31
€TERAPI CAIRAN PADA PEMBEDAHAN A. Definisi Cairan Tubuh Cairan tubuh adalah cairan suspensi sel di dalam tubuh makhluk multiseluler seperti manusia yang memiliki fungsi fisiologis tertentu. B. Fisiologi Cairan Tubuh dan Elektrolit Distribusi cairan tubuh Air adalah pelarut (solven) terpenting dalam komposisi cairan makhluk hidup. Persentase air tubuh total (Total Body Water) terhadap berat badan berubah sesuai umur, menurun cepat pada awal kehidupan. Pada saat lahir, TBW 78% berat badan. Pada beberapa bulan pertama kehidupan, TBW turun cepat mendekati kadar dewasa 55-60 % berat badan pada saat usia 1 tahun. Pada masa pubertas, terjadi perubahan TBW selanjutnya. Karena lemak mempunyai kadar air yang lebih rendah, persentase TBW terhadap berat badan lebih rendah pada wanita dewasa yang mempunyai lebih banyak lemak tubuh (55%) daripada laki-laki, yang mempunyai sedikit lemak. Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan kompartemen ekstraselular. Cairan intraselular

Terapi Cairan Pada Pembedahan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Terapi Cairan Pada Pembedahan

€TERAPI CAIRAN PADA PEMBEDAHAN

A. Definisi Cairan Tubuh

Cairan tubuh adalah cairan suspensi sel di dalam tubuh makhluk multiseluler seperti

manusia yang memiliki fungsi fisiologis tertentu.

B. Fisiologi Cairan Tubuh dan Elektrolit

Distribusi cairan tubuh

Air adalah pelarut (solven) terpenting dalam komposisi cairan makhluk hidup.

Persentase air tubuh total (Total Body Water) terhadap berat badan berubah sesuai

umur, menurun cepat pada awal kehidupan. Pada saat lahir, TBW 78% berat badan.

Pada beberapa bulan pertama kehidupan, TBW turun cepat mendekati kadar dewasa

55-60 % berat badan pada saat usia 1 tahun. Pada masa pubertas, terjadi perubahan

TBW selanjutnya. Karena lemak mempunyai kadar air yang lebih rendah, persentase

TBW terhadap berat badan lebih rendah pada wanita dewasa yang mempunyai lebih

banyak lemak tubuh (55%) daripada laki-laki, yang mempunyai sedikit lemak. Seluruh

cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan kompartemen

ekstraselular.

Cairan intraselular

Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada orang dewasa sekitar

dua pertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di intraselular (sekitar 27 liter rata-rata

untuk dewasa laki-laki dengan berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi

hanya setengah dari berat badannya merupakan cairan intraselular. Cairan intraseluler

terlibat dalam proses metabolik yang menghasilkan energi yang berasal dari nutrien-

nutrien dalam cairan tubuh.

Page 2: Terapi Cairan Pada Pembedahan

Cairan ekstraselular

Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Cairan ekstraseluler berperan

dalam mempertahankan sistem sirkulasi, mensuplai nutrient ke dalam sel, dan membuang

zat sisa yang bersifat toksik. Jumlah relatif cairan ekstraselular berkurang seiring dengan

usia. Pada bayi baru lahir, sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan

ekstraselular.

Cairan ekstraselular dibagi menjadi :

Cairan Interstitial

Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstitial, sekitar 11- 12 liter pada

orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume interstitial.

Cairan Intravaskular

Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya volume plasma).

Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6L dimana 3 liternya merupakan plasma,

sisanya terdiri dari sel darah merah, sel darah putih dan platelet.

Cairan transeluler

Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu seperti serebrospinal,

perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan sekresi saluran pencernaan. Pada

keadaan sewaktu, volume cairan transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam

jumlah banyak dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.

C. Komponen cairan tubuh

Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non elektrolit.

1. Elektrolit

Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan arus listrik. Elektrolit

Page 3: Terapi Cairan Pada Pembedahan

dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion negatif (anion). Jumlah kation dan anion

dalam larutan adalah selalu sama (diukur dalam miliekuivalen).

2. Kation : Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+), sedangkan

kation utama dalam cairan intraselular adalah potassium (K+). Suatu sistem pompa

terdapat di dinding sel tubuh yang memompa keluar sodium dan potassium ini.

3. Natrium

Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling berperan di dalam

mengatur keseimbangan cairan. Kadar natrium plasma: 135-145mEq/liter.12 Kadar

natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau 40,5mEq/kgBB dapat berubah-

ubah. Ekresi natrium dalam urine 100-180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat

58mEq/liter. Kebutuhan setiap hari = 100mEq (6-15 gram NaCl). Natrium dapat

bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan interstitial maupun ke dalam dan keluar sel.

Apabila tubuh banyak mengeluarkan natrium (muntah,diare) sedangkan pemasukkan

terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium. Kekurangan air

dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan natrium dari cairan interstitial.

Apabila kehilangan cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila

volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi.

4. Kalium

Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan ekstraseluler berperan penting di

dalam terapi gangguan keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh

sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat

berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein didalam sel. Kadar kalium plasma

3,5-5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 3,5-4,5 mEq/kgBB. Keseimbangan kalium

sangat berhubungan dengan konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-

90 mEq/liter, faeces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/liter.

5. Kalsium

Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama susu, 80-90% dikeluarkan lewat

faeces dan sekitar 20% lewat urine. Jumlah pengeluaran ini tergantung pada intake,

besarnya tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi oleh

kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, da hipofisis. Sebagian besar (99%)

ditemukan didalam gigi dan + 1% dalam cairan ekstraseluler dan tidak terdapat dalam sel.

Page 4: Terapi Cairan Pada Pembedahan

6. Magnesium

Magnesium ditemukan di semua jenis makanan. Kebutuhan unruk pertumbuhan + 10

mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan faeces.

7. Anion

Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3-),

sedangkan anion utama dalam cairan intraselular adalah ion fosfat (PO43-).

8. Karbonat

Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh sebagai salah satu hasil akhir

daripada metabolisme. Kadar bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali bikarbonat

yang akan dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan sangat

penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.

9. Non elektrolit

Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam cairan. Zat lainya

termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.

D. Proses Pergerakan Cairan Tubuh

Perpindahan air dan zat terlarut di antara bagian-bagian tubuh melibatkan mekanisme

transpor pasif dan aktif. Mekanisme transpor pasif tidak membutuhkan energy sedangkan

mekanisme transpor aktif membutuhkan energi. Difusi dan osmosis adalah mekanisme

transpor pasif. Sedangkan mekanisme transpor aktif berhubungan dengan pompa Na-K yang

memerlukan ATP.

Proses pergerakan cairan tubuh antar kompertemen dapat berlangsung secara:

1. Osmosis

Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran semipermeabel

(permeabel selektif) dari larutan berkadar lebih rendah menuju larutan berkadar lebih

tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeable terhadap air,

sehingga tekanan osmotik cairan tubuh seluruh kompartemen sama. Membran

Page 5: Terapi Cairan Pada Pembedahan

semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun tidak dapat

dilalui zat terlarut misalnya protein. Tekanan osmotik plasma darah ialah 285+ 5

mOsm/L. Larutan dengan tekanan osmotik kira-kira sama disebut isotonik (NaCl

0,9%, Dekstrosa 5%, Ringer laktat). Larutan dengan tekanan osmotik lebih rendah

disebut hipotonik (akuades), sedangkan lebih tinggi disebut hipertonik.

2. Difusi

Difusi ialah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak dari

konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Tekanan hidrostatik

pembuluh darah juga mendorong air masuk berdifusi melewati pori-pori tersebut. Jadi

difusi tergantung kepada perbedaan konsentrasi dan tekanan hidrostatik.

3. Pompa Natrium Kalium

Pompa natrium kalium merupakan suatu proses transpor yang memompa ion natrium

keluar melalui membran sel dan pada saat bersamaan memompa ion kalium dari luar

ke dalam. Tujuan dari pompa natrium kalium adalah untuk mencegah keadaan

hiperosmolar di dalam sel.

E. Asupan dan ekskresi cairan dan elektrolit fisiologis

Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh stres akibat

operasi, kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada paru-paru, kulit

atau traktus gastrointestinal.

Pada keadaan normal, seseorang mengkonsumsi air rata-rata sebanyak 2000-2500 ml per hari,

dalam bentuk cairan maupun makanan padat dengan kehilangan cairan rata rata 250 ml dari

feses, 800-1500 ml dari urin, dan hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak disadari

(insensible water loss) dari kulit dan paru-paru.

1. Perubahan cairan tubuh

Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :

Page 6: Terapi Cairan Pada Pembedahan

a) Perubahan volume

1) Defisit volume

Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan tubuh yang

paling umum. Penyebab paling umum adalah kehilangan cairan di gastrointestinal

akibat muntah, penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula. Penyebab lainnya

dapat berupa kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak, infeksi, inflamasi

jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar. Keadaan akut, kehilangan

cairan yang cepat akan menimbulkan tanda gangguan pada susunan saraf pusat

dan jantung. Pada kehilangan cairan yang lambat lebih dapat ditoleransi sampai

defisi volume cairan ekstraselular yang berat terjadi.

2) Dehidrasi

Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar konsentrasi serum dari

natrium menjadi isonatremik (130-150 mEq/L), hiponatremik (<139 mEq/L) atau

hipernatremik (>150 mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling

sering terjadi (80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik sekitar

5-10% dari kasus.

Dehidrasi isotonis (isonatremik): terjadi ketika kehilangan cairan hampir sama

dengan konsentrasi natrium terhadap darah. Kehilangan cairan dan natrium

besarnya relatif sama dalam kompartemen intravaskular maupun kompartemen

ekstravaskular.

Dehidrasi hipotonis (hiponatremik): terjadi ketika kehilangan cairan dengan

kandungan natrium lebih banyak dari darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara

garis besar terjadi kehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang

hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen intravaskular

berpindah ke kompartemen ekstravaskular, sehingga menyebabkan penurunan

volume intravaskular.15

Page 7: Terapi Cairan Pada Pembedahan

Dehidrasi hipertonis (hipernatremik): terjadi ketika kehilangan cairan dengan

kandungan natrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara

garis besar terjadi kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang

hilang. Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular berpindah ke

kompartemen intravaskular, sehingga meminimalkan penurunan volume

intravaskular.15

b) Kelebihan volume

Kelebihan volume cairan ekstraselular merupakan suatu kondisi akibat iatrogenic

(pemberian cairan intravena seperti NaCl yang menyebabkan kelebihan air dan NaCl

ataupun pemberian cairan intravena glukosayang menyebabkan kelebihan air) ataupun

dapat sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirosis, ataupun gagal

jantung kongestif.9,10 Kelebihan cairan intaseluler dapat terjadi jika terjadi kelebihan

cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau berkurang.10

c) Perubahan konsentrasi

1) Hiponatremia

Kadar natrium normal 135-145 mEq/L, bila kurang dari 135 mEq/ L, sudah dapat

dibilang hiponatremia. Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi,

gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan, sedangkan jika

kadar < 110 mg/L maka akan timbul gejala kejang, koma. Hiponatremia ini dapat

disebabkan oleh euvolemia (SIADH, polidipsi psikogenik), hipovolemia (disfungsi

tubuli ginjal, diare, muntah, third space losses, diuretika), hipervolemia (sirosis,

nefrosis). Keadaan ini dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ ≥ 125 mg/L) atau

NaCl 3% ssebanyak (140-X)xBBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5-2,5 mg/kg.12

Koreksi hiponatremia yang sudah berlangsung lama dilakukan scara perlahanlahan,

sedangkan untuk hiponatremia akut lebih agresif. Untuk menghitung Na serum

yang dibutuhkan dapat menggunakan rumus :

Page 8: Terapi Cairan Pada Pembedahan

Na= Na1 – Na0 x TBW

Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq)

Na1 = 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan

Na0 = Na serum yang actual

TBW = total body water = 0,6 x BB (kg)

2) Hipernatremia

Bila kadar natrium lebih dari 145 mEq/L disebut dengan hiperkalemia. Jika kadar

natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala berupa perubahan mental, letargi,

kejang, koma, lemah. Hipernatremi dapat disebabkan oleh kehilangan cairan

(diare, muntah, diuresis, diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air

kurang, asupan natrium berlebihan. Terapi keadaan ini adalah penggantian cairan

dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak {(X-140) x BB x 0,6}: 140.12

3) Hipokalemia

Jika kadar kalium < 3 mEq/L. Dapat terjadi akibat dari redistribusi akut kalium

dari cairan ekstraselular ke intraselular atau dari pengurangan kronis kadar total

kalium tubuh. Tanda dan gejala hipokalemia dapat berupa disritmik jantung,

perubahan EKG (QRS segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural,

kelemahan otot skeletal, poliuria, intoleransi glukosa. Terapi hipokalemia dapat

berupa koreksi faktor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-obatan), infuse

potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild hipokalemia ;>2 mEq/L) atau

infus potasium klorida sampai 40 mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk

hipokalemia berat;<2mEq/L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang

hebat).13 Rumus untuk menghitung defisit kalium18 :

K = K1 – K0 x 0,25 x BB

Page 9: Terapi Cairan Pada Pembedahan

K = kalium yang dibutuhkan

K1 = serum kalium yang diinginkan

K0 = serum kalium yang terukur BB = berat badan (kg)

4) Hiperkalemia

Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/L, sering terjadi karena insufisiensi renal

atau obat yang membatasi ekskresi kalium (NSAIDs, ACE-inhibitor,

siklosporin, diuretik). Tanda dan gejalanya terutama melibatkan susunan saraf

pusat (parestesia, kelemahan otot) dan sistem kardiovaskular (disritmik,

perubahan EKG). Terapi untuk hiperkalemia dapat berupa intravena kalsium

klorida 10% dalam 10 menit, sodium bikarbonat 50-100 mEq dalam 5-10

menit, atau diuretik, hemodialisis.

d) Perubahan komposisi

1) Asidosis respiratorik (pH< 3,75 dan PaCO2> 45 mmHg). Kondisi ini

berhubungan dengan retensi CO2 secara sekunder untuk menurunkan ventilasi

alveolar pada pasien bedah. Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi yang

tidak adekuat termasuk obstruksi jalan nafas, atelektasis, pneumonia, efusi

pleura, nyeri dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan penggunaan

narkose yang berlebihan. Manajemennya melibatkan koreksi yang adekuat dari

defek pulmonal, intubasi endotrakeal, dan ventilasi mekanis bila perlu.

Perhatian yang ketat terhadap higiene trakeobronkial saat post operatif adalah

sangat penting.

2) Alkalosis respiratorik (pH> 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg). Kondisi ini

disebabkan ketakutan, nyeri, hipoksia, cedera SSP, dan ventilasi yang dibantu.

Pada fase akut, konsentrasi bikarbonat serum normal, dan alkalosis terjadi

sebagai hasil dari penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk

mengkoreksi masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai, analgesia,

penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit potasium

yang terjadi.

Page 10: Terapi Cairan Pada Pembedahan

3) Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat <21 mEq/L). Kondisi ini

disebabkan oleh retensi atau penambahan asam atau kehilangan bikarbonat.

Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal, diare, fistula usus kecil,

diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat. Kompensasi awal yang terjadi adalah

peningkatan ventilasi dan depresi PaCO2. Penyebab paling umum adalah syok,

diabetik ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan keracunan

metanol. Terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan yang

mendasari. Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan bagi penanganan asidosis

berat dan hanya setelah kompensasi alkalosis respirasi digunakan.

4) Alkalosis metabolik (pH>7,45 dan bikarbonat >27 mEq/L). Kelainan ini

merupakan akibat dari kehilangan asam atau penambahan bikarbonat dan

diperburuk oleh hipokalemia. Masalah yang umum terjadi pada pasien bedah

adalah hipokloremik, hipokalemik akibat defisit volume ekstraselular. Terapi

yang digunakan adalah sodium klorida isotonik dan penggantian kekurangan

potasium. Koreksi alkalosis harus gradual selama perode 24 jam dengan

pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering.

F. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pembedahan

Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada

pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, intraoperatif dan postoperatif.

1. Faktor-faktor preoperatif

a) Kondisi yang telah ada Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi

renal dapat diperburuk oleh stres akibat operasi.

b) Prosedur diagnostic

c) Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena

dapat menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal

karena efek diuresis

osmotik.

d) Pemberian obat

Page 11: Terapi Cairan Pada Pembedahan

e) Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air

dan elektrolit

f) Preparasi bedah

g) Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan

elekrolit dari traktus gastrointestinal.

h) Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada

i) Restriksi cairan preoperative

j) Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat

kehilangan cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat

jika pasien menderita demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.

k) Defisit cairan yang telah ada sebelumnya harus dikoreksi sebelum operasi

untuk meminimalkan efek dari anestesi.

2. Faktor-faktor intraoperatif

a) Induksi anestesi

Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan

hipovolemia preoperatif karena hilangnya mekanisme kompensasi

seperti takikardia dan vasokonstriksi.

b) Kehilangan darah yang abnormal

c) Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya

kehilangan cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)

d) Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada

luka operasi yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan)

3. Faktor-faktor postoperatif

a) Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi

b) Peningkatan katabolisme jaringan

c) Penurunan volume sirkulasi yang efektif

d) Risiko atau adanya ileus postoperatif

Page 12: Terapi Cairan Pada Pembedahan

G. Terapi Cairan

Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-batas

fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara

intravena.

Terapi cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah

pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang

terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga.

1. Terapi cairan resusitasi

Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh

atau ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi jaringan.

Misalnya pada keadaan syok dan luka bakar. Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan

dengan pemberian infus Normal Saline (NS), Ringer Asetat (RA), atau Ringer laktat

(RL) sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada syok hemoragik bisa diberikan 2-3

L dalam 10 menit.

2. Terapi rumatan

Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi. Orang

dewasa rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama

Na+=1-2 mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan

pengganti cairan yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal,

keringat (lewat kulit) dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water

losses.

Untuk anak digunakan rumus Holiday Segar 4:2:1, yaitu :

Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dengan kandungan karbohidrat

atau infus yang hanya mengandung karbohidrat saja. Larutan elektrolit yang juga

mengandung lah larutan KA-EN, dextran + saline, DGAA, Ringer’s dextrose, dll.

Sedangkan larutan rumatan yang mengandung hanya karbohidrat adalah dextrose 5%.

Tetapi cairan tanpa elektrolit cepat keluar dari sirkulasi dan mengisi ruang antar sel

Page 13: Terapi Cairan Pada Pembedahan

sehingga dextrose tidak berperan dalam hipovolemik. Dalam terapi rumatan cairan

keseimbangan kalium perlu diperhatikan karena seperti sudah dijelaskan kadar

berlebihan atau kekurangan dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya.

Umumnya infus konvensional RL atau NS tidak mampu mensuplai kalium sesuai

kebutuhan harian. Infus KA-EN dapat mensuplai kalium sesuai kebutuhan harian.

Pada pembedahan akan menyebabkan cairan pindah ke ruang ketiga, ke ruang

peritoneum, ke luar tubuh. Untuk menggantinya tergantung besar kecilnya

pembedahan, yaitu :

a) 6-8 ml/kg untuk bedah besar

b) 4-6 ml/kg untuk bedah sedang

c) 2-4 ml/kg untuk bedah kecil

H. Jenis-Jenis Cairan

1. Cairan Kristaloid

Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF). Cairan

kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama

efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler.

Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.

Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untuk

resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai cairan

intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami

metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan

adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis

hiperkloremik (delutional hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat

plasma akibat peningkatan klorida.

Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih banyak

menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya

dipilih untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.

Page 14: Terapi Cairan Pada Pembedahan

Pada suatu penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit larutan

kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru serta

berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang

mendapat infus 1 liter NaCl 0,9Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga

dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.

2. Cairan Koloid

Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut “plasma substitute” atau

“plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat

molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung

bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu

koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok

hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan

kehilangan protein yang banyak (misal luka bakar).

Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:

a) Koloid alami:

Yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%). Dibuat

dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 60°C selama 10 jam untuk

membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain

mengandung albumin (83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.

b) Koloid sintetis:

1) Dextran:

Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70

(Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri

Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh dalam media sukrosa.

Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander yang lebih baik

dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki

Page 15: Terapi Cairan Pada Pembedahan

aliran darah lewat sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan

(viskositas) darah. Selain itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang

dapat mengurangi platelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII,

meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian

Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match, waktu

perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat

menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan

memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.

 

2) Hydroxylethyl Starch (Heta starch)

Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 – 1.000.000, rata-

rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg.

Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan 46%

lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari.

Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat

meningkatkan kadar serum amilase ( walau jarang). Low molecullar weight

Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu

mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan

dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma volume

expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu

koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan

pada penderita gawat.

3) Gelatin

Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul

rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen binatang.

Ada 3 macam gelatin, yaitu:

- modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)

-Urea linked gelatin

Page 16: Terapi Cairan Pada Pembedahan

-Oxypoly gelatin

I. Terapi Cairan Preoperatif

Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement) harus

diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah sebelum induksi.

Setelah dari sisa defisit yang masih ada diberikan pada jam pertama pembedahan, sedangkan

sisanya diberikan pada jam kedua berikutnya. Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup

diganti dengan ciran hipotonis seperti garam fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose. Pada

penderita yang karena penyakitnya tidak mendapat nutrisi yang cukup maka sebaiknya

diberikan nutrisi enteral atau parenteral lebih dini lagi. Penderita dewasa yang dipuasakan

karena akan mengalami pembedahan (elektif) harus mendapatkan penggantian cairan

sebanyak 2 ml/kgBB/jam lama puasa. Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan

(hipovolemik, dehidrasi) yang seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera diganti

dengan melakukan resusitasi cairan atau rehidrasi sebelum induksi anestesi.

J. Terapi Cairan Intraoperatif

Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung berdasarkan kebutuhan dasar

ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan (perdarahan, translokasi cairan dan

penguapan atau evaporasi). Jenis cairan yang diberikan tergantung kepada prosedur

pembedahannya dan jumlah darah yang hilang.

1. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya bedah mata

(ekstrasi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan saja selama pembedahan.

2. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya: appendektomi dapat diberikan

cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kgBB/jam

untuk pengganti akibat trauma pembedahan. Total yang diberikan adalah 6

ml/kgBB/jam berupa cairan garam seimbang seperti Ringer Laktat atau Normosol-

R.

3. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam

untuk kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk pembedahannya. Total 10

ml/kgBB/jam.

Page 17: Terapi Cairan Pada Pembedahan

K. Terapi Cairan Postoperatif

Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:

1. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan air

untuk penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar ± 50 ml/kgBB/24 jam.

Pada hari pertama pasca bedah tidak dianjurkan pemberian kalium karena adanya

pelepasan kalium dari sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan transfusi darah.

Akibat stress pembedahan, akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang cenderung

menimbulkan retensi air dan natrium. Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca bedah tidak

perlu pemberian natrium. Penderita dengan keadaan umum baik dan trauma

pembedahan minimum, pemberian karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai untuk

memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein sampai 50% kadar

albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian cairan pasca bedah cukup

dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garamisotonis. Terapi cairan ini

berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan.

2. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:

a) Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat sekitar 15% setiap kenaikan 1°C

suhu tubuh

b) Adanya pengeluaran cairan lambung melalui sonde lambung atau muntah.

c) Penderita dengan hiperventilasi atau pernapasan melalui trakeostomi dan

humidifikasi.

3. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan yang

belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikan

transfusi darah untuk memperbaiki daya angkut oksigen.

4. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi cairan tersebut.

Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah,

frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensi nafas,

suhu tubuh dan warna kulit.

L. Tranfusi darah

Page 18: Terapi Cairan Pada Pembedahan

Untuk kepentingan klinik hanya dikenal dua sistem penggolongan darah, yaitu sistem ABO dan sistem Rh . Sebagian besar pasien mempunyai sistem Rh+ (85%) dan sisanya (15%) sistem Rh-. Untuk mengetahui jumlah volume darah seseorang, biasanya digunakan patokan berat badan.

Jenis golongan darah ABO

Jenis Antibodi Kekerapan Golongan A Anti A 45% Golongan B Anti B 8%

Golongan AB - 4%

Golongan O Anti A dan Anti B 43%

Volume darah

Usia ml/kgBB

Prematur 95

Cukup bulan 85

Anak kecil 80

Anak besar 75-80

Dewasa

- Pria

- Wanita

75

65

Indikasi transfuse darah

• Perdarahan akut sampai Hb<8 gr% atau Ht<30%. Pada orang tua, kelainan paru,

kelainan jantung Hb<10 gr%

• Bedah mayor kehilangan darah >20% volum darah

Darah simpan

• Darah donor sebelum disimpan untuk diberikan pada resipien harus dibebaskan dari pelbagai macam penyakit yang mungkin dapat menulari resipien

• Darah simpan supaya awet dan tidak membeku perlu disimpan dalam suatu tempat dengan suhu sekitar 10-60C diberi pengawet

Pengawet campuran

Page 19: Terapi Cairan Pada Pembedahan

1. Sitrat untuk mengikat kalsium supaya tidak terjadi pembekuan, fosfat sebagai penyangga (buffer)

2. Dekstrosa sebagai sumber energi sel darah merah

3. Adenine membantu resistentis adenosine trifosfat dan menjaga supaya 2,3 DPG tidak

cepat rusak

Pengawet campuran

• ACD (Acid Citrate Dextrose)

• CPD (Citrate Phospate Dextrose)

• CPDA (Citrate Phospate Dextrose Adenine)

Transfuse darah massif

Perdarahan masif ialah perdarahan lebih dari sepertiga volum darah dalam waktu <30 menit.

Definisi tentang transfusi darah masif masih tidak jelas dan banyak versi

• Transfusi darah sebanyak lebih dari 1-2 kali volum darah dalam waktu lebih dari 24 jam

• Transfusi darah lebih besar dari 50% volum darah dalm waktu singkat (misalnya, 5 unit dalam 1 jam untuk berat 70 kg)

Transfuse darah autologus

• Darah pasien sendiri diambil 3 unit beberapa hari sebelumnya, kemudian disimpan di bank darah

• Setelah tiga hari ditranfusikan kembali ke pasien. • Waktu tiga hari diperlukan untuk penyesuaian volum plasma.

Komplikasi tranfusi darah

• Reaksi Hemolitik • Infeksi à virus, bakteri, parasit

• Lain-lain à Demam, urtikaria, anafilaksis, edema paru non kardial, purpura, intoksikasi sitrat, hiperkalemi, asidosis.

Penanggulangan reaksi transfusi

Stop transfusi

Page 20: Terapi Cairan Pada Pembedahan

Naikkan tekanan darah dengan koloid, kristaloid, jika perlu tambah vasokonstriktor,

inotropik

Berikan oksigen 100%

Diuretika manitol 50 mg atau furosemid (lasix) 10-20 mg

Antihistamin

Stroid dosis tinggi

Jika perlu ‘exchange transfusion’

Periksa analisa gas dan pH darah

M. KESIMPULAN

Tubuh mengandung 60 % air yang disebut juga cairan tubuh. Cairan tubuh didalamnya

terkandung nutrisi-nutrisi yang amat penting peranannya dalam metabolisme sel, sehingga

amat penting dalam menunjang kehidupan.

Dalam pembedahan, tubuh kekurangan cairan karena perdarahan selama pembedahan

ditambah lagi puasa sebelum dan sesudah operasi. Gangguan dalam keseimbangan cairan dan

elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-

faktor preoperatif, perioperatif dan postoperatif.

Terapi cairan parenteral digunakan untuk mempertahankan atau mengembalikan volume dan

komposisi normal cairan tubuh. Dalam terapi cairan harus diperhatikan kebutuhannya sesuai

usia dan keadaan pasien, serta cairan infus itu sendiri. Jenis cairan yang bisa diberikan untuk

terapi cairan adalah cairan kristaloid dan cairan koloid.

Page 21: Terapi Cairan Pada Pembedahan

DAFTAR PUSTAKA

Adelmen, R.D., Solhaug, M.J., 2000. Patofisiologi Cairan Tubuh dan Terapi Cairan. In: Behrman, R.E., Kliegman, R.M., Arvin, Ann.M., Ilmu Kesehatan Anak Nelson ed 15, jilid 2. Jakarta: EGC; 258-266

Hartanto, W.W., 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bagian Farmakologi Klinik dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Guyton, Arthur C, Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit, EGC Penerbit buku kedokteran, Jakarta, 1987.