ retardasi.

    8) Timbul pikiran berulag tentang mati/ ingin bunuh diri.

    B. Gejalanya tidak memenuhi untuk kriteria episode campuran (episode depresi

    berat dan episode manik)

  • 27

    C. Gejalanya menimbulkan penderitaan atau hendaya sosial, pekerjaan atau

    fungsi penting lainnya yang bermakna secara klinik.

    D. Gejalanya bukanlah merupakan efek fisiologi langsung dari zat (sebagai

    contoh: penyalahgunaan obat, atau medikasi) atau suatu kondisi medik umum

    (sebagai contoh: hipotiroidisme).

    E. Gejalanya tidak lebih baik dibandingkan dengan dukacita, misalnya, setelah

    kehilangan seseorang yang dicintai, gejala menetap lebih dari 2 bulan atau

    ditandai hendaya fungsi yang jelas, preokupasi rasa ketidak bahagiaan yang

    abnormal, gagasan bunuh diri, gejala psikotik atau retardasi psikomotor.

    2.3. Youth Risk Behavior Survey

    Merupakan alat ukur untuk mengetahui perilaku berisiko yang bekontribusi

    pada penyebab utama kematian dan kecacatan di kalangan remaja dan orang dewasa.

    Perilaku berisiko tersebut termasuk perilaku yang berkontribusi pada kekerasan dan

    cedera yang tidak disengaja, termasuk perilaku perundungan serta gejala depresi,

    perilaku seksual terkait dengan kehamilan yang tidak diinginkan dan penyakit

    menular seksual, termasuk HIV, alkohol dan penggunaan obat-obatan terlarang,

    penggunaan rokok, perilaku diet yang tidak sehat, serta aktivitas fisik yang tidak

    memadai.24

    Kuesioner berisi 116 butir pertanyaan, dengan pertanyaan mengenai

    perilaku perundungan dan gejala depresi yang masing-masing dirincikan sebagai

    berikut:

    1) Perundungan :

    a. Pencurian atau perusakan barang pribadi oleh orang lain di sekolah selama

    12 bulan terakhir (kuesioner no.29).

    b. Mengalami perundungan (bullying) di sekolah selama 12 bulan terakhir

    (kuesioner no.35).

    c. Mengalami perundungan (bullying) di internet selama 12 bulan terakhir

    (kuesioner no.36).

  • 28

    2) Gejala depresi :

    a. Merasa sedih atau putus asa selama dua minggu atau lebih berturut-turut

    selama 12 bulan terakhir sehingga tidak ingin melakukan kegiatan apapun

    (kuesioner no.37).

    b. Berniat bunuh diri selama 12 bulan terakhir (kuesioner no.38).

    c. Menyusun rencana bunuh diri selama 12 bulan terakhir (kuesioner no.39).

    d. Mencoba bunuh diri selama 12 bulan terakhir (kuesioner no.40).

  • 29

    2.4. Kerangka Teori

    Faktor yang mempengaruhi:

    1. Karakteristik individu

    2. Usia

    3. Jenis Kelamin

    4. Personality Traits

    5. Lingkungan dan otoritas sekolah

    6. Status Sosial Ekonomi

    Perilaku Perundungan

    Mempengaruhi

    aktivitas sistem

    HPA-aksis15

    16

    Perubahan jumlah

    kortisol15

    Meningkatkan risiko

    terjadinya gangguan

    mood dan kesehatan

    mental15 16

    Depresi

    Mood terdepresi

    Pemikiran dan perilaku bunuh diri

    Penurunan energi dan motivasi

    Gangguan tidur, nafsu makan dan perubahan

    berat badan

    Kecemasan dan gangguan fungsi biologik lain

    Faktor yang mempengaruhi:

    1. Faktor organobiologik:

    Kelainan atau disregulasi metabolit

    aminbiogenik

    2. Faktor genetik:

    Riwayat depresi dalam keluarga

    3. Faktor psikososial:

    Peristiwa kehidupan yang

    membuat seseorang merasa

    tertekan (dalam penelitian ini

    termasuk perundungan)

    4. Faktor kepribadian:

    Pola kepribadian tertentu

    5. Faktor psikodinamik

    6. Formulasi lain depresi:

    Penyimpangan kognitif spesifik

    Up-regulasi sistem rasa

    takut di amigdala17

    Hiperaktivasi amigdala17 18

  • 30

    2.5. Kerangka Konsep

    Variabel Independen Variabel Dependen

    PERUNDUNGAN

    1) Pencurian atau perusakan

    barang pribadi oleh orang

    lain di sekolah selama 12

    bulan terakhir.

    2) Mengalami perundungan

    (bullying) di sekolah selama

    12 bulam terakhir.

    3) Mengalami perundungan

    (bullying) di internet selama

    12 bulan terakhir.

    GEJALA DEPRESI

    1) Merasa sedih atau putus asa

    selama dua minggu atau

    lebih berturut-turut selama

    12 bulan terakhir sehingga

    tidak ingin melakukan

    kegiatan apapun .

    2) Berniat bunuh diri selama

    12 bulan terakhir.

    3) Menyusun rencana bunuh

    diri selama 12 bulan

    terakhir.

    4) Mencoba bunuh diri selama

    12 bulan terakhir.

    Faktor Genetik

    Faktor Psikososial

    Faktor Kepribadian

    Faktor Psikodinamik

    Variabel yang diteliti

    Variabel yang tidak diteliti

    Faktor Organobiologik

  • 31

    2.5. Definisi Operasional

    No. Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Pengukuran Skala Variabel bebas

    1. Perundungan Merupakan segala bentuk

    penindasan atau

    kekerasan yang dilakukan

    dengan sengaja oleh satu

    orang atau sekelompok

    orang yang lebih kuat

    atau lebih berkuasa

    terhadap orang lain,

    dengan tujuan untuk

    menyakiti dan dilakukan

    secara terus-menerus.4

    Kuisioner

    YRBS dalam

    butir pertanyaan

    no. 29, 35, dan

    36.

    1. Pernah

    (menjawab “ya”

    pada pilihan

    jawaban berupa

    pernyataan, dan

    menjawab ≥ 1 kali

    pada pilihan

    jawaban berupa

    intensitas)

    2. Tidak pernah

    (menjawab “tidak”

    pada pilihan

    jawaban berupa

    pernyataan, dan

    menjawab 0 kali

    pada pilihan

    jawaban berupa

    intensitas)

    Nominal

    Variabel terikat

    2. Gejala depresi Kehilangan energi dan

    minat, merasa sedih, tidak

    mempunyai harapan,

    merasa dicampakkan,

    atau tidak berharga,

    merasa bersalah, sulit

    berkonsentrasi,

    mengalami hilangnya

    nafsu makan, berpikir

    mati atau bunuh diri,

    tanda dan gejala lain

    termasuk perubahan

    aktivitas, kemampuan

    kognitif, bicara dan

    fungsi vegetatif (termasuk

    tidur, aktivitas seksual

    dan ritme biologik yang

    lain.21

    Kuisioner

    YRBS dalam

    butir pertanyaan

    no. 37, 38, 39,

    40.

    1. Pernah

    (menjawab “ya”

    pada pilihan

    jawaban berupa

    pernyataan, dan

    menjawab ≥ 1 kali

    pada pilihan

    jawaban berupa

    intensitas)

    2. Tidak pernah

    (menjawab “tidak”

    pada pilihan

    jawaban berupa

    pernyataan, dan

    menjawab 0 kali

    pada pilihan

    jawaban berupa

    intensitas)

    Nominal

  • 32

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    3.1. Desain Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan

    menggunakan desain potong lintang (cross sectional).25

    3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian ini dilakukan di SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta,

    dan MA Jamiat Kheir di Kota Jakarta Pusat pada bulan Oktober 2017 sampai bulan

    Desember 2017.

    3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

    3.3.1. Populasi Target

    Populasi target dari penelitian ini adalah seluruh pelajar SLTA di Kota

    Jakarta Pusat

    3.3.2. Populasi Terjangkau

    Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pelajar SMA 35 Jakarta,

    SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir.

    3.3.3. Sampel

    Sampel pada penelitian ini adalah siswa/siswi kelas X, XI, dan XII

    SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat

    Kheir yang tepilih secara randomisasi dan bersedia menjadi responden.

    3.4. Besar Sampel

    Jumlah seluruh pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK 5 Muhammadiyah Jakarta,

    dan MA Jamiat Kheir yang terpilih sebagai sampel adalah sebanyak 360 siswa.

  • 33

    Rumus yang digunakan untuk menentukan besar sampel minimal pada

    penelitian ini menggunakan rumus estimasi besar sampel untuk penelitian deskriptif

    kategorik dan analitik kategorik tidak berpasangan, yaitu sebagai berikut:26

    3.4.1. Besar Sampel Penelitian Deskriptif Kategorik

    Keterangan:

    n = besar sampel

    Zα = derivat baku normal untuk α

    P = proporsi dari kategori yang menjadi point of interest

    Q = 1-P

    d = kesalahan prediksi proporsi yang masih dapat diterima

    Diketahui:

    Zα = 1,96

    P = 0,4827

    Q = 0,52

    d = 0,05

    Maka besar sampel yang diperlukan:

    =

    = 383,5 = 384 sampel

    3.4.2. Besar Sampel Penelitian Aanalitik Kategorik Tidak Berpasangan

    ( √ ) √

    (

  • 34

    Keterangan:

    n = besar sampel

    Zα = derivat baku normal untuk α

    Zβ = derivat baku normal untuk β

    α = kesalahan tipe satu yang nilainya ditetapkan oleh peneliti

    β = kesalahan tipe dua yang nilainya ditetapkan oleh peneliti

    P = proporsi total = (P1 – P2)/2

    P1 = proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement peneliti

    P2 = proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya dari kepustakaan

    Q = 1- P

    Q1 = 1 – P1

    Q2 = 1 – P2 atau (Q1-Q2)/2

    Diketahui:

    α = Kesalahan tipe 1, ditetapkan 5%

    Zα = Nilai standar α, yaitu 1,96

    β = Kesalahan tipe 2, ditetapkan 20%

    Zβ = Nilai standar β, yaitu 0,84

    P = 0,2

    P1 = 0,505

    P2 = 0,30527

  • 35

    Q = 0,8

    Q1 = 0,495

    Q2 = 0,695

    Maka besar sampel yang diperlukan:

    ( √ ) √

    ( = 74

    n total = 148

    Untuk mengantisipasi terjadinya drop out pada penelitian ini, maka sampel

    ditambahkan dengan menggunakan rumus:

    ( =

    ( = 164,4 = 164 sampel

    %

    Jumlah sampel minimum yang dibutuhkan pada penelitian ini, secara

    deskriptif adalah 384 dan secara analitik adalah 164 sampel. Namun, jumlah sampel

    yang digunakan oleh peneliti adalah sebanyak 360 sampel karena peneliti mengikuti

    prosedur pengambilan sampel yang telah ditetapkan oleh tim YRBSS FK UIN Syarif

    Hidayatullah. Sampel yang digunakan oleh peneliti kurang memenuhi jumlah sampel

    minimum yang dibutuhkan untuk penelitian deskriptif, namun memenuhi jumlah

    sampel minimum untuk penelitian analitik.

    3.4. Cara Pengambilan Sampel

    Teknik pengambilan sampel penelitian ini adalah dengan cara multistage

    random sampling, yakni terdapat beberapa jenis randomisasi yang digunakan pada

    setiap tingkatan. Seluruh SLTA di Kota Jakarta Pusat dilakukan randomisasi

  • 36

    bertingkat berdasarkan jenis sekolah, sehingga terpilih SMA 35 Jakarta, SMK

    Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir. Ketiga sekolah terpilih kemudian

    dilakukan randomisasi kembali untuk pemilihan kelas mana yang akan dijadikan

    sampel berdasarkan tingkat kelas. Kelas X, XI, dan XII yang terpilih akan dilakukan

    randomisasi kembali menggunakan simple random sampling untuk memilih

    siswa/siswi mana yang akan dijadikan sebagai sampel penelitian.28

    3.5. Kriteria Sampel

    3.5.1. Kriteria Inklusi

    1. Siswa/siswi kelas X, XI, dan XII di SMA 35 Jakarta, SMK

    Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir.

    3.5.2. Kriteria Eksklusi

    1. Siswa/siswi yang memiliki gangguan kognitif atau gangguan psikiatri.

    2. Siswa/siswi yang tidak bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.

    3. Siswa/siswi yang tidak mengisi kuesioner dengan lengkap.

    4. Siswa/siswi yang mencantumkan jawaban yang tidak tersedia dalam

    pilihan jawaban dalam kuesioner.

    3.6. Cara Kerja Penelitian

    1. Menentukan tema dan judul penelitian.

    2. Menentukan desain dan metode penelitian.

    3. Menentukan instrumen penelitian.

    Memilih kuesioner YRBS 2017 sebagai instrumen dalam penelitian.

    4. Permohonan izin kepada yang mempatenkan kuesioner.

    Meminta izin kepada yang mempatenkan kuesioner YRBS 2017 untuk

    penerjemahan ke dalam Bahasa Indonesia dan penggunaan kuesioner tersebut

    dalam penelitian ini.

    5. Mendata seluruh SLTA di Kota Jakarta Pusat.

    6. Memilih SLTA yang akan dijadikan sampel secara random.

  • 37

    Memilih SMA 35 Jakarta, SMK Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat

    Kheir sebagai tempat penelitian.

    7. Melakukan perizinan ke fakultas untuk melakukan penelitian.

    8. Datang ke sekolah yang terpilih sebagai sampel dan meminta izin kepada

    kepala sekolah untuk pengambilan data penelitian.

    9. Identifikasi sampel penelitian.

    a. Pendataan jumlah siswa/siswi di sekolah terpilih.

    b. Melakukan randomisasi pada seluruh pelajar di SMA 35 Jakarta, SMK

    Muhammadiyah 5 Jakarta, dan MA Jamiat Kheir untuk dijadikan sampel

    15. Melakukan pengambilan data di sekolah.

    a. Penyerahan dan pengisian passive informed consent.

    Jika setuju dan bersedia menjadi sampel penelitian, lembar informed

    consent tidak perlu di kembalikan ke peneliti. Namun, apabila sampel

    terpilih tidak bersedia menjadi sampel peneltian, lembar informed

    consentditandatangani oleh orang tua sampel terpilih, dan

    dikembalikan kepada peneliti.

    b. Menyampaikan informed consent kepada sampel penelitian.

    Memberikan penjelasan kepada sampel penelitian mengenai penelitian

    yang akan dilakukan.

    c. Mengisi kuesioner YRBS 2017 dalam Bahasa Indonesia dengan

    lengkap.

    Jika setuju dan bersedia menjadi sampel penelitian, maka siswa/siswi

    diminta untuk mengisi kuesioner YRBS dalam Bahasa Indonesia.

    11. Sortir data

    Kuesioner yang telah diisi kemudian dikumpulkan dan dilakukan

    penyortiran data oleh peneliti untuk melihat apakah memenuhi kriteria

    penelitian atau tidak.

    12. Analisis data

    Menganalisis dan mengolah data penelitian menggunakan SPSS versi 22.0.

    13. Penulisan laporan penelitian.

  • 38

    3.7. Alur Penelitian

    *: Sudah dilakukan oleh Tim YRBSS Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    **: Dilakukan oleh peneliti dan Tim YRBSS Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    1, 2. Menentukan tema, judul, desain dan metode penelitian

    3. Memilih kuesioner YRBS 2017 sebagai instrumen penelitian

    4. Penerjemahan kuesioner ke dalam Bahasa Indonesia*

    5. Mendata seluruh SLTA di Kota Jakarta Pusat*

    6. Memilih SLTA yang akan dijadikan sampel penelitian secara random*

    7. Melakukan perizinan ke fakultas untuk melakukan penelitian*

    8. Datang ke sekolah yang terpilih sebagai sampel**

    8. Permintaan izin penelitian ke pihak sekolah**

    9a. Pendataan jumlah siswa/siswi di sekolah**

    9b. Randomisasi siswa**

    10. Melakukan pengambilan data di sekolah**

    10a,b. Penyerahan, pengisian, dan penjelasan passive informed consent**

    Tidak bersedia Bersedia

    10c. Pengisian kuesioner

    11. Pengambilan data dari kuesioner

    13. Penulisan laporan penelitian 12. Pengolahan data dengan SPSS

  • 39

    3.8. Manajemen Data

    3.8.1. Pengumpulan Data

    Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini merupakan data primer

    karena kuesioner diisi langsung oleh responden.

    3.8.2. Instrumen Penelitian

    Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan adalah kuesioner

    YRBS 2017 yang sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh tim

    YRBSS Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang diketuai

    oleh dr. Risahmawati, Dr.Med.Sc. Kuesioner tersebut berupa pertanyaan

    tertulis yang digunakan untuk memperoleh data atau informasi mengenai

    identitas dan perilaku berisiko pada remaja, termasuk perundungan dan gejala

    depresi.

    3.8.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

    Uji validitas dan realiabilitas telah dilakukan oleh tim YRBSS

    Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    3.8.4. Pengolahan dan Analisis Data

    Pengolahan dan analisis data pada penelitian ini menggunakan

    program SPSS (Statistic P