Upload
others
View
21
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN
(RECOMBINANT DNA TECHNOLOGY)
IDA SRI ISWARI
RSUP SANGLAH, DENPASAR-BALIKEMENENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II TEKNOLOGI MOLEKULER DNA 3
2.1 Polymerase Chain Reaction (PCR) 3
2.1.1 Reverse Transcription-PCR (RT-PCR) 7
2.1.2 PCR-Single-Strand konformasi Polymorphism (PCR-SSCP) 8
2.1.3 The Ligase Chain Reaction (LCR) 10
2.2 Kloning 12
2.2.1 Kloning cDNA 13
2.2.2. Kloning Genom 15
2.2.3 Kloning DNA genom pada Vektor YAC 17
2.2.4 Analisis Produk Kloning 20
2.3 Analisis Restriction Fragment Length Polimorphism (RFLP) 21
2.4 Sekuensing DNA (DNASequencing) 24
2.5 Analisis microarray 27
2.6 Transgenesis 28
2.7 Terapi gen 29
BAB III RINGKASAN 37
DAFTAR PUSTAKA 38
i
BAB I
PENDAHULUAN
Biologi molekuler merupakan suatu bidang ilmu kedokteran yang berkembang
dengan pesat sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini.
Perkembangan ini menyebabkan perubahan yang mendasar didalam penelusuran dan
penjabaran ilmu kedokteran. Hal ini merupakan kesempatan untuk para ilmuwan
menerapkan bidang ilmu biologi molekuler secara penuh dan berkesinambu-ngan,
terutama untuk mendapatkan suatu langkah maju dalam hal diagnostik, preventif dan
bahkan dipakai sebagai alat pengukuran epidemiologi dari penyakit infeksi tersebut.
Beberapa tehnik dibidang biologi molekuler yang mendasar telah
dikembangkan untuk melacak adanya urutan DNA yang spesifik dari mikroorganisme
tertentu yang mana hal ini memungkinkan untuk dipakai sebagai sarana diagnostik.
Tehnik tersebut lazimnya disebut dengan Polymerase Chain Reaction (PCR), dimana
saat ini dipakai sebagai sarana diagnostik dan skrining pada penderita infeksi maupun
non infeksi (Cox, T.M. 1997, Sikora K, 1991).
Terapi modern menggunakan molekul meliputi pemanfaatan dari
berbagai teknik biologi molekuler dalam analisis penyakit, penyakit gen dan fungsi
penyakit gen (Lever, A.M.L. 1997). Studi tentang penyakit bawaan dan fungsi gen
dalam individu telah dimungkinkan oleh perkembangan DNA rekombinan dan teknik
kloning (Lever, A.M.L. 1997; Glick, B.R. dan Pastenak, J.J. 1994 ). Dasar DNA
rekombinan merujuk pada merekombinasi fragmen DNA yang berbeda. Kloning
mengacu pada proses penyusunan beberapa salinan (copy) molekul DNA. Mekanisme
klasik untuk memproduksi molekul rekombinan melibatkan penyisipan fragmen DNA
eksogen (circular double stranded DNA) berasal vektor plasmid atau bakteriofag
(virus yang menginfeksi bakteri) berbasis vektor (Gaspar, HB. Dan Kinnon, C. 1991).
Vektor merujuk pada molekul DNA digunakan untuk membawa atau mengangkut
DNA yang diinginkan ke dalam sel (Cox, T.M. 1997; Gaspar, HB. Dan Kinnon, C.
1991).
Pada bab pembahasan akan di uraikan secara singkat teknik-teknik biologi
molekuler yang sering digunakan untuk mendiagnosis suatu penyakit seperti dan terapi
gen sebagai sarana untuk pengobatan penyakit di masa yang akan datang.
BAB II
TEKNOLOGI MOLEKULER DNA
2.1 Polymerase Chain Reaction (PCR)
PCR adalah teknik yang kuat digunakan untuk memperkuat DNA jutaan kali
lipat, dengan replikasi berulang template, dalam waktu singkat. Proses ini
menggunakan set tertentu dalam vitro oligonukleotida sintesis untuk sintesis DNA
prima. Desain primer tergantung pada urutan DNA yang diinginkan untuk dianalisis.
Teknik ini dilakukan melalui banyak siklus (biasanya 20-50) pencairan template pada
suhu tinggi, yang memungkinkan primer untuk anil untuk urutan gratis dalam template
dan kemudian mereplikasi template dengan DNA polimerase. Proses ini telah otomatis
dengan menggunakan DNA polimerase termostabil diisolasi dari bakteri yang tumbuh
di ventilasi termal di laut atau air panas. Selama putaran pertama replikasi satu salinan
DNA dikonversi menjadi dua salinan dan seterusnya mengakibatkan peningkatan
eksponensial jumlah salinan dari urutan yang ditargetkan oleh primer. Setelah hanya
20 siklus satu salinan DNA diperkuat lebih dari 2.000.000 kali lipat.
Produk dari reaksi PCR dianalisis dengan pemisahan dalam gel agarosa
diikuti oleh bromida pewarnaan dan visualisasi dengan transillumination ultraviolet.
Atau, dNTP radioaktif dapat ditambahkan untuk PCR dalam rangka untuk
menggabungkan label ke dalam produk (Gaspar, HB. Dan Kinnon, C. 1991). Dalam hal ini
produk dari PCR yang divisualisasikan oleh paparan gel untuk film x-ray. Keuntungan
menggunakan radiolabeling pada produk PCR adalah dapat meningkatkan kuantitas
tingkat produk amplifikasi (Cox, T.M. 1997).
Jumlah kopi DNA yang dihasilkan melalui proses PCR
Reaksi berantai polimerase dapat digunakan untuk memperkuat baik ganda dan
beruntai tunggal (misalnya produk dari reaksi transkripsi terbalik, RT-PCR) DNA.
Template dicampur dengan primer spesifik atau merosot, dNTP, buffer polimerase
termasuk DNA polimerase MgCl2 dan termostabil. Template adalah didenaturasi pada
suhu tinggi (misalnya 95 ° C) dan kemudian didinginkan ke suhu yang optimal akan
memungkinkan primer mengikat. Suhu reaksi kemudian dinaikkan menjadi optimal
bahwa untuk DNA polimerase (misalnya 72 ° C) dimana primer diperluas sepanjang
template. Rangkaian langkah ini dilakukan 20-30 kali mengarah ke amplifikasi
eksponensial dari template target. Amplifikasi ini begitu besar bahwa produk reaksi
dapat divisualisasikan berikut elektroforesis gel (Gaspar, HB. Dan Kinnon, C. 1991;
Peakman, TC. And Page, MJ. 1997).
PCR dapat digunakan dalam analisis gen penyakit dengan mampu memperkuat
jumlah terdeteksi fragmen spesifik DNA. Amplifikasi fragmen dari gen penyakit
mungkin lebih besar, karena insersi, atau lebih kecil, karena penghapusan. Dramatis
amplifikasi DNA dengan PCR memungkinkan analisis gen penyakit dalam sampel
sangat kecil DNA. Misalnya, hanya sejumlah kecil sel janin perlu diekstraksi dari
cairan ketuban untuk menganalisa keberadaan gen penyakit tertentu. Selain itu, mutasi
titik tunggal dapat dideteksi dengan teknik PCR dimodifikasi seperti reaksi berantai
ligase (LCR) dan polimorfisme konformasi PCR-tunggal-untai (PCR-SSCP) analisis.
Teknik PCR juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi tingkat ekspresi gen dalam
sampel yang sangat kecil bahan, misalnya jaringan atau sel-sel dari tubuh. Teknik ini
disebut reverse transcription-PCR (RT-PCR) (Peakman, TC. And Page, MJ. 1997).
Contoh kelainan genetic yang dapat terdeteksi oleh PCR
Disease Affected Gene
Severe-combined immunodeficiency, SCID adenosine deaminase (ADA)
Lesch-Nyhan syndrome hypoxanthine-guanine phosphoribosyltransferase (HGPRT)
α1-Antitrypsin deficiency α1-Antitrypsin
Cystic fibrosis cystic fibrosis transmembrane conductance (CFTR) protein
Fabry disease α-galactosidase
Gaucher disease acid β-glucosidase (glucocerebrosidase)
Sandhoff disease hexosaminidase A and B
Tay-Sachs disease hexosaminidase A
Familial hypercholesterolemia (FH) LDL receptor
Glucose-6-phosphate dehydrogenase deficiency glucose-6-phosphate dehydrogenase
Maple syrup urine disease branched-chain α-keto acid dehydrogenase
Phenylketonuria (PKU) phenylalanine hydroxylase
Ornithine transcarbamylase deficiency ornithine transcarbamylase
Retinoblastoma (Rb) RB gene product, pRB
Sickle-cell anemia point mutation in β-globin
β-Thalassemia mutations in β-globin gene that result in loss of synthesis of protein
Hemophilia A Factor VIII
Hemophilia B Factor IX
von Willebrand disease von Willebrand factor (vWF)
2.1.1 Reverse Transcription-PCR (RT-PCR)
RT-PCR adalah prosedur yang cepat dan kuantitatif untuk analisis tingkat
ekspresi gen. Teknik ini memanfaatkan kemampuan reverse transcriptase (RT) untuk
mengubah RNA menjadi cDNA beruntai tunggal dan pasangan itu dengan amplifikasi
PCR-dimediasi jenis cDNA tertentu dalam reaksi RT. cDNA yang dihasilkan selama
reaksi RT merupakan representasi ke pola gen yang sedang diekspresikan pada saat
ekstraksi RNA.
Total RNA seluler dapat diekstraksi dari jaringan atau sel melalui berbagai
teknik dan digunakan sebagai template untuk RT. Pada beberapa kasus, isolasi RNA
pertamakali menggunakan primer acak. Sebuah alikuot kecil reaksi RT ini kemudian
ditambahkan ke reaksi PCR mengandung primer spesifik untuk melakukan
amplifikasi. Produk-produk dari RT-PCR bisa kemudian divisualisasikan seperti
dijelaskan di atas untuk PCR standar (Cox, T.M. 1997).
2.1.2 PCR-Single-Strand konformasi Polymorphism (PCR-SSCP)
Banyak kelainan bawaan akibat perubahan nukleotida tunggal pada daerah
kritis dari gen yang terkena (misalnya anemia sel sabit). Teknik PCR-SSCP dapat
mendeteksi mutasi gen tunggal karena mobilitas konformasi diubah dari untaian
tunggal DNA (dalam gel elektroforesis) membawa mutasi relatif terhadap untaian wild
type yang normal. Primer PCR spesifik dibuat sesuai urutan gen suatu penyakit
untuk mengetahui mutasi dengan cara amplifikasi DNA melalui PCR. Amplifikasi
yang sama pada gen wild type. Kedua untai hasil PCR wild type akan bermigrasi
berbeda dibandingkan dengan dua untai hasil PCR mutan. Bahkan mutasi titik tunggal
(single point mutation) menyebabkan untai DNA amplifikasi yang ada di konformasi
yang berbeda yang mengubah mobilitas mereka ketika di running pada gel
elektroforesis non-denaturing.
Cara memvisualisasikan produk PCR pada gel elektroforesis adalah dengan
melaukan label radioaktif atau nukleotida radioaktif yang dimasukkan ke dalam
produk PCR. Produk PCR dipisahkan dalam gel poliakrilamid dan divisualisasikan
pada film x-ray. Individu yang homozigot wild type pada lokus yang dianalisis akan
menunjukkan dua band yang berbeda pada gel seperti yang akan orang-orang yang
homozigot mutan. Namun, karena perubahan nukleotida produk PCR mutan akan
bermigrasi dengan mobilitas yang berbeda dalam gel. Individu yang heterozigot akan
menunjukkan pola yang terdiri dari semua empat band.
PCR-SSCP analisis gen sel normal dan sabit β-globin. Mutasi A ke T ditunjukkan dengan warna biru. mutasi PCR diperkuat dan produk dipisahkan pada gel poliakrilamid non-denaturing. Produk PCR dari lokus jenis wild type dan lokus sel sabit akan bermigrasi berbeda dikarenakan konformasi urutan-spesifik. Normal akan menampilkan dua band sebagai akan homozigot sel sabit orang (meskipun dengan ukuran yang berbeda dari normal) homozigot. Individu heterozigot pada lokus sel sabit akan menampilkan empat band.
2.1.3 The Ligase Chain Reaction (LCR)
Reaksi Rantai ligase merupakan teknik yang memungkinkan deteksi mutasi
titik tunggal pada gen penyakit. Teknik ini memanfaatkan DNA ligase termostabil
untuk menyambung oligonukleotida (oligos) yang berdekatan secara sempurna. Dua
set oligos dirancang untuk annealing ke salah satu untai gen di lokasi mutasi, set kedua
dari dua anneals oligos ke untai lainnya. Para oligos dirancang sedemikian rupa
sehingga mereka hanya akan benar-benar anil ke urutan wild type. Contoh yang
ditunjukkan di bawah ini untuk mutasi sel sabit, nukleotida 3 'satu oligo di masing-
masing pasangan cocok (Peakman, TC. And Page, MJ. 1997). Ketidakcocokan ini
mencegah anil dari oligos berbatasan langsung dengan satu sama lain, oleh karena itu
ligase DNA tidak akan meligase dua oligos masing-masing pasangan bersama-sama.
Dengan urutan wild type oligo pasangan yang sedang diligasi menjadi target bersama
untuk anil di oligos dan, karenanya, mengakibatkan amplifikasi eksponensial dari
target wild type. Mengingat bahwa pengetahuan urutan sebelumnya diperlukan untuk
mendeteksi mutasi titik pada gen penyakit, teknik LCR digunakan untuk diagnosis
adanya alel mutan pada pasien risiko tinggi (Peakman, TC. And Page, MJ. 1997).
Teknik LCR digunakan untuk menganalisis lokus sel sabit.
2.2 Kloning
Setiap fragmen DNA bisa digandakan setelah dimasukkan ke dalam vektor
yang cocok untuk transformasi bakteri sel host. Kloning mengacu pada produksi
jumlah besar molekul DNA identik dan biasanya melibatkan penggunaan sel bakteri
sebagai sel host untuk DNA, walaupun kloning dapat dilakukan dalam sel eukariotik
juga. kloning cDNA mengacu pada produksi suatu perpustakaan DNA kloning (DNA
library) yang mewakili semua mRNA dalam sel atau jaringan tertentu (Peakman, TC.
And Page, MJ. 1997). Kloning genom mengacu pada produksi suatu perpustakaan
DNA kloning mewakili seluruh genom suatu organisme tertentu. Dari salah satu dari
jenis DNA library dapat berasal dari isolat (dengan berbagai protokol skrining) suatu
cDNA clone tunggal atau gen.
Dalam rangka untuk mengkloning baik cDNA atau salinan gen vektor diperlukan
untuk membawa DNA kloning. Vektor yang digunakan dalam biologi molekul dari dua kelas
dasar. Satu kelas vektor berasal dari plasmid bakteri, plasmid adalah DNA circuler ditemukan
pada bakteri yang bereplikasi secara autosomal dari genom inang. DNA ini pertama kali
diidentifikasi karena plasmid membawa gen resistensi antibiotik. Gen-gen resistensi antibiotik
ditemukan pada plasmid digunakan dalam modern plasmid vitro direkayasa untuk
memungkinkan pemilihan bakteri yang telah diambil plasmid yang berisi DNA yang menarik.
Plasmid terbatas di dalam bentuk fragmen umum pasangan basa DNA kurang dari 10.000 (pb)
dapat digandakan. Dalam fragmen praktek sekitar 5.000 bp adalah batas (Peakman, TC. And
Page, MJ. 1997).
Jenis lain dari vektor berasal dari bakteriofag (virus bakteri) lambda. Virus ini mampu
baik lysogeny (integrasi ke dalam genom inang) dan lisis (infeksi diikuti oleh lisis dari host
yang terinfeksi). Gen yang diperlukan untuk lysogeny telah dihapus dari vektor lambda yang
berbasis di untuk memungkinkan hanya siklus hidup litik untuk mengambil tempat.
Keuntungan untuk vektor lambda berbasis adalah bahwa mereka dapat membawa fragmen
DNA hingga 25.000 bp. Dalam analisis genom manusia bahkan vektor lambda berbasis
membatasi dan kromosom ragi buatan (YAC) sistem vektor telah dikembangkan untuk
kloning DNA fragmen sampai dengan 500.000 bp (lihat di bawah).
2.2.1 Kloning cDNA
Complimantary DNA (cDNA) dibuat dari mRNA dari sebuah sel oleh sejumlah teknik
yang terkait. Masing-masing teknik terdiri dari transkripsi balik pertama dari mRNA diikuti
oleh sintesis dari kedua untai DNA dan penyisipan dari cDNA-double stranded menjadi baik
vektor plasmid atau lambda untuk kloning (Mizuguchi, H dan Kay, M.A. 1998). Proses ini
menciptakan sebuah perpustakaan cDNA clone yang mewakili masing-masing spesies
mRNA. Skrining klon cDNA dapat dilakukan dengan menggunakan asam nukleat atau probe
protein-based (protein atau antibodi). Skrining cDNA juga dapt dilakukan melalui assay
biologis dari produk yang dihasilkan oleh cDNA kloning (Peakman, TC. And Page, MJ.
1997).
Skrining dengan berlabel dengan nukleotida diubah yang dikenali oleh antibodi
spesifik dan dideteksi oleh tes kolorimetri atau chemiluminescent. Probe asam nukleat
Proses untuk produksi dan kloning cDNA. Contoh ini menunjukkan penggunaan adaptor-primer spesifik berisi urutan untuk enzim restriksi NotI di samping (T) poli untuk anil ke ekor (A) poli RNA. Hal ini dimungkinkan untuk hanya menggunakan poli (T), atau poli (T) dengan situs pembatasan lain atau primer acak (campuran oligos yang mengandung urutan acak) untuk memulai reaksi untai pertama cDNA. Dalam beberapa kasus poli (T) priming tidak memungkinkan untuk perpanjangan cDNA ke ujung 5'-dari RNA, penggunaan primer acak dapat mengatasi masalah ini karena mereka akan utama untai sintesis pertama sepanjang mRNA. Teknik ini menunjukkan ligasi adapter EcoRI diikuti oleh EcoRI dan pencernaan NotI. Proses ini memungkinkan cDNA untuk semua digandakan dalam satu arah, disebut kloning terarah.
dapat dihasilkan dari DNA (termasuk oligonukleotida sintetik, oligos) atau RNA.
Probe asam nukleat dapat diberi label radioaktif atau protein, antibodi atau dengan uji
biologis adalah mekanisme untuk analisis ekspresi protein dari cDNA kloning dan
diberi istilah ekspresi kloning (Peakman, TC. And Page, MJ. 1997).
2.2.2. Kloning Genom
Mayoritas kloning genom menggunakan sistem berbasis vektor lambda. Sistem
ini vektor mampu membawa 15-25,000 bp DNA. Kloning fragmen sedikit lebih besar
dari DNA genom dapat dilakukan menggunakan sistem plasmid-lambda vektor
chimeric disebut sebuah kosmid. vektor Kosmid hanya berisi cos (kohesif) ujung
genom lambda (diperlukan untuk kemasan DNA menjadi partikel virus yang menular)
bersama dengan gen resistensi antibiotik plasmid dan asal replikasi DNA. Sejak sekitar
30.000 pb DNA lambda telah dihapus dari vektor kosmid, lebih besar fragmen DNA
genom dapat digandakan. Fragmen DNA genom yang berukuran lebih besar dapat
diklon ke vektor YAC (lihat di bawah) (Mizuguchi, H dan Kay, M.A. 1998).
Genomik DNA dapat diisolasi dari sel atau jaringan untuk kloning. DNA
genom pertama kali dilisis oleh enzim restriksi menghasilkan fragmen dengan ukuran
yang optimal untuk vektor yng akan digunakan untuk kloning. Mengingat bahwa
beberapa pasang basa gen lebih panjang daripada yang dapat dimasukkan ke
konvensional atau vektor lambda kosmid, klon yang di insersikan dari genomic library
harus over lapping (Mizuguchi, H dan Kay, M.A. 1998). Untuk menghasilkan klon
tumpang tindih, DNA hanya sebagian dilisis oleh enzim restriksi. Ini berarti bahwa
tidak setiap situs restriksi, hadir dalam semua salinan (kopi) gen dalam
penyusunaurutan DNA yang bereplikasi. DNA sebagian dilisis kemudian ukuran-
ditentukan oleh berbagai teknik (misalnya elektroforesis gel atau sentrifugasi gradien)
sebelum kloning. Skrining genom library dilakukan dengan probe berbasis asam
nukleat. Namun, mereka dapat disaring dengan protethat diketahui urutan pita DNA
spesifik (misalnya faktor transkripsi) (Mizuguchi, H dan Kay, M.A. 1998).
Protokol DNA genomik spesifik kloning digambarkan di bawah ini. Diagram
representasi dari gen hipotetis dalam penyiapan DNA genom. Kotak menunjukkan
ekson dan garis memisahkan kotak mewakili intron. Panah tebal menunjukkan posisi
situs enzim restriksi, misalnya Sau3AI. Setelah enzim merestriksi parsial berbagai
fragmen gen yang akan dihasilkan, 4 fragmen yang mungkin ditunjukkan. Fragmen di
kisaran ukuran 15-25 pasang kilobase (kbp) yang dimurnikan dengan elektroforesis gel
atau sentrifugasi gradien dan diligasikan ke dalam vektor lambda. DNA tersebut
dikemas ke dalam partikel fag in vitro dan digunakan untuk menginfeksi E. Coli
(Mizuguchi, H dan Kay, M.A. 1998).
2.2.3 Kloning DNA genom pada Vektor YAC
YAC vektor memungkinkan kloning, dalam sel-sel ragi, fragmen DNA genom
yang memiliki panjang sekitar 500.000 pb. Vektor ini berisi beberapa elemen
kromosom ragi khas, maka YAC panjang. Vektor YAC mengandung sentromer ragi
(CEN), telomeres ragi (TEL), telomer adalah urutan tertentu yang hadir pada ujung
kromosom dan yang diperlukan untuk replikasi) dan ragi mandiri mereplikasi urutan
(ARS) (Gaspar, HB. Dan Kinnon, C. 1991). ARSes Ragi pada dasarnya asal-usul yang
berfungsi dalam replikasi sel-sel ragi mandiri dari replikasi asal replikasi kromosom
ragi. vektor YAC juga mengandung gen, (URA3 misalnya, sebuah gen yang terlibat
dalam sintesis urasil) yang memungkinkan pemilihan sel ragi yang telah diambil
vektor. Dalam rangka untuk menyebarkan vektor dalam sel bakteri, sebelum
penyisipan DNA genom, vektor YAC mengandung asal replikasi bakteri dan penanda
dipilih bakteri seperti fro gen resistensi ampisilin (Gaspar, HB. Dan Kinnon, C. 1991).
Dalam kloning DNA genomik dalam vektor YAC khas, DNA genom sebagian
dicerna dengan EcoRI dan fragmen dalam kisaran 400-500 pasang kilobase (kbp) yang
dimurnikan dengan gel elektroforesis lapangan berdenyut, PFGE. Vektor YAC dicerna
dengan EcoRI dan BamHI yang menempatkan urutan telomer pada ujung vektor
linierisasi. Fragmen BamHI kecil dipisahkan dari sisa vektor YAC dengan
elektroforesis gel standar. DNA genomik kemudian diligasi ke vektor dan kemudian
digunakan untuk mentransformasi sel-sel ragi (Mizuguchi, H dan Kay, M.A. 1998).
Representasi diagram dari vektor YAC biasa digunakan untuk mengkloning DNA genom. Vektor berisi telomeres ragi (TEL), sebuah sentromer (CEN), penanda dipilih (URA3), dan mandiri urutan mereplikasi (ARS) serta urutan plasmid bakteri untuk seleksi antibiotik dan replikasi dalam E. coli.
2.2.4 Analisis Produk Kloning
Analisis cDNA kloning dan gen melibatkan sejumlah teknik. Karakterisasi
awal biasanya melibatkan pemetaan jumlah dan lokasi situs enzim restriksi berbeda.
Informasi ini berguna untuk sequencing DNA karena menyediakan sarana untuk
merestriki klon menjadi fragmen spesifik untuk sub-kloning, sebuah proses yang
melibatkan kloning fragmen dari DNA kloning tertentu. Setelah DNA sepenuhnya
ditandai klon cDNA dapat digunakan untuk memproduksi RNA in vitro dan RNA
diterjemahkan secara in vitro untuk karakterisasi protein. Klon cDNA juga dapat
digunakan sebagai probe untuk menganalisis struktur gen dengan Southern blotting
atau menganalisis ukuran RNA dan pola ekspresi oleh Northern blotting. Northern
blotting juga merupakan alat yang berguna dalam analisis organisasi ekson-intron klon
gen karena hanya fragmen gen yang mengandung ekson akan mengawinkan silang ke
RNA pada noda tersebut (Ross, D.W. 1996; Mizuguchi, H dan Kay, M.A. 1998).
Southern Blotting: Southern blotting adalah analisis struktur DNA
ditempelkan pada fase berikut lampiran solid. Tahap pertama adalah merestriksi DNA
dengan enzim restriksi maka fragmen DNA yang dihasilkan dipisahkan dalam gel
agarosa. Gel diperlakukan dengan NaOH untuk mengubah sifat sesuatu benda DNA,
maka NaOH ini dinetralkan. DNA ditransfer dari gel ke nitroselulosa atau nilon kertas
filter dengan baik difusi kapiler atau di bawah arus listrik (Ross, D.W. 1996). DNA ini
tetap filter dengan baking atau pengobatan sinar ultraviolet. Filter kemudian dapat
dideteksi untuk kehadiran fragmen DNA yang diberikan dengan cara radioaktif atau
non-berbagai radioaktif.
Northern Blotting : Northern blotting melibatkan analisis RNA dengan
melakukan penempelan pada fase solid. RNA ini berukuran oleh gel elektroforesis
kemudian ditransfer ke nitroselulose atau nilon kertas filter untuk Southern blotting.
Probing filter untuk RNA tertentu dilakukan mirip dengan probe Southern blot ( Ross,
D.W. 1996).
Western Blotting: Western blotting melibatkan analisis protein yang
dilekatkan pada fase solid. Protein dipisahkan dengan ukuran-PAGE elektroforesis
SDS dan ditransfer ke nitroselulose atau filter nilon. Filter ini kemudian diperiksa
dengan antibodi yang diajukan terhadap protein tertentu.
2.3 Analisis Restriction Fragment Length Polimorphism (RFLP)
Variabilitas genetik pada lokus tertentu (gen) perubahan dasar akibat kecil
bahkan dapat mengubah pola fragmen restriksi enzim pencernaan yang dapat
dihasilkan. perubahan patogen untuk genotipik bisa karena penghapusan atau sisipan
di dalam gen yang dianalisis atau bahkan substitusi nukleotida tunggal yang dapat
membuat atau menghapus situs enzim restriksi pengakuan (Mizuguchi, H dan Kay,
M.A. 1998).
Analisis RFLP mengambil keuntungan dari hal ini dan memanfaatkan Southern
blotting direstriksi oleh endonuclease DNA genom untuk mendeteksi pola keluarga
dari fragmen gen yang diberikan, terdeteksi dengan penapisan Southern blotting
dengan probe sesuai dengan gen yang diinginkan. Sebuah contoh klasik dari penyakit
yang terdeteksi oleh RFLP adalah anemia sel sabit (Ross, D.W. 1996).
Hasil sabit anemia sel (pada tingkat gen) dari perubahan nukleotida tunggal (A
T) pada kodon 6 dalam gen β-globin. Perubahan ini menyebabkan glutathione (G)
untuk val (V) substitusi asam amino, sementara pada saat yang sama menghapuskan
pembatasan situs MstII. Akibatnya probe gen β-globin dapat digunakan untuk
mendeteksi MstII fragmen restriksi. Harus diingat bahwa ada dua salinan dari setiap
gen di semua sel manusia.
RFLP mendeteksi kedua salinan: yang Alel terpengaruh dan alel terpengaruh.
Ukuran variabilitas dalam fragmen terdeteksi dalam silsilah keluarga menunjukkan
perbedaan dalam pola situs restriksi dalam dan di sekitar gen yang sedang dianalisis
(Gaspar, HB. Dan Kinnon, C. 1991). Pola RFLP yang diwariskan dan memisahkan
dalam mode Mendel sehingga memungkinkan penggunaannya dalam genotip seperti
dalam kasus sengketa ayah atau dalam investigasi kriminal.
Bentuk lain dari polimorfisme DNA terdeteksi oleh hasil pemetaan klasik
RFLP dari variasi diwariskan dalam jumlah elemen DNA tandem urutan yang
berulang 2-60 bp panjang. Jumlah mengulangi juga variabel 2-40 eksemplar. Elemen
ini disebut berulang tandem variabel nomor (VNTR). Ketika pencernaan enzim
restriksi memotong DNA mengapit VNTRs, panjang fragmen yang dihasilkan akan
bervariasi tergantung pada jumlah mengulang pada lokus tertentu. Banyak lokus
VNTR berbeda telah diidentifikasi dan sangat berguna untuk analisis sidik jari DNA
seperti dalam kasus identitas forensik dan ayah.
Respresentation diagram dari analisis RFLP untuk kehadiran lokus sel sabit. Genomik DNA diisolasi dan dicerna dengan enzim restriksi MstII. Satu MstII situs hilang di lokus sel sabit. DNA ini kemudian dihapuskan Selatan dan dianalisis dengan probe β-globin-spesifik sesuai dengan urutan pada akhir 5'-gen. Individu homozigot untuk gen globin normal akan menunjukkan sebuah band hibridisasi tunggal karena kedua gen ibu dan ayah tidak akan terpengaruh. Heterozigot akan menunjukkan band band normal dan sel sabit gen yang lebih besar. Homozigot sel sabit individu akan menunjukkan sebuah band hibridisasi tunggal yang lebih besar.
2.4 Sekuensing DNA (DNASequencing)
Sekuensing DNA dapat dilakukan secara kimia atau cara enzimatik. Teknik
konvensional untuk sequencing dengan metode sekuensing Maxam dan Gilbert,
bergantung pada replikasi nukleotida atau DNA dan tidak secara rutin digunakan lagi.
Teknik enzimatik, Sanger sequencing, melibatkan penggunaan dideoxynucleotides (2 ',
3'-dideoksi) yang mengakhiri sintesis DNA dan karena itu disebut sekuensing
terminasi rantai dideoksi.
Protokol Sanger sekuensing DNA menggunakan dideoxynucleotides (ddNTPs) untuk menghentikan perpanjangan rantai DNA dari template kloning selama sintesis in vitro. Sintesis diawali dengan menggunakan primer oligonukleotida tertentu. Selama reaksi sintesis nukleotida radioaktif (biasanya dATP) dimasukkan ke dalam untaian elongating. Empat reaksi terpisah dilakukan secara bersamaan, masing-masing berisi semua 4 dNTP dan ddNTP tunggal. Semakin tinggi konsentrasi ddNTP perpanjangan lebih sering rantai akan ditutup sehingga dapat mengatur tingkat informasi urutan diperoleh dengan memvariasikan dNTP / rasio ddNTP. Menyusul reaksi ekstensi produk yang diselesaikan dengan elektroforesis pada gel (urea) denaturing poliakrilamida. Hasil yang diperoleh ketika gel dikeringkan dan terkena film x-ray. Pita (band) dekat bagian bawah gel merupakan produk reaksi pendek (yaitu yang paling dekat dengan ujung 3'-primer) dan pita (band) pling atas merupakan produk yang terpanjang.
2.5 Analisis microarray
Analisis Microarray melibatkan penggunaan apa yang umumnya disebut
"chips gen" untuk menentukan ekspresi set besar gen pada saat yang sama dalam
percobaan tunggal. Gene chip dapat dibeli dari beberapa perusahaan yang berbeda,
misalnya Affymetrix, atau mereka bisa kustom dipersiapkan di laboratorium dengan
peralatan yang sesuai. Chip gen Affymetrix diciptakan melalui lampiran kovalen
oligonukleotida sintetik (oligos) ke permukaan kecil (Mizuguchi, H dan Kay, M.A.
1998). Secara umum, ada 20 atau lebih oligos berbeda pada chip yang sesuai dengan
daerah yang berbeda tiap gen yang akan dianalisis. Selain itu, satu set oligos yang
masing-masing berisi ketidaksesuaian nukleotida disertakan sebagai kontrol negatif
untuk setiap gen. Teknologi menciptakan chip gen sehingga bisa ada 10's ribu gen
yang berbeda diwakili pada satu chip kira-kira 2 cm persegi.
Affymetrix Gene Chips
Meskipun ada banyak digunakan untuk chip gen, percobaan yang paling umum
melibatkan perbandingan ekspresi gen pada chip antara dua sampel, misalnya sel
kanker dan sel normal. Pengujian dilakukan dengan menyusun RNA dari sampel
masing-masing dan mengubah RNA cDNA di hadapan nukleotida neon. Misalnya,
satu RNA sampel diubah menjadi cDNA dengan nukleotida neon hijau dan sampel
RNA lainnya diubah menjadi cDNA di hadapan sebuah nukleotida neon merah. Ini
"tag" olahan cDNA disebut "target" dan jumlah yang sama dari masing-masing sasaran
persiapan dicampur bersama dan kemudian hibridisasi untuk chip gen. Setelah
pencucian dari target unhybridized dan pengolahan gambar dari satu chip akan melihat
bintik-bintik yang hanya hijau, hanya merah, atau warna di antara yang merupakan
campuran dari beberapa merah dan hijau beberapa(Mizuguchi, H dan Kay, M.A.
1998).
Dengan demikian, beberapa tempat akan menjadi kuning, beberapa akan jeruk
atau derajat dari kombinasi warna menengah. Bintik-bintik merah yang hanya
menunjukkan bahwa gen itu terungkap hanya di sumber target berlabel merah dan
sebaliknya untuk bintik hijau. Intermediate warna menunjukkan perbedaan tingkat
ekspresi gen pada kedua sampel. Menggunakan komputer untuk menentukan satu
hibridisasi intensitas akan mendapatkan gambaran yang lengkap dari tingkat ekspresi
dari masing-masing gen pada chip di setiap persiapan RNA (Mizuguchi, H dan Kay,
M.A. 1998).
Contoh hasil array DNA kustom melihat
2.6 Transgenesis
Transgenesis mengacu pada proses memperkenalkan gen eksogen ke dalam
garis kuman organisme. Transgenesis percobaan pertama yang berhasil dilakukan pada
tikus. Satu percobaan relatif dikenal terlibat pengenalan gen hormon pertumbuhan
tikus ke dalam garis kuman mencit. Tikus transgenik ini tumbuh dua kali ukuran
normal mereka.
Untuk membuat binatang transgenik gen kepentingan harus diwariskan dari
generasi ke generasi, yaitu harus diwariskan pada keturunan bakteri. Untuk mencapai
hal ini dengan tikus atau hewan ternak, vektor yang mengandung gen kepentingan
dengan unsur-unsur peraturan yang sesuai (misalnya promotor β-lactoglobulin jika
ekspresi transgen dalam susu yang diinginkan) yang disuntikkan ke dalam inti telur
dibuahi. Telur-telur tersebut kemudian dipindahkan ke dalam rahim perempuan
menerima untuk pengembangan keturunan transgenik potensial. Dalam rangka untuk
menguji hewan yang dihasilkan untuk saluran transmisi bakteri dari transgen DNA
kromosom keturunan mereka diuji untuk kehadiran transgen (Sikora K, 1991) .
Saat ini proses transgenesis sedang digunakan baik di industri tanaman dan
ternak. Tujuan dari sebagian besar percobaan ini adalah untuk menghasilkan tanaman
dan hewan yang lebih tahan terhadap penyakit dan infeksi (Mizuguchi, H dan Kay,
M.A. 1998). Namun, beberapa hewan pertanian transgenik seperti domba dan sapi
sedang dikembangkan dalam rangka untuk memperoleh tingkat tinggi ekspresi protein
terapi penting selama sintesis susu (Sikora K, 1991). Hal ini memungkinkan sejumlah
besar protein dari bunga yang akan dimurnikan dari susu hewan transgenik.
2.7 Terapi gen
Pada umumnya pengobatan penyakit dilakukan berdasarkan timbulnya gejala
tidak terkecuali untuk penyakit genetik seperti kanker. Telah diketahui bahwa suatu
penyakit terjadi akibat ekpresi gen yang menghasilkan protein abnormal. Dengan
adanya projek genetik manusia (Human Genetic Project) maka telah berhasil
diidentifikasi seluruh gen yang berada pada 22 pasang kromosom autosomal dan
sepasang kromosom sex (Sikora K, 1991).
Terapi gen atau gene therapy merupakan salah satu metode pengobatan
penyakit genetik permanen dengan pemberian suatu fragmen Deoxyribo nuclease acid
(DNA). Prinsip dasar terapi gen adalah rekayasa genetika, proses ini dilakukan dengan
cara menggabungkan gen normal dengan vector DNA sebagai vehicle kemudian
diinsersikan pada kromosom yang memiliki gen abnormal. Terapi gen ditujukan untuk
mengkoreksi kesalahan metabolisme pada penyakit kelainan genetic, kanker, penyakit
infeksi, atau kelainan autoimun (Sikora K, 1991).
Mengapa terapi gen dapat dilakukan antara lain : DNA diketahui sebagai
materi pembawa informasi genetik, struktur DNA dan kode genetic sudah dapat
diidentifikasi, selain itu ditemukan pemotong DNA yaitu enzim endonuklease, teknik
rekombinan gen (recombinant DNA) sudah dapat dilakukan dan hasil rekombinasi
DNA dapat diproduksi pada sel bakteri. Alasan lainnya adalah ditemukannya proses
cloning dan penggandaan DNA, maping DNA manusia sudah diketahui sehingga
proses terapi gen telah dimulai sejak tahun 1990.
Dua macam cara melakukan terapi gen yaitu gen terapi pada sel somatik dan
terapi pada sel reproduksi. Terapi sel somatic (somatic cell) lebih mudah dilakukan
dan secara etika dapat diterima tetapi koreksi hanya terjadi pada satu generasi yaitu
hanya pada pasien yang mengalami terapi tidak untuk keturunannya. Terapi sel
reproduksi (Germ-line therapy) secara teknik sulit dilakukan dan secara etika sulit
diterima. Terapi gen pada sel reproduksi dapat memperbaiki atau mengkoreksi gen
pada semua generasi baik pasien maupun keturunannya (Sikora K, 1991; Winter, P.C.
Hickey, G.I. dan Fletcher, H.L. 1998). Dari beberapa penelitian yang sudah dilakukan
terapi sel reproduksi hanya dilakukan pada hewan.
Prinsip dasar terapi gen adalah : gene addition dilakukan dengan cara
menambahkan gen normal tetapi gen rusak tetap ada, umumnya dilakukan untuk
pendekatan penyakit resesif ; gene replacement dilakukan dengan cara mengganti gen
yang rusak ditujukan untuk penyakit dominan; sedangkan gene substraction
dilakukan untuk mencegah ekspresi gen, dengan cara terapi anti-sens atau terapi anti-
gen (Sikora K, 1991).
Proses terapi gen dilakukan melalui identifikasi gen normal dan abnormal,
memproduksi DNA rekombinan, memilih metode transfer gen normal (ex vivo atau in
vivo), dan memastikan regulasi ekspresi dari gen yang sudah ditransfer (Sikora K,
1991).
Metode transfer gen normal kedalam sel pasien dapat dilakukan diluar tubuh
(ex vivo), metode ini dilakukan pada sel atau jaringan yang dapat dikeluarkan dan
dikembalikan ke tubuh pasien misalnya komponen system hemopoitik, kulit, dan sel
endothelial. Transfer gen yang dilakukan langsung ke dalam sel atau jaringan pada
pasien dikenal dengan metode in vivo (Sikora K, 1991). Proses in vivo dilakukan
melalui beberapa cara :
1. Memasukkan DNA secara langsung menggunakan jarum suntik ke dalam
jaringan spesifik; misalnya gen dystrophin disuntikkan langsung ke dalam sel otot
atau melalui infus masuk ke pembuluh darah.
2. Memasukkan secara injeksi DNA yang sudah dilapisi lipid sehingga
dapat berikatan dengan sel atau di endositosis oleh sel.
3. Memasukkan secara injeksi DNA yang telah dikonjugasikan dengan
karier ke dalam DNA target. Misalnya antibody dikonyugasikan dengan
asialoglycoprotein kemudian dimasukkan ke dalam DNA target di organ hati.
4. Memasukkan partikel bombardement yaitu DNA yang dilapisi komponen
metal kemudian ditembakkan ke dalam sel (hati, kulit, pankreas, otot,dan sel
limpa)
Penghantaran gen ke dalam sel manusia
Sampai saat ini, penghantaran gen ke dalam sel manusia dilakukan melalui jasa
virus. Virus dapat berfungsi sebagai vehicle yang menghantarkan DNA
mencapai target sel yang diinginkan (Sikora K, 1991). Berbagai virus yang dapat
dimanfaatkan untuk membantu proses terapi gen, antara lain :
Virus Retro, merupakan virus bergenom RNA dimanfaatkan untuk membawa DNA
mencapai sel T pada severe combined immunodeficiency (SCID) atau
mencapai sel hepatosit pada familial hypercholesterolemia.
Virus Adeno adalah virus bergenom DNA digunakan untuk membawa DNA mencapai
target sel epithelium nasal/bronkus atau kornea pada cystic fibrosis.
Virus Moloney murine leukemia (MoMLV) dimanfaatkan pada keganasan (malignant
oncogen)
Virus Herpes simplex virus (HSV) digunakan untuk mencapai target central
nervous system (CNS) pada Latent infections in neurons
Monitoring terapi gen dilakukan dengan cara :
Identifikasi gen dengan metode Polyerase chain reaction (PCR) untuk
mendeteksi keberadaan cDNA yang dimasukkan.
Identifikasi mRNA dengan metode Reverse Trancriptase - Polyerase chain
reaction (RT-PCR) untuk mendeteksi proses transkripsi gen.
Imunoassay untuk mendeteksi protein hasil translasi.
Uji-uji lain yang berkaitan dengan efek fisiologi sebagai akibat dari
penyakit genetik
Terapi gen pertama dilakukan tahun 1999 dilakukan pada seorang anak
perempuan berusia 4 tahun yang mengalami SCID akibat defisiensi ADA. Penderita
ini memiliki risiko tinggi terhadap infeksi oportunis dan malignancy. Gen ada
merupakan gen housekeeping yang regulasi tidak ketat dan telah berhasil di cloning
pada tahun 1983 (Sikora K, 1991, Ross, D.W. 1996).
Melalui vektor retrovirus dilakukan gene replacement pada sel T normal.
Limfosit anak tersebut dikultur secara in vitro kemudian dimasukkan kedalam
tubuhnya dengan cara infus sel T yang gen ada nya telah dikoreksi (Ross, D.W. 1996).
Terapi gen diulang setiap 1-2 bulan pada tahun pertama terapi dan setiap 3 – 6
bulan pada tahun kedua. Setelah tahun kedua anak ini diperbolehkan rawat
jalan dengan berbagai monitoring terhadap pembentukan antibodi , respons terhadap
imunisasi , dan penurunan kejadian infeksi . Hasil terapi gen pada anak tersebut adalah
bebas sinusitis dan nyeri kepala serta dua tahun setelah terapi tamat sekolah
taman kanak-kanak (Sikora K, 1991).
Transgenesis dengan manusia akan memungkinkan untuk penghapusan gen
penyakit dalam populasi keturunan, Namun, teknis maupun isu-isu etis kemungkinan
akan mencegah percobaan transgenik dilakukan dengan telur manusia (Ross, D.W.
1996). Oleh karena itu, kemampuan untuk menggantikan gen penyakit yang dikenal
dengan salinan yang normal pada manusia menderita adalah tujuan akhir dari terapi
gen. protokol terapi gen Manusia bertujuan untuk memperkenalkan mengoreksi
salinan gen penyakit ke dalam sel somatik dari individu yang terkena (Suryohudoyo,
P. 2000). Ekspresi dari kopi DNA yang benar dari gen terpengaruh dalam sel-sel
somatik mencegah penularan melalui garis kuman, dengan demikian, menghindari
banyak masalah etis dari transgenesis. Hal ini analog dengan perlakuan terhadap
individu dengan transplantasi organ atau jaringan (Sikora K, 1991; Ross, D.W. 1996).
Teknik yang paling umum digunakan dalam studi terapi gen adalah pengenalan
gen dikoreksi menjadi sel-sel sumsum tulang, fibroblas kulit atau hepatosit. Vektor
yang paling umum digunakan berasal dari retrovirus dan hanya memanfaatkan daerah
promotor transkripsional virus ini (yang LTRs) untuk mendorong ekspresi gen yang
diinginkan. Keuntungan dari sistem vektor retrovirus berbasis ekspresi yang terjadi
pada tipe sel paling (Sikora K, 1991).
Sejumlah kelainan bawaan manusia telah diperbaiki pada sel kultur dan
beberapa penyakit (misalnya melanoma maligna dan penyakit imunodefisiensi
gabungan yang berat, SCID) saat ini sedang diobati dengan teknik terapi gen
yang menunjukkan bahwa terapi gen mungkin menjadi teknik terapi yang kuat
terhadap penyebab penyakit pada masa mendatang (Sikora K, 1991; Ross, D.W.
1996; Suryohudoyo, P. 2000).
Gangguan Manusia Ditangani di Sel budidaya oleh Gene Terapi
Disorder Affected Gene
SCID adenosine deaminase (ADA)
SCID purine nucleoside phosphorylase (PNP)
Lesch-Nyhan syndrome hypoxanthine-guanine phosphoribosyltransferase (HGPRT)
Gaucher disease acid β-glucosidase (glucocerebrosidase)
Familial hypercholesterolemia (FH) LDL receptor
Phenylketonuria (PKU) phenylalanine hydroxylase
β-Thalassemia β-Globin
Hemophilia B Factor IX
BAB III
RINGKASAN
Biologi molekuler dapat dikembangkan sebagai alat untuk diagnostic. Berbagai
teknik dapat dimanfaatkan untuk dunia kedokteran antara lain PCR, SSCP, RFLP,
kloning, terapi gen. Teknik terapi gen merupakan aplikasi rekayasa genetika.
Pengobatan ini ditujukan untuk penyakit genetik permanen pada tingkat kromosom
atau gen dengan pemberian suatu fragmen DNA. Fokus terapi gen lebih diutamakan
untuk penyakit yang disebabkan kerusakan oleh satu gen.
Berbagai kelainan bawaan (misalnya melanoma maligna dan penyakit
imunodefisiensi gabungan yang berat, SCID) saat ini sedang diobati dengan teknik
terapi gen yang menunjukkan bahwa terapi gen mungkin menjadi teknik terapi yang
kuat terhadap penyebab penyakit pada masa mendatang.
Teknis maupun isu-isu etis kemungkinan akan menghambat terapi gen
sehingga untuk saat ini yang diijinkan untuk dilakukan adalah terapi gen pada sel
somatic tidak pada sel reproduksi.
DAFTAR PUSTAKA
Cox, T.M. 1997. Molecular biology and the future of medicine. In. : Cox, TM dan Sinclair,
J.editors. Molecular Biology in Medicine. First ed. Oxford USA Blackwell Science.
311 – 322.
Gaspar, HB. Dan Kinnon, C. 1991. Gene therapy for adenosine deaminase deficiency.
In: Lemoine, NR. And Cooper, DN. editors. Gene Therapy. First ed. Oxford UK.Bios
Scientific Publisher. 225 - 236.
Glick, B.R. dan Pastenak, J.J. 1994. Molecular Biotechnology. First edition.
Washington, ASM Press. 17 – 51.
Lever, A.M.L. 1997. Gene therapy. In. : Cox, TM dan Sinclair, J.editors. Molecular Biology
in Medicine. First ed. Oxford USA Blackwell Science. 284 – 298.
Mizuguchi, H dan Kay, M.A. 1998. Efficient Construction of Recombinant Adenovirus
vector by an improved in vitro ligation method. Tokyo, Mary Ann Liebert, Inc.
Peakman, TC. And Page, MJ. 1997. Recombinant products for medicl use. In. : Cox,
TM dan Sinclair, J.editors. Molecular Biology in Medicine. First ed. Oxford USA
Blackwell Science. 260 – 270.
Ross, D.W. 1996. Molecular Medicine. First edition. USA, Springer. 27 – 50.
Sikora K, 1991. Scope and limitation of gene therapy. In: Lemoine, NR. And Cooper, DN.
editors. Gene Therapy. First ed. Oxford UK.Bios Scientific Publisher. 1-10.
Suryohudoyo, P. 2000. Kapita Selekta Ilmu Kedokteran Molekuler. CV Sagung Seto.
Jakarta
Winter, P.C. Hickey, G.I. dan Fletcher, H.L. 1998. Genetics. First edition. UK. Bios Scientific
Publishers Limited. 259 – 330.