47
TERAPI CAIRAN DAN ELEKTROLIT PERIOPERATIF Purwoko, dr, SpAn.KAKV SMF/Bagian Anestesiologi dan Reanimasi RSUD Dr. Moewardi / FK UNS Abstrak Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang kadang-kadang dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai penyakit primernya, perdarahan, manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan yang mengakibatkan terjadinya sequestrasi atau translokasi cairan. Tujuan utama terapi cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit pra, selama, dan pasca bedah. Terapi dinilai berhasil apabila pada penderita tidak ditemukan tanda-tanda hipovolemik dan hipoperfusi atau tanda-tanda kelebihan cairan. Pada praktiknya, banyak hal yang sulit diukur atau dinilai dengan obyektif. Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan kompartemen ekstraselular. Kompartemen ekstrselular dibagi menjadi cairan intravaskular dan intersisial. Selain air, cairan tubuh mengandung elektrolit (Na + , K + , Cl - , HCO 3- , PO 4 3- ) dan nonelektrolit (kreatinin, bilirubin). Proses pergerakan cairan tubuh antar kompartemen dapat berlangsung secara osmosis, difusi, atau pompa natrium-kalium. Perubahan dalam cairan tubuh dapat terjadi karena perubahan volume (defisit volume seperti dehidrasi dan kelebihan volume), dan perubahan konsentrasi (elektrolit), perubahan komposisi (asidosis dan alkalosis). Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, perioperatif dan postoperatif. Oleh karena itu dasar terapi cairan dan elektrolit perioperati berdasar kepada kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian, defisit pra, saat, dan pasca pembedahan. Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 0 0

Terapi Cairan & Elektrolit Perioperatif

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Terapi Cairan & Elektrolit Perioperatif

Citation preview

TERAPI CAIRAN DAN ELEKTROLIT PERIOPERATIF

Purwoko, dr, SpAn.KAKV

SMF/Bagian Anestesiologi dan Reanimasi

RSUD Dr. Moewardi / FK UNS

Abstrak

Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang

kadang-kadang dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai penyakit

primernya, perdarahan, manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan yang

mengakibatkan terjadinya sequestrasi atau translokasi cairan. Tujuan utama terapi

cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit pra, selama, dan pasca bedah.

Terapi dinilai berhasil apabila pada penderita tidak ditemukan tanda-tanda hipovolemik

dan hipoperfusi atau tanda-tanda kelebihan cairan. Pada praktiknya, banyak hal yang

sulit diukur atau dinilai dengan obyektif.

Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraselular dan

kompartemen ekstraselular. Kompartemen ekstrselular dibagi menjadi cairan

intravaskular dan intersisial. Selain air, cairan tubuh mengandung elektrolit (Na+, K+,

Cl-, HCO3-, PO43-) dan nonelektrolit (kreatinin, bilirubin). Proses pergerakan cairan

tubuh antar kompartemen dapat berlangsung secara osmosis, difusi, atau pompa

natrium-kalium. Perubahan dalam cairan tubuh dapat terjadi karena perubahan volume

(defisit volume seperti dehidrasi dan kelebihan volume), dan perubahan konsentrasi

(elektrolit), perubahan komposisi (asidosis dan alkalosis).

Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang

umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif,

perioperatif dan postoperatif. Oleh karena itu dasar terapi cairan dan elektrolit

perioperati berdasar kepada kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian, defisit pra,

saat, dan pasca pembedahan.

Kebutuhan normal cairan orang dewasa rata-rata 30-35 ml/kgBB dan

elektrolit Na+ = 1-2 mmol/kgBB/hari dan K+=1 mmol/kgBB/hario. Saat pembedahan

harus dilihat banyaknya perdarahan untuk digantikan. Selain mengganti cairan tubuh,

perlu diperhatikan pula jenis cairan yang digunakan untuk menggantinya. Cairan

tersebut dapat berupa kristaloid atau koloid yang masing-masing mempunyai

keuntungan tersendiri yang diberikan sesuai dengan kondisi pasien.

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 0 0

TERAPI CAIRAN DAN ELEKTROLIT PERIOPERATIF

Purwoko, dr, SpAn.KAKV

SMF/Bagian Anestesiologi dan Reanimasi

RSUD Dr. Moewardi / FK UNS

PENDAHULUAN

Defisit cairan perioperatif timbul sebagai akibat puasa pra-bedah yang

kadang-kadang dapat memanjang, kehilangan cairan yang sering menyertai

penyakit primernya, pendarahan, manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan

yang mengakibatkan terjadinya sequestrasi atau translokasi cairan. Pada

periode pasca bedah kadang-kadang pevdarahan dan atau kehilangan cairan

(dehidrasi) masih berlangsung, yang tentu saja memerlukan perhatian

khusus.1,2

Puasa pra-bedah selama 12 jam atau lebih dapat menimbulkan defisit

cairan (air dan elektrolit) sebanyak 1 liter pada pasien orang dewasa.1,3,4 Gejala

dari defisit cairan ini belum dapat dideskripsikan, tetapi termasuk didalamnya

adalah rasa haus, perasaan mengantuk, dan pusing kepala.1,5 Gejala dehidrasi

ringan ini dapat memberikan kontribusi terhadap memanjangnya waktu

perawatan di rumah sakit yang terlihat dari penelitian 17.638 pasien dengan

haisl bahwa rasa kantuk dan pusing kepala pasca bedah merupakan faktor

predikator yang berdiri sendiri terhadap bertambah lamanya waktu perawatan

pasca bedah.6

Tujuan utama terapi cairan perioperatif adalah untuk mengganti defisit

pra bedah, selama pembedahan dan pasca bedah dimana saluran pencernaan

belum berfungsi secara optimal disamping untuk pemenuhan kebutuhan normal

harian. Terapi dinilai berhasil apabila pada penderita tidak ditemukan tanda-

tanda hipovolemik dan hipoperfusi atau tanda-tanda kelebihan cairan berupa

edema paru dan gagal nafas.2 Sampai saat ini terapi cairan dan elektrolit

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 1 1

perioperatif masih merupakan topik yang menarik untuk dibicarakan, karena

dalam praktiknya, banyak hal yang sulit diukur atau dinilai secara obyektif.

ANATOMI CAIRAN TUBUH

Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, persentasenya

dapat berubah tergantung pada umur, jenis kelamin, dan derajat obesitas

seseorang. Pada bayi usia <1 tahun cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat

badan dan pada bayi usia >1 tahun mengandung air sebanyak 70-75%. Seiring

dengan pertumbuhan seseorang persentase jumlah cairan terhadap berat

badan berangsur-angsur turun yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan,

sedangkan pada wanita dewasa 50% berat badan.5 Hal ini terlihat pada tabel

berikut :

Tabel 1. Perubahan cairan tubuh total sesuai usia

Usia Kilogram Berat (%)

Bayi prematur 80

3 bulan 70

6 bulan 60

1-2 tahun 59

11-16 tahun 58

Dewasa 58 – 60

Dewasa dengan obesitas 40 – 50

Dewasa kurus 70 - 75

Dikutip dari : Garner MW : Physiology and pathophysiology of the body fluid,

St. Louis, 1981, Mosby,5

Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh, yang dapat terjadi pada

perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif

maupun perioperatif, dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika

gangguan tersebut tidak dikoreksi secara adekuat sebelum tindakan anestesi

dan bedah, maka resiko penderita menjadi lebih besar. Seluruh cairan tubuh

didistribusikan ke dalam kompartemen ekstraseluler dibagi menjadi cairan

intravaskular dan intersisial.5

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 2 2

A. Cairan intraselular

Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraseluler. Pada

orang dewasa, sekitar duapertiga dari cairan dalam tubuhnya terdapat di

intraseluler (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki dengan berat

badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya setengah dari

berat badannya merupakan cairan intraselular.

B. Cairan ekstraselular

Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah relatif

cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi baru lahir,

sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan ekstraselular. Setelah

usia 1 tahun, jumlah cairan ekstraselular menurun sampai sekitar

sepertiga dari volume total. Ini sebanding dengan sekitar 15 liter pada

dewasa muda cengan berat rata-rata 70 kg.5

C. Cairan ekstraselular dibagi menjadi 5:

1. Cairan Interstisial

Cairan yang mengelilingi sel termasuk dalam cairan interstisial, sekitar

11-12 liter pada orang dewasa. Cairan limfe termasuk dalam volume

interstisial. Relatif terhadap ukuran tubuh, volume ISF adalah sekitar 2

kali lipat pada bayi baru lahir dibandingkan orang dewasa.5

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 3 3

2. Cairan Intravaskular

Merupakan cairan yang terkandung dalam pembuluh darah (contohnya

volume plasma). Rata-rata volume darah orang dewasa sekitar 5-6 L

dimana 3 liternya merupakan plasma, sisanya terdiri dari sel darah

merah, sel darah putih dan platelet.5

3. Cairan Transeluler

Merupakan cairan yang terkandung diantara rongga tubuh tertentu

seperti serebrospinal, perikardial, pleura, sendi sinovial, intraokular dan

sekresi saluran pencernaan. Pada keadaan sewaktu, volume cairan

transeluler adalah sekitar 1 liter, tetapi cairan dalam jumlah banyak

dapat masuk dan keluar dari ruang transeluler.5

Diagram 1. Distribusi Cairan Tubuh

Diambil dari Lyon Lee. Fluid and Electrolyte Therapy. Oklahoma State

University – Center for Veterinary Health. 2006.

http.//member.tripod.com/~lyser/ivfs.html

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 4 4

Body100%

Water60% (100)

Tissue40%

Intracellular space40% (60)

Extracellular space20% (40)

Intracellular space15% (30)

Intravascular space5% (10)

Selain air, cairan tubuh mengandung dua jenis zat yaitu elektrolit dan non

elektrolit.5

1. Elektrolit

Merupakan zat yang terdisosiasi dalam cairan dan menghantarkan

arus listrik. Elektrolit dibedakan menjadi ion positif (kation) dan ion

negatif (anion). Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu

sama(diukur dalam miliekuivalen).5

a. Kation

Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah sodium (Na+),

sedangkan kation utama dalam cairan intraselular adalah

potassium (K+). Suatu sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh

yang memompa keluar sodium dan potassium ini.

b. Anion

Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah klorida (Cl-) dan

bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama daam cairan

intraselular adalan ion fosfat (PO43-).

Karena kandungan elektrolit dalam plasma dan cairan

interstisial pada intinya sama maka nilai elektrolit plasma

mencerminkan komposisi dari cairan ekstraseluler tetapi tidak

mencerminkan komposisi cairan intraseluler.5

a. Natrium

Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraselular

dan aling berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar

natrium plasma: 135-145mEq/liter. Kadar natrium dalam plasma

diatur lewat beberapa mekanisme:

Left atrial stretch reseptor

Central baroreseptor

Renal afferent baroreseptor

Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)

Atrial natriuretic factor

Sistem renin angiotensin

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 5 5

Sekresi ADH

Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW = Total Body

Water)

Kadar natrium dalam tubuh 58,5 mEq/kgBB dimana + 70 %

atau 40,5 mEq/liter dan keringat 58 mEq/liter. Kebutuhan setiap hari

= 100mEq. (6 -15) gram NaCl.)7

Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan

interstitial maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak

mengeluarkan natrium (muntah, diare) sedangkan pemasukan

terbatas maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan

natrium. Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti

dengan air dan natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan

cairan terus berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila

volume plasma tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah

kegagalan sirkulasi.7

b. Kalium

Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan

ekstraseluler berperan penting di dalam terapi gangguan

keseimbangan air dan elektrolit. Jumlah kalium dalam tubuh sekitar

53 mEq/kgBB dimana 99% dapat berubah-ubah sedangkan yang

tidak dapat berpindah adalah kalium yang terikat dengan protein

didalam sel.7 Kadar kalium plasma 3,5-5,0 .Eq/liter, kebutuhan

setiap hari 1-3 mEq/kgBB.

Keseimbangan kalium sangat berhubungan dengan

konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi kalium lewat urine 60-

90mEq/liter, feaces 72 mEq/liter dan keringat 10 mEq/Liter.7

c. Kalsium

Kalsium dapat dalam makanan dan minuman, terutama

susu, 80-90% dikeluarkan lewat feaces dan sekitar 20% lewat

urine. Jumlah pengeluaran ini tergantung pada intake, besarnya

tulang, keadaan endokrin. Metabolisme kalsium sangat dipengaruhi

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 6 6

oleh kelenjar-kelenjar paratiroid, tiroid, testis, ovarium, dan hipofisis.

Sebagian besar (99%) ditemukan di dalam ggi dan ± 1% dalam

cairan ekstraselular dan tidak terdapat dalam sel.7

d. Magnesium

Magnesium ditemukan di senua jenis makanan. Kebutuhan

untuk pertumbuhan ± 10 mg/hari. Dikeluarkan lewat urine dan

feaces.

e. Karbonat

Asam karbonat dan karbohidrat terdapat dalam tubuh

sebagai salah satu hasil akhir daripada metabolisme. Kadar

bikarbonat dikontrol oleh ginjal. Sedikit sekali bikarbonat yang akan

dikeluarkan urine. Asam bikarbonat dikontrol oleh paru-paru dan

sangat penting peranannya dalam keseimbangan asam basa.

2. Non elektrolit

Merupakan zat seperti glukosa dan urea yang tidak terdisosiasi dalam

cairan. Zat lainnya termasuk penting adalah kreatinin dan bilirubin.

Gambar 1. susunan kimia cairan ekstraseluler dan intraseluler

Diambil dari Guyton & Hall. 1997. buku Ajar Fisiologi Kedokteran.

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 7 7

Asupan dan kehilangan cairan dan elektrolit pada keadaan normal

Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat

berubah oleh stres akibat operasi, kontrol hormon yang abnormal, ataupun oleh

adanya cedera pada paru-paru, kulit, atau gastrointestinal.9

Pada keadaan normal seseorang mengkonsumsi air rata-rata

sebanyak 2000-2500 ml per hari, dalam bentuk cairan maupun makanan padat

dengan kehilangan cairan rata-rata 250 ml feses, 800-1500 ml dari urine, dan

hampir 600 ml kehilangan cairan yang tidak disadari (insensible water loss )

dari kulit dan paru-paru.9 Kepustakaan lain menyebutkan asupan cairan didapat

dari metabolisme oksidatif dari karbohidrat, protein dan lemak yaitu sekitar 250-

300 ml per hari, cairan yang diminum setiap hari sekitar 1100-1400 ml tiap hari,

cairan dari makanan padat sekitar 800-100 ml tiap hari, sedangkan kehilangan

cairan terjadi dari ekskresi urin (rata-rata 1500 ml tiap hari, 40-80 ml per jam

untuk orang dewasa dan 0,5 ml/kg untuk pediatrik), kulit (insensible loss

sebanyak rata-rata 6 ml/kg/24 jam pada rata-rata orang dewasa yang mana

volume kehilangan bertambah pada keadaan demam yaitu 100-150 ml tiap

kenaikan suhu tubuh 1 derajat Celcius pada suhu tubuh di atas 37 celcius dan

sensible loss yang banyaknya tergantung dari tingkatan dan jenis aktivitas yang

dilakukan), paru-paru (sekitar 400 ml tiap hari dari insensible loss), traktus

gastointestinal (100-200 ml tiap hari yang dapat meningkat sampai 3-6 L tiap

hari jika terdapat penyakit di traktus gastrointestinal), third-space loses5.

Tabel 2. rata-rata harian asupan dan kehilangan cairan pada orang dewasa

FLUID GAINS FLUID LOSES

Oxidative 300 Ml

Metabolism

Oral fluids 1100-1400 ml

Solid foods 800-1000 ml

Kidneys 1200-1500 ml

Skin 500-600 ml

Lungs 400 ml

GI tract 100-200 ml

TOTAL 2200-2700 ml TOTAL 2200-2700 ml

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 8 8

Perubahan cairan tubuh

Perubahan cairan tubuh dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu :

1. Perubahan Volume

a. Defisit volume

Defisit volume cairan ekstraselular merupakan perubahan cairan

tubuh yang paling umum terjadi pada pasien bedah. Penyebab paling

umum adalah kehilangan cairan di gastrointestinal akibat muntah,

penyedot nasogastrik, diare dan drainase fistula. Penyebab lainnya

dapat berupa kehilangan cairan pada cedera jaringan lunak, infeksi,

inflamasi jaringan, peritonitis, obstruksi usus, dan luka bakar. Keadaan

akut, kehilangan cairan yang cepat akan menimbulkan tanda gangguan

pada susunan syaraf pusat dan jantung. Pada kehlangan cairan yang

lambat lebih dapat ditoleransi sampai defisi volume cairan ekstraseluler

yang berat terjadi.9

Dehidrasi

Dehidrasi sering dikategorikan sesuai dengan kadar

konsntrasi serum dari natrium menjadi isonatremik (130-150

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 9 9

mEq/L), hponatremik (<139 mEq/L) atau hipernatremik (>150

mEq/L). Dehidrasi isonatremik merupakan yang paling sering terjadi

(80%), sedangkan dehidrasi hipernatremik atau hiponatremik

sekitar 5-10% dari kasus.15

Dehidrasi isotonis (isonatremik) terjadi ketika kehilangan

cairan hampir sama dengan konsentrasi natrium terhadap darah.

Kehilangan cairan dan natrium besarnya relatif sama dalam

kompartemen intravaskular maupun kompartemen ekstravaskular.15

Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika

kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih banyak dari

darah (kehilangan cairan hipertonis). Secara garis besar

terjadikehilangan natrium yang lebih banyak dibandingkan air yang

hilang. Karena kadar natrium serum rendah, air di kompartemen

intravaskular berpindah ke kompartemen ekstravaskular, sehingga

menyebabkan penurunan volume intravaskular.15

Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika

kehilangan cairan dengan kandungan natrium lebih sedikit dari

darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar terjadi

kehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang.

Karena kadar natrium tinggi, air di kompartemen ekstraskular

berpindah ke kompartemen intravaskular, sehingga meminimalkan

penurunan volume intravaskular.

Tabel 3. Tanda-tanda Klinis Dehidrasi

Symptom/Sign Mild

Dehydration

Moderate

dehydration

Severe

dehydration

Level of

consciousness*

Alert

2 seconds

Lethrgic Obtunded

Capillary refill Normal 2-4 seconds Greater than 4

seconds, cool

limbs

Mucous Normal Dry Parched,

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 10 10

membranes* cracked

Tears* Normal Increased Absent

Heart rate Slight

increasec

Increased Very increased

Respiratory rate Normal Increased Increased and

Hyperpnea

Blood pressure Normal Orthostasis Decreased

Pulse Normal Thready Faint or

impalpable

Skin turgor Normal Slow Tenting

Fontanel Normal Depressed Sunken

Eyes Normal Sunken Very sunken

Urine output Decreased Oliguria Oliguria/anuria

Tabel 4. derajat dehidrasi16

Dehidrasi Dewasa Anak

Ringan

Sedang

Berat

Shock

4 %

6 %

8 %

15 % - 20 %

4 % - 5 %

5 % - 10 %

10 % - 15 %

15 % - 20 %

Terapi untuk dehidrasi (rehidrasi) dilakukan dengan

mempertimbangkan kebutuhan cairan untuk rumatan, defisit cairan

dan kehilangan cairan yang sedang berlangsung. Beberapa

pendekatan terangkum dalam tabel 5.17

Tabel 5. pendekatan pada masalah cairan dan elektrolit17

Fluid

(amount of water)

Electrolyte

(Composition)

Maintenance Determined by a

“system”: holliday –

D50,2NS + 20 mEq/L

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 11 11

segar formula, surface

area, or basal caorie

method

K+

Deficit Determined by acute

weight change or slinical

estimate

Determined by tables

(generally D50.45NS +

20 mEq/L K+

Ongoing Losses Determined by

measuring

Determined by tables

or measuring

Tabel.6 Rumusan cairan menurut rumus Holiday- Segar 15

Weight (kg) Kcal/d or mL/d Kcal/h or mL/h

0 t0 10 kg 100/kg per day 4/kg per hour

11 to 20 kg 1,000 + (50/kg per day)* 40 + (2/kg per hour)*

>20 kg 1,500 + (20/kg per day)+ 60 + (1/kg per hour)+

* For each kg >10

+ For each kg > 20

From Holiday MG, Segar WE. The maintenance need for water in

parenteral fluid therapy. Pediatrics.

1957;19:8230832

Strategi untuk rehidrasi dengan memperhitungkan deficit cairan,

cairan rumatan yang diperlukan dan kehilangan cairan yang sedang

berlangsung disesuaikan. Cairan rehidrasi 16 :

1. Nilai Status rehidrasi ( sesuai tabel 4 di atas), banyak cairan yang diberikan (D) = derajat dehidrasi (%) x BB x 1000 cc.

2. Hitung cairan rumatan (M) yang diperlukan (untuk dewasa 40 cc/kgBB/24 jam atau rumus holliday-segar seperti untuk anak-anak)

3. Pemberian cairan: 6 jam I= ½ D + 1/4 M atau 8 jam I = ½ D + ½ M

( menurut Guillot 17 ) 18 jam II = ½ D + ¾ M atau 16 jam II = ½ D + ½ M

(menurut Guillot 17 )

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 12 12

b. Kelebihan Volume

Kelebihan volume cairan ekstrasellar merupakan suatu

kondisi akibat iatronik ( Pemberian cairan intravena seperti NaCl yang

menyebabkan kelebihan air dan NaCl ataupun pemberian cairan

intravena glukosa yang menyebabkab kelebihan air) ataupun dapat

sekunder akibat insufisiensi renal (gangguan pada GFR), sirois,

ataupun gagal jantung kongestif 9,10 Kelebihan cairan intraseluler dapat

terjadi jika terjadi kelebihan cairan tetapi jumlah NaCl tetap atau

berkurang 10.

2. Perubahan Konsentrasi

- Hiponatremia

Jika < 120 mg/L maka akan timbul gejala disorientasi,

gangguan mental, letargi, iritabilitas, lemah dan henti pernafasan,

sedangkan jika kadar < 110mg/L maka akan timbul gejala kejang,

koma. Hiponatremia ini dapat disebabkan oleh euvolemia (SIADH,

polidipsi psikogenik), hipervolemia (sirosis, nefrosis). Keadaan ini

dapat diterapi dengan restriksi cairan (Na+ > 125 mg/L) atau NaCl

3% sebanyak (140-x)x BBx0,6 mg dan untuk pediatrik 1,5 – 2,5

mg/kg. 12

Koreksi hiponartremia yang sudah berlangsung lama

dilakukan secara perlahan-lahan, sedangkan untuk hiponatremia akut

lebih agresif. Untuk menghitung Na serum yang dibutuhkan dapat

menggunakan rumus 18:

Na = Na 1 – Na0 x TBW

Na = Jumlah Na yang diperlukan untuk koreksi (mEq) Na1

= 125 mEq/L atau Na serum yang diinginkan

Na0 = Na serum yang actual

TBW = total body water = 0,6 x BB(kg)

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 13 13

- Hipernatremia

Jika kadar natrium > 160 mg/L maka akan timbul gejala

berupa perubahan mental, letargi, kejang, koma, lamah. Hipernatremi

dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (diare, muntah, dieresis,

diabetes insipidus, keringat berlebihan), asupan air kurang, asupan

natrium berlebihan terapi keadaan ini adalah penggantian cairan

dengan 5% dekstrose dalam air sebanyak

{(X – 40 ) x BB x 0,6 } : 14012

- Hipokalemia

Jika kadar kalium < 3 mEq/L. dapat terjadi akibat dari

redistribusi akut kalium dari cairan ekstraseluler atau dari

pengurangan kronis kadar total kalium tubuh. Tanda dan gejala

hipokalemia dapat berupa disritmik jantung perubahan EKG ( QRS

segmen melebar, ST segmen depresi, hipotensi postural, kelemahan

otot skeletal, poliuria, intolerasi glukosa. Terapi hipokalemia dapat

berupa koreksi factor presipitasi (alkalosis, hipomagnesemia, obat-

obatan), infus potasium klorida sampai 10 mEq/jam (untuk mild

hipokalemia ;> mEq/L atau infus potasium klorida sampai 40

mEq/jam dengan monitoring oleh EKG (untuk hipokalemia berat ;<

2mEq/ L disertai perubahan EKG, kelemahan otot yang hebat).13

Rumus untuk menghitung deficit kalium 18 :

K= K1 – K0 x 0,25 x BB

K = Kalium yang dibutuhkan

K1 = serum kalium yang diinginkan

K0 = Serum kalium yang terukur

BB = berat badan (kg)

- Hiperkalemia

Terjadi jika kadar kalium > 5 mEq/ L, sering terjadi karena

insufisiensi renal atau obat yang membatasi ekskresi kalium

(NSAIDs, ACE-inhibitor, siklosporin diuretic). Tanda dan gejalanya

terutama melibatkan susunan saraf pusat( parestesia, kelemahan

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 14 14

otot) dan sitem kardiovaskular ( disritmik, perubahan EKG). Terapi

untuk hiperkalemia dapt berupa intravena kalsium klorida 10 % dalam

10 menit, sodium bikarbonat 50 – 100 mEq dalam 5 – 10 menit, atau

diuretic, hemodialisis. 13

3. Perubahan komposisi

- Asidosis respiratorik (pH<3,75 dan PaCO2 > mmHg)

Kondisi ini berhubungan dengan retensi CO2 Secara

sekunder untuk menurunkan ventilasi alveolar pada pasien bedah.

Kejadian akut merupakan akibat dari ventilasi yang tidak adekuat

termasuk obstuksi jalan nafas, atelektasis, pneumonia, efusi pleura,

nyeri dari insisi abdomen atas, distensi abdomen dan penggunaan

narkose yang berlebihan. Manajemennya melibatkan koreksi yang

adekuat dari defek pulmona, intubasi endotrakeal, dan ventilasi

mekanis bila perlu. Perhatian yang kuat terhadap hygiene

trakeobronkial saat post operatif adalah sangat penting.9,13

- Alkalosis respiratorik (pH > 7,45 dan PaCO2 < 35 mmHg)

Kondisi ini disebabkan ketakutan , nyeri , hipoksia, cedera

SSP, dan ventilasi yang dibantu. Pada fase akut, konsentrasi

bikarbonat serum normal, dan alkalosis terjadi sebagai hasil dari

penurunan PaCO2 yang cepat. Terapi ditujukan untuk mengkoreksi

masalah yang mendasari termasuk sedasi yang sesuai, analgesia,

penggunaan yang tepat dari ventilator mekanik, dan koreksi defisit

potasium yang terjadi. 9,10

- Asidosis metabolik (pH<7,35 dan bikarbonat < 21 mEq/L)

Kondisi ini disebabkan oleh retensi atau kehilangan

bikarbonat. Penyebab yang paling umum termasuk gagal ginjal,

diare, fistula usus kecil, diabetik ketoasidosis, dan asidosis laktat.

Kompensasi awal yang terjadi adalah peningkatan ventilasi dan

depresi PaCO2. Penyebab paling umum adalah syok, diabetic

ketoasidosis, kelaparan, aspirin yang berlebihan dan keracunan

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 15 15

methanol . terapi sebaiknya ditujukan terhadap koreksi kelainan yang

mendasari. Terapi bikarbonat hanya diperuntukkan bagi penanganan

asidosis berat dan hanya setelah kompensasi alkalosis respirasi

digunakan.9,13

- Alkalosis metabolic (pH>7,45 dan bikarbonat > 27 mEq/L)

Kelainan ini merupakan akibat dari kehilangan asam atau

penambahan bikarbonat dan diperburuk oleh hipokalemia. Masalah

yang umum terjadi pada pasien bedah adalah hipokloremik akibat de

akibat defisit volume ekstraseluler. Terapi yang digunakan adalah

sodium klorida isotonic dan penggantian kekurangan potasium.

Koreksi alkalosis harus gradual selama perode 24 jam dengan

pengukuran pH, PaCO2 dan serum elektrolit yang sering 9,13

CAIRAN PERIOPERATIF

Gangguan dalam keseimbangan caifran dan elektrolit merupakan hal

yang umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari faktor-faktor

preoperatif, perioperatif dan postoperatif.5

Faktor-faktor preoperatif5 :

1. Kondisi yang telah ada

Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk

oleh stres akibat operasi.

2. Prosedur diagnostik

Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena

dapat menyebabkan ekskresi cairan dan elektrolit urin yang tidak normal

karena efek diuresis osmotik.

3. Pemberian obat

Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi ekskresi

air dan elektrolit

4. Preparasi bedah

Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan

elektrolit dari traktus gastrointestinal

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 16 16

5. Penanganan medis terhadap kondisi yang telah ada

6. Restriksi cairan preoperatif

Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat

kehilangan cairan sekitar 300-500 mL. Kehilangan cairan dapat meningkat

jika pasien menderita demam atau adanya kehilangan abnormal cairan.

7. Defisit cairan yang telah ada sebelumnya

Harus dikoreksi sebelum operasi untuk meminimalkan efek dari anestesi.

Faktor Perioperatif5 :

1. Induksi anestesi

2. Kehilangan darah yang abnormal

3. Kehilangan abnormal cairan ekstraselular ke third space (contohnya

kehilangan cairan ekstraselular ke dinding dan lumen usus saat operasi)

4. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka

operasi yang besar dan prosedur operasi yang berkepanjangan)

Faktor postoperatif5 :

1. Stres akibat operasi dan nyeri pasca operasi

2. Peningkatan katabolisme jaraingan

3. Penurunan volume sirkulasi yang efektif

4. Risiko atau adanya ileus postoperatif

Ganggaun cairan, elektrolit dan asam basa yan gpotensial terjadi perioperatif

adalah :

1. Hiperkalemia

2. Asidosis metabolik

3. Alkalosis metabolik

4. Asidosis respiratorik

5. Alkalosis respiratorik

Patofisiologis2,13

Trauma, pembedahan dan anestesi akan menimbulkan perubahan-

perubahan pada keseimbangan air dan metabolism yang dapat berlangsung

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 17 17

sampai beberapa hari pasca trauma atau bedah. Perubahan-perubahan

tersebut terutama sebagai akibat dari :

Kerusakan sel di lokasi pembedahan

Kehilangan dan perpindahan cairan baik lokal maupun umum

Pengaruh puasa pra bedah, selama pembedahan dan pasca bedah

Terjadi peningkatan metabolisme, kerusakan jaringan dan fase

penyembuhan.

Perubahan yang terjadi meliputi peruibahan-perubahan hormonal seperti :

1. Kadar adrenalin dan non adrenalin meningkat sampai hari ketiga pasca

bedah atau trauma. Sekresi hormon monoamin ini lebih meningkat lagi bila

pada penderita tampak tanda-tanda sepsis, syok, hipoksia, dan ketakutan.

2. Kadar glukoagon dalam plasma juga meningkat.

3. Sekresi hormon dari kelenjar pituitaria anterior juga mengalami

peningkatan yaitu growth hormone dan adrenocorticotropic hormone

(ACTH). Trauma atau stres akan merangsang hipotalamus sehingga

dikeluarkan corticotropin releasing factor yang merangsang kelenjar

pituitaria anterior untuk mensekresi ACTH. Peningkatan kadar ACTH

dalam sirkulasi menyebabkan glukokortikoid plasma meningkat sehingga

timbul hiperglikemia, glikolisis dan peninggian kadar asam lemak.

4. Kadar hormon antidiuretik (ADH) mengalami peningkatan yang

berlangsung sampai hari ke 2-4 pasca bedah/trauma. Respon dari trauma

ini akan mengganggu pengaturan ADH yang dalam keadaan normal

banyak dipengaruhi oleh osmolalitas cairan ekstraseluler.

5. Akibat peningkatan ACTH, sekresi aldosteron juga meningkat. Setiap

penurunan volume darah ataui cairan ekstraseluler selalu menimbulkan

rangsangan untuk pelepasan aldosteron.

6. Kadar prolaktin juga meninggi terutama pada wanita dibandingkan dengan

laki-laki.

Derajat perubahan-perubahan tersebut diatas sangat bervariasi bagi setiap

individu tergantung dari beberapa faktor :

Rasa sakit dan kualitas analgesi

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 18 18

Rasa takut dan sedasi yang diberikan

Komplikasi penyulit pada pasca bedah/trauma (syok, perdarahan, hipoksia

atau sepsis)

Keadaan umum penderita

Berat dan luasnya trauma

Dasar-dasar Terapi Cairan Elektrolit Perioperatif2,13,14

Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan dalam

pemberian cairan perioperatif, yaitu :

1. Kebutuhan normal cairan dan elektrolit harian

Orang dewasa rata-rata membutuhkan cairan + 30-35

ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+ = 1-2 mmol/kgBB/hari K+=1

mmol/kgBB/hari. Secara umum kebutuhan cairan rumatan dapat dilihat

pada tabel 6.

Kebutuhan tersebut merupakan pengganti cairan yang hilang

akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringan (lewat kulit)

dan pengeluaran lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses.

Cairan yang hilang ini pada umumnya bersifat hipotonus (air lebih banyak

dibandingkan elektrolit).

2. Defisit cairan dan elektrolit pra bedah

Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama

pada penderita bedah elektif (sekitar 6-12 jam), kehilangan cairan

abnormal yang seringkali menyertai penyakit bedahnya (perdarahan,

muntah, diare, diuresis berlebihan, translokasi cairan pada penderita

dengan trauma), kemungkinan meningkatnya insensible water loss akibat

hiperventilasi, demam dan berkeringan banyak. Sebaiknya kehilangan

cairan pra bedah ini harus segera diganti sebelum dilakukan pembedahan.

3. Kehilangan cairan saat pembedahan

a. Perdarahan

Secara otoritas perdarahan dapat diukur dari :

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 19 19

Botol penampung darah yang disambung dengan pipa penghisap

darah (suction pump).

Dengan cara menimbang kasa yang digunakan sebelum dan

setelah pembedahan. Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4 cm)

mengandung + 10 ml darah, sedangkan tampon besar

(laparatomy pads) dapat menyerap darah + 100 – 10 ml.

Dalam prakteknya jumlah perdarahan selama

pembedahan hanya bisa ditentukan berdasarkan kepada taksiran

(perlu pengalaman banyak) dan keadaan klinis penderita yang

kadang-kadang dibantu dengan pemeriksaan kadar hemoglobin

dan hematokrit berulang-ulang (serial). Pemeriksaan kada

hemoglobin dan hematokrit lebih menunjukkan rasio plasma

terhadap eritrosit daripada jumlah perdarahan. Kesulitan

penaksiran akan bertambah bila pada luka operasi digunakan

cairan pembilas (irigasi) dan banyaknya darah yang mengenai

kain penutup, meja operasi dan lantai kamar bedah.

b. Kehilangan cairan lainnya

Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang

lebih menonjol dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya

evaporasi dan translokasi cairan internal. Kehilangan cairan akibat

penguapan (evaporasi) akan lebih banyak pada pembedahan dengan

luka pembedahan yang luas dan lama. Sedangkan perpindahan cairan

atau lebih dikenal istilah perpindahan ke ruang ketiga atau sequestrasi

secara masif dapat berakibat terjadi defisit cairan intravaskuler.

Jaringan yang mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat

mengakibatkan sequestrasi sejumlah cairan interstisial dan

perpindahan cairan ke ruangan serosa (ascites) atau ke lumen usus.

Akibatnya jumlah cairan ion fungsional dalam ruang ekstraseluler

meningkat. Pergeseran cairan yang terjadi tidak dapat dicegah dengan

cara membatasi cairan dan dapat merugikan secara fungsional cairan

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 20 20

dalam kompartemen ekstraseluler dan juga dapat merugikan

fungsional cairan dalam ruang ekstraseluler.

4. Gangguan fungsi ginjal

Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan :

Laju filtrasi Glomerular (GFR = Glomerular Filtration Rate) menurun.

Reabsorbsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian disebabkan oleh

meningkatnya kadar aldosteron.

Meningkatnya kadar hormon anti diuretik (ADH) menyebabkan

terjadinya retensi air dan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes

(collecting tubules) meningkat.

Ginjal tidak mampu mengekskresikan ”free water” atau untuk

menghasilkan urin hipotonis.

I. Pengganti Defisit Pra Bedah2,13,14

Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi

(puasa, lavement) harus diperhitungkan dan sedapat mungkin segera

diganti pada masa pra-bedah sebelum induksi. Setelah dari sisa defisit

yang masih ada diberikan pada jam pertama pembedahan, sedangkan

sisanya diberikan pada jam kedua berikutnya. Kehilangan cairan di ruang

ECF ini cukup diganti dengan cairan hipotonis seperti garam fisiologis,

Ringer Laktat dan Dextrose. Pada penderita yang karena penyakitnya

tidak mendapat nutrisi yang cukup maka sebaiknya diberikan nutrisi

enteral atau parenteral lebih dini lagi. Penderita dewasa yang dipuasakan

karena akan mengalami pembedahan (elektif) harus mendapatkan

penggantian cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam lama puasa.

Defisit karena perdarahan atau kehilangan cairan (hipovolemik,

dehidrasi) yang seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera

diganti dengan melakukan resusitasi carian atau rehidrasi sebelum induksi

anestesi.

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 21 21

II. Terapi Cairan Selama Pembedahan 2,13,14

Jumlah penggantian cairan selama pembedahan dihitung

berdasarkan kebutuhan dasar ditambah dengan kehilangan cairan akibat

pembedahan (perdarahan, translokasi cairan dan penguapan atau

evaporasi). Jenis cairan yang diberikan tergantung kepada prosedur

pembedahannya dan jumlah darah yang hilang.

1. Pembedahan yang tergolong kecil dan tidak terlalu traumatis misalnya

bedah mata (ekstraksi, katarak) cukup hanya diberikan cairan rumatan

saja selama pembedahan.

2. Pembedahan dengan trauma ringan misalnya : appendektomi dapat

diberikan cairan sebanyak 2 ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar

ditambah 4 ml/kgBB/jam untuk pengganti akibat trauma pembedahan.

Total yang diberikan adalah 6 ml/kgBB/jam berupa cairan garam

seimbang seperti Ringer Laktat atau Normosol-R.

3. Pembedahan dengan trauma sedang diberikan cairan sebanyak 2

ml/kgBB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 8 ml/kgBB/jam untuk

pembedahannya. Total 10 ml/kgBB/jam

Tabel 7. Rates of Fluid Administration to Replace Third Space Losses

Fluid Shift Example of Operation Rates * (Crystalloid)

Minor Tendon Repair

Tympanoplasty

0 – 3 ml/kg/hr

Moderate Hysterectomy Inguinal hernia

Total hip replacement

6 ml/kg/hr

Major Abdominal case with

peritonitis

9 ml/kg/hr

*Includes 2 ml/kg/hr maintenance but not usual 3 ml crystaloid/ml blodd

not replaced with blood.

4. Penggantian darah yang hilang

Kehilangan darah sampai sekitar 20% EBV (EBV=Estimated Blood

Volume=taksiran volume darah), akan menimbulkan gejala hipotensi,

takikardi dan penurunan tekanan vena sentral. Kompensasi tubuh ini

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 22 22

akan mengalami pembiusan (anestesi) sehingga gejala-gejala tersebut

seringkali tidak begitu tampak karena depresi komponen vasoaktif.

Tabel 8. Perkiraan volume darah

Usia Volume darah

Neonatus

* Prematur 90 ml/kg BB

* Full term 85 ml/kg BB

Bayi 80 ml/kg BB

Dewasa

* Laki-laki 75 ml/kg/BB

* Wanita 65 ml/kg/BB

Walaupun volume cairan intravaskuler dapat dipertahankan

dengan laruatan kristaloid, pemberian transfusi darah tetap harus

menjadi bahan pertimbangan berdasarkan :

1. Keadaan umum penderita (kadar Hb dan hematokrit) sebelum

pembedahan

2. Jumlah/penaksiran perdarahan yang terjadi.

3. Sumber perdarahan yang telah teratasi atau belum

4. Kedaaan hemodinamik (tensi dan nadi)

5. Jumlah cairan kristaloid dan koloid yang telah diberikan

6. Kalau mungkin hasil serial pemeriksaan kadar hemoglobin dan

hematokrit

7. Usia penderita

Sebagai patokan kasar dalam pemberian transfusi darah :

1 unit sel darah merah (PRC = Packed Red Cell) dapat menaikkan

kadar hemoglobin sebesar 1 gr% dan hematokrit 2-3% pada

dewasa.

Transfusi 10 cc/kgBB sel darah merah dapat menaikkan kadar

hemoglobin 3 gr%. Monitor organ-organ vital dan diuresis, berikan

cairan secukupnya sehingga diuresis + 1 ml/kgBB/jam.

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 23 23

III. Terapi Cairan dan Elektrolit Pasca Bedah2,13,14

Terapi cairan pasca bedah ditujukan terutama pada hal-hal

dibawah ini :

1. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi.

Kebutuhan air untuk penderita di daerah torpis dalam keadaan basal

sekitar + 50 ml/kgBB/24 jam. Pada hari pertama pasca bedah tidak

dianjurkan pemberian kalium karena adanya pelepasan kalium dari

sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan transfusi darah. Akibat

stress pembedahan, akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang

cenderung menimbulkan retensi air dan natrium. Oleh sebab itu, pada

2-3 hari pasca bedah tidak perlu pemberian natrium. Penderita dengan

keadaan umum baik dan trauma pembedahan minimum, pemberian

karbohidrat 100-150 mg/hari cukup memadai untuk memenuhi

kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan protein sampai 50%

kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian

cairan pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlua

larutan garam isotonis. Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita

dapat minum dan makan.

2. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah :

3. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama

pembedahan yang belum selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari

10 gr%, sebaiknya diberikan transfusi darah untuk memperbaiki daya

angkut oksigen.

4. Koreksi terhadap gangguan keseimbangan yang disebabkan terapi

cairan tersebut.

Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama,

meliputi tekanan darah, frekuensi nadi, diuresis, tingkat kesadaran,

diameter pupil, jalan napas, frekuensi napas, suhu tubuh dan warna kulit.

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 24 24

Pilihan Jenis Cairan2,13,14

1. Cairan Kristaloid

Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler

(CES=CEF). Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia

dengan mudah di setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross

match, tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan

sederhana dan dapat disimpan lama. Cairan kristaloid bila diberikan dalam

jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti

pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler.

Waktu paruch cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.

Heugman et al (1972) mengemukakan bahwa walaupun dalam

jumlah sedikit larutan kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga

timbul edama perifer dan paru serta berakibat terganggunya oksigenasi

jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus 1

liter NaCl 0,9%. Penelitian Mills, dkk (1967) di medan perang Vietnam

turut memperkuat penelitian yang dilakukan oleh Heugman, yaitu

pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat mengakibatkan timbulnya

edema paru berat. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga

dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.

Tabel 9. Komposisi Cairan Kristaloid

Solution Tonicity Na+ Cl- K+ Ca2 Glucose Lactate

5% Dextrose

in water

Hypo (253) 50

Normal

saline

Iso (308) 154 154

D5 ¼ NS Iso (330) 38,5 38,5 50

D5 ½ NS Hyper (407) 77 77 50

D5NS Hyper (561) 154 154 50

Lactated

Ringers

Iso (273) 130 109 4 3 28

D5LR Hyper (525) 130 109 4 3 50 28

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 25 25

Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana

kristaloid akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan

dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit

cairan di ruang interstitiel.

Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling

banyak digunakan untuk resusitasi cairan walaupun agak hipotonis

dengan susunan yang hampir menyerupai cairan intravaskuler. Laktat

yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di

hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan

adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan

asidosis hiperkloremik (delutional hyperchlorenmic acidosis) dan

menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.

2. Cairan Koloid

Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa

disebut “plasma substitute” atau “plasma expander”. Di dalam cairan

koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi dengan

aktivitas osmotuik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak

lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu

koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama

pada syok hipovolemik/hemorhagik atau pada penderita dengan

hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka

bakar).

Tabel 10

Jenis

Koloid

Produksi Tipe BM

rata-

rata

Waktu

paruh

Indikasi

Plasma

protein

Human

plasma

Serum

consered

human

albumin

50.000 4-15

hari

a. Pengganti

volume

b. Hipoproteinemia

c. Hemodilusi

Dextran Leuconostoc

mesenteroid

D60/70 60.000

6 jam a. Hemodilusi

b. Gangguan

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 26 26

Jenis

Koloid

Produksi Tipe BM

rata-

rata

Waktu

paruh

Indikasi

B512 70.000 mikrosirkulasi

(stroke)

Gelatin Hidrolisis dari

kolagen

binatang

Modified

Urea linked

Oxylopi

gelatin

hydroxylethyl

35.000 2-3 jam Subtitusi volume

Starch Hidrolisis

asam dan

ethylen

oxyde

treatment

dari kedelai

dan

Hydroxyethyl 450.000 6 jam a. Subtitusi volume

b. Hemodilusi

Polyvinyl

pyrrolido

ne (PVC)

Sintetik

polimer vinyl-

pyrrolidone

Subtosan

Periston

50.000

25.000

Substitusi volume

Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat

menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan

gangguan pada “cross match”. Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2

jenis larutan koloid :

a. Koloid alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia (5

dan 2,5%)

Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau plasenta 600 C selama

10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi

protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga mengandung

alfa globulin dan beta globulin. Prekallikrein activators (Hageman’s

factor fragments) seringkali terdapat dalam fraksi protein plasma

dibandingkan dalam albumin. Oleh sebab itu pemberian infus dengan

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 27 27

fraksi protein plasma seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps

kardiovaskuler.

b. Koloid sintesis, yaitu :

1. Dextran

Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000

dan Dextran 70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000 – 70.000

diproduksi oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides B yang tumbuh

dalam media sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume

expander yang lebih baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi

Dextran 40 mampu memperbaiki aliran darah lewat sirkulasi mikro

karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain itu

Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi

platelet adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan

fibrinolisis dan melancarkan aliran darah.

Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat

mengganggu cross match, waktu perdarahan memanjang (Dextran

40) dan gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi anafilaktik

yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit)

terlebih dahulu.

2. Hydroxylethyl Starch (Heta starch)

Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 –

1.000.000, rata-rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan

onkotik 30 mmHg.

Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan

dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64%

dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan

reaksi anafilaktik dan dapat meningkatkan kadar serum amilase

(walau jarang).

Low molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch)

mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma hingga

1,5 kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam.

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 28 28

Karena potensinya sebagai plasma volume expander yang besar

dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi

maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan

pada penderita gawat.

3. Gelatin

Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan

berat molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen

binatang. Ada 3 macam gelatin, yaitu :

Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)

Urea linked gelatin

Oxypoly gelatin

Merupakan plasma expanders dan banyak digunakan pada

penderita gawat. Walaupun dapat menimbulkan reaksi anafilaktik

(jarang) terutama dari golongan urea linked gelatin

Tabel 11. Crystalloid versus colloid

Crystalloid Colloid

Advantages Inexpensive More sustained

intravascullar increase

(1/3 still intravascullar

at 24 hr)

Promotes urinary flow

(increase intravascular

volume)

Maintain or q plasma

colloid oncotic pressure

Fluid of choice for initial

resuscitation of

trauma/hemorrhage

Requires smaller

volume for equal effect

Expands intravascular

volume (1/4 volume

given retained

intravascularly)

Less peripheral edema

(more fluid remains

intravascullar)

Restores third space

losses

May lower intracranial

pressure

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 29 29

Crystalloid Colloid

Disadvantages Dillutes colloid osmotic

pressure

Expensive

Promotes peripheral

edema

May produce

coagulopathy (dextrans

and helastarch)

Higher incidence of

pulmonary edema

With capilary leak may

potentiate fluid loss to

interstitium

Requires large volume Impairs subsequent

cross matching of bool

(dextrans)

Effects are transient Dilutes cloting factors

and platelets-platelets

adhesiveness

(absorption onto

platelet membrane

receptor)

DAFTAR PUSTAKA

1. Pandey CK, Singh RB. Fluid and electrolyte disorders. Indian J. Anaesh.

2003;47(5):380-387.

2. Kaswiyan U. Terapi Cairan Perioperatif. Bagian Anestesiologi dan

Reanimasi. Fakultas Kedokteran UnPad/RS Hasan Sadikin. 2000.

3. Holte K, Kehlet H. Compensatory fluid administration for preoperative

dehydration – does it improve outcome? Acta Anaesthesiol Scand. 2002;

46:1089-93.

4. Keane PW, Murray PF. Intravenous Fluids in Minor Surgery. Their effect in

Recovery from Anaesthesia. 1986; 41:635 – 7.

5. Heitz U, Horne MM. Fluid, electrolyte and acid base balance. Fifth edition.

Missouri: Elsevier – mosby; 2005.p3-227.

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 30 30

6. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical physiology. Ninth edition.

Pennsylvania:W.B. Saunders company; 1997:375-393.

7. Latief AS, dkk. Petunjuk Praktis Anestesiologi : Terapi cairan pada

pembedahan. Edisi kedua. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, FK

UI, 2002.

8. Mayer H, Follin SA. Fluid and electrolyte made incredibly easy. Second

edition. Pennsylvania: Springhous; 2002:3-189.

9. Schwartz SI, ed. Principles of Surgery Companion Handbook. Seventh

edition. New York.

10. Silbernagl F, Lang F. Color Atlas of Pathophysiology. Stuttgart: Thieme;

2000:122 – 3.

11. Lyon Lee. Fluid and Electrolyte Therapy. Oklahoma State University –

Center for Veterinary Health. 2006 (Diakses tanggal 29 September 2007).

Tersedia dari : http://member.tripod.com/lyser/ivfs.htm

12. Leksana E. Terapi cairan dan elektrolit. SMF/Bagian Anestesi dan Terapi

Intensif FK UNDIP: Semarang; 2004:1-60.

13. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. Handbook of clinical anesthesia. Fifth

edition. Philadelphia:Lippincot Williams and Wilkins; 2006:74-97.

14. Sunatrio S. Resusitasi Cairan. Jakarta : Media Aesculapius; 2000:1-58.

15. Ellsbury DL, George CS. Dehydration. eMed J [serial online] 2006 Mar

[dikutip 6 Okt 2007]. Tersedia dari: URL:

http://www.emedicine.com/CHILD/topic925.htm.

16. Fakultas Kedokteran UnPad. Protokol Tindakan Bedah. Bandung.2003.

17. Graber MA. Terapi cairan, elektrolit dan metabolik. Edisi 2. farmedia;

2003:17-40.

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 31 31

Terapi cairan dan elektrolit perioperatif - 32 32