1
11 Senin, 1 April 2019 PERKARA UTANG PIUTANG Selaras Kausa Masuk PKPU Bisnis, JAKARTA — Produsen garmen, PT Selaras Kausa Busana akhirnya masuk dalam belenggu Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), setelah sebelumnya sempat lolos dari permohonan serupa. Yanuarius Viodeogo [email protected] Kali ini, PT Selaras Kausa Busana dimohonkan PKPU oleh PT Vicky Expressindo ke Pengadilan Negeri (PN) Niaga Jakarta Pusat dengan perkara 30/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN Niaga Jkt.Pst pada 8 Februari 2019. Kuasa Hukum Vicky Expressindo, Poltak Sotarduga Tambunan mengata- kan bahwa kliennya terpaksa meng- ajukan permohonan PKPU karena Selaras Kausa Busana memiliki utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih mencapai lebih dari Rp1 miliar. “Ada tagihan piutang Rp1 miliar lebih, sudah kami tagih-tagih [ke Selaras Kausa Busana] tetapi tidak dibayarkan,” kata Poltak saat dihu- bungi Bisnis, belum lama ini. Dalam perjalanan waktu, pengadilan kemudian mengabulkan permohon- an Vicky Expressindo pada 6 Maret 2019 karena Selaras Kausa Busana terbukti memiliki utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih. Pengadilan telah menunjuk pengu- rus PKPU Selaras Kausa Busana untuk PKPU Sementara yaitu Alberto Siregar, Sexio Yuni Noor Sidqi, dan Peber E. W. Silalahi. Terhadap putusan tersebut, Kuasa Hukum Selaras Kausa Busana Anggi Putra Kusuma menyatakan, keberat- an dengan putusan tersebut karena pihaknya masih memiliki niat dan iktikad baik untuk menyelesaikan pembayaran kepada kreditur Vicky Expressindo. “Kami keberatan sebenarnya atas putusan itu dan kami telah mena- warkan pernyataan di dalam jawab- an, ada termin-termin pembayaran ke pemohon dan untuk keringanan supaya meminta mereka mencabut gugatan, tetapi mereka [pemohon] menolak karena utang sudah terlalu lama,” kata Anggi. Dia mengutarakan bahwa setelah kliennya diputuskan masuk PKPU Sementara, pihaknya akan menyi- apkan proposal perdamaian dalam rapat kreditur nanti. RAPAT KREDITUR Dihubungi terpisah, Sexio menga- takan bahwa perwakilan pengurus telah menyusun agenda rapat kreditur setelah perusahaan dinyatakan PKPU Sementara. Selain itu, kata Sexio, perwakilan pengurus juga telah bertemu dengan Selaras Kausa Busana di Cikarang Barat, Bekasi. “Kondisi perusahaan [manajemen] masih baik, tetapi operasional peru- sahaan sudah tidak jalan lagi karena para karyawan tidak digaji semenjak Agustus 2018 lalu, sehingga segala aktivitas karyawan tidak berjalan normal,” kata Sexio. Dia menyebutkan, informasi se- mentara ada sekitar 3.000 karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut, yang terdiri dari 2.000 orang adalah karyawan tetap dan 1.000 orang la- innya karyawan kontrak. Dengan banyaknya jumlah karya- wan tersebut, katanya, pengadilan akan memberikan kesempatan un- tuk perpanjangan waktu pendaftaran tagihan. “Kami berencana juga untuk ber- temu PT Bank KEB Hana Indonesia [kreditur separatis] dan sejumlah peng- usaha dari Korea Selatan yang mem- punyai bisnis di Indonesia. Mungkin mereka tertarik untuk mengambil alih perusahaan atau kalau perusahaan ini terjual, ada yang membelinya,” ujarnya. Selain itu, imbuhnya, pengurus juga telah bertemu dengan Menteri Tenaga Kerja, Kedutaan Korea Selatan untuk Indonesia, dan Kamar Dagang Korea Selatan atau Korean Chamber of Commerce (Kocham) untuk ber- diskusi tentang gaji tertunggak buruh perusahaan tersebut. “Dari pertemuan itu ada informasi untuk membayar gaji tertunggak para buruh, tetapi nanti informasi lebih lanjut, dibahas dalam rapat kreditur bersama para debitur, dan kreditur,” kata Sexio. Perkembangan lainnya, kata dia, pihak debitur juga sudah menyerah- kan pembukuan keuangan kepada pengurus sebagai bahan pembahasan rapat kreditur PKPU Selaras Kausa Busana. Selaras Kausa Busana sebelumnya sempat lolos dari permohonan serupa yang diajukan oleh PT Dong Ju Raya Indonesia, perusahaan pembuatan karton boks. Permohonan PKPU itu terpaksa diajukan oleh Dong Ju Raya Indo- nesia ke pengadilan dengan perkara No. 13/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN Niaga Jkt.Pst pada 11 Januari 2019 karena utangnya senilai Rp66 juta belum dilunasi oleh Selaras Kausa Busana. Dong Ju Raya Indonesia dalam memohonkan PKPU tidak sendiri. Perusahaan yang berlokasi di ka- wasan industri, Mm2100 Blok Mm 3-2 Desa Jatiwangi, Cikarang Barat, Bekasi tersebut menggandeng PT Obor Setia Indah, produsen jarum mesin dan rajut sebagai syarat kreditur lain dalam permohonan PKPU. Namun, dalam perjalanan waktu permohonan PKPU dari Dong Ju Raya Indonesia dan Obor Setia In- dah tersebut kandas di pengadilan, setelah majelis hakim dalam putus- annya menolak permohonan kedua perusahaan, pada sidang putusan 8 Februari 2019 lalu. Memperkuat Industri Perbankan Syariah (Sambungan dari Hal. 1) Ini patut disyukuri dan kita berharap proporsi ini akan terus meningkat seiring dengan besarnya peluang bisnis syariah yang masih belum tergarap dengan baik. Dengan situasi dan kondisi saat ini, paling tidak ada tiga hal yang perlu dilakukan untuk memperkuat pertumbuhan industri perbankan syariah. Pertama, memperkuat literasi masyarakat terhadap keuangan dan perbankan syariah. Ini sangat fundamental karena peningkatan literasi ini diharapkan dapat mendorong peningkatan partisipasi publik dalam memanfaatkan produk dan layanan perbankan syariah. Berdasarkan survei nasional Otoritas Jasa Keuangan pada 2016, diketahui bahwa indeks literasi keuangan syariah baru mencapai angka 8,11%, jauh di bawah indeks literasi keuangan nasional yang mencapai angka 29,66%. Sementara itu, indeks literasi perbankan syariah mencapai angka 6,63%, jauh dibandingkan dengan indeks literasi perbankan nasional yang mencapai angka 28,94%. Ini mengindikasikan bahwa pemahaman masyarakat terhadap konsep dan praktik perbankan syariah masih perlu ditingkatkan. Oleh karena itu, di antara strategi yang harus dikembangkan adalah melakukan kampanye dan sosialisasi secara masif agar edukasi publik bisa berjalan dengan baik dan efektif. Selain itu, yang perlu dilakukan oleh industri perbankan syariah adalah menampilkan value proposition yang membedakannya dengan perbankan konvensional. Hal ini sangat penting agar publik bisa membedakan “nilai” bank syariah dengan bank konvensional, serta merasakan bahwa perbedaan tersebut memberikan manfaat lebih. PENGEMBANGAN SDM Kedua, memperkuat kelembagaan dan sumber daya manusia (SDM) perbankan syariah. Ini sangat penting karena penguatan kelembagaan dan SDM ini merupakan variabel mendasar yang memengaruhi daya saing perbankan syariah terhadap perbankan konvensional. Di antara aspek kelembagaan yang perlu diperkuat adalah modal inti bank syariah dan kapasitas teknologi dan layanan perbankan syariah. Pada sisi modal inti, hingga saat ini baru ada satu bank syariah yang masuk dalam kategori bank Buku III yang memiliki modal inti mulai Rp 5 triliun hingga Rp 30 triliun. Sisanya masih berada pada Buku I dan Buku II. Untuk itu, diperlukan adanya strategi yang komprehensif dalam memperkuat modal inti bank syariah. Hal ini bisa dilakukan dengan menyuntikkan dana pemerintah pada bank-bank umum syariah anak BUMN dan dana bank induk swasta pada anaknya yang syariah, melakukan merger antarbank syariah, atau melalui penerbitan sukuk serta penerbitan saham baru di bursa. Sementara itu, pada sisi teknologi, diperlukan adanya penguatan investasi teknologi agar perbankan syariah bisa semakin bersaing dengan perbankan konvensional serta bisa memberikan kemudahan kepada para nasabah. Kendati ada bank syariah yang sudah sangat baik pada sisi teknologi internet and mobile banking, secara umum masih perlu ditingkatkan. Selain itu, di era persaingan yang semakin ketat ini, kolaborasi dengan institusi lain menjadi sangat penting, di antaranya adalah kolaborasi dengan perusahaan fintech syariah, dengan mengembangkan model bisnis yang menguntungkan keduanya. Adapun, dari sisi SDM, perlu diperkuat kapasitas dan kualitas SDM yang dimiliki perbankan syariah. Mereka harus memahami dengan baik setiap transaksi dan akad dalam keuangan syariah sehingga tidak salah dalam menjelaskan kepada nasabah. Penulis sendiri pernah memiliki pengalaman dengan pegawai salah satu bank syariah yang kurang tepat dalam menjelaskan konsep bagi hasil dalam deposito yang berbasis akad mudharabah. Dia menjelaskan bagi hasil dengan langsung memberikan equivalent rate-nya dengan suku bunga. Padahal, jika ingin menjelaskan dengan menggunakan nilai ekuivalen bunganya, maka harus dijelaskan bahwa equivalent rate yang dimaksud adalah bunga pada periode bulan sebelumnya. Adapun, nilai riil bagi hasil pada masa depan masih belum pasti karena yang pasti itu adalah nisbah bagi hasilnya. Jadi ada kemungkinan nilai bagi hasilnya di atas, sama dengan, atau di bawah suku bunga, bergantung pada keuntungan bisnis yang diperoleh bank syariah. Ketiga, yang diperlukan untuk memperkuat perbankan syariah adalah dukungan regulasi. Sebagai contoh, OJK harus berani mengakomodasi karakteristik akad perbankan syariah yang berbasis sektor riil dan menerapkannya pada kebijakan OJK seperti kebijakan mengenai kolektibilitas. Mestinya aturan kolektibilitas bank syariah beda dengan bank konvensional. Bagaimana mungkin bank syariah akan bisa mengembangkan skema murabahah yarnen (bayar setelah panen) pada pembiayaan sektor pertanian dengan aturan kolektibilitas seperti sekarang. Padahal sangat dimungkinkan pelunasan kewajiban pembiayaan murabahah dilakukan petani pasca panen, tidak harus pada bulan pertama setelah penandatanganan akad. Di samping itu, diperlukan adanya keberpihakan lebih kuat dari pemerintah kepada bank syariah, misalnya dengan mewajibkan seluruh perguruan tinggi Islam negeri untuk menggunakan jasa dan layanan perbankan syariah dan bukan menyerahkan pada kebijakan masing- masing pimpinan perguruan tinggi tersebut. Keberpihakan lainnya adalah dengan menaikkan status beberapa bank syariah menjadi bank operasional satu (BO 1) dari bank BO 2 sehingga bisa ikut mengelola dana APBN selain gaji ASN. Selain itu, bisa juga dengan mewajibkan BUMN dan BUMD untuk menempatkan sebagian atau seluruh dananya pada perbankan syariah. Insya Allah jika ketiga hal di atas dilakukan, maka industri perbankan syariah nasional akan semakin kuat. Wallahu a’lam. TARIF TELEKOMUNIKASI Dasar Hukum Kominfo Disoal Bisnis, JAKARTA — Komisi Pengawas Persaingan Usaha mempertanyakan dasar hukum Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam penetapan tarif penyelenggara jasa telekomunikasi. Untuk itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan meminta klarifikasi kepada Menteri Komunikasi dan Informatika. Menurut Guntur Saragih, Juru Bicara KPPU, penetapan tarif penyelenggara jasa telekomunikasi itu berpotensi melanggar Undang-Undang (UU) No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. “Kami akan tanya Menteri Komunikasi dan In- formatika, apa dasar hukumnya menetapkan tarif. Apakah kementerian teknis punya dasar hukum yang kuat untuk mengontrol pricing,” ujarnya, belum lama ini. Langkah klarifikasi yang dilakukan oleh KPPU, menurutnya, merupakan amanah UU No. 5/1999 yang mewajibkan komisi untuk melakukan advokasi kebijakan terhadap pemerintah. Menurutnya, jika kontrol terhadap harga itu memiliki dasar hukum berupa UU, maka hal tersebut dapat dilakukan. Sebagai contoh, penetapan tarif dasar listrik yang dijalankan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN), merupakan amanah UU. Akan tetapi, lanjutnya, jika tidak diatur dalam UU, maka aturan turunan berupa peraturan menteri se- mestinya tidak mengatur tentang tarif. Pada dasarnya, kata dia, harga merupakan bagian dari persaingan usaha dan sah-sah saja dijalankan oleh pelaku usaha, kecuali pengaturan harga tersebut merupakan bentuk kehadiran negara berupa aksi afirmasi. “Tapi, apakah dalam tarif penyelenggara teleko- munikasi ini, negara harus hadir?” tanya dia. Selain mengenai penetapan tarif, KPPU juga se- belumnya mengkritisi kewenangan penetapan status terjadinya suatu predatory pricing dalam bisnis te- lekomunikasi. Penetapan itu dilakukan oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Menurut Guntur, sesuai dengan amanah UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, KPPU merupakan satu-satunya lembaga yang diberi wewenang untuk mengawasi persaingan usaha, termasuk menyemprit pelaku usaha yang melakukan predatory pricing. Akan tetapi, dalam rancangan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Tata Cara Pe- netapan Tarif Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) mendapatkan mandat untuk melakukan pengawasan dan menerima laporan terhadap perilaku jual rugi atau below cost pricing. Pada lampiran rancangan aturan itu, BRTI me- nerima laporan atas penerapan besaran tarif dari penyelenggara telekomunikasi lain yang mengganggu keberlangsungan layanannya. Pengaduan dimaksud yaitu laporan terhadap perilaku yang mengarah pada kegiatan predatory pricing dan perilaku yang melanggar etika periklanan. (M.G. Noviarizal Fernandez) Pengadilan mengabul- kan permohonan Vicky Expressindo pada 6 Maret 2019 karena Selaras Kausa Busana terbukti memiliki utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih. Sempat lolos dari permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, PT Selaras Kausa Busana terpaksa harus berbesar hati dengan putusan Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat yang akhirnya menerima permohonan PT Vicky Expressindo. Dengan demikian, produsen garmen itu harus merestrukturisasi utang-utangnya di bawah pengawasan pengadilan. Pemohon : PT Vicky Expressindo No. perkara : 30/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN Niaga Jkt.Pst Tanggal permohonan : 8 Februari 2019 Total tagihan : Rp1 miliar Putusan pengadilan : Disetujui 6 Maret 2019 Pemohon : PT Dong Ju Raya Indonesia No. perkara : 13/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN Niaga Jkt.Pst Tanggal permohonan : 11 Januari 2019 Total tagihan : Rp66 juta Putusan pengadilan : Ditolak 8 Februari 2019 Sumber: PN Jakarta Pusat, diolah Bisnis/Petricia Cahya Pratiwi Perjalanan Perjalanan PKPU PKPU Perjalanan PKPU Bisnis/Husin Parapat HUKUM BISNIS

TARIF TELEKOMUNIKASI PERKARA UTANG PIUTANG Kominfo … · internet and mobile banking, secara umum masih perlu ditingkatkan. Selain itu, di era persaingan yang ... skema murabahah

  • Upload
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: TARIF TELEKOMUNIKASI PERKARA UTANG PIUTANG Kominfo … · internet and mobile banking, secara umum masih perlu ditingkatkan. Selain itu, di era persaingan yang ... skema murabahah

11 Senin, 1 April 2019

�PERKARA UTANG PIUTANG

Selaras Kausa Masuk PKPUBisnis, JAKARTA —

Produsen garmen, PT Selaras Kausa Busana akhirnya masuk dalam belenggu Penundaan

Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), setelah sebelumnya sempat

lolos dari permohonan serupa.

Yanuarius [email protected]

Kali ini, PT Selaras Kausa Busana dimohonkan PKPU oleh PT Vicky Expressindo ke Pengadilan Negeri (PN) Niaga Jakarta Pusat dengan perkara 30/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN Niaga Jkt.Pst pada 8 Februari 2019.

Kuasa Hukum Vicky Expressindo, Poltak Sotarduga Tambunan mengata-kan bahwa kliennya terpaksa meng-ajukan permohonan PKPU karena Selaras Kausa Busana memiliki utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih mencapai lebih dari Rp1 miliar.

“Ada tagihan piutang Rp1 miliar lebih, sudah kami tagih-tagih [ke Selaras Kausa Busana] tetapi tidak dibayarkan,” kata Poltak saat dihu-bungi Bisnis, belum lama ini.

Dalam perjalanan waktu, pengadilan kemudian mengabulkan permohon-an Vicky Expressindo pada 6 Maret 2019 karena Selaras Kausa Busana terbukti memiliki utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih.

Pengadilan telah menunjuk pengu-rus PKPU Selaras Kausa Busana untuk PKPU Sementara yaitu Alberto Siregar,

Sexio Yuni Noor Sidqi, dan Peber E. W. Silalahi.

Terhadap putusan tersebut, Kuasa Hukum Selaras Kausa Busana Anggi Putra Kusuma menyatakan, keberat-an dengan putusan tersebut karena pihaknya masih memiliki niat dan iktikad baik untuk menyelesaikan pembayaran kepada kreditur Vicky Expressindo.

“Kami keberatan sebenarnya atas putusan itu dan kami telah mena-warkan pernyataan di dalam jawab-an, ada termin-termin pembayaran ke pemohon dan untuk keringanan supaya meminta mereka mencabut gugatan, tetapi mereka [pemohon] menolak karena utang sudah terlalu lama,” kata Anggi.

Dia mengutarakan bahwa setelah kliennya diputuskan masuk PKPU Sementara, pihaknya akan menyi-apkan proposal perdamaian dalam rapat kreditur nanti.

RAPAT KREDITURDihubungi terpisah, Sexio menga-

takan bahwa perwakilan pengurus telah menyusun agenda rapat kreditur setelah perusahaan dinyatakan PKPU Sementara.

Selain itu, kata Sexio, perwakilan pengurus juga telah bertemu dengan Selaras Kausa Busana di Cikarang Barat, Bekasi.

“Kondisi perusahaan [manajemen] masih baik, tetapi operasional peru-

sahaan sudah tidak jalan lagi karena para karyawan tidak digaji semenjak Agustus 2018 lalu, sehingga segala aktivitas karyawan tidak berjalan normal,” kata Sexio.

Dia menyebutkan, informasi se-mentara ada sekitar 3.000 karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut, yang terdiri dari 2.000 orang adalah karyawan tetap dan 1.000 orang la-innya karyawan kontrak.

Dengan banyaknya jumlah karya-wan tersebut, katanya, pengadilan akan memberikan kesempatan un-tuk perpanjangan waktu pendaftaran tagihan.

“Kami berencana juga untuk ber-temu PT Bank KEB Hana Indonesia [kreditur separatis] dan sejumlah peng-usaha dari Korea Selatan yang mem-punyai bisnis di Indonesia. Mungkin mereka tertarik untuk mengambil alih perusahaan atau kalau perusahaan ini terjual, ada yang membelinya,” ujarnya.

Selain itu, imbuhnya, pengurus juga telah bertemu dengan Menteri Tenaga Kerja, Kedutaan Korea Selatan untuk Indonesia, dan Kamar Dagang Korea Selatan atau Korean Chamber of Commerce (Kocham) untuk ber-diskusi tentang gaji tertunggak buruh perusahaan tersebut.

“Dari pertemuan itu ada informasi untuk membayar gaji tertunggak para buruh, tetapi nanti informasi lebih lanjut, dibahas dalam rapat kreditur

bersama para debitur, dan kreditur,” kata Sexio.

Perkembangan lainnya, kata dia, pihak debitur juga sudah menyerah-kan pembukuan keuangan kepada pengurus sebagai bahan pembahasan rapat kreditur PKPU Selaras Kausa Busana.

Selaras Kausa Busana sebelumnya sempat lolos dari permohonan serupa yang diajukan oleh PT Dong Ju Raya Indonesia, perusahaan pembuatan karton boks.

Permohonan PKPU itu terpaksa diajukan oleh Dong Ju Raya Indo-nesia ke pengadilan dengan perkara No. 13/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN Niaga Jkt.Pst pada 11 Januari 2019 karena utangnya senilai Rp66 juta belum dilunasi oleh Selaras Kausa Busana.

Dong Ju Raya Indonesia dalam memohonkan PKPU tidak sendiri. Perusahaan yang berlokasi di ka-wasan industri, Mm2100 Blok Mm 3-2 Desa Jatiwangi, Cikarang Barat, Bekasi tersebut menggandeng PT Obor Setia Indah, produsen jarum mesin dan rajut sebagai syarat kreditur lain dalam permohonan PKPU.

Namun, dalam perjalanan waktu permohonan PKPU dari Dong Ju Raya Indonesia dan Obor Setia In-dah tersebut kandas di pengadilan, setelah majelis hakim dalam putus-annya menolak permohonan kedua perusahaan, pada sidang putusan 8 Februari 2019 lalu.

Memperkuat Industri Perbankan Syariah (Sambungan dari Hal. 1)

Ini patut disyukuri dan kita berharap proporsi ini akan terus meningkat seiring dengan besarnya peluang bisnis syariah yang masih belum tergarap dengan baik.

Dengan situasi dan kondisi saat ini, paling tidak ada tiga hal yang perlu dilakukan untuk memperkuat pertumbuhan industri perbankan syariah.

Pertama, memperkuat literasi masyarakat terhadap keuangan dan perbankan syariah. Ini sangat fundamental karena peningkatan literasi ini diharapkan dapat mendorong peningkatan partisipasi publik dalam memanfaatkan produk dan layanan perbankan syariah.

Berdasarkan survei nasional Otoritas Jasa Keuangan pada 2016, diketahui bahwa indeks literasi keuangan syariah baru mencapai angka 8,11%, jauh di bawah indeks literasi keuangan nasional yang mencapai angka 29,66%.

Sementara itu, indeks literasi perbankan syariah mencapai angka 6,63%, jauh dibandingkan dengan indeks literasi perbankan nasional yang mencapai angka 28,94%.

Ini mengindikasikan bahwa pemahaman masyarakat terhadap konsep dan praktik perbankan syariah masih perlu ditingkatkan. Oleh karena itu, di antara strategi yang harus dikembangkan adalah melakukan kampanye dan sosialisasi secara masif agar edukasi publik bisa berjalan dengan baik dan efektif.

Selain itu, yang perlu dilakukan oleh industri perbankan syariah adalah menampilkan value proposition yang membedakannya dengan perbankan konvensional.

Hal ini sangat penting agar publik bisa membedakan “nilai” bank syariah dengan bank konvensional, serta merasakan bahwa perbedaan tersebut memberikan manfaat lebih.

PENGEMBANGAN SDMKedua, memperkuat kelembagaan

dan sumber daya manusia (SDM) perbankan syariah. Ini sangat penting karena penguatan kelembagaan dan SDM ini merupakan variabel mendasar yang memengaruhi daya saing perbankan syariah terhadap perbankan konvensional.

Di antara aspek kelembagaan yang perlu diperkuat adalah modal inti bank syariah dan kapasitas teknologi dan layanan perbankan syariah. Pada sisi modal inti, hingga saat ini baru ada satu bank syariah yang masuk

dalam kategori bank Buku III yang memiliki modal inti mulai Rp 5 triliun hingga Rp 30 triliun. Sisanya masih berada pada Buku I dan Buku II.

Untuk itu, diperlukan adanya strategi yang komprehensif dalam memperkuat modal inti bank syariah. Hal ini bisa dilakukan dengan menyuntikkan dana pemerintah pada bank-bank umum syariah anak BUMN dan dana bank induk swasta pada anaknya yang syariah, melakukan merger antarbank syariah, atau melalui penerbitan sukuk serta penerbitan saham baru di bursa.

Sementara itu, pada sisi teknologi, diperlukan adanya penguatan investasi teknologi agar perbankan syariah bisa semakin bersaing dengan perbankan konvensional serta bisa memberikan kemudahan kepada para nasabah.

Kendati ada bank syariah yang sudah sangat baik pada sisi teknologi internet and mobile banking, secara umum masih perlu ditingkatkan. Selain itu, di era persaingan yang semakin ketat ini, kolaborasi dengan institusi lain menjadi sangat penting, di antaranya adalah kolaborasi dengan perusahaan fintech syariah, dengan mengembangkan model bisnis yang menguntungkan keduanya.

Adapun, dari sisi SDM, perlu diperkuat kapasitas dan kualitas SDM yang dimiliki perbankan syariah. Mereka harus memahami dengan baik setiap transaksi dan akad dalam keuangan syariah sehingga tidak salah dalam menjelaskan kepada nasabah.

Penulis sendiri pernah memiliki pengalaman dengan pegawai salah satu bank syariah yang kurang tepat dalam menjelaskan konsep bagi hasil dalam deposito yang berbasis akad

mudharabah. Dia menjelaskan bagi hasil dengan

langsung memberikan equivalent rate-nya dengan suku bunga. Padahal, jika ingin menjelaskan dengan menggunakan nilai ekuivalen bunganya, maka harus dijelaskan bahwa equivalent rate yang dimaksud adalah bunga pada periode bulan sebelumnya.

Adapun, nilai riil bagi hasil pada masa depan masih belum pasti karena yang pasti itu adalah nisbah bagi hasilnya. Jadi ada kemungkinan nilai bagi hasilnya di atas, sama dengan, atau di bawah suku bunga, bergantung pada keuntungan bisnis yang diperoleh bank syariah.

Ketiga, yang diperlukan untuk memperkuat perbankan syariah adalah dukungan regulasi. Sebagai

contoh, OJK harus berani mengakomodasi karakteristik

akad perbankan syariah yang berbasis sektor riil dan menerapkannya

pada kebijakan OJK seperti kebijakan mengenai

kolektibilitas. Mestinya aturan

kolektibilitas bank syariah beda dengan bank konvensional. Bagaimana mungkin bank syariah akan bisa mengembangkan

skema murabahah yarnen (bayar

setelah panen) pada pembiayaan sektor

pertanian dengan aturan kolektibilitas seperti

sekarang. Padahal sangat dimungkinkan pelunasan kewajiban pembiayaan

murabahah dilakukan petani pasca panen, tidak harus pada bulan pertama setelah penandatanganan akad.

Di samping itu, diperlukan adanya keberpihakan lebih kuat dari pemerintah kepada bank syariah, misalnya dengan mewajibkan seluruh perguruan tinggi Islam negeri untuk menggunakan jasa dan layanan perbankan syariah dan bukan menyerahkan pada kebijakan masing-masing pimpinan perguruan tinggi tersebut.

Keberpihakan lainnya adalah dengan menaikkan status beberapa bank syariah menjadi bank operasional satu (BO 1) dari bank BO 2 sehingga bisa ikut mengelola dana APBN selain gaji ASN.

Selain itu, bisa juga dengan mewajibkan BUMN dan BUMD untuk menempatkan sebagian atau seluruh dananya pada perbankan syariah. Insya Allah jika ketiga hal di atas dilakukan, maka industri perbankan syariah nasional akan semakin kuat. Wallahu a’lam.

�TARIF TELEKOMUNIKASI

Dasar Hukum Kominfo Disoal

Bisnis, JAKARTA — Komisi Pengawas Persaingan Usaha mempertanyakan dasar hukum Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam penetapan tarif penyelenggara jasa telekomunikasi.

Untuk itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan meminta klarifi kasi kepada Menteri Komunikasi dan Informatika.

Menurut Guntur Saragih, Juru Bicara KPPU, penetapan tarif penyelenggara jasa telekomunikasi itu berpotensi melanggar Undang-Undang (UU) No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

“Kami akan tanya Menteri Komunikasi dan In-formatika, apa dasar hukumnya menetapkan tarif. Apakah kementerian teknis punya dasar hukum yang kuat untuk mengontrol pricing,” ujarnya, belum lama ini.

Langkah klarifi kasi yang dilakukan oleh KPPU, menurutnya, merupakan amanah UU No. 5/1999 yang mewajibkan komisi untuk melakukan advokasi kebijakan terhadap pemerintah. Menurutnya, jika kontrol terhadap harga itu memiliki dasar hukum berupa UU, maka hal tersebut dapat dilakukan. Sebagai contoh, penetapan tarif dasar listrik yang dijalankan oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN), merupakan amanah UU.

Akan tetapi, lanjutnya, jika tidak diatur dalam UU, maka aturan turunan berupa peraturan menteri se-mestinya tidak mengatur tentang tarif. Pada dasarnya, kata dia, harga merupakan bagian dari persaingan usaha dan sah-sah saja dijalankan oleh pelaku usaha, kecuali pengaturan harga tersebut merupakan bentuk kehadiran negara berupa aksi afi rmasi.

“Tapi, apakah dalam tarif penyelenggara teleko-munikasi ini, negara harus hadir?” tanya dia.

Selain mengenai penetapan tarif, KPPU juga se-belumnya mengkritisi kewenangan penetapan status terjadinya suatu predatory pricing dalam bisnis te-lekomunikasi. Penetapan itu dilakukan oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI).

Menurut Guntur, sesuai dengan amanah UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, KPPU merupakan satu-satunya lembaga yang diberi wewenang untuk mengawasi persaingan usaha, termasuk menyemprit pelaku usaha yang melakukan predatory pricing.

Akan tetapi, dalam rancangan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Tata Cara Pe-netapan Tarif Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi, Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) mendapatkan mandat untuk melakukan pengawasan dan menerima laporan terhadap perilaku jual rugi atau below cost pricing.

Pada lampiran rancangan aturan itu, BRTI me-nerima laporan atas penerapan besaran tarif dari penyelenggara telekomunikasi lain yang mengganggu keberlangsungan layanannya. Pengaduan dimaksud yaitu laporan terhadap perilaku yang mengarah pada kegiatan predatory pricing dan perilaku yang melanggar etika periklanan. (M.G. Noviarizal Fernandez)

�Pengadilan mengabul-kan permohonan Vicky Expressindo pada 6 Maret 2019 karena Selaras Kausa Busana terbukti memiliki utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih.

Sempat lolos dari permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, PT Selaras Kausa Busana terpaksa harus berbesar hati dengan putusan Pengadilan Negeri Niaga Jakarta Pusat yang akhirnya menerima permohonan PT Vicky Expressindo.

Dengan demikian, produsen garmen itu harus merestrukturisasi utang-utangnya di bawah pengawasan pengadilan.

Pemohon : PT Vicky Expressindo

No. perkara : 30/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN Niaga Jkt.Pst

Tanggal permohonan : 8 Februari 2019

Total tagihan : Rp1 miliar

Putusan pengadilan : Disetujui 6 Maret 2019

Pemohon : PT Dong Ju Raya Indonesia

No. perkara : 13/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN Niaga Jkt.Pst

Tanggal permohonan : 11 Januari 2019

Total tagihan : Rp66 juta

Putusan pengadilan : Ditolak 8 Februari 2019

Sumber: PN Jakarta Pusat, diolah Bisnis/Petricia Cahya Pratiwi

PerjalananPerjalananPKPUPKPU

PerjalananPKPU

Bisnis/Husin Parapat

H U K U M B I S N I S