12
SYNDROME OF INAPPROPRIATE ANTIDIURETIC HORMONE PENDAHULUAN Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone (SIADH) merupakan penyebab utama hiponatremia euvolemik pada pasien-pasien yang dirawat di rumah sakit. Sindrom ini pertama kali ditemukan oleh Schwartz dan kawan-kawan pada 2 pasien dengan karsinoma bronkogenik pada tahun 1957. (Schwartz WB, Bennett W, Curlop S, Barter FC. Hyponatremia in cases of lung carcinoma. Am J Med 1957;23:529-42.) SIADH adalah manifestasi klinik dan biokimia akibat banyak proses penyakit sehingga penyakit dasarnya harus ditelusuri. Sindrom ini didefinisikan sebagai hiponatremia dan hipoosmolalitas yang disebabkan oleh ketidaktepatan sekresi dan atau kerja hormon antidiuretik (ADH) yang tidak normal atau peningkatan volume plasma yang mengakibatkan gangguan ekskresi air. (medscape, prevalensi) Hiponatremia (kadar natrium < 136 mmol/L) merupakan gangguan elektrolit yang paling sering terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit dan terkait dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Hiponatremia ringan didefinisikan sebagai kadar natrium <135 mmol/L, sedang <132 mmol/L, berat <130 mmol/L dan mengancam nyawa <125 mmol/L atau kadar natrium rendah disertai gejala klinis. Jika hiponatremia didefinisikan sebagai keadaan rendahnya kadar natrium dengan kadar kurang dari 135 mmol/L, maka berbagai studi di Amerika Serikat melaporkan prevalensi antara 2,5% - 30%. (Stelfox HT, Ahmed SB, Khandwala F, Zygun D, Shahpori R, Laupland K. The epidemiology of intensive care unit-acquired hyponatraemia and

Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone

Embed Size (px)

DESCRIPTION

hiponatremia

Citation preview

Page 1: Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone

SYNDROME OF INAPPROPRIATE ANTIDIURETIC HORMONE

PENDAHULUAN

Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone (SIADH) merupakan

penyebab utama hiponatremia euvolemik pada pasien-pasien yang dirawat di rumah

sakit. Sindrom ini pertama kali ditemukan oleh Schwartz dan kawan-kawan pada 2

pasien dengan karsinoma bronkogenik pada tahun 1957. (Schwartz WB, Bennett W,

Curlop S, Barter FC. Hyponatremia in cases of lung carcinoma. Am J Med

1957;23:529-42.) SIADH adalah manifestasi klinik dan biokimia akibat banyak

proses penyakit sehingga penyakit dasarnya harus ditelusuri. Sindrom ini

didefinisikan sebagai hiponatremia dan hipoosmolalitas yang disebabkan oleh

ketidaktepatan sekresi dan atau kerja hormon antidiuretik (ADH) yang tidak normal

atau peningkatan volume plasma yang mengakibatkan gangguan ekskresi air.

(medscape, prevalensi)

Hiponatremia (kadar natrium < 136 mmol/L) merupakan gangguan elektrolit

yang paling sering terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit dan terkait

dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Hiponatremia ringan didefinisikan

sebagai kadar natrium <135 mmol/L, sedang <132 mmol/L, berat <130 mmol/L dan

mengancam nyawa <125 mmol/L atau kadar natrium rendah disertai gejala klinis.

Jika hiponatremia didefinisikan sebagai keadaan rendahnya kadar natrium dengan

kadar kurang dari 135 mmol/L, maka berbagai studi di Amerika Serikat melaporkan

prevalensi antara 2,5% - 30%. (Stelfox HT, Ahmed SB, Khandwala F, Zygun D,

Shahpori R, Laupland K. The epidemiology of intensive care unit-acquired

hyponatraemia and hypernatraemia in medical-surgical intensive care units. Crit

Care. 2008;12(6):R162., Upadhyay A, Jaber BL, Madias NE. Incidence and

prevalence of hyponatremia. Am J Med. Jul 2006;119(7 Suppl 1):S30-5.). Studi lain

melaporkan bahwa frekwensi hiponatremia ringan (kadar natrium 130 – 135 mmol/L)

adalah 30% pada pasien rawat inap dan hiponatremia sedang – berat (kadar natrium

≤125–129 mmol/L) sekitar 7 %. Hiponatremia di rumah sakit dapat terjadi akibat

pemberian cairan intravena yang hipotonik. SIADH juga dapat terjadi pada pasien

post operasi akibat stres, nyeri dan penggunaan obat-obatan. (freqw, gambar mek

adaptasi) (tumor)

Page 2: Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone

ETIOLOGI

SIADH dapat terjadi akibat hipersekresi ADH dari sumber utamanya di

hipothalamus maupun dari sumber ektopik. Penyebabnya dapat dikelompokkan ke

dalam 4 kelompok besar yaitu gangguan sistem saraf, neoplasma, penyakit

pulmonal dan obat-obatan yang mengakibatkan stimulasi pelepasan ADH, efek

terhadap kerja ADH serta mekanisme lain yang belum diketahui. Selain itu terdapat

kelompok penyebab lain yang tidak termasuk kelompok diatas. (medscape)

Sumber : Ellison DH, Berl T. The syndrome of inappropriate antidiuresis. N Engl J

Med. 2007;356(20):2064-2072

FISIOLOGI ADH

Hormon ADH disebut juga hormon AVP (vasopressin, arginin vasopresin)

adalah suatu oktapeptida yang mirip dengan oksitosin. Hormon ini disintesis di

badan sel neuron supraoptik dan nukleus paraventrikular hipotalamus anterior,

Page 3: Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone

kemudian dibawa melalui akson ke kelenjar pituitari posterior lalu disimpan dan

dilepaskan dari sana. (CV physiology concept)

Hormon ADH bekerja pada dua tempat yaitu ginjal dan pembuluh darah.

Fungsi utama hormon ini adalah meregulasi volume cairan ekstraseluler melalui

pengaturan reabsorpsi air pada ginjal. ADH bekerja pada duktus kolektivus melalui

reseptor V2 untuk meningkatkan permeabilitas air (mekanisme cAMP-dependent)

yang menyebabkan pembentukan urine berkurang. Hal ini akan meningkatkan

volume darah, cardiac output dan tekanan arterial. Fungsi lainnya adalah sebagai

vasokonstriktor. (CV physiology concept)

Gambar. Kerja hormon ADH (CV physiology concept)

Stimulus utama yang menyebabkan sekresi ADH adalah keadaan

hiperosmolalitas dan deplesi volume sirkulasi melalui osmoreseptor dan

baroreseptor. Terdapat 3 reseptor hormon ADH pada membran sel jaringan target

yaitu V1a, V1b (disebut juga V3) dan V2. Ketiga reseptor ini berperan pada berbagai

efek hormon ADH. Reseptor V1a merupakan reseptor sel otot polos vaskuler

meskipun juga ditemukan pada sel lain seperti hepatosit, miosit, trombosit, sel otak

dan testis. Sinyal reseptor V1a oleh aktivasi fosfolipase C dan peningkatan kalsium

intraseluler yang kemudian menstimulasi vasokonstriksi. Reseptor V1b (V3)

terutama pada pituitari anterior yang menstimulasi sekresi ACTH. Reseptor V2

bergabung dengan adenilat siklase, menyebabkan peningkatan cAMP intraseluler,

yang berperan sebagai second messenger. Reseptor V2 terutama ditemukan di

membran basolateral sel prinsipal pada tubulus konektivus dan duktus kolektivus

nefron distal. Aktivasi reseptor V2 menyebabkan insersi saluran aquaporin-2 pada

membran luminal duktus kolektivus sehingga menjadi lebih permeabel terhadap air.

Aktivasi reseptor V2 juga meningkatkan reabsorpsi urea dan natrium klorida oleh

lombus asenden loop of Henle yang mengakibatkan peningkatan tonisitas medullar

Page 4: Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone

dan gradien osmotik untuk mengabsorpsi air lebih banyak. Reseptor V2 juga

ditemukan pada sel endotel vaskuler. (Verbalis JG, Berl T. Disorders of water

balance. In: Brenner BM. Brenner & Rector's The Kidney. Vol 1. 8th ed. Saunders;

2007:459-491.)

Secara normal, sekresi ADH terhenti ketika osmolalitas plasma turun dibawah

275 mOsm/kg. Penurunan ini menyebabkan ekskresi air, sehingga urine terdilusi

dengan osmolalitas 40-100 mOsm/kg. Saat osmolalitas plasma meningkat, ADH

akan disekresi yang mengakibatkan peningkatan reabsorpsi air dan peningkatan

osmolalitas urine sampai 1400 mOsm/kg. Penurunan volume sirkulasi sekitar 8-10%

juga dapat menyebabkan peningkatan pelepasan ADH yang signifikan. Pada

keadaan fisiologis, reseptor volume dan osmoreseptor berperan mengatur

pelepasan ADH. ADH juga dapat dilepaskan sebagai respon terhadap stres, seperti

nyeri atau cemas maupun obat-obatan. (medscape)

PATOFISIOLOGI

SIADH merupakan sindrom akibat kelebihan air dan bukan akibat defisiensi

natrium. SIADH terdiri atas hiponatremia, peningkatan osmolalitas urine (>100

mOsm/kg) dan penurunan osmolalitas plasma pada pasien euvolemik. Diagnosis

SIADH ditegakkan pada keadaan fungsi jantung, renal, adrenal, hepatik dan tiroid

yang normal, tidak ada penggunaan terapi diuretik, dan tidak ada faktor lain yang

menstimulasi sekresi ADH seperti hipotensi, nyeri, nausea dan stres.

Pada SIADH terjadi sekresi ADH yang nonfisiologis yang akan meningkatkan

reabsropsi air sehingga menyebabkan hiponatremia dilusional. Ekspansi volume ini

mengaktifkan reseptor volume dan sekresi peptida natriuretik, sehingga terjadilah

natriuresis. (ppt) Efek klasik dari peptida natriuretik adalah natriuresis, diuresis dan

vasodilatasi. (NEJMcibr1204796)

Komplikasi neurologik terjadi sebagai akibat dari respon otak terhadap

osmolalitas. Hiponatremia dan hipoosmolalitas akan menyebabkan edema akut

pada sel otak. Edema serebral yang hebat dapat menyebabkan herniasi dan

berakibat fatal.

GAMBARAN KLINIS

Pada SIADH pasien biasanya euvolemik dan normotensi. Tidak ditemukan

edema paru maupun edema perifer, membran mukosa yang kering, turgor kulit yang

Page 5: Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone

menurun dan hipotensi. Jika terdapat edema pada pasien hiponatremia perlu

dipertimbangkan penyebab lain misalnya gagal jantung kongestif (CHF), sirosis atau

gagal ginjal kronik. (medscape)

Gejala yang terjadi terkait dengan berat atau onset terjadinya hiponatremia.

Penurunan kadar natrium yang lambat menunjukkan gejala yang lebih ringan jika

dibandingkan dengan penurunan yang cepat pada kadar yang sama. Pasien dengan

hiponatremia kronik mungkin menunjukkan reaksi yang lambat, perlambatan kognitif,

dan ataksia yang bisa meningkatkan kemungkinan pasien terjatuh. (medscape)

Pada beberapa pasien hiponatremia bisa tidak bergejala. Anoreksia, nausea,

dan malaise merupakan gejala awal yang dapat terlihat pada kadar natrium kurang

dari 125 mEq/L. Kadar yang lebih rendah dapat menyebabkan sakit kepala, kram

otot, iritabel, kebingungan, disorientasi, delirium, kelemahan otot menyeluruh,

mioklonik, tremor, kejang dan koma. Gejala ini terjadi akibat pergeseran tekanan

osmotik pada edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial. (medscape)

Pada SIADH pasien dapat menunjukkan gejala akibat peningkatan sekresi

ADH, seperti nyeri kronik, gejala akibat tumor Susunan Saraf Pusat atau tumor paru

(misalnya hemoptisis, sakit kepala kronik), trauma kepala dan penggunaan obat-

obatan. Pasien juga dapat mengalami rasa haus yang berlebihan sehingga asupan

cairan akan meningkat. (medscape)

Gejala klinis yang timbul akibat hiponatremia sangat bervariasi, dan sangat

tergantung pada beratnya hiponatremia, kecepatan terjadinya penurunan kadar

natrium dan gradien osmotik antara cairan intraseluler dan ekstraseluler. Pasien

dengan hiponatremia ringan (kadar natrium plasma > 130 mmpl/L) biasanya

asimptomatik. Pada kadar natrium antara 125 – 130 mmol/L, anoreksia, nausea,

muntah dan nyeri abdomen dapat terjadi. Jika kadar natrium turun sampai 115 – 125

mmol/L, agitasi, kebingungan, halusianasi, inkontinensia dan gejala neurologik lain

sering ditemukan. Hiponatremia yang lebih rendah dari 115 mmol/L dapat

mengakibatkan efek neurologik yang serius seperti kejang dan koma akibat

peningkatan tekanan intrakranial. Pada keadaan ini hiponatremia merupakan

kegawatdaruratan harus segera ditangani. Jika penyakit yang mendasarinya adalah

penyakit intrakranial, SOL atau telah menjalani tindakan neurosurgical maka onset

gejala dapat terjadi pada kadar natrium plasma yang lebih tinggi. (prevalensi)

Hal lain yang menentukan onset atau beratnya gejala adalah kecepatan

terjadinya penurunan kadar natrium plasma. Gejala klinis lebih cepat muncul jika

Page 6: Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone

penurunan terjadi dengan cepat. Hiponatremia kronik bisa terjadi tanpa gejala

meskipun kadarnya sudah sangat rendah. Pada keadaan hiponatremia akut,

konsekwensi patologik yang paling sering terjadi adalah edema serebral yang dapat

menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi serebral, hipoksia dan

bahkan kematian. Banyak pasien dengan hiponatremia kronik tidak menunjukkan

gejala meskipun kadar natriumnya sangat rendah oleh karena adanya mekanisme

adaptasi serebral. Mekanisme adaptasi diawali dengan kehilangan cairan

intraserebral dengan berkurangnya natrium dan kalium untuk mencegah edema

serebral dan penambahan air. Selanjutnya, glutamat, mioinositol, N-asetilaspartat,

aspartat, kreatin, taurin, gamma aminobutirat dan fosfoetanolamin akan keluar dari

otak sehingga menurunkan osmolalitas intraserebral. Hal ini menyebabkan

keseimbangan dengan osmolalitas plasma sehingga mencegah perkembangan

edema serebral. (prevalensi) (freqw, gambar mek adaptasi)

Gambar. Adaptasi otak terhadap hiponatremia (freqw, gambar mek adaptasi)

Namun demikian, meskipun mekanisme adaptasi ini dapat mencegah edema

serebral, hiponatremia kronik tidak boleh dianggap remeh, karena beberapa pasien

dapat mengalami kegagalan dalam adaptasi ini. Selain itu, suatu penelitian yang

melibatkan 122 pasien hiponatremia kronik ringan (126±5 mmol/L) mengalami jatuh,

gangguan berjalan dan gangguan perhatian lebih banyak dibandingkan dengan

kontrol. Beberapa data juga menunjukkan bahwa pasien usia lanjut dengan

hiponatremia mengalami fraktur tulang empat kali lipat dibandingkan dengan

kontrol. Studi ini didukung oleh penelitian eksperimental pada hewan coba yang

Page 7: Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone

menunjukkan bahwa hiponatremia kronik menginduksi kehilangan tulang yang berat

pada tikus. (prevalensi)

DIAGNOSIS

Diagnosis SIADH ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan

laboratorium. Adapun kriteria diagnosis SIADH adalah :

Sumber : Sumber : Ellison DH, Berl T. The syndrome of inappropriate antidiuresis. N

Engl J Med. 2007;356(20):2064-2072

Pada SIADH sering disertai kadar asam urat yang rendah (biasanya < 4

mg/dL). Hal ini terjadi akibat menurunnya reabsorpsi post-sekresi di tubulus distal

sehingga ekskresi asam urat meningkat. (lab) (medscape)

Pemeriksaan penunjang yang dapat membantu diagnosis SIADH diantaranya

: (medscape)

1. RIA untuk memeriksa kadar ADH plasma, namun pemeriksaan ini tidak rutin

dilakukan.

2. Foto thoraks untuk menemukan penyebab yang berasal dari paru-paru.

3. CT Scan atau MRI kepala untuk menemukan penyebab yang berasal dari SSP

(misalnya tumor) dan edema serebral yang merupakan komplikasi SIADH.

PROGNOSIS

Prognosis SIADH berhubungan dengan penyakit yang mendasari, beratnya

hiponatremia dan ketepatan koreksi. Terapi penyakit dasar yang tepat akan

memperbaiki kadar natrium. Meskipun demikian, pasien dengan gejala neurologik

atau mengalami hiponatremia berat meskipun tanpa gejala memungkinkan

Page 8: Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone

terjadinya gangguan neurologik yang permanen. Koreksi hiponatremia yang terlalu

cepat juga dapat menyebabkan gangguan neurologik yang permanen akibat Central

Pontine Myelinolysis (CPM).

KOMPLIKASI

SIADH dapat mengakibatkan komplikasi sebagai berikut :

1. Edema serebral yang dapat terjadi jika penurunan osmolalitas plasma terjadi

terlalu cepat lebih dari 10 mOsm/kg/jam. Hal ini dapat mengarah ke herniasi

serebral.

2. Edema pulmo non kardiogenik.

3. Central Pontine Myelinolysis (CPM) adalah komplikasi yang paling fatal akibat

koreksi hiponatremia yang terlalu cepat. Gejalanya berupa quadriparesis spastik

dan kelumpuhan pseudobulbar serta gangguan kesadaran (konfusi sampai

koma). (Kumar S, Fowler M, Gonzalez-Toledo E, Jaffe SL. Central pontine

myelinolysis, an update. Neurol Res. Apr 2006;28(3):360-6.

MORBIDITAS DAN MORTALITAS

Hiponatremia ringan biasanya asimptomatik, namun sudah dapat

menyebabkan gangguan yang cukup signifikan seperti berjalan tidak stabil sehingga

memperbesar kemungkinan untuk terjatuh. Hal ini lebih sering terjadi pada pasien

usia lanjut yang lebih sensitif terhadap perubahan kadar natrium. (Renneboog B,

Musch W, Vandemergel X, Manto MU, Decaux G. Mild chronic hyponatremia is

associated with falls, unsteadiness, and attention deficits. Am J Med. Jan

2006;119(1):71.e1-8.)

Mortalitas pasien dengan hiponatremia meningkat 60 kali lipat dibandingkan

dengan pasien tanpa hiponatremia, meskipun hal ini lebih terkait dengan kondisi

komorbid daripada hiponatremianya sendiri. Prediktor morbiditas dan mortalitas

mencakup onset yang akut dan beratnya hiponatremia. (Stelfox HT, Ahmed SB,

Khandwala F, Zygun D, Shahpori R, Laupland K. The epidemiology of intensive care

unit-acquired hyponatraemia and hypernatraemia in medical-surgical intensive care

units. Crit Care. 2008;12(6):R162). Jika kadar natrium kurang dari 105 mEq/L

komplikasi yang dapat mengakibatkan kematian lebih sering terjadi. (Ellison DH, Berl

T. Clinical practice. The syndrome of inappropriate antidiuresis. (N Engl J Med. May

17 2007;356(20):2064-72.)

Page 9: Syndrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone

Pada suatu studi retrospektif yang dilaporkan oleh Clayton dan kawan-kawan pada

tahun 2006, pasien hiponatremia dengan penyebab yang multifaktorial mengalami

mortalitas yang lebih tinggi. (Clayton JA, Le Jeune IR, Hall IP. Severe

hyponatraemia in medical in-patients: aetiology, assessment and outcome. QJM.

Aug 2006;99(8):505-11.). Penyebab hiponatremia lebih penting sebagai indikator

prognostik daripada kadar natrium pasien.