57

Tantangan Berinovasi Desentralisasi

  • Upload
    others

  • View
    19

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tantangan Berinovasi Desentralisasi
Page 2: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

Tantangan Berinovasidalam Era

Desentralisasi

Belajar dari Lima Daerah

Page 3: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

YAYASAN AKATIGA Jl. Tubagus Ismail II No. 2Bandung 40134 Jawa BaratTelp. 62-22-2502304Fax. 62-22-2535824Email: [email protected]: www.akatiga.org

Publikasi ini dihasilkan dengan dukungan dana dari Uni Eropa. Isi dari publikasi ini merupakan tanggung jawab Yayasan AKATIGA sepenuhnya dan tidak mencerminkan pandangan dari Uni Eropa.

Page 4: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

1

Kata Pengantar

Kebijakan desentralisasi yang sudah berjalan 13 tahun terakhir telah memberikan peluang dan tantangan tersendiri bagi para kepala daerah (walikota dan bupati). Salah satu tantangan serius adalah bagaimana menggunakan anggaran yang tidak terlalu besar untuk mengurangi kemiskinan. Tantangan lainnya adalah bagaimana pemerintah menyediakan pelayanan bagi rakyat kebanyakan secara memadai.

Adapun bagi para kepala daerah terkait jabatan politiknya yang dipilih langsung warga, mereka juga ditantang mampu merangkul semua pemangku kepentingan daerah. Tantangan ini bobotnya kini lebih besar dibanding dengan pada masa lalu ketika pimpinan daerah diangkat pemerintah pusat.

Nyatanya, tantangan-tantangan itu dapat dijawab dengan baik oleh sebagian kepala daerah.Pada masa ini, terdapat contoh-contoh sukses dari beberapa kawasan terkait upayanya mengembangkan inisiatif memperbaiki layanan dasar.Tak hanya itu, daerah-daerah sukses itu juga mampu meningkatkan pengembangan ekonomi lokal yang berpihak pada kelompok miskin.

Publikasi ini secara khusus ingin menampilkan detil-detil inovasi yang dilakukan di beberapa daerah sukses tersebut .Ada lima daerah yang diangkat, yakni Kota Surakarta, Kabupaten Kebumen, Kota Banda Aceh, Kota Parepare, dan Kabupaten Lombok Utara. Dalam mencapai keberhasilan itu, tentu saja setiap daerah memiliki keunikan masing-masing, selain kesamaannya.

Untuk mengkomunikasikan proses dan pencapaiannya, kelima daerah tersebut telah berpartisipasi dalam “Dialog Kepala Daerah: Berinovasi di Era Desentralisasi”, yang diselenggarakan Yayasan AKATIGA bekerjasama dengan Uni Eropa, tanggal 31 Oktober 2012, di Jakarta. Acara

Page 5: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

2

ini merupakan bagian dari kegiatan AKATIGA bersama Uni Eropa bertajuk “Promoting Meaningful Participation for Poverty Reduction: Developing and Institutionalization of Participation and Monitoring-Evaluation System in Kebumen and Surakarta”

Dukungan terhadap daerah-daerah yang inovatif itu perlu terus didorong. Bentuknya bisa berupa penelitian, ujicoba, dan publikasi terhadap inovasi.Memang telah terdapat berbagai penghargaan bagi kepala daerah yang berprestasi, salah satunya adalah Otonomi Award.Selain itu ada pula apresiasi berdasar pengukuran-pengukuran kinerja daerah (seperti KPPOD).Dan, melalui forum dialog serta publikasi, AKATIGA ingin memfasilitasi ruang bagi kepala daerah itu untuk saling berbagi dan belajar dari pengalaman rekan-rekanya.

AKATIGA sebagai sebuah lembaga independen juga ingin berkontribusi dalam memfasilitasi inisiatif daerah-daerah dengan inovasi reform tersebut. Tujuanya adalah menjadikan inovasi mereka lebih tajam dan mendalam. Inisiatif yang dimaksud itu, antara lain, dalam hal perencanaan, penganggaran yang efektif, dan pengembangan ekonomi kecil

AKATIGA mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Uni Eropa atas dukungan finansial dalam melaksanaan kegiatan ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada kelima daerah yang telah berpartisipasi di daalam Dialog Kepala Daerah tersebut. Semoga publikasi ini membawa manfaat.

Bandung, November 2012

Page 6: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

3

DAFTAR SINGKATAN 52

Daftar Isi

KATA PENGANTAR 1

DAFTAR ISI 3

DAERAH MEMBANGUN, DAERAH BERINOVASI

Mendorong sinergi daerah inovatif untuk Indonesia 4

Pemilihan daerah 5

Ciri daerah yang inovatif: prioritas yang tegas, pelibatan banyak pihak, pimpinan turun langsung

7

Membangun Keberlanjutan dengan Membangun Gerakan

9

KOTA SURAKARTA:Berpihak Kepada Rakyat Kecil Tanpa Mengorbankan Anggaran

11

KABUPATEN KEBUMEN: Menciptakan Gerakan untuk Membangun Desa dan Mengurangi Kemiskinan

23

KOTA BANDA ACEH: Menghilangkan Diskriminasi Dalam Perencanaan

33

KOTA PAREPARE: Mengurangi Dominasi Perencanaan ‘Top Down’

39

KABUPATEN LOMBOK UTARA: Memprioritaskan Kesehatan Bagi Rakyat Miskin Di Kabupaten Baru

45

Page 7: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

4

Daerah Membangun, Daerah Berinovasi

MenDorong sInergI Daerah InovatIf untuK InDonesIaEra desentraliasi mampu dimanfaatkan dengan baik oleh sebagian kabupaten dan kota di Indonesia. Seluruhnya ada sekitar 403 kabupaten dan kota di negeri ini. Kita menyaksikan sebagian diantaranya mampu menunjukkan prestasi menonjol. Mereka sungguh-sungguh membangun daerahnya, mengurangi kemiskinan, dan merangkul wargauntuk terlibat dalam pengambilan keputusan.

Ada yang gema pencapaiannya terdengar hingga kepenjuru negeri. Mereka mendapatkan berbagai penghargaan dan mewarnai pemberitaan di media nasional. Mencermati hal itu, AKATIGA yakin masih banyak kepala daerah, pejabat di birokrasi, maupun kelompok masyarakat sipil, yang menginginkan Indonesia menjadi lebih baik. Indonesia yanglebih maju dan efektif dalam menanggulangi kemiskinan.

Kabupaten dan kota berada pada garda terdepan di dalam upaya memberikan pelayanan publik maupun penanggulangan kemiskinan. Memang, daerah menghadapi tantangan klasik, yakni terbatasnya anggaran. Namun sebagian daerah mampu mengatasinya dengan menggelar kebijakan-kebijakan inovatif. Jika semua inovasi bergerak sinergis, diyakini akan memberikan energi dan manfaat besar bagi Indonesia.

Pertanyaan yang kerap muncul saat membaca profil daerah maju, atau kepala daerah berprestasi, adalah: bagaimana hal itu dapat direplikasi ke daerah lain? Di

Page 8: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

5

sinilah pentingnya dukungan fasilitas guna menularkan inovasi dan praktek baik tersebut. AKATIGA memandang penularan itu dapat dilakukan dengan pendekatan pendekatan organik. Salah satunya adalah dengan menggelar forum antar kepala daerah. Di sana mereka dapat berdialog bebas dan intens tentang pengalaman masing-masing. Cara lain adalah dengan mengangkat cerita sukses tersebut lewat publikasi-publikasi.

PeMIlIhan DaerahDaerah-daerah yang termuat dalam buku ini terpilih karena keberhasilan mereka dalam mendorong keterlibatan warga. Anggota masyarakat diberi peluang memiliki peranan besar dan efektif dalam mekanisme perencanaan. Merekalah yang menentukan prioritas spesifik dan terukur dalam upaya pengentasan kemiskinan.Pemimpin-pemimpin daerah sukses itu telah berpartisipasi dalam acara “Dialog Kepala Daerah: Berinovasi di Era Desentralisasi” yang diselenggarakan Yayasan AKATIGA bekerjasama dengan Uni Eropa pada tanggal 31 Oktober 2012 di Jakarta. Mereka adalah: Walikota Surakarta, Bupati Kebumen, Wakil Walikota Banda Aceh, Bupati Lombok Utara, serta Sekretaris Daerah Parepare.

Dua daerah, yaitu Kabupaten Kebumen dan Kota Surakarta, adalah daerah kerjasama AKATIGA dalam kegiatan “Promoting Meaningful Participation for Poverty Reduction: Developing and Institutionalization of Participation and Monitoring-Evaluation System in Kebumen and Surakarta” dengan dukungan dana Uni Eropa. Di kedua daerah ini, pada tahun 2011-2012,

Page 9: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

6

AKATIGA bekerja sama dengan pemerintah setempat dan kelompok masyarakat sipil lokal (Formasi di Kabupaten Kebumen dan Seknas Kaukus 17++ di Surakarta) melakukan ujicoba pendalaman mekanisme partisipasi perencanaan di tingkat kelurahan dan desa. Selain itu dikembangkan juga mekanisme monitoring evaluasi guna melihat hubungan perencanaan partisipatif dengan pengentasan kemiskinan.

Sementara ketiga daerah lain, yakni Kabupaten Lombok Utara, Kota Parepare, dan Kota Banda Aceh, dipilih berdasarkan diskusi internal AKATIGA dan masukan beberapa pihak, antara lain, The Jawa Post Institute of Pro Otonomi. Kriterianya adalah adanya inovasi dalam memperkuat proses perencanaan. Juga terciptanya penganggaran partisipatif dan penetapan prioritas yang tegas dalam pengentasan kemiskinan.

Kota Banda Aceh, misalnya, telah membangun mekanisme khusus dalam mendorong keterlibatan perempuan dalam perencanaan. Proses tersebut diatur agar tidak hanya sekadar formalitas. Sementara Kota Parepare ‘mengatasi kejenuhan berpartisipasi warga’ dengan menetapkan mekanisme penganggaran yang jelas bagi usulan pembangunan dari bawah.Adapun Kabupaten Lombok Utara menjadi contoh kabupaten yang baru berdiri dengan persoalan kemiskinan yang cukup berat.Daerah ini secara tegas menetapkan kesehatan (khususnya kesehatan ibu dan anak) sebagai prioritas utama dalam pembangunan.

Dialog ini sebenarnya juga mengundang Walikota Surabaya. Namun Walikota maupun pejabat yang berwenang tidak dapat hadir karena ada agenda lain. Sejak dipimpin oleh Walikota Tri Rismaharini, Kota Surabaya terutama berhasil membuat inovasi dengan menghijaukan ruang kota. Keterbatasan anggaran diatasi dengan penggalangan dana non-budgeter,

Page 10: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

7

termasuk di dalamnya menggalang kerjasama dengan pihak swasta, dengan persyaratan yang ditentukan oleh Pemerintah Kota. Manajemen pemerinntah yang fleksibel juga membuat Surabaya dapat memenuhi prioritas pembangunan untuk rakyat.

CIrI Daerah yang InovatIf: PrIorItas yang tegas, PelIBatan BanyaK PIhaK, PIMPInan turun langsungDari kelima inovasi daerah yang muncul dalam buku ini, terdapat beberapa kesamaan, sekaligus keunikannya masing-masing.

Pertama, para pimpinan daerah melakukan apa yang memang dipikirkan dan diharapkan warganya.Hal-hal yang menjadi perhatian itu, antara lain, peningkatan akses dan kualitas layanan publik, merangkul dan mendengar kelompok warga terpinggirkan, dan penyederhanaan sistem birokrasi.Kelebihan para pimpinan daerah tersebut adalah mereka melaksanakannya secara konsisten dan sistematis.Dengan demikian inovasi yang diharapkan benar-benar terwujud.

Kedua, para pimpinan daerah turun langsung untuk membuat kesepakatan dengan pihak lain. Baik mantanWalikota dan Walikota Surakarta yang sekarang turun sendiri mendengar dan membuat kesepakatan dengan warga dalam relokasi pedagang kaki lima, relokasi penduduk di daerah rawan banjir, dan sebagainya. Walikota dan wakil walikota Banda Aceh menegaskan pejabat yang diundang dalam pelatihan pengarusutamaan gender tidak boleh mewakilkan kepada anak buahnya. Wakil Walikotapun turun langsung memonitor pelaksanaan Musyawarah Rencana Aksi Perempuan atau Musrena. Dengan turun langsung, para pimpinan daerah menghilangkan ‘efek pesan berantai’, di mana instruksi kepala daerah dapat

Page 11: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

8

diterjemahkan berbeda oleh bawahannya. Perbedaan itu muncul baik karena perbedaan pemahaman maupun karena kepentingan lain.

Ketiga, daerah-daerah menetapkan prioritas pembangunan yang tegas. Dalam proses dialog maupun pengambilan keputusan dilibatkan banyak pihak termasuk warga. Manfaatnya, kemungkinan prioritas tersebut dialihkan atau dibajak pihak-pihak lain dapat dieliminasi. Dialog dengan PKL di Surakarta, misalnya, dilakukan secara terbuka. Dengan demikian jika ada perbedaan dalam pelaksanaan dapat segera diketahui.

Kabupaten Kebumen dan Kota Parepare punya cara lain. Di kedua wilayah ini proporsi penghitungan Alokasi Dana Desa (ADD) ditetapkan secara rinci dalam Peraturan Daerah.Hal itu memberikan kejelasan kepada desa/kelurahan dan warga tentang usulan pembangunan yang bisa diajukan dan didanai pemerintah.Demikian pula halnya kepastian usulan yang muncul dari kelompok perempuan dalam proses Musrena. Penetapan proporsi ADD, pagu wilayah, dan partisipasi perempuan dalam Perda tersebut juga menegaskan hak desa/wilayah dan kelompok perempuan setiap tahunnya. Ini menegaskan bahwa turunnya dana tersebut tidak berdasarkan kebijakan pimpinan daerah. Selain itu, penetapan dalam Perda juga akan menjamin keberlanjutan dari inovasi.

Keempat, daerah-daerah tersebut menetapkan prioritas yang merupakan isu krusial di daerahnya. Di Kabupaten Lombok Utara, misalnya, Bupati memfokuskan peningkatan layanan kesehatan pada titik paling krusial, yaitu kesehatan ibu dan anak. Ini memang persoalan penting.Lagipula indikator keberhasilannya dapat segera diketahui, karena kesehatan ibu anak

Page 12: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

9

memerlukan sistem layanan dan pencatatan lengkap. Ini akan memudahkan pemantauan dari pimpinan daerah terhadap capaian masing-masing SKPD.

Kelima, pimpinan maupun birokrasi daerah-daerah menyadari pentingnya penguatan kapasitas warga dan aparat guna mendorong keberhasilan inovasi secara berlanjut. Ini, antara lain, terjadi di Kabupaten Kebumen, Kota Pare-pare, dan Kabupaten Lombok Utara.

Untuk mendorong agar ADD termanfaatkan secara efektif dan akuntabel, pemerintah Kebumen melalui Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa melakukan pelatihan-pelatihan bagi kepala desa tentang transparansi. Dalam pelatihan ini dihadirkan pula kejaksaan dan kepolisian. Selain itu, pendampingan diberikan ke desa-desa tersebut dalam proses penyusunan RPJMDes sebelum akhirnya dana betul-betul turun.

Adapun Pemerintah Kota Parepare menetapkan adanya fasilitator desa yang salah satu fungsinya membantu warga dalam menyusun perencanaan kelurahan. Dan Pemerintah Kabupaten Lombok Utara memperkuat kapasitas tenaga kesehatan melalui pemberian beasiswa kepada tenaga perawat, bidan, dan mahasiswa kedokteran dari Lombok Utara.Cara lain adalah menguatkan sinergi antar pemerintah desa dan Puskesmas.

MeMBangun KeBerlanjutan Dengan MeMBangun geraKanSatu pertanyaan yang sering muncul dalam inovasi adalah peluang keberlanjutannya.Tidak mengherankan, karena pada umumnya inovasi-inovasi itu dipimpin oleh kepala daerah ‘reformis’, yang suatu saat akan selesai memimpin daerahnya.

Page 13: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

10

Kabupaten Kebumen menunjukkan contoh di mana inovasi pembangunan dan pengentasan kemiskinan berbasis desa merupakan satu gerakan bersama yang melibatkan birokrasi dan elemen masyarakat. Mereka adalah: professional menengah dalam struktur birokrasi, kalangan pegiat kelompok masyarakat sipil, media, legislatif, serta para pemangku kepentingan di desa (kepala desa dan warga).Meskipun terlihat merepotkan, namun banyak kalangan di sanamerasakan lebih banyak keuntungan yang diperoleh.

Sinergi ini memungkinan aparat di Bappeda melaksanakan fungsi mereka sebagai perencana yang sesungguhnya. Sementara bagi aparat di SKPD target pembangunan betul-betul dapat sampai ke masyarakat. Bagi kepala desa, dapat meningkatkan pengakuan warga desa dan pihak luar atas kerja mereka. Dan, bagi kelompok masyarakat sipil juga tokoh politik, hal itu akan membangun kredibilitas mereka di tingkat kabupaten maupun nasional. Adapun, bagi pimpinan daerah dapat diraih dukungan nyata dari warga maupun di tingkat yang lebih luas.

Pengalaman Kebumen ini membuktikan profesionalisme birokrasi dan kelas menengah yang telah terbentuk akan mendorong peluang keberlanjutan lebih besar. Sebabnya, profesionalisme tersebut telah melembaga di dalam aktor-aktor utama pembangunannya.

Page 14: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

11

Kota surakartaBerpihak Kepada Rakyat Kecil Tanpa

Mengorbankan Anggaran

faKta sIngKat

Luas wilayah: 44,04 km2Penduduk: 564.770 jiwaKepadatan: 12.000/km2

Jumlah Kecamatan: 5 Jumlah Kelurahan: 51

APBD TA. 2011: 1.069.114.673.000,-APBDTA.2012: 1.140.988.030.000,-

KoMPonen InovasI:

KetegasanPemimpin

Partisipasi Pendidikan& Kesehatan

Gratis

Pengembangan Ekonomi

Kecil

ReformasiBirokrasi

Page 15: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

12

Kota Surakarta mewujudkan keberpihakan kepada rakyat kecil dengan membangun kota wisata berbasis usaha lokal serta penyediaan layanan kesehatan dan pendidikan gratis bagi warga. Kesemuanya dapat dicapai tanpa ‘mengorbankan anggaran’, dengan mekanisme yang sederhana sehingga sulit untuk salah target, dan reformasi birokrasi. Tidak hanya efisiensi anggaran, Kota Surakarta bahkan meningkatkan PAD-nya melalui penataaan pasar tradisional dan pedagang kaki lima. Dialog yang intensif dengan pemangku kepentingan, yang langsung dilakukan oleh pimpinan daerah, menjadi kunci penting dalam keberhasilan Surakarta. Dialog langsung ini tidak hanya memungkinkan Walikota dan Wakil Walikota menyerap persoalan, keluhan, serta mendengarkan usulan perbaikan, tetapi juga memutuskan dan menghilangkan distorsi.

K ota Surakarta sejak lama telah dikenal sebagai kota wisata dan perdagangan kecil dan menengah. Pemerintah Kota Surakata secara jelas menetapkan

prioritas pembangunannya, yaitu sebagai kota pariwisata berbasis usaha kecil menengah, serta penyediaan pelayanan dasar yang memadai bagi warga khususnya layanan kesehatan dan pendidikan. Prioritas ini kemudian secara konsisten dijalankan sampai ke alokasi anggarannya.

Page 16: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

13

Selain mengefektifkan anggaran pembangunan, Surakarta juga mencoba menghemat dari anggaran rutinnya.Pembiayaan rutin (bahkan sampai pada pembiayaan yang terlihat sepele seperti pembiayaan kertas)dinasdievaluasi apakah anggarannya jauh diatas kenormalan penggunaan.Hal ini perlu karena sering dana-dana tak terduga tersembunyi di dalam anggaran rutin tersebut. Evaluasi juga dilakukan pada program-program SKPD yang mempunyai program sesuai prioritas sekalipun. Misalnya, anggaran Dinas Sosial untuk pelatihan bagi pekerja seks komersial dicabut, karena Dinas Sosial tidak dapat menunjukkan terdapat PSK yang beralih profesisetelah pelatihan.

Pemerintah Kota Surakarta juga mendorong perubahan pola pikir birokasi dan berani merombak status quo.Pimpinan Kota Surakarta berkeyakinan sebenarnya terdapat banyak staf PNS yang mempunyai kemampuan tinggi dan berniat baik.Namun mereka terhambat karena berada dalam kondisi rutinitas dan lingkungan kerja yang kurang mendukung.

Oleh sebab itu pimpinan daerah Kota Surakata memberikan arahan jelas dan terus menerus bahwa niat baik dan pekerjaan yang profesional akan dihargai dan berpengaruh pada karier. Hanya dengan cara ini kelompok-kelompok yang baik akan mendominasi pekerjaan di birokrasi. Kondisi ini penting dikembangkan agar efektivitas dan efisiensi pencapaian target benar-benar berkembang. Target capaian harus dipantau dan ditanggapi secara konsisten terus-menerus.

Selain mendorong perubahan birokrasi, Pemerintah Kota Surakarta juga membangun dialog intensif dalam setiap kebijakannya. Dialog ini tidak hanya dijalankan melalui mekanisme baku seperti Musyawarah Perencanaan Pembangunan, tetapi juga melalui pertemuan tatap muka dengan warga.

Keberpihakan kota Surakarta terhadap rakyat kecil diwujudkan secara nyata dalam prioritas-prioritas tersebut di atas.Semua dijalankan baik yang berkaitan dengan pengembangan ekonomi maupun pelayanan dasar.

Page 17: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

14

Seringkali dalam kegiatan pembangunan, aspek membantu rakyat miskin yang semula jadi tujuan, pada pelaksanaannya terkalahkan oleh tujuan lain pembangunan lain.Keberhasilan program jaminan kesehatan dan pendidikan, serta program terkait pelaku ekonomi kecil dan pedagang kaki lima/pedagang pasar,adalah contoh kebijakan yang berpihak pada rakyat kecil.

PereMajaan Dan Penataan Kota tanPa Menggusur, tanPa KeKerasan.

Penataan daerah kota sering memerlukan penataan pedagang kecil khususnya pedagang kaki lima. Dalam hal ini, prestasi Kota Surakarta boleh dikatakan telah terkenal. Pemindahan pedagang kaki lima atau pedagang pasar yang meluber di jalan dipastikan mendapat tempat baru sesuai yang disepakati. Pemufakatan itu dicapai tanpa adanya tekanan.Contohnya adalah relokasi 1000 PKL pasar klithikan (barang bekas) dari Monumen Banjarsari (Monjari) ke pasar baru Notoharjo di daerah Semanggi. Relokasi dilakukan secara damai.Bahkan pemindahannya dilakukan dengan pawai dan kirab para PKL ke lokasi baru. Hal ini berbeda dengan pendekatan kota lain yang cenderung diwarnai konflik, resistensi PKL, dan kadang-kadang memercikkan kekerasan.

Relokasi dan penataan PKL dilakukan melalui dialog yang sangat intensif di mana pemerintah kota menampung usulan-usulan dari pemangku kepentingan utama. Dalam kasus relokasi PKL tersebut, proses yang ditempuh cukup lama. Para pedagang berjumlah hampir 1000-an orang. Jauh sebelum pemindahan, Pemerintah Kota Surakarta, termasuk walikota saat itu, melakukan proses pendekatan melalui dialog intensif sebanyak 54 kali dalam enam bulan.

Di dalam mendesain lokasi baru, pemerintah Kota Surakarta juga menampung keberatan-keberatan. Lalu semua itu diturunkan ke dalam desain pasar. Beberapa usulan yang kemudian diwujudkan, di antaranya, adalah pembukaan sub terminal di depan pasar. Selain itu desain mengikuti kebiasaan pembeli yang biasanya memakir langsung kendaraan di depantoko. Juga diadakan event promosi di setiap akhir pekan untuk menarik pengunjung.

Page 18: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

15

Dialog intensif, serta keputusan konkret berdasarkan masukan pemangku kepentingan, ituadalah kunci keberhasilan Pemerintah Kota mendapatkan penerimaan dari pemangku kepentingan. Dengan demikian suksesnya kebijakan pemerintah akan terjamin.

Gambar 1Kiri-kanan: Monumen Banjar Sari sebelum relokasi, Monumen Banjar Sari setelah relokasi PKL, Kirab PKL Monjari menuju lokasi baru di Pasar Klithikan Semanggi

Sumber Foto: Pemerintah Kota Surakarta

Page 19: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

16

ReLoKasi PenduduK di daeRah Rawan banjiR dengan damai dan meKanisme sedeRhana tetaPi tePat sasaRan.

Banjir merupakan salah satu persoalan klasik di Kota Solo. Banjir yang melanda tahun 2007, misalnya, menerpa penduduk yang tinggal di pinggiran Sungai Bengawan Solo. Mereka ini pada umumnya adalah penduduk miskin dan menetap di kawasan kumuh.

Pemerintah Kota lalu menerapkan program renovasi dan relokasi warga yang tinggal di kawasan Bengawan Solo dan anak-anak sungainya. Program ini mencakup di 5 kelurahan, yakni di Pucang Sawit, Sewu, Sangkrah, Semanggi, Joyosuran, dan Jebres.Seluruhnya ada 1.571 unit pemukiman di sana.

Relokasi dimulai pada tahun 2008 dengan target pertama adalah warga yang tinggal di tanah milik negara. Relokasi penduduk yang memilik sertifikat (sekitar 601 unit) dilaksanakan pada tahun 2010-2011, menggunakan jasa penaksir harga tanah yang berlisensi. Adapun aset lain (bangunan dan tanaman) dinilai berdasarkan peraturan pemerintah.

Pemerintah Kota lalu menyediakan pengganti tidak berupa tanah, tetapi berupa uang (grant) yang harus digunakan warga untuk membeli tanah dan bangunan.Mekanisme ini memudahkan pemerintah karena tidak perlu mencari lokasi pengganti, dan menguntungkan warga karena memungkinkan mereka mencari tanah yang sesuai kebutuhan. Dana segar diberikan setelah ada jaminan bahwa mereka telah mendapatkan tanah pengganti. Mekanismenya adalah dengan menunjukkan surat dari pernyataan notaris tentang kesiapan mengurus transaksi tanah.

Mekanisme ini menjamin bahwa uang yang diberikan pemerintah kota benar-benar digunakan untuk pembelian tanah/bangunan.Bukan untuk keperluan lain. Pemilihan lahan untuk relokasi dan konstruksi rumah dilakukan secara berkelompok guna mendorong tanggung jawab bersama. Dalam proses ini, warga tidak diharuskan menunjukkan KTP guna mendapatkan dana. Setiap rumah tangga yang ada di daerah tersebut dan terkena dampak banjir bisa mendapatkan bantuan.

Page 20: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

17

Mekanisme yang sederhana namun tepat sasaran ini terjadi karena adanya proses dialog terus menerus dengan warga. Pimpinan daerah pun secara langsung terlibat dalam proses dialog tersebut.

Revitalisasi pasar-pasar tradisional dan membatasi mall serta pertokoan waralaba guna melindungi pedagang kecil. Pertambahan pusat perbelanjaan modern (baik supermarket maupun minimarket) sangat dibatasi di Surakarta.Pada saat bersamaan, pemerintah melakukan penataan pedagang kaki lima dan memprioritaskan pembangunan kembali pasar tradisional. Saat ini, telah direnovasi 34 pasar tradisional dan dibangun tujuh pasar tradisional baru.Melalui renovasi tersebut, pemerintah berhasil meningkatkan PAD dari retribusi pasar sebesar Rp 19.8 milar.Ini berasal dari retribusi per hari yang mencapai Rp 2.600,00.Jumlah PAD ini melebih pendapatan dari sumber lain, termasuk hotel, restoran, parkir, atau advertising.

menciptakan event-event dan ruang publik bagi wisatawan maupun penduduk kota. Promosi untuk wisata di Kota Solo dilakukan dengan mengadakan berbagai event menarik. Tujuannya mengundang orang datang dan berbelanja di Kota Solo. Hal ini dilakukan di tingkat kota maupun kawasan. Sebelum pemindahan pedagang barang bekas, misalnya, telah digelar event di lokasi pasar yang baru guna menarik perhatian warga.Penataan kawasan pasar bekas antik Triwindu juga diikuti penyelenggaraan pasar malam Ngarsopuro setiap akhir pekan.

Page 21: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

18

Gambar 2Berbagai daya tarik wisata Kota Surakarta:

Pusat kuliner Galabo, Pasar Malam Ngarsopuro, Pasar Antik Triwindu(Foto: Website Kota Surakarta dan AKATIGA)

menyediakan jaminan kesehatan dan pendidikan di surakarta dengan mekanisme sederhana dan langsung melekat pada pengguna layanan sehingga konsekuensi biayanya dapat diperhitungkan. Melalui Program Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS), Pemerintah memberikan pelayanan kesehatan bermutu kepada warga kota. Ini diberikan kepada warga yang memiliki KTP dan KK

Page 22: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

19

Surakarta namun belum mendapatkan jaminan kesehatan lain. PKMS menutupi pelayanan kesehatan dasar secara gratis di semua Puskemas dan rumah sakit daerah.Begitu pula biaya persalinan dan rawat inap ikut di-cover.

Pelayanan kesehatan di rumah sakit tertentu atas rujukan sistem cost sharing juga masuk dalam program ini.

Untuk membedakan besaran bantuan biaya layanan dibuat kartu silver dan gold. Kartu silver hanya memberikan cakupan pelayanan kesehatan dalam jumlah tertentu. Sedangkan kartu gold memberikan cakupan untuk seluruh layanan kesehatan sebagaimana Jamkesmas. Perbedaan layanan ini dilakukan dengan tujuan memberikan prioritas bagi warga yang benar-benar miskin. Ketentuan penggantian biaya PKMS Gold samapersis dengan Jamkesmas (jenis obat, tindakan, jenis penyakit dll). Ini diatur dalam MoU antara Dinas Kesehatan dengan rumah sakit mitra PMKS.Sedangkan untuk pemegang kartu silver, besaran biaya yang diganti adalah Rp 2 juta per tahun.

Kartu ini dapat digunakan di seluruh Puskesmas dan hampir seluruh rumah sakit di Surakarta. Demi meningkatkan kualitas layanan kesehatan dasar, seluruh Puskemas Surakarta, termasuk tujuh di antaranya yang telahberstandard ISO, memberikan pelayanan gratis (retribusi kesehatan Rp 7.000 untuk pemeriksaan dan obat) dan biaya persalinan bagi pemegang kartu gold.

Sementara di bidang pendidikan, Pemerintah menyediakan Program Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta (BPKMS).Kartu ini diberikan kepada siswa penduduk Surakarta yang bersekolah di dalam maupun di luar kota. Sebagaimana PMKS, BPMKS dibagi menjadi 3 jenis kategori: yaitu silver, gold dan platinum.

Kartusilver diberikan kepada seluruh siswa yang bersekolah di Surakarta, pada jenjang SD/MI negeri, SMP/MTs negeri, SDLB, SMPLB, dan SMALB negeri dan swasta. Kartu gold diberikan kepada siswa dari keluarga tidak mampu, yang bersekolah di jenjang D/MI/SDLB Negeri/Swasta, SMP/

Page 23: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

20

MTs/SMPLB Negeri/Swasta, SMA/MA/SMALB Negeri/Swasta. Sementara kartu platinum diberikan pada siswa dari keluarga yang tidak mampu dan bersekolah di sekolah Plus pada jenjang SD, SMP, dan SMA Surakarta.Siswa yang tidak bersekolah, tetapi masih dalam usia sekolah jenjang SD, SMP dan SMK, serta yang akan melanjutkan ke Sekolah Plus juga memegang kartu ini.

Mekanisme PMKS adalah sangat sederhana karena mudah diperoleh.Kartu ini juga memberikan kejelasan layanan, sehingga perdebatan pasien dengan pemberi layanan dapat dihindarkan. Sebab tanpa ketentuan jelas bahwa semua gratis total, pasien masih diminta uang, seperti uang pendaftaran.

Pemerintah Kota Surakarta berhasil membangun sistem pelayanan yang langsung terkait dengan orang miskin.Sistem kartu membuat pemegang kartu jelas apa yang diperoleh.Dan bagi pemerintah dapat diperhitungkan besarnya anggaran. Ini dihitung berdasarkan jumlah kartu yang dikelaurkan. Dengan demikian pengeluaran akan relatif pasti.Besarnya samadengan jumlah kartu, dikali harga layanan standar sesuai kemungkinan orang jatuh sakit (melihat pengalaman data dinas untuk tahun-tahun sebelumnya).

Pada awalnya, jumlahnya akan naik tapi tidak terlalu besar, terutama bila distribusi dipantau agar tidak diselewengkan.Karena orang tidak akan memalsukan dirinya sakit. Ini belajar dari kasus melonjaknya dana Biaya Operasi Sekolah (BOS). Pada BOS, dimana anggaran ditempelkan pada operasional pusat layanan, kerap kali dana dipakai untuk kebutuhan lain yang tidak terkait layanan orang tertentu.

Pemberian jaminan kesehatan dan pendidikan gratis universal memang sangat dibutuhkan warga miskin.Tetapi dalam penyediaannya, pemerintah kabupaten/kota harus memperhitungkan konsekuesi anggaran serta menjaga keberlanjutannya. Biasanya pada awalnya kebutuhan anggarannya meningkat. Namun, karena keberhasilan efisiensi, tahun berikutnya anggarannya akan menurun lagi.

Page 24: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

21

Karena dana ini akan digunakan dalam jangka panjang, perlu kesepakatan bersama antara eksekutif dan legislatif. Kesepakatan bahwa tidak akanmerubah anggaran tersebut untuk kebutuhan lain. Kecuali ada evaluasi partisipatif yang memperlihatkan adanya kebutuhan penyesuaian anggaran demi perbaikan. Atau karena adanya perubahan kondisi yang nyata dan cukup signifikan.

Bila ini semua diatur secara legal dan dibuat kesepakatan jumlah subsidi yang harus disisihkan bersama DPRD, maka tidak akan ada dana tidak terduga. Begitu juga bisa dihindari kealpaan danatidak dianggarkan. Mekanisme yang sederhana juga memudahkan Pemerintah Kota melakukan pengawasan hasil dan kinerjanya.

Dengan adanya pergeseran pembiayaan jaminan sosial kearah jaminan sosial nasional, Dinas Kesehatan lalu fokus pada upaya-upaya pencegahan dan pembelajaran masyarakat.

Saat ini sudah dilakukan kesepakatan bersama antara dinas, kader masyarakat, dan kelompok masyarakat sipil di Surakarta yaitu Sekretariat Nasional Kaukus 17++ mengenai monitoring layanan. Kesepakatan tersebut ditandatangani bersama pada tanggal 4 Oktober 2012. Sebagai salah satu tindak lanjut, Dinas Kesehatan akan mengevaluasi puskesmas rawat inap yang telah mendapatkan ISO 9000. Hal ini dilakukukan mengingat kenyataannya sedikit sekali tingkat kunjunganr rawat inap di tingkat Puskesmas. Layanan ini akan diubah menjadi pusat layan laboratorium, periksa darah dan feses gratis untuk warga Surakarta. Layanan ini dapat dimanfaatkan warga Surakarta sebanyak sekali dalam satu tahun. Selain itu, Puskesmas juga akan diarahkan menjadi pusat layanan lanjut usia (lansia) dan ibu serta anak. Perbaikan juga dilakukan pada edukasi kepada warga tentang Jaminan Persalinan (Jampersal).Hal ini mengubah paradigm sistem pelayanan Puskesmas yang tadinya condong ke tindakan kuratif (pengobatan) berubah menuju ke tindakan promotif dan rehabilitatif (edukasi publik kepada masyarakat).

Page 25: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

22

Dengan program-program tersebut diatas, Pemerintah Kota Solo berhasil memenuhi target Millenium Development Goals (MDGs) sebagai berikut:

Indikator Capaian Surakarta

Target Surakarta

Capaian Nasional

Target Nasional

Prevalensi balita gizi buruk 0 0 4.9 3.6

Prevalensi balita gizi kurang 6.59 4.05 13.0 11.9

Angka kematian balita per 1000 kelahiran hidup 0.64 44 32

Angka kematian bayi per 1000 kelahiran hidup 3.74 7.82 34 23

Persentase anak usia 1 tahun yang diimunisasi campak 99.1 100 74.5 Meningkat

Angka kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup 39.88 228 102

Prevalensi HIV/AIDS (%) dari populasi 0.13 0.2 Menurun

Angka penemuan tuberkulosis (100.000 penduduk/tahun)

80.1

Tingkat prevalensi tuberkulosis per 100.000 penduduk

119.4 244

Tingkat kematian karena tuberkulosis per 100.000 penduduk

6 39

Angka kesakitan Demam Berdarah Dengue per 100.000 penduduk

10.8

Angka kematian Demam Berdarah Dengue 1.05

Tabel 1Target dan Capaian MDGs Kota Surakata dan Nasional Sumber: http://mdgs.surakarta.go.id/, dan Bappenas

Page 26: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

23

Kabupaten KebumenMenciptakan Gerakan untuk Membangun Desa

dan Mengurangi Kemiskinan

faKta sIngKat

Luas Wilayah: 128.111,5 HaPenduduk: 1.163.591 Jiwa

Kepadatan: Jumlah Kecamatan: 26

Jumlah Desa: 449 Jumlah Kelurahan: 11

APBD TA. 2011: 1.140.548.000.000,-APBD TA. 2012: 1.391.067.000.000,-

1,319,067

KoMPonen InovasI:

Partisipasi AlokasiDana Desa

PenguatanKapasitas

Warga

MembangunGerakan

Page 27: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

24

Kabupaten Kebumen memberikan ilustrasi tentang munculnya gerakan tata pemerintahan yang baik dari berbagai unsur.Gerekan itu dilakukan oleh professional menengah dalam struktur birokrasi, pegiat kelompok masyarakat sipil, media, legislatif, serta para pemangku kepentingan di desa (kepala desa dan warga). Gerakan ini berupa inovasi untuk mendorong sinergi perencanaan dari berbagai level dan bertujuan menanggulangi kemiskinan. Dengan terwujudnya gerakan bersama ini, inovasi yang terjadi akan lebih terjamin kesinambungannya.

S inergi selain terlihat dalam proses perencanaan, juga tercermin dalam pengalokasian anggaran. Pada tahun 2004 dikeluarkan Peraturan Daerah Kabupaten

Kebumen Nomor 3 Tahun 2004 tentang Alokasi Dana Desa, yang besarnya 10% dari total APBD Kebumen. Dengan dana perimbangan tersebut desa mempunyai kewenangan penuh mengatur penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa sesuai kebutuhan rakyat. Pada

Page 28: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

25

akhirnya ADD hanya berfungsi sebagai alat bagi desa untuk mensejahterahkan rakyatnya. Hal itu dicapai melalui program pembangunan yang disusun secara partisipatif terutama menyangkut sektor-sektor kebutuhan dasar rakyat desa.

Pada periode 2005-2006, Pemerintah Kabupaten meluncurkan program Penguatan Kapasitas Masyarakat Desa, dengan total anggaran Rp 670 juta. Dana tersebut digunakan untuk memfasilitas 449 desa dalam menyusun prasyarat ADD. Prasyarat itu meliputi RPJMDesa, APBDes, LPJ/LKPJ, dan Peraturan Desa (Perdes) tenang Keterlibatan Masyarakat dalam kebijakan pemerintah.

Dana tersebut sebenarnya terbilang kecil untuk desa yang jumlahnya sedemikian banyak. Akibatnya perekrutan tenaga fasilitator minim peminat pada waktu itu. Bantuan yang turun ke desa pun sangat kecil. Tantangan lainnya muncul dari desa itu sendiri, yakni berupa persoalan yang kompleks dan multilevel.Belum lagi rendahnya tradisi dialog dan partisipasi di tingkat warga desa. Namun demikian, dukungan kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam Forum Masyarakat Sipil atau FORMASI sangat kuat dalam proses persiapan ADD.

Pada tahun 2006 Pemerintah mengeluarkan dana sebesar 20 M untuk ujicoba ADD melalui DKPM. Dana ini ada yang dibagi rata, ada juga yang dibagi proporsional (dengan pembagian 60% dan 40%). Pembagian dilakukan sesuai kondisi masing-masing desa. Pada tahun 2007, baru ada alokasi ADD dari APBD, yaitu berjumlah 33 M atau 18,9% dari dana APBD setelah dikurangi urusan wajib. Pada tahun 2008 jumlah alokasi dana ADD meningkat menjadi 37.755.000.000 atau 15% dari APBD (Setelah dikurangi urusan wajib). Tahun 2009 jumlah alokasi ADD sama dengan dana pada tahun 2008. Selain ADD terdapat dana tambahan sebesar 898 juta, yaitu Dana Percepatan dan Bagi Hasil Pajak untuk Desa, sehingga total dana berjumlah Rp 40 M.Keseluruhan dana ADD bersumber dari Dana Perimbangan (DAU) sehingga pengalokasian anggaran untuk ADD dapat dikatakan tidak mengurangi porsi anggaran untuk dinas manapun.

Pada tahun 2009 Kebumen mendapat DAU sejumlah Rp 626

Page 29: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

26

M. Dana ADD diambil dari dana DAU tersebut. Sedangkan anggaran untuk pendampingan ADD, dan program-program lain, diambil dari DAK (Dana Alokasi Khusus). Pada tahun 2009 Kebumen mendapatkan DAK 88 M, sesuai peraturan pusat 18% diantaranya digunakan untuk pendampingan berbagai program. Karena ada banyak program yang harus didampingi (selain ADD, pendampingan itu untuk PNPM dan DKPM), sehingga dalam prakteknya alokasi bisa lebih dari 18%.

Melalui uraian di atas, terlihat inovasi di Kebumen pada awalnya terfokus pada upaya desa mendapat kepastian anggaran. Tak hanya itu, anggaran itu bisa mereka kelola dan putuskan sendiri, serta cukup bagi pembangunan desanya.Hal ini terlihat pada penetapan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2004 tentang Alokasi Dana Desa, yang besarnya 10% dari total APBD Kebumen. Pemerintah Kebumen memastikan anggaran ADD mempunyai persentase relatif besar terhadap APBD. Tujuannya agar desa dapat menjadikan dana tersebut sebagai dana pembangunan. Selain ADD, dana pembangunan yang langsung turun ke desa juga bersumber dari dana percepatan dan dana bagi hasil pajak dan retribusi daerah.

Grafik 1Alokasi Dana yang Langsung Turun ke Desa (dalam miliar rupiah)

Page 30: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

27

Tidak hanya berhenti pada kepastian anggaran pembangunan desa. Kabupaten Kebumen juga memastikan adanya sinergi perencanaan dari tingkat bawah sampai tingkat kabupaten. Salah satu persoalan perencanaan partisipasi dari bawah adalah warga desa cenderung fokus pada masalah dan kebutuhannya sendiri. Mereka tak terfikir melihat dalam konteks yang lebih besar.

Selain itu, dana ADD memang hanya akan dapat memenuhi kebutuhantertentu saja dalam satu desa. Padahal mungkin terdapat kebutuhan dana lebih besar, misalnya (pembangunan) jalan antara desa. Karena itu, Pemerintah Kebumen menetapkan kuota kecamatan yang digunakan sebagai bahan pelaksanaan Musrenbang Kecamatan—forum yang dimaksdukan untuk mengakomodasi usulan desa.Usulan inilah yang menjadi prioritas hasil Musrenbangcam.Kalau desa sudah masuk prioritas kecamatan, akan direalisasikan dalam bentuk bloc grant. Dana ini merupakan kewenangan SKPD terkait, namun pengalokasiannya untuk desa prioritas.

Gambar 3Suasana salah satu musyawarah desa di Kebumen

(Foto: umiarifah.blogspot)

Page 31: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

28

Selain melalui pagu kecamatan, sinergi perencanaan dan anggaran juga dilakukan hingga tingkat perencanaan kabupaten. Dalam proses perencanaan di tingkat desa dan kecamatan, misalnya, Satuan Kerja Perangkat Daerah atau SKPD terkait diundang guna mendengarkan aspirasi dari bawah.Pada awalnya kesediaan SKPDuntuk merujuk rencana dari bawah tersebut lebih merupakan insiatif SKPD. Pertimbangannya adalah bahwa selalu ada baiknya untuk merujuk dan mengetahui kebutuhan detil desa. Hal ini memungkinkan SKPD menyusun rencana yang tepat sasaran.

Semisal sebuah desa mengajukan rencana perbaikan saluran irigasi, dengan tujuan meningkatan produksi padi. Maka Dinas Pertanian akan melihat adanya kebutuhan melakukan penyuluhan penangangan hama di desa bersangkutan. Penanganan hama akan melengkapi perbaikan irigasi, dan bersama-sama akan meningkatkan produksi padi.

Selanjutnya Bappeda menetapkan agar sinergi terjadi, perencanaan dari SKPDharus merujuk kepada dokumen RPJMDes dari desa.

Pemerintah Kebumen mendorong sinergi perencanaan dan pelaksanaan anggaran dari tingkat desa melalui pendekatanSatu Desa Satu Rencana. Selain itu dilakukan integrasi berbagai kegiatan dinas dan desa, serta program-program di luar pemerintah kabupaten seperti PNPM. Saat ini, Kebumen merupakan salah satu contoh kabupaten lokasi PNPM Integrasi.

Persoalan lain yang kerap terjadi dalam perencanaan tingkat desa adalah banyaknya program yang turun ke warga tetapi tidak saling bersinergi. Masing-masing program tidak mengacu satu sama lain. Alias setiap program mempunyai proses perencanaannya sendiri. Contoh paling jelas adalah PNPM yang mempunyai proses perencanaan lepas dari Musrenbang.

Selain itu, model pendanaan tingkat desa yang harus habis dalam satu tahun, membuat desa dan kabupaten sulit

Page 32: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

29

menyusun perencanaan jangka menengah atau panjang (lima tahun) secara kontinyu. Model penganggaran semacam ini membuat program terpaksa disusun untuk jangka pendek.Bahkan program yang ditujukan untuk penanggulangan kemiskinan dirancang dengan pendekataan semacam ini. Contoh: program pemberian makanan tambahan untuk Posyandu. Integrasi perencanaan membuat desa mempunyai satu dokumen pegangan untuk rencana pembangunan desa, yaitu RPJMDes. Berbekal RPJMDes, desa dapat memetakan dan mencari anggaran untuk masing-masing prioritas pembangunannya.

Komitmen terhadap pembangunan desa serta kemiskinan tidak hanya diwujudkan dalam alokasi anggaran desa. Kepada mereka juga dilakukan penguatan kapasitas dalam perencanaan, serta akuntabilitas penggunaan dana ADD.

Di awal peluncuran ADD, pemerintah kabupaten meluncurkan Program Kemandirian Masyarakat Desa (PKMD). Program tersebut dilaksanakan dalam bentuk pemberian danaguna memfasilitasi proses penyusunan RPJMdes di 449 desa di Kebumen.

Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, dana yang tersedia relatif kecil dibandingkan cakupan desa yang sangat luas di Kabupaten Kebumen. Namun demikian, kegigihan FORMASI dalam mengatasi tantangan itu amat membantu.Mereka juga mampu menepis anggapan bahwa ‘desa belum siap untuk mandiri’. Meskipun terdapat keterbatasan dana, para fasilitator FORMASI melakukan pendampingan di desa-desa dalam menyusun RPJMDesnya.

Sementara untuk mendorong akuntabilitas, Bapermades menyelenggarakan pelatihan dan pemantauan pelaporan anggaran yang mengikutsertakan Kepolisian dan Kejaksaan. Ini dimaksudkan sebagai bukti keseriusan Pemerintah dalam menyelenggarakan akuntabilitas anggaran.

Page 33: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

30

Berbagai langkah tersebut menunjukkan keseriusan Kabupaten Kebumen dalam mendorong kemandirian desa maupun meningkatkan kapasitas pemerintahan desa.

Gambar 4Peningkatan kapasitas desa diwujudkan Kebumen melalui penguatan kapasitas

fasilitator (Foto: mustikaaji.blogspot.com)

Sinergi perencanaan berbagai anggaran dan berbagai SKPD ini menimbulkan komitmen terhadap perlunya perencanaan dan penganggaran jangka menengah yang terus-menerus. Tantangan proses partisipasi perencanaan tingkat desa adalah bagaimana membangun perspektif jangka panjang (lima tahun) dalam mengentasan kemiskinan

Page 34: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

31

secara nyata dan efektif. Dalam hal ini, Kabupaten Kebumen melangkah maju dengan membangun sinergi, baik dalam internal pemerintahan maupun dengan pihak eksternal. Pendalaman kualitas partisipasi, antara lain, dilakukan dengan penguatan data plus analisis potensi dan permasalahan desa.

Gambar 5Pemetaan Potensi Ekonomi Desa, upaya untuk memperdalam kualitas

partisipasi di Kabupaten Kebumen(Foto: AKATIGA)

Inovasi dalam proses perencanaan ini memunculkan win-win solution bagi seluruh pihak. Memang diakui ada kerepotan dan kerugian dalam gerakan baru ini. Tetapi semua pihak yang aktif terlibat sehari-hari merasakan lebih banyak manfaatnya:

Bagi birokrat Bappeda, sinergi memungkinan mereka •bertindak sebagai perencana sesungguhnya. Mereka bisa membuat rencana yang berguna bagi rakyat, serta terus menerus mengarahkan tujuannya agar benar-benar tercapai. Pada akhirnya mereka juga

Page 35: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

32

harus melakukan monitoring capaian, anggaran, dan perkembangan sektor-sektor, yang bisa mendukung pembangunan desa.

Bagi birokrasi di SKPD dan Bapermades, sinergi menjadi •pendorong dalam mencapai tujuan pembangunan sesungguhnya. Juga mendorong agar pembangunan secara nyata dinikmati masyarakat desa.

Bagi para kepala desa, upaya membangun RPJMDes •yang berkesinambungan dengan tujuan yang terukur akan meningkatkan pengakuan warga desa. Selain itu akan menghasilkan penghargaan-penghargaan lain yang bersifat non-finansial kepada mereka. Para kepala desa yang berhasil dalam membangun RPJMDes juga menjadi narasumber di desa-desa lain yang baru mulai. Termasuk desa-desa di luar wilayah Kabupaten Kebumen.

Bagi aktivis kelompok masyarakat sipil di Kebumen •maupun tokoh politik, keberhasilan upaya penguatan desa membangun kredibilitas mereka di tingkat kabupaten maupun nasional. Secara intensif kelompok ini harus mengawal upaya-upaya yang ada baik di desa (agar desa bisa merencanakan kebutuhan dengan baik maupun konsisten dan akuntabel dalam penggunaan anggarannya) maupun sampai kabupaten. Kiat-kiat yang mereka dapat dari pengalaman ini bisa digunakan sebagai modal dukungan publik bila dibutuhkan.

Keberhasilan dalam mendukung kelompok miskin dan •pembangunan desa secara nyata, dapat membangun dukungan bagi pimpinan daerah. Dukungan itu datang dari dalam maupun luar Kebumen, bahkan hingga tingkat nasional (media dan pemerintahan).

Profesionalisme birokrasi dan kelas ini akan mendorong terjadinya proses yang berkeberlanjutan. Peluangnya amat besar karena profesionalisme telah melembaga di dalam aktor-aktor utama pembangunan.

Page 36: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

33

Kota Banda acehMendorong Suara Perempuan dalam

Perencanaan

faKta sIngKat

Luas Wilayah: 61,36 km2

Penduduk : 244.724 Jumlah Kecamatan: 9Jumlah Kemukiman:17

Jumlah Gampong/Desa : 90APBD TA.2011 :596,369.000.000,-APBD TA. 2012: 797.733.000.000,-

KoMPonen InovasI:

KetegasanPemimpin

PartisipasiPerempuan

ReformasiBirokrasi

Page 37: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

34

Untuk mendorong pelibatan perempuan di dalam proses perencanaan, Kota Banda Aceh mendorong sebuah forum khusus bagi perempuan yang terintegrasi dengan Musrenbang. Bentuknya: Musyawarah Rencana Aksi Perempuan (Musrena).

S ebelumnya keterlibatan perempuan di dalam politik maupun proses pengambilan keputusan di Banda Aceh masih sangat rendah. Keterlibatan perempuan

dalam Musrenbang masih kurang dari 20%. Itu pun masih bersifat pasif dan terbatas pada kelompok PKK.Di dalam legislatifketerwakilan perempuan masih di bawah 10%, demikian pula dalam posisi pengambil kebijakan.

Beranjak dari kondisi tersebut, Pemerintah Kota Banda Aceh di bawah pimpinan Walikota Ir. Mawardy Nurdin, M.Eng, Scdan Wakil Walikota Hj Illiza Saadudin mengeluarkan Peraturan Walikota Banda Aceh No 52 Tahun 2009 Tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Musyawarah R e n c a n a Aksi Perempuan. Tujuan forum ini adalah menyediakan wadah komunikasi bagi perempuan, membentuk ajang pembelajaran dan peningkatan kapasitas perempuan ,dan perencanaan dan penganggaran responsif gender. Selain itu juga untuk mendorong percepatan pencapaian target RPJM, melaksanakan komitmen pemerintah terhadap CEDAW (Convention Eliminating All Forms of Discrimination against Women - penghapusan segala bentuk diskriminasi

Page 38: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

35

terhadap perempuan), serta mendorong percepatan pengarus utamaan gender.

Forum Musrena dilaksanakan di tingkat kecamatan selama satu hari.Namun proses integrasinya dilakukan mulai dari tingkat gampong/desa sampai kota. Pada tingkat gampong/desa, warga memilih perwakilan yang akan hadir di Musrena.

Untuk mengefektifkan Musrena, Forum KKA sebagai penyelenggara menetapkan kriteria bagi perempuan yang dapat hadir dalam musyawarah khusus tersebut. Syaratnya adalah dua orang perempuan yang mewakili setiap dusun ituharus berani berbicara, aktif, serta memiliki cukup pengetahuan1.

Hasil Musrena kemudian digabungkan dengan Program SKPD dalam Forum SKPD, yang kemudian naik ke dalam musyawarah perencanaan pembangunan kota (Musrenbangkot). Kini perempuan di 90 desa, meliputi9 kecamatan di kota Banda Aceh, secara aktif mengikuti Musrena tiap tahun .

Hasilnya?Sejauh ini kebijakan seperti pemeriksaan pap smear, pembuatan balai inong atau tempat berkumpulnya kaum perempuan, merupakan implementasi dari buah pikiran Musrena2. Begitu juga dalam pembentukan koperasi perempuan, hingga memberikan kios bagi penjual sirih di depan Masjid Raya Baitulrahman adalah hasil dari proses tersebut.

Untuk menjamin adanya monitoring program yang responsif gender serta pengarusutamaan gender, dibentukWomen’s Development Center (WDC). Berbeda dengan kebanyakan WDC di daerah lain yang ketua umumnya dijabat Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, di Banda Aceh ketua dipilih oleh konferensi dan berasal dari kalangan LSM.

1 http://www.yipd.or.id/main/readnews/saatnya-perempuan-terlibat-aktif-dalam-pembangunan2 http://www.yipd.or.id/main/readnews/saatnya-perempuan-terlibat-aktif-dalam-pembangunan

Page 39: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

36

Gambar 6: Alur Musrena Sumber: Pemerintah Kota Banda Aceh

Gambar 7: Sosialisasi Musrena

Sumber: Pemerintah Kota Banda Aceh

Page 40: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

37

Pemerintah Kota banda aceh menyadarai gender mainstreaming memerlukan penguatan kapasitas dan perubahan pola pikir dari pelaku baik di tingkat sKPd, legislative, maupun warga. Karena itu forum Musrena itu tidak berdiri sendiri. Sebelumnya ada peningkatan kapasitas kepada perangkat SKPD dan legislative dalam bentuk training of trainer (ToT).

Persoalannya - sebagaimana yang juga ditemui di tempat lain--, pelatihan gender sering diidentikkan untuk perempuan. Hal ini menjadikan pejabat SKPD yang diundang kemudian mewakilkan lagi ke stafnya. Selain itu, dalam pelatihan yang dilakukan secara berseri ini (sehingga seharusnya yang datang pada setiap sesi adalah orang yang sama), sering terjadi pergantian peserta. Pemerintah Kota Banda Aceh pernah mencoba menyiasatinya dengan menghilangkan kata ‘gender’, tetapi tidak berhasil. Akhirnya kembali ke komitmen walikota- Walikota, yakni mewajibkan pejabat yang mendapatkan undangan pelatihan gender untuk mengikuti secara penuh dan tidak diwakilkan.

Upaya untuk menghilangkan diskriminasi tidak hanya ditujukan pada kelompok perempuan saja. Pemerintah Kota Banda Aceh juga menyelenggarakan forum khusus yang disebut Musyawarah Perencanaan Orang Cacat. Tujuannya memberi fasilitasi perencaanaan yang menjadi kebutuhan penyandang cacat, misalnya alokasi dana bantuan untuk pijat tuna netra, spa, dan lain-lain.

Komitmen pimpinan Kota banda aceh, baik walikota maupun wakilnya, adalah membuat pengarusutamaan gender menjadi prioritas bagi sKPd. Langkah yang pertama dilakukan adalah menyelenggarakan Training of Trainers bagi perangkat SKPD maupun anggota legislatif. Yang terjadi adalah perangkat SKPD yang diundang kemudian mendisposisikan undangan kepada bawahannya yang perempuan.Demikian seterusnya. Dengan instruksi pimpinan agar perangkat SKPD yang diundang wajib datang, hal ini teratasi. Dan jika ada acara lain, maka acara lain itulah yang harus diwakilkan.

Page 41: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

38

mengatasi kekakuan birokrasi dengan bekerjasama dengan pihak luar. Pada saat usulan ini diluncurkan muncul problem karena sumber pendanaan untuk Musrena tidak ditemukan mata anggarannya dalam APBD. Maka Wakil Walikota membawa ide ini kepihak luar.Akhirnya pemerintah Banda Aceh mengelar Musrena dengan dukungan finansial dari donor.

melalu proses musrena tampak bahwa usulan rencana yang dihasilkan banyak terkait dengan tingkat kesehatan dan kesejahteraan keluarga. Usulan yang muncul ternyata tidak melulu usulan yang bersifat ‘khas’ perempuan.Tetapi juga usulan-usulan yang sifatnya ‘non perempuan’.Berbagai usulan ‘khas perempuan’ misalnya mencakup adanya program papsmear dalam pemeriksaan kesehatan perempuan, serta pertolongan pada ibu melahirkan.Usulan lainadalah terkait dengan lampu jalan, pengelolaan sampah, pemisahan toilet laki dan perempuan, hingga pengadaan air bersih.Sementara usulan yang sifatnya ‘non perempuan’ yang muncul di antaranya tentang penataan sungai, penataan lampu jalan, atau pengelolaan toilet.

Gambar 8: Penetuan Prioritas dalam Musrena, serta suasana Musrena tingkat Kecamatan

Sumber: Pemerintah Kota Banda Aceh

Page 42: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

39

Kota ParepareMengurangi Dominasi Perencanaan

‘Top -Down’

faKta sIngKat:

Luas Wilayah: 99,33 km2

Penduduk: 140.000 jiwaJumlah Kecamatan:

Jumlah Kelurahan: Jumlah Desa:

APBD TA.2011 : 596,369.000.000,-

KoMPonen InovasI:

PenguatanKapasitas

Warga

PenguatanKapasitas

Warga

PaguAnggaranWilayah

Page 43: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

40

Perencanaan partisipatif telah dijamin dalam Undang-undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Kenyataannya di banyak daerah perencanaan partisipatif menjadi mekanistis. Salah satu sebabnya karena warga sering merasa usulan yang mereka sampaikan tidak jelas hasilnya. Tanpa mempunyai gambaran yang jelas tentang plafon dana serta apa saja yang boleh atau bisa diusulkan dan siapa yang akan melaksanakannya, dokumen perencanaan yang berasal proses perencanaan partisipatif sering menjadi daftar keinginan warga saja. Melalui Perda No. 1/2010, Pemerintah Kota Parepare memberikan jaminan terlaksananya usulan pembangunan dari bawah. Perda ini juga mengurangi kesenjangan antara perencanaan ‘dari atas’ dan ‘dari bawah’

D ominasi model perencanaan yang top down, dan adanya kesenjangan antara program/usulan dari pemerintah dan dari warga mendorong Kota

Parepare mengeluarkan Perda No. 1 tahun 2010 tentang proses perencanaan dan penganggaran berbasis partisipasi. Dalam Perda tersebut ditetapkan pagu anggaran untuk usulan dari mekanisme yang berbeda, yaitu pagu sektoral dan pagu wilayah.

Pagu sektoral (PS)adalah pagu anggaran untuk program/kegiatan SKPD sesuai dengan Renstra dan Renja masing-masing SKPD. Sementara Pagu wilayah (PW) adalah pagu anggaran untuk mengakomodasi program dari usulan

Page 44: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

41

masyarakat serta hasil reses DPRD. Penetapan besarnya PW dilakukan setiap tahun setelah dilaksanakannya Musyawarah Perencanaan Kelurahan (Musrenbangkel) dan sebelum dilaksanakannya Musyawarah Perencanaan Pembangunan Kecamatan (Musrenbangcam).

Rencana PW diajukan Pemerintah Kota melalui Bappeda mewakili Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan besarnya.PW diestimasikan Bappeda pada saat penyusunan rancangan pagu anggaran makro (sebelum Musrenbangcam), dalam bentuk persentase yang didasarkan pada Belanja Langsung1 yang direncanakan

Pagu Wilayah terdiri dari: Pagu Wilayah minimal: memberikan alokasi plafon - anggaran minimal, sama besar utk semua kelurahanPagu Wilayah indikatif: diberikan ke kelurahan - berdasarkan indikator tertentu

Pagu Wilayah harus mengikuti arah dan sasaran dari dokumen perencanaan yang ada (misalnya RPJMD).Pagu ini bersifat tetap dan tidak dapat ditambah atau dikurangi.Selain itu juga harus mengikuti ketentuan yang terkait dengan pengelolaan anggaran.

TAPD dapat mengkoreksi usulan Pagu Wilayah dan hasilnya disampaikan ke Fasilitator Kelurahan (Faskel) dan Forum Delegasi Masyarakat (FDM). PW yang telah disetujui tersebut kemudian didistribusikan ke setiap SKPD sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) masing-masing SKPD. Akumulasi usulan PW digabungkan dengan usulan Pagu Sektoral, lalu dimasukan ke dalam Rencana Kerja Pemererintah Daerah (RKPD) dan dituangkan ke dalam Kebijakan Umum Anggaran(KUA)/Plafon Penetapan Anggaran Sementara (PPAS).

1 Belanja Langsung yang menjadi dasar estimasi adalah setelah dikurangi besarnya Dana Alokasi Khusus dan dana kh ususn lainnya. Dengan demikian, persentase PW hanya pada akumulasi Dana Alokasi Umum (DAU), Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Bagi Hasil (DBH), serta penerimaan lainnya

Page 45: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

42

Gambar 9. Kiri-kanan: sosialisasi pagu wilayah ke kelurahan

(Sumber foto: Pemerintah Kota Parepare)

Page 46: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

43

Pemerintah Kota sangat menyadari pentingnya pengembangan kapasitas agar proses perencanaan di tingkat masyarakat tidak hanya keluar dengan daftar keingnan (wish list). Oleh karena itu, dalam Perda tersebut juga ditetapkan pembentukan fasilitator kelurahan, yaitu individu non PNS yang berasal dari kelurahan tersebut. Faskel berfungsi menjembatani hubungan antara Bappeda dengan masyarakat, dan membantu warga mempersiapkan usulan (termasuk prioritas usulan). Faskel juga memastikan warga mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan.

Selain itu, dibentuk pula Forum Delegasi Masyarakat (FDM) yang merupakan wakil dari masyarakat. Tugasnya adalah menjembatani kebutuhan masyarakat dengan pemerintah kota (Bappeda dan SKPD lain), dan mengawal usulan masyarakat yang telah terakomodasi dalam PW.

Faskeld dan FDM punya hak untuk turut serta dalam rapat TAPD yang membahas PW dan PS. Namun saat pembahasan KUA/PPAS dalam DPRD, atau RAPD dalam Banggar atau komisi, Faskel dan FDM tidak disertakan dalam rapat tetapi diberi ruang konsultasi.

Selain ke warga, upaya yang sama juga dilakukan terhadap aparat pemerintahan. Camat dan lurah mendapatkan sosialisasi dan pendampingan dari pemerintah untuk dapat mengikuti pagu yang ada sesuai dengan perencanaan partisipatif yang baik

Gambar 10Sosialisasi Pagu Indikatif Wilayah ke SKPDSumber foto: Pemerintah Kota Parepare

Page 47: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

44

Dengan membangun mekanisme PW, pemerintah Kota Pare-pare memberikan gambaran yang jelas dari awal tentang batasan perencaaan yang dapat diusulkan masyarakat. Ini memungkinkan agar yang muncul bukan daftar keinginan saja.Ketika warga tahu usul-usul yang masuk akal dapat diterima dan dijalankan pemerintah, mereka yakin proses partisipasi betul-betul bermakna. Proses itu juga menghasiikan sesuatu yang nyata. Hal ini akan menghilangkan “kejenuhan partisipasi”. Keterbatasan plafon PW mendorong dan “memaksa” warga untuk membuat prioritas. Dan keterbatasan dana akan membuat segalanya harus digunakan secara sangat efisien.

Penetapan PW ini juga menodorong transparansi dan akuntablitas pemerintah. Dengan adanya penetapan PW pemerintah Kota ‘dipaksa’ menjelaskan besaran anggaran dan rencana-rencana SKPD.Otomatis ini mendorong terciptanya transparansi dan akuntabilitas.

Penetapan fasilitator kelurahan dan FDM dapat membantu masyarakat menentukan prioritas.Namun memang ditemukan kendala, utamanya terhadap Faskel-faskel yang berlatar belakang aktifis partai politik. Para faskel ini kemudian cenderung hanya mendorong program partainya saja?.Saat ini, Pemerintah Kota Parepare sedang melakukan revisi persyaratan Faskel.

Page 48: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

45

Kabupaten lombok utaraMemprioritaskan Kesehatan Bagi Rakyat

Miskin di Kabupaten Baru

faKta sIngKat

Luas wilayah: 810 km2

Penduduk: 207.996Jumlah kecamatan: 5

Jumlah desa: 33 APBD TA. 2011: 360.518.000.000,-APBD TA.2012 :387.851.000.000,-

KoMPonen InovasI:

Kesehatanuntuk Kaum

Miskin

KejelasanPrioritas& Target

Page 49: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

46

Sebagai kabupaten baru, wilayah ini menghadapi sejumlah fakta: anggaran terbatas, jumlah penduduk miskin yang tinggi (43% dari total penduduk,) serta rendahnya tingkat kesehatan. Maka Kabupaten Lombok Utara tegas menetapkan komposisi anggaran adalah 60% : 40%, yakni 40 pengeluaran rutin dan 60 untuk pembangunan). Bidang kesehatan menjadi prioritas pembangun.Komitmen ini diwujudkan dalam bentuk perubahan sistem, penetapan indikator capaian target yang tinggi, perbaikan sistem layanan kesehatan, serta pemilihan titik krusial dalam kesehatan, yaitu kesehatan ibu dan anak.

Mekar dari Kabupaten Lombok Barat pada tahun 2008, Kabupaten Lombok Utara langsung dihadapkan

satu tantangan besar: kemiskinan dan rendahnya tingkat kesehatan warga. Sekitar 43% warga kabupaten ini merupakan warga miskin, dan Indeks Pembangunan Manusia di Kabupaten Lombok Utara merupakan yang terendah di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Kemiskinan itu mendorong migrasi ke luar negeri untuk menjadi pekerja rumah tangga, utamanya ke Siria dan Arab Saudi. Meskipun tingkat kemiskinan tinggi, tingkat kejahatan di Lombok Utara relatif rendah.Juga tidak ada masyarakat yang menjadi peminta-minta.

Page 50: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

47

Sebagai daerah baru, dana pendapatan asli daerah Lombok Utara masih terbilang kecil. Di awal berdirinya, PAD hanya ditargetkan sebesar Rp. 6,7 M. Namun dalam tiga tahun PAD dianggarkan telah mencapai Rp 30 M.

Dalam hal proporsi pembelanjaaan, Lombok Utara menetapkan bahwa 60% alokasi anggaran jatuh untuk pembiayaan pembangunan, sementara 40% untuk pembiayaan rutin-- termasuk aparat. Hal ini termasuk langka.Karena dalam kebanyakan daerah baru, proporsi anggaran rutin biasanya lebih besar. Anggaran itu digunakan untuk pengangkatan pegawai-pegawai baru, dan mengisi tenaga-tenaga professional, seperti guru atau tenaga kesehatan.

Salah satu dampak dari kemiskinan, juga banyaknya penduduk --terutama perempuan-- yang merantau, adalah rendahnya tingkat kesehatan ibu dan anak.Anak-anak yang ditinggalkan ibunya itu diasuh keluarga lainnya (seperti neneknya) yang notabene juga merupakan orang miskin.Karena itu, angka balita gizi buruk, angka kematian bayi baru lahir, angka kematian ibu melahirkan, tergolong tinggi.

Gambar 11Kiri: Juhurun, salah satu balita gizi rendah di Lombok Utara. Kanan: Tara, salah

satu balita penderita TBC, enam bulan setelah menjalani pengobatanSumber foto: Pemerintah Kabupaten Lombok Utara

Page 51: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

48

Tabel 2Indikator Kesehatan Kabupaten Lombok Utara

Sumber: http://lombokutarakab.bps.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=53&Itemid=65

Dengan kondisi tersebut, pemerintah menetapkan prioritas 2015 untuk bidang kesehatan sebagai “Masyarakat Kabupaten Lombuk Utara Mandiri untuk Hidup Sehat tahun 2015”. Ini merupakan turunan dari misi Kabupaten Lombok Utara yang kedua, yaitu peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat. Maka serangkaian upaya sinergis dilakukan pemerintah untuk menggerakkan masyarakat.

Langkah pertama adalah melakukan perbaikan keseluruhan sistem pelayanan kesehatan. Sejak tahun 2010 pemerintah melakukan pendataan identifikasi persoalan kesehatan per wilayah dan kebutuhan pembiayaannya. Pendataan ini memunculkan karakteristik persoalan dan kebutuhan anggaran yang berbeda di kelima kecamatan Lombok Utara.

Selanjutnya, pemerintah meningkatkan akses masyarakat terhadap sarana pelayanan kesehatan. Kualitas layanan kesehatan juga diperbaiki. Pelayanan kesehatan gratis diberikan melalui skema Jamkesmas, Jampersal, dan dana Bantuan Sosial. Untuk mengakses daerah-daerah yang terpencil, dibangun Puskesmas Pembantu, poliklinik desa, serta ambulan desa. Selain itu, pemerintah juga membangun Rumah Sakit Umum Daerah yang diproyeksikan mulai beroperasi tahun 2013.

Page 52: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

49

Menyadari jumlah tenaga kesehatan masih kurang memadai di Lombok Utara, pemerintah memberikan bantuan pendidikan lanjutan kepada 40 petugas kesehatan (perawat) dan pendidikan D3 bagi 18 bidan. Tujuannya untuk meningkatkan standar kompetensi tenaga kesehatan, khususnya perawat dan bidan.

Hal itu sekaligus bertujuan memeratakan pelayanan kesehatan di seluruh wilayah Lombok Utara.Targetnya adalah setiap desa terisi dua bidan desa dengan pendidikan minimum D3.

Gambar 12Ambulan Desa di Kabupaten Lombok UtaraFoto: Pemerintah Kabupate Lombok Utara

Selain itu, beasiswa juga diberikan kepada pelajar yang memasuki pendidikan kedokteran. Mereka diberikan bantuan dana sebesar Rp 25.000.000 per orang. Hingga saat ini, sekitar 10 mahasiswa mendapatkan bantuan tersebut.

Pada waktu-waktu tertentu tenaga kesehatan wajib mengosongkan Puskesmas untuk melakukan pembinaan di desa-desa.Himbauan diberikan kepada petugas kesehatan dari Puskesmas yang melakukan kunjungan ke posyandu untuk tidak meninggalkan posyandu sebelum persentase D/S mencapai minimal 90%. Dengan cara ini, tenaga kesehatan dengan cepat mendeteksi persoalan-persoalan kesehatan, seperti balita gizi buruk atau ibu hamil dengan resiko tinggi.

Page 53: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

50

Pemerintah Kabupaten Lombok Utara juga mendorong pemberdayaan petugas-petugas kesehatan dan masyarakat. Koordinasi antara kepala desa, bidan desa, dan petugas puskesmas pembantu dilakukan untuk mendorong perubahan perilaku pemangku kepentingan kesehatan tingkat desa. Kordinasi tersebut dilakukan di tingkat musyawarah desa, yang menghasilkan program-program peningkatan kesehatan warga. Sasaran utama program adalah ibu hamil, bayi, balita, wanita usia subur, wanita remaja, dan kesehatan lingkungan.

Revitalisasi Posyandu dilakukan untuk menjadikan Posyandu sebagai pusat berbagai kegiatan utama masyarakat tingkat dusun. Misalnya: rembug dusun, penyelenggaraan PAUD, kelas ibu hamil, dan lain-lain.

Sebagai daerah baru, indikator keberhasilan yang ditetapkan terhadap setiap Puskesmas boleh dikatakan cukup tinggi.Indikator itu tentu saja didasarkan pada prioritas masing-masing Puskesmas. Indikator ini, misalnya, meliputi penemuan ibu hamil sejak dini, pemeriksaan sebelum kelahiran sampai bulan kesembilan, tertanggulanginya semua faktor resiko tinggi, hingga tidak adanya keterlambatan rujukan bagi ibu melahirkan.

Selain itu ada juga indikator terkaitlayanan persalinan oleh tenaga keseahtan, capaian Inisiasi Menyusu Dini (IMD) sebesar 100%, capaian ASI Eksklusif sebesar 100%, dan capaian D/S Posyandu sebesar 80%. Pemerintah mencanangkan target tinggi ini untuk memicu semangat kerja bagi para pihak.

Pembiayaan untuk program kesehatan ini diilakukan dari beberapa sumber-- terbesar adalah dana dari Pusat.

Page 54: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

51

Gambar13Sumber-sumber Pembiayaan Kesehatan (2012)Sumber: Pemerintah Kabupaten Lombok Utara

Sebagai kabupaten yang baru berdiri dengan kondisi kemiskinan tinggi, kelebihan inovasi dari Kabupaten Lombok Utara adalah keberanian menetapkan prioritas yang jelas. Ini merupakan kunci bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Penetapan prioritas pada kesehatan ibu anak merupakan hal krusial. Karena baik-buruknya layanan kesehatan ibu-anak menjadi indikator melihat baik-buruknya layanan kesehatan yang lain.

Seorang ibu hamil membutuhkan pengecekan rutin minimal 4x dalam setiap kehamilan. Selain itu untuk mengetahui tingkat resiko ibu hamil diperlukaninformasi yang lengkap tentang riwayat kehamilan sebelumnya. Juga diperlukan riwayat kesehatan si ibu hamil tersebut, misalnya riwayat darah tinggi.

Demikian pula dalam hal pemeriksaan kondisi bayi dan balita, selalu membutuhkan informasi kondisi sebelumnya.Misalnya, bahwa kondisi bayi buruk juga dipengaruhi kondisi gizi ibu selama kehamilan.

Kesemua informasi tersebut memerlukan sistem database yang baik tentang kondisi ibu dan anak. Apabila penanganan kesehatan ibu dan anak baik, lebih mudah bagi pemerintah meningkatkan layanan kesehatan lainnya.

Page 55: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

52

Daftar singkatan

ADD Alokasi Dana DesaAPBD Anggaran Pendapatan dan Belanja DaerahAPBDes Anggaran Pendapatan dan Belanja DesaBappeda Badan Perencanaan Pembangunan DaerahBanggar Badan AnggaranBOS Bantuan Operasional Sekolah Bapermades Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa BPKMS Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota

SurakartaCEDAW Convention Eliminating All Forms of

Discrimination against WomenDAK Dana Alokasi KhususDAU Dana Alokasi UmumDAK Dana Alokasi Khusus DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Faskel Fasilitator KelurahanFORMASI Forum Masyarakat SipilFDM Forum Delegasi MasyarakatJamkesmas Jaminan Kesehatan MasyarakatJampersal Jaminan PersalinanKTP Kartu Tanda Penduduk KUA Kebijakan Umum Anggaran LPJ Laporan Pertanggungjawaban LKPJ Laporan Keterangan PertanggungjawabanLSM Lembaga Swadaya MasyarakatMA Madrasah Aliyah MDGs Millenium Development Goals – target

pencapaian pembangunan mileniumMI Madrasah IbtidaiyahMTs Madrasah TsanawiyahMusrena Musyawarah Rencana Aksi Perempuan Musrenbang Musyawarah Perencanaan Pembangunan

Musyawarah Perencanaan Pembangunan DesaMusyawarah Perencanaan Pembangunan KecamatanMusyawarah Perencanaan Pembangunan Kelurahan

PAD Pendapatan Asli Daerah

Page 56: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

53

PKMS Program Kesehatan Masyarakat SurakartaPKL Pedagang Kaki Lima PKMD Program Kemandirian Masyarakat Desa PNPM Program Nasional Pemberdayaan MasyarakatPNS Pegawai Negeri Sipil PPAS Plafon Penetapan Anggaran SementaraPW Pagu WilayahRKPD Rencana Kerja Pemererintah DaerahRPJMDes Rencana Pembangunan Jangka Menengah

DesaSD Sekolah DasarSDLB Sekolah Dasar Luar BiasaSMA Sekolah Menengah AtasSMALB Sekolah Menengah Atas Luar BiasaSMK Sekolah Menengah Kejuruan SMP Sekolah Menengah PertamaSMPLB Sekolah Menengah Pertama Luar BiasaSKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah TAPD Tim Anggaran Pemerintah DaerahToT Training of Trainers Tupoksi Tugas Pokok dan FungsiWDC Women’s Development Center

Page 57: Tantangan Berinovasi Desentralisasi

54