14
1 ABSTRAK Telaah penyebab gejala “gapong” pada kacang tanah. Istilah “gapong” yang mulai dipu- blikasikan pada tahun 1930an digunakan untuk menamakan polong kacang tanah yang tidak berisi, polong berwarna hitam, kulit polong rapuh, dan kadang-kadang ditandai adanya polong busuk. Banyak petani di bekas Karesidenan Cirebon mengeluhkan gejala ini, karena menimbulkan kerugian ekonomi sangat besar, melebihi kerugian karena serangan penyakit daun. Hingga kini penyebab utama “gapong” masih belum diketahui sehingga cara penanganannya juga belum dite- mukan. Hasil survei tanaman kacang tanah di Kab. Cirebon dan Majalengka pada musim kemarau tahun 2008 menunjukkan bahwa istilah “gapong” digunakan untuk menunjuk keadaan polong yang tidak sehat dengan beragam keadaan. Namun demikian apabila dipilah-pilahkan maka “gapong” dapat disebabkan oleh serangan nematoda, hama tanah, penyakit tular tanah, maupun karena luka mekanis (terluka oleh alat-alat pertanian) yang sangat memungkinkan untuk dikendalikan atau ditekan serangannya dengan menggunakan pesti- sida atau teknologi pengendalian lainnya. Sedang- kan fenomena “gapong” yang mendasarkan pada keadaan polong yang berwarna hitam, kulit polong bagian luar melepuh seperti terbakar, berserabut dan rapuh serta diikuti oleh batang yang kaku, daun berukuran lebih kecil dan kaku, hingga kini masih belum dapat diatasi. Kata kunci: gejala “gapong”, Arachis hypogaea ABSTRACT Assessing the “gapong” symptom in pea- nut pods. The “gapong” symptom was firstly pub- lished in around 1930’s. It is used to express the condition of peanut pods that characterized by empty pods, blackened pods, brittle shells, and sometimes rot. Many peanut farmers in Cirebon and surrounded regencies complain about that symptom that caus- ing bigger economic loss than it is caused by foliar diseases infection. Until recently, the main cause for “gapong” incidence has not fully understood and therefore the management treatment has not been fixed. Survey on peanut crops in Cirebon and Maja- lengka regencies during the dry season 2008 showed that “gapong” referred to the unhealthy peanut pods with various conditions. The grouping based on the main cause resulted in “gapong” that could be caused by nematode, soil pest attack, soil borne diseases infestation, and physical wounds. All these causes are reasonably controlled or at least their infesta- tion can be minimized by applying pesticides or other control technologies. Whilst, “gapong” that refers to pod condition of blackened, burned-symptom of shells, harsh surface and brittle and followed with hard stems, is still unsolved problem. Keywords: Arachis hypogaea L; “gapong” symptom PENDAHULUAN Berjangkitnya gejala “gapong” dilaporkan pertama kali pada tahun 1930an di Karesidenan Cirebon oleh Leefman pada tahun 1933 dan 1934, dan van der Goot pada tahun 1934 dan 1935. Selanjutnya, laporan pada tahun 1953 menyebutkan bahwa karena kerugian ekonomi yang besar, maka petani tidak mau menanam kacang tanah pada musim kemarau (Semangun 2004). Selain menyebabkan rendahnya jumlah polong isi, gejala “gapong” juga menyebabkan penurunan bobot dan kualitas polong, sehingga mengakibatkan harga jual yang rendah. Sutarto et al. (1988) dan Semangun (2004) mengemukakan bahwa gejala “gapong” ternyata dapat diketahui dari daun dan polongnya, yaitu daun-daun terasa kaku jika dipegang dan kadang-kadang warnanya agak kekuningan. Namun, gejala ini sering tidak terlihat. Gejala “gapong” hanya dapat diketahui dengan meme- riksa polong yang berada di dalam tanah. Apa- bila tanaman dicabut, maka akan tampak polong dengan gejala bintik-bintik kecil berwarna coklat kehitaman dan biji busuk. Gejala “gapong” muncul pertama kali pada waktu polong sudah setengah masak. Pada kulitnya terdapat bercak-bercak bulat berwarna hitam, lebih kurang bergaris tengah sampai TELAAH PENYEBAB GEJALA “GAPONG” PADA KACANG TANAH A. A. Rahmianna 1) dan Y. Baliadi 2) 1) Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Jl Raya Kendalpayak km 8, Malang 65101. e-mail:[email protected] 2) Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Jl Raya 9 Subang Sukamandi. e-mail: yuliantorobaliadi@ yahoo.co.id Naskah diterima tanggal 27 Agustus 2013; disetujui untuk diterbitkan tanggal 4 April 2014. Diterbitkan di Buletin Palawija No. 27: 1–14 (2014).

TELAAH PENYEBAB GEJALA “GAPONG” PADA KACANG TANAHbalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2017/02/bp_no... · Majalengka Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Cirebon

  • Upload
    ngodan

  • View
    277

  • Download
    4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TELAAH PENYEBAB GEJALA “GAPONG” PADA KACANG TANAHbalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2017/02/bp_no... · Majalengka Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Cirebon

RAHMIANNA DAN BALIADI: TELAAH PENYEBAB GEJALA “GAPONG” PADA KACANG TANAH

1

ABSTRAKTelaah penyebab gejala “gapong” pada

kacang tanah. Istilah “gapong” yang mulai dipu-blikasikan pada tahun 1930an digunakan untukmenamakan polong kacang tanah yang tidak berisi,polong berwarna hitam, kulit polong rapuh, dankadang-kadang ditandai adanya polong busuk.Banyak petani di bekas Karesidenan Cirebonmengeluhkan gejala ini, karena menimbulkankerugian ekonomi sangat besar, melebihi kerugiankarena serangan penyakit daun. Hingga kinipenyebab utama “gapong” masih belum diketahuisehingga cara penanganannya juga belum dite-mukan. Hasil survei tanaman kacang tanah di Kab.Cirebon dan Majalengka pada musim kemarautahun 2008 menunjukkan bahwa istilah “gapong”digunakan untuk menunjuk keadaan polong yangtidak sehat dengan beragam keadaan. Namundemikian apabila dipilah-pilahkan maka “gapong”dapat disebabkan oleh serangan nematoda, hamatanah, penyakit tular tanah, maupun karena lukamekanis (terluka oleh alat-alat pertanian) yangsangat memungkinkan untuk dikendalikan atauditekan serangannya dengan menggunakan pesti-sida atau teknologi pengendalian lainnya. Sedang-kan fenomena “gapong” yang mendasarkan padakeadaan polong yang berwarna hitam, kulit polongbagian luar melepuh seperti terbakar, berserabutdan rapuh serta diikuti oleh batang yang kaku,daun berukuran lebih kecil dan kaku, hingga kinimasih belum dapat diatasi.Kata kunci: gejala “gapong”, Arachis hypogaea

ABSTRACTAssessing the “gapong” symptom in pea-

nut pods. The “gapong” symptom was firstly pub-lished in around 1930’s. It is used to express thecondition of peanut pods that characterized by emptypods, blackened pods, brittle shells, and sometimes

rot. Many peanut farmers in Cirebon and surroundedregencies complain about that symptom that caus-ing bigger economic loss than it is caused by foliardiseases infection. Until recently, the main causefor “gapong” incidence has not fully understood andtherefore the management treatment has not beenfixed. Survey on peanut crops in Cirebon and Maja-lengka regencies during the dry season 2008 showedthat “gapong” referred to the unhealthy peanut podswith various conditions. The grouping based on themain cause resulted in “gapong” that could be causedby nematode, soil pest attack, soil borne diseasesinfestation, and physical wounds. All these causesare reasonably controlled or at least their infesta-tion can be minimized by applying pesticides or othercontrol technologies. Whilst, “gapong” that refersto pod condition of blackened, burned-symptom ofshells, harsh surface and brittle and followed withhard stems, is still unsolved problem.

Keywords: Arachis hypogaea L; “gapong” symptom

PENDAHULUAN

Berjangkitnya gejala “gapong” dilaporkanpertama kali pada tahun 1930an di KaresidenanCirebon oleh Leefman pada tahun 1933 dan1934, dan van der Goot pada tahun 1934 dan1935. Selanjutnya, laporan pada tahun 1953menyebutkan bahwa karena kerugian ekonomiyang besar, maka petani tidak mau menanamkacang tanah pada musim kemarau (Semangun2004). Selain menyebabkan rendahnya jumlahpolong isi, gejala “gapong” juga menyebabkanpenurunan bobot dan kualitas polong, sehinggamengakibatkan harga jual yang rendah.

Sutarto et al. (1988) dan Semangun (2004)mengemukakan bahwa gejala “gapong” ternyatadapat diketahui dari daun dan polongnya, yaitudaun-daun terasa kaku jika dipegang dankadang-kadang warnanya agak kekuningan.Namun, gejala ini sering tidak terlihat. Gejala“gapong” hanya dapat diketahui dengan meme-riksa polong yang berada di dalam tanah. Apa-bila tanaman dicabut, maka akan tampakpolong dengan gejala bintik-bintik kecilberwarna coklat kehitaman dan biji busuk.Gejala “gapong” muncul pertama kali padawaktu polong sudah setengah masak. Padakulitnya terdapat bercak-bercak bulat berwarnahitam, lebih kurang bergaris tengah sampai

TELAAH PENYEBAB GEJALA “GAPONG” PADA KACANG TANAH

A. A. Rahmianna1) dan Y. Baliadi2)

1) Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan danUmbi-umbian. Jl Raya Kendalpayak km 8, Malang65101. e-mail:[email protected]

2) Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Jl Raya 9Subang Sukamandi. e-mail: [email protected]

Naskah diterima tanggal 27 Agustus 2013;disetujui untuk diterbitkan tanggal 4 April 2014.

Diterbitkan di Buletin Palawija No. 27: 1–14 (2014).

Page 2: TELAAH PENYEBAB GEJALA “GAPONG” PADA KACANG TANAHbalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2017/02/bp_no... · Majalengka Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Cirebon

2

BULETIN PALAWIJA NO. 27, 2014

dengan 5 mm. Kadang-kadang beberapa bercakbergabung sehingga membentuk bercak yangbesar. Di tengah bercak, terjadi sebuah lubangyang bentuknya tidak teratur. Pada polongyang masih muda, biji-biji menjadi busuk,sedangkan pada biji yang sudah masak bijimasih dapat berkecambah. Apabila hal ini terjadibeberapa waktu menjelang panen, biji masaktersebut berkecambah sehingga pada waktupanen tidak menghasilkan biji (Semangun2004).

Faktor lingkungan ternyata mempengaruhiserangan “gapong” ini. Gejala “gapong” palingparah terjadi pada kacang tanah yang ditanamdi tanah pasir dan tanah laterit ringan. Musimtanam sangat mempengaruhi timbulnya gejalaini. Kacang tanah yang ditanam pada musimkemarau sangat peka terhadap serangan“gapong” terlebih jika masih turun hujan padafase generatif (Semangun 2004).

Somaatmadja (1985) mengemukakan bahwadari gejala-gejala yang timbul pada polong,gejala “gapong” identik dengan penyakit“meadow nematode” yang disebabkan olehPrathylenchus leiocephalus dan spesies lainnyayang terdapat di North Carolina, AmerikaSerikat. Porter et al. (1984) menyebutkan bahwanematoda P. brachyurus merupakan nematodayang paling umum menyerang kacang tanah

dan tersebar sangat luas terutama pada lahankacang tanah dengan tektur tanah pasiran.

Pemuliaan untuk membentuk varietas yangtahan tampaknya akan menjadi alat pengen-dalian yang efektif. Sutarto et al. (1988) menye-butkan adanya dugaan gejala ini disebabkanoleh nematoda, tanaman keracunan oleh airtanah dan musim tanam yang tidak tepat.Namun hal ini masih disangsikan. Dugaanbahwa gejala “gapong” disebabkan oleh nema-toda masih perlu dipastikan. Semangun (2004)melaporkan bahwa sampai sekarang penyebabutama dari “gapong” belum diketahui denganpasti. Hasil pengamatan memang menunjukkanbahwa pada polong yang busuk terdapat jamurAspergillus dan Penicilium. Namun agaknyajamur-jamur ini bukan penyebab utama dari“gapong”.

PEMAHAMAN “GAPONG”

Pengumpulan informasi dari beragam sum-ber (petani, penangkar, penyuluh, pedagang)tentang penyebab, ciri-ciri dan upaya pengen-dalian gejala “gapong” terangkum pada Tabel1 dan 2.

Petani Majalengka memiliki pengalamanpanjang mengenai “gapong” atau suuk ataututung. Petani setempat menyatakan “gapong”

Tabel 1. Hasil survei tentang ciri-ciri gejala “gapong” di Kab. Majalengka dan Cirebon. MT 2008.

Daun dan batang Polong dan biji

Kab. Majalengka Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Cirebon

Tanaman kehitam- Tanaman hijau, kerdil, Polong hitam seperti Polong keroposhitaman dan kuning tidak mekar terbakar, isi kosong

Daun hitam/berem Daun merah, keropos Biji hitam, terbakar, Polong berlubang kecilkempros hingga besar, coklat

Daun dan batang Polong garis-garis Polong tidak penuhagak keras s/d keras, hitam (disebut tutung), bahkan kosongbatang tegak, warna kulit polong tebalhijau

Batang keras, daun Polong bagus, tanpa Polong utuh ataumerah/kuning biji, polong hitam, ada berlubang dan tidaklubang di polong berbiji

Daun kuning/berem/merah Bintik-bintik hitampada polongTanpa biji atau polongbesar bijinya kecilPolong keriput (peot)

Sumber: Rahmianna et al. 2008.

Page 3: TELAAH PENYEBAB GEJALA “GAPONG” PADA KACANG TANAHbalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2017/02/bp_no... · Majalengka Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Cirebon

RAHMIANNA DAN BALIADI: TELAAH PENYEBAB GEJALA “GAPONG” PADA KACANG TANAH

3

Tabel 2. Hasil survei tentang penyebab terjadinya gejala “gapong”, MT 2008.

Kab. Majalengka Kab. Cirebon

• Tanaman MK II, tanam bulan Juni-Juli • Bibit muda• Pada tanah berpasir, bisa tidak panen. • Tanam dilakukan pada saat tanah masih panas,

Di tanah liat/aluvial gejala tidak terlalu parah siang hari• Pada saat hawa panas, tanaman diairi • Pemberian pupuk Urea terlalu banyak• Pengaruh pengairan pada pertanaman pada • Tanaman MK yang kurang air, tanah retak

MK II: waktu pengisian polong kekurangan sehingga hama masuk dan menyebabkanair →disiram siang hari →hampir semua kemprongterserang →polong bagus tapi isinya keriputkecil. Pada polong ada titik hitam

• Waktu pembentukan biji terkena air, jika • Tanam bulan Mei-Juli (hal ini karena carakekurangan air “gapong” banyak, kalau pengairan yang terlalu lama)teratur tidak ada

• Siang hari diairi, tanah terlalu panas (tanah • Keadaan kering lalu kena hujan di awal faseseperti api disiram air) pembungaan

• Tanam MK II, polong muda diairi terlalu • Air kurang (jadwal pengairan tidak teratur)banyak maka jadi “gapong”. Seharusnya polongmuda dibiarkan sampai berbiji, baru diairi

• Pada tanah merah pengairan dilakukan pada • Cendawansiang hari (kalau malam baik)

• Kurang air/pengairan siang hari • Kebersihan lahan• Terlalu banyak air • Pada saat berbunga terlalu jenuh air,

tanaman layu

Sumber: Rahmianna et al. 2008.

pada kacang tanah banyak muncul di lahansawah dengan jenis tanah berpasir yang dita-nam pada MK II (Juni–Juli). Hal ini didukungoleh pernyataan Semangun (2004) bahwamusim tanam sangat mempengaruhi timbulnyagejala ini. Kacang tanah yang ditanam padamusim kemarau sangat peka serangan “ga-pong”, terlebih jika masih turun hujan pada fasegeneratif. Pertanaman kacang tanah di lahandengan jenis tanah liat/aluvial serangannyatidak parah, dan sebaliknya pada jenis tanahberpasir dapat menyebabkan puso sehinggahampir tidak panen.

Yang dimaksud “gapong” adalah bila urat-urat hitam tampak di kulit polong, berwarnahitam seperti bekas kena api (terbakar), di dalampolong tidak ada biji karena hangus, bila adabijinya kecil dan keriput. Kondisi polongtersebut diistilahkan ”kempros”. Istilah ”leob”adalah pada siang hari yang panas, lahankacang tanah diairi dan memunculkan gejala“gapong” dengan ciri-ciri seperti disiram denganair panas. Pengamatan pada polong kacangtanah dengan gejala khas “gapong” juga dite-

mukan adanya lubang dan bercak kehitaman.Adanya lubang kecil pada polong kacang tanahsalah satunya disebabkan oleh serangan larvapenggerek polong (Etiella sp.) sedangkan gejalakehitaman dapat disebabkan oleh serangannematoda atau jamur patogenik. Gejala “gapong”pada bagian tanaman lain adalah batang ber-ubah warna menjadi agak kehitaman, batangagak tegak, daun agak keras dan warna daunkekuningan.

Diding Casdi (PPL, per comm.) menginfor-masikan pada intensitas serangan Cercosporasp. tinggi seringkali disertai dengan pemunculangejala “gapong”. Pembuktian di lapang menun-jukkan bahwa 30–40% indikasi tersebut benar.

Petani setempat memahami fenomena terse-but, namun sulit menghindarinya karena jad-wal pengairannya pada saat siang hari. Olehkarena itu, pada musim kemarau (Juli–Oktober)hampir seluruh pertanaman kacang tanah ter-dapat serangan “gapong” dengan tingkat sera-ngan beragam antarlokasi. Selama tahun 2008minat bertanam kacang tanah turun karenasejak April–Mei sudah tidak tersedia air hujan.

Page 4: TELAAH PENYEBAB GEJALA “GAPONG” PADA KACANG TANAHbalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2017/02/bp_no... · Majalengka Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Cirebon

4

BULETIN PALAWIJA NO. 27, 2014

GEJALA “GAPONG” PADAPERTANAMAN PETANI

Pengumpulan informasi gejala “gapong”dilakukan dengan cara datang ke lahan petanipada sekitar saat panen kacang tanah padamusim kemarau di Cirebon dan Majalengkatahun 2008. Informasi digali dengan melakukanwawancara dengan penyuluh dan petani. Datajuga dikumpulkan melalui pengambilan sampelpolong, tanaman dan tanah di daerah polongdi masing-masing kabupaten.

Pengamatan PolongTerserang “Gapong”

Berdasarkan pengamatan pada polongkacang tanah, maka “gapong” dapat diklasifi-kasikan menjadi empat kelompok (Gambar 1),yaitu:1. Polong terbentuk sempurna, 1–2 biji tidak ter-

bentuk sempurna atau biji tidak terbentuk(kopong)

2. Polong terbentuk, ada gejala nekrotik danklorosis, biji pada bagian kulit polong ber-gejala nekrotik berubah warna

3. Polong terbentuk, ada lubang (±1–2 mm), bijitergerek, ada bekas kotoran

4. Tanaman tumbuh subur, daun terserangtungau, polong tidak terbentuk atau jarang.

Hasil pengamatan pada polong-polong yangterindikasi “gapong” menunjukkan bahwagejala “gapong” variasinya luas, sebagaimanacara penyebutan oleh masyarakat tani, yaitukemprong, kempong, kopong, cenos. Gejala“gapong” berupa polong hampa atau biji keriput.Gejala serupa banyak pula dijumpai di sentra-sentra pertanaman kacang tanah lain di luarCirebon.

Pengamatan TanamanTerserang “Gapong”

Pengambilan sampel tanaman yang dilak-sanakan di Kab. Majalengka pada musim panenSeptember 2008 menunjukkan bahwa dari 90tanaman yang diambil pada 16 lokasi di empatkecamatan, sebanyak 57,7% dari jumlah batangberada pada kondisi kaku, selebihnya (42,3%)berada pada kondisi sehat yang ditampakkandengan batang yang lemas. Ternyata padabatang yang lemas, terdapat lebih banyak polongsehat, sebaliknya pada batang yang kaku ter-dapat polong tidak sehat, polong berlubang,polong tidak jadi, polong terserang “gapong” danpuru akar dalam jumlah yang lebih banyak(Tabel 3).

Pengamatan lebih rinci pada semua polongyang ada (945 polong) pada semua tanamansampel yang diperoleh, menunjukkan adanya

Gambar 1. Variasi gejala “gapong” pada kacang tanah.(a) Kenampakan umum polong kacang tanah di daerah endemik ”gapong”, (b) Gapong kelompok2 (urutan bawah) dan kelompok 3 (urutan atas), (c) Gapong kelompok 3 (penampilan polongbagian luar), (d) Gapong kelompok 3 (meskipun keadaan fisik polong berbeda dengan Gambar1b urutan atas), (e) Gapong kelompok 1, dan (f) Gapong kelompok 4.

Page 5: TELAAH PENYEBAB GEJALA “GAPONG” PADA KACANG TANAHbalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2017/02/bp_no... · Majalengka Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Cirebon

RAHMIANNA DAN BALIADI: TELAAH PENYEBAB GEJALA “GAPONG” PADA KACANG TANAH

5

ragam kondisi fisik biji pada beragam kondisifisik polong (Tabel 4).

Pada polong yang sehat ternyata terdapatpula biji yang sudah berubah warna menjadicoklat. Demikian pula pada polong yang tidaksehat (misal pada polong yang berpuru, ber-bintik hitam dan yang berlubang) selain meng-hasilkan biji yang sudah berubah warna danpenampilan (ngecap: kulit ari biji berwarnacoklat dan berlendir), juga terdapat biji yangmasih sehat. Keadaan ini mendukung hasilpengamatan sampel tanaman dan polong yangberasal dari Kab. Cirebon yaitu adanya ragamkondisi fisik biji dan polong.

PENYEBAB GEJALA “GAPONG”

Selain gejala “gapong” yang telah dikemu-kakan oleh Somaatmadja (1985) dan Semangun(2004), Hardaningsih dan Hadi (2008) melapor-kan bahwa pada polong gapong dengan gejalabercak/busuk polong dan hawar batang dijum-pai asosiasi dua jamur patogen yaitu Botryodi-plodia sp dan Gelasinospora sp. Selain itudikemukakan bahwa “gapong” dicirikan denganpolong berwarna coklat kehitaman mulai daribagian ujung, kulit polong menjadi rapuh

(brittle), biji menjadi keriput/tidak bernas danberwarna coklat, berbau apek (bahasa Jawa)dan rasa tidak enak. Ciri-ciri ini mirip sekalidengan serangan jamur Rhizoctonia solani padapolong seperti yang dilaporkan Subrahmanyamdan Ravindranath (1988), dan polong akanbusuk pada serangan yang lebih parah. Augustoet al. (2010a) mengemukakan bahwa insidenbusuk polong sangat mungkin karena keterli-batan jamur tular tanah, kerusakan karenanematoda dan/atau kekurangan kalsium dalamtanah. Berdasar informasi-informasi tersebut,maka disusun tiga hipotesis untuk mengetahuipenyebab gejala “gapong”.

Hipotesis Pertama

Pada awalnya, polong kacang tanah diserangnematoda Prathylenchus brachyurus atau dise-but nematoda peluka akar. Luka yang dibuatdideskripsikan sebagai adanya luka yang ber-warna coklat keunguan dengan batas luka yangjelas dari jaringan di sekitarnya yang tidak ter-serang. Sedangkan Miller dan Duke (1961)dalam Porter et al. (1982) mendeskripsikanbahwa kerusakan oleh P. brachyurus sebagailuka kecil atau titik (pin-point) berwarna coklatpada kulit polong, yang akan tampak sebagai

Tabel 3. Ragam kualitas polong kacang tanah pada batang yang kaku dan lemas di Kabupaten Majalengka.MK II 2008.

Batang Jumlah Polong Polong Polong Polong Ginofor Polong “Gapong” Polongbatang sehat hitam berlu- muda ber- rusak ber-

(%) (%) (%) bang lubang puru(%) (%) (%) (%) (%) (%)

Kaku 57,7 32,5 73,2 96 100 60 63 84,5 73,3Lemas 42,3 67,5 26,8 4 0 40 37 15,5 26,7Sumber: Rahmianna et al. 2008.

Tabel 4. Ragam kualitas biji pada polong tanaman kacang tanah dari Kab. Majalengka. MK II 2008.

Fisik polong Biji sehat Biji coklat Biji ngecap Biji rusak Biji berjamur(%) (%) (%) (%) (%)

Polong sehat 39,2 11,1Polong berpuru 8,9 4,8Polong berbintik hitam 5,4 10,2 1,8“Gapong” 9,9Rusak mekanis 1,5Polong berlubang 1,2 4,6Polong berjamur 1,5Sumber: Rahmianna et al. 2008.

Page 6: TELAAH PENYEBAB GEJALA “GAPONG” PADA KACANG TANAHbalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2017/02/bp_no... · Majalengka Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Cirebon

6

BULETIN PALAWIJA NO. 27, 2014

spot atau bulatan kecil (speckled) jika luka-lukatersebut jumlahnya banyak. Boswell (1968)dalam Porter et al. (1982) mengatakan bahwaserangan nematoda berawal dari sebuah titikberwarna coklat muda pada permukaan kulitpolong, kemudian areal yang terserang akanberubah menjadi berwarna lebih gelap dansemakin lebar ketika nematoda makan danberkembang biak di situ. Lubang kecil tersebutdibuat oleh stylet nematoda, pada saat yangbersamaan nematoda memproduksi enzim yangmampu melunakkan dinding sel sehingga nema-toda dapat masuk ke dalam jaringan akar ataukulit polong (Davis et al. 2011). Serangannematoda yang parah akan menyebabkan tana-man tumbuh kerdil, daun berwarna keku-ningan dan berkurangnya volume akar. Setelahjaringan kulit polong dirusak akan ditumbuhijamur yang menyebabkan daerah tersebutmenjadi busuk berwarna gelap. Lebih lanjut,bakteri dan jamur akan menyerang jaringanyang sudah mati sehingga bisa menyebabkanbusuknya biji dan polong. Ternyata ada inter-aksi antara nematoda dengan patogen lain padakacang tanah. Hasil pengamatan Porter dilapang menunjukkan bahwa nematoda P. bra-chyurus ditemukan berasosiasi dengan miseliajamur terutama jamur Penicilium dan Fusa-rium (Porter et al. 1982). Sedangkan Augusto

et al. (2010b) melaporkan asosiasi nematoda P.brachyurus dengan jamur Phytium myriotylum.Nematoda berada di pinggir luka sedangkan hifajamur mendominasi areal yang sudah berwarnagelap. Jaringan yang sudah rusak karena sera-ngan nematoda akan ditumbuhi mikroorga-nisme lain dan lubang pada kulit polong akandijadikan pintu untuk masuknya spora/hifajamur yang kemudian mengkolonisasi biji se-hingga biji rusak (Porter et al. 1984). Terjadinyainfeksi jamur pada jaringan yang sudah rusaksesuai dengan temuan Christensen (1957)dalam Diener et al. (1982) yang menyebutkanbahwa jamur-jamur saprofit umumnya tidakmenyerang polong kacang tanah kecuali polongtelah rusak karena praktik budidaya, serangannematoda, serangga, jamur patogen atau keru-sakan fisiologis karena lingkungan ekstrim.

Pengamatan terhadap pertanaman kacangtanah yang disurvei di Kab. Cirebon dan Kab.Majalengka pada polong-polong yang didugaterserang “gapong” dilakukan dengan caramengamati gejala pada kulit polong dan bagianluar, dalam, dan biji-biji yang terbentuk. Macamdan jenis nematoda yang terdapat di dalamtanah adalah Helicotylenchus sp., Rotylenchulussp., Meloidogyne sp., Helicotylenchus sp., Crico-nemella sp., dan Pratylenchus sp. (Gambar 2).

Gambar 2. Jenis nematoda yang dominan ditemukan di tanaman kacang tanah dilokasi survei.

Sumber: Baliadi 2008.

Helicotylenchus dan Rotylenchulus Meloidogyne, Helicotylenchus, dan Rotylenchulus

Criconemella ornata Pratylenchus sp.

Page 7: TELAAH PENYEBAB GEJALA “GAPONG” PADA KACANG TANAHbalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2017/02/bp_no... · Majalengka Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Cirebon

RAHMIANNA DAN BALIADI: TELAAH PENYEBAB GEJALA “GAPONG” PADA KACANG TANAH

7

Nematoda peluka akar, Pratylenchus sp.ditemukan di seluruh lokasi pengambilan contohtanah, dan berdasarkan karakter morfologi,spesies yang dominan adalah Pratylenchus bra-chyurus. Spesies lain yang teridentifikasi adalahP. zeae dan P. penetrans. Keberadaan nema-tode ini didukung adanya luka nekrotik ber-warna coklat berbentuk lonjong pada jaringan-jaringan cortical dan vascular akar pada kulitpolong dan akar kacang tanah (Renato et al.2012). Sedangkan brangkasan tanaman tidakmenunjukkan gejala kecuali apabila seranganpada akar sudah parah, maka tanaman menjadikerdil dan daun mengalami khlorosis (Bridgedan Starr 2007).

Kacang tanah tergolong tanaman yangtahan terhadap infeksi Meloidogyne, kecualiterhadap M. arenaria dan M. hapla (Bridge danStarr 2007). Spesies nematoda puru akar yangteridentifikasi adalah M. arenaria, M. javanica,dan M. graminicola. Serangan M. arenaria danM. javanica pada sistem perakaran kacang tanahyang telah dicuci bersih terlihat adanya bebe-rapa gejala berupa nekrotik dan klorosis padabeberapa polong dan akar kacang tanah, bahkanpada ginofor (Bridge dan Starr 2007). Pada

bagian yang nekrotik terjadi penebalan padakulit menyerupai kanker berwarna coklat keku-ningan. Sel yang berubah morfologi ini menjaditempat hidup dan sekaligus sumber makanannematoda. Perubahan ini dimediasi oleh fito-hormon etilen dan auksin (Gutierrez et al. 2009).Pada contoh tanah yang diamati tidak ditemu-kan jenis M. hapla dan M. incognita.

Macrosposthonia ornata tergolong ektoparasitmigratori, dikenal dengan nama nematodacincin (ring nematode). Nematoda ini cukuppenting secara ekonomi karena diketahui seba-gai penyebab ”peanut yellows” dengan gejalatanaman kerdil dan menunjukkan gejala klo-rosis (Singh dan Oswalt 1992). Gejala daun-daun kuning banyak dijumpai di lokasi survei(Gambar 3) dan gejala tersebut oleh petani jugadinyatakan sebagai salah satu penanda“gapong”. Penurunan hasil dapat mencapai 50%disertai dengan gejala diskolorisasi berupanekrotik coklat pada akar, polong, dan tangkaipolong kacang tanah serta seringkali menim-bulkan penyakit lebih kompleks dengan bebe-rapa patogen tular tanah (soil borne diseases).

Sejauh mana peran nematoda patogentanaman (NPT) dalam kompleks gejala “gapong”

Gambar 3. Ciri gejala “gapong” pada daun kacang tanah (atas). Ketika dicabut, polong yang terbentuksedikit, dan sebagian besar mempunyai gejala nekrotik atau berlubang (bawah).

Sumber: Baliadi 2008.

Page 8: TELAAH PENYEBAB GEJALA “GAPONG” PADA KACANG TANAHbalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2017/02/bp_no... · Majalengka Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Cirebon

8

BULETIN PALAWIJA NO. 27, 2014

belum dapat diketahui bila hanya berdasarkanhasil identifikasi terhadap contoh-contoh tanahyang diperoleh dari pertanaman kacang tanah.Hal ini karena saat pengambilan contoh tanahbukan pada musim “gapong” dan pertanamankacang tanah yang terserang “gapong” jugarendah. Namun demikian, dapat dikemukakanbahwa NPT mungkin saja berkontribusi padaterjadinya “gapong” (Gambar 4).

Pada tipe “gapong” dengan pembatasan awaldiduga disebabkan oleh akumulasi dampakserangan tiga jenis NPT, yaitu P. brachyurus,M. arenaria, dan M. ornata. Pada umumnyaakibat infeksi NPT pada tanaman kacang tanahtidak begitu tampak, kecuali puru-puru padaakar akibat infeksi Meloidogyne sp. Peran ketigaspesies secara tidak langsung adalah sebagaiprekursor bagi cendawan-cendawan tular tanahseperti Rhizoctonia solani, Sclerotium rolfsii,Fusarium sp., dan Aspergillus sp. (Jean-ClaudeProt 1993; Bowen et al. 2008; Wicks et al. 2011),karena pengamatan lapang dan polong-polongkacang tanah contoh juga ditemukan adanyakompleks serangan cendawan tular tanah(Gambar 5). Setelah masuk ke dalam polong,jamur-jamur tular tanah menginfeksi kulit aribiji dan kotiledon (Rasheed et al. 2004).Serangan nematoda merangsang terjadinyaperubahan-perubahan fisiologis, biokimia danstruktur tanaman inang (Jean-Claude Prot,1993). Hal ini menyebabkan rusaknya jaringantanaman dan jamur menginfeksi jaringan yangrusak tersebut. Dengan demikian bahwainteraksi antara jamur dan nematoda dalammenyebabkan tanaman sakit bersifat tidaklangsung (Back et al. 2006).

Selain spesies nematoda patogen tanaman,juga teridentifikasi free-living nematode, yangpopulasinya tergolong tinggi. Kelompok nema-toda ini beberapa di antaranya adalah pe-

mangsa cendawan dan bakteri yang efektif dankehadirannya dengan populasi tinggi didugaakibat kondisi tanah yang relatif mengun-tungkan bagi pertumbuhan dan perkembangancendawan-cendawan dan bakteri penghunitanah termasuk patogen-patogen cendawan danbakteri tular tanah (soil-borne diseases).Tingginya populasi nematoda hidup bebas men-cerminkan tingkat keragaman spesies yangtinggi dan juga mencerminkan stabilitas agro-ekosistem yang tinggi. Beberapa genus nema-toda hidup bebas adalah juga agens pengendaliefektif terhadap patogen jamur dan bakteri.

Hipotesis Kedua

Gejala gapong dengan luka dan lubangberukuran kecil hingga besar pada kulit polongpada semua ukuran polong mulai dari polongmuda hingga tua ternyata bila polong dibukaditemukan bekas liang gerekan larva serangga.Hasil gerekan larva menyisakan bekas kotoranbulat kecil berukuran seragam. Lubangberukuran 2–3 mm pada kulit polong adalahjalan keluar larva saat melanjutkan stadia pupadi dalam tanah. Diduga imago seranggameletakkan telur sesaat sebelum ginofor akanmasuk ke dalam tanah. Telur mungkin menetassebelum atau sesudah ginofor masuk ke dalamtanah. Larva yang menetas masuk ke dalamkulit polong. Tingkat keparahan gejala gerekanbergantung pada umur dan perkembanganpolong kacang tanah. Pertanyaan menarik:Apakah larva di dalam polong kacang tanahdapat berpindah polong? mengingat polongkacang tanah saling berdekatan dan dalam satutanaman ditemukan lebih dari 2–3 polong yangmenunjukkan gejala “gapong”.

Berdasarkan pada tipe gerekan dan meka-nisme serangan diduga serangga yang menye-rang adalah Etiella sp. (Gambar 6). Pada lokasi

Gambar 5. Polong terserang kompleks patogentular tanah, Sclerotium rolfsii, Rhizoctoniasolani, Pythium sp. atau Fusarium sp.

Sumber: Baliadi 2008.

Polong terserang M. arenaria Polong terserang. P. brachyurus

Gambar 4. Gejala “gapong” yang diduga disebabkanoleh nematoda.

Sumber: Baliadi 2008.

Page 9: TELAAH PENYEBAB GEJALA “GAPONG” PADA KACANG TANAHbalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2017/02/bp_no... · Majalengka Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Cirebon

RAHMIANNA DAN BALIADI: TELAAH PENYEBAB GEJALA “GAPONG” PADA KACANG TANAH

9

pengambilan contoh tanah diamati adanya polatanam tumpangsari dengan kedelai atau padasatu hamparan dapat ditemukan kedelai yangditanam bersamaan dengan kacang tanah.Baliadi et al. (2008) menyatakan bahwa E.zinckenella merupakan hama utama tanamankedelai dan hama ini terdapat pada semuasentra pertanaman kedelai di Indonesia.Dengan demikian sangat mungkin bahwa E.zinckenella juga terdapat di lokasi pengambilansampel kacang tanah. Apriyanto et al. (2009)melaporkan bahwa E. zinckenella juga menjadihama penting pada kacang tanah yang dapatmengakibatkan kehilangan hasil hingga 100%.Ambang batas ekonomis (economic thresholdlevel) penggerek polong pada tanaman kacangtanah adalah dijumpainya 2–3 larva per mbarisan tanaman. Sedangkan pada tanamankedelai 2% jumlah tanaman sudah terinfestasi(Awaneesh 2010). Lubang bekas gerekan ber-potensi sebagai jalan masuk bagi hifa ataumiselia jamur saprofit.

Hipotesis Ketiga

Hipotesis ketiga adalah tanaman padaawalnya mempunyai masalah nutrisi/unsurhara. Kalsium (Ca) merupakan hara yang palingpenting dalam pertumbuhan dan perkem-bangan biji, hasil dan kualitas biji, sekaligusmenjadi pembatas utama produksi kacangtanah (Gashti et al. 2012). Kekurangan Ca didaerah polong antara lain mengakibatkan kulitpolong retak (cracked pods), yang selanjutnyamenjadi busuk karena terserang jamur tulartanah antara lain Rhizoctonia solani ataumikroorganisme yang lain. Hal yang sama ter-jadi ketika terdapat ketidakseimbangan haraCa, kalium (K) dan magnesium (Mg) padadaerah polong (Porter et al. 1984; Gascho danDavis 1994; Gashti et al. 2012). Busuk polong

karena serangan jamur juga dilaporkan Harda-ningsih dan Hadi (2008) untuk polong dan bijikacang tanah yang berasal dari pertanamanmusim kemarau 2007 pada lahan sawah diKabupaten Banjarnegara. Dengan demikianadanya bukti bahwa polong dan biji yang busuksangat mungkin merupakan hasil akhir karenaadanya masalah nutrisi pada tanaman. Demi-kian pula, suplai K dan Mg dalam konsentrasitinggi akan meningkatkan insiden polong busukkarena menghambat penyerapan kalsium olehpolong (Gascho dan Davis 1994, Zharare et al.2007). Di sisi lain, pemberian kalsium telahmenurunkan insiden busuk polong karena se-rangan jamur tular tanah (Grichar et al. 2004).

Sankara Reddi (1988) mengemukakanbahwa berdasar banyak laporan maka rasiohara K:Ca:Mg lebih penting daripada konsen-trasi masing-masing unsur untuk pertumbuhandan hasil kacang tanah. Hal ini karena mening-katnya konsentrasi Mg akan menurunkan ataumenghambat penyerapan K dan Ca. Demikianpula tingginya kandungan K di daerah polong(geocarphosphere) akan menurunkan kualitaspolong apabila konsentrasi Ca di daerah polongrendah. Penelitian pada tanah geluh pasiran(sandy loam) pada kondisi tadah hujan atauberpengairan di Tirupati, India menunjukkanaplikasi hara K:Ca:Mg dengan rasio 4:4:0 meng-hasilkan polong kacang tanah dan keuntunganlebih tinggi (Subha Rao et al. 1988 dalamSankara Reddi 1988; Gascho dan Davis 1994).Mereka juga menekankan pentingnya rasiohara K:Ca:Mg.

Hasil pengamatan terhadap tanaman sampeldari Kab. Majalengka menunjukkan bahwajumlah polong tidak sehat atau polong berlu-bang, berwarna hitam, rusak, berpuru, dan ter-utama yang bergejala “gapong”, lebih dominanmenempel pada batang yang kaku (Tabel 4).

Imago E. zinckenella Imago E. hobsoni Telur E. zinckenella

Gambar 6. Penggerek polong, Etiella sp.Sumber: Baliadi 2008.

Page 10: TELAAH PENYEBAB GEJALA “GAPONG” PADA KACANG TANAHbalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2017/02/bp_no... · Majalengka Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Cirebon

10

BULETIN PALAWIJA NO. 27, 2014

Batang yang kaku dan kadang-kadang ber-warna coklat atau ungu kemerahan adalahhasil senyawa antosianin pigmen berwarnamerah/ungu. Keberadaan senyawa ini adalahgejala visual tanaman akibat kekurangan haraP (Dixon dan Paiva 1995 dalam Weisskoft etal. 2006, Sarker dan Karmoker 2011).

STRATEGI PENGENDALIANGEJALA “GAPONG”

Belum banyak laporan yang mengupas carapengendalian “gapong”. Semangun (2004)menginformasikan bahwa ada yang mengan-jurkan untuk melakukan pengairan yangteratur setiap dua minggu sekali. Pengairandilakukan pada malam hari karena pengairanpada waktu pagi hari akan memperparah insi-den “gapong”. Pengairan sebaiknya dihentikanpaling lambat 15 hari menjelang panen, karenapengairan dalam waktu 15 hari menjelangpanen akan memperparah insiden “gapong”.Tampaknya, dampak dari perubahan iklimglobal akan mengakibatkan kesulitan untukmenjamin air selalu tersedia bagi tanaman padamusim kemarau. Oleh karena itu, dipandangperlu menelaah dengan seksama penyebabutama gejala “gapong” dan kemungkinan carapengendaliannya.

Upaya pengendalian “gapong” yang dila-kukan petani di Majalengka (Tabel 5) diarahkanpada tindakan preventif, yakni bagaimana agargejala “gapong” tidak muncul. Tindakan pence-gahan yang diterapkan antara lain: (1) tidakmengairi tanaman pada siang hari. Teknikserupa juga digunakan oleh petani untukmengendalikan hama lanas pada ubi jalar.Petani menjelaskan berdasarkan pranatamangsa, MK II adalah saat panas-panasnyatanah di mana pada siang hari seperti ada uap/asap. Pengairan dilakukan pada pagi (sebelum

pukul 10.00) dan sore hari (setelah pukul 15.00),(2) pergiliran tanaman. Petani mencoba me-nanam mentimun (non palawija) tahun 2007dan pertanaman kacang tanah pada tahun 2008tumbuh baik. Jordan et al. (2009) mendukunghal tersebut: bahwa pergiliran tanaman denganspesies yang berbeda pada setiap musim tanamakan menurunkan populasi nematoda, seba-liknya menanam dua tanaman yang sama ber-turut-turut, terutama tanaman inang nematoda,ternyata memelihara populasi nematoda. Per-giliran tanaman jagung–tembakau–kacangtanah atau tembakau–jagung–kacang tanahmenurunkan populasi “stunt nematode“(Tylenchorhynchus sp.) dibanding rotasi jagung–jagung–kacang tanah, (3) menunda pengairan±2 minggu saat pembentukan polong (istilahpetani sudah keluar kacang). Penangkar benihkacang tanah menyatakan teknologi tersebutefektif. Pemahaman “tidak terlalu ambisi kepadaair” salah satu nya adalah tindakan penundaanpengairan tersebut.

Berdasar hasil survei, maka fenomena“gapong” dapat dikelompokkan menjadi enamkelompok berdasar gejala dan penyebabnya. Halini secara rinci digambarkan pada “PohonGapong” dicantumkan pada Diagram 1.

Ketika ditemukan polong yang berjamur danwarnanya berubah serta warna biji berubahmenjadi coklat, kuning atau kebiruan, maka halini disebabkan oleh cendawan tular tanah (As-pergillus, Fusarium, Sclerotium, Rhizoctonia)atau bakteri (Pseudomonas) sehingga pengen-daliannya dengan fungisida berbahan aktifCaptan atau bakterisida Agromycin yang di-aplikasikan pada pangkal batang atau sebagaiseed treatment ketika benih akan ditanam.

Demikian pula kerusakan polong dengangejala polong berlubang, terdapat bintik hitam,biji tergerek atau terdapat kotoran serangga dan

Tabel 5. Hasil survei tentang praktik pengendalian gejala “gapong” di Kab. Majalengka dan Cirebon, MT2008.

Kab. Majalengka Kab. Cirebon

• Tidak mengairi pada siang hari • Sebanyak 2 kg abu dapur ditaburkan untuktiap m2 lahan

• Pengairan dilakukan pada jam 2, 3, 4 pagi • Sebanyak 2 kg jerami kering dihamparkan diketika udara masih dingin atas tiap m2 lahanSetiap pagi disiram air menggunakanalat gemborJangan diberi pupuk Urea

Sumber: Rahmianna dkk. 2008.

Page 11: TELAAH PENYEBAB GEJALA “GAPONG” PADA KACANG TANAHbalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2017/02/bp_no... · Majalengka Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Cirebon

RAHMIANNA DAN BALIADI: TELAAH PENYEBAB GEJALA “GAPONG” PADA KACANG TANAH

11

tidak disertai pembusukan polong secara umumdapat dipastikan disebabkan oleh seranggapenggerek/pemakan polong/biji. Salah satu stra-tegi pengendalian serangga E. zinckenella ada-lah menggunakan tanaman orok-orok (Crota-laria sp.) terutama Crotalaria juncea karenaspesies ini efektif sebagai tanaman perangkappenggerek polong kedelai (Nurhidaya et al.2013). Survei menunjukkan bahwa dua jenisCrotalaria sp. banyak ditemukan di lokasisurvei.

Nematoda parasit tanaman yang terdapatdi sekitar polong seperti Meloidogyne, Pratylen-chus, dan Helicolenchus juga berperan padakerusakan polong. Gejala yang ditimbulkanadalah bentuk polong abnormal, terdapat lesiohitam, terdapat puru/benjolan (tumor, kanker),kulit polong tebal dan ukuran biji kecil. Pengen-dalian nematoda dilakukan dengan aplikasinematisida atau insektisida pada lahan.

Penyakit daun seperti bercak daun oleh jamurCercospora arachidicola, karat daun oleh jamurPuccinia arachidis atau sapu setan olehmikoplasma mengakibatkan polong tidak berisipenuh karena biji berukuran kecil. Kedua pe-nyakit daun utama yang disebabkan oleh jamurdengan mudah dikendalikan menggunakanfungisida pripenokonazol, metil tiofanat, biter-tanol. Sedangkan penyakit sapu setan hinggakini belum dapat dikendalikan dengan pestisida.Cara pengendalian yang efektif adalah era-dikasi yaitu mencabut tanaman sakit.

Sedangkan gejala “gapong” yang mengacupada kulit polong tipis dan rapuh, kulit polonghitam seperti terbakar, kulit polong berserat/berserabut, polong cracking. Polong seringkalihampa, apabila terdapat biji maka biji berwarnahitam. Gejala ini belum dapat diatasi. Berdasarpenuturan nara sumber di lapang penyebabnyaadalah kekeringan, penggenangan pada sianghari yang terik pada pertengahan musimkemarau (MK II) ketika suhu udara sangattinggi. Fenomena “gapong” terjadi denganbeberapa faktor pemicu antara lain pengairanpada siang hari pada MK II, pemupukan ni-trogen pada stadia akhir pembungaan atau padapengisian polong, pengolahan tanah yang ber-lebihan, kandungan bahan organik di dalamtanah rendah. Di sisi lain, terdapat beberapafaktor yang menjadi penekan munculnya gejala“gapong”, antara lain penambahan bahan orga-nik, penyiangan gulma seminimal mungkin,pengairan dilakukan pada sore atau pagi hari,aplikasi mulsa jerami, pengelolaan hara, olah

tanah minimal dan tidak dilakukan pengairansaat awal pengisian polong.

Berdasar gejala, faktor pemicu dan faktorpenekan yang telah disampaikan, maka tin-dakan budidaya tanaman yang dapat disaran-kan untuk mengendalikan gejala “gapong”antara lain adalah pengelolaan unsur hara yangmengacu pada ketersediaan hara yang seim-bang, pengendalian hama dan penyakit tana-man. Dua teknologi budidaya ini diharapkanmampu menghasilkan tanaman sehat yaitudaun hijau tipis, lebar dan segar, tidak rontokhingga akhir masa pertumbuhan tanaman,batang lemas dan berwarna hijau, polong ber-nas dan utuh. Selain budidaya, upaya mengu-rangi gejala “gapong” didekati dengan ketebalankulit polong. Analisis penulis apakah “gapong”mendera polong dengan ketebalan kulit tertentuataukah pada sembarang ketebalan kulitpolong. Hal ini terutama apabila “gapong”disebabkan oleh nematoda atau serangga. Diha-rapkan dengan semakin tebalnya kulit polongmaka semakin rendah munculnya gejala“gapong. Pemikiran penulis ternyata didukungoleh hasil penelitian Apriyanto et al. (2009,2010) yang melaporkan bahwa varietas unggulPanther, Singa dan Sima yang bertipe Valenciamempunyai kerusakan polong paling rendahdibanding varietas unggul Gajah dan Simpaiyang bertipe Spanish. Struktur kulit polong yangberhubungan dengan tingkat kekerasan sangatmungkin berkorelasi dengan kemudahan polongberlubang karena serangan larva Etiella.

Plant breeding untuk membentuk varietastahan nematoda dan rotasi tanaman serealiadengan tanaman kacang tanah, selain itudirotasi dengan tanaman non sereal dan non-kacang-kacangan (Vanstone et al. 2008).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh makadapat disimpulkan bahwa:1. Faktor penyebab gejala “gapong” yang

berupa polong berlubang, busuk, berbintikhitam, luka mekanis atau berpuru telahdiketahui dan bisa dikendalikan denganaplikasi pestisida Sihalotrin maupun tindakanagronomis lainnya.

2. Sedangkan gejala “gapong” yang mengacupada polong rapuh, kulit polong hitam sepertiterbakar, kulit menipis, berserabut, dan

Page 12: TELAAH PENYEBAB GEJALA “GAPONG” PADA KACANG TANAHbalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2017/02/bp_no... · Majalengka Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Cirebon

12

BULETIN PALAWIJA NO. 27, 2014

rapuh masih belum diketahui penyebabnya.Cara pengendalian gejala “gapong” tersebutbelum ditemukan.

3. Dugaan sementara, ketidakseimbanganunsur hara utama N, P, K, dan Ca menjadipenyebab mudahnya polong diserang hamaatau penyakit. Dengan demikian keseim-bangan hara di dalam tanah harus diper-tahankan.

4. Polong yang menempel pada tanaman yangdiserang penyakit daun dan atau penyakittular tanah, lebih mudah terkena “gapong”.

Saran

Perlu dilakukan penelitian di daerah endemik“gapong” untuk mengetahui secara detail penye-bab dan kemungkinan cara menanggulanginya,dengan memanfaatkan kearifan lokal.

DAFTAR PUSTAKA

Apriyanto, D., B. Toha, Priyatiningsih, dan D.Suryati. 2010. Penampilan ketahanan enamvarietas kacang tanah terhadap penggerek polongEtiella zinckenella di dataran tinggi dan dataranrendah Bengkulu. Jurnal Hama dan PenyakitTumbuhan tropika 10(1): 13–19.

Apriyanto, D., E. Gunawan, dan T. Sunardi. 2009.Resistance of some groundnut cultivars to saybeanpod borer, Etiella zinckenella Treit (Lepidopetra:Pyralidae). Jurnal Hama dan PenyakitTumbuhan tropika 9(1): 1–7.

Apriyanto, D., O.H. Yoga, dan A. Mulyadi. 2009.Penampilan penggerek polong kedelai Etiellazinckenella Treitschake (Lepidoptera: Pyral-kidae), dan pemilihan inang pada kedelai dankacang tanah. Jurnal Akta Agrosia, 12 (1): 62–67.

Augusto, J., T.B. Brenneman, and A.S. Csinos.2010a. Etiology of peanut pod rot in Nicaragua:I. The effect of pod size, calcium, fungicide, andnematicide. Online. Plant Health Progress. Doi:10.1094/PHP-2010-0215-01-RS.

Augusto, J., T.B. Brenneman, and A.S. Csinos.2010b. Etiology of peanut pod rot in Nicaragua:II. The role of Ohytium myriotylum as definedby applications of gypsum and fungicides. Online.Plant Health Progress. Doi: 10.1094/PHP-2010-0215-02-RS.

Awannesh, 2010. Economic treshlod level of pod borerin different crops. Agropedia IITK. http://iitk.agropedia.in/content/economic-threshold-leveletl-pod-borer-different-crops, diunduh 13Januari 2014.

Back, M., P. Haydock, P. Jerkinson. 2006. Interac-tions between the potato cyst nematode Globoderarostochiensis and diseases caused by rhizoctonia

solani AG3 in potatoes under field conditions. Eu-ropean J. of Plant Path. 114(2):215–233. Doi10.1007/s10658-005-5281-y.

Baliadi, Y., W. Tengkano, dan Marwoto. 2008.Penggerek polong kedelai Etiella zinckenellaTreitschake (Lepidoptera: Pyralkidae), danstrategi pengendaliannya di Indonesia. J LitbangPertanian 27(4): 113–123.

Baliady, Y. 2008. Nematode parasit tanaman padaperakaran tanaman kacang bergejala gapong diCirebon dan Majalengka, Jawa Barat. LaporanAkhir Tahun. DIPA 2008. Balitkabi, PuslitbangTanaman Pangan. 19 hlm.

Bowen, K. L., Hagan, A. K., Campbell, H.L., andNightengale, S. 2008. Effect of southern root-knotnematode (Meloidogyne incognita race 3) on cornyields in Alabama. Online. Plant Health Progressdoi:10.1094/PHP-2008-0910-01-RS.

Bridge, J., and J.L. Starr. 2007. Plant Nematodesof Agricultural Importance: A Color Handbook.

Davis, E.L., A. Haegeman, and T. Kikuchi. 2011.Degradation of the plant cell wall by nematodes.pp. 255–272. In. J.J. Ugent, G.G. Ugent, and C.Fenoll. (Eds.). Genomics and Molecular Geneticsof Plant-Nematoce Interactions. Springer.Dordrecht, The Netherlands.

Diener, U.L., R.E. pettit and R.J. Cole. 1982. Afla-toxins and other mycotoxins in peanuts. P. 486–519. In. H.E. Pattee and C.T. Young. (Eds.). Pea-nut Sci and Tech. Amer. Peanut Res. Educ. Soc.,Inc., Texas.

Gascho, G.J., and J.G. Davis. 1994. Mineral nutri-tion. pp. 214–254. In. J. Smartt (Ed.). The Ground-nut Crop. Chapman & Hall. London.

Gashti, A.H., M.N.S. Vishekaei, and M.H. Hossein-zadeh. 2012. Effect of potassium and calciumapplication on yield, yield components and quali-tative characteristics of peanut (Arachis hypo-gaea L.) in Guilan Province, Iran. World AppliedSci. J. 16(4): 540–546.

Grichar, W.j., B.A. Besler, and H.A. Melouk. 2004.Peanut (Arachis hypogaea) response to agricul-tural and power plant by-product calcium. Pea-nut Sci. 31: 91–101.

Gutierrez, O.A., M.J. Wubben, M. Howard, B. Rob-erts, E. Hanlon, and J.R. Wilkinson. 2009. Therole of phytohormones ethylene and auxin inplant-nematode interactions. 2009. Russian J ofPlant Physiol. 56(1): 1–5.

Hardaningsih, S., dan M. Hadi. 2008. Penyebabpenyakit bercak polong dan hawar batang padatanaman kacang tanah di Kabupaten Banjar-negara. Hlm. 386–391. Dalam A. Harsono et al(peny.). Inovasi Teknologi Kacang-kacangan danUmbi-umbian Mendukung Kemandirian Pangandan Kecukupan Energi. Pusat Penelitian danPengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Page 13: TELAAH PENYEBAB GEJALA “GAPONG” PADA KACANG TANAHbalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2017/02/bp_no... · Majalengka Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Cirebon

RAHMIANNA DAN BALIADI: TELAAH PENYEBAB GEJALA “GAPONG” PADA KACANG TANAH

13

Jean-Claude Prot. 1993. Biochemical and genetic ba-sis of fungus-nematode interactions. pp. 288–301.In. M.W. Khan (Ed.). Nematode Interactions.Springer. The Nederlands.

Jordan, D.L., L.R. Fisher, B.B. Shew, T. Marshall,P.D. Johnson, W. Ye, and R.L. Brandenburg.2009. Comparison of cropping systems includingcorn, peanut, and tobacco in the North CarolinaCoastal Plain. Online. Crop Management di:10.1094/CM-2009-0612-01-RS.

Nurhidaya, T., D. Apriyanto., T. Sunardi. 2013.Pengendalian penggerek polong kedelai (Etiellazinckenella Treitschake) pada tanaman kacangtanah dengan tanaman perangkap, aplikasiinsektisida nabati dan nematode pathogenserangga. http://repository.unib.ac.id/635.Diunduh 6 Desember 2013.

Porter, D.M., D.H. Smith, and R.Rodriguez-Kabana.1982. Peanut plant diseases. pp. 326–410. In H.E.Pattee and C.T. Young. (Eds.). Peanut Sci. andTech. Amer. Peanut Res. Educ. Soc. Inc. Texas.

Porter, D.M., D.H. Smith, and R.Rodriguez-Kabana.1984. Compendium of Peanut Diseases. The Am.Phytopath. Soc. St. Paul, Minnesota. 73 pp.

Rahmianna, A.A., Y. Baliadi, A. Taufiq, dan L.Sutrisno. 2008. Studi penyebab gejala “Gapong”pada kacang tanah dan cara pengendaliannya.Laporan Akhir Tahun 2008. Balai PenelitianTanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian.21 hlm.

Rasheed, S., S. Dawar, and A. Ghaffar. 2004. Loca-tion of fungi in groundnut seed. Pakistan J. ofBotany 36(3): 663–668.

Renato, N.I., J.A. Brito, and J.D. Stanley. 2012. Janu-ary–February 2012: Nematology Section. Tri-Ology FDACS-P-00124: 51(1): 1–5. http://www.freshfromflorida.com?Divisions-Offices?Plant-In-dustry/Plan.

Sarker, B.C. and J.L. Karmoker. 2011. Effects ofphosphorus deficiency on accumulation of bio-chemical compounds in lentil (Lens culinarisMedik). Bangladesh J. of Botany 40(1): 23–27.

Sankara Reddi, G.H., 1988. Cultivation, storage and

marketing. pp. 318–383. In. P.S. Reddy (Ed.).Groundnut. Publications and Information Divi-sion Indian Council of Agric. Res. New Delhi.

Semangun, H., 2004. Penyakit-penyakit tanamanPangan di Indonesia. Gadjah Mada Univ., Press.Yogyakarta. p. 152–154.

Singh, F., and D.L. Oswalt. 1992. Major Disease ofgroundnut. Skill Development Series no. 6 Hu-man Resource Development Program. ICRISAT.Patancheru, Andhra Pradesh 502 324, India. p.34.

Somaatmadja, S. 1985. Kacang Tanah (Arachishypogaea L.). C.V. Yasaguna. Jakarta. 48 hlm.

Subrahmanyam, P., and V. Ravindranath. 1988.Fungal and nematode diseases. pp. 453–507. InP.S. Reddy (Ed.). Groundnut. Publications andInformation Division Indian Council of Agric. Res.New Delhi.

Sutarto, Ig.,H., Harnoto dan S.A. Rais. 1988. KacangTanah. Buletin Teknik No. 2. Balai PenelitianTanaman Pangan Bogor. Bogor. 47 hlm.

Vanstone, V.A., G.J. Hollaway, and G.R. Stirling.2008. Managing nematode pests in the southernand western Australian cereal industry: continu-ing progress in a chalanging environment. Austr.Plant Pathol. 37(3): 220–234. Doi 10.1071/AP08020.

Weisskoft, L., N. Tomasi, D. Santelia, E. Martinoia,N.B. Langlade, R. Tabacchi, and E. Abou-Mansour. 2006. Isoflavonoid exudation from whitelupin roots is influenced by phosphate supply, roottype, and cluster root stage. New Phytologist, 171:657–668. Doi: 10.1111/j.1469-8137.2006.01776.x

Wicks, T., G. Walker, S. Pederick, and S. Anstis.2011. Onion stunting in South Australia associ-ated with Rhizoctonia solani AG 8. Austr. PlantPathol. 40 (2): 126–132. Doi 10.1007/s13313-010-0021-y.

Zharare, G.E., F.P.C. Blamey, and C.J. Asher. 2007.Effects of K and Ca concentrations in the pod cul-ture solution on Ca and K fluxes of developinggroundnut pods. African Crop Science ConferenceProc. vol 8 pp. 1669–1673.

Page 14: TELAAH PENYEBAB GEJALA “GAPONG” PADA KACANG TANAHbalitkabi.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2017/02/bp_no... · Majalengka Kab. Cirebon Kab. Majalengka Kab. Cirebon

14

BULETIN PALAWIJA NO. 27, 2014