12
1 TATALAKSANA ASITES PADA HIPERTENSI PORTAL Muhammad Begawan Bestari Sub Bagian Gastroenterohepatologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Unpad / RS Dr. Hasan Sadikin ABSTRAK Pasien penderita asites akibat sirosis alkoholik pada kerusakan hatinya harus berhenti dari mengonsumsi alkohol. Pengobatan lini-pertama untuk pasien- pasien penderita sirosis dan asites terdiri dari pembatasan sodium (88 mmol/hari atau 2000 mg/hari) dan diuretika (spironolakton oral dengan atau tanpa furosemide oral). Pembatasan cairan tidak diperlukan kecuali jika sodium serum kurang dari 120-125 mmol/L. Parasentesis abdominal terapeutik awal harus dilakukan pada pasien-pasien penderita asites masif. Pembatasan sodium dan diuretika oral kemudian harus dimulai. Pasien-pasien yang sensitif terhadap diuretika lebih diobati dengan pembatasan sodium dan diuretika oral dan bukan dengan parasentesis berulang. Transplantasi hati harus dipertimbangkan pada pasien penderita sirosis dengan asites. Parasentesis terapeutik serial merupakan opsi pengobatan untuk pasien-pasien penderita asites refrakter. Infus albumin post-parasentesis bisa tidak diperlukan untuk parasentesis tunggal yang kurang dari 4-5 L. Untuk parasentesis volume besar, infus albumin 6-8 g/L pada cairan yang dikeluarkan dapat dipertimbangkan. Rujukan untuk transplantasi hati harus dilakukan pada pasien penderita asites refrakter. TIPS dapat dipertimbangkan pada pasien-pasien yang diseleksi dengan tepat yang memenuhi kriteria yang sama dengan yang terdapat pada kriteria RCT yang telah dipublikasikan. Peritoneovenous shunt harus dipertimbangkan untuk pasien-pasien penderita asites refrakter yang bukan kandidat parasentesis, transplant, atau TIPS. PENDAHULUAN Pengobatan yang tepat untuk pasien-pasien penderita asites bergantung kepada penyebab retensi cairan. Penilaian SAAG (serum albumin ascites gradient) bisa sangat bermanfaat untuk diagnostik dan juga dalam membuat keputusan mengenai pengobatan. Pasien-pasien dengan SAAG rendah (< 1,1 g/dL) asites biasanya bukan disebabkan hipertensi portal dan - dengan kekecualian sindroma nefrotik - tidak berespon terhadap pembatasan garam dan diuretika. Sebaliknya, pasien-pasien dengan SAAG tinggi (> 1,1 g/dL) disebabkan oleh hipertensi portal dan biasanya responsif terhadap pembatasan garam dan diuretika. (1)

TATALAKSANA ASITES PADA HIPERTENSI PORTALpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/01/Asites-PKB-100321... · 3 sirosis harus mengeksresikan lebih dari 10 mg/gBB/hari. Kreatinin

  • Upload
    dobao

  • View
    214

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TATALAKSANA ASITES PADA HIPERTENSI PORTALpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/01/Asites-PKB-100321... · 3 sirosis harus mengeksresikan lebih dari 10 mg/gBB/hari. Kreatinin

1

TATALAKSANA ASITES PADA HIPERTENSI PORTAL

Muhammad Begawan Bestari

Sub Bagian Gastroenterohepatologi

Bagian Ilmu Penyakit Dalam

FK Unpad / RS Dr. Hasan Sadikin

ABSTRAK

Pasien penderita asites akibat sirosis alkoholik pada kerusakan hatinya harus

berhenti dari mengonsumsi alkohol. Pengobatan lini-pertama untuk pasien-

pasien penderita sirosis dan asites terdiri dari pembatasan sodium (88

mmol/hari atau 2000 mg/hari) dan diuretika (spironolakton oral dengan atau

tanpa furosemide oral). Pembatasan cairan tidak diperlukan kecuali jika

sodium serum kurang dari 120-125 mmol/L. Parasentesis abdominal

terapeutik awal harus dilakukan pada pasien-pasien penderita asites masif.

Pembatasan sodium dan diuretika oral kemudian harus dimulai. Pasien-pasien

yang sensitif terhadap diuretika lebih diobati dengan pembatasan sodium dan

diuretika oral dan bukan dengan parasentesis berulang. Transplantasi hati

harus dipertimbangkan pada pasien penderita sirosis dengan asites.

Parasentesis terapeutik serial merupakan opsi pengobatan untuk pasien-pasien

penderita asites refrakter. Infus albumin post-parasentesis bisa tidak

diperlukan untuk parasentesis tunggal yang kurang dari 4-5 L. Untuk

parasentesis volume besar, infus albumin 6-8 g/L pada cairan yang

dikeluarkan dapat dipertimbangkan. Rujukan untuk transplantasi hati harus

dilakukan pada pasien penderita asites refrakter. TIPS dapat dipertimbangkan

pada pasien-pasien yang diseleksi dengan tepat yang memenuhi kriteria yang

sama dengan yang terdapat pada kriteria RCT yang telah dipublikasikan.

Peritoneovenous shunt harus dipertimbangkan untuk pasien-pasien penderita

asites refrakter yang bukan kandidat parasentesis, transplant, atau TIPS.

PENDAHULUAN

Pengobatan yang tepat untuk pasien-pasien penderita asites bergantung

kepada penyebab retensi cairan. Penilaian SAAG (serum albumin ascites

gradient) bisa sangat bermanfaat untuk diagnostik dan juga dalam membuat

keputusan mengenai pengobatan. Pasien-pasien dengan SAAG rendah (< 1,1

g/dL) asites biasanya bukan disebabkan hipertensi portal dan - dengan

kekecualian sindroma nefrotik - tidak berespon terhadap pembatasan garam dan

diuretika. Sebaliknya, pasien-pasien dengan SAAG tinggi (> 1,1 g/dL) disebabkan

oleh hipertensi portal dan biasanya responsif terhadap pembatasan garam dan

diuretika.(1)

Page 2: TATALAKSANA ASITES PADA HIPERTENSI PORTALpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/01/Asites-PKB-100321... · 3 sirosis harus mengeksresikan lebih dari 10 mg/gBB/hari. Kreatinin

2

Perbaikan pada hasil akhir pasien penderita asites yang terkait dengan

hipertensi non-portal bergantung kepada keberhasilan pengobatan etiologi yang

mendasari. Kerusakan hati yang diinduksi oleh alkohol merupakan salah satu

penyebab penyakit hati paling reversibel yang mengakibatkan asites dengan

SAAG tinggi.(1)

Salah satu langkah paling penting dalam mengatasi asites pada

keadaan ini adalah mengobati penyakit hati yang mendasari dengan cara

menghentikan konsumsi alkohol. Dalam periode beberapa bulan, penghentian

alkohol tersebut mengakibatkan perbaikan dramatis pada komponen reversibel

penyakit hati alkoholik. Suatu penelitian terbaru memperlihatkan bahwa pasien-

pasien sirosis hati Child-Pugh kelas C yang disebabkan oleh alkohol dan yang

berhenti minum alkohol mempunyai harapan hidup 3-tahun lebih kurang 75%,

tetapi mereka semua yang terus berlanjut minum alkohol meninggal dalam 3

tahun.(2)

Asites dapat menyembuh atau menjadi lebih responsif terhadap terapi

medis sejalan dengan penghentian minum alkohol dan waktu. Sirosis hepatitis B

yang mengalami dekompensasi juga dapat mempunyai respon dramatis terhadap

pengobatan antivirus.(3)

Penyakit hati selain dari penyakit yang terkait dengan alkohol, hepatitis B,

dan hepatitis otoimun bersifat kurang reversibel; pada saat terdapat asites, pasien-

pasien tersebut paling baik ditangani dengan rujukan untuk evaluasi transplantasi

hati bukannya dengan terapi medis yang lebih lama.

TATALAKSANA ASITES

Patokan utama pengobatan untuk pasien-pasien penderita sirosis dan asites

mencakup (1) penyuluhan mengenai pembatasan sodium makanan (2000 mg/hari

atau 88 mmol/hari) dan (2) diuretika oral.(1)

Pembatasan sodium makanan yang

lebih ketat dapat mempercepat mobilisasi asites, tetapi tidak direkomendasikan

karena kurang cocok dan dapat lebih memperburuk malnutrisi yang biasanya

terdapat pada pasien ini. Kehilangan cairan dan perubahan berat badan berkaitan

langsung dengan keseimbangan sodium pada pasien-pasien penderita asites yang

terkait dengan hipertensi portal. Adalah pembatasan sodium, dan bukan

pembatasan cairan, yang mengakibatkan penurunan berat badan, karena cairan

mengikuti sodium secara pasif.

Pengukuran ekskresi sodium urin merupakan parameter yang sangat

bermanfaat untuk diikuti ketika kecepatan penurunan berat badan lebih kecil dari

yang diinginkan.(1)

Konsentrasi sodium urin random mempunyai nilai ketika

konsentrasi tersebut 0 mmol/L atau >100 mmol/L tetapi sangat kurang bermanfaat

ketika konsentrasinya intermediate karena tidak ada keseragaman ekskresi sodium

selama siang hari dan tidak ada pengetahuan mengenai volume urin total, yang

dapat bervariasi dari 300 mL sampai lebih besar dari 3000 mL. Pengumpulan urin

24-jam untuk penentuan ekskresi sodium jauh lebih informatif daripada spesimen

random; namun, pengumpulan urin sehari penuh tidak praktis. Memberikan

instruksi verbal dan tertulis kepada pasien, wadah, dan formulir instruksi

pemeriksaan untuk dikembalikan dengan spesimen lengkap, dapat membantu

memastikan kepatuhan pasien. Kelengkapan pengumpulan spesimen 24-jam dapat

diukur dengan pengukuran kreatinin urin. Laki-laki penderita sirosis harus

mengekskresikan lebih dari 15 mg kreatinin/kgBB/hari, dan wanita penderita

Page 3: TATALAKSANA ASITES PADA HIPERTENSI PORTALpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/01/Asites-PKB-100321... · 3 sirosis harus mengeksresikan lebih dari 10 mg/gBB/hari. Kreatinin

3

sirosis harus mengeksresikan lebih dari 10 mg/gBB/hari. Kreatinin yang kurang

merupakan indikasi pengumpulan tak lengkap. Ekskresi sodium total nonurin

kurang dari 10 mmol/hari pada pasien afebril penderita sirosis tanpa disertai diare.

Salah satu tujuan pengobatan adalah meningkatkan ekskresi sodium urin sehingga

melebihi 78 mmol/hari (intake/hari 88 mmol – ekskresi nonurin per hari 10

mmol). Hanya 10-15% pasien yang mengalami natriuresis spontan >78

mmol/hari dapat dipertimbangkan untuk pembatasan sodium makanan saja (tanpa

diuretika). Namun, ketka diberikan pilihan, sebagian besar pasien lebih menyukai

menggunakan diuretika dan mempunyai intake sodium yang lebih liberal

dibandingkan dengan tidak menggunakan pil dan mempunyai pembatasan

sodium yang lebih berat. Konsentrasi sodium urin “spot” random yang lebih besar

dari konsentrasi potasium berkorelasi dengan ekskresi sodium 24-jam yang lebih

besar dari 78 mmol/hari dengan akurasi lebih kurang 90%. Rasio

sodium/potasium ini dapat menggantikan pengumpulan 24-jam yang tidak

praktis.(4)

Pembatasan cairan tidak diperlukan dalam mengobati sebagian besar

pasien penderita sirosis dan asites. Hiponatremia kronis yang biasanya terlihat

pada pasien penderita sirosis dan asites jarang bersifat morbid kecuali jika

hiponatremi tersebut dikoreksi cepat di ruang operasi pada saat transplantasi

hati.(5)

Upaya-upaya untuk mengoreksi hiponatremia dengan cepat pada keadaan

ini dengan garam hipertonik mengakibatkan lebih banyak komplikasi

dibandingkan dengan keadaan hiponatremia itu sendiri.

Banyak obat yang secara teoritis menjanjikan dalam pengobatan asites,

misalnya inhibitor ACE, telah diperlihatkan memperburuk hipotensi dan secara

klinik belum terlihat bermanfaat. Hiponatremia berat tidak memerlukan

pembatasan cairan pada pasien penderita asites dan sirosis; namun, tidak ada nilai

ambang spesifik yang ditunjang oleh data untuk menginisiasi pembatasan cairan.

Sodium serum < 120-125 mmol/L merupakan nilai ambang yang dapat

digunakan. Pasien penderita sirosis biasanya tidak mempunyai gejala-gejala

akibat hiponatremia sampai sodiumnya < 110 mmol/L atau kecuali jika penurunan

sodium sangat cepat. Meskipun bersifat tradisional untuk merekomendasikan

tirah baring (didasarkan pada ekstrapolasi dari gagal jantung), hal ini tidak praktis

dan tidak ada uji-klinik terkontrol yang menunjang praktek ini. Posisi tegak dapat

memperburuk peningkatan renin plasma yang ditemukan pada pasien penderita

sirosis disertai dengan asites. Secara teoritis, hal ini dapat meningkatkan aviditas

sodium. Kepentingan teoritis ini harus dijabarkan menjadi hasil-akhir yang

relevan secara klinik sebelum tirah baring dianjurkan.(6)

Regimen diuretika biasa terdiri dari spironolakton dan furosemide oral

dosis tunggal pagi hari, yang dimulai dengan 100 mg spironolakton dan 40 mg

furosemide.(1)

Sebelumnya, yang dianjurkan adalah spironolakton senyawa-

tunggal, tetapi hiperkalemia dan waktu-paruh yang lama dari obat ini telah

mengakibatkan penggunaan sebagai senyawa tunggal hanya pada pasien yang

mengalami kelebihan cairan minimal.(7)

Furosemide senyawa-tunggal telah

diperlihatkan dalam suatu Randomized Controlled Trial (RCT) lebih manjur

dibandingkan dengan spironolakton. Bioavailabilitas furosemide oral yang baik

pada pasien penderita sirosis, bersama-sama dengan penurunan akut GFR yang

Page 4: TATALAKSANA ASITES PADA HIPERTENSI PORTALpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/01/Asites-PKB-100321... · 3 sirosis harus mengeksresikan lebih dari 10 mg/gBB/hari. Kreatinin

4

terkait dengan furosemide intravena, cocok dengan penggunaan oral.(8)

Suatu uji-

klinik yang dirandom, memperlihatkan bahwa spironolakton yang digunakan

sebagai senyawa tunggal, dengan furosemide hanya ditambahkan untuk pasien

refrakter, diuresis lebih lambat pada kelompok spironolakton senyawa tunggal

dengan kebutuhan yang lebih sedikit untuk penyesuaian dosis, dengan demikian

pendekatan ini dapat bermanfaat untuk pasien rawat-jalan.(9)

Namun, uji-klinik yang dirandom lainnya mengindikasikan bahwa

pengobatan kombinasi awal memperpendek waktu untuk mobilisasi asites

moderat. Sebagian besar pasien pada akhirnya memerlukan pengobatan

kombinasi. Penelitian terbesar yang pernah dilakukan (melibatkan 3860 pasien

penderita asites dan sirosis) menggunakan terapi kombinasi sejak awal.(10)

Kombinasi kedua obat tersebut nampak merupakan pendekatan yang lebih disukai

dalam mencapai natriuresis dengan cepat dan mempertahankan normokalemia.

Suatu pendekatan alternatif yang memulai dengan spironolakton senyawa tunggal,

dapat diterapkan terutama pada pasien rawat-jalan.

Dosis kedua diuretika oral tersebut dapat ditingkatkan secara simultan

setiap 3-5 hari (dengan mempertahankan rasio 100 mg : 40 mg) jika penurunan

berat badan dan natriuresis tidak adekuat. Pada umumnya, rasio ini

mempertahankan normokalemia. Dosis maksimum yang biasa yaitu 400 mg/hari

spironolakton dan 160 mg/hari furosemide.(1)

Furosemide secara temporer dapat

ditahan pada pasien yang mengalami hipokalemia; hal ini sangat umum pada

keadaan hepatitis alkoholik. Pasien penderita ginjal parenkimal (misalnya

nefropati diabetik atau nefropati imunoglobulin A atau mereka yang mengalami

transplantasi hati) dapat mentoleransi spironolakton yang lebih kecil dari biasa

karena adanya hiperkalemia. Dosis tunggal pagi hari memaksimalkan kepatuhan.

Amiloride (10-40 mg/hari) dapat menggantikan spironolakton pada pasien

penderita ginekomastia dengan nyeri-tekan. Namun, amiloride lebih mahal dan

terlihat kurang efektif dibandingkan dengan metabolit aktif spironolakton pada

randomized controlled trial (RCT).(11)

Triamterene, metolazone, dan hidroklorotiazide juga telah digunakan

untuk mengobati asites. Hidroklorotiazide juga dapat menyebabkan hiponatremia

lebih cepat ketika ditambahkan pada kombinasi spironolakton dan furosemide.(12)

Eplenerone adalah suatu antagonis aldosteron baru yang telah digunakan pada

gagal jantung. Obat ini masih diteliti efektifitasnya pada keadaan sirosis dan

asites. Loop diuretic yang lebih baru harus dibuktikan bersifat superior terhadap

obat-obat saat ini sebelum pemakaiannya ditetapkan.(13)

Meskipun dosis 80 mg furosemide intravena dapat menyebabkan

penurunan akut perfusi ginjal dan azotemia selanjutnya pada pasien penderita

asites dan sirosis, dosis yang sama ini telah diperlihatkan pada satu penelitian

untuk memisahkan pasien-pasien yang resisten terhadap diuretika (< 50 mmol

sodium urin dalam 8 jam) dari pasien-pasien yang sensitif terhadap diuretika (> 50

mmol).(14)

Penelitian lain telah mengkonfirmasi observasi ini.(15)

Tes furosemide

intravena ini dapat membantu pendeteksian cepat pasien-pasien yang resisten

terhadap diuretika sehingga mereka dapat lebih cepat diberi opsi pengobatan lini

kedua. (14)

Namun, furosemide intravenus dapat menyebabkan azotemia, dan

peggunaan berulang kali mungkin harus diminimalkan sampai keamanan dan

Page 5: TATALAKSANA ASITES PADA HIPERTENSI PORTALpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/01/Asites-PKB-100321... · 3 sirosis harus mengeksresikan lebih dari 10 mg/gBB/hari. Kreatinin

5

efikasinya dievaluasi dalam RCT. Pada RCT multi-senter terbesar yang dilakukan

pada pasien penderita asites, pembatasan sodium makanan dan regimen diuretika

dual dengan menggunakan spironolakton dan furosemide telah terlihat efektif

pada lebih dari 90% pasien dalam mencapai penurunan volume asites sampai

level yang dapat diterima.(10)

Suatu RCT yang tidak disamarkan, pada pasien-pasien penderita asites

onset-baru memperlihatkan bahwa infus albumin 25 g per minggu selama 1 tahun

yang diikuti dengan infus setiap 2 minggu memperbaiki harapan hidup

dibandingkan dengan hanya diuretika saja.(16)

Namun, diperlukan penelitian-

penelitian lebih jauh yang mencakup analisis keefektifan-biaya sebelum

pengobatan yang luar biasa mahal ini dapat dianjurkan.

Tidak ada batas untuk penurunan berat badan per hari pada pasien-pasien

yang mengalami edema masif. Begitu edema telah pulih, 0,5 kg mungkin

merupakan maksimum harian yang layak. Ensefalopati yang tidak terkontrol atau

kambuhan, sodium serum < 120 mmol/L meskipun ada pembatasan cairan, atau

kreatinin serum > 2,0 mg/dL (180 umol/L) akan mengakibatkan penghentian

diuretika, mengevaluasi kembali situasinya, dan pertimbangan opsi lini-kedua.

Pada masa lalu, pasien-pasien penderita asites sering tinggal di tempat tidur rumah

sakit untuk perioda waktu yang lama karena adanya kebingungan mengenai

diagnosis dan pengobatan dan karena adanya masalah-masalah iatrogenik.

Meskipun abdomen tanpa ada cairan yang terdeteksi secara klinik merupakan

tujuan akhir, hal itu tidak boleh menjadi prasyarat untuk pulang dari rumah sakit.

Pasien-pasien yang stabil, dengan asites sebagai masalah utamanya, dapat

dipulangkan ke klinik sesudah ditentukan bahwa mereka berespon terhadap

regimen medisnya. Untuk selanjutnya diminta datang berobat di bagian rawat-

jalan lebih kurang dalam 1 minggu sesudah pulang dari rumahsakit.

TATALAKSANA ASITES MASIF

Parasentesis awal volume-besar dengan cepat memulihkan asites masif.

Suatu penelitian prospektif telah memperlihatkan bahwa parasentesis tunggal 5-L

dapat dilakukan dengan aman tanpa infus koloid post-parasentesis pada pasien

penderita asites masif yang resisten terhadap diuretika.(17)

Volume cairan yang

lebih besar telah dikeluarkan secara aman dengan pemberian albumin intravena (8

g/L dari cairan yang dikeluarkan).(18)

Namun, parasentesis volume-besar tidak

memperbaiki retensi sodium sebagai masalah yang mendasari pembentukan

asites. Parasentesis volume-besar dapat mengeluarkan cairan secara lebih cepat

(beberapa menit) dibandingkan dengan diuresis (beberapa hari sampai beberapa

minggu). Parasentesis tunggal volume-besar yang diikuti dengan diet dan terapi

diuretika merupakan pengobatan yang tepat untuk penderita tense asites masif.(19)

Pada pasien yang sensitif terhadap diuretika, tidak tepat mengeluarkan

cairan secara berkala melalui parasentesis. Dalam rangka mencegah reakumulasi

cairan, intake sodium harus dikurangi dan ekskresi sodium urin harus ditingkatkan

dengan menggunakan diuretika. Menentukan dosis diuretika optimal untuk

masing-masing pasien, dengan mentitrasi dosis menjadi naik setiap 3-5 hari

sampai natriuresis dan penurunan berat badan tercapai, dapat memerlukan waktu.

Tes furosemide intravena dapat memperpendek waktu ini. Namun, ini harus dites

Page 6: TATALAKSANA ASITES PADA HIPERTENSI PORTALpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/01/Asites-PKB-100321... · 3 sirosis harus mengeksresikan lebih dari 10 mg/gBB/hari. Kreatinin

6

dalam konteks uji-klinik yang dirandom.(14)

Meskipun uji-klinik terkontrol telah

memperlihatkan bahwa parasentesis volume-besar dapat diprediksi lebih cepat

daripada terapi diuretika untuk penderita sirosis dan asites, hal itu tidak boleh

dipandang sebagai terapi lini-pertama untuk semua pasien penderita asites.(19)

Di klinik pasien rawat-jalan, berat badan, gejala-gejala ortostatik, dan

elektrolit, urea, dan kreatinin serum dipantau. Jika penurunan berat badan tidak

adekuat, perlu diukur rasio sodium/potasium urin spot random atau sodium urin

24-jam. Pasien-pasien yang mengekskresikan sodium/potasium urin > 1 atau

sodium urin 24-jam > 78 mmol/hari dan tidak mengalami penurunan berat badan

mengonsumsi lebih banyak sodium dalam dietnya lebih dari 88 mmol/hari dan

harus dianjurkan lebih jauh untuk membatasi sodium dalam makanannya. Pasien-

pasien ini tidak boleh diberi label sebagai pasien resisten terhadap diuretika dan

tidak boleh diteruskan dengan terapi lini-kedua sampai terbukti bahwa mereka

mematuhi dietnya. Pasien yang tidak mengalami penurunan berat badan dan

mengekskresikan < 78 mmol sodium/hari harus menerima upaya pemberian

diuretika dengan dosis yang lebih tinggi. Frekuensi follow-up ditentukan

berdasarkan respon terhadap pengobatan dan stabilitas pasien.(6)

Beberapa pasien memerlukan evaluasi setiap 2-4 minggu sampai jelas

bahwa mereka berespons terhadap pengobatan dan tidak mengalami masalah-

masalah. Sesudah itu, evaluasi setiap beberapa bulan merupakan hal yang tepat.

Pengobatan intensif pasien rawat-jalan, terutama dalam hal penyuluhan diet, dapat

membantu mencegah perawatan selanjutnya. Timbulnya asites sebagai suatu

komplikasi dari sirosis terkait dengan prognosis yang jelek. Transplantasi hati

harus dipertimbangkan dalam opsi pengobatan untuk pasien-pasien ini.(20)

Rekomendasi:

1. Pasien penderita asites akibat sirosis alkoholik pada kerusakan hatinya

harus berhenti dari mengonsumsi alkohol. (Kelas I, Level B)

2. Pengobatan lini-pertama untuk pasien-pasien penderita sirosis dan asites

terdiri dari pembatasan sodium (88 mmol/hari atau 2000 mg/hari) dan

diuretika (spironolakton oral dengan atau tanpa furosemide oral). (Kelas

IIa, Level A)

3. Pembatasan cairan tidak diperlukan kecuali jika sodium serum kurang dari

120-125 mmol/L. (Kelas III, Level C)

4. Parasentesis abdominal terapeutik awal harus dilakukan pada pasien-

pasien penderita asites masif. Pembatasan sodium dan diuretika oral

kemudian harus dimulai. (Kelas IIa, Level C)

5. Pasien-pasien yang sensitif terhadap diuretika lebih diobati dengan

pembatasan sodium dan diuretika oral dan bukan dengan parasentesis

berulang. (Kelas IIa, Level C)

6. Transplantasi hati harus dipertimbangkan pada pasien penderita sirosis

dengan asites. (Kelas I, Level B)

Page 7: TATALAKSANA ASITES PADA HIPERTENSI PORTALpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/01/Asites-PKB-100321... · 3 sirosis harus mengeksresikan lebih dari 10 mg/gBB/hari. Kreatinin

7

Asites Refrakter

Asites refrakter didefinisikan sebagai kelebihan cairan yang (1) tidak

responsif terhadap diet sodium-terbatas dan pengobatan diuretika dosis-tinggi

(spironolakton 400 mg/hari dan furosemide 160 mg/hari) atau (2) kambuh dengan

cepat sesudah parasentesis terapeutik.(21)

Inhibitor prostaglandin misalnya NSAID

dapat mengurangi ekskresi sodium urin pada pasien-pasien penderita sirosis dan

dapat menginduksi azotemia. Obat-obat ini dapat mengubah pasien dari sensitif

terhadap diuretika menjadi refrakter dan harus dihindari pada keadaan ini.

Kegagalan terapi diuretika dapat dimanifestasikan sebagai (1) minimal sampai

tidak ada penurunan berat badan bersama-sama dengan ekskresi sodium urin yang

tidak adekuat (< 78 mmol/hari) meskipun terdapat diuretika atau (2) timbulnya

komplikasi dari diuretika yang signifikan secara klinik, misalnya ensefalopati,

kreatinin serum > 2,0 mg/dL, sodium serum < 120 mmol/L, atau potasium serum

> 6,0 mmol/L. Uji-klinik yang dirandom telah memperlihatkan bahwa lebih

sedikit dari 10% pasien penderita sirosis dan asites bersifat refrakter terhadap

terapi medis standar. Opsi untuk pasien-pasien yang refrakter terhadap terapi

medis rutin mencakup (1) parasentesis terapeutik serial, (2) transplantasi hati, (3)

TIPS (transjugular intrahepatic portasystemic stent-shunt), (4) peritoneovenous

shunt, dan (5) terapi medis eksperimental.(8)

Parasentesis terapeutik serial efektif dalam mengontrol asites. Ha ini telah

diketahui sejak zaman Yunani kuno. Uji-klinik terkontrol yang memperlihatkan

keamanan pendekatan ini sekarang telah dipublikasi. Bahkan pada pasien-pasien

yang tidak mengalami ekskresi sodium urin, parasentesis yang dilakukan lebih

kurang setiap 2 minggu mengontrol asites.(1)

Frekuensi parasentesis memberikan wawasan mengenai derajat kepatuhan

pasien pada diet. Konsentrasi sodium cairan asites lebih kurang ekuivalen dengan

konsentrasi sodium dalam plasma pada pasien-pasien ini: yaitu 130 mmol/L.

Parasentesis 6-L mengeluarkan 780 mmol sodium (130 mmol/L x 6 L = 780

mmol). Parasentesis 10-L mengeluarkan 1300 mmol. Pasien-pasien yang

mengonsumsi 88 mmol sodium per hari, mengekskresikan lebih kurang 10

mmol/hari pada kehilangan nonurin, dan yang tidak mengekskresikan sodium urin

menahan bersih 78 mmol/hari. Karena itu, parasentesis 6-L mengeluarkan sodium

yang tertahan 10 hari (780 mmol atau 78 mmol/hari) dan parasentesis 10-L

mengangkat sodium yang tertahan lebih kurang 17 hari (1300 mmol atau 78

mmol/hari = 16,7 hari) pada pasien yang tidak mengalami ekskresi sodium urin.

Pasien-pasien yang mengalami beberapa ekskresi sodium urin akan memerlukan

parasentesis bahkan kurang sering. Pasien-pasien yang memerlukan parasentesis

lebih kurang 10-L lebih sering dari setiap 2 minggu jelas tidak mematuhi diet.(1)

Satu persoalan kontroversial mengenai parasentesis terapeutik adalah

persoalan penggantian koloid. Dalam satu penelitian, 105 pasien penderita asites

masif dirandom untuk menerima albumin (10 g/L cairan yang diangkat) versus

tidak menerima albumin, sesudah parasentesis terapeutik. Kelompok yang tidak

menerima albumin mengalami lebih bayak perubahan elektrolit, renin plasma, dan

kreatinin serum yang signifikan secara statistik (meskipun asimtomatik)

dibandingkan dengan kelompok albumin, tetapi tidak ada lagi morbiditas atau

mortalitas klinik.(22)

Meskipun penelitian lain telah membuktikan bahwa

Page 8: TATALAKSANA ASITES PADA HIPERTENSI PORTALpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/01/Asites-PKB-100321... · 3 sirosis harus mengeksresikan lebih dari 10 mg/gBB/hari. Kreatinin

8

subkelompok pasien yang mengalami peningkatan renin plasma sesudah

parasentesis total mengalami penurunan harapan hidup, belum ada penelitian

cukup besar yang memperlihatkan penurunan harapan hidup pada pasien-pasien

yang tidak diberi plasma expander dibandingkan dengan pasien-pasien yang

diberi albumin sesudah parasentesis. Lebih jauh, pengaktifan sistem

vasokonstriktor yang dapat mengikuti parasentesis volume-besar dapat tidak

terkait dengan penuruna volume intravaskuler; juga, infus albumin secara nyata

meningkatkan degradasi albumin, dan albumin sangat mahal. Dalam suatu

penelitian yang dilakukan lebih dari 40 tahun yang lalu, 58% infus albumin

bertanggungjawab untuk peningkatan degradasi, dan 15% peningkatan albumin

serum mengakibatkan 39% peningkatan degradasi.(23)

Sebagai tambahan,

penelitian-penelitian in vitro telah memperlihatkan bahwa peningkatan

konsentrasi albumin pada media kultur sel telah diperlihatkan mengurangi sintesis

albumin.(24)

Suatu tinjauan sistematis pada 79 uji-klinik yang dirandom mengenai

penggunaan albumin dalam banyak keadaan, yang mencakup 10 uji-klinik pada

pasien-pasien penderita asites, tidak membuat pernyataan definitif mengenai

penggunaannya kecuali pada keadaan SBP.(25)

Menimbang harga albumin yang

mahal, penelitian-penelitian di masa datang sebaiknya mencakup analisis biaya

juga.

Meskipun demikian, albumin digunakan sesudah parasentesis terapeutik.

Peneitian-penelitian telah dilakukan dengan memberi 5 g dan 10 g albumin per

liter cairan yang dikeluarkan.(22)

Tidak ada penelitian yang membandingkan dosis.

Albumin diberikan 6-8 g/L cairan yang dikeluarkan. Expander plasma

nonalbumin misalnya dekstran 70 dan bahkan garam telah dianjurkan, juga tanpa

terlihat adanya keuntungan pada survival.(26)

Terlipressin nampak seefektif

albumin dalam mensupresi peningkatan renin plasma pada suatu uji-klinik yang

dirandom.(27)

Sebagian kontroversi mengenai post-parasentesis plasma expander terkait

dengan disain penelitian. Lebih banyak penelitian diperlukan, terutama penelitian-

penelitian yang menargetkan survival sebagai titik-akhir penelitian spesifik pada

pasien-pasien penderita asites yang benar-benar resisten terhadap diuretika.

Parasentesis terapeutik kronis harus diperuntukkan bagi pasien-pasien yang

benar-benar gagal pengobatan diuretika. Beberapa pasien bisa mengambil manfaat

dari infus albumin sesudah parasentesis volume besar. Apa yang diperlukan

adalah faktor-faktor risiko yang memungkinkan identifikasi preparasentesis dari

sebagian kelompok pasien yang berisiko lebih tinggi terjadinya disfungsi sirkulasi

post-parasentesis. Parasentesis serial juga mengurangi protein, dapat

memperburuk malnutrisi, dan mempredisposisi infeksi.(28)

Transplantasi hati harus dipertimbangkan dalam opsi-opsi pengobatan

pasien penderita asites. Begitu pasien menjadi refrakter terhadap terapi rutin

medis, 21% meninggal dalam 6 bulan. Rujukan tidak boleh ditunda pada pasien-

pasien yang mengalami asites refrakter. TIPS merupakan side-to-side postcaval

shunt yang biasanya dilakukan oleh seorang radiolgist dengan anestesia local.

Satu uji-klinik yang dirandom membandingkan TIPS terhadap parasentesis

volume besar memperlihatkan mortalitas yang lebih tinggi pada kelompok TIPS,

Page 9: TATALAKSANA ASITES PADA HIPERTENSI PORTALpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/01/Asites-PKB-100321... · 3 sirosis harus mengeksresikan lebih dari 10 mg/gBB/hari. Kreatinin

9

tapi penelitian ini sangat kecil dan terjadi sangat dini pada pengalaman kami

mengenai teknik yang relatif baru ini. Empat RCT multisenter berskala-besar

yang membandingkan TIPS dengan parasentesis volume besar sekuensial telah

diselesaikan dan dipublikasikan. Semua melaporkan kontrol lebih baik asites

pada kelompok TIPS. Satu melaporkan tidak ada manfaat survival memakai

analisis univariat tapi keuntungan survival yang secara statistik bermanfaat pada

kelompok TIPS memakai analisis multivariat.(29)

Yang lain melaporkan

pencegahan sindroma hepatorenal tapi disertai dengan biaya yang lebih tinggi

pada kelompok TIPS: terdapat tingkat enselofalopati yang sama secara

keseluruhan tapi ensefalopati hepatik yang lebih parah pada kelompok TIPS.(30)

Penelitian lain memperlihatkan tidak ada bermanfaat dengan TIPS, tapi suatu

trend (P=0,058) terjadi ke arah ensefalopati lebih moderat atau parah pada

kelompok TIPS dan tidak ada efek pada kualitas hidup.(31)

Penelitian yang paling

kini dipublikasikan melaporkan keuntungan survival pada kelompok TIPS

dengan angka hospitalisasi yang sama tapi ensefalopati yang lebih berat pada

TIPS. Meta-analisis multipel telah dipublikasikan mengenai uji-uji klinik ini.(32)

Semua penelitian tersebut melaporkan kontrol lebih baik pada asites dan lebih

banyak ensefalopati pada kelompok TIPS. Sayangnya, kekambuhan asites masif

sering merupakan manifestasi ketidakpatuhan pasien daripada oleh asites

refrakter. Meta-analisis terkini, yang menggunakan data2 pasien individual,

melaporkan survival bebas-transplant yang membaik pada TIPS dan peluang

kumulatif yang sama pada timbulnya episode pertama ensefalopati.(32)

Rekomendasi

7. Parasentesis terapeutik serial merupakan opsi pengobatan untuk pasien-

pasien penderita asites refrakter. (Kelas I, Level C)

8. Infus albumin post-parasentesis bisa tidak diperlukan untuk parasentesis

tunggal yang kurang dari 4-5 L (Kelas I, Level C)

9. Untuk parasentesis volume besar, infus albumin 6-8 g/L pada cairan yang

dikeluarkan dapat dipertimbangkan.(Kelas II a, Level C)

10. Rujukan untuk transplantasi hati harus dilakukan pada pasien penderita

asites refrakter (Kelas IIa, Level C)

11. TIPS dapat dipertimbangkan pada pasien-pasien yang diseleksi dengan

tepat yang memenuhi kriteria yang sama dengan yang terdapat pada

kriteria RCT yang telah dipublikasikan (Kelas I, Level A)

12. Peritoneovenous shunt harus dipertimbangkan untuk pasien-pasien

penderita asites refrakter yang bukan kandidat parasentesis, transplant,

atau TIPS. (Kelas IIb, Level A)

DAFTAR PUSTAKA

1. Runyon BA. Ascites and spontaneous bacterial peritonitis. In: Feldman M,

Friedman LS, Brandt LJ, editors. Sleisenger and Fordtran’s Gastrointestinal

and Liver Disease. 8th ed. Philadelphia, PA: Saunders; 2006. p. 1935-64.

Page 10: TATALAKSANA ASITES PADA HIPERTENSI PORTALpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/01/Asites-PKB-100321... · 3 sirosis harus mengeksresikan lebih dari 10 mg/gBB/hari. Kreatinin

10

2. Veldt BJ, Laine F, Guillygomarc'h A, Lauvin L, Boudjema K, Messner M, et

al. Indication of liver transplantation in severe alcoholic liver cirrhosis:

quantitative evaluation and optimal timing. J Hepatol. 2002 Jan;36(1):93-8.

3. Yao FY, Bass NM. Lamivudine treatment in patients with severely

decompensated cirrhosis due to replicating hepatitis B infection. J Hepatol.

2000 Aug;33(2):301-7.

4. Stiehm AJ, Mendler MH, Runyon BA. Detection of diuretic-resistance or

diuretic-sensitivity by the spot urine Na/K ratio in 729 specimens from

cirrhotics with ascites: approximately 90%accuracy as compared to 24-hr

urine Na excretion. [Abstract] HEPATOLOGY 2002;36:222A.

5. Abbasoglu O, Goldstein RM, Vodapally MS, Jennings LW, Levy MF,

Husberg BS, et al. Liver transplantation in hyponatremic patients with

emphasis on central pontine myelinolysis. Clin Transplant. 1998

Jun;12(3):263-9.

6. Runyon BA. Management of adult patients with ascites due to cirrhosis: an

update. Hepatology. 2009 Jun;49(6):2087-107.

7. Sungaila I, Bartle WR, Walker SE, DeAngelis C, Uetrecht J, Pappas C, et al.

Spironolactone pharmacokinetics and pharmacodynamics in patients with

cirrhotic ascites. Gastroenterology. 1992 May;102(5):1680-5.

8. Perez-Ayuso RM, Arroyo V, Planas R, Gaya J, Bory F, Rimola A, et al.

Randomized comparative study of efficacy of furosemide versus

spironolactone in nonazotemic cirrhosis with ascites. Relationship between the

diuretic response and the activity of the renin-aldosterone system.

Gastroenterology. 1983 May;84(5 Pt 1):961-8.

9. Santos J, Planas R, Pardo A, Durandez R, Cabre E, Morillas RM, et al.

Spironolactone alone or in combination with furosemide in the treatment of

moderate ascites in nonazotemic cirrhosis. A randomized comparative study

of efficacy and safety. J Hepatol. 2003 Aug;39(2):187-92.

10. Stanley MM, Ochi S, Lee KK, Nemchausky BA, Greenlee HB, Allen JI, et al.

Peritoneovenous shunting as compared with medical treatment in patients with

alcoholic cirrhosis and massive ascites. Veterans Administration Cooperative

Study on Treatment of Alcoholic Cirrhosis with Ascites. N Engl J Med. 1989

Dec 14;321(24):1632-8.

11. Angeli P, Dalla Pria M, De Bei E, Albino G, Caregaro L, Merkel C, et al.

Randomized clinical study of the efficacy of amiloride and potassium

canrenoate in nonazotemic cirrhotic patients with ascites. Hepatology. 1994

Jan;19(1):72-9.

12. McHutchison JG, Pinto PC, Reynolds TB. Hydrochlorothiazide as a third

diuretic in cirrhosis with refractory ascites

[Abstract] HEPATOLOGY. 1989;10:719.

13. Pitt B, Remme W, Zannad F, Neaton J, Martinez F, Roniker B, et al.

Eplerenone, a selective aldosterone blocker, in patients with left ventricular

dysfunction after myocardial infarction. N Engl J Med. 2003 Apr

3;348(14):1309-21.

Page 11: TATALAKSANA ASITES PADA HIPERTENSI PORTALpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/01/Asites-PKB-100321... · 3 sirosis harus mengeksresikan lebih dari 10 mg/gBB/hari. Kreatinin

11

14. Spahr L, Villeneuve JP, Tran HK, Pomier-Layrargues G. Furosemide-induced

natriuresis as a test to identify cirrhotic patients with refractory ascites.

Hepatology. 2001 Jan;33(1):28-31.

15. Toniutto P, Pirisi M, Fabris C, Apollonio L, Sereti K, Bartoli EG. The

significance of the furosemide test for predicting ascites control by diuretics in

cirrhotics: a comparison with volume expansion and octreotide infusion. Dig

Dis Sci. 2006 Nov;51(11):1992-7.

16. Romanelli RG, La Villa G, Barletta G, Vizzutti F, Lanini F, Arena U, et al.

Long-term albumin infusion improves survival in patients with cirrhosis and

ascites: an unblinded randomized trial. World J Gastroenterol. 2006 Mar

7;12(9):1403-7.

17. Peltekian KM, Wong F, Liu PP, Logan AG, Sherman M, Blendis LM.

Cardiovascular, renal, and neurohumoral responses to single large-volume

paracentesis in patients with cirrhosis and diuretic-resistant ascites. Am J

Gastroenterol. 1997 Mar;92(3):394-9.

18. Tito L, Gines P, Arroyo V, Planas R, Panes J, Rimola A, et al. Total

paracentesis associated with intravenous albumin management of patients with

cirrhosis and ascites. Gastroenterology. 1990 Jan;98(1):146-51.

19. Gines P, Arroyo V, Quintero E, Planas R, Bory F, Cabrera J, et al.

Comparison of paracentesis and diuretics in the treatment of cirrhotics with

tense ascites. Results of a randomized study. Gastroenterology. 1987

Aug;93(2):234-41.

20. Planas R, Montoliu S, Balleste B, Rivera M, Miquel M, Masnou H, et al.

Natural history of patients hospitalized for management of cirrhotic ascites.

Clin Gastroenterol Hepatol. 2006 Nov;4(11):1385-94.

21. Arroyo V, Gines P, Gerbes AL, Dudley FJ, Gentilini P, Laffi G, et al.

Definition and diagnostic criteria of refractory ascites and hepatorenal

syndrome in cirrhosis. International Ascites Club. Hepatology. 1996

Jan;23(1):164-76.

22. Gines P, Tito L, Arroyo V, Planas R, Panes J, Viver J, et al. Randomized

comparative study of therapeutic paracentesis with and without intravenous

albumin in cirrhosis. Gastroenterology. 1988 Jun;94(6):1493-502.

23. Rothschild MA, Oratz M, Evans C, Schreiber SS. Alterations in Albumin

Metabolism after Serum and Albumin Infusions. J Clin Invest. 1964

Oct;43:1874-80.

24. Pietrangelo A, Panduro A, Chowdhury JR, Shafritz DA. Albumin gene

expression is down-regulated by albumin or macromolecule infusion in the

rat. J Clin Invest. 1992 Jun;89(6):1755-60.

25. Haynes GR, Navickis RJ, Wilkes MM. Albumin administration--what is the

evidence of clinical benefit? A systematic review of randomized controlled

trials. Eur J Anaesthesiol. 2003 Oct;20(10):771-93.

26. Gines A, Fernandez-Esparrach G, Monescillo A, Vila C, Domenech E,

Abecasis R, et al. Randomized trial comparing albumin, dextran 70, and

polygeline in cirrhotic patients with ascites treated by paracentesis.

Gastroenterology. 1996 Oct;111(4):1002-10.

Page 12: TATALAKSANA ASITES PADA HIPERTENSI PORTALpustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2016/01/Asites-PKB-100321... · 3 sirosis harus mengeksresikan lebih dari 10 mg/gBB/hari. Kreatinin

12

27. Singh V, Kumar R, Nain CK, Singh B, Sharma AK. Terlipressin versus

albumin in paracentesis-induced circulatory dysfunction in cirrhosis: a

randomized study. J Gastroenterol Hepatol. 2006 Jan;21(1 Pt 2):303-7.

28. Choi CH, Ahn SH, Kim DY, Lee SK, Park JY, Chon CY, et al. Long-term

clinical outcome of large volume paracentesis with intravenous albumin in

patients with spontaneous bacterial peritonitis: a randomized prospective

study. J Gastroenterol Hepatol. 2005 Aug;20(8):1215-22.

29. Rossle M, Ochs A, Gulberg V, Siegerstetter V, Holl J, Deibert P, et al. A

comparison of paracentesis and transjugular intrahepatic portosystemic

shunting in patients with ascites. N Engl J Med. 2000 Jun 8;342(23):1701-7.

30. Gines P, Uriz J, Calahorra B, Garcia-Tsao G, Kamath PS, Del Arbol LR, et al.

Transjugular intrahepatic portosystemic shunting versus paracentesis plus

albumin for refractory ascites in cirrhosis. Gastroenterology. 2002

Dec;123(6):1839-47.

31. Sanyal AJ, Genning C, Reddy KR, Wong F, Kowdley KV, Benner K, et al.

The North American Study for the Treatment of Refractory Ascites.

Gastroenterology. 2003 Mar;124(3):634-41.

32. Salerno F, Camma C, Enea M, Rossle M, Wong F. Transjugular intrahepatic

portosystemic shunt for refractory ascites: a meta-analysis of individual

patient data. Gastroenterology. 2007 Sep;133(3):825-34.