22
TINJAUAN KEPUSTAKAAN Penatalaksanaan Hipertensi pada Stroke Akut Suhardi Esti Hindariati Pendahuluan Hipertensi pada stroke akut adalah kenaikan tekanan darah diatas normal dan menjadi premorbid yang muncul dalam 24 jam pada pasien stroke. Fenomena ini dilaporkan > 60% pada pasien stroke pada studi di AS. Sekitar 980 000 pasien yang dirawat dengan stroke setiap tahunnya diperkirakan lebih dari separuhnya terjadi hipertensi akut. Jumlah penderita stroke diseluruh dunia setiap tahun sekitar 15 juta dengan respon hipertensi akut sekitar 10 juta. Sebelumnya belum ada strategi manejemen dan obat anti hipertensi yang direkomendasikan guidelines. Dari sebuah penelitian Project for Improvement of Stroke Care Management , dari 1181 pasien dengan stroke iskemik akut diberikan obat anti hipertensi pada 56% pasien dalam waktu 24 jam (Thompson, 2004 ; Adnan, 2008). Tahun 2003 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) / International Society of Hypertension (ISH) dan JNC 7 mendefinisikan hipertensi sebagai kenaikan tekanan darah sistolik ≥140/90 mmHg yang konsisten (beberapa bacaan pada hari yang terpisah). Definisi

TATALAKSANA HIPERTENSI PADA STROKE AKUT

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hipertensi stroke

Citation preview

Page 1: TATALAKSANA HIPERTENSI PADA STROKE AKUT

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Penatalaksanaan Hipertensi pada Stroke Akut

Suhardi

Esti Hindariati

Pendahuluan

Hipertensi pada stroke akut adalah kenaikan tekanan darah diatas normal dan menjadi

premorbid yang muncul dalam 24 jam pada pasien stroke. Fenomena ini dilaporkan > 60% pada

pasien stroke pada studi di AS. Sekitar 980 000 pasien yang dirawat dengan stroke setiap

tahunnya diperkirakan lebih dari separuhnya terjadi hipertensi akut. Jumlah penderita stroke

diseluruh dunia setiap tahun sekitar 15 juta dengan respon hipertensi akut sekitar 10 juta.

Sebelumnya belum ada strategi manejemen dan obat anti hipertensi yang direkomendasikan

guidelines. Dari sebuah penelitian Project for Improvement of Stroke Care Management, dari

1181 pasien dengan stroke iskemik akut diberikan obat anti hipertensi pada 56% pasien dalam

waktu 24 jam (Thompson, 2004 ; Adnan, 2008).

Tahun 2003 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) / International Society of Hypertension

(ISH) dan JNC 7 mendefinisikan hipertensi sebagai kenaikan tekanan darah sistolik ≥140/90

mmHg yang konsisten (beberapa bacaan pada hari yang terpisah). Definisi hipertensi ini adalah

sebagai ambang batas untuk penggunaan antihipertensi dalam jangka panjang yang diperoleh

dari penelitian yang membuktikan terjadinya penurunan kejadian kardiovaskuler selama

pengobatan. ISH mendefinisikan hipertensi pada stroke akut adalah tekanan darah sistolik > 140

mmHg dan diastolik > 90 mmHg dengan pengukuran 2 kali selang 5 menit dalam 24 jam timbul

gejala. Definisi ini berfungsi untuk menyeragamkan pengukuran prevalensi dan bukan untuk

menetapkan pemberian anti hipertensi, dimana tergantung dari tipe stroke dan pertimbangan

yang lain (Adnan, 2008).

Page 2: TATALAKSANA HIPERTENSI PADA STROKE AKUT

Prevalensi terjadinya hipertensi pada stroke akut tergantung pada pilihan pasien, desain

studi, arahan pola, dan definisi yang digunakan. Dalam review sistematis dari 18 studi, 52%

pasien dengan stroke dilaporkan terjadi hipertensi pada saat diterima di rumah sakit. Kriteria

yang digunakan untuk mendefinisikan tekanan darah tinggi bervariasi: tekanan darah sistolik

berkisar 150-200 mmHg dan diastolik 90-115 mmHg. Dalam salah satu studi terbesar di

Amerika Serikat , National Hospital Ambulatory Medical Care Survey, dengan tekanan darah

sistolik >140 mmHg diamati pada 63% dari 563.704 pasien dewasa stroke, dan diastolik > 90

mmHg pada 28%, dan mean arterial pressure (MAP) 107 mmHg pada 38%. Dalam

International Stroke Trial, sebanyak 17. 398 pasien yang diambil secara acak dalam waktu 48

jam setelah timbul stroke (waktu rata-rata 20 jam) dari 467 rumah sakit di 36 negara. Dengan

rata-rata tekanan darah sistolik 160,1 mmHg, dan 82% pasien mempunyai tekanan darah tinggi

berdasarkan WHO (TDS > 140 mm Hg) (Kevin, 2007; Adnan, 2008).

Dalam beberapa studi menunjukkan bahwa tekanan darah akan meningkat secara spontan

pada kasus stroke akut. Dan peningkatan tekanan darah semakin parah pada pasien dengan

hipertensi yang telah ada sebelumnya. Dalam beberapa kasus peningkatan tekanan darah dapat

ekstrem khususnya pada ischemia batang otak. Tekanan darah akan menurun pada beberapa hari

pertama dan minggu setelah timbul stroke tanpa intervensi farmakologis. Broderic et al

melaporkan sepertiga pasien mengalami penurunan tekanan darah yang signifikan dalam

beberapa jam pertama timbulnya gejala stroke. Apakah intervensi farmakologis untuk

mengurangi tekanan darah menguntungkan atau merugikan menjadi bahan perdebatan (Robert,

2006).

Beberapa studi meneliti hubungan perubahan tekanan darah yang terjadi pada beberapa hari

pertama dengan outcome pasien stroke. Peningkatan tekanan darah pada saat presentasi stroke

dikaitkan dengan prognosis yang jelek (Kevin, 2007).

Carlberg et al melaporkan angka kematian yang tinggi dalam 30 hari pada pasien dengan

peningkatan tekanan darah tetapi hanya pada pasien dengan gangguan kesadaran. Mattle et al

melaporkan bahwa pasien yang mendapatkan terapi trombolisis dan terjadi rekanalisasi yang

sukses didapatkan tekanan darah yang turun. Sebaliknya apabila terjadi sumbatan yang permanen

akan memperluas area iskemia dan akan memicu peningkatan tekanan darah (Robert, 2006).

Page 3: TATALAKSANA HIPERTENSI PADA STROKE AKUT

Peningkatan tekanan darah sistemik terkait dengan peningkatan tekanan intrakranial

(ICP), khususnya pada kompresi batang otak , yaitu pada pasien dengan pendarahan intraserebral

dan subarakhnoid. Namun peningkatan tekanan darah sistemik tidak menunjukkan

hubungan yang jelas dengan adanya iskemia serebral, nilai ICP, herniasi transtentorial.

Hal ini menunjukkan bahwa penyebab primer respon hipertensi akut adalah kerusakan atau

kompresi bagian tertentu di otak yang memediasi kontrol otonom (Qaisar, 2006).

Diagnosis stroke

Stroke merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan timbulnya defisit neurologik akut dan

tetap berlangsung selama 24 jam, melibatkan reflek fokal dari sistem saraf pusat, dan

menimbulkan gangguan sirkulasi serebral (Kevin, 2007)

Membedakan stroke iskemik atau stroke perdarahan adalah sangat penting, karena keduanya

berbeda dalam pengelolaannya. (Adams, 2003)

Stroke Iskemik

Terjadi karena penyumbatan pembuluh darah (arteriol, kapiler, dan venula) yang memasuki

parenkim otak menyebabkan daerah tersebut menjadi tidak ada aliran dan dikelilingi oleh

penumbra dengan akibat : ( Thomas, 2000 ; Gilroy, 2000 ; Kevin, 2007).

1. Kegagalan elektrik (reversible).

Pada keadaan ini terjadi kegagalan energi jaringan berupa penurunan oksigen dan

glukosa, menurunnya energi (ATP dan fosfokreatin) dan timbulnya asidosis laktat, yang

diikuti kegagalan homeostasis kation dalam bentuk menurunnya K+ intrasel, disertai

meningkatnya Na+ , Ca+, Cl, H2O ekstrasel dengan terjadinya edema sitotoksik dan

pelepasan neurotransmitter bersama influk Ca2+.

Page 4: TATALAKSANA HIPERTENSI PADA STROKE AKUT

2. Kegagalan Metabolik

Proses berlanjut dengan terjadinya toksisitas kalsium intrasel (fosfolipase diubah

menjadi asam arakidonat, leukotrin dan prostaglandin). Oksigen radikal merusak

membrane, protein dan DNA, sedangkan protease akan menyebabkan pemecahan protein

dan arginin menjadi sitrulin + NO.

Pada proses akhir terjadi infark dan nekrosis karena pecahnya sawar darah otak

disertai edema vasogenik dengan aktivasi lekosit. Neutropil darah, makrofag, mikroglia

dan astrosit memasuki zona infark, mengawali proses perubahan lesi nekrotik menjadi

scar gliotik.

Aktifasi lekosit yang berlebihan diprovokasi untuk meningkatkan sitokin yang

akan mempengaruhi reaksi hiperviskositas. Adanya iskemik menyebabkan limposit

memperbanyak produksi TNF α, IL 1β. Sitokin- sitokin ini akan meningkatkan produksi

intercellular adhesion moleculer (ICAM 1). Sementara itu, iskemik lekosit pada daerah

oklusi vaskular memprovokasi peningkatan reseptor adhesi yang disebut dengan integrin

(CD 11b dan CD 18). Integrin termasuk dalam kelompok reseptor adhesi yang menjadi

perantara pengikatan interselular dalam system vascular.

Pada proses ini CD 11b dan CD 18 terikat pada endotel ICAM 1 yang

mengakibatkan sludging sel-sel sepanjang permukaan endotel dan bahkan terjadi

transmigrasi lekosit pada endotel, sehingga terjadi efflux cairan dan plasma yang

mengakibatkan hemokonsentrasi didaerah intravaskuler disertai peningkatan viskositas

dan sludging.

Respon radang ini mempengaruhi elemen darah, dengan perubahan protrombotik

terjadi simultan. Pada iskemik, endotel akan mengurangi produksi tissue plasminogen

activator (tPA) pada trombolitik normal, sehingga memacu trobosis intravascular.

Selanjutnya tissue factor (TF) yang merupakan prokoagulan kuat dilepaskan dari jaringan

otak, bersama factor VIIa menghasilkan thrombin dan trombogenesis.

Page 5: TATALAKSANA HIPERTENSI PADA STROKE AKUT

3. Perubahan Mikrosirkulasi Otak

Dalam keadaan normal, sel endotel disepanjang pembuluh darah bekerja

mencegah thrombosis dan agregasi platelet, serta membantu menjaga tonus vascular

akibat kerja NO yang disintesis sel endotel. Pelepasan NO tersebut pada pembuluh darah

mempengaruhi sel otot polosuntuk vasodilatasi. Juga terjadi pelepasan prostasiklin yang

merupakan inhibitor thrombosis dan agregasi platelet.

Pada keadaan stroke trombotik dimana akan menyebabkan iskemik diikuti

perubahan sel endotel, yang selanjutnya mengaktifkan lekosit, platelet, factor koagulasi

sehingga menimbulkan aktifitas radang dan memindahkan propagasi agregasi platelet.

Penatalaksanaan

Sebagian ahli tidak merekomendasikan terapi hipertensi pada stroke iskemik akut, kecuali

terdapat hipertensi berat yang menetap yaitu tekanan darah sistolik > 220 mmHg atau diastolik >

120 mmHg (Adnan, 2008).

Obat – obat anti hipertensi yang sudah ada sebelum serangan stroke diteruskan pada fase awal

stroke dan menunda pemberian obat anti hipertensi yang baru sampai dengan 7 – 10 hari paska

awal serangan stroke. Pada penderita dengan tekanan darah diastolik > 140 mmHg (atau > 110

mmHg bila akan dilakukan terapi trombolisis) diperlakukan sebagai penderita hipertensi

emergensi berupa drip kontinyu nikardipin, diltiazem, nimodipin dan lain – lain. Jika tekanan

darah sistolik > 230 mmHg dan /atau tekanan darah diastolic 121 – 140 mmHg, berikan labetalol

i.v selama 1-2 menit. Dosis labetalol dapat diulang atau digandakan setiap 10-20 menit samapi

penurunan tekanan darah yang memuaskan dapat dicapai atau sampai dosis komulatif 300mg

yang diberikan melalui teknik bolus mini. Setelah dosis awal, labetalol dapat diberikan setiap 6-8

jam bila diperlukan (Perdossi, 2004)

Jika tekanan darah sistolik 180-230 mmHg dan/atau tekanan darah diastolic 105-120

mmHg, terapi darurat harus ditunda kecuali adanya bukti perdarahan intraserebral, gagal

Page 6: TATALAKSANA HIPERTENSI PADA STROKE AKUT

ventrikel jantung kiri, infark miokard akut, gagal ginjal akut, edema paru, diseksi aorta,

ensepalopati hipertensi. Jika peninggian tekanan darah tersebut menetap pada dua kali

pengukuran selang waktu 60 menit, maka diberikan 200-300 mg labetalol 2-3 kali sehari sesuai

kebutuhan. Pengobatan alternative yang memuaskan selain labetalol adalah nifedipin oral 10 mg

setiap 6 jam atau 6,25-25 mg kaptopril setiap 8 jam. Batas penurunan tekanan darah sebanyak-

banyaknya sampai 20%-25% dari MAP (Adam PH, 2003 ; Perdosi, 2004).

Stroke iskemik dengan pemberian trombolitik

Pada studi NIND (National Institute of Neurological Disorder and Stroke ) yang

memberikan tPA (tissue Plasminogen Activator) pada stroke akut, ditemukan adanya

peningkatan resiko terjadi perdarahan cerebral pada tekanan darah diastolic yang meningkat

(>110mmHg) (Larry; 2004, Robert ; 2006).

Perdarahan serebral setelah pemberian trombolitik berkisar 3-9%. Kejadian ini

dihubungkan dengan prognosis yang jelek dengan angka kematian lebih dari 60% pada 30 hari.

Akhir-akhir ini direkomendasikan pemberian infuse platelet ( 6 - 8U ) dan cryoprecipitate yang

berisi faktor VIII yang mengoreksi secara cepat pengaruh sistemik dari pemberian trombolitik

(Broderick et al; 2007).

Australian Streptokinase Trial, melaporkan terjadinya peningkatan perdarahan sekitar 25%

pada pasien yang diterapi streptokinase dengan tekanan darah sistolik > 165 mmHg. ASA and

European Stroke Initiative merekomendasikan penurunan tekanan darah (>180/105 mmHg)

sebelum pemberian trombolitik. Pemberian anti hipertensi pre dan post trombolitik dapat

mengurangi terjadinya perdarahan dalam 3 bulan (Robert, 2006).

AHA/ASA Recommendations for BP Management in Acute Ischemic Stroke (Venkatesh,

2009).

Page 7: TATALAKSANA HIPERTENSI PADA STROKE AKUT

1. Patients eligible for treatment with intravenous thrombolytics or other acute reperfusion intervention and SBP ≥185 mm Hg or DBP ≥110 mm Hg should have BP lowered before the intervention. A persistent SBP of ≥185 mm Hg or a DBP ≥110 mm Hg is a contraindication to intravenous thrombolytic therapy. After reperfusion therapy, keep SBP <180 mm Hg and DBP <105 mm Hg for at least 24 hours.

2. Patients who have other medical indications for aggressive treatment of BP should be treated.

3. For those not receiving thrombolytic therapy, BP may be lowered if it is markedly elevated (SBP ≥220 mm Hg or DBP ≥120 mm Hg). A reasonable goal would be to lower BP by approximately 15% during the first 24 hours after onset of stroke.

4. In hypotensive patients, the cause of hypotension should be sought. Hypovolemia and cardiac arrhythmias should be treated and in exceptional circumstances, vasopressors may be prescribed in an attempt to improve cerebral blood flow.

Stroke perdarahan intraserebral

Perdarahan intra parenkimal otak dengan atau tanpa ekstensi ke ventrikel dan jarang ke

subarachnoid dikenal dengan stroke perdarahan intraserebral. Hipertensi kronis sebagai

penyebab utama dari stroke perdarahan intraserebral. Autoregulasi serebral terjadi pada tingkat

arteriol, dimana vasokonstriksi akan meningkatkan tekanan darah dan vasodilatasi akan

menurunkan tekanan darah. Perubahan pada diameter pembuluh darah akan menjaga aliran darah

serebral dalam keadaan normal. Nilai normal dari autoregulasi serebral berkisar 50-150 mmHg.

Pada hipertensi kronis yang tidak diterapi akan meningkatkan resiko injuri iskemik dan

menurunkan tekanan perfusi serebral dibawah limit autoregulasi (Qaisar, 2006).

Ada beberapa perbedaan yang menjelaskan terjadinya kenaikan tekanan darah secara

akut, pertama, sebagai reaksi terhadap hipertensi yang tidak diterapi. Kedua, Cushing-Kohler

Response, dimana merupakan reaksi terhadap penekanan batang otak. Ketiga, meningkatnya

katekolamin, aktifitas simpatetik dan parasimpatetik dan brain natriuretic peptide (BNP)

(Qaisar, 2006)

Penatalaksanaan

Page 8: TATALAKSANA HIPERTENSI PADA STROKE AKUT

Pada stroke perdarahan intraserebral dengan tekanan darah sistolik > 220 mmHg tekanan

diastolik > 120 mmHg harus diturunkan sedini dan secepat mungkin untuk membatasi

pembentukan edema vasogenik akibat robeknya sawar darah otak pada daerah iskemia sekitar

perdarahan. Penurunan tekanan darah akan menurunkan risiko perdarahan ulang, akan tetapi

daerah otak sekitar hematom bertambah iskemik karena autoregulasi pada daerah ini telah

hilang. Atas dasar ini obat anti hipertensi diberikan kalau tekanan sistolik > 180 mmHg atau

tekanan diastolik > 100 mmHg (Perdossi, 2004 ; Arthur, 2006).

Dandapani et al menganjurkan penurunan tekanan darah sedini mungkin pada perdarahan

intraserebral dengan MAP > 145 mmHg untuk mencegah perdarahan ulang, pengurangan

tekanan intra kranial dan edema otak (Perdossi, 2004).

Bila tekanan darah sistolik > 230 mmHg atau tekanan diastolik > 140 mmHg diberikan

nikardipin, diltiazem atau nimodipin. Bila tekanan darah sistolik 180-230 mmHg atau tekanan

diastolik 105-140 mmHg atau MAP 130 mmHg diberikan labetalol 10-20 mg IV selama 1-2

menit. Ulangi atau gandakan setiap 10 menit sampai maksimum atau berikan dosis awal bolus

diikuti oleh labetalol drip 2-8 mg/menit atau nikardipin (Perdosi, 2004).

Pada fase akut tekanan darah tidak boleh diturunkan lebih dari 20-25% dari MAP. Bila

tekanan sistolik < 180 mmHg dan tekanan diastolik < 105 mmHg tangguhkan pemberian obat

anti hipertensi. Tekanan perfusi otak harus dipertahankan > 70 mmHg. Pada penderita dengan

riwayat hipertensi, penurunan tekanan darah harus dipertahankan dibawah MAP 130 mmHg.

Bila tekanan darah sistolik < 90 mmHg harus diberikan vasopresor (Perdosi, 2004).

Recommended Guidelines for Treating Elevated Blood Pressure in Spontaneous ICH .

1 If SBP is ≥200 mm Hg or MAP is ≥150 mm Hg, then consider aggressive reduction of blood pressure with continuous intravenous infusion, with frequent blood pressure monitoring every 5 minutes.

Page 9: TATALAKSANA HIPERTENSI PADA STROKE AKUT

2 If SBP is ≥180 mm Hg or MAP is ≥130 mm Hg and there is evidence of or suspicion of elevated ICP, then consider monitoring ICP and reducing blood pressure using intermittent or continuous intravenous medications to keep cerebral perfusion pressure ≥60 to 80 mm Hg.

3 If SBP is ≥180 mm Hg or MAP is ≥130 mm Hg and there is not evidence of or suspicion of elevated ICP, then consider a modest reduction of blood pressure (eg, MAP of 110 mm Hg or target blood pressure of 160/90 mm Hg) using intermittent or continuous intravenous medications to control blood pressure, and clinically

reexamine the patient every 15 minutes.

(Broderick et al, 2007 ; Venkatesh, 2009)

Intravenous Medications That May Be Considered for Control of Elevated Blood Pressure in Patients With ICH

(Broderick et al ; 2007)

Beberapa obat Anti Hipertensi

1. Antagonis adrenergik.

Page 10: TATALAKSANA HIPERTENSI PADA STROKE AKUT

Pada studi The Low Dose Beta Blockade in Acute Stroke (BEST) melibatkan 302

pasien, dimana didapatkan angka mortalitas yang rendah setelah 6 bulan (Adnan, 2008).

Labetalol adalah golongan antagonis adrenergic, selektif pada reseptor α dan non

selektif pada β1 dan β2. Efek menghambat reseptor β lebih dominan, dengan rasio

tergantung cara pemberian. Jika diberikan oral rasio β : α adalah 3 : 1, sedangkan jika

diberikan secara intravena 7:1. Labetalol mempunyai efek kronotropik negatif dan

mengurangi tahanan vaskular sistemik (Robert, 2006).

Labetalol dapat diberikan secara intravena bolus 10-20 mg dan dapat diulang

setiap 10 menit sampai 300mg. Efek tampak setelah 5-10 menit. Dapat diberikan secara

infus kontinyu dimulai 2mg/menit setelah diberikan dosis bolus, dititrasi sesuai efek.

Waktu paruh 2-8 jam, metabolism terjadi di liver. Efek samping yang sering terjadi

bradikardia, A-V blok, gagal jantung. Labetalol memelihara aliran darah serebral dan

mempunyai efek minimal pada tekanan intracranial pada stroke iskemik (Arthur, 2006 ;

Robert, 2006).

Pada studi observasional prospektif multicenter diberikan labetalol, hidralazin,

dan nitropruside pada stroke perdarahan dengan tekanan darah >160/90 mmHg dalam 24

jam timbulnya gejala. Dimana ditemukan kelainan neurologi dan perluasan hematom

yang rendah (Adnan, 2008).

Esmolol adalah golongan antagonis adrenergic selektif terhadap reseptor β1.

Pemberian hanya dengan intravena dan mempunyai efek sama dengan β selektif yang

lainnya yaitu menurunkan heart rate, kontraksi jantung dan tekanan darah. Waktu paruh

pendek, 9 menit. Dimetabolisme oleh esterase di sitosol sel darah merah. Jika terjadi

disfungsi ginjal dan hati esmolol tidak dapat metabolism. Esmolol diberikan loading 500

µg/kg diikuti dengan infus kontinyu 25-50 µg/kg/menit dan dititrasi sesuai efek (Arthur,

2006).

2. Kalsium Channel Bloker

Page 11: TATALAKSANA HIPERTENSI PADA STROKE AKUT

Nikardipin adalah golongan kalsium channel bloker dihidropiridin. Mempunyai

fungsi sebagai vasodilator arteri, menurunkan tekanan darah. Juga memiliki efek pada SA

node atau AV node, menurunkan tahanan perifer, dan sedikit meningkatkan cardiac

output (CO). Pemberian melalui intravena dan menghasilkan efek takikardia. Nikardipin

mempunyai onset aksi 5-15 menit, dengan waktu paruh 8,6 jam. Diberikan dengan infus

kontinyu dimulai 5mg/jam dan dititrasi setiap 5-15 menit, dengan dosis maksimum

15mg/jam. Nikardipin dimetabolisme di liver (Arthur, 2006 ; Robert, 2006).

Efek nikardipin pada vascular serebral dari beberapa studi menunjukkan, tidak

meningkatkan tekanan intrakranial, dapat menurunkan spasme vaskular serebral dan

perbaikan terhadap tekanan perfusi serebral (Qaisar, 2006).

Haley et al melakukan studi prospektif, double-blind, dengan kontrol placebo

pada 906 pasien dengan stroke perdarahan. Pasien diberikan nikardipin dan placebo

selama 14 hari, ditemukan vasospasme simptomatik sebanyak 32% pada pasien yang

diberikan nikardipin dan 46% pada pasien yang diberikan placebo (Robert, 2006).

2. ACE Inhibitor dan ARB

Enalapril adalah salah satu golongan ACE inhibitor, yang mempunyai onset aksi

15 menit, dan respon puncak tampak setelah 30 menit pemberian secara intravena.

Dengan dosis awal 1,25mg setiap 6 jam, dan titrasi dengan interval 12 jam, dan

maksimum 6mg setiap 6jam. Efek samping pemberian ACE inhibitor adalah angioedema

(Arthur, 2006 ; Robert, 2006).

Acute Candesartan Cilexetil Evaluation in Stroke Survivors (ACCESS)

trial,diberikan candesartan dan placebo, pada pasien stroke iskemik, dengan tekanan

darah ≥200/100 mmHg dalam 6 – 24 jam. Angka kematian 2,9% pada pasien yang

diberikan candesartan dan 7,2% pada placebo dalam 12 bulan (Thompson, 2004 ; Adnan,

2008).

2. Nitroprusid (NTP)

Page 12: TATALAKSANA HIPERTENSI PADA STROKE AKUT

Studi yang dilakukan oleh National Institutes of Neurological Disorder and

Stroke (NINDS) pada pasien stroke iskemik yang diberikan recombinant tissue

plasminogen (rtPA). Pasien dengan tekanan darah 180/105mmHg diberikan labetalol

intravena atau infuse nitroprusid apabila didapatkan tekanan darah diastolic >140mmHg

atau tidak respon dengan labetalol dalam 24 jam (Adnan, 2008).

Mempunyai efek vasodilator arteri dan vena yang poten. Dapat menurunkan nitric

oxide dan cyanide. Nitric oxide mengaktifkan guanylate cyclase dan menghasil

vasodilatasi melalui cGMP. Cyanide yang dihasilkan NTP dikonversi di liver menjadi

thiocyanate yang lebih rendah tingkat toksisitasnya dibanding cyanide. Thiocyanate

dieliminasi didalam urin. Dosis dimulai dengan 0,25-0,5 µg/kg/min dititrasi tiap beberapa

menit 0,5µg/kg/min dinaikkan sesuai efek. Maksimum dosis 10µg/kg/min. NTP dapat

bereaksi cepat (dalam detik) dengan waktu paruh 3 menit, memiliki minimal efek pada

rate jantung (Robert, 2006).

Efek NTP pada vascular cerebral dapat meningkatkan volume darah cerebral,

meningkatkan ICP, dan menurunkan CBF. Meskipun NTP obat yang ideal untuk

menurunkan tekanan darah tetapi efek toksisitasnya juga besar, sehingga digunakan

sebagai pilihan terakhir (Robert, 2006).

2. Hidralasin

Hidralasin adalah arteriodilator yang bekerja langsung, dengan bentuk formula

oral dan intravena. Mempunyai potensi pada arteri koroner dan cerebral, dan sedikit

berpengaruh pada sistem vena. Dosis secra intravena 10-20mg diberikan 4-6 jam. Onset

aksi 5-15menit setelah pemberian intravena. Dieliminasi didalam hepar dengan waktu

paruh 3-5 jam. Hidralasin diberikan untuk meningkatkan ICP pada pasien denga cidera

otak dan pada pasien yang akan menjalani operasi bedah syaraf. Hidralasin ini tidak

direkomendasikan untuk menurunkan tekanan darah pada stroke iskemi akut (Robert,

2006).

Page 13: TATALAKSANA HIPERTENSI PADA STROKE AKUT

Kesimpulan

Hipertensi pada stroke akut adalah kenaikan tekanan darah diatas normal dan menjadi

premorbid yang muncul dalam 24 jam pada pasien stroke. Dalam beberapa studi menunjukkan

bahwa tekanan darah akan meningkat secara spontan pada kasus stroke akut. Tekanan darah

akan menurun pada beberapa hari pertama dan minggu setelah stroke tanpa intervensi

farmakologis. Peningkatan tekanan darah pada saat presentasi stroke dikaitkan dengan

prognosis yang jelek.

Sebagian ahli tidak merekomendasikan terapi hipertensi pada stroke iskemik akut,

kecuali terdapat hipertensi berat yang menetap. Sedangkan pemberian anti hipertensi pre dan

post trombolitik dapat mengurangi terjadinya perdarahan dalam 3 bulan. Pada stroke perdarahan

intraserebral penurunan tekanan darah bertujuan untuk membatasi pembentukan edema

vasogenik akibat robeknya sawar darah otak pada daerah iskemia sekitar perdarahan,

menurunkan risiko perdarahan ulang. Obat anti hipertensi diberikan kalau tekanan sistolik > 180

mmHg atau tekanan diastolik > 100 mm atau dengan MAP > 145 mmHg.

Obat antihipertensi yang biasa digunakan adalah golongan antagonis adrenergic, kalsium

channel bloker dihidropiridin, ACE inhibitor, Nitroprusid (NTP), hidralazin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Adam PH (2003), Guidelines for The Early Management of Patients with Ischemic

Stroke. Stroke 34, 1056-83.

Page 14: TATALAKSANA HIPERTENSI PADA STROKE AKUT

2. Adnan I. Qureshi, MD (2008), Acute Hypertensive Response in Patients With Stroke

Pathophysiology and Management. Circulation Vol 118, 176-187.

3. Arthur M. Pancioli, MD and Scott E. Kasner, MD (2006). Hypertention Management in

Acute Neurovascular Emergencies. Emergency Medicine Cardiac Reserarch And

Education Group, Vol 3.

4. Broderick et al, (2007). Guidelines for the Management of Spontaneous Intracerebral

Hemorrhage in Adults: 2007 Update: A Guideline From the American Heart Association/

American Stroke Association Stroke Council, High Blood Pressure Research Council,

and the Quality of Care and Outcomes in Research Interdisciplinary Working Group: The

American Academy of Neurology affirms the value of this guideline as an educational

tool for neurologists. Stroke ;38;2001-2023.

5. Gilroy J (2000), Cerebrovascular Disease. In : Basic Neurology. Third edition. Editor

Gilroy J. The Mc Graw-Hill Companies, pp 225-77.

6. Kevin N. Sheth and David M. Greer, (200). Intensive Care Management of acute

Ischemic Stroke, In : Acute Ischemic Stroke An Evidence Based Approach. Editors :

David M. Greer. Published by John Wiley & Sons, Inc.,Hoboken, New Jersey, p 163-

198.

7. Larry B. Goldstein (2004). Blood Pressure Management in Patients With Acute Ischemic

Stroke. Hypertension Vol 43; 137-141.

8. Perhimpunan Dokter Spesialis Syaraf Indonesia (Perdossi) (2004). Penatalaksanaan

Hipertensi pada stroke Akut. Guideline Stroke. Kelompok Studi Cerebrovaskular ed 3, p

3-13.

9. Qaisar A. Shah, MD and Adnan I. Qureshi, MD (2006). Acute Hypertension in

Intracerebral Hemorrhage- Pathophysiology ang Management. Stroke ; 38-42.

10. Robert J. Wityk and John J. Lewin III (2006). Blood Pressure Management During Acute

Ischemic Stroke. Expert Opin. Pharmacother. 7(3); 247-258.

11. Thompson G. Robinson and John F. Potter (2004). Blood Pressure in Acute Stroke. Age

and Ageing Vol 33 No. I

12. Thomas Brott, MD and Julien Bogousslavsky, MD (2000). Treatment Of Acute Ischemic

Stroke. The New England Journal of Medicine, p 710-722.

Page 15: TATALAKSANA HIPERTENSI PADA STROKE AKUT

13. Venkatesh A. and Philip B. (2009), Management of Blood Pressure for Acute and

Recurrent Stroke. Stroke; 40; 2251-56.