Syndroma Gagal Nafas Akut

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangSejak perang dunia I, banyak pasien tanpa kelainan pada paru, sepsis dan kondisi lainnya menyebabkan terjadinya gagal nafas, infiltrate yang difus pada roentgen paru dan kegagalan pernafasan (terkadang setelah selang waktu beberapa jam ataupun hari) yang ditemukan.(1)Pada tahun 1967 Ashbaugh dan kawan-kawan mempublikasikan artikel yang menggambarkan karekteristik klinis 12 pasien yang mengalami gagal nafas akut. Tidak satupun dari pasien tersebut yang menderita penyakit saluran nafas sebelumnya. Gagal nafas pada pasien-pasien tersebut ternyata terjadi akibat adanya penyakit serius lainnya, misalnya trauma yang berat, pankreatitis, dan penyalahgunaan obat. Gejala Klinis dan perubahan fisiologis yang terjadi ternyata menyerupai perubahan-perubahan yang terjadi pada neonatus yang mengalami gagal nafas akibat Infant Respiratory Distress Syndrome.(2). Berdasarkan hal itu pada pasien-pasien tersebut diberikan istilah Respiratory Distress Syndrome pada orang dewasa.(2,3) Sejak saat itu terminology tersebut dijadikan terminology yang baku dan disebut sebagai acult respiratory distress syndrome (ARDS)/syndrome gagal nafas pada orang dewasa. Dalam klinik istilah ARDS digunakan untuk pasien-pasien yang mengalami edema paru akut yang tidak disebabkan oleh kelainan jantung.(2)Sindrom distress respirasi dewasa (ARDS) adalah bentuk khusus kegagalan pernafasan yang ditandai dengan hipoksemia yang jelas dan tidak dapat diatasi dengan penangganan konvensional. Sindrom ini dikenal dengan banyak nama lainnya (shock lung, wet lung, adult hyaline membrane disease, stiff lung syndrome). Diperkirakan ada 150.000 orang yang menderita ARDS tiap tahunnya, dan tingkat mortalitasnya 50 %.(4)1.2 Rumusan MasalahBagaimana etiologi, pathogenesis, dan penatalaksanaan awal pada kasus kegawatdaruratan ARDS (acult respiratory distress syndrome)?1.3 Tujuan Mengetahui dan memahami etiologi, pathogenesis, dan penatalaksanaan awal pada kasus kegawatdaruratan ARDS (acult respiratory distress syndrome).

BAB IIPEMBAHASAN2.1 Anatomi alat pernafasan Pernapasan atau respirasi merupakan suatu proses pengambilan oksigendan pengeluaran karbon dioksida di dalam tubuh. Sistem pernapasan terdiridari alat-alat pernapasan yang berfungsi memasukkan udara yangmengandung oksigen dan mengeluarkan udara yang mengandung karbondioksida dan uap air ( H2O ).

Gambar 1. Sistem Pernapasan Manusia.a. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis).Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjarminyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera).Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewatsaluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yangberfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk. Di sebelah belakang rongga hidungn terhubung dengan nasofaring melalui dua lubang yang disebut choanaePada permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut halus dan selaputlendir yang berfungsi untuk menyaring udara yang masuk ke dalam ronggahidung.b. FaringUdara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakanpercabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagiandepan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang. Padabagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akanmenyebabkan pita suara bergetar dan terdengar sebagai suara.Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk kesaluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedangterbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwamenelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi bersamaan sehinggamengakibatkan gangguan kesehatan.Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yangkeluar masuk dan juga sebagi jalan makanan dan minuman yang ditelan,faring juga menyediakan ruang dengung (resonansi) untuk suarapercakapan.c. TrakeaTrakea berupa pipa yang panjangnya 10 cm, terletak sebagian dileher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding trakea tipis dan kaku,dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam ronggabersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masukke saluran pernapasan.Trakea terletak di sebelah depan kerongkongan (faring). Di dalamrongga dada, trakea bercabang menjadi dua cabang bronkus. Di dalamparu-paru, bronkus bercabang-cabang lagi menjadi saluran yang sangatkecil disebut bronkiolus. Ujung bronkiolus berupa gelembung kecil yangdisebut gelembung paru-paru (alveolus).d. LaringLaring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulangrawan. Laring berada diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring.Salah satu tulang rawan pada laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak diujung bagian pangkal laring. Laring diselaputi oleh membrane mukosayang terdiri dari epitel berlapis pipih yang cukup tebal sehingga kuat untukmenahan getaran-getaran suara pada laring. Fungsi utama laring adalahmenghasilkan suara dan juga sebagai tempat keluar masuknya udara.Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yangmembentuk jakun. Pangkal tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkaltenggorok (epiglotis). Pada waktu menelan makanan, katup tersebutmenutup pangkal tenggorok dan pada waktu bernapas katup membuka.Pada pangkal tenggorok terdapat selaput suara yang akan bergetar bila adaudara dari paru-paru, misalnya pada waktu kita bicara.e. BronkusTrakea bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan danbronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanyatulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkusyang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengansempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus.Bronkus sebelah kanan(bronkus primer) bercabang menjadi tigabronkus lobaris (bronkus sekunder), sedangkan bronkus sebelah kiribercabang menjadi dua bronkiolus. Cabang-cabang yang paling kecilmasuk ke dalam gelembung paru-paru atau alveolus.Dinding alveolus mengandung kapiler darah, melalui kapiler-kapiler darah dalam alveolusinilah oksigen dan udara berdifusi ke dalam darah. Fungsi utama bronkusadalah menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan keluar paru-paru.f. Paru-paruParu-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagiansamping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi olehdiafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-parukanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmosinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaputyang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusukdisebut pleura luar ( pleura parietalis ). Paru-paru tersusun oleh bronkiolus,alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Bronkiolus tidakmempunyai tulang rawan,tetapi ronga bronkus masih bersilia dan dibagianujungnya mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Setiap bronkiolus terminalis bercabang cabang lagi menjadi bronkiolus respirasi,kemudian menjadi duktus alveolaris. Pada dinding duktus alveolarismangandung gelembung-gelembung yang disebut alveolus.2.2 Transport Gas Pernapasan a) Ventilasi paru Ventilasi merupakan proses untuk menggerakan gas ke dalam dan keluar paru-paru.Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan thoraks yang elastis dan pernapasan yang utuh. Otot pernapasan inspirasi utama adalah diafragma. Diafragma dipersarafi oleh saraf frenik yang keluar dari medulla spinalis pada vertebra servicalkeempat. Perpindahan O2 di atmosfer ke alveoli,dari alveoli CO2 kembali ke atmosfer.Faktor yang mempengaruhi proses oksigenasi dalam sel adalah :a. Tekanan O2 atmosferb. Jalan nafasc. daya kembang toraks dan paru)d. Pusat nafas (Medula oblongata) yaitu kemampuan untuk meransang CO2 dalam darahb) Difusi gas Difusi merupakan gerakan molekul dari suatu daerah dengan konsentrasi yang lebih tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah. Difusi gas pernapasan terjadi di membran kapiler alveolar dan kecepatan difusi dapat dipengaruhi oleh ketebalan membran. Peningkatan ketebalan membrane merintangi proses kecepatan difusi karena hal tersebut membuat gas memerlukan waktu lebih lama untuk melewati membrane tersebut. Klien yang mengalami edema pulmonar, atau efusi pulmonar Membrane memiliki ketebalan membrane alveolar kapiler yang meningkat akan mengakibatkan proses difusi yang lambat, pertukaran gas pernapasan yang lambat dan menganggu proses pengiriman oksigen ke jaringan. Daerah permukaan membran dapat mengalami perubahan sebagai akibat suatu penyakit kronik, penyakit akut, atau proses pembedahan. Apabila alveoli yang berfungsi lebih sedikit maka darah permukaan menjadi berkurang O2 alveoli berpindah ke kapilerparu, CO2 kapiler paru berpindahkealveoli.Faktor yang mempengaruhi difusi : Luas permukaan paru Tebal membrane respirasi Jumlah eryth/kadar Hb Perbedaan tekanan dan konsentrasi gas Waktu difusi Afinitas gasc) Transportasi gasGas pernapasan mengalami pertukaran di alveoli dan kapiler jaringan tubuh. Oksigen ditransfer dari paru- paru alveoli dan kapiler jaringan tubuh. Oksigen ditransfer dari paru- paru ke darah dan karbon dioksida ditransfer dari darah ke alveoli untuk dikeluarkan sebagai produk sampah. Pada tingkat jarinagn, oksigen ditransfer dari darah ke jaringan, dan karbon dioksida ditransfer dari jaringan ke darah untuk kembali ke alveoli dan dikeluarkan. Transfer ini bergantung pada proses difusi. TransporO2 Sistem transportasi oksigen terdiri dari system paru dan sitem kardiovaskular. Proses pengantaran ini tergantung pada jumlah oksigen yang masuk ke paru-paru(ventilasi), aliran darah ke paru-paru dan jaringan (perfusi), kecepatan divusi dan kapasitas membawa oksigen. Kapasitas darah untuk membawa oksigen dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang larut dalam plasma, jumlah hemoglobin dan kecenderungan hemoglobin untuk berikatan dengan oksigen. Jumlah oksigen yang larut dalam plasma relatif kecil, yakni hanya sekitar 3%.Sebagian besar oksigen ditransportasi oleh hemoglobin. Hemoglobin berfungsi sebagai pembawa oksigen dan karbon dioksida. Molekul hemoglobindicampurdengan oksigen untuk membentuk oksi hemoglobin. Pembentukanoksihemoglobindengan mudah berbalik (revesibel), sehingga memungkinkanhemoglobindanoksigenberpisah, membuat oksigen menjadi bebas. Sehingga oksigen ini bias masuk ke dalam jaringan. TransporCO2 Karbon dioksida berdifusi ke dalam sel-sel darah merah dan dengan cepatdihidrasi menjadi asam karbonat(H2 CO3 ) akibat adanya anhidrasi karbonat.Asamkarbonat kemudian berpisah menjadi ion hydrogen(H+ )dan ion bikarbonat(HCO3-) berdifusi dalam plasma. Selain itu beberapa karbon dioksida yangadadalamseldarahmerah bereaksi dengan kelompok asam amino membentuk senyawa karbamino. Reaksi ini dapat bereaksi dengan cepat tanpa adanya enzim. Hemoglobin yangberkurang (deoksihemoglobin) dapat bersenyawa dengan karbon dioksida denganlebih midah daripada oksi hemoglobin. Dengan demikian darah vena mentrasportasi sebagian besar karbondoiksida.d) PerfusiPerfusi pulmonal adalah aliran darah aktual melalui sirkulasi pulmonalO2diangkutdlmdarah; dalam eritrosit bergabung dgn Hb(oksi Hb) / Oksihaemoglobin(98,5%) dalam plasma sbg O2 yg larut dlm plasma (1,5%)Fungsi paru, yg mencerminkan mekanisme ventilasi disebut volume paru dan kapasitasparu.Volumeparudibagimenjadi: Volume tidal (TV) volume udara yang dihirup dan dihembuskan setiap kali bernafas. Volume cadangan inspirasi (IRV) , volume udara maksimal yg dapat dihirup setelahinhalasinormal. Volume Cadangan Ekspirasi (ERV), volume udara maksimal yang dapat dihembuskandengankuatsetelahexhalasinormal. Volume residual (RV) volume udara yg tersisa dalam paru-paru setelah ekhalasimaksimal.KapasitasParu: Kapasitas vital (VC), volume udara maksimal dari poin inspirasi maksimal. Kapasitas inspirasi (IC) Volume udara maksimal yg dihirup setelah ekspirasi normal. Kapasitas residual fungsiunal (FRC), volume udara yang tersisa dalam paru-parusetelahekspirasinormal. Kapasitas total paru (TLC) volume udara dalam paru setelah inspirasi maksimal.2.3 Definisi ARDSDefinisi dari ARDS selalu berganti tiap waktu. Pada awal tahun 1960 Burke dan kawan-kawan menggunakan istilah High Output Respiratory Failure untuk menggambarkan type dari gagal nafas yang ditandai dengan ketidakmampuan untuk melakukan oksigenasi yang adekuat dan pengeluaran karbondioksida. Hal yang sering digunakan untuk menggambarkan sindroma ini termasuk : pernyakit membrane hialin pada orang dewasa, sindroma insufisiensi pernafasan pada orang dewasa, atelektasis kongesti, sindroma perdarahan paru, Da Nang Lung, stiff-lung sindroma, dan lain sebagainya.(3)Sindroma gagal nafas adalah gangguan fungsi paru akibat kerusakan alveoli yang difus, ditandai dengan kerusakan sawar membrane kapiler alveoli, sehingga menyebabkan terjadinya edema alveoli yang kaya protein disertai dengan adanya hipoksemia. Kelainan ini umumnya timbul mendadak pada pasien tanpa kelainan paru sebelumnya dan dapat disebabkan oleh berbagai macam keadaan.(2)2.4 Epidemiologi Institusi kesehatan nasional memperkirakan pada tahun 1942 terdapat 150 ribu kasus baru dari ARDS pertahunnya di Amerika Serikat, dengan insiden sebesar 75 kasus per 100.000/tahun. Insiden ARDS sangat sulit untuk ditentukan keakuratannya karena perubahan dari definisi, kegagalan untuk mendapatkan data yang komplit dan keragu-raguan tentang populasi yang benar. Dari beberapa kemungkinan studi Kohort yang baru-baru ini ditemukan lebih banyak peningkatan kecepatan tingkat insidensi, yaitu berubah dari 1,53,5 kasus/100.000/tahun di Pulau Kanari menjadi 4,88,3 kasus/100.000/tahun di Negara Utah. Studi lain menemukan insiden 4,5 dan 3,0 per 100.000/tahun di U. Kingdom dan di Berlin.(5) Insiden ARDS ini berubah-ubah tergantung dari kriteria diagnosis yang digunakan untuk definisi yang diberikan, sebagai penyakit yang mendasari menjadi suatu faktor resiko. Perkiraan insiden ARDS di Amerika Serikat setiap tahunnya setelah dijumlahkan mendekati 150 ribu kasus baru pertahunnya. Dalam penelitian oleh Fowler dkk insiden ini bervariasi dari 2% (yaitu pada pasien post coronary arteri baypass atau pasien terbakar) menjadi 36% (yaitu pada Gastric broncho aspirasi). Dalam penelitian Kohort yang serupa, Pepe dkk menemukan bahwa insiden ARDS berkisar dari 8% (pada pasien dengan multipel fraktur) menjadi 38% (pada pasien dengan sepsis).(3)2.5 Etiologi ARDS terjadi jika paru-paru terkena cedera baik secara langsung maupun tidak langsung.(4) Berdasarkan mekanisme patogenesisnya maka penyakit dasar yang menyebabkan sindrom ini dapat dibagi menjadi 2 kelompok :1. Penyakit yang langsung mengenai paru-paru Aspirasi asam lambung Tenggelam Kontusio paru Infeksi paru yang difusi Inhalasi gas toksik Keracunan oksigen2. Penyakit yang tidak langsung mengenai paru-paru Sepsis Pankreatitis akut Trauma multiple Penyalahgunaan obat Renjatan hipovolemik Transfusi berlebihan Pasca transplantasi paru Pasca operasi pintas jantung-paru. (1,2)2.6 Patogenesis Masih belum jelas diketahui mengapa ARDS yang mempunyai sebab bermacam-macam dapat menjadi sindrom klinis dan patofisiologi yang sama.(4) Sindrom gagal nafas pada orang dewasa selalu berhubungan dengan dengan penambahan cairan dalam paru dan merupakan suatu edema paru yang berbeda dengan edema paru akibat kelainan jantung oleh karena tidak adanya peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru. Mula-mula terjadi kerusakan membran kapiler alveoli, kemudian terjadi peningkatan permeabilitas endotel kapiler paru dan epitel alveoli yang menyebabkan edema alveoli dan interstitial.(2)ARDS identik dengan kerusakan paru yang luas yang ditandai dengan trias ARDS (sindrom gawat pernafasan akut) yakni perburukan paru yang akut oleh karena infeksi, infiltrasi pada seluruh lapang paru dan hipoksemia. Sekalipun sebab utamanya dari kerusakan ini adalah inhalasi atau intoksinasi, akan tetapi ada juga bentuk penyebab yang dikaitkan dengan kerusan yang luas ini, yakni Infeksi akut yang mengenai seluruh bagian paru, sehingga fungsi paru memburuk dengan cepat. (7) Sesuai dengan definisi ARDS yang ada maka bebrapa kriteria harus dipenuhi, antara lain: Kerusakan primer pada paru itu sendiri Kerusakan terjadi selama 24-48 jam pertama Kelainan paru ini bersifat ekstensif, progresif dan bilateral Terjadi kegagalan pertukaran udara di paru harus berlangsung secara akut dan bermanifestasi sebagai hipoksemia. (7)Kriteria yang ditentukan oleh Petty, T.L. tentang diaknosis ARDS adalah: Penyebab. Paru atau bukan paru, seperti renjatan (shock), tetapi bukan COPD dan dekompensasi jantung kiri Harus mempunyai distress respirasi (kesulitan bernapas) Takipnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 20 kali/menit Terjadi pernapasan yang berat Terjadi sianosis bila bernapas di udara biasa RadiologiTerdapat infiltrat pneumonia yang menyeluruh Analisis gas darahApabila FiO2 lebih dari 60%, maka PaO2 akan kurang dari 50 mmHg Kompliance paru meningkat menjadi 50cc/cm (normal antara 20-30 cc/cm) Dengan semakin bertambahnya hubungan antara vena dan arteri secara langsung maka akan mengakibatkan makin bertambahnya besar ventilasi dead space. (7)Setiap pasien yang dirawat di rumah sakit oleh penyebab bukan paru. Misalnya oleh karena sepsis dan kemudian tiba-tiba terjadi perburukan pernapasan, maka harus dicurigaisebagai ARDS. Keadaan ini akan diikuti dengan perburukan sirkulasi, antara lain terjadi hipotensi. Keadaan ini sulit dibedakan dengan renjatan sepsis (septic shock). Akan tetapi pada keadaan dimana sepsis telah dapat diatasi dan pasien kembali mendapat sesak napas, maka harus dicurigai sebagai ARDS dengan infeksi nosokomila. (7)Penyebab lainnya dari ARDS adalah aspirasi dari asam lambung, terutama setelah diberikan pengobatan antasida. Oleh karena bakteri akan mudah tumbuh di dalam lambung dan apbila terjadi aspirasi, maka berbagai mikroorganisme akan masuk ke paru-paru yang kemudian akan diikuti oleh berbagai gejala akut pernapasan. Penyebab lainnya adalah trauma toraks, keracunan berbagai obat, akibat pemberian zat kkontaks pada pemeriksaan radiologi, setelah transfusi darah dan inhalasi gas.Apapun penyebabnya, trias utama dari ARDS, yakni perburukan faal paru secara akut, ditemukan infiltrasi yang luas pada seluruh lapang paru, dan hipoksemia, merupakan tonggak dalam menegakkan diaknosis ARDS. Oleh karena dasar dari ARDS adalah infeksi, maka edema paru, perdarahan intraalveolaris, dan perburukan faal paru yang cepat yang tidak disertai dengan infeksi pada paru tidak dimasukkan ke dalam kategori ini. Untuk membedakan ARDS dengan edema paru adalah digunakan wedge pressure (tekanan baji). Pada edema paru tekanan baji akan meningkat, sedangkan pada ARDS normal. Dua puluh persen (20%) dari edema paru dapat disertai dengan ARDS. Bedanya adalah pada edema paru bayangan edema akan menghilang setelah dekompensasi jantung diatasi, sedangkan pada ARDS bayangan infeksi akan menetap dan menghilang hanya setelah pemberian antibiotik dalam waktu yang relatif cukup lama. Perdarahan intra-alveolaris juga dapat memberikan gejala ARDS, akan tetapi hematokrit akan menurun pada perdarahan yang luas di intra-alveolaris, sedangkan pada ARDS hematokrit akan tetap normal. Perbedaan yang lainnya adalah pada ARDS alveolus banyak mengandung makrofag, sedangkan pada perdarahan intra-alveolaris, alveolus banyak mengandung eritrosit. Gambaran metastasis yang miliar dari keganasan juga dapat memberikan gambaran radiologi yang sama dengan ARDS, terlebih-lebih bila gambaran radiologi tersebut menetap. Namun buruknya pernapasan dan hipoksemia yang mendadak hanya terjadi pada metastasis miliar. Disamping itu tedapatnya sel gangs pada bilasan bronkus atau pemeriksaan lainnya menunjukkan adanya proses yang miliar. (7)Berbagai perubahan yang cepat yang dapat dicatat pada ARDS adalah sebagai berikut : Terdapatnya shunting dari vena kearah arteri, sehingga darah tidak mengalami oksigenasi. Hipoksemia ini diperburuk oleh adanya atelektasis yang luas, dimana juga dapat menyebabkan terjadinya hubungan antara bronkus respiratorius. Bertambahnya dead space Dead space bertambah sampai 60% dan keadaan ini dikompensasi dengan prekuensi pernapasan yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh karena diperlukan udara dalam jumlah yang besar untuk mempertahankan PaCO2 yang masih tetap tinggi, dan karena itu tetap diperlukan pentilasi permid yang tinggi untuk mengeluarkan CO2. Bekurangnya compliance paruKarena paru-paru terisi oleh eksudat atau cairan edema, maka paru-paru akan menjadi kaku (iron lung) dan pada keadaan ini diperlukan suatu tekanan yang tinggi untuk mengembangkan paru Terjadinya bronkospasme menyebabkan resistensi dari saluran pernapasan menjadi meningkat. Tekanan arteri pulmonaris mengalami peningkatan. Hal ini dapat dibuktikan dengan kateterisasi pembuluh darah pulmonaris. (7)Perubahan yang dialami paru, baik klinis, radiologi, maupun patologi, dapat di gambarkan sebagai berikut: Pase eskudat Begitu terjadi ARDS, permeabilitas membrana basalis dari alveoli meninggi dan menyebabkan alveoli penuh dengan cairan yang mengandung protein dengan kadar tinggi. Keadaan ini disebabkan oleh karena rusaknya endotel kapiler dan epitel dari alveoli.Beberapa jam kemudia makropag yang ada di paru akan mengeluarkan sitokinase yang menyebabkan berkurangnya leukosit, yakni dari sirkulasi masuk ke sakus alveolaris dalam waktu 24-48 jam pertama dan setelah itu akan diikuti dengan netrofil, yang akan terlihat dijaringan interstisial dan di dalam alveoli.Netrofil memegang peranan penting didalam terjadinya kerusakan paru oleh karena netrofil dapat mengeluarkan protease dan membebaskan zat oksigen reaktif. Mikro emboli dapat terjadi diseluruh lapang paru dan menyebabkan terganggunya pertukaran gas selain itu mikro emboli juga merupakan penyebab terjadinya gambaran infiltrat yang luas dan juga memberikan kesan bahwa paru merupakan benda yang padat. Fase profelasi Setelah terjadi kerusakan yang luas pada paru, 3-4 hari kemudian sel-sel epitel tipe 2 akan mengalami multiplikasi dan setelah itu akan diikuti dengan proliperasi fibroblas, sehingga terjadi pembentukan jaringan ikat, begitu pula pada ruangan alveoli juga terjadi pembentukan jaringan ikat dan hal ini mengakibatkan difusi dari gas mengalami gangguan. Proses granulasi ini terus berlanjut, yakni dimulai dari seminggu setelah serangan ARDS akut. Fase penyembuhan Selama fase kedua dari ARDS faal paru tidak akan perah kembali norma, oleh karena itu unit paru tidak akan melakukan fungsinya. Dalam keadaa ini pasien memerlukan oksigen dalam konsentrasi tinggi dan ventilator.Bila proses tersebut tetap ekstensif, maka pasien akan meninggal. Akan tetapi apabila keadaan faal paru dapat kembali normal setelah fase ketiga, maka paru akan kembali normal setelah ventilator dilepas, yakni antara waktu 6-12 minggu.Tentang perubahan patologi ARDS masih sedikit diketahui. Akan tetapi secara radiologi ditemukan adanya infiltrat retikular yang luas yang menandakan bahwa jaringan fibrosis telah diganti dengan jaringan retikulasu. Setelah terjadi penyembuhan beberapa bulan gejala sisa ARDS masih dapat dilihat dalam bentuk garis-garis densitas yang kusut dan sekitar 75% akan meninggalkan gejala berupa penurunan dari faal paru restriktif. (7)Penyelidikan dengan mikroskop elektron menunjukkan pembatas udara-darah terdiri dari pneumosit tipe I (sel-sel penyokong) dan pneumosti tipe II (sumber surfaktan) bersama-sama dengan membran basalis dari sisi alveolar; pembatas tersebut bersinggungan dengan membran basalis kapiler dan sel-sel endotel. Selain itu alveolus juga memiliki sel-sel jaringan pengikat yang bekerja sebagai pembantu dan pengatur volume. Membran kapiler alveolar dalam keadaan normal tidak mudah ditembus partikel-partikel. Tetapi dengan adanya cedera, maka terjadi perubahan pada permeabilitasnya, sehingga dapat dilalui cairan, sel darah merah dan protein darah. Mula-mula cairan akan berkumpul pada interstitium dan jika melebihi kapasitas interstitium, cairan akan berkumpul di rongga alveoli , sehingga mengakibatkan ateletaksis kongestif.(4)Mekanisme yang pasti kerusakan endotel pada sindrome gagal nafas pada orang dewasa belum diketahui, walaupun telah dibuktikan adanya peran beberapa sitokin. Adanya faktor pencetus misalnya toksin kuman akan merangsang neutrofil dan makrofag untuk memproduksi TNF dan IL-1. Sitokin ini selanjutnya akan menyebabkan adhesi neutrofil dan merangsang makrofag untuk kembali memproduksi TNF dan IL-1 serta mediator toksik lainnya oksigen radikal bebas, protease, metabolit arakidonat, dan platelet activating factor. Adhesi granulosit neutrofil selanjutnya akan merusak sel endotel dengan cara melepaskan protease sehingga dapat menghancurkan struktur protein seperti kolagen, elastin, fibronektin, serta menyebabkan proteolisis plasma dalam sirkulasi. Beberapa hal yang menyokong peran granulosit dalam proses timbulnya sindrom gagal nafas adalah adanya granulositopenia yang berat pada binatang percobaan yang disebabkan berkumpulnya granulosit dalam paru-paru.Pada keadaan normal, paru mempunyai mekanisme proteksi untuk melindungi sel-sel parenkim paru karena adanya antiprotease dan antioksidan dalam bentuk glutation. Pada sindrom gagal nafas ini didapatkan adanya defisiensi glugation serta hambatan aktivitas antiprotease. Biopsi paru pasien sindrom gagal nafas pada orang dewasa menunjukkan adanya pengumpulan granulosit secara tidak normal teraktivasi tersebut akan melepaskan enzim proteolitik seperti elastase, kolagenase dan juga oksigen radikal yang dapat menghambat aktivitas antiprotease paru.(2)2.7 Patofisiologi Dasar kelainan dari ARDS adalah kerusakan pada pertahanan alveolar capillary. Selain itu fakta saat ini terjadinya ARDS tidak sesederhana berasal dari edema pulmonal akibat peningkatan permeabilitas microvaskular, tetapi mempunyai manifestasi yang lebih menyeluruh dari kerusakan permeabilitas.(3)Peningkatan permiabilitas kapiler akan menyebabkan cairan merembes ke jaringan interstitial dan alveoli, menyebabkan edema paru, paru menjadi kaku dan kelenturan paru (complience) menurun. Kapasitas sisa fungsional juga menurun. Hipoksemia yang berat merupakan gejala penting sindrom gagal nafas pada orang dewasa. Penyebab utama hipoksemia pada sindrom gagal nafas ini adalah adanya pirau aliran darah paru intrapulmonal masif. Pada keadaan normal pirau intrapulmonal ini didapatkan dalam presentase yang kecil dari curah jantung total. Pada sindrom gagal nafas ini pirau tersebut meningkat hingga 25-50% dari curah jantung total dan hal ini terjadi karena adanya perfusi yang persisten pada alveoli yang kolaps/alveoli yang terisi cairan. Akibat darah yang mengalir dari arteri pulmonalis tidak dapat terpajan dengan udara dalam alveoli dan tidak terjadi pertukaran gas sehingga menyebabkan terjadi ketidakseimbangan antara ventilasi-perfusi.(2)2.8 Gejala KlinisManifestasi klinis sindrom gagal nafas akut bervariasi tergantung dari penyebab. Penyebab yang paling penting adalah sepsis oleh kuman gram negatif, trauma berat, operasi besar, trauma kardiovaskuler, pneumonia karena virus influenza dan kelebihan dosis narkotik. Yang khas adalah adanya masa laten antara timbulnya faktor predisposisi dengan timbulnya gejala klinis sindrom gagal nafas selama sekitar 18-24 jam. Gejala klinis yang paling menonjol adalah sesak napas,(2) napas cepat, batuk kering, ketidaknyamanan retrosternal dan gelisah. Pasien yang memiliki keadaan yang lebih berat dari gagal nafas bisa terjadi sianosis.(3)Pada saluran nafas orang dewasa didapatkan trias gejala yang penting yaitu hipoksia, hipotensi dan hiperventilasi. Pada tahap berikutnya sesak nafas bertambah, sianosis menjadi lebih berat dan mudah tersinggung.(2)2.9 Diagnosis Menurut fakta sampai sekarang belum ada cara penilaian yang spesifik dan sensitive terhadap kerusakan endotel/epitel, diagnosis ARDS ditegakkan dengan kriteria phisiologi, namun hal ini masih kontroversi. Meskipun begitu, pemeriksaan laboratorium dan gambaran radiologi mungkin berguna.(3)Pada tahap dini ARDS, pemeriksaan fisik mungkin tidak banyak ditemukan kelainan, tetapi kemudian didapatkan adanya krepitasi yang meluas pada lapangan paru dalam waktu yang singkat. Pemeriksaan laboratorium yang paling dini menunjukkan kelainan dalam analisis gas darah berupa hipoksemia, kemudian hiperkapnia dengan asidosis respiratorik pada tahap akhir.(2)Mula-mula tidak ada kelainan jelas pada foto dada. Setelah 12-24 jam tampak infiltrat tanpa batas-batas yang tegas pada seluruh lapangan paru, mirip dengan edema paru pada gagal jantung tetapi tanpa tanda-tanda pembesaran jantung dan tanda bendungan lainnya. Infiltrat tersebut biasanya meluas dengan cepat dan simetris dalam beberapa jam/hari sehingga mengenai seluruh lapangan paru tetapi kedua sinus kostofrenikus masih tetap normal (bilateral white-out). Infiltrat dapat juga bertambah secara lambat dan asimetris.(2,3)Biasanya perbaikan foto dada pada ARDS lambat, sedangkan pada edema paru oleh gagal jantung, infiltratnya cepat menghilang dengan pemberian diuretik.(2)Pada pemeriksaan laboratorium, hasil analisa gas darah abnormal. Rasio PaO2 terhadap fraksi O2 yang dihirup (FiO2) menurun dibawah 200. Awalnya terdapat alkalosis respirasi yang kemudian dalam perjalanan penyakit menjadi asidosis respiratorik karena eliminasi CO2 menurun. Leukositosis atau leukopenia, anemia, trombositopenia. Jarang terjadi disseminated intravascular coagulation (DIC) yang dapat terjadi pada keadaan sepsis, trauma berat atau trauma kepala.(6)

Gambaran radiologyAcute Respiratory Distress Syndrome2.10 Diagnosa BandingDiagnosa banding dari ARDS adalah penyakit-panyakit yang berhubungan dengan terbentuknya infiltrat pada di paru seperti gagal jantung kongestif, infeksi paru yang luas.(6)2.11 PenatalaksanaanSecara farmakologi tidak ada pengobatan yang diberikan pada ARDS. Pengobatan hanya ditunjukkan untuk tindakan pencegahan penyakit paru primer saja. Pengobatan yang diberikan adalah hanya untuk memonitor timbulnya penyakit tersebut. Salah satu cara untuk mengatasi terjadinya kegagalan pernafasan adalah dengan menggunakan ventilator dengan siklus volume yang dapat memberikan frekuensi yang tinngi dengan volume yang kecil, serta dapat menjaga agar volume tetap berkisar antara 7-10 cc/kg BB dengan kecepatan pernafasan antara 15-25 kali/menit. Untuk mencegah produksi CO2 dapat digunakan sedatif atau obat-obat paralisis otot. Hal ini bertujuan untuk menekan metabolisme di dalam otot, selain untuk mengurangi perlawanan pasien pada waktu pemasangan ventilator. (7)Setelah dilakukan intubasi pasien diberikan 100% oksigen sampai keadaannya menjadi stabil dan kemudian kadar oksigen diturunkan untuk mencegah terjadinya intoksikasi oksigen. Dalam hal ini dapat diperti,bangkan pemberian PEEP apabila kadar oksigen mengalami penurunan, hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya atelektasis, asalkan saja diingat pengaruhnya terhadap penururnan cardiac output. Pemberian PEEP dimulai dari tekanan 5 cmH2O. Bila perlu dapat dipasang kateter Swanz Gans untuk memonitor PaO2 dan cardiac output sewaktu menaikkan tekanan sebesar 2-3 cmH2O. Biasanya dengan tekanan 5-15 cmH2O telah cukup untuk mencapai oksigenasi darah arterial, hanya saja kedang-kadang diperlukan tekanan sampai 20-25 cmH2O. (7)Mortalitas sindrom gagal napas pada orang dewasa tinggi yaitu mencapai 50% dan tidak tergantung pada pengobatan yang diberikan. Karena itu pencegahan terhadap timbulnya ARDS sangat penting dan faktor-faktor predisposisi seperti sepsis, peneumoni aspirasi dan pengenalan diri terhadap ARDS perlu diperhatikan dengan baik. Pengobatan dalam masa laten lebih mungkin berhasil daripada sudah timbul gejala sindrom gagal nafas.Tujuan pengobatan adalah sama walaupun etiologinya berbeda yaitu mengembangkan alveoli secara optimal untuk mempertahankan gas darah arteri untuk oksigenasi jaringan yang adekuat, keseimbangan asam basa dan sirkulasi dari tingkat yang dapat ditoleransi sampai membran alveoli utuh kembali. Pemberian cairan harus hati-hati, terutama kalau sindroma gagal nafas disertai kelainan fungsi ginjal dan sirkulasi, sebab dengan adanya kenaikan permeabilitas kapiler paru, cairan dari sirkulasi merembes ke jaringan interstitial dan memperberat edema paru. Cairan diberikan cukup untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat (denyut jantung yang tidak cepat, ekstremitas hangat dan diuresis yang baik) tanpa menimbulkan edema atau memperberat edema paru.Pemberian albumin tidak terbukti efektif pada ARDS, sebab pada kelainan permeabilitas yang luas albumin akan ikut masuk ke ruang ekstravaskular.Secara umum obat-obat yang diberikan dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu :a) Obat untuk menekan proses inflamasi KortikosteroidSaat ini efek steroid masih dalam penelitian dan penggunaan secara rutin tidak dianjurkan kecuali bila ada indikasi yang spesifik yang berkaitan dengan penyakit dasarnya. Steroid dapat mengurangi pembentukan kolagen dan meningkatkan penghancuran kolagen sehingga penggunaannya mungkin bermanfaat untuk mencegah fibrosis paru pada pasien yang bertahan hidup. Kortikosteroid biasanya diberikan dalam dosis besar, lebih disukai metilprednisolon 30 mg/kg berat badan secara intravena setiap 6 jam. Protaglandin E1Obat ini mempunyai efek vasodilator dan antiinflamasi serta antiagregasi trombosit. Sebanyak 95% PGE1 akan dimetabolisme di paru sehingga bersifat selektif terhadap pembuluh darah paru dengan efek sistemik yang minimal. Pemberian secara aerosol dilaporkan dapat memperbaiki proses ventilasi perfusi karena menyebabkan dilatasi pembuluh darah pada daerah paru yang ventilasinya masih baik. Walaupun demikian penggunaan PGE1 dalam klinis masih memerlukan penelitian lebih lanjut. KotekonazolDapat menghambat sintesis tromboksan dan leukotrien dan pada sejumlah kecil kasus dapat bermanfaat untuk pencegahan pada pasien yang mengalami sepsis akibat trauma multipel. Anti endotoksin dan antisitokinin Antibodi terhadap endotoksin dan sitokin akhir-akhir ini sedang diteliti. Sejauh ini penggunaan secara rutin obat-obat ini masih belum dianjurkan.b) Obat untuk memperbaiki kelainan faal paru : Amil nitritDapat diberikan intravena untuk memperbaiki proses ventilasi perfusi dengan cara meningkatkan refleks pembuluh darah paru akibat hipoksia. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efek tersebut. Oksida nitritPemberian secara inhalasi dalam dosis rendah akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah paru secara selektif khususnya pada daerah paru dengan ventilasi yang masih baik. efek oksida nitrit ini diharapkan dapat mengurangi pirau intrapulmonal, memperbaiki proses ventilasi-perfusi sehingga akan meningkatkan oksigen arteri pulmonalis. Sayangnya hingga saat ini belum ada data yang menunjukkan prognosis pada pasien yang mendapatkan oksida nitrit AntibiotikKarena angka kejadian sepsis tinggi pada pasien yang mengalami ARDS maka dianjurkan untuk diberikan sejak awal antibiotik yang berspektrum luas, hingga didapatkan adanya sumber infeksi yang jelas serta adanya hasil kultur.Ventilasi mekanis dilakukan kalau timbul hiperkapnia, kalau pasien lelah dan tidak dapat lagi mengatasi beban kerja nafas atau timbulnya renjatan. Tujuan ventilasi mekanis adalah mengurangi kerja nafas, memperbaiki oksigenasi arterial, dengan pemakaian O2 yang non toksik.(2)Pemberian tekanan positif akhir ekspirasi (PEEP) dengan respirator volume merupakan langkah besar dalam penanganan ARDS. PEEP membantu memperbaiki sindrom distress pernafasan dengan mengembangkan daerah yang sebelumnya mengalami ateletaksis dari kapiler. Keuntungan lain dari PEEP adalah alat ini memungkinkan pasien untuk mendapatkan FiO2 dalam konsentrasi yang lebih rendah. Hal ini penting karena pada satu segi FiO2 yang tinggi umumnya diperlukan untuk mencapai PaO2 dalam kadar minimal, dan pada segi lain oksigen konsentrasi tinggi bersifat toksik terhadap paru-paru dan menyebabkan ARDS. Efek dari PEEP adalah memperbaiki tekanan oksigen arterial dan memungkinkan penurunan FiO2. Bahaya yang mungkin terjadi dalam penggunaan PEEP adalah pneumothoraks dan terganggunya curah jantung karena tekanan yang tinggi. Perhatian dan pemantauan yang ketat ditujukan untuk mencapai PEEP terbaik yaitu ventilasi pada tekanan akhir ekspirasi yang menghasilkan daya kembang paru terbaik dan penurunan PaO2 dan curah jantung yang minimal.Karena penimbunan cairan pada paru-paru merupakan masalah, maka pembatasan cairan dan terapi diuretik merupakan tindakan lain yang penting dalam penanganan ARDS. Antibiotik yang tepat diberikan untuk mengatasi infeksi. Meskipun penggunaan kortikosteroid masih kontroversial, tetapi banyak pusat kesehatan menggunakan kortikosteroid dalam penanganan ARDS walaupun manfaatnya masih belum jelas diketahui.(4)2.12 KomplikasiInfeksi paru dan abdomen merupakan komplikasi yang sering dijumpai. Adanya edema paru, hipoksia alveoli, penurunan surfaktan akan menurunkan daya tahan paru terhadap infeksi.(2)2.13 Prognosis Mortalitas rata-rata sekitar 50-60%. Mortalitas sekitar 40% didapatkan pada pasien dengan gagal nafas saja, sedangkan pada pasien dengan sepsis atau adanya kegagalan organ utama didapatkan mortalitas sekitar 70-80% dan bahkan bisa sampai 90% kalau sindrom gagal nafas amat berat. Pada pasien yang bertahan hidup, umumnya fungsi paru akan kembali setelah berbulan-bulan, namun harapan tersebut sangat kecil karena pasien yang menderita ARDS akan mengalami kerusakan paru yang permanen dengan infeksi dan fibrosis.(2)

BAB IIIPENUTUP3.1 KesimpulanSindroma gagal nafas adalah gangguan fungsi paru akibat kerusakan alveoli yang difus, ditandai dengan kerusakan sawar membrane kapiler alveoli, sehingga menyebabkan terjadinya edema alveoli yang kaya protein disertai dengan adanya hipoksemia. Kelainan ini umumnya timbul mendadak pada pasien tanpa kelainan paru sebelumnya dan dapat disebabkan oleh berbagai macam keadaanInstitusi kesehatan nasional memperkirakan pada tahun 1942 terdapat 150 ribu kasus baru dari ARDS pertahunnya di Amerika Serikat, dengan insiden sebesar 75 kasus per 100.000/tahun. Insiden ARDS sangat sulit untuk ditentukan keakuratannya karena perubahan dari definisi, kegagalan untuk mendapatkan data yang komplit dan keragu-raguan tentang populasi yang benar.ARDS dapat disebabkan oleh penyakit yang langsung mengenai paru-paru maupun oleh penyakit yang tidak ada hubungan dengan paru.Masih belum jelas diketahui mengapa ARDS yang mempunyai sebab bermacam-macam dapat menjadi sindrom klinis dan patofisiologi yang sama. ARDS selalu berhubungan dengan dengan penambahan cairan dalam paru dan merupakan suatu edema paru yang berbeda dengan edema paru akibat kelainan jantung.

DAFTAR PUSTAKA1. Eloise M. Harman,MD. Rajat, Walia, MD. 2005. Acute Respiratory Distress Syndrome. http://www.emedicine.com/med/topic70.htm2. Aryanto Suwondo, Ishak Yusuf, Cleopas Martin Lumende, 2001. Sindrome Gagal Nafas Pada Orang Dewasa dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi Ketiga. Hal : 907-9143. Josep Varon,MD, F.A.C.A, F.A.C.P, Oliver C Wenker,MD, D.E.A.A. 1997, The Acute Respiratory Distress Syndrome : Myths and Controversies. http://www.ispub.com/ostia/index.php?xmlPrinter=true&xmlFilePath=journals/ijeicm/vol1n1/ards.xml4. Sylia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 1995, Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit Edisi 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Hal : 739-7405. Mark J D Griffiths dan Timothy W Evans, 2003, Acute Respiratory Distress Syndrome dalam Respiratori Medicine, volume I Edisi 3, RDC Group LTD.6. Hood Alsagaf, M. Jusuf Wibisono, Winariani, 2004, Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru, Bagian Ilmu Penyakit Paru FK UNAIR RSU Dr. Sutomo, Surabaya. Hal : 186-189.7. Rab, Tabrani, 2013, Ilmu Penyakit Paru, Trans Info Media, Jakarta. Hal : 495-499.

ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME [ARDS]Page 24