24
Referensi Artikel SYOK ANAFILAKTIK Oleh : Aldila Akhadiyati Narwienda G99122011

SYOK ANAFILAKTIK.doc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

syok

Citation preview

Page 1: SYOK ANAFILAKTIK.doc

Referensi Artikel

SYOK ANAFILAKTIK

Oleh :

Aldila Akhadiyati Narwienda

G99122011

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN FARMASI KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

RSUD DR MOEWARDI

SURAKARTA

2013

Page 2: SYOK ANAFILAKTIK.doc

BAB I

PENDAHULUAN

Syok merupakan suatu kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan tidak

adekuatnya perfusi jaringan, yang secara klinis ditandai dengan penurunan tekanan

darah sistolik (< 80 mmHg), perubahan status mental, oliguria dan akral yang dingin.

Syok berdasaran etiologinya dibagi dalam 4 klasifikasi yakni syok hipovolemik, syok

kardiogenik, syok obstruktif, dan syok distributif yang meliputi syok anafilaktik, syok

neurogenik dan syok septik1.

Syok anafilatik adalah reaksi sistemik akibat pelepasan mediator kimia dari sel

mast dan basofil yang bersifat akut dan dapat berakibat fatal. Bentuk klasik syok

anafilaktik selalu diawali dengan sensitisasi alergen dan diiringi dengan paparan

berulang sehingga mengakibatkan gejala melalui mekanisme imunologis2.

Insiden anafilaksis sangat bervariasi, di Amerika Serikat disebutkan bahwa

angka kejadian anafilaksis berat antara 1-3 kasus/10.000 penduduk, paling banyak

akibat penggunaan antibiotik golongan penisilin dengan kematian terbanyak setelah

60 menit penggunaan obat. Insiden anafilaksis diperkirakan 1-3/10.000 penduduk

dengan mortalitas sebesar 1-3/1 juta penduduk. Peneliti di Amerika memperkirakan

prosentase etiologi kejadian syok anafilaksis 0.7-10% kasus disebabkan oleh

penisilin, 0.5-5% akibat gigitan serangga, 0.22-1% akibat media radiokontras, dan

0.0004% akibat alergi makanan3. Sementara di Indonesia, khususnya di Bali, angka

kematian dari kasus anafilaksis dilaporkan 2 kasus/10.000 total pasien anafilaksis

pada tahun 2005 dan mengalami peningkatan prevalensi pada tahun 2006 sebesar 4

kasus/10.000 total pasien anafilaksis.

Insidensi anafilaksis dapat terjadi pada semua umur, yang terbanyak pada usia

0-19 tahun (70 kasus per 100.000 orang per tahun). Sedangkan perbandingan antara

pria dan wanita di dunia menunjukkan kasus syok anafilaksis terbanyak pada wanita4.

Page 3: SYOK ANAFILAKTIK.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ETIOLOGI

Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko anafilaksis adalah

sifat alergen, jalur pemberian obat, riwayat atopi, dan kesinambungan paparan

alergen. Golongan alergen yang sering menimbulkan reaksi anafilaksis adalah

makanan, obat-obatan, sengatan serangga, dan lateks. Udang, kepiting, kerang, ikan

kacang-kacangan, biji-bijian, buah beri, putih telur, dan susu adalah makanan yang

biasanya menyebabkan suatu reaksi anafilaksis. Obat-obatan yang bisa menyebabkan

anafikasis seperti antibiotik khususnya penisilin, obat anestesi intravena, relaksan

otot, aspirin, NSAID, opioid, vitamin B1, asam folat, dan lain-lain. Media kontras

intravena, transfusi darah, latihan fisik, dan cuaca dingin juga bisa menyebabkan

anafilaksis.

Tabel 1. Pemicu reaksi anafilaksis5

Pemicu reaksi anafilaksis

Obat Antibiotik, aspirin, AINS, vaksin, obat perioperasi, opiat

Hormon Insulin, progesteron

Darah / produk darah Imunoglobulin IV

Enzim Streptokinase

Makanan Susu, telur, terigu, soya, kacang tanah, tree nuts, shelfish

Venom Lebah, semut api

Lain-lain Lateks, kontras, membran dialisa, ekstrak imunoterapi,

protamin, cairan seminal manusia

B. PATOFISIOLOGI

Coomb dan Gell (1963) mengelompokkan anafilaksis dalam hipersensitivitas

tipe I (Immediate type reaction). Mekanisme anafilaksis melalui 2 fase, yaitu fase

sensitisasi dan aktivasi. Fase sensitisasi merupakan waktu yang dibutuhkan untuk

pembentukan Ig E sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit

dan basofil. Sedangkan fase aktivasi merupakan waktu selama terjadinya pemaparan

ulang dengan antigen yang sama sampai timbulnya gejala.

Page 4: SYOK ANAFILAKTIK.doc

Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran makan di

tangkap oleh Makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen tersebut kepada

limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL4, IL13) yang menginduksi

limfosit B berproliferasi menjadi sel plasma (plasmosit). Sel plasma memproduksi Ig

E spesifik untuk antigen tersebut kemudian terikat pada reseptor permukaan sel mast

(mastosit) dan basofil. Mastosit dan basofil melepaskan isinya yang berupa granula

yang menimbulkan reaksi pada paparan ulang.

Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen yang

sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera yaitu

pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan beberapa

bahan vasoaktif lain dari granula yang merupakan preformed mediators. Ikatan

antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran sel yang akan

menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin (PG) yang terjadi beberapa waktu

setelah degranulasi yang disebut newly formed mediators.

Fase efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis)

sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas

farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi,

meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi

mucus, dan vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan

Bradikinin menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek

bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi

trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin

leukotrien yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi.

Vasodilatasi pembuluh darah yang terjadi mendadak menyebabkan terjadinya

fenomena maldistribusi dari volume dan aliran darah. Hal ini menyebabkan

penurunan aliran darah balik sehingga curah jantung menurun yang diikuti dengan

penurunan tekanan darah. Kemudian terjadi penurunan tekanan perfusi yang berlanjut

pada hipoksia ataupun anoksia jaringan yang berimplikasi pada keaadan syok yang

mengancam nyawa pasien5.

Page 5: SYOK ANAFILAKTIK.doc

Gambar 1. Patofisiologi reaksi anafilaksis

C. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis anafilaksis sangat bervariasi. Secara klinik terdapat 3 tipe

dari reaksi anafilaktik, yaitu reaksi cepat yang terjadi beberapa menit sampai 1 jam

setelah terpapar dengan alergen; reaksi moderat terjadi antara 1 sampai 24 jam setelah

terpapar dengan alergen; serta reaksi lambat terjadi lebih dari 24 jam setelah terpapar

dengan alergen.

Syok anafilaksis umumnya menyerang traktus respiratorius, kardiovaskuler,

dan gastrointestinal. Kulit dan membran mukosa hampir selalu terlibat dalam proses

ini. Kebanyakan dari pasien dewasa mengalami urtikaria, eritema, pruritus, atau

angioedema. Namun pada anak – anak lebih nampak gejala pada traktus

respiratorius6.

Berikut ini adalah gejala yang bisa didapatkan pada pasien dengan syok

anafilaksis :

Tabel 2. Manifestasi Klinis Syok Anafilaktik1,2

Sistem Organ Manifestasi Klinis

Kulit dan mata Hiperemis, urtikaria, angioedema, injeksi konjungtiva, pruritus,

hangat, bengkak

Respirasi Kongesti nasal, coryza, rhinorhea, sneezing, wheezing, nafas

pendek, batuk serak, dispnea

Page 6: SYOK ANAFILAKTIK.doc

Kardiovaskuler Pusing, lemah, sinkop, nyeri dada, palpitasi

Gastrointestinal Disfagia, nausea, muntah, diare, kram

Neurologi Sakit kepala, kepala berputar, pandangan kabur, kejang

Lain-lain Metallic taste

D. DIAGNOSIS

Pada pasien dengan reaksi anafilaksis biasanya dijumpai keluhan 2 organ atau

lebih setelah terpapar dengan alergen tertentu. Untuk membantu menegakkan

diagnosis maka American Academy of Allergy, Asthma and Immunology telah

membuat suatu kriteria.

Kriteria pertama adalah onset akut dari suatu penyakit (beberapa menit hingga

beberapa jam) dengan terlibatnya kulit, jaringan mukosa atau kedua-duanya (misalnya

bintik-bintik kemerahan pada seluruh tubuh, pruritus, kemerahan, pembengkakan

bibir, lidah, uvula), dan salah satu dari respiratory compromise (misalnya sesak nafas,

bronkospasme, stridor, wheezing, penurunan PEF, hipoksemia) dan penurunan

tekanan darah atau gejala yang berkaitan dengan disfungsi organ sasaran (misalnya

hipotonia, sinkop, inkontinensia).

Kriteria kedua, dua atau lebih gejala berikut yang terjadi secara mendadak setelah

terpapar alergen yang spesifik pada pasien tersebut (beberapa menit hingga beberapa

jam), yaitu keterlibatan jaringan mukosa kulit (misalnya bintik-bintik kemerahan pada

seluruh tubuh, pruritus, kemerahan, pembengkakan bibir-lidah-uvula); Respiratory

compromise (misalnya sesak nafas, bronkospasme, stridor, wheezing, penurunan PEF,

hipoksemia); penurunan tekanan darah atau gejala yang berkaitan (misalnya

hipotonia, sinkop, inkontinensia); dan gejala gastrointestinal yang persisten (misalnya

nyeri abdominal, kram, muntah).

Kriteria ketiga yaitu terjadi penurunan tekanan darah setelah terpapar pada alergen

yang diketahui beberapa menit hingga beberapa jam (syok anafilaktik). Pada bayi dan

anak-anak, tekanan darah sistolik yang rendah (spesifik umur) atau penurunan darah

sistolik lebih dari 30%. Sementara pada orang dewasa, tekanan darah sistolik kurang

dari 90 mmHg atau penurunan darah sistolik lebih dari 30% dari tekanan darah

awal1,2.

E. TERAPI1,2

Page 7: SYOK ANAFILAKTIK.doc

Anafilaksis adalah suatu keadaan emergency medis yang membutuhkan

penanganan yang cepat. Manajemen penanganan akan tergantung dengan karakter

pasien, tingkat keparahan awal serangan dan respon terhadap terapi. Namun, tindakan

basic life support tidak diperlukan pada pasien yang hanya menunjukkan gejala

anafilaksis lokal. Pasien dengan gejala yang parah yaitu disertai dengan gejala

kardiovaskuler dan respirasi harus ditangani dan diobservasi untuk waktu yang lebih

lama.

Terapi non-farmakologis meliputi

1. Airway management, misalnya dengan menggunakan valve, mask, dan

intubasi endotrakeal

2. Oksigen aliran tinggi

3. Cardiac monitoring dan pulse oximetry

4. Cairan intravena (kristaloid)

5. Posisi supinasi dengan kaki dielevasikan

Terapi farmakologis meliputi :

1. Agonis adrenergik (epinefrin)

2. Antihistamin (difenhidramin)

3. Antagonis reseptor H2 (cimetidin, ranitidin, famotidin)

4. Bronkodilator (albuterol)

5. Kortikosteroid (metilprednisolon, prednison)

6. Inotropik positif (glukagon)

7. Vasopresor (dopamin)

Terapi bedah jika diperlukan dilakukan tindakan krikotirotomi atau ventilasi

kateter apabila intubasi orotrakeal tidak efektif.

F. PROGNOSIS

Penanganan yang cepat dapat memberikan prognosis yang baik. Angka kematian

akibat reaksi anafilaksis hanya mencapai 0.65-2%. Kematian akibat reaksi anafilaksis

terjadi karena keterlibatan sistem organ kardiovaskuler dan respirasi, yaitu asfiksia

karena bronkospasme, dan pemberian injeksi epinefrin yang terlambat7.

Page 8: SYOK ANAFILAKTIK.doc

BAB III

STATUS PASIEN

A. ANAMNESIS

1) Identitas Pasien

Nama : Ny.S

Umur : 35 tahun

Jenis Kelamin : perempuan

Agama : Islam

Alamat : Banjarsari

Pekerjaan : pedagang

Status pernikahan : menikah

No RM : 92 58 44

2) Keluhan Utama

Penurunan kesadaran

3) Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien menjalani rawat inap di RSUD Dr.Moewardi untuk hari pertama

dengan diagnosa meningitis dan mendapatkan terapi penisilin G injeksi.

Setelah penyuntikan obat, pasien mengeluh pusing, lemas, dan berkeringat

dingin. Kemudian berangsur-angsur pasien mengalami penurunan

kesadaran.

4) Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat trauma : disangkal

Riwayat kejang : disangkal

Riwayat alergi : disangkal

5) Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat trauma : disangkal

Riwayat kejang : disangkal

Riwayat alergi : disangkal

Page 9: SYOK ANAFILAKTIK.doc

6) Riwayat Kebiasaan dan Gizi

Riwayat merokok : disangkal

Riwayat minum alkohol : disangkal

7) Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien sehari-hari merupakan pedagang kain di pasar klewer

B. PEMERIKSAAN FISIK

1) Keadaan Umum

Keadaan umum lemah, somnolen, gizi kesan cukup

2) Tanda Vital

Tekanan Darah : 90/60mmHg

Nadi : 150 kali/menit, teraba lemah dan cepat

Respirasi : 24 kali/menit

Suhu : 37°C per aksiler

3) Kulit

Warna sawo matang, luka (-), ikterik (-), petechiae (-)

4) Kepala

Bentuk mesocephal, luka (-)

5) Mata

Conjunctiva pucat (-), sklera ikterik (-), reflek cahaya langsung dan tak

langsung (+/+), pupil isokor (3mm/3mm)

6) Telinga

Bentuk normal, darah (-)

7) Hidung

Bentuk normal, nafas cuping hidung (-), darah(-)

8) Mulut

Sianosis (-), bibir kering (-), mukosa pucat (-)

9) Leher

Pulsasi arteri carotis tidak tampak, simetris, trakea ditengah

10) Tenggorokan

Tonsil membesar (-), hiperemi faring(-)

11) Thorak

Retraksi (-), nafas tipe abdominotorakal

Page 10: SYOK ANAFILAKTIK.doc

12) Jantung

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat

Perkusi : konfigurasi jantung tidak melebar

Auskulasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, bising (-)

13) Paru

Inspeksi : Pengembangan dada kanan dan kiri simetris

Palpasi : Fremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor/sonor

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-)

14) Abdomen

Inspeksi : dinding perut // dinding dada

Auskultasi : bising usus normal

Perkusi : timpani, pekak beralih (-)

Palpasi : supel

15) Ekstremitas

Edema Akral dingin

- -

- -

16) Kesadaran

GCS E3 V5 M5

C. ASSESMENT

Klinis : Syok anafilaktik

Etiologi : Reaksi hipersensitivitas tipe I et causa antibiotik penisilin

D. PENATALAKSANAAN

1) Hentikan prosedur pemberian penisilin

2) Survey primer dan basic life support

- Baringkan pasien pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari

kepala untuk meningkatkan aliran baik vena dalam usaha memperbaiki

curah jantung dan menaikkan tekanan darah.

- Amankan jalan napas, bila terjadi gagal napas bisa dilakukan bantuan

napas atau diberikan oksigen.

- -

- -

Page 11: SYOK ANAFILAKTIK.doc

- Bila terjadi kegagalan sirkulasi bisa diberikan kompresi pijat jantung

luar.

3) Terapi medikamentosa (segera)

CITO

R/ Adrenalin inj amp no I

Cum spuit cc 3 no I

S imm

Pro : Ny S (35 tahun)

4) Terapi suportif

R/ RL infus fl no I

Cum infus set no I

S imm

R/ Difenhidramin HCl inj amp no I

Cum spuit cc 3 no I

S imm

R/ Aminofilin inj amp no I

Cum spuit cc 3 no I

S imm

R/ Dexamethasone inj mg 10 amp no V

S imm

Pro. Ny S (35 tahun)

E. PROGNOSIS

Ad vitam : dubia

Ad sanam : dubia

Ad fungsionam : dubia

Page 12: SYOK ANAFILAKTIK.doc

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Tujuan Terapi

Prinsip tata laksana kasus syok anafilaktik adalah penanganan sesegera

mungkin mengingat syok anafilaktik merupakan kasus kegawatdaruratan. Penurunan

kesadaran yang terjadi pada syok anafilaktik dapat disebabkan oleh tekanan darah

yang turun drastis. Penanganan yang pertama kali dilakukan adalah survey primer dan

melakukan basic life support yakni airway, breathing, dan circulation sebab sering

terjadi kegagalan napas dan sirkulasi pada kasus syok anafilaktik. Obat-obatan yang

dapat dipakai adalah adrenalin injeksi 1 : 1000 sebanyak 0,3-0,5 ml diberikan secara

intramuskular atau subkutan. Pemilihan adrenalin didasarkan pada kemampuan

adrenalin untuk meningkatkan tekanan darah dengan cepat guna mengatasi hipotensi

yang terjadi dan efek relaksasi bronkus sehingga diharapkan dapat mengatasi

kontriksi dan spasme pada bronkus yang kadang menyertai kasus syok anafilaktik.

B. Pembahasan obat

1) Adrenalin

Adrenalin atau epinefrin merupakan prototipe obat kelompok adrenergik.

Epinefrin bekerja pada semua reseptor adrenergik : α1, α2, β1, β2.

Farmakodinamik :

Kerja utama epinefrin pada sistem kardiovaskular adalah memperkuat daya

kontraksi otot jantung (miokard) (inotropik positif : kerja β1) dan mempercepat

kontraksi miokard (kronotropik positif : kerja β1). Oleh karena itu, curah

jantung meningkat pula. Akibat dari efek ini maka kebutuhan oksigen otot

jantung jadi meningkat juga. Epinefrin mengkonstriksi arteriol di kulit,

membrane mukosa, dan visera (efek α) dan mendilatasi pembuluh darah ke hati

dan otot rangka (efek β2). Aliran darah ke ginjal menurun. Oleh karena itu, efek

kumulatif epinefrin adalah peningkatan tekanan sistolik bersama dengan sedikit

penurunan tekanan diastolik. Sedangkan pada sistem respirasi, epinefrin

menimbulkan bronkodilatasi kuat dengan bekerja langsung pada otot polos bronkus

(kerja β2). Pada kasus syok anafilaksis, obat ini dapat menyelamatkan nyawa.

Page 13: SYOK ANAFILAKTIK.doc

Farmakokinetik

Epinefrin mempunyai awitan cepat tetapi kerjanya singkat. Pada situasi gawat, obat

ini diberikan secara intravena. Untuk memperoleh awitan yang sangat cepat dapat

pula diberikan secara subkutan, pipa endotrakeal, inhalasi, atau topikal pada mata.

Pemberian peroral tidak efektif, karena epinefrin dapat dirusak oleh enzim dalam

usus.

Terapi adrenalin untuk syok anafilaktik

Pemberian injeksi adrenalin 1:1000 sebanyak 0.3-0.5 mg secara subkutan,

intramuskular, ataupun intravena bagi orang dewasa. Bagi anak-anak dosis

adrenalin hanya 0.01 mg/kgBB.

2) Ringer Laktat

Pemberian RL bertujuan untuk mengoreksi hipovolemia akibat kehilangan

cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam mengatasi syok

anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah

jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pada dasarnya, bila memberikan larutan

kristaloid, maka diperlukan jumlah 3–4 kali dari perkiraan kekurangan volume

plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan

cairan 20–40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid,

dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume

plasma. Cairan intravena kristaloid merupakan pilihan pertama dalam

melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler,

volume interstitial, dan intra sel.

3) Aminofilin

Aminofilin merupakan jenis teofilin yang berikatan dengan etilendiamin.

Indikasi pemberiannya jika terjadi obstruksi saluran nafas berat. Pada kasus

syok anafilaktik pemberian aminofilin hanya untuk maintenance apabila masih

terdapat bronkospasme yang menetap setelah pemberian epinefrin atau

adrenalin. Dosis yang diberikan pada dewasa 5-6 mg/kgBB intravena.

4) Difenhidramin

Difenhidramin merupakan obat antihistamin yang biasa digunakan sebagai

terapi adjuvan pada syok anailaktik karena efek antikolinergik dan

spasmolitiknya. Pemberian antihistamin ditujukan untuk mengobati manifestasi

klinis syok anafilaktik yaitu pruritus, urtikaria dan eritema pada kulit.

Pemberian antihistamin juga berguna untuk menghambat proses vasodilatasi

Page 14: SYOK ANAFILAKTIK.doc

dan peningkatan peningkatan permeabilitas vaskular yang diakibatkan oleh

pelepasan mediator dengan cara menghambat pada tempat reseptor-mediator

tetapi bukan bukan merupakan obat pengganti adrenalin. Dosis pemberian

antihistamin difenhidramin secara intravena pada orang dewasa 10 - 50 mg

perlahan (5-10 menit).

5) Dexamethasone

Pemberian kortikosteroid pada syok anafilaktik dilakukan dengan indikasi

bronkospasme yang menetap setelah pemberian epinefrin dan hipotensi yang

lama. Dosis dexamethasone pada orang dewasa adalah 100 mg secara intravena

dalam waktu 8 jam.

Page 15: SYOK ANAFILAKTIK.doc

BAB IV

KESIMPULAN

Syok anafilaktik adalah suatu respons hipersensitivitas yang diperantarai oleh

IgE yang ditandai dengan curah jantung dan tekanan arteri yang menurun hebat. Syok

anafilaktik memang jarang dijumpai, tetapi mempunyai angka mortalitas yang sangat

tinggi.

Pada kasus ini pasien mengalami syok anafilaktik akibat injeksi penisilin, maka

terapi yang hasrus dilakukan adalah :

1) Hentikan prosedur pemberian penisilin

2) Survey primer dan basic life support

- Baringkan pasien pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari

kepala untuk meningkatkan aliran baik vena dalam usaha memperbaiki

curah jantung dan menaikkan tekanan darah.

- Amankan jalan napas, bila terjadi gagal napas bisa dilakukan bantuan

napas atau diberikan oksigen.

- Bila terjadi kegagalan sirkulasi bisa diberikan kompresi pijat jantung

luar.

3) Terapi medikamentosa (segera) : injeksi adrenalin

4) Terapi medikamentosa (supportif) : pemberian aminofilin (bronkodilator),

difenhidramin (antihistamin), dan dexamethasone (kortikosteroid)

5) Terapi cairan kristaloid : Ringer Laktat

Diagnosis dan penanganan yang cepat pada kasus syok anafilakti sangat

diperlukan untuk mengurangi angka mortalitas pasien.

Page 16: SYOK ANAFILAKTIK.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Simons FE. Anaphylaxis. J AllergyClin Immunol. Feb 2008; 121 (2 Suppl):S402-

7; quiz S420.

2. Kemp SF, Lockey RF. Anaphylaxis : a review of causes and mechanisms. J

Allergy Clin Immunol. Sep 2002; 110(3):341-8.

3. Neugeut AI, Ghatak AT, Miller RL. Anaphylaxis in the United States: an

investigation into its epidemiology. Arch Intern Med. Jan 8 2001; 161(1):15-21.

4. Webb LM, Lieberman P. Anaphylaxis: a review of 601 cases. Ann Allergy

Asthma Immunol. Jul 2006;97(1):39-43.

5. Baratawidjaja KG, Rengganis I. Hipersensitivitas dalam Imunologi dasar. 2009.

Jakarta: FKUI. p.380.

6. Braganza SC, Acworth JP, Mckinnon DR, Peake JE, Brown AF. Paediatric

emergency department anaphylasxis: different patterns from adults. Arch Dis

Child. Feb 2006;91(2):159-63.

7. Bock Sa, Muhoz-Furlong A, Sampson HA. Fatalities due to anaphylactic

reactions to foods. J Allergy Clin Immunol. Jan 2001;107(1): 191-3.