16
PRIORITAS PENDIDIKAN PAPUA Volume 3/III/2015 USAID PRIORITAS: Mengutamakan Pembaharuan, Inovasi, dan Kesempatan bagi Guru, Tenaga Kependidikan, dan Siswa Media Informasi dan Penyebarluasan Praktik Pendidikan Dasar yang Baik di Provinsi Papua Pelan Bukan Berarti Tidak Jalan P endidikan tidak bisa terlepas dari peran penting seorang pendidik. Kita tidak perlu menunggu menjadi sempurna untuk bisa mendidik orang lain. Jika kita menunggu sempurna, kita tidak akan pernah memiliki kesempatan menjadi pendidik. Belajar merupakan proses tanpa henti selama manusia hidup. Seorang pendidik pun tidak pernah berhenti untuk belajar. Linus Logo, seorang guru di SD Inpres Wesaput, memahami hal tersebut. Ia tidak malu untuk belajar lagi dalam pelatihan guru yang diadakan oleh Yayasan Kristen Wamena (YKW). Sebelum mengikuti pelatihan, ia mengaku mengalami kesulitan dalam mengajar. Selain karena ia harus mengajar lebih dari 30 anak didik dalam satu kelas, ia merasa cara mengajarnya membosankan. Ia lebih sering bercerita kepada anak-anak didiknya saat pelajaran karena tidak tahu harus mengajar apa. Hal ini menyebabkan proses belajar mengajar tidak berjalan seperti seharusnya. Sebagian besar anak-anak kelas 2 mengalami kesulitan membaca dan menulis. Linus mengikuti pelatihan dari YKW yang dibagi menjadi tiga tahap. Ia mencoba menerapkan yang telah dipelajari dalam pelatihan. Pada awalnya, ia memang mengalami beberapa kendala, tetapi itu bukan alasan untuk menyerah. Pada saat tim pelatih YKW melakukan pendampingan di sekolah, terlihat jelas usahanya untuk menjadi lebih baik. Ia mencoba menerapkan metode pembelajaran yang menyenangkan dan efektif serta menggunakan Buku Paket Kontekstual Papua (BPKP) yang diberikan YKW. Setelah mendapat beberapa kali pendampingan dari pelatih YKW, ia mulai percaya diri untuk mengubah cara mengajarnya menjadi lebih baik dan efektif. Tidak ada lagi cerita yang tidak berhubungan dengan pelajaran lagi di kelasnya. Anak-anak mulai fokus belajar membaca, menulis, dan berhitung menggunakan BPKP. Bahkan, untuk mendukung kegiatan belajar mengajar di kelasnya, ia juga mulai berusaha membuat alat peraga sendiri dan dengan teratur mengajak anak-anak belajar menggunakannya. (IW) Linus Logo mendampingi anak-anak kelas 2 SD Inpres Wesaput menyelesaikan latihan Bahasa Indonesia dari buku kerja siswa BPKP.

Tenaga Kependidikan, dan Siswa PRIORITAS PENDIDIKAN … fileuntuk belajar. Linus Logo, seorang guru di SD Inpres Wesaput, memahami hal tersebut. Ia tidak malu untuk belajar lagi dalam

  • Upload
    dokhanh

  • View
    231

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

PRIORITAS PENDIDIKAN PAPUA Volume 3/III/2015

USAID PRIORITAS: Mengutamakan Pembaharuan, Inovasi, dan Kesempatan bagi Guru,

Tenaga Kependidikan, dan Siswa

Media Informasi dan Penyebarluasan Praktik Pendidikan Dasar yang Baik di Provinsi Papua

Pelan Bukan Berarti Tidak Jalan

P endidikan tidak bisa terlepas dari peran penting seorang pendidik. Kita tidak perlu menunggu menjadi

sempurna untuk bisa mendidik orang lain. Jika kita menunggu sempurna, kita tidak akan pernah

memiliki kesempatan menjadi pendidik.

Belajar merupakan proses tanpa henti selama manusia hidup. Seorang pendidik pun tidak pernah berhenti

untuk belajar. Linus Logo, seorang guru di SD Inpres Wesaput, memahami hal tersebut. Ia tidak malu

untuk belajar lagi dalam pelatihan guru yang diadakan oleh Yayasan Kristen Wamena (YKW).

Sebelum mengikuti pelatihan, ia mengaku mengalami kesulitan dalam mengajar. Selain karena ia harus

mengajar lebih dari 30 anak didik dalam satu kelas, ia merasa cara mengajarnya membosankan. Ia lebih

sering bercerita kepada anak-anak didiknya saat pelajaran karena tidak tahu harus mengajar apa. Hal ini

menyebabkan proses belajar mengajar tidak berjalan seperti seharusnya. Sebagian besar anak-anak kelas 2

mengalami kesulitan membaca dan menulis.

Linus mengikuti pelatihan dari YKW yang dibagi menjadi tiga tahap. Ia mencoba menerapkan yang telah

dipelajari dalam pelatihan. Pada awalnya, ia memang mengalami beberapa kendala, tetapi itu bukan alasan

untuk menyerah. Pada saat tim pelatih YKW melakukan pendampingan di sekolah, terlihat jelas usahanya

untuk menjadi lebih baik. Ia mencoba menerapkan metode pembelajaran yang menyenangkan dan efektif

serta menggunakan Buku Paket Kontekstual Papua (BPKP) yang diberikan YKW.

Setelah mendapat beberapa kali

pendampingan dari pelatih YKW, ia mulai

percaya diri untuk mengubah cara

mengajarnya menjadi lebih baik dan efektif.

Tidak ada lagi cerita yang tidak

berhubungan dengan pelajaran lagi di

kelasnya. Anak-anak mulai fokus belajar

membaca, menulis, dan berhitung

menggunakan BPKP. Bahkan, untuk

mendukung kegiatan belajar mengajar di

kelasnya, ia juga mulai berusaha membuat

alat peraga sendiri dan dengan teratur

m e n g a j a k a n a k - a n a k b e l a j a r

menggunakannya. (IW) Linus Logo mendampingi anak-anak kelas 2 SD Inpres Wesaput

menyelesaikan latihan Bahasa Indonesia dari buku kerja siswa BPKP.

2 Volume 3/III/2015

Daftar Isi:

Pelan Bukan Berarti Tidak

Jalan 1

Catatan Redaksi 2

Fokus pada Cara Mengajar

Calistung 3

Pion dan Batu sebagai Alat

Bantu Berhitung 3

Senang Bisa Belajar Setiap

Hari 4

Semangat untuk Menjadi Lebih

Baik 4

Dampak BPKP di SD YPPGI

Hitigima 5

Kemampuan Komunikasi

Tertulis dan Lisan Pelatih 5

Bangga Jadi Guru 6

Cara Kreatif Meningkatkan

Kemampuan Anak 7

Membangun Kerja Sama

Antarlembaga untuk

Meningkatkan Kualitas Pendidikan di Kabupaten

Jayawijaya

8

Rekomendasi Dinas

Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Papua

9

Surat Rekomendasi

Penggunaan BPKP oleh Kepala Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan Provinsi Papua

10

Mendidik Anak-Anak Kampung Secara Baik

12

Melatih Guru Sekolah

Pedalaman Yahukimo 13

Lensa Prioritas 14

Direktur Misi USAID

Indonesia:

BPKP Memampukan Guru

Mengajar Lebih Efektif

16

Catatan Redaksi

D a t a p e m e r i n t a h d a e r a h

K a b u p a t e n J a y a w i j a y a

menunjukkan bahwa sebanyak 362 dari

598 guru-guru sekolah dasar hanya

menyelesaikan pendidikan sampai

tingkat SMA atau SPG. Di kabupaten

Yahukimo latar belakang pendidikan

guru-guru belum lebih baik daripada di

Jayawijaya. Data seperti itu

menunjukkan bahwa pelatihan-

pelatihan sangat penting dan akan

secara langsung berguna bagi anak-

anak yang ada di SD.

Keadaan tersebut memberi motivasi kepada YKW dan Yasumat

untuk melatih guru-guru dalam meningkatkan mutu proses

pembelajaran membaca, menulis, dan berhitung (calistung) di kelas

satu sampai tiga. Semangat YKW dan Yasumat ini terlaksana karena

adanya kerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Pengajaran

Kabupaten Jayawijaya dan disponsori oleh USAID PRIORITAS.

Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Jayawijaya telah

merencanakan kegiatan peningkatan kapasitas tenaga pendidik yang

terkait dengan penerapan kurikulum, pengajaran di kelas awal,

penerapan disiplin positif, dan lain-lain.

Dalam buletin ini, diceritakan bagaimana yayasan-yayasan

bergandengan tangan dengan pemerintah daerah dalam upaya

tersebut. Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Jayawijaya

mengistilahkan Buku Paket Kontekstual Papua (BPKP) yang disusun

oleh YKW seperti menyiram ke dalam mangkok dari dekat sehingga

semua bahan bisa masuk. Terlebih lagi, Kepala Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan Provinsi Papua sudah merekomendasikan penggunaan

Buku Paket Kontekstual Papua (BPKP).

Melalui buletin ini, diuraikan juga tentang pelatihan guru-guru SD di

Kabupaten Jayawijaya yang dilakukan oleh YKW dan di Kabupaten

Yahukimo oleh Yasumat. Kami juga menuliskan beberapa kesaksian

guru dan siswa dari sekolah mitra kami. Dengan membagikan

informasi tentang hal-hal tersebut, kami berharap tenaga pendidik

lainnya dapat terinspirasi untuk mengembangkan keterampilan

masing-masing demi kemajuan pendidikan di Papua, khususnya di

Pegunungan Tengah.

Martijn van Driel Konsultan Pendidikan

Yayasan Kristen Wamena

3 PRIORITAS PENDIDIKAN PAPUA

Fokus pada Cara Mengajar Calistung

S elama dua minggu, Yayasan Kristen Wamena (YKW) kembali berbagi

ilmu dengan guru-guru dan kepala sekolah mitra program PRIORITAS.

Pelatihan guru yang dibagi menjadi dua kelompok ini berjalan cukup efektif.

Kelompok pertama mengikuti pelatihan pada 9 sampai 13 Februari dan

kelompok kedua pada 23 sampai 27 Februari.

Pada hari pertama pelatihan, peserta diingatkan kembali tentang cara

pemakaian Buku Paket Kontekstual Papua (BPKP) dan pentingnya alat

peraga. Hari-hari pelatihan selanjutnya diawali dengan observasi proses

belajar mengajar menggunakan BPKP di SD Koinonia. Setelah itu, peserta

dibekali praktik pembiasaan konsep dasar matematika (dinding Matematika

dan proses membaca.

“Sejak awal, program ini fokus pada kemampuan baca, tulis, hitung

(calistung) anak. Maka, kami menekankan kembali penerapan dinding

Matematika dan proses membaca dalam pelatihan ini,” kata Eirene,

fasilitator pelatihan dari YKW.

Selain itu, menurut pengamatan pelatih selama proses pendampingan, guru-

guru mengalami kesulitan untuk menangani kelas besar dan kelas rangkap.

Kelas besar yang dimaksud adalah kelas yang memiliki 40 atau lebih anak didik, sedangkan kelas rangkap

berarti guru dituntut untuk menangani dua atau lebih kelas dalam satu waktu yang bersamaan. Melihat itu,

peserta juga berbagi pengalaman tentang cara menangani kelas besar dan kelas rangkap. (JP)

1

Praktik mengajar Dinding

Matematika.

Observasi kegiatan belajar

mengajar di kelas 2 SD Koinonia.

Pion dan Batu sebagai Alat Bantu Berhitung

M atematika bukan mata pelajaran yang sulit jika tahu cara

belajar yang tepat dan menyenangkan. Jika di kota besar

anak-anak bisa menggunakan alat canggih untuk menghitung,

anak-anak di Wamena menggunakan pion dan batu untuk

belajar menghitung. Pion berasal dari tanaman yang tumbuh di

Pegunungan Tengah. Bentuknya seperti bambu.

“Dulu anak-anak pakai jari saja. Sekarang pakai pion. Kalau

belajar tambah-tambah, misalnya lima tambah 3, anak-anak

sudah pegang 5 pion di tangan kanan, tinggal tambah 3 lagi. Jadi,

kalau sudah ada lima, ditambah 3 jadi enam, tujuh, delapan,”

terang Alpius sambil memperagakan penggunaan pion di kelas 2

SD YPPK Sinatma.

Pion dan batu bisa didapatkan di mana saja. Biasanya, guru-guru akan meminta anak-anak membawa pion

ke sekolah dan dikumpulkan di sekolah sehingga bisa digunakan sewaktu-waktu. Jika tidak ada pion, masih

ada batu di halaman sekolah yang bisa diambil dan digunakan sebagai alat peraga belajar matematika. (JP)

Anak-anak kelas 2 SD YPPK Sinatma menggunakan pion sebagai alat bantu belajar

penjumlahan.

4 Volume 3/III/2015

Senang Bisa Belajar Setiap Hari

M enjadi pelatih guru di Kabupaten Jayawijaya, Papua, merupakan

pengalaman yang menarik. Ada 58 guru dan kepala sekolah dari

20 sekolah mitra YKW PRIORITAS yang kami latih. Beberapa di

antaranya sudah mulai menerapkan hal-hal yang kami berikan, tetapi

ada pula yang belum.

Seorang guru kelas 1 SD YPPK St. Gabriel Elagaima, Matias Elopere,

telah mengikuti pelatihan guru yang diadakan oleh Yayasan Kristen

Wamena (YKW) sebanyak tiga tahap. Meskipun mengalami kesulitan

dalam memahami materi yang disampaikan oleh tim pelatih, bapak guru

ini memiliki semangat untuk mencoba menerapkan pola pengajaran

Buku Paket Kontekstual Papua (BPKP). Kesulitan yang dihadapinya

bukan halangan untuk mengajar dengan lebih baik. Matias mau menggunakan BPKP dan alat peraga dalam

mengajar, bahkan membuat alat peraganya sendiri. Selain itu, dia rajin menulis daftar hadir siswa dan

mencatat apa yang diajarkannya setiap hari dalam jurnal harian guru. Jika kami memberikan masukan saat

pendampingan, Matias menerimanya dan mencoba menerapkannya.

Bapak Matias Elopere merupakan salah satu di antara beberapa guru yang memiliki semangat untuk

berubah. Mereka berubah bukan demi pelatih. Mereka mau keluar dari cara lama dan mencoba cara baru

untuk kemajuan pendidikan anak-anak Papua, khususnya di Kabupaten Jayawijaya ini. Hal itulah yang

menambah semangat tim pelatih YKW untuk terus mendampingi. Tantangan akan terus ada, tapi semangat

juga akan terus menyala. Kiranya Tuhan menolong kita dalam melayani guru-guru dan anak-anak. (EM)

Matias Elopere menggunakan pion sebaga alat peraga dalam mengajar

Matematika kelas 2 SD YPPK Elagaima.

Semangat untuk Menjadi Lebih Baik

B apak guru biasanya pakai cerita-cerita yang saya tidak tahu. Saya tidak pakai

Bahasa Indonesia di rumah, jadi pelajaran bahasa Indonesia buat saya

bingung. Dulu bapak guru suka pakai cerita tentang kereta api, kapal laut, jalan

tol. Saya tidak tahu itu apa. Sekarang bapak guru pakai cerita-cerita yang saya

tahu. Bapak guru kemarin ceritakan tentang babi. Saya tahu babi.

Bapak guru juga minta saya kerja tugas dari buku baru. Saya kerja di kertas, tapi

saya senang karena banyak gambar di buku. Di kelas, saya juga menyanyi dengan

teman-teman dan bapak guru. Saya jadi senang belajar di sekolah karena bisa

menyanyi dan main. Saya sudah bisa baca kata dan kalimat yang pendek.

Waktu belajar hitung-hitung, bapak guru ajak hitung pakai pion. Bapak guru juga

minta saya dan teman-teman keluar kelas untuk hitung pagar dan kayu. Sekarang saya sudah bisa

tambah-tambah dan kurang-kurang.

Bapak guru juga sekarang rajin masuk kelas untuk ajar saya. Saya senang karena bisa belajar setiap

hari. (Nug)

Nursi Haluk, siswi kelas 3

SD YPPGI Pugima

5 PRIORITAS PENDIDIKAN PAPUA

Dampak BPKP di SD YPPGI Hitigima

K ami dari SD YPPGI Hitigima mengucapkan terima kasih banyak kepada

Yayasan Kristen Wamena (YKW). YKW telah membantu kami dalam

bentuk peralatan sekolah, dalam hal ini buku-buku paket BPKP, serta peralatan

atau alat peraga Matematika dan Bahasa Indonesia, buku pedoman guru serta

dengan buku tes siswa.

Kami lihat sebelumnya kami pakai buku paket umum agak sulit untuk mengerti.

Kami harus buat RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran –red) dan segala

macam. Tetapi, BPKP ini sudah ada RPP-nya sehingga tidak terlalu sulit. Untuk

itu, kami dari SD YPPGI Hitigima, sekali lagi, mengucapkan terima kasih atas

bantuannya.

Kami dari SD YPPGI Hitigima mendorong dengan doa agar YKW bisa

meningkatkan untuk memperbanyak buku lagi. Ini salah satu pelayanan dari YKW untuk bisa membantu

di Pegunungan Tengah Papua, secara khusus Kabupaten Jayawijaya dan Yahukimo. Tuhan terus menyertai

dalam pelayanan ini.

YKW juga bisa membuka mata putra-putri Papua untuk masa depan mereka. Tuhanlah yang akan

membalas jasa bapak dan ibu dari YKW. Kiranya Tuhan memberkati kita semua. Syalom!

(Yoel Wetipo, S.Pd.K)

P ada 2-6 Maret, Yayasan Kristen Wamena (YKW) kembali mengadakan pelatihan pelatih (training of

trainers) tahap keempat. Dalam pelatihan ini, pelatih diajak untuk mengasah kemampuan menulis.

Harapannya, mereka dapat menuliskan hasil-hasil pendampingan dengan lebih mengalir. Pelatih diajak

menulis secara bebas terlebih dahulu, kemudian menyusun ide-ide dalam tulisan itu menjadi sebuah

kerangka yang lebih terstruktur. Setelah itu, pelatih mengembangkan kerangka tersebut menjadi sebuah

karangan yang baik.

Mereka juga diajak berdiskusi tentang komunikasi yang baik dan efektif. Iain Wilson, seorang konsultan

pendidikan, diundang sebagai fasilitator untuk materi komunikasi ini. Pelatih diberi kesempatan berbagi

hambatan-hambatan komunikasi yang dihadapi selama mendampingi guru. Pelatih bersama fasilitator

mencari solusi untuk memperkecil hambatan-hambatan tersebut.

Pelatih juga belajar lagi tentang materi pengambilan data

kemampuan baca, tulis, hitung (calistung) anak-anak didik

di sekolah mitra YKW PRIORITAS. Melalui pengambilan

data ini, kita diharapkan bisa melihat perkembangan

kemampuan calistung anak-anak didik di sekolah yang

menjadi mitra program pelatihan guru yang

diselenggarakan oleh YKW dan USAID PRIORITAS.

(JP) Suasana diskusi tentang hambatan dan solusi berkomu-

nikasi dalam proses pendampingan guru.

Kemampuan Komunikasi Tertulis dan Lisan Pelatih

Yoel Wetipo

Guru SD YPPGI Hitigima

6 Volume 3/III/2015

Bangga Jadi Guru

Alpius Lani adalah salah satu guru dari SD YPPK Sinatma yang

mengikuti pelatihan guru yang diadakan Yayasan Kristen Wamena

(YKW) dalam 3 tahap. Seusai pendampingan, fasilitator dari YKW

dan Alpius duduk bersama untuk berbincang-bincang. Berikut hasil

percakapan fasilitator YKW dan Alpius.

Mengapa Bapak mau menjadi guru?

“Cita-cita saya dulu jadi seorang tentara, tapi tidak diterima di

sekolah tentara. Saya coba daftar di sekolah pendidikan guru dan

diterima. Saya pikir memang Tuhan mau saya jadi guru.”

Sejak kapan Bapak mengajar?

“Pertama mengajar, saya ditempatkan di SD Inpres Bokondini tahun

1997. Lalu 2003 saya pindah ke Wamena dan mengajar di SD YPPK

Sinatma.”

Menurut Bapak, apakah kemampuan baca, tulis, hitung

(calistung) itu penting?

“Menurut saya, calistung itu sangat penting, terutama membaca.

Anak harus tahu abjad dulu, lalu bisa susun kata, lalu susun kalimat.”

Apa tantangan Bapak dalam mengajarkan calistung kepada anak-anak?

“Kemampuan bahasa Indonesia jadi tantangan paling berat. Orang tua anak-anak di sini banyak yang tidak

berpendidikan. Mereka tidak bisa bahasa Indonesia. Anak-anak juga tidak tahu bahasa Indonesia. Dari

rumah, mereka langsung masuk SD kelas 1, tidak ada PAUD atau TK dulu. Itu yang buat susah.”

Saya juga lihat Bapak sudah pakai BPKP saat mengajar. Apa ada perbedaan saat mengajar

sebelum dan setelah pakai BPKP?

“Sebelum pakai BPKP saya masih raba-raba yang saya ajarkan. Saya pakai buku paket yang dari pusat. Tapi

isinya banyak yang tidak ada di Wamena sini. Kalau mengajar tentang kereta api atau gunung berapi, saya

bingung, anak-anak juga bingung karena tidak ada di sini. Di BPKP contoh-contohnya ada di sini semua jadi

saya tidak bingung mengajar dan anak-anak cepat mengerti.”

Menurut Bapak, apakah BPKP membantu Bapak dalam mengajar?

“Saya sangat berterima kasih karena di dalam BPKP semuanya sudah lengkap. Ada RPP yang lengkap

dengan pembukaan, penjelasan, pelatihan, dan penutup. Semua lengkap. Sangat membantu saya dalam

mengajar. Anak-anak juga senang dan cepat belajar karena ada gambar-gambar dan cara pakai alat

peraganya. Kalau anak-anak senang, mereka cepat bisa, saya bangga.”

(Nug/JP)

Suasana kelas 2 SD YPPK Sinatma saat Alpius Lani mengajar Bahasa Indonesia.

7 PRIORITAS PENDIDIKAN PAPUA

S etelah mengikuti pelajaran selama satu semester, kepala sekolah dan guru-guru menemukan kesulitan

untuk menangani kelas dengan kemampuan anak yang sangat berbeda. Beberapa anak sudah bisa

membaca, tetapi ada juga yang hanya hafal satu atau dua huruf. Untuk menangani hal tersebut, sebuah

tindakan kreatif dilakukan oleh SD YPPK Pikhe. Anak-anak didik kelas 1 di SD YPPK Pikhe dibagi menjadi

dua kelas berdasar kemampuan mereka. Di satu kelas untuk anak-anak didik yang sudah bisa membaca,

guru bisa meneruskan pelajaran sebelumnya. Satu kelas lagi untuk anak-anak didik yang masih mengalami

kesulitan membaca. Kelas kedua ini diajar oleh seorang guru honorer, Rosita Ayamiseba.

Gaya diferensiasi ini bisa diterapkan di sekolah-sekolah yang lain juga untuk mengatasi perbedaan

kemampuan antara anak didik. Anak didik di kelas Rosita semakin percaya diri waktu mereka mendapat

pelajaran yang sesuai dengan tingkat kemajuan mereka. Di ruang kelas sebelah, anak-anak juga lebih

semangat.

Rosita dengan teratur menggunakan Buku Paket Kontekstual Papua (BPKP) dan mengikuti langkah-

langkah di buku panduan BPKP dengan tepat. Dia menyatakan bahwa anak-anak didik yang selalu masuk

sudah paham dan bisa lakukan apa yang diajarkan. Namun, anak-anak didik lain bermasalah karena tidak

teratur masuk sekolah. “Saya kadang rasa pusing dengan anak-anak yang tidak datang setiap hari. Pada

saat saya sudah mengajar bahan baru, mereka tidak ada, dan waktu mereka datang lagi, mereka tidak bisa

ikuti pelajaran dengan baik,” kata Rosita. Hal ini dibuktikan juga dengan hasil tes bahwa ternyata anak-

anak yang masih kesulitan membaca adalah anak-anak yang sering absen.

Sebagai upaya mengatasi masalah ini, sekolah menyebarkan surat undangan kepada orang tua atau wali

anak-anak didik di kelas Rosita. Sekitar 20 orang tua menghadiri pertemuan tersebut. Rosita memberikan

pemahaman tentang proses membaca dan pentingnya dukungan orang tua untuk pendidikan anak. Ia juga

menjelaskan bahwa semua orang tua diharapkan bisa membantu anak-anak belajar di rumah. Beberapa

orang tua kebingungan untuk membantu anak-anak karena mereka sendiri tidak bisa membaca. Untuk itu,

Rosita menjelaskan bahwa ada hal-hal lain yang bisa dilakukan orang tua untuk membantu anak-anak, yaitu

berdoa untuk anak, mengantarkan sampai di sekolah supaya anak ‘tidak kabur’ di tengah jalan, dan

memastikan anak tidur tepat waktu. Orang tua juga sangat mengerti bahwa anak juga perlu makan

sesuatu sebelum berangkat ke sekolah, jangan sampai bunyi perut lebih keras daripada bunyi huruf. Salah

satu hasil dari pertemuan ini adalah meningkatnya kehadiran anak didik di kelas Rosita. (MD)

Cara Kreatif Meningkatkan Kemampuan Anak

Rosita saat mengajar anak-anak kelas 1 SD YPPK Pikhe. Suasana pertemuan orang tua di SD YPPK Pikhe

8 Volume 3/III/2015

P endidikan adalah hal yang sangat penting dalam

meningkatkan kualitas sumber daya manusia

(SDM). Meningkatnya kualitas SDM bisa

memberikan dampak pada peningkatan

kesejahteraan masyarakat. Salah satu hal penting

dalam meningkatkan kualitas SDM adalah

memajukan pelayanan pendidikan yang baik bagi

peserta didik, khususnya pada jenjang pendidikan

dasar. Kemampuan baca, tulis, hitung (calistung)

adalah salah satu hal yang perlu memperoleh

perhatian khusus dari seluruh pemangku

kepentingan di bidang pendidikan agar masyarakat

bebas buta aksara serta menuju masyarakat

Kabupaten Jayawijaya yang berkualitas, sehat,

berbudaya, dan mandiri.

Peningkatan kualitas pendidikan bukanlah hal yang

mudah untuk dilakukan. Para pemangku

kepentingan di bidang pendidikan harus

bergandengan tangan dan bekerja sama dalam

mendukung segala upaya yang dilakukan oleh

pemerintah maupun lembaga-lembaga

nonpemerintah. Yayasan Kristen Wamena sebagai

salah satu yayasan lokal nonprofit yang fokus pada

upaya peningkatan kualitas pendidikan di Papua

menyadari bahwa kerja sama antarlembaga

sangatlah penting. Saat ini YKW bekerja sama

dengan USAID PRIORITAS untuk menjalankan

program pelatihan guru SD kelas awal. Fokus

program ini adalah peningkatan baca, tulis, hitung

(calistung) dan pendistribusian Buku Paket

Kontekstual Papua (BPKP) di Kabupaten Jayawijaya.

Salah satu bentuk nyata kerja sama antarlembaga

yang telah dilakukan adalah penyusunan rencana

strategis (renstra) Dinas Pendidikan dan Pengajaran

Kabupaten Jayawijaya. Penyusunan renstra ini

dilakukan bersama-sama oleh pemerintah

Kabupaten Jayawijaya melalui Dinas Pendidikan dan

Pengajaran Kabupaten Jayawijaya dan lembaga-

lembaga nonpemerintah seperti yayasan-yayasan

yang bergerak di bidang pendidikan. Dalam hal ini,

UNICEF bersama Yayasan Kumala telah membantu

memfasilitasi proses penyusunan rencana strategis

tersebut dan bekerja sama dengan yayasan-yayasan

yang ada di Kabupaten Jayawijaya seperti YKW,

WVI, YPK, YPPK, YPPGI, Departemen Agama, dan

pihak lainnya dalam kegiatan lokakarya penyusunan

renstra pendidikan dan konsultasi publik yang juga

didukung oleh bappeda dan lembaga-lembaga

lainnya.

Kerja sama antara pemerintah dan lembaga-lembaga

nonpemerintah benar-benar diperlukan untuk

memajukan pendidikan di Kabupaten Jayawijaya.

Mari kita bangun kerja sama dan komunikasi

antarlembaga yang berkelanjutan. Dengan begitu,

kita dapat bersinergi dalam mengimplementasikan

program-program di bidang pendidikan sesuai

dengan kemampuan masing-masing. Mari kita

bersama-sama berupaya untuk meningkatkan

kualitas pendidikan demi tercapainya “Yogotak

Hubuluk Motok Hanorogo” yang berarti hari esok

yang lebih baik dari hari ini. (RD)

Keterlibatan aktif YKW dalam konsultasi publik dokumen

rencana strategis Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten

Jayawijaya.

Membangun Kerja Sama Antarlembaga untuk

Meningkatkan Kualitas Pendidikan di Kabupaten Jayawijaya

9 PRIORITAS PENDIDIKAN PAPUA

Rekomendasi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

Provinsi Papua

E lias Wonda, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan provinsi Papua, memberi dorongan kepada penyusunan dan penggunaan

Buku Paket Kontekstual Papua (BPKP).

“Penyusunan BPKP ini memenuhi syarat Peraturan Daerah Provinsi

Papua Nomor 2 Tahun 2013, Pasal 30 ayat 3, bahwa kurikulum dan

bahan ajar pendidikan bagi anak Papua dipadukan dan disesuaikan

dengan keanekaragaman fisik, hayati, bahasa, dan sosial budaya Papua,”

kata Elias Wonda.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Papua juga

mengatakan, “Kami mendukung keberadaan Buku Paket Kontekstual

Papua ini yang penyusunannya mengaca pada Kompetensi Dasar

Kurikulum Nasional (Standar Pendidikan Nasional), menggunakan

bahasa Melayu Papua, yang secara adaptif telah disesuaikan dengan

kebutuhan pembangunan dan pengembangan pendidikan di Provinsi Papua baik materi pembelajaran,

maupun bahasanya.”

Buku Paket Kontekstual Papua dilengkapi juga dengan Buku Panduan Guru yang sekaligus dapat digunakan

sebagai Rencana Pelaksanaan Pembelajaran atau RPP. Sehingga BPKP ini menjadi sangat praktis dan mudah

digunakan serta sangat membantu guru dalam menyusun perencanaan pelajaran yang terperinci, interaktif

dan kontekstual.

Seperti dikutip dalam suratnya, Elias Wonda mengatakan bahwa keberadaan BPKP ini akan menjadi pilihan

utama bagi para guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, dan orang tua serta masyarakat luas, khususnya

bagi mereka yang bertugas dan berada di sekolah-sekolah di wilayah pedesaan dan desa terpencil, di mana

mereka sangat sulit untuk memperoleh buku-buku pelajaran di kelas awal, sesuai dengan tingkat

perkembangan jiwa dan kebutuhan anak serta masyarakat setempat.

Dalam surat rekomendasinya, Elias Wonda juga mendorong upaya untuk menggunakan bahasa daerah

sebagai bahasa pengantar: “Kebijakan Pendidikan Multi-Bahasa Berbasis Bahasa Ibu, dijamin oleh

Pemerintah Provinsi Papua, melalui Peraturan Daerah Khusus Nomor 3 - 2013, tentang Pelayanan

Pendidikan Bagi Komunitas Adat Terpencil, Pasal 22 Ayat 1, bahwa ‘bahasa pengantar Pendidikan Dasar

untuk Komunitas Adat Terpencil (KAT) di Papua adalah Bahasa Indonesia’, dan pada Pasal 22 Ayat 2,

‘namun sejauh bahasa Indonesia belum dapat

digunakan sebagai pengantar dalam penyelenggaraan

pendidikan maka sekolah-sekolah formal dan

nonformal dapat menggunakan bahasa daerah/ibu’.

Kami berharap upaya ini akan menjadi dukungan dan

kontribusi positif usaha dan pemikiran kita bersama

dalam meningkatkan mutu pendidikan melalui

pelajaran membaca, menulis dan berhitung

(CALISTUNG) bagi para peserta didik yang duduk di

kelas awal (kelas 1, 2 dan 3) tersebut.” (MD)

Guru SD YPPK Mulima mendampingi anak-

anak kelas 1 mengerjakan latihan di buku

kerja siswa BPKP.

“Kami mendukung keberadaan Buku Paket

Kontekstual Papua ini yang

penyusunannya mengaca pada Kompetensi

Dasar Kurikulum Nasional (Standar

Pendidikan Nasional)” (Elias Wonda,

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

Provinsi Papua)

10 Volume 3/III/2015

Surat rekomendasi penggunaan Buku Paket Kontekstual Papua (BPKP) dari Elias Wonda, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

Provinsi Papua (halaman 1)

11 PRIORITAS PENDIDIKAN PAPUA

Surat rekomendasi penggunaan Buku Paket Kontekstual Papua (BPKP) dari Elias Wonda, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

Provinsi Papua (halaman 2)

S etamat SD tahun 1992, Ananias Alya mengabdikan

dirinya untuk mengajarkan cara membaca menulis dan

menghitung kepada siapa saja yang ada di Kampung Balam

Dua Distrik Bomela Yahukimo. Pengabdian ini dilakukan

mengikuti kehendak hatinya, agar masyarakat dan

keluarganya tidak ada yang buta huruf.

Ananias melihat banyak anak usia sekolah di kampungnya

yang juga tak terurus dan anak sekolah pun tidak pergi ke

sekolah. Keadaan ini diakibatkan oleh tidak adanya guru di

sekolah sehingga tidak ada anak yang pergi ke sekolah. Dia

pun memutuskan untuk ikut ‘menghidupkan’ kembali

sekolah tempatnya dulu ia sekolah. “Pada awalnya saya

hanya ingin anak-anak selalu datang ke sekolah, tidak ikut-

ikutan orangtuanya ke kebun. Tiap pagi sekolah saya buka

dan murid saya kelompokkan, yaitu kelompok kelas awal

dalam satu kelas dan kelompok kelas tinggi di satu kelas.

Saya hanya mengajak belajar bersama mereka,” urainya

mengisahkan perjalanannya mengajar di SD.

Pada saat itu, sekolah sudah tidak beroperasi. Tiga orang guru PNS yang harusnya mengajar di sekolah,

meninggalkan sekolah dan tidak kembali lagi. Mereka memilih tinggal di Ibukota Kabupaten (Wamena) dan

hanya datang ke sekolah saat hendak akan ujian. Praktis, kemampuan anak tidak menjadi perhatian, yang

penting anak naik kelas dan orangtua pun senang. Tinggalah Ananias Alya yang mengajar seorang diri

tanpa pernah ada yang membayar jerih upayanya. “Saya tidak tahu apa yang saya lakukan itu dinilai pantas

akan mendapatkan upah, yang saya lakukan ya karena ingin anak-anak itu bisa membaca dan menulis,”

jawabnya ketika ditanya apakah pernah mendapatkan upah dari mengajarnya.

Kepala SD Negeri Yalmabi, Distrik Bomela Yahukimo, Paus Maling, yang pernah menjadi salah seorang

murid Ananias Alya, menyampaikan kekagumannya pada sosok semangat Ananias Alya.

“Kalau saja di Papua ini banyak orang seperti dia, masalah pendidikan tak akan sekronis saat ini. Dia sosok

orang yang sekolahnya tidak tinggi namun mengerti pentingnya pendidikan. Jiwa melayani dan mengabdi

bagi sesama mengalahkan rasa malunya. Dia bisa menjadi contoh bagi orang lain untuk melayani orang lain

dengan bekal pendidikan yang seadanya,” tambah Paus Maling yang sudah berhasil menamatkan Sarjana

PGSD dari UKSW Salatiga, Jawa Tengah.

Pendapat ini rupanya benar ketika memperhatikan Ananias selama mengikuti pelatihan penggunaan Buku

Paket Kontekstual Papua (BPKP). “Saya ikut pelatihan ini karena ingin mengerti bagaimana mengajar yang

benar,” katanya. “Sejak dihubungi kepala sekolah bahwa Yasumat adakan pelatihan, besoknya saya pamit

kepada teman guru dan jalan kaki 2 hari 1 malam untuk sampai di sini,” lanjutnya tanpa nada keraguan.

Tentu saja ubi jalar menjadi bekal makannya dan goa menjadi tempat istirahatnya. (Sds)

12 Volume 3/III/2015

Mendidik Anak-Anak Kampung Secara Baik

Ananias Alya, seorang guru di kampung Balam Dua

Distrik Bomela, Yahukimo.

Y ayasan Sosial untuk Masyarakat Terpencil

(Yasumat) melalui program USAID

PRIORITAS kembali melakukan pelatihan bagi guru

-guru dari sekolah mitra yang berada di Klaster

Ninia di sekitar Dekai Ibukota Kabupaten

Yahukimo. Sekolah-sekolah yang didampingi

Yasumat kebanyakan berada di klaster pedalaman

Yahukimo dan merupakan sekolah yang hanya bisa

dijangkau melalui penerbangan dari Wamena.

“Kami dari Yasumat melatih para guru kelas awal

untuk mengelola pembelajaran yang menyenangkan

menggunakan Buku Paket Kontestual Papua

(BPKP.). Buku ini dikembangkan dengan melihat

peserta didik yang ada di Papua,” kata Ester Yahuli,

Koordinator program pendidikan Yasumat baru-

baru ini. Tim penyusun BPKP menyesuaikan dengan

konteks Papua agar mudah dipahami anak dan tetap

mengacu pada standar pendidikan nasional.

Kontekstual yang dimaksud adalah bahasa

pengantar, situasi, dan alat peraga sebagai sumber

belajar pendidikan yang berada di sekitar sekolah di

Papua.

Martijn van Driel, konsultan pendidikan sekaligus

koordinator tim penyusun BPKP dari Yayasan

Kristen Wamena (YKW) secara terpisah

menjelaskan, “Kurikulum ini disusun dengan bahasa

dan materi pembelajaran yang sangat sederhana

sehingga anak-anak dan guru dapat melaksanakan

pembelajaran secara menyenangkan. Sumber

belajar sebagian besar berasal dari Papua dan

merupakan kebiasaan anak-anak Papua setiap hari.”

Dia juga memberikan contoh-contoh yang termuat

dalam buku kurikulum dan merupakan kebiasaan

yang dilakukan anak-anak Papua.

Perlu Bersabar

Seperti pelatihan-pelatihan sebelumnya, Yasumat

selalu berhadapan dengan persoalan tingkat

penyerapan peserta terhadap materi. “ Tidak

mudah melatih guru yang memiliki latar belakang

13 Volume 3/III/2015

Melatih Guru Sekolah Pedalaman Yahukimo

berbeda-beda. Itu tantangan kami, kami harus

pelan-pelan dan bersabar. Mungkin untuk materi

pengantar bagi guru yang berkemampuan standar,

hanya perlu waktu 2 jam sudah dikuasai, namun

untuk peserta kami memerlukan waktu hingga 3

hari untuk membahas materi pengantar pelatihan

terutama pembiasaan diri guru dan siswa,” tutur

Ester Yahuli. Pelatihan ini fokus pada peningkatan

kemampuan guru dalam mengajar baca, tulis,

hitung (calistung)

“Materi pelatihan ini sangat membantu, guru

tinggal memahami cara mengajar, semua rencana

pelaksanaan pembelajaran sudah dipersiapkan di

buku ini,” kata Paus Maling, kepala SD Negeri

Yalmabi mengomentari manfaat mengikuti

pelatihan. “Sejak saya mengajar di sekolah, belum

pernah ikut kegiatan seperti ini. Saya akan

menerapkannya di sekolah saya,” tukas Ananias

Alya guru SD Negeri Yalmabi yang terlihat

bersemangat mengikuti pelatihan ini. (Sds)

(1) Peserta pelatihan praktik mengajar menggunakan Buku paket

Kontekstual Papua (BPKP).

(2) Suasana pelatihan guru di Dekai, Yahukimo.

14 Volume 3/III/2015

Lensa Pendidikan

Kegiatan dalam pelatihan pelatih tahap 4:

(1) diskusi bersama Yayasan Kumala;

(2) Simulasi pengambilan data akhir di SD

Koinonia.

1

2

Pendistribusian Buku Paket Kontekstual Papua (BPKP) di (1 dan 2) SD YPPGI Hitigima, (3) SD YPPK Holima, (4) SD YPPK Pikhe, dan (5) SD Inpres Minimo.

4 5 3

2 1

Proses pendampingan guru di (1) SD Inpres Megapura, (2 dan 3) SD YPPK Sinatma, (4) SD YPPK Mulima, (5) Sekolah Sinar Baliem, (6) SD Inpres Wesaput.

Dalam pendampingan ini, guru berkesempatan untuk mendiskusikan kembali hal-hal yang belum terlalu mengerti untuk pemakaian BPKP dan memasang alat peraga dengan tim pelatih dari YKW.

1 2 3

4 5 6

Lensa Pendidikan

15 PRIORITAS PENDIDIKAN PAPUA

5 4

2 1

Kunjungan Mission Director USAID: (1) Sambutan dari Kepala Dinas Pendidikan

dan Pengajaran Kabupaten Jayawijaya. (2) Suasana belajar mengajar kelas 1 SD

YPPK Sinatma .

(3) Suasana belajar mengajar kelas 2 SD YPPK Sinatma.

(4) Pemberian bola sebagai tanda mata dari USAID.

(5) Tim USAID melihat proses pelatihan guru dan kepala sekolah tahap 3 di ruang pelatihan YKW.

3

Proses belajar mengajar pada program PPL oleh maha-

siswa STKIP Kristen Wamena di SD YPPK Yiwika.

Proses belajar mengajar di (1) Sekolah Sinar Baliem, (2) SD Inpres Minimo, (3) SD YPPK Yiwika, (4) SD YPPK Pikhe.

4 3

2 1

Buletin PRIORITAS diterbitkan oleh YKW, Yasumat, dan USAID PRIORITAS sebagai media

penyebarluasan informasi dan praktik yang baik dalam bidang pendidikan. USAID PRIORITAS adalah program lima

tahun yang didanai oleh USAID, dirancang untuk meningkatkan akses pendidikan dasar berkualitas di Indonesia. USAID PRIORITAS bekerja sama dengan YKW dan Yasumat selama dua tahun (2014 s.d. 2016)

mengimplementasikan program peningkatan mutu pendidikan dasar di Provinsi Papua.

Informasi hubungi: Yayasan Kristen Wamena, Jalan Jenderal Sudirman, Potikelek, Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua. Kode Pos 99511.

HP. 0821 9881 1655

email: [email protected].

Website: www.prioritaspendidikan.org

Direktur Misi USAID Indonesia:

BPKP Memampukan Guru Mengajar Lebih Efektif

Direktur Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat

(USAID), Andrew Sisson, berkesempatan melihat secara

langsung proses belajar mengajar di kelas 1 dan 2 SD YPPK

Sinatma, Walesi. Menurutnya, SD YPPK Sinatma telah

mengalami kemajuan. “Saya melihat pemanfaatan Buku Paket

Kontekstual Papua sehingga guru bisa mengajar dengan lebih

efektif dan anak-anak didik dapat belajar lebih baik,” ujarnya.

Pada kunjungan tersebut, Andrew Sisson juga menyampaikan

bahwa program USAID PRIORITAS akan fokus pada

peningkatan kualitas mengajar guru dan kepala sekolah.

Selama dua tahun (2014-2016), program USAID PRIORITAS

akan memfasilitasi para guru sekolah dasar untuk mampu

mengajar sesuai konteks dan meningkatkan kemampuan

calistung anak didik di kelas awal. Di Kabupaten Jayawijaya ini,

program USAID PRIORITAS bekerja sama dengan Yayasan

Kristen Wamena (YKW) untuk melatih dan mendampingi guru

dan kepala sekolah dasar. “Tujuannya mau memperbaiki

calistung kelas awal, yaitu kelas 1-3,” seperti yang diungkapkan

Murjono Murib, kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran

Kabupaten Jayawijaya.

Buku Paket Kontekstual Papua telah digunakan kurang lebih di

20 sekolah dasar di Kabupaten Jayawijaya. Guru yang telah

dilatih untuk menggunakan BPKP terus didampingi agar dapat

meningkatkan kemampuan mengajar guru dan calistung anak

didik dengan lebih optimal. Seperti dikatakan Murjono Murib,

BPKP yang dibuat YKW ini sudah ditandatangani dan disetujui

penggunaannya di Papua oleh kepala dinas provinsi. (JP)

16 Volume 3/III/2015

Andrew Sisson (Mission Director USAID

Indonesia) dan Mimi Santika (perwakilan dari

USAID Indonesia) memperhatikan anak-anak

kelas 1 SD YPPK Sinatma mengerjakan latihan

dari buku kerja siswa BPKP.

Andrew Sisson (Mission Director USAID Indonesia) dan Murjono Murib (Kepala Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Jayawijaya) menyerahkan

bola kepada anak-anak didik di SD YPPK Sinatma sebagai tanda mata dari USAID.