Upload
ekawati-erprisman
View
292
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
terapi nutrisi kanker
Citation preview
PENDAHULUAN
Nutrisi adalah proses dimana tubuh manusia menggunakan makanan untuk
membentuk energi, mempertahankan kesehatan, pertumbuhan dan untuk berlangsungnya
fungsi normal setiap organ dan jaringan tubuh (Rock CL, 2004).
Status nutrisi normal menggambarkan keseimbangan yang baik antara asupan nutrisi dengan
kebutuhan nutrisi (Denke, 1998; Klein S, 2004). Kekurangan nutrisi memberikan efek yang
tidak diinginkan terhadap struktur dan fungsi hampir semua organ dan sistem tubuh
(Suastika, 1992).
Malnutrisi dan Cachexia sering terjadi pada penderita kanker (24% pada stadium dini
dan > 80% pada stadium lanjut), AIDS dan penyakit kronis lainnya. Malnutrisi dan Cachexia
meningkatkan morbiditas dan mortalitas serta menurunkan kualitas hidup, “survival”
penderita. Penderita dengan malnutrisi sering tidak dapat mentoleransi terapi termasuk radiasi
khemoterapi dan lebih mempunyai kecenderungan mengalami “adverase effect” terhadap
terapi kanker (Lutz, 1994; Denke, 1998, Bruera, 2003; Jakowiak, 2003; Trujillo, 2005;
Watson, 2005).
Cachexia adalah keadaan malnutrisi yang ditandai dengan anorexia, penurunan berat
badan, muscle wasting, asthenia, depresi, nausea kronik dan anemia yang menyebabkan
distress psikologis, perubahan dalam komposisi tubuh, gangguan dalam metabolisme
karbohidrat, lemak dan protein, cairan jaringan, keseimbangan asam basa, kadar vitamin dan
elektrolit (Trujillo, 2005).
Anorexia adalah tidak adanya keinginan untuk makan dan menunjukkan bahwa
seseorang tidak mempunyai ketertarikan (interest) terhadap semua makanan. Pengendalian
terhadap asupan makanan adalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai organ,
environment dan mekanisme perifer (dinding usus berperan terhadap regulasi apetite dan
beraksi terhadap stimuli mekanis dan kemis seperti peptide yang diproduksi diusus antara lain
cholecycstokinin, somatostatin, glucagons) dan sentral (jalur hipotalamaus: dipengaruhi oleh
perciuman, rasa kecap, stimuli visual, temperature, stimuli gastrointestinal melalui N.vagus,
kadar glukosa dan asam amino dalam darah dan pusat kortikal: dipengaruhi oleh
environment, kultural, faktor ekonomi dan emosional) (Walsh, 1989; Woodruff, 1997,
Strasser, 2002).
Malnutrisi adalah hilangnya/ penurunan berat badan diatas 10% atau berat badan
kurang dari 80% BB ideal, dalam kurun waktu 3 bulan (Suastika, 1992; Waller, 1996;
Strasser, 2002, Trujillo, 2005). Ketika seseorang didiagnosis menderita kanker, maka nutrisi
1
merupakan bagian dari terapi. Tujuan utama terapi nutrisi pada penderita kanker adalah
mempertahankan atau meningkatkan status nutrisi sehingga dapat memperkecil terjadinya
komplikasi meningkatkan efektivitas terapi kanker (bedah, kemoterapi, radiasi) kualitas
hidup dan survival penderita (Lutz, 1994; Bruera, 2003; Trujillo, 2005).
2
PREVALENSI MALNUTRISI
Prevalensi malnutrisi pada penderita kanker tergantung pada jenis tumor, stadium,
organ yang terlibat, terapi antikanker, kondisi non malignan yang menyertainya seperti
diabetes melitus, penyakit saluran cerna dan lain-lain. Pada penelitian multisenter terhadap 12
jenis kanker, prevalensi penurunan berat badan (BB) sebesar 31%-40% pada penderita kanker
payudara, kanker hematologik dan sarcoma; 54%-64% pada penderita kanker colon, prostate
dan paru > 80% pada penderita dengan kanker pancreas dan lambung dan didapatkan
penurunan BB paling berat (Shike, 1996; Strasser, 2002; Trujillo, 2005; Mroos, 2006). Terapi
kanker juga berpengaruh terhadap status nutrisi penderita. Pada suatu penelitian didapatkan >
40% penderita yang mendapat terapi kanker (bedah, kemoterapi dan radiasi) mengalami
malnutrisi (Shike, 1996; Trujillo, 2005).
PENYEBAB MALNUTRISI
Penyebab malnutrisi pada penderita kanker adalah multifaktorial. Secara umum
penyebabnya dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu:
1. berkurangnya asupan makanan dan malabsorbsi
2. gangguan proses metabolisme (Shike, 1996).
Bruera mengelompokkan penyebab cachexia pada penderita kanker sebagai berikut:
1. faktor psikologis dan susunan saraf pusat (keengganan makan, gangguan persepsi rasa
kecap, stress psikologis);
2. efek tumor (obstruksi mekanis, pemakaian substrate/ nutrisi oleh tumor, produksi sitokin
oleh sel tumor, lipid mobilizing factors);
3. efek yang berhubungan dengan terapi (kemoterapi, radiasi, bedah, nausea, stomatitis,
xerostomia, nyeri, ileus); 4. efek yang berhubungan dengan penderita (peningkatan resting
energy expenditure, gangguan proses metabolisme, produksi sitokin oleh makrofag, disfungsi
autonomic, penurunan pengosongan lambung (Lutz, 1994; Woodfruff, 1997; Strasser, Bruera,
2002; Watson, 2005).
1. BERKURANGNYA ASUPAN MAKANAN DAN MALABSOBSI
Efek Tumor
a. Efek langsung :
3
Tumor dari traktus gastrointestinal seperti tumor lidah, faring, esophagus dan
lambung yang menyebabkan obstruksi atau tumor dari luar traktus gastrointestinal
yang menyebabkan obstruksi antaralain tumor kepala leher, pancreas, hepar atau
tumor lain yang metastasis ke abdominal (Sheke, 1996; Waller, 1996;
Woodruff,1997). Gangguan pencernaan dan absorbsi misalnya pada kanker pankres,
limfoma usus halus, tumor vilous colon (Waller, 1996).
b. Efek tidak langsung (remote effect):
Tumor dapat menimbulkan anorexia tanpa melibatkan traktus gastrointestinal
secara langsung. Terjadi akibat adanya penurunan rasa kecap, kualitas penciuman,
gangguan neuroendokrin, gangguan pada hypothalamic appetite control center
sehingga terjadi gangguan kontrol asupan makanan dan rasa cepat kenyang (Walsh,
1989; Waller, 1996; Shike, 1996, Woodruff, 1997).
Efek Samping Pengobatan Antitumor
Gangguan nutrisi akibat tindakan bedah tergantung pada letak tumor, luasnya reseksi
saluran cerna dan ada tidaknya tindakan vagotomi. Operasi pada bagian saluran cerna seperti
lidah, mandibula, faring, esophagus, lambung dapat menurunkan kemampuan menelan dan
pencernaan makanan. Reseksi usus halus yang luas menyebabkan gangguan penyerapan
nutrient, cairan dan elektrolit, reseksi pancreas dapat menyebabkan malabsorbsi dari lemak
dan protein (Shike, 1996; Triyllo, 2005). Kemoterapi dapat menyebabkan nausea, vomiting,
nyeri abdomen, mukositis, ileus diare dan malabsorbsi. Beberapa preparat antineopalstik
yang sering menyebabkan simtom gastrointestinal (40%) antaralain cisplatin, doxorubicin,
fluorouracil.
Penggunaan obat analgesik opioid dapat menyebabkan nausea, konstipasi dan gas
distension pada usus halus dan usus besar sehingga menyebabkan malabsorbsi (narcotic
bowel syndrome), penggunaan diuretik sering menyebabkan penurunan kadar zinc yang
mengakibatkan penurunan rasa kecap (Walsh, 1989; Twycross, 1990; Shike, 1996; Bruera,
2003; Trujillo, 2005). Radioterapi dapat memberikan reaksi akut dan delayed reaction
(komplikasi kronis). Reaksi akut dapat terjadi dalam 3 hari sampai 1 minggu terapi, dapat
berupa kesulitan menelan akibat edema dan mukositis orofaring menyebabkan disfagia dan
odinofagia, penurunan produksi saliva dengan konsekuensi penurunan enzim (radiasi kepala
leher), nausea vomiting, enteritis atau diare (radiasi daerah abdominal). Komplikasi akhir
4
berupa keradangan mucosal persisten, fibrosis intestinal dan striktur (Shike, 1996; Bruera,
2003; Trujillo, 2005). Keadaan lain yang menyertai penderita kanker seperti infeksi, Diabetes
mellitus, penyakit rematik dan lain-lain.
Autonomic Failure
Sindroma klinik meliputi manifestasi kardiovaskuler (postural hypotension, syncope
dan fixed heart rate) dan simtom gastrointestinal (nausea, anorexia, konstipasi dan kadang-
kadang diare). Terjadi pada sekitar 52% penderita kanker terutama stadium lanjut (Bruera,
2003; Watson, 2005).
2. GANGGUAN METABOLISME
Penyebab perubahan metabolisme pada penderita kanker masih belum jelas. Namun
beberapa mekanisme yang berperan adalah adanya respon sistemik yang diperantarai oleh
tumor induced distant hormonal factor (axis neuroendokrin), adanya respon non spesifik
terhadap faktor-faktor yang dilepaskan oleh tumor, adanya respon inflamasi sistemik yang
diperantarai oleh sitokin yang diproduksi oleh makrofag. Sitokin adalah kelompok berbagai
soluble glycoprotein dan low molecular weigh peptides yang mengatur interaksi antar sel
serta fungsi sel dan jaringan. Dalam kaitannya dengan cachexia pada kanker, sitokin
mengatur motilitas dan pengosongan lambung melalui saluran gastrointestinal atau susunan
saraf pusat dengan cara mengganggu sinyal eferen yang mengatur satiety (Strasser, 2002;
Trujillo, 2005; Watson, 2005).
Beberapa hormon dan sitokin yang berperan dalam gangguan metabolisme adalah :
TNF mensupresi aktivitas lipoprotein lipase di adiposit, sehingga mengganggu kliren
triglicerida dari plasma dan menyebabkan hypertriglyceridemia; IL-1 menyebabkan anorexia
melalui blocking neuropeptide Y (NPY) induced feeding, NPY adalah suatu potent feeding
stimulatory peptide yang diaktivasi oleh penurunan kadar leptin; TNF dan IL-1 meningkatkan
kadar corticotrophin releasing hormone yang merupakan neurotransmitter di saraf sentral dan
pelepasan glucose sensitive neurons menyebabkan penurunan intake makanan, IL-6 dan,
leukemia inhibitor factor (LIF) yang diproduksi oleh sel kanker terutama otot skeletal
menyebabkan efek cachectic yang poten; IFN-γ juga menyebabkan cachexia; lipid mobilizing
factor menyebabkan lipolisis dan penurunan BB; Proteolysis Inducing Factor (PIF)
menyebabkan degradasi protein dalam otot skeletal melalui peningkatan pengaturan jalur
ubiquitin proteasome proteolytic, menurunkan sintesis protein dan meningkatkan sitokin dan
5
acute phase protein; Leptin mengontrol intake makanan dan energy expenditure melalui
neuropeptic effector moleculs dalam hipotalamus, leptin merangsang jalur katabolik dan
menghambat jalur anabolik, TNF, IL-1 dan LIF meningkatkan kadar leptin menyebabkan
anorexia dengan cara mencegah mekanisme kopensasi normal terhadap penurunan intake
makanan; uncoupling protein (UPC) 1, 2 dan 3 yang berperan dalam pembentukan energi dan
ATP yang berpengaruh terhadap energy expenditure, ekspresinya dipengaruhi oleh produk
dari tumor (sitokin) (Shike, 1996; Strasser, 2002; Trujillo, 2005).
Sebagai contoh pada penderita kanker paru small cell didapatkan peningkatan rata-
rata 37% dari basal energy expenditur, sehingga intake makanan yang diberikan tidak
mencukupi kebutuhan tubuh, menyebabkan keseimbangan energi negatif dan penurunan berat
badan. Hemostasis glukosa : glukosa adalah sumber energi utama bagi sel tumor dan host,
peningkatan penggunaannya akan disertai peningkatan pelepasan laktat yang kemudian
diregenerasi menjadi glukosa oleh Liver melalui coricycle.
Peningkatan coricycle ini akan meningkatkan kehilangan energi sekitar 300 kcal perhari.
Glukoneogenesis meningkat untuk mempertahankan hemostasis glukosa. Asam amino,
gliserol dan fat breakdown digunakan untuk proses glukoneogenesis di Liver untuk
membentuk glukosa (kadar plasma alanine, glycine dan glutamine menurun). Produksi
glukosa, intoleransi glukosa dan resistensi insulin meningkat. Dilepaskannya counter
regulatory hormone seperti glucocorticoid dan glucagons meningkatkan resistensi insulin
sehingga penggunaan glukosa oleh otot skeletal menurun (Shike, 1996; Trujillo, 2005;
Watson, 2005; Boediwarsono, 2006).
Metabolisme protein: katabolisme otot meningkat (muscle wasting) menyebabkan
asthenia atau menurunnya kekuatan yang disebabkan oleh peningkatan pemecahan protein
dan penurunan sintesis protein otot, peningkatan sintesis protein Liver (acute phase protein)
dan tumor. Terjadi negative nitrogen balance dimana terjadi peningkatan whole body protein
turnover dan gangguan aminoacid turnover (Strasser, 2002; Trujillo, 2005). Metabolisme
lemak : penderita akan mengalami kehilangan jaringan lemak karena terjadi peningkatan
lipolisis dan penurunan lipogenesis. Turnover glycerol dan free fathy acid (FFA) meningkat,
penurunan kadar lipoprotein lipase menyebabkan klirens triglyceride dari plasma menurun,
kadar triglyceride meningkat, high dan low density lipoprotein menurun (Trujillo, 2005).
3. DEFINISI MIKRONUTRIEN
6
Defisiensi mikronutrien: berbagai komponent / zat dalam makanan dapat berpengaruh
dalam perkembangan kanker melalui beberapa mekanisme termasuk gangguan metabolisme
carcinogen, antioksidan, peningkatan diferensiasi, hambatan pertumbuhan dan pengaturan
imunologik. Vitamin C dan E berfungsi sebagai antioksidan, merangsang sistem imun,
mengurangi nitrit yang mencegah pembentukan nitrosamine yang berperan dalam
pembentukan sel tumor.
Vitamin A mengontrol diferensiasi sel dan berperan dalam pertahanan imunologis
host. Penurunanan kadar vitamin tertentu dapat berhubungan dengan keganasan tertentu
(vitamin A pada kanker colorectal, esophagus, leukemia, limfoma; beta carotene pada kanker
gaster, pancreas, oral dan tiroid; Vit.E pada kanker paru, gaster, prostate, gall bladder,
leukemia, limfoma, malignant bone tumor, tumor-tumor susunan saraf pusat; Vit. C pada
kanker paru, gaster, pancreas, esophagus, colon, prostate; Vit.D (dan Calcium) pada kanker
colon (Lutz, 1994; Rock, 2004 Trujillo, 2005). Trace elements seperti selenium, zinc,
manganase dan – copper adalah cofactor untuk beberapa enzim antioksidan seperti glutahione
peroksidase, RNA polymerase, superoxide dismutase, dan diamine oksidase.
Metabolismenya dipengaruhi pada penderita kanker, sebagai contoh terdapat
peningkatan kadar zinc diurine penderita melanoma, keganasan ginekologis dan paru, juga
kadar yang rendah dalam plasma penderita Ca prostat dan mamma. Defisiensi selenium
terdapat pada Ca cervix, paru dan gall bladder (Trujillo, 2005).
4. GANGGUAN ELEKTROLIT
Hipercalcemia, hiperfosfatemia, hipocalcemia dan hiperkalemia berhubungan dengan
tumor lysis syndrome (TLS) yang sering terjadi pada limfoma sebagai akibat rapid tumor
breakdown baik secara langsung akibat pertumbuhan tumor yang cepat diikuti dengan
kematian sel tumor secara langsung atau akibat terapi ditandai dengan hiperurusemia akibat
pemecahan DNA, hiperkalemia akibat pemecahan cytosol, hiperfosfatemia akibat pemecahan
protein dan hipercalcemia akibat hiperfosfatemia.
Hipocalcemia, hipomagnesemia dan hipofosfatemia sering terjadi pada penggunaan
preparat platinum, hiponatremia pada penggunaan preparat cyclophosphamid dan vincristine
(Trujillo, 2005).
PENGARUH MALNUTRISI PADA PENDERITA KANKER
7
Malnutrisi dan cachexia dapat memberikan dampak yang buruk terhadap struktur dan
fungsi hampir semua organ dan sistem tubuh. Pada sistem kardiovaskular: penurunan berat
badan sebesar 24% berhubungan dengan penurunan isi jantung sebesar 17%, dapat terjadi
hipotensi arterial, bradikardi, penurunan tekanan vena, konsumsi oksigen menurun, stroke
volume dan cardiac output menurun; pada paru: perubahan anatomi akibat atrofi dan
melemahnya otot pernafasan, gangguan kemampuan membersihkan sekret, menurunnya
elastisitas jaringan paru dan mengakibatkan pembesaran rongga udara; pada gastrointestinal:
atrofi gastrointestinal dan pankreas sehingga enzim pencernaan menurun, motilitas dan
sekresi asam lambung menurun, terjadi pertumbuhan bakteri yang berlebihan pada usus
halus, malabsorbsi dan intoleransi laktosa akibat edema usus halus pada hipoalbunemia; pada
liver peningkatan glikogen, infiltrasi lemak; pada ginjal : glumerular filtration rate dan aliran
darah turun; pada sistem hematologi: dapat terjadi pansitopenia yaitu anemia normochrom
normositer, leukopenia, trombositopenia, hipoplasia elemen selular sumsum tulang; pada
sistem imun menyebabkan penurunan imunitas selular sedangkan imunitas humoral tidak
jelas pengaruhnya; penyembuhan luka terhambat akibat terhambatnya nervaskularisasi,
proliferasi fibroblas, sintesis kolagen, remodelling luka dan adanya edema pada penderita
dengan hipoalbuminemia; pada sistem muskoloskeletal berupa berkurangnya massa otot
skeletal, meningkatnya kelelahan, berubahnya pola kontraksi dan relaksasi otot,
berkurangnya massa tulang dan osteoporotik. Keadaan ini akan menyebabkan peningkatan
kepekaan terhadap infeksi, gangguan penyembuhan luka, toleransi yang jelek terhadap terapi,
menurunkan kualitas hidup dan meningkatkan mortalitas dan morbiditas penderita kanker
(Suastika, 1992; Jaskowiak, 2003; Klein, 2004; Boediwarsono, 2006).
PENENTUAN STATUS NUTRISI PADA KANKER
Penentuan status nutrisi pada penderita kanker berdasarkan atas anamnesis,
pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan antropometri dan meriksaan laboratorium (Denke,
1998; Bristian, 2004). Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik merupakan cara efektif
dalam penentuan status nutrisi penderita. Pada anamnesis perlu ditanyakan adalah berat
badan rata-rata pada 3 bulan terakhir, informasi tentang asupan makanan baik jenis makanan,
kemampuan mengkonsumsi makanan dan ha-hal yang berpengaruh terhadapnya misalnya
adanya nyeri, mual-muntah, sulit menelan, luka berbau dan terapi yang sedang dijalani.
Pemeriksaan fisik meliputi adanya kulit kering, bersisik, atrofi otot (muscle wasting)
adanya edema pitting, penurunan kekuatan otot dan cadangan lemak, pemeriksaan
8
antropometri berupa BB, body mass index (BMI= rasio BB/TB), ketebalan otot triceps
(triceps skinfold thickness) dan midarm mucle sirumference. BMI dapat digunakan untuk
menilai status nutrisi penderita. Nilai BMI 18,5 – 24,9 kg/m2 adalah normal, protein energy-
malnutrition : ringan BMI 17,0 – 18,4 kg/m2, sedang BMI 16,0 – 16,9 kg/m2 dan berat BMI
< 16,0 kg/m2 (Lutz, 1994; Denke, 1998; Bristian, 2004).
Nilai tricep skin fold (TST) dan mid-upperarm mucle circumference (MUAMC) dapat
menilai status otot, kulit dan fat untuk menentukan status nutrisi (tabel lampiran 1) (Denke,
1998; Bristian, 2004).
Pemeriksaan laboratoris dengan menentukan kadar protein serum terdiri dari albumin
serum, trasferin dan prealbumin. Pengukuran kadar protein serum dapat menolong
memprediksi prognosis penderita. Kadar albumin yang rendah secara kronis diikuti dengan
perpanjangan hospital stay, penyembuhan luka yang buruk, infeksi dan meningkatkan
mortalitas. Kadar prealbumin < 5 mg/dl menunjukkan prognosis buruk, 5,0 – 10,9 mg/dl
menunjukkan resiko yang bermakna dan memerlukan support nutrisi yang agresif, 11.0 – 15
mg/dl meningkatkan resiko dan perlu nutrisi dan monitor yang ketat (Denke, 1998; Bristian,
2004; Shike, 2005).
INDIKASI TERAPI NUTRISI
Terapi nutrisi diberikan kepada penderita malnutrisi atau pada penderita yang dalam
perjalanan penyakitnya diperkirakan akan menjadi malnutrisi (Waller, 1996; Boediwarsono,
2006). Secara praktis bila didapatkan 2 dari 3 berikut ini, yaitu adanya penurunan berat badan
> 10% dalam kurun waktu 3 bulan, kadar trasferin serum < 150 mg/dl, kadar albumin serum
< 3,4 g/dl merupakan indikasi pemberian terapi nutrisi (Waller, 1996; Boediwarsono, 206).
PEMBERIAN NUTRISI
Terdapat 3 pilihan dalam pemberian nutrisi yaitu diet oral, nutrisi enteral dan nutrisi
parenteral. Diet oral diberikan kepada penderita yang masih bisa menelan cukup makanan
dan keberhasilannya memerlukan kerjasama yang baik antara dokter, ahli gizi, penderita dan
keluarga. Nutrisi enteral bila penderita tidak bisa menelan dalam jumlah cukup, sedangkan
fungsi pencernaan dan absorbsi usus masih cukup baik.
Selama sistem pencernaan masih berfungsi atau berfungsi sebagian dan tidak ada
kontraindikasi maka diet enteral (EN) harus dipertimbangkan, karena diet enteral lebih
fisiologis karena meningkatkan aliran darah mukosa intestinal, mempertahankan aktivitas
9
metabolik serta keseimbangan hormonal dan enzimatik antara traktus gastrointestinal dan
liver.
Diet enteral mempunyai efek enterotropik indirek dengan menstimulasi hormon usus
seperti gastrin, neurotensin, bombesin, enteroglucagon. Gastrin mempunyai efek tropik pada
lambung, duodenum dan colon sehingga dapat mempertahankan integritas usus, mencegah
atrofi mukosa usus dan translokasi bakteri, memelihara gut-associated lymphoid tissue
(GALT) yang berperan dalam imunitas mukosa usus (Shike, 1996; Bruera, 2003; Rombeau,
2004; Trujillo, 2005; Boediwarsono, 2006).
Nutrisi parenteral total (TPN) diberikan pada penderita dengan gangguan proses
menelan, gangguan pencernaan dan absorbsi (Bozzetti, 1989; Baron, 2005; Shike 1996;
Mahon, 2004; Trujillo, 2005).
Daftar makanan yang sering diberikan pada penderita kanker sesuai jenis gangguan
sistem pencernaan: penderita dengan ulserasi pada mukosa mulut (makanan yang lembut atau
lunak atau mengandung cairan, makanan dingin lebih baik daripada panas, gunakan
anaesthetic mouthwash sebelum makan, food lubrixant seperti butter, margarine dan milk
untuk xerostomia, untuk mengatasi kesulitan menelan penderita melakukan proses inhalasi,
menelan dan ekshalasi), paska laringektomi supraglotik (makanan padat dan lembut, hindari
makanan cair), striktura esofagus (makanan lemak, usahakan dalam bentuk cair atau hyghly
caloric nutritional supplements), reseksi lambung (5 atau 6 kali makanan kecil perhari, batasi
monosakarida dan laktosa, berikan tambahan zat besi dan Vit B12 parenteral) insufisiensi
pankreas (batasi lemak, medium chain triglyceride, suplemen enzim pankreas), reseksi usus =
short bowel (makanan porsi kecil dan sering, batasi lemak, serat, monokarbohidrat dan
laktosa, tambahkan calcium, magnesium, zine dan Vit B12 secara parenteral, untuk pederita
paska reseksi ileum terminale, chronic radiation enteritis (batasi lemak, serat dan laktose)
(Lutz, 1994; Shike,1996).
Nutrisi enteral adalah cara pemberian makanan melalui selang/ tube kesaluran
pencernaan. Pemasangan selang yang umum adalah melalui hidung sampai kelambung
(Nasogastric tube). Bila pemberian nutrisi diperlukan untuk jangka lama atau ada kesulitan
pemasangan selang dapat dilakukan secara bedah atau endoskopi yaitu esofagostomi,
gastrostomi atau jejonostomi (Lutz, 1994; Shike, 1996; Waller, 1996).
Kecepatan pemberian nutrisi enteral tergantung pada kondisi penderita. Penderita dengan
kanker kepala leher dimana saluran cerna masih baik dapat diberikan bolus 300 – 500 cc
beberapa kali perhari, penderita pasca gastrektomi memerlukan pemberian secara drip pelan-
10
pelan 200 cc/jam, penderita short bowel, malabsorbsi, radiation induced enteritis 100 cc/jam
(Waller, 1996). Bahan makanan untuk nutrisi enteral dapat disediakan dengan melalui
konsultasi gizi, dapat juga menggunakan formula nutrisi enteral yang beredar dipasaran yang
secara umum terdapat 2 kategori berdasarkan kandungan karohidrat lemak dan protein yaitu
full digestion formula dan partial digestion formula. Terdapat juga sediaan tinggi protein atau
mengandung zat yang dibutuhkan untuk meningkakan status imunologis penderita (Shike,
1996; Boediwarsono, 2006).
Nutrisi parenteral (NPE) diberikan untuk mencukupi sumber nutrien essensial tanpa
menggunakan traktus gastrointestinal yaitu secara intravena (Askandar, 2001). NPE dapat
dibedakan menjadi NPE parsial (NPE-P) dan NPE total (NPE-T) dapat melalui vena perifer
atau sentral. Tumor yang mengenai sistem pencernaan atau tindakan yang melibatkan sistem
pencernaan sehingga terjadi gangguan proses menelan dan pencernaan merupakan indikasi
pemberian NPE. Dalam pemberian NPE pertimbangkan jenis larutan yang dibutuhkan sesuai
dengan kebutuhan makro dan mikronutrien, perhatikan osmolaritas larutan (sebaiknya kurang
dari 800-1000 mOsm/l dan bila tidak mungkin lakukan infus cabang) (Askandar, 2005;
Trujillo, 2005).
KEBUTUHAN MAKRONUTRIEN PADA PENDERITA KANKER
Kebutuhan makronutrien (karbohidrat lemak dan protein) penderita kanker sangat
individual beberapa penelitian mendapatkan data bahwa 50 – 60% penderita kanker rawat
inap mengalami abnormalitas resting energy expenditur (REE) yang sangat bervariasi
sehingga sulit untuk menentukan kebutuhan kalori secara umum (Baron, 2005). Untuk
menentukan kebutuhan kalori, harus ditetapkan lebih dahulu tujuan dari terapi nutrisi dan
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti status nutrisi, jenis tumor, terapi
tumor yang diberikan, adanya infeksi dan lamanya penyakit.
Kebutuhan kalori untuk tujuan maintenance adalah 115 – 130% dari REE, sedangkan
uintuk meningkatkan BB diperlukan sampai 150% REE (Boediwarsono, 2006). Pengukuran
REE berdasarkan rumus Harnis Benedict: untuk pria REE (kcal/hari) = 666 + (13,7 x BB) +
(5 x TB)-(6,8 x umur); wanita REE (kcal/hari) = 655 + (9,5 x BB) + (1,8 x TB) – (4,7 x
umur). BB adalah berat badan dalam kilogram, T B adalah tinggi bdan dalam cm, umur
dalam tahun.
Pada penderita dapat ditambahkan sekitar 20-50% dari REE yang diberikan dalam
bentuk kalori non protein untuk memenuhi energy expenditur selama aktivitas atau
11
sehubungan dengan penyakitnya. Kebutuhan energi juga dapat diperkirakan dengan cara
perkalian sebagai berikut : BB x 30 – 35 kcal/hari. Kebutuhan protein adalah 0,8 – 1,2 gram
per kg BB perhari. Pada penderita dengan malnutrisi dapat diberikan 1,5 g/kg BB/ hari.
Diperlukan polyunsaturated fatty acid (linoleic acid) sekitar 2-4% dari total kalori dan
kolesterol < 200 mg/hari (Baron, 2005; Boediwarsono, 2006).
KEBUTUHAN MIKRONUTRIEN
Mikronitrien terdiri dari vitamin, mineral dan frace elemen. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa defisiensi vitamin tertentu, mineral dan frace elemen berhubungan
dengan penyakit kanker tertentu. Anjuran konsumsi vitamin adalah : Vitamin C 300 – 400
mg/hari namun beberapa peneliti menganjurkan intake Vitamin C 300 – 1000 mg
menurunkan resiko dari penyakit kanker, Vitamin A (β – carotene) sebagai anti oksidan
25.000 – 50.000 IU, Vitamin E 100 – 400 unit/hari sebagai antioksidan.
Anjuran konsumsi kalium, natrium dan chlorida masing-masing 45 – 145 meq/hari,
calcium 60 meq/hari, magnesium 35 meq/hari, dan fosfat 23 mmol (Trujillo, 2004; Baron,
2005).
KEBUTUHAN MAKRONUTRIEN DAN MIKRONUTRIEN (Trujillo, 2005)
1. Protein
Protein merupakan bagian penting dari tulang, otot, dan kulit. Bahkan dalam setiap sel
dalam tubuh kita terdapat protein . Protein mempunyai banya fungsi, antara lain adalah
membantu memecah nutrisi untuk menjadi energi, sebagai struktur bangunan dalam tubuh,
dan menghancurkan racun. Protein terdiri dari blok bangunan yang disebut asam amino.
Tubuh kita dapat memproduksi beberapa asam amino. Protein yang kita peroleh dari daging
dan produk hewani lainnya mengandung semua asam amino yang kita butuhkan.
Protein dari daging dan produk hewani yang lain juga disebut sebagai protein
lengkap. Berbeda dengan dengan protein Nabati yang tidak mengandung semua asam amino
yang kita butuhkan, untuk melengkapi asam amino yang kita butuhkan kita perlu
mengkonsumsi beberapa makanan nabati agar kita memperoleh asam amino yang lengkap
yang kita butuhkan. Beberapa Sumber protein yang sangat baik baik antara lain meliputi,
ikan, kerang, daging unggas, daging merah (sapi, babi, domba), telur, kacang kacangan, selai
kacang, biji bijian produk dari kedelai (tahu, tempe, burger vegetarian), susu dan produk
terbuat dari susu (keju, keju cottage, yoghurt).
12
a. Kebutuhan tubuh akan kandungan protein
Protein dianggap sebagai suatu bangunan dari tubuh. Protein sangat penting
untuk fungsi tubuh dan memainkan peran penting dalam pembentukan DNA dan
hormon. Seara signifikan protein berkontribusi trehadap respon imun, sel sinyal,
siklus sel dan adhesi. Protein diperlukan untuk membuat hemoglobin, yang
merupakan bagian penting dari sel darah merah yang membawa oksigen disetiap
tubuh. Setiap fungsi dalam tubuh tergantu pada protein. Protein kontraktil dibutuhkan
untuk gerak dan penggerak sel dan organism.
Protein memainkan peran penting dalam transportasi bahan dalam cairan
tubuh. Kebutuhan protein harian untuk orang dewasa sekitar 60 gram protein sehari-
hari
BMR = 0,75 x {(frekuensi nadi) + 0,74 (tekanan nadi)} – 72 (pria) = {13,7 x
berat badan (kg)} x {5 x tinggi badan (cm)} – {6,8 x umur (tahun)} x 66 (wanita) =
{9,563 x berat badan (kg)} x {1,85 x tinggi badan (cm)} – {4,676 x umur (tahun)} x
65,51
1. Usia 0 s/d 6 Bulan- Kecukupan Energi : 550 kkal- Kecukupan Protein : 10g
2. Usia 7 s/d 12 Bulan- Kecukupan Energi : 650 kkal- Kecukupan Protein:16g
3. Usia 1 s/d 3 Tahun- Kecukupan Energi : 1000 kkal- Kecukupan Protein:25g
4. Usia 4 s/d 6 Tahun- Kecukupan Energi : 1550 kkal- Kecukupan Protein:39g
5. Usia 7 s/d 9 Tahun- Kecukupan Energi :1800 kkal- Kecukupan Protein:45g
6. Usia 10 s/d 12 Tahun Pria :- Kecukupan Energi : 2050 kkal- Kecukupan
Protein : 50 gr. Wanita :- Kecukupan Energi : 2050 kkal- Kecukupan Protein :
50 g.
7. Usia 13 s/d 15 Tahun Pria :- Kecukupan Energi : 2400 kkal- Kecukupan
Protein : 60 g Wanita :- Kecukupan Energi : 2350 kkal- Kecukupan Protein :
57 g
8. Usia 16 s/d 18 Tahun Pria :- Kecukupan Energi : 2600 kkal- Kecukupan
Protein : 65 g Wanita : Kecukupan Energi : 2200 kkal- Kecukupan Protein : 55
g
9. Usia 19 s/d 29 Tahun Pria :- Kecukupan Energi : 2550 kkal- Kecukupan
Protein : 60 g Wanita :- Kecukupan Energi : 1900 kkal- Kecukupan Protein :
50 g
13
10. Usia 30 s/d 49 Tahun Pria :- Kecukupan Energi : 2350 kkal- Kecukupan
Protein : 60 g Wanita :- Kecukupan Energi : 1800 kkal- Kecukupan Protein :
50 g
11. Usia 50 s/d 64 Tahun Pria :- Kecukupan Energi : 2250 kkal- Kecukupan
Protein : 60 g Wanita :- Kecukupan Energi : 1750 kkal- Kecukupan Protein :
50 g
12. Usia 64 Tahun Lebih Pria :- Kecukupan Energi : 2050 kkal- Kecukupan
Protein : 60 g Wanita :- Kecukupan Energi : 1600 kkal- Kecukupan Protein :
45 g
13. Kondisi Ibu Hamil dan Menyusui
a. Hamil Trimester I:- Kebutuhan Tambahan Energi : 180 kkal-
Kebutuhan Tambahan Protein : 17 gr
b. Hamil Trimester II:- Kebutuhan Tambahan Energi : 300 kkal-
Kebutuhan Tambahan Protein : 17 gr
c. Hamil Trimester III:- Kebutuhan Tambahan Energi : 300 kkal-
Kebutuhan Tambahan Protein : 17 gr
d. Menyusui Anak Usia 0 s/d 6 Bulan :- Kebutuhan Tambahan Energi :
500 kkal- Kebutuhan Tambahan Protein : 17 gr
e. Menyusui Anak Usia 7 s/d 12 Bulan :- Kebutuhan Tambahan
Energi: 550 kkal- Kebutuhan Tambahan Protein : 17 gr
BBI = (Tinggi Badan – 100) X 90% atau ((tinggi badan (cm) ± 10% (tinggi badan
(cm)-100) bayi (anak 0-12 bulan) = (umur (bln) / 2 ) + 4 bayi (1-6 bulan) = berat
badan lahir (gr) + (usia (bulan) x 600 gr) bayi (7-12 bulan) = berat badan lahir (gr) +
(usia (bulan) x 500 gr) anak (1-10 tahun) = (umur (thn) x 2 ) + 8
* Kelebihan Berat Badan / Overweight = Hasilnya 10% s/d 20% lebih besar
* Kegemukan / Obesitas / Obesity = Hasilnya lebih dari 20% dari yang seharusnya
* Kurus = Hasilnya 10% kurang dari yang seharusnya
BMI(IMT) = berat badan (kg) / {tinggi badan (cm) / 100 } x 2 atau = Berat Badan /
(Tinggi Badan (m) * tinggi badan [m])
1. Batas IMT untuk normal 20,1-24,9
14
2. Batas IMT untuk perempuan normal 18,7-23,9
Kurus tingkat Berat jika nilai IMT <17.0
Kurus tingkat Ringan Jika nilai IMT berada diantara 17.0- 18.4
Normal jika nilai IMT berada diantara 18,5 – 25.0
Gemuk tingkat Ringan Jika IMT berada 25,1 -27.0
Gemuk tingkat berat jika nilai IMT berada > 27
Angka Kebutuhan Protein Tubuh
15
b. Klasifikasi protein
1) Berdasarkan komponen-komponen yang menyusun protein :
a. Protein Bersahaja (simple protein). Hasil hidrolisis total protein jenis ini merupakan
campuran yang hanya terdiri atas asam-asam amino.
b. Protein Kompleks (complex protein, conjugated protein). Hasil hidrolisa total dari
protein jenis ini. Selain terdiri atas berbagai jenis asam amino juga terdapat komponen
lain misalnya unsur logam gugusan phosphat dan sebagainya (contoh: hemoglobin,
lipoprotein, glikoprotein, dan sebagainya).
c. Protein Derivat (protein derivative).Merupakan ikatan antara (intermediate product)
sebagal hasil hidrolisa parsial dari protein native, miisalnya albumosa, peptone dan
sebagainya.
2) Berdasarkan sumbernya, protein dikiasifikasikan menjadi:
a. Protein hewani,yaitu protein dalam bahan makanan yang berasal dan binatang,
seperti protein dari daging, protein susu, dan sebagainya.
b. Protein nabati adalah protein yang berasal dan bahan makanan turnbuhan, seperti
protein dari jagung (zein), dan terigu, dan sebagainya.
3) Berdasarkan fungsi fisiologiknya, berhubungan dengañ daya dukungnya bagi pertumbuhan
badan dan bagi pemeliharaan jaringan:
a. Protein sempurna, bila protein ini sanggup mendukung pertumbuhan badan dan
pemeliharaan jaringan.(telur, susu)
b. Protein setengah sempurna, bila sanggup mendukung pememiharaan janingan,
tetapi tidak dapat mendukung pertumbuhan badan.(daging, ikan)
c. Protein tidak sempurna, bila sama sekali tidak sanggup menyokong pertumbuhan
badan, maupun pemeliharaan jaringan.(kacang-kacangan, biji-bijian).
4) Berdasarkan bentuknya :
1. Protein bentuk serabut, terdiri dari beberapa rantai peptida berbentuk spiral yang
terjalin satu sama lain sehingga menyerupai batang yang kaku. Karakteristiknya
adalah rendahnya daya larut, mempunyai kekuatan mekanis yang tinggi dan tahan
terhadap enzim pencernaan. Protein ini terdapat dalam unsur-unsur struktur tubuh
seperti kolagen (protein utama jaringan ikat), elastin (dalam urat, otot, arteri, jaringan
elastis lain), keratin (protein rambut dan kuku) dan miosin (protein utama serat otot).
2. Protein globular, berbentuk bola, terdapat dalam cairan jaringan tubuh, larut dalam
garam dan asam encer, mudah berubah di bawah pengaruh suhu konsentrasi garam
16
dan mudah mengalami denaturasi. Contohnya yaitu albumin (terdapat dalam susu,
telur, plasma, hemoglobin), globulin (terdapat dalam otot, serum, kuning telur, biji
tumbuhtumbuhan), histon (terdapat dalam timus, pankreas).
3. Protein konjugasi, protein sederhana yang terikat dengan bahan-bahan nonasam
amino(gugus prostetik). Contohnya nukleoprotein, lipoprotein, fosfoprotein,
metaloprotein.
2. Karbohidrat
Makanan yang kita makan mengandung berbagai jenis karbohidrat. Dari jenis jenis
karbohidrat ada yang lebih baik untuk kesehatan kita dibanding jenis karbohidrat yang
lainnya. Jenis jenis kabohidrat antara lain adalah:
a) Gula
Gula secara alami dapat ditemukan dalam buah-buahan, sayuran, dan susu. Makanan
seperti kue dan biskuit memiliki pemanis buatan atau juga disebut dengan gula
tambahan. Gula yang kita dapatkan secata alami maupun yang didapat dari gula
tambahan Semuanya dapat diubah menjadi glukosa, atau zat gula darah. Sel-sel kita
membakar glukosa dan menjadikan energi.
b) Zat tepung
Zat tepung di dalam tubuh kita dipecah menjadi gula. Zat tepung dapat ditemukan
dalam sayuran tertentu, seperti kentang, buncis, kacang polong, dan jagung. Ia juga
ditemukan dalam roti, sereal, dan biji-bijian.
c) Serat
Serat adalah karbohidrat yang yang tidak dapat dicerna oleh tubuh kita. Serat
melewati tubuh kita tanpa dipecah menjadi gula. Meskipun tubuh kita tidak
mendapatkan energi dari serat, kita masih perlu mengkonsumsi serat untuk tetap
sehat. Serat membantu menyingkirkan lemak berlebih dalam usus, yang membantu
mencegah penyakit jantung. Serat juga membantu mendorong makanan melalui usus,
yang membantu mencegah sembelit. Makanan tinggi serat ialahbuah-buahan, sayuran,
kacang-kacangan, kacang polong, biji-bijian, dan gandum makanan (seperti roti
gandum, oatmeal, dan beras merah). Meskipun tubuh kita memerlukan glukosa, akan
tetapi kita perlu menjaganya agar tetap seimbang. Jika kadar glukosa dalam darah
tinggi dalam rentan waktu yang lama, maka kita berpotensi untuk terserang penyakit
diabetes tipe 2 . Untuk menjaga glukosa darah, kita perlu membatasi makanan dengan
17
gula tambahan. Kita dapat mengetahui apakah sebuah makanan telah menambahkan
gula dengan melihat daftar bahan bahan pada kemasan makanan tersebut. Carilah
istilahistilah seperti, jagung, dekstrosa, fruktosa, glukosa, laktosa, maltosa, sukrosa,
madu, gula,gula merah, dan sirup. Sebaiknya kita mengkonsumsi karbohidrat yang
sehat dan alami. Karbohidrat yang sehat antara lain adalah zat gula alami buah-
buahan, sayuran, susu, dan produk susu,Serat dan Zat tepung dalam makanan
gandum, buncis, kacang polong, dan jagung
3. Lemak
Agar tubuh kita tetap stabil, tubuh kita juga membutuhkan Lemak. Lemak memiliki
fungsi antara lain sebagai sumber energi, memproduksi zat zat yang dibutuhkan oleh
tubuh, serta membantu tubuh menyerap vitamin tertentu dari makanan. Tidak semua
makanan berlemak baik untuk kesehatan kita. Lemak yang baik untuk kita konsumsi
adalah lemak tak jenuh tunggal ( monounsaturated ) dan lemak tak jenuh jamak
(polyunsaturated).
Dengan mengkonsumsi lemak tak jenuh kita dapat meminimalisir akan terserang
penyakit jantung. Beberapa makanan yang mengandung lemak tak jenuh tunggal
antara lain adalah, minyak zaitun, minyak kacang, minyak canola, dan alpukat. Dan
beberapa makanan yang memiliki kandungan lemak tak jenuh jamak tinggi antara lain
adalah minyak jagung, minyak biji kapas, dan minyak kedelai. Jenis lemak yang
kurang baik untuk kesehatan kita adalah lemak jenuh karena dapat meningkatkan
risiko penyakit jantung dengan menyebabkan penumpukan zat lemak dalam arteri
yang dapat menghambat aliran darah yang kaya oksigen ke jantung kita. Lemak ini
juga dapat meningkatkan risiko stroke dengan menyebabkan penumpukan zat lemak
yang sama dalam arteri yang menjadi saluran aliran darah ke otak kita. Sebuah
penelitian juga menunjukkan bahwa dengan mengkonsumsi banyaklemak jenuh dapat
meningkatkan risiko kanker payudara.
Makanan yang memiliki kandungan lemak jenuh tinggi antara lain daging merah
(sapi, babi, domba), daging unggas, mentega, susu, minyak kelapa, minyak kelapa
sawit. Sedangkan lemak trans dapat kita jumpai pada beberapa makanan yang
digoreng seperti seperti kerupuk, donat, dan dan kentang goreng. Sama halnya dengan
lemak jenuh dan lemak trans. Kolesterol juga kurang baik bagi kesehatan kita, yang
juga dapat meningkatkan resiko serangan jantung. Kolesterol juga dapat kita temukan
daging merah (sapi, babi, domba) dan daging unggas.
18
Meskipun lemak tak jenuh tunggal dan lemak tak jenuh jamak baik untuk kesehatan
kita, namun kita tetap teratur dalam mengkonsumsi lemak tersebut. Karena jika lemak
terus bertambah maka tubuh kita akan mengalami kegemukan yang dapat beresiko
terserang penyakit lain seperti diabetes dan obesitas.
Kebutuhan tubuh akan kandungan lemak
Lemak merupakan salah satu zat yang dibutuhkan oleh tubuh dan menurut ahli
kesehatan tubuh memerlukan 20-30% lemak dari jumlah keseluruhan makanan yang
kita konsumsi. Berdasarkan sumbernya, lemak dapat digolongkan menjadi 2 jenis
yakni lemak yang berasal dari hewan dan tumbuhan atau yang dikenal sebagai lemak
nabati.
Lemak yang berasal dari hewan mengandung banyak kolesterol sedangkan lemak
nabati mengandung fitosterol, yaitu lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh
yang bermanfaat bagi tubuh. Lemak yang berasal dari hewan biasanya berbentuk
padat berbeda dengan lemak nabati yang biasanya berbentuk cair. Pandangan yang
umum tentang lemak adalah sifatnya yang membahayakan kesehatan.
Namun, tidak selalu seperti itu. Lemak memang dapat membahayakan tubuh jika
dikonsumsi berlebihan. Tetapi, dalam jumlah seimbang, lemak dapat memberikan
manfaat penting bagi tubuh. Mari kita simak manfaat lemak dalam ulasan berikut.
19
Mikronutrien adalah komponen yang diperlukan untuk makronutrien tadi berfungsi dengan
baik. Mikronutrien terdiri dari vitamin dan mineral.
1. Vitamin
Vitamin adalah zat yang ditemukan dalam makanan yang dibutuhkan tubuh kita untuk
pertumbuhan dan kesehatan. Ada 13 vitamin yang dibutuhkan tubuh kita . Masing
masing vitamin memiliki fungsi tersendiri. Berikut adalah beberapa vitamin yang
dibutuhkan oleh tubuh.
a) Vitamin A.
Vitamin A berfungsi melindungi tubuh kita dari beberapa infeksi, serta
membantu menjaga kulit kita agar tetap sehat. Vitamin A dapat kita temukan
pada makanan seperti brokoli, bayam, wortel, labu, ubi jalar, hati, telur, susu,
krim, dan keju.
b) Vitamin B1.
Vitamin B1 berfungsi membantu tubuh kita dalam mencerna karbohidrat serta
baik dalam menjaga sistem saraf. Vitamin B1 dapat kita temukan pada
makanan seperti hati, kacang, sereal, roti, dan susu.
c) Vitamin B2.
Vitamin B2 baik dalam menjaga kesehatan kulit kita. Untuk memenuhi
kebutuhan akan vitamin B2, kita bisa mengkonsumsi Hati, telur, keju, susu,
makanan hijau , kacang polong, dan gandum.
20
d) Vitamin B3.
Vitamin B3 berfungsi membantu tubuh kita dalam menggunakan protein,
lemak dan karbohidrat. Selain itu Vitamin B3 juga baik dalam menjaga sistem
sarafdan kulit kita. Vitamin B3 dapat kita temukan dalam makanan antara lain
Hati, ragi, kacang, daging, ikan, dan unggas.
e) Vitamin B5.
Vitamin b5 membantu dalam proses penggunaan karbohidrat dan lemak dan
membantu dalam produksi sel darah merah. Vitamin ini dapat kita temukan
dalam daging sapi, ayam, lobster, susu, telur, kacang, kacang polong, brokoli,
ragi, dan bijibijian.
f) Vitamin B6.
Vitamin B6 berfungsi membantu tubuh kita dalam menggunakan protein dan
lemak dan membantu dalam proses transportasi oksigen serta sangat baik
untuk kesehatan saraf kita. Vitamin ini terkandung dalam Hati, biji-bijian,
kuning telur, kacang, pisang, wortel, dan ragi.
g) Vitamin B 9 (asam folat).
Vitamin b9 membantu dalam produksi sel baru dan memeliharanya, serta
dapat mencegah cacat lahir. Makanan hijau, hati, ragi, kacang, kacang polong,
jeruk, sereal dan gandum mengandung vitamin jenis ini.
h) Vitamin B12.
Vitamin B12 dapat membantu dalam produksi sel darah merah dan sangat baik
untuk kesehatan saraf. Vitamin B12 dapat kita temukan pada Susu, telur, hati,
unggas, kerang, sarden, dan telur.
i) Vitamin C.
Vitamin C bermanfaat dalam menjaga kesehatan tulang, kulit dan pembuluh
darah. Makanan yang mengandung Vitamin C antara lain jeruk, tomat,
kentang, pepaya, stroberi, dan kubis.
j) Vitamin D.
Vitamin D sangat baik dalam menjaga kesehatan tulang. Untuk memenuhi
kebutuhan vitamin D kita cukup berjemur atau terkena sinar matahari selama
5- 30 menit minimal 2 kali dalam seminggu. Selain itu kita juga bisa
mengkonsumsi makanan antara lain seperti Hati dan Susu.
21
k) Vitamin E.
Vitamin E dapat memelihara sel tubuh kita dari kerusakan, memperlancar
aliran darah, serta mampu memperbaiki jaringan tubuh. Makanan yang
mengandung Vitamin E antara lain kuning telur, hati sapi, ikan, susu, brokoli,
dan bayam.
l) Vitamin H (Biotin).
Vitamin H dapat membantu tubuh dalam menggunakan karbohidrat dan lemak
serta membantu dalam pertumbuhan sel. Kita dapat menemukan Vitamin H
dalam Hati, kuning telur, tepung kedelai, sereal, ragi, kacang polong, buncis,
kacang, tomat, dan susu.
m) Vitamin K.
Vitamin K membantu dalam proses pembekuan darah dan pembentukan
tulang. bayam, kubis, keju, bayam, brokoli, kubis, dan tomat. Selain itu, tubuh
kita juga memproduksi vitamin K.
2. Mineral
Mineral diklasifikasikan menjadi dua yaitu mineral organic dan mineral anorganik.
Mineral organic adalah mineral yang dibutuhkan serta berguna bagi tubuh yang dapat
diperoleh melalui makanan setiap hari seperti nasi, ayam, ikan, telur, sayur-sayuran
serta buah-buahan, atau vitamin tambahan. Sedangan mineral anorganik adalah
mineral yang tidak dibutuhkan oelh tubuh. Contohnta timbale hitam (Pb), iron oxide
(besi teroksida), merkuri, arsenic, magnesium, aluminium, atau bahan-bahan kimia
lainnya hasil dari resapan tanah.
Mineral anorganik sendiri dibagi menjadi dua yaitu mineral makro dan mineral mikro.
Contoh mineral makro adalah kalsium, fosofor, magnesium, natrium, klorida, dan
kalium. Sedangakan mineral mikro terdiri dari besi, seng, iodium, selenium, tembaga,
mangan, kromium, dan flor.
a) Kalsium.
Kalsium membantu dalam pembentukan tulang dan gigi serta membantu
menjalankan fungsi otot dan saraf. Kalsium terkandung dalam ikan
salmon, sarden, susu, keju, yoghurt, kubis Cina, kangkung, lobak, sawi,
brokoli, dan jeruk.
22
b) Khlorida.
Klorida berfungsi menjaga keseimbangan kadar air di seluruh tubuh kita.
Klorida terkandung dalam Garam, rumput laut, gandum, tomat, selada,
seledri, buah zaitun, sarden, daging sapi, dan keju.
c) Tembaga.
Tembaga membantu melindungi sel dari kerusakan dan juga untuk
membentuk tulang dan sel darah merah. Tembaga dapat ditemukan dalam
kerang (terutama tiram), coklat, jamur, kacang, dan gandum.
d) Fluoride.
Floride berfungsi memperkuak tulang dan gigi. Kopi dan dan teh
merupakan makanan yang mengandung flouride.
e) Yodium.
Yodium membantu menjalankan fungsi kelenjar tiroid. Tiroid terkandung
dalam Seafood, dan garam beryodium.
f) Zat Besi.
Zat Besi membantu sel darah merah dan mengantarkan oksigen ke seluruh
jaringan tubuh serta membantu menjalankan fungsi otot. Untuk memenuhi
kebutuhan zat besi kita dapat mengkonsumsi daging merah, unggas, ikan,
hati, tepung kedelai, telur, kacang-kacangan, kacang polong, bayam, lobak
hijau, kerang, dan sereal.
g) Magnesium.
Magnesium berfungsi untuk membentuk tulang dan gigi serta untuk
memeliahara syaraf dan otot agar tetap normal. Magnesium terkandung
dalam beberapa makanan yaitu kacang-kacangan, seafood, susu, keju, dan
yogurt.
h) Fosfor.
Fosfor sama halnya dengan magnesium yang berfungsi untuk membentuk
tulang dan gigi serta untuk memeliahara syaraf dan otot agar tetap normal.
Fosfor dapat kita temukan pada makan antara lain susu, yoghurt, keju,
daging merah, unggas, ikan, telur, kacangkacangan, dan kacang polong.
i) Kalium.
Kalium berfungsi menjaga keseimbangan kadar air di seluruh tubuh kita
serta berfungsi memeliahara syaraf dan otot agar tetap normal. Kalium
23
terkandung dalam Susu, pisang, tomat, jeruk, melon, kentang, ubi jalar,
plum, kismis, bayam, lobak, kangkung, dan kacang polong.
j) Selenium.
Selenium berfungsi mencega kerusakan pada sel serta membantu fungsi
kelenjar tiroid. Sayuran, ikan, kerang, daging merah, biji-bijian, telur, ayam,
hati, bawang putih, dan ragi bisa kita konsumsi untuk memeneuhi
kebutuhan akan Selenium.
k) Sodium.
Sodium sama halnya dengan kalium yang berfungsi menjaga keseimbangan
kadar air di seluruh tubuh kita serta berfungsi memeliahara syaraf dan otot
agar tetap normal. Makanan yang mengandung Sodium antara lain adalah
Garam, susu, keju, bit, seledri, daging sapi, daging babi, sarden, dan buah
zaitun hijau.
l) Seng (Zinc).
Seng berfungsi dalam menjaga kesehatan kulit dan membantu dalam
penyembuhan luka. Selain itu Seng juga berfungsi membantu tubuh kita
untuk melawan penyakit. Seng dapat kita temukan dalam beberapa
makanan antara lain Hati, telur, makanan laut, daging merah, tiram, telur,
kacang-kacangan, biji-bijian, sereal, gandum, dan biji labu.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Askandar Tjokroprawiro (2001): Parenteral Nutrition in Patient with
Diabetes Mellitus (experiences In Clinicqal Practice). In: Syposium
New In Sights into the Rationale Parenteral Nutrition in Clinical
Practice. Editor. Askandar Tjokroprawiro, Hendromartono, Ari
Sutjahjo, Hans Tandra, Agung Pranoto, Sri Murtiwi, Soebagiyo Adi.
Mei 2001, hlm. 1-18.
2. Baron RB (2005): Nutrition. In: Current Medical Diagnosis and
Treatment 44th ed editors : Tierney LM, Phee SJ, Papadiks MA,
McGraw-Hill New York, pp 1214- 1242.
3. Bristian B (2004): Nutritional Assessment. In: Cecil Textbook of
Medicine 22nd ed editors : Goldman L, Ausiello D, Saunders
Philadelphia, pp 1312 – 1315.
4. Boediwarsono (2006): Terapi Nutrisi Pada Penderita Kanker. Dalam:
Naskah Lengkap Surabaya Hematology Oncology Update IV. Medical
Care of the Cancer Patient, editor: Boediwarsono, Soegianto, Ami
Ashariati, Made Putra Sedana, Ugroseno. Hlm 134-141.
5. Bozzetti (1989): Effect of Artificeal Nutrition of the Nutritional Status
of Cancer Patients. Journal of Parenteral and Enteral Nutrition. JPEN
Vol. 13 Issue 4, pp 406-420.
6. Bruera ED, Fainsinger RL (2003): Clinical management of Cachexia
and anorexia. In: Oxford textbook of Palliative Medicine 2bd ed.
Editors: Dolyle D, Hanks G, Donald NM, Oxford University Press, pp
548 – 557.
7. Denke M, Wilson D (1998): Nutrition and Nutritional Requirements.
In: Harrison’s Principles of Internal Medicine 14th ed Editors: Fauci,
Braunwald, Isselbacher, Wilson, Martin, McGraw-Hill, New York, pp
445 – 447.
8. Denke M, Wilson D (1998): Assessment of Nutritional Status. In:
Harrison’s Principles of Internal Medicine 14th ed Editors: Fauci,
25
Braunwald, Isselbacher, Wilson, Martin, McGraw-Hill, New York, pp
448 – 452.
9. Denke M, Wilson D (1998): Protein and Energy Malnutrition. In:
Harrison’s Principles of Internal Medicine 14th ed Editors: Fauci,
Braunwald, Isselbacher, Wilson, Martin, McGraw-Hill, New York, pp
452 – 454.
10. Doyle C, Kushi LH, Byers T, Courneya KS, Wahnefried WD
(2006): Nutrition and physical activity during and after cancer
treatment. An American Cancer Society Guide for Informed Choices.
C.A.J. Clin Vol. 56 Nu.6, November – December pp 323-353.
11. Jakowiak NI, Alexander HR (2003): The Pathophysiology of
Cancer Cachexia. In: Oxford Textbook of Palliative Medicine 2nd ed
editors: Doyle D, Hanks G, Donald NM, Oxford University Press. Pp
534 – 548.
12. Klein S (2004): Protein – Energy Malnutrition. In: Cecil
Textbook of Medicine 22nd ed editors: Goldman L, Ausiello D.
Saunders Philadelphia pp 1315 – 1318.
13. Lutz CA, Przytulski KR. (1994): Food services, Nutritional Care,
and Nutrient Delivery in the Healthcare Facility. In: Nutrition and
Dietary Therapy. Editors: Lutz CA, Przytulski KR, FA. Davis. Co,.
Philadelphia, pp 365 – 399.
14. Lutz CA, Przytulski KR. (1994): Diet in Cancer. In: Nutrition and
Diet Therapy. Editors: Lutz CA, Przytulski KR, FA. Davis. Co,.
Philadelphia, pp 616 - 633.
15. Mahon M (2004): Parenteral Nutrisi In: Cecil Textbook of
Medicine 22nd ed editors: Goldman L, Ausiello D. Saunders
Philadelphia, pp 1322 – 132.
16. Mason JB (12004): Consequences of Tetered Micronutrient
Status. In: Cecil Textbook of Medicine 22nd ed editors: Goldman L,
Ausiello D. Saunders Philadelphia, pp 1326 – 1336.
26
17. Mross S (2006): Enteral and Parenteral Nutrition. In Terminally
ill Cancer Patients: A review of the Literature. Am J of Hospice and
Palliative Medicine Vol. 23 Nu 5, pp 369 – 377.
18. Rock CL (2004): Nutrition in the Prevalention and treatment of
disease. In: Cecil Textbook of Medicine 22nd ed editors: Goldman L,
Ausiello D. Saunders Philadelphia, pp 1308 – 1315.
19. Rombeau (2004): Enteral Nutrition. In: Cecil Textbook of
Medicine 22nd ed editiors: Goldman L, Ausiello D. Saunders
Philadelphia, pp 1319 – 1322.
20. Shike M (1996): Nutrition therapy for the Cancer Patient. In:
Hamatology / Oncology Clinic of North America 10 Number 1, pp 221
– 334.
21. Strasser F, Bruera ED (2002): Update on Anorhexia and
Cachexia. In: Hematol Pncol Clin N Am editors: Waller PW, Bruera
ED, WB. Company Philadelphia, London, June Vol 16 Number 3, pp
589-617.
22. Suastika K (1992): Pengaruh Malnutrisi Terhadap Berbagai
System dan Organ Tubuh. Dalam: Majalah Ilmu Penyakit Dalam. Vol
18, No 3, Juli-September, Hlm 163 – 170.
23. Trujillo EB, Bergerson ASL, Graf JC, Mechael M (2005): Cancer.
In: The American Society for Parenteral and Enteral Nutrition Support
Practice Manual. 2nd ed editors: Merritt R, Delyge MH, Holcombe B,
Muller C, Ochoa J, ASPEN.www. Nutrition Care.org, pp 150-170.
24. Twycross RG, Lack SA (1990): Alimentary Symptoms. In:
Therapeutics in Terminal Cancer. 2nd ed editors: Twycross RG, Lack
SA, Churchil Livingstone Edinberg London, pp 41 – 80.
25. Waller A, Caroline NL (1996): Nutrition and Hydration. In:
Handbook of Palliative Care in Cancer 2nd ed. Editors: Waller A,
Caroline NL, Butterworth-Heinemann Boston, pp 45 – 57.
26. Waller A, Caroline NL (1996):Anorexia. In: Handbook of
Palliative Care In Cancer 2nd ed. Editors: Waller A, Caroline NL,
Butterworth-Heinemann Boston, pp 123 – 127.27
27. Walsh TD, Anena OM (1989): Anorexia and Weigh Loss. In:
Symptom Control editor: Walsh TD. Blackwell Scientific Publications,
Oxford London, pp 13-26.
28. Watson MS, Lucas CF, Hoy A, Bach I (2005): Cachexia,
Anorexia and Fatique. In Oxford Handbook of Palliative Care 1st ed
editors: Watson MS, Lucas CF, Hoy A, Bach I, Oxford University
Press, pp 283 – 290.
29. Woodruff R (1997): Constitutional. In: Symptom Control in
Advance Cancer. Editor: Woodroff R. Asperula Pty Ltd, Asutralia, pp
316 – 323
28