TA PGT Garahan

Embed Size (px)

Citation preview

  • iDESAIN CHAIN OF CUSTODY (CoC) LACAK

    GETAH PINUS DI KPH BANYUWANGI UTARA

    PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR

    IMAM FAUZI SYAMSU

    DEPARTEMEN HASIL HUTAN

    FAKULTAS KEHUTANAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2009

  • iRINGKASAN

    IMAM FAUZI SYAMSU E24104062. Desain Chain of Custody (CoC) LacakGetah Pinus di KPH Banyuwangi Utara Perum Perhutani Unit II JawaTimur. Dibimbing Oleh JUANG RATA MATANGARAN

    KPH Banyuwangi Utara merupakan salah satu KPH Perum Perhutani Unit IIJawa Timur yang sedang dalam proses sertifikasi hutan berdasarkan standar FSC.Dalam rangka melakukan sertifikasi khususnya pada hasil hutan bukan kayu(HHBK) berupa getah pinus, pihak KPH perlu menyusun prosedur pengelolaanyang sesuai dengan prinsip kelestarian manfaat serta monitoring dan evaluasi.Desain CoC lacak getah pinus merupakan salah satu prosedur yang dapatdigunakan dalam usaha pelacakan getah untuk kepentingan sertifikasi PengelolaanHutan Lestari (PHL) di KPH Banyuwangi Utara.

    Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan menguji desain CoC lacak getahpinus yang dilakukan dengan memodifikasi Standard Operational Procedure(SOP) mengenai CoC yang disusun oleh KPH Banyuwangi Utara disesuaikandengan standar FSC yang berlaku. Penelitian ini diawali dengan observasipergerakan getah pinus dari hutan hingga diterima di Pabrik Gondorukem danTerpentin (PGT) sebagai dasar pembuatan desain CoC yang meliputi desainpergerakan fisik getah, pemberian tanda pada wadah getah, dokumentasipergerakan getah, dan kontrol produksi maksimal. Kontrol produksi maksimalmerupakan standar kelestarian pemanenan getah pinus yang dicari denganmemprediksi produksi maksimal setiap tahun selama 5 tahun kedepan berdasarkanproduksi nyata di lapangan dan pendugaan produksi maksimal tegakan yangbelum berproduksi menurut data sekunder. Hasil dari pembuatan desain kemudiandiujicoba untuk membandingkan penerapan SOP CoC yang disusun oleh KPHBanyuwangi Utara dengan desain pada penelitian ini serta mengetahui kendaladan permasalahan yang ada terkait dengan penerapan CoC.

    Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa pelaksanaan SOPtentang CoC yang disusun KPH Banyuwangi Utara belum terlaksana secaraoptimal dan sesuai dengan standar CoC yang ditetapkan oleh FSC. Hal tersebutdapat dilihat dari belum adanya tanda pada wadah yang jelas dan konsisten,dokumentasi getah yang belum lengkap dan belum adanya perhitungan terhadapstandar kelestarian penyadapan getah pinus. Atas dasar kekurangan tersebut, makapembuatan desain CoC dilakukan untuk memodifikasi SOP KPH BanyuwangiUtara agar sesuai dengan standar FSC mengenai CoC. Modifikasi yang dilakukanmeliputi pembuatan desain pergerakan fisik getah yang runtut, pemberian tandawadah yang jelas dan konsisten, memberlakukan penggunaan dokumen angkutan(FA-HHBK) disertai dengan pengisian dokumen agar saling terkoneksi danmelakukan perhitungan produksi maksimal sebagai standar kelestarianpenyadapan getah pinus. Dasar perhitungan produksi maksimal berasal daripenggabungan perhitungan produksi maksimal nyata di hutan dan pendugaanproduksi getah pinus untuk tegakan yang akan berproduksi berdasarkan datapenelitian Wijayanti (2007). Berdasarkan hasil perhitungan didapat prediksiproduksi maksimal rata-rata getah pinus untuk KPH Banyuwangi Utara sebesar1.154.540,5 Kg/th selama 5 tahun ke depan. Nilai tersebut merupakan standar

  • ii

    kelestarian untuk mengevaluasi tingkat pemanenan getah pinus agar tidakmelebihi tingkat pemanenan yang dapat dilestarikan secara permanen (FSC 2004).

    Uji coba lacak getah dilakukan untuk menguji pelaksanaan kegiatan lacakgetah pada desain yang telah dibuat dengan SOP milik KPH Banyuwangi Utaramengenai CoC. Hasil uji coba menunjukkan bahwa secara keseluruhan, SOP KPHBanyuwangi Utara mengenai CoC mengalami kegagalan pada pemeriksaandokumen maupun fisik wadah getah. Hal tersebut terjadi dikarenakan pada SOPyang telah disusun tidak ditemukan adanya nomor drum yang konsisten danpenggunaan dokumentasi yang belum lengkap. Sedangkan hasil ujicoba desainCoC lacak getah pada penelitian ini menunjukkan keberhasilan sebesar 91% untukpelacakan dokumen dan 35% untuk pelacakan fisik wadah getah. Kegagalandalam pelacakan dokumen terjadi karena terdapat 6 drum sisa persediaan yangbelum melewati sistem CoC namun tetap diberikan nomor seri drum dan tercatatdalam dokumentasi CoC tanpa diketahui asal petaknya. Rendahnya tingkatkeberhasilan pada pelacakan fisik wadah getah terutama disebabkan olehhilangnya tanda pada wadah sehingga pelacakan untuk tiap drum tidak dapatdilakukan.

    Kendala yang ditemukan selama proses uji coba terutama berasal darisumber daya manusia yang masih memiliki pengetahuan yang minim mengenaiCoC disamping faktor perbedaan manajemen antara KPH dengan PGT dan faktorteknis seperti pemberian tanda wadah yang mudah hilang dan penggunaandokumentasi getah yang belum lengkap. Sehingga sangat disarankan, pihak KPHBanyuwangi Utara mampu memberikan penyuluhan lebih mendalam kepada parapekerjanya mengenai CoC serta mencari solusi dari permasalahan teknis yangdapat menghambat pelaksanaan CoC.

    Kata kunci : FSC, CoC, produksi maksimal, getah pinus, SOP

  • iPERNYATAAN

    Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Desain Chain of

    Custody (CoC) Lacak Getah Pinus di KPH Banyuwangi Utara Perum Perhutani

    Unit II Jawa Timur adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bmbingan

    dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada

    perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau

    dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain

    telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

    akhir skripsi ini.

    Bogor, Februari 2009

    Imam Fauzi Syamsu

    NRP E 24104062

  • iDESAIN CHAIN OF CUSTODY (CoC) LACAK

    GETAH PINUS DI KPH BANYUWANGI UTARA

    PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR

    IMAM FAUZI SYAMSU

    SKRIPSI

    sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    Sarjana Kehutanan Fakultas Kehutanan

    Institut Pertanian Bogor

    DEPARTEMEN HASIL HUTAN

    FAKULTAS KEHUTANAN

    INSTITUT PERTANIAN BOGOR

    2009

  • iJudul Skripsi : Desain Chain of Custody (CoC) Lacak Getah Pinus di KPH

    Banyuwangi Utara Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

    Nama : Imam Fauzi Syamsu

    NIM : E24104062

    Program Studi : Teknologi Hasil Hutan

    Sub Program Studi : Pemanenan Hasil Hutan

    Menyetujui :

    Dosen Pembimbing,

    Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS.NIP. 131 760 833

    Mengetahui :

    Dekan Fakultas Kehutanan IPB,

    Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr.NIP. 131 578 788

    Tanggal Lulus :

  • iKATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas petunjuk dan

    karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul Desain

    Chain of Custody (CoC) Lacak Getah Pinus di KPH Banyuwangi Utara Perum

    Perhutani Unit II Jawa Timur.

    Hal yang mendasari pembuatan skripsi ini adalah proses sertifikasi hutan

    yang sedang dijalani oleh KPH Banyuwangi Utara menurut prinsip dan kriteria

    Forest Stewardship Council (FSC). Dalam rangka mendapatkan sertifikasi

    tersebut, KPH Banyuwangi telah membuat beberapa prosedur terkait dengan CoC

    pada hasil hutan sebagai fungsi monitoring dan evaluasi. Salah satu prosedur

    tersebut diterapkan pada hasil hutan berupa getah pinus untuk mengatur

    pelaksanaan penyadapan getah pinus agar dapat terlacak dari pabrik hingga ke

    hutan dalam rangka CoC. Namun pada prosedur tersebut, masih ditemukan

    beberapa hal yang belum sesuai dengan standar CoC yang telah ditetapkan oleh

    FSC. Kekurangan tersebut dapat menyebabkan pelaksanaan CoC tidak dapat

    diterapkan, sehingga berakibat getah pinus tidak dapat terlacak. Skripsi ini

    disusun untuk masukan penyempurnaan prosedur CoC getah pinus yang telah ada

    di KPH Banyuwangi Utara sehingga getah dapat dilacak untuk kepentingan

    sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari (PHL).

    Pada kesempatan ini juga penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih yang

    sebesar- besarnya kepada :

    1. Keluarga penulis atas doa dan dorongan baik secara moril maupun materiil.

    2. Bapak Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS. atas bimbingan dan arahannya.

    3. Bapak Ir. Edje Djamhuri dan Dr. Ir. Jarwadi B Hernowo, MS. selaku dosen

    penguji yang telah memberikan nasehat yang berarti bagi penulis.

    4. Bapak Ir Srijono selaku Administratur dan Bapak Asep Saepudin, S. Hut

    selaku Wakil Administratur KPH Banyuwangi Utara yang telah memberikan

    kesempatan kepada penulis dalam melaksanakan pengambilan data di

    lapangan.

  • i5. Kakak senior dan saudara-saudara penulis di RIMPALA Fahutan IPB yang

    telah memberikan ilmu pengetahuan, semangat, serta dorongan moril.

    6. Teman-teman penulis di Departemen Hasil Hutan khususnya di Laboratotrium

    Analisis dan Keteknikan Pemanenan atas doa dan dorongan morilnya.

    7. Teman-teman penulis di Fakultas Kehutanan IPB atas doa dan dorongan

    morilnya.

    8. Pihak-pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya skripsi ini yang

    tidak dapat disebutkan satu persatu

    Demikian penulisan skripsi ini, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan

    perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kehutanan.

    Bogor, Februari 2009

    Penulis

  • iRIWAYAT HIDUP

    Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 2 November 1985 sebagai putera

    terakhir dari pasangan Drs. H. Syamsu Hidayat dan Hj. Siti Mabunia Farida.

    Pada tahun 1992 penulis masuk SDNP IKIP Jakarta. Tahun 1998 penulis

    menyelesaikan Sekolah Dasar dan melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 109

    Jakarta sampai tahun 2001. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di SMU

    71 Jakarta dan menyelesaikan pendidikannya di tahun 2004. Pada tahun tersebut

    penulis melanjutkan pendidikan Sarjana S1 di Institut Pertanian Bogor (IPB)

    melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih jurusan

    Teknologi Hasil Hutan, Departemen Teknologi Hasil hutan, Fakultas Kehutanan.

    Selama menuntut ilmu di IPB, penulis pernah aktif di organisasi

    kemahasiswaan Rimbawan Pecinta Alam (RIMPALA) dari tahun 2005-sekarang

    dan pernah menjabat sebagai Ketua Umum untuk periode 2005-2006. Selain itu

    penulis juga aktif di organisasi luar IPB yaitu sebagai anggota Korps Sukarelawan

    PMI Cabang Kota Bogor dan Volenteer Lembaga Studi Ular SIOUX. Penulis

    pernah menjadi asisten mata kuliah Inventarisasi Hutan pada tahun ajaran 2005-

    2006, asisten mata kuliah Operasi Pemanenan Hutan pada tahun ajaran 2008-2009

    dan asisten untuk mata kuliah Ilmu Ukur Tanah dan Pemetaan Wilayah (IUTPW)

    pada tahun ajaran 2008-2009. Dalam menjalani masa studi di IPB, penulis pernah

    mengikuti Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) yang dilaksanakan

    di beberapa KPH Perum Perhutani yakni KPH Banyumas Timur, KPH Banyumas

    Barat, dan KPH Ngawi. Pada bulan Maret hingga Mei, penulis melaksanakan

    Praktek Kerja Lapang (PKL) yang berlokasi di KPH Banyuwangi Utara.

    Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan

    skripsi dengan judul Desain Chain of Custody (CoC) Lacak Getah d KPH

    Banyuwangi Utara Perum Perhutani Unit II Jawa Timur yang dibimbing oleh Dr.

    Ir. Juang Rata Matangaran, MS.

  • iDAFTAR ISI

    Halaman

    DAFTAR ISI ............................................................................................... i

    DAFTAR TABEL ........................................................................................ iv

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................... vi

    DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. vii

    BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1

    1.2 Tujuan ..................................................................................... 2

    1.3 Manfaat .................................................................................... 2

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 3

    2.1 Pohon Pinus dan Produktivitasnya ........................................... 3

    2.2 Penyadapan Getah Pinus di Perum Perhutani ........................... 7

    2.3 Tata Usaha Hasil Hutan (TUHH) Getah Pinus di Perum

    Perhutani .................................................................................. 8

    2.4 Sertifikasi Hutan dan Chain of Custody (CoC).......................... 10

    2.5 CoC pada Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) ........................... 13

    BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 15

    3.1 Batasan Penelitian .................................................................... 15

    3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................... 15

    3.3 Alat dan Bahan ......................................................................... 15

    3.4 Tahapan Penelitian .................................................................. 15

    3.4.1 Observasi Lapang ............................................................... 16

    3.4.2 Pembuatan Desain CoC Lacak Getah Pinus ........................ 16

    3.4.2.1 Pergerakan Fisik Getah Pinus........................................ 17

    3.4.2.2 Pemberian Tanda Pada Wadah Getah Pinus................... 18

    3.4.2.3 Dokumentasi Pergerakan Getah Pinus ........................... 18

    3.4.2.4 Produksi Maksimal Getah Pinus.................................... 19

    3.4.3 Uji Coba Desain CoC Lacak Getah Pinus............................ 23

    3.4.4 Penentuan Keberhasilan Desain CoC Lacak Getah Pinus .... 25

  • ii

    BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN .................................. 27

    4.1 Letak dan Luas ........................................................................ 27

    4.2 Keadaan Lapangan .................................................................. 28

    4.2.1 Topografi dan Kelerengan................................................... 28

    4.2.2 Geologi dan Tanah.............................................................. 28

    4.3 Iklim dan Curah Hujan ............................................................. 29

    4.4 Potensi Sumber Daya Hutan KPH Banyuwangi Utara .............. 29

    4.5 Potensi Sumber Daya Hutan di RPH Gombeng, BKPH

    Ketapang, KPH Banyuwangi Utara........................................... 29

    4.6 Kondisi Tegakan Pinus di RPH Gombeng................................. 30

    4.6.1 Potensi Tegakan Pinus ........................................................ 30

    4.6.2 Produktivitas Getah Pinus ................................................... 31

    4.7 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Penyadap ....................... 32

    BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 33

    5.1 Pelaksanaan Penyadapan Getah Pinus Sebelum Desain CoC

    Lacak Getah Pinus .................................................................... 33

    5.1.1 Pergerakan Fisik Getah Pinus.............................................. 33

    5.1.1.1 Kegiatan Penyadapan Getah Pinus di Hutan .................. 33

    5.1.1.2 Kegiatan Penerimaan Getah Pinus di TPG..................... 35

    5.1.1.3 Kegiatan Penerimaan Getah Pinus di PGT..................... 37

    5.1.2 Pemberian Tanda Pada Wadah Getah Pinus ........................ 38

    5.1.3 Dokumentasi Pergerakan Getah Pinus................................. 39

    5.1.4 Permasalahan Pergerakan Getah Dalam Rangka Pembuatan

    Desain CoC Lacak Getah Pinus........................................... 40

    5.2 Pembuatan Desain CoC Lacak Getah Pinus .............................. 42

    5.2.1 Pergerakan Fisik Getah Pinus.............................................. 42

    5.2.2 Pemberian Tanda Pada Wadah Getah Pinus ........................ 45

    5.2.3 Dokumentasi Pergerakan Getah Pinus................................. 47

    5.3 Produksi Maksimal Getah Pinus ............................................... 49

    5.3.1 Penentuan Alternatif Perhitungan Produksi Nyata Getah

    Pinus .................................................................................. 51

    5.3.2 Produksi Maksimal Nyata Getah Pinus ............................... 52

  • iii

    5.3.3 Pendugaan Produksi Maksimal Getah Pinus Untuk Tegakan

    yang Akan Berproduksi ..................................................... 53

    5.3.4 Prediksi Produksi Maksimal Getah Pinus di KPH

    Banyuwangi Utara .............................................................. 55

    5.4 Uji Coba Pelaksanaan Lacak Getah Pinus ................................. 57

    5.4.1 Layout TPG Ujicoba Desain CoC Lacak Getah Pinus ......... 58

    5.4.2 Uji Coba Lacak Getah Pinus Berdasarkan SOP

    Pengendalian Pergerakan/Aliran Getah Pinus Dalam

    Rangka CoC KPH Banyuwangi Utara ................................. 60

    5.4.3 Uji Coba Lacak Getah Pinus Berdasarkan Desain CoC

    Lacak Getah Pinus .............................................................. 61

    5.5 Identifikasi Kendala yang Ditemukan Pada Penerapan Desain

    CoC Lacak Getah Pinus ............................................................ 62

    BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN....................................................... 66

    6.1 Kesimpulan .............................................................................. 66

    6.2 Saran ........................................................................................ 67

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 68

    LAMPIRAN ................................................................................................ 71

  • iv

    DAFTAR TABEL

    No. Halaman

    1. Produksi Getah Tiap Tahun pada Beberapa Jenis Pinus ........................... 4

    2. Hubungan Antara Produksi Getah dengan Umur Tegakan Pinus.............. 5

    3. Dokumen tata usaha hasil hutan bukan kayu berdasarkan Peraturan

    Menteri Kehutanan dan SOP Pengendalian Pergerakan/Aliran Getah

    Pinus dalam Rangka CoC........................................................................ 19

    4. Kondisi petak penelitian berikut pohon contoh yang diambil................... 20

    5. Kondisi petak penelitian KPH Kediri berikut pohon contoh yang diambil 22

    6. Informasi yang diperiksa pada dokumen tata usaha hasil hutan bukan

    kayu dalam rangka CoC lacak getah pinus............................................... 24

    7. Kelas Hutan RPH Gombeng.................................................................... 29

    8. Potensi Tegakan Pinus di RPH Gombeng................................................ 30

    9. Rencana Sadapan Pinus KPH Banyuwangi Utara .................................... 31

    10. Produktivitas penyadapan getah pinus di KPH Banyuwangi Utara Tahun

    2005-2007............................................................................................... 31

    11. Kondisi LMDH bidang sadapan getah pinus yang terdapat di RPH

    Gombeng ................................................................................................ 32

    12. Hasil pengamatan penyadapan getah pinus di hutan ................................ 34

    13. Hasil pengamatan penerimaan getah pinus di TPG .................................. 35

    14. Hasil pengamatan penerimaan getah pinus di PGT Garahan-Jember........ 37

    15. Dokumen tata usaha penyadapan getah pinus berikut informasi yang

    terdapat didalamnya berdasarkan hasil pengamatan di lapangan .............. 39

    16. Desain dokumentasi tata usaha penyadapan getah pinus berikut

    informasi yang harus terdapat didalamnya dalam rangka CoC lacak

    getah pinus.............................................................................................. 47

    17. Perkembangan produksi getah pinus KPH Banyuwangi Utara tahun

    2003-2007............................................................................................... 50

    18. Perbandingan produksi nyata getah pinus di hutan, TPG, dan data

    sekunder KPH Banyuwangi Utara ........................................................... 51

  • v19. Produksi maksimal getah pinus untuk KU VI dan KU VII berdasarkan

    perhitungan produksi nyata ..................................................................... 52

    20. Kesesuaian kondisi lapangan KPH Kediri dengan KPH Banyuwangi

    Utara ....................................................................................................... 53

    21. Pendugaan produksi maksimal getah pinus untuk KU III, KU IV, dan

    KU V ...................................................................................................... 54

    22. Prediksi produksi maksimal KPH Banyuwangi Utara 5 tahun ke depan... 56

    23. Kondisi TPG untuk pelaksanaan uji coba CoC lacak getah pinus............. 57

    24. Persentase keberhasilan lacak getah berdasarkan SOP Pengendalian

    Pergerakan/Aliran Getah Pinus Dalam Rangka CoC KPH Banyuwangi

    Utara tahun 2008..................................................................................... 60

    25. Persentase keberhasilan lacak getah berdasarkan desain CoC lacak getah

    pinus ....................................................................................................... 61

  • vi

    DAFTAR GAMBAR

    No. Halaman

    1. Skema desain CoC lacak getah pinus....................................................... 17

    2. Mekanisme pemberian tanda pada wadah getah pinus ............................. 18

    3. Bagan penelusuran dokumen dan wadah getah dalam rangka

    implementasi CoC lacak getah pinus ....................................................... 26

    4. Pemberian tanda fisik wadah getah berdasarkan SOP Pengendalian

    Pergerakan/Aliran Getah Pinus dalam Rangka CoC KPH Banyuwangi

    Utara 2008 .............................................................................................. 39

    5. Desain pergerakan fisik getah dalam rangka CoC lacak getah pinus ........ 43

    6. Desain pemberian tanda fisik wadah getah dalam rangka CoC lacak

    getah pinus.............................................................................................. 45

    7. Sketsa layout TPG II (Sumberdilem) ....................................................... 58

    8. Sketsa layout TPG III (Matamin) ............................................................ 59

  • vii

    DAFTAR LAMPIRAN

    No. Halaman

    1. Bagan Alur Fisik Getah Berdasarkan SOP Pengendalian Pergerakan/

    Aliran Getah Pinus Dalam Rangka CoC................................................. 72

    2. Informasi pada Label dan Tata Usaha Getah Pinus Berdasarkan SOP

    Pengendalian Pergerakan/ Aliran Getah Pinus Dalam Rangka CoC ........ 73

    3. Kegiatan Penyadapan Getah Sebelum Desain CoC Lacak Getah Pinus.... 74

    4. Pengangkutan dan Penerimaan Getah Pinus di PGT ................................ 75

    5. Desain Pergerakan Getah di TPG Dalam Rangka CoC Lacak Getah

    Pinus....................................................................................................... 76

    6. Desain Pemberian Tanda Pada Wadah Getah Pinus ................................. 77

    7. Teknis Pemberian Tanda Pada Wadah Getah Pinus ................................. 78

    8. Desain Dokumentasi Pergerakan Getah Pinus ......................................... 79

    9. Kondisi Tegakan Pinus di KPH Banyuwangi Utara Berdasarkan

    Pembagian Kelas Umur (KU).................................................................. 80

    10. Kondisi Fisik Pinus KU VI...................................................................... 82

    11. Kondisi Fisik Pinus KU VII .................................................................... 83

    12. Pengolahan Data Hasil Penimbangan Getah di Hutan.............................. 84

    13. Pengolahan Data Hasil Pengamatan Penimbangan Getah di TPG ............ 87

    14. Pengolahan Data Berat Getah Pinus di KPH (Data Sekunder).................. 89

    15. Hasil Perhitungan Produksi Nyata dan Pendugaan Getah Pinus untuk

    Tegakan yang Belum Berproduksi........................................................... 90

    16. Prediksi Produksi Maksimal Jangka 5 Tahun ke Depan........................... 92

    17. Hasil Pengamatan Ujicoba SOP Pengendalian Pergerakan / Aliran Getah

    Pinus Dalam Rangka CoC KPH Banyuwangi Utara ................................ 93

    18. Hasil Pengamatan Ujicoba Desain CoC Lacak Getah Pinus..................... 96

  • 1BAB IPENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Perhatian dunia terhadap masalah perusakan hutan dan menurunnya kualitas

    hutan telah menimbulkan kepedulian dan inisiatif pada tingkat internasional

    maupun nasional. Kepedulian terhadap pengelolaan hutan lestari memunculkan

    suatu gagasan agar dibentuk suatu sistem pemantauan dan pelaporan mengenai

    perubahan kualitas lahan dan tegakan hutan karena adanya kegiatan pengelolaan

    hutan. Dipasar dunia terutama Eropa dan Amerika telah muncul tekanan dan

    desakan atas pentingnya identifikasi hasil hutan berasal dari hutan dengan

    pengelolaan lestari. Untuk merealisasikan tersebut, maka sistem sertifikasi

    dipandang sebagai satu alat yang dapat digunakan untuk memantau dan

    melaporkan kejelasan asal usul hasil hutan (Anwar 2000).

    Perhutani sebagai lembaga milik negara yang bertugas mengelola kawasan

    hutan di Pulau Jawa telah menunjukkan kepedulian atas pengelolaan hutan lestari

    dengan melakukan sertifikasi terhadap keseluruhan Kesatuan Pemangkuan Hutan

    (KPH) yang terdapat didalamnya. Kegiatan sertifikasi yang dilakukan oleh pihak

    ketiga yang independen dilakukan agar produk hasil hutan perhutani mampu

    mendapat jaminan bahwa produk tersebut berasal dari hutan yang dikelola secara

    lestari.

    KPH Banyuwangi Utara merupakan salah satu KPH di wilayah Perum

    Perhutani Unit II Jawa Timur yang sedang menjalani proses sertifikasi dengan

    mengacu pada prinsip dan kriteria Forest Stewardship Council (FSC). Beberapa

    usaha telah dilakukan dalam usaha pencapaian sertifikasi yang salah satunya

    adalah pembuatan sistem yang mengatur pelaksanaan pengelolaan hutan agar

    berjalan secara lestari. Namun dalam usahanya, KPH Banyuwangi Utara belum

    menyiapkan sistem mengenai pengelolaan pergerakan getah pinus yang sesuai

    dengan standar yang telah ditetapkan oleh FSC. Menurut FSC (1996) pada prinsip

    ke-5 tentang kelestarian manfaat dari hutan, getah pinus yang termasuk hasil

    hutan bukan kayu (HHBK) tersebut perlu dikelola secara lestari agar pemanenan

    yang dilakukan tidak melebihi tingkat yang dapat dilestarikan secara permanen.

    Melihat pentingnya hal tersebut dan perlunya mekanisme pelaporan dan

  • 2pemantauan hasil hutan sesuai dengan prinsip ke-8 FSC (1996), maka perlu dibuat

    suatu sistem pengelolaan HHBK getah pinus yang mampu memberikan jaminan

    bahwa produk yang dihasilkan berasal dari hutan dengan pengelolaan lestari.

    Desain Chain of Custody (CoC) lacak getah pinus merupakan salah satu

    usaha yang dapat digunakan dalam mengidentifikasi asal usul getah pinus sesuai

    dengan prinsip dan kriteria FSC. Dengan adanya pembuatan desain tersebut maka

    getah pinus mampu mendapat jaminan telah berasal dari hutan yang dikelola

    secara lestari dan KPH Banyuwangi Utara Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

    mampu mendapatkan sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) atas

    pengelolaan hutan pinus yang terdapat di dalam wilayahnya.

    1.2 Tujuan

    Tujuan penelitian ini adalah :

    1. Membuat desain CoC lacak getah pinus

    2. Menguji desain CoC lacak getah pinus

    3. Mengidentifikasi kendala dan masalah yang dihadapi pada pelaksanaan CoC

    lacak getah pinus

    1.3 Manfaat

    Pembuatan desain CoC lacak getah dapat digunakan dalam kegiatan

    pelacakan getah untuk kepentingan sertifikat Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) di

    KPH Banyuwangi Utara.

  • 3BAB IITINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Pohon Pinus dan Produktivitasnya

    Tusam termasuk kayu daun jarum (konifer) dengan nama famili pinaceae.

    Ciri-ciri tusam dapat ditemukan pada daunnya yang berbentuk jarum dan terdapat

    dalam berkas yang terdiri dari 2 sampai 3 helai, pangkal tiap berkas daun diliputi

    oleh beberapa sisik tipis bangun tubuh (Darmawan et al. 2000).

    Hampir keseluruhan dari bagian pohon tusam (pinus) dapat dimanfaatkan

    baik kayu, daun, maupun getahnya. Beberapa literatur menyebutkan bahwa pinus

    memiliki pertumbuhan optimum pada ketinggian 400-1500 mdpl. Perakaran pinus

    sangat dalam, terdiri dari akar tunggang dan banyak akar-akar lateral yang

    membantu distribusi air tanah secara kontinyu. Jenis ini dapat bertahan terhadap

    kekurangan zat asam selama 40-50 hari. Batang pohon pinus memiliki kulit yang

    tebal dan relatif tahan terhadap kebakaran hutan (Darsidi 1983).

    Salah satu jenis tanaman tusam yang memiliki penyebaran terluas di

    Indonesia setelah jati adalah tusam jenis Pinus merkusii. Pinus merkusii pertama

    kali ditemukan dengan nama tusam di daerah Sipirok, Tapanuli Selatan oleh

    seorang botanis jerman bernama Dr. F. R. Junghuhn pada 1841 (Purwadi dan

    Rusli 1994).

    Pohon pinus yang terdapat di KPH Banyuwangi Utara termasuk jenis Pinus

    merkusii yang menurut Darsidi (1983), pertumbuhannya dapat mencapai tinggi

    maksimum 70 meter tetapi umumnya mencapai tinggi 35 meter. Pinus jenis ini

    tumbuh pada tanah yang kurang subur dan pada tipe iklim tipe A dan B menurut

    klasifikasi Schmidt & Ferguson dengan curah hujan minimal 1500 mm/tahun.

    Suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya berkisar antara 170C dan 270C,

    dimana juga cahaya sangat berpengaruh bagi pertumbuhan pinus.

    Pinus merupakan pohon yang berpotensi menghasilkan getah. Getah yang

    dihasilkan dari pohon pinus adalah hasil dari sebagian proses fisiologi pohon.

    Getah dapat diambil dari pohon pinus yang telah masak sadap melalui

    penyadapan. Pohon pinus dianggap sudah masak sadap bila telah mencapai umur

    11 tahun atau bila diameter pohonnya telah mencapai 18 cm. Potensi getah setiap

  • 4hektarnya bervariasi tergantung pada cara dan kondisi penanaman yang dilakukan

    disamping keadaan pohon pinus itu sendiri sangat ditentukan oleh faktor-faktor

    setempat (Ditjen Kehutanan 1973).

    Produksi getah pinus dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :

    1. Jenis Pohon

    Sugiyono (2001) mengatakan bahwa produksi getah pada setiap jenis

    Pinus berbeda-beda. Pinus yang umum berada di wilayah pulau Jawa adalah

    Pinus merkusii dengan produksi getah tertinggi kedua setelah Pinus kasya

    (Tabel 1).

    Tabel 1 Produksi Getah Tiap Tahun pada Beberapa Jenis PinusJenis Produksi getah (Kg/phn/thn)

    Pinus kasya 7.0Pinus merkusii 6.0Pinus palustris 4.2Pinus maritima 3.2Pinus longifolia 2.5Pinus austriaco 2.1

    Pinus exelsa 1.2Sumber : Sugiyono, 2001

    2. Diameter, Tajuk, dan Tinggi Pohon

    Panshin et al. (1950) menyebutkan bahwa naval store yang baik yaitu

    pohon dengan hasil getah yang banyak, dicirikan dengan lingkaran tahun yang

    lebar, tajuk rata atau penuh dan berbentuk kerucut, dan memiliki tinggi tajuk

    yang berukuran setengah dari tinggi pohonnya. Namun keadaan diameter

    tersebut sangat dipengaruhi oleh umur pohon, dimana pohon yang masih

    muda dengan diameter sama dengan pohon yang lebih tua cenderung

    menghasilkan getah yang lebih banyak.

    3. Umur Tegakan

    Menurut Sofyan (1999), produksi getah pinus selain dipengaruhi oleh

    ketinggian tempat juga dipengaruhi umur pohon. Semakin tua suatu pohon

    pinus maka semakin tinggi produksi getah yang dihasilkan. Tegakan Pinus

    merkusii yang berumur muda cenderung menghasilkan getah yang lebih

    banyak daripada yang berumur tua. Berpengaruhnya kelas umur terhadap

    produksi getah juga dikatakan oleh Poedjoraharjo dan Kamarudin (1933) yang

    telah melakukan penelitian di Jawa Timur pada bulan November 1990. Dari

  • 5hasil yang diperoleh, dapat dikatakan bahwa terdapat korelasi yang positif

    antara pertambahan umur pohon dengan produksi getah yang dihasilkan.

    Tabel 2 Hubungan Antara Produksi Getah dengan Umur Tegakan PinusUmur daur

    (th)Rata-rata diameter

    (cm)Produksi getah

    (g/ph/hr)15 28 620 34 725 38 730 41 835 43 840 45 945 46 1050 48 1055 49 1160 49 12

    Sumber : Poedjorahardjo dan Kamarudin, 1993

    4. Kerapatan Jumlah Pohon per Hektar

    Menurut Harfeni (1998), produksi getah tiap hektar tegakan pinus

    merupakan seluruh hasil yang disadap yang terdapat di dalam kawasan

    tersebut. Sehingga apabila kerapatan tegakan adalan N pohon per hektar dan

    produksi rata-rata tiap pohon adalah P gam, maka hasil getah dalam satu

    hektar kawasan yang bersangkutan adalah N x P gam. Dengan diadakannya

    penjarangan (bila tegakan masih terlalu rapat) maka produksi getah per pohon

    dapat naik, sebaliknya jumlah pohon pohon per hektar berkurang.

    5. Ketinggian Tempat

    Hermawan (1992) yang melakukan penelitian di KPH Kediri dan KPH

    Lawu DS, mengemukakan bahwa tegakan pinus yang tumbuh pada elevasi

    rendah (sampai dengan 500 mdpl) memiliki produksi yang tinggi apabila

    dibandingkan dengan tegakan pinus dengan elevasi yang sedang (500-1000

    mdpl) dan tinggi (diatas 1000 mdpl). Hal ini dapat terjadi karena semakin

    tinggi elevasi maka suhu udara semakin dingin sehingga menyebabkan getah

    cepat membeku dan menutup saluran getah.

    6. Metode Penyadapan dan Arah Penyadapan

    Soetomo (1968) mengemukakan potensi getah yang dapat dipungut setiap

    tahun dengan cara Quare adalah 0,5 ton per hektar tiap tahunnya. Berdasarkan

    percobaan yang dilakukan oleh Kasmudjo (1992) menunjukkan bahwa

    pemberian bahan stimulansia (campuran asam sulfat dan nitrat) memberikan

    produksi getah pinus sebesar 18%-34% atau rata-rata 22% untuk konsentrasi

  • 67,5% dan yang terbaik pada tegakan berumur 18 tahun dengan konsentrasi

    15% memberi kenaikan 36%-76% atau rata-rata 33%.

    Menurut Rochiyat dan Sukawi (1978), penyadapan getah pinus dengan

    metode Quare dengan arah sadap menghadap Timur akan lebih cepat

    mendapatkan penyinaran matahari, sehingga saluran akan terbuka lebih lama

    dan menjadikan getah tidak cepat menggumpal karena suhu yang relatif tinggi.

    7. Kekerasan dan Intensitas Penjarangan

    Menurut Panshin et al. (1950) jumlah pohon yang baik untuk kelas

    perusahaan pinus adalah 200-400 batang setiap hektar untuk pohon-pohon

    yang masak sadap (umur 10 tahun ke atas). Pengaturan tingkat kerapatan

    tegakan sesuai ketentuan tersebut dengan cara penjarangan merupakan salah

    satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi getah hingga

    diperoleh jumlah N x P gram yang optimum (Harfeni 1998).

    Riyanto (1980) menjelaskan, kesinambungan keluarnya getah pada

    sadapan antara lain ditentukan oleh aktifitas penyadap dalam pembaharuan

    luka tiga hari sekali setiap koakan. Jumlah pohon yang dikerjakan oleh

    penyadap dalam siklus tiga hari adalah 800-1000 pohon dengan satu koakan

    tiap pohon.

    8. Tenaga Penyadap

    Potensi keluarnya getah secara kualitatif pada dasarnya dipengaruhi oleh

    dua faktor pokok yaitu faktor aktif dan faktor pasif. Salah satu dari faktor aktif

    tersebut menyangkut kualitas dan kuantitas tenaga sadap. Hal tersebut akan

    berpengaruh besar terhadap tingkat produksi getah pinus yang dihasilkan

    (Riyanto 1980).

    Menurut Mahar (1990), tegakan Pinus merkusii yang produktif untuk

    disadap di Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah adalah KU III sampai KU VI atau

    berumur 11 tahun hingga 30 tahun. Produksi yang dapat dicapai Perum Perhutani

    Unit I Jawa Tengah rata-rata sebesar 50 kg/ha/tahun dengan hasil rata-rata sebesar

    2,5 kg per hari atau 75 kg per bulan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan

    antara bulan Oktober 1990 sampai Maret 1991 pada lahan berbonita IV, KU IV

    dan KU V memberikan hasil sadapan rata-rata per Ha per hari sebagai berikut :

  • 71. Tegakan dilokasi dengan elevasi < 500 mdpl mempunyai produksi per Ha

    terendah adalah 2,660 g dan tertinggi 7,895 g dengan rata-rata 5,846 g

    2. Tegakan dilokasi dengan elevasi 500-1000 mdpl mempunyai produksi per Ha

    terendah adalah 3,421 g dan tertinggi 5,829 g dengan rata-rata 4,096 g

    3. Tegakan dilokasi dengan elevasi > 1000 mdpl mempunyai produksi per Ha

    terendah adalah 2,224 g dan tertinggi 3,889 g dengan rata-rata 3,090 g.

    2.2 Penyadapan Getah Pinus di Perum Perhutani

    Menurut Idris dan Soenarno (1983), penyadapan getah pinus merupakan

    kegiatan di bidang kehutanan yang tidak asing lagi dalam pemungutan hasil dari

    tegakan pinus. Cara-cara penyadapan getah tersebut selalu berkembang sesuai

    dengan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kehutanan dan pengalaman-

    pengalaman di lapangan.

    Umumnya pelaksanaan penyadapan getah pinus yang dilakukan di Perum

    Perhutani menggunakan sistem quare. Cara penyadapan getah pinus sesuai

    Petunjuk Penyadapan Getah Pinus (Perum Perhutani 2006) dengan sistem quare

    adalah :

    1. Kegiatan Prasadap

    Pada tahap prasadap kegiatan yang dilakukan meliputi sensus dan

    pemberian nomor pohon, pembagian blok sadap, pembersihan lapangan

    sadapan pembersihan kulit pohon, pembuatan rencana quare, serta

    penyediaan alat-alat dan perlengkapan sadap.

    Pelaksanaan kegiatan prasadap ini dimaksudkan untuk memberikan

    kemudahan bagi tenaga penyadap maupun mandor sadap dalam melakukan

    2. Pelaksanaan Sadap Buka

    Pelaksanaan sadap buka dilakukan setelah tahapan prasadap. Pada tahap

    ini penyadap melakukan pembuatan quare permulaan setinggi 20 cm dari

    permukaan tanah dengan ukuran lebar maksimal 6 cm, tinggi 10 cm dari

    permukaan tanah dengan kedalaman tidak lebih dari 1,5 cm. Sadap buka

    dilakukan pada tegakan pinus yang telah mencapai umur 11 tahun atau telah

    mencapai keliling sebesar 63 cm.

  • 8Pada bagian bawah quare dipasang talang yang kemudian dibawah talang

    tersebut diletakkan tempurung kelapa untuk menampung getah yang telah

    keluar. Talang dan tempurung harus dinaikkan setiap quare bertambah 30 cm.

    3. Pelaksanaan Sadap Lanjut

    Sadap lanjut merupakan cara dalam melakukan pembaharuan luka dari

    quare yang telah ada. Jumlah quare pada satu pohon dalam pelaksanaan

    pembaharuan luka harus memperhatikan kriteria sebagai berikut :

    a. Keliling 65-124 sebanyak 1 quare hidup

    b. Keliling 125-175 sebanyak 2 quare hidup

    c. Keliling 176-Up sebanyak 4 quare hidup

    Setelah dilakukan pembuatan quare awal dan pembaharuan luka, maka

    kegiatan yang dilakukan selanjutnya adalah pemungutan getah. Pemungutan

    getah umumnya dilakukan setiap 9-10 hari dengan menggunakan alat keruk

    yang kemudian langsung dibawa ke tempat pengumpulan getah (TPG). Untuk

    pohon pinus yang bocor getah, pemungutan getah dilakukan setiap 7 hari

    sekali

    Getah yang diterima di TPG ditimbang beratnya, ditentukan mutunya, dan

    dibuang kandungan air serta kotorannya hingga didapat kadar yang

    diperbolehkan yaitu sebesar 5%. Setalah diperiksa, getah tersebut kemudian

    didiamkan beberapa waktu hingga siap diangkut ke pabrik gondorukem dan

    terpentin (PGT) dengan jangka waktu tidak boleh lebih dari 7 hari.

    2.3 Tata Usaha Hasil Hutan (TUHH) Getah Pinus di Perum Perhutani

    Menurut buku Buku Petunjuk Penyadapan Getah Pinus (2006), dalam

    rangka tertib fisik maupun administrasi dan kepentingan pengawasan serta

    pengendalian, diperlukan dukungan pelaksanaan administrasi yang memadai,

    meliputi :

    1. Penerimaan

    Penerimaan getah di TPG, mandor penerimaan wajib menggunakan blangko

    DK.PHT.02c. dan gabungannya DK.PHT.305/2, dilampiri kuitansi

    pembayaran.

  • 92. Pengangkutan

    a. Pengangkutan getah dari TPG ke PGT dalam wilayah KPH, wajib

    menggunakan blangko DK.PHT.21/3 dan gabungannya DK305a/2

    dilampiri kuitansi pembayaran.

    b. Pengangkutan getah dari TPG ke PGT KPH lain,wajib menggunakan

    SKSHH dilampiri DK.PHT.09 serta dilengkapi Perni 51.

    c. Apabila pengangkutan getah diperlukan angkutan antara,maka wajib

    menggunakan blangko DK.PHT.21a/3 dan gabungannya menggunakan

    blangko DK 305 b/2.

    3. Pembetulan

    Apabila terdapat perubahan volume atau mutu akibat penerimaan di PGT,

    maka Mandor Penerimaan wajib membuat daftar pembetulan dengan

    menggunakan blangko DK 306 sebagai dasar penyesuaian persediaan.

    4. Sisa Persediaan

    a. Setiap hari Mandor Penerimaan wajib membuat Pertelaan Persediaan

    Getah di TPG menggunakan blangko DK 307.

    b. Setiap akhir periode pembayaran Mandor Penerimaan wajib membuat

    laporan :

    1) Sisa persediaan getah di TPG menggunakan blangko DK 328 b.

    2) Laporan Perubahan Hasil Hutan atas dasar bukti-bukti penambahan,

    pengurangan, dan pembetulan menggunakan blangko 311 b.

    c. Setiap bulan Mandor Penerimaan wajib membuat Laporan Mutasi Getah

    di TPG menggunakan blangko DK.PHT12.

    5. Pelaporan

    a. Asper/KBKPH mengirimkan Laporan Kemajuan Produksi Getah secara

    harian ke KPH meliputi : Produksi, angkutan, sisa persediaan.

    b. KPH wajib mengirimkan Laporan Kemajuan Produksi Getah ke Unit

    setiap periode, meliputi : Produksi, angkutan, sisa persediaan.

    c. Unit wajib mengirimkan Laporan Kemajuan Produksi Getah ke Direksi

    setiap periode/2 (dua) minggu sekali, meliputi : Produksi, angkutan, sisa

    persediaan.

  • 10

    2.4 Sertifikasi Hutan dan Chain of Custody (CoC)

    Pengelolaan hutan tanaman lestari didefinisikan sebagai suatu bentuk

    pengelolaan hutan dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas

    produksi hasil hutan kayu, dan memberikan manfaat yang besar bagi rakyat baik

    dalam bentuk hasil hutan maupun jasa dengan tetap memperhatikan kelestarian

    ekosistem dalam rentang waktu yang panjang. Berdasarkan tekanan dan desakan

    atas identifikasi hasil hutan harus berasal dari hutan dengan pengelolaan lestari

    maka sistem sertifikasi dipandang sebagai salah satu alat yang dapat digunakan

    untuk memantau dan melaporkan asal usul bahan kayu. Sertifikasi adalah suatu

    nilai dalam bentuk pernyataan tertulis mengenai asal bahan baku kayu dan status

    atau kualifikasinya yang diperiksa oleh badan ke tiga yang independen (Anwar

    2000).

    Badan sertifikasi hutan FSC menurut Anwar (2000), menekankan bahwa

    pengelolaan hutan lestari harus didasarkan pada :

    1. Kelayakan lingkungan (environmental appropriate) yaitu pemanenan hasil

    hutan kayu dan non kayu harus memperhatikan keanekaragaman dan

    produktivitas hutan serta proses ekologinya.

    2. Manfaat sosial (social beneficial) yaitu masyarakat local mendapatkan

    manfaat dari kegiatan pemanenan hutan dalam kurun waktu yang panjang.

    3. Kelayakan ekonomi (economically viable) yaitu hasil hutan memiliki nilai

    ekonomi yang wajar dan hal ini tercermin dari perbandingan harga produksi

    hasil hutan dengan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan dapat dijadikan

    modal kembali didalam memelihara keberadaan sumber daya hutan.

    CoC merupakan salah satu bagian dalam usaha penilaian sertifikasi hutan

    lestari oleh pihak ke tiga yang independen. CoC adalah suatu rangkaian proses

    pelacakan produk hasil hutan dari kegiatan di dalam hutan, transportasi menuju

    industri, keseluruhan fase produksi dalam industri hingga produk tersebut dapat

    dijual kepada konsumen dengan tujuan memisahkan produk yang telah

    tersertifikasi dengan produk yang tidak tersertifikasi (Gomes et al. 2002).

    Standard FSC mengenai CoC seperti yang telah dikutip oleh Gomes et al.

    (2002), memiliki 6 prinsip yaitu :

  • 11

    1. Sistem pengendalian dokumen, dimana suatu perusahaan perlu melakukan

    suatu sistem pengendalian dokumen mengenai produk hasil hutan sesuai

    dengan prinsip CoC yang telah ditetapkan secara spesifik.

    2. Konfirmasi dari input, yaitu suatu sistem yang menjamin bahwa input yang

    ada merupakan input yang tersertifikasi

    3. Separasi dan/atau penandaan hasil hutan yang tersertifikasi dengan hasil hutan

    yang belum tersertifikasi, yaitu suatu sistem yang menjamin suatu input telah

    diterima dan secara jelas telah diberi tanda (label) sebagai input yang

    tersertifikasi untuk diidentifikasi lebih lanjut dan dipisahkan dengan input

    yang tidak tersertifikasi.

    4. Label pengamanan produk, yaitu suatu sistem pengamanan yang dioperasikan

    oleh perusahaan terhadap pemberian label sertifikasi dari suatu badan

    sertifikat yang sah secara hukum.

    5. Identifikasi dari output yang tersertifikasi, yaitu suatu produk (output) yang

    telah tersertifikasi harus memiliki label sertifikat dan memiliki identitas yang

    tertera dengan jelas. Indentitas yang harus dimiliki oputput tersebut adalah

    deskripsi produk, catatan mengenai volume dan kuantitas, serta kode registrasi

    dan tanggal kadaluwarsa.

    6. Penyimpanan catatan (dokumen), yaitu suatu perusahaan harus memiliki

    catatan mengenai input, proses, dan output yang sesuai dengan kondisi nyata.

    Catatan tersebut harus memuat data minimal 5 (lima) tahun terakhir.

    Pada pelaksanaan CoC terdapat beberapa kata kunci yang perlu diperhatikan

    dalam penelusuran hasil hutan agar dapat berjalan secara sistematis dan praktis

    antara lain (Gomes et al. 2002) :

    1. Identifikasi secara visual dari material yang telah tersertifikasi (penandaan

    pada fisik material).

    2. Pemisahan secara fisik antara produk yang tersertifikasi dengan produk yang

    tidak tersertifikasi.

    3. Sistem pengawasan terhadap dokumen-dokumen mengenai produk.

    4. Jaminan keaslian produk dalam setiap fase kegiatan produksi.

    5. Catatan mengenai kegiatan proses dan penyimpanan catatan

    6. Identifikasi dan pemberian karakteristik pada produk yang telah tersertifikasi.

  • 12

    7. Progam pelatihan pada pekerja

    8. Bekerjasama dengan FSC dan/atau lembaga sertifikasi lainnya.

    Menurut FSC (2004), standar sistem manajemen sertifikasi dalam

    melakukan CoC memiliki beberapa elemen dasar yang harus diperhatikan yakni:

    a. Kualitas Manajemen

    b. Ruang Lingkup Material

    c. Asal Usul Material

    d. Penerimaan dan Penyimpanan Material

    e. Kontrol Produksi

    f. Penjualan dan Pengiriman

    g. Pemberian Label

    Struktur pengawasan (kontrol) yang diterapkan pada sertifikasi CoC

    meliputi kegiatan sebagai berikut (Gomes et al. 2002) :

    1. Pemasukan produk (inputs)

    2. Proses (processing)

    3. Inventaris, penjualan, dan pengapalan (inventory, sales, and shipping)

    4. Penggunaan logo (logo use)

    Pada setiap kegiatan tersebut diatas selalu terdapat kegiatan identifikasi,

    separasi, dan pengawasan. Hal ini diharuskan ada agar CoC yang dilaksanakan

    dapat berjalan secara sistematis dan terukur.

    Dalam setiap kegiatan sertifikasi harus melaksanakan minimal 1 (satu)

    monitoring CoC secara terprogam dalam 1 (satu) tahun yang dilaksanakan

    mendekati waktu pemberian sertifikasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengawasi

    jalannya CoC, apakah sudah berjalan sesuai dengan prosedur yang telah

    ditetapkan atau tidak (Gomes et al. 2002).

    Keuntungan yang akan didapat dari sertifikasi CoC apabila telah terlaksana

    adalah (Gomes et al. 2002) :

    1. Mendeteksi kelemahan dalam proses produksi.

    2. Akses ke dalam pasar dunia yang saat ini memusatkan perhatiannya pada

    produk yang berasal dari hutan yang telah tersertifikasi.

    3. Meningkatkan harga jual.

    4. Meningkatkan kesediaan untuk mencoba jenis dan produk baru.

  • 13

    5. Identitas umum (FSC).

    6. Kemungkinan melakukan bisnis yang menjanjikan dalam waktu yang panjang

    dan menghindari campur tangan middlemen.

    Hasil dari CoC merupakan produk yang telah tersertifikasi dan diketahui

    asal usulnya. CoC hanya memberikan jaminan terhadap bahan baku yang

    digunakan berasal dari hutan yang telah mendapatkan sertifikat. CoC tidak

    memberikan jaminan terhadap kualitas produk, kualitas pelayanan yang

    ditawarkan, dan penetapan harga produk karena jaminan tersebut hanya didapat

    dari proses produksi yang dilaksanakan oleh suatu perusahaan (Gomes et al.

    2002)

    2.5 CoC pada Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

    Hasil hutan bukan kayu (HHBK) menurut FSC adalah keseluruhan sumber

    daya atau produk biologis selain kayu yang berasal dari hutan untuk diperjual

    belikan dan/atau dimanfaatkan oleh mayarakat sekitar hutan atau masyarakat lokal

    (Gomes et al. 2002)

    Menurut Gomes et al. (2002), CoC yang dilakukan pada HHBK memiliki

    standard FSC yang sama seperti pada produk hasil hutan berupa kayu. Akan tetapi

    CoC pada HHBK memiliki tingkat kesulitan yang tinggi serta kompleks karena

    keadaan fisik HHBK yang tidak tetap. Penanganan dan inventarisasi produk

    HHBK selama perjalanan (transportasi) dari hutan hingga keluar adalah hal yang

    krusial dalam sertifikasi HHBK.

    Kegiatan penyadapan getah yang merupakan salah satu kegiatan pemanenan

    produk HHBK, perlu menerapkan kegiatan CoC sebagai usaha mendapatkan

    produk yang tersertifikasi. Pelaksanaan penyadapan getah tersebut termasuk ke

    dalam kegiatan dalam hutan yang memiliki tujuan untuk penyediaan bahan baku

    atau input ke industri untuk diproses lebih lanjut. Penyadapan getah dalam rangka

    penyadiaan input perlu memperhatikan beberapa kegiatan yang termasuk dalam

    rangkaian proses CoC yaitu (Gomes et al. 2002) :

    1. Identifikasi (identification)

    Kegiatan identifikasi yang dilakukan dalam hal ini adalah pemberian tanda

    pada fisik material HHBK.

  • 14

    2. Pengumpulan (storage)

    Kegiatan ini dilakukan agar hasil bahan baku yang telah diambil, dikumpulkan

    pada suatu tempat guna memudahkan dalam melakukan transportasi lebih

    lanjut. Pengumpulan juga dimaksudkan untuk memisahkan bahan baku yang

    tersertifikasi dengan bahan baku yang tidak tersertifikasi.

    3. Sistem pengawasan yang terdokumentasi (documented control system)

    Pengawasan terhadap dokumen merupakan hal yang penting dalam

    pelaksanaan CoC dengan harapan catatan dokumen mengenai bahan baku

    sesuai dengan keadaan fisik bahan baku.

    Mengingat penerapan CoC pada hasil hutan bukan kayu belum ada, maka

    pelaksanaannya dilakukan dengan menerapkan sistem pada hasil hutan kayu

    dengan beberapa penyesuaian pada proses pergerakan hasil hutan untuk

    kemudahan pelacakan. Menurut Matangaran (2006), sistem pergerakan hasil

    hutan berupa kayu adalah konfigurasi hasil hutan, pelaksanaan mutasi bentuk dan

    jumlah hasil hutan, perangkat pengenal, pencatat, dokumen yang menyertai

    pergerakan hasil hutan. Untuk memudahkan proses sertifikasi maka sistem yang

    dibuat sebaiknya mengikuti proses untuk sertifikasi, mulai dari pembuatan

    Standard Operation Procedure (SOP), mempersiapkan dokumen tata usaha,

    sampai dengan penandaan/penomoran pada fisik hasil hutan. Sistem yang

    dimaksud dapat berupa:

    1. Pembuatan proses yang runtut

    2. Setiap tahapan proses yang terjadi dan dijadikan simpul

    3. Seluruh proses dilengkapi dengan administrasi perjalanan

    4. Penandaan fisik yang jelas dan konsisten

    5. Sistem tata usaha yang terkoneksi

    Dalam melakukan monitoring dan evaluasi terhadap HHBK, perhatian

    terhadap kelestarian pemanenan tetap perlu dilakukan. Menurut FSC (1996), pada

    prinsip ke-5 dan kriteria ke-6 telah diatur bahwa tingkat pemanenan hasil hutan

    tidak boleh melebihi tingkat yang tidak dapat dilestarikan secara permanen.

    Berdasarkan hal tersebut, maka pemanenan HHBK harus dapat dievaluasi sebagai

    pemanenan dengan intensitas yang lebih rendah dari tingkat pemanenan yang

    lestari yang telah ditetapkan oleh perusahaan pengusaha HHBK.

  • 15

    BAB IIIMETODOLOGI

    3.1 Batasan Penelitian

    Penelitian Chain of Custody (CoC) lacak getah pinus hanya membatasi

    kegiatan pada proses pergerakan getah pinus yang dimulai dari penyadapan getah

    di hutan, penerimaan getah di Tempat Pengumpulan Getah (TPG), transportasi,

    hingga penerimaan getah di Pabrik Gondorukem dan Terpentin (PGT).

    3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

    Penelitian ini dilakukan selama selama 2 bulan yakni dari bulan Mei hingga

    Juli 2008, pada tegakan pinus yang terdapat di RPH Gombeng, BKPH Ketapang,

    KPH Banyuwangi Utara Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Untuk ujicoba

    desain CoC lacak getah pinus dilakukan pada 2 (dua) TPG yaitu TPG II

    (Sumberdilem) dan TPG III (Matamin) serta PGT Garahan, Jember.

    3.3 Alat dan Bahan

    Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pita ukur, label plastik,

    kompas, altimeter, kamera digital (untuk keperluan dokumentasi di lapangan),

    tally sheet, peta kerja, alat tulis, kalkulator, timbangan (untuk menentukan berat

    getah), dan komputer untuk pengolahan data.

    Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan pinus

    (Pinus merkusii) yang telah dikelompokkan berdasarkan kelas umurnya, getah

    pinus, wadah getah (ember pikul dan drum fiber) dan dokumen tata usaha

    penyadapan getah pinus.

    3.4 Tahapan Penelitian

    Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yakni :

    1. Observasi lapangan mengenai pelaksanaan penyadapan getah pinus di KPH

    Banyuwangi Utara sebagai dasar pembuatan desain CoC lacak getah pinus

    2. Pembuatan desain CoC lacak getah pinus

    3. Ujicoba desain CoC lacak getah pinus serta mengidentifikasi permasalahan

    dan kendala yang ditemukan selama pelaksanaan ujicoba

  • 16

    Beberapa dasar acuan yang digunakan dalam pembuatan desain Chain of

    Custody (CoC) lacak getah pinus antara lain :

    1. FSC-STD-01-001 (FSC Principle and Criteria for Forest Stewardship)

    2. FSC-STD-01-003 (FSC SLIMF Eligibility Criteria)

    3. FSC-STD-40-004 (FSC Standard for CoC)

    4. Pedoman LEI Seri 88

    5. SOP Penyadapan Getah Pinus KPH Banyuwangi Utara Perum Perhutani Unit

    II Jawa Timur Tahun 2007

    6. SOP Pengandalian Pegerakan Aliran Getah Pinus dalam Rangka COC KPH

    Banyuwangi Utara Perum Perhutani Unit II Jawa Timur Tahun 2008

    7. Petunjuk Penyadapan Getah Pinus Tahun 2006. Biro Bin Prod SDH, Surabaya

    8. Permenhut No.P55/Menhut/2006 Tanggal 29 Agustus 2006 tentang

    Penatausahaan Hasil Hutan yang Berasal Dari Hutan Negara

    3.4.1 Observasi Lapang

    Observasi lapangan dilakukan dengan mengamati seluruh kegiatan

    penyadapan pinus yakni dari kegiatan penyadapan di hutan, proses penerimaan

    di TPG, pengangkutan, dan proses penerimaan getah pinus di PGT serta proses

    pengisian dokumen yang menyertai pergerakan getah pinus.

    Pengamatan dilakukan untuk membandingkan proses penyadapan getah

    pinus di lapangan dengan prosedur penyadapan getah pinus yang telah disusun

    oleh pihak KPH Banyuwangi Utara. Hasil dari pengamatan tersebut kemudian

    disesuaikan dengan standar CoC menurut FSC (2004) sebagai dasar pembuatan

    desain CoC lacak getah pinus.

    3.4.2 Pembuatan Desain CoC Lacak Getah Pinus

    Pembuatan desain CoC lacak getah pinus dilakukan dengan memodifikasi

    SOP yang telah dibuat oleh KPH Banyuwangi Utara dengan mengacu pada

    standar FSC-STD-40-004 mengenai pelaksanaan sistem CoC dan FSC-STD-01-

    003 mengenai standar pemanenan yang berdampak rendah. Desain CoC lacak

    getah pinus merupakan suatu proses pergerakan getah yang jelas dan runtut

    mengenai pergerakan fisik getah, pemberian tanda pada wadah getah, maupun

    dokumen yang menyertai pergerakan getah. Pada desain tersebut terdapat

    penentuan kontrol produksi maksimal yang digunakan untuk mengevaluasi

  • 17

    produksi getah pinus agar tidak melebihi standar kelestarian hutan yang tidak

    dapat dilestarikan secara permanen. (Gambar 1).

    Ket : TPG : Tempat Pengumpulan Getah PGT : Pabrik Gondorukem dan Terpentin : Pergerakan Fisik Getah : Evaluasi produksi getah dengan kontrol produksi maksimal

    Gambar 1 Skema desain CoC lacak getah pinus

    3.4.2.1 Pergerakan Fisik Getah Pinus

    Desain pergerakan fisik getah pinus dilakukan dengan memodifikasi SOP

    Sadapan Getah Pinus dan SOP Pengendalian Pergerakan/Aliran Getah Pinus

    dalam Rangka CoC dengan standar FSC-STD-40-004 tentang pelaksanaan CoC.

    Menurut Matangaran (2006), sistem CoC pada kayu harus meliputi pembuatan

    proses yang spesifik, jelas, dan runtut, sehingga pembuatan desain pergerakan

    fisik getah dalam rangka CoC juga harus dilakukan dengan memperhatikan hal

    tersebut dengan beberapa penyesuaian mengingat bentuk getah pinus yang tidak

    tetap.

    Proses pembuatan desain pergerakan fisik getah pinus dalam rangka CoC

    lacak getah meliputi beberapa hal sebagai berikut :

    1. Penyadapan getah pinus yang dilakukan didalam hutan oleh para penyadap.

    2. Penerimaan getah di TPG yang meliputi penimbangan dan separasi serta

    pengangkutan getah.

    PGT

    Angkutan

    TPG

    Hutan

    WADAH

    Ember Pikul(Asal, no, berat)

    Drum Fiber(Asal, no, berat,

    tgl)

    DOKUMEN

    Dok. Penerimaan(Asal, no, berat, tgl)

    Dok. Penerimaan(Asal, no, berat, tgl)

    Dok. Angkutan(Asal, no, berat, tgl)

    FISIK GETAH

    Penyadapan

    Penerimaangetah

    Penerimaangetah

    Pengangkutan

    PRODUKSI MAKSIMAL

  • 18

    3. Penerimaan getah di PGT untuk mengoreksi kesesuaian isi dokumen dengan

    kondisi fisik getah yang diterima.

    Proses pergerakan getah pinus tersebut harus selalu disertai dengan

    dokumen.

    3.4.2.2 Pemberian Tanda Pada Wadah Getah Pinus

    Sistematika pelaksanaan Chain of Custody (CoC) pada getah pinus memiliki

    tingkat kesulitan yang tinggi dan sangat kompleks pada pemberian tanda fisik,

    untuk itu penandaan fisik dilakukan pada wadah penampung getah. Untuk

    kepentingan CoC maka wadah getah perlu diberi identitas yang meliputi : asal

    getah, bobot getah, nomor (dokumen atau wadah getah), mutu, serta identitas lain

    yang dapat dijadikan mata rantai. Penandaan tersebut harus dilakukan secara jelas

    dan konsisten agar proses pelacakan balik dapat dilakukan (Matangaran 2006).

    Mekanisme pemberian tanda wadah getah dapar dilihat pada Gambar 2.

    Identitas wadah Identitas wadah Identitas wadah Identitas wadah

    Ember penyadap Drum fiber

    Gambar 2 Mekanisme pemberian tanda pada wadah getah pinus

    3.4.2.3 Dokumentasi Pergerakan Getah Pinus

    Dokumentasi pergerakan getah pinus dilakukan dengan mengacu pada

    Peraturan Menteri Kehutanan No : P.55/Menhut-II/2006 Tentang Penatausahaan

    Hasil Hutan Yang Berasal Dari Hutan Negara. Di KPH Banyuwangi Utara,

    pelaksanaan tata usaha untuk getah pinus telah diatur dalam SOP Pengendalian

    Pergerakan/Aliran Getah Pinus dalam Rangka CoC Tahun 2008. Penggunaan

    dokumen dalam rangka tata usaha getah pinus dapat dilihat pada Tabel 3.

    Untuk kepentingan CoC selain penggunaan dokumen, mekanisme pengisian

    dokumen juga perlu diperhatikan agar getah dapat terlacak. Identitas yang terdapat

    dalam dokumen harus dapat dijadikan mata rantai serta memiliki kesesuaian

    TPG Transportasi Industri

    - BKPH- Petak- Volume

    - BKPH- Petak- Volume

    - BKPH- Petak- Volume

    - BKPH- Petak- Volume

    Hutan Lestari

  • 19

    dengan identitas yang tercantum dalam wadah getah yang meliputi : asal getah,

    berat getah, mutu, nomor (dokumen atau wadah getah), serta informasi lain.

    Tabel 3 Dokumen tata usaha hasil hutan bukan kayu berdasarkan PeraturanMenteri Kehutanan dan SOP Pengendalian Pergerakan/Aliran GetahPinus dalam Rangka CoC

    Permenhut Perhutani Keterangan

    LP-HHBK DK 302 a Dokumen penerimaan getah di tempat pengumpulan

    DHHBK DK PHT21/3 Daftar hasil hutan bukan kayu

    FA-HHBK FA-HHBK Faktur angkutan

    LMHHBK Perni 51 Dokumen mutasi hasil hutan bukan kayu

    Keterangan : LP-HHBK = Laporan Produksi Hasil Hutan Bukan KayuDHHBK = Daftar Hasil Hutan Bukan KayuFA-HHBK = Faktur Angkutan Hasil Hutan Bukan KayuLMHHBK = Laporan Mutasi Hasil Hutan Bukan Kayu

    3.4.2.4 Produksi Maksimal Getah Pinus

    Menurut standar FSC-STD-01-001, pengambilan manfaat dari hutan harus

    dilakukan dengan memperhatikan tingkat pemanenan yang tidak melebihi tingkat

    yang dapat dilestarikan secara permanen. Berdasarkan standar tersebut maka perlu

    dibuat suatu nilai kontrol yang mampu mengevaluasi tingkat pemanenan yang

    dilakukan agar kelestarian hutan dapat terjaga. Kontrol produksi maksimal

    merupakan suatu pendekatan dalam melakukan evaluasi untuk menjamin bahwa

    getah pinus yang dipanen berasal dari hutan yang lestari.

    Kontrol produksi maksimal pada lacak getah pinus ditentukan dengan

    melakukan pengukuran produksi nyata di lapangan dan penelusuran data sekunder

    dari penelitian yang telah ada untuk menduga produksi getah pada tegakan pinus

    yang belum diketahui produksinya. Hasil dari pengukuran tersebut kemudian

    digabungkan untuk memprediksi produksi getah pinus setiap tahunnya selama

    jangka waktu 5 tahun ke depan. Hal tersebut dilakukan karena setiap pengelola

    hutan yang sedang dalam proses sertifikasi harus memiliki catatan yang memuat

    data mengenai input, proses, dan output sesuai dengan kondisi nyata minimal 5

    tahun terakhir (Gomes et al. 2002).

    1. Pengukuran Produksi Nyata

    Pengukuran produksi nyata dilakukan dalam 3 cara yakni penimbangan

    getah di hutan untuk mengetahui produksi getah tiap pohon, pengamatan

    penimbangan getah di TPG, dan perhitungan produksi getah berdasarkan data

  • 20

    berat getah di KPH (data sekunder). Hasil dari perhitungan ke tiga cara ini

    kemudian dibandingkan untuk mengetahui alternatif terbaik sebagai dasar

    penentuan produksi maksimal nyata getah pinus.

    a. Cara I Penimbangan getah di hutan

    1) Mengelompokkan tegakan pinus menjadi beberapa kelas umur (KU)

    berdasarkan tahun tanamnya dengan selang umur setiap 5 tahun.

    2) Pengambilan sampel petak dengan ketentuan jumlah sampel tiap KU

    sebanyak 1 petak. Dari petak tersebut diambil sebanyak 30 pohon

    untuk ditimbang produksi getahnya. Kelas umur yang disadap di KPH

    Banyuwangi Utara adalah KU VI dan KU VII (tabel 4).

    3) Pohon yang terpilih diberikan nomor dan diidentifikasi kondisi

    fisiknya dengan mengambil data berupa diameter, warna kayu, bentuk

    tajuk, kedalaman alur kulit, ketinggian tempat tumbuh, arah sadap,

    tinggi pohon, cuaca saat penyadapan, dan jumlah koakan yang ada.

    4) Pengukuran berat bersih getah tiap pohon dilakukan dengan cara

    melakukan penimbangan pada saat pemungutan getah, yaitu setiap 7

    hari sekali selama 2 bulan (1 bulan hujan dan 1 bulan kering).

    Berat bersih getah didapat dengan cara perhitungan sebagai berikut :

    W Netto = (W Netto + Wadah) Wadah

    Ket : W Netto : Berat bersih getah (g) Wadah : Berat wadah penampung getah/tempurung (g)

    Tabel 4 Kondisi petak penelitian berikut pohon contoh yang diambil

    No Petak/KULuas

    (Ha)

    Total Phn

    (Ph)

    Prod Getah

    (Kg/Ph/Th)

    Jumlah

    Pohon/Ha

    Pohon

    contoh

    1 73c / VI 2,9 743 6,43* 221 30

    2 75e / VII 65 8324 6,75* 171 30

    Ket : *) Produksi getah didapat dari hasil pengolahan Laporan Kemajuan Sadapan Pinus dalam3 tahun terakhir

    5) Menentukan produksi getah rata-rata per panen dengan rumus sebagai

    berikut:

  • 21

    nyp = ? xi n

    i =1

    Ket : yp : Berat getah rata-rata (g/pohon/panen) xi : Berat getah pada pohon ke = i setiap waktu panen (g) n : Jumlah pohon contoh (pohon) i : Pohon contoh ke = i

    6) Menentukan berat getah per pohon dengan rumus sebagai berikut :

    y = yp

    7 x 1000Ket : y : Berat getah rata-rata per pohon (Kg/pohon/hari)

    yp : Berat getah rata-rata (g/pohon/panen) 7 : Waktu panen (setiap 7 hari)

    7) Menentukan produksi rata-rata getah per tahun untuk setiap anak petak

    dengan rumus :

    Y = y x N x 365Ket: Y : Produksi getah (Kg/tahun/petak) y : Berat getah rata-rata (Kg/pohon/hari) N : Total Pohon dalam satu petak (petak)

    b. Cara II Pengamatan penimbangan berat getah di TPG :

    1) Menentukan tenaga penyadap yang ada di TPG secara acak dengan

    ketentuan 10% dari keseluruhan penyadap yang mewakili setiap KU.

    2) Melakukan pengamatan penimbangan getah yang dilakukan di TPG

    untuk memperoleh data berat bersih getah dengan alokasi waktu yang

    disesuaikan dengan waktu pemungutan getah (setiap 7 hari sekali).

    3) Menentukan produksi getah rata-rata per panen untuk tiap penyadap

    dengan rumus sebagai berikut

    nypn = ? xi np

    i =1

    Ket: ypn : Berat getah rata-rata tiap penyadap (Kg/penyadap/panen) xi : Berat getah pada penyadap ke = i (Kg) np : Jumlah penyadap (penyadap) i : Pohon contoh ke = i

  • 22

    4) Menentukan produksi getah rata-rata per pohon dari semua pohon yang

    termasuk dalam blok sadapan milik penyadap yang bersangkutan

    dengan rumus sebagai berikut

    y = ypn

    7 x jml phnKet : y : Berat getah rata-rata per pohon (Kg/pohon/hari)

    ypn : Berat getah rata-rata tiap penyadap (Kg/penyadap/panen) 7 : Waktu panen (setiap 7 hari) Jml phn : Jumlah pohon dalam satu blok sadap (pohon/penyadap)

    5) Menentukan produksi rata-rata getah per tahun untuk setiap anak petak

    dengan rumus yang sama seperti pada cara I.

    c. Cara III Perhitungan data berat getah yang terdapat di KPH (data

    sekunder) :

    1) Mengumpulkan data sekunder di KPH mengenai berat getah dalam 5

    tahun terakhir.

    2) Mengelompokkan petak-petak yang ada menjadi beberapa KU sesuai

    dengan tahun tanamnya.

    3) Menentukan produksi getah rata-rata pertahun untuk setiap anak petak

    dengan rumus yang sama seperti pada cara sebelumnya.

    2. Pendugaan Produksi Getah Pinus

    Pendugaan getah pinus dilakukan karena di KPH Banyuwangi Utara hanya

    terdapat tegakan pinus KU I dan KU II yang belum disadap. Untuk

    mengetahui produksi getah pada KU tersebut ketika disadap yaitu pada saat

    mencapai KU III, KU IV atau KU V, maka dilakukan penelusuran data

    sekunder pada penelitian Wijayanti (2007). Data produksi getah pinus pada

    penelitian yang dilakukan di KPH Kediri Perum Perhutani Unit II Jawa Timur

    tersebut diambil karena memiliki kondisi lapangan yang relatif sama dengan

    kondisi tegakan pinus di KPH Banyuwangi Utara dari segi ketinggian tempat,

    iklim, curah hujan, kondisi tanah, dan topogafi (Tabel 5).

    Tabel 5 Kondisi petak penelitian KPH Kediri berikut pohon contoh yang diambil

    Petak/KU Luas(Ha) BonitaTahunTanam

    Umur(th)

    PohonContoh

    85F / KU III 12,4 3 1994 12 585E / KU IV 13,1 2 1990 16 568B / KU VI 10,6 3 1982 22 5

    Sumber : Wijayanti (2007)

  • 23

    Data produksi getah pinus dari hasil penelusuran tersebut kemudian

    disesuaikan dengan kondisi anak petak yang termasuk KU I dan KU II untuk

    mengetahui produksi rata-rata getah pinus per tahunnya ketika tegakan

    tersebut telah memasuki KU III, KU IV, dan KU V yang siap untuk disadap.

    Perhitungan kisaran produksi untuk menentukan nilai kontrol maksimal dari

    hasil perhitungan produksi nyata dan pendugaan produksi getah pinus dicari

    dengan menggunakan metode pendugaan nilai tengah parameter. Rumus yang

    digunakan dalam metode tersebut adalah sebagai berikut

    ( )am

    a

    aa

    aa

    -=

    +-

    -=-

    1

    1

    2/2/

    2/2/

    nsx

    nsxP

    TP

    tttt

    Dengan derajat kebebasan v = n-1 dan selang kepercayaan 95%

    Kontrol produksi maksimal getah pinus diambil dari nilai maksimal yang

    terdapat pada kisaran tersebut. Nilai produksi maksimal getah pinus yang telah

    diketahui, digunakan sebagai standar maksimal untuk memprediksi produksi

    getah pinus yang harus dipenuhi setiap tahunnya. Prediksi tersebut dilakukan

    terhadap keseluruhan tegakan pinus yang terdapat di KPH Banyuwangi Utara,

    baik yang saat ini berproduksi maupun yang akan berproduksi dalam kurun waktu

    5 tahun ke depan.

    Implementasi kontrol produksi maksimal getah dilakukan untuk

    mengevaluasi produksi getah pinus yang dihasilkan oleh KPH Banyuwangi Utara

    per tahunnya untuk setiap petak yang disadap pada tahun tersebut. Selama

    produksi getah masih berada di bawah nilai kontrol produksi maksimal maka

    dapat dikatakan getah tersebut berasal dari hutan yang telah dikelola secara lestari.

    3.4.3 Uji Coba Desain CoC Lacak Getah Pinus

    Pelaksanaan uji coba desain dilakukan untuk membandingkan antara SOP

    lacak getah yang disusun oleh KPH Banyuwangi Utara dengan desain CoC lacak

    getah pinus yang disusun dalam penelitian ini. Ujicoba dilaksanakan pada TPG II

    Sumber Dilem dan TPG III Matamin selama 2 kali periode pengamatan. Tahapan

    kerja dalam ujicoba desain CoC lacak getah adalah :

  • 24

    1. Menggambar layout

    2. Mengambil keseluruhan drum yang terdapat dalam dokumen penerimaan di

    PGT yang berasal dari TPG II dan TPG III untuk dijadikan bahan ujicoba

    desain.

    3. Memeriksa informasi yang terdapat di dokumen penerimaan di PGT terhadap

    informasi yang dapat dijadikan mata rantai pelacakan. Apabila terjadi

    kegagalan maka dicari penyebabnya, namun jika berhasil pelacakan

    dilanjutkan untuk dokumen angkutan.

    4. Jika pemeriksaan pada dokumen angkutan berhasil maka dilanjutkan dengan

    memeriksa dokumen penerimaan di TPG. Apabila pemeriksaan dokumen

    pengangkutan mengalami kegagalan maka di cari penyebabnya.

    5. Setelah berhasil menelusuri dokumen penerimaan getah di TPG maka

    penelusuran dilanjutkan untuk mengetahui kebenaran isi dokumen dengan

    informasi yang tertera pada fisik drum getah. Apabila pemeriksaan tersebut

    mengalami kegagalan maka dicari penyebabnya.

    6. Pemeriksaan kesesuaian antara dokumen dengan fisik wadah getah dilakukan

    dengan memeriksa penulisan yang terdapat pada drum yang meliputi asal

    getah, nomor permanen drum, dan berat drum.

    Apabila terdapat kesesuaian antara informasi pada drum dengan dokumen,

    maka getah telah berhasil terlacak

    Tabel 6. Informasi yang diperiksa pada dokumen tata usaha hasil hutan bukankayu dalam rangka CoC lacak getah pinus

    Informasi yang diperiksa pada dokumen*)No.Dokumen Informasi

    Lokasi Pemeriksaan

    1 Perni 51(Koreksi)

    1. Asal getah2. Tanggal3. No drum (konsisten)4. Mutu5. Berat/Volume

    PGT/TPG

    2. FA-HHBK/DHHBK

    1. Asal getah2. Tanggal3. No drum (konsisten)4. Mutu5. Berat/Volume

    TPG

    3. DK 302a

    1. Asal getah2. Tanggal3. No drum (konsisten)4. Mutu5. Berat/Volume

    TPG

    4 Drum Getah1. Asal getah2. No drum (konsisten)3. Berat/Volume

    TPG

    Ket : *Dokumen dan informasi secara detil didapat dari hasil pembuatan desain CoC lacak getah

  • 25

    3.4.4 Penentuan Keberhasilan Desain CoC Lacak Getah Pinus

    Dari hasil pengamatan, akan terlihat sejumlah contoh drum getah yang

    berhasil dan gagal terlacak dalam uji coba lacak getah baik desain lacak getah

    yang disusun oleh pihak KPH Banyuwangi Utara maupun desain CoC lacak getah

    pinus pada penelitian ini. Jumlah contoh tersebut kemudian dikonversikan dalam

    bentuk persentase keterlacakan dari keseluruhan drum yang terdapat pada masing

    masing TPG dengan menggunakan rumus :

    Y = ?X x 100% N

    Keterangan : Y = Persentase keberhasilan drum yang terlacak (%)X = Jumlah drum yang berhasil terlacak pada satu TPG (drum)N = Jumlah total drum pada satu TPG (drum)

    Analisis deskriptif dilakukan untuk membandingkan pelaksanaan CoC lacak

    getah pinus pada penelitian ini dengan pelaksanaan lacak getah yang dibuat oleh

    pihak KPH Banyuwangi Utara serta penyebab kegagalan yang terjadi dan kendala

    yang ditemui selama uji coba pelaksanaan lacak getah.

  • 26

    PERNI 51

    FA-HHBK&DHHBK

    DK 302a

    Sistem CoC

    Berhasil

    Sebab?

    Sistem CoC

    Sistem CoC

    Gagal

    Gagal

    Gagal

    Berhasil

    Berhasil

    Berhasil

    Sebab?

    Sebab?

    Sebab?

    Tanda Fisik Wadah Sistem CoC Gagal

    Dok Penerimaan di PGT

    Tanda Pada Wadah Getah (Drum)

    Dok Penerimaan di TPG

    Dok Pengangkutan Getah

    Gambar 3 Bagan penelusuran dokumen dan wadah getah dalam rangka implementasi CoC lacak getah pinus

    Ket : Sistem CoC adalah pemeriksaan informasi pada dokumen dan wadah

  • 27

    BAB IVKONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

    4.1 Letak dan Luas

    Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyuwangi Utara merupakan salah

    satu KPH di wilayah Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Secara administratif

    wilayahnya terletak di 2 (dua) kabupaten yakni Kabupaten Banyuwangi dan

    Kabupaten Situbondo, Propinsi Jawa Timur. KPH Banyuwangi Utara memiliki

    wilayah yang mencakup 3 kecamatan, dengan 13 Desa Pangkuan. Secara geogafis

    wilayah KPH Banyuwangi Utara terletak diantara 1105 sampai dengan 114038

    Bujur Timur dan 7043 sampai dengan 8046 Lintang Selatan. Adapun batas-batas

    geogafis wilayahnya sebagai berikut :

    Sebelah Utara : Kabupaten Situbondo

    Sebelah Timur : Selat Bali

    Sebelah Barat : KPH Bondowoso, Kabupaten Situbondo

    Sebelah Selatan : KPH Banyuwangi Barat, KPH Banyuwangi Selatan

    KPH Banyuwangi Utara memliki luas kawasan sebesar 54.199,96 ha yang

    terdiri dari 3 bagian hutan (BH) yaitu Bagian Hutan Alas Buluh-Gombeng dengan

    luas 28.134,3 ha, Bagian Hutan Bitakol dengan luas 5.612,3 ha dan Bagian Hutan

    Kendeng Timur Laut seluas 20.453 ha. Luas kawasan hutan berdasarkan

    administrasi pemerintahan terbagi dalam :

    1. Dati II Banyuwangi

    a) Hutan Produksi (HP) : 28.134,26 ha

    b) Hutan Lindung (HL) : 26.348,68 ha

    c) Tak Baik Untuk Kelas Perusahaan (TBP) : 1.435,80 ha

    2. Dati II Situbondo

    a) Hutan Produksi (HP) : 26.065,70 ha

    b) Hutan Lindung (HL) : 5.265,21 ha

    c) Tak Baik Untuk Kelas Perusahaan (TBP) : 242,70 ha

    d) Belum ditata : 104,39 ha

    Luas wilayah kerja KPH Banyuwangi Utara berdasarkan Bagian Kesatuan

    Pemangkuan Hutan (BKPH) dan Resor Pemangkuan Hutan (RPH) sebagai berikut

  • 28

    1. BKPH Ketapang 5.724,17 ha

    a. RPH Selogiri : 3.861,04 ha

    b. RPH Gombeng : 1.863,13 ha

    2. BKPH Bajulmati 10.992,66 ha.

    a. RPH Bajulmati : 2.025,40 ha

    b. RPH Gunungwaru : 6.122,87 ha

    c. RPH Wonorejo : 2.844,39 ha

    3. BKPH Watudodol 14.260,82 ha.

    a. Alas Buluh : 2.925,25 ha

    b. Bangsring : 11.336,58 ha

    4. BKPH Asembagus 23.221,31 ha

    a. Asembagus : 8.000,00 ha

    b. Sumberejo : 12.453,40 ha

    c. Sumberwaru : 2.767,91 ha

    4.2 Keadaan Lapangan

    Berdasarkan buku RPKH jangka 2003-2012, keadaan lapangan KPH

    Banyuwangi Utara yang meliputi topografi, geologi, dan tanah memiliki kondisi

    yang cukup bervariasi untuk setiap bagian hutan (BH) yang ada.

    4.2.1 Topogafi dan Kelerengan

    Pada umumnya topogafi yang ada di wilayah kerja KPH Banyuwangi Utara

    adalah bergelombang, datar, dan landai, hingga agak curam.

    4.2.2 Geologi dan Tanah

    Jenis tanah dalam kawasan hutan KPH Banyuwangi Utara pada umumnya

    terdiri dari jenis tanah Gumusol, Andosol, Gumusol hitam, yaitu diseluruh

    kawasan BH Bitakol. Asosiasi Latosol Cokelat dan Regosol Cokelat,yaitu di BH

    Alasbuluh-Gombeng bagian tengah membujur dari Utara ke Selatan. Andosol

    Cokelat kekuningan, yaitu di lereng atas sebelah Barat BH Alasbuluh-Gombeng.

    Asosiasi Andosol cokelat dan Regosol cokelat, yaitu di lereng atas sebelah Utara

    BH Alasbuluh-Gombeng dan lereng BH Kendeng Timur laut.

  • 29

    4.3 Iklim dan Curah Hujan

    Berdasarkan buku RPKH jangka 2003-2012, secara umum kawasan hutan

    KPH Banyuwangi Utara termasuk dalam tipe iklim C (Schmidt dan Ferguson)

    dengan curah hujan diperkirakan sebesar 1700 mm/tahun. Khusus untuk RPH

    Gombeng yang merupakan lokasi penelitian, memiliki tipe iklim D (agak kering)

    dengan nilai Q = 83,33%. Berdasarkan hasil rekapitulasi data curah hujan KPH

    Banyuwangi Utara selama 10 tahun (1995-2005) pada stasiun pengamatan selogiri

    didapat bahwa rata-rata curah hujan di wilayah RPH Gombeng sebesar 150,3 mm

    dengan jumlah hari hujan sekitar 8 hari setiap bulannya. Pada umumnya curah

    hujan relatif rendah pada bulan Juni hingga Oktober.

    4.4 Potensi Sumber Daya Hutan KPH Banyuwangi Utara

    Berdasarkan buku RPKH jangka 2003-2012, untuk BH Alasbuluh-

    Gombeng diketahui etat luas sebesar 150,45 ha/tahun dan etat masa sebesar

    27.000 m3/tahun, sedangkan untuk BH Bitakol diketahui etat luas sebesar 50,69

    ha/tahun dan etat massa sebesar 7.154 m3/tahun. Potensi sebaran hutan di wilayah

    KPH Banyuwangi Utara cukup baik, hal ini ditunjukkan dengan sebaran luas KU

    II, III, IV, dan V yang relatif seragam di kedua BH tersebut.

    4.5 Potensi Sumber Daya Hutan di RPH Gombeng, BKPH Ketapang, KPHBanyuwangi UtaraKPH Banyuwangi Utara termasuk kedalam kelas perusahaan jati sehingga

    hutan tanaman lain seperti mahoni, akasia, dan pinus termasuk dalam kelas

    Tanaman Kayu Lain (TKL). Pembagian kelas hutan pada RPH Gombeng yang

    merupakan lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 7.

    Tabel 7 Kelas Hutan RPH GombengNo. Kelas Hutan Luas (Ha) Persentase (%)1 KU I 79,8 4,32 KU II 242,4 13,23 KU III 285,7 154 KU V 23,7 1,35 MT 13 0,76 TKL 626,2 33,97 TBPTH 511 27,58 LTJL 20 1,19 TBP 2 0,1

    10 TK 29,2 1,711 HL 22,1 1,2

    JUMLAH 1855 100Sumber : RPKH KPH Banyuwangi Utara Jangka 2003-2012

  • 30

    4.6 Kondisi Tegakan Pinus di RPH Gombeng

    4.6.1 Potensi Tegakan Pinus

    Menurut Buku RPKH KPH Banyuwangi Utara jangka 2003-2013,

    pemungutan hasil hutan non kayu di Bagian Hutan Alasbuluh-Gombeng berupa

    sadapan pinus yang dilakukan di wilayah RPH Gombeng, BKPH Ketapang.

    Tegakan pinus yang terdapat di wilayah ini memiliki luas 556 ha dan secara

    keseluruhan termasuk kedalam penggolongan kelas hutan tanaman kayu lain

    (TKL) (Tabel 8). Tegakan pinus yang berada di wilayah ini termasuk ke dalam

    tegakan tua karena sebagian besar memiliki umur tanam berkisar 30 tahun. Hanya

    beberapa anak petak saja yang berumur muda dan belum siap untuk di sadap

    getahnya yaitu anak petak 68E, 68F, 68H, 73A, 74A, 74E, 76A, dan 77A.

    Tabel 8 Potensi Tegakan Pinus di RPH Gombeng

    AnakPetak

    Luasbaku (ha)

    TahunTanam

    Umur/ KU N / ha Desa

    JenisTanaman Bon KBD DKN

    68E 20,00 2006 2/I - Kalipuro Pinus 5,0 - -68F 15,20 2005 3/I 400 Ketapang Pinus 4,0 0,60 0,4068H 12,30 2007 2/I 428 Ketapang Pinus 4,0 0,60 1,0068O 27,90 1978 30/VI 260 Kalipuro Pinus 3,0 0,62 0,9768P 29,50 1974 34/VII 250 Kalipuro Pinus 3,0 0,90 1,1069B 12,70 1974 34/VII 220 Kalipuro Pinus 3,0 0,80 0,9070A 61,50 1974 34/VII 200 Kalipuro Pinus 2,0 0,70 0,7071A 63,30 1977 31/VII 360 Kalipuro Pinus 2,0 1,10 1,2071B 38,70 1974 34/VII 307 Kalipuro Pinus 2,0 1,10 1,1072G 11,00 1978 30/VI 300 Kalipuro Pinus 3,0 0,80 1,1072H 2,80 1973 35/VII 275 Kalipuro Pinus 3,0 0,85 0,8072L 1,80 1977 31/VII 360 Kalipuro Pinus 3,0 1,10 1,2073A 28,50 1999 9/II 800 Kalipuro Pinus 2,0 0,60 1,0073C 2,90 1978 30/VI 350 Kalipuro Pinus 2,0 1,20 1,1073D 34,10 1974 34/VII 280 Kalipuro Pinus 3,0 1,10 1,2074A 7,30 1999 9/II 1300 Kalipuro Pinus 3,0 0,60 0,8074B 55,40 1974 34/VII 250 Kalipuro Pinus 3,0 0,80 1,1074D 4,40 1978 29/VI 190 Kalipuro Pinus 4,0 - -74E 4,80 2005 2/I 374,4 Kalipuro Pinus 3,0 0,60 0,8074E 4,40 2004 3/I 561,6 Kalipuro Pinus 3,0 0,60 0,8075E 65,00 1973 35/VII 210 Gbg.sari Pinus 3,0 0,70 0,9076A 24,20 1974 34/VII 103 Gbg.sari Pinus 3,0 0,38 0,4676A 2,00 2004 4/I 400 Gbg.sari Pinus 3,0 0,60 0,8077A 22,30 1974 34/VII 90 Gbg.sari Pinus 3,0 0,31 0,4077A 4,00 2005 3/I 1650 Gbg.sari Pinus 3,0 0,60 0,80

    Sumber : Data Rencana Petak KPS tahun 2008 (diolah)

  • 31

    4.6.2 Produktivitas Getah Pinus

    Berdasarkan buku RPKH jangka 2003-2012 mengenai penyadapan pinus

    terdapat beberapa petak yang akan dimulai sadap buka, melanjutkan sadap lanjut,

    dan ada beberapa yang akan di sadap mati (Tabel 9). Namun pada pelaksanaannya

    sadap mati tidak dilakukan, karena tegakan pinus yang sudah siap untuk di tebang

    masih tetap berpotensi memproduksi getah dalam jumlah yang banyak.

    Tabel 9 Rencana Sadapan Pinus KPH Banyuwangi UtaraSadap Buka Sadap Lanjut Sadap Mati JumlahTahun Luas Prod Luas Prod Luas Prod Luas Prod

    2003 - - 469,7 493,23 - - 469,7 493,232004 - - 432,2 465,36 37,5 39,57 469,7 503,932005 - - 307,9 335,83 124,3 183,88 432,2 519,712006 - - 221,6 245,70 105,0 162,90 326,6 408,602007 - - 170,2 194,01 51,4 73,38 221,6 267,392008 - - 140,2 161,83 30,0 45,68 170,2 207,512009 35,8 82,99 86,0 104,81 54,2 80,95 176,0 268,752010 13,0 44,43 85,6 187,55 36,2 79,19 134,8 311,172011 - - 48,8 212,69 49,8 69,6 98,6 282,292012 - - 48,8 212,7 - - 48,8 212,70

    Jumlah 48,8 127,42 2.011,0 2.613,73 488,4 735,14 2548,2 3.476,29Sumber : Buku RPKH KPH Banyuwangi Utara jangka 2003-2013

    Getah pinus di KPH Banyuwangi Utara merupakan produk hasil hutan

    bukan kayu yang menjanjikan setelah jati. Hal tersebut terlihat dari produksi getah

    yang dihasilkan selalu memiliki kuantitas dan kualitas terbaik.

    Tabel 10 Produktivitas penyadapan getah pinus di KPH Banyuwangi UtaraTahun 2005-2007

    Produktivitas Getah Rata-RataPetak TahunTanam Mutu

    Luas(Ha)

    JumlahPohon

    JumlahPenyadap (Kg/th) (Kg/ph/th) (G/ph/hr)

    68o 1978 A 27,9 8.248 20 44.391 5,4 14,7945268p 1974 A 29,5 5.721 16 30.892,1 5,4 14,7945269b 1974 A 12,7 1.940 6 11.806,6 6,1 16,7123370a 1974 A 61,5 9.866 30 60.491,6 6,1 16,7123371a 1977 A 63,3 13.714 32 84.017,6 6,1 16,7123371b 1974 A 38,7 5.615 16 34.360,6 6,1 16,7123372g 1978 A 12,4 3.453 10 21.018,3 6,1 16,7123372h 1973 A 2,8 197 1 1.227 6,2 16,986372l 1977 A 1,8 215 1 1.360,6 6,3 17,2602773c 1978 A 2,9 743 2 4.782 6,4 17,5342573d 1974 A 34,1 7.310 20 44.326 6,1 16,7123374b 1974 A 61,4 11.094 35 71.522 6,4 17,5342574d 1978 A 4,4 802 3 5.130,3 6,4 17,5342575e 1973 A 65,0 8.324 18 56.213,6 6,7 18,3561676a 1974 A 24,2 4.183 9 26.309,6 6,3 17,2602777a 1979 A 22,3 2.193 15 13.856,3 6,3 17,26027

    JUMLAH 464,9 83.618 234 511.706,3 98,4 269,589RATAAN 31.981,58 6,15 16,84932

    Sumber : Laporan Kemajuan Sadapan Getah Pinus tahun 2005-2007 (diolah)

  • 32

    4.7 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Penyadap

    Keadaan masyarakat disekitar hutan pinus RPH Gombeng pada umumnya

    memiliki pekerjaan utama sebagai penyadap disamping melakukan pekerjaan lain

    seperti menanam pisang, beternak dan sebagainya. Dalam melakukan

    pekerjaannya, para penyadap tersebut dikoordinir oleh suatu Lembaga Masyarakat

    Desa Hutan (LMDH). Di wilayah tersebut terdapat 2 LMDH yang bergerak dalam

    bidang sadapan yaitu LMDH Rukun Makmur dan LMDH Kemuning Asri. Jumlah

    penyadap yang terdata dan masuk sebagai anggota LMDH dapat dilihat pada

    Tabel 11.

    Tabel 11 Kondisi LMDH bidang sadapan getah pinus yang terdapat di RPHGombeng

    No LMDH Luas(Ha) Cakupan PetakJumlahPohon

    JumlahPenyadap

    1 Kemuning Asri 116 76a, 75e, 77a 11.479 42

    2 Rukun Makmur 353,4 68o, 68p, 69b, 70a, 71a, 71b, 72g,72h, 72l, 73c, 73d, 74b, 74d, 68.914 192

    Sumber : Data Rekap Petak Getah Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Tahun2007(diolah)

    Pemberdayaan masyarakat penyadap melalui LMDH telah mampu

    meningkatkan kemakmuran masyarakat sekitar hutan. Hal tersebut terbukti

    dengan adanya sharing terhadap hasil getah yang didapat apabila telah mencapai

    target yang ditetapkan oleh Perum Perhutani. Pemberian sharing/ reward dalam

    bentuk uang secara langsung memacu para penyadap untuk bekerja lebih

    maksimal dalam usaha pencapaian produktivitas getah agar sesuai target yang

    telah ditetapkan.

  • 33

    BAB VHASIL DAN PEMBAHASAN

    5.1 Pelaksanaan Penyadapan Getah Pinus Sebelum Desain CoC LacakGetah PinusPelaksanaan penyadapan getah pinus sebelum desain CoC lacak getah

    diketahui berdasarkan hasil pengamatan terhadap penerapan Standar Operasional

    Prosedur (SOP) Sadapan Getah Pinus Tahun 2007 KPH Banyuwangi Utara dan

    SOP Pengendalian Pergerakan / Aliran Getah Pinus Dalam Rangka CoC Tahun

    2008 KPH Banyuwangi Utara di lapangan. Hasil pengamatan tersebut kemudian

    disesuaikan dengan standar FSC mengenai CoC agar diketahui permasalahan yang

    timbul dan digunakan sebagai dasar dalam pembuatan desain.

    5.1.1 Pergerakan Fisik Getah Pinus

    Pengamatan terhadap pergerakan fisik getah pinus dilakukan dalam

    beberapa tahap yaitu tahap penyadapan getah di hutan, penerimaan getah di TPG,

    pengangkutan, dan penerimaan getah di PGT.

    5.1.1.1 Kegiatan Penyadapan Getah Pinus di Hutan

    Tabel 12 Hasil pengamatan penyadapan getah pinus di hutan

    No KegiatanUraian Kegiatan Berdasarkan

    SOP Sadapan Getah PinusTahun 2007

    Hasil Pengamatan di Lapangan

    Pembuatan batas petaksadapan, pembagian blok,sensus pohon,pembersihan/pembabatanlapangan sadapan, danpembuatan TP Getah.

    Yang dilakukan hanya pembuatanTPG dan pembersihan lapangan.Sensus pohon tidak dilakukan.Pelaksanaan pembuatan blok sadapantidak di lakukan dilapangan

    Pembuatan quare awal Dilakukan sesuai ketentuan

    1. Prasadap

    Pengadaan peralatan danperlengkapan

    Dilakukan sesuai ketentuan namunmasih terdapat kekurangan (*)

    Pembaharuan luka Dilakukan setiap 3 hariPemberian CAS (Socepas 235AS)

    Dilakukan dengan komposisi 3 CAS :2 Air tergantung musim denganfrekuensi pemberian setoap 3 hari

    Pemungutan Getah Dilakukan tiap 7 hari sekali (1minggu)

    Pengangkutan ke TPG Dilakukan tiap selesai pungutandengan cara dipikul atau menggunakansepeda motor

    2. Sadap Lanjut

    Penggunaan alat APD Dilakukan, namun masih ada beberapapenyadap yang tidak menggunakan

    Ket : * Untuk keperluan CoC wadah getah perlu diberikan nomor yang permanen

  • 34

    Penyadapan getah pinus diawali dengan melakukan kegiatan prasadap yang

    meliputi pembuatan batas petak sadapan, pembagian blok, pembersihan/

    pembabatan lapangan sadapan, dan pembuatan TPG. Berdasarkan hasil

    pengamatan, didapat bahwa pelaksanaan sensus pohon, pembuatan batas petak,

    dan blok sadapan tidak dilakukan di lapangan. Hal tersebut menyebabkan usaha

    pengawasan terhadap perkembangan tegakan tidak dapat terpantau secara jelas

    karena tidak ada data jumlah pohon secara akurat yang dapat berakibat produksi

    getah pinus menjadi tidak sesuai target yang telah ditetapkan

    Berdasarkan pengamatan di lapangan mengenai pembuatan quare