Click here to load reader
Upload
truongnga
View
212
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Ringkasan
TATARAN LINGUISTIK (2):
MORFOLOGI
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Linguistik Umum
Oleh:
Diyah Novita Sari
1402408269
1E Reguler
PENIDIKAN GURU SEKOLAH DASARFAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG2008
TATARAN LINGUISTIK (2):
MORFOLOGI
Kita kembali dulu melihat arus ujaran yang diberikan pada bab fonologi
yang
lalu[keduaorangitumeninggalkanruangsidangmeskipunrapatbelumselesai].Secara
bertahap kita telah kita segmentasikan arus ujaran itu,sehingga akhirnya kita
dapatkan satuan bunyi terkecil dari arus ujaran yang disebut fonem.Diatas satuan
fonem yang fungsional itu ada satuan yang lebih tinggi, yang disebut
silabel.Tetapi silabel tidak bersifat fungsional,hanyalah satuan ritmis yang
ditandai dengan adanya satu sonoritas atau puncak penyaringan.Diatas satuan
silabel itu secara ada satuan lain yang fungsional yang disebut morfem.Morfem
merupakan satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna.Karena dalam
proses morfemis atau proses morfologis itu akan terlibat juga persoalan fonologi,
maka akan dibicarakan juga proses yang disebut morfofonemi, atau proses
morfofonologi, atau morfonologi.
5.1. MORFEM
Tata bahasa tradisional tidak mengenal konsep maupun istilah morfem,
sebab morfem bukan merupakan satuan dalam sintaksis, dan tidak semua morfem
mempunyai makna filosofis.
5.1.1 Identifikasi Morfem
Untuk menentukan sebuah bentuk adalah morfem atau bukan,kita harus
membandingkan bentuk tersebut di dalam kehadirannya dengan bentuk-bentuk
lain apabila bila hadir secara berulang-ulang dengan bentuk lain, maka bentuk
tersebut adalah sebuah morfem.Contoh bentuk [kedua],dalam ujaran diatas kita
bandingkan dengan bentuk-bentuk sebagai berikut.
kedua
ketiga
kelima
ketujuh
kedelapan
Ternyata semua bntuk ke pada daftar diatas dapat disegmentasikan sebagai
satuan tersendiri dan yang mempunyai makna yang sama, yaitu menyatakan
tingkat dan derajat.dengan demikian bentuk ke pada daftar di atas,bisa disebut
sebagai sebuah morfem.Dalam studi morfologi suatu satuan bentuk yang berstatus
sebagai morfem biasanya dilambangkan dengan mengapitnya diantara kurung
kurawal.Misalnya,kata Indonesia mesjid dilambangkan sebagai {mesjid};kata
kedua dilambangkan menjadi ({ke} + {dua}).Selama morfem itu berupa morfem
segmental hal itu mudah dilakukan
5.1.2 Morf dan Alomorf
Bentuk-bentuk realisasi yang berlainan dari morfem yang sama itu disebut
alomorf.Dengan kata lain alomorf adalah perwujudan konret (di dalam pertuturan)
dari sebuah morfem.Jadi,setiap morfem tentu mempunyai alomorf, entah satu,
entah dua, atau juga enam buah.Selain itu bisa juga dikatakan morf dan alomorf
adalahdua buah nama untuk sebuah bentuk yang sama.Morf adalah nama untuk
semua bentuk yang belum diketahui statusnya;sedangkan alomorf adalah nama
untuk bentuk tersebut kalau sudah diketahui status morfemnya.
5.1.3 Klasifikasi Morfem
Morfem-morfem dalam setiap bahasa dapat diklasifikasikan berdasarkan
beberapa kriteria.Antralain berdasarkan kebebasannya, keutuhannya, maknanya,
dan sebagainya.Berikut penjelasan singkatnya.
5.1.3.1 Morfem Bebas dan Morfem Terikat
Yang dimaksud dengan morfem bebas adalah morfem yang tanpa
kehadiran morfem lain dapat muncul dalam pertuturan.Dalam bahasa Indonesia,
misalnya, bentuk pulang, makan, rumah, dan bagus adalah termasuk morfem
bebas.Sebaliknya, yang dimaksud dengan morfem terikat adalah morfem yang
tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam
pertuturan.Semua afiks dalam bahasa Indonesia adalah morfem terikat.Begitu juga
dengan morfem penanda jamak dalam bahasa inggris, seperti yang kita bicarakan
diatas, termasuk morfem terikat.
Untuk morfem terikat ini dalam bahasa Indonesia ada beberapa hal yang
perlu dikemukakan.Yaitu:
Pertama,bentuk-bentuk seperti juang, henti, gaul, dan baur termasuk
morfem terikat,meskipun bukan afiks, tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa
terlebih dahulu mengalami proses morfologi, sperti afiksasi, reduplikasi, dan
komposisi.Bentuk seperti ini lazim disebut bentuk prakategorial (lihat Verhaar
1978)
Kedua,menurut konsep Verhaar (1978) bentuk-bentuk seperti baca, tulis,
dan tendang juga termasuk bentuk prakategorial,karena bentuk tersebut baru
merupakan “pangkal” kata,sehingga baru bias muncul dalam pertuturan sesudah
mengalami proses morfologi.
Ketiga,bentuk-bentuk seperti renta,(yang hanya muncul dalam tua
renta)dan kerontang(yang hanya muncul alam kering kerontang) juga termasuk
morfem terikat.Lalu, karena hanya bias muncul dalam pasangan tertentu, maka
bentuk-bentuk tersebut disebut morfem unik.
Keempat, bentuk-bentuk yang termasuk preposisi dan konjungsi, seperti
ke, dari, pada, dan, kalau, dan atau secara morfologis termasuk morfem bebas,
tetapi secara sintaksis merupakan bentuk terikat.
Kelima, klitika adalah bentuk-bentuk singkat, biasanya hanya satu silabel,
secara fonologis tidak mendapat tekanan, kemunculannya dalam pertuturan selalu
melekat pada bentuk lain,tetapi dapat dipisahkan.Misalnya,klitika –lah dalam
bahasa Indonesia,posisinya dalam kalimat Ayahlah yang akan datang dapat
dipisah dari kata ayah,misalnya menjadi Ayahmulah yang akan datang.Menurut
posisinya,klitika dibedakan atas proklitika dan enklitika.Proklitika adalah klitika
yang berposisi di muka kata yang diikuti,seperti ku dan kau pada konstruksi
kubawa dan kuambil.Sedangkan enklitika adalah klitika yang berposisi di
belakang kata yang dilekati, seperti –lah, -nya, dan –ku pada konstruksi dan
dialah, duduknya, dan nasibku.
5.1.3.2 Morfem Utuh dan Morfem Terbagi
Pembedaan keduanya berdasarkan bentuk formal yang dimiliki morfem
tersebut;apakah merupakan satu kesatuan yang utuh atau merupakan dua bagian
yang terpisah atau terbagi,karena disisipi morfem lain.Yang terasuk morfem
utuh,seperti {meja},{kursi},{kecil},{laut}, dan {pinsil}.Beitu juga dengan
sebagian morfem terikat,seperti {ter-}, {ber-}, dan {juang}.Sedangkan morfem
terbagi adalah sebuah morfem yang terdiri dari dua buah bagian yang
terpisah.Misalya,kata Indonesia kesatuan terdapat satu morfem utuh, yaitu {satu}
dan satu morfem terbagi, yakni {ke-/-an}.
5.1.3.3 Morfem Segmental dan Suprasegmental
Perbedaan kedua morfem ini berdasarkan jenis fonem yang
membentuknya.Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-
fonem segmental, seperti morfem {lihat},{lah},{sikat],dan [ber}.Jadi, semua
morfem yang berwujud bunyi adalah morfem segmental.Sedangkan morfem
suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-unsur
suprasegmental,seperti tekanan,nada,durasi,dan sebagainya.
5.1.3.4 Morfem Beralomorf Zero
Dalam linguistik deskriptif ada konsep mengenai morfem beralomorf zero
atau no (lambangnya 0),yaitu morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud
bunyi segmental maupun berupa prosodi (unsure suprasegmental), melainkan
berupa “kekosongan”.
5.1.3.5 Morfem Bermakna Leksikal dan Morfem Tidak Bermakna Leksikal
Yang dimaksud morfem bermakna lesikal adalah morfem-morfem secara
inheren telah memiliki makna pada diriya sendiri, tanpa perlu berproses dulu
dengan morfem lain.Misalnya,dalam bahasa Indonesia,morfem-morfem seperti
{kuda},{lari},{pergi}, dan {merah}.Sedangkan morfem tak bermakna leksikal
tidak mempunyai makna apa-apa pada dirinya sendiri,baru mempunyai makna
bila digabung dengan morfem lain. Dalam suatu proses morfologi.Yang biasa
dimaksud morfem tak bermakna leksikal ini adalah morfem-morfem afiks, seperti
{ber-},{me-}, dan {ter-}
5.1.4 Morfem Dasar, Bentuk Dasar, Pangkal (Stem), dan Akar (Root)
Istilah morfem dasar biasanya digunakan sebagai dikotomi dengan
morfem afiks.Jadi, bentuk-bentuk seperti {juang},{kucing},dan{sikat}.Sebuah
morfem dasar dapat menjadi sebuah bentuk dasar atau dasar (base) dalam suatu
proses morfologi.Artinya, bisa diberi afiks tertentu dalam proses afiksasi, bisa
diulang dalam suatu proses reduplikasi, atau bisa digabung dengan morfem lain
dalam suatu proses komposisi.
Istilah bentuk dasar atau dasar saja biasa digunakan untuk menyebut
sebuah bentuk yang menjadi dasar dalam suatu proses morfologi.Bentuk dasar ini
dapat berupa morfem tunggal, tetapi dapat juga berupa gabungan morfem.Misal,
kata berbicara yang terdiri dari morfem ber- dan bicara,maka bicara adalah
menjadi bentuk dasar dari kata berbicara itu,yang kebetulan juga berupa morfem
dasar.
Istilah pangkal (stem) digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam
proses, atau proses pembubuhan afiks inflektif.Contoh dari bahasa Inggris,pada
kata untouchables pangkalnya adalah untouchable.
Akar (root) digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis
lebih jauh lagi.Artinya akar itu adalah bentuk yang tersisa setelah semua
afiksnya,baik afiks infleksional maupun afiks derivasionalnya
ditanggalkan.Misalnya, kata Inggris untouchable akarnya adalah touch
Ada tiga macam morfem dasar bahasa Indonesia dilihat dari status atau potensinya
dalam proses gramatika yang dapat terjadi pada morfem dasar itu.
Pertama, morfem dasar bebas, yakni morfem dasar yang secara potensial
dapat langsung menjadi kata, sehingga langsung dapat digunakan dalam
ujaran.Misalnya, morfem{meja},{kursi},{pergi}, dan{kunung}.
Kedua, morfem dasar yang kebebasannya dipersoalkan.Yang termasuk
adalah sejumlah morfem berakar verba, yang dalam kalimat imperatif atau kalimat
sisipan, tidak perlu diberi imbuhan;dan dalam kalimat deklaratif imbuhannya
dapat ditanggalkan.
Ketiga, morfem dasar terikat, yakni morfem dasar yang tidak mempunyai
potensi untuk menjadi kata tanpa terlebih dahulu mendapat proses
morfologi.Misalnya, morfem-morfem {juang,{henti,{gaul,dan{abai}.
5.2 KATA
Yang ada dalam tata bahasa tradisional sebagai satuan lingual yang selalu
dibicarakan adalah satuan yang disebut kata.
5.2.1 Hakikat Kata
Para tata bahasawan tradisional biasanya memberi pengertian terhadap
kata berdasarkan arti dan ortografi.Menurut mereka kata adalah satuan bahasa
yang memiliki satu pengertian; atau deretan huruf yang diapit oleh dua spasi, dan
mempunyai satu arti.
Para tata bahasawan struktural, terutama penganut aliran
Bloomfield.Batasan kata yang dibuat Boomfield sendiri,kata adalah satuan bebas
terkecil tidak pernah diulas atau dikomentari, seolah-olah batasan itu sudah
bersifat final.
Batasan kata yang umum kita jumpai dalam berbagai buku linguistik
Eropa. Batasan tersebut menyiratkan dua hal. Pertama, bahwa setiap kata
mempunyai susunan fonem yang urutannya tetap dan tidak dapat berubah, serta
tidak dapat diselipi atau diselang oleh fonem lain. Jadi, misalnya, kata sikat,
urutan fonemnya adalah/s/,/i/,/k/,/a/,dan /t/. Kedua, setiap kata mempunyai
kebebasan berpindah tempat didalam kalimat, atau tempatnya dapat diisi atau
digantikan oleh katq lain, atau juga dapat dipisahkan sdari kat lainnya. Misalnya,
kalimat Nenek membaca komik itu kemarin. Kalimat itu terdiri dari 5 buah kata,
yaitu, nenek, membaca,komik,itu, dan kemarin. Setiap kata mempunyai susunan
dan urutan fonem yang tetap dan tidak dapat diubah tempatnya. Sebaliknya, posisi
setiap kata dapat dipindahkan, disela atau dipisahkan.
5.2.2 Klasifikasi Kata
Adalah penggolongan kata atau penjenisan kata; dalam istilah bahasa
inggris disebut juga Part of Speech.
Para tata bahasawan tradisional menggunakan kriteria makna dan kriteria
fungsi.
kriteria makna digunakan untuk mengidentifikasikan kelas verbal, nomina,
dan adjectiva;sedangkan kriteria fungsi digunakan untuk mengidentifikasikan
preposisi, konjungsi, adverbial, pronominal, dan lain-lain. Verba adalah kata yang
menyatakan tindakan atau perbuatan; nomina adalah kata yang menyatakan benda
atau yang dibendakan; dan konjungsi adalah kata yang bertugas untuk
menghubungkan kata dengan kata, atau bagian kalimat yang satu dengan bagian
yang lain.Klasifikasi kata berdasarkan distribusi kata itu dalam suatu struktur atau
konstruksi.Misalnya, nomina adalah kata yang dapat berdistribusi di belakang
kata bukan …Jadi, kata-kata seperti buku, pinsil dan nenek termasuk
nomina,sebab dapat berdisribusi di belakang kata bukan itu.Begitu pula verba bila
ada kata yang dapat berdistribusi di belakang kata tidak.Dan ajektifa bila ada kata
yang dapat berdistribusi di belakang kata sangat.
5.2.3 Pembentukan Kata
Agar dapat digunakan di alam kalimat atau pertuturan tertentu, setiap
bentuk dasar, terutama dalam bahasa fleksi dan aglutunasi, harus dibentuk dahulu
menjadi sebuah kata gramatikal, baik melalui proses afiksasi, proses reduplikasi,
maupun proses komposisi.Misalnya, untuk konstruksi kalimat…..itu berlangsung
di Gedung Kesenian hanya nomina berkonfiks per-/-an yang dapat digunakan.
Pembentukan kata ini mempunyai dua sifat, yaitu pertama membentuk
kata-kata yang bersifat inflektif, dan kedua bersifat derivative.
5.2.3.1.Inflektif
Kata-kata dalam bahasa berfleksi,seperti bahasa Arab, Latin, dan
Sansekerta.Alat yang digunakan untuk penyesuaian bentuk itu biasanya berupa
prefiks, infiks, dan sufiks; atau juga berupa modifikasi internal, yakni perubahan
yang terjadi didalam bentuk dasar itu.Perubahan atau penyesuaian bentuk pada
verba disebut konyugasi, dan perubahan atau penyasuaian pada nomina dan
ajektifa disebut deklinasi.
5.2.3.2 Derivatif
Pembentukan kata secara derivatif membentuk kata baru, kata yang
identitas leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya.Contoh dalam bahasa
Indonesia misalnya,dari kata air yang berkelas nomina ibentuk menjadi mengairi
yang berkelas verba;dari kata makan yang berkelas verba dibentuk kata makanan
yang berkelas nomina.
5.3 PROSES MORFEMIS
Berikut akan dibahas proses-proses morfemis yang berkenaan dengan
afiksasi, reduplikasi, komposisi, dan juga sedikit tentang konversi dan modifikasi
intern.Kiranya perlu juga dibicarakan produktifitas proses-proses morfemis itu.
5.3.1 Afiksasi
Adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentukDalam
proses ini terlibat unsur-unsur (1) dasar atau bentuk dasar,(2) afiks (3) makna
gramatikal yang dihasilkan.
Bentuk dasar atau dasar dalam proses afiksasi dapat berupa akar, seperti
meja, beli, makan, dan sikat.Dapat juga berupa bentuk kompleks, seperti
terbelakang pada kata terbelakang.Dapat berupa frase, seperti ikut serta pada
keikutsertaan.
Sesuai dengan sifat kata yang dibentuknya, dibedakan adanya dua jenis
afiks, yaitu afiks inflektif dan afiks derivatif.Afiks inflektif adalah afiks yang
digunakan dalam pembentukan kata-kata inflektif atau paradigma infleksional.
Sebagai afiks derivative, prefiks me- membentuk kata baru, yaitu kata identitas
leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya.
Dilihat dar posisi melekatnya pada bentuk dasar biasanya dibedakan
adanya prefiks, infiks, sufiks, konfiks, interfiks, dan transfiks.
Prefiks adalah afiks yang diimbuhkan di muka bentuk dasar.
Infiks adalah afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar.
Sufiks adalah afiks yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk dasar.
Konfiks adalah afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian
pertama berposisi pada awal bentuk dasar, dan bagian yang kedua
berposisi pada akhir bentuk dassar.
Dalam bahasa Indonesia mengenai konfiks ini ada dua hal yang perlu
diperhatikan.
5.3.2 Reduplikasi
Adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara
keseluruhan, secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi.
Istilah-istilah dalam Reduplikasi:
a). Dwilingga: Pengulangan morfem dasar, seperti meja-meja, aki-aki.
b). Dwilingga Salin Suara: Pengulangan morfem dasar dengan perubahan
vocal dan fonem lainnya, seperti, bolak-balik, dan mondar-mandir.
c). Dwipurwa: Pengulangan silabel pertama seperti, lelaki, peparu, dan
pepatah
d). Dwiwasana: Pengulangan pada akhir kata seperti, cengengesan.
e). Trilingga: Pengulangan morfem dasar sampai dua kali seperti, dag-dig-
dug, dan cas-cis-cus.
Khusus untuk reduplikasi dalam bahasa Indonesia:
1. bentuk dasar rreduplikasi dalam bahasa Indonesia dapat berupa
morfem dasar seperti meja menjadi meja-meja. surat-surat kabar
menjadi kabar surat-kabar.
2. bentuk reduplikasi yang disertai afiks prosesnya mungkin:
a. proses reduplikasi dan proses afiksasi itu terjadi bersamaan
seperti pada bentuk berton-ton.
b. proses reeduplikasi terjadi lebih dulu, baru disusul proses
afiksasi, seperti pada berlari-lari.
c. proses afiksasi terjadi lebih dahulu, baru kemudian diikuti oleh
proses reduplikasi, seperti pada kesatuan-kesatuan.
3. pada dasar yang berupa gabungan kata, proses reduplikasi mungkin
harus berupa penuh, tetapi mungkin juga hanya berupa reduplikasi
parsial.
4. reduplikasi dalam bahasa Indonesia juga bersifat derivational.
5. Reduplikasi semantis, yaitu dua buah kata yang maknanya bersinonim
membentuk satu kesatuan gramatikal.
6. reduplikasi bisa berupa morfem bebas dan bisa berupa morfem terikat.
5.3.3 Komposisi
Adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem
dasar, baik yang bebas maupun terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang
memiliki identitas leksikal yang berbeda, atau yang baru.
Dalam bahasa Indonesi proses komposisi ini sangat produktif karena
dalam perkembangannya bahasa Indonesia banyak sekali memerlukan kosakata
untuk menampung konsep-konsep yang belum ada kosakatanya.
Produktifnya proses komposisi itu menimbulkan berbagai masalah dan
pendapat karena komposisi itu memiliki jenis dan makna yang berbeda-beda.
5.3.4 Konversi, Modifikasi Internal, dan Suplesi
Konversi, sering disebut derivasi zero, transmutasi, dan transposisi, adalah
proses pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan
unsure segmental.
Modifikasi Internal/ penambahan internal/ perubahan internal adalah
proses pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur (yang bioasanya
vocal) ke dalam morfem yang berkerangka tetap ( yang biasanya berupa
konsonan).
Ada sejenis modifikasi internal yang disebut suplesi. Dalam proses suplesi
perubahannya sangat ekstrem karena ciri-ciri bentuk dasar tidak atau hampir tidak
tampak lagi, atau berubah total.
5.3.5 Pemendekan
Adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem
sehingga menjadi sebuah benuk singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan
bentuk utuhnya. Hal ini disebut kependekan. Misalnya, lab(Laboratorium).
Proses pemendekan ini biasanya dibedakan atas:
- Penggalan: kependekan berupa pengekalan satu atau dua suku pertama
dari bentuk yang dipendekkan itu.
- Singkatan: hasil proses pemendekan, yang antara lain berupa:
pengekalan huruf awal dari sebuah leksem, atau huruf-huruf
awal dari gabungan leksem.
Pengekalan beberapa huruf dari sebuah leksem.
Pengekalan huruf pertama dikombinasi dengan penggunaan
angka untuk pengganti huruf yang sama.
Pengekalan dua, tiga, atau empat huruf pertama dari sebuah
leksem.
Pengekalan huruf pertama dan huruf terakhir dari sebuah
leksem.
- Akronim: adalah hasil pemendekan yang berupa kata atau dapat
dulafalkan sebagai kata. Wujudnya dapat berupa pengekalan huruf-
huruf pertama, yaitu suku kata dari gabungan leksem, atau bisa juga
tak beraturan.
Pemendekan merupakan proses yang cukup produktif, dan terdapat hampir
pada semua bahasa. Dalam bahasa Indonesia khususnya karena bahasa Indonesia
seringkali tidak mempunyai kata untuk menyatakan suatu konsep yang agak pelik.
5.3.6 Produktivitas Proses Morfemis
Adalah dapat tidaknya proses pembentukan kata itu, terutama afiksasi,
reduplikasi, dan komposisi, digunakan berulang-ulang yang secara relative tidak
terbatas, artinya, ada kemungkinan menambah bentuk baru dengan proses
tersebut.
Proses Inflektif/ paradigmatic: tidak membentuk kata baru, kata yang
identitas leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya. Proses ini bersifat
tertutup
Proses derivasi: bersifat terbuka, penutur suatu bahasa dapat membuat
kata-kata baru dengan proses tersebut.
5.4 MORFOFONEMIK
Disebut juga morfonemik, morfofonologi, atau morfonologi, atau
peristiwa berubahnya wujud morfemis dalam suatu proses morfologis, baik
afiksasi, reduplikasi, maupun komposisi.
Perubahan fonem dalam proses morfofonemik ini dapat berwujud:
1. pemunculan fonem: pengimbuhan prefiks me- dengan bentuk dasar
baca yang menjadi membaca.
2. pelepasan fonem: pengimbuhan akhiran wan pada kata sejarah,
dimana fonem /h/ pada kata sejarah hilang.
3. peluluhan fonem: pengimbuhan dengan prefiks me- pada kata sikat,
dimana fonem /s/ pada kata sikat diluluhkan.
4. perubahan fonem: proses penimbuhan prefiks ber- pada ajar, dimana
fonem /r/ dari prefiks itu berubah menjadi fonem /l/.
5. dan, pergeseran fonem: pindahnya sebuah fonem dari silabel yang satu
ke silabel yang lain, biasanya silabel berikutnya.
.