Teori Roy - Ajeng

  • Upload
    burhan

  • View
    61

  • Download
    11

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sains keperawatan

Citation preview

Program Magister_Callista Roy1

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, yang berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat, baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia. Keperawatan diberikan karena adanya kelemahan fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemauan individu dan kelompok dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari secara mandiri.

Keperawatan diakui sebagai suatu disiplin ilmu, karena memiliki body of knowledge yang dikembangkan melalui proses ilmiah bersifat universal dan diakui kebenarannya secara ilmiah. Suatu disiplin berkembang karena ilmu akan digunakan dan diaplikasikan dalam praktik.dasar dari ilmu pengetahuan mengacu pada model konspetual. Model Konseptual ini mengacu pada ide-ide global mengenai individu, kelompok, situasi atau kejadian tertentu yang berkaitan dengan disiplin yang sifatnya spesifik.

Grand theory adalah paradigma umum tentang ilmu keperawatan ( Higgins & Moore dalam Pamela G.Reed et.al . (2004). Teori ini bersifat formal, merupakan sistem teori yang bersifat abstrak dari kerangka disiplin keilmuan. Grand theory memerlukan spesifikasi lebih lanjut dalam banyak kasus, serta pemisahan pernyataan-pernyataan teoritisnya supaya bisa diuji dan dibuktikan secara teoritis. Para ahli grand theory menyatakan rumusan-rumusan teoritis mereka pada tingkat abstraksi yang sangat umum, dan sering dijumpai kesulitan-kesulitan mengaitkan rumusan-rumusan itu dengan realitas.

Menurut Higgins & Moore dalam Pamela G.Reed et.al . (2004), grand theory mempunyai kontribusi yang signifikan dalam keperawatan, antara lain memberikan batasan batasan sehingga keperawatan dapat mempunyai identitas dalam keberadaannya, selain itu grand theory juga mempunyai kontribusi untuk memberikan perspektif sejarah keperawatan, keadaan pada waktu tersebut dan memberikan gambaran bagaimana para pencipta mengembangkan teori, juga filosofi mereka mendasari ilmu keperawatan, pendidikan mereka serta prespektif terhadap praktek keperawatan.

Berdasarkan uraian diatas, dalam makalah ini akan dibahas model adaptasi dari Sister Callista Roy yang merupakan salah satu pakar conceptual models and grand theories

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan Umum makalah ini adalah untuk mendapatkan gambaran model konseptual dari Callista Roy

2. Tujuan Khusus

Diharapkan setelah membaca makalah ini, mahasiswa mampu :

Mengetahui riwayat Callista RoyMengetahui sumber teoritis dari Callista RoyMenjelaskan model konsep adaptasi Callista RoyMemahami konsep utama model adaptasi Callista Roy

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

Riwayat Calista Roy

Suster Calista Roy adalah seorang suster dari Saint Joseph of Carondelet. Roy dilahirkan pada tanggal 14 oktober 1939 di Los Angeles California. Roy menerima Bachelor of Art Nursing pada tahun 1963 dari Mount Saint Marys College dan Magister Saint in Pediatric Nursing pada tahun 1966 di University of California Los Angeles.

Roy memulai pekerjaan dengan teori adaptasi keperawatan pada tahun 1964 ketika dia lulus dari University of California Los Angeles. Dalam Sebuah seminar dengan Dorrothy E. Johnson, Roy tertantang untuk mengembangkan sebuah model konsep keperawatan. Konsep adaptasi mempengaruhi Roy dalam kerangka konsepnya yang sesuai dengan keperawatan. Dimulai dengan pendekatan teori sistem. Roy menambahkan kerja adaptasi dari Helsen (1964) seorang ahli fisiologis psikologis, untuk memulai membangun pengertian konsepnya. Helsen mengartikan respon adaptif sebagai fungsi dari datangnya stimulus sampai tercapainya derajat adaptasi yang di butuhkan individu. Derajat adaptasi dibentuk oleh dorongan tiga jenis stimulus yaitu : focal stimulus, konsektual stimulus dan residual stimulus.

Roy mengkombinasikan teori adaptasi Helson dengan definisi dan pandangan terhadap manusia sebagai sistem yang adaptif. Selain konsep-konsep tersebut, Roy juga mengadaptasi nilai humanisme dalam model konseptualnya berasal dari konsep A.H. Maslow untuk menggali keyakinan dan nilai dari manusia. Menurut Roy humanisme dalam keperawatan adalah keyakinan, terhadap kemampuan koping manusia dapat meningkatkan derajat kesehatan.

Sebagai model yang berkembang, Roy menggambarkan kerja dari ahli-ahli lain di area adaptasi seperti Dohrenwend (1961), Lazarus (1966), Mechanic ( 1970) dan Selye (1978). Setelah beberapa tahun, model ini berkembang menjadi sebagai suatu kerangka kerja pendidikan keperawatan, praktek keperawatan dan penelitian. Tahun 1970, model adaptasi keperawatan diimplementasikan sebagai dasar kurikulum sarjana muda keperawatan di Mount Saint Marys College. Sejak saat itu lebih dari 1500 staf pengajar dan mahasiswa-mahasiswa terbantu untuk mengklarifikasi, menyaring, dan memperluas model. Penggunaan model praktek juga memegang peranan penting untuk klarifikasi lebih lanjut dan penyaringan model.

Model Konseptual Adaptasi Roy

Menurut Roy (1984), dalam asuhan keperawatan sebagai penerima asuhan keperawatan adalah individu, keluarga, kelompok , dan masyarakat yang dipandang sebagai Holistic adaptif system dalam segala aspek yang merupakan satu kesatuan. System adalah satu kesatuan yang dihubungkan karena fungsinya sebagai kesatuan untuk beberapa tujuan dan adanya saling ketergantungan dari setiap bagian-bagiannya. System terdiri dari proses input, output, kontrol, dan umpan balik (Roy, 1991). System dapat dijelaskan sebagai berikut :

Sumber : Marriner & Alligood, 2006

Sister Callista Roy (1984, Introduction to Nursing: An Adaptation Model (2nd ed) dalam Saleeem, 2008)

Input

Menurut Roy input adalah sebagai stimulus yang merupakan kesatuan informasi, bahan-bahan atau energi dari lingkungan yang dapat menimbulkan respon. Selain itu sebagai suatu sistem yang dapat menyesuaikan diri dengan menerima masukan dari lingkungan dalam individu itu sendiri, dimana dibagi dalam tiga tingkatan yaitu stimulus fokal, kontekstual, dan stimulus residual.

Stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung berhadapan dengan seseorang, efeknya segera, misalnya infeksi.Stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang dialami seseorang baik eksternal maupun internal yang mempengaruhi situasi positif atau negatif dan dapat diobservasi ,diukur dan secara subjektif dilaporkan, seperti pada anemia.Stimulus residual yaitu faktor internal dan eksternal yang relevan dengan situasi yang ada tetapi sulit diobservasi karena meliputi kepercayaan, sikap, dan sifat individu yang berkembang sesuai pengalaman masa lalu, yang memberi proses belajar untuk toleransi. Seperti pengalaman pada nyeri pinggang ada yang toleransi tetapi ada yang tidak.

2. Kontrol

Menurut Roy proses kontrol seseorang adalah bentuk mekanisme koping yang digunakan. Mekanisme kontrol ini terdiri dari regulator dan kognator yang merupakan subsistem.

Subsistem regulator mempunyai komponen : input-proses, dan output. Input stimulus berupa internal atau eksternal. Transmitter regulator system adalah kimia, neural atau endokrin. Terjadinya refleks otonom merupakan output perilaku yang dihasilkan dari regulator sistem , banyak sistem fisiologis yang dapat dinilai sebagai perilaku subsistem regulator.Subsistem kognator, merupakan stimulus yang berupa ekternal maupun internal. Output perilaku dari subsistem regulator dapat menjadi stimulus umpan balik untuk subsistem kognator. Proses kontrol subsistem kognator berhubungan dengan fungsi otak dalam memproses informasi, penilaian, dan emosi. Persepsi atau proses informasi berhubungan dengan proses internal dalam memilih perhatian, mencatat dan mengingat.

Effektor

Roy mengembangkan proses internal seseorang sebagai sistem adaptasi dengan menetapkan sistem efektor, yaitu empat model adaptasi meliputi fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi.

Fungsi fisiologis, berhubungan dengan struktur tubuh dan fungsinya. Roy mengidentifikasi sembilan kebutuhan dasar fisiologis yang harus dipenuhi untuk mempertahankan integritas, terdiri dari fungsi fisiologis tingkat dasar yang meliputi lima kebutuhan dasar dan fungsi fisiologis komplek yang meliputi empat kebutuhan, yaitu sebagai berikut :Oksigenasi : Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan prosesnya, yaitu ventilasi, pertukaran gas, dan transfor oksigen (Vairo,1984; Roy, 1991).Nutrisi : Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan untuk mempertahankan fungsi, meningkatkan pertumbuhan dan mengganti jaringan yang rusak (Servonsky,1984; Roy,1991). Eliminasi : Merupakan hasil ekskresi metabolisme dari intestinal dan ginjal (Servonsky,1984; Roy,1991).Aktifitas dan istirahat : Kebutuhan keseimbangan aktifitas fisik dan istirahat yang digunakan untuk mengoptimalkan fungsi fisiogis dalam upaya memulihkan semua komponen tubuh (Cho, 1984 ; Roy, 1991).Perlindungan : Merupakan dasar perlindungan tubuh termasuk proses imunitas dan sistem integumen, yang berperan sebagai proteksi dari infeksi, trauma, dan perubahan suhu (Sato, 1984 ; Roy, 1991).Perasaan : Seperti penglihatan, pendengaran, perkataan, rasa, dan bau yang memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungan. Rasa nyeri perlu dipertimbangkan dalam pengkajian perasaan (Driscoll,1984; Roy,1991).Cairan dan elektrolit : Merupakan keseimbangan cairan dan elektrolit, termasuk air, elektrolit, asam basa dalam sel, ekstrasel, dan fungsi sistemik (Parly,1984; Roy,1991).Fungsi syaraf / neurologis : Merupakan bagian integral dari regulator koping mekanisme seseorang. Memiliki fungsi untuk mengendalikan dan mengkoordinasikan pergerakan tubuh, kesadaran, dan proses emosi kognitif yang baik untuk mengatur aktifitas organ tubuh (Robertson,1984; Roy,1991).Fungsi endokrin : Merupakan aktifitas endokrin mengeluarkan hormon sesuai dengan fungsi neurologis, untuk menyatukan dan mengkoordinasikan fungsi tubuh. Mempunyai peran dalam respon strees dan merupakan regulator koping mekanisme (Howard & Valentine,1984; Roy,1991).

Fungsi konsep diri , berhubungan dengan psikososial dengan penekanan khusus pada aspek psikososial dan spiritual manusia. Kebutuhan dari konsep diri ini berhubungan dengan integritas psikis, seperti persepsi, aktifitas mental dan ekspresi peraaan. Menurut Roy terdiri dari dua komponen yaitu :

The physical self, yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya berhubungan dengan sensasi tubuhnya dan gambaran dirinya.Gangguan pada area ini sering terlihat pada saat merasa kehilangan, seperti setelah operasi, amputasi atau hilang kemampuan seksualitas.

The personal self, yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri, moral, etik, dan spiritual seseorang. Perasaan cemas, hilangnya kekuatan atau rasa takut merupakan masalah dalam area ini.

Fungsi peran, berkaitan dengan pengenalan pola-pola interaksi sosial seseorang dengan orang lain, yang diwujudkan melalui peran primer, sekunder, dan tersier, fokusnya pada bagaimana seseorang dapat memerankan dirinya sesuai kedudukannya di masyarakat.

Interdependensi, merupakan bagian akhir dari fungsi yang dijelaskan oleh Roy. Fokusnya adalah interaksi untuk saling memberi dan menerima, kasih sayang, perhatian, dan saling menghargai. Dijelaskan juga sebagai keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam menerima sesuatu untuk dirinya. Ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, sedangkan kemandirian ditunjukkan oleh kemampuan berinisiatif untuk melakukan tindakan bagi dirinya. Interdependensi dapat dilihat dari keseimbangan antara dua nilai ekstrim, yaitu memberi dan menerima.

Output

Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapat diamati, diukur atau secara subjektif dapat dilaporkan baik berasal dari dalam maupun dari luar. Perilaku ini merupakan umpan balik dari sistem. Roy mengidentifikasi output sistem sebagai respon yang adaptif atau respon yang mal adaptif. Respon adaptif dapat meningkatkan integritas seseorang yang secara keseluruhan dapat terlihat bila seseorang mampu memenuhi tujuan hidup, berupa kelangsungan hidup, perkembangan, reproduksi, dan menjadi manusia yang berkualitas. Sedangkan respon yang mal adaptif merupakan perilaku yang tidak mendukung tujuan seseorang.

Keseluruhan model adaptasi Roy tergambar dalam skema berikut ini :

Tabel dari Model Adaptasi Roy

SUB SISTEM

MODEL ADAPTASI

KOPING YANG DI BUTUHKAN

REGULATOR

FISIOLOGIS

Oksigenasi

Memelihara secara tepat oksigenasi meliputi ventilasi, pertukaran gas dan transportasi gas

Nutrisi

Memelihara fungsi, meningkatkan pertumbuhan dan menganti jaringan melalui ingesti dan asimilasi makanan

Elimasi

Mengeluarkan sampah metabolic terutama melalui saluran pencernaan dan ginjal

Beraktivitas dan Beristirahat

Memelihara keseimbangan antara aktivitas fisik dan istirahat

Proteksi

Mempertahankan tubuh melawan infeksi, trauma, perubahan cuaca, terutama melalui struktur integument dan kekebalan tubuh

Senses (berfikiran sehat)

Memungkinkan seseorang untuk berinteraksi dengan lingkungan melalui pengelihatan, pendengaran, sentuhan, rasa dan penciuman.

Cairan dan elektrolit dan keseimbangan asam-basa

Memelihara keseimbangan cairan, elektronik, dan keseimbangan asam-basa.

Untuk memelihara intrasel, ekstraseluler dan fungsi sistemik

Fungsi Neurologi

Mengkoordinasi dan mengontrol pergerakan tubuh, kesadaran , dan proses kognisi dan emosional

Fungsi Endokrin

Mengintegrasi dan mengkoordinasi fungsi tubuh

KOGNATOR

KONSEP DIRI

Model adaptasi konsep diri berkaitan dengan karakteristik psikologi dan spiritual pada seseorang

Konsep diri merupakan gabungan dari perasaan manusia tentang dirinya sendiri pada suatu waktu

Konsep diri dibangun dari persepsi internal dan persepsi dari reaksi orang lain.

Konsep diri memiliki dua dimensi utama yaitu physical self dan personal image

Kebutuhan dasar :

Fisik dan Integritas Spiritual

INTERDEPENDENCE

Kebutuhan dasar:

Hubungan antara integritas atau keamanan melalui pemeliharaan hubungan

FUNGSI PERAN

Kebutuhan dasar:

Integritas social

PHYSICAL SELF

Sensasi Tubuh:

Memelihara perasaan positif tentang fisik (fungsi tubuh, seksualitas atau kesehatan)

Body Image:

Memelihara sudut pandang positif seseorang terhadap tubuhnya dan tampilan tubuhnya

PERSONAL SELF

Konsistensi diri:

Memelihara konsistensi diri- organisasi dan menghindarkan disekuilibrium.

Ideal Diri dan Ekspektasi diri:

Memelihara sudut pandang positif atau harapan terhadap sesuatu ,bagaimana ekspektasi seseorang akan terjadi dan apa yang dilakukan untuk mewujudkan harapan

Moral-Spiritual-Ethical self:

Memelihara evaluasi dimana seseorang dapat tertutup atau memelihara dengan orang lain, dimana dia akan memberi dan menerima cinta perhatian dan nilai.

Untuk mengetahui seeorang itu dan bagaimana ekspektasinya, kita dapat melihatnya ketika dia bersosialisaasi dengan orang lain.

Paradigma Keperawatan Menurut Sister Calista Roy

Paradigma keperawatan meliputi empat konsep sentral yaitu manusia,lingkungan, kesehatan, dan keperawatan. Setiap teori keperawatan selalu menjelaskan empat konsep sentral paradigma keperawatan tetapi dengan fokus berbeda yang disesuaikan dengan pengalaman masing-masing para ahli di bidang keperawatan. Setiap komponen dari paradigma keperawatan selalu saling berintegrasi satu sama lain. Adapun paradigma keperawatan menurut Roy dapat dijelaskan sebagai berikut :

Manusia

Pandangan tentang manusia adalah individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat yang merupakan sebuah sistem dan dapat menyesuaikan diri (adaptif system). Sebagai sistem yang dapat menyesuaikan diri melalui mekanisme koping manusia dapat digambarkan secara holistik (bio-psiko-sosial). Dalam model adaptasi manusia ini juga dijelaskan sebagai suatu sistem yang hidup, terbuka dan dapat menyesuaikan diri dari perubahan suatu unsur, zat, materi dan lingkungan. Menurut Roy dalam beradaptasi manusia menggunakan empat model yaitu fungsi fisiologis, fungsi peran, konsep diri, dan interdependensi. Manusia mempunyai dua sistem adaptasi yaitu sistem regulator dan kognator yang diperoleh secara alamiah dan non alamiah.

Konsep sehat- sakit

Menurut Roy (1984) sehat adalah suatu kondisi dalam upaya beradaptasi yang dimanifestasikan dengan bertambah meningkatnya status kesehatan seseorang dari berbagai stimulus yang ada, yang berproses secara kontinyu dan terintegrasi. Sehat juga merupakan suatu kondisi dan proses dalam upaya menjadikan dirinya terintegrasi secara keseluruhan. Integritas dari individu ditunjukkan dengan kemampuan individu untuk memenuhi tujuan mempertahankan pertumbuhan, reproduksi, dan menjadikan manusia berkualitas. Kemampuan untuk beradaptasi digambarkan oleh Roy (1991) sebagai suatu kemampuan untuk beradaptasi dengan kebutuhan fisiologis, perkembangan konsep diri yang positif, peran sosial dan keseimbangan antara kemandirian dan ketergantungan. Sedangkan manusia yang tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan internal maupun eksternal dikatakan berada pada status kesehatan yang rendah atau sakit, serta membutuhkan asuhan keperawatan.

Lingkungan

Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang berasal dari stimulus internal dan eksternal yang mempengaruhi dan berakibat terhadap perkembangan dan perilaku individu atau kelompok. Stimulus dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu stimulus vocal yang langsung dapat menyebabkan keadaan sakit dan suatu ketidakseimbangan yang dialami. Stimulus kontekstual yaitu stimulus yang dapat menunjang terjadinya sakit atau faktor presipitasi. Stimulus residual yaitu sikap atau keyakinan dan pemahaman individu yang mempengaruhi terjadinya keadaan tidak sehat atau faktor predisposisi sehingga terjadi kondisi vokal.

Keperawatan

Keperawatan menurut Roy adalah sebagai proses interpersonal yang diawali karena adanya maladaptasi terhadap perubahan lingkungan. Roy mendefenisikan keperawatan sebagai ilmu dan suatu disiplin praktik, dikatakan ilmu karena keperawatan menggunakan ilmu pengetahuan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada seseorang. Sedangkan sebagai disiplin praktik, keperawatan mengobservasi, mengklasifikasi dan mengikuti proses dimana status keperawatan klien dipengaruhi ke arah positif. Keperawatan dijelaskan juga terdiri dari tujuan keperawatan (goal of nursing) dan aktivitas keperawatan (nursing activities). Secara umum tujuan keperawatan adalah meningkatkan interaksi seseorang terhadap lingkungannya sehingga meningkatkan kemampuan seseorang terhadap empat jenis adaptasi yaitu fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. Tindakan keperawatan diarahkan untuk mengurangi atau menghilangkan dan meningkatkan adaptasi manusia. Maka menurut teori Roy keperawatan juga adalah disiplin humanistik yang memberikan penekanan pada kemampuan seseorang untuk mengatasi masalahnya. Peran perawat adalah memfasilitasi potensi klien untuk melakukan adaptasi dalam menghadapi perubahan kebutuhan dasarnya.

Model Adaptasi terhadap Keperawatan

Praktek

Model adaptasi Roy berakar dalam praktek keperawatan dan ini, memberikan kontribusi untuk keberhasilan yang terus menerus (Fawcett, 2002). Ini tetap menjadi salah satu kerangka konseptual yang paling sering digunakan untuk memandu keperawatan, dan digunakan secara nasional dan internasional (Roy dan Andrews 1999; Fawcett, 2005).

Roy model berguna untuk praktek keperawatan, karena menjabarkan fitur dari disiplin dan memberikan arahan untuk latihan, pendidikan, dan penelitian. Model ini mempertimbangkan tujuan, nilai, pasien, dan intervensi praktisi. proses keperawatan Roy dikembangkan dengan baik. Penilaian tingkat dua membantu dalam identifikasi tujuan keperawatan dan diagnosa. (Brower dan Baker dalam (Andrew & Roy dalam Marriner, Alligood, 2006).

Ini adalah teori yang bermanfaat bagi praktek keperawatan, karena di dalamnya terintegrasi tujuan yang ditetapkan, intervensi kegiatan untuk mencapai tujuan (Dickoff, James dalam Marriner, Alligood, 2006).

Tujuan dari keperawatan dan model itu adalah adaptasi orang dalam empat mode adaptif dalam situasi sehat dan sakit. Intervensi adalah promosi, preventif, kuratif dan rehabilitataif. Hal ini dapat diperoleh dengan melakukan hipotesis yang berhubungan dengan praktek yang dihasilkan oleh model (Roy dalam Marriner, Alligood, 2006).

Model adaptasi roy berguna dalam membimbing praktik keperawatan dalam pengaturan kelembagaan. Ini telah diterapkan di unit perawatan intensif neonatal, bangsal bedah akut, unit rehabilitasi, dua unit rumah sakit umum, rumah sakit ortopedi, sebuah unit bedah saraf, dan 145 tempat tidur rumah sakit, antara lain (Roy dan Andrews 1999).

De Villers (1998) mendemonstrasikan cara speciailist perawat klinis bisa menggunakan model adaptasi roy untuk membantu menggambarkan peran mereka sebagai praktisi ahli dalam pengaturan kandungan dan gynecologycal. Dia menerapkan langkah-langkah roy tentang proses keperawatan dan memberikan contoh-contoh spesifik atau perawatan ahli dari masing-masing mode adaptif.

Newman (1997a) menerapkan model adaptasi roy untuk caregivers pandangan sakit kronis anggota keluarga sakit kronis. Dengan tinjauan pustaka menyeluruh, Newman menunjukkan bagaimana model adaptasi roy dapat digunakan untuk menyediakan perawatan untuk populasi ini. Newman melihat anggota keluarga sakit kronis sebagai fokus stimulus. Stimulus kontekstual termasuk orang yang merawat, jenis kelamin, dan hubungan dengan anggota keluarga sakit kronis. Model adaptasi roy telah diterapkan untuk merawat orang dengan gagal ginjal kronis yang memerlukan hemodialisis, perempuan di menopause, dan penilaian orang tua mengalami kanan, amputasi bawah-lutut-. Model adaptasi roy telah diterapkan pada perawatan remaja dengan asma dan penyakit radang usus dan seorang anak berusia 10 bulan dengan tracheomalacia.

Pendidikan

Model adaptasi Roy mendefinisikan tujuan nyata siswa-siswa perawat, yaitu untuk meningkatkan adaptasi individu pada tiap-tiap bentuk situasi sehat dan sakit. Model juga membedakan ilmu keperawatan dari ilmu medical yang mempunyai area pembelajaran yang terpisah. Dia menekankan bahwa kerjasama yang menggambarkan pemisahan tujuan bagi perawat dan dokter. Adaptasi ini adalah tujuan perawat untuk membantu pasien sebagai tenaga kesehatan yang memberikan yang terbaik, dimana siswa berfokus pada masalah pasien pada rentang sehat sakit dengan tujuan mengubah penyebab. Dia memandang bahwa model sebagai alat penialai untuk menganalisis perbedaan antara 2 profesi keperwatan dan kedokteran. Roy dalam Marriner, Alligood (2006) meyakini bahwa kurikulum dasar pada model ini membantu dalam pengembangan teori oleh siswa juga mampelajari bagaimana menguji teori dan mengenal teori yang baru. Roy menyarankan bahwa mengklarifikasi pembelajaran, mengidentifikasi isi, dan pola spesifik untuk mengajar dan belajar.

Model adaptasi telah digunakan pada pengaturan pendidikan dan memandu pendidikan keperawatan di Mount saint Marys College department of Nursing los Angeles sejak 1970. Diawal 1987, lebih dari 100,000 siswa perawat telah mempelajari program keperawatab yang berdasarkan Model Adaptasi Roy di USA dan sekitarnya. Model Adaptasi Roy membentuk pendidik secara sistematis untuk mengajarkan siswa dengan konten daur hidup dan korban akibat penyakit.

Dobratz dalam Marriner, Alligood (2006) melakukan evaluasi hasil pembelajaran pada penelitian keperawatan dengan desain perspective sesuai Model Adaptasi Roy. Penulis menggambarkan beberapa isi teori yang sudah dipelajari untuk siswa senior dalam menjalankan penelitian. Alat evaluasi dengan skala likert yang terdiri dari tujuh pernyataan. Siswa diberikan pilihan tidak setuju, setuju, atau ragu-ragu dengan 7 pernyataan tersbeut. 4 pertanyaan terbuka yang bertujuan meperoleh informasi dari siswa tentang activitas yang paling banyak membantu pembelajaran, paling sedikit membantu pembelajaran. Metode yang digunakan dengan perintah yang meningkatkan pembelajaran dan penelitian, dan apa yang dapat memingkatkan pembelajaran. Peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran penelitian berdasarkan model adaptasi Roy sangat membantu siswa untuk ambil bagian dalam bidang penelitian bersama. Pembelajaran ke depan sebaiknya lebih ditekankan termasuk pada control atau group pembanding.

Penelitian

Roy menyatakan bahwa pengembangan dan pengujian teori adalah prioritas utama dalam keperawatan. Model Adaptasi Roy telah digunakan secara luas untuk memberi panduan bagi pengembangan ilmu keperawatan melalui penelitian. Roy telah mengidentifikasi kumpulan-kumpulan konsep yang membentuk sebuah model dari hasil observasi dan klasifikasi fakta-fakta. Roy dan koleganya telah membuat tipologi dari masalah-masalah adaptasi dan diagnose keperawatan. Penelitian dan pengujian dibutuhkan dalam lingkup tipologi dan kategorisasi dari intervensi yang berasal dari model tersebut. Proposisi umum juga perlu untuk diuji untuk dapat dikembangkan.

Banyak penelitian yang telah dilakukan dengan memakai Model Adaptasi Roy ini. Salah satunya adalah Young-McCaughan dalam Marriner, Alligood (2006) dalam studinya tentang efek program latihan aerobic terstruktur terhadap toleransi latihan, pola tidur, dan kualitas hidup dari pasien kanker. Subjek penelitian menjalani latihan selama 20 menit, 2 kali seminggu, selama 12 minggu. Hasilnya adalah perkembangan yang signifikan dalam toleransi latihan, kualitas tidur, dan peningkatan kualitas hidup psikologis dan fisiologis.

BAB III

PEMBAHASAN

CONTOH KASUS

An. M umur 7 tahun, jenis kelamin laki-laki, beragama Islam, masuk rumah sakit dengan. Keluhan utama saat masuk rumah sakit adalah badan bengkak dan perut membuncit sejak kira-kira satu bulan yang lalu. Klien mengeluh rasa sakit pada skrotum, ada luka kira-kira 1 cm2 berwarna kemerahan. Sakit bertambah bila daerah scrotum diangkat dan berkurang bila lokasi luka tidak dipegang. Klien pernah dirawat di rumah sakit lain sebanyak 3 kali dengan kasus yang sama dan jarak waktu sekitar 6 bulan, dan selanjutnya kontrol teratur setiap 2 minggu. Klien di diagnosa medis sindroma nefrotik. Dalam keluarga tidak ditemukan riwayat penyakit alergi atau penyakit lain dengan gejala yang sama dengan klien. Hasil pengkajian secara lengkap dijelaskan berikut ini :

Asuhan Keperawatan Berdasar Teori Roy

Pengkajian perilaku

Pengkajian keperawatan terhadap kasus diatas adalah :

Kebutuhan fisiologis, yaitu :

1) Oksigenasi : Bentuk dada simetris, frekuensi napas 24 x / menit, suara nafas vesikuler pada seluruh area paru, suara jantung S1, S2 tunggal, tak ada mur-mur, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 108 x /menit.

Nutrisi : Klien biasa makan tiga kali sehari dengan porsi cukup. Keluarga mengetahui diit rendah garam untuk anaknya. Minum air putih dan susu sejumlah sekitar 3-4 gelas/hari. Berat badan 18 kg, Panjang Badan 102 Cm, lingkar lengan atas 17 Cm, turgor kulit tegang pada abdomen, oedema relatif (grade I) ekstremitas bawah. Mukosa mulut lembab, tidak terjadi hipersalivasi, tidak terdapat stoma, bising usus (+) tidak meningkat. Warna kulit agak pucat, konjungtiva anemis.

Pemeriksaan darah : BUN16 mg/dl(10-20)

Serum Creat1,2 mg/dl(0,6-1,3)

Na130 mmol/l(135-146)

K3,0 mmol/l(3,5-5,2)

Albumin2,0 gr/dl (3,2 3,5)

Cholesterol681 mgr/dl( 150-250)

Eliminasi : Klien berak 1- 2 x/hari, konsistensi lunak, warna feces kuning. Kencing 3-5 x / sehari, jumlah sedikit, warna urine kekuningan agak keruh, Jumlah 1450 ml/24 jam, tidak ada keluhan saat kencing.

Pemeriksaan fisik : bladder kosong, tidak ada skibala. Scrotum membesar simetris dan terdapat luka.

Pemeriksaan urine : Albumin+ + + +

Eritrosit3 4

Leukosit3 4

Bakteri gram -

Aktivitas dan istirahat : Klien biasanya sekolah dan bermain dengan teman-temannya pada siang hari dan tidak tidur siang. Tidur malam jam 21.00 05.30 WIB. Saat di rumah sakit klien bermain di tempat tidur sendirian.Tidur malam jam 21.00 05.30 WIB. Tak ada kebiasaan khusus saat tidur dan tidak ada keluhan saat tidur.Proteksi : Klien telah mendapat imunisasi lengkap saat bayi. Terdapat luka dan bengkak pada skrotum kira-kira 1 cm2 berwarna kemerahan. Penginderaan : Klien mampu melihat dan mendengar dengan baik, perabaan baik, pengecap dan penghidu baik. Disorientasi tidak ada. Klien merasa nyeri pada lokasi pemasangan infus dan pada scrotum saat digerakkan atau dipegang.Cairan dan elektrolit : Terdapat asites sejak 1 bulan yang lalu, oedema pada ektremitas grade I, pada wajah dan palpebra dan scrotum.Fungsi neurologis : Kontrol terhadap pergerakan tubuh baik, kesadaran composmentis, klien takut jika akan dilakukan tindakan keperawatan terutama yang menimbulkan sakit.Fungsi endokrin : tidak ada gangguan pada fungsi endokrin.

Pemeriksaan fisik : tidak pembesaran kelenjar tiroid.

Kebutuhan konsep diri : Klien malu bertemu dengan temannya jika sedang sakit, karena badannya bengkak dan jelek.Kebutuhan fungsi peran : Klien tidak bisa sekolah dan tidak dapat bermain dengan temannya seperti biasanya. Kebutuhan interdependen : Klien tidak dapat beraktivitas mandiri seperti mandi, makan, berpakaian. Semua aktivitas dibantu ibunya. Klien menunjukan kesedihan karena tak dapat bermain sepeda seperti biasanya.

2. Pengkajian stimuli

Kultur : Klien dari suku Jawa, beragama Islam, penghasilan orang tua cukup, biaya perawatan rumah sakit ditanggung askes.Keluarga : Klien masih sekolah, peran sebagai anak dengan tugas belajar.Tahap perkembangan : Klien berusia 7 tahun, jenis kelamin laki-laki, riwayat keluarga tidak ada yang menderita nefrotik sindrome.Integritas modes adaptif fisiologis. Sindroma nefrotik belum jelas diketahui penyebabnya, tetapi diduga akibat autoimun. Sindrom ini ditandai dengan peningkatan permiabilitas glomerulus yang mengakibatkan proteinuria masif sehingga terjadi hipoproteinemia. Akibatnya tekanan onkotik plasma menurun dan terjadi pergeseran cairan dari intravaskuler ke intestisial yang ditandai dengan edema pada seluruh tubuh yang tergantung pada derajat permeabilitas tersebut. Volume plasma, curah jantung dan kecepatan filtrasi glomerulus berkurang mengakibatkan retensi natrium. Hipoalbuminemia merangsang sintesa protein di hepar, sehingga terjadi peningkatan sintesa lipid, lipoprotein dan trigliserida yang ditandai pula dengan peningkatan cholesterol.

Klien sudah 4 kali dirawat di rumah sakit dengan kasus yang sama. Saat masuk rumah sakit badan bengkak dan terdapat luka pada srotum dengan warna kemerahan. Klien mengeluh nyeri pada daerah tersebut. Keluarga tidak mengetahui awal dari penyakit ini. Jika badannya bengkak klien malu bermain dengan temannya karena merasa dirinya sangat jelek. Klien tidak dapat sekolah dan tidak dapat bermain seperti biasanya.

Efektivitas Kognator : Keluarga tahu penyakit yang diderita anaknya adalah ginjal dan harus diit rendah garam. Penyakit ini sudah kambuh sebanyak 3 kali ini, dan segera dibawa ke rumah sakit untuk pengobatan. Keluarga selalu menyiapkan makanan rendah garam, tetapi saat anak jajan di sekolah tidak dapat dikontrol.Kondisi lingkungan : Anak sekarang dipasang infus dan mendapatkan injeksi. Anak sering menangis jika didekati perawat, karena takut disuntik.

Diagnosa keperawatan

Berdasar hasil pengkajian pengkajian diatas, maka dapar dirumuskan diagnosa keperawatan sebagai berikut :

Gangguan integritas kulit : scrotum akibat edema dan penekananResiko infeksi akibat penurunan daya tahan tubuh (hipoalbumin, edema)Nyeri akut scrotum akibat luka dan edema pada area scrotum.Edema akibat peningkatan permiabilitas vaskuler akibat hipoalbumin.Cemas / takut akibat tindakan pengobatan/perawatanGangguan citra tubuh akibat edema pada seluruh tubuh

Menetapkan tujuan

Tujuan yang diharapkan untuk menyelesaikan masalah klien adalah :

Integritas kulit terjaga.Menunjukkan proses yang efektif terhadap kekebalan.Klien mampu menunjukkan strategi koping yang efektif terhadap nyeri.Cairan tubuh dalam kondisi seimbang.Klien mampu menunjukkan koping efektif terhadap rasa cemas/takut.Klien menunjukkan respon positif terhadap citra tubuh.

Intervensi

Tindakan keperawatan yang berhubungan dengan pencapaian tujuan adalah :

Klien menunjukkan perbaikan luka dan mempertahankan integritas kulit.Lakukan perawatan luka setiap hari.Hindari pakaian yang ketat yang menekan kulit.Topang area yang edema untuk mencegah tekanan.Bersihkan kelopak mata yang edema dengan normal saline dan lap lembut. Jaga kulit tetap dalam kondisi kering, jika perlu beri talk. Menunjukkan proses yag efektif terhadap kekebalan.Tempatkan dengan klien lain yang tidak terinfeksi.Batasi pengunjung yang masuk dan ajarkan teknik cuci tangan yang benar.Gunakan teknik aseptis dalam setiap melakukan tindakan pada klien. Pantau suhu tubuh Jaga anak tetap dalam kondisi hangat dan kering.Ajari orang tua mengenal tanda-tanda awal infeksiKlien mampu menunjukkan strategi koping yang efektif terhadap nyeri.Bentuk hubungan saling percaya dengan anak keluarga dengan mengekspresikan kekhawatiran tentang laporan nyeri.Siapkan anak sebelum prosedur yang menyebabkan nyeri dan biarkan anak memilih posisi nyaman saat melakukan tindakan yang menimbulkan nyeri.Libatkan orang tua untuk mendampingi dalam setiap prosedur.Ajari anak tentang nyeri, pastikan bahwa nyeri bukan sebagai hukuman.Berikan mainan / radio dan ajak anak untuk ikut bernyanyi/ bermain.Gunakan cerita lucu untuk mengurangi rasa nyeri.Bantu anak untuk berkonsentrasi tentang hal yang menyenangkan saat nyeriCairan tubuh dalam kondisi seimbang.Kaji dan ukur cairan yang masuk dan keluar.Kaji perubahan status edema, ukur lingkar abdomen.Uji urine untuk berat jenis dan albumin.Batasi / atur cairan yang masuk selama edema masif.Basahi bibir untuk mencegah perasaan kering.Pantau pemberian cairan infus intravenaBerikan diuretik dan kortikosteroid sesuai dengan ketentuan.Klien mampu menunjukkan koping yang efektif terhadap rasa cemas/takut.Siapkan anak sebelum melakukan tindakan dengan menjelaskan prosedur.Biarkan keluarga tetap mendampingi anak selama prosedur tindakan Berikan aktivitas pengalihan/bermain untuk mengurangi cemas.Berikan tindakan yang membuat anak nyaman(musik, humor, mainan) Berikan kepercayaan kepada orang tua dan anakKlien menunjukkan respon positif terhadap citra tubuh.Tunjukkan aspek positif dari penampilan dan bukti penurunan edema.Jelaskan pada anak dan orangtua bahwa gejala yang berhubungan dengan terapi steroid akan hilang bila obat dihentikan.Ajak anak bermain dengan anak yang seusia dan yang tidak terinfeksi sesuai dengan batas toleransi aktivitasnya.Berikan umpan balik yang positif terhadap perilaku yang adaptif.Gali minat klien terhadap permainan.

Evaluasi.

Evaluasi merupakan tindakan mengkaji ulang respon dan kondisi klien setelah tindakan keperawatan dilakukan berdasar pada tujuan yang telah ditetapkan. Hasil evaluasi dari masalah-masalah klien tersebut diatas adalah :

Integritas kulit tetap terjaga dan terjadi penyembuhan luka pada scrotum.Tidak didapatkan tanda dan gejala infeksi.Klien mampu menunjukkan koping yang efektif terhadap nyeri dengan melakukan teknik distraksi dan relaksasi secara terbimbing atau mandiri.Cairan tubuh dalam kondisi seimbang yang ditandai dengan tidak adanya edema dan tidak terdapatnya albumin dalam urine.Klien mampu menunjukkan koping efektif terhadap rasa cemas/takut, dan melakukan aktivitas secara mandiri sesuai dengan toleransinya.Klien menunjukkan respon positif terhadap citra tubuh yang ditunjukkan dengan hilangnya rasa malu dan keyakinan bahwa edemanya akan sembuh setelah pengobatan.

PEMBAHASAN

Penerapan teori model adaptasi Roy dalam praktek keperawatan, perawat melakukan dua tahap pengkajian, yaitu pengkajian perilaku dan pengkajian stimulus. Pada kasus anak dengan diagnosa medis sindroma nefrotik yang mengalami hospitalisasi, pengkajian fisiologi terutama yang berhubungan dengan perubahan status keseimbangan cairan dan elektrolit yang mempengaruhi seluruh sistem tubuh. Dalam hal ini anak menunjukkan tanda edema pada ekstremitas, palpebra, perut dan scrotum, serta hipoalbuminemia dan peningkatan cholesterol. Pengkajian konsep diri menunjukkan perasaan malu karena badannya bengkak. Pengkajian fungsi peran klien tidak bisa sekolah dan bermain dengan temannya seperti biasanya. Pengkajian interdependensi yaitu klien tidak dapat beraktivitas secara mandiri.

Pada pengkajian terhadap stimulus klien adalah anak usia sekolah yang mulai mengembangkan rasa industri dan mengembangkan aktivitas fisik untuk kebutuhan pertumbuhan dan perkembangnnya. Klien mengalami peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein yang mengakibatkan proteinuria secara masif. sehingga terjadi hipoproteinemia. Kondisi ini menyebabkan beberapa tanda seperti pada pengkajian perilaku. Sementara keluarga hanya tahu penyakit yang diderita anaknya adalah ginjal dan menjalankan diit rendah garam. Adapun akibat hospitalisasi anak sering menangis jika didekati perawat, karena takut disuntik dan tidak dapat menjalankan peran untuk membentuk kemandirian.

Berdasar hasil pengkajian perilaku dan stimuli maka dirumuskan diagnosa keperawatan yaitu dari model fisiologis meliputi : 1) Gangguan integritas kulit : scrotum akibat edema dan penekanan, 2) Resiko infeksi akibat penurunan daya tahan tubuh (hipoalbumin, edema), 3) Nyeri akut scrotum akibat luka dan edema pada area scrotum, dan 4) Edema akibat peningkatan permeabilitas vaskuler akibat hipoalbumin.

Pada model konsep diri terdapat gangguan citra tubuh akibat edema pada seluruh tubuh Pada modes interdependen terdapat cemas/takut akibat tindakan pengobatan/perawatan

Tujuan dan intervensi keperawatan menurut adalah untuk meningkatkan kemampuan klien dalam mengelola stimuli sehingga mencapai kondisi yang adaptif pada seluruh modes adaptif. Tindakan keperawatan untuk mengelola stimuli pada kasus anak dengan sindrome nefrotik tindakan adalah :

Berhubungan dengan stimulus fokal / penyebab langsung sakit, adalah :Mengukur dan mengatur cairan yang masuk dan keluar.Melibatkan keluarga dalam melakukan prosedur dengan menjelaskan setiap prosedur yang asing bagi anak serta melakukan aktivitas pengalihan/bermain untuk mengurangi cemas dan nyeri.Menunjukkan aspek positif dari penampilan dan bukti penurunan edema dan menjelaskan gejala edema akan hilang setelah pengobatan.Menjauhkan anak dari sumber infeksi, baik pengunjung, alat atau klien lain. Melakukan perawatan luka secara hati-hati.Berhubungan dengan konstektual / stimulus yang menunjang terjadinya sakit (faktor presipitasi) Menghindari semua yang menekan kulit (pakaian yang ketat, tempat tidur).Menjaga kebersihan kulit terutama yang mengalami edema. Memantau tanda infeksi ( suhu tubuh) Menyiapkan anak sebelum prosedur yang menyebabkan nyeri (kenyamanan).Mengajak anak bermain sesuai dengan batas toleransinya yeri.Berhubungan dengan stimulus residual /sikap, keyakinan dan pemahaman individu : Mengajari anak tentang nyeri, dan memastikan bahwa nyeri/sakit bukan suatu hukuman.Menjelaskan anak bahwa bermain dapat dilakukan meskipun sakit.

Evaluasi merupakan tindakan mengkaji ulang respon dan kondisi klien setelah tindakan keperawatan yang dilakukan berdasar pada tujuan yang telah ditetapkan. Pada kasus anak yang mengalami hospitalisasi sesuai dengan Model Adaptasi Roy, maka hasil evaluasi adalah klien menunjukkan kemampuan koping yang efektif terhadap integritas kulit, kekebalan tubuh, nyeri, keseimbangan cairan tubuh, cemas / takut dan citra tubuh. Kemampuan aaptif tersebut ditunjukkan dengan penyembuhan luka dan hilangnya nyeri, cemas/takut , edema serta tidak didapatkannya albumin dalam urine. Klien juga dapat melakukan aktivitas bermain dan aktivitas lain secara mandiri.

BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Model Adaptasi Roy sangat mempengaruhi profesi keperawatan. Model ini adalah salah satu model yang paling sering kali digunakan untuk memandu penelitian perawatan, pendidikan, dan praktek. Model Adaptasi Roy telah memberikan inspirasi pengembangan middle range theory dan pengembangan dari penelitian. Sister Callista Roy terus menyempurnakan model adaptasi untuk penelitian, pendidikan dan praktek keperawatan.

Menurut Roy, individu merupakan sistem adaptif yg holistik dan fokus dari keperawatan. Lingkungan internal dan eksternal keperawatan terdiri dari semua phenomenona yang mengelilingi sistem adaptif manusia dan mempengaruhi perkembangan mereka dan prilakunya. Individu berada dalam interaksi yang konstan dengan lingkungan dan adanya pertukaran informasi, materi, dan energi: yaitu, individu yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan. Lingkungan adalah sumber stimulasi yang baik dapat mempromosikan mengancam atau mendukung kelangsungan hidup. Untuk bertahan hidup, sistem adaptif manusia harus merespon positif stimulasi lingkungan.

Ada tiga jenis stimulus lingkungan yang dijelaskan dalam Model Adaptasi Roy. Fokal stimulus adalah yang paling awal kontak dengan individu dan menuntut perhatian serta energy yang lebih untuk melakukan adpatasi. Stimulus konstekstual terjadi dalam situasi yang berkontribusi secara positif atau negative terhadap kekuatan dari kekuatan stimulus fokal. Stimulus residual memepengaruhi stimulus fokal tetapi efeknya tidak diketahui. Tiga jenis dari stimulus ini bersama-sama membentuk level adapatasi.

DAFTAR PUSTAKA

Fitzpatrick, Joyce. J. & Ann, L.Whall. (1989). Conceptual Models of Nursing Analysis and Application. USA : Appleton & Lange

George, Julia.B. (1995). Nursing Theories The Base for Profesional Nursing Practice. ( 4rd Edition). USA : Appleton & Lange

Marriner, A. (2001). Nursing Theories and Their Work. Indiana : Mosby Company

Meleis, Afaf.I. (1997). Theoretical Nursing : Development and Progress. 3rd Edition. Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher

Pamela G.Reed et.al . (2004). Perspective on nursing theory: Level of theoretical thinking. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Reed, Shearer.& Nicol (2003). Perspectives on Nursing Theory. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Roy, S.C. and Heather, A. A. (1991). The Roy Adaptation Model the Definitive Statement. USA: Appleton & Lange

Tomey, Marriner dan Alligood (1998) Nursing Theorists and their Work, Philadelphia