Upload
ochaerry
View
120
Download
12
Embed Size (px)
Citation preview
iDESAIN CHAIN OF CUSTODY (CoC) LACAK
GETAH PINUS DI KPH BANYUWANGI UTARA
PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR
IMAM FAUZI SYAMSU
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
iRINGKASAN
IMAM FAUZI SYAMSU E24104062. Desain Chain of Custody (CoC) LacakGetah Pinus di KPH Banyuwangi Utara Perum Perhutani Unit II JawaTimur. Dibimbing Oleh JUANG RATA MATANGARAN
KPH Banyuwangi Utara merupakan salah satu KPH Perum Perhutani Unit IIJawa Timur yang sedang dalam proses sertifikasi hutan berdasarkan standar FSC.Dalam rangka melakukan sertifikasi khususnya pada hasil hutan bukan kayu(HHBK) berupa getah pinus, pihak KPH perlu menyusun prosedur pengelolaanyang sesuai dengan prinsip kelestarian manfaat serta monitoring dan evaluasi.Desain CoC lacak getah pinus merupakan salah satu prosedur yang dapatdigunakan dalam usaha pelacakan getah untuk kepentingan sertifikasi PengelolaanHutan Lestari (PHL) di KPH Banyuwangi Utara.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat dan menguji desain CoC lacak getahpinus yang dilakukan dengan memodifikasi Standard Operational Procedure(SOP) mengenai CoC yang disusun oleh KPH Banyuwangi Utara disesuaikandengan standar FSC yang berlaku. Penelitian ini diawali dengan observasipergerakan getah pinus dari hutan hingga diterima di Pabrik Gondorukem danTerpentin (PGT) sebagai dasar pembuatan desain CoC yang meliputi desainpergerakan fisik getah, pemberian tanda pada wadah getah, dokumentasipergerakan getah, dan kontrol produksi maksimal. Kontrol produksi maksimalmerupakan standar kelestarian pemanenan getah pinus yang dicari denganmemprediksi produksi maksimal setiap tahun selama 5 tahun kedepan berdasarkanproduksi nyata di lapangan dan pendugaan produksi maksimal tegakan yangbelum berproduksi menurut data sekunder. Hasil dari pembuatan desain kemudiandiujicoba untuk membandingkan penerapan SOP CoC yang disusun oleh KPHBanyuwangi Utara dengan desain pada penelitian ini serta mengetahui kendaladan permasalahan yang ada terkait dengan penerapan CoC.
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa pelaksanaan SOPtentang CoC yang disusun KPH Banyuwangi Utara belum terlaksana secaraoptimal dan sesuai dengan standar CoC yang ditetapkan oleh FSC. Hal tersebutdapat dilihat dari belum adanya tanda pada wadah yang jelas dan konsisten,dokumentasi getah yang belum lengkap dan belum adanya perhitungan terhadapstandar kelestarian penyadapan getah pinus. Atas dasar kekurangan tersebut, makapembuatan desain CoC dilakukan untuk memodifikasi SOP KPH BanyuwangiUtara agar sesuai dengan standar FSC mengenai CoC. Modifikasi yang dilakukanmeliputi pembuatan desain pergerakan fisik getah yang runtut, pemberian tandawadah yang jelas dan konsisten, memberlakukan penggunaan dokumen angkutan(FA-HHBK) disertai dengan pengisian dokumen agar saling terkoneksi danmelakukan perhitungan produksi maksimal sebagai standar kelestarianpenyadapan getah pinus. Dasar perhitungan produksi maksimal berasal daripenggabungan perhitungan produksi maksimal nyata di hutan dan pendugaanproduksi getah pinus untuk tegakan yang akan berproduksi berdasarkan datapenelitian Wijayanti (2007). Berdasarkan hasil perhitungan didapat prediksiproduksi maksimal rata-rata getah pinus untuk KPH Banyuwangi Utara sebesar1.154.540,5 Kg/th selama 5 tahun ke depan. Nilai tersebut merupakan standar
ii
kelestarian untuk mengevaluasi tingkat pemanenan getah pinus agar tidakmelebihi tingkat pemanenan yang dapat dilestarikan secara permanen (FSC 2004).
Uji coba lacak getah dilakukan untuk menguji pelaksanaan kegiatan lacakgetah pada desain yang telah dibuat dengan SOP milik KPH Banyuwangi Utaramengenai CoC. Hasil uji coba menunjukkan bahwa secara keseluruhan, SOP KPHBanyuwangi Utara mengenai CoC mengalami kegagalan pada pemeriksaandokumen maupun fisik wadah getah. Hal tersebut terjadi dikarenakan pada SOPyang telah disusun tidak ditemukan adanya nomor drum yang konsisten danpenggunaan dokumentasi yang belum lengkap. Sedangkan hasil ujicoba desainCoC lacak getah pada penelitian ini menunjukkan keberhasilan sebesar 91% untukpelacakan dokumen dan 35% untuk pelacakan fisik wadah getah. Kegagalandalam pelacakan dokumen terjadi karena terdapat 6 drum sisa persediaan yangbelum melewati sistem CoC namun tetap diberikan nomor seri drum dan tercatatdalam dokumentasi CoC tanpa diketahui asal petaknya. Rendahnya tingkatkeberhasilan pada pelacakan fisik wadah getah terutama disebabkan olehhilangnya tanda pada wadah sehingga pelacakan untuk tiap drum tidak dapatdilakukan.
Kendala yang ditemukan selama proses uji coba terutama berasal darisumber daya manusia yang masih memiliki pengetahuan yang minim mengenaiCoC disamping faktor perbedaan manajemen antara KPH dengan PGT dan faktorteknis seperti pemberian tanda wadah yang mudah hilang dan penggunaandokumentasi getah yang belum lengkap. Sehingga sangat disarankan, pihak KPHBanyuwangi Utara mampu memberikan penyuluhan lebih mendalam kepada parapekerjanya mengenai CoC serta mencari solusi dari permasalahan teknis yangdapat menghambat pelaksanaan CoC.
Kata kunci : FSC, CoC, produksi maksimal, getah pinus, SOP
iPERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Desain Chain of
Custody (CoC) Lacak Getah Pinus di KPH Banyuwangi Utara Perum Perhutani
Unit II Jawa Timur adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bmbingan
dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada
perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2009
Imam Fauzi Syamsu
NRP E 24104062
iDESAIN CHAIN OF CUSTODY (CoC) LACAK
GETAH PINUS DI KPH BANYUWANGI UTARA
PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR
IMAM FAUZI SYAMSU
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
iJudul Skripsi : Desain Chain of Custody (CoC) Lacak Getah Pinus di KPH
Banyuwangi Utara Perum Perhutani Unit II Jawa Timur
Nama : Imam Fauzi Syamsu
NIM : E24104062
Program Studi : Teknologi Hasil Hutan
Sub Program Studi : Pemanenan Hasil Hutan
Menyetujui :
Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS.NIP. 131 760 833
Mengetahui :
Dekan Fakultas Kehutanan IPB,
Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr.NIP. 131 578 788
Tanggal Lulus :
iKATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas petunjuk dan
karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul Desain
Chain of Custody (CoC) Lacak Getah Pinus di KPH Banyuwangi Utara Perum
Perhutani Unit II Jawa Timur.
Hal yang mendasari pembuatan skripsi ini adalah proses sertifikasi hutan
yang sedang dijalani oleh KPH Banyuwangi Utara menurut prinsip dan kriteria
Forest Stewardship Council (FSC). Dalam rangka mendapatkan sertifikasi
tersebut, KPH Banyuwangi telah membuat beberapa prosedur terkait dengan CoC
pada hasil hutan sebagai fungsi monitoring dan evaluasi. Salah satu prosedur
tersebut diterapkan pada hasil hutan berupa getah pinus untuk mengatur
pelaksanaan penyadapan getah pinus agar dapat terlacak dari pabrik hingga ke
hutan dalam rangka CoC. Namun pada prosedur tersebut, masih ditemukan
beberapa hal yang belum sesuai dengan standar CoC yang telah ditetapkan oleh
FSC. Kekurangan tersebut dapat menyebabkan pelaksanaan CoC tidak dapat
diterapkan, sehingga berakibat getah pinus tidak dapat terlacak. Skripsi ini
disusun untuk masukan penyempurnaan prosedur CoC getah pinus yang telah ada
di KPH Banyuwangi Utara sehingga getah dapat dilacak untuk kepentingan
sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari (PHL).
Pada kesempatan ini juga penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih yang
sebesar- besarnya kepada :
1. Keluarga penulis atas doa dan dorongan baik secara moril maupun materiil.
2. Bapak Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS. atas bimbingan dan arahannya.
3. Bapak Ir. Edje Djamhuri dan Dr. Ir. Jarwadi B Hernowo, MS. selaku dosen
penguji yang telah memberikan nasehat yang berarti bagi penulis.
4. Bapak Ir Srijono selaku Administratur dan Bapak Asep Saepudin, S. Hut
selaku Wakil Administratur KPH Banyuwangi Utara yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis dalam melaksanakan pengambilan data di
lapangan.
i5. Kakak senior dan saudara-saudara penulis di RIMPALA Fahutan IPB yang
telah memberikan ilmu pengetahuan, semangat, serta dorongan moril.
6. Teman-teman penulis di Departemen Hasil Hutan khususnya di Laboratotrium
Analisis dan Keteknikan Pemanenan atas doa dan dorongan morilnya.
7. Teman-teman penulis di Fakultas Kehutanan IPB atas doa dan dorongan
morilnya.
8. Pihak-pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya skripsi ini yang
tidak dapat disebutkan satu persatu
Demikian penulisan skripsi ini, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan
perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kehutanan.
Bogor, Februari 2009
Penulis
iRIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 2 November 1985 sebagai putera
terakhir dari pasangan Drs. H. Syamsu Hidayat dan Hj. Siti Mabunia Farida.
Pada tahun 1992 penulis masuk SDNP IKIP Jakarta. Tahun 1998 penulis
menyelesaikan Sekolah Dasar dan melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 109
Jakarta sampai tahun 2001. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di SMU
71 Jakarta dan menyelesaikan pendidikannya di tahun 2004. Pada tahun tersebut
penulis melanjutkan pendidikan Sarjana S1 di Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih jurusan
Teknologi Hasil Hutan, Departemen Teknologi Hasil hutan, Fakultas Kehutanan.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis pernah aktif di organisasi
kemahasiswaan Rimbawan Pecinta Alam (RIMPALA) dari tahun 2005-sekarang
dan pernah menjabat sebagai Ketua Umum untuk periode 2005-2006. Selain itu
penulis juga aktif di organisasi luar IPB yaitu sebagai anggota Korps Sukarelawan
PMI Cabang Kota Bogor dan Volenteer Lembaga Studi Ular SIOUX. Penulis
pernah menjadi asisten mata kuliah Inventarisasi Hutan pada tahun ajaran 2005-
2006, asisten mata kuliah Operasi Pemanenan Hutan pada tahun ajaran 2008-2009
dan asisten untuk mata kuliah Ilmu Ukur Tanah dan Pemetaan Wilayah (IUTPW)
pada tahun ajaran 2008-2009. Dalam menjalani masa studi di IPB, penulis pernah
mengikuti Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) yang dilaksanakan
di beberapa KPH Perum Perhutani yakni KPH Banyumas Timur, KPH Banyumas
Barat, dan KPH Ngawi. Pada bulan Maret hingga Mei, penulis melaksanakan
Praktek Kerja Lapang (PKL) yang berlokasi di KPH Banyuwangi Utara.
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul Desain Chain of Custody (CoC) Lacak Getah d KPH
Banyuwangi Utara Perum Perhutani Unit II Jawa Timur yang dibimbing oleh Dr.
Ir. Juang Rata Matangaran, MS.
iDAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................... i
DAFTAR TABEL ........................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Tujuan ..................................................................................... 2
1.3 Manfaat .................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 3
2.1 Pohon Pinus dan Produktivitasnya ........................................... 3
2.2 Penyadapan Getah Pinus di Perum Perhutani ........................... 7
2.3 Tata Usaha Hasil Hutan (TUHH) Getah Pinus di Perum
Perhutani .................................................................................. 8
2.4 Sertifikasi Hutan dan Chain of Custody (CoC).......................... 10
2.5 CoC pada Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) ........................... 13
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 15
3.1 Batasan Penelitian .................................................................... 15
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................... 15
3.3 Alat dan Bahan ......................................................................... 15
3.4 Tahapan Penelitian .................................................................. 15
3.4.1 Observasi Lapang ............................................................... 16
3.4.2 Pembuatan Desain CoC Lacak Getah Pinus ........................ 16
3.4.2.1 Pergerakan Fisik Getah Pinus........................................ 17
3.4.2.2 Pemberian Tanda Pada Wadah Getah Pinus................... 18
3.4.2.3 Dokumentasi Pergerakan Getah Pinus ........................... 18
3.4.2.4 Produksi Maksimal Getah Pinus.................................... 19
3.4.3 Uji Coba Desain CoC Lacak Getah Pinus............................ 23
3.4.4 Penentuan Keberhasilan Desain CoC Lacak Getah Pinus .... 25
ii
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN .................................. 27
4.1 Letak dan Luas ........................................................................ 27
4.2 Keadaan Lapangan .................................................................. 28
4.2.1 Topografi dan Kelerengan................................................... 28
4.2.2 Geologi dan Tanah.............................................................. 28
4.3 Iklim dan Curah Hujan ............................................................. 29
4.4 Potensi Sumber Daya Hutan KPH Banyuwangi Utara .............. 29
4.5 Potensi Sumber Daya Hutan di RPH Gombeng, BKPH
Ketapang, KPH Banyuwangi Utara........................................... 29
4.6 Kondisi Tegakan Pinus di RPH Gombeng................................. 30
4.6.1 Potensi Tegakan Pinus ........................................................ 30
4.6.2 Produktivitas Getah Pinus ................................................... 31
4.7 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Penyadap ....................... 32
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 33
5.1 Pelaksanaan Penyadapan Getah Pinus Sebelum Desain CoC
Lacak Getah Pinus .................................................................... 33
5.1.1 Pergerakan Fisik Getah Pinus.............................................. 33
5.1.1.1 Kegiatan Penyadapan Getah Pinus di Hutan .................. 33
5.1.1.2 Kegiatan Penerimaan Getah Pinus di TPG..................... 35
5.1.1.3 Kegiatan Penerimaan Getah Pinus di PGT..................... 37
5.1.2 Pemberian Tanda Pada Wadah Getah Pinus ........................ 38
5.1.3 Dokumentasi Pergerakan Getah Pinus................................. 39
5.1.4 Permasalahan Pergerakan Getah Dalam Rangka Pembuatan
Desain CoC Lacak Getah Pinus........................................... 40
5.2 Pembuatan Desain CoC Lacak Getah Pinus .............................. 42
5.2.1 Pergerakan Fisik Getah Pinus.............................................. 42
5.2.2 Pemberian Tanda Pada Wadah Getah Pinus ........................ 45
5.2.3 Dokumentasi Pergerakan Getah Pinus................................. 47
5.3 Produksi Maksimal Getah Pinus ............................................... 49
5.3.1 Penentuan Alternatif Perhitungan Produksi Nyata Getah
Pinus .................................................................................. 51
5.3.2 Produksi Maksimal Nyata Getah Pinus ............................... 52
iii
5.3.3 Pendugaan Produksi Maksimal Getah Pinus Untuk Tegakan
yang Akan Berproduksi ..................................................... 53
5.3.4 Prediksi Produksi Maksimal Getah Pinus di KPH
Banyuwangi Utara .............................................................. 55
5.4 Uji Coba Pelaksanaan Lacak Getah Pinus ................................. 57
5.4.1 Layout TPG Ujicoba Desain CoC Lacak Getah Pinus ......... 58
5.4.2 Uji Coba Lacak Getah Pinus Berdasarkan SOP
Pengendalian Pergerakan/Aliran Getah Pinus Dalam
Rangka CoC KPH Banyuwangi Utara ................................. 60
5.4.3 Uji Coba Lacak Getah Pinus Berdasarkan Desain CoC
Lacak Getah Pinus .............................................................. 61
5.5 Identifikasi Kendala yang Ditemukan Pada Penerapan Desain
CoC Lacak Getah Pinus ............................................................ 62
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN....................................................... 66
6.1 Kesimpulan .............................................................................. 66
6.2 Saran ........................................................................................ 67
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 68
LAMPIRAN ................................................................................................ 71
iv
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Produksi Getah Tiap Tahun pada Beberapa Jenis Pinus ........................... 4
2. Hubungan Antara Produksi Getah dengan Umur Tegakan Pinus.............. 5
3. Dokumen tata usaha hasil hutan bukan kayu berdasarkan Peraturan
Menteri Kehutanan dan SOP Pengendalian Pergerakan/Aliran Getah
Pinus dalam Rangka CoC........................................................................ 19
4. Kondisi petak penelitian berikut pohon contoh yang diambil................... 20
5. Kondisi petak penelitian KPH Kediri berikut pohon contoh yang diambil 22
6. Informasi yang diperiksa pada dokumen tata usaha hasil hutan bukan
kayu dalam rangka CoC lacak getah pinus............................................... 24
7. Kelas Hutan RPH Gombeng.................................................................... 29
8. Potensi Tegakan Pinus di RPH Gombeng................................................ 30
9. Rencana Sadapan Pinus KPH Banyuwangi Utara .................................... 31
10. Produktivitas penyadapan getah pinus di KPH Banyuwangi Utara Tahun
2005-2007............................................................................................... 31
11. Kondisi LMDH bidang sadapan getah pinus yang terdapat di RPH
Gombeng ................................................................................................ 32
12. Hasil pengamatan penyadapan getah pinus di hutan ................................ 34
13. Hasil pengamatan penerimaan getah pinus di TPG .................................. 35
14. Hasil pengamatan penerimaan getah pinus di PGT Garahan-Jember........ 37
15. Dokumen tata usaha penyadapan getah pinus berikut informasi yang
terdapat didalamnya berdasarkan hasil pengamatan di lapangan .............. 39
16. Desain dokumentasi tata usaha penyadapan getah pinus berikut
informasi yang harus terdapat didalamnya dalam rangka CoC lacak
getah pinus.............................................................................................. 47
17. Perkembangan produksi getah pinus KPH Banyuwangi Utara tahun
2003-2007............................................................................................... 50
18. Perbandingan produksi nyata getah pinus di hutan, TPG, dan data
sekunder KPH Banyuwangi Utara ........................................................... 51
v19. Produksi maksimal getah pinus untuk KU VI dan KU VII berdasarkan
perhitungan produksi nyata ..................................................................... 52
20. Kesesuaian kondisi lapangan KPH Kediri dengan KPH Banyuwangi
Utara ....................................................................................................... 53
21. Pendugaan produksi maksimal getah pinus untuk KU III, KU IV, dan
KU V ...................................................................................................... 54
22. Prediksi produksi maksimal KPH Banyuwangi Utara 5 tahun ke depan... 56
23. Kondisi TPG untuk pelaksanaan uji coba CoC lacak getah pinus............. 57
24. Persentase keberhasilan lacak getah berdasarkan SOP Pengendalian
Pergerakan/Aliran Getah Pinus Dalam Rangka CoC KPH Banyuwangi
Utara tahun 2008..................................................................................... 60
25. Persentase keberhasilan lacak getah berdasarkan desain CoC lacak getah
pinus ....................................................................................................... 61
vi
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Skema desain CoC lacak getah pinus....................................................... 17
2. Mekanisme pemberian tanda pada wadah getah pinus ............................. 18
3. Bagan penelusuran dokumen dan wadah getah dalam rangka
implementasi CoC lacak getah pinus ....................................................... 26
4. Pemberian tanda fisik wadah getah berdasarkan SOP Pengendalian
Pergerakan/Aliran Getah Pinus dalam Rangka CoC KPH Banyuwangi
Utara 2008 .............................................................................................. 39
5. Desain pergerakan fisik getah dalam rangka CoC lacak getah pinus ........ 43
6. Desain pemberian tanda fisik wadah getah dalam rangka CoC lacak
getah pinus.............................................................................................. 45
7. Sketsa layout TPG II (Sumberdilem) ....................................................... 58
8. Sketsa layout TPG III (Matamin) ............................................................ 59
vii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Bagan Alur Fisik Getah Berdasarkan SOP Pengendalian Pergerakan/
Aliran Getah Pinus Dalam Rangka CoC................................................. 72
2. Informasi pada Label dan Tata Usaha Getah Pinus Berdasarkan SOP
Pengendalian Pergerakan/ Aliran Getah Pinus Dalam Rangka CoC ........ 73
3. Kegiatan Penyadapan Getah Sebelum Desain CoC Lacak Getah Pinus.... 74
4. Pengangkutan dan Penerimaan Getah Pinus di PGT ................................ 75
5. Desain Pergerakan Getah di TPG Dalam Rangka CoC Lacak Getah
Pinus....................................................................................................... 76
6. Desain Pemberian Tanda Pada Wadah Getah Pinus ................................. 77
7. Teknis Pemberian Tanda Pada Wadah Getah Pinus ................................. 78
8. Desain Dokumentasi Pergerakan Getah Pinus ......................................... 79
9. Kondisi Tegakan Pinus di KPH Banyuwangi Utara Berdasarkan
Pembagian Kelas Umur (KU).................................................................. 80
10. Kondisi Fisik Pinus KU VI...................................................................... 82
11. Kondisi Fisik Pinus KU VII .................................................................... 83
12. Pengolahan Data Hasil Penimbangan Getah di Hutan.............................. 84
13. Pengolahan Data Hasil Pengamatan Penimbangan Getah di TPG ............ 87
14. Pengolahan Data Berat Getah Pinus di KPH (Data Sekunder).................. 89
15. Hasil Perhitungan Produksi Nyata dan Pendugaan Getah Pinus untuk
Tegakan yang Belum Berproduksi........................................................... 90
16. Prediksi Produksi Maksimal Jangka 5 Tahun ke Depan........................... 92
17. Hasil Pengamatan Ujicoba SOP Pengendalian Pergerakan / Aliran Getah
Pinus Dalam Rangka CoC KPH Banyuwangi Utara ................................ 93
18. Hasil Pengamatan Ujicoba Desain CoC Lacak Getah Pinus..................... 96
1BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perhatian dunia terhadap masalah perusakan hutan dan menurunnya kualitas
hutan telah menimbulkan kepedulian dan inisiatif pada tingkat internasional
maupun nasional. Kepedulian terhadap pengelolaan hutan lestari memunculkan
suatu gagasan agar dibentuk suatu sistem pemantauan dan pelaporan mengenai
perubahan kualitas lahan dan tegakan hutan karena adanya kegiatan pengelolaan
hutan. Dipasar dunia terutama Eropa dan Amerika telah muncul tekanan dan
desakan atas pentingnya identifikasi hasil hutan berasal dari hutan dengan
pengelolaan lestari. Untuk merealisasikan tersebut, maka sistem sertifikasi
dipandang sebagai satu alat yang dapat digunakan untuk memantau dan
melaporkan kejelasan asal usul hasil hutan (Anwar 2000).
Perhutani sebagai lembaga milik negara yang bertugas mengelola kawasan
hutan di Pulau Jawa telah menunjukkan kepedulian atas pengelolaan hutan lestari
dengan melakukan sertifikasi terhadap keseluruhan Kesatuan Pemangkuan Hutan
(KPH) yang terdapat didalamnya. Kegiatan sertifikasi yang dilakukan oleh pihak
ketiga yang independen dilakukan agar produk hasil hutan perhutani mampu
mendapat jaminan bahwa produk tersebut berasal dari hutan yang dikelola secara
lestari.
KPH Banyuwangi Utara merupakan salah satu KPH di wilayah Perum
Perhutani Unit II Jawa Timur yang sedang menjalani proses sertifikasi dengan
mengacu pada prinsip dan kriteria Forest Stewardship Council (FSC). Beberapa
usaha telah dilakukan dalam usaha pencapaian sertifikasi yang salah satunya
adalah pembuatan sistem yang mengatur pelaksanaan pengelolaan hutan agar
berjalan secara lestari. Namun dalam usahanya, KPH Banyuwangi Utara belum
menyiapkan sistem mengenai pengelolaan pergerakan getah pinus yang sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan oleh FSC. Menurut FSC (1996) pada prinsip
ke-5 tentang kelestarian manfaat dari hutan, getah pinus yang termasuk hasil
hutan bukan kayu (HHBK) tersebut perlu dikelola secara lestari agar pemanenan
yang dilakukan tidak melebihi tingkat yang dapat dilestarikan secara permanen.
Melihat pentingnya hal tersebut dan perlunya mekanisme pelaporan dan
2pemantauan hasil hutan sesuai dengan prinsip ke-8 FSC (1996), maka perlu dibuat
suatu sistem pengelolaan HHBK getah pinus yang mampu memberikan jaminan
bahwa produk yang dihasilkan berasal dari hutan dengan pengelolaan lestari.
Desain Chain of Custody (CoC) lacak getah pinus merupakan salah satu
usaha yang dapat digunakan dalam mengidentifikasi asal usul getah pinus sesuai
dengan prinsip dan kriteria FSC. Dengan adanya pembuatan desain tersebut maka
getah pinus mampu mendapat jaminan telah berasal dari hutan yang dikelola
secara lestari dan KPH Banyuwangi Utara Perum Perhutani Unit II Jawa Timur
mampu mendapatkan sertifikasi Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) atas
pengelolaan hutan pinus yang terdapat di dalam wilayahnya.
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Membuat desain CoC lacak getah pinus
2. Menguji desain CoC lacak getah pinus
3. Mengidentifikasi kendala dan masalah yang dihadapi pada pelaksanaan CoC
lacak getah pinus
1.3 Manfaat
Pembuatan desain CoC lacak getah dapat digunakan dalam kegiatan
pelacakan getah untuk kepentingan sertifikat Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) di
KPH Banyuwangi Utara.
3BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pohon Pinus dan Produktivitasnya
Tusam termasuk kayu daun jarum (konifer) dengan nama famili pinaceae.
Ciri-ciri tusam dapat ditemukan pada daunnya yang berbentuk jarum dan terdapat
dalam berkas yang terdiri dari 2 sampai 3 helai, pangkal tiap berkas daun diliputi
oleh beberapa sisik tipis bangun tubuh (Darmawan et al. 2000).
Hampir keseluruhan dari bagian pohon tusam (pinus) dapat dimanfaatkan
baik kayu, daun, maupun getahnya. Beberapa literatur menyebutkan bahwa pinus
memiliki pertumbuhan optimum pada ketinggian 400-1500 mdpl. Perakaran pinus
sangat dalam, terdiri dari akar tunggang dan banyak akar-akar lateral yang
membantu distribusi air tanah secara kontinyu. Jenis ini dapat bertahan terhadap
kekurangan zat asam selama 40-50 hari. Batang pohon pinus memiliki kulit yang
tebal dan relatif tahan terhadap kebakaran hutan (Darsidi 1983).
Salah satu jenis tanaman tusam yang memiliki penyebaran terluas di
Indonesia setelah jati adalah tusam jenis Pinus merkusii. Pinus merkusii pertama
kali ditemukan dengan nama tusam di daerah Sipirok, Tapanuli Selatan oleh
seorang botanis jerman bernama Dr. F. R. Junghuhn pada 1841 (Purwadi dan
Rusli 1994).
Pohon pinus yang terdapat di KPH Banyuwangi Utara termasuk jenis Pinus
merkusii yang menurut Darsidi (1983), pertumbuhannya dapat mencapai tinggi
maksimum 70 meter tetapi umumnya mencapai tinggi 35 meter. Pinus jenis ini
tumbuh pada tanah yang kurang subur dan pada tipe iklim tipe A dan B menurut
klasifikasi Schmidt & Ferguson dengan curah hujan minimal 1500 mm/tahun.
Suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya berkisar antara 170C dan 270C,
dimana juga cahaya sangat berpengaruh bagi pertumbuhan pinus.
Pinus merupakan pohon yang berpotensi menghasilkan getah. Getah yang
dihasilkan dari pohon pinus adalah hasil dari sebagian proses fisiologi pohon.
Getah dapat diambil dari pohon pinus yang telah masak sadap melalui
penyadapan. Pohon pinus dianggap sudah masak sadap bila telah mencapai umur
11 tahun atau bila diameter pohonnya telah mencapai 18 cm. Potensi getah setiap
4hektarnya bervariasi tergantung pada cara dan kondisi penanaman yang dilakukan
disamping keadaan pohon pinus itu sendiri sangat ditentukan oleh faktor-faktor
setempat (Ditjen Kehutanan 1973).
Produksi getah pinus dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Jenis Pohon
Sugiyono (2001) mengatakan bahwa produksi getah pada setiap jenis
Pinus berbeda-beda. Pinus yang umum berada di wilayah pulau Jawa adalah
Pinus merkusii dengan produksi getah tertinggi kedua setelah Pinus kasya
(Tabel 1).
Tabel 1 Produksi Getah Tiap Tahun pada Beberapa Jenis PinusJenis Produksi getah (Kg/phn/thn)
Pinus kasya 7.0Pinus merkusii 6.0Pinus palustris 4.2Pinus maritima 3.2Pinus longifolia 2.5Pinus austriaco 2.1
Pinus exelsa 1.2Sumber : Sugiyono, 2001
2. Diameter, Tajuk, dan Tinggi Pohon
Panshin et al. (1950) menyebutkan bahwa naval store yang baik yaitu
pohon dengan hasil getah yang banyak, dicirikan dengan lingkaran tahun yang
lebar, tajuk rata atau penuh dan berbentuk kerucut, dan memiliki tinggi tajuk
yang berukuran setengah dari tinggi pohonnya. Namun keadaan diameter
tersebut sangat dipengaruhi oleh umur pohon, dimana pohon yang masih
muda dengan diameter sama dengan pohon yang lebih tua cenderung
menghasilkan getah yang lebih banyak.
3. Umur Tegakan
Menurut Sofyan (1999), produksi getah pinus selain dipengaruhi oleh
ketinggian tempat juga dipengaruhi umur pohon. Semakin tua suatu pohon
pinus maka semakin tinggi produksi getah yang dihasilkan. Tegakan Pinus
merkusii yang berumur muda cenderung menghasilkan getah yang lebih
banyak daripada yang berumur tua. Berpengaruhnya kelas umur terhadap
produksi getah juga dikatakan oleh Poedjoraharjo dan Kamarudin (1933) yang
telah melakukan penelitian di Jawa Timur pada bulan November 1990. Dari
5hasil yang diperoleh, dapat dikatakan bahwa terdapat korelasi yang positif
antara pertambahan umur pohon dengan produksi getah yang dihasilkan.
Tabel 2 Hubungan Antara Produksi Getah dengan Umur Tegakan PinusUmur daur
(th)Rata-rata diameter
(cm)Produksi getah
(g/ph/hr)15 28 620 34 725 38 730 41 835 43 840 45 945 46 1050 48 1055 49 1160 49 12
Sumber : Poedjorahardjo dan Kamarudin, 1993
4. Kerapatan Jumlah Pohon per Hektar
Menurut Harfeni (1998), produksi getah tiap hektar tegakan pinus
merupakan seluruh hasil yang disadap yang terdapat di dalam kawasan
tersebut. Sehingga apabila kerapatan tegakan adalan N pohon per hektar dan
produksi rata-rata tiap pohon adalah P gam, maka hasil getah dalam satu
hektar kawasan yang bersangkutan adalah N x P gam. Dengan diadakannya
penjarangan (bila tegakan masih terlalu rapat) maka produksi getah per pohon
dapat naik, sebaliknya jumlah pohon pohon per hektar berkurang.
5. Ketinggian Tempat
Hermawan (1992) yang melakukan penelitian di KPH Kediri dan KPH
Lawu DS, mengemukakan bahwa tegakan pinus yang tumbuh pada elevasi
rendah (sampai dengan 500 mdpl) memiliki produksi yang tinggi apabila
dibandingkan dengan tegakan pinus dengan elevasi yang sedang (500-1000
mdpl) dan tinggi (diatas 1000 mdpl). Hal ini dapat terjadi karena semakin
tinggi elevasi maka suhu udara semakin dingin sehingga menyebabkan getah
cepat membeku dan menutup saluran getah.
6. Metode Penyadapan dan Arah Penyadapan
Soetomo (1968) mengemukakan potensi getah yang dapat dipungut setiap
tahun dengan cara Quare adalah 0,5 ton per hektar tiap tahunnya. Berdasarkan
percobaan yang dilakukan oleh Kasmudjo (1992) menunjukkan bahwa
pemberian bahan stimulansia (campuran asam sulfat dan nitrat) memberikan
produksi getah pinus sebesar 18%-34% atau rata-rata 22% untuk konsentrasi
67,5% dan yang terbaik pada tegakan berumur 18 tahun dengan konsentrasi
15% memberi kenaikan 36%-76% atau rata-rata 33%.
Menurut Rochiyat dan Sukawi (1978), penyadapan getah pinus dengan
metode Quare dengan arah sadap menghadap Timur akan lebih cepat
mendapatkan penyinaran matahari, sehingga saluran akan terbuka lebih lama
dan menjadikan getah tidak cepat menggumpal karena suhu yang relatif tinggi.
7. Kekerasan dan Intensitas Penjarangan
Menurut Panshin et al. (1950) jumlah pohon yang baik untuk kelas
perusahaan pinus adalah 200-400 batang setiap hektar untuk pohon-pohon
yang masak sadap (umur 10 tahun ke atas). Pengaturan tingkat kerapatan
tegakan sesuai ketentuan tersebut dengan cara penjarangan merupakan salah
satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi getah hingga
diperoleh jumlah N x P gram yang optimum (Harfeni 1998).
Riyanto (1980) menjelaskan, kesinambungan keluarnya getah pada
sadapan antara lain ditentukan oleh aktifitas penyadap dalam pembaharuan
luka tiga hari sekali setiap koakan. Jumlah pohon yang dikerjakan oleh
penyadap dalam siklus tiga hari adalah 800-1000 pohon dengan satu koakan
tiap pohon.
8. Tenaga Penyadap
Potensi keluarnya getah secara kualitatif pada dasarnya dipengaruhi oleh
dua faktor pokok yaitu faktor aktif dan faktor pasif. Salah satu dari faktor aktif
tersebut menyangkut kualitas dan kuantitas tenaga sadap. Hal tersebut akan
berpengaruh besar terhadap tingkat produksi getah pinus yang dihasilkan
(Riyanto 1980).
Menurut Mahar (1990), tegakan Pinus merkusii yang produktif untuk
disadap di Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah adalah KU III sampai KU VI atau
berumur 11 tahun hingga 30 tahun. Produksi yang dapat dicapai Perum Perhutani
Unit I Jawa Tengah rata-rata sebesar 50 kg/ha/tahun dengan hasil rata-rata sebesar
2,5 kg per hari atau 75 kg per bulan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
antara bulan Oktober 1990 sampai Maret 1991 pada lahan berbonita IV, KU IV
dan KU V memberikan hasil sadapan rata-rata per Ha per hari sebagai berikut :
71. Tegakan dilokasi dengan elevasi < 500 mdpl mempunyai produksi per Ha
terendah adalah 2,660 g dan tertinggi 7,895 g dengan rata-rata 5,846 g
2. Tegakan dilokasi dengan elevasi 500-1000 mdpl mempunyai produksi per Ha
terendah adalah 3,421 g dan tertinggi 5,829 g dengan rata-rata 4,096 g
3. Tegakan dilokasi dengan elevasi > 1000 mdpl mempunyai produksi per Ha
terendah adalah 2,224 g dan tertinggi 3,889 g dengan rata-rata 3,090 g.
2.2 Penyadapan Getah Pinus di Perum Perhutani
Menurut Idris dan Soenarno (1983), penyadapan getah pinus merupakan
kegiatan di bidang kehutanan yang tidak asing lagi dalam pemungutan hasil dari
tegakan pinus. Cara-cara penyadapan getah tersebut selalu berkembang sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kehutanan dan pengalaman-
pengalaman di lapangan.
Umumnya pelaksanaan penyadapan getah pinus yang dilakukan di Perum
Perhutani menggunakan sistem quare. Cara penyadapan getah pinus sesuai
Petunjuk Penyadapan Getah Pinus (Perum Perhutani 2006) dengan sistem quare
adalah :
1. Kegiatan Prasadap
Pada tahap prasadap kegiatan yang dilakukan meliputi sensus dan
pemberian nomor pohon, pembagian blok sadap, pembersihan lapangan
sadapan pembersihan kulit pohon, pembuatan rencana quare, serta
penyediaan alat-alat dan perlengkapan sadap.
Pelaksanaan kegiatan prasadap ini dimaksudkan untuk memberikan
kemudahan bagi tenaga penyadap maupun mandor sadap dalam melakukan
2. Pelaksanaan Sadap Buka
Pelaksanaan sadap buka dilakukan setelah tahapan prasadap. Pada tahap
ini penyadap melakukan pembuatan quare permulaan setinggi 20 cm dari
permukaan tanah dengan ukuran lebar maksimal 6 cm, tinggi 10 cm dari
permukaan tanah dengan kedalaman tidak lebih dari 1,5 cm. Sadap buka
dilakukan pada tegakan pinus yang telah mencapai umur 11 tahun atau telah
mencapai keliling sebesar 63 cm.
8Pada bagian bawah quare dipasang talang yang kemudian dibawah talang
tersebut diletakkan tempurung kelapa untuk menampung getah yang telah
keluar. Talang dan tempurung harus dinaikkan setiap quare bertambah 30 cm.
3. Pelaksanaan Sadap Lanjut
Sadap lanjut merupakan cara dalam melakukan pembaharuan luka dari
quare yang telah ada. Jumlah quare pada satu pohon dalam pelaksanaan
pembaharuan luka harus memperhatikan kriteria sebagai berikut :
a. Keliling 65-124 sebanyak 1 quare hidup
b. Keliling 125-175 sebanyak 2 quare hidup
c. Keliling 176-Up sebanyak 4 quare hidup
Setelah dilakukan pembuatan quare awal dan pembaharuan luka, maka
kegiatan yang dilakukan selanjutnya adalah pemungutan getah. Pemungutan
getah umumnya dilakukan setiap 9-10 hari dengan menggunakan alat keruk
yang kemudian langsung dibawa ke tempat pengumpulan getah (TPG). Untuk
pohon pinus yang bocor getah, pemungutan getah dilakukan setiap 7 hari
sekali
Getah yang diterima di TPG ditimbang beratnya, ditentukan mutunya, dan
dibuang kandungan air serta kotorannya hingga didapat kadar yang
diperbolehkan yaitu sebesar 5%. Setalah diperiksa, getah tersebut kemudian
didiamkan beberapa waktu hingga siap diangkut ke pabrik gondorukem dan
terpentin (PGT) dengan jangka waktu tidak boleh lebih dari 7 hari.
2.3 Tata Usaha Hasil Hutan (TUHH) Getah Pinus di Perum Perhutani
Menurut buku Buku Petunjuk Penyadapan Getah Pinus (2006), dalam
rangka tertib fisik maupun administrasi dan kepentingan pengawasan serta
pengendalian, diperlukan dukungan pelaksanaan administrasi yang memadai,
meliputi :
1. Penerimaan
Penerimaan getah di TPG, mandor penerimaan wajib menggunakan blangko
DK.PHT.02c. dan gabungannya DK.PHT.305/2, dilampiri kuitansi
pembayaran.
92. Pengangkutan
a. Pengangkutan getah dari TPG ke PGT dalam wilayah KPH, wajib
menggunakan blangko DK.PHT.21/3 dan gabungannya DK305a/2
dilampiri kuitansi pembayaran.
b. Pengangkutan getah dari TPG ke PGT KPH lain,wajib menggunakan
SKSHH dilampiri DK.PHT.09 serta dilengkapi Perni 51.
c. Apabila pengangkutan getah diperlukan angkutan antara,maka wajib
menggunakan blangko DK.PHT.21a/3 dan gabungannya menggunakan
blangko DK 305 b/2.
3. Pembetulan
Apabila terdapat perubahan volume atau mutu akibat penerimaan di PGT,
maka Mandor Penerimaan wajib membuat daftar pembetulan dengan
menggunakan blangko DK 306 sebagai dasar penyesuaian persediaan.
4. Sisa Persediaan
a. Setiap hari Mandor Penerimaan wajib membuat Pertelaan Persediaan
Getah di TPG menggunakan blangko DK 307.
b. Setiap akhir periode pembayaran Mandor Penerimaan wajib membuat
laporan :
1) Sisa persediaan getah di TPG menggunakan blangko DK 328 b.
2) Laporan Perubahan Hasil Hutan atas dasar bukti-bukti penambahan,
pengurangan, dan pembetulan menggunakan blangko 311 b.
c. Setiap bulan Mandor Penerimaan wajib membuat Laporan Mutasi Getah
di TPG menggunakan blangko DK.PHT12.
5. Pelaporan
a. Asper/KBKPH mengirimkan Laporan Kemajuan Produksi Getah secara
harian ke KPH meliputi : Produksi, angkutan, sisa persediaan.
b. KPH wajib mengirimkan Laporan Kemajuan Produksi Getah ke Unit
setiap periode, meliputi : Produksi, angkutan, sisa persediaan.
c. Unit wajib mengirimkan Laporan Kemajuan Produksi Getah ke Direksi
setiap periode/2 (dua) minggu sekali, meliputi : Produksi, angkutan, sisa
persediaan.
10
2.4 Sertifikasi Hutan dan Chain of Custody (CoC)
Pengelolaan hutan tanaman lestari didefinisikan sebagai suatu bentuk
pengelolaan hutan dengan tujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas
produksi hasil hutan kayu, dan memberikan manfaat yang besar bagi rakyat baik
dalam bentuk hasil hutan maupun jasa dengan tetap memperhatikan kelestarian
ekosistem dalam rentang waktu yang panjang. Berdasarkan tekanan dan desakan
atas identifikasi hasil hutan harus berasal dari hutan dengan pengelolaan lestari
maka sistem sertifikasi dipandang sebagai salah satu alat yang dapat digunakan
untuk memantau dan melaporkan asal usul bahan kayu. Sertifikasi adalah suatu
nilai dalam bentuk pernyataan tertulis mengenai asal bahan baku kayu dan status
atau kualifikasinya yang diperiksa oleh badan ke tiga yang independen (Anwar
2000).
Badan sertifikasi hutan FSC menurut Anwar (2000), menekankan bahwa
pengelolaan hutan lestari harus didasarkan pada :
1. Kelayakan lingkungan (environmental appropriate) yaitu pemanenan hasil
hutan kayu dan non kayu harus memperhatikan keanekaragaman dan
produktivitas hutan serta proses ekologinya.
2. Manfaat sosial (social beneficial) yaitu masyarakat local mendapatkan
manfaat dari kegiatan pemanenan hutan dalam kurun waktu yang panjang.
3. Kelayakan ekonomi (economically viable) yaitu hasil hutan memiliki nilai
ekonomi yang wajar dan hal ini tercermin dari perbandingan harga produksi
hasil hutan dengan biaya yang dikeluarkan dan keuntungan dapat dijadikan
modal kembali didalam memelihara keberadaan sumber daya hutan.
CoC merupakan salah satu bagian dalam usaha penilaian sertifikasi hutan
lestari oleh pihak ke tiga yang independen. CoC adalah suatu rangkaian proses
pelacakan produk hasil hutan dari kegiatan di dalam hutan, transportasi menuju
industri, keseluruhan fase produksi dalam industri hingga produk tersebut dapat
dijual kepada konsumen dengan tujuan memisahkan produk yang telah
tersertifikasi dengan produk yang tidak tersertifikasi (Gomes et al. 2002).
Standard FSC mengenai CoC seperti yang telah dikutip oleh Gomes et al.
(2002), memiliki 6 prinsip yaitu :
11
1. Sistem pengendalian dokumen, dimana suatu perusahaan perlu melakukan
suatu sistem pengendalian dokumen mengenai produk hasil hutan sesuai
dengan prinsip CoC yang telah ditetapkan secara spesifik.
2. Konfirmasi dari input, yaitu suatu sistem yang menjamin bahwa input yang
ada merupakan input yang tersertifikasi
3. Separasi dan/atau penandaan hasil hutan yang tersertifikasi dengan hasil hutan
yang belum tersertifikasi, yaitu suatu sistem yang menjamin suatu input telah
diterima dan secara jelas telah diberi tanda (label) sebagai input yang
tersertifikasi untuk diidentifikasi lebih lanjut dan dipisahkan dengan input
yang tidak tersertifikasi.
4. Label pengamanan produk, yaitu suatu sistem pengamanan yang dioperasikan
oleh perusahaan terhadap pemberian label sertifikasi dari suatu badan
sertifikat yang sah secara hukum.
5. Identifikasi dari output yang tersertifikasi, yaitu suatu produk (output) yang
telah tersertifikasi harus memiliki label sertifikat dan memiliki identitas yang
tertera dengan jelas. Indentitas yang harus dimiliki oputput tersebut adalah
deskripsi produk, catatan mengenai volume dan kuantitas, serta kode registrasi
dan tanggal kadaluwarsa.
6. Penyimpanan catatan (dokumen), yaitu suatu perusahaan harus memiliki
catatan mengenai input, proses, dan output yang sesuai dengan kondisi nyata.
Catatan tersebut harus memuat data minimal 5 (lima) tahun terakhir.
Pada pelaksanaan CoC terdapat beberapa kata kunci yang perlu diperhatikan
dalam penelusuran hasil hutan agar dapat berjalan secara sistematis dan praktis
antara lain (Gomes et al. 2002) :
1. Identifikasi secara visual dari material yang telah tersertifikasi (penandaan
pada fisik material).
2. Pemisahan secara fisik antara produk yang tersertifikasi dengan produk yang
tidak tersertifikasi.
3. Sistem pengawasan terhadap dokumen-dokumen mengenai produk.
4. Jaminan keaslian produk dalam setiap fase kegiatan produksi.
5. Catatan mengenai kegiatan proses dan penyimpanan catatan
6. Identifikasi dan pemberian karakteristik pada produk yang telah tersertifikasi.
12
7. Progam pelatihan pada pekerja
8. Bekerjasama dengan FSC dan/atau lembaga sertifikasi lainnya.
Menurut FSC (2004), standar sistem manajemen sertifikasi dalam
melakukan CoC memiliki beberapa elemen dasar yang harus diperhatikan yakni:
a. Kualitas Manajemen
b. Ruang Lingkup Material
c. Asal Usul Material
d. Penerimaan dan Penyimpanan Material
e. Kontrol Produksi
f. Penjualan dan Pengiriman
g. Pemberian Label
Struktur pengawasan (kontrol) yang diterapkan pada sertifikasi CoC
meliputi kegiatan sebagai berikut (Gomes et al. 2002) :
1. Pemasukan produk (inputs)
2. Proses (processing)
3. Inventaris, penjualan, dan pengapalan (inventory, sales, and shipping)
4. Penggunaan logo (logo use)
Pada setiap kegiatan tersebut diatas selalu terdapat kegiatan identifikasi,
separasi, dan pengawasan. Hal ini diharuskan ada agar CoC yang dilaksanakan
dapat berjalan secara sistematis dan terukur.
Dalam setiap kegiatan sertifikasi harus melaksanakan minimal 1 (satu)
monitoring CoC secara terprogam dalam 1 (satu) tahun yang dilaksanakan
mendekati waktu pemberian sertifikasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengawasi
jalannya CoC, apakah sudah berjalan sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan atau tidak (Gomes et al. 2002).
Keuntungan yang akan didapat dari sertifikasi CoC apabila telah terlaksana
adalah (Gomes et al. 2002) :
1. Mendeteksi kelemahan dalam proses produksi.
2. Akses ke dalam pasar dunia yang saat ini memusatkan perhatiannya pada
produk yang berasal dari hutan yang telah tersertifikasi.
3. Meningkatkan harga jual.
4. Meningkatkan kesediaan untuk mencoba jenis dan produk baru.
13
5. Identitas umum (FSC).
6. Kemungkinan melakukan bisnis yang menjanjikan dalam waktu yang panjang
dan menghindari campur tangan middlemen.
Hasil dari CoC merupakan produk yang telah tersertifikasi dan diketahui
asal usulnya. CoC hanya memberikan jaminan terhadap bahan baku yang
digunakan berasal dari hutan yang telah mendapatkan sertifikat. CoC tidak
memberikan jaminan terhadap kualitas produk, kualitas pelayanan yang
ditawarkan, dan penetapan harga produk karena jaminan tersebut hanya didapat
dari proses produksi yang dilaksanakan oleh suatu perusahaan (Gomes et al.
2002)
2.5 CoC pada Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Hasil hutan bukan kayu (HHBK) menurut FSC adalah keseluruhan sumber
daya atau produk biologis selain kayu yang berasal dari hutan untuk diperjual
belikan dan/atau dimanfaatkan oleh mayarakat sekitar hutan atau masyarakat lokal
(Gomes et al. 2002)
Menurut Gomes et al. (2002), CoC yang dilakukan pada HHBK memiliki
standard FSC yang sama seperti pada produk hasil hutan berupa kayu. Akan tetapi
CoC pada HHBK memiliki tingkat kesulitan yang tinggi serta kompleks karena
keadaan fisik HHBK yang tidak tetap. Penanganan dan inventarisasi produk
HHBK selama perjalanan (transportasi) dari hutan hingga keluar adalah hal yang
krusial dalam sertifikasi HHBK.
Kegiatan penyadapan getah yang merupakan salah satu kegiatan pemanenan
produk HHBK, perlu menerapkan kegiatan CoC sebagai usaha mendapatkan
produk yang tersertifikasi. Pelaksanaan penyadapan getah tersebut termasuk ke
dalam kegiatan dalam hutan yang memiliki tujuan untuk penyediaan bahan baku
atau input ke industri untuk diproses lebih lanjut. Penyadapan getah dalam rangka
penyadiaan input perlu memperhatikan beberapa kegiatan yang termasuk dalam
rangkaian proses CoC yaitu (Gomes et al. 2002) :
1. Identifikasi (identification)
Kegiatan identifikasi yang dilakukan dalam hal ini adalah pemberian tanda
pada fisik material HHBK.
14
2. Pengumpulan (storage)
Kegiatan ini dilakukan agar hasil bahan baku yang telah diambil, dikumpulkan
pada suatu tempat guna memudahkan dalam melakukan transportasi lebih
lanjut. Pengumpulan juga dimaksudkan untuk memisahkan bahan baku yang
tersertifikasi dengan bahan baku yang tidak tersertifikasi.
3. Sistem pengawasan yang terdokumentasi (documented control system)
Pengawasan terhadap dokumen merupakan hal yang penting dalam
pelaksanaan CoC dengan harapan catatan dokumen mengenai bahan baku
sesuai dengan keadaan fisik bahan baku.
Mengingat penerapan CoC pada hasil hutan bukan kayu belum ada, maka
pelaksanaannya dilakukan dengan menerapkan sistem pada hasil hutan kayu
dengan beberapa penyesuaian pada proses pergerakan hasil hutan untuk
kemudahan pelacakan. Menurut Matangaran (2006), sistem pergerakan hasil
hutan berupa kayu adalah konfigurasi hasil hutan, pelaksanaan mutasi bentuk dan
jumlah hasil hutan, perangkat pengenal, pencatat, dokumen yang menyertai
pergerakan hasil hutan. Untuk memudahkan proses sertifikasi maka sistem yang
dibuat sebaiknya mengikuti proses untuk sertifikasi, mulai dari pembuatan
Standard Operation Procedure (SOP), mempersiapkan dokumen tata usaha,
sampai dengan penandaan/penomoran pada fisik hasil hutan. Sistem yang
dimaksud dapat berupa:
1. Pembuatan proses yang runtut
2. Setiap tahapan proses yang terjadi dan dijadikan simpul
3. Seluruh proses dilengkapi dengan administrasi perjalanan
4. Penandaan fisik yang jelas dan konsisten
5. Sistem tata usaha yang terkoneksi
Dalam melakukan monitoring dan evaluasi terhadap HHBK, perhatian
terhadap kelestarian pemanenan tetap perlu dilakukan. Menurut FSC (1996), pada
prinsip ke-5 dan kriteria ke-6 telah diatur bahwa tingkat pemanenan hasil hutan
tidak boleh melebihi tingkat yang tidak dapat dilestarikan secara permanen.
Berdasarkan hal tersebut, maka pemanenan HHBK harus dapat dievaluasi sebagai
pemanenan dengan intensitas yang lebih rendah dari tingkat pemanenan yang
lestari yang telah ditetapkan oleh perusahaan pengusaha HHBK.
15
BAB IIIMETODOLOGI
3.1 Batasan Penelitian
Penelitian Chain of Custody (CoC) lacak getah pinus hanya membatasi
kegiatan pada proses pergerakan getah pinus yang dimulai dari penyadapan getah
di hutan, penerimaan getah di Tempat Pengumpulan Getah (TPG), transportasi,
hingga penerimaan getah di Pabrik Gondorukem dan Terpentin (PGT).
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama selama 2 bulan yakni dari bulan Mei hingga
Juli 2008, pada tegakan pinus yang terdapat di RPH Gombeng, BKPH Ketapang,
KPH Banyuwangi Utara Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Untuk ujicoba
desain CoC lacak getah pinus dilakukan pada 2 (dua) TPG yaitu TPG II
(Sumberdilem) dan TPG III (Matamin) serta PGT Garahan, Jember.
3.3 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pita ukur, label plastik,
kompas, altimeter, kamera digital (untuk keperluan dokumentasi di lapangan),
tally sheet, peta kerja, alat tulis, kalkulator, timbangan (untuk menentukan berat
getah), dan komputer untuk pengolahan data.
Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan pinus
(Pinus merkusii) yang telah dikelompokkan berdasarkan kelas umurnya, getah
pinus, wadah getah (ember pikul dan drum fiber) dan dokumen tata usaha
penyadapan getah pinus.
3.4 Tahapan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yakni :
1. Observasi lapangan mengenai pelaksanaan penyadapan getah pinus di KPH
Banyuwangi Utara sebagai dasar pembuatan desain CoC lacak getah pinus
2. Pembuatan desain CoC lacak getah pinus
3. Ujicoba desain CoC lacak getah pinus serta mengidentifikasi permasalahan
dan kendala yang ditemukan selama pelaksanaan ujicoba
16
Beberapa dasar acuan yang digunakan dalam pembuatan desain Chain of
Custody (CoC) lacak getah pinus antara lain :
1. FSC-STD-01-001 (FSC Principle and Criteria for Forest Stewardship)
2. FSC-STD-01-003 (FSC SLIMF Eligibility Criteria)
3. FSC-STD-40-004 (FSC Standard for CoC)
4. Pedoman LEI Seri 88
5. SOP Penyadapan Getah Pinus KPH Banyuwangi Utara Perum Perhutani Unit
II Jawa Timur Tahun 2007
6. SOP Pengandalian Pegerakan Aliran Getah Pinus dalam Rangka COC KPH
Banyuwangi Utara Perum Perhutani Unit II Jawa Timur Tahun 2008
7. Petunjuk Penyadapan Getah Pinus Tahun 2006. Biro Bin Prod SDH, Surabaya
8. Permenhut No.P55/Menhut/2006 Tanggal 29 Agustus 2006 tentang
Penatausahaan Hasil Hutan yang Berasal Dari Hutan Negara
3.4.1 Observasi Lapang
Observasi lapangan dilakukan dengan mengamati seluruh kegiatan
penyadapan pinus yakni dari kegiatan penyadapan di hutan, proses penerimaan
di TPG, pengangkutan, dan proses penerimaan getah pinus di PGT serta proses
pengisian dokumen yang menyertai pergerakan getah pinus.
Pengamatan dilakukan untuk membandingkan proses penyadapan getah
pinus di lapangan dengan prosedur penyadapan getah pinus yang telah disusun
oleh pihak KPH Banyuwangi Utara. Hasil dari pengamatan tersebut kemudian
disesuaikan dengan standar CoC menurut FSC (2004) sebagai dasar pembuatan
desain CoC lacak getah pinus.
3.4.2 Pembuatan Desain CoC Lacak Getah Pinus
Pembuatan desain CoC lacak getah pinus dilakukan dengan memodifikasi
SOP yang telah dibuat oleh KPH Banyuwangi Utara dengan mengacu pada
standar FSC-STD-40-004 mengenai pelaksanaan sistem CoC dan FSC-STD-01-
003 mengenai standar pemanenan yang berdampak rendah. Desain CoC lacak
getah pinus merupakan suatu proses pergerakan getah yang jelas dan runtut
mengenai pergerakan fisik getah, pemberian tanda pada wadah getah, maupun
dokumen yang menyertai pergerakan getah. Pada desain tersebut terdapat
penentuan kontrol produksi maksimal yang digunakan untuk mengevaluasi
17
produksi getah pinus agar tidak melebihi standar kelestarian hutan yang tidak
dapat dilestarikan secara permanen. (Gambar 1).
Ket : TPG : Tempat Pengumpulan Getah PGT : Pabrik Gondorukem dan Terpentin : Pergerakan Fisik Getah : Evaluasi produksi getah dengan kontrol produksi maksimal
Gambar 1 Skema desain CoC lacak getah pinus
3.4.2.1 Pergerakan Fisik Getah Pinus
Desain pergerakan fisik getah pinus dilakukan dengan memodifikasi SOP
Sadapan Getah Pinus dan SOP Pengendalian Pergerakan/Aliran Getah Pinus
dalam Rangka CoC dengan standar FSC-STD-40-004 tentang pelaksanaan CoC.
Menurut Matangaran (2006), sistem CoC pada kayu harus meliputi pembuatan
proses yang spesifik, jelas, dan runtut, sehingga pembuatan desain pergerakan
fisik getah dalam rangka CoC juga harus dilakukan dengan memperhatikan hal
tersebut dengan beberapa penyesuaian mengingat bentuk getah pinus yang tidak
tetap.
Proses pembuatan desain pergerakan fisik getah pinus dalam rangka CoC
lacak getah meliputi beberapa hal sebagai berikut :
1. Penyadapan getah pinus yang dilakukan didalam hutan oleh para penyadap.
2. Penerimaan getah di TPG yang meliputi penimbangan dan separasi serta
pengangkutan getah.
PGT
Angkutan
TPG
Hutan
WADAH
Ember Pikul(Asal, no, berat)
Drum Fiber(Asal, no, berat,
tgl)
DOKUMEN
Dok. Penerimaan(Asal, no, berat, tgl)
Dok. Penerimaan(Asal, no, berat, tgl)
Dok. Angkutan(Asal, no, berat, tgl)
FISIK GETAH
Penyadapan
Penerimaangetah
Penerimaangetah
Pengangkutan
PRODUKSI MAKSIMAL
18
3. Penerimaan getah di PGT untuk mengoreksi kesesuaian isi dokumen dengan
kondisi fisik getah yang diterima.
Proses pergerakan getah pinus tersebut harus selalu disertai dengan
dokumen.
3.4.2.2 Pemberian Tanda Pada Wadah Getah Pinus
Sistematika pelaksanaan Chain of Custody (CoC) pada getah pinus memiliki
tingkat kesulitan yang tinggi dan sangat kompleks pada pemberian tanda fisik,
untuk itu penandaan fisik dilakukan pada wadah penampung getah. Untuk
kepentingan CoC maka wadah getah perlu diberi identitas yang meliputi : asal
getah, bobot getah, nomor (dokumen atau wadah getah), mutu, serta identitas lain
yang dapat dijadikan mata rantai. Penandaan tersebut harus dilakukan secara jelas
dan konsisten agar proses pelacakan balik dapat dilakukan (Matangaran 2006).
Mekanisme pemberian tanda wadah getah dapar dilihat pada Gambar 2.
Identitas wadah Identitas wadah Identitas wadah Identitas wadah
Ember penyadap Drum fiber
Gambar 2 Mekanisme pemberian tanda pada wadah getah pinus
3.4.2.3 Dokumentasi Pergerakan Getah Pinus
Dokumentasi pergerakan getah pinus dilakukan dengan mengacu pada
Peraturan Menteri Kehutanan No : P.55/Menhut-II/2006 Tentang Penatausahaan
Hasil Hutan Yang Berasal Dari Hutan Negara. Di KPH Banyuwangi Utara,
pelaksanaan tata usaha untuk getah pinus telah diatur dalam SOP Pengendalian
Pergerakan/Aliran Getah Pinus dalam Rangka CoC Tahun 2008. Penggunaan
dokumen dalam rangka tata usaha getah pinus dapat dilihat pada Tabel 3.
Untuk kepentingan CoC selain penggunaan dokumen, mekanisme pengisian
dokumen juga perlu diperhatikan agar getah dapat terlacak. Identitas yang terdapat
dalam dokumen harus dapat dijadikan mata rantai serta memiliki kesesuaian
TPG Transportasi Industri
- BKPH- Petak- Volume
- BKPH- Petak- Volume
- BKPH- Petak- Volume
- BKPH- Petak- Volume
Hutan Lestari
19
dengan identitas yang tercantum dalam wadah getah yang meliputi : asal getah,
berat getah, mutu, nomor (dokumen atau wadah getah), serta informasi lain.
Tabel 3 Dokumen tata usaha hasil hutan bukan kayu berdasarkan PeraturanMenteri Kehutanan dan SOP Pengendalian Pergerakan/Aliran GetahPinus dalam Rangka CoC
Permenhut Perhutani Keterangan
LP-HHBK DK 302 a Dokumen penerimaan getah di tempat pengumpulan
DHHBK DK PHT21/3 Daftar hasil hutan bukan kayu
FA-HHBK FA-HHBK Faktur angkutan
LMHHBK Perni 51 Dokumen mutasi hasil hutan bukan kayu
Keterangan : LP-HHBK = Laporan Produksi Hasil Hutan Bukan KayuDHHBK = Daftar Hasil Hutan Bukan KayuFA-HHBK = Faktur Angkutan Hasil Hutan Bukan KayuLMHHBK = Laporan Mutasi Hasil Hutan Bukan Kayu
3.4.2.4 Produksi Maksimal Getah Pinus
Menurut standar FSC-STD-01-001, pengambilan manfaat dari hutan harus
dilakukan dengan memperhatikan tingkat pemanenan yang tidak melebihi tingkat
yang dapat dilestarikan secara permanen. Berdasarkan standar tersebut maka perlu
dibuat suatu nilai kontrol yang mampu mengevaluasi tingkat pemanenan yang
dilakukan agar kelestarian hutan dapat terjaga. Kontrol produksi maksimal
merupakan suatu pendekatan dalam melakukan evaluasi untuk menjamin bahwa
getah pinus yang dipanen berasal dari hutan yang lestari.
Kontrol produksi maksimal pada lacak getah pinus ditentukan dengan
melakukan pengukuran produksi nyata di lapangan dan penelusuran data sekunder
dari penelitian yang telah ada untuk menduga produksi getah pada tegakan pinus
yang belum diketahui produksinya. Hasil dari pengukuran tersebut kemudian
digabungkan untuk memprediksi produksi getah pinus setiap tahunnya selama
jangka waktu 5 tahun ke depan. Hal tersebut dilakukan karena setiap pengelola
hutan yang sedang dalam proses sertifikasi harus memiliki catatan yang memuat
data mengenai input, proses, dan output sesuai dengan kondisi nyata minimal 5
tahun terakhir (Gomes et al. 2002).
1. Pengukuran Produksi Nyata
Pengukuran produksi nyata dilakukan dalam 3 cara yakni penimbangan
getah di hutan untuk mengetahui produksi getah tiap pohon, pengamatan
penimbangan getah di TPG, dan perhitungan produksi getah berdasarkan data
20
berat getah di KPH (data sekunder). Hasil dari perhitungan ke tiga cara ini
kemudian dibandingkan untuk mengetahui alternatif terbaik sebagai dasar
penentuan produksi maksimal nyata getah pinus.
a. Cara I Penimbangan getah di hutan
1) Mengelompokkan tegakan pinus menjadi beberapa kelas umur (KU)
berdasarkan tahun tanamnya dengan selang umur setiap 5 tahun.
2) Pengambilan sampel petak dengan ketentuan jumlah sampel tiap KU
sebanyak 1 petak. Dari petak tersebut diambil sebanyak 30 pohon
untuk ditimbang produksi getahnya. Kelas umur yang disadap di KPH
Banyuwangi Utara adalah KU VI dan KU VII (tabel 4).
3) Pohon yang terpilih diberikan nomor dan diidentifikasi kondisi
fisiknya dengan mengambil data berupa diameter, warna kayu, bentuk
tajuk, kedalaman alur kulit, ketinggian tempat tumbuh, arah sadap,
tinggi pohon, cuaca saat penyadapan, dan jumlah koakan yang ada.
4) Pengukuran berat bersih getah tiap pohon dilakukan dengan cara
melakukan penimbangan pada saat pemungutan getah, yaitu setiap 7
hari sekali selama 2 bulan (1 bulan hujan dan 1 bulan kering).
Berat bersih getah didapat dengan cara perhitungan sebagai berikut :
W Netto = (W Netto + Wadah) Wadah
Ket : W Netto : Berat bersih getah (g) Wadah : Berat wadah penampung getah/tempurung (g)
Tabel 4 Kondisi petak penelitian berikut pohon contoh yang diambil
No Petak/KULuas
(Ha)
Total Phn
(Ph)
Prod Getah
(Kg/Ph/Th)
Jumlah
Pohon/Ha
Pohon
contoh
1 73c / VI 2,9 743 6,43* 221 30
2 75e / VII 65 8324 6,75* 171 30
Ket : *) Produksi getah didapat dari hasil pengolahan Laporan Kemajuan Sadapan Pinus dalam3 tahun terakhir
5) Menentukan produksi getah rata-rata per panen dengan rumus sebagai
berikut:
21
nyp = ? xi n
i =1
Ket : yp : Berat getah rata-rata (g/pohon/panen) xi : Berat getah pada pohon ke = i setiap waktu panen (g) n : Jumlah pohon contoh (pohon) i : Pohon contoh ke = i
6) Menentukan berat getah per pohon dengan rumus sebagai berikut :
y = yp
7 x 1000Ket : y : Berat getah rata-rata per pohon (Kg/pohon/hari)
yp : Berat getah rata-rata (g/pohon/panen) 7 : Waktu panen (setiap 7 hari)
7) Menentukan produksi rata-rata getah per tahun untuk setiap anak petak
dengan rumus :
Y = y x N x 365Ket: Y : Produksi getah (Kg/tahun/petak) y : Berat getah rata-rata (Kg/pohon/hari) N : Total Pohon dalam satu petak (petak)
b. Cara II Pengamatan penimbangan berat getah di TPG :
1) Menentukan tenaga penyadap yang ada di TPG secara acak dengan
ketentuan 10% dari keseluruhan penyadap yang mewakili setiap KU.
2) Melakukan pengamatan penimbangan getah yang dilakukan di TPG
untuk memperoleh data berat bersih getah dengan alokasi waktu yang
disesuaikan dengan waktu pemungutan getah (setiap 7 hari sekali).
3) Menentukan produksi getah rata-rata per panen untuk tiap penyadap
dengan rumus sebagai berikut
nypn = ? xi np
i =1
Ket: ypn : Berat getah rata-rata tiap penyadap (Kg/penyadap/panen) xi : Berat getah pada penyadap ke = i (Kg) np : Jumlah penyadap (penyadap) i : Pohon contoh ke = i
22
4) Menentukan produksi getah rata-rata per pohon dari semua pohon yang
termasuk dalam blok sadapan milik penyadap yang bersangkutan
dengan rumus sebagai berikut
y = ypn
7 x jml phnKet : y : Berat getah rata-rata per pohon (Kg/pohon/hari)
ypn : Berat getah rata-rata tiap penyadap (Kg/penyadap/panen) 7 : Waktu panen (setiap 7 hari) Jml phn : Jumlah pohon dalam satu blok sadap (pohon/penyadap)
5) Menentukan produksi rata-rata getah per tahun untuk setiap anak petak
dengan rumus yang sama seperti pada cara I.
c. Cara III Perhitungan data berat getah yang terdapat di KPH (data
sekunder) :
1) Mengumpulkan data sekunder di KPH mengenai berat getah dalam 5
tahun terakhir.
2) Mengelompokkan petak-petak yang ada menjadi beberapa KU sesuai
dengan tahun tanamnya.
3) Menentukan produksi getah rata-rata pertahun untuk setiap anak petak
dengan rumus yang sama seperti pada cara sebelumnya.
2. Pendugaan Produksi Getah Pinus
Pendugaan getah pinus dilakukan karena di KPH Banyuwangi Utara hanya
terdapat tegakan pinus KU I dan KU II yang belum disadap. Untuk
mengetahui produksi getah pada KU tersebut ketika disadap yaitu pada saat
mencapai KU III, KU IV atau KU V, maka dilakukan penelusuran data
sekunder pada penelitian Wijayanti (2007). Data produksi getah pinus pada
penelitian yang dilakukan di KPH Kediri Perum Perhutani Unit II Jawa Timur
tersebut diambil karena memiliki kondisi lapangan yang relatif sama dengan
kondisi tegakan pinus di KPH Banyuwangi Utara dari segi ketinggian tempat,
iklim, curah hujan, kondisi tanah, dan topogafi (Tabel 5).
Tabel 5 Kondisi petak penelitian KPH Kediri berikut pohon contoh yang diambil
Petak/KU Luas(Ha) BonitaTahunTanam
Umur(th)
PohonContoh
85F / KU III 12,4 3 1994 12 585E / KU IV 13,1 2 1990 16 568B / KU VI 10,6 3 1982 22 5
Sumber : Wijayanti (2007)
23
Data produksi getah pinus dari hasil penelusuran tersebut kemudian
disesuaikan dengan kondisi anak petak yang termasuk KU I dan KU II untuk
mengetahui produksi rata-rata getah pinus per tahunnya ketika tegakan
tersebut telah memasuki KU III, KU IV, dan KU V yang siap untuk disadap.
Perhitungan kisaran produksi untuk menentukan nilai kontrol maksimal dari
hasil perhitungan produksi nyata dan pendugaan produksi getah pinus dicari
dengan menggunakan metode pendugaan nilai tengah parameter. Rumus yang
digunakan dalam metode tersebut adalah sebagai berikut
( )am
a
aa
aa
-=
+-
-=-
1
1
2/2/
2/2/
nsx
nsxP
TP
tttt
Dengan derajat kebebasan v = n-1 dan selang kepercayaan 95%
Kontrol produksi maksimal getah pinus diambil dari nilai maksimal yang
terdapat pada kisaran tersebut. Nilai produksi maksimal getah pinus yang telah
diketahui, digunakan sebagai standar maksimal untuk memprediksi produksi
getah pinus yang harus dipenuhi setiap tahunnya. Prediksi tersebut dilakukan
terhadap keseluruhan tegakan pinus yang terdapat di KPH Banyuwangi Utara,
baik yang saat ini berproduksi maupun yang akan berproduksi dalam kurun waktu
5 tahun ke depan.
Implementasi kontrol produksi maksimal getah dilakukan untuk
mengevaluasi produksi getah pinus yang dihasilkan oleh KPH Banyuwangi Utara
per tahunnya untuk setiap petak yang disadap pada tahun tersebut. Selama
produksi getah masih berada di bawah nilai kontrol produksi maksimal maka
dapat dikatakan getah tersebut berasal dari hutan yang telah dikelola secara lestari.
3.4.3 Uji Coba Desain CoC Lacak Getah Pinus
Pelaksanaan uji coba desain dilakukan untuk membandingkan antara SOP
lacak getah yang disusun oleh KPH Banyuwangi Utara dengan desain CoC lacak
getah pinus yang disusun dalam penelitian ini. Ujicoba dilaksanakan pada TPG II
Sumber Dilem dan TPG III Matamin selama 2 kali periode pengamatan. Tahapan
kerja dalam ujicoba desain CoC lacak getah adalah :
24
1. Menggambar layout
2. Mengambil keseluruhan drum yang terdapat dalam dokumen penerimaan di
PGT yang berasal dari TPG II dan TPG III untuk dijadikan bahan ujicoba
desain.
3. Memeriksa informasi yang terdapat di dokumen penerimaan di PGT terhadap
informasi yang dapat dijadikan mata rantai pelacakan. Apabila terjadi
kegagalan maka dicari penyebabnya, namun jika berhasil pelacakan
dilanjutkan untuk dokumen angkutan.
4. Jika pemeriksaan pada dokumen angkutan berhasil maka dilanjutkan dengan
memeriksa dokumen penerimaan di TPG. Apabila pemeriksaan dokumen
pengangkutan mengalami kegagalan maka di cari penyebabnya.
5. Setelah berhasil menelusuri dokumen penerimaan getah di TPG maka
penelusuran dilanjutkan untuk mengetahui kebenaran isi dokumen dengan
informasi yang tertera pada fisik drum getah. Apabila pemeriksaan tersebut
mengalami kegagalan maka dicari penyebabnya.
6. Pemeriksaan kesesuaian antara dokumen dengan fisik wadah getah dilakukan
dengan memeriksa penulisan yang terdapat pada drum yang meliputi asal
getah, nomor permanen drum, dan berat drum.
Apabila terdapat kesesuaian antara informasi pada drum dengan dokumen,
maka getah telah berhasil terlacak
Tabel 6. Informasi yang diperiksa pada dokumen tata usaha hasil hutan bukankayu dalam rangka CoC lacak getah pinus
Informasi yang diperiksa pada dokumen*)No.Dokumen Informasi
Lokasi Pemeriksaan
1 Perni 51(Koreksi)
1. Asal getah2. Tanggal3. No drum (konsisten)4. Mutu5. Berat/Volume
PGT/TPG
2. FA-HHBK/DHHBK
1. Asal getah2. Tanggal3. No drum (konsisten)4. Mutu5. Berat/Volume
TPG
3. DK 302a
1. Asal getah2. Tanggal3. No drum (konsisten)4. Mutu5. Berat/Volume
TPG
4 Drum Getah1. Asal getah2. No drum (konsisten)3. Berat/Volume
TPG
Ket : *Dokumen dan informasi secara detil didapat dari hasil pembuatan desain CoC lacak getah
25
3.4.4 Penentuan Keberhasilan Desain CoC Lacak Getah Pinus
Dari hasil pengamatan, akan terlihat sejumlah contoh drum getah yang
berhasil dan gagal terlacak dalam uji coba lacak getah baik desain lacak getah
yang disusun oleh pihak KPH Banyuwangi Utara maupun desain CoC lacak getah
pinus pada penelitian ini. Jumlah contoh tersebut kemudian dikonversikan dalam
bentuk persentase keterlacakan dari keseluruhan drum yang terdapat pada masing
masing TPG dengan menggunakan rumus :
Y = ?X x 100% N
Keterangan : Y = Persentase keberhasilan drum yang terlacak (%)X = Jumlah drum yang berhasil terlacak pada satu TPG (drum)N = Jumlah total drum pada satu TPG (drum)
Analisis deskriptif dilakukan untuk membandingkan pelaksanaan CoC lacak
getah pinus pada penelitian ini dengan pelaksanaan lacak getah yang dibuat oleh
pihak KPH Banyuwangi Utara serta penyebab kegagalan yang terjadi dan kendala
yang ditemui selama uji coba pelaksanaan lacak getah.
26
PERNI 51
FA-HHBK&DHHBK
DK 302a
Sistem CoC
Berhasil
Sebab?
Sistem CoC
Sistem CoC
Gagal
Gagal
Gagal
Berhasil
Berhasil
Berhasil
Sebab?
Sebab?
Sebab?
Tanda Fisik Wadah Sistem CoC Gagal
Dok Penerimaan di PGT
Tanda Pada Wadah Getah (Drum)
Dok Penerimaan di TPG
Dok Pengangkutan Getah
Gambar 3 Bagan penelusuran dokumen dan wadah getah dalam rangka implementasi CoC lacak getah pinus
Ket : Sistem CoC adalah pemeriksaan informasi pada dokumen dan wadah
27
BAB IVKONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak dan Luas
Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Banyuwangi Utara merupakan salah
satu KPH di wilayah Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Secara administratif
wilayahnya terletak di 2 (dua) kabupaten yakni Kabupaten Banyuwangi dan
Kabupaten Situbondo, Propinsi Jawa Timur. KPH Banyuwangi Utara memiliki
wilayah yang mencakup 3 kecamatan, dengan 13 Desa Pangkuan. Secara geogafis
wilayah KPH Banyuwangi Utara terletak diantara 1105 sampai dengan 114038
Bujur Timur dan 7043 sampai dengan 8046 Lintang Selatan. Adapun batas-batas
geogafis wilayahnya sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Situbondo
Sebelah Timur : Selat Bali
Sebelah Barat : KPH Bondowoso, Kabupaten Situbondo
Sebelah Selatan : KPH Banyuwangi Barat, KPH Banyuwangi Selatan
KPH Banyuwangi Utara memliki luas kawasan sebesar 54.199,96 ha yang
terdiri dari 3 bagian hutan (BH) yaitu Bagian Hutan Alas Buluh-Gombeng dengan
luas 28.134,3 ha, Bagian Hutan Bitakol dengan luas 5.612,3 ha dan Bagian Hutan
Kendeng Timur Laut seluas 20.453 ha. Luas kawasan hutan berdasarkan
administrasi pemerintahan terbagi dalam :
1. Dati II Banyuwangi
a) Hutan Produksi (HP) : 28.134,26 ha
b) Hutan Lindung (HL) : 26.348,68 ha
c) Tak Baik Untuk Kelas Perusahaan (TBP) : 1.435,80 ha
2. Dati II Situbondo
a) Hutan Produksi (HP) : 26.065,70 ha
b) Hutan Lindung (HL) : 5.265,21 ha
c) Tak Baik Untuk Kelas Perusahaan (TBP) : 242,70 ha
d) Belum ditata : 104,39 ha
Luas wilayah kerja KPH Banyuwangi Utara berdasarkan Bagian Kesatuan
Pemangkuan Hutan (BKPH) dan Resor Pemangkuan Hutan (RPH) sebagai berikut
28
1. BKPH Ketapang 5.724,17 ha
a. RPH Selogiri : 3.861,04 ha
b. RPH Gombeng : 1.863,13 ha
2. BKPH Bajulmati 10.992,66 ha.
a. RPH Bajulmati : 2.025,40 ha
b. RPH Gunungwaru : 6.122,87 ha
c. RPH Wonorejo : 2.844,39 ha
3. BKPH Watudodol 14.260,82 ha.
a. Alas Buluh : 2.925,25 ha
b. Bangsring : 11.336,58 ha
4. BKPH Asembagus 23.221,31 ha
a. Asembagus : 8.000,00 ha
b. Sumberejo : 12.453,40 ha
c. Sumberwaru : 2.767,91 ha
4.2 Keadaan Lapangan
Berdasarkan buku RPKH jangka 2003-2012, keadaan lapangan KPH
Banyuwangi Utara yang meliputi topografi, geologi, dan tanah memiliki kondisi
yang cukup bervariasi untuk setiap bagian hutan (BH) yang ada.
4.2.1 Topogafi dan Kelerengan
Pada umumnya topogafi yang ada di wilayah kerja KPH Banyuwangi Utara
adalah bergelombang, datar, dan landai, hingga agak curam.
4.2.2 Geologi dan Tanah
Jenis tanah dalam kawasan hutan KPH Banyuwangi Utara pada umumnya
terdiri dari jenis tanah Gumusol, Andosol, Gumusol hitam, yaitu diseluruh
kawasan BH Bitakol. Asosiasi Latosol Cokelat dan Regosol Cokelat,yaitu di BH
Alasbuluh-Gombeng bagian tengah membujur dari Utara ke Selatan. Andosol
Cokelat kekuningan, yaitu di lereng atas sebelah Barat BH Alasbuluh-Gombeng.
Asosiasi Andosol cokelat dan Regosol cokelat, yaitu di lereng atas sebelah Utara
BH Alasbuluh-Gombeng dan lereng BH Kendeng Timur laut.
29
4.3 Iklim dan Curah Hujan
Berdasarkan buku RPKH jangka 2003-2012, secara umum kawasan hutan
KPH Banyuwangi Utara termasuk dalam tipe iklim C (Schmidt dan Ferguson)
dengan curah hujan diperkirakan sebesar 1700 mm/tahun. Khusus untuk RPH
Gombeng yang merupakan lokasi penelitian, memiliki tipe iklim D (agak kering)
dengan nilai Q = 83,33%. Berdasarkan hasil rekapitulasi data curah hujan KPH
Banyuwangi Utara selama 10 tahun (1995-2005) pada stasiun pengamatan selogiri
didapat bahwa rata-rata curah hujan di wilayah RPH Gombeng sebesar 150,3 mm
dengan jumlah hari hujan sekitar 8 hari setiap bulannya. Pada umumnya curah
hujan relatif rendah pada bulan Juni hingga Oktober.
4.4 Potensi Sumber Daya Hutan KPH Banyuwangi Utara
Berdasarkan buku RPKH jangka 2003-2012, untuk BH Alasbuluh-
Gombeng diketahui etat luas sebesar 150,45 ha/tahun dan etat masa sebesar
27.000 m3/tahun, sedangkan untuk BH Bitakol diketahui etat luas sebesar 50,69
ha/tahun dan etat massa sebesar 7.154 m3/tahun. Potensi sebaran hutan di wilayah
KPH Banyuwangi Utara cukup baik, hal ini ditunjukkan dengan sebaran luas KU
II, III, IV, dan V yang relatif seragam di kedua BH tersebut.
4.5 Potensi Sumber Daya Hutan di RPH Gombeng, BKPH Ketapang, KPHBanyuwangi UtaraKPH Banyuwangi Utara termasuk kedalam kelas perusahaan jati sehingga
hutan tanaman lain seperti mahoni, akasia, dan pinus termasuk dalam kelas
Tanaman Kayu Lain (TKL). Pembagian kelas hutan pada RPH Gombeng yang
merupakan lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7 Kelas Hutan RPH GombengNo. Kelas Hutan Luas (Ha) Persentase (%)1 KU I 79,8 4,32 KU II 242,4 13,23 KU III 285,7 154 KU V 23,7 1,35 MT 13 0,76 TKL 626,2 33,97 TBPTH 511 27,58 LTJL 20 1,19 TBP 2 0,1
10 TK 29,2 1,711 HL 22,1 1,2
JUMLAH 1855 100Sumber : RPKH KPH Banyuwangi Utara Jangka 2003-2012
30
4.6 Kondisi Tegakan Pinus di RPH Gombeng
4.6.1 Potensi Tegakan Pinus
Menurut Buku RPKH KPH Banyuwangi Utara jangka 2003-2013,
pemungutan hasil hutan non kayu di Bagian Hutan Alasbuluh-Gombeng berupa
sadapan pinus yang dilakukan di wilayah RPH Gombeng, BKPH Ketapang.
Tegakan pinus yang terdapat di wilayah ini memiliki luas 556 ha dan secara
keseluruhan termasuk kedalam penggolongan kelas hutan tanaman kayu lain
(TKL) (Tabel 8). Tegakan pinus yang berada di wilayah ini termasuk ke dalam
tegakan tua karena sebagian besar memiliki umur tanam berkisar 30 tahun. Hanya
beberapa anak petak saja yang berumur muda dan belum siap untuk di sadap
getahnya yaitu anak petak 68E, 68F, 68H, 73A, 74A, 74E, 76A, dan 77A.
Tabel 8 Potensi Tegakan Pinus di RPH Gombeng
AnakPetak
Luasbaku (ha)
TahunTanam
Umur/ KU N / ha Desa
JenisTanaman Bon KBD DKN
68E 20,00 2006 2/I - Kalipuro Pinus 5,0 - -68F 15,20 2005 3/I 400 Ketapang Pinus 4,0 0,60 0,4068H 12,30 2007 2/I 428 Ketapang Pinus 4,0 0,60 1,0068O 27,90 1978 30/VI 260 Kalipuro Pinus 3,0 0,62 0,9768P 29,50 1974 34/VII 250 Kalipuro Pinus 3,0 0,90 1,1069B 12,70 1974 34/VII 220 Kalipuro Pinus 3,0 0,80 0,9070A 61,50 1974 34/VII 200 Kalipuro Pinus 2,0 0,70 0,7071A 63,30 1977 31/VII 360 Kalipuro Pinus 2,0 1,10 1,2071B 38,70 1974 34/VII 307 Kalipuro Pinus 2,0 1,10 1,1072G 11,00 1978 30/VI 300 Kalipuro Pinus 3,0 0,80 1,1072H 2,80 1973 35/VII 275 Kalipuro Pinus 3,0 0,85 0,8072L 1,80 1977 31/VII 360 Kalipuro Pinus 3,0 1,10 1,2073A 28,50 1999 9/II 800 Kalipuro Pinus 2,0 0,60 1,0073C 2,90 1978 30/VI 350 Kalipuro Pinus 2,0 1,20 1,1073D 34,10 1974 34/VII 280 Kalipuro Pinus 3,0 1,10 1,2074A 7,30 1999 9/II 1300 Kalipuro Pinus 3,0 0,60 0,8074B 55,40 1974 34/VII 250 Kalipuro Pinus 3,0 0,80 1,1074D 4,40 1978 29/VI 190 Kalipuro Pinus 4,0 - -74E 4,80 2005 2/I 374,4 Kalipuro Pinus 3,0 0,60 0,8074E 4,40 2004 3/I 561,6 Kalipuro Pinus 3,0 0,60 0,8075E 65,00 1973 35/VII 210 Gbg.sari Pinus 3,0 0,70 0,9076A 24,20 1974 34/VII 103 Gbg.sari Pinus 3,0 0,38 0,4676A 2,00 2004 4/I 400 Gbg.sari Pinus 3,0 0,60 0,8077A 22,30 1974 34/VII 90 Gbg.sari Pinus 3,0 0,31 0,4077A 4,00 2005 3/I 1650 Gbg.sari Pinus 3,0 0,60 0,80
Sumber : Data Rencana Petak KPS tahun 2008 (diolah)
31
4.6.2 Produktivitas Getah Pinus
Berdasarkan buku RPKH jangka 2003-2012 mengenai penyadapan pinus
terdapat beberapa petak yang akan dimulai sadap buka, melanjutkan sadap lanjut,
dan ada beberapa yang akan di sadap mati (Tabel 9). Namun pada pelaksanaannya
sadap mati tidak dilakukan, karena tegakan pinus yang sudah siap untuk di tebang
masih tetap berpotensi memproduksi getah dalam jumlah yang banyak.
Tabel 9 Rencana Sadapan Pinus KPH Banyuwangi UtaraSadap Buka Sadap Lanjut Sadap Mati JumlahTahun Luas Prod Luas Prod Luas Prod Luas Prod
2003 - - 469,7 493,23 - - 469,7 493,232004 - - 432,2 465,36 37,5 39,57 469,7 503,932005 - - 307,9 335,83 124,3 183,88 432,2 519,712006 - - 221,6 245,70 105,0 162,90 326,6 408,602007 - - 170,2 194,01 51,4 73,38 221,6 267,392008 - - 140,2 161,83 30,0 45,68 170,2 207,512009 35,8 82,99 86,0 104,81 54,2 80,95 176,0 268,752010 13,0 44,43 85,6 187,55 36,2 79,19 134,8 311,172011 - - 48,8 212,69 49,8 69,6 98,6 282,292012 - - 48,8 212,7 - - 48,8 212,70
Jumlah 48,8 127,42 2.011,0 2.613,73 488,4 735,14 2548,2 3.476,29Sumber : Buku RPKH KPH Banyuwangi Utara jangka 2003-2013
Getah pinus di KPH Banyuwangi Utara merupakan produk hasil hutan
bukan kayu yang menjanjikan setelah jati. Hal tersebut terlihat dari produksi getah
yang dihasilkan selalu memiliki kuantitas dan kualitas terbaik.
Tabel 10 Produktivitas penyadapan getah pinus di KPH Banyuwangi UtaraTahun 2005-2007
Produktivitas Getah Rata-RataPetak TahunTanam Mutu
Luas(Ha)
JumlahPohon
JumlahPenyadap (Kg/th) (Kg/ph/th) (G/ph/hr)
68o 1978 A 27,9 8.248 20 44.391 5,4 14,7945268p 1974 A 29,5 5.721 16 30.892,1 5,4 14,7945269b 1974 A 12,7 1.940 6 11.806,6 6,1 16,7123370a 1974 A 61,5 9.866 30 60.491,6 6,1 16,7123371a 1977 A 63,3 13.714 32 84.017,6 6,1 16,7123371b 1974 A 38,7 5.615 16 34.360,6 6,1 16,7123372g 1978 A 12,4 3.453 10 21.018,3 6,1 16,7123372h 1973 A 2,8 197 1 1.227 6,2 16,986372l 1977 A 1,8 215 1 1.360,6 6,3 17,2602773c 1978 A 2,9 743 2 4.782 6,4 17,5342573d 1974 A 34,1 7.310 20 44.326 6,1 16,7123374b 1974 A 61,4 11.094 35 71.522 6,4 17,5342574d 1978 A 4,4 802 3 5.130,3 6,4 17,5342575e 1973 A 65,0 8.324 18 56.213,6 6,7 18,3561676a 1974 A 24,2 4.183 9 26.309,6 6,3 17,2602777a 1979 A 22,3 2.193 15 13.856,3 6,3 17,26027
JUMLAH 464,9 83.618 234 511.706,3 98,4 269,589RATAAN 31.981,58 6,15 16,84932
Sumber : Laporan Kemajuan Sadapan Getah Pinus tahun 2005-2007 (diolah)
32
4.7 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Penyadap
Keadaan masyarakat disekitar hutan pinus RPH Gombeng pada umumnya
memiliki pekerjaan utama sebagai penyadap disamping melakukan pekerjaan lain
seperti menanam pisang, beternak dan sebagainya. Dalam melakukan
pekerjaannya, para penyadap tersebut dikoordinir oleh suatu Lembaga Masyarakat
Desa Hutan (LMDH). Di wilayah tersebut terdapat 2 LMDH yang bergerak dalam
bidang sadapan yaitu LMDH Rukun Makmur dan LMDH Kemuning Asri. Jumlah
penyadap yang terdata dan masuk sebagai anggota LMDH dapat dilihat pada
Tabel 11.
Tabel 11 Kondisi LMDH bidang sadapan getah pinus yang terdapat di RPHGombeng
No LMDH Luas(Ha) Cakupan PetakJumlahPohon
JumlahPenyadap
1 Kemuning Asri 116 76a, 75e, 77a 11.479 42
2 Rukun Makmur 353,4 68o, 68p, 69b, 70a, 71a, 71b, 72g,72h, 72l, 73c, 73d, 74b, 74d, 68.914 192
Sumber : Data Rekap Petak Getah Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Tahun2007(diolah)
Pemberdayaan masyarakat penyadap melalui LMDH telah mampu
meningkatkan kemakmuran masyarakat sekitar hutan. Hal tersebut terbukti
dengan adanya sharing terhadap hasil getah yang didapat apabila telah mencapai
target yang ditetapkan oleh Perum Perhutani. Pemberian sharing/ reward dalam
bentuk uang secara langsung memacu para penyadap untuk bekerja lebih
maksimal dalam usaha pencapaian produktivitas getah agar sesuai target yang
telah ditetapkan.
33
BAB VHASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pelaksanaan Penyadapan Getah Pinus Sebelum Desain CoC LacakGetah PinusPelaksanaan penyadapan getah pinus sebelum desain CoC lacak getah
diketahui berdasarkan hasil pengamatan terhadap penerapan Standar Operasional
Prosedur (SOP) Sadapan Getah Pinus Tahun 2007 KPH Banyuwangi Utara dan
SOP Pengendalian Pergerakan / Aliran Getah Pinus Dalam Rangka CoC Tahun
2008 KPH Banyuwangi Utara di lapangan. Hasil pengamatan tersebut kemudian
disesuaikan dengan standar FSC mengenai CoC agar diketahui permasalahan yang
timbul dan digunakan sebagai dasar dalam pembuatan desain.
5.1.1 Pergerakan Fisik Getah Pinus
Pengamatan terhadap pergerakan fisik getah pinus dilakukan dalam
beberapa tahap yaitu tahap penyadapan getah di hutan, penerimaan getah di TPG,
pengangkutan, dan penerimaan getah di PGT.
5.1.1.1 Kegiatan Penyadapan Getah Pinus di Hutan
Tabel 12 Hasil pengamatan penyadapan getah pinus di hutan
No KegiatanUraian Kegiatan Berdasarkan
SOP Sadapan Getah PinusTahun 2007
Hasil Pengamatan di Lapangan
Pembuatan batas petaksadapan, pembagian blok,sensus pohon,pembersihan/pembabatanlapangan sadapan, danpembuatan TP Getah.
Yang dilakukan hanya pembuatanTPG dan pembersihan lapangan.Sensus pohon tidak dilakukan.Pelaksanaan pembuatan blok sadapantidak di lakukan dilapangan
Pembuatan quare awal Dilakukan sesuai ketentuan
1. Prasadap
Pengadaan peralatan danperlengkapan
Dilakukan sesuai ketentuan namunmasih terdapat kekurangan (*)
Pembaharuan luka Dilakukan setiap 3 hariPemberian CAS (Socepas 235AS)
Dilakukan dengan komposisi 3 CAS :2 Air tergantung musim denganfrekuensi pemberian setoap 3 hari
Pemungutan Getah Dilakukan tiap 7 hari sekali (1minggu)
Pengangkutan ke TPG Dilakukan tiap selesai pungutandengan cara dipikul atau menggunakansepeda motor
2. Sadap Lanjut
Penggunaan alat APD Dilakukan, namun masih ada beberapapenyadap yang tidak menggunakan
Ket : * Untuk keperluan CoC wadah getah perlu diberikan nomor yang permanen
34
Penyadapan getah pinus diawali dengan melakukan kegiatan prasadap yang
meliputi pembuatan batas petak sadapan, pembagian blok, pembersihan/
pembabatan lapangan sadapan, dan pembuatan TPG. Berdasarkan hasil
pengamatan, didapat bahwa pelaksanaan sensus pohon, pembuatan batas petak,
dan blok sadapan tidak dilakukan di lapangan. Hal tersebut menyebabkan usaha
pengawasan terhadap perkembangan tegakan tidak dapat terpantau secara jelas
karena tidak ada data jumlah pohon secara akurat yang dapat berakibat produksi
getah pinus menjadi tidak sesuai target yang telah ditetapkan
Berdasarkan pengamatan di lapangan mengenai pembuatan quare