Upload
arnold-jayendra-sianturi
View
1.248
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 5
Tatanan Sosial dan Pengendalian
POKOK PEMBAHASAN MAKROSOSIOLOGI
Sebagaimana telah kita lihat dalam pembahasan mengenai pembagian
sosiologi dalam mikrosoaiologi dan makrososiologi, maka mesososiologi dan
makrososiologi mempelajari tatanan makro—mempelajari struktur sosial; menurut
Randall Collins (1981) makrososiologi menganalisis proses sosial berskala besar
dan berjangka panjang. Dalam skala ruang dan waktu yang disusun Collins pokok
perhatian makrososiologi bergerak dari kerumunan, organisasi ke arah komunitas
dan masyarakat territorial, dan dari hari, minggu, bulan, tahun kea bad. Makro-
sosiologi tidak memperhatikan apa yang terjadi dengan individu atau kelompok
kecil dan apa yang terjadi dalam jangka waktu pendek seperti detik, menit, dan jam
melainkan proses jangka panjang seperti sekularisasi, rasionalisasi, industrialisasi,
modernisasi, munculnya kapitalisme, urbanisasi.
Berbeda dengan mikrososiologi yang menggunakan sudut pandang sehari-
hari, maka makrososiologi menggunakan sudut pandang struktur; makrososiologi
menggunakan sudut pandang klasik Emile Durkheim (Douglas, 1973). Menurut
Douglas ciri makrososiologi ialah, antara lain, mengikuti ilmu-ilmu alamiah seperti
pencarian hokum sebab-akibat dalam masyarakat, pengukuran variable, dan
pengujian proposisi, dan penekanan pada penelitian terapan.
Apa yang menjadi pokok bahasan makrososiologi? Menurut Alex Inkeles
(1965) sosiologi mempelajari hubungan sosial, institusi, dan masyarakat. Di antara
tiga pokok perhatian ini, institusi dan masyarakat merupakan pokok perhatian
mesososiologi dan makrososiologi. Perumusan Emile Durkheim mengenai pokok
bahasan sosiologi menunjukkan bahwa pokok perhatian sosiologi ialah tatanan
meso dan makro, karena fakta sosial mengacu pada institusi yang mengendalikan
individu dalam masyarakat. Selain itu, sebagaimana dikemukakan oleh Inkeles
(1965), Durkheim berpandangan bahwa sosiologi ialah ilmu masyarakat dan
mempelajari institusi.
Gambaran visual mengenai apa yang merupakan pokok perhatian sosiologi
dapat kita amati pada beberapa karikatur yang menghiasi buku Peter L.Berger
Sociology: A Biographical Approach (1981). Pada gambar sampul diperlihatkan
seorang laki-laki yang duduk di kursi malas sambil membaca surat kabar di depan
televise, dan di bawah kursi terdapat kompor gas dengan masakan di atasnya; laki-
laki dengan berbagai fasilitas tersebut berada dalam sebuah sangkar yang
tergantung sehingga ia laksana seekor burung yang terkurung. Pada halaman 13
buku tersebut disajikan suatu karikatur lain yang menggambarkan tiga orang
manusia yang sedang bercakap-cakap; ketiganya berada di suatu tempat yang
dikelilingi tembok tebal berwajah manusia dan berbentuk lingkaran yang seakan-
akan mengurung ketiga orang tersebut. Agaknya gambar kedua ini ada kaitannya
dengan pandangan Berger dalam buku Invitation to Sociology, bahwa “ society is
the walls of our imprisonment in history” (Berger, 1978:109)—masyarakat adalah
tembok keterkungkungan kita dalam sejarah.
Meskipun karikatur-karikatur yang disajikan Berger dan Berger ini tentu
tidak dapat secara tepat menggambarkan apa yang menjadi pokok perhatian
mesososiologi dan makrososiologi, namun kedua gambar tersebut dapat menuntun
kita ke apa yang dibayangkan Durkheim tatkala ia menyatakan bahwa sosiologi
mempelajari fakta sosial-mempelajari “cara bertindak, berfikir dan merasakan di
luar individu, dan mempunyai kekuatan memaksa, yang mengendalikan individu”
(Durkheim, 1986:30).
STRUKTUR SOSIAL
Menurut Douglas (1973) mikrososiologi mempelajari situasi sedangkan
makrososiologi mempelajari struktur. Apa yang dimaksudkan ahli sosiologi
dengan konsep struktur sosial? Ternyata jawabnya tidak semudah yang kita duga,
mengingat bahwa sosiologi merupakan ilmu yang mempunyai banyak teori dan
paradigm. Seseorang yang mempelajari mikrososiologi seperti George C.Homans
mengaitkan struktur dengan perilaku sosial elementer dalam hubungan sosial
sehari-hari, sedangkan orang yang mempelajari makrososiologi, seperti misalnya
Gerhard Lenski, berbicara mengenai struktur masyarakat yang diarahkan oleh
kecendrungan jangka pan jang yang menandai sejarah. Kalau Talcott Parsons, yang
bekerja pada jenjang makrososiologi, berbicara mengenai struktur ia berbicara
mengenai kesalingterkaitan antara institusi, bukan kesalingterkaitan antarmanusia,
maka Coleman melihat struktur sebagai pola hubungan antarmanusia dan
antarkelompok manusia (mengenai pandangan Lenski, Parsons dan Coleman ini
lihat Blau, 1975).
Yang penting untuk diperhatikan ialah bahwa manakala seorang ahli
sosiologi berbicara mengenai struktur maka ia berbicara mengenai suatu yang
terdiri atas bagian yang saling tergantung dan membentuk suatu pola tertentu.
Bagian dari sesuatu tersebut dapat terdiri atas pola prilaku individu atau kelompok,
institusi, maupun masyarakat. Satu contoh dari konsep struktur sosial yang
menekankan pada pola prilaku individu dan kelompok ialah definisi Kornblum
(1988:77) berikut ini: “the recurring patterns of behavior that create relationships
individuals and groups within a society”--pola prilaku berulang-ulang yang
menciptakan hubungan antaindividu dan antarkelompok dalam masyarakat.
Dalam membahas struktur sosial, dikenal dua konsep penting: status (status)
dan peran (role). Definisi Ralph Linton mengenai kedua konsep tersebut adalah
sebagai berikut: suatu status ialah “a collection of rights and duties”--suatu
kumpulan hak dan kewajiban, sedangkan suatu peran ialah “the dynamic aspect of
status” (1968:358). Menurut Linton seseorang menjalankan peran manakala ia
menjalankan hak dan kewajiban yang merupakan statusnya. Kalau kita memakai
kerangka Linton ini untuk membedakan antara status dan peran dosen, misalnya,
kita dapat mengatakan bahwa status dosen terdiri atas sekumpulan kewajiban
tertentu seperti kewajiban mendidik mahasiswa, melakukan penelitian ilmiah, dan
melakukan pengabdian kepada masyarakat, dan sekumpulan hak seperti hak
menempati jabatan fungsional dan menerima imbalan untuk jasanya. Peran seorang
dosen mengacu pada bagaimana seseorang yang berstatus sebagai dosen
menjalankan hak dan kewajibannya; antara lain bagaimana ia mengajar,
membimbing, dan mengevaluasi mahasiswanya.
Tipologi lain yang juga dipopulerkan Linton (1968:360) ialah pembagian
status menjadi status yang diperoleh (ascribed status) dan status yang diraih
(achieved status). Menurut Linton status yang diperoleh ialah status yang
“assigned to individuals without reference to their innate differences or abilities”--
status yang diberikan kepada individu tanpa memandang kemampuan atau
perbedaan antarindividu yang dibawa sejak lahir. Status yang menurut Linton
termasuk dalam kategori ini ialah usia ( misalnya anak, orang dewasa, manusia
berusia lanjut), jenis kelamin (setiap masyarakat menetapkan kegiatan dan sikap
berbeda bagi laki-laki dan perempuan), hubungan kekerabatan, dan kelahiran
dalam suatu kelompok khusus seperti kasta atau kelas. Menurut Linton sebagian
besar status dalam semua system sosial termasuk dalam kategori ini.
Status yang diraih didefinisikan Linton sebagai status yang “requiring
special qualities”--status yang memerlukan kualitas tertentu. Menurut Linton status
jenis ini tidak diberikan pada individu sejak lahir melainkan harus diraih melalui
persaingan dan usaha pribadi.
Robert K.Merton (1965) mempunyai pandangan yang berbeda dengan
Linton. Menurut Merton ciri dasar dari suatu struktur sosial ialah bahwa suatu
status tidak hanya melibat satu peran terkait melainkan sejumlah peran terkait.
Merton memperkenalkan konsep perangkat peran (role-set), yang didefinisikan
sebagai ”complement of role relationshisp which persons have by virtue of
occupying a particular status”--pelengkap hubungan peran yang dipunyai
seseorang karena menduduki suatu status sosial tertentu (1965:369). Contoh yang
disajikan Merton ialah status sebagai mahasiswa fakultas kedokteran, yang
menurut Merton tidak hanya melibatkan peran mahasiswa dalam kaitan dengan
dosennya melainkan juga sekumpulan peran yang mengaitkan status mahasiswa
kedokteran dengan mahasiswa lain, juru rawat, dokter, teknikus medis dan
sebagainya. Konsep perangkat peran ini menurut Merton berbeda dengan konsep
peran majemuk (multiple roles), yang menurut Merton mengacu pada suatu
perangkat peran yang terkait dengan berbagai status yang dipunyai individu
(contoh yang diberikan Merton ialah status seseorang sebagai guru, istri, ibu,
penganut agama katolik, anggota Partai Republik). Menurut Merton dalam kasus
demikian nama yang paling tepat ialah perangkat status (status-set).
INSTITUSI SOSIAL
Durkheim mengemukakan bahwa sosiologi mempelajari institusi. Dlam
bahasa Indonesia dijumpai terjemahan berlainan dari konsep institution. Selo
Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (1964), misalnya, menggunakan istilah
“lembaga pemasyarakatan” sebagai terjemahan konsep social institution.
Koentjaraningrat, Mely G.Tan dan Harsja W.Bachtiar menggunakan istilah
“pranata”.
Sebagaimana halnya dengan konsep lain, maka mengenai konsep institusi
pun dijumpai berbagai definisi. Kornblum (1988:60) membuat definisi sebagai
berikut: “… an institution is a more or less stable structure of statuses and troles
deveted to meeting the basic needs of people in society”—suatu struktur status dan
peran yang diarahkan ke pemenuhan keperluan dasar anggota masyarakat. Harry
M. Johnson mengemukakan bahwa institusi ialah “seperangkat norma yang
terinstitusionalisasi (institutionalizet), “ yaitu : (1) telah diterima sejumlah besar
anggota system social ; (2) ditanggapi secara sungguh-sungguh (internalizet) ; dan
(3) diwajibkan, dan terhadap pelanggarnya di kenakkan sanksi tertentu.
Perumusan terakhir yang akan dibahas disini bersumber pada Peter L.
Berger (1978:104), yang mendefenisikan institusi sebagai “ a distinctive complex
of social actions”. Untuk memudahkan pemahaman mengenai konsep institusi
Berger mengacu pada pendapat Arnold Gehlen yang menamakan institusi suatu
“regulatory agency” yang menyalurkan tindakan manusia laksana naluri mengatur
tindakan hewan . contoh yang dikemukakan Berger ialah dorongan untuk menikah;
dalam banyak masyarakat dorongan untuk menikah merupakan suatu dorongan
yang menyerupai suatu naluri, namun dorongan tersebut sebenarnya bukan naluri
melainkan ditanamkan pada dirinya oleh masyarakat melalui institusi seperti
keluarga, pendidikan, agama, media massa, iklan (Berger, 1978:105).
MASYARAKAT
Dari berbagai definisi telah kita lihat bahwa makrososiologi mempelajari
masyarakat. Bagaimanakah konsep masyarakat didefinisikan dalam sosiologi ?
Marion Levy (lihat Inkelrs, 1965) mengemukakan empat criteria yang perlu di
penuhi agar suatu kelompok dapat disebut masyarakat, yaitu (1) kemampuan
bertahan melebihi masa hidup seorang individu; (2) rekrutmen seluruh atau
sebagian anggota melalui reproduksi; (3) kesetiaan pada suatu “system tindakan
utama bersama” ; (4) adanya system tindakan utama yang bersifat “suasembada”.
Inkeles mengemukakan bahwa suatu kelompok hanya dapat kita namakan
kelompok tersebut dapat bertahan stabil untuk beberapa generasi walaupun sama
sekali tidak ada orang atau kelompok lain diluar kelompok tersebut .
Seorang tokoh sosiologi modern, Talcott Parsons (1968), punmerumuskan
kriteria bagi adanya masyarakat. Menurutnya masyarakat adalah suatu sistem
sosual yang swasembada (self-subsistent), melebihi masa hidup inividu normal,
dan merekrut anggota secara reprouks biologis serta melakukan sosialisasi
terhadap generasi berikutnya. Seorang tokoh sosiologi modern lain, Edward Shils,
pun menekankan pada aspek pemenuhan keperluan sendiri (self-suffficiency) yang
dibaginya dalam tiga komponen: pengaturan diri, reproduksi sendiri, dan
penciptaan diri (self-regulation, self-reproduction, self-generation). Dari berbagai
perumusan ini nampak bahwa konsep masyarakat mempunyai makna khusus, dan
bahwa, berbeda dengan penggunaan kata masyarakat dalam bahasa sehari-hari,
dalam sosiologi tidak smua kelompok dapat disebut masyarakat.
PENGENDALIAN SOSIAL
Dalam uraiannya mengenai konsep fakta social Durkheim menyebutkan
bahwa fakta sosial dapat kita ketahui dari kekuatan paksaan luar yang
dijalankannya atau yang dapat dijalankannya terhadap individu. Menurut
Durkheim selanjutnya, adanya kekuatan paksaan luar ini dapat kita kita ketahui
dari sanksi tertentu atau perlawanan yang diberikan terhadap setiap usaha individu
untuk melanggar fakta sosial. Durkheim mengemukakan pula bahwa fakta sosial
berada di luar individu dan memiliki daya paksa untuk mengendalikan individu
tersebut (lihat Durkheim, 1965:1-3). Dari perumusan-perumusan ini nampak
bahwa individu harus menaati sejumlah aturan yang terdapat dalam masyarakat –
bahwa masyarakat menjalankan pengendalian sosial (social control) terhadap
individu.
Apa yang dimaksudkan dengan pengendalian sosial ? Berger (1978:83-84)
mendefinisikan pengendalian sosial sebagai “various means used by a society to
bring recalcitrant members back into line.“ Jadi dalam definisi ini pengendalian
sosial diartikan sbagai berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk
menertibkan anggota yang membangkang.
Roucek (1965), yang mengemukakan bahwa konsep pengendalian sosial
baru digunakan dalam sosiologi pada tahun 1894 oleh Small dan Vincent,
mengemukakan bahwa pengendalian adalah “a collective term for those processes,
planned or unplanned, by which individuals are taught, persuaded, or compelled
to conform to usages and life-values of groups (1965:3).”
Definisi Roucek ini nampak lebih luas daripada definisi Berger, karena
definisi Roucek tidak hanya terbatas pada tindakan terhadp mereka yang
membengkang tetapi mencakup pula proses yang dapat kita klasifikasikan sebagai
proses sosialisasi.
Cara apa sajakah yang digunakan masyarakat untuk menertibkan anggota
masyarakat yang membengkang ? menurut Berger cara terakhir dan tertua ialah
paksaan fisik. Berger mengemukakan bahwa semua orang hidup dalam situasi
dalam mana kekerasan fisik dapat digunakan secara resmi dan secara sah manakala
semua cara paksaan lain gagal (1978:86).
Dalam kehidupan sehari-hari dimasa kini maupun di masa lampau apa yang
dikemukakan Berger inidapat kita jumpai. Pada tahun 399 sebelum Masehi ahli
filsafat yunani, Socrates dipaksa minum racun karena dituduh mengacaukan
pikiran kaum muda dengan ajaran-ajarannya. Tatkala mahasiswa dan pemuda di
Republik Rakyat Tiongkok secara terus-menerus berdemonstrasi dilapangan
Tienanmen menuntut demokrasi dan kebebasan, mka pada bulan Juni 1989 Tentara
Pembebasan Tiongkok dikerahkan untuk mengusir para demonstran secara paksa
dengan menggunakan senjata api dan kendaraan lapis baja – suatu tindakan yang
mengakibatkan meninggalnya ratusan, dan bahkan mungkin ribuan demonstran.
Dalam surat kabar dan majalah kita membaca bahwa di kota Jakarta sejumlah
tersangka pelaku kejahatan ditembak oleh petugas setelah dilaporkan melawan
petugas atau berusaha melarikan diri tatkala diminta menunjukkan tempat
persembunyian teman-temannya. Di tepi Barat Sungai Jordan hampir tiap hari
dalam jangka beberapa tahun pemuda Palestinia ditembak mati oleh tentara Israel
karena berdemonstrasi melawan penduduk Israel terhadap wilayah tersebut.
Contoh ini memperlihatkan bahwa kekerasan fisik dapat ditempuh sebagai jalan
terakhir, dan bahwa kekerasan fisik tersebut sering dapat berarti maut bagi si
pembangkang.
Pengendalian sosial berupa paksaan fisik sering kali bahkan tidak bersifat
resmi ataupun sah. Kita berkali-kali membaca dalam surat kabar atau majalah
bahwa seorang tersangka pelaku kejahatan seerti pencopet atau penodong
meninggal dunia setelah secara beramai-ramai di aniaya oleh sekerumunan orang
di tempat kejadian. Telah beberapa kali terjadi bahwa orang yang di sangka
menggunakan ilmu hitam di bunuh oleh warga setempat. Kita pernah membaca
pula bahwa di beberapa tempat orang yang di sangka melakukakn hubungan seks
di luar nikah di arak dan bahkan dipaksa mengulangi perbuatannya di depan
umum.
Di samping paksaan fisik, Berger menyebutkan sejumlah mekanisme lain
yang digunakan masyarakat untuk mengendalikan anggotanya. Mekanisme yang
disebutkan ini diterapkan dalam ruang lingkup lebih terbatas, yaitu dalam
kelompok sepertidalam pekerjaan, dalam lingkungan teman, dalam lingkungan
keluarga. Menurut Berger mekanisme-mekanisme tersebut ialah membujuk,
memperolok-olokkan, mendesas-desuskan mempermalukan dan mengucilkan
(lihat Beger 1978:87-92).
Mengingat adanya berbagai mekanisme pengendalian sosial tersebut, Berger
berpendapat bahwa setiap individu dalam masyarakat berada di pusat seperangkat
lingkaran kosentris yang masing-masing mewakili suatu sistem pengendalian
sosial (1978:93). Masing-masing di antara kita tentu akan mengalami bahwa kita
dikendalikan oleh sistem pengendalian sosialyang berlaku dalam berbagai
kelompok seperti keluarga kita, sekolah ataupun tempat kerja kita, lingkungan
tetangga kita. Seorang pemuda yang menikah dengan perempuan yang tidak
direstui keluarga dan masyarakatnya dapat menghadapi resiko kehilangan jabatan
(sebagaimana dialami Edwar VIII, yang kehilangan tahta kerajaan Inggris karena
menikah dengan perempuan yang pernah bercerai); orang yang diduga melakukan
hubungan seks di luar menikah menghadapi risiko di desas-desuskan, publikasi
dalam pers (seperti yang dialami calon presiden AS,Gary Hart atau Presiden
Clinton), atau bakhan diarak didepan umun dan di paksa beberapa anggota aparat
desa untuk melakukan hubungan seks di hadapan orang lain di gedung balai
pertemuan rukun warga (seperti yang dialami dua warga kota malang);mahasiswa
atau dosen yang terlibat dalam prilaku kolektif atau gerakan sosial didalam
maupun diluar kampus mengahadapi risiko dikeluarkan dari perguruan tinggi,
dan/atau duajukan ke pengadialan dengan tuduhan melakukan tindak pidana
(sebagaimana dalam masyarakat kita dialami oleh sejumlah orang mahasiswa dan
dosn UI pada tahun 1974, beberapa orang mahasiswa ITB pada tahun 1989 atau
mahasiswa dalam peristiwa Dilli pada tahun 1992): pegawai yang dituduh
melakukan kesalahan atau pelanggaran dalam pekerjaanya (mislanya melakukan
korupsi atau menjadi anggota organisasi terlarang) menghadapi risiko penundaan
kenaikan pangkat, penuruna pangkat, dialihtugaskan ke jabatan yang tidak berarti,
dirumahkan, dipensiunkan secara dini atau bahkan dipecat dengan tidak hormat.
Kontrol sosial secara kumulatif nampak jelas pada kasus tabloid Monitor
yang memuat berita yang di anggap menghina agama: SIUPP-nya di cabut
Pemerintah, kantornya di obrak-abrik massa, dan Pemimpin Redaksinya
mengalami sanksi bertubi-tubi: di pecat dari PWI, dikeluarkan dari penerbitnya,
dikritik oleh berbagai kalangan (seperti mentri,anggota mahkamah agung,pemuka
agama) melalui berbagai media mulai dari elektronik, media cetak, sampai ke
demonstrasi ditahan oleh polisi, diajukan kedepan pengadilan pidana, dan akhirnya
di jatuhi hukuman penjara.
Penting pula untuk dikemukakan di sini bahwa menurut Berger (1978:101)
hidup kita tidak hanya dikuasai oleh orang yang hidup masa kini tetapi juga oleh
mereka yang telah meninggal selama berabad-abad. Pernyataan Berger ini tentu
tidak memerlukan penjelasan. Fakta sosial yang disebutkan Durkheim —cara
bertindak, berpikir, berperasaan –yang sering kali bersumber pada nenek moyang
kita hingga kini masih menjalankan paksaan dari luar, dan pelanggaran tehadapnya
sering masih menghasilkan sanksi.
Dalam bahasanya mengenai cara pengendalian sosial Roucek (1965)
menyebutkan bahwa cara pemaksaan konformitas perilaku sangat banyak jumlah
dan ragamnya. Ia pun menyebutkan mekanisme seperti desas-desus, mengolok-
olok, mengucilkan, menyakiti. Namun karena definisinya mengenai pengendalian
sosial yang diuraikannya pun sangat banyak, seperti ideologi, bahasa, seni,
rekreasi, organisasi rahasia, cara tanpa kekerasan, kekerasan dan teror,
pengendalian ekonomi, perencanaan ekonomi dan sosial (Roucek, 1965:185-381).
Roucek berpendapat bahwa pengendalian sosial dapat diklasifikasikan
dengan berbagai cara. Menurutnya ad pengendalian sosial yang dijalankan
memalui institusi, dan ada yang tidak; ada yang dilakukan secara lisan dan
simbolik, dan ada yang dilakukan secar kekerasan: ada yang menggunakan
hukuman dan ada yang menggunakan imbalan; ada yang bersifat formal, dan ada
yang informasi.
RINGKASAN
Makrososiologi menggunakan sudut pandangan struktual, sudut pandangan
klasik Durkheim. Perumusan Durkheim mengenai pokok pembahasan sosiologi
menunjukkan bahwa pokok perhatian sosiologi ialah tatanan meso dan makro,
karna fakta sosial mengacy pada institusi yang mengendalikan individu dalam
masyarakat dan mempelajari institusi.
Homans mengaitkan struktur dengan oerilaku sosial elementer dalam
hubungan sosial sehari-hari. Lenski berbicara mengenai struktur struktur
masyarakat yang diarahkan oleh kecendrungan jangka panjang yang menandai
sejarah. Di kala Talcott Parsons berbicara mengenai keselingterkaitan antara
isntitusi, bukan keselingterkaitan antarmanusia. Colernan melihat strukture sebagai
pola hubungan antarmanusia dan antarkelompok manusia.
Dalam mebahas struktur sosial, Linton menggunakan dua konsep penting:
status dan peran. Tipologi lain yang juga dipopulerkan Linton ialah pembagian
status menjadi status yang diperoleh dan status yang diraih.
Merton memperkenalkan konsep perangkat peran, yang didefenisiskannya
sebagai pelengkap hubungan peran yang dipunyai konsep perangkat peran ini
menurut Merton berbeda dengan konsep peran majemuk, yang menurutnya
mengacu pada suatu perangkat peran yang terkait dengan berbagai status yang
dipunyai individu.
Durkheim mengemukakan bahwa sosiologi mempelajari institusi.
Sebagaimana halnya dengan konsep lain, maka mengenai konsep institusi pun
dijumpai berbagai definisi.
Dari berbagai definisi telah kita lihat bahwa makrososiologi mempelajari
masyarakat. Menurut Parsons masyarakat ialah suatu sistem sosial yang
swasembada melebihi masa hidup individu normal, dan merekrut anggota secara
reproduksi biologis serta melakukan sosialisasi terhadap generasi berikutnya. Shils
pun menekan kan pada aspek pemenuhan keperluan sendiri yang dibaginya dalam
tiga komponen: pengatur diri, reproduksi sendiri dan penciptaan diri.
Berger mendefinisikan pengendalian sosial sebagai berbagai cara yang
digunakan masyarakat untuk menertibkan anggota yang membangkang. Roucek
mengemukakan bahwa pengendalian sosial adalah suatu istilah kolektif yang
mengacu pada proses terencana maupun tidak melalui mana individu diajarkan,
dibujuk ataupun dipaksa untuk menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai hidup
kelompok.
Menurut Berger cara pengendalian sosial terakhir dan tertua ialah paksaan
fisik. Ia pun menyebutkan sejumlah mekanisme lain yang digunakan masyarakat
untuk mengendalikan anggotanya, yaitu membujuk, memperolok-olokkan,
mendesas-desuskan, mempermalukan, dan mengucilkan.
Berger berpendapat bahwa setiap individu dalam masyarakat berada di pudat
seperangkat lingkaran kosentris yang masing-masing mewakili suatu sistem
pengendalian sosial. Menurut Berger hidup hidup kita tidak hanya dikuasai oleh
orang yang hidup masa kini tetapi juga oleh mereka yang telah meninggal selama
berabad-abad.
KONSEP PENTING
Institusi (institution): suatu struktur status dan peran yang diarahkan ke pemenuhan
keperluan dasar anggota masyarakat (Kornbium); seperangkat norma yang
terinstitusionalisme, yaitu (1) telah diterima sebagian besar anggota sistem sosial,
(2) diinternalisasikan, dan (3) diwajibkan, dan terhadap pelanggarnya dikenakan
sanksi tertentu (Johnson); suatu kompleks tindakan yang khas (Berger).
Makrososiologi (macrososiology): bagian sosiologi yang menganalisis proses
sosial berskala besar dan berjangka panjang.
Masyarakat (society): suatu sistem sosial yang swasembada, melebihi masa hidup
individu normal, dan merekrut anggota secara reproduksi biologis serta melakukan
sosialisasi terhadap generasi berikutnya (Parsons).
Multiple roles (peran majemuk): suatu perangkat peran yang terkait dengan
berbagai status yang dipunyai individu (Merton).
Pengendalian sosial (sosial control): berbagai cara yang digunakan masyarakat
untuk menertibkan anggota yang membangkang (Berger); suatu istilah kolektif
yang mengacu pada proses, baik yang terencana maupun tidak, melalui mana
individu diajarkan, dibujuk ataupun dipaksa untuk menyesuaikan diri pada
kebiasaan dan nilai hidup kelompok (Roucek).
Peran (role): ialah segi dinamis suatu status (Linton).
Perangkat peran (role-set): pelengkap hubungan peran yang dipunyai seseorang
karena menduduki suatu status sosial tertentu (Merton).
Status (ststus): suatu kumpulan hak dan kewajiban (Linton).
Status yang diperoleh (ascribed status): status yang diberikan kepada individu
tanpa memandang kemampuan atau perbedaan atarindividu yang dibaawa sejak
lahir (Linton).
Status yang diraih (achieved status): status yang memerlukan kualitas tertentu yang
harus diraih melalui persaingan dan usaha pribadi (Linton).
Struktur sosial: pola prilaku berulang-ulang yang menciptakan hubungan
antarindividu dan antarkelompok dalam masyarakat (Kornblum).