41
TERAPI INHALASI Oleh : Ni Luh Made Rasmawati dr. I Made Agus Kresna Sucandra,SpAn.KIC DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN/SMF ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA RSUP SANGLAH 2017

TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

  • Upload
    others

  • View
    16

  • Download
    2

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

TERAPI INHALASI

Oleh :

Ni Luh Made Rasmawati

dr. I Made Agus Kresna Sucandra,SpAn.KIC

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN/SMF ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA

RSUP SANGLAH

2017

Page 2: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 2

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan ......................................................... 3

2.2 Penyakit Parenkimal Paru .................................................................................. 6

2.2.1 Asma ........................................................................................................ 6

2.2.2 Penyakit Paru Obstruktif Kronis .............................................................. 8

2.3 Pertimbangan Terapi Inhalasi ............................................................................ 11

2.3.1 Keuntungan Terapi Inhalasi ..................................................................... 11

2.3.2 Kelemahan Terapi Inhalasi ...................................................................... 11

2.4 Sifat Fisik Aerosol ............................................................................................ 12

2.5 Jenis-Jenis Obat Inhalasi .................................................................................... 14

2.5.1 Bronkodilator ........................................................................................... 14

2.5.2 Anti Inflamasi Pada Saluran Nafas .......................................................... 17

2.5.3 Obat-Obatan Penunjang ........................................................................... 19

2.6 Jenis-Jenis Generator Aerosol ............................................................................ 20

2.6.1 Pressurized Metered Dose Inhaler (pMDI) ............................................. 21

2.6.2 Dry Powder Inhaler (DPI) ....................................................................... 23

2.6.3 Nebulizer .................................................................................................. 25

2.7 Aplikasi Terapi Inhalasi Pada Pasien Dengan Ventilasi Mekanik ..................... 30

BAB III KESIMPULAN ......................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 38

iii

Page 3: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

1

BAB I

PENDAHULUAN

Terapi inhalasi merupakan suatu terapi melalui sistem pernafasan yang

ditujukan untuk membantu mengembalikan atau memperbaiki fungsi pernafasan pada

berbagai kondisi, penyakit, ataupun cidera.1 Terapi ini telah lama dikembangkan dan

kini sudah diterima secara luas sebagai salah satu terapi yang berkaitan dengan

penyakit-penyakit saluran nafas kronik seperti asma dan penyakit paru obstruktif

kronis (PPOK), selain pemberian dengan cara peroral, injeksi intramuskular, dan

intravena.2,3

Pada umumnya, terapi inhalasi dilakukan dengan menggunakan suatu alat

khusus yang dapat membentuk partikel-partikel aerosol yang selanjutnya dengan

teknik tertentu dialirkan menuju saluran nafas hingga mencapai reseptor kerja obat.

Aerosol adalah suspensi partikel-partikel zat padat atau cairan di dalam gas yang

dapat memasuki saluran nafas melalui proses inspirasi.3

Keuntungan utama dari terapi inhalasi ini adalah obat yang diberikan akan

secara langsung menuju lumen internal dari saluran nafas dan kemudian menuju

target kerja obat di dalam paru-paru. Selain itu, onset kerja obat akan lebih cepat dan

dosis yang diberikan lebih kecil, sehingga dosis sistemik dari sebagian besar obat

yang diberikan secara inhalasi lebih rendah daripada obat oral maupun intravena dan

efek samping sistemiknya juga akan lebih rendah.2,3

Adapun beberapa tipe perangkat pembentuk aerosol atau generator aerosol

yang umm digunakan yaitu pressurized metered dose inhaler (pMDI), dry powder

1

Page 4: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

2

inhaler (DPI) dan nebulizer. Pemilihan generator aerosol disesuaikan dengan

penderita.

Terapi inhalasi harus dapat menyediakan dosis yang konsisten, yaitu dengan

distribusi ukuran partkel aerodinamik yang sesuai, untuk memastikan bahwa obat

dapat secara efisien mencapai ke sisi target pada paru-paru. Desain generator (device)

yang baik juga harus mempertimbangkan penggunaannya pada pasien, hal ini dapat

meliputi ketahanan, mudah untuk digunakan, portable, dan cocok untuk segala usia

yang ditujukan untuk mencapai kepatuhan yang baik dari pasien terhadap pengobatan

yang diberikan.1

Pemahaman terhadap terapi inhalasi ini baik tujuan, jenis-jenis regimen obat,

cara kerja obat, serta tipe-tipe generator aerosol sangat penting diketahui oleh seorang

dokter. Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih

banyak informasi tentang terapi inhalasi kepada teman-teman sejawat dokter muda.

Page 5: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan

Sistem pernafasan memiliki berbagai fungsi penting bagi tubuh. Fungsi

utamanya adalah untuk menyediakan oksigen, mengeliminasi karbondioksida,

regulasi pH, untuk pembentukan suara dan pertahanan tubuh terhadap mikroba.

Fungsi lain dari sistem pernafasan adalah dapat mempengaruhi konsentrasi kimia

arterial dengan menghilangkan bahan tertentu dari kapiler paru dan memproduksi

dan menambahkan bahan lainnya ke dalam darah. Terdapat dua buah paru-paru

yang utamanya terdiri dari jutaan alveolus (kantong tipis berisi udara). Alveolus

ini merupakan tempat dari pertukaran gas antara paru-paru dan darah. Aliran

udara agar dapat sampai ke alveolus adalah melalui saluran nafas dan udara dapat

masuk/keluar paru karena adanya mekanisme inspirasi (perpindahan udara dari

lingkungan ke alveolus) dan ekspirasi (perpindahan udara kea rah sebaliknya).

Inspirasi dan ekspirasi ini disebut sebagai siklus respirasi.4

Sistem pernafasan terdiri dari saluran nafas dan parenkim paru. Saluran

nafas dibagi menjadi 3 regio yaitu saluran nafas atas, zona konduksi dan zona

respirasi. Saluran nafas atas terdiri dari hidung atau mulut, faring (yang

bercabang menjadi saluran makanan dan saluran nafas), dan laring (dimana

terdapat pita suara). Zona konduksi dimulai dari trakea, bronkus, dan bronkiolus

terminalis, dan zona respirasi terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus

alveolus, dan kantong alveolus Pada dinding trakea dan bronkus terdapat cincin

3

Page 6: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

4

kartilago (tulang rawan), yang memberikan bentuk silindris dan mempertahankan

saluran ini agar tidak kolaps. Kartilago ini secara progresif menjadi semakin

kecil pada generasi akhir bronkus dan tidak dijumpai lagi dalam bronkiolus. Pada

trakea dan bronkus tidak semua dindingnya dibentuk oleh tulang rawan,

melainkan juga dibentuk oleh otot polos yang dapat berkontraksi dan relaksasi

sehingga akan mempengaruhi radius saluran nafas. Bronkiolus dicegah untuk

tidak kolaps bukan melalui rigiditas dindingnya, namun oleh tekanan

transpulmonal yang juga mengembangkan alveoli. Dengan demikian apabila

alveolus melebar, maka bronkiolus juga akan melebar. Dinding bronkiolus

hampir semuanya terbentuk oleh otot polos kecuali pada bagian bronkiolus

respiratorius yang dibentuk oleh sel epitel paru, jaringan fibrosa, dan beberapa

serabut otot polos.4,5

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pernafasan 4

Page 7: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

5

Kavum nasi atau oral akan menangkap partikel-partikel dari udara karena

adanya rambut pada kavum nasi dan juga mukus. Seluruh saluran nafas, dari

hidung sampai bronkiolus respiratorius, dipertahankan agar tetap lembab oleh

lapisan mukus yang melapisi seluruh permkaannya. Mukus ini disekresikan oleh

sel goblet mukosa dalam, lapisan epitel saluran nafas, dan kelenjar submukosa

yang kecil. Selain untuk mempertahankan kelembaban, mukus juga dapat

berperan dalam menangkap partikel-partikel kecil dari udara inspirasi dan

menahannya agar tidak sampai ke alveoli. Mukus nantinya akan dibersihkan oleh

adanya gerakan silia oleh epitel bersilia yang terdapat pada seluruh permukaan

saluran nafas. Gerakan silia akan selalu mendorong ke arah atas atau ke arah

Gambar 2.2 Zona konduksi dan zona respirasi saluran nafas 4

Page 8: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

6

faring, sementara gerakan silia pada sel epitel mukosa hidung mengarah ke

bawah menuju faring. Sehingga mukus-mukus tersebut akan terkumpul pada

faring, untuk selanjutnya dapat ditelan atau dibatukkan. Akibat adanya

mekanisme ini paru-paru dapat dijaga agar tetap bersih dari berbagai macam

partikel-partikel tertentu dan juga bakteri. Mekanisme pertahanan lainnya adalah

bronkiolus dapat berkonstriksi untuk membantu mencegah masuknya partikel-

partikel tertentu atau iritan mencapai alveolus. Selain itu mekanisme pertahanan

terhadap infeksi juga diperankan oleh sel-sel yang terdapat pada saluran nafas

dan alveolus, yaitu makrofag. Sel tersebut menangkap dan menghancurkan

partikel udara dan bakteri yang terinhalasi yang telah mencapai alveolus.

Makrofag ini dapat cidera atau rusak apabila terpapar asap rokok dan gas-gas

polutan.4,5

2.2 Penyakit Parenkimal Paru

2.2.1 Asma

Asma adalah suatu penyakit obstruksi jalan nafas yang reversible dengan

dikarakteristikan oleh hiperreaktivitas bronkus, bronkokonstriksi, dan inflamasi

saluran nafas kronik. Perkembangan penyakit asma bersifat multifaktorial yang

meliputi penyebab genetik dan lingkungan.6

Patofisiologi terjadinya asma adalah karena adanya inflamasi kronik

spesifik dari mukosa saluran nafas bawah. Pengaktifan dari kaskade inflamasi

menyebabkan terjadinya infiltrasi sel eosinophil, neutrophil, sel mast, sel T, dan

leukotrin ke mukosa saluran nafas. Rekruitmen sel-sel tersebut akan memicu

terbentuknya mediator proinflamasi lainnya seperti histamine, prostaglandin,

Page 9: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

7

bradikinin, tromboksan, leukotriene, platelet activating factor, dll yang akan

berpengaruh terhadap berbagai target organ. Hal ini menyebabakan terjadinya

peningkatan permeabilitas vaskular yang menyebabkan edema dinding saluran

nafas, infiltrasi sel radang pada saluran nafas, dan peningkatan aktivitas sel

pensekresi mukus. Adanya peningkatan jumlah sel-sel inflamasi mengakibatkan

hipersensitivitas saluran nafas serta memicu remodeling saluran nafas.6

Terapi asma terdiri dari dua modalitas terapi obat: (1) untuk mengurangi

inflamasi kronik dan menangani hiperresponsif saluran nafas dengan obat anti

inflamasi yaitu glukokortikoid inhalasi dan penghambat leukotriene, dan (2)

untuk menangani kontraksi berlebihan akut dari otot polos saluran nafas yaitu

dengan obat golongan bronkodilator yang dapat merelaksasi saluran nafas.

Target kerja obat pada saluran nafas dapat langsung merelaksasi otot polos atau

dengan menghambat/memblok aksi dari bronkokonstriktor.4

2.1. Jenis-jenis Terapi Farmakologi Untuk Asma6

Kelas Obat Aksi Efek Samping

Kortikosteroid

inhalasi

Beclomethasone

Budesonide

Ciclesonide

Flunisolide

Fluticasone

Mometasone

Triamcinolone

Mengurangi

inflamasi jalan nafas

Menurunkan

hiperresponsifitas

jalan nafas

Disfonia

Myopati otot laring

Kandidiasis orofaringeal

Bronkodilator

kerja panjang

Arformoterol

Formoterol

Salmeterol

2-agonis : stimulasi

reseptor 2 dalam

cabang

trakeobronkial

Terapi dengan hanya

bronkodilator kerja panjang

dapat menyebabkan

inflamasi jalan nafas dan

meningkatkan insiden asma

Page 10: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

8

eksaserbasi. Harusnya tidak

digunakan kecuali dengan

kortikosteroid inhalasi.

Kombinasi

kortikosteroid

inhalasi +

bronkodilator

kerja panjang

Budesonide +

formoterol

Fluticasone+sal

meterol

Kombinasi

bronkodilator kerja

panjang dengan

kortikosteroid

inhalasi

Leukotriene

modifiers

Montelukast

Zafirlukast

Zileuton

Mengurangi sintetis

leukotrin dengan

menghambat enzim

5- lipoxygenase

Minimal

Methylxanthines Theophylline

Aminophylline

Meningkatkan cAMP

dengan menghambat

fosfodiesterase, blok

reseptor adenosin,

pelepasan

katekolamin endogen

Mengganggu siklus tidur

Mual/muntah

Anoreksia

Sakit kepala

Disaritmia

Mast cell

stabilizer

Cromolyn Menghambat

pelepasan mediator

dari sel mast,

stabilisasi membran

Batuk

Iritasi tenggorokan

2.2.2 Penyakit Paru Obstrutif Kronis (PPOK)

Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah suatu penyakit yang

ditandai gejala pernafasan dan hambatan aliran udara persisten karena adanya

abnormalitas saluran nafas dan/atau alveolar yang biasanya disebabkan oleh

paparan partikel atau gas berbahaya/polusi yang signifikan. Faktor risiko dari

penyakit ini adalah genetik, merokok atau sebagai perokok pasif, paparan

terhadap debu dan partikel-partikel berbahaya (terutama di pertambangan

batubara, pertambangan emas, dan industri tekstil), paparan terhadap polusi

Page 11: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

9

udara baik indoor maupun outdoor, asma dan hiperreaktifitas saluran nafas,

bronkitis kronis, infeksi, serta berat badan lahir rendah.7

Adanya inhalasi terhadap asap rokok maupun gas-gas polusi lainnya

dapat menyebabkan terjadinya inflamasi. Respon inflamasi ini adalah normal,

namun pada pasien PPOK inflamasi tersebut mengalami modifikasi yaitu

menjadi lebih kuat. Hal tersebut masih belum jelas, namun dikatakan ada

pengaruh faktor genetik atau karena adanya stres oksidatif dan proteinase yang

berlebihan di dalam paru-paru.7

Beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya PPOK adalah karena adanya

(1) stres oksidatif yang dibentuk oleh asap rokok dan agen berbahaya lainnya,

serta pelepasan dari sel inflamasi teraktivasi seperti makrofag dan neutrophil,

maupun karena adanya penurunan antioksidatif endogen, (2) ketidakseimbangan

protease-antiprotease, (3) peningkatan sel inflamasi seperti makrofag pada

saluran nafas perifer, parenkim paru, dan pembuluh darah pulmoner, yang secara

bersamaan dengan peningkatan aktivasi neutrophil dan peningkatan limfosit, dan

(4) peningkatan mediator inflamasi. Respon inflamasi kronis ini dapat

menginduksi destruksi jaringan parenkimal (menghasilkan emfisema) dan

mengganggu proses perbaikan normal dan mekanisme pertahanan (menghasilkan

fibrosis saluran nafas kecil). Perubahan patologis ini menyebabkan gas

terperangkap dan terjadinya hambatan aliran udara yang progresif.7

Patofisiologi dari PPOK dapat meliputi terjadinya hambatan aliran udara

dan terperangkapnya udara (sehingga menimbulkan hiperinflasi), abnormalitas

pertukaran gas, dan hipersekresi mukus. Bronkodilator yang bekerja pada saluran

Page 12: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

10

nafas perifer dapat mengurangi terperangkapnya gas, dengan demikian volume

paru menurun dan memperbaiki gejala dan kapasitas olahraga. Pada pemeriksaan

spirometri PPOK ditandai dengan hasil FEV1/FVC post bronkodilator <0,70.7

Terjadinya hipersekresi mukus disebabkan oleh karena peningkatan

jumlah sel goblet dan pelebaran kelenjar submukosa, keduanya karena iritasi

kronis saluran nafas oleh asap rokok dan agen berbahaya lainnya, serta beberapa

mediator dan protease menstimulasi hipersekresi mukus tersebut.7

Tabel 2.2 Klasifikasi tingkat keparahan PPOK (Berdasarkan pada

Pengukuran FEV1 Postbronkodilator)7

Pada pasien dengan FEV1/FVC <0,70 :

GOLD 1

GOLD 2

GOLD 3

GPLD 4

Ringan

Sedang

Berat

Sangat Berat

FEV1 ≥ 80% predicted

50% FEV1 < 80% predicted

30% FEV1 < 50% predicted

FEV1 < 30% predicted

Terapi farmakologis untuk PPOK ditujukan untuk mengurangi gejala,

menurunkan frekuensi dan beratnya serangan, dan memperbaiki toleransi

aktivitas/olahraga dan status kesehatan. Regimen terapi untuk PPOK ada

berbagai macam jenis, yang penggunaannya disesuaikan dengan tingkat

keparahan gejala, hambatan aliran udara, dan beratnya serangan. Obat yang biasa

digunakan pada pasien PPOK adalah bronkodilator, agen antimuskarinik,

metilxantin, agen antiinflamasi (kortikosteroid inhalasi), terapi inhalasi triple

(glukokortikoid oral, penghambat phosphodiesterase-4, antibiotik), dan

mukolitik.

Page 13: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

11

2.3 Pertimbangan Terapi Inhalasi

Terapi inhalasi merupakan suatu jenis terapi yang diberikan melalui

saluran nafas yang bertujuan untuk mengatasi gangguan atau penyakit pada paru-

paru. Tujuan dari terapi inhalasi ini adalah untuk menyalurkan obat langsung ke

target organ yaitu paru-paru, tanpa harus melalui jalur sistemik terlebih dahulu.

Dalam terapi inhalasi, pada prinsipnya sediaan obat yang diberikan dibentuk

menjadi partikel-partikel aerosol terlebih dahulu dengan penggunaan generator

aerosol. Penggunaan obat-obatan secara inhalasi memiliki keuntungan dan

kerugian dalam hal terapi penyakit paru. Adapun keuntungan dan kerugiannya

adalah sebagai berikut.3,9

2.3.1 Keuntungan terapi inhalasi

a. Onset kerja lebih cepat dibandingkan obat oral

b. Dosis yang diberikan kecil

c. Obat langsung menuju paru-paru, sehingga paparan sistemik minimal.

d. Efek samping sistemik lebih jarang dan lebih ringan dibandingkan obat

yang diberikan secara sistemik.

e. Terapi dengan obat inhalasi cenderung tidak menimbulkan nyeri,

dibandingan obat yang diberikan melalui injeksi, dan lebih nyaman.

f. Rangsangan oral inhalasi dapat menggantikan kebiasaan merokok

2.3.2 Kelemahan terapi inhalasi

a. Beberapa variabel (pola nafas yang benar, tatacara penggunaan alat atau

generator aerosol) dapat mempengaruhi deposisi paru dan reproduktifitas

dosis.

Page 14: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

12

b. Dosis yang tepat sering tidak tercapai sehingga dapat terjadi kekurangan

atau sebaliknya.

c. Deposisi orofaringeal dapat menyebabkan absorbsi sistemik

d. Iritasi orofaringeal menyebabkan penyumbatan, nausea, vomitus, dan

aerofagi.

e. Membutuhkan peralatan khusus dan mahal.

f. Kesulitan koordinasi antara gerakan tangan dan inhalasi dengan pMDI

yang dapat menurunkan keefektifan.

g. Ketersediaan berbagai macam jenis alat akan membingungkan pasien dan

klinisi.

h. Keterbatasan informasi tentang standarisasi teknik inhalasi kepada klinisi

akan mengurangi keefektifan.

i. Pemberian secara inhalasi lebih kompleks dibandingkan oral.

2.4 Sifat Fisik Aerosol dan Prinsip Dasar Deposisi Partikel Obat Pada Saluran

Nafas

Aerosol merupakan suspensi partikel-partikel zat padat atau cairan di

dalam gas3. Ukuran partikel aerosol yang dikeluarkan oleh alat inhalasi adalah

penting, karena berkaitan dengan sampainya obat yang terinhalasi ke target aksi

di dalam paru-paru 8.

Pada penyakit PPOK, adanya keterlibatan jalan nafas kecil secara

signifikan dalam onset dan propresifitas penyakit tersebut. Sehingga, berdasarkan

lokasinya yang dalam pada paru-paru dan struktur anatominya, saluran nafas

Page 15: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

13

kecil tersebut tidak akan mudah untuk dicapai oleh semua jenis ukuran aerosol

yang dihasilkan oleh alat atau generator aerosol.8

Deposisi obat aerosol di dalam saluran nafas terjadi karena adanya

turbulensi dan daya bentur (inertial impaction) yang dapat dipengaruhi oleh

berbagai faktor seperti, cara inhalasi, sifat fisik aerosol, ukuran partikel, dan

keadaan saluran nafas penderita3.

Ukuran partikel obat antara 2-5 mikron terbukti memiliki potensi terbesar

untuk terdeposisi ke seluruh cabang bronkus. Partikel obat berukuran <2 mikron

terdeposisi dalam saluran nafas bronkiolus terminal dan alveolus dengan cara

sedimentasi. Sementara partikel >5 mikron cenderung terdeposisi pada saluran

nafas yang lebih proksimal atau orofaring, yang tidak akan menghasilkan efek

klinis dan menimbulkan peningkatan potensi obat akan tertelan, dan dapat

menimbulkan efek samping melalui penyerapan saluran cerna.8 Deposisi partikel

besar terjadi karena adanya impaksi partikel tersebut di saluran nafas atas (daerah

orofaringeal dan trakeo-bronkial), dimana terjadi kecepatan udara yang tinggi

dan terjadi turbulensi aliran udara10.

Terdapat dua indeks yang digunakan untuk mengkarakterisasi distribusi

ukuran partikel aerosol yaitu mass median aerodynamicdiameter (MMAD), yang

mana sebagian aerosol akan berisi partikel-partikel lebih besar dari MMAD dan

sebagian lagi lebih kecil dari MMAD.3,8 Indeks yang kedua adalah fraksi partikel

halus/fine particle fraction (FPF) yang merupakan proporsi dari diameter partikel

<5 mikron. Kedua indeks ini dapat mempengaruhi bukan hanya jumlah total dari

Page 16: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

14

obat yang mencapai paru (deposisi paru total), tetapi juga jumlah obat yang

terdistribusi antara regio paru sentral dan distal.8

2.5 Jenis-jenis Obat Inhalasi

2.5.1 Bronkodilator

Bronkodilator adalah obat yang memiliki mekanisme kerja dengan

merelaksasi otot pernafasan dan melebarkan jalan nafas (bronkus). Umum

digunakan pada penyakit-penyakit paru seperti asma dan penyakit paru

obstruktif kronis (PPOK).6,11

2.5.1.1 Agonis adrenergik inhalasi

Agonis adrenergik yang digunakan untuk terapi bronkospasme, wheezing,

dan obstruksi aliran udara adalah agonis β-adrenergik. Penggunaan klinis dari

agonis β-adrenergik biasanya diberikan melalui inhaler atau nebulizer, bersifat

selektif β2 dan dibagi menjadi terapi kerja pendek dan kerja panjang. Terapi

agonis β2 kerja pendek efektif untuk meredakan dengan cepat keluhan

bronkospasme, wheezing dan obstruksi aliran udara. Agonis β2 kerja panjang

digunakan untuk terapi pemeliharaan untuk memperbaiki fungsi paru dan

mengurangi gejala dan risiko terjadinya serangan.12

Agonis β2 kerja pendek berikatan dengan reseptor adrenergik β2 yang

berada pada membran plasma sel otot polos, epitel, endotel, dan jenis sel saluran

nafas lainnya. Ikatan ini menyebabkan stimulasi protein G untuk mengaktivasi

adenylate cyclase converting adenosine triphosphate (ATP) menjadi cyclic

adenosine monophosphate (cAMP), sehingga terjadi penurunan pelepasan

kalsium dan perubahan membran potensial yang menyebabkan relaksasi otot

Page 17: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

15

polos. Agonis β2 kerja panjang mempunyai mekanisme yang sama, namun

memiliki durasi kerja yang lebih panjang. Hal ini berkaitan dengan ikatan obat

dengan reseptor yang dapat berlangsung lebih lama.12

Agonis β2 kerja pendek seperti albuterol, levalbuterol, metaproterenol,

dan pirbuterol memiliki onset kerja dalam beberapa menit dan durasi kerja 4-6

jam, sehingga ditujukan sebagai terapi pereda atau penyelamat terhadap gejala-

gejala bronkospasme dan hambatan saluran nafas lainnya, yang dapat

mengancam nyawa penderita. Agonis β2 kerja panjang biasanya digunakan untuk

terapi pemeliharaan dan dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid inhalasi.

Penyerapan sistemik dari agonis β2 dapat menyebabkan beberapa efek

samping dan kebanyakan tidak menimbulkan masalah yang serius. Sebagian

besar terapi agonis β2 dapat menimbulkan tremor dan takikardi secara sekunder

akibat stimulasi langsung reseptor β2 pada otot skelet atau vaskulatur. Pada

serangan asma berat agonis β2 dapat menyebabkan penurunan sementara pada

tekanan oksigen arterial sebanyak 5 mmHg atau lebih, akibat adanya vasodilatasi

yang dimediasi β2 pada keadaan ventilasi paru yang buruk. Hiperglikemia,

hipokalemia, dan hipomagnesemia juga dapat terjadi, namun efek samping ini

cenderung berkurang dengan penggunaan yang regular.12

2.5.1.2 Antagonis kolinergik inhalasi

Antikolinergik umum digunakan untuk terapi pemeliharaan atau terapi

kontrol dan terapi serangan akut pada penyaki-penyakit obstruksi saluran nafas.

Sistem sarat parasimpatis adalah memegang peranan utama untuk mengatur

tonus bronkomotor dan antikolinergik inhalasi bekerja pada reseptor muskarinik

Page 18: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

16

pada saluran nafas untuk mengurangi tonus otot. Penggunaan antikolinergik

inhalasi pada kasus PPOK sebagai pemeliharaan dan terapi serangan akut telah

dipertimbangkan sebagai terapi standar. Pada kasus asma antikolinergik lebih

direkomendasikan untuk terapi serangan akut saja.12

Terdapat tiga subtipe dari reseptor muskarinik yang ditemukan pada

saluran nafas manusia. Reseptor muskarinik 2 (M2) terdapat pada sel

postganglion dan bertanggung jawab untuk membatasi produksi asetilkolin dan

melindungi dari terjadinya bronkokonstriksi. M2 bukanlah target dari

antikolinergik. Reseptor muskarinik 1 (M1) dan muskarinik 3 (M3) bertanggung

jawab untuk terjadinya bronkokonstriksi dan produksi mukus dan merupakan

target kerja dari obat antikolinergik inhalasi. Asetilkolin berikatan dengan M1

dan M3 dan menyebabkan kontraksi otot polos melalui peningkatan cyclic

guanosine monophosphate (cGMP) atau oleh aktivasi dari protein G. Protein

tersebut kemudian mengaktivasi fosfolipase C untuk memproduksi inositol

trifosfat (IP3), yang akan menyebabkan pelepasan kalsium dari penyimpanan

intraseluler dan aktivasi dari myosin light chain kinase yang kemudian

menyebabkan otot polos berkontraksi. Antikolinergik menghambat kaskade

tersebut dan mengurangi tonus otot polos, dengan mengurangi pelepasan kalsium

intraseluler.12

Terdapat dua antikolinergik inhalasi yang secara khusus disetujui untuk

terapi penyakit obstruksi saluran nafas yaitu11,12 :

a. Ipratropium

Page 19: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

17

Ipratropium diklasifikasikan sebagai antikolinergik kerja pendek yang

biasanya sering digunakan untuk terapi PPOK (sebagai terapi serangan

akut dan pemeliharaan) dan asma (terapi serangan akut). Pasien yang

diterapi dengan ipratropium mengalami peningkatan toleransi olahraga,

penurunan sesak, dan memperbaiki ventilasi.

b. Tiotropium

Tiotropium diklasifikasikan sebagai antikolinergik kerja panjang yang

dapat diberikan sebagai terapi pemeliharaan pada penyakit PPOK.

Penggunaan tiotropium dapat mengurangi terjadinya serangan/eksaserbasi

akut PPOK, gagal nafas, dan penyebab mortalitas lainnya.

2.5.2 Anti Inflamasi Pada Saluran Nafas

Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran nafas yang

mempunyai komponen inflamasi sebagai bagian dari patogenesisnya. Walaupun

inflamasi adalah patogenesis umum, karakteristik dan elemen seluler yang

dominan terlibat pada kedua penyakit tersebut adalah berbeda. Pada PPOK,

komponen sel-sel inflamasi yang dominan terlibat adalah neutrophil, makrofag,

limfosist T CD8+, dan eosinophil. Sementara pada asma, peran eosinophil paling

dominan, diikuti oleh sel mast, limfosit T CD4+, dan makrofag.12

2.5.2.1 Kortikosteroid Inhalasi

Pada terapi asma kortikosteroid inhalasi berfungsi untuk mengurangi

reaksi inflamasi yang terjadi, sehingga dapat memperbaiki fungsi paru, dan

mengurangi serangan akut. Pada terapi PPOK penggunaan kortikosteroid inhalasi

sebagai monoterapi tidak disarankan dan biasanya dikombinasikan dengan

Page 20: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

18

agonis adrenergik kerja panjang (LABA). kombinasi dari kedua obat tersebut

akan bekerja secara sinergis dan sangat bermanfaat untuk mengurangi

inflamasi.12

Reseptor glukokortikoid alfa (GR) berada pada sitoplasma dari sel epitel

saluran nafas yang merupakan target kerja primer dari kortikosteroid inflamasi.

Adanya difusi pasif dari steroid ke dalam sel akan memberikan kesempatan pada

GR untuk berikatan dengan ligand steroid, sehingga nantinya dapat

menurunkan ekspresi dari produk gen inflamasi.12 Obat ini memiliki aksi penting

dalam menghambat limfositik dan eosinofilik dari mukosa saluran nafas.6,11

Kortikosteroid inhalasi digunakan pada terapi asma sebagai regimen

terapi multimodal dan ditambahkan ketika adanya peningkatan keparahan dan

frekuensi dari serangan asma. Penggunaannya sebagai terapi PPOK dibatasi

untuk PPOK berat sampai sangat berat, dan dikombinasi dengan LABA.

Walaupun tidak adanya perbaikan dalam mortalitas dengan penggunaan terapi

kombinasi tersebut, namun dilaporkan adanya peningkatan dalam status

kesehatan dan fungsi paru seiring dengan terjadinya penurunan serangan.12

Efek samping dapat muncul dari penggunaan kortikosteroid inhalasi pada

asma dan PPOK. Berdasarkan suatu penelitian metaanalisis dilaporkan bahwa

penggunaannya dapat meningkatan insiden terjadinya pneumonia. Efek samping

lainnya adalah meliputi kandidiasis orofaringeal, faringitis, mudah memar,

osteoporosis, katarak, peningkatan tekanan intraokular, disfonia, batuk, dan

gangguan pertumbuhan (pada anak-anak).12

Page 21: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

19

Pemberian terapi kortikosteroid inhalasi merupakan cara yang efektif

untuk menurunkan efek samping sistemik yang dapat ditimbulkan. Beberapa

jenis kortikosteroid inhalasi yang lipid-soluble yaitu beklometason, budesonide,

flunisolide, flutikason, triamsinolone, dan mometasone.11

2.5.3 Obat-Obatan Penunjang : Mobilisasi secret bronkus

2.5.3.1 Mukolitik

Mukolitik merupakan obat yang memiliki aksi kerja memutus rantai

panjang senyawa organik yang membentuk sputum atau mukus sehingga

terpecah menjadi molekul yang lebih kecil dan mudah bergerak. Hal ini akan

menyebabkan mukus menjadi lebih mudah untuk dibersihkan oleh silia yang

terdapat pada sel epitel yang ada pada sepanjang saluran nafas.3

Tabel 2.3 Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaan

potensi

Page 22: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

20

Salah satu jenis mukolitik kuat adalah asetilsistein. Aksi mukolitik

asetilsistein berhubungan dengan kelompok sulfhidril pada molekul, yang

bekerja langsung untuk memecahkan ikatan disulfida antara ikatan molekular

mukoprotein, menghasilkan depolimerisasi dan menurunkan viskositas mukus.

Aktivitas mukolitik pada asetilsistein meningkat seiring dengan peningkatan

pH. Pemberian asetilsistein dapat melalui inhalasi dengan menggunakan

nebulizer.11

2.5.3.2 Proteolitik

Tujuan pemberian proteolitik adalah untuk menghancurkan protein pada

sputum yang purulen, melalui aktivitas enzim proteinase. Jenis proteolitik yang

sering dipakai adalah tripsin dan dornase. Pemakaian secara aerosol masih

terbatas, dimana dosis inhalasinya adalah 100.000 U 2-3 kali per hari.3

2.6 Jenis-Jenis Generator Aerosol pada Terapi Inhalasi

Masalah yang sering ditemukan pada pengguanaan perangkat inhalasi

seperti inhaler adalah deposisi partikel aerosol pada daerah orofaringeal dan

saluran nafas atas, dan kurangnya koordinasi antara aktivasi perangkat dan

inhalasi karena kurangnya pemahaman dari pasien. Efektivitas dari pengantaran

obat ke pulmonal juga bergantung pada pola nafas pasien. Seperti halnya,

inspirasi yang cepat tidak disarankan ketika menggunakan pressurized metered

dose inhaler (pMDI) dan nebulizer karena dapat membuat turbulensi aliran udara

dan kecepatan yang tinggi akan meningkatkan deposisi obat pada saluran nafas

atas, sementara inspirasi yang cepat dibutuhkan pada pemakaian dry powder

inhaler (DPI).10,13 Hal yang paling penting adalah menjelaskan kepada pasien

Page 23: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

21

tentang penggunaan alat inhalasi yang benar, dan memastikan pasien mengerti

agar obat dapat bekerja sesuai target dan pasien patuh terhadap pengobatan.

Adapun perangkat pemberian terapi inhalasi secara umum

diklasifikasikan kedalam 3 kategori yaitu

2.6.1 Pressurized Metered Dose Inhaler (pMDI)

Pressurized metered dose inhaler (pMDI) adalah tipe inhaler yang paling

dikenal untuk terapi penyakit respirasi lokal seperti asma dan PPOK. Komponen

struktural dari pMDI konvensional adalah tabung, metering valve, penggerak

(actuator), dan corong mulut (mouth piece). Tabung tersebut terbuat dari bahan

inert yang mampu menahan tekanan tinggi yang diperlukan untuk menjaga agar

propelan (bahan yang mudah menguap menjadi gas) dalam keadaan cair.10

Metering valve di rancang untuk mengirimkan jumlah aerosol yang tepat (20-100

μL) setiap kali perangkat digerakkan atau per aktuasi.10

Formulasi obat pMDI dapat berupa larutan atau suspensi dalam propelan

tunggal atau propelan campuran dan mungkin termasuk pelarutnya seperti etanol

atau surfaktan untuk melarutkan obat atau stabilisasi suspensi obat. Penggunaan

pMDI adalah untuk administrasi obat bronkodilator dan kortikosteroid. Idealnya,

propelan harusnya bersifat nontoksik, tidak mudah terbakar, dan sesuai dengan

formulasi dan menyediakan tekanan penguapan yang konsisten.10 Adapun

beberapa tipe dari pMDI yaitu pMDI konvensional, breath-actuated pMDI, dan

soft mist inhalers.9

Ukuran partikel aerosol yang terbentuk adalah berada dalam rentang

fraksi partikel halus yang memiliki diameter aerodinamik < 5 μm. Beberapa

Page 24: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

22

faktor yang dapat mempengaruhi performa pMDI dan pengantaran obat aerosol.

Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah pengocokan tabung, temperatur

penyimpanan alat, ukuran nozzle dan kebersihannya, jeda antar aktuasi, dan

priming (pelepasan satu atau lebih semprotan ke udara).9 Formulasi obat yang

dapat diberikan dengan pMDI adalah beta-2 agonis, antikolinergik, kombinasi

antikolinergik/beta-2 agonis, kortikosteroid, dan obat anti asmatik lainnya.

Adapun keuntungan dan kerugian dari penggunaan pMDI adalah9:

Keuntungan :

a. Portable dan ringan

b. Kenyamanan dosis ganda

c. Waktu terapi yang singkat

d. Dapat memancarkan dosis obat yang berulang

e. Tidak memerlukan persiapan obat

f. Sulit untuk terkontaminasi

Kerugian

a. Memerlukan koordinasi antara tangan dan nafas

b. Memerlukan kerjasama dan koordinasi pasien, pola inhalasi yang sesuai,

dan tindakan menahan nafas.

c. Konsentrasi dan dosis obat tetap

d. Dapat terjadi reaksi propelan pada beberapa pasien

e. Dapat terjadi aspirasi benda asing atau kotoran yang terdapat pada corong

mulut

f. Deposisi orofaringeal yang tinggi

Page 25: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

23

g. Kesulitan dalam menentukan sisa dosis dalam tabung tanpa adanya

penghitung dosis.

Tabel 2.4 Formulasi Obat-Obat Aerosol Yang Dapat Diberikan Dengan

Generator Jenis pMDI9

Golongan Nama obat

Bronkodilator kerja pendek Albuterol sulfate

Levalbuterol

Ipratoprium bromide

Ipratoprium bromide dan Albuterol sulfate

Bronkodilator kerja panjang -

Kortikosteroid Beclomethasone

Ciclesonide

Flunisonide

Obat kombinasi Fluticasone dan salmeterol

Budesonide dan formoterol

Mometasone dan formoterol

2.6.2 Dry Powder Inhaler (DPI)

Dry powder inhaler (DPI) merupakan inspiratory flow-driven inhalers

yang mengirimkan formulasi bubuk kering ke paru-paru dengan mengandalkan

usaha nafas pasien baik laju maupun volume inspirasi. DPI dikembangkan untuk

mengatasi kesulitan dalam mengguakan inhaler jenis pMDI.9,13 Berdasarkan

Gambar 2.3 Inhaler pMDI 9

Page 26: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

24

rancangannya, DPI dapat diklasifikasikan menjadi 3 kategori dari dosis

kontainernya yaitu DPI dosis tunggal, DPI dosis multipel, dan DPI power-

assisted atau DPI aktif.9

Keuntungan utama dari DPI adalah tidak memerlukan aktivasi koordinasi

seperti pada pMDI, namun terdapat kesamaan dalam hal perbedaan deposisi paru

dari jenis alat yang berbeda. Perangkat DPI dapat bersifat flow-dependent yang

menyebabkan variasi pengiriman obat ke paru-paru berdasarkan arus/aliran

inhalasi pasien dan dapat bersifat dependen terhadap energi atau kekuatan

inhalasi. Namun telah dikembangkan inovasi pada mesin dan kimia dari DPI

yang aktif pada arus inhalasi pasien yang rendah dan dapat mencapai kadar

deposisi paru yang lebih baik.8

Tabel 2.5 Formulasi Obat-Obat Aerosol Yang Dapat Diberikan Dengan

Generator Jenis DPI9

Golongan Nama obat

Bronkodilator kerja pendek Aclidinium bromide

Bronkodilator kerja panjang

Formoterol

Indacaterol

Salmeterol

Tiotropium

Kortikosteroid Budesonide

Flunisolide

Mometasone

Obat kombinasi Fluticasone dan salmeterol

Obat lain Zanamivir

Tobramycin

Page 27: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

25

2.6.3. Nebulizer

Terdapat dua jenis nebulizer yaitu jet dan ultrasonic nebulizer, yang

membedakan dalam kekuatan yang digunakan untuk membentuk aerosol dari

larutan cair. Nebulizer dapat menghasilnya partikel aerosol berukuran 1-5

mikron. Teknik inhalasi ini tidak memerlukan koordinasi antara inhalasi pasien

dan aktuasi alat, sehingga sangat cocok pemakaiannya pada pasien pediatri, tua,

pasien tidak sadar, atau yang tidak bisa menggunakan teknik inhalasi pMDI atau

DPI. Nebulizer memiliki kemampuan mengantarkan dosis obat yang lebih besar

dibandingkan dengan perangkat aerosol lainnya, namun perlu waktu pemberian

obat yang lebih lama.10

Gambar 2.4 Inhaler DPI 9

Page 28: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

26

a. Jet Nebulizer

Jet nebulizer dioperasikan dengan compressed air atau oksigen yang

bertujuan untuk aerolisasi cairan obat. Jet nebulizer ini mengalirkan gas

terkompresi melalui sebuah jet, menyebabkan timbulnya area bertekanan

negatif. Larutan yang mengalami aerosolisasi masuk ke dalam aliran gas dan

diubah menjadi liquid film. Film ini bersifat tidak stabil dan pecah menjadi

partikel-partikel aerosol karena gaya tegangan permukaan.9

b. Ultrasonic Nebulizer

Pada ultrasonic nebulizer, gelombang suara diciptakan karena getaran

dari kristal piezoelektrik pada frekuensi tinggi yang memecah larutan menjadi

partikel-partikel aerosol kecil. Alat ini tidak sepenuhnya portable karena

masih memerlukan suplai listrik untuk pengisian/charging. Jika dibandingkan

dengan jet nebulizer, nebulizer jenis ini lebih mahal.

Gambar 2.5 Jet Nebulizer

9

Page 29: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

27

Walaupun ultrasonic nebulizer dapat melakukan nebulisasi larutan

lebih cepat daripada jet nebulizer dan alat ini cenderung tidak cocok untuk

suspensi dan kristal piezoelektrik dapat meningkatkan suhu dan

menonaktifkan obat-obat protein seperti dornase alfa. Alat ini juga tidak

efisien digunakan untuk nebulisasi cairan dan suspensi kental dibandingkan

dengan jet nebulizer.9,

Ultrasonic nebulizer dapat secara spesifik untuk nebulisasi obat seperti

pentamid aerosol, digunakan ketika kontaminasi obat aerosol dengan

lingkungan sekitar harus dihindari. Jenis nebulizer ini dilengkapi dengan

katub dan filter satu arah untuk mencegah kontaminasi ke lingkungan. Selain

itu nebulizer ini juga digunakan secara spesifik untuk aerosolisasi ribavirin,

karena terdapat ruang pengeringan yang akan menurunkan MMAD sekitar 1,3

Gambar 2.6 Ultrasonic Nebulizer

9

Page 30: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

28

m. Hal ini dijadikan alasan karena ribavirin secara potensial bersifat

teratogenik.9

Tabel 2.6 Formulasi obat yang dapat diberikan dengan menggunakan

nebulizer9,10

Golongan Nama Obat

2-adrenergic

agonists

Formoterol fumarate inhalation solution

Salbutamol inhalation solution

Arformoterol tartrate (r-formoterolinhalation solution)

Levalbuterol (r-salbutamol) inhalation solution

Metaproterenol sulfate

Nonsteroidal anti-

inflammatories

Cromolyn sodium

Antibiotics Tobramycin inhalation solution

Colistin inhalation solution

Aztreonam inhalation solution

Corticosteroids Budesonide inhalation suspension

Fluticasone inhalation suspension

Mucolytics Mucolytics Recombinant human DNase

Hypertonic saline inhalation solution

Prostacyclin Iloprost

Anticholinergics Ipratropium bromide

Anti-infective Pentamidine

Dari sudut pandang perangkat, variable yang perlu dioptimalkan untuk

menghasilkan dosis yang akurat dan konsisten dengan nebulizer adalah9 :

a. Volume larutan obat yang dimuatkan ke perangkat (dengan

mempertimbangkan dead volume)

b. Viskositas atau kekentalan larutan obat

c. Aliran udara dan tekanan dalam perangkat nebulizer

d. Tabung, masker, atau mouthpiece yang digunakan

Keuntungan dan kelebihan menggunakan nebulizer9 :

Keuntungan :

Page 31: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

29

a. Mampu mengaerosolisasi/menguapkan berbagai macam larutan obat.

b. Mampu menguapkan campuran obat (> satu obat)

c. Membutuhkan kerjasama atau koordinasi minimal dari pasien

d. Sangat berguna pada pasien yang masih anak-anak, tua, pasien yang

kondisinya lemah.

e. Konsentrasi dan dosis obat dapat dimodifikasi

f. Pola nafas yang normal dapat digunakan dan menahan nafas (breath-

hold) tidak diperlukan untuk efikasi.

Kerugian :

a. Waktu terapi 5-25 menit

b. Peralatan yang diperlukan mungkin besar dan tidak praktis

c. Membutuhkan sumber kelistrikkan

d. Adanya potensi obat mengenai mata dan menggunakan sungkup muka

e. Keberagaman dalam karakteristik performa pada jenis, merek, dan model

yang berbeda

f. Merangkai dan membersihkan perangkat diperlukan. Kontaminasi dapat

terjadi pada ketidaksesuaian pengaturan obat dan pembersihan yang tidak

adekuat.

Page 32: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

30

2.7 Aplikasi Terapi Inhalasi Pada Pasien Dengan Ventilasi Mekanik

Regimen obat inhalasi yang paling sering digunakan di unit perawatan

intensif (ICU) adalah mukolitik, kortikosteroid inhalasi, dan bronkodilator jenis

agonis beta adrenergik dan antikolinergik, disamping pemberian obat inhalasi

lainnya. Indikasi pemberian bronkodilator pada pasien dengan bantuan ventilator

adalah pasien dengan asma berat, PPOK, serangan bronkospasme akut,

peningkatan resistensi saluran nafas, hiperinflasi dinamik atau PEEP (positive

end expiratory pressure) intrinsik, kesulitan dalam penyapihan (weaning), dan

ketergantungan ventilator kronik. Tujuan dari terapi bronkodilator adalah untuk

mengatasi bronkokonstriksi, dan/atau mengatasi sesak (dyspnea). Pemberian baik

agonis beta adrenergik dan antikolinergik inhalasi dapat memberikan efek

bronkodilatasi yang signifikan pada pasien dengan ventilator. Kombinasi dari

fenoterol dan ipratoprium bromide dikatakan lebih efektif daripada hanya

pemberian ipratoprium saja pada pasien ventilator dengan PPOK. Kombinasi

antara kortikosteroid inhalasi seperti budesonide dan beta agonis kerja panjang

(LABA) seperti formoterol adalah terapi yang paling efektif untuk terapi kontrol

asma dan serangan asma ringan hingga sedang.14

Faktor-faktor spesifik yang daoat mempengaruhi penyaluran obat inhalasi

pada pasien dengan ventilasi mekanik adalah posisi pasien, formulasi obat, suhu,

ukuran pipa endotrakeal, keberadaan obstruksi saluran nafas atau ventilator yang

tidak sinkron, pola aliran, laju respirasi, dosis dan frekuensi yang diterapkan atau

posisi nebulizer dalam rangkaian. Semakin tingginya turbulensi maka akan

menyebabkan semakin rendahnya deposisi obat pada saluran nafas distal.

Page 33: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

31

Pengaturan yang optimal dari nebulisasi tidak dapat ditoleransi oleh banyak

pasien (seperti pada pasien dengan hipoksemia yang berat berhubungan dengan

sindrom gangguan pernafasan akut atau pneumonia) dan keperluan penambahan

sedasi dan relaksasi dalam, yang akan memperpanjang durasi ventilasi

mekanik.15

Sekarang ini nebulizer dan pMDI dengan atau tanpa spacer, adalah dua

jenis perangkat yang tersedia untuk digunakan pada pasien dengan ventilasi

mekanik. Berdasarkan lokasi kerjanya, perangkat memproduksi ukuran partikel

yang sesuai untuk digunakan.15. Terdapat variasi dalam efikasi antar jenis

nebulizer dan antara nebulizer dengan perangkat lainnya. Efek ini ditekankan

ketika ditambah dengan efek mode ventilator dan mekanisme paru yang

berbeda.15

Nebulizer membutuhkan waktu yang lebih panjang untuk menyalurkan

dosis standar jika dibandingankan dengan perangkat lainnya. Penggunaan

nebulizer juga berisiko meningkatkan risiko terjadinya pneumonia nosokomial

apabila tidak dibersihkan atau desinfeksi secara adekuat. Apabila dibandingkan

dengan jet nebulizer, vibrating mesh nebulizer (VMN) dapat meningkatkan

pengiriman obat 2-4 kali, namun pemilihan nebulizer didasarkan pada formulasi

obat dan lokasi pengiriman yang diinginkan.

Pressurized metered dose inhaler (pMDI) mudah untuk digunakan,

memerlukan waktu yang lebih sedikit, menyediakan dosis yang terpercaya dan

mempunyai risiko minimal terjadinya kontaminasi bakteri ketika dibandingkan

dengan nebulizer. Ketika penggunaan alat ini ditambahkan dengan collapsible

Page 34: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

32

spacer pada jalur atau sirkuit, sirkuat tidak akan perlu diputus koneksinya. pMDI

juga lebih efektif dari segi biaya daripada nebulizer. namun, hanya formulasi

antiinflamasi dan bronkodilator saja yang tersedia untuk perangkat ini.pMDI

mungkin lebih efektif dibandingkan dengan nebulizer.15

Pada pengaturan posisi generator aerosol, ketika menggunakan vibrating

mesh, ultrasonic nebulizer maupun pMDI,diposisikan 15 cm dari Y-piece pada

ekstremitas inspirasi dari sirkuit (menghasilkan penyaluran obat paling tinggi).

Pada ventilasi dengan pola aliran yang konstan, VMN dihubungkan dengan pipa

endotrakeal dapat bersifat efektif.15 Namun, jet nebulizer memiliki kinerja yang

lebih baik ketika diposisikan dekat dengan ventilator.

Berkaitan dengan temperatur gas aerosol dan kelembaban sirkuit, pada

pasien dengan ventilasi mekanik temperatur yang disarankan adalah 34-410C

(rata-rata 370C) dan kelembaban relatif 95-100% diperlukan untuk mencegah

kehilangan panas. Humidifikasi diperlukan untuk mencegah mengeringnya

sekresi, menggumpalnya mukus dan atelektasis. Terdapat dua metode utama

humidifikasi yaitu pasif (heat and moisture humidifier) dan aktif (heated

humidifier). Humidifikasi dikatakan memiliki efek yang signifikan terhadap

penyaluran obat aerosol, karena efek higroskopik dari humidifikasi mungkin

akan menyebabkan pertumbuhan ukuran partikel 2-3 kali saat melewati saluran

nafas.15

Karakteristik pernafasan ventilator memiliki efek penting pada efikasi

penyaluran aerosol. Aliran inspirasi yang lambat, waktu inspirasi yang panjang,

dan volume tidal > 500ml (menggunakan pMDI) berkorelasi baik dengan

Page 35: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

33

meningkatkan penyaluran aerosol. Pada ventilator juga terdapat pengaturan untuk

pemberian positive end expiratory pressure (PEEP) yang merupakan salah satu

strategi perlindungan paru. PPEP memiliki efek yang signifikan terhadap pada

ventilasi dan perfusi regional dan dapat mempengaruhi farmakokinetik dari obat

aerosol. Pada penelitian model binatang, ditemukan bahwa PEEP dapat

meningkatkan pembersihan dari obat aerosol. Hal ini dikarenakan perengggangan

dari epitelium alveolar yang meningkatkan distribusi aerosol ke aliran darah.15

Sebagian besar obat hilang pada fase ekshalasi dari ventilasi. Untuk

meminimalisir kehilangan ini, aktuasi dari inhaler maupun nebulizer dapat di

sesuaikan dengan inspirasi. Namun, penggunaaan kombinasi pMDI dengan

spacer dapat menghindari efek sinkronisasi nafas yang buruk. Walaupun efek

sinkronisasi perrnafasan terhadap deposisi obat belum dapat dibuktikan secara

nyata perbedaanya.15

Adapun beberapa formulasi terapi inhalasi yang sering diaplikasikan di rung

perawatan intensif adalah sebagai berikut :

Tabel 2.7 Jenis Terapi Inhalasi yang Umum Dipakai di ICU15

Page 36: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

34

Tabel 2.8 Dosis dan Durasi Kerja dari Bronkodilator Inhalasi16

Obat Formulasi Dosis Onset kerja

(menit)

Waktu efek

puncak (menit)

Frekuensi

penggunaan /

hari

2 agonis

Fenoterol

hydrobromide

Larutan :

5mg/mL

Aerosol : 100

g/jet

5-8 tetes

1 jet setiap 5

menit

5-10

15

3-6

Albuterol Aerosol : 100

g/jet

2 jet 5-15 30-60 4-6

Agen Antikolinergik

Ipratropium

bromide

Larutan :

0,25 mg/ml

Aerosol :

20g/jet

20-40 tetes

4 jet

15 90-120 4-6

Tabel 2.9 Faktor yang Dapat Mempengaruhi Deposisi Aerosol pada Saluran

Nafas Selama Ventilasi Mekanik16

Page 37: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

35

Tabel 2.10 Strategi Untuk Mendukung Deposisi Obat Pada Paru-Paru

Selama Ventilasi Mekanik16

Page 38: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

36

BAB III

KESIMPULAN

Sistem pernafasan memiliki fungsi yang sangat vital, terutama fungsi

pernafasan yang bertanggung menyediakan oksigen bagi tubuh dan membuang

karbon dioksida, disamping fungsi penting lainnya. Sistem pernafasan terdiri dari

saluran nafas dan parenkim paru (yang terdiri dari jutaan alveolus), dimana untuk

menjalankan fungsi dengan baik, kondisi dari kedua komponen tersebut harus dalam

batas normal. Saluran nafas maupun alveolus dapat mengalami gangguan seperti

kolaps pada beberapa penyakit seperti pada penyakit paru obstruktif yaitu asma dan

PPOK.

Asma adalah suatu penyakit obstruksi jalan nafas yang reversible dengan

dikarakteristikan oleh hiperreaktivitas bronkus, bronkokonstriksi, dan inflamasi

saluran nafas kronik. Sementara PPOK adalah suatu penyakit yang ditandai gejala

pernafasan dan hambatan aliran udara persisten karena adanya abnormalitas saluran

nafas dan/atau alveolar yang biasanya disebabkan oleh paparan partikel atau gas

berbahaya/polusi yang signifikan. Regimen obat yang digunakan untuk terapi dari

penyakit tersebut,secara umum berupa bronkodilator untuk melebarkan saluran nafas,

dan anti inflamasi untuk meredakan proses inflames yang terjadi. Selain itu juga ada

beberapa regimen obat lainnya. Pemberian terapi disesuaikan dengan berat ringannya

gejala dan frekuensi serta beratnya serangan.

Terapi dari penyakit tersebut kini telah dikembangkan cara pemberiannya

melalui inhalasi atau disebut sebagai terapi inhalasi. Terapi inhalasi merupakan suatu

36

Page 39: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

37

terapi melalui sistem pernafasan yang ditujukan untuk membantu mengembalikan

atau memperbaiki fungsi pernafasan pada berbagai kondisi, penyakit, ataupun cidera.

Terapi ini telah lama dikembangkan dan kini sudah diterima secara luas sebagai salah

satu terapi yang berkaitan dengan penyakit-penyakit seperti asma dan PPOK, selain

pemberian dengan cara peroral, injeksi intramuskular, dan intravena.

Tentunya tidak semua obat dapat diberikan melalui inhalasi. Adapun beberapa

obat yang termasuk ke dalam terapi inhalasi adalah bronkodilator, antiinflamasi

seperti kortikosteroid, mukolitik, serta proteolitik. Dimana pemberian obat secara

inhalasi menggunakan teknik atau perangkat yang khusus. Adapun teknik pemberian

terapi inhalasi secara umum diklasifikasikan kedalam 3 kategori yaitu pressurized

metered dose inhaler (pMDI), dry powder inhaler (DPI) dan nebulizer. Pemilihan

teknik disesuaikan penderita.

Page 40: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

38

DAFTAR PUSTAKA

1. Hou S, Wu J, Li X. Practical, regulatory and clinical considerations for

development of inhalation drug products. Asian Journal of Pharmaceutical

Sciences. 2015;10(6):490-500.

2. Maccari J, Teixeira C, Gazzana M. Inhalation therapy in mechanical

ventilation. Journal Brasileiro de Pneumologia [Internet]. 2015 [cited 13 May

2017];41(5):467. Available from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4635094/pdf/1806-3713-

jbpneu-41-05-00467.pdf

3. Mangku G, Senapathi TGA. Terapi Cairan. Ilmu Anestesia dan Reanimasi.

Indeks Jakarta. 2017: 243-56.

4. Widmaier. Vander Sherman Luciano's Human Physiology. 9th ed. McGraw-

Hill Ryerson; 2004.

5. Barrett K, Barman S, Boitano S, Brooks H. Ganong's Review of Medical

Physiology 24th Edition. 24th ed. New York: McGraw-Hill Medical Publishing

Division; 2012.

6. Stoelting R, Hines R, Marschall K. Handbook for Stoelting's anesthesia and co-

existing disease. 7th ed. Philadelphia, PA: Elsevier/Saunders; 2017.

7. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD).Global

Strategy for the Diagnosis, Management and Prevention of COPD. 2017.

Available from: http://goldcopd.org/gold-2017-global-strategy-diagnosis-

management-prevention-copd/

8. Bonini M, Usmani O. The importance of inhaler devices in the treatment of

COPD. COPD Research and Practice [Internet]. 2015 [cited 13 May

2017];1(1):2-9. Available from:

https://copdrp.biomedcentral.com/articles/10.1186/s40749-015-0011-0

9. Gardenhire D, Ari A, Hess D. A Guide To Aerosol Delivery Devices For

Respiratory Therapists [Internet]. 3rd ed. America: American Association for

38

Page 41: TERAPI INHALASI - erepo.unud.ac.iderepo.unud.ac.id/id/eprint/14028/1/55536fa1b273b4b7211af8b80889… · Maka melalui pembuatan makalah ini, diharapkan dapat memberikan lebih banyak

39

Respiratory Care; 2013 [cited 13 May 2017]. Available from:

http://www.irccouncil.org/newsite/members/aerosol_guide_rt.pdf

10. Garcia-Contreras L, Ibrahim M, Verma R. Inhalation drug delivery devices:

technology update. Medical Devices: Evidence and Research [Internet]. 2015

[cited 13 May 2017];:131. Available from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4334339/pdf/mder-8-131.pdf

11. Katzung B. Basic and clinical pharmacology. 9th ed. Boston: McGraw-Hill;

2004.

12. Shafer S, Rathmell J, Flood P. Stoelting's pharmacology and physiology in

anesthetic practice. 5th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer; 2015.

13. Roche N, Chrystyn H, Lavorini F. Effectiveness Of Inhaler Devices In Adult

Asthma And COPD. European Medical Journal. 2013;1:64-65.

14. Ari A, Fink J, Dhand R. Inhalation Therapy in Patients Receiving Mechanical

Ventilation: An Update. Journal of Aerosol Medicine and Pulmonary Drug

Delivery. 2012;25(6):319-332.

15. Dhanani J, Fraser J, Chan H, Rello J, Cohen J, Roberts J. Fundamentals of

aerosol therapy in critical care. Critical Care. 2016;20(1).

16. Maccari J, Teixeira C, Gazzana M, Savi A, Dexheimer-Neto F, Knorst M.

Inhalation therapy in mechanical ventilation. Jornal Brasileiro de Pneumologia.

2015;41(5):467-472.