366
Pustaka Syiah

Syiah Pustaka

  • Upload
    others

  • View
    17

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Syiah Pustaka

1Pelangi Islam

Pusta

ka S

yiah

Page 2: Syiah Pustaka

2 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Pusta

ka S

yiah

Page 3: Syiah Pustaka

3Pelangi Islam

Pelangi Islam: Fatwa-Fatwa Ulama Besar Tentang

Keragaman Mazhab

Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Pusta

ka S

yiah

Page 4: Syiah Pustaka

4 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Pelangi Islam: Fatwa-Fatwa Ulama Besar Tentang Keragaman Mazhab

Diterjemahkan dari kitab Al-Ta’addudiyyah al-Madzhabiyyah fi al-Islam wa ara’ al-Ulama’ Fiha karya Sayid Jalaluddin Mir Aghai, terbitan Al-Majma’ al-Alami li al-Taqrib Bain al-Madzahib al-Islamiyyah (Forum Internasional Untuk Pendekatan Antarmazhab Islam), 1428 H / 2007 M, Tehran, Iran

Penerjemah : Musa Muzauwir

Penyunting : Weni Rahayu

Pembaca Pruf : Handoko

Hak terjemahan dilindungi undang-undang

All rights reserved

Dilarang memperbanyak tanpa seizin penerbit

Cetakan I, November 2014/Muharam 1436 H

Diterbitkan oleh:

Nur Al-Huda

Jl. Buncit Raya Kav.35 Pejaten Jakarta 12510

Telp.021-799 6767 Faks.021-799 6777

e-mail : [email protected]

fb : Nur Al-Huda

Rancang Kulit : [email protected]

Rancang Isi : Pay Ahmed

ISBN : 978-602-306-013-3

Pusta

ka S

yiah

Page 5: Syiah Pustaka

5Pelangi Islam

v

Pusta

ka S

yiah

Page 6: Syiah Pustaka

6 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Pusta

ka S

yiah

Page 7: Syiah Pustaka

7Pelangi Islam

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN-------------15

Kebermazhaban, Kemerdekaan yang Mempersatukan, Bukan yang Memecah Belah-------------17

Realitas Islam-------------17

Ikhtilaf Antarmazhab------------22

Risiko Subjektivitas dalam Ijtihad-------------23

Kemunculan Mazhab-Mazhab Islam------------26

Gerakan Pendekatan Antarmazhab Islam-------------31

Dasar-Dasar----------32

Prinsip dan Norma yang Harus Diindahkan Oleh Para Pengupaya Pendekatan-------------37

Pertama: Bekerja Sama dalam Segala Hal yang Sudah Disepakat----------37

Kedua: Kelapangan Hati Ketika Terjadi Perselisihan------------38

Ketiga: Menghindari Pengafiran, Pemfasikan dan Tuduhan Bidah -------------41

Keempat: Tidak Terpancang Pada Konsekuensi Pendapat-------------42

Kelima: Saling Hormat dalam Dialog------------43

Keenam: Menghindari Penistaan Hal yang Disucikan-------------44

Ketujuh: Kebebasan Memilih Mazhab-------------45

Pusta

ka S

yiah

Page 8: Syiah Pustaka

8 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Peran Ulama dan Cendekiawan dalam Upaya Pendekatan Antarmazhab-------------46

Konferensi dan Deklarasi------------- 51

Deklarasi Konferensi Islam Internasional di Amman, Yordania -------------53

Daftar Nama Para Ulama Penanda Tangan Deklarasi------------- 56

Konferensi Islam Internasional “Hakikat Islam dan Peranannya di Tengah Masyarakat Kontemporer.”------------ 56

Sidang Ulama dan Cendekiawan Muslim untuk Pendahuluan Pertemuan Puncak Luar Biasa ke-3 OKI ------------- 75

Konferensi Internasional Pertama “Mazhab-Mazhab Islam dan Tantangan Kontemporer”

Universitas Alul Bait, Yordania-------------82

Resolusi Konferensi ke-17 Akademi Fikih Islam Internasional ------------- 86

Resolusi No. 152 (17/1) Perihal Islam dan Umat Yang Satu Serta Berbagai Mazhab Akidah, Fikih dan Tarbiah------------- 86

Rekomendasi:------------- 93

Resolusi No. 153 (17/2) Perihal Fatwa Serta Persyaratan dan Kode Etiknya------------- 94

Pertama: Definisi Fatwa, Mufti dan Pentingnya Fatwa------------- 95

Kedua: Syarat-Syarat Mufti------------- 95

Ketiga: Fatwa Kolektif ------------- 96

Keempat: Konsisten Kepada Fatwa------------- 96

Kelima: Orang yang Tidak Patut Diambil Fatwanya------------- 97

Pusta

ka S

yiah

Page 9: Syiah Pustaka

9Pelangi Islam

Keenam: Kode Etik Fatwa------------- 97

Rekomendasi:------------- 98

Daftar Nama Peserta Konferensi ke-17 Akademi Fikih Islam Internasional------------- 99

Fatwa Para Ulama Syi’ahMengenai Tolok Ukur Islam dan Syarat-Syarat Pengeluaran Fatwa -------------107

Imam Ali KhameneiPemimpin Besar Revolusi Islam Iran-------------109

Ayatullah Uzhma Sayid Ali al-SistaniUlama Najaf Irak-------------111

Ayatullah Uzhma Syekh Muhammad Fadhil Lankarani Ulama Qom, Iran-------------113

Ayatullah Uzhma Sayid Muhammad Husain Fadhlullah, Ulama Lebanon-------------115

Ayatullah Sayid Husain Sayid Ismail al-Shadr Ulama Najaf Irak-------------117

Ayatullah Uzhma Syekh Basyir al-NajafiUlama Najaf Irak-------------119

Ayatullah Uzhma Sayid Muhammad Said al-HakimUlama Najaf Irak-------------122

Ayatullah Syekh Muhammad Ali Taskhiri

Pusta

ka S

yiah

Page 10: Syiah Pustaka

10 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Sekretaris Jenderal Forum International untuk Pendekatan Antarmazhab Islam ------------- 125

Fatwa Para Ulama Ahlusunnah Tentang Kriteria Keislaman dan Syarat-Syarat Mengeluarkan Fatwa-------------127

Alm. Imam Besar Syekh Mahmud Syaltut Mantan Rektor Universitas al-Azhar-------------129

Alm. Imam Besar Syekh Jad al-Haq Ali Jad al-HaqMantan Rektor Universitas al-Azhar------------- 131

a. Hakikat Iman------------- 135

b. Hakikat Islam------------- 136

c. Kapan seseorang bisa menjadi muslim?------------- 137

d. Apakah kafir itu? -------------138

e. Bolehkah seorang muslim dikafirkan karena dia telah berbuat dosa?Atau bolehkah mengafirkan seorang mukmin yang keimanan sudah tertanam dalam hatinya? ------------- 139

f. Siapakah yang patut dihukumi kafir atau fasik? -------------140

Dr. Syekh Muhammad Sayid TanthawiRektor Universitas al-Azhar------------- 144

Dr Syekh Ali Jum’ahMufti Besar Mesir-------------150

Metode Fatwa-------------162

Pertama: Mazhab Hanafi------------- 166

Kedua: Mazhab Maliki-------------167

Ketiga: Mazhab Syafi’i-------------169

Keempat: Mazhab Hambali-------------172

Pusta

ka S

yiah

Page 11: Syiah Pustaka

11Pelangi Islam

Kelima: Mazhab Zaidiyah-------------173

Keenam: Mazhab Imamiyah-------------173

Ketujuh: Mazhab Ibadhiyah-------------173

Kedelapan: Mazhab Zhahiriyah-------------174

Hukum Fikih -------------174

Syekh Yusuf al-QardhawiDirektur Pusat Kajian Sunah dan Sirah Universitas Qatar-------------179

Penolakan Para Pemuka Islam Terhadap Perluasan Takfir-------------195

Pada Para Ulama Asy’ari dan Para Teolog Lain: ------------195

Pandangan Para Fakih-------------199

Mazhab Maliki:-------------201

Mazhab Syafi’i:-------------203

Mazhab Hambali:-------------206

Mazhab Zaidiyah dan Para Imam Independen:-------------209

Siapakah yang Layak Berfatwa dalam Agama Allah?-------------215

Penolakan Salaf Terhadap Orang yang Berfatwa Tanpa Bekal Ilmu-------------216

Budaya Seorang Mufti-------------220

Syekh Ahmad KuftaroMantan Mufti Besar Republik Arab Suriah ------------- 226

Fatwa Lain Syekh Ahmad Kuftaro:------------ 228

Keberanian Berfatwa-------------230

Fatwa Lain Syekh Ahmad Kuftaro:------------ 232

Syekh Dr. Muhammad Habib bin KhaujahSekjen Akademi Fikih Islam International ------------- 235

Pusta

ka S

yiah

Page 12: Syiah Pustaka

12 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Syekh Said Abdul Hafid al-HijjawiMufti Besar Kerajaan Hasyimiyah Yordania------------- 245

Syekh Abdullah bin BeihWakil Presiden Persatuan Ulama Islam Sedunia-------------269

Mufti Muhammad Taqi UsmaniWakil Ketua Akademi Fikih Islam Internasional-------------289

Syekh Abdullah bin Muhammad al-Harari dan Syekh Husam bin Mustafa Qaraqirah------------- 298

Dr. Muzaffar Shahin Ketua Dewan Tinggi Urusan Keagamaan Turki-------------299

Fatwa Para Ulama ZaidiyahMengenai Tolok Ukur Islam dan Syarat-Syarat Pengeluaran Fatwa ------------- 301

Syekh Ibrahim bin Muhammad al-WazirKetua Pusat Studi dan Kajian Islam Sana’a------------- 303

Syekh Muhammad bin Ismail al-Mansur dan Syekh Hamud bin Abbas bin Abdullah al-Moayyad-------------306

Fatwa Para Ulama Ibadhiyah Mengenai Tolok Ukur Islam dan Syarat-Syarat Pengeluaran Fatwa ------------- 311

Syekh Ahmad bin Ahmad bin Hamad al-KhaliliMufti Besar Kerajaan Oman-------------313

Dokumen Mekkah al-Mukarramah Tentang Irak-------------326

Pusta

ka S

yiah

Page 13: Syiah Pustaka

13Pelangi Islam

Daftar Penanda Tangan Dokumen Mekkah Tentang Irak ------------- 332Para Saksi dan Penyeru Komitmen Terhadap Dokumen Mekkah al-Mukarramah Tentang Irak -------------334

Tanggapan Para Ulama Terhadap Surat Ayatullah Syekh Muhammad Ali TaskhiriAnggota Akademi Fikih Islam Internasional Perihal Fitnah Takfiriah-------------335

Kutipan Tanggapan Para Ulama Atas Surat Syekh Ali Taskhiri-------------338

1. Dr Sami Hamud, Dirjen Pusat Kajian dan Konsultasi Keuangan Islam, Amman, Yordania-------------338

2. Syekh Ahmad bin Hamad al-Khalili, Mufti Besar Kerajaan Oman-------------340

3. Syekh Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam, Ketua Pengadilan Kasasi Wilayah Barat, dan Abdullah bin Sulaiman bin Mani’, Ketua Daerah Hukum Pertama Pengadilan Kasasi Wilayah Barat, Kementerian Keadilan Saudi Arabia-------------342

4. Syekh Muhammad Kamal Adam, Anggota Majelis Ulama Ethiopia-------------343

5. Syekh Muhammad Abduh al-Yamani, Ketua Lembaga Sosial Iqra’, Jeddah, Saudi Arabia -------------345

6. Syekh Ahmad Jamal, Anggota Dewan Pakar Akademi Fikih Islam Internasional, Mekkah al-Mukarramah-------------348

7. Syekh Mahmoud Ali al-Sarthawi, Dosen Fakultas Syariat Universitas Yordania, Amman, Yordania-------------349

Pusta

ka S

yiah

Page 14: Syiah Pustaka

14 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

8. Dr. Ahmad Muhammad Ali, Dirjen Bank Pembangunan Islam, Jeddah Arab Saudi-------------350

9. Dr. Mohammad Ali Mahjub, Menteri Wakaf Mesir dan Ketua Dewan Tinggi Urusan Islam Mesir-------------351

10. Dr. Taha Jabir al-Alwani, Dosen Ushul Fikih Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud, Riyadh (1395-1405 H), Ketua Institut Pemikiran Islam di Washington dan Ketua Lembaga Fikih Amerika Utara.-------------352

11. Syekh Abdul Hamid al-Sa’ih, Ketua Majelis Nasional Palestina -------------356

12. Ustadz Muhammad Haji Nasir, Penulis Ternama Rabat, Maroko-------------359

Pusta

ka S

yiah

Page 15: Syiah Pustaka

15Pelangi Islam

PENDAHULUAN

Atas inisiatif mulia dan undangan dari pemerintah Yordania para alim ulama besar dari berbagai mazhab Islam telah bertatap muka mengkaji masalah pluralitas mazhab Islam dan pendekatan antarmazhab pada tanggal 27 - 29 Jumadilawal 1426 H / 4 - 6 Juli 2005 M. Pertemuan ini menjadi muktamar ilmiah yang istimewa, bebas dan berhias pandangan-pandangan yang bernas tentang idealisme persatuan Islam.

Dalam muktamar ini Sekretaris Jenderal Lembaga Internasional Pendekatan Antarmazhab Islam (Al-Majma’ al-Alami li al-Taqrib Bain al-Madzahib al-Islamiyyah) telah menyajikan sebuah makalah dan ringkasannya yang berjudul “al-Madzhabiyyah, Hurriyatun Tajma’ Wala Tufarriq” (Kebermazhaban, Kemerdekaan yang Mempersatukan, Bukan yang Memecah Belah).

Di akhir muktamar para peserta telah menandatangani sebuah fatwa monumental dan sangat berpengaruh dalam upaya memajukan proses pendekatan antarmazhab. Fatwa ini diterima oleh para ulama, dan para pemimpin negara Islampun bersepakat untuk menindaklanjutinya dalam rencana pembangunan 10 tahun pada sidang luar biasa

Pusta

ka S

yiah

Page 16: Syiah Pustaka

16 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

ke-3 Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Mekkah al-Mukarramah. Lebih jauh, Forum Internasional untuk Pendekatan Antarmazhab Islam menyajikan buku kecil ini, yang kandungannya ialah sebagai berikut.

1. Teks pernyataan Sekretaris Jenderal Forum Internasional untuk Pendekatan Antarmazhab Islam, Ayatullah Ali Taskhiri.

2. Teks fatwa bersama (Deklarasi Amman).

3. Daftar peserta muktamar dan para tokoh penandatangan Risalah Amman.

4. Sebagian fatwa para ulama sebelum muktamar.

5. Teks Deklarasi Pertemuan Puncak Luar Biasa ke-3 OKI.

6. Teks Dokumen Mekkah Tentang Irak.

7. Respon para ulama dari berbagai mazhab Islam atas surat Ayatullah Ali Taskhiri tentang pengafiran terhadap umat Islam.

Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Penasihat Sekjen Forum Internasional untuk Pendekatan Antarmazhab Islam

Pusta

ka S

yiah

Page 17: Syiah Pustaka

17Pelangi Islam

Kebermazhaban, Kemerdekaan yang Mempersatukan, Bukan yang Memecah Belah

Ayatullah Syekh Muhammad Ali Taskhiri

Sekjen Forum Internasional untuk Pendekatan

Antarmazhab Islam

Dengan Nama Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Realitas Islam

Realistis pada pengertiannya yang positif adalah salah satu sifat paling komprehensif yang menghiasi Islam. Realistis yang dimaksud ialah pengakuan terhadap realitas insani dan rencana-rencana operasional untuk mengembangkannya semaksimal mungkin di bawah pancaran ilmu ilahiah tentang realitas tersebut beserta semua komponen, kebutuhan, problematika, dan dengan penegakan keadilan dalam upaya pemenuhan semua ini. Sedangkan realistis pada maknanya yang negatif ialah pasivitas dan kepasrahan kepada kenyataan yang sudah mapan dan penyesuaian diri dengannya dalam segala keadaan. Realistis demikian juga berseberangan dengan idealisme yang tentu tidak akan padam dalam menghadapi kenyataan.

Pusta

ka S

yiah

Page 18: Syiah Pustaka

18 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Dari sifat ini kemudian muncul sifat-sifat Islami komprehensif lainnya, yaitu kefritian, keseimbangan, kelemahlembutan, inklusivitas, moderat, universalitas dan lain-lain sesudah Islam menjadi penutup dan penyempurna semua agama serta menjadi program yang final untuk semua perjalanan menuju hari kiamat. Dari sini kemudian hadirlah ketentuan Islam untuk hubungan konseptual dan aktual antarsesama umat Islam.

Ketika jarak pemikiran insani tidak memungkinkan terwujudnya idealisme persatuan kecuali dalam bingkai fitri yang universal dengan segala ketetapan dan konsekuensinya yang gamblang dan tidak terterobos oleh rincian, kecuali dalam jumlah yang sangat kecil maka dalam menyikapi berbagai persoalan primer sudah tentu umat Islam sama sekali tidak dapat menolerir perpecahan, kekacauan dan kelemahan. Karena itu datanglah agenda Islam sebagai penegasan atas keharusan adanya persatuan yang konkret di ranah aktual dan sebagai penyesuaian diri umat dengan realitas bahwa upaya kolektif untuk mewujudkannya memerlukan beberapa unsur penting yang antara lain ialah sebagai berikut.

1. Kesepakatan atas prinsip-prinsip teoretis umum yang telah kami sebutkan tadi.

2. Kesatuan tuturan Qurani dan nabawi untuk setiap anggota umat Islam tanpa ada pengecualian.

3. Kesatuan tanggung jawab kolektif dan mandat yang umum dan mutualistik di bidang pengelolaan urusan.

Pusta

ka S

yiah

Page 19: Syiah Pustaka

19Pelangi Islam

4. Kesatuan legislasi dan undang-undang strategis dengan segala sesuatunya, termasuk berkenaan dengan perencanaan yang meliputi syiar-syiar persatuan umat seperti persatuan arah dan irama ubudiyah serta persatuan solidaritas sosial, ekonomi dan hukum.

5. Persatuan sensibilitas dan perilaku moral insani yang sekiranya dapat membuahkan kedekatan hati, menghapus dendam, menebar semangat, saling percaya dan pengindahan hak satu sama lain, dan pada gilirannya dapat memasyarakatkan prinsip persaudaraan antarsesama mukmin dengan segala konsekuensi yang terkandung di dalamnya berupa semangat kerja sama, pengorbanan dan pengabaian terhadap ego.

6. Peringatan secara berkesinambungan terhadap umat Islam agar senantiasa mewaspadai musuh yang selalu mengintai gerak-gerik mereka, memburu kesempatan untuk menghancurkan identias dan eksistensi mereka, dan tidak mengindahkan norma apa pun dalam melakukan semua ini. Umat juga harus diperingatkan bahwa musuh tidak memedulikan apa pun mazhab mereka. Jika ini tidak dilakukan, ini akan menjadi fitnah dan mafsadat yang besar.

Adapun di ranah konseptual, Islam tidak memandang perselisihan pendapat sebagai problem, melainkan memang merupakan sesuatu yang alami sehingga al-Quran pun menyebutkan soal ikhtilaf yang ada di antara para nabi sendiri.

Pusta

ka S

yiah

Page 20: Syiah Pustaka

20 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Dan (ingatlah kisah) Daud dan Sulaiman, di waktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman, karena tanaman itu dirusak oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya. Dan adalah Kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu, maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat); dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu.1

Terungkapnya hakikat-hakikat keilmuan terkadang juga menimbulkan ikhtilaf, sebagaimana terlihat dalam kisah Nabi Musa as dan seorang hamba saleh.

Betapapun demikian, ikhtilaf yang secara pemikiran dapat ditolerir tentu memiliki batas dan ketentuan sebagai berikut.

1. Tidak boleh menyentuh prinsip-prinsip yang sudah dikukuhkan oleh fitrah dan hal-hal yang sudah mapan berdasar dalil yang gamblang dan solid. Karena menyentuh hal-hal demikian tak ubahnya dengan menyoal kebenaran Islam itu sendiri sehingga menjurus pada keluarnya seseorang dari zona Islam.

2. Harus berdasarkan dalil dan argumentasi dan terjauh dari pelontaran sembarang pendapat sebagaimana terjadi belakangan di mana orang-orang tertentu telah menafsirkan syariat sekehendak hatinya dan untuk memenuhi selera dan kepentingannya sendiri.

3. Harus menggunakan metode dialog yang rasional dan logis, dalam suasana yang damai, objektif dan sportif tanpa ada intimidasi atau pembodohan. Semua pihak dalam

1 QS. al-Anbiya’ [21]: 78-79.

Pusta

ka S

yiah

Page 21: Syiah Pustaka

21Pelangi Islam

dialog harus menguasai materi untuk kemudian didiskusikan dengan cara yang terbaik dan dengan semangat saling menghormati. Dengan demikian, dialog akan terjaga dari hal-hal sebagai berikut.

a. Keterlibatan orang yang bukan ahlinya.

b. Keterlibatan unsur-unsur yang memang menghendaki pertengkaran, perpanjangan perkara, dan pembodohan.

c. Merebaknya suasana intimidasi, teror, prasangka buruk, takfir dan penghinaan.

d. Beralihnya polemik dari ranah konseptual ke ranah aktual.

e. Satu pihak merasa terusik oleh pandangan pihak kedua, sedangkan pihak pertama tidak merasa bahwa pandangannyapun mengusik pihak kedua.

f. Terjebak dalam persoalan yang sia-sia dan tidak ada kaitannya dengan realitas di lapangan.

g. Harus ada upaya optimal untuk menemukan area kolektif untuk kemudian dikembangkan lalu dilakukan kerja sama untuk mengimplementasikan area ini, sedangkan area sengketa dibiarkan apa adanya namun dalam semangat saling pengertian satu sama lain.

Patut disebutkan pula bahwa hal yang sama juga dapat diusung dari wilayah Islam ke wilayah agama lain secara umum dan bahkan ke gelanggang yang lebih universal, yakni gelanggang kebudayaan dan peradaban insani.

Pusta

ka S

yiah

Page 22: Syiah Pustaka

22 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Ikhtilaf Antarmazhab

Dengan paradigma tadi kita dapat memandang ikhtilaf antarmazhab sebagai sesuatu yang alamiah, sebagaimana disebutkan secara detail dalam kajian-kajian ilmiah dan pelik oleh para peneliti, sehingga merekapun menegaskan urgensi ijtihad dalam syariat dan urgensi ini lantas menjadi sesuatu yang senantiasa mengakar dari masa ke masa. Semua ini adalah karena beberapa pertimbangan sebagai berikut.

1. Sumber asasi bagi ijtihad adalah kitab suci dan sunah yang mulia. Jelas bahwa syariat dan bahkan gambaran Islam pada umumnya tidaklah tersajikan dengan begitu jelas bagi semua orang, melainkan tersajikan dalam bentuk teks-teks yang berbicara secara garis besar sehingga diperlukan banyak persiapan dan upaya ilmiah yang besar dan luas untuk perbandingan dan pengambilan kesimpulan secara cermat dan objektif.

2. Semakin jauh kita dari era teks keislaman (nash) semakin besar dan variatif pula upaya ini akibat semakin berkurangnya teks hadis dalam jumlah yang signifikan, terlupakannya konteks keluarnya hadis, tidak ternukilnya berbagai petunjuk kontekstual (qarinah) yang bisa jadi semula memang ada dan menyertai hadis, perubahan redaksi hadis dan terjadinya berbagai kesalahan yang sebagian di antaranya bisa jadi memang disengaja oleh pihak-pihak yang tendensius.

3. Transformasi besar yang terjadi pada pola hidup, berbagai kebutuhan yang kian kompleks, berbagai hubungan yang kian beragam, serta berbagai persoalan kekinian yang tidak disebutkan dalam nas menuntut upaya-upaya istimbat

Pusta

ka S

yiah

Page 23: Syiah Pustaka

23Pelangi Islam

dari kaidah-kaidah umum maupun ushul far’iyyah (prinsip-prinsip cabang) dan ushul amaliyyah (prinsip-prinsip amal perbuatan) yang diharapkan dapat mengatasi kebingungan.

4. Adanya keperluan terhadap para pakar yang dapat mendedikasikan waktunya untuk menjangkau semua aspek keislaman dan berkompeten dalam memimpin proses penerapan secara komprehensif di semua dimensi kehidupan yang terbagi dalam dua aspek, yakni aspek akidah Islam secara formal dan aspek emosional dan perilaku, agar membuahkan hasil yang harmonis, sebagaimana dia juga berkompeten mengatasi berbagai perselisihan pada tataran amaliah yang notabene bagian dari konsekuensi penerapan. Dari sini ijtihad menjadi sangat urgen, vital dan harus senantiasa terpelihara, sebagaimana diakui dan ditekankan oleh para ulama. Dari sini pula kubu musuh Islam mengendus pentingnya peranan ijtihad dalam dinamika Islam dan bagi keterjagaan eksistensi umat Islam sehingga mereka mengampanyekan perang melawan ijtihad dengan dalih demi melawan hegemoni para ulama terhadap masyarakat.

Risiko Subjektivitas dalam Ijtihad

Ijtihad dalam syariat tentunya mengandung risiko subjektivitas di mana segala yang menjadi latar belakang mujtahid, termasuk faktor pandangan, selera, perspektif dan kepuasan-kepuasannya, turut andil dalam diri mujtahid sehingga ijtihad yang dilakukan oleh dua orang yang berbeda dalam satu perkara dapat membuahkan hasil yang berbeda satu sama lain. Ini berarti bahwa ada hal-hal subjektif yang terimbuhkan dalam proses ijtihad, sementara nas-nas yang

Pusta

ka S

yiah

Page 24: Syiah Pustaka

24 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

ada berbicara tentang hakikat dan hukum yang satu—dalam ilmu Allah Swt—betapapun hasil yang didapat oleh masing-masing mujtahid tetap berlaku sebagai hujah bagi diri masing-masing dan bagi para pengikut (muqallid) masing-masing.

Keadaan demikian tentu tidak terjadi pada nas-nas yang solid (qath’i) dari segi sanad maupun makna. Di sini ijtihad tidak berlaku. Ijtihad hanya berlaku pada hal-hal yang tersentuh prasangka dan perkiraan. Risiko subjektivitas menemukan puncaknya manakala praktik ijtihad menanjak pada taraf penggalian perspektif Islam secara komprehensif. Risiko demikian lebih besar daripada ketika ijtihad berada pada tataran penggalian hukum-hukum individual.

Imam Syahid al-Shadr mengaitkan fenomena ini pada beberapa asumsi yang utamanya ialah sebagai berikut;

1. Pembenaran atas kenyataan yang dialami mujtahid tanpa dia sadari.

2. Pengintegrasian nas pada kerangka khusus.

3. Pemisahan dalil syar’i dari konteksnya.

4. Pengambilan sikap apriori terhadap nas.2

Poin inilah yang dijadikan bahan oleh para penebar keraguan dalam pemikiran Islam dan para penyeru sikap kontraijtihad untuk mencemooh ijtihad, menyingkirkan peran ijtihad dari gelanggang kehidupan, dan mengurangi pengaruh para mujtahid dalam kehidupan dengan alasan bahwa kehidupan adalah wilayah profan.

2 Iqtishādunā, jilid 2, hal. 384, cetakan Masyhad.

Pusta

ka S

yiah

Page 25: Syiah Pustaka

25Pelangi Islam

Namun demikian, sebagaimana telah disinggung tadi, sesungguhnya terdapat zona sakral yang tidak dapat dijangkau oleh tangan-tangan lancang, yaitu zona nas yang solid dari segi sanad dan makna dengan semua hukum dan konsep solid yang terkandung di dalamnya. Sedangkan di zona praduga (zhaniyyah) pun juga terdapat dalil-dalil qath’i seperti dalil mengenai validitas makna harfiah (hujjiyat al-zhuhur) dan lain-lain yang memberi kita ruang luas yang tak terjamah oleh tangan-tangan lancang.

Kemudian, untuk menekan subjektivitas hingga ke titik terendah, para ulama juga sangat berhati-hati di zona zhanniyyah setelah tidak ada alternatif apa pun kecuali menempuh jalur ijtihad, dan ini merupakan sesuatu yang wajar dalam penafsiran terhadap undang-undang atau teks apa pun.

Di sinilah kemudian muncul ilmu ushul fikih dengan segala kaidahnya yang akurat dan mengatur proses ijtihad melalui:

a. Kajian dalil-dalil yang dapat mengungkap realitas hukum syar’i. Kajian ini meliputi dalil-dalil syar’i tekstual beserta pembahasannya yang panjang lebar tentang peletakan arti kata, bentuk kata, implikasi dan validitas makna harfiah dan penerapannya. Selanjutnya adalah kajian tentang dalil-dalil rasional dan hubungan antarhukum sendiri serta hubungannya dengan semua objek, pendahuluan dan segala sesuatu yang terkait terkait dengannya.

b. Kajian tentang prinsip-prinsip syariat yang mengemuka untuk mengurai kebuntuan ketika tidak ada dalil yang mengungkap realitas hukum syar’i. Kajian ini

Pusta

ka S

yiah

Page 26: Syiah Pustaka

26 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

meliputi pembahasan tentang istishab dan faktor penghasil pengetahuan global.

c. Kajian tentang kontradiksi antardalil, dan ini merupakan kajian yang sangat kaya dan panjang lebar.

Sebagian ulama menambahkan soal pentingnya tema tujuan syariat (maqashid syar’iyyah) yang dapat diketahui dari syariat sehingga masalah ini ikut berperan dalam proses istimbat. Dapat pula kita menambahkan soal pertimbangan karakteristik Islami yang berlaku umum dan pasti bagi agama ini, seperti realistis, kefitrian, keseimbangan, inklusivitas, keabadian, keterakhiran, kemoderatan, interkonektivitas, universalitas dan lain-lain.

Alhasil, tidak ada alasan untuk mereduksi peran ijtihad dalam upaya memahami dan menerapkan syariat Islam.

Kemunculan Mazhab-Mazhab Islam

Pada masa Rasulullah saw tentu tidak ada kebutuhan yang sedemikian mendesak untuk melakukan ijtihad karena hukum dan pemahaman dapat diserap secara langsung dari beliau. Bisa jadi ada sahabat yang berijtihad3, tapi kemudian mendapat pengukuhan dari Rasulullah saw. Perselisihan pendapat yang ada saat itu bersifat sederhana, dan ketika wilayah Islam meluas turunlah ayat al-Nafar yang

3 Sebagaimana disebutkan dalam riwayat tentang Muadz ketikadia diutus oleh Rasulullah saw ke Yaman. Seseorang bertanya kepadaMuadz,“Apayangakanengkaulakukanjikaengkautidakmenemukan (dalil) dalam kitab Allah dan sunah Rasulullah?” Dia menjawab,“Akuakanberijtihaddenganpendapatkudanakutidakakan sembarangan.” Riwayat demikian memang ada meskipun sebagian ulama menyangsikan sikap Muadz tersebut (lihat Ushῡl al-Muzhaffar, jilid 3, hal.166).

Pusta

ka S

yiah

Page 27: Syiah Pustaka

27Pelangi Islam

menegaskan soal realitas umat, menetapkan asas ijtihad dan memvalidasi berita dari satu narasumber (khabar wahid).

Allah Swt berfirman,

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya4

Secara alamiah, kebutuhan kepada ijtihad meningkat sepeninggal Rasulullah saw, dan lambat laun kian mendesak di era generasi tabiin, namun ketika itupun belum muncul mazhab-mazhab dalam bentuk aliran pemahaman yang jelas dan khas kecuali setelah era tabiin. Menurut Ustaz Sayyas, Dunia Islam baru menyaksikan adanya berbagai aliran pemahaman dan mazhab fikih sejak awal-awal abad ke-2, dan bahkan hingga pertengahan abad ke-4 sudah ada 138 mazhab di mana sebagian besar negeri-negeri Islam memiliki mazhab sendiri.5 Sedangkan menurut Ustaz Asad Haidar, saat itu sudah ada lebih dari 50 mazhab.6 Mazhab-mazhab yang muncul pascagenerasi tabiin itu, menurut sebagian ulama, sebagian di antaranya adalah mazhab-mazhab perseorangan yang belum dipaparkan oleh para pengikut masing-masing orang sehingga sebagian akhirnya punah dengan punahnya para pengikut, sedangkan sebagian lain adalah mazhab kolektif yang kemudian matang setelah disusun menjadi

4 QS. al-Taubah [9]: 122.5 Tārīkh al-Fiqh al-Islāmī, hal. 86.6 Al-Imām al-Shādiq wa al-Madzāhīb al-Arba’ah, jilid 1, hal. 160.

Pusta

ka S

yiah

Page 28: Syiah Pustaka

28 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

sebuah paket pemahaman dan terus dikembangkan oleh para pendiri mazhab dan para pengikut mereka.7

Adapun mazhab-mazhab yang telah punah antara lain ialah sebagai berikut.

1. Mazhab Hasan al-Bishri (23 – 110 H)

2. Mazhab Ibnu Abi Laili (74 – 148 H)

3. Mazhab Auza’i (88 - 157 H)

4. Mazhab Sufyan Tsauri (97 – 161 H)

5. Mazhab Laits bin Sa’ad (w. 175 H)

6. Mazhab Ibrahim bin Khalid al-Kalabi (w. 240 H)

7. Mazhab Ibnu Hazm Dawud bin Ali al-Asbahani al-Zhahiri (202 - 240 H)

8. Mazhab Muhammad bin Jarir al-Thabari (224 – 310 H)

9. Mazhab Sulaiman bin Mihran al-A’masy (w. 148 H)

10. Mazhab Amir bin Syarjil al-Sya’bi (w. 105 H)

Sedangkan mazhab-mazhab yang masih eksis hingga sekarang ialah sebagai berikut.

1. Mazhab Imamiyah Itsna Asyariyah. Pandangan mazhab ini dikembangkan oleh Imam Muhammad Baqir as dan Imam Ja`far Shadiq as yang berasal dari garis Ahlulbait as

2. Mazhab Zaidiyah

3. Mazhab Hanafi

4. Mazhab Syafi’i

5. Mazhab Maliki7 Thabaqāt al-Fuqahā’, Mukadimah bagian kedua, hal. 57.

Pusta

ka S

yiah

Page 29: Syiah Pustaka

29Pelangi Islam

6. Mazhab Hambali

7. Mazhab Ibadhi

Di sini kita tidak bermaksud membahas sebab-sebab kemunculan maupun sebab-sebab kepunahan ataupun perkembangan mazhab-mazhab tersebut, yang semuanya tidak lepas dari faktor-faktor ilmiah sebagaimana disebutkan oleh para ulama ketika membahas faktor-faktor terjadinya ikhtilaf. Ibnu Rusyd8, misalnya, menyebutkan faktor yang berkenaan dengan revisi premis-premis mayor validitas makna harfiah, atau validitas qiyas. Sedangkan Sayid Hakim menambahkan faktor perselisihan pendapat di bidang ushul dan dasar-dasar istimbat. Kita sendiri mungkin dapat menambahkan faktor perbedaan dalam metode argumentasi (istidlal) dan tahapan-tahapannya.

Sebagai tambahan lagi untuk faktor-faktor objektif ini kita dapat membayangkan adanya faktor-faktor pemahaman diri, misalnya berkenaan dengan seberapa luas pengetahuan diri, serta faktor-faktor psikologis dan pribadi, misalnya berkenaan dengan sejauhmana daya analisis pikiran seseorang. Faktor-faktor politik, sejarah, interes, sosial dan lain sebagainya tentu juga tidak dapat dikesampingkan. Hanya saja, hal yang lebih penting dari semua itu dalam pembahasan kita ini ialah mengemukakan beberapa poin sebagai berikut.

Pertama, kemunculan berbagai mazhab merupakan manifestasi dari perkembangan intelektual Islam yang di satu sisi adalah dalam rangka menutupi kevakuman yang terjadi akibat ketiadaan Rasulullah saw serta keterhentian wahyu, 8 Bidayat al-Mujtahid wa Nihāyat al-Muqtashid, bagian Mukadimah.

Pusta

ka S

yiah

Page 30: Syiah Pustaka

30 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

dan di sisi lain juga karena menanjaknya tingkat kebutuhan, banyaknya peristiwa dan kompleksitas komunitas. Bisa jadi pula, untuk sisi ketiga, kemunculan aneka mazhab itu juga sebagai akibat akumulasi ilmu-ilmu fikih dan terbukanya banyak peluang. Dengan demikian, kemunculan banyak mazhab itu merupakan fenomena yang wajar, sah dan beradab.

Kedua, heterogenitas mazhab alih-alih nista justru merupakan satu kekayaan intelektual bagi peradaban Islam, yang memungkinkan bagi pemimpin pemerintahan Islam—sebagai sosok muslim—untuk memberikan ikhtiar yang lebih optimal di bidang penerapan syariat dalam kehidupan pribadi –khususnya ketika tidak menemukan petunjuk untuk dapat bertaklid kepada mujtahid yang paling berilmu—maupun kehidupan sosial, mengingat bahwa pendapat yang mengemuka merupakan hasil dari ijtihad yang notabene suatu proses dan kegiatan yang Islami, sah dan diakui keternisbatannya kepada Islam. Dengan demikian, penguasa Islam yang syar’i itu akan leluasa untuk bermanuver dan memilih pendapat yang lebih relevan dengan maslahat, walaupun seandainya pendapat itu tidak sejalan dengan pendapat pribadinya. Ini juga bahkan memungkinkan dia untuk mengakomodir semua pendapat yang ada demi mencapai satu paradigma dan perspektif sosial yang lebih bermaslahat, dan ini tentu juga akan menjadi satu bentuk fleksibelitas Islam.9

9 Diskursus tentang ini telah kami kemukakan dalam forum-forum fikihtingkattinggi,dansudahpulakamipublikasikan.Karenaitudi sini kami tidak perlu memaparkannya panjang lebar. Silakanmeninjau catatan penulis mengenai kajian-kajian dalam forum fikihIslamtersebutyangsejauhinisudahterkemasdalamempatjilid.

Pusta

ka S

yiah

Page 31: Syiah Pustaka

31Pelangi Islam

Ketiga, sebagaimana kami singgung tadi, mazhab-mazhab ini menjadi khazanah besar bagi kehidupan Islam dan merupakan fenomena natural yang dapat diperkirakan sejak awal. Hanya saja, hal yang mengubah fenomena ini menjadi sesuatu yang negatif dalam perjalanan sejarah Islam ialah apa yang disebut sektarianisme sempit dengan spiritnya yang cenderung menjauh dari dialog yang diserukan oleh al-Quran al-Karim, mengabaikan prinsip toleransi Islam, dan terkadang terjerumus dalam perdebatan sia-sia dan tercela secara moral. Kitapun lantas mengalami fase-fase yang menakutkan dan pola-pola yang tidak Islami berupa praktik takfiriah dan tuduhan-tuduhan fasik dan bidah yang kemudian, sebagaimana diungkapkan oleh Syekh Yusuf Qardhawi10, berdampak pada konflik besar yang mengakibatkan pertumpahan darah dan air mata, keterkoyakan umat dan ketergeseran mereka dari peradabannya yang ideal.11

Karena itu, di sini kami serius menyerukan supaya suasana kemazhaban dikembalikan kepada kondisinya yang alami melalui sosialisasi semangat dialog Islami yang konstruktif, rasa persaudaraan, dan upaya membuka area-area kerja kolektif, yaitu apa yang kita sebut “gerakan pendekatan antarmazhab Islam”.

Gerakan Pendekatan Antarmazhab Islam

Dalam beberapa dekade terakhir ini timbul gerakan pendekatan (harakat al-taqrib). Gerakan ini adalah sesuatu yang mengakar pada periode-periode Islam terdahulu karena

10 Majalah Risālat al-Taqrib, No. 36, hal. 210.11 Lihat kitab Qishshat al-Tawā’if karya Anshari, hal. 155 dan

seterusnya.

Pusta

ka S

yiah

Page 32: Syiah Pustaka

32 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

memang bertumpu pada prinsip-prinsip syariat yang agung. Gerakan ini semakin terasa mendesak setiap kali wilayah tanggung jawab umat ini meluas dalam pembangunan budaya insaniah, atau minimal turut andil di dalamnya. Gerakan ini belakangan juga telah berubah menjadi satu strategi yang aktif.

Para ulama dan tokoh terkemuka pada 40 tahun terakhir ini telah meletakkan batu pertama gerakan suci ini dan berjuang maksimal menjelaskan idealisme yang terkandung di dalamnya serta menuliskan risalah-risalah agar idealisme itu tertanam dalam sanubari umat, sesudah mereka mengukuhkannya dan menjelaskan akar-akar syar’i serta urgensinya yang terus berkembang.

Kita semua berbahagia sekali karena benih ini telah tumbuh dan berubah menjadi ibarat pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya.

Dasar-Dasar

Kami percaya bahwa keyakinan menyangkut pendekatan antarmazhab ini sangat logis apabila kita mengacu pada beberapa dasar—yang notabene diyakini oleh seluruh mazhab tanpa kecuali—sebagai berikut.

Pertama, keimanan kepada prinsip-prinsip besar akidah Islam, yaitu tauhid (dalam zat, sifat, perbuataan dan ibadah), kenabian terakhir Rasulullah saw dan kitab suci al-Quran yang beliau bawa, dan hari kiamat.

Pusta

ka S

yiah

Page 33: Syiah Pustaka

33Pelangi Islam

Kedua, konsistensi sepenuhnya kepada hal-hal yang pasti dalam Islam (dharuriyyat al-Islam) serta rukun-rukunnya berupa salat, zakat, puasa, dan haji, dan selain keduanya.

Ketiga, konsistensi sepenuhnya kepada keyakinan bahwa al-Quran al-Karim dan Sunah nabi adalah dua sumber utama untuk mengetahui pandangan Islam dalam semua urusan, yakni pandangannya tentang alam semesta, kehidupan, dan manusia, baik berkenaan dengan masa lalu, masa kini, dan masa depan kehidupan dunia dan akhirat, serta hukum dan syariatnya yang mengatur kehidupan dan perilaku individu dan sosial. Adapun prinsip-prinsip dan sumber-sumber lain seperti akal, qiyas, ijmak dan lain sebagainya, semua ini tidak memiliki validitas apa pun kecuali jika disandarkan pada al-Quran dan Sunah. Jika terbukti bahwa semua itu tidak bersandar pada keduanya, apalagi sampai bertentangan dengan keduanya, mau tidak mau harus ditolak.

Seluruh imam mazhab telah menegaskan hakikat ini dengan sangat jelas, dan bahwa mereka menimba tak lain dari dua sumber tersebut. Selain itu, banyak pula riwayat dari Ahlulbait as yang menegaskan hakikat ini. Imam Ja`far Shadiq as, misalnya, berkata;

“Segala sesuatu harus dikembalikan kepada kitab dan sunah.”12

Imam Malik bin Anas berkata, “Aku hanyalah manusia biasa, bisa benar dan bisa salah, maka ukurlah pendapatku

12 Wasā’il al-Syī’ah, jilid 18 hal. 79, dan di situ banyak sekali ungkapan serupa.

Pusta

ka S

yiah

Page 34: Syiah Pustaka

34 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

dengan kitab suci dan sunah.”13 Pertanyaan senada juga dikemukakan oleh Imam Syafi’i.14

Keempat, konsisten pada keyakinan bahwa Islam memperkenankan ijtihad karena ijtihad adalah pengerahan segenap upaya untuk menggali hukum syariat dari sumber-sumbernya yang sah, dan merupakan jalan untuk mengetahui Islam. Ijtihad juga berperan dalam penegasan terhadap fleksibeliteas syariat dan kemampuannya untuk merespon perkembangan zaman berdasar tolok ukur dan kriteria tertentu. Semua ini menunjukkan bahwa tidak tertutup kemungkinan untuk mengaitkan semua hasil ijtihad dengan Islam, walaupun hasil-hasil ijtihad itu berseberangan satu sama lain akibat perbedaan persepsi, sudut pandang, dan kepuasan, sebagaimana telah diajarkan dalam ilmu-ilmu keislaman dengan tema “sebab-sebab terjadinya perbedaan pendapat.”

Kita melihat Islam memperkenankan ijtihad karena agama ini adalah agama yang realistis dan fitri, dan memang tidak ada jalan selain ijtihad untuk mengetahui syariat apa pun yang lestari sepanjang zaman sedangkan wahyu sudah terputus dan insan maksumpun sudah meninggal dunia, walaupun ijtihad terkadang terjebak pada subjektivitas dan menghasilkan pendapat yang berseberangan satu sama lain dan sebagian di antaranya tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki Islam dalam ilmu Allah Swt.

Kita juga melihat bahwa metode logis ini juga berlaku pada semua urusan akidah dan konsep, yakni persepsi-persepsi yang dari satu sisi berlandaskan akidah dan dari 13 Jalā’ al-Ain,Alusi,dikutipdariSyekhIbnuTaimiyah,hal.107.14 Ibid.

Pusta

ka S

yiah

Page 35: Syiah Pustaka

35Pelangi Islam

sisi lain berkaitan langsung dengan realitas kehidupan. Contohnya adalah masalah kekhalifahan, hukum, dan bahkan perspektif Islami perihal beberapa hukum alam.

Kelima, prinsip persatuan Islam adalah cerminan salah satu karakteristik utama umat yang mulia ini sehingga tanpa dasar ini eksistensi umat tidak dapat diklaim berproses ke arah kesempurnaan. Islam telah menentukan perencanaan yang matang untuk merealisasikan persatuan ini berdasar keteguhan kepada tali Allah yang kokoh, yaitu semua jalan yang terpelihara kebenarannya menuju Allah, sebagai penegasan atas kesatuan prinsip, perilaku, tujuan, syariat dan jalan. Islam menyerukan persatuan itu agar umat sama-sama masuk dalam lingkup kepasrahan diri sepenuhnya kepada Allah, melawan rencana-rencana setan. Islam mengingatkan besarnya pengaruh persatuan, menanamkannya sebagai akhlak dan kunci semangat pengorbanan kepentingan sempit demi tercapainya tujuan yang luas dan menyeluruh. Islam menutup celah bagi semua unsur perpecahan seperti bahasa, bangsa, negara, suku dan warna kulit sekaligus menanamkan kriteria kemanusiaan semisal ilmu, ketakwaan, dan jihad. Islam mengharuskan upaya pencarian titik temu dan penggunaan logika yang sehat, logika dialog secara objektif dan dengan kepala dingin. Masih banyak hal lagi yang ditekankan Islam yang karena sedemikian jelas maka sengaja tidak kami sebutkan semua agar tidak terlalu panjang.

Keyakinan kepada prinsip ini mendatangkan beberapa konsekuensi yang insya Allah akan kami singgung nanti, namun terhitung sebagai salah satu pilar gerakan pendekatan antarmazhab Islam.

Pusta

ka S

yiah

Page 36: Syiah Pustaka

36 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Keenam, prinsip ukhuwah Islamiah. Prinsip ini sebenarnya merupakan bagian dari perencanaan yang telah kami singgung tadi, namun kami sengaja memberikan penekanan pada masalah ini karena merupakan bagian yang terpenting dan mengatur garis besar hubungan sosial dalam Islam, juga karena kita meyakini bahwa pengaruhnya tidak hanya menyentuh aspek-aspek moral melainkan juga aspek-aspek tasyri’iyyah, dan pengaruh itupun sepenuhnya positif bagi proses ijtihad itu sendiri agar di ranah ini kita tidak menyaksikan hukum-hukum yang berlawanan dengan prinsip tersebut.

Semua prinsip ini adalah yang terpenting untuk dijadikan landasan gerakan pendekatan antarmazhab, dan keyakinan kepada semua ini pada gilirannya melahirkan keyakinan sepenuhnya kepada gerakan pendekatan.

Atas dasar ini, kami meyakini bahwa pendekatan antarmazhab tidaklah terbatas pada aspek moral dan simbolik saja, sebagaimana juga tidak terikat pada aspek produksi hukum (tasyri’) saja, melainkan dapat menerobos lebih jauh hingga ke berbagai aspek intelektual dan kebudayaan. Karena itu, semua kalangan elitee fikih dan elitee intelektual dapat dan bahkan wajib andil bersama dalam pendekatan ini, dan bisa jadi gerakan justru harus bermula dari kalangan elite baru kemudian ke publik sehingga kalangan elite harus tertempa terlebih dahulu dengan budaya pendekatan antarmazhab. Sebab, ketika Islam memperkenankan perbedaan pemikiran yang alamiah dan tidak destruktif di saat yang sama agama ini sama sekali tidak memperkenankan pertikaian di tataran praktik dan implementasi menyangkut

Pusta

ka S

yiah

Page 37: Syiah Pustaka

37Pelangi Islam

berbagai persoalan krusial internal dan eksternal. Karena itu pula, pembangkangan terhadap penguasa syar’i yang notabene poros pemersatu sikap dan tindakan umat sebagai pembangkangan terhadap Allah karena ketaatan kepadanya telah disandingkan dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Prinsip dan Norma yang Harus Diindahkan Oleh Para Pengupaya Pendekatan

Bertolak dari dasar-dasar tadi dan sesuai dengan apa yang dimaklumkan oleh para ulama dan para penyeru persatuan, kami mencanangkan beberapa prinsip dan norma supaya menjadi garis besar kebijakan yang mesti diperhatikan oleh barisan penyeru pendekatan dalam upaya mewujudkan cita-cintanya. Beberapa prinsip dan norma itu ialah sebagai berikut.

Pertama: Bekerja Sama dalam Segala Hal yang Sudah Disepakati

Apa yang sudah disepakati di berbagai bidang sangatlah banyak sehingga tersedia banyak area kolektif, baik di bidang akidah maupun tasyri’iyyah—yang menurut sebagian ulama jumlahnya mencapai 90% lebih dari total area umum—, atau di bidang-bidang moral di mana kesepakatan hampir menyentuh titik sempurna. Demikian pula di bidang-bidang pengetahuan dan peradaban Islam, dan bahkan berkenaan dengan perjalanan sejarah dan kebudayaan—tentunya pada sendi-sendi utamanya—meskipun memang terdapat perselisihan pendapat dalam penilaian terhadap kasus-kasus tertentu.

Pusta

ka S

yiah

Page 38: Syiah Pustaka

38 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Mengenai langkah-langkah operasional semuanya sepakat untuk mempersatukannya melalui kebersamaan dan solidaritas sosial serta melalui kesatuan kebijakan sosial yang menjadi tanggung jawab para pemimpin negara yang sah.

Tak syak lagi bahwa kerja sama menyangkut bidang-bidang kolektif pemikiran artinya ialah bahu membahu menanamkannya sebagai sebuah kesadaran bersama, menghindari segala sesuatu yang menjurus pada pelanggaran terhadapnya, dan pada gilirannya ialah mengukuhkannya pada garis besar perjalanan. Sedangkan kerja sama dalam hal-hal yang berkaitan dengan perilaku individual, sosial dan kultural tentu sudah jelas dan meliputi beberapa bidang strategis semisal penerapan syariat Islam, pengagungan syiar-syiar ilahiah seperti salat Jumat dan ibadah haji, dan realisasi karakteristik umat Islam seperti persatuan.

Patut pula disebutkan di sini bahwa gerakan pendekatan antarmazhab harus berjalan optimal untuk membuka lahan-lahan kolektif tersebut serta memberikan pencerahan kepada khalayak umum atau bahkan kepada elite intelektual, sebagaimana perluasan lahan kolektif itu sendiri bisa dilakukan misalnya melalui pemberian indikasi bahwa perselisihan bersifat verbal, bukan substansial, atau melalui pencerahan dengan metode lain yang menjadi titik temu kedua pihak yang berselisih.

Kedua: Kelapangan Hati Ketika Terjadi Perselisihan

Selagi kita meyakini keterbukaan pintu ijtihad serta memandangnya sebagai keadaan alami yang tidak dapat dibendung dengan suatu keputusan, dan selagi sebab-sebab

Pusta

ka S

yiah

Page 39: Syiah Pustaka

39Pelangi Islam

perbedaan hasil-hasil ijtihad tetap ada dan alamiah pula maka ini berarti kerelaan untuk menerima perbedaan pendapat dan fatwa. Patut pula untuk kita ingat di sini bahwa kita tidak menemukan larangan Islam terhadap perbedaan pendapat. Larangan yang ada hanyalah terhadap pertikaian untuk kekuasaan, keberpencaran dalam agama, sektarianisme yang memecah belah, dan lain sebagainya. Ini menunjukkan rasionalitas Islam.

Atas dasar ini, seorang muslim baik yang sudah berilmu

maupun yang masih belajar, baik mujtahid maupun pengikut,

harus siap menghadapi perbedaan pendapat dan tidak perlu

menggunakan cara-cara intimidasi, pendiskreditan dan lain

sebagainya. Dengan demikian, perselisihan tetap tidak akan

mengusik rasa persaudaraan dan kasih sayang.

Ada banyak nas yang menyerukan kepada orang yang

beriman agar bersabar, toleran berlapang dada, dan bisa jadi

kebalikan dari kenyatakan kita dewasa ini. Di sini kami ingin

menyinggung nas dari Imam Ja`far Shadiq as ketika keadaan

suatu kaum sedang dibicarakan. Perawi berkata, “Aku berlepas

diri dari mereka karena mereka tidak sependapat dengan

kita.” Imam berkata, “Mereka mencintai kami meski mereka

tidak sependapat dengan kami, apakah kalian berlepas diri

dari mereka?” Perawi berkata, “Ya.” Imam berkata, “Kami

memiliki sesuatu yang tidak kalian miliki, maka apakah kami

harus berlepas dari dari kalian....” Imam lantas berkata lagi,

“Maka cintailah mereka dan jangan berlepas diri mereka.

Sesungguhnya di antara orang-orang Islam ada yang

memiliki satu saham dan ada pula yang memiliki dua saham

Pusta

ka S

yiah

Page 40: Syiah Pustaka

40 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

... Maka tidaklah patut apabila urusan pemilik satu saham dilimpahkan kepada urusan pemilik dua saham....”15

Perilaku para imam mazhab satu sama lain juga menjadi teladan yang baik mengenai hakikat ini. Tentu akan berkepanjangan jika kami memaparkan di sini apa yang termuat dalam sejarah tentang ini.16

Kita juga melihat mereka tidak menutup pintu ijtihad bagi yang lain. Mereka bahkan mengharamkan seseorang mengikuti pendapat mereka jika orang itu mendapatkan dalil yang bertentangan pendepat mereka. Tentang ini cukuplah kiranya kami memaparkan beberapa keterangan sebagai berikut.

Imam Malik bin Anas berkata, “Sesungguhnya aku adalah manusia biasa, bisa benar dan bisa salah, maka ukurlah pendapatku dengan kitab suci dan sunah.”

Imam Syafi’i berkata, “Jika ada hadis yang bertentangan dengan pendapatku, campakkan pendapatku ke dinding.”

Imam Hanafi berkata, “Inilah pendapatku dan inilah yang menurutku terbaik, maka kami menerima pendapat yang tidak sesuai dengan pendapatku, dan haram orang lain berfatwa dengan pendapatku jika dia tidak mengetahui dalilku.”

Imam Hambali berkata, “Barangsiapa yang tidak banyak mengetahui ilmu rijal, hendaknya bertaklid kepada tokoh.”

15 Wasā’il al-Syī’ah, cetakan Muassat Ahlulbait (as), juz 16, hal. 160.16 Silakan meninjau pembahasan Syekh Waid Zadeh tentang ini

dalam bukunya Dirāsat wa Buhuts, jilid 1, hal. 545.

Pusta

ka S

yiah

Page 41: Syiah Pustaka

41Pelangi Islam

Sikap yang sama juga ditekankan oleh para ulama besar sesudah mereka.17

Ketiga: Menghindari Pengafiran, Pemfasikan dan Tuduhan Bidah

Kami menganggap masalah pengafiran sesama muslim (takfir) sebagai salah satu petaka besar yang menimpa sejarah kita. Meskipun banyak nas suci yang menjelaskan batasan-batasan muslim di satu sisi dan melarang pengafiran sesama muslim di sisi lain18, namun kita melihat keadaan yang membekukan akal ini justru mewabah. Kita bahkan melihat ada orang menulis buku berisikan pernyataan bahwa penolakan terhadap apa pun yang ada dalam buku itu dapat menyebabkan seseorang menjadi kafir. Ini jelas mengherankan.19

Atas dasar ini kami menyerukan peralihan dari jargon “iman dan kafir” menjadi tahap “benar dan salah” dengan spirit al-Quran yang menyerukan sportivitas, bahkan dalam perdebatan dengan orang yang memang kafir, manakala Rasulullah saw bersabda kepada mereka,

“Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu perbuat.”20

17 Banyak pernyataan senada dari para tokoh yang dikutip dalamberbagai kitab, antara lain Jalā’ al-Ain karya Alusi hal.107, Talbīsu IbliskaryaIbnuJauzi,dankitabkontemporerberjudulal-Imām al-Shādiq wa al-Madzāhib al-Arba’ah, jilid 1, hal. 175.

18 Silakan meninjau hadis-hadis bab iman dalam kitab-kitab sahih dan kitab-kitab hadis seperti Jāmi’ al-Ushῡl karya Ibnu Atsir al-Jazari,jilid1.

19 Kami memiliki data dan buktinya namun tidak perlu kamikemukakan di sini.

20 QS. al-Saba’ [34]: 25.

Pusta

ka S

yiah

Page 42: Syiah Pustaka

42 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Keempat: Tidak Terpancang Pada Konsekuensi Pendapat

Adalah sesuatu yang wajar apabila seseorang bertahan pada pendapatnya dan membelanya dengan saksama dan sekuat tenaga. Sayangnya, kita terbiasa berdebat berdasar konsekuensi pendapat sehingga terjadilah aksi pengafiran dan tuduhan bidah, padahal orang yang berpendapat itu belum tentu menerima konsekuensi tersebut.

Contohnya adalah orang yang meyakini rasionalitas penilaian baik dan buruk kemudian menyatakan bahwa penolakan terhadap keyakinan ini dapat menutup pintu keimanan terhadap kebenaran nabi dengan alasan bahwa hal yang menolak kemungkinan kedustaan nabi yang datang membawa mukjizat adalah hukum akal karena akal memastikan keburukan pembekalan mukjizat bagi seorang pendusta, sehingga jika asumsinya ialah tidak adanya rasionalitas penilaian buruk maka ini berarti bahwa kita telah menutup pintu keimanan kepada kenabian. Demikian pula pernyataan yang mengemuka mengenai ketaatan kepada Allah. Disebutkan bahwa yang mengharuskan kita taat kepada-Nya adalah akal, bukan selainnya.

Dalam konteks inilah kita melihat sebagian orang menuduh syirik pihak lain yang meyakini tawasul dan syafaat, atau bersumpah bukan dengan nama Allah. Pihak yang menuduh beralasan bahwa keyakinan-keyakinan itu konsekuensinya ialah ini, itu dan seterusnya.

Diskusi secara ilmiah dan dengan kepala dingin adalah sesuatu yang diharap. Kita sama sekali tidak menghendaki penutupan pintu diskusi teologis. Logika justru menuntut pembukaan pintu ini. Namun kami menyerukan diskusi

Pusta

ka S

yiah

Page 43: Syiah Pustaka

43Pelangi Islam

yang logis sehingga jangan sampai kita mengaitkan sesuatu kepada orang lain sementara orang itu tidak menerimanya. Selagi dia tidak menerima keniscayaan antara pendapatnya dan pendapat yang lain maka kita harus dapat menutup mata. Dengan cara demikian kita dapat menutup pintu rapat-rapat bagi aksi saling tuduh yang dapat menimbulkan perpecahan.

Kelima: Saling Hormat dalam Dialog

Saling hormat disebabkan kita mengetahui bahwa dialog adalah logika sehat manusia untuk mengemukakan pendapatnya kepada orang lain, dan bahwa al-Quran telah mengemukakan teori yang bagus untuk dialog yang ideal, teori yang mengemukakan mukadimah-mukadimah dialog, kondisi, tujuan dan bahasanya dengan sangat indah tiada tara, termasuk menyangkut kesediaan mendengar berbagai pendapat lalu mengikuti pendapat yang terbaik. Demikian pula menyangkut kesiapan untuk tidak melukai perasaan orang. Al-Quran bahkan menegaskan,

Katakanlah: “Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu perbuat.”21

Ayat ini berkenaan dengan ketepatan tatacara dialog Rasulullah saw dengan nonmuslim, penjauhan beliau dari pola-pola yang dapat membangkitkan rasa dendam dan saling tuduh, serta kepedulian kepada logika dialog itu sendiri, yaitu pengindahan yang bahkan menyangkut pilihan kata, sehingga ayat ini tidak menggunakan kata “kami tidak ditanya (pula) tentang dosa yang kamu perbuat” sebagai 21 QS. Saba’ [34]: 25.

Pusta

ka S

yiah

Page 44: Syiah Pustaka

44 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

bentuk penghormatan terhadap pihak lain, padahal kalimat itu sesuai dengan alur kata. Lantas bagaimana dengan kita sendiri, padahal kita berdialog sebagai sesama muslim yang sama-sama meyakini prinsip-prinsip yang telah kami sebutkan dalam penjelasan kami tentang prinsip-prinsip yang harus diindahkan dalam upaya pendekatan antarmazhab. Apalagi dalam sebuah hadis disebutkan, “Hendaknya setiap orang memerhatikan keburukan penghinaan terhadap saudaranya sesama muslim.”22

Keenam: Menghindari Penistaan Hal Yang Disucikan

Masalah ini pada dasarnya mengikuti dasar sebelumnya, dan bahkan sebenarnya lebih utama karena penistaan itu menimbulkan kondisi emosional yang kontraproduktif dan menghilangkan keseimbangan dialog yang diinginkan. Kita melihat al-Quran melarang tindakan demikian. Allah Swt berfirman,

Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan23

Dengan roh insaniah inilah Allah Swt mengarahkan orang-orang yang beriman dalam pergaulan mereka sesudah Dia menerangkan kepada mereka tugas-tugas dakwah

22 Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah dalam sebuah hadis yang panjang.

23 QS. al-An’am [6]: 108.

Pusta

ka S

yiah

Page 45: Syiah Pustaka

45Pelangi Islam

mereka yang tidak mengandung unsur pemaksaan pendapat terhadap pihak lain, termasuk orang-orang musyrik. Allah Swt berfirman,

Dan kalau Allah menghendaki, niscaya mereka tidak memperkutukan(Nya). Dan Kami tidak menjadikan kamu pemelihara bagi mereka; dan kamu sekali-kali bukanlah pemelihara bagi mereka24

Nas-nas Islam yang melarang hujatan dan pelaknatan sudah masyhur. Jika terhadap orang-orang musyrik pun ternyata perlakuan harus demikian, lantas bagaimana lagi dengan dialog antarsesama muslim yang sudah seharusnya saling bersaudara, memiliki satu tujuan yang sama, satu ikut merasakan jika yang lain sakit atau mendambakan sesuatu. Dengan demikian, penistaan sama sekali tidak dapat ditolerir, khususnya terkait hal-hal yang disucikan oleh pihak lain dan tidak ada kaitannya dengan keyakinan-keyakinannya yang paling pokok.

Ketujuh: Kebebasan Memilih Mazhab

Kebebasan memilih mazhab adalah karena ketika kita sudah meyakini bahwa mazhab-mazhab yang ada merupakan hasil ijtihad yang notabene diperkenankan oleh Islam maka kita juga harus menganggapnya sebagai jalan-jalan yang mengemuka untuk mencapai keridaan Allah Swt.

Ketika terjadi perbedaan pendapat, sudah sewajarnya seorang muslim mempelajari mazhab-mazhab lain kemudian memilih mana yang lebih baik sesuai dengan tolok ukur yang diyakininya dan yang membuatnya dapat memastikan

24 QS. al-An’am [6]: 107.

Pusta

ka S

yiah

Page 46: Syiah Pustaka

46 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

bahwa dia telah menunaikan kewajiban, amanat dan ikrarnya di hadapan Allah Swt. Dengan demikian, tidak ada orang lain yang berhak mencela apa yang telah dia pilih, walaupun seandainya dia masih belum puas dengan pilihan itu. Kemudian, tidak ada artinya memaksa seseorang untuk memilih mazhab tertentu karena ini berkaitan dengan kepuasan ideologisnya, dan ini tidak mungkin dicapai kecuali dengan dalil dan argumentasi.

Di sini kami menegaskan bahwa setiap mazhab berhak mengemukakan dan menjunjung pendapatnya tanpa harus mengusik, mengintimidasi dan melukai mazhab-mazhab lain. Karena itu kami tidak menganjurkan penutupan diskusi yang rasional dan sehat berkenaan dengan akidah, fikih dan sejarah. Yang kita tolak adalah upaya-upaya eksploitasi, pelemahan, perdebatan sia-sia, pemaksaan pendapat dan lain sebagainya.

Kami meyakini bahwa pelanggaran yang terjadi sepanjang sejarah kita adalah akibat inkonsistensi terhadap kaidah-kaidah dialog yang ideal dan pengabaian terhadap hakikat bahwa semua mazhab yang ada bekerja demi menjunjung tinggi kalimat Islam sesuai perspektif masing-masing.

Peran Ulama dan Cendekiawan dalam Upaya Pendekatan Antarmazhab

Tak syak lagi bahwa beban terbesar dalam upaya pendekatan antarmazhab terpikul di pundak para ulama dan cendekiawan. Ini karena selain mereka adalah para pewaris nabi, pembawa misi dakwah dan pembina generasi,

Pusta

ka S

yiah

Page 47: Syiah Pustaka

47Pelangi Islam

juga merupakan kalangan yang lebih mengetahui prinsip-prinsip yang melandasi pendekatan antarmazhab serta paling berpengaruh dalam pemersatuan barisan dan realisasi karakteristik umat Islam.

Jika kami hendak mengajukan usulan secara ringkas menyangkut peranan yang harus mereka mainkan dalam hal ini, usulan kami ialah sebagai berikut.

1. Pendalaman metode yang moderat dalam memahami syariat

2. Generalisasi logika dialog Islam

3. Pengembalian peran ilmu ushul fikih dalam kegiatan istimbat

4 Pengindahan terhadap tujuan-tujuan syariat dan karakteristik Islam dalam kegiatan istimbat dan dalam pengubahan fikih Islam menjadi hukum aplikatif (qawanun tathbiqiyyah)

5. Penggalakan upaya menghidupkan studi komparatif atau ikhtilaf dalam pengertiannya yang positif

6. Perhatian yang besar terhadap forum-forum ijtihad sebagai forum fikih Islam

7. Perhatian terhadap fikih teori, yakni penyingkap mazhab-mazhab Islam pada berbagai aspek kehidupan sosial, ekonomi dan hukum, dan hal ini berbeda dengan istimbat fikih yang bersifat parsial. Perhatian ini akan banyak membantu kita dalam upaya mengetahui perbedaan pandangan Islam dengan pandangan paham-paham lain serta dapat menyajikan solusi-solusi yang implementatif bagi pemangku jabatan

Pusta

ka S

yiah

Page 48: Syiah Pustaka

48 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

kenegaraan (wali amr) untuk memilih mana solusi yang lebih bermaslahat untuk diterapkan

8. Bekerja berdasar keputusan yang menjadi referensi dasar para ahli agama serta penghapusan parasitisme, pola-pola istihsan dadakan, wacana-wacana modern dan lain-lain

9. Urgensi pendalaman terhadap prinsip-prinsip dan norma-norma gerakan pendekatan antarmazhab Islam agar tertanam dalam sanubari mereka, terefleksi dalam kajian, diskursus dan buku-buku mereka, atau bahkan juga terindahkan dalam istimbat-istimbat fikih dan pemikiran mereka dan menjadi satu acuan penting pembawa maslahat yang tersajikan menyangkut pergesekan hukum yang tidak terlalu penting berdasar kaidah-kaidah pergesekan (tazahum) yang masyhur dalam ushul fikih. Dalam hal ini pada beberapa konferensi internasional kami telah menyerukan pentingnya dukungan terhadap gerakan pendekatan fikih dan pandangan-pandangan fikih. Tak jarang kami menemukan perselisihan fikih yang setelah direnungkan ternyata berubah menjadi sekadar perselisihan verbal yang terjadi akibat perbedaan sisi pandang atau perbedaan istilah. Hal yang serupa juga kami temukan dalam kajian-kajian ushul seperti pembahasan tentang qiyas, istihsan, antisipasi kemungkinan buruk (sadd al-dzari’ah) dan lain-lain. Dan ini merupakan arah yang kita temukan dalam beberapa kitab ushul seperti Ushul Fiqh karya Allamah Syekh Muhammad Ridha al-Muzhaffar dan Allamah Sayid Muhammad Taqi al-Hakim yang berkat taufik Allah kami sempat berguru kepada keduanya. Di sini patut pula kami menyebutkan adanya banyak kitab yang justru mempersengit perselisihan pendapat serta memberikan ilusi

Pusta

ka S

yiah

Page 49: Syiah Pustaka

49Pelangi Islam

kepada pembacanya bahwa mustahil pendapat-pendapat itu dapat dipertemukan dan bahwa perselisihan merambah ke semua bidang sehingga upaya pendekatan menjadi terlihat tidak bermakna. Menurut hemat kami, kitab-kitab itu tidak benar dan mengabaikan kesatuan sumber serta kesamaan metode, tolok ukur dan tujuan.

10. Tindakan yang serasi untuk pencerahan umat dan peningkatan budaya pendekatan antarmazhab ke level kolosal yang sekiranya setiap pribadi muslim tidak akan memandang muslim lainnya kecuali dengan rasa persaudaraan yang tulus, bersemangatkan kerja sama kendati berbeda mazhab, dan berlapang dada untuk menerima pluralisme mazhab, menghapus sentimen dan menyingkirkan endapan-endapan historis yang telah menimbulkan kondisi yang memprihatinkan. Dengan demikian, semua perselisihan dalam hukum syariat, perbedaan dalam penentuan sikap sejarah, dan perbedaan dalam perilaku sosial pada dasarnya masih dapat ditolerir selagi masih berada dalam area Islam yang umum dan merupakan hasil perbedaan dalam ijtihad. Sedangkan jika perilaku itu dipandang sudah keluar oleh seluruh mujtahid, selesailah perkara untuk mengatasi perilaku itu dengan cara yang terbaik

11. Upaya kolektif dan saling menunjang untuk mengambil langkah-langkah bersama yang dapat menjadi percontohan dalam semua persoalan strategis, seperti:

a. Penerapan syariat Islam

b. Realisasi sistem kerakyatan berbasis agama

c. Perlawanan terhadap rencana-rencana musuh untuk menghapus eksistensi dan identitas umat Islam

Pusta

ka S

yiah

Page 50: Syiah Pustaka

50 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

d. Pemeliharaan persatuan umat dan penanggulangan perpecahan

e. Pengedepanan kepentingan umum atas kepentingan khusus

12. Pemberian motivasi untuk mendirikan institusi-institusi pendekatan antarmazhab, seperti:

a. Kelompok-kelompok studi komparatif untuk pendekatan antarmazhab

b. Komunitas-komunitas sosial kolektif

c. Posko-posko pendekatan antarmazhab di berbagai bidang

d. Komunitas-komunitas pendekatan antarmazhab di semua tempat yang dihuni oleh umat Islam

Mengenai pusat-pusat dan bahkan pemerintah-pemerintah Islam, mereka tentu dapat memainkan peranan penting di bidang ini dengan cara ikut menggalangkan gerakan pendekatan antarmazhab, menyelenggarakan konferensi, mengaplikasikan keputusan-keputusan yang telah disahkan, memberikan kepercayaan kepada para tokoh yang bertanggung jawab, mengatasi gejala-gejala perpecahan, dan memasyarakatkan budaya toleransi kemazhaban dan lain sebagainya.

Pusta

ka S

yiah

Page 51: Syiah Pustaka

51Pelangi Islam

Konferensi Dan

Deklarasi

Pusta

ka S

yiah

Page 52: Syiah Pustaka

52 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Pusta

ka S

yiah

Page 53: Syiah Pustaka

53Pelangi Islam

Deklarasi Konferensi Islam Internasional di Amman, Yordania

Dengan Nama Allah Maha Pengasih Maha Penyayang

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya.25

Berikut ini adalah deklarasi Konferensi Islam Internasional yang telah diselenggarakan di Amman, Yordania, dengan tema “Hakikat Islam dan Peranannya di Tengah Masyarakat Kontemporer” pada 27 – 29 Jumadilawal 1426 H / 4 – 6 Juli 2005 M.

Kami yang bertanda tangan di bawah ini bersepakat dan menegaskan ikrar kami atas hal-hal sebagai berikut.

1. Bahwa setiap orang yang mengikuti empat mazhab Ahlusunnah wal Jamaah (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) serta mazhab Ja`fari, mazhab Zaidi, mazhab Ibadhi, dan mazhab Zhahiri adalah muslim, tidak boleh dikafirkan, serta diharamkan darah, kehormatan dan hartanya. Demikian pula, sesuai fatwa Rektor Universitas al-Azhar, tidak boleh mengafirkan para penganut akidah Asy’ariah dan para pengamal tasawuf yang hakiki serta tidak boleh mengafirkan para penganut pemikiran Salafi yang sahih. Tidak boleh

25 QS. al-Nisa [4]: 1.

Pusta

ka S

yiah

Page 54: Syiah Pustaka

54 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

pula mengafirkan satupun kelompok lain di antara umat Islam yang beriman kepada Allah Swt dan Rasulullah saw serta percaya kepada rukun-rukun iman, menjunjung tinggi rukun-rukun Islam dan tidak mengingkari hal-hal yang pasti dalam agama.

2. Bahwa apa yang mempertemukan mazhab-mazhab Islam satu sama lain jauh lebih besar daripada apa yang diperselisihkan. Para penganut delapan mazhab tersebut sepakat dalam hal-hal yang prinsip dalam Islam. Mereka semua beriman kepada Allah Swt, Tuhan Yang Maha Esa, percaya bahwa al-Quran al-Karim adalah kalam Allah yang telah diturunkan, dan percaya bahwa junjungan kita Muhammad saw adalah seorang nabi dan rasul untuk seluruh umat manusia. Mereka semua juga sepakat mengenai lima rukun Islam, yaitu dua kalimat syahadat, salat, zakat, puasa Ramadan, dan haji ke Baitullah, dan mengenai rukun-rukun iman, yaitu; iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab suci-Nya, para rasul-Nya, hari kiamat, dan kepada takdir baik dan buruk. Adapun perselisihan yang terjadi di antara para ulama pengikut mazhab-mazhab tersebut adalah perselisihan di bidang furu’, bukan ushul, dan ini adalah rahmat. Sejak dahulu kala sudah disebutkan bahwa perselisihan pendapat di antara para ulama adalah sesuatu yang baik.

3. Bahwa pengakuan terhadap mazhab-mazhab yang ada dalam Islam artinya ialah konsistensi pada metode tertentu dalam fatwa, sehingga siapa pun tidak boleh mengeluarkan fatwa tanpa keahlian dan kredibilitas tertentu sebagaimana telah ditetapkan oleh masing-masing mazhab; tidak boleh mengaku berijtihad dan membuat mazhab baru atau

Pusta

ka S

yiah

Page 55: Syiah Pustaka

55Pelangi Islam

memberikan fatwa-fatwa yang tertolak dan mengeluarkan umat Islam dari kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan syariat serta apa yang sudah ditetapkan oleh mazhab-mazhabnya.

4. Bahwa tema inti Risalah Amman yang telah dirilis pada Lailatul Qadar tahun 1425 Hijriah dan telah dibacakan di Masjid al-Hasyimiyyun ialah konsistensi pada mazhab-mazhab yang ada dengan metode masing-masing. Dengan demikian, maka pengakuan atas mazhab-mazhab itu dan penegasan atas pentingnya dialog dan pertemuan antarmereka adalah sesuatu yang menjamin adanya sikap yang seimbang, moderat, toleran, kasih sayang dan dialog satu sama lain.

5. Bahwa kami menyerukan penghapusan pertikaian antarumat Islam serta mengajak mereka kepada persatuan kalimat dan sikap mereka, kepada sikap saling hormat, kepada solidaritas antarbangsa dan negara mereka, kepada penguatan hubungan persaudaraan yang dapat menyatukan mereka dalam kecintaan di jalan Allah Swt serta tidak membiarkan terbukanya celah bagi fitnah serta intervensi satu sama lain.

Allah Swt berfirman,

Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat (QS. al-Hujurat [49]: 10)

Segala puji bagi Allah Yang Maha Esa.

Pusta

ka S

yiah

Page 56: Syiah Pustaka

56 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Daftar Nama Para Ulama Penanda Tangan Deklarasi

Konferensi Islam Internasional “Hakikat Islam dan Peranannya di Tengah

Masyarakat Kontemporer”26

Republik Azarbeijan

1. Syekh al-Islam Syakur bin Hemmat Bazsyazadah, Kepala Direktorat Umat Islam Kaukasus.

Kerajaan Yordania al-Hasyimiyah

2. Al-Maliki al-Amir Ghazi bin Muhammad, Utusan Pribadi dan Penasihat Khusus Raja Abdullah II bin Husain, dan Ketua Lembaga Pemikiran Islam Alul Bait (Muassasat alil Bait li al-Fikr al-Islami).

3. Syekh Izzuddin al-Khatib al-Tamimi, Penasihat Raja untuk Urusan Islam, dan Hakim Tertinggi.

4. Ustaz Dr. Abdul Salam al-Ibadhi, Menteri Wakaf, Urusan dan Kesucian Islam.

5. Yang Mulia Ustaz Dr. Ahmad Halil, Penasihat Raja dan Imam al-Hadhirah al-Hasyimiyah.26 Daftarnamadisusunsecaraalfabetik(Arab)berdasarnamanegara

peserta.

Pusta

ka S

yiah

Page 57: Syiah Pustaka

57Pelangi Islam

6. Syekh Said Hijjawi, Mufti besar Kerajaan Yordania al-Hasyimiyah.

7. Sayid Aql Baltaji, Penasihat Raja.

8. Ustaz Dr. Khalid Thuqan, Menteri Tarbiah dan Pendidikan, Menteri Pendidikan Tinggi dan Kajian Ilmiah.

9. Ustaz Dr. Khalid al-Kurki, Wakil Ketua Dewan Pimpinan Lembaga Pemikiran Islam Alul Bait dan Rektor Universitas Negeri Jarasy.

10. Syekh Salim al-Falahat, Pengawas Umum Ikhwanul Muslimin.

11. Ustaz Dr. Syeh Abdul Aziz al-Hayyath, Mantan Menteri Wakaf.

12. Ustaz Dr. Syekh Nuh al-Qudhat, Mantan Mufti Angkatan Bersenjata Yordania.

13. Ustaz Dr. Ishaq al-Farhan, Rektor Universitas Negeri al-Zarqa’, dan Mantan Menteri Tarbiah dan Pendidikan.

14. Ustaz Kamil al-Syarif, Sekretaris Jenderal Majelis Islam Dunia untuk Dakwah dan Bantuan.

15. Dr. Abdul Latif Arabiyyat, Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, dan Ketua Dewan Syura Front Amal Islami.

16. Al-Amid Abdul Karim Salim Sulaiman al-Khashawanah, Mufti Angkatan Bersenjata Yordania.

17. Ustaz Dr. Adil al-Thuwaisi, Rektor Universitas Alul Bait.

Pusta

ka S

yiah

Page 58: Syiah Pustaka

58 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

18. Ustaz Dr. Yusuf Ghaidhan, Dekan Fakultas Dakwah dan Ushuluddin, Universitas al-Balqa’ al-Tathbiqiyyah.

19. Syekh Hasan al-Saqqaf, Penasihat Ketua Dewan Pimpinan Lembaga Pemikiran Islam Alul Bait dan Direktur Darul Imam al-Nawawi li Nasyr wa al-Tauzi’.

20. Ir. Marwan al-Fa’uri, Ketua Forum Moderat untuk Pemikiran dan Kebudayaan.

21. Ny. Nawal al-Fa’uri, Pembina dan Pemikir Islam.

22. Ustaz Dr. Abdul Nasir Abu al-Bashl, Dekan Fakultas Syariat Universitas al-Yarmuk.

23. Ustaz Bilal al-Til, Pemimpin Redaksi Majalah al-Liwa’.

24. Ustaz Dr. Azmi Thaha al-Sayyid, Dekan Fakultas Fikih dan Hukum Universitas Alul Bait.

25. Dr. Rasyid Said Syahwan, Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Balqa al-Tathbiqiyyah.

Australia

26. Syekh Salim Alwan al-Husaini, Ketua Umum Darul Fatwa Majelis Tinggi Islam.

Republik Afghanistan

27. Sayid Nasir Ahmad Nur, Duta Besar Afghanistan untuk Qatar.

Republik Jerman

28. Ustaz Dr. Murad Hofman, cendekiawan muslim, mantan Duta Besar Jerman untuk Maroko.

Pusta

ka S

yiah

Page 59: Syiah Pustaka

59Pelangi Islam

29. Syekh Shalahuddin al-Ja`farawi, Ketua Umum Bidang Asistensi Majelis Dakwah Islam Sedunia.

Uni Emirat Arab

30. Sayid Ali bin Sayid Abdurrahman al-Hasyimi, Penasihat Kepala Negara Urusan Hukum dan Agama.

31. Syekh Muhammad al-Banani, Hakim Tinggi Uni Emirat Arab.

32. Dr. Abdul Salam Muhammad Daryusy al-Marzuki, Hakim Pengadilan Dubai.

Amerika Serikat

33. Ustaz Dr. Sayid Hossein Nasr, Dosen Studi Islam Universitas George Washington.

34. Syekh Hamzah Yusuf, Ketua Lembaga al-Zaitunah.

35. Dr. Yusuf Lumbard, cendekiawan muslim.

36. Syekh Faisal Abdul Rauf, Imam Masjid New York.

37. Dr. Ingrid Mattson, Dosen Studi Islam Fakultas Hartford.

38. Dr. Sulaiman Abdullah Shlaifer, Direktur Adam Center untuk Pers dan Televisi, American University in Kairo.

39. Dr. Syekh Nuh Hamim Keler, dai dan pemikir muslim, dan anggota Lembaga Pemikiran Islam Alul Bait.

40. Sayid Nahad Awadh, Direktur Jenderal Majelis Hubungan Islam-Amerika.

Pusta

ka S

yiah

Page 60: Syiah Pustaka

60 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

41. Dr. James Morris dari Universitas Exeter.

42. Syekh Abdullah Adhami, dai dan cendekiawan muslim.

43. Dr. Yusuf Kumbad, cendekiawan Muslim.

Republik Indonesia

44. Dr. Tuty Alawiyyah Abdullah Syafi’i, Rektor

Universitas Islam al-Syafi’iyyah dan Mantan Menteri

Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Republik Indonesia.

45. Ribhan Abdul Wahab, Duta Besar Republik Indonesia

untuk Yordania.

46. KH. Hasyim Muzadi, Ketua Umum Pengurus Besar

Nahdhatul Ulama (PBNU).

47. Muhammad Rozi Munir, Wakil Ketua Umum PBNU.

48. Muhammad Iqbal Salim dari Liga Universitas Islam

Sedunia.

Republik Uzbekistan

49. Syekh Mohammad Sadiq Muhammad Yusuf, Mufti

Besar Republik Uzbekistan.

50. Ustaz Yusufov Artiq Beik, cendekiawan muslim.

Ukraina

51. Syekh Ahmad Tamin, Mufti Ukraina.

Pusta

ka S

yiah

Page 61: Syiah Pustaka

61Pelangi Islam

Republik Islam Iran

52. Ayatullah Syekh Muhammad Ali Taskhiri, Sekretaris

Jenderal Forum Pendekatan Antarmazhab Islam Sedunia.

53. Ayatullah Muhammad Waidh Zadeh al-Khurasani,

Sekretaris Jenderal Forum Pendekatan Antarmazhab Islam

Sedunia.

54. Hujjatul Islam wal Muslimin Dr. Mahmud

Muhammadi Iraqi, Ketua Asosiasi Kebudayaan dan

Hubungan Islam Republik Islam Iran.

55. Dr. Sayid Mustafa Muhaqqid Damad, Ketua Akademi

Ilmu Pengetahuan, Hakim Kementerian Keadilan, dan Ketua

Lembaga Kejaksaan Umum Republik Islam Iran.

56. Dr. Sayid Mahmud Mar’asyi al-Najafi, Kepala

Perpustakaan Ayatullah Uzhma Mar’asyi al-Najafi.

57. Dr. Muhammad Ali Azarsyab, Sekretaris Jenderal

Forum Persahabatan Arab-Iran.

58. Sayid Murtadha Hasyim Burqadi, Direktur Jenderal

Hubungan Antarnegara dan Dairatul Maarif al-Islamiyyah

al-Kubro.

59. Allamah Syekh Abbas Ali Sulaimani, Wakil Imam

Ali Khamenei untuk kawasan timur Iran.

60. Sayid Gholam Reza Mirzai, Anggota Mejelis

Permusyawaratan Islam.

61. Syekh Muhammad Syariati, pemikir muslim.

Pusta

ka S

yiah

Page 62: Syiah Pustaka

62 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Italia

62. Dr. Yahya Pallavicini, Wakil Ketua Liga Islam.

Republik Pakistan

63. Dr. Dzafar Ishaq Ansari, Direktur Jenderal Pusat Kajian Islam, Islamabad, Pakistan.

64. Dr. Ridha Syah Kazhimi, cendekiawan muslim.

65. Ustaz Arif Kamal, cendekiawan muslim dan Duta Besar Pakistan untuk Yordania.

66. Dr. Mahmud Ahad Ghazi, Rektor Universitas Islam Islamabad.

67. Dr. Muhammad Thahir Qadiri, Pusat Studi Islam Islamabad.

Bahrain

68. Syekh Dr. Muhammad Ali al-Satari, Menteri Keadilan.

69. Dr. Farid Ya’qub al-Miftah, Wakil Menteri Urusan Islam.

Brazil

70. Syekh Ali Muhammad Abduni, Delegasi Simposium Pemuda Islam Sedunia di Amerika Latin dan Ketua Darul Fatwa Republik Libanon di Sao Paulo.

Portugal

71. Abdul Majid Wakil, Direktur Banco Efisa.

Pusta

ka S

yiah

Page 63: Syiah Pustaka

63Pelangi Islam

72. Sahil Nakhoda, Pemimpin Redaksi Majalah Islamika.

Republik Bangladesh

73. Dr. Abul Hasan Shadiq, Rektor Universitas Bangladesh-Asia.

Bosnia Herzegovina

74. Dr. Syeh Mustafa Ceric, Ketua Majelis Ulama dan Mufti Besar Bosnia Herzegovina.

75. Ustaz Hasan Makic, Mufti Bihac.

76. Ustaz Anas Lifakovic.

Thailand

77. Wan Muhammad Nur Matsa, Penasihat Perdana Menteri Thailand.

78. Wibun Khusakul, Duta Besar Thailand di Baghdad.

Turki

79. Dr. Ekmeleddin Ihsanoglu, Sekretaris Jenderal Organisasi Konferensi Islam (OKI).

80. Dr. Ali Auzak, Ketua Lembaga Kajian Islam Istanbul.

81. Dr. Mualla Seljuki, Dekan Fakultas Syariat Ankara.

82. Prof. Mostafa Cagrici, Mufti Istanbul dan Dosen Ilmu Filsafat Islam.

83. Prof. Ibrahim Kafi Dunmaz, Dosen Ilmu Fikih Islam Universitas Marmara.

Pusta

ka S

yiah

Page 64: Syiah Pustaka

64 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Republik Chad

84. Syekh Dr. Husain Abkar, Ketua Dewan Tinggi Urusan Islam.

Republik Tunisia

85. Dr. Hadi al-Bakush, Mantan Perdana Menteri.

86. Dr. Abu Bakar al-Akhzuri, Menteri Agama.

87. Dr. Ali al-Shabi, Ketua Dewan Tinggi Islam dan Mantan Menteri Agama.

88. Ustaz al-Habib Syibub, penulis dan sejarawan.

89. Dr. Amir al-Zamali, Penasihat Urusan Islam Komisi Palang Merah Internasional.

Republik Aljazair

90. Ustaz Lakhzar Ibrahimi, Utusan Khusus Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

91. Dr. Buabdillah bin al-Haj Muhammad Ali Ghulamullah, Menteri Agama dan Wakaf.

92. Dr. Mustafa Syarif, Menteri Pendidikan Tinggi dan Mantan Duta Besar Aljazair di Kairo.

93. Dr. Said Syaiban, Mantan Menteri Agama.

94. Dr. Ammar al-Thalibi dari Universitas Aljazair Jurusan Filsafat.

95. Sayid Abu Jarrah Sultani dari Gerakan Masyarakat untuk Perdamaian.

Pusta

ka S

yiah

Page 65: Syiah Pustaka

65Pelangi Islam

Afrika Selatan

96. Syekh Ebrahim Gabriels.

Rusia

97. Syekh Rawi Einuddin, Kepala Biro Agama Umat Islam.

98. Dr. Said Hibatullah Kamilov, Direktur Akademi Kebudayaan Islam, Moskow.

99. Dr. Murad Murtazin, Rektor Universitas Islam Moskow.

100. Rovshan Abbasov, Kepala Bagian Hubungan Luar Negeri Majelis Syura Mufti Rusia.

Arab Saudi

101. Dr. Abdul Aziz bin Utsman al-Tuijari, Direktur Jenderal Islamic Educational, Scientific and Cultural Organization (ISESCO).

102. Syekh al-Habib Muhammad bin Abdurrahman al-Saqqaf.

Singapura

103. Dr. Yakub Ibrahim, Menteri Lingkungan Hidup dan Pengairan dan Menteri Urusan Islam.

Republik Senegal

104. Haji Mustafa Sisi, Penasihat Khusus Presiden Senegal.

Pusta

ka S

yiah

Page 66: Syiah Pustaka

66 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

105. Ustaz Abdullah Bah, Ketua Persatuan Relawan Pendidikan dan Kebudayaan Islam.

Republik Sudan

106. Abdurrahman Sawar al-Dzahab, Mantan Presiden.

107. Dr. Esham Ahmad al-Basyir, Menteri Bimbingan dan Wakaf.

108. Dr. Izzuddin Umar Musa, Guru Besar Ilmu Sejarah Universitas King Saud, Riyadh.

Republik Arab Suriah

109. Syekh Dr. Ahmad Badar Hasun, Mufti Arab Suriah.

110. Dr. Muhammad Said Ramadan al-Bouti, dai dan pemikir Islam.

111. Dr. Syekh Wahbah Mustafa al-Zuhaili, Kepala Fakultas Syariat Jurusan Fikih Islam dan Mazhab-Mazhabnya, Universitas Damaskus.

112. Dr. Shalahuddin Ahmad Kuftaro, Direktur Jenderal Lembaga Syekh Ahmad Kuftaro.

113. Dr. Muhammad Taufik al-Bouti, Dosen Fikih dan Ushul Fikih Universitas Damaskus.

Swiss

114. Ustaz Tariq Ramadhan, cendekiawan muslim.

Republik Irak

115. Sayid Abdul Shahib al-Khu’i, Sekretaris Jenderal Lembaga Sosial Imam al-Khu’i.

Pusta

ka S

yiah

Page 67: Syiah Pustaka

67Pelangi Islam

116. Sayid Muhammad al-Musawi, Sekretaris Jenderal Rabithah Islam Ahlulbait Sedunia.

117. Syekh Ahmad al-Bahdali, juru dakwah.

118. Ustaz Dr. Abdul Aziz al-Dauri, sejarawan dan guru besar Ilmu Sejarah Universitas Yordania.

119. Ustaz Dr. Bashar Uwad Ma’ruf Lembaga Pemikiran Alul Bait.

120. Syekh Abbas Ali Kasyif al-Ghita’ dari Fakultas Studi Islam Universitas Kufah.

121. Dr. Abdul Hamir al-Najdi, pemikir Islam.

122. Ayatullah Uzhma Syekh Hasan al-Muayyid dari al-Muntada al-Ilmi (Forum Ilmiah), Baghdad.

123. Dr. Abdul Ghafur al-Samarra’i, Ketua Dewan Wakaf Sunni.

124. Syekh Walid Farajullah al-Asadi dari Fakultas Studi Islam Univeristas Kufah.

125. Syekh Ustaz Dr. Ahmad al-Kubaisi, juru dakwah dan cendekiawan muslim.

126. Ustaz Ghanim Jawad, direktur Urusan Kebudayaan Lembaga Sosial Imam al-Khu’i.

127. Sayid Muhammad Alawi, Wakil Direktur Jenderal Rabithah Islam Ahlulbait Sedunia.

128. Ustaz Saad al-Mula, cendekiawan muslim.

129. Dr. Mustafa Abdul Ilah Kamaluddin, cendekiawan muslim.

Pusta

ka S

yiah

Page 68: Syiah Pustaka

68 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Oman

130. Syekh Ahmad bin Hamad al-Khalili, Mufti Besar Kerajaan Oman.

131. Syekh Ahmad bin Saud al-Siyabi, Sekretaris Jenderal Maktab Mufti Besar Kerajaan Oman.

Perancis

132. Syekh Dalil Abu Bakar, Ketua Majelis Agama Islam Perancis dan Imam Masjid Agung Perancis.

133. Dr. Husain Rais, Direktur Urusan Kebudayaan Masjid Paris.

Palestina

134. Syekh dr. Ikrimah Sabri, Mufti Besar al-Quds dan Wilayah Palestina serta Khatim Masjid al-Aqsha al-Mubarak.

135. Syekh Taisir Rajab al-Tamimi, Hakim Agung Palestina.

Qatar

136. Dr. Syekh Yusuf al-Qardawi, Direktur Pusat Kajian Sunah dan Sirah Universitas Qatar.

137. Ustazah Dr. Aisyah al-Mana’i, Dekan Fakultas Syariat Universitas Qatar.

Kanada

138. Syekh Faraz Rabbani, ulama Hanafi.

Pusta

ka S

yiah

Page 69: Syiah Pustaka

69Pelangi Islam

Kuwait

139. Dr. Abdullah Yusuf al-Ghanim, Ketua Pusat Studi dan Kajian Kuwait.

140. Dr. Adil Abdullah al-Fallah, Wakil Menteri Wakaf dan Urusan Islam.

Libanon

141. Dr. Hisham Nasabe, Ketua Dewan Eksekutif Pendidikan Tinggi dan Ketua Bidang Tarbiah dan Pendidikan Jam’iyyat al-Maqashid al-Khairiyyah al-Islamiyyah.

142. Syekh Sayid Hani Fahs, anggota Dewan Tinggi Islam Syi’ah.

143. Dr. Ridwan al-Sayyid dari Fakultas Adab Universitas Libanon dan Pemimpin Redaksi Majalah al-Ijtihad.

144. Muhammad al-Sammak, Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Dialog Islam-Kristen dan Sekretaris Jenderal Puncak Spiritual Islam (al-Qummah al-Ruhiyyah al-Islamiyyah).

145. Al-Qadhi al-Syar’i al-Ja`fari Syekh Asadullah al-Harsyi dari Dewan Tinggi Islam Syi’ah.

146. Syekh Hasan Farhat dari Dewan Tinggi Islam Syi’ah.

147. Syekh Khalil al-Mis, Mufti Zahlah dan Beka Barat.

148. Husam bin Mustafa Qararah, Ketua Badan Sosial Islam.

Pusta

ka S

yiah

Page 70: Syiah Pustaka

70 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

149. Ayatullah Syekh Abdul Amir Qubalan, Wakil Ketua Dewan Tinggi Islam Syi’ah.

150. Syekh Jamil Muhammad al-Husaini, Ketua Asosiasi Syekh Sufi Libanon.

Libya

151. Ustaz Ibrahim al-Rabu, Kepala Biro Muktamar Lembaga Dakwah Islam Internasional.

152. Dr. Al-Ajili Farhat al-Mairi, Ketua Dialog Kepemimpin Rakyat Islam Internasional.

Maladewa

153. Dr. Mahmoud Shauqi, Menteri Tarbiah dan Pendidikan.

Malaysia

154. Dr. Abdul Hamid Othman, Menteri Besar dan Penasihat Perdana Menteri Urusan Agama.

155. Dr. Mohammad Hashim Kamali, Founding Chairman & CEO, Institute of Advanced Islamic Studies (IAIS), Malaysia.

156. Shahidan Kassim, Menteri Besar Perlis, Malaysia.

157. Khairy Jamaluddin, Ketua Pertubuhan Kebangsaan Melayu Bersatu (UMNO).

158. Dr. Anwar Ibrahim, Mantan Deputi Perdana Menteri Malaysia.

Mesir

159. Dr. Mahmoud Hamdy Zaqzouq, Menteri Wakaf.

Pusta

ka S

yiah

Page 71: Syiah Pustaka

71Pelangi Islam

160. Dr. Ali Jum’ah, Mantan Mufti.

161. Dr. Ahmad al-Tayeb, Rektor Universitas al-Azhar.

162. Dr. Ahmad Kamal Aboul Magd, cendekiawan muslim, mantan Menteri Informasi, pengacara dan pakar arbitrase internasional.

163. Dr. Muhammad al-Ahmadi Aboul Nour, Mantan Menteri Wakaf dan Dosen Fakultas Syariat Universitas Yarmuk, Yordania.

164. Dr. Fauzi al-Zafzaf, Ketua Komisi Tetap Dialog Antaragama Samawi Universitas al-Azhar dan anggota Lembaga Kajian Islam.

165. Dr. Hasan Hanafi, cendekiawan muslim dari Departemen Filsafat Universitas al-Azhar dan anggota Lembaga Pemikiran Alul Bait al-Islami.

166. Dr. Mohammad Mohammad al-Kahlawi, Ketua Persatuan Arkeolog Arab dan Dekan Fakultas Arkeologi Cabang al-Fayoum Universitas al-Azhar.

167. Dr. Aiman Fouad Sayed, Mantan Direktur Umum Dar al-Kutub Mesir.

168. Dr. Zaghloul al-Najjar al-Akram, Ketua Komisi Pendidikan al-Quran dan Sunah Dewan Tinggi Urusan Islam.

169. Syekh Ustaz Maaz Masoud, juru dakwah Islam.

170. Dr. Raghib al-Sarjanji, cendekiawan muslim.

171. Dr. Mohammad Hidayah, cendekiawan muslim.

Pusta

ka S

yiah

Page 72: Syiah Pustaka

72 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Inggris

171. Dr. Abbas Mohajerani, anggota Badan Sosial Imam Khu’i.

172. Syekh Abdul Hakim Murad dari Universitas Cambridge.

173. Syams Filani, cendekiawan Muslim.

174. Dr. Farhad Daftari, cendekiawan Muslim.

175. Syekh Yusuf Islam (Cat Steven), juru dakwah, musisi dan vokalis muslim.

176. Dr. Fouad Tahadi, cendekiawan muslim.

177. Sami Yusuf, seniman dan vokalis muslim.

Maroko

178. Dr. Abbas al-Jarari, Penasihat Raja.

179. Dr. Abdul Hadi Buthalib, Penasihat Raja.

180. Dr. Abdul Hadi al-Tazi, anggota Akademi Kerajaan Maroko dan Mantan Duta Besar.

181. Dr. Mahmoud Farouk al-Nabhan, Mantan Direktur Dar al-Hadits al-Hasaniyyah.

182. Dr. Ahmad Shauqi Banbin, Direktur Biro al-Hasaniyyah.

183. Dr. Najah al-Marini pakar bahasa Arab Universitas Muhammad al-Khamis.

184. Dr. Aboud al-Filawi al-Ansari, cendekiawan muslim.

Pusta

ka S

yiah

Page 73: Syiah Pustaka

73Pelangi Islam

Mauritania

185. Syekh Gholam Mohammad, Direktur Jenderal Bulan Sabit Merah Mauritania.

Austria

186. Prof. Anas al-Shaqfa, Ketua Dewan Agama Islam.

187. Tarfa al-Baghjati, aktivis muslim Austria.

Nigeria

188. Emir Haji Ado Bayero, Raja Kano, Nigeria.

189. Sulaiman Osho, Sekretaris Jenderal Konferensi Islam Afrika.

India

200. Maulana Mahmud Madani, anggota parlemen India dan Sekretaris Jenderal Badan Ulama India.

201. Ja`far al-Shadiq Mofazzal Saifuddin, cendekiawan muslim.

202. Taha Saifuddin, cendekiawan muslim.

203. Dr. Sayid Ausaf Ali, rektor Universitas Hamdard.

204. Dr. Akhtar al-Wasi’, direktur Lembaga Kajian Islam, dekan Fakultas Kemanusiaan dan Bahasa, dan direktur Studi Islam Zakir Hossein Center.

Yaman

205. Dr. Husain al-Amri, anggota Majelis Permusyawaratan Yaman, anggota Dewan Eksekutif

Pusta

ka S

yiah

Page 74: Syiah Pustaka

74 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

UNESCO, dan Guru Besar Sejarah Modern Universitas Sanaa.

206. Syekh Ibrahim bin Muhammad al-Wazir, Ketua Umum Gerakan Tauhid dan Amal Islam.

207. Habib Ali al-Jufri, dai dan pemikir Islam.

208. Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafid, Ketua Darul Mustafa Studi Islam Tarim.

Pusta

ka S

yiah

Page 75: Syiah Pustaka

75Pelangi Islam

Sidang Ulama dan Cendekiawan Muslim

untuk Pendahuluan Pertemuan Puncak Luar Biasa ke-3 OKI

Mekkah al-Mukarramah, 5-7 Syakban 1426 H / 9-11 September 2005 M

Sidang Ulama dan Cendekiawan Muslim untuk

pendahuluan Pertemuan Puncak Luar Biasa ke-3 Organisasi

Konferensi Islam (OKI) telah diselenggarakan di Mekkah

al-Mukarramah pada tanggal 5 – 7 Syakban 1426 H /

9 -11 September 2005 M. Sidang ini dihadiri sejumlah

besar ulama, pemikir dan cendekiawan Muslim dari Dunia

Islam. Di situ mereka menyatakan dukungannya kepada

Risalah Amman yang telah dirilis oleh Konferensi Islam

Internasional bertema “Hakikat Islam dan Peranannya di

Tengah Masyarakat Kontemporer” yang berlangsung di

Amman, Yordania, pada 27 – 29 Jumadilawal 1426 H / 4 – 6

Juli 2005 M.

Berikut ini adalah daftar peserta Sidang Mekkah al-

Mukarramah yang telah menyatakan dukungannya kepada

Risalah Amman:

Pusta

ka S

yiah

Page 76: Syiah Pustaka

76 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Yordania

1. Dr. Abdussalam al-Ibadhi, anggota Dewan Pimpinan Lembaga Pemikiran Islam Alul Bait.

2. Ustaz Kamil Ismail Hamdan al-Syarif, Ketua Umum Majelis Dakwah dan Bantuan Internasional dan anggota Dewan Pimpinan Lembaga Pemikiran Islam Alul Bait.

Uni Emirat Arab

3. Duta Besar Abdullah bin Hamdan

Indonesia

4. Dr. Mohammad Masyuri Naim, dosen Universitas Islam Indonesia.

Republik Islam Iran

5. Ayatullah Muhammad Ali Taskhiri, Sekretaris Jenderal Forum Pendekatan Antarmazhab Islam Sedunia dan anggota Lembaga Pemikiran Islam Alul Bait.

Pakistan

6. Syekh Muhammad Taqi Usmani, Wakil Ketua Forum Fikih Islam, Jeddah, Arab Saudi, dan Wakil Darul Ulum, Karachi, Pakistan.

Bahrain

7. Dr. Farid bin Ya’qub al-Miftah, Wakil Kementerian Urusan Islam.

Pusta

ka S

yiah

Page 77: Syiah Pustaka

77Pelangi Islam

Bangladesh

8. Prof. Syamsir Ali, Ketua Akademi Sains dan Wakil Rektor Universitas.

Burkinafaso

9. Syekh Abu Bakar Dakuri, anggota Dewan Ekskutif Islamic Educational, Scientific and Cultural Organization (ISESCO).

Bosnia Herzegovina

10. Enes Karic, anggota Lembaga Pemikiran Islam Alul Bait.

Turki

11. Dr. Ali Bardak Oglu, Ketua Kantor Urusan Agama Turki.

Tunisia

12. Dr. Mohammad al-Basyir al-Buzaidi, Direktur Pendidikan Tinggi Ushuluddin Universitas al-Zaitunah.

13. Ahmad al-Ajimi, Penasihat Sekretariat Umum Oganisasi Konferensi Islam (OKI).

Gambia

14. Dr. Umar Jah, anggota Lembaga Pemikiran Islam Alul Bait.

Aljazair

15. Sayid Yusuf bin Mahdi, anggota Komisi Fatwa Aljazair.

Pusta

ka S

yiah

Page 78: Syiah Pustaka

78 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Republik Djiboti

16. Syekh Abdurrahman Sulaiman Bashir, anggota Dewan Tinggi Pengadilan.

Rusia

17. Dr. Said Hibatullah Kamilov, Direktur Institusi Kebudayaan Islam, Moskow dan anggota Lembaga Pemikiran Islam Alul Bait.

Kesultanan Oman

18. Dr. Abdullah Mubarak al-Syanfari, dosen Universitas Dhofar.

19. Syekh Ahmad bin Hamad al-Khalili, Mufti Besar Kesultanan Oman dan anggota Lembaga Pemikiran Islam Alul Bait.

Senegal

20. Prof. Ahmad Mukhtar Embo, Mantan Direktur Jenderal UNESCO di Paris dan anggota Lembaga Pemikiran Islam Alul Bait.

21. Prof. Abadir Tyam, Akademikus dan Wakil Ketua Badan Nasional di Dakar.

Sudan

22. Dr. Ahmad Ali al-Imam, Penasihat Presiden Sudan.

23. Dr. Muhammad Mahjub Harun, jurnalis dan dosen Universitas al-Khartoum.

Pusta

ka S

yiah

Page 79: Syiah Pustaka

79Pelangi Islam

24. Tariq Ali Bakhit, Direktur Sekretariat Komisi Kebudayaan dan Pemikiran Islam, Khartoum.

25. Dr. Isham Ahmad al-Basyir, Menteri Bimbingan dan Wakaf.

Suriah

26. Ustaz Dr. Muhammad Said Ramadan al-Bouti, Guru Besar Fakultas Syariat Universitas Damaskus.

27. Ustaz Dr. Wahbah Mustafa al-Zuhaili, Kepala Fakultas Syariat Jurusan Fikih Islam dan Mazhab-Mazhabnya di Universitas Damaskus dan anggota Lembaga Pemikiran Islam Alul Bait.

28. Dr. Mahmud al-Sayid, Akademikus Pusat Studi Islam Universitas London.

Kenya

29. Sayid al-Husaini Diyalo, Jaksa Agung Kementerian Pengadilan.

Palestina

30. Dr. Mustafa Mahmoud Yusuf Abu Shawi, Guru Besar Filsafat dan Studi Islam Universitas al-Quds.

Qatar

31. Syekh Tsaqil bin Sayer Zaid al-Shamiri, Hakim Pengadilan Kasasi.

32. Syekh Abdurrahman bin Abdullah bin Zaid Ali Mahmud, anggota Dewan Kehormatan Organisasi Konferensi Islam (OKI).

Pusta

ka S

yiah

Page 80: Syiah Pustaka

80 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Kuwait

33. Dr. Muhammad Abdullah Ja`far Sharif, Deputi Lembaga Wakaf Kuwait.

Libanon

34. Syekh Muhammad Rashid Qubani, Mufti Besar Ahlusunnah Libanon.

35. Dr. Muhammad al-Sammak, Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Dialog Islam-Kristen dan Sekretaris Jenderal Puncak Spiritual Islam (al-Qummah al-Ruhiyyah al-Islamiyyah).

Libya

36. Ustaz Ibrahim Ali Aboul Qasim al-Rabu, Kepala Biro Muktamar Lembaga Dakwah Islam Internasional.

Malaysia

37. Dr. Kamal Hasan, Universitas Islam Internasional, Kuala Lumpur.

Mesir

38. Ustaz Dr. Ali Jum’ah, Mufti Besar Mesir.

Maroko

39. Dr. Abdul Aziz al-Tuwaijari, Direktur Jenderal Islamic Educational, Scientific and Cultural Organization (ISESCO) dan anggota Lembaga Pemikiran Islam Alul Bait.

Pusta

ka S

yiah

Page 81: Syiah Pustaka

81Pelangi Islam

40. Dr. Abbas al-Jarari, Penasihat Kerajaan dan anggota Lembaga Pemikiran Islam Alul Bait.

Mauritania

41. Haji Walad Haji Ahmad, Penasihat Menteri Kebudayaan dan Bimbingan Islam.

Nigeria

42. Dr. Ahmad Limo, Ketua Jam’iyyat Tarbiah dan Bimbingan Islam.

Pusta

ka S

yiah

Page 82: Syiah Pustaka

82 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Konferensi Internasional Pertama

“Mazhab-Mazhab Islam dan Tantangan Kontemporer”

Universitas Alul Bait, Yordania13-15 Syawal 1426 H / 15-17 November 2006

Konferensi Internasional Pertama Mazhab-Mazhab Islam dan Tantangan Kontemporer telah diselenggarakan oleh Universitas Alul Bait di Amman, Yordania, pada 13 – 15 Syawal 1426 H / 15 – 17 November 2006, dihadiri puluhan ulama dan cendekiawan Islam. Konferensi ini juga merilis deklarasi yang menyatakan dukungannya kepada Risalah Amman yang dihasilkan oleh Konferensi Islam Internasional bertajuk “Hakikat Islam dan Peranannya di Tengah Masyarakat Kontemporer” di Amman, Yordania.

Berikut ini adalah daftar nama peserta Konferensi Internasional Pertama Mazhab-Mazhab Islam dan Tantangan Kontemporer dan penandatangan deklarasi dukungan tersebut:

Yordania

1. Dr. Adil al-Tuwaisi, Rektor Universitas Alul Bait.

Pusta

ka S

yiah

Page 83: Syiah Pustaka

83Pelangi Islam

2. Dr. Muhammad Hisham Sultan, Deputi Bidang Kajian Islam.

3. Dr. Ziyad al-Daghamin, Dekan Fakultas Studi Fikih dan Hukum, dan Ketua Komisi Persiapan Konferensi.

4. Dr. Azmi Taha, Guru Besar Universitas Alul Bait.

5. Dr. Qathan al-Douri, Guru Besar Universitas Alul Bait.

6. Dr. Sharif Syekh Sholeh al-Khatib, Guru Besar Universitas Alul Bait.

7. Dr. Abdul Majid al-Shalahin, Dekan Fakultas Syariat, Universitas Yordania.

Republik Islam Iran

8. Dr. Ruqayyeh Rastam Yurmaki dari Universitas Imam Shadiq as.

9. Dr. Majkan Sakhai dari Universitas Imam Shadiq as.

Turki

10. Dr. Ali Ehsan Bala dari Universitas Yuzuncu Yil (YYU).

11. Dr. Muhammad Zarman dari Universitas Batna.

12. Dr. Muhammad Ammar Jidal dari Universitas Batna.

Irak

13. Ayatullah Syekh Husain al-Muayyid dari al-Muntada al-Ilmi, Baghdad.

14. Dr. Bashar Uwad Ma’ruf, anggota Lembaga Pemikiran Islam Alul Bait.

Pusta

ka S

yiah

Page 84: Syiah Pustaka

84 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

15. Dr. Adnan Ali al-Faraji dari Universitas Islam.

16. Dr. Aziz Rashed al-Daini dari Universitas Islam.

17. Dr. Abdul Qadir Mustafa al-Muhammadi dari Universitas Islam.

18. Ustaz Alauddin al-Mudarris, peneliti dan sejarawan.

Oman

19. Syekh Dr. Kahlan bin Nahban al-Kharusi, Penasihat Bidang Syariat Kantor Fatwa.

20. Sayid Aflah bin Ahmad al-Khalili, peneliti dari Kantor Fatwa.

Perancis

21. Dr. Abdul Majid al-Najjar, Ketua Islamic Center.

Palestina

22. Dr. Muhammad Ali al-Salibi dari Universitas al-Najah.

23. Dr. Marwan Ali al-Qudumi dari Universitas al-Najah.

Libanon

24. Dr. Zakaria Abdul Razzaq al-Misri dari Universitas Imam Auza’i.

25. Dr. As’ad al-Samakdani dari Universitas Imam Auza’i.

Pusta

ka S

yiah

Page 85: Syiah Pustaka

85Pelangi Islam

Libya

26. Dr. Hamzah Abu Faris dari Universitas al-Fatih.

27. Sayid Abdussalam Muhammad al-Sharif al-Alam dari Universitas al-Fatih.

Malaysia

28. Dr. Saleh Qadir Karim al-Zanki dari Universitas Islam Internasional.

Mesir

29. Ustaz Dr. Ali Jum’ah, Mufti Besar Mesir.

30. Dr. Al-Ahmadi Aboul Nour, Mantan Menteri Wakaf Mesir dan Dosen Univeristas al-Yarmuk.

31. Dr. Muhammad al-Dasuqi, peneliti dan anggota Lembaga Pendekatan Antarmazhab Islam.

Inggris

32. Wanis al-Mabruk, delegasi Persatuan Organisasi Islam

33. Dr. Al-Khidir Abdul Baqi Mohammad, peneliti dan penulis.

Pusta

ka S

yiah

Page 86: Syiah Pustaka

86 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Resolusi Konferensi ke-17

Akademi Fikih Islam Internasional

Amman, Yordania, 28 Jumadilawal – 2 Jumadilakhir 1427 H / 24-28 Juni 2006 M

(Berisikan Dukungan Kepada Risalah Amman)

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Salawat dan salam atas junjungan kita Muhammad nabi terakhir serta segenap keluarga dan sahabatnya.

Resolusi No. 152 (17/1) Perihal Islam dan Umat Yang Satu Serta Berbagai Mazhab Akidah, Fikih dan Tarbiah

Bahwasanya Akademi Fikih Islam Internasional yang bernaung di bawah Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam konferensinya yang ke-17 di Amman, Kerajaan Yordania al-Hasyimiyah, pada 28 Jumadilawal hingga 2 Jumadilakhir 1427 H / 24 – 28 Juni 2006 M;

Setelah mengetahui pembahasan-pembahasan yang telah masuk ke akademi ini dengan tema “Islam dan Umat yang Satu Serta Berbagai Mazhab Akidah, Fikih dan Tarbiah”,

Pusta

ka S

yiah

Page 87: Syiah Pustaka

87Pelangi Islam

dan setelah menyimak diskusi yang terjadi seputar tema ini dan keluarnya Deklarasi Konferensi Islam Internasional yang diselenggarakan pada tahun 1425 H / 2005 M dan yang telah menyerukan kajian dan konsistensi pada prinsip-prinsip yang terkandung dalam Risalah Amman dan juga menjadi landasan Forum Ulama dan Cendekiawan yang telah diselenggarakan di Mekkah al-Mukarramah sebagai persiapan untuk Pertemuan Puncak Luar Biasa ke-3 Organisasi Konferensi Islam (OKI);

Maka menetapkan hal-hal sebagai berikut;

Pertama: bahwasanya semua pembahasan yang telah dikemukakan mengenai tema ini telah sesuai dengan kaidah-kaidah dasar dan umum Islam serta menganggap mazhab-mazhab akidah, fikih dan tarbiah sebagai ijtihad-ijtihad para ulama Islam dengan maksud mempermudah pengamalan terhadapnya, dan semuanya mengarah kepada pembinaan persatuan umat dan penyajiannya sebagai warisan pemikiran sekaligus pelaksanaan terhadap risalah Islam yang kekal, dan pembahasan-pembahasan ini juga berkesesuaian dengan kajian-kajian yang terkandung dalam Risalah Amman yang berisikan penjelasan tentang hakikat Islam dan peranannya di tengah masyarakat kontemporer.

Kedua: Mendukung dan menekankan deklarasi yang telah dirilis dalam Konferensi Islam Internasional yang telah diselenggarakan di Amman, Kerajaan Yordania al-Hasyimiyah dengan tema “Hakikat Islam dan Peranannya di Tengah Masyarakat Kontemporer” karena adanya kesesuaian antara deklarasi itu dengan apa yang tercakup dalam kajian dan diskusi tentang tema tersebut. Dalam

Pusta

ka S

yiah

Page 88: Syiah Pustaka

88 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

pembukaan deklarasi telah disebutkan fatwa-fatwa dan ketetapan-ketetapan yang dikeluarkan oleh dewan fatwa dan para ulama besar dari berbagai mazhab, dan ditegaskan pula dukungan terhadap ketetapan-ketetapan tersebut, yaitu:

1. Bahwa setiap orang yang mengikuti empat mazhab Ahlusunnah wal Jamaah (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) serta mazhab Ja`fari, mazhab Zaidi, mazhab Ibadhi, dan mazhab Zhahiri adalah muslim, tidak boleh dikafirkan, serta diharamkan darah, kehormatan dan hartanya. Demikian pula, sesuai fatwa Rektor al-Azhar, tidak boleh mengafirkan para penganut akidah Asy’ariah dan para pengamal tasawuf yang hakiki serta tidak boleh mengafirkan para penganut pemikiran Salafi yang sahih. Tidak boleh pula mengafirkan satupun kelompok lain di antara umat Islam yang beriman kepada Allah Swt dan Rasulullah saw dan percaya kepada rukun-rukun iman, menjunjung tinggi rukun-rukun Islam dan tidak mengingkari hal-hal yang pasti dalam agama.

2. Bahwa apa yang mempertemukan mazhab-mazhab Islam satu sama lain jauh lebih besar daripada apa yang diperselisihkan. Para penganut delapan mazhab tersebut sepakat dalam hal-hal yang prinsip dalam Islam. Mereka semua beriman kepada Allah Swt, Tuhan Yang Maha Esa, percaya bahwa al-Quran al-Karim adalah kalam Allah yang telah diturunkan, dan percaya bahwa junjungan kita Muhammad Saw adalah seorang nabi dan rasul untuk seluruh umat manusia. Mereka semua juga sepakat mengenai lima rukun Islam, yaitu dua kalimat syahadat, salat, zakat, puasa Ramadan, dan haji ke Baitullah. Mereka juga sepakat mengenai rukun-rukun iman, yaitu iman kepada Allah,

Pusta

ka S

yiah

Page 89: Syiah Pustaka

89Pelangi Islam

para malaikat-Nya, kitab-kitab suci-Nya, para rasul-Nya, hari kiamat, dan kepada takdir baik dan buruk. Adapun perselisihan yang terjadi di antara para ulama pengikut mazhab-mazhab tersebut adalah perselisihan di bidang furu’, bukan ushul, dan ini adalah rahmat. Sejak dahulu kala sudah disebutkan bahwa perselisihan pendapat di antara para ulama adalah sesuatu yang baik.

3. Bahwa pengakuan terhadap mazhab-mazhab yang ada dalam Islam artinya ialah konsistensi pada metode tertentu dalam fatwa, sehingga siapa pun tidak boleh mengeluarkan fatwa tanpa keahlian dan kredibilitas tertentu sebagaimana telah ditetapkan oleh masing-masing mazhab; tidak boleh mengaku berijtihad dan membuat mazhab baru atau memberikan fatwa-fatwa yang tertolak dan mengeluarkan umat Islam dari kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan syariat serta apa yang sudah ditetapkan oleh mazhab-mazhabnya.

4. Bahwa tema inti Risalah Amman yang telah dirilis pada Lailatul Qadar tahun 1425 H dan telah dibacakan di Masjid al-Hasyimiyyun ialah konsistensi pada mazhab-mazhab yang ada dengan metode masing-masing. Dengan demikian, pengakuan atas mazhab-mazhab itu dan penegasan atas pentingnya dialog dan pertemuan antarmereka adalah sesuatu yang menjamin adanya sikap yang seimbang, moderat, toleran, kasih sayang dan dialog satu sama lain.

5. Bahwa kami menyerukan penghapusan pertikaian antarumat Islam serta mengajak mereka kepada persatuan kalimat dan sikap mereka, kepada sikap saling hormat, kepada solidaritas antarbangsa dan negara mereka, kepada

Pusta

ka S

yiah

Page 90: Syiah Pustaka

90 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

penguatan hubungan persaudaraan yang dapat menyatukan mereka dalam kecintaan di jalan Allah serta tidak membiarkan terbukanya celah bagi fitnah serta intervensi satu sama lain.

Allah Swt berfirman, Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat (Q.S al-Hujurat [49]: 10)

6. Bahwa para peserta Konferensi Islam Internasional yang telah berkumpul di Amman, Yordania, yaitu di dekat Masjid al-Aqsha al-Mubarak dan tanah pendudukan Palestina, menegaskan keharusan mengerahkan segenap kemampuan untuk membela Masjid al-Aqsha yang merupakan kiblat pertama dan tempat suci ketiga setelah al-Haramain (Mekkah al-Mukarramah dan Madinah al-Munawwarah) di depan segala bahaya dan agresi. Pembelaan itu ialah dengan cara mengakhiri pendudukan dan membebaskan tempat-tempat suci. Mereka juga menegaskan keharusan melindungi tempat-tempat suci di Irak dan lain-lain.

7. Bahwa para peserta menegaskan keharusan memperdalam arti kebebasan dan penghormatan terhadap perbedaan pendapat di tengah dunia Islam. Segala puji bagi Allah Yang Maha Esa.

Ketiga: Mendukung ketetapan Forum No. 98 (11/1) menyangkut persatuan Islam dan rekomendasi yang disertakan didalamnya serta menyangkut aktivasi sarana-sarana yang disebutkan di dalamnya untuk mewujudkan persatuan Islam dan yang telah ditutup dengan permohonan kepada pimpinan Forum supaya membentuk komisi—yang terdiri dari para anggota dan pakarnya yang telah

Pusta

ka S

yiah

Page 91: Syiah Pustaka

91Pelangi Islam

mendapat kepercayaan dari OKI untuk pembentukannya dan segala sesuatu yang terkait dengannya—untuk membuat kajian operasional yang implementatif serta mengadakan sarana untuk merealisasikan persatuan di bidang-bidang kebudayaan, sosial dan ekonomi.

Keempat: Menetapkan dan mengemukakan kaidah-

kaidah umum untuk masalah-masalah yang telah

disepakati, melokalisir serta meminimalkan perselisihan

dan mengembalikannya kepada prinsip-prinsip syariat

yang menjadi sandarannya, dan memaparkan mazhab-

mazhab yang ada dengan penuh amanat dan tanpa sikap

partisan dalam rangka menghormati semua komunitas

masyarakat dan menghargai semua golongan. Dalam tarjih

(pemilihan pendapat yang terkuat) narasumber hendaknya

mengindahkan dalil yang terkuat dan paling relevan dengan

tujuan-tujuan syariat tanpa harus mengedepankan mazhab

yang dianut oleh narasumber atau mazhab yang dianut oleh

mayoritas sebagian negara atau komunitas masyarakat.

Kelima: Mengajarkan kepada siswa dan mahasiswa fikih tentang persatuan Islam, kearifan di tengah perbedaan pendapat, dan dialog yang berguna, serta yang terpenting ialah dialog yang tidak disertai upaya menyudutkan pendapat-pendapat lain ketika memilih satu pendapat tertentu.

Keenam: Menghidupkan mazhab-mazhab tarbiah yang konsisten pada ketentuan-ketentuan kitab suci dan sunah dan memandangnya sebagai sarana untuk menetralisasi kecenderungan materialistis yang dominan di era kontemporer dan untuk memberikan perlindungan

Pusta

ka S

yiah

Page 92: Syiah Pustaka

92 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

dari keberbanggaan dengan metode-metode suluk yang mengabaikan dasar-dasar Islam.

Ketujuh: Membangkitkan para ulama dari semua mazhab agar memberikan pencerahan dengan metode yang seimbang dan moderat melalui berbagai sarana operasional seperti pertemuan-pertemuan internal, seruan-seruan ilmiah dan profesional, serta seminar-seminar umum sambil memanfaatkan keberadaan lembaga-lembaga yang membidangi urusan pendekatan antarmazhab dengan tujuan meluruskan paradigma umat dalam memandang mazhab-mazhab akidah, fikih dan tarbiah. Hal itu perlu dilakukan mengingat semuanya merupakan variasi metode untuk menerapkan prinsip-prinsip dan hukum-hukum Islam serta mengingat bahwa perbedaan di antara mereka hanyalah perbedaan variasi dan tingkat kesempurnaan, bukan perbedaan yang kontradiktif, serta demi memasyarakatkan pengetahuan tentang mazhab-mazhab yang ada dengan segala karakteristik dan kelebihan masing-masing dan membangkitkan kepedulian kepada khazanah masing-masing.

Kedelapan: Menegaskan bahwa penghormatan terhadap mazhab-mazhab tidak menutup pintu bagi kritikan yang ditujukan untuk memperluas titik temu dan mempersempit perselisihan. Harus dibuka pintu dialog konstruktif antarmazhab Islam di bawah pancaran cahaya kitab Allah dan Sunah Rasulullah saw demi memperkuat persatuan umat Islam.

Kesembilan: Menegaskan keharusan membendung aliran-aliran pemikiran modern yang bertentangan dengan

Pusta

ka S

yiah

Page 93: Syiah Pustaka

93Pelangi Islam

kitab suci dan sunah. Namun tetap tidak memperbolehkan tindakan berlebihan (ifrath dan tafrith) menerima setiap dakwaan meskipun memang mencurigakan. Karena itu harus ada tolok ukur untuk menjaga kepatutan (pihak yang didakwa) dalam menyandang status sebagai muslim.

Kesepuluh: Menegaskan bahwa mazhab-mazhab akidah, fikih dan tarbiah tidak bertanggung jawab atas tindakan-tindakan keliru berupa pembunuhan orang-orang tak berdosa serta penistaan kehormatan dan pelanggaran terhadap harta benda orang yang dilakukan atas nama mazhab-mazhab tersebut.

Rekomendasi:

1. Merekomendasikan penyelenggaraan seminar-seminar dan pertemuan-pertemuan yang bertujuan mengatasi faktor-faktor yang telah menyebabkan pluralitas mazhab berubah menjadi sentimen antarpenganut mazhab sehingga menimbulkan kekhawatiran berubahnya hal ini menjadi pemicu perpecahan umat. Hal ini harus dilakukan dengan melakukan atau menyerukan kajian ulang terhadap materi-materi atau dokumen-dokumen yang disalahpahami atau disalahterapkan, antara lain:

a. Masalah al-wala’ wa al-bara’ (kesetiaan sesama muslim dan pelepasan diri dari orang kafir).

b. Hadis “Golongan yang Selamat” dan kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkannya.

c. Ketentuan-ketentuan untuk menilai kafir (takfir), fasik (tafsiq) dan bidah (tabdi’) tanpa sikap berlebihan.

Pusta

ka S

yiah

Page 94: Syiah Pustaka

94 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

d. Pemutusan hukum murtad dan syarat penerapan

batasannya.

e. Masalah orang yang terbiasa berbuat dosa besar dan

konsekuensi dari kebiasaan ini.

f. Masalah pengafiran terhadap orang yang tidak

menerapkan syariat secara sempurna dalam segala keadaan.

2. Merekomendasikan kepada semua pemangku

kepentingan di negara-negara Islam supaya menempuh

langkah-langkah konkret untuk mencegah publikasi dan

sirkulasi materi-materi yang cenderung mempertajam

perselisihan atau menyebut sebagian umat Islam sebagai

kafir atau sesat tanpa mengacu pada syariat yang disepakati

oleh semua kalangan (muttafaq ‘alaihi).

3. Merekomendasikan kepada semua pemangku

kepentingan supaya melanjutkan upaya menciptakan

referensi komprehensif bagi syariat Islam dalam semua

undang-undang dan praktik sebagaimana telah dijelaskan

oleh Akademi Fikih Islam Internasional dalam resolusi dan

rekomendasi pada periode-periode sebelumnya.

Resolusi No. 153 (17/2) Perihal Fatwa Serta Persyaratan dan Kode Etiknya

Bahwasanya Akademi Fikih Islam Internasional yang bernaung di bawah Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam konferensinya yang ke-17 di Amman, Kerajaan Yordania al-Hasyimiyah, pada 28 Jumadilawal hingga 2 Jumadilakhir 1427 H / 24 – 28 Juni 2006 M;

Pusta

ka S

yiah

Page 95: Syiah Pustaka

95Pelangi Islam

Setelah mengetahui kajian-kajian yang masuk ke akademi ini dengan tema “Fatwa: Persyaratan dan Kode Etiknya” dan setelah menyimak diskusi seputar tema ini.

Maka menetapkan hal-hal sebagai berikut.

Pertama: Definisi Fatwa, Mufti dan Pentingnya Fatwa

Fatwa adalah penjelasan hukum syariat ketika mendapat pertanyaan tentangnya, dan terkadang tanpa didahului pertanyaan, melainkan berupa hukum yang ada dengan tujuan membenahi kondisi dan perilaku masyarakat.

Mufti adalah orang yang mengerti hukum syariat serta memahami kasus dan peristiwa, serta orang yang mendapat anugerah ilmu dan kemampuan untuk melakukan istimbat hukum-hukum syariat melalui dalil-dalilnya dan menerapkannya pada realitas dan kasus yang terjadi.

Fatwa adalah perkara yang agung karena merupakan penjelasan atas syariat Tuhan semesta alam, sedangkan mufti adalah orang yang hukumnya mendapat pengesahan dari Allah Swt dan bersuri teladan kepada Rasulullah saw dalam menjelaskan hukum-hukum syariat.

Kedua: Syarat-Syarat Mufti

Tidak dibenarkan seseorang berurusan dengan pengeluaran fatwa kecuali apabila memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan pada tempatnya tersendiri. Syarat-syaratnya yang terpenting ialah sebagai berikut:

a. Memahami kitab Allah Swt dan Sunah Rasulullah saw serta menguasai ilmu-ilmu yang terkait dengan keduanya.

Pusta

ka S

yiah

Page 96: Syiah Pustaka

96 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

b. Memahami hal-hal yang sudah menjadi ijmak ulama serta perbedaan pendapat, mazhab-mazhab, dan pendapat-pendapat fikih yang ada.

c. Menguasai penuh ushul fikih beserta dasar-dasar, kaidah-kaidah, tujuan-tujuan syariat, dan ilmu-ilmu pendukungnya seperti nahwu, sharaf, balaghah, bahasa, logika dan lain-lain.

d. Mengetahui kondisi masyarakat, mengenal norma-norma mereka, memahami situasi zaman dan isu kekinian serta mengindahkan perubahan yang terjadi berdasar tradisi yang tidak bertentangan dengan nas.

e. Memiliki kemampuan istimbat hukum syariat dari nas.

f. Merujuk kepada ahli dalam berbagai disiplin ilmu untuk mendapatkan gambaran mengenai persoalan yang ditanyakan seperti masalah kedokteran, ekonomi dan lain-lain.

Ketiga: Fatwa Kolektif

Mengingat banyak isu kekinian sangatlah kompleks dan akumulatif maka untuk dapat mengetahuinya dan memahami hukumnya diperlukan fatwa yang kolektif. Ini tidak mungkin dapat dilakukan kecuali dengan cara merujuk pada dewan-dewan fatwa serta majelis-majelis dan forum-forum fikih.

Keempat: Konsisten Kepada Fatwa

Secara hukum kenegaraan, fatwa pada dasarnya bukanlah sesuatu yang mengikat. Namun karena dari segi agama fatwa bersifat mengikat maka tidak diperkenankan seorang muslim menyalahi fatwa jika kebenaran fatwa memang didukung

Pusta

ka S

yiah

Page 97: Syiah Pustaka

97Pelangi Islam

oleh dalil-dalil yang jelas dan merupakan kewajiban bagi lembaga-lembaha keuangan Islam untuk konsisten kepada fatwa dewan-dewan syariatnya yang berada di bawah forum-forum fikih.

Kelima: Orang yang Tidak Patut Diambil Fatwanya

1. Fatwa tidak boleh diambil dari nonahli yang tidak memenuhi syarat-syarat yang telah disebutkan.

2. Fatwa yang disebar melalui berbagai media dan umumnya tidak berguna kecuali bagi orang yang meminta fatwa, kecuali dan apabila keadaan pihak yang mengeluarkan fatwa sama dengan keadaan, kondisi dan lingkungan pihak yang meminta fatwa.

3. Tidaklah valid fatwa yang aneh (sadzah) dan bertenangan dengan nas-nas yang solid (qath’i) dan menyalahi fatwa yang ada berdasar ijmak.

Keenam: Kode Etik Fatwa

Seorang mufti harus ikhlas kepada Allah Swt dalam

mengeluarkan fatwa, menjaga wibawa, tenang, mengerti

kondisi, menjaga kebersihan diri, konsisten kepada fatwa,

jauh dari hal-hal yang meragukan, berpikir secara mendalam

terlebih dahulu sebelum menjawab persoalan-persoalan

yang pelik dan samar, bertanya kepada pakar, senantiasa

berusaha menambah wawasan dan pengetahuan, menjaga

amanat ketika memegang rahasia orang, berdoa supaya

Allah berkenan atas fatwanya, memilih diam untuk persoalan

yang tidak dia ketahui atau masih memerlukan rujukan dan argumentasi.

Pusta

ka S

yiah

Page 98: Syiah Pustaka

98 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Rekomendasi:

1. Merekomendasi kepada akademi ini supaya senantiasa menggalang komunikasi dan kordinasi antardewan fatwa di Dunia Islam untuk berbagai informasi dan pengetahuan seputar persoalan dan isu-isu kekinian.

2. Masalah pengeluaran fatwa hendaklah menjadi catatan tersendiri, diajarkan dalam kuliah-kuliah dan institusi-institusi syariat serta lembaga-lembaga pengkaderan hakim, imam dan khatib.

3. Hendaknya diselenggarakan seminar-seminar rutin untuk sosialisasi pentingnya fatwa dan kebutuhan masyarakat kepada fatwa demi membenahi masalah-masalah kekinian.

4. Merekomendasi kepada akademi ini supaya memfungsikan resolusinya No. 104 911/7) perihal cara-cara pemanfaatan fatwa, khususnya yang mencakup rekomendasi-rekomendasi sebagai berikut.

a. Kewaspadaan terhadap fatwa-fatwa yang tidak berlandaskan prinsip syar’i dan tidak pula bersandar pada dalil-dalil yang muktabar di segi syariat, dan semata-mata hanya bersandar pada kepentingan-kepentingan ilusif yang invalid dari segi syariat atau hanya berpangkal pada hawa nafsu dan terpengaruh oleh kondisi dan tradisi kekinian dan kesinian yang menyalahi prinsip, hukum dan tujuan syariat.

b. Seruan kepada ulama, dewan dan komisi-komisi yang berwenang mengeluarkan fatwa supaya menjadikan semua resolusi dan rekomendasi sebagai bahan pertimbangan yang valid dalam rangka menertibkan, menyeleraskan dan mempersatukan fatwa di Dunia Islam.

Wallahu A’lam

Pusta

ka S

yiah

Page 99: Syiah Pustaka

99Pelangi Islam

Daftar Nama Peserta Konferensi ke-17

Akademi Fikih Islam Internasional

Yordania

1. Dr. Abdul Salam Dawud al-Ibadi, Rektor Universitas Alul Bait dan Sekretaris Jenderal Badan Sosial Yordania al-Hasyimiyah.

2. Dr. Abdul Nasil Aboul Basl, Mantan Dekan Fakultas Syariat Universitas Yarmuk.

Uni Emirat Arab

3. Dr. Muhammad Abdul Rahim Sultan al-Ulama, Pembantu Dekan Urusan Kajian Ilmiah Universitas al-Ain.

4. Dr. Hamad bin Syekh Ahmad al-Shaibani, Diretur Umum Badan Wakaf Dubai.

5. Syekh Mansour Aitah al-Menhali, Direktur Badan Wakaf Uni Emirat Arab.

6. Dr. Ahmad Abdul Aziz al-Haddad, Mufti Dubai.

7. Syekh Talib Muhammad al-Shahi dari Kementerian Keadilan dan Urusan Islam Uni Emirat Arab.

Pusta

ka S

yiah

Page 100: Syiah Pustaka

100 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

8. Dr. Mahmoud Abu Lail, Dosen Fakultas Syariat Universitas al-Ain.

9. Dr. Ali Muhammad al-Ajlah, Pemimpin Redaksi Majalah Manar al-Islam.

10. Dr. Mohammad al-Zuhaili, Dekan Fakultas Syariat Universitas al-Shariqah.

Uganda

11. Ustaz Anas Abdul Nour Kalisah, Ketua Kajian Syariat.

Republik Islam Iran

12. Ayatullah Muhammad Ali Taskhiri, Sekretaris Jenderal Forum Pendekatan Antarmazhab Islam Sedunia.

13. Syekh Hujjatul Islam Muhammad Waid Zadeh al-Khorasani, Sekretaris Jenderal Forum Ahlulbait Sedunia dan Mantan Sekretaris Jenderal Forum Pendekatan Antarmazhab Islam Sedunia.

14. Sayid Mohammad Kazem Khunsari, Wakil Tetap Republik Islam Iran untuk OKI.

15. Syekh Ahmad Moballeghi, Dosen Hauzah Ilmiyyah, Qum.

16. Dr. Gholam Reza Nour Mohammadi, Direktur Pusat Studi Kedokteran Islam Universitas al-Imam al-Shadiq as, Qum.

17. Syekh Hasan Jawahiri Zadeh, Dosen Hauzah Ilmiyyah, Qum.

Pusta

ka S

yiah

Page 101: Syiah Pustaka

101Pelangi Islam

Pakistan

18. Qadhi Muhammad Taqi al-Othmani, Hakim Agung Pakistan dan Wakil Ketua Akademi Fikih Islam.

Bahrain

19. Dr. Ibrahim Fadhil al-Dabu, Dosen Fakultas Sastra dan Kepala Bidang Studi Islam.

Brunai Darusaalam

20. Syekh Suhaili bin Haji Muhyiddin, Wakil Mufti Kerajaan Brunei Darussalam.

Benin

21. Ustaz Fatyushtiyo, Direktur Pusat Studi Arab Islam.

Burkinafaso

22. Dr. Abu Bakar Dakuri, Pengawas Umum Pusat-Pusat Islam dan anggota Dewan Eksekutif ISESCO.

Turki

23. Dr. Ekmeleddin Ihsanoglu, Sekretaris Jenderal OKI.

Chad

24. Ustaz Tijani Shabun Muhammad, Kepala Adminitrasi al-Jam’iyyah al-Wathaniyyah.

Tunisia

25. Dr. Mohammad al-Habib bin al-Khaujah, Ketua Umum Akademi Fikih Islam.

Pusta

ka S

yiah

Page 102: Syiah Pustaka

102 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

26. Dr. Muhyiddin Qadi, anggota Dewan Tinggi Islam.

27. Syekh al-Tayeb Salamah, anggota Dewan Tinggi Islam.

Gambia

28. Dr. Umar Jah dari Lembaga Pemikiran dan Kebudayaan Islam.

Arab Saudi

29. Dr. Muhammad Ali al-Bar dari King Fahd Center untuk Studi Kedokteran.

30. Stekh Abdullah Sulaiman bin Mani’, anggota Dewan Ulama Senior Arab Saudi.

31. Dr. Hasan bin Muhammad Safar dari Fakultas Sastra, Bidang Studi Islam, Universitas King Abdul Aziz.

32. Ustaz Nabil Abdul Ilah, Deputi Urusan Tunjangan Bank Pembangunan Islam, Jeddah.

33. Ustaz Dr. Nabil Muhammad Jabar al-Alfi, Dosen Sekolah Tinggi Hukum Jurusan Fikih Komparatif.

34. Dr. Muhammad bin Yahya bin Hasan al-Najimi, Dosen Fakultas Keamanan King Fahd.

35. Dr. Ahmad Abdul Alim Abdul Latif dari Akademi Fikih Islam.

36. Dr. Abdul Qahir Qamar dari Akademi Fikih Islam.

Senegal

37. Ustaz Ruhan Mbai, Ketua al-Ma’had al-Islami, Dakar.

Pusta

ka S

yiah

Page 103: Syiah Pustaka

103Pelangi Islam

Sudan

38. Dr. Ibrahim Ahmad Utsman, Ketua Umum Majelis Tinggi Pengadilan.

39. Dr. Ahmad Khalid Babakar, Sekretaris Jenderal Akademi Fikih Islam Sudan.

40. Dr. Syekh Wahbah Mustafa Zuhaili, Dosen Fikih Islam dan Ushul Fakultas Syariat.

Suriah

41. Dr. Abdul Latif Shalih al-Farfur, Sekretaris Jenderal Forum Ilmiah Internasional, Damaskus.

42. Dr. Abdul Satar Abu Ghadah, Ketua Dewan Syariat al-Muwahhidah al-Majmu’ah al-Barakah.

Oman

43. Syekh Ahmad bin Hamad al-Khalili, Mufti Besar Kerajaan Oman.

44. Syekh Ahmad Saud al-Saibani, Sekretaris Jenderal Kantor Fatwa Kerajaan Oman.

Kenya

45. Dr. Qatab Mustafa Sanu, Dosen Fikih dan Ushul Fikih Universitas Islam Malaysia.

Perancis

46. Dr. Mohammad al-Bashari, Ketua Umum Federasi Muslim Perancis.

Pusta

ka S

yiah

Page 104: Syiah Pustaka

104 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Palestina

47. Syekh Ikrimah Sabri, Mufti Besar al-Quds dan Palestina.

Qatar

48. Syekh Tsaqil bin Sayer Zaid al-Syamari, Hakim Pengadilan Kasasi dan anggota Dewan Tinggi Pengadilan.

49. Dr. Ali Muhyiddin al-Qarahdaghi, Dosen Fakultas Syariat Universitas Qatar.

50. Dr. Ali Ahmad al-Salus, Dosen Fakultas Syariat Universitas Qatar.

51. Syekh Muhammad Haji Yusuf Ahmad, Imam dan Pengajar di Masjid Agung Doha, Qatar.

Kamerun

52. Syekh Mamud Mal Bikri, Imam Masjid Agung al-Kabir dan Ketua Komisi Ulama.

Kuwait

53. Dr. Muhammad Abdul Ghaffar al-Sharif, Sekretaris Jenderal Badan Wakaf Kuwait.

54. Dr. Khalid Madzkur Abdullah al-Madzkur, Dosen Fakultas Syariat Universitas Kuwait.

55. Dr. Ajil Jasim al-Nashami, Dosen Fakultas Syariat Universitas Kuwait.

56. Dr. Ahmad Rajai al-Jundi, Organisasi Islam untuk Kajian Kedokteran, Kuwait.

Pusta

ka S

yiah

Page 105: Syiah Pustaka

105Pelangi Islam

Libanon

57. Syekh Khalil Muhyiddin al-Mais, Ketua Azharu Lubnan dan Mufti Beka Barat.

Libya

58. Dr. Mohammad al-Ziyadi, Rektor Universitas Dakwah Islam Internasional.

Maladewa

59. Syekh Mohammad Rashid Ibrahim, Ketua Dewan Tinggi Islam.

Mali

60. Ustaz Sayyidi Muhammad Yusuf Jiri, Ketua Umum Lembaga Islam al-Intajiyyah.

Mesir

61. Syekh Dr. Mohammad Ali Jum’ah, Mufti Besar Mesir.

62. Dr. Ja`far Abdus Salam, Ketua Liga Universitas Islam Sedunia.

63. Dr. Syauqi Ahmad Dunya, Dekan Fakultas Ilmu Perdagangan, Universitas al-Azhar.

64. Dr. Mohammad Abdul Mun’im Abu Zaid, Dosen Fakultas Syariat Jurusan Ekonomi Islam Universitas Yarmuk.

Inggris

65. Dr. Hisan Shamsi Basha, Kepala Bagian Pusat Perawatan Rumah Sakit King Fahd.

Pusta

ka S

yiah

Page 106: Syiah Pustaka

106 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Maroko

66. Dr. Hamdani Shabihna Ma’ al-Ainain, Ketua Dewan Ilmu Sains Regional Kenitra.

67. Dr. Abdul Karim al-Madghari, Mantan Menteri Wakaf dan Urusan Islam Maroko.

Yaman

68. Syekh Muhammad Abduh Umar, Kepala Departemen Pengarahan dan Bimbingan, dan anggota Komisi Tetap Konferensi Umum Nasional, Sanaa.

***

Pusta

ka S

yiah

Page 107: Syiah Pustaka

107Pelangi Islam

Fatwa Para Ulama Syi’ah

Mengenai Tolok Ukur Islam dan Syarat-Syarat Pengeluaran Fatwa

Pusta

ka S

yiah

Page 108: Syiah Pustaka

108 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Pusta

ka S

yiah

Page 109: Syiah Pustaka

109Pelangi Islam

Imam Ali Khamenei

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Permohonan Fatwa:

Mengingat urgensi persatuan umat dewasa ini, bagaimana pendapat Yang Mulia mengenai sebutan umat Islam untuk pengikut aliran-aliran Islam lain seperti empat mazhab Ahlusunnah serta mazhab-mazhab Zaidiyah, Zhahiriyah, Ibadhiyah dan lain-lain yang meyakini prinsip-prinsip agama Islam yang murni? Apakah boleh mengafirkan mazhab-mazhab ini? Bagaimana batasan untuk pengafiran di masa sekarang?

Semoga Allah Swt senantiasa memberi Yang Mulia taufik dalam mengabdi kepada Islam dan umat Islam, khususnya dunia Syi’ah.

Fatwa:

Semua aliran Islam tersebut adalah bagian dari umat Islam dan sama-sama memiliki keistimewaan Islam. Upaya menciptakan perpecahan di antara sesama aliran Islam tergolong sebagai tindakan menyalahi ajaran al-Quran dan Sunah Nabi saw serta dapat melemahkan umat Islam dan

Pusta

ka S

yiah

Page 110: Syiah Pustaka

110 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

memberikan peluang kepada musuh. Karena itu tindakan demikian sama sekali tidak diperbolehkan.

Kantor Ayatullah Ali Khamenei

Bagian Permohonan Fatwa

Pusta

ka S

yiah

Page 111: Syiah Pustaka

111Pelangi Islam

Ayatullah Uzhma Sayid Ali al-Sistani

Ulama Najaf, Irak

Dengan Nama Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Permohonan Fatwa:

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Kami memohon kepada Yang Mulia supaya memberikan bimbingan kepada jutaan umat Islam terkait dua masalah penting sebagai berikut;

Pertama, apakah setiap orang yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan salat menghadap kiblat dan mengikuti delapan mazhab (Hanafi, Syafi’i, Maliki, Hambali, Ja`fari, Zaidi, Ibadhi, dan Zhahiri) adalah muslim yang haram darah, kehormartan dan hartanya?

Kedua, apakah boleh seseorang mengeluarkan fatwa tanpa berbagai keahlian dan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh para ulama dari masing-masing mazhab?

Pusta

ka S

yiah

Page 112: Syiah Pustaka

112 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Fatwa:

Dengan Nama Allah Swt

Pertama, setiap orang yang sudah mengucapkan dua kalimat syahadat dan tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan dua kalimat syahadat serta tidak menyatakan permusuhan terhadap Ahlulbait as maka dia adalah muslim.

Kedua, tidak boleh berfatwa kecuali mujtahid yang memenuhi syarat-syarat untuk diikuti oleh orang lain sebagaimana telah ditentukan dalam buku petunjuk praktis fikih (risalah amaliyah).

Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

***

Pusta

ka S

yiah

Page 113: Syiah Pustaka

113Pelangi Islam

Ayatullah Uzhma Syekh Muhammad Fadhil Lankarani

Ulama Qom, Iran

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Permohonan Fatwa:

Sebagaimana Yang Mulia ketahui, dengan tibanya milenium ketiga Masehi Barat telah bertekad untuk menebar fitnah di tengah umat Islam dan mencitrakan Islam dan umat Islam dengan kekerasan. Karena itu, upaya menggalang persatuan umat Islam dewasa ini menjadi lebih urgen dibanding masa-masa sebelumnya.

Kemudian, mengingat urgensi persatuan umat dewasa ini, bagaimana pendapat Yang Mulia mengenai sebutan umat Islam untuk pengikut aliran-aliran Islam lain seperti empat mazhab Ahlusunnah serta mazhab-mazhab Zaidiyah, Zhahiriyah, Ibadhiyah dan lain-lain yang meyakini prinsip-prinsip agama Islam yang murni? Apakah boleh mengafirkan mazhab-mazhab ini? Bagaimana batasan untuk pengafiran di masa sekarang?

Pusta

ka S

yiah

Page 114: Syiah Pustaka

114 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Kami berdoa semoga Allah Swt senantiasa memberi Yang Mulia taufik dalam mengabdi kepada Islam dan umat Islam, khususnya dunia Syi’ah.

Fatwa:

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Semua aliran itu tergolong Islam, kecuali apabila mengingkari salah satu hal yang solid dalam agama Islam, atau—semoga Allah tidak memperkenankan—menghina dan menistakan para imam suci Ahlulbait as.

Kantor Ayatullah Uzhma Fadhil Lankarani

Bagian Permohonan Fatwa

***

Pusta

ka S

yiah

Page 115: Syiah Pustaka

115Pelangi Islam

Ayatullah Uzhma Sayid Muhammad Husain Fadhlullah,

Ulama Lebanon

Islam terepresentasi dengan pengucapan dua kalimat

syahadat dengan segala konsekuensi ideologisnya yang

tercakup dalam al-Quran al-Karim. Dengan demikian,

orang yang konsekuen kepada dua kalimat syahadat

maka dia adalah seorang muslim, yang memiliki hak dan

kewajiban sebagaimana umat Islam lainnya. Seandainyapun

dia mengingkari hal-hal yang solid dalam agama, dia

tidak lantas menjadi kafir kecuali apabila dia menyadari

bahwa perbuatannya menimbulkan konsekuensi seperti

mendustakan Rasulullah saw, mengingat kegamblangannya

hal-hal tersebut biasanya menimbulkan konsekuensi

demikian. Adapun perbedaan pendapat sebagaimana

terjadi pada para ulama dalam polemik seputar integritas

perawi atau implikasi hadis, atau pada beberapa persoalan

kontroversial, maka ini tidak sampai menyebabkan seseorang

layak dikafirkan.

Atas dasar ini, kami meyakini bahwa setiap muslim dengan mazhab masing-masing masuk dalam kategori istilah “umat Islam” sehingga tidak boleh dikafirkan dari segi

Pusta

ka S

yiah

Page 116: Syiah Pustaka

116 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

apa pun, dan semua persoalan haruslah diselesaikan melalui dialog secara objektif, rasional dan bersandar pada petunjuk al-Quran al-Karim:

Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Quran) dan Rasul (sunahnya).27

Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Muhammad Husain Fadhlullah

***

27 QS. al-Nisa’ [4]: 59.

Pusta

ka S

yiah

Page 117: Syiah Pustaka

117Pelangi Islam

Ayatullah Sayid Husain Sayid Ismail al-Shadr

Ulama Najaf Irak

Dengan Nama Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta Allah. Salawat dan salam atas junjungan dan nabi kita Muhammad beserta keluarga dan para sahabatnya yang baik, suci, dan mulia.

Assalamu ‘alaikum wr.wb.

Sebagai jawaban atas surat-surat saudara dan saudari yang mulia semua, maka seraya mengucapkan selamat atas amal dan upaya kalian menggalang persatuan dan merapatkan barisan umat Islam, kami menegaskan kepada kalian bahwa setiap orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat tanpa mengingkari hal-hal yang sudah pasti dalam Islam, dia adalah muslim yang haram darah, harta dan kehormatannya.

Rasulullah saw telah bersabda,

“Setiap muslim adalah haram darah, harta dan kehormatannya bagi muslim lainnya.”

Pusta

ka S

yiah

Page 118: Syiah Pustaka

118 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Keberadaan berbagai mazhab adalah realitas Islam yang harus dipandang dengan penuh hormat dan aspresiatif. Umat Islam harus mematuhi mazhab masing-masing sesuai “kaidah konsistensi” (qaidat al-ilzam).

Imam Ja`far bin Muhammad al-Shadiq as berkata,

“Jadikan mereka konsisten kepada apa yang mereka menyatakan konsisten kepadanya.”

Kemudian, tidak boleh orang yang bukan mujtahid yang memenuhi syarat-syarat tertentu berfatwa, karena dengan demikian maka dia berfatwa tidak berdasarkan ilmu. Tentang ini Imam Muhammad Baqir as dan Imam Ja`far Shadiq as berkata,

“Barangsiapa berfatwa tidak berdasarkan ilmu, maka Allah akan menyungkurkan wajahnya ke neraka.”

Orang yang demikian tidak boleh diikuti pendapat dan fatwanya oleh umat Islam. Allah Swt adalah Sang Pemberi taufik.

Wassalamu ‘alaikum wr.wb.

Sayid Husain Sayid Ismail al-Shadr

***

Pusta

ka S

yiah

Page 119: Syiah Pustaka

119Pelangi Islam

Ayatullah Uzhma Syekh Basyir al-Najafi

Ulama Najaf, Irak

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Kepada Yang Mulia, Ayatullah Uzhma Syekh Basyir al-Najafi

Kami telah mendapat banyak pertanyaan dari orang-orang Islam dan nonmuslim tentang solidaritas Islam dan hubungan antarmazhab Islam. Kami memohon kepada Yang Mulia untuk memberikan jawaban, penjelasan dan koreksi tentang pertanyaan-pertanyaan itu. Semoga Allah membalas Yang Mulia dengan sebaik-baik balasan.

Pertanyaan Pertama:

Dapatkah seseorang disebut sebagai muslim apabila dia menganut satu di antara sekian mazhab Islam yang ada, yaitu mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab Syafi’i, mazhab Hambali, mazhab Ja`fari, mazhab Zaidi, dan mazhab Ibadhi?

Jawaban:

Dengan Nama Allah Swt

Pusta

ka S

yiah

Page 120: Syiah Pustaka

120 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Setiap orang yang berikrar kepada tauhid, meyakini kenabian Muhammad bin Abdullah saw dan percaya bahwa risalahnya merupakan penutupan bagi kenabian dan risalah ilahiah, meyakini kebangkitan sesudah kematian, dan tidak menolak apa pun yang telah diketahui secara pasti sebagai bagian dari ajaran Islam, maka dia adalah muslim sehingga dia tercakup dalam hukum-hukum Islam, yaitu bahwa darah, kehormatan dan harta bendanya adalah haram dan bahwa seluruh umat Islam harus membela darah, harta dan kehormatannya. Wallahu a’lam.

Pertanyaan Kedua:

Bagaimanakah ketentuan-ketentuan mengenai pengafiran dalam Islam? Bolehkah seorang muslim mengafirkan orang-orang yang mengamalkan satu di antara sekian mazhab yang sudah masyhur dan telah kami sebutkan dalam pertanyaan pertama, demikian pula orang yang menganut akidah Asy’ariyah dan Mu’tazilah? Bolehkan mengafirkan orang-orang yang mengamalkan tarekat-tarekat sufi yang hakiki?

Jawaban:

Dengan Nama Allah Swt

Orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat, yaitu kesaksian atas keesaan Allah dan kesaksian atas kenabian Muhammad bin Abdullah saw, meyakini adanya hari kiamat, dan tidak menolak apa yang sudah diketahui secara pasti sebagai bagian dari agama Islam maka dia tidak boleh dikafirkan. Dalam hal ini, bahkan telah diriwayatkan bahwa Rasulullah saw telah melarang tindakan demikian dengan

Pusta

ka S

yiah

Page 121: Syiah Pustaka

121Pelangi Islam

sangat tegas. Orang yang menebar fitnah sektarianisme atau mengafirkan golongan manapun yang beriman dan berikrar sebagaimana yang telah kami sebutkan tadi maka dia adalah orang yang bodoh, atau pura-pura bodoh, atau memang penentang Islam yang menyusup ke tengah umat Islam demi melayani kaum kafir dan bertujuan memecah belah umat Islam dan mengubahnya menjadi serpihan-serpihan kecil. Wallahu A’lam.

Pertanyaan Ketiga:

Siapakah yang layak disebut sebagai mufti sejati dalam Islam? Bagaimanakah keahlian-keahlian prinsipal yang membuat seseorang layak mengeluarkan fatwa serta membimbing masyarakat dalam memahami dan mengikuti syariat Islam?

Jawaban:

Dengan Nama Allah Swt

Orang yang hendak berkecimpung dalam kedudukan syar’i yang sangat penting ini harus memenuhi syarat-syarat: akil-balig, laki-laki, berkemampuan ijtihad mutlak di bidang ilmu ushul dan fikih, memiliki segala sesuatu yang menjadi sandaran keadilan dan keimanan, serta tidak menentang dan memusuhi Ahlulbait as dan akal. Inilah prinsip-prinsip awal yang harus dipenuhi oleh setiap orang yang hendak menempati kedudukan yang mulia dan sangat penting ini. Wallahu A’lam.

Basyir al-Najafi

Pusta

ka S

yiah

Page 122: Syiah Pustaka

122 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Ayatullah Uzhma Sayid Muhammad Said al-Hakim,

Ulama Najaf, Irak

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang

Kepada Yang Mulia Ayatullah Uzhma Sayid Muhammad

Said al-Hakim

Kami telah mendapat banyak pertanyaan dari orang-

orang Islam dan nonmuslim tentang solidaritas Islam dan

hubungan antarmazhab Islam. Kami memohon kepada Yang

Mulia untuk memberikan jawaban, penjelasan dan koreksi

tentang pertanyaan-pernyataan itu. Semoga Allah membalas

Yang Mulia dengan sebaik-baik balasan.

Pertanyaan Pertama:

Dapatkah seseorang disebut sebagai muslim apabila dia

menganut mazhab manapun di antara sekian mazhab Islam

yang ada, yaitu mazhab Hanafi, mazhab Maliki, mazhab

Syafi’i, mazhab Hambali, mazhab Ja`fari, mazhab Zaidi, dan

mazhab Ibadhi?

Pusta

ka S

yiah

Page 123: Syiah Pustaka

123Pelangi Islam

Jawaban:

Dengan Nama Allah Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang.

Segala puji bagi-Nya.

Sudah cukup bagi seseorang untuk menyandang status

muslim apabila dia mengucapkan dua kalimat syahadat dan

mengakui hal-hal yang pasti dalam agama seperti salat dan

lain-lain. Dengan demikian, hukum-hukum Islam berlaku

pada orang tersebut, termasuk bahwa harta dan jiwanya

adalah haram (Ayatullah Uzhma Sayid Muhammad Said al-

Hakim—semoga Allah senantiasa melindunginya—telah

membahas masalah ini dalam kitabnya, Fi Rihab al-Aqidah,

juz 1, hal. 34 – 43).

Pertanyaan Kedua:

Bagaimanakah ketentuan-ketentuan mengenai pengafiran dalam

Islam? Bolehkah seorang muslim mengafirkan orang-orang yang

mengamalkan satu di antara sekian mazhab yang sudah masyhur

dan telah kami sebutkan dalam pertanyaan pertama, demikian

pula orang yang menganut akidah Asy’ariyah dan Mu’tazilah?

Bolehkan mengafirkan orang-orang yang mengamalkan tarekat-

tarekat sufi yang hakiki?

Jawaban:

Pertanyaan ini sudah terjawab dalam jawaban sebelumnya.

Pusta

ka S

yiah

Page 124: Syiah Pustaka

124 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Pertanyaan Ketiga:

Siapakah yang layak disebut sebagai mufti sejati dalam Islam? Bagaimanakah keahlian-keahlian prinsipal yang membuat seseorang layak mengeluarkan fatwa serta membimbing masyarakat dalam memahami dan mengikuti syariat Islam?

Jawaban:

Mufti adalah mujtahid yang adil serta memenuhi semua syarat untuk kalayakan mengeluarkan fatwa, sebagaimana telah disebutkan dalam risalah amaliyah Minhaj al-Shalihin.

Sayid Muhammad Said al-Hakim***

Pusta

ka S

yiah

Page 125: Syiah Pustaka

125Pelangi Islam

Ayatullah Syekh Muhammad Ali Taskhiri

Sekretaris Jenderal Forum Internasional untuk Pendekatan Antarmazhab Islam

Dengan Nama Allah Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang

Kepada Yang Terhormat

Lembaga Pemikiran Islam Alul Bait

Jawaban kami secara ringkas untuk pertanyaan-

pertanyaan yang telah Anda ajukan ialah sebagai berikut.

Jawaban untuk pertanyaan pertama: Orang yang

mengikuti mazhab manapun di antara mazhab-mazhab Islam

yang telah disebutkan dalam pertanyaan itu sudah pasti

muslim sehingga dia memiliki hak dan kewajiban yang sama

dengan umat Islam lainnya.

Jawaban untuk pertanyaan kedua: Sama sekali tidak

diperbolehkan mengafirkan orang yang mengamalkan

mazhab apa pun di antara mazhab-mazhab tersebut, atau

orang yang menganut akidah Asy’ari, atau orang yang

mengamalkan tarekat sufi yang hakiki, dan setiap orang

yang beriman kepada tauhid, kenabian, hari kiamat serta

Pusta

ka S

yiah

Page 126: Syiah Pustaka

126 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

meyakini kewajiban-kewajiban yang sudah gamblang dalam Islam seperti salat, puasa dan ibadah haji.

Jawaban untuk pertanyaan ketiga: Para ulama telah menyebutkan beberapa syarat dan sifat yang harus dimiliki oleh seseorang supaya layak berfatwa, antara lain ialah menguasai ushul fikih dan ilmu-ilmu bahasa Arab, dan berkemampuan melakukan istimbat hukum syariat dari kitab suci dan sunah yang mulia. Kesimpulannya, seseorang haruslah menjadi mujtahid terlebih dahulu untuk dapat mengeluarkan fatwa di tengah masyarakat.

Semoga Allah senantiasa melindungi Anda dan menjauhkan Anda dari kesalahan.

Muhammad Ali Taskhiri

Sekretaris Jenderal Forum Internasional untuk Pendekatan Antarmazhab Islam

***

Pusta

ka S

yiah

Page 127: Syiah Pustaka

127Pelangi Islam

Fatwa Para Ulama Ahlusunnah

Tentang Kriteria Keislaman dan Syarat-Syarat

Mengeluarkan FatwaPusta

ka S

yiah

Page 128: Syiah Pustaka

128 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Pusta

ka S

yiah

Page 129: Syiah Pustaka

129Pelangi Islam

Alm. Imam Besar Syekh Mahmud Syaltut

Mantan Rektor Universitas al-Azhar

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Islam tidak mewajibkan siapa pun di antara pemeluknya supaya mengikut satu mazhab tertentu. Karena itu kami menyatakan bahwa setiap muslim berhak mengikuti mazhab apa pun di antara sekian mazhab yang telah dinukil secara sahih dan hukum-hukumnya pun telah tersusun dalam kitab-kitab khususnya. Tidak ada masalah bagi orang yang mengikuti salah satu mazhab itu apabila dia berpindah ke mazhab yang lain, apa pun mazhab itu.

Mazhab Ja`fariyah yang terkenal dengan mazhab Syi’ah Imamiyah Itsna Asyariyah adalah mazhab yang boleh diamalkan secara syariat sebagaimana mazhab-mazhab Ahlusunnah lainnya.

Hal ini hendaknya diketahui oleh umat Islam. Mereka harus bebas dari fanatisme secara tidak benar terhadap mazhab-mazhab tertentu, karena agama dan syariat Allah tidak mengikuti mazhab atau berkutat pada mazhab tertentu. Semua mazhab sama-sama berijtihad dan sama-sama diterima di sisi Allah. Bagi orang yang tidak memiliki

Pusta

ka S

yiah

Page 130: Syiah Pustaka

130 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

keahlian dan kemampuan berijtihad diperbolehkan mengikuti mazhab-mazhab tersebut dan mengamalkan apa yang telah ditetapkan dalam fikih-fikih mereka, tanpa ada perbedaan antara ibadah dan muamalat.

***

Pusta

ka S

yiah

Page 131: Syiah Pustaka

131Pelangi Islam

Alm. Imam Besar Syekh Jad al-Haq Ali Jad al-Haq

Mantan Rektor Universitas al-Azhar

Dengan Nama Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Segala puji bagi Allah, dan salam sejahtera atas Rasulullah.

Majalah October No. 4601 tanggal 25 Agustus 1985 telah memuat artikel karya Sayid Abdul Aziz Shadiq berjudul “Al-Azhar, Benteng Keagamaan Mereka Yang Pertama” (al-Azhar, Maladzuhum al-Dinu al-Awwal) yang ditujukan kepada Imam Besar Rektor al-Azhar yang isinya secara ringkas ialah sebagai berikut.

Pada pekan ini saya mendapat surat dari salah seorang yang bertugas di Islamic Center di Negara Bagian Virginia, Amerika Serikat, yang isinya ialah bahwa:

Sebagian musuh Islam sedang bekerja menebar perpecahan di antara umat minoritas muslim di Afrika dan Asia, berusaha memberikan corak sektarianisme pada perbedaan-perbedaan pendapat yang ada—apa pun jenisnya—serta mengafirkan Syi’ah dengan semua alirannya, dan ini merupakan serangan sengit yang ditujukan untuk

Pusta

ka S

yiah

Page 132: Syiah Pustaka

132 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

memecah belah umat Islam. Sebagian orang juga berpendapat bahwa seorang muslim harus mengikuti satu di antara empat mazhab saja supaya ibadah dan muamalatnya sah. Wahai Yang Mulia Imam Besar Rektor al-Azhar, apakah Anda sepakat dengan pendapat tersebut secara mutlak?

Kemudian, sebagian orang telah mengafirkan Syi’ah dan menyatakan bahwa Islam berlepas diri dari Syi’ah. Bagaimana tanggapan Yang Mulia atas pernyataan itu? Apakah boleh seorang muslim mengafirkan orang lain di antara umat Islam?

Kita dapat menyerap persoalan ini sebagai berikut:

Pertama, hukum taklid. Apakah boleh bertaklid kepada satu mazhab tertentu? Penjelasannya ialah sebagai berikut.

Mayoritas (jumhur) ahli ushul berpendapat bahwa orang awam—yaitu orang yang tidak memiliki keahlian untuk berijtihad dalam hukum walaupun dia terdidik di sebagian disiplin ilmu lain—wajib mengikuti pendapat dan fatwa mujtahid berdasar firman Allah, Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.28

Ayat ini ditujukan kepada semua orang yang tidak memiliki perangkat untuk mengetahui hukum. Juga karena masyarakat umum pada zaman sahabat dan tabiin meminta fatwa kepada para mujtahid di antara mereka serta mengikuti penjelasan-penjelasan hukum para mujtahid itu kepada mereka. Para mujtahid itupun praktis berusaha memberikan fatwa kepada masyarakat, mengungkapkan kepada mereka apa yang tidak mereka ketahui, dan tidak menolak permintaan

28 QS. al-Nahl [16]:43.

Pusta

ka S

yiah

Page 133: Syiah Pustaka

133Pelangi Islam

fatwa mereka. Ini menunjukkan adanya konsensus (ijmak) atas keabsahan taklid di bidang furu’. Hanya saja, demi menjaga kehati-hatian dalam urusan agama, orang awam hendaknya meminta fatwa kepada orang yang diketahui alim, adil dan ahli tentang masalah yang diminta fatwanya.

Mayoritas ulama juga berpendapat bahwa orang awam tidak wajib mengikuti pendapat mujtahid tertentu dan konsisten sedemikian rupa pada semua hukum wajib dan mubahnya sehingga tidak boleh keluar dari pendapat itu. Sebaliknya, orang awam boleh mengikuti satu mujtahid dalam suatu masalah dan mengikuti mujtahid lain dalam masalah lain. Dengan prinsip inilah para mufti bekerja di sepanjang masa sejak zaman sahabat dan setelahnya. Saya memilih demikian sesuai pandangan beberapa ulama ushul yaitu Amadi, Ibnu Hajib, Kamal dalam Tahrir-nya, Rafi’i dan lain-lain. Sebab, konsisten pada satu mazhab tertentu dalam semua persoalan bukanlah suatu keharusan karena tidak ada kewajiban kecuali apa yang diwajibkan oleh Allah dan Rasul-Nya, sedangkan Allah dan Rasul-Nya tidak mewajibkan siapa pun mengikuti pendapat (mazhab) imam tertentu dan bertaklid kepadanya dalam urusan agama; mengambil semua yang dikatakan oleh imam itu dan mengabaikan pendapat selainnya.

Ibnu Amirul Haj, salah seorang ulama ushul, mengatakan, “Tidak benar bagi orang awam bermazhab dengan satu mazhab, karena satu mazhab hanyalah untuk orang yang memiliki keahlian, argumentasi dan pengetahuan yang mendalam tentang mazhab-mazhab yang ada dalam pandangannya, atau untuk orang yang menelaah kitab-kitab

Pusta

ka S

yiah

Page 134: Syiah Pustaka

134 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

furu’ satu mazhab itu dan mengerti fatwa-fatwa dan pendapat-pendapat imamnya. Adapun orang yang sama sekali tidak memiliki keahlian untuk ini dan hanya mengatakan, ‘Saya Hanafi, atau Syafi’i, dan lain-lain’, maka sebatas kata saja tidak akan membuatnya menjadi demikian.”

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa tidaklah wajib bertaklid pada satu mujtahid tertentu. Karena itu, “talfiq” (kombinasi) yakni mengikuti pendapat mujtahid dalam suatu masalah dan mengikuti pendapat mujtahid lain dalam masalah lain karena darurat dan lain sebagainya dalam ibadah dan muamalat diperbolehkan sebagai bentuk kelonggaran dan rahmat bagi umat. Mayoritas (ulama ushul) bahkan membolehkan mengikuti “rukhshah” (fatwa-fatwa yang dirasa longgar) mazhab-mazhab yang ada dalam berbagai persoalan, karena sudah sepatutnya seorang mukalaf mengamalkan apa yang lebih mudah baginya apabila dia memang berkemungkinan untuk demikian, dalam arti bahwa sebelumnya dia tidak pernah mengamalkan pendapat mujtahid lain dalam masalah di mana dia hendak bertaklid.

Kesimpulannya ialah: taklid adalah wajib bagi nonmujtahid mutlak karena menjalankan amalan adalah satu keharusan. Orang yang bertaklid tidak wajib konsisten pada satu mazhab tertentu. Dia tidak boleh menjalankan amalan yang menyalahi apa yang sudah pernah dia amalkan sesuai satu mazhab tertentu. Mazhab bagi orang awam seharuslahnya mengikuti fatwa muftinya yang diakui sebagai seorang yang alim dan adil serta diperbolehkan menjalankan amalan secara talfiq dengan pengertian beramal sesuai satu mazhab pada setiap kejadian.

Pusta

ka S

yiah

Page 135: Syiah Pustaka

135Pelangi Islam

Kedua, hukum pengafiran. Apakah boleh seorang muslim mengafirkan orang lain di antara umat Islam? Untuk menjelaskan masalah ini pertama kami harus menjelaskan hakikat iman dan Islam serta makna kekafiran, sebagai berikut.

a. Hakikat Iman

Iman secara bahasa: Keimanan ialah keyakinan secara mutlak. Dalam syariat, keimanan ialah keyakinan kepada Allah, rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, malaikat-Nya dan keyakinan akan adanya hari kiamat dan berlakunya qadha’ dan qadar:

Rasul telah beriman kepada al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): ‘Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya.’”29

Keimanan pada semua ini ialah keyakinan hati kepada apa yang wajib diyakini, dan ini merupakan keyakinan yang memenuhi jiwa melalui pengenalan kepada Allah serta ketaatan kepada-Nya dalam agama-Nya sebagaimana ditegaskan dalam doa Rasulullah saw:

“Ya Allah, teguhkan hatiku pada agama-Mu.”

29 QS. Al-Baqarah [2]: 285.

Pusta

ka S

yiah

Page 136: Syiah Pustaka

136 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Begitu pula dalam teguran beliau kepada Usamah yang telah membunuh orang yang mengucapkan kalimat “la ilaha illa Allah” (Tiada tuhan selain Allah). Beliau bersabda:

“Tidakkah kamu membedah hatinya?!”30

b. Hakikat Islam

Kata “aslama” secara bahasa berarti “masuk Islam”, sedangkan secara syariat ialah sebagaimana dijelaskan dalam sabda Rasulullah saw:

“Islam ialah engkau bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, serta mendirikan salat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadan, dan menunaikan haji apabila engkau mampu menunaikannya.”31

Atas dasar ini, Islam ialah menjalankan segala yang telah diwajibkan oleh Allah berupa pengucapan dua kalimat syahadat, penunaian amalan-amalan fardu dan menghindari segala yang diharamkan oleh Allah Swt dan Rasul-Nya.

Dengan demikian, “iman” ialah keyakinan hati sehingga siapa pun yang mengingkari dan menolak

30 Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.31 Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

Pusta

ka S

yiah

Page 137: Syiah Pustaka

137Pelangi Islam

suatu apa pun yang wajib diyakini maka dia telah keluar dari Islam, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Swt, Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.32

Sedangkan “Islam” ialah pengamalan dan perkataan, yakni pengamalan dengan organ tubuh dan pengucapan dengan lisan. Ada perbedaan antara amalan dan ucapan, berdasar firman Allah Swt, Orang-orang Arab Badui itu berkata, “Kami telah beriman.” Katakanlah: “Kamu belum beriman, tapi katakanlah ‘kami telah tunduk’, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu.”33

c. Kapan deseorang bisa menjadi muslim?

Rasulullah saw telah membuat ketentuan tentang ini dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari. Beliau bersabda:

“Aku diperintah supaya memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan beriman kepadaku dan kepada apa yang aku bawa. Jika mereka berbuat demikian, darah dan harta mereka terlindung dariku kecuali dengan alasan yang

32 QS. al-Nisa’ [4]: 136.33 QS. al-Hujurat [49]: 14.

Pusta

ka S

yiah

Page 138: Syiah Pustaka

138 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

benar, dan kelak perhitungan atas mereka terserah kepada Allah.”

Inilah seorang muslim. Lantas kapan dia dinyatakan keluar dari Islam? Apakah maksiat atau perbuatan haram atau pengabaian kewajiban akan membuat pelakunya tersisihkan dari sifat-sifat Islam dan hak-haknya sebagai muslim? Tentang ini Allah Swt berfirman, Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya.34

d. Apakah kafir itu?

“Kufur” secara bahasa: (kafara al-syai’) berarti “menutupi sesuatu”. Sedangkan secara syariat, orang kafir ialah orang yang mengingkari sesuatu yang diwajibkan oleh Allah supaya diyakini setelah sesuatu itu disampaikan kepadanya dengan bukti yang nyata. Kekafiran sebagai lawan keimanan ini banyak terjadi karena “kufur” berarti menutupi atau menyembunyikan kebenaran dan mendistorsi ajaran yang benar. Kata “kufur” juga digunakan dalam arti “pengingkaran terhadap nikmat Ilahi”. Sedangkan kufur yang terbesar ialah pengingkaran terhadap keesaan Allah dan penyekutuan terhadap Allah serta penentangan terhadap kenabian Rasulullah Muhammad saw dan syariatnya, dan kata “kafir” lazim dipakai untuk menyebut orang yang mengingkari semua ini.

34 QS. al-Nisa’ [4]: 116.

Pusta

ka S

yiah

Page 139: Syiah Pustaka

139Pelangi Islam

Jika demikianlah makna iman, Islam dan kufur sebagaimana dijelaskan dalam al-Quran dan sunah, maka seorang muslim yang berbuat dosa dan dia menyadari bahwa perbuatan itu adalah dosa dan maksiat kepada Allah Swt tentu akan mendapat murka dan azab dari Allah, namun dia tidak sampai keluar dari zona iman dan hakikat iman, serta tidak pula hilang darinya sifat-sifat dan hakikat Islam serta hak-haknya sebagai muslim. Seberapa banyakpun dosa yang dia lakukan, baik dosa kecil maupun dosa besar, dia tetap tidak dapat dihukumi telah keluar dari Islam maupun dari golongan orang-orang yang beriman, sebagaimana dapat dimengerti dari firman Allah, Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya.35

e. Bolehkah seorang muslim dikafirkan karena dia telah berbuat dosa?Atau bolehkah mengafirkan seorang mukmin yang keimanan sudah tertanam dalam hatinya?

Allah Swt berfirman, Dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan ‘salam’ kepadamu: ‘Kamu bukan seorang mukmin’ (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak.36

Dalam sebuah hadis yang dibawakan oleh Abu Dawud disebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda:

35 QS. al-Nisa’ [4]: 116.36 QS. al-Nisa’ [4]: 94.

Pusta

ka S

yiah

Page 140: Syiah Pustaka

140 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

“Ada tiga perkara yang merupakan bagian dari pokok

iman: menahan diri dari orang yang menyatakan

‘tiada Tuhan kecuali Allah’, tidak menyebutnya kafir

karena dia berbuat dosa, dan tidak memandangnya

keluar dari agama Islam karena dia berbuat dosa.”

Demikian pula hadis yang diriwayatkan oleh Imam

Ahmad bahwa Rasulullah saw bersabda:

.

“Tidaklah seseorang menuduh saudaranya sebagai

fasik ataupun kafir kecuali tuduhan itu akan kembali

kepadanya jika saudaranya itu tidak seperti yang

dituduhkan.”

Dari nas-nas ini terlihat jelas bahwa tidak boleh

mengafirkan seorang muslim karena dia telah berbuat dosa,

baik berupa tindakan mengabaikan kewajiban yang telah

ditetapkan ataupun melakukan perbuatan haram yang telah

dilarang keras. Bahkan, jika seseorang menuduh saudaranya

sebagai kafir atau fasik, tuduhan itu kembali kepada dirinya

sendiri jika saudaranya itu ternyata tidak seperti yang dia

tuduhkan.

f. Siapakah yang patut dihukumi kafir atau fasik?

Allah Swt berfirman,

Pusta

ka S

yiah

Page 141: Syiah Pustaka

141Pelangi Islam

Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Quran) dan Rasul (sunahnya).37

Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya.38

Maka bertanyalah kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tiada mengetahui.39

Diriwayatkan oleh Zuhri dari Amr bin Syuaib dari ayahnya bahwa kakeknya berkata:

“Rasulullah saw mendengar kabar bahwa sekelompok orang berdebat tentang beberapa ayat al-Quran, lalu beliau bersabda, ‘Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian telah binasa karena ini: membenturkan sebagian ayat dalam kitab Allah dengan sebagian ayat lainnya, padahal bagian-bagian dalam kitab Allah saling membenarkan dan bukan saling menyalahkan,

37 QS. al-Nisa’[4]: 59.38 QS. al-Taubah [9]: 122.39 QS. al-Anbiya’ [21]: 7.

Pusta

ka S

yiah

Page 142: Syiah Pustaka

142 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

maka katakanlah apa yang kalian ketahui tentangnya, sedangkan apa yang tidak kalian ketahui tentangnya, maka serahkan kepada orang yang mengetahuinya.”

Inilah al-Quran, dan ini pula sunah. Keduanya sama-

sama memerintahkan supaya polemik dalam masalah agama

diserahkan kepada Allah dan Rasul-Nya, dan bahwa yang

berwenang menyelesaikan dan menjelaskan hukum dengan

kitab suci dan sunah adalah alim ulama. Dengan demikian,

seorang muslim tidak boleh memvonis saudaranya sebagai

kafir karena dia bukanlah orang yang mengetahui apa hakikat

kekufuran dan apa yang menyebabkan seseorang dapat

dikategorikan sebagai murtad dan ingkar terhadap Islam

atau sebagai pelaku maksiat dan menyalahi perintah-perintah

Allah Swt. Sebab untuk akidah dan syariat Islam sudah ada

ulama dan pakar yang membidanginya agar perintah Allah

dapat mereka terapkan. Jadi, keberagamaan adalah kewajiban

bagi seluruh umat Islam, tetapi penjelasan tentang hukum

halal dan haramnya adalah kewenangan orang-orang yang

membidanginya, yaitu para ulama, berdasar ketentuan dari

Allah dan Rasul-Nya.

Seorang muslim juga tidak boleh mengikuti suatu mazhab fikih dalam Islam dengan tujuan mendapatkan interes politik, atau demi mendukung pihak yang berkuasa atau suatu kalangan tertentu. Seorang muslim lebih baik menyebarkan keutamaan akhlak, akidah dan syariat Islam kepada pihak-pihak nonmuslim daripada mengajak saudaranya sendiri kepada suatu mazhab atau semua mazhab yang semuanya benar dan sama-sama bersambung pada Rasulullah saw.

Pusta

ka S

yiah

Page 143: Syiah Pustaka

143Pelangi Islam

Al-Azhar menentang perangai orang-orang yang bermujahadah bukan terhadap musuh. Seorang muslim Syi’ah tidak seharusnya meminta muslim Sunni supaya meninggalkan mazhab Syafi’i, Hanafi, Maliki atau Hambali lalu mengikuti mazhab Syi’ah. Begitu pula sebaliknya. Selagi semuanya adalah bagian dari umat Islam, maka mereka harus saling bersaudara dan sama-sama harus berusaha mendakwahkan ajaran Islam kepada nonmuslim. Mereka harus menahan diri dari tindakan yang dapat memperlebar skala perselisihan dan perpecahan di tengah barisan umat Islam serta menjadikan mazhab-mazhab fikih sebagai mazhab politik bagi pemerintah. Umat Islam terdahulu tidak berbuat demikian karena bertentangan dengan firman Allah Swt, Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku. 40

***

40 QS. al-Mukminun [23]:52.

Pusta

ka S

yiah

Page 144: Syiah Pustaka

144 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Dr. Syekh Muhammad Sayid Tanthawi

Rektor Universitas al-Azhar

Dengan Nama Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Pertanyaan pertama: Bolehkah memandang mazhab-mazhab Islam non-Sunni sebagai bagian dari Islam yang hakiki? Dengan kata lain, apakah setiap orang yang mengikuti satu di antara sekian mazhab Islam, yaitu empat mazhab Sunni serta mazhab Zhahiri, mazhab Ja`fari, mazhab Zaidi dan mazhab Ibadhi dapat dikategorikan sebagai muslim?

Dalam menjawab pertanyaan ini kami menyatakan:

Sebagaimana disebutkan dalam Sahih Bukhari dan Sahih Muslim, Rasulullah saw telah menjelaskan siapakah muslim hakiki berdasar perkataan Jibril as:

“Engkau bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya, mendirikan salat, menunaikan zakat, berpuasa

Pusta

ka S

yiah

Page 145: Syiah Pustaka

145Pelangi Islam

di bulan Ramadan, serta menunaikan haji apabila engkau mampu menunaikannya.”

Dalam dua kitab sahih itu pula disebutkan riwayat dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah saw bersabda:

“Islam didirikan di atas lima perkara, yaitu kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad saw adalah utusan Allah, mendirikan salat, memberikan zakat, melaksanakan haji ke Baitullah dan menunaikan puasa Ramadan.”

Dengan demikian, setiap orang baik laki-laki maupun perempuan yang bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah serta mengamalkan rukun-rukun Islam tersebut serta tidak mengingkari hal-hal yang sudah pasti dalam Islam, maka dia adalah seorang muslim.

Para penganut mazhab-mazhab yang disebutkan dalam pertanyaan itu sebagaimana dapat kita ketahui secara lahiriah adalah orang-orang yang bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah serta mengakui dan mengamalkan lima rukun Islam. Adapun ikhtilaf yang terjadi di antara mereka dalam penunaian rukun-rukun, maka itu merupakan perselisihan pendapat di bidang furu’, bukan pada rukun dan ushuluddin, sehingga

Pusta

ka S

yiah

Page 146: Syiah Pustaka

146 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

tidak dapat kita jadikan alasan untuk menyebut mereka sebagai nonmuslim. Syariat Islampun memerintahkan para penganutnya supaya menghukumi orang berdasar lahirnya, sedangkan urusan batin, hanya Allah saja yang mengetahuinya.

Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda:

“Aku diperintah supaya menghukumi manusia berdasar lahiriahnya, sedangkan masalah batin adalah urusan Allah.”

Patut kami tambahkan bahwa kuliah syariat di Universitas al-Azhar mengajarkan mazhab-mazhab ini dan menjelaskan perbedaan pendapat yang ada di antara mereka, dengan kesadaran bahwa perbedaan ini—sebagaimana sudah kami singgung—adalah perbedaan yang sah karena berkenaan dengan furu’, bukan ushul.

Pertanyaan kedua: Bagaimanakah ketentuan pengafiran pada masa kita sekarang? Apakah boleh seseorang mengafirkan para penganut mazhab apa pun di antara sekian mazhab Islam yang ditaklidi, atau mengafirkan orang yang menganut akidah Asy’ari? Lebih jauh lagi, bolehkah mengafirkan para penganut sufi hakiki?

Untuk menjawab pertanyaan ini kami menyatakan:

Pengafiran (takfir) ialah tindakan seseorang menisbatkan kekufuran kepada orang lain. Tindakan demikian tidak

Pusta

ka S

yiah

Page 147: Syiah Pustaka

147Pelangi Islam

boleh kecuali jika orang lain itu mengingkari apa yang ada dalam syariat seperti keharusan ikhlas dalam ibadah kepada Allah Swt serta keimanan kepada-Nya, malaikat-Nya, rasul-Nya, kitab suci-Nya, dan kepada hari kiamat, sebagaimana disebutkan dalam firman-firman-Nya:

Rasul telah beriman kepada al-Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya.’”41

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: ‘Kami beriman kepada yang sebahagian dan kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)’, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.”42

Tidak boleh pula seseorang melekatkan kekufuran kepada orang-orang yang terhubung pada mazhab apa pun di antara sekian mazhab Islam yang ada dan semuanya sepakat bahwa ibadah kepada Allah harus ikhlas dan sepakat pula bahwa manusia harus beriman kepada malaikat-Nya, kitab suci-Nya, rasul-Nya dan hari kiamat, kepada keharusan menunaikan kewajiban-kewajiban yang telah ditentukan 41 QS. al-Baqarah [2]: 285.42 QS. al-Nisa [4]: 150-151.

Pusta

ka S

yiah

Page 148: Syiah Pustaka

148 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Allah Swt kepada kita semua seperti salat, zakat, puasa dan haji bagi yang mampu, kewajiban menghiasi diri dengan akhlak mulia seperti sedekah, kewajiban menyampaikan amanat dan menjauhi diri dosa, kewajiban amar makruf nahi munkar dan lain sebagainya.

Rasulullah saw telah melarang keras penisbatan kekufuran kepada seorang muslim. Shahih Bukhari dan Shahih Muslim meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw bersabda:

“Apabila seseorang berkata kepada saudaranya, ‘Hai kafir!’, sebutan itu kembali kepada salah satu di antara keduanya jika saudaranya memang seperti yang dia katakan, sedangkan jika tidak maka perkataan itu kembali kepada dirinya sendiri.”

Dalam dua kitab Shahih itu pula diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah saw bersabda:

“Menghujat seorang muslim adalah kefasikan, sedangkan memeranginya adalah kekafiran.”

Diriwayatkan pula dari Abu Dzar bahwa Rasulullah saw bersabda:

Pusta

ka S

yiah

Page 149: Syiah Pustaka

149Pelangi Islam

“Barangsiapa siapa menyebut orang lain kafir atau musuh Allah, sedangkan orang itu tidaklah demikian maka sebutan itu kembali kepada dirinya sendiri.”

Wassalamu ‘alaikum wr.wb.

Rektor al-Azhar

Dr. Muhammad Tanthawi

***

Pusta

ka S

yiah

Page 150: Syiah Pustaka

150 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Dr Syekh Ali Jum’ah

Mufti Besar Mesir

Dengan Nama Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Pertama, agama Islam pada hakikatnya adalah seruan rabbani yang lebih luas dari pemahaman para ulama sejak zaman sahabat hingga sekarang. Allah Swt berfirman,

Kitab (al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.43

Dan Kami tidak mengutusmu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan.44

Turunnya al-Quran yang tidak ada keraguan di dalamnya, (adalah) dari Tuhan semesta alam.45

Jika Islam lebih luas daripada jangkauan akal para mujtahid, agama ini sesuai untuk semua zaman, tempat dan

43 QS. al-Baqarah [2]: 2.44 QS. Saba [34]: 28.45 QS. al-Sajdah [32]: 2.

Pusta

ka S

yiah

Page 151: Syiah Pustaka

151Pelangi Islam

seluruh umat manusia di muka bumi. Dengan demikian, umat Islam adalah umat yang menyeru semua orang dalam segala keadaan. Orang yang percaya kepada Rasulullah saw, maka dia tergolong “umat ijabah” (umat yang telah merespon panggilan Nabi saw—penerj.), sedangkan yang tidak percaya kepada beliau maka tergolong “umat dakwah” (umat yang menjadi sasaran dakwah), sebagaimana disebutkan oleh banyak ulama.

Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Syarah Bukhari menyebutkan, “Umat Rasulullah saw terdiri atas tiga kalangan, yang satu di antaranya lebih spesifik daripada yang lain: umat yang mengikuti (ummat al-ittiba’), umat yang merespon (ummat al-ijabah), dan umat dakwah (ummat al-da’wah). Kalangan pertama adalah orang-orang yang tekun beramal saleh; kalangan kedua umat Islam secara umum, dan kalangan ketiga adalah orang-orang selain mereka yang menjadi sasaran dakwah mereka.”46

Umat Islam secara keseluruhan dari belahan bumi timur hingga barat dan dari yang terdahulu hingga sekarang sepakat bahwa mujtahid adalah orang yang didengar kata-katanya tentang agama Allah setelah dia memenuhi syarat-syarat ijtihad sebagaimana yang telah dijelaskan dalam ilmu ushul fikih hingga dia masuk dalam kategori ahl al-dzikr (orang yang berpengetahuan). Allah Swt berfirman, Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.47

46 Syarah Shahih Bukhari, 11/411.47 QS. al-Nahl [16]: 43.

Pusta

ka S

yiah

Page 152: Syiah Pustaka

152 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Karena itu, para mujtahidlah yang disebut-sebut sebagai “ulil amri” dalam beberapa firman Allah Swt antara lain sebagai berikut:

Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri) 48

Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-(Nya)49

Sebagian sahabat mencapai tingkat mujtahid sehingga pendapat (mazhab) mereka dinukil dalam berbagai kitab fikih induk seperti al-Mughni karya Ibnu Qadamah al-Muqaddasi al-Hambali, al-Majmu’ karya Imam Nawawi al-Syafi’i, al-Mahalli karya Ibnu Hazm al-Zhahiri, dan bahkan dinukil sebagai sebagai sandaran seperti dalam kitab al-Mushannaf karya Abdul Razzaq, al-Mushannaf karya Ibnu Abi Syaibah dan berbagai koleksi hadis lainnya.

Setelah itu datanglah generasi tabiin dan para pengikut mereka yang merupakan generasi penerus mereka hingga abad ke-4 H. Di tengah mereka muncul para mujtahid dengan jumlah yang menurut hitungan kami mencapai sekitar 90 orang yang mazhab masing-masing mereka diikuti, pendapatnya dijadikan sandaran dan argumentasinya diperhatikan, karena mereka diakui sebagai orang-orang yang berilmu, cerdas, tercerahkan dan bertakwa. Setelah itu tersebarlah delapan mazhab dan sampai kepada kita secara

48 QS. al-Nisa’ [4]: 83.49 QS. al-Maidah [5]: 92.

Pusta

ka S

yiah

Page 153: Syiah Pustaka

153Pelangi Islam

mutawatir berkat dedikasi para ulama dari masa ke masa melalui eksplorasi dalil-dalil yang mereka (mazhab-mazhab itu) gunakan, telaah atas materi-materi yang mereka nukil, tashih atas segala yang mereka jadikan dalil berupa hadis-hadis Nabi saw dan khazanah yang datang dari berbagai sumbernya, kajian atas konotasi lafaz-lafaz yang berasal dari kitab mazhab-mazhab tersebut dari segi bahasa dan syariat, pembuatan ringkasan yang bermanfaat, sajak, syarah, pencabangan, penambahan dan istimbat kaidah dan ketentuan yang mereka jadikan landasan, penulisan prinsip-prinsip yang mereka jadikan acuan dan berbagai bentuk sumbangsih lain yang membuat mazhab-mazhab itu lebih popular dan memiliki pengikut—entah banyak ataupun sedikit—di berbagai negara Islam. Delapan mazhab itu ialah Maliki, Hanafi, Hambali dan Syafi’i yang dikenal sebagai mazhab-mazhab Ahlusunnah, serta mazhab Ja`fari, Zaidi, Ibadhi dan Zhahiri yang disebut sebagai mazhab-mazhab non-Sunni.

Jika kita mengamati fikih dan ushul fikih mazhab-mazhab ini, kita dapat melihat bahwa perbedaan pendapat di antara mereka hanya terjadi sebatas kandungan (madhmun), bukan pada hal-hal yang sudah pasti (maqthu’), yang apabila diingkari maka kafirlah orang yang mengingkarinya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.

Atas dasar ini, orang yang mengikuti dan mengamalkan mazhab manapun di antara sekian mazhab Islam ini maka dia adalah seorang muslim yang benar. Hal ini sesuai dengan perintah Allah dan Rasulullah saw supaya kita berpegang teguh pada tali Allah, menjadi umat yang satu dan tidak

Pusta

ka S

yiah

Page 154: Syiah Pustaka

154 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

berselisih pada batas yang membuat hati kita saling berlawanan. Allah Swt berfirman,

Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.50

Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Mahagagah lagi Mahabijaksana.51

Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku52

Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku53

50 QS.AliImran[3]:103.51 QS. al-Anfal [8]: 63.52 QS. al-Anbiya’ [21]:92.53 QS. al-Mukminun [23]:52.

Pusta

ka S

yiah

Page 155: Syiah Pustaka

155Pelangi Islam

Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat54

Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya55

Rasulullah saw bersabda,

“Janganlah kalian berselisih lalu hati kalianpun berselisih.”56

Beliau mengukuhkan pemahaman para sahabat di Bani Quraidah meskipun mereka berbeda pendapat mengenai waktu salat Asar. Bukhari dalam Shahih-nya meriwayatkan bahwa Ibnu Umar ra berkata:

“Ketika kami kembali dari Perang Ahzab Rasulullah saw bersabda kepada kami, ‘Janganlah ada siapa pun yang salat Asar kecuali di (tempat) Bani Quraidah.” Sebagian orang kemudian mendapati waktu Asar

54 QS.AliImran[3]:105.55 QS. al-Syura [42]: 13.56 Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lain-lain.

Pusta

ka S

yiah

Page 156: Syiah Pustaka

156 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

sudah tiba ketika mereka di perjalanan. Di antara mereka ada yang mengatakan, ’Janganlah kita salat sebelum kita mendatangi Bani Quraidah.’ Namun yang lain mengatakan, ‘Kita justru harus mendirikan salat, karena di antara kita tidak ada yang mendapat (perintah penangguhan) demikian.’ Perbedaan pendapat ini kemudian diceritakan kepada Rasulullah saw, namun beliau ternyata tidak menegur satupun di antara mereka.”

Kedua, seorang muslim yang mengucapkan dua kalimat syahadat adalah orang harus dijaga jiwa dan hartanya, dan dia oleh seluruh kalangan yang benar (ahl al-haqq) dinyatakan sebagai “muslim yang sulit” (al-muslim al-sha’ab) karena dia sulit dinyatakan keluar dari agama kecuali jika dia melakukan hal-hal yang menimbulkan kekafiran secara sadar dan berdasar ikhtiar seperti menyatakan sendiri bahwa dia bukan muslim, atau dia mengingkari keberadaan Allah atau kebenaran risalah Nabi Muhammad saw atau kebenaran al-Quran al- Karim atau kepastian bahwa kitab suci ini berasal dari Allah Swt, atau dia menyembah berhala, atau menghalalkan zina dengan muhrim dan berbagai tindakan cela lain yang tidak dilakukan oleh satupun muslim ahli kiblat.

Para pemuka ulama bermazhab Asy’ari—semoga Allah Swt mencurahkan rida-Nya kepada mereka semua—adalah mayoritas ulama di tengah umat Islam. Merekalah yang membendung berbagai syubhat di depan kaum ateis dan lain-lain. Merekalah yang berpegang teguh pada kitab Allah dan sunah junjungan kita Rasulullah saw sepanjang sejarah.

Pusta

ka S

yiah

Page 157: Syiah Pustaka

157Pelangi Islam

Karena itu, siapa yang menganggap mereka sebagai kafir atau fasik, maka rawanlah dia dalam agamanya. Ibnu Asakir dalam Tabyinu Kidzb al-Muftari halaman 29 menyebutkan, “Ketahuilah—semoga Allah memberi kita semua taufik demi keridaan-Nya dan semoga Dia menjadikan kita sebagai orang yang bertakwa kepada-Nya dengan sebaik-baik ketakwaan—bahwa darah para ulama adalah “beracun”57, bahwa sudah jelas bagaimana ketentuan Allah sepanjang masa dalam menyingkap aib orang-orang yang mencemoh mereka, dan bahwa orang yang lisannya melontarkan celaan terhadap mereka akan ditimpakan oleh Allah Swt dengan petaka berupa kematian hati.”

Orang yang membincangkan akidah Asy’ari dan orang yang mengafirkan para ulama sufi hendaklah berhati-hati agar tidak terhubung dengan kelompok Khawarij dan kaum Murjifin yang telah disebutkan Allah Swt dalam firmanNya,

Sesungguhnya jika tidak berhenti orang-orang munafik, orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah (dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan kamu (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tidak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dalam waktu yang sebentar58

Tentang mereka pula sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Rasulullah saw bersabda,

57 Maksudnya ialah bahwa kehormatan ulama adalah sesuatu yang bertuah dan dapat menimbulkan kualat bagi orang yang berbuat kurang ajar terhadap mereka—penerj.

58 QS. al-Ahzab [33]: 60.

Pusta

ka S

yiah

Page 158: Syiah Pustaka

158 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

“Kaum Khawarij adalah anjing-anjing neraka.”

Ini karena akidah Asy’ari adalah akidah Ahlusunnah wal Jamaah.

Allah Swt berfirman, Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.59

Ketiga, syarat untuk menjadi mufti antara lain ialah muslim, berakal sehat, balig, adil dan mujtahid. Ijtihad sendiri ialah pengerahan segenap kemampuan dalam upaya penggalian hukum syariat dari dalil-dalil yang valid (muktabar), sesuai dengan firman Allah Swt,

Katakanlah: ‘Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.60

Sebagaimana diriwayatkan oleh Khatib dalam al-Faqih wa al-Mutafaqqih jilid 2 halaman 157, Imam Syafi’i mengatakan,

“Tidaklah dihalalkan bagi siapa pun berfatwa dalam agama Allah kecuali orang yang memahami kitab Allah berkenaan dengan nasikh dan mansukhnya, muhkam dan mutasyabihatnya, takwil dan tanzilnya, Makkiyah dan Madaniyahnya serta apa yang dikehendaki di dalamnya, dan setelah itu dia juga

59 QS. al-Nur [24]: 63.60 QS. al-A’raf [7]: 33.

Pusta

ka S

yiah

Page 159: Syiah Pustaka

159Pelangi Islam

memahami hadis Rasulullah saw, mengerti hadis sebagaimana dia mengerti al-Quran, menguasai ilmu bahasa, mengerti syair dan apa yang dia butuhkan demi sunah dan al-Quran serta menggunakan semua itu secara fair dan objektif, memahami apa yang diperselisihkan oleh umat dari berbagai kawasan, dan semua ini lantas menjadi talenta baginya. Jika dia sedemikian rupa, dia pantas berbicara dan berfatwa tentang halal dan haram, sedangkan jika dia tidak demikian, dia tidak patut berfatwa.”

Tentang ini Ibnu Qayyim al-Jauziyyah telah memberikan keterangan berharga dalam kitabnya, I’lam al-Muwaqqa’in. Di situ dia menyebutkan,

“Mengingat bahwa tablig dari Allah Swt bergantung pada pengetahuan terhadap apa yang hendak ditabligkan serta kejujuran tentang ini, maka bertablig dengan riwayat dan fatwa tidaklah dipatut dilakukan kecuali oleh orang berpengetahuan dan jujur. Dia harus mengerti dan jujur dalam bertablig. Dengan terpenuhinya syarat ini, dia dapat menempuh jalan yang baik, jalur yang diridai, adil dalam bertutur kata dan berperilaku, dan keadaannya yang tersembunyi maupun yang terang-terangan, akan tetap sama dari awal hingga akhir. Jika kedudukan yang mendapat pengesahan dari raja saja diakui sebagai posisi yang tidak dipungkiri keutamaanya, tidak diabaikan kebesarannya, dan merupakan salah satu kedudukan yang tertinggi, lantas bagaimana

Pusta

ka S

yiah

Page 160: Syiah Pustaka

160 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

lagi dengan kedudukan yang mendapat pengesahan Tuhan langit dan bumi?!”

Dengan demikian, orang yang menempati kedudukan ini tentunya adalah orang yang telah menyiapkan kepatutannya dan mengetahui keagungan kedudukan yang ditempati. Dia juga tidak boleh berat hati dalam berkata dan mengungkap kebenaran, karena sesungguhnya Allah-lah Sang Maha Penolong dan Pemberi petunjuk baginya. Betapa tidak, sedangkan fatwa adalah sesuatu yang berasal dari Allah Tuhan semesta alam, sebagaimana disebutkan dalam firmanNya, Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah: “Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka.”61

Cukuplah keagungan dan kemuliaan bagi sesuatu yang ditangani oleh Allah Swt Sendiri, sebagaimana Dia firmankan dalam kitab suci-Nya, Mereka meminta fatwa kepadamu. Katakanlah: “Allah memberi fatwa kepadamu.”62

Dengan demikian seorang mufti harus mengetahui siapa yang dia wakili dalam fatwanya dan meyakini sepenuhnya bahwa dia kelak akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt. Tentang ini Allamah Zarkasyi dalam kitabnya yang bernas, al-Bahr al-Muhith, jilid 3 halaman 358 menyebutkan,

“Mufti adalah seorang fakih. Telah dibahas sebelumnya pada bagian fikih asal muasal sebutan ‘fakih’, yakni bahwa ketika suatu sifat sudah tersandang pada

61 QS. al-Nisa’ [4]: 127.62 QS. al-Nisa’ [4]: 176.

Pusta

ka S

yiah

Page 161: Syiah Pustaka

161Pelangi Islam

seseorang maka boleh dibuatkan kata turunan dalam bentuk kata benda pelaku (isim fa’il) dari sifat itu.

“Shairafi mengatakan, ‘Kata benda ini diletakkan untuk menunjuk orang yang menangani urusan agama untuk masyarakat serta mengerti secara global tentang ilmu-ilmu al-Quran dengan segala karakteristiknya, nasikh dan mansukhnya, demikian pula tentang sunah dan istimbat, bukan diletakkan untuk menyebut orang yang mengetahui secara persis hakikat persoalan. Orang yang mencapai jenjang ini dan layak berfatwa ketika diminta fatwanya lantas disebut dengan kata benda itu.’

“Ibnu Sam’ani berkata, ‘Mufti adalah orang yang memenuhi tiga syarat: ijtihad, adil dan keterhindaran dari sikap penggampangan. Penggampangan ada dua bentuk: pertama, dia menggampangkan pencarian dalil dan jalur-jalur hukum dan mengambil asumsi-asumsi yang paling dangkal sehingga melanggar disiplin ijtihad dan tidak boleh berfatwa dan diminta fatwanya; kedua, dia mudah cenderung mencari kelonggaran dan menakwilkan hal-hal yang syubhat sehingga melanggar agamanya, dan ini lebih berdosa daripada bentuk pertama. Adapun jika seorang mufti hanya berpengetahuan di bidang tertentu dengan semua dalil dan prinsipnya, misalnya di bidang amalan fardu dan manasik haji, namun tidak mengetahui bidang-bidang lain maka dia tidak boleh berfatwa di luar bidangnya itu. Tapi bolehkah dia

Pusta

ka S

yiah

Page 162: Syiah Pustaka

162 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

berfatwa di bidang yang dia kuasai itu? Ada yang menyatakan boleh karena dia mengetahui dasar-dasar dan dalil-dalilnya. Tapi sebagian besar ulama tidak membolehkannya karena ada kesesuaian antarhukum dan kesejenisan antardalil yang sedemikian erat sehingga tidak mungkin sebagian hukum akan dapat diperkokoh tanpa menguasai hukum secara keseluruhan.”

Metode Fatwa

Mufti adalah fakih yang menggali hukum syariat dari dalil. Dengan demikian, dialah orang yang menerapkan ilmu fikih. Karena itu, sudah seharusnya seorang mufti memiliki metode dalam mengeluarkan fatwa sesuai tertib dalil-dalil syariat. Jika ditanya suatu persoalan, dia segera mencari hukumnya di dalam al-Quran. Jika di situ tidak ditemukan, dia mencarinya dalam Sunah. Jika di dalam Sunah pun tidak ditemukan, dia menerapkan kias (qiyas) hingga dia dapat menggali hukum yang menenteramkan hatinya, namun dengan syarat hukum itu tidak bertentangan dengan ijmak.

Adapun mengenai dalil-dalil yang masih diperselisihkan, seperti istihsan yang dalam pandangan kami sah, jika ijtihadnya menghasilkan keputusan yang mengabsahkan sebagian di antaranya maka dia boleh berfatwa berdasar istihsan. Sedangkan jika dalil-dalil yang ada padanya saling bertentangan, dia dapat berfatwa dengan apa yang lebih kuat di antaranya. Selagi masih berkemampuan dia tidak boleh berfatwa berdasar pendapat mujtahid lain kecuali jika hasil ijtihadnya menyatakan bahwa pendapat itulah yang

Pusta

ka S

yiah

Page 163: Syiah Pustaka

163Pelangi Islam

benar. Dia juga tidak boleh berfatwa berdasar apa yang menurut mujtahid lain lebih kuat, sebagaimana dinyatakan dalam ijmak yang disebutkan oleh Ibnu Qadamah dan Baji. Mengenai mufti yang bertaklid, sebagaimana telah kami sebutkan bahwa mufti boleh berfatwa tentang ini, dia hendaknya berfatwa berdasarkan apa yang mudah baginya di antara berbagai pendapat para mujtahid, dan dia tidak harus mencari tahu siapa yang paling alim (a’lam) dan utama (afdhal) di antara mereka untuk diambil pendapatnya karena hal ini memberatkan dan karena para sahabat—semoga melimpahkan ridanya kepada mereka—ketika hendak bertanya maka bertanya kepada orang yang mudah ditanya di antara mufti sahabat yang ada. Namun ada yang menyebutkan bahwa orang yang lebih utama harus dicari untuk diikuti pendapatnya.

Mengenai apa yang diperselisihkan dalam ijtihad dua orang mujtahid atau lebih, dia harus memilih di antara keduanya berdasarkan alasan tarjih dan tidak boleh memilih begitu saja sekehendak hati. Imam Nawawi dalam al-Majma’ jilid 1 halaman 110-111 menyebutkan,

“Bagi seorang mufti dan amil yang terhubung dengan mazhab Syafi’i ra tidak boleh beramal sekehendak hati tanpa pertimbangan ketika ada dua pendapat atau alasan yang berbeda. Sebaliknya, dia harus mengamalkan pendapat yang terbaru jika dia mengetahui mana yang terbaru. Jika tidak mengetahuinya, dia harus beramal sesuai apa yang ditarjih oleh Syafi’i. Jika Syafi’i mengatakan keduanya dan tidak mentarjih satu di antara keduanya ... atau

Pusta

ka S

yiah

Page 164: Syiah Pustaka

164 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

dinukil dua pendapat darinya dan tidak diketahui apakah dia mengatakan dua pendapat itu di satu waktu atau di dua waktu, tidak diketahui mana yang lebih dulu di antara keduanya, maka harus ada upaya tarjih salah satunya untuk diamalkan. Jika mufti dapat melakukan takhrij (penyisihan) dan tarjih, dia dapat melakukannya secara independen berdasar teks-teks, sumber dan kaidah-kaidah Syafi’i. Sedangkan jika dia tidak dapat melakukannya, dia harus melimpahkannya kepada para ulama yang berkompeten di bidang tarjih mengingat adanya penjelasan tentang ini dalam kitab-kitab mereka. Jika dengan cara inipun dia tidak mendapatkan tarjih, dia harus berhenti sampai memperolehnya.

“Jika seorang mufti menyandarkan fatwanya pada suatu hadis Nabi saw, dia harus mengetahui kesahihan hadis itu, baik berdasarkan penelitiannya sendiri jika dia mampu melakukannnya maupun berdasarkan keterangan ahlinya. Apabila fatwanya didasarkan pada pendapat seorang mujathid sebagaimana memang diperbolehkan jika dia tidak dapat melakukan konfirmasi secara lisan soal fatwa itu, maka dia harus melakukan konfirmasi dengan cara lain hingga diperoleh kepastian (bahwa fatwa itu memang berasal dari mujtahid itu).”

Ibnu Abidin dalam Radd al-Mukhtar jilid 1 halaman 69 mengutip pernyataan Muhaqqiq Ibnu Hammam,

Pusta

ka S

yiah

Page 165: Syiah Pustaka

165Pelangi Islam

“Cara penukilan fatwa baginya bisa dia lakukan dengan memiliki sanad yang terhubung kepada mujtahid itu dan bisa pula dilakukan dengan mendapatkannya melalui kitabnya yang sudah beredar, misalnya kitab-kitab Muhammad bin Hasan dan berbagai karya tulis masyhur lainnya karena semua itu tak ubahnya dengan berita mutawatir lagi masyhur.”

Allamah Muhaqqiq Hambali al-Bihuti dalam Kasyf al-Qina’ jilid 6 halaman 31 menyebutkan,

“Dia boleh berfatwa sesuai pendapat orang yang bukan imamnya jika pendapatnya dia nilai kuat berdasar dalil yang ada, yakni berdasar tarjihnya atas pendapat orang yang bukan imamnya, dan dia hendaknya memberitahukan kepada pemohon fatwa tentang ini supaya dia mengetahui perihal taklidnya. Imam Ahmad berkata, ‘Jika ada suatu persoalan yang tidak ada keterangan dalam hadis (yakni hadis marfu’ maupun mauquf karena perkataan sahabat menurutnya adalah hujah selagi tidak ditentang oleh sahabat yang lain) maka dia dapat berfatwa berdasar pendapat Syafi’i.’ Hal ini disebutkan oleh Nawawi dalam Tahdzib al-Asma’ wa al-Lughah berkenaan dengan biografi Syafi’i. Dalam al-Mubdi’, sebagaimana diriwayatkan oleh Murudzi, Ahmad berkata, ‘Jika kamu bertanya suatu masalah dan aku tidak mendapatkan keterangan hadis tentang ini, maka aku berkata sesuai pendapat Syafi’i karena dia adalah imam yang alim dari kalangan Quraisy, dan Rasulullah saw pun telah bersabda bahwa orang alim

Pusta

ka S

yiah

Page 166: Syiah Pustaka

166 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

dari kalangan Quraisy akan memenuhi dunia dengan ilmu.’”

Keempat, mengingat bahwa mazhab-mazhab fikih terpercaya merupakan khazanah pemikiran, pendapat dan pandangan yang valid dalam syariat Islam dan bahwa kebersandaran padanya merupakan jalan keselamatan dan perkembangan dalam interaksi dengan berbagai warisan fikih dan persoalan kontemporer, maka pandangan-pandangan yang dijadikan sandaran itu haruslah tertuang dalam riwayat yang didukung sanad yang sahih atau terangkum dalam kitab-kitab masyhur, dan harus pula digunakan untuk menjelaskan apa yang kuat di antara berbagai kemungkinan yang ada serta menspesifikasi apa yang bersifat general atau memberikan keterangan pada hal-hal yang bersifat mutlak pada sebagian persoalan.

Atas dasar ini muncullah pandangan mengenai keharusan mengetahui referensi yang akurat untuk setiap mazhab fikih terpercaya dan dipakai sepanjang periode demi periode dan abad demi abad sejarah umat Islam. Berikut ini kami sebutkan beberapa kitab terpercaya dan masyhur dari delapan mazhab fikih.

Pertama: Mazhab Hanafi

Ada banyak kitab fikih Hanafi dengan semua variasinya dari segi matan, syarah, fatwa dan lain-lain. Di sini kami cukupkan dengan menyebutkan apa yang masyhur di antaranya dan yang menjadi sandaran para ulama dari berbagai mazhab, yaitu antara lain sebagai berikut.

Pusta

ka S

yiah

Page 167: Syiah Pustaka

167Pelangi Islam

1. Al-Bahr al-Ra’iq Syarh Kanz al-Daqa’iq karya Ibnu Najim.

2. Al-Mabshath karya Sarkhasi.

3. Bada’i’ al-Shana’i’ karya Kasani.

4. Al-Inayah Syarh al-Hidayah karya Muhammad bin Mahmud al-Babarti.

5. Fath al-Qadar karya Kamal Ibnu Hammam.

6. Radd al-Mukhtar ala al-Durr al-Mukhtar yang terkenal dengan sebutan Khasyiyah Ibnu Abidin karya Ibnu Abidin.

Kitab-kitab ushul dan kaidah fikih yang terpenting dalam mazhab Hanafi antara lain ialah:

1. Kasyf al-Asrar karya Imam Bazdawi.

2. Syarh al-Talwih ala al-Taudhih karya Saad Tiftazani.

3. Al-Tahrir li al-Kamal karya Ibnu Hammad; syarahnya untuk al-Taqrir wa al-Tahbir karya Ibnu Amir Hajj; dan syarahnya untuk Taisir al-Tahrir karya Amir Badsyah.

4. Al-Manar karya Nasafi dan syarahnya untuk Fath al-Ghaffar karya Ibnu Najim.

5. Al-Asybah wa al-Nazha’ir karya Ibnu Najim.

Kedua: Mazhab Maliki

1. Al-Mudawannah yang juga disebut al-Umm dan al-Mukhtalathah. Kitab ini memuat ribuan persoalan yang dihimpun oleh Sahnun bin Said pada abad ke-3 H dari riwayat Abdurrahman bin Qasim dari Imam Malik, juga dari hukum-hukum yang sampai kepada Ibnu Qasim dan tidak dia dengar sendiri dari imamnya. Sahnun kemudian menambahkan

Pusta

ka S

yiah

Page 168: Syiah Pustaka

168 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

padanya apa yang diqiyaskan oleh Ibnu Qasim berdasar ushul Imam Maliki. Sahnun menyertai persoalan-persoalan yang himpunnya itu dengan riwayat-riwayatnya dari Muwaththa’ bin Wahab dan lain-lain, kemudian menambahkan lagi padanya beberapa perselisihan pendapat di kalangannya. Namun, ajal menjemputnya sebelum dia menyempurnakan hal itu di semua babnya. Kitab ini terkemas dalam empat jilid.

2. Al-Nawadir karya Ibnu Abi Zaid al-Qirwani. Dengan kitab ini dia telah menghimpun apa yang termuat dalam al-Mudawwanah, al-Wazhihah dan al-Atabiyyah serta apa yang ditulis berdasar sesuai metode kitab ini, kemudian menambahkan kitab karyanya sendiri pada semua itu. Dengan demikian kitab ini menghimpun bidang-bidang ushul dan furu’.

Mukhtashar al-Khalil karya Allamah Khalil bin Ishak Maliki yang telah meringkas Mukhtashar karta Ibnu Hajib Far’i. Sejak itu Mukhtashar al-Khalil menjadi pegangan dalam pelajaran dan fatwa serta menjadi hujah bagi para penganut mazhab Maliki hingga sekarang. Selain itu, banyak pula kitab syarah dan catatan pinggir untuk kitab hingga jumlah mencapai lebih dari 100 kitab.

3. Syarah al-Kabir karya Syekh Ahmad Dardir. Kitab ini mendapat catatan pinggir yang masyhur dari Alllamah Dasuqi. Kitab yang bercatatan pinggir terkemas dalam empat jilid.

4. Aqrab al-Masalik li Mazdhab al-Imam Malik yang terkenal dengan al-Syarah al-Shaghir karya Ahmad al-Dardir. Kitab ini diberi catatan pinggir oleh Allamah al-Shawi sehingga menjadi empat jilid.

Pusta

ka S

yiah

Page 169: Syiah Pustaka

169Pelangi Islam

Kitab-kitab yshul dan kaidah mazhab Maliki antara lain ialah:

a. Mukhtashar al-Imam Abi Amr Ibn al-Hajib yang telah disyarahi oleh banyak orang dan yang termasyhur di antaranya ialah Imam Adhuddin al-Iji

b. Syarah Tanqih al-Fushul karya Syihab Qarafi

c. Nasyr al-Bunud Syarh Miraqi al-Saud

d. Al-Qawa’id karya Muqri

e. Aqrab al-Masalik ila Qawa’id al-Imam Malik karya Wanasyrisi

f. Miftah al-Wushul ila Takhrij al-Furu’ ala al-Ushul karya Tilmasani

Ketiga: Mazhab Syafi’i

Ibnu Hajar dan lain-lain di antara para ulama mutakhir, sebagaimana disebutkan dalam al-Fawa’id al-Makkiyah karya Sayid Alawi al-Saqqaf halaman 36 menyatakan bahwa para peneliti telah sepakat bahwa kitab-kitab yang karya Syaikhain (dua syekh) yang akan disebutkan nanti, yakni al-Ra’i dan al-Nawawi, tidak mendapat perhatian sama sekali kecuali setelah dibahas dan dipublikasi secara sempurna hingga muncul dugaan kuat bahwa dia sebenarnya bermazhab Syafi’i. Apa yang dipercaya dalam mazhab ini ialah apa yang disepakati oleh Syaikhain. Jika keduanya berbeda pendapat dan tidak bisa ditarjih atau bisa ditarjih tapi sama-sama kuat, maka yang lebih dijadikan pegangan adalah pendapat Nawawi, sedangkan jika terdapat tarjih untuk salah satunya maka yang dijadikan pegangan adalah yang memiliki tarjih.

Pusta

ka S

yiah

Page 170: Syiah Pustaka

170 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Setelah itu baru muncul Ibnu Hajar Haitami dan Muhammad Ramli. Keduanya menuliskan syarah untuk al-Manhaj serta menyusun banyak karya tulis bernuansa Syafi’i hingga disebut-sebut bahwa dalam mazhab ini orang yang terpercaya sesudah Syaikhain adalah Ibnu Hajar Haitami dan Muhammad Ramli sehingga tidak dibenarkan berfatwa menyalahi keduanya. Jika keduanya berbeda pendapat, penduduk Mesir memilih mengutamakan Ramli, sedangkan penduduk Yaman, Syam, Kurdi dan Hijaz lebih mengutamakan Ibnu Hajar. Untuk persoalan yang tidak disebutkan oleh keduanya, pendapat yang diikuti dalam fatwa adalah pendapat Syaikh al-Islam Zakariya Anshari.

Sesuai urutan ini kami sebutkan beberapa kitab yang menjadi pegangan di kalangan Syafi’i ialah sebagai berikut.

1. Al-Muharrar karya Ra’i’i yang merupakan ringkasan untuk kitab al-Wajiz karya Abu Hamid Ghazali.

2. Al-Aziz karya Nawawi yang juga merupakan syarah panjang lebar untuk al-Wajiz karya Abu Hamid Ghazali.

3. Al-Manhaj karya Nawawi yang merupakan ringkasan al-Muharrar.

4. Raudhat al-Thalibin karya Nawawi yang merupakan ringkasan kitab al-Aziz yang merupakan syarah panjang lebar.

5. Tuhfat al-Manhaj karya Ibnu Hajar Haitami yang merupakan syarah al-Manhaj.

6. Nihayat al-Muhtaj karya Ramli yang juga merupakan syarah untuk al-Manhaj.

Pusta

ka S

yiah

Page 171: Syiah Pustaka

171Pelangi Islam

7. Asna al-Mathalib fi Syarh Raudh al-Thalib karya Syekh

Zakariya Anshari yang merupakan syarah bagi kitab al-Raudh yang merupakan ringkasan kitab al-Raudhah. Kitab

ini terdiri dari empat jilid.

8. Mughni al-Muhtaj karya al-Khatib Syarbini yang

merupakan syarah kitab al-Manhaj.

9. Hasyiyat al-Allamah al-Baijuri yang merupakan catatan

pinggir bagi syarah Ghazi dengan matan versi Abu Syuja’.

Kitab-kitab terpenting di bidang ushul dan kaidah

mazhab Syafi’i antara lain ialah:

1. Al-Mushtashfa karya Imam Ghazali

2. Al-Mahshal karya Imam Razi

3. Al-Burhan karya Imam Haramain Juwaini

4. Jam’ al-Jawami’ karya Ibnu Sabaki yang telah

mendapatkan banyak syarah yang bermanfaat dan

termasyhur di antaranya ialah syarah Allamah Jalaluddin

Mahalli.

5. Al-Manhaj karya Baidhawi yang disyarahi oleh

beberapa orang, termasuk Imam Jamaluddin Asnawi dalam

Nihayat al-Saul serta Taqiyuddin Sabaki dan putranya,

Tajuddin, dalam kitab al-Ibhaj.

6. Al-Tamhid fi Takhrij al-Furu’ ala al-Ushul karya Jamal

Asnawi.

7. Al-Asybah wa al-Nadha’ir karya Suyuthi

Pusta

ka S

yiah

Page 172: Syiah Pustaka

172 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Keempat: Mazhab Hambali

Dalam mazhab ini juga terdapat banyak kitab yang

masyhur, namun yang selalu menjadi pegangan dalam fatwa

dan dipublikasi serta yang disusun oleh para ulama mutakhir

yang menjelaskan mazhab ini ialah sebagai berikut.

1. Al-Fura’ karya Ibnu Muflih

2. Al-Inshaf karya al-Mardawi

3. Syarah Muntaha al-Iradat karya Bihuti

4. Kasyf al-Qana’ an al-Matan al-Iqna’ karya Bihuti

5. Mathalib Uli al-Nuha Syarah Ghayat al-Muntaha karya

Rahibani

Kitab-kitab ushul dan kaidah yang terpenting dalam

mazhab Hambali antara lain ialah:

1. Al-Iddah karya Abu Ya’la al-Farra’

2. Raudhat al-Nadhir wa Jannat al-Manadhir karya Ibnu

Qudamah Muqaddasi dan diberi syarah oleh Syekh Abdul

Kadir Badran

3. Al-Musawwadah li ali Taimiyah

4. Al-Mukhtashar fi Ushul al-Fiqh karya Ibnu Liham

5. Syarah al-Kawakib al-Munir karya Futuhi

6. Al-Qawa’id fi al-Fiqh al-Islami karya Ibnu Rajab

7. Al-Qawa’id wa al-Fawa’id al-Ushulilliyyah karya Ibnu Liham

Pusta

ka S

yiah

Page 173: Syiah Pustaka

173Pelangi Islam

Kelima: Mazhab Zaidiyah

Ada dua kitab yang sangat penting di kalangan Zaidiyah,

yaitu:

1. Al-Bahr al-Zakhar karya Ibnu Murtadha terdiri atas

enam jilid

2. Al-Taj al-Madzhab karya Ibnu Qasim al-Ansi al-

San’ani terdiri atas empat jilid

Keenam: Mazhab Imamiyah

Dalam mazhab Imamiyah juga terdapat dua kitab

penting dan terpercaya, yaitu:

1. Al-Raudhat al-Bahiyyah karya Ibnu Ali Amili yang

masyhur dengan al-Jab’i, terdiri atas 10 jilid

2. Syara’i’ al-Islam karya Ibnu Hasan al-Hudzali, terdiri

atas empat jilid

Ketujuh: Mazhab Ibadhiyah

Untuk mazhab Ibadhiyah kami sebutkan sebagai berikut.

1. Syarah al-Nail wa Syifa’ al-Alil karya Ibnu Isa Athfisy

terdiri dari 10 jilid

2. Raudhat al-Thalibin

3. Bayan al-Syara’

4. Al-Idhah

5. Thal’at al-Syams

Pusta

ka S

yiah

Page 174: Syiah Pustaka

174 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Kedelapan: Mazhab Zhahiriyah

Sedikit sekali ulama yang menganut mazhab ini dari masa ke masa. Sejak dimunculkan oleh Dawud Zhahiri dan dihidupkan oleh Ibnu Hazm kami tidak mendengar adanya adanya karya-karya tulis yang bernuansa mazhab ini. Namun demikian, para fakih umat Islam berhujah dengan ijtihad Ibnu Hazm Dhahi dalam banyak persoalan, khususnya di era kontemporer. Dengan demikian, Ibnu Hazm tergolong fakih yang memiliki mazhab sendiri, semoga Allah Swt melimpahkan rahmat yang luas kepadanya. Kitab karyanya berjudul al-Mahalli bi al-Atsar. Dia juga menulis bidang ushul dalam kitabnya yang terkenal, al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam.

Kelima, mengenai penyanderaan (tatarrus) terhadap umat Islam. “Tatarrus” secara etimologis berarti “menutupi diri dengan tameng” (al-tasattur bi al-turs). Sedangkan “turs” adalah apa yang dijadikan tameng dan perlindungan dalam perang. Demikian pula “al-tatris” sehingga dikatakan ‘tatarrasa bi al-turs’ yakni melindungi diri dengan tameng. Dikatakan pula ‘tatarrasa bi al-syai’ yang berarti menjadikan sesuatu sebagai tameng. Dari kata ini pula muncul ungkapan “orang-orang kafir menjadikan tawanan muslim dan anak-anak mereka sebagai tameng dalam perang.”

Hukum Fikih

Tidak boleh menyerang kaum musyrik ketika mereka sedang menyandera orang-orang Islam, terutama ketika tidak terjadi perang. Tidak boleh pula mengobarkan perang terhadap kaum musyrik ketika mereka menyandera orang-

Pusta

ka S

yiah

Page 175: Syiah Pustaka

175Pelangi Islam

orang Islam kecuali dalam keadaan terpaksa, misalnya apabila umat Islam atau agama Islam akan hancur jika menahan diri dari perang. Namun, dalam keadaan demikianpun tetap tidak boleh menyerang orang-orang Islam, melainkan serangan harus di arahkan semata-mata kepada nonmuslim.

Dalil hukum ini adalah apa yang dikatakan Qurtubi dalam tafsirnya jilid 16 halaman 286-287 ketika menafsirkan firman Allah Swt, Sekiranya mereka tidak bercampur baur, tentulah Kami akan mengazab orang-orang yang kafir di antara mereka dengan azab yang pedih.63

Qurtubi menjelaskan sebagai berikut.

“Ayat ini merupakan dalil atas kewajiban mengindahkan keamanan orang kafir ketika hal ini berkaitan dengan kehormatan orang yang beriman karena tidak boleh mengganggu orang kafir kecuali apabila orang beriman diganggu. Abu Zaid berkisah: Aku bertanya kepada Abu Qasim, ‘Bagaimana pendapatmu jika di salah satu benteng kaum musyrik terdapat orang Islam dan ada sebagian muslim yang ditawan oleh mereka, apakah boleh benteng itu dibakar?’ Dia menjawab, ‘Aku mendengar penjelasan Malik ketika ditanya bolehkah kendaraan kaum musyrik dilempari api sedangkan di dalamnya terdapat tawanan muslim.’ Dia menjawab, ‘Tidak boleh, berdasar firman Allah kepada penduduk Mekkah, Sekiranya mereka tidak bercampur baur, tentulah Kami akan mengazab orang-orang yang kafir di antara mereka dengan azab yang pedih.

63 QS. al-Fath [48]: 25.

Pusta

ka S

yiah

Page 176: Syiah Pustaka

176 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

‘Demikian pula jika ada orang kafir menyandera orang Islam. Orang kafir itu tidak boleh diserang. Jika ada yang menyerang kemudian menimbulkan korban tewas di pihak muslim yang disandera, pelaku serangan harus membayar diat dan kafarat. Jika orang Islam yang menyerang tidak mengetahui risiko itu, maka tidak dikenai kewajiban membayar diat maupun kafarat. Ini karena seandainya mereka mengetahuinya maka mereka tidak menyerang. Jika masih juga menyerang sedangkan mereka mengetahuinya, maka yang terjadi adalah pembunuhan secara tidak disengaja sehingga orang-orang yang berakal di antara mereka harus membayar diat. Jika mereka membolehkan serangan, mereka tidak boleh lagi dipatuhi dalam hal yang menimbulkan risiko ini.

‘Ibnu Arab berkata: Ada kalangan tertentu yang mengatakan bahwa hal itu maknanya ialah bahwa jika mereka sampai menimbulkan keguguran kandungan perempuan dan kehancuran sulbi laku-laki. Namun pandangan ini lemah karena apa yang di dalam sulbi dan kandungan tidaklah dibunuh dan tidak menyebabkan kesusahan. Allah Swt menegaskan,

Dan kalau tidaklah karena laki-laki yang mukmin dan perempuan-perempuan yang mukmin yang tiada kamu ketahui, bahwa kamu akan membunuh mereka...64

‘Ayat ini tidak berbicara tentang apa yang ada dalam kandungan wanita dan sulbi laki-laki melainkan tentang orang-orang seperti Walid bin Walid,

64 QS. al-Fath [48]: 25.

Pusta

ka S

yiah

Page 177: Syiah Pustaka

177Pelangi Islam

Salmah bin Hisyam, Ayyasy bin Abi Rabi’ah, dan Abu Jandal bin Suhail.’

‘Malik juga berkisah: Kami pernah mengepung kota Rum hingga pasokan air terputus dari mereka. Mereka kemudian memperlihatkan tawanan dan meminta air untuk tawanan, maka tak seorangpun dapat menyerang mereka dan mereka akhirnya mendapatkan air di luar ikhtiar kami.’

“Namun Abu Hanifah dan para pengikutnya, demikian pula Tsauri, membolehkan serangan terhadap benteng kaum musyrik walaupun di dalamnya terdapat tawanan muslim serta anak-anak mereka. Boleh menyerang kaum kafir walaupun mereka menyandera orang Islam. Jika ada orang Islam yang menjadi korban, tidak ada kewajiban diat maupun kafarat. Tsauri berkata, ‘Jika demikian maka harus membayar kafarat tanpa diat.’ Sedangkan pendapat Syafi’i sesuai dengan pendapat kami, dan inilah tampaknya yang benar. Tidak boleh melakukan sesuatu yang mubah namun mendatangkan risiko, apalagi nyawa orang Islam. Dengan demikian, tiada kata kecuali apa yang dikatakan oleh Malik ra. Wallalu A’lam.”

Abu Hanifah dan para pengikutnya serta Tsauripun membolehkan serangan hanya untuk keadaan tertentu, yakni demi maslahat yang memang darurat, umum dan pasti. Qurtubi menjelaskan,

“Darurat artinya ialah bahwa orang kafir tidak bisa dijangkau kecuali dengan keterbunuhan sandera.

Pusta

ka S

yiah

Page 178: Syiah Pustaka

178 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Umum artinya ialah bahwa bagi setiap umat Islam sudah ada kepastian bahwa keterbunuhan sandera mendatangkan maslahat bagi setiap muslim. Jika orang kafir tidak diserang, mereka tetap akan membunuh sandera serta berkuasa atas segenap umat Islam. Sedangkan pasti artinya ialah bahwa maslahat pasti akan tercapai dengan keterbunuhan sandera.

“Para ulama kita mengatakan bahwa maslahat dengan ketentuan demikian tidak semestinya diperselisihkan validitasnya, karena asumsinya ialah bahwa korban pasti akan terbunuh, entah di tangan musuh sehingga terjadilah mafsadat yang besar berupa dominasi musuh atas setiap muslim, atau di tangan umat Islam sendiri namun musuh akan binasa dan selamatlah seluruh umat Islam.

“Orang yang berakal sehat tidak mungkin mengatakan bahwa sandera tidak boleh terbunuh dalam kondisi demikian, karena dalam kondisi itu dipastikan bahwa sandera serta Islam dan umat Islam akan binasa. Hanya saja, karena maslahat ini terlihat steril dari mafsadat maka setiap orang yang tidak merenung lebih dalam tentang ini tentu tidak akan menghindarinya. Padahal mafsadat itu sebenarnya adalah tiada atau seperti tiada jika dibandingkan dengan apa yang akan dihasilkan.”

Wallahu A’lam.

Ali Jum’ah

Mufti Besar Republik Arab Mesir

Pusta

ka S

yiah

Page 179: Syiah Pustaka

179Pelangi Islam

Syekh Yusuf al-Qardhawi

Direktur Pusat Kajian Sunah dan Sirah Universitas Qatar

Dengan Nama Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Apakah boleh mengafirkan para penganut mazhab-mazhab akidah, fikih dan suluk hanya dengan dalih mazhab atau pendapat mereka berbeda?

Jawaban:

Segala puji bagi Allah. Salawat dan salam atas junjungan kita Rasulullah saw. Dalam rangka menjawab dua pertanyaan pertama dan kedua, maka sambil memohon taufik kepada Allah kami menyatakan:

Barangsiapa mengucapkan dua kalimat syahadat berupa kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah dengan hati yang tulus, maka dia telah menjadi muslim sehingga dia ikut merasakan apa yang menguntungkan maupun apa yang merugikan umat Islam. Dia juga selamat dari kekekalan dalam api neraka walaupun seandainya dia mengucapkan dua kalimat syahadat itu hanya sebatas lisan dan hatinya masih belum beriman sebagaimana keadaan orang munafik yang secara

Pusta

ka S

yiah

Page 180: Syiah Pustaka

180 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

lahiriah semua hukum yang berlaku pada umat Islam juga berlaku padanya, walaupun dia berada dalam neraka di lapisan paling bawah.

Karena itu, dalam sebuah hadis yang telah disepakati kesahihannya (muttafaq ‘alaihi) Rasulullah saw bersabda,

“Aku diperintah supaya memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan beriman kepadaku dan kepada apa yang aku bawa. Jika mereka berbuat demikian, darah dan harta mereka terlindung dariku kecuali dengan alasan yang benar, dan kelak perhitungan atas mereka terserah kepada Allah.” 65

Karena itu pula ada ulama yang menyebutkan istilah “Islam kalimat”, yakni bahwa dengan mengucapkan dua kalimat syahadat seseorang dinyatakan telah masuk Islam dan dihukumi dengan hukum Islam. Banyak dalil hadis yang menunjukkan demikian, di antaranya ialah sebagai berikut;

65 Hadis muttafaq ‘alaihi diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih-nya Bab Iman (25) dan diriwayatkan pula oleh Muslim dalamShahih-nyaBabIman(20)dariUmarbinKhaththab.

Pusta

ka S

yiah

Page 181: Syiah Pustaka

181Pelangi Islam

“Barangsiapa bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, maka Allah mengharamkan baginya api neraka.”66

“Barangsiapa bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya, bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, bahwa Isa adalah hamba Allah serta putra hamba sahaya-Nya dan merupakan kalimat-Nya dan roh dari-Nya yang ditiupkan kepada Maryam, dan bahwa surga, neraka dan hari kebangkitan adalah benar adanya maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga—sesuai amal perbuatannya—dari pintu manapun di antara pintu-pintu delapan surga yang dia kehendaki.”67

“Barangsiapa bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah maka dia akan masuk surga.”68

66 DiriwayatkanolehAhmad,MuslimdanTurmudzidariUbadah.67 DiriwayatkanolehBukharidanMuslimdariUbadah.68 DiriwayatkanolehBazzardariIbnuUmar.

Pusta

ka S

yiah

Page 182: Syiah Pustaka

182 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

“Barangsiapa mengatakan tiada Tuhan selain Allah dengan hati yang tulus maka dia akan masuk surga.”69

“Barangsiapa mengatakan tiada tuhan selain Allah dan mengingkari sesuatu yang disembah selain Allah maka harta dan darahnya diharamkan dan perhitungan atasnya terserah kepada Allah.”70

“Barangsiapa mati dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan suatu apa pun maka dia masuk ke dalam surga.”71

“Barangsiapa mati dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan suatu apa pun maka dia masuk surga, dan barangsiapa mati dalam keadaan menyekutukan Allah dengan sesuatu maka dia masuk ke dalam neraka.”72

69 Diriwayatkan oleh Bazzar dari Abu Said.70 Diriwayatkan oleh Muslim dari Walid Abu Malik al-Asyja’i. 71 DiriwayatkanolehAhmad,BukharidanMuslimdariIbnuMas’ud.72 DiriwayatkanolehAhmaddanMuslimdariJabir.

Pusta

ka S

yiah

Page 183: Syiah Pustaka

183Pelangi Islam

“Barangsiapa mati dalam keadaan mengetahui bahwa tiada tuhan selain Allah maka dia masuk surga.”73

Semua hadis sahih ini jelas sekali menunjukkan bahwa pintu masuk Islam ialah kalimat atau syahadat, dan bahwa orang yang mati dalam keadaan dia bersaksi demikian dengan jujur, ikhlas dan bukan karena kemunafikan, maka kesaksian itu akan menyelamatkannya dari api neraka dan membawanya masuk ke dalam surga sesuai amal baiknya, yakni dia akan selamat dari kekekalan dalam api neraka jika akidahnya benar walaupun dia pernah melakukan perbuatan-perbuatan buruk. Adapun nama-nama yang dipakai oleh orang-orang untuk menyebut diri mereka atau nama-nama yang dilekatkan pada orang-orang lain seperti sebutan Salafi, Sufi, Sunni, Syi’ah, Asy’ari, Mu’tazilah, Zhahiri, Maqasidi bukanlah sesuatu yang valid karena yang menjadi acuan adalah objek dan kandungan yang diberi nama, bukan nama dan predikat itu sendiri.

Hadis-hadis tersebut juga menepis persepsi sebagian orang berdasar teks hadis-hadis lain yang menafikan keimanan dari orang yang melakukan beberapa dosa seperti berzina, mencuri, menenggak khamar dan lain-lain. Contohnya adalah hadis ini.

“Pezina yang berbuat zina tidak mungkin dalam keadaan mukmin ketika berbuat zina.”

73 DiriwayatkanolehAhmaddanMuslimdariUsman.

Pusta

ka S

yiah

Page 184: Syiah Pustaka

184 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Makna yang dimaksud dalam hadis ini ialah tidak mungkin keimanan pelaku zina itu sempurna. Jadi, yang dinafikan ialah kesempurnaan iman, bukan adanya iman. Takwil demikian memang harus dilakukan supaya hadis-hadis yang ada tidak saling bertentangan, dan takwil ini juga merupakan sesuatu yang lazim dalam bahasa Arab. Contohnya adalah ungkapan, “Sesungguhnya ilmu adalah yang bermanfaat,” yakni ilmu yang sempurna. Begitu pula ungkapan, “Sesungguhnya ibu adalah orang yang merawat anaknya,” yakni ibu yang sempurna, walaupun seorang perempuan tetaplah berstatus ibu ketika terbukti telah melahirkan anak.

Cukuplah bagi orang yang memeluk Islam konsisten menjalankan semua rukun Islam dan berbagai kewajiban lain, atau sekadar meyakini keharusan konsistensi itu walaupun dia masih belum mengamalkannya. Dalilnya ialah karena Rasulullah saw menerima dan mengakui keislaman orang yang sudah mengucapkan dua kalimat syahadat walaupun pelaksanaan kewajiban-kewajiban sebagai muslim dia laksanakan kemudian, yaitu ketika sudah tiba waktu salat, sudah tiba waktu pembayaran zakat, dan sudah tiba bulan suci Ramadan.

Orang yang masuk Islam berdasar keyakinan tidak akan keluar dari agama ini kecuali dengan keyakinan pula, karena keyakinan tidak lantas hilang akibat keraguan. Keyakinan yang menyebabkan seseorang keluar dari Islam ialah pengingkarannya terhadap hal-hal yang sudah pasti dalam Islam, atau menghalalkan sesuatu yang sudah jelas-jelas haram, atau mengeluarkan pernyataan atau perbuatan

Pusta

ka S

yiah

Page 185: Syiah Pustaka

185Pelangi Islam

yang tidak dapat diartikan kecuali kekafiran seperti bersujud kepada berhala bukan dalam keadaan terpaksa, menginjak kitab suci al-Quran atau mencampakkannya ke tempat kotor, dan menghujat Allah atau Rasul-Nya atau kitab suci-Nya dengan kata-kata yang tegas dan jelas tanpa ada sesuatu yang samar lagi.

Seorang muslim tidak boleh memandang muslim lainnya keluar dari Islam karena berbuat maksiat dan dosa, walaupun dosa besar. Dosa besar memang mencederai keislaman seseorang, namun tidak lantas menghilangkan keislaman itu darinya secara total. Dalilnya, dalam hukum kisas al-Quran menegaskan masih adanya ikatan persaudaraan antara pembunuh di satu pihak dan para wali korban di pihak lain. Allah berfirman, Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu kisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh...

Firman ini kemudian disusul dengan firman, Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula).74

Al-Quran juga menegaskan masih adanya keimanan pada orang-orang yang berperang di antara sesama Muslim. Allah Swt berfirman,

Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya. Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain,

74 QS. Al-Baqarah [2]: 178.

Pusta

ka S

yiah

Page 186: Syiah Pustaka

186 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah.75

Setelah itu Allah berfirman,

Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu 76

Syariatpun membedakan hukuman terhadap pelaku zina, pembuat tuduhan palsu, pencuri, perampok dan penenggak khamar dengan hukuman terhadap murtad. Seandainya semua dosa besar adalah kufur, maka hukuman untuk semua dosa itu seharusnya sama dengan hukuman terhadap orang yang murtad. Karena itu, para ulama sudah seharusnya menakwilkan hadis-hadis yang menyebut peperangan antarsesama umat Islam sebagai kufur atau sebagai salah satu perbuatan orang-orang kafir, seperti hadis:

“Janganlah kalian kembali menjadi orang-orang kafir yang berperang satu sama lain.”77

Nas-nas yang ada harus dihubungkan satu sama lain, kemudian nas-nas yang samar (mutasyabihat) harus dikembalikan kepada nas-nas yang jelas (muhkamat), dan yang furu’ pun harus dikembalikan kepada yang ushul.

75 QS. Al-Hujurat [49]: 976 QS. Al-Hujurat [49]: 10.77 Muttafaqalaihi,diriwayatkanolehBukharidalamhadisno.6166

danMuslimdalamBabIman(65)darijarirbinAbdullahdanIbnuUmar.

Pusta

ka S

yiah

Page 187: Syiah Pustaka

187Pelangi Islam

Sebagaimana maksiat, kesalahanpun juga tidak boleh dijadikan alasan untuk menganggap seorang muslim keluar dari agamanya. Pasalnya, setiap ulama pun bisa saja berbuat salah walaupun di saat yang sama umat Islam terjaga dari kesalahan dan Allah memang menjauhkan umat ini dari kesalahan, lupa dan apa yang tidak mereka sukai sebagaimana disebutkan dalam hadis dari Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan dinyatakan sahih oleh Ibnu Habban dan Hakim.

Para pemuka berbagai mazhab terkenal dalam Dunia Islam yang diikuti oleh banyak kalangan umat Islam semuanya masuk dalam pengertian Islam yang telah kami sebutkan, baik itu mazhab-mazhab fikih, yakni berkenaan dengan hukum-hukum amaliah pada empat mazhab Sunni terkenal serta mazhab Zhahiri maupun mazhab-mazhab akidah, yakni berkenaan dengan ushuluddin seperti mazhab Asy’ari (ternisbat pada Imam Abu Hasan Asy’ari, wafat: 324 H) dan mazhab Maturidi (ternisbat pada Abu Mansur Maturidi, wafat: 333 H), atau mazhab yang menggabungkan antara aspek fikih dan aspek amaliah seperti mazhab Ja`fari (ternisbat pada Imam Ja`far Shadiq, wafat; 148 H), mazhab Zaidi (ternisbat pada Imam Zaid bin Ali, wafat: 122 H), dan mazhab Ibadhi (ternisbat pada Abdullah bin Ibadh al-Tamimi, wafat pada hari-hari terakhir masa kekuasaan Abdul Malik bin Marwan).

Semua mazhab ini meyakini rukun-rukun iman yang disebutkan dalam al-Quran, Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, ....78

78 QS. al-Nisa’ [4]: 136.

Pusta

ka S

yiah

Page 188: Syiah Pustaka

188 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Mereka juga percaya kepada qadar yang disebutkan dalam Sunah dan menjadi bagian dari keimanan kepada Allah Swt. Mereka juga percaya rukun-rukun amaliah berupa pengucapan dua kalimat syahadat, pemberian zakat, penunaian puasa di bulan suci Ramadan, dan pelaksanaan ibadah haji bagi orang yang mampu. Mereka juga percaya kepada ketetapan Islam yang mengharamkan pembunuhan, bunuh diri, zina, hubungan seks sesama jenis, khamar, pencurian, penggunjingan, praktik riba, pengambilan harta anak yatim, tuduhan zina terhadap wanita-wanita baik dan beriman, dan berbagai tindakan lain yang dilarang keras dalam nas-nas yang jelas dalam al-Quran dan Sunah serta disepakati oleh seluruh umat Islam. Mereka juga meyakini hukum-hukum yang pasti dalam syariat Islam berkenaan dengan ibadah, muamalat, nikah, hudud dan kisas serta kepemimpinan politik, ekonomi dan lain sebagainya. Mereka juga meyakini adanya ijtihad dalam hal-hal yang tidak terjelaskan oleh dalil nas yang tegas (qath’i), yaitu ijtihad berdasar prinsip dan kaidah-kaidah yang semuanya kembali kepada prinsip-prinsip syariat, walaupun mereka berbeda dalam menerapkan metode ijtihad: ada yang lebih cenderung kepada nas dan ada pula yang lebih cenderung kepada nalar (ra’yu); ada yang cenderung tekstual dan ada pula yang lebih mengutamakan tujuan hukum syariat.

Orang yang benar dalam berijtihad mendapat dua pahala sedangkan yang salah mendapat satu pahala, karena bagaimanapun juga dia telah bersusah payah mencari kebenaran sehingga tidak akan terbiarkan tanpa pahala, sebagaimana ditegaskan dalam sebuah hadis yang muttafaq ‘alaihi. Hal ini berlaku baik untuk kesalahan di bidang ushul

Pusta

ka S

yiah

Page 189: Syiah Pustaka

189Pelangi Islam

maupun di bidang furu’, baik di bidang ilmiah maupun di bidang amaliah, sebagaimana dijelaskan oleh para ulama. Menuding seorang mujtahid telah berbuat dosa—apalagi mengafirkannya!—dalam persoalan-persoalan ilmiah dan teologis bertentangan dengan apa yang telah ditegaskan dalam al-Quran pada akhir surah al-Baqarah:

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir79

Dalam hadis sahih disebutkan bahwa Allah Swt mengabulkan doa ini. Seandainya Allah masih juga mengazab seorang mujtahid yang telah mengerahkan segenap kemampuannya untuk mencapai kebenaran namun gagal, maka Allah bersalah dalam mengazabnya serta memberatkannya dengan beban yang tidak mampu ditanggungnya. Ini jelas tidak mungkin terjadi pada Allah Swt!

79 QS. al-Baqarah [2]: 286.

Pusta

ka S

yiah

Page 190: Syiah Pustaka

190 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Imam Ibnu Taimiyah menyatakan,

“Barangsiapa di antara orang-orang yang beriman berijtihad mencari kebenaran tapi kemudian salah maka Allah mengampuni kesalahannya, baik dalam persoalan teoretis ilmiah maupun dalam persoalan furu’ amaliah....Inilah yang terjadi pada para sahabat Nabi saw dan mayoritas para imam Islam. Adapun pembagian masalah menjadi ushul yang pengingkaran terhadapnya menyebabkan kekafiran dan furu’ yang pengingkaran terhadapnya tidak menyebabkan kekafiran maka ini merupakan pembagian yang tidak berdasar, baik dari sahabat maupun tabiin yang mengikut sahabat dengan kebaikan, ataupun dari para imam Islam.”

Imam Ibnu Wazir menyebutkan,

“Banyak ayat tentang ampunan bagi kekeliruan (yang tak disengaja), orang yang menerapkan takwil tampaknya adalah orang yang demikian. Tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa mereka sengaja karena tidak ada yang mengetahui hal yang batin kecuali Allah, sebagaimana Dia firmankan khusus kepada umat Islam, Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu.80 Allah Swt juga berfirman, (Mereka berdoa), “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah.”81

80 QS. al-Ahzab [33]: 5.81 QS. al-Baqarah [2]: 286.

Pusta

ka S

yiah

Page 191: Syiah Pustaka

191Pelangi Islam

Benarlah kiranya ketika Ibnu Wazir dalam menafsirkan ayat ini menyebutkan bahwa Allah berfirman, “Telah Aku kabulkan doa itu.” Dalam dua hadis sahih, satu dari Ibnu Abbas dan yang lain Abu Hurairah terdapat keterangan mengenai firman Allah, Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.82

Disebutkan bahwa ayat ini menunjukkan bahwa Allah Swt mencela mereka yang mengetahui. Sedangkan mengenai pembunuhan orang yang beriman, Allah Swt berfirman dengan penuh penekanan, Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam.83

Ayat ini disertai keterangan bahwa ancaman hukuman itu adalah bagi orang melakukannya dengan sengaja. Mengenai pembunuhan binatang buruan di saat ihram, Allah Swt berfirman, Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja,...84

Selain itu banyak pula hadis yang menyebutkan makna yang sama, misalnya hadis dari Saad, Abu Dzar dan Abu Bakrah—telah disepakati kesahihannya—mengenai orang yang mengaku sebagai anak dari seorang pria padahal dia tahu bahwa pria itu bukan ayahnya. Ancaman terhadap orang yang demikian bergantung pada pengetahuan.

Hujah yang lebih jelas lagi ialah hadis tentang seorang laki-laki pendosa yang berwasiat kepada anak-anaknya supaya jenazahnya dibakar kemudian separuh abunya dihamburkan

82 QS.AliImran[3]:135.83 QS. al-Nisa’ [4]: 93.84 QS. al-Maidah [5]: 95.

Pusta

ka S

yiah

Page 192: Syiah Pustaka

192 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

ke darat dan separuhnya lagi ke laut di saat angin sedang kencang supaya Allah Swt tidak dapat membangkitkannya kelak untuk mengazabnya. Orang itu ternyata mendapat ampunan karena rasa takutnya kepada Allah Swt. Hadis ini disepakati kesahihannya dan berasal dari sejumlah sahabat, termasuk Khudzaifah, Abu Said, dan Abu Hurairah. Jumlah perawinya bahkan mencapai tawatur, sebagaimana dimuat dalam Jami’ al-Ushul dan Majma’ al-Zawa’id. Dalam hadis Khudzaifah disebutkan bahwa orang itu bekerja sebagai penggali kubur. Dia mendapatkan rahmat dan ampunan karena ketidaktahuannnya serta keimanannya kepada Allah Swt dan hari kemudian, serta ketakutannya kepada azab. Adapun ketidaktahuannya terhadap kemahakuasaan Allah Swt sehingga dia mengira tidak mungkin Allah Swt dapat membangkitkan lagi abu yang sudah terhambur, tidaklah menyebabkannya sebagai kafir, kecuali apabila dia mengerti bahwa para nabi sudah mengajarkan hal itu dan bahwa kebangkitan itu bisa terjadi tapi kemudian dia tidak percaya kepada mereka atau satu di antara mereka, karena Allah Swt berfirman, Dan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang rasul.85

Hadis tersebut merupakan hadis yang paling menimbulkan optimisme bagi ahli takwil dan orang yang bersalah tanpa disengaja. Semua itu diperkuat lagi oleh hadis-hadis yang menyebutkan,

“Aku bergantung pada dugaan hamba-Ku, maka biar dia menduga-Ku sekehendak hatinya.”

85 QS.al-Isra’[17]:15.

Pusta

ka S

yiah

Page 193: Syiah Pustaka

193Pelangi Islam

Ada tiga hadis sahih yang menyebutkan demikian. Karena itu banyak ulama Islam yang menyatakan bahwa seorang muslim tidak dapat dikafirkan dengan arti kafir seperti yang terlintas pada pikiran untuk lafal-lafal kafir, kecuali apabila yang melafalkan itu mengetahui bahwa makna apa yang dia lafalkan itu adalah kekafiran yang dimaksud. Penulis al-Muhith berkata, “Inilah pendapat Abu Ali al-Juba’i, Muhammad bin al-Hasan, dan Syafi’i.”86

Bahkan hadis “umatku adalah terbelah menjadi 73 golongan” yang diyakini oleh mayoritas dan bahwa semua golongan itu akan masuk neraka kecuali satu golongan yang mereka sebut “al-firqah al-najiyah” (golongan yang selamat)—bahkan terlepas dari persoalan mengenai sanad maupun maknanya—justru telah menjadikan semua golongan yang berbeda itu dalam “satu umat”, yakni umat Islam dan umat Muhammad, berdasar sabda Rasulullah saw “Umatku akan bercerai berai”. Jadi beliau menempatkan mereka semua dalam satu tubuh umat sehingga tidak boleh mereka dikeluarkan dari tubuh itu dengan berbagai takwilan yang dipaksakan.

Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah saw bersabda;

“Barangsiapa salat seperti salat kami, menghadap kiblat kami, memakan hewan sembelihan kami, maka dia adalah muslim yang mendapat perlindungan

86 Lihat Itsar al-Haq ‘ala al-Khalq hal. 392-394.

Pusta

ka S

yiah

Page 194: Syiah Pustaka

194 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

dari Allah dan Rasul-Nya, maka janganlah kalian melanggar perlindungan Allah kepadanya.”87

Bukhari juga meriwayatkan bahwa Anas ditanya, “Wahai Abu Hamzah, apa yang menyebabkan keterlindungan darah dan harta seorang hamba?” Dia menjawab, “Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, menghadap kiblat kita, salat seperti salat kita, memakan hewan sembelihan kita, maka baginya berlaku hak dan kewajiban yang sama dengan muslim lainnya.”88 Ini artinya bahwa sesuai penelitian para ulama yang mumpuni ilmunya kita harus menghukumi orang itu sebagai muslim dan padanya berlaku hukum-hukum Islam, walaupun dia berbuat suatu maksiat, atau keliru di sebagian bidang keilmuan, baik furu’ maupun ushul.

Kemudian, Allah Swt juga mengabulkan doa kita sesuai apa yang Dia ajarkan kepada kita di akhir surah al-Baqarah berkenaan dengan terampuninya dosa kelupaan dan kesalahan kita, “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah.”89

Ayat ini tidak membedakan antara persoalan ilmiah dan persoalan amaliah, antara masalah furu’ dan masalah ushul. Hal ini diperkuat lagi oleh amalan para sahabat ra. Mereka tidak mengafirkan Khawarij, sebagaimana diriwayatkan oleh Ali, Sa’ad bin Abi Waqqash dan lain-lain. Ibnu Wazir menyebutkan,

87 Bukhari, tentang salat nomor. 391.88 Bukhari, tentang salat, nomor. 393.89 QS. al-Baqarah [2]: 286.

Pusta

ka S

yiah

Page 195: Syiah Pustaka

195Pelangi Islam

“Ada berbagai jalur yang membuktikan bahwa mereka tidak mengafirkan Khawarij, dan terbukti pula dari berbagai jalur bahwa mereka mengembalikan harta kaum Khawarij. Dari Jabir diriwayatkan bahwa dia ditanya, ‘Apakah engkau pernah menganggap seseorang di antara ahli kiblat sebagai musyrik?’ Dia menjawab, ‘Aku berlindung kepada Allah (dari berkuat demikian).’ Jabir lantas ketakutan akibat pertanyaan ini. Dia juga pernah ditanya, ‘Apakah engkau pernah menganggap seseorang di antara ahli kiblat sebagai kafir?’ Dia menjawab, ‘Tidak.’”90

Penolakan Para Pemuka Islam Terhadap Perluasan Takfir

Apa yang telah tegaskan di sini juga merupakan apa yang telah ditetapkan oleh para pemuka Islam dari berbagai mazhab dan aliran pemikiran. Sebagai penekanan lagi dan supaya masalah ini menjadi lebih jelas kami akan mengutip di sini beberapa pernyataan yang mengukuhkan pandangan ini dan menolak perluasan aksi pengafiran.

Pada Para Ulama Asy’ari dan Para Teolog Lain:

Dalam kitab al-Mawaqif karya Adhuddin al-Iji yang telah disyarahi oleh Sayid Syarif al-Jurjani dan terhitung sebagai salah satu kitab pegangan para ulama mutakhir Asy’ari disebutkan,

“Mayoritas mutakallim (teolog) dan ahli fikih berpandangan bahwa siapa pun di antara ahli kiblat

90 Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dan Tabrani dalam al-Kabīr, dan para perawinyaadalahrijalyangsahihdandisahihkanolehIbnuHajaral-Asqalani dalam al-Mathālib al-Āliyah jilid 3 hal. 296.

Pusta

ka S

yiah

Page 196: Syiah Pustaka

196 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

tidak boleh dikafirkan. Syekh Abu Hasan—yakni Asy’ari—dalam kitab pertamanya, Maqalat al-Islamiyyin menyatakan, ‘Sebagian mereka memandang sesat sebagian yang lain, dan sebagian berlepas diri dari sebagian yang lain, maka jadilah mereka golongan-golongan yang saling bertentangan, namun demikian Islam mempertemukan mereka dan mencakup mereka semua.’”

Demikianlah pandangan Asy’ari dan sebagian besar ulama dari kalangan kita. Disebutkan pula bahwa Syafi’i berkata, “Aku tidak akan menolak syahadat siapa pun di antara ahli hawa nafsu (bidah) kecuali al-Khatthabiyyah karena mereka menghalalkan kedustaan.” Hakim, penulis al-Mukhtashar dalam kitab al-Muntaqi, meriwayatkan bahwa Abu Hanifah ra tidak mengafirkan siapa pun di antara ahli kiblat. Abu Bakar Razi juga meriwayatkan hal serupa berkenaan dengan Karkhi dan lain-lain. Dia mengatakan,

“Mu’tazilah, yang ada sejak sebelum Abu Hasan yang notabene salah satu pemuka mereka, telah berdebat lalu mengafirkan para sahabat kita—maksudnya adalah para ulama aliran Asy’ari—dalam beberapa perkara, sehingga beberapa orang di antara kalangan kita melakukan tindakan yang sama dengan mengafirkan mereka dalam beberapa perkara lain ... Kalangan Mujassamiyah juga telah mengafirkan sebagian kalangan kita dan Mu’tazilah yang tidak sependapat dengan mereka. Ustaz Abu Ishak—al-Isfaraini—mengatakan, ‘Setiap lawan pendapat kita mengafirkan kita sehingga kamipun lantas

Pusta

ka S

yiah

Page 197: Syiah Pustaka

197Pelangi Islam

mengafirkan mereka, seandainya tidak demikian maka kita juga tidak akan berbuat demikian.’”

Penulis al-Mawaqif dan pensyarahnya juga mendukung pendirian mayoritas mutakallim dan ahli fikih yang tidak mengafirkan siapa pun di antara orang Islam, walaupun dia menentang kebenaran dalam sebagian masalah akidah—yakni persoalan yang diperselisihkan oleh ahli kiblat—seperti: apakah Allah adalah Pencipta perbuatan manusia? Apakah Dia memiliki wajah? Apakah Dia dapat dilihat di akhirat? Apakah Dia yang menghendaki maksiat? Dan berbagai persoalan teoretis lain yang Rasulullah maupun para sahabat dan tabiin tidak pernah mempertanyakan masalah ini kepada orang yang masuk Islam dan dihukumi sebagai muslim.

Dengan demikian, jelaslah bahwa kebenaran dalam agama Islam tidak bergantung pada pengetahuan yang benar tentang berbagai persoalan itu dan bahwa kesalahan dalam hal ini bukan sesuatu yang fatal bagi hakikat Islam. Sebab, seandainya kebenaran Islam bergantung pada pengetahuan itu dan kesalahan menjadi sesuatu yang fatal bagi hakikat Islam, maka sudah seharusnya ada pembahasan tentang bagaimana keyakinan umat Islam dalam masalah ini, tapi kenyataannya tidak ada satupun hadis tentang ini di zaman Rasulullah saw maupun di zaman mereka.91

Imam Ghazali setelah berbicara tentang Mu’tazilah, Musyabbihah (paham yang menyerupakan Allah dengan manusia), dan aliran-aliran pembuat bidah dalam agama

91 Lihat al-Mawaqif dan syarahnya, jilid 8, hal. 239-240.

Pusta

ka S

yiah

Page 198: Syiah Pustaka

198 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

menyatakan bahwa mereka salah dalam takwil dan hal itu adalah konteks ijtihad. Dia mengatakan,

“Hal yang harus diindahkan oleh penuntut ilmu ialah menghindari aksi pengafiran ketika mendapatkan kemungkinan untuk berbuat demikian, karena sesungguhnya menghalalkan darah dan harta orang yang mendirikan salat, menghadap kiblat sebagaimana terlihat dari penegasan mereka bahwa tiada tuhan selain Allah adalah tindakan yang salah, dan kesalahan mengabaikan seribu orang kafir dalam hidup masih lebih ringan daripada kesalahan menumpahkan sepercik darah seorang muslim.

“Rasulullah saw bersabda;

‘Aku diperintahkan supaya memerangi manusia sampai mereka berkata, ‘Tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah.’ Jika mereka sudah berkata demikian, darah dan harta mereka terlindung dariku kecuali apabila ada alasan yang benar.’”92

Imam Ghazali juga menyebutkan,

“Tidak ada bukti bagi kami bahwa kesalahan dalam takwa dapat menyebabkan kekafiran seseorang. Karena itu harus ada dalil soal ini. Bagi kami yang

92 Al-Iqtishād fi al-I’tiqād,hal.223-224,cetakanDaral-Kutub,Beirut.

Pusta

ka S

yiah

Page 199: Syiah Pustaka

199Pelangi Islam

terbukti justru kepastian keterlindungan mereka dengan ucapan ‘tiada tuhan selain Allah’. Dengan demikian, maka hal ini tidak dibantah kecuali dengan dalil yang solid.”

Semua ini kiranya telah cukup sebagai peringatan bahwa orang yang berlebihan dalam aksi pengafiran tidaklah didukung oleh argumentasi (burhan). Sedangkan argumentasi bisa berupa hal yang prinsip dan bisa pula berupa kias terhadap hal yang prinsip. Hal yang prinsip adalah pendustaan secara terang-terangan, sedangkan untuk orang yang tidak melakukan pendustaan, kata dusta menjadi tidak bermakna sama sekali. Dengan demikian, tetaplah bahwa dia tercakup dalam perlindungan berkat kalimat syahadat.93

Pandangan Para FakihMazhab Hanafi:

Dalam Jami’ al-Fushalain, salah satu kitab mazhab Hanafi disebutkan, “Thahawi meriwayatkan bahwa para sahabat kita mengatakan, ‘Seseorang tidak akan keluar dari keimanan kecuali jika dia mengingkari apa yang telah dia masukkan dalam keimanan itu lalu dia yakin bahwa dia telah dihukumi murtad akibat pengingkaran itu, sedangkan jika dia masih ragu bahwa dia dihukumi murtad maka dia tidak dapat dihukumi murtad karena Islam yang sudah teguh tidak akan sirna oleh keraguan, apalagi Islam itu unggul ... dan sudah sepatutnya bagi orang alim apabila diajukan

93 Ibid., hal. 224.

Pusta

ka S

yiah

Page 200: Syiah Pustaka

200 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

kepadanya pernyataan, ‘Janganlah terburu-buru mengafirkan orang Islam.’

“Saya berkata: Saya kemukakan hal ini supaya menjadi tolok ukur berkenaan dengan beberapa persoalan yang telah saya sebutkan dalam pasal ini. Pada sebagian persoalan telah disebutkan bahwa dia telah kafir, padahal dia tidak kafir, berdasarkan kias pendahuluan ini, maka hendaknya direnungkan dalam-dalam.”

Dalam al-Khulashah dan lain-lain disebutkan, “Jika dalam masalah ini terdapat banyak kemungkinan yang mengharuskan pengafiran, namun ada satu kemungkinan yang melarang pengafiran, maka seorang mufti harus mengindahkan kemungkinan yang melarang pengafiran sebagai bentuk dugaan baik kepada seorang muslim.”

Dalam al-Bazaziyyah terdapat tambahan, “Kecuali apabila dia berterus terang menghendaki apa yang menyebabkan kekafiran. Ketika demikian, takwil sudah tidak berguna lagi. Contohnya adalah apabila seseorang mencemoh agama seorang muslim. Bisa jadi dia berbuat demikian memang dengan tujuan meremehkan agama sehingga dia menjadi kafir dan bisa jadi maksudnya adalah akhlak dan perlakuan buruk muslim itu bukan hakikat agama Islam sehingga pernyataannya dapat diasumsikan baik. Apabila terjadi ikhtilaf mengenai kekafirannya kemudian ada riwayat walaupun daif, maka riwayat inilah yang menjadi sandaran. Kebanyakan lafal pengafiran yang telah disebutkan tidaklah digunakan dalam fatwa pengafiran. Saya sendiri berkomitmen untuk tidak berfatwa dengan lafal demikian...”94

94 Al-Bahr al-Rā’iq, jilid 5, hal. 134 – 135.

Pusta

ka S

yiah

Page 201: Syiah Pustaka

201Pelangi Islam

Dalam Radd al-Muhtar Ibnu Abidin mengutip komentar Khairuddin Ramli atas pernyataan penulis kitab Bahr al-Ra’iq, “Mengenai ‘ada riwayat walaupun daif ’, saya katakan bahwa riwayat yang dimaksud adalah riwayat dari kalangan di luar mazhab ini karena terdapat syarat bahwa apa yang menyebabkan kekafiran ialah sesuatu yang telah disepakati.”95

Muhaqqiq bermazhab Hanafi Kamaluddin bin Hammam mengatakan,

“Banyak terjadi pengafiran dalam ucapan para penganut mazhab ini namun hal itu bukanlah pernyataan para fakih yang merekalah para mujtahid itu, melainkan pernyataan orang lain, sedangkan pernyataan orang yang bukan fakih tidak perlu diperhatikan.”96

Mazhab Maliki:

Mengenai pendirian mazhab Maliki kami cukupkan dengan penelitian dari Imam Syatibi sebagai berikut.

“Dalam al-I’tisham telah disebutkan perihal ahli hawa nafsu dan bidah serta para penentang umat dari kalangan Khawarij dan lain-lain, lalu dia berkata, “Umat berbeda pendapat mengenai pengafiran kelompok-kelompok pembuat bidah besar, namun pendapat yang lebih kuat—sesuai khazanah Islam—ialah ketidakpastian keharusan mengafirkan mereka. Dalilnya adalah perilaku orang-orang saleh terdahulu terhadap mereka. Tidakkah kamu melihat apa yang

95 Catatan pinggir Radd al-Muhtār,jilid3,hal.399,cetakanIstanbul.96 Ibid., jilid 2, hal. 428.

Pusta

ka S

yiah

Page 202: Syiah Pustaka

202 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

diperbuat Ali ra terhadap kaum Khawarij? Dalam memerangi merekapun dia telah memperlakukan mereka sebagai orang Islam sesuai firman Allah, Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang, hendaklah kamu damaikan antara keduanya.97

“Ketika kaum Hururiyyah (Khawarij) berkumpul dan keluar dari jemaah, Ali tidak lantas menyerang dan memerangi mereka. Padahal seandainya dengan keluar itu mereka telah menjadi murtad, maka Ali tidak akan membiarkan mereka berdasarkan sabda Nabi saw, ‘Barangsiapa mengganti agamanya, maka bunuhlah dia,’98 juga karena Abu Bakar ra telah memerangi kaum murtad dan tidak membiarkan mereka. Ini menunjukkan perbedaan antara dua kasus tersebut.

“Demikian pula ketika muncul Ma’bad al-Jahni dan beberapa orang lain dari ahl al-qadar, orang-orang saleh terdahulu tidak berbuat apa pun terhadap mereka kecuali sebatas mengusir, mengasingkan, memusuhi dan mencemoh. Padahal seandainya ahl al-qadar itu benar-benar telah kafir, maka orang-orang saleh terdahulu sudah pasti menerapkan hukum had terhadap orang-orang yang murtad.

“Umar bin Aziz juga demikian ketika mendapati kaum Hururiyyah muncul di Musil. Dia meminta

97 QS. al-Hujurat [49]: 9.98 Diriwayatkan oleh Bukhari dari Ibnu Abbas berkenaan dengan

permohonan tobat orang-orang murtad.

Pusta

ka S

yiah

Page 203: Syiah Pustaka

203Pelangi Islam

supaya orang-orang menahan diri terhadap mereka sesuai apa yang diperintahkan oleh Ali ra dan tidak memperlakukan mereka dengan perlakuan terhadap kaum murtad.

“Semua ini berarti bahwa walaupun kita memandang mereka sebagai pengikut hawa nafsu dan apa-apa yang samar dalam kitab suci (mutasyabihat) demi fitnah dan takwil namun mereka bukanlah pengikut hawa nafsu secara mutlak dan bukan pula pengikut mutasyabihat dari segala sisi. Seandainya mereka mutlak demikian, baru mereka menjadi kafir, karena dalam syariat tidak mungkin hal ini dilakukan oleh siapa pun kecuali disertai penolakan dan pembangkangan terhadap apa-apa yang terang (muhkamat) dalam kitab sehingga menjadi kafir. Adapun orang yang percaya kepada syariat dan berpegangan padanya, maka persoalan dikembalikan pada kesepakatan (wifaq) karena wifaq merupakan suatu yang jelas baginya, sebagaimana sebanyak dua ribu orang telah kembali kepada wifaq dengan kaum Hururiyyah yang memerangi Ali ra, walaupun mayoritas tidak berbuat demikian.”99

Mazhab Syafi’i:

Telah kami kutipkan sebelumnya pernyataan Abu Hamid Ghazali yang notabene pemuka mazhab Syafi’i sekaligus pemuka aliran Asy’ari. Di sini kami akan mengutip beberapa pernyataan para imam dari mazhab dan aliran ini.

99 Syatibi,Al-I’tishām, jilid 3, hal. 33-35 cetakan al-Manar.

Pusta

ka S

yiah

Page 204: Syiah Pustaka

204 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Nawawi dalam Syarah Muslim menyebutkan,

“Ketahuilah, mazhab yang hak tidaklah mengafirkan siapa pun di antara ahli kiblat karena dosanya dan tidak pula mengafirkan ahli hawa nafsu dan bidah (Khawarij, Mu’tazilah, Syi’ah, dll). Adapun orang yang mengingkari apa yang dia ketahui sebagai bagian dari hal yang pasti dalam Islam, maka dihukumi sebagai murtad dan kafir, kecuali jika dia baru masuk Islam atau tinggal di pelosok yang jauh dan lain-lain yang membuat Islam tersembunyi darinya. Dia harus mendapat penjelasan tentang ini, jika berkelanjutan maka dia dihukumi kafir. Demikian pula orang yang menghalalkan zina atau khamar atau pembunuhan dan hal-hal lain yang sudah dipastikan haram.”100

Ibnu Hajar Haitami dalam al-Tuhfah menyebutkan,

“Seorang mufti harus sedapat mungkin berhati-hati dalam masalah pengafiran karena sangat berbahaya dan menimbulkan risiko yang tidak dia niatkan, terutama dari kalangan awam. Para imam kami (yakni dari mazhab Syafi’i) senantiasa demikian sejak dahulu sampai sekarang. Mereka berbeda dengan para imam mazhab Hanafi yang jauh lebih longgar dalam pengafiran, meskipun mereka mengakui adanya takwil dan bahkan bergegas melakukannya.”

Dia juga mengatakan,

“Kemudian, tentang kelonggaran mazhab Hanafi, saya melihat Zarkasyi mengatakan, ‘Kelonggaran

100 Syarah Muslim, jilid 1, hal. 150.

Pusta

ka S

yiah

Page 205: Syiah Pustaka

205Pelangi Islam

itu kebanyakan dalam kitab-kitab fatwa dinukil dari para syekh mereka. Namun orang-orang warak yang ada belakangan dari kalangan Hanafi menolak sebagian besar kitab itu serta menentang para syekh itu dan menyatakan bahwa mereka tidak boleh diikuti karena mereka bukanlah orang yang terkenal dalam ijtihad dan mereka tidak mengeluarkan kitab-kitab itu berdasarkan prinsip Abu Hanifah karena prinsip itu berbeda dengan keyakinan mereka, di antaranya ialah: ‘Sesungguhnya kita memiliki dasar yang kokoh, yaitu keimanan, sehingga kita tidak akan menyingkirkannya kecuali dengan keyakinan.’

“Karena itu harus waspada dan berhati-hati bagi orang yang mudah mengafirkan, baik di antara kita maupun di antara mereka. Dia harus takut menjadi kafir karena telah mengafirkan muslim lainnya. Sebagian peneliti di antara kita dan mereka mengatakan, ‘Itu merupakan pernyataan yang istimewa.’ Abu Zar’ah, salah seorang peneliti mutakhir, telah berfatwa berkenaan dengan orang yang mendapatkan perkataan, ‘Tinggalkan aku demi Allah,’ lalu orang itu menjawab, ‘Aku tinggalkan kamu demi seribu Allah.’ Abu Zar’ah berfatwa bahwa orang itu tidak dapat dikafirkan apabila makna yang dia maksudkan ialah ‘demi seribu sebab atau seribu hijrah karena Allah Swt, walaupun secara harfiahnya tidak demikian. Ini adalah dalam rangka menghindari pertumpahan darah sedapat mungkin, terutama jika dia bukanlah orang yang dikenal memiliki akidah yang buruk. Namun dia harus diberitahu agar bertata

Pusta

ka S

yiah

Page 206: Syiah Pustaka

206 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

krama karena telah melontar kata-kata yang tercela itu secara harfiah.”101

Mazhab Hambali:

Kami cukupkan di sini dengan mengutip pernyataan orang yang paling keras terhadap para pembuat bidah dan lawan pendapatnya, yaitu Imam Ibnu Taimiyah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menegaskan,

“Tidak boleh mengafirkan muslim akibat dosa yang diperbuatnya, ataupun kesalahan yang dilakukannnya, sebagaimana dalam berbagai persoalan yang diperselisihkan oleh para ahli kiblat. Bahkan kaum Khawarij dan Mariqin yang Rasulullah saw memerintahkan supaya mereka diperangi dan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, salah satu Khulafa’ Rasyidin, pun memerangi mereka, kemudian para pemuka agama dari kalangan sahabat, tabiin dan sesudah tabiin juga sepakat memerangi mereka ternyata tidak dikafirkan oleh Ali bin Abi Thalib, Sa’ad bin Abi Waqqash dan para sahabat lainnya. Sebaliknya para sahabat ini tetap memandang mereka sebagai muslimin walaupun mereka diperangi. Ali juga tidak serta memerangi mereka supaya tidak menumpahkan darah secara haram, melainkan memerangi mereka setelah mereka menjarah harta benda umat Islam. Ali memerangi mereka demi menangkal kezaliman dan pemberontakan mereka, bukan karena mereka

101 Tuhfat al-Muhtaj, jilid 4, hal. 84.

Pusta

ka S

yiah

Page 207: Syiah Pustaka

207Pelangi Islam

kafir. Karena itu beliau tidak menistakan kehormatan mereka dan tidak pula merampas harta benda mereka.

“Jika mereka yang sudah jelas-jelas sesat berdasarkan nas dan ijmak saja tidak dikafirkan—betapa pun Allah dan Rasul-Nya memerintahkan supaya mereka diperangi—lantas, bagaimana hal lagi dengan golongan-golongan yang berselisih pendapat karena samarnya kebenaran bagi mereka dalam berbagai persoalan yang menimbulkan kerancuan mengenai siapa yang paling alim di antara mereka? Dengan demikian, tidak boleh golongan-golongan ini saling mengafirkan, walaupun bisa jadi bidah mereka menjadi semakin kental. Pada umumnya, mereka tidak mengetahui hakikat apa yang mereka perselisihkan.

“Pada prinsipnya, darah umat Islam serta harta benda dan kehormatan mereka adalah haram bagi mereka satu sama lain, tidak dihalalkan kecuali dengan izin Allah dan Rasul-Nya. Jika seorang muslim melakukan aksi permusuhan atau pengafiran berdasarkan takwilnya, dia tidak dapat dikafirkan akibat takwil itu, sebagaimana terlihat dalam pernyataan Umar bin Khaththab berkenaan dengan Abu Balta’ah. Umar berkata, ‘Wahai Rasulullah, biarlah aku hantam batang leher orang munafik ini!’ Rasulullah saw bersabda,

Pusta

ka S

yiah

Page 208: Syiah Pustaka

208 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

‘(Dia adalah pejuang Badar) Engkau tidak tahu Allah memberikan perhatian tersendiri untuk para pejuang Badar.’

Beliau kemudian bersabda

‘Lakukanlah apa pun yang kalian kehendaki, sesungguhnya aku telah memaafkan kalian.’

“Hadis ini termuat dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.

“Ada pula Hadis al-Ifik yang menyebutkan Asyad bin Khudhair berkata kepada Sa’ad bin Ubadah, ‘Sesungguhnya engkau adalah munafik yang berdebat perihal orang-orang munafik...’ Kedua pihak lantas bertengkar hingga kemudian Rasulullah saw mendamaikan mereka. Jadi, di antara para pejuang Badar ada yang mengatakan kepada sesamanya, ‘Engkau munafik!’ Namun Nabi saw tidak mengafirkan siapa pun di antara mereka. Beliau bahkan mengabarkan surga kepada mereka semua.

“Demikianlah orang-orang terdahulu. Mereka bertempur satu sama lain dalam Perang Jamal, Perang Shiffin dan lain-lain, namun mereka semua tetap muslimin dan mukminin, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Swt,

Pusta

ka S

yiah

Page 209: Syiah Pustaka

209Pelangi Islam

Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.102

“Dalam ayat ini Allah Swt menerangkan bahwa walaupun mereka berperang dan bermusuhan satu sama lain, namun mereka tetaplah orang-orang yang beriman dan saling bersaudara sehingga diperintahkan supaya mereka didamaikan secara adil.”103

Mazhab Zaidiyah dan Para Imam Independen:

Telah kami kutipkan sebelumnya beberapa pernyataan penting Imam Ibnu Wazir. Berikut ini akan kami kutipkan pernyataan Imam Syaukani dalam kitabnya, al-Sail al-Jarrar, sebagai berikut.

“Ketahuilah, menghukumi seorang muslim sebagai keluar dari agama Islam dan masuk ke dalam kufur adalah perbuatan yang tidak boleh dilakukan oleh

102 QS. al-Hujurat [49]: 10. 103 Lihat: Majma’ Rasa’il Syaikh al-Islām Ibnu Taimiyyah, jilid 3 hal.

282 dan sesudahnya.

Pusta

ka S

yiah

Page 210: Syiah Pustaka

210 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

setiap muslim yang beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian kecuali dengan argumentasi yang lebih terang benderang daripada matahari di siang bolong. Sesungguhnya telah ditetapkan dalam berbagai hadis sahih yang diriwayatkan melalui sekelompok sahabat bahwa Nabi saw bersabda;

‘Barangsiapa berseru kepada saudaranya, ‘Hai, kafir!’ maka kekafiran itu akan jatuh kepada satu di antara keduanya.’

“Demikian disebutkan dalam Shahih Bukhari. Dalam versi lain yang disebutkan Shahihain dan lain-lain diriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda,

‘Barangsiapa mendakwa orang lain dengan kekafiran, atau berkata (kepadanya), ‘Hai musuh Allah,’ sedangkan orang itu tidak demikian maka dakwaan itu kembali kepadanya.’

“Pada versi lain disebutkan,

‘Maka kafirlah satu di antara keduanya.’

Pusta

ka S

yiah

Page 211: Syiah Pustaka

211Pelangi Islam

“Pada semua hadis ini dan hadis-hadis lain yang serupa terdapat peringatan dan nasihat besar terhadap aksi gegabah pengafiran. Allah Swt berfirman, Akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran.104

“Untuk menjadi kafir seseorang harus menerima kekafiran itu dengan lapang dada dan penuh keyakinan tanpa ada kerisauan. Karena itu, tidak bisa dijadikan pegangan jika masalahnya hanyalah akidah-akidah berbau kesyirikan. Apalagi berkenaan dengan orang yang tidak menyadari bahwa akidah itu bertentangan dengan Islam. Demikian pula tindakan-tindakan yang berbau kekufuran selagi tidak disertai niat pelakunya untuk keluar dari Islam menuju ajaran kufur. Juga ucapan yang bernuansa kufur tapi pengucapnya tidak meyakini nuansa itu.”105

Di bagian lain pada kitab yang sama, Syaukani

mengomentari pernyataan penulis Dhau’ al-Nahar sebagai

berikut.

“Penakwil kedudukannya seperti murtad, dan ada yang menyebutkan seperti kafir dzimmi (nonmuslim yang dilindungi). Komentar: Di sinilah air mata mengalir deras, dan Islam serta umatnya pun terdera oleh fanatisme yang melanda sebagian besar umat Islam dalam bentuk tindakan saling mengafirkan tanpa dalil Sunah maupun al-Quran, tanpa ketentuan dari Allah maupun argumentasi yang kuat (burhan),

104 QS. al-Nahl [16]: 106.105 Al-Sail al-Jarrar, jilid 4, hal. 480.

Pusta

ka S

yiah

Page 212: Syiah Pustaka

212 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

melainkan semata-mata demi fanatisme buta dalam beragama. Setan yang terkutukpun akhirnya dapat memecah belah umat Islam serta mendoktrin mereka untuk saling menekan dengan sesuatu yang lebih menyerupai debu yang beterbangan di udara dan fatamorgana di tanah lapang. Maka, betapa malangnya umat Islam akibat bencana terbesar dalam keberagamaan ini. Betapa mengenaskan mereka akibat petaka yang menimpa jalan orang-orang yang beriman ini.

“Selagi masih berakal, masih merasa diawasi oleh Allah Azza wa Jalla, dan masih memiliki semangat pembelaan terhadap Islam, Anda dan setiap orang yang memiliki pengetahuan tentang agama ini tentu mengetahui bahwa Nabi Saw pernah ditanya tentang makna Islam. Beliau menjelaskan bahwa hakikat Islam adalah pendirian salat, pembayaran zakat, pelaksanaan ibadah haji ke Baitullah, penunaian puasa Ramadan, dan pengucapan kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah. Hadis-hadis tentang ini mutawatir. Dengan demikian, orang yang menjalankan lima rukun ini dan menunaikannya dengan sungguh-sungguh maka dia adalah muslim, walaupun ada orang yang tidak menyukai hal ini. Karena itu, jika ada orang berkata sembarangan dan bahkan bodoh dengan cara menentang hal ini maka tamparlah wajahnya dan katakanlah kepadanya. ‘Engkau semakin tidak waras, inilah burhan Muhammad bin Abdullah!’ Abaikan semua perkataan orang ketika sudah ada sabda Nabi

Pusta

ka S

yiah

Page 213: Syiah Pustaka

213Pelangi Islam

Muhammad saw, karena orang yang beriman kepada agama beliau tidak mungkin akan mencelakakan agama beliau.

“Telah kami sebutkan ketentuan Rasulullah saw mengenai orang yang menunaikan lima rukun Islam tersebut. Beliau menetapkan bahwa siapa yang percaya kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, serta takdir baik dan buruk, maka dia adalah orang yang beriman. Hadis tentang ini telah dinukil secara mutawatir. Dengan demikian, orang yang beriman sedemikian rupa adalah orang yang beriman dalam arti yang sesungguhnya.

“Telah kami sebutkan tadi dalil-dalil yang melarang keras pengafiran sesama muslim. Ada pula dalil-dalil mengenai kewajiban menjaga dan menjunjung kehormatan seorang muslim yang semuanya menunjukkan keharusan menghindari celaan apa pun terhadapnya dalam agamanya, apalagi sampai menganggapnya keluar dari agama Islam dan berubah menjadi kafir. Tindakan demikian merupakan kejahatan dan kelancangan yang tiada bandingannya. Betapa lancangnya orang yang mengafirkan saudaranya, sedangkan Rasulullah saw bersabda,

‘Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak akan menzalimi dan mengabaikannya.’ Beliau juga bersabda,

Pusta

ka S

yiah

Page 214: Syiah Pustaka

214 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

.‘Memaki seorang muslim adalah kefasikan, sedangkan memeranginya adalah kekafiran.’

“Beliau juga bersabda;

‘Sesungguhnya darah, harta dan kehormatan kalian adalah haram.’

“Hadis-hadis ini juga tertera dalam Shahih Bukhari. Betapa banyak hadis sahih dan bahkan ayat-ayat al-Quran, namun hidayah tetaplah di tangan Allah Azza wa Jalla, sesuai firmanNya, Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.(QS. al-Qashash [28]: 56).’”106

Kami telah berkepanjangan dengan menyebutkan semua pernyataan ini. Namun semua ini semata-mata demi menutup jalan bagi orang-orang yang meremehkan pengafiran kaum yang bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah. Mereka hendaklah bertakwa kepada Allah demi diri mereka sendiri dan demi umat Islam. Mereka harus waspada terhadap fitnah ini, yaitu fitnah yang menyebabkan penghalalan darah dan harta benda yang notabene telah dilindungi oleh dua kalimat syahadat hanya karena berbeda mazhab dan pemikiran. Tiada daya dan upaya kecuali izin Allah.

106 Al-Sail al-Jarrār, jilid 4, hal. 584-585.

Pusta

ka S

yiah

Page 215: Syiah Pustaka

215Pelangi Islam

Siapakah yang Layak Berfatwa dalam Agama Allah?

Sambil memohon taufik dari Allah Swt, untuk menjawab pertanyaan ketiga ini kami perlu menjelaskan sebagai berikut.

Sesungguhnya fatwa adalah kedudukan yang sangat besar pengaruhnya dan jauh jangkauannya. Sebagaimana dikatakan Imam Syatibi, seorang mufti adalah pengganti, khalifah dan pewaris Nabi saw. Rasulullah saw bersabda,

“Ulama adalah pewaris para nabi.”

Mufti adalah wakil beliau dalam penyampaian hukum, pendidikan manusia, dan pemberian peringatan bagi mereka agar mereka berhati-hati. Dia mengemban misi menyampaikan apa yang telah dinukil dari Pengemban Syariat (Rasulullah saw). Dia adalah penggantinya dalam penyampaian hukum-hukum yang digali dari syariat sesuai pandangan dan ijtihadnya. Dengan demikian, dari sisi ini—sebagaimana dikatakan Syatibi—seorang mufti adalah penetap hukum syariat sehingga wajib ditaati, amal perbuatannya harus sesuai dengan apa yang dia katakan, dan inilah kekhalifahan dalam arti yang sesungguhnya.107

Imam Abu Abdillah Ibnu Qayyim memandang mufti sebagai orang yang fatwanya telah mendapat “stempel” dari Allah Swt. Tentang ini Ibnu Qayyim telah menyusun kitabnya yang bernas berjudul I’lam al-Muwaqqa’in ‘an Rabb al- alamin. Dalam pendahuluan kitab ini dia menyebutkan, “Jika kedudukan yang telah dikukuhkan raja saja diakui sebagai

107 Lihat Al-Muwafaqat, jilid 4, hal. 244-246.

Pusta

ka S

yiah

Page 216: Syiah Pustaka

216 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

posisi yang tidak dipungkiri keutamaanya, tidak diabaikan keagungannya, dan merupakan salah satu kedudukan yang tertinggi, lantas bagaimana lagi dengan kedudukan yang telah dikukuhkan oleh Tuhan langit dan bumi?!”

Penolakan Salaf Terhadap Orang yang Berfatwa Tanpa Bekal Ilmu

Orang-orang saleh terdahulu (salaf) menolak keras orang yang masuk ke ranah fatwa sedangkan dia bukan ahlinya. Mereka menganggap tindakan demikian sebagai tikaman terhadap Islam serta perbuatan mungkar yang sangat besar sehingga harus dicegah.

Dalam Shahihain disebutkan sebuah hadis dari Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah saw bersabda,

“Sesungguhnya Allah menjaga ilmu bukan dengan cara mencabutnya dari dada orang-orang, melainkan menjaganya dengan menjaga para ulama. Seandainya ulama sudah tidak ada lagi niscaya masyarakat akan menjadikan orang-orang bodoh sebagai pemimpin, lalu masyarakat bertanya kepada mereka dan merekapun berfatwa tanpa bekal ilmu sehingga mereka sesat dan menyesatkan.”

Imam Ahmad dan Ibnu Majah meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda,

Pusta

ka S

yiah

Page 217: Syiah Pustaka

217Pelangi Islam

“Barangsiapa berfatwa tanpa bekal ilmu maka dosa akibat fatwa itu tertimpa kepada orang yang berfatwa.”

Ini tentu karena orang yang meminta fatwa berstatus termaafkan (ma’dzur) ketika orang yang berfatwa berpenampilan sebagai orang alim, menempatkan dirinya sebagai ulama, dan membuat orang tertipu oleh penampilan dan kedudukannya. Sedangkan orang lain yang mengangkat orang itu sebagai pejabat resmi sementara dia mengetahui bahwa orang itu sebenarnya bodoh dan tidak layak, maka dia ikut menanggung dosa. Apalagi, jika kedua pihak memang berasal dari satu kelompok dan relasi sehingga memiliki kepentingan timbal balik sebagaimana disebutkan dalam pepatah, “Bawalah aku, niscaya kau akan kubawa.”

Atas dasar ini para ulama menetapkan bahwa orang yang tidak layak berfatwa namun mengeluarkan fatwa maka dia telah berdosa dan bermaksiat, dan siapa yang mengangkatnya sebagai pejabat resmi maka dia juga ikut bermaksiat.

Ibnu Qayyim juga menyebutkan bahwa Abu Faraj bin Jauzi ra berkata, “Pemerintah (wali amr) harus mencegah mereka sebagaimana dilakukan oleh Bani Umayah.” Dia juga berkata,

“Mereka adalah ibarat pemandu jalan padahal mereka tidak mengerti jalan, dan ibarat orang yang menjadi dokter padahal dia tidak mengerti kedokteran, dan bahkan kondisi dia lebih parah daripada orang lain. Jika pemerintah harus mencegah kegiatan praktik kedokteran orang yang tidak mengerti kedokteran

Pusta

ka S

yiah

Page 218: Syiah Pustaka

218 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

lantas bagaimana lagi dengan praktik orang yang tidak mengerti kitab dan sunah serta tidak melakukan pendalaman agama? Syekh al-Islam Ibnu Taimiyah adalah orang yang sangat pantang terhadap mereka. Suatu hari dia pernah ditanya oleh sebagian di antara mereka, ‘Apakah engkau dapat menduga-duga dalam masalah fatwa?’ Dia menjawab, ‘Menduga-duga boleh dilakukan oleh tukang roti dan juru masak, sedangkan untuk urusan fatwa tidak boleh.’” 108

Imam Abu Hanifah tidak menganjurkan pemboikotan orang pandir sebagai bentuk penghormatan terhadap statusnya sebagai manusia. Namun demikian, dia justru mewajibkan pemboikotan terhadap mufti gadungan yang tidak punya rasa malu mempermainkan hukum syariat, karena permainannya itu sangat berbahaya bagi umat Islam dan kebebasan individunya tidak lantas membuatnya bebas berbuat apa saja.

Dikisahkan bahwa suatu hari seorang pria pernah melihat Rabi’ah bin Abu Abdurrahman—guru Imam Malik—menangis. Pria itu bertanya, “Apa yang membuatmu menangis?” Rabi’ah menjawab, “Aku telah meminta fatwa kepada orang yang tidak berilmu dan telah muncul masalah besar dalam Islam.” Dia berkata lagi, “Sebagian orang yang berfatwa di sini lebih layak dijebloskan ke dalam penjara daripada maling.” 109

Ada beberapa ulama salaf yang mengatakan tentang sebagian penduduk pada zamannya bahwa satu di antara

108 I’lām al-Muwaqqa’in, jilid 4, hal. 317.109 Ibid., jilid 4, hal. 207.

Pusta

ka S

yiah

Page 219: Syiah Pustaka

219Pelangi Islam

penduduk itu telah berfatwa dalam satu persoalan yang seandainya diajukan kepada Umar niscaya dia akan mengumpulkan semua pejuang Badar untuk memecahkan persoalan itu.

Bayangkan, bagaimana seandainya Rabi’ah dan lain-lain melihat sebagian ulama yang kita lihat pada zaman kita sekarang? Bagaimana orang yang tidak memiliki pengetahuan tentang ushul dan furu’, tidak memiliki hubungan yang mendalam dengan al-Quran dan sunah, dan hanya memiliki hubungan yang instan namun tak segan-segan berfatwa tentang berbagai urusan besar keagamaan? Dan bagaimana pula ada sebagian anak muda yang dengan begitu mudah dan sederhananya mengeluarkan fatwa untuk masalah-masalah krusial, misalnya mengafirkan orang-orang atau komunitas-komunitas tertentu dan mengharamkan para pengikutnya menghadiri perkumpulan dan forum-forum tersebut?

Banyak di antara mereka yang bukan “ahli zikir” di bidang ilmu-ilmu syariat dan tidak pula berkomitmen untuk duduk bersama ahli zikir, belajar dari ahli zikir dan menjadi lulusan ahli zikir. Mereka hanya terdidik oleh bacaan instan buku-buku kontemporer, sedangkan antara mereka di satu sisi dan membaca sumber-sumber yang orisinal di sisi lain terdapat jarak yang terpenuhi oleh banyak hijab. Kalaupun mereka mau membaca, mereka tidak dapat memahaminya karena mereka tidak memiliki formula-formula tertentu untuk memahami dan mencernanya. Sebab, setiap ilmu memang memiliki bahasa dan istilahnya sendiri sehingga tidak ada yang dapat memahaminya kecuali ahlinya. Seorang insinyur atau dokter, misalnya, tidak dapat membaca buku-

Pusta

ka S

yiah

Page 220: Syiah Pustaka

220 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

buku hukum tanpa ada pembimbing dan guru. Demikian pula ahli hukum tidak dapat membaca buku-buku arsitektur seorang diri. Mereka semua juga tidak dapat mempelajari kitab-kitab syariat tanpa bantuan orang lain yang dapat membimbing mereka.

Budaya Seorang Mufti

Seorang mufti atau fakih sebagai pengganti Nabi saw atau bahkan sebagai orang yang diangkat oleh Allah Swt haruslah orang yang memiliki pengetahuan yang luas tentang Islam, dalil-dalil hukum, dan bahasa Arab, memiliki wawasan tentang kehidupan dan masyarakat, dan memiliki talenta fikih dan istimbat. Tidak boleh seseorang berfatwa kepada masyarakat berkenaan dengan agama mereka jika dia tidak memiliki hubungan yang erat dan matang dengan dua sumber utama: al-Quran dan sunah. Tidak boleh seseorang berfatwa kepada masyarakat jika dia tidak memiliki kemampuan memahami dan merasakan bahasa Arab, tidak menguasai berbagai disiplin dan sastranya yang memang harus dikuasai untuk dapat memahami al-Quran dan hadis.

Tidak boleh seseorang berfatwa kepada masyarakat jika dia tidak terlatih oleh pandangan-pandangan para fakih yang memang perlu diserap untuk dapat mengetahui jalur-jalur hukum dan metode-metode istimbat dan memahami area-area ijmak dan area-area ikhtilaf. Tidak boleh seseorang berfatwa kepada masyarakat jika dia tidak terlatih oleh ushul fikih, oleh pengetahuan tentang qiyas dan sebab, tentang kapan qiyas dapat digunakan dan kapan tidak boleh digunakan. Tidak boleh seseorang berfatwa jika dia tidak

Pusta

ka S

yiah

Page 221: Syiah Pustaka

221Pelangi Islam

bergaul dengan para fakih melalui kitab-kitab dan pandangan-pandangan mereka, tidak mengetahui perselisihan pendapat di antara mereka serta pluralitas pemahaman dan pemikiran mereka. Karena itu mereka mengatakan, “Siapa yang tidak mengetahui perbedaan pendapat di antara para fakih, maka dia tidak mencium aroma fikih.” Tidak boleh pula seseorang berfatwa kepada masyarakat sementara dia mengucilkan diri di rumah ibadah sehingga tidak melihat realitas masyarakat dan merasakan problematika mereka.

Al-Hafizh Khatib Baghdadi dalam kitabnya, al-Faqih wa al-Mutafaqqih, meriwayatkan bahwa Imam Syafi’i berkata,

“Tidak dihalalkan bagi siapa pun berfatwa dalam agama Allah kecuali orang yang memahami kitab Allah dengan nasikh dan mansukhnya, muhkam dan mutasyabihnya, takwil dan tanzilnya, Makkiyah dan Madaniyahnya, dan apa yang dimaksud dengan semua itu dan diturunkan berkenaan dengan apa. Kemudian juga memahami dengan baik hadis Rasulullah saw dengan nasikh dan mansukhnya, mengerti hadis sebagaimana dia mengerti al-Quran, mengerti bahasa dan syair serta segala yang sesuatu yang diperlukan untuk ilmu dan al-Quran, banyak mendengar dan sedikit bicara, mengetahui perselisihan antarpemikir, dan semua ini menjadi sesuatu yang tertanam dalam dirinya. Jika seseorang memang demikian ini, dia berhak berbicara dan berfatwa halal dan haram. Jika tidak, dia tidak berhak bicara tentang ilmu dan tidak boleh berfatwa.”110

110 Al-Faqih wa al-Mutafaqqih, jilid 2 hal. 157, Mathabi’ al-Qashim bi al-Riyadh.

Pusta

ka S

yiah

Page 222: Syiah Pustaka

222 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Dalam kitab yang sama, Khatib Baghdadi juga menyebutkan,

“Ketahuilah bahwa semua ilmu adalah alat untuk fikih, dan tidak ada ilmu nonfikih kecuali ilmuwannya memerlukan apa yang juga diperlukan oleh seorang fakih karena fakih memang perlu mengetahui segala urusan dunia dan akhirat, yang serius maupun yang canda, perselisihan dan pertentangan, yang bermanfaat maupun yang berbahaya, segala urusan yang terjadi di tengah masyarakat, adat dan tradisi masyarakat. Syarat yang harus dipenuhi seorang mufti antara lain memerhatikan apa yang telah kami sebutkan itu. Hal ini tidak dapat dia lakukan kecuali dengan bergaul dengan banyak orang, bergaul dengan para pakar dan penulis dari berbagai bidang, banyak bertanya dan berdiskusi dengan mereka, mengoleksi dan mempelajari banyak buku dan terus menerus menelaahnya.”

Khatib Baghdadi tidak menghendaki seorang mufti atau fakih hanya memajang koleksi kitabnya di banyak lemari tanpa memberikan perhatian ekstra kepadanya, tanpa mengetahui apa yang terkandung di dalamnya, karena hal demikian adalah ibarat keledai yang membawa tumpukan kitab. Konon, ada seorang bijak bestari diberitahu seseorang bahwa si Fulan mengoleksi banyak kitab. Sang Bijak bertanya, “Apakah pemahamannya juga sebanyak kitab-kitabnya?” Orang itu menjawab, “Tidak.” Bijakawan itu berkata, “Berarti dia tidak berbuat apa-apa. Apa yang dapat diperbuat oleh binatang ternak terhadap ilmu?” Dikisahkan

Pusta

ka S

yiah

Page 223: Syiah Pustaka

223Pelangi Islam

pula ada seorang pria berkata kepada seorang penulis yang tidak memahami tulisannya sendiri, “Tiada artinya bagimu tulisan-tulisanmu kecuali sebatas bekas keletihan dan panjangnya masa begadangmu serta penghitaman kertas-kertasmu.”111

Salah satu hal yang terburuk bagi seorang mufti ialah hidup di tengah tumpukan kitab dan terpisah jauh dari realitas kehidupan. Karena itu, alangkah baiknya Khatib Baghdadi ra ketika berpesan kepada mufti supaya mengenal yang serius dan yang canda, yang bermanfaat dan yang berbahaya bagi kehidupan.

Imam Ahmad antara lain mengatakan bahwa tidak boleh seseorang melibatkan diri dalam fatwa kecuali dalam dirinya terdapat lima hal sebagai berikut.

1. Memiliki niat. Tanpa ada niat tidak akan ada cahaya bagi dirinya dan bagi kata-katanya.

2. Berjiwa lapang, berwibawa dan berpembawaan tenang (isyarat tentang integritas moral).

3. Solid dalam apa yang ditekuni dan diketahuinya (isyarat tentang integritas ilmiah).

4. Berkecukupan (dari sisi kesejahteraan), karena jika tidak, dia akan ditelan oleh orang lain.

5. Mengenal masyarakat.112 Maksudnya ialah memahami realitas kehidupan masyarakat. Seorang mufti harus benar-benar menyadari realitas kehidupan, tidak mengabaikannya,

111 Ibid, hal. 158-159.112 Disebutkan oleh Ibnu Baththah dalam kitabnya, al-Khulu’, dan

dinukilolehIbnuQayyimdalamal-I’lām jilid 4 hal. 199.

Pusta

ka S

yiah

Page 224: Syiah Pustaka

224 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

agar fatwanya dapat bersentuhan dengan kehidupan masyarakat, tidak sekadar menuliskan teori, dan tidak melempar fatwa di ruang hampa. Mengindahkan realitas kehidupan dapat mendorong mufti untuk memerhatikan hal-hal tertentu dan menetapkan batasan-batasan khusus, serta memberikan peringatan berdasar pertimbangan-pertimbangan yang signifikan.

Imam Ibnu Qayyim mengatakan bahwa fakih adalah orang yang dapat mengompromikan antara kewajiban dan realitas kehidupan. Artinya, dia tidak boleh berkubang dalam apa yang harus terjadi tanpa mengindahkan realitas yang sedang terjadi, atau dia hanya melihat masa lalu tanpa mengenal zamannya sendiri, padahal setiap zaman memiliki hukumnya sendiri.

“Manusia lebih serupa dengan zamannya daripada dengan zaman leluhurnya.”113

Ada satu aspek penting berkenaan dengan agama, kejiwaan dan ketakwaan seorang mufti. Yakni bahwa ilmu saja tidaklah cukup jika tidak ditopang oleh keimanan yang dapat menjaga pemiliknya dari ketundukan kepada hawa nafsu dalam mengeluarkan fatwa. Dengan demikian, seorang mufti harus memiliki niat yang tulus bahwa fatwanya itu semata-mata karena Allah dan demi mendapatkan keridaan-Nya, bukan demi memenuhi keinginan publik ataupun penguasa. Dia juga harus juga berusaha mengungkap kebenaran sedapat mungkin dan tidak terburu-buru serta

113 UcapanAmirulMukmininAlibinAbiThalibas—penerj.

Pusta

ka S

yiah

Page 225: Syiah Pustaka

225Pelangi Islam

spontan, apalagi supaya dia disebut alim yang allamah! Dia juga harus rajin berunding dengan saudara-saudaranya sesama ulama berkenaan dengan sesuatu yang muskil baginya. Jika dia melimpahkan suatu perkara kepada orang lain yang dia ketahui lebih berpengetahuan tentang perkara itu daripada dia sendiri dengan mengatakan “saya tidak tahu” berkenaan dengan apa yang memang tidak dia ketahui, maka sikap demikianlah yang memang dituntut oleh amanat dan tanggung jawab keilmuan. Imam Malik pernah ditanya empat puluh pertanyaan, dan dia menjawab “saya tidak tahu” untuk 33 pertanyaan di antaranya.

Mereka para imam dan pemimpin sesungguhnya. Semoga Allah melimpahkan kasih sayangnya kepada orang yang menyadari kapasitas dirinya.

Kalimat terakhir kami tak lain adalah segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.

Doha, 14 Jumadilawal 1426 H / 12 Juni 2005 M

Dari hamba yang fakir kepada ampunan Tuhannya

Yusuf Qardhawi***

Pusta

ka S

yiah

Page 226: Syiah Pustaka

226 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Syekh Ahmad Kuftaro

Mantan Mufti Besar Republik Arab Suriah

Dengan Nama Allah Maha Pengasih Maha Penyayang

Para ulama bidang akidah Islam telah membuat ketentuan mengenai hal-hal yang menyebabkan seseorang menjadi kafir, yaitu bahwa penyebab kekafiran ini ada yang bersangkutan dengan masalah ketuhanan seperti pengingkaran adanya Sang Maha Pencipta atau pengingkaran terhadap enam rukun iman seperti pengingkaran terhadap kenabian dan risalah, dan ada pula yang bersangkutan dengan hukum-hukum syariat yang sudah diketahui sebagai hal-hal yang solid dan pasti dalam Islam berdasar dalil-dalil qath’i seperti pengingkaran terhadap lima rukun Islam, atau pengingkaran terhadap keharaman praktik zina dengan syarat dia mengetahui bahwa keyakinannya itu dapat menyebabkan dia menjadi kafir lalu dia tetap bersikeras pada keyakinannya itu. Jadi, jika seorang muslim melakukan salah satu tindakan tersebut, dia harus diminta bertobat dan diberi waktu untuk bertobat dengan meninggalkan keyakinannya itu. Jika tidak bertobat, dia adalah seorang murtad.

Pusta

ka S

yiah

Page 227: Syiah Pustaka

227Pelangi Islam

Adapun perkataan yang menyebabkan kekafiran seperti penghujatan terhadap Allah Swt atau terhadap agama, ataupun perbuatan yang juga menunjukkan kekafiran dari segi akidah seperti pencabikan kitab suci atau sujud kepada berhala, semua ini memang menyebabkan kekafiran apabila dilakukan dengan sengaja dan penuh kesadaran tanpa ada paksaan dari pihak lain. Sedangkan apabila dilakukan karena terpaksa maka perbuatan itu tidak menyebabkan kekafiran, sebagaimana pernah terjadi pada Ammar bin Yasir ra ketika dia mengucapkan pernyataan-pernyataan berbau kufur karena terpaksa sehingga Allah Swt menurunkan ayat suci, Kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman.114

Dengan demikian, kekafiran seseorang pada dasarnya ditentukan oleh faktor keyakinan, sedangkan perkataan dan tindakan hanyalah pertanda dan ekspresi dari apa yang menjadi keyakinan seseorang.

Atas dasar ini, tidak dibenarkan mengafirkan ahli kiblat ketika sudah mengucapkan dua kalimat syahadat. Dengan mengucapkan dua kalimat syahadat maka harta dan jiwanya harus dijaga. Dalam sebuah peperangan, ketika Usamah bin Zaid membunuh seorang musyrik yang sudah mengucapkan dua kalimat syahadat dan peristiwa ini kemudian diketahui oleh Rasulullah saw, beliau berkata kepada Usamah, “Apakah dia sudah mengucapkan kalimat tiada tuhan selain Allah lalu kamu membunuhnya?!” Usamah menjawab, “Dia mengucapkan demikian hanya karena takut terhadap senjata.” Beliau bersabda,

114 QS. al-Nahl [16]: 106.

Pusta

ka S

yiah

Page 228: Syiah Pustaka

228 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

“Mengapa kamu tidak membedah hatinya saja supaya kamu mengetahui apakah hatinya juga berkata demikian atau tidak?!”115

Para ulama mengatakan bahwa seandainya seseorang mengucapkan suatu kalimat yang 99% konotasinya berbau kekafiran, sedangkan 1% konotasinya berbau keimanan, maka yang harus kita terima darinya adalah keimanan itu sedangkan apa yang dapat menyebabkannya menjadi kafir harus kita abaikan.

Fatwa Lain Syekh Ahmad Kuftaro:

Bolehkah bersikap lancang terhadap mazhab-mazhab lain seperti Zaidiyah, Ja`fariyah dan Ibadhiyah, dan apakah mereka itu bagian dari umat Islam?

Membatasi fikih hanya pada al-Quran dan sunah saja adalah membatasi hak Islam dan pantauannya terhadap urusan manusia muslim, membatasi tujuan dan jangkauan terhadap urusan kehidupan dan dinamika kebutuhan manusia. Padahal, di mana ada maslahat maka di situ ada wajah Allah. Walaupun terdapat perbedaan pendapat di bidang furu’ fikih namun perbedaan itu tetap berorientasikan prinsip dan ketentuan. Di samping itu, perbedaan pendapat para fakih itu tak lain juga demi memudahkan manusia, membebaskannya dari kesulitan dan mendatangkan rahmat baginya. Karena itu, seorang muslim boleh bertaklid pada mazhab apa pun kendati meniscayakan kombinasi taklid di saat darurat, urgen

115 Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya,BabImanno.96.

Pusta

ka S

yiah

Page 229: Syiah Pustaka

229Pelangi Islam

dan uzur. Hal itu diperbolehkan menurut mazhab Maliki dan sebagian kalangan yang bermazhab Hanafi, sebagaimana juga diperbolehkan mengambil yang termudah di antara sekian mazhab yang ada atau mengikuti mana yang memberikan kelonggaran apabila kelonggaran itu sangat dibutuhkan dan demi mendapatkan maslahat, karena agama Allah adalah agama yang mudah dan bukan agama yang menyulitkan. Allah Swt berfirman, Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.116”117

Atas dasar ini kita memandang Zaidiyah sebagai bagian yang tak terpisahkan dari mazhab-mazhab Islam, khususnya jika ditinjau dari kitab induk mereka, al-Bahr al-Zakhkhar al-Jami’ li Mazdahib al-Ulama’ al-Amshar karya Imam Yahya bin Murtadha yang merupakan ensiklopedia fikih perbandingan yang juga memuat sebuah pandangan fikih yang tidak jauh berbeda dengan fikih Ahlusunnah. Hal-hal yang berbeda di dalamnya pun merupakan sesuatu yang diketahui dan terbatas seperti bahwa mengusapkan air pada sepatu (dalam berwudu) adalah sesuatu yang tidak syar’i, haramnya hewan sembelihan nonmuslim dan berbagai masalah furu’ lain yang sepele.

Perbedaan demikian juga kecil dalam mazhab Imamiyah yang merupakan mazhab terdekat dengan mazhab Syafi’i. Dalam berbagai persoalan yang masyhur, fikih Imamiyah tidak berbeda dengan fikih Ahlusunnah kecuali pada sekitar 17 masalah. Perbedaan juga kecil pada Ibadhiyah yang notabene mazhab yang terdekat pandangan dan pendapatnya

116 QS. Al-Baqarah [2]: 185.117 Mausu’at al-Fiqh al-Islāmi wa Adillatuhu, 1/10.

Pusta

ka S

yiah

Page 230: Syiah Pustaka

230 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

dengan kalangan mayoritas umat Islam, dan referensi fikih merekapun juga al-Quran, sunah, ijmak dan qiyas.

Dengan demikian kita tidak perlu heran menyaksikan adanya perbedaan para fakih di bidang furu’, karena agama, syariat dan kebenaran adalah satu, dan sumbernya juga satu, yaitu wahyu Ilahi. Tidak pernah terbetik kabar bahwa perbedaan mazhab fikih telah menyebabkan konflik bersenjata antarmazhab. Ini karena perbedaan mereka adalah perbedaan yang bersifat parsial dalam ijtihad fikih secara ilmiah dan beradab, dan fakih yang berijtihadpun mendapatkan pahala. Dalam sebuah hadis yang disepakati kesahihannya Rasulullah saw bersabda,

“Jika seorang hakim berijtihad lalu benar maka dia mendapat dua pahala, sedangkan jika ijtihadnya salah maka dia mendapat satu pahala.”

Dengan demikian, kita tidak boleh berbicara di luar konteks tersebut tentang mazhab-mazhab lain di luar empat mazhab Ahlusunnah, karena mazhab-mazhab itu adalah bagian dari Islam dan hukum-hukum fikihnya pun terhormat dan terjaga.

Keberanian Berfatwa

Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Orang yang paling berani berfatwa di antara kalian adalah orang yang paling berani terhadap api neraka.” Hadis ini dimuat

Pusta

ka S

yiah

Page 231: Syiah Pustaka

231Pelangi Islam

dalam Sunan al-Darimi dan termasuk hadis mursal Ubaidillah bin Abi Ja`far.

Tentang para sahabat ra, Nawawi berkata, “Tidak ada di antara mereka berberbicara suatu pembicaraan kecuali berharap ada saudaranya yang dapat mencukupi pengetahuannya dan tidak meminta fatwa kecuali berharap ada saudaranya yang mencukupinya dalam fatwa.”

Disebutkan bahwa Sufyan bin Uyainah dan Sahnun bin Said berkata, “Orang yang paling berani berfatwa adalah orang yang paling sedikit ilmunya.”

Fatwa tanpa bekal pengetahuan yang cukup adalah perbuatan haram karena tindakan demikian mengandung kedustaan atas nama Allah Swt dan Rasul-Nya serta praktik penyesatan masyarakat dalam ibadah mereka kepada Allah Swt. Dan, inilah yang menyebabkan fatwa tanpa didukung pengetahuan yang memadai terhitung sebagai dosa besar dan merupakan perwujudan dari firman Allah Swt,

Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.”118

Juga merupakan perwujudan dari apa yang diwanti Nabi saw dalam sabdanya yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim sebagai berikut.

118 QS. al-A’raf [7]: 33.

Pusta

ka S

yiah

Page 232: Syiah Pustaka

232 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

“Sesungguhnya Allah menjaga ilmu bukan dengan cara mencabutnya dari dada orang-orang, melainkan menjaganya dengan menjaga para ulama. Seandainya ulama sudah tidak ada lagi niscaya masyarakat akan menjadikan orang-orang bodoh sebagai pemimpin, lalu masyarakat bertanya kepada mereka dan merekapun berfatwa tanpa bekal ilmu sehingga mereka sesat dan menyesatkan.”

Fatwa Lain Syekh Ahmad Kuftaro:

Bolehkah mengafirkan para penganut akidah Asy’ariyah dan sufisme?

Sebagai jawaban dasar, tidak boleh mengafirkan siapa pun yang tergolong ahli kiblat.

Mengenai kalangan Asy’ariyah, mereka adalah penganut mazhab akidah yang moderat yang jauh dari subjektivitas. Faham Asy’ariyah didukung oleh banyak ulama besar seperti Abu Bakar al-Baqilani dan Imam Haramain al-Juwaini, dan merekalah yang menyebut mazhab Asy’ari sebagai mazhab Ahlusunnah wal Jamaah. Karena itu para ulama umat Islam di masa lalu maupun masa sekarang menganggap mazhab Asy’ari sebagai mazhab yang benar dan tidak mengandung unsur yang bertentangan dengan kitab suci dan sunah serta ijmak umat Islam. Atas dasar ini pula tidak boleh mengafirkan

Pusta

ka S

yiah

Page 233: Syiah Pustaka

233Pelangi Islam

pengikut mazhab Asy’ari, khususnya. Sesungguhnya prinsip-prinsip keimanan mereka sudah kokoh dan kami tidak menemukan di antara mereka ada orang yang menakwilkan sesuatu yang menjurus pada penyekutuan Allah—semoga Allah tidak memberi mereka daya untuk berbuat demikian. Dengan demikian, tidak boleh mengafirkan mereka.

Mengenai sufisme, mereka adalah orang-orang yang membawa panji tarbiah rohani untuk penyucian jiwa dan pembersihan hati agar seorang muslim menjadi hakikat yang satu lahir dan batin. Jika ada orang yang berpendapat kritis terhadap tasawuf, ini disebabkan tasawuf umumnya menyerukan pendorongan jiwa manusia kepada aktivitas kerohanian dan pengabaian terhadap materi, menyerukan pengutamaan jauhar (substansi) dan pengabaian terhadap aradh (aksiden). Inilah yang menyebabkan sebagian orang bersikap sentimen terhadap jamaah tasawuf. Walaupun mereka adalah yang berkecimpung dalam tauhid dan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya. Jadi, bagaimana mungkin kita dapat mengingkari tawajuh rohani itu sedangkan para tokoh besar Islam seperti Imam Ghazali, Qusyairi, Bustami, Muhasibi dan tokoh-tokoh sesudah mereka yaitu Hasan Basri dan Junaid Baghdadi adalah orang-orang yang tersohor sebagai kalangan yang benar keyakinan dan jiwanya?

Kami mendapati sufisme sebagai bagian dari ajaran sunah, walaupun banyak orang mengira telah terjadi perselisihan hebat antara para ahli sufi dan ahli fikih. Tapi pada kenyataannya, tuduhan dan perselisihan itu mengarah pada kalangan sufi yang berlebihan dan ekstrem (ghuluw). Kami pun tidak memungkiri adanya problem ghuluw pada

Pusta

ka S

yiah

Page 234: Syiah Pustaka

234 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

sebagian penganut mazhab-mazhab yang ada, baik mazhab pemikiran maupun yang lain.

Dengan demikian, sufisme adalah salah satu ajaran mujahadah Islam. Jika seseorang dapat terbebas dari ekstremisme yang terjadi pada pemikiran orang yang mengamalkannnya, maka itu merupakan satu puncak prestasi kebersihan rohani yang diperlukan oleh setiap jiwa yang beriman.

Allah Swt berfirman,

Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.119

***

119 QS.al-Jumu’ah[62]:2.

Pusta

ka S

yiah

Page 235: Syiah Pustaka

235Pelangi Islam

Syekh Dr. Muhammad Habib bin Khaujah

Sekjen Akademi Fikih Islam Internasional

Dengan Nama Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Segala puji bagi Allah. Salawat dan salam atas junjungan kita Rasulullah, Muhammad serta keluarga, para sahabat dan para pengikutnya. Selanjutnya:

Beberapa pertanyaan dari Lembaga Alulbait lil Fikr al-Islami serta jawabannya; pertanyaan pertama dan kedua saling melengkapi.

1. Bolehkah kita memandang mazhab-mazhab Islam non-Sunni sebagai bagian dari Islam sejati?

2. Bagaimanakah batasan pengafiran di masa sekarang?

a. Bolehkah mengafirkan salah satu pendiri mazhab taklid?

b. Bolehkah mengafirkan pengikut aliran sufi sejati?

Satu di antara dua pertanyaan ini telah menyebabkan polemik dan perpecahan di tengah umat Islam.

Umat Islam adalah umat yang satu dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kitab suci mereka adalah al-Quran,

Pusta

ka S

yiah

Page 236: Syiah Pustaka

236 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

kiblat mereka satu, dan pokok agama mereka ada lima: syahadat, salat, zakat, puasa dan haji. Barangsiapa menerima pokok-pokok ini dan konsisten pada semuanya, maka dia apa pun mazhabnya adalah seorang mukmin. Mazhab-mazhab yang ada tak lain adalah [buah] ijtihad dalam memahami nas kitab suci dan sunah yang merupakan sumber-sumber agama ini. Walaupun, dalam hal ini, mereka berbeda jalur atau para imamnya berbeda dalam tafsir dan takwil, prinsip dan kaidah serta penentuan pendapat dalam sejumlah persoalan.

Tentang hakikat ini Allah Swt berfirman,

Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.120

Inilah pokok-pokok keimanan. Seseorang tidak akan menjadi mukmin kecuali jika dia mengakui adanya Sang Maha Pencipta dan pengutusan rasul terakhir serta beriman kepada al-Quran dan kitab-kitab yang turun sebelumnya. Sedangkan kekafiran ialah apa yang telah dijelaskan pada ayat tersebut mulai dari firman Allah, Barangsiapa yang kafir kepada Allah,...

Adapun beberapa perbuatan lain yang disifati sebagai kufur oleh para mutakallim dan fakih maka itu hanya sebatas metafora (majazi) yang dasarnyapun juga nas-nas syariat yang menyatakan demikian sebagai bentuk penekanan agar

120 QS. al-Nisa’ [4]: 136.

Pusta

ka S

yiah

Page 237: Syiah Pustaka

237Pelangi Islam

umat jangan sampai terjerumus dalam maksiat dan dosa besar. Plus, juga sebagai penekanan atas keburukan perbuatan itu dan dampaknya yang fatal bagi keimanan karena dapat menjerumuskan pelakunya kepada pengingkaran terhadap kaidah-kaidah keimanan yang benar, yang diserukan Allah Swt dalam kitab suci-Nya, dan yang dijelaskan secara rinci oleh Rasulullah saw dalam sunahnya. Bukti atas klaim ini ialah apa yang disebutkan oleh Ibnu Qadamah berupa tarjih untuk tidak mengafirkan orang yang meninggalkan salat. Dia menyebutkan, “Inilah pandangan mayoritas fukaha: pandangan Abu Hanifah, Malik dan Syafi’i.” Dia berdalil dengan hadis-hadis muttafaq ‘alaih (yang telah disepakati kesahihannya) yang menyatakan haram api neraka bagi orang yang berkata “tiada tuhan selain Allah” dan bahwa orang yang mengucapkan kalimat ini akan keluar dari api neraka karena di hatinya masih ada kebaikan meski hanya seberat biji gandum. Dia juga berdalil dengan apa yang dilakukan oleh para sahabat dan ijmak umat Islam. Dia menjelaskan, “Kita tidak pernah melihat ada suatu zaman di mana jenazah orang yang meninggalkan salat tidak dimandikan, tidak disalati, tidak dimakamkan di tanah pemakaman umat Islam, dan tidak diberi hak ahli warisnya untuk mendapatkan warisan darinya, atau pasangan suami istri dipisahkan satu sama lain lantaran ada satu di antara keduanya yang sering meninggalkan salat. Padahal seandainya orang itu kafir sudah tentu semua hukum itu diterapkan padanya.”

Dalam al-Madarij Ibnu Qayyim menyatakan, “Kufur ada dua jenis: kufur besar dan kufur kecil. Kufur besar adalah kekafiran yang menyebabkan pelakunya kekal di neraka, sedangkan kufur kecil adalah kekafiran yang menyebabkan

Pusta

ka S

yiah

Page 238: Syiah Pustaka

238 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

pelakunya patut mendapat azab neraka namun tidak kekal di dalamnya.”

Asy’ariyah adalah mazhab yang paling dekat dengan Ahlusunnah dan mazhab inilah yang dianut oleh mayoritas umat Islam. Imam Abu Hasan Asy’ari gigih memerangi bidah dan telah mengarang kitab-kitab di bidang akidah. Dia termasuk orang yang gigih membela sunah dengan menambahkan dalil-dalil rasional (aqli) pada dalil-dalil tekstual (naqli) yang digunakan oleh Ahlusunnah. Sedangkan perbedaan antara Ahlusunnah dan Asy’ari mengenai sebagian sifat Allah Azza wa Jalla semuanya kembali kepada metode ijtihad masing-masing. Imam Asy’ari menghasilkan banyak karya tulis berbobot, termasuk al-Ibanah, al-Mujaz, dan al-Maqalat, yang berisikan tanggapan terhadap kaum ateis dan ahli bidah seperti Mu’tazilah, Rafidhah, Jahmiyah dan lain-lain.

Kalangan lain pun tidak didapat dituduh keluar dari umat Islam, walaupun berbeda metode ilmiahnya dalam akidah.

Mengenai kalangan sufi, ketahuilah bahwa orang-orang yang benar di antara mereka juga memiliki komitmen yang sama dengan umat Islam lainnya. Memang ada sebagian dari mereka yang berbuat bidah dalam agama dan menjalankan apa yang tidak diperkenankan oleh Allah Swt, dan banyak kalangan Ahlusunnah yang gerah terhadap cara-cara mereka.

Pertanyaan ketiga:

Siapakah yang boleh dianggap sebagai mufti dalam Islam? Bagaimana syarat-syarat utama yang harus dipenuhi seseorang agar layak berfatwa dan membimbing masyarakat

Pusta

ka S

yiah

Page 239: Syiah Pustaka

239Pelangi Islam

kepada hukum-hukum syariat serta menjelaskannya kepada masyarakat?

Mufti adalah orang yang berkompeten memahami berbagai realitas dan mengetahui hukum syariatnya berdasar dalil tanpa banyak kesulitan karena telah menghafal banyak hukum fikih.

Kedudukan seorang mufti sangatlah tinggi dan penting selaku pewaris ilmu Nabi saw dan mendapat pengesahan dari Allah Tuhan semesta alam yang menjelaskan hukum-hukum-Nya dan menerapkannya pada perbuatan manusia, karena mereka tergolong sebagai “ahli zikir” yang harus dijadikan rujukan sebagaimana diperintahkan Allah Swt dalam firman-Nya, Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.121

Karena kedudukan mufti sedemikian tinggi dan agung, para ulama menerapkan syarat-syarat serta tata krama mujtahid yang harus dipenuhi oleh seseorang agar layak mengeluarkan fatwa, antara lain sebagai berikut.

Pertama, beragama Islam, mukalaf (telah dikenai beban kewajiban agama), adil, jujur, terpercaya, warak, bertakwa, tidak berbuat bidah dalam agama, bersih dari unsur-unsur kefasikan, dan berlatar belakang baik, karena orang yang tidak demikian maka kata-katanya tidak layak dipercaya dan berita yang berasal dari orang fasik tidak dapat diterima.

Kedua, tidak meremehkan urusan fatwa. Karena jika dia memandangnya remeh, maka dia tidak boleh diminta berfatwa mengingat salah satu kewajiban mufti ialah tidak

121 QS. al-Nahl [16]: 43.

Pusta

ka S

yiah

Page 240: Syiah Pustaka

240 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

boleh merasa puas dengan pendapatnya kecuali setelah materinya sudah terpenuhi dari segi teori dan kajian. Dalam Sunan al-Darimi terdapat hadis marfu’ bahwa Rasulullah saw bersabda,

“Orang yang paling berani berfatwa di antara kalian adalah orang yang paling berani terhadap api neraka.”

Ketiga, berjiwa cerdas, berpikiran sehat dan solid, berkata lugas dan jelas, benar dalam bertindak dan beristimbat, serta berwawasan luas terhadap berbagai realitas kehidupan.

Keempat, mengerti bahasa Arab, menguasai materi dan menjangkau rujukan-rujukan yang menunjangnya untuk dapat memahami apa yang maksudkan dalam firman Allah dan sabda Rasulullah saw. Bahasa Arab merupakan alat untuk memahami syariat.

Kelima, memiliki pemahaman yang memadai terhadap kitab Allah Swt agar hukum-hukum yang terkandung di dalamnya terlihat jelas baginya, yang muhkam maupun yang mutasyabih, yang umum maupun yang khusus, yang bersifat bersifat global dan perlu ditafsirkan, serta yang nasikh dan yang mansukh.

Keenam, memahami sunah Rasulullah saw berupa sabda dan perbuatan beliau dengan semua jalur hadisnya yang mutawatir, ahad, sahih dan fasad serta status para perawinya dalam ta’dil dan tajrih.122

122 Ta’dil adalah penilaian mengenai integritas atau keadilan perawi, sedangkan tajrih adalah penilaian mengenai disintegritas atau ketidakadilanperawi—penerj.

Pusta

ka S

yiah

Page 241: Syiah Pustaka

241Pelangi Islam

Ketujuh, mengenal mazhab-mazhab fikih para ulama terdahulu berkenaan dengan apa saja yang mereka sepakati dan apa saja yang mereka perselisihkan agar dia mengikuti hukum-hukum yang telah ditetapkan dalam arti tidak mengeluarkan fatwa yang berlawanan dengan apa yang sudah mereka sepakati, dan berijtihad mengenai apa yang mereka perselisihkan.

Kedelapan, memahami qiyas, sebab-sebab hukum dan ijtihad agar dia dapat mengembalikan yang cabang atau sekunder kepada yang pokok atau primer dan menemukan jalan untuk mengetahui hukum-hukum yang telah diturunkan.

Kesembilan, menerapkan tata krama yang telah digariskan para fakih bagi orang yang terlibat dalam pengeluaran fatwa, antara lain sebagai berikut.

-Tidak berfatwa dalam keadaan marah, takut, lapar, kalut atau membela pihak yang keji agar dia tidak keluar dari posisi moderat dan solid, dan supaya dia mencari hukum yang semata-mata demi keridaan Allah Swt dan di hadapannya senantiasa terpampang firman Allah, Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.123

-Tidak berfatwa karena motivasi yang haram atau makruh atau demi mendapatkan interes dan menangkap hal-hal yang memberatkan. Tidak pilih kasih sehingga 123 QS. al-Ma’idah [5]: 49.

Pusta

ka S

yiah

Page 242: Syiah Pustaka

242 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

mengeluarkan fatwa yang longgar bagi orang yang hendak dia manfaatkan.

-Harus ada rasa takut dalam berfatwa sehingga tidak

melakukannya kecuali jika sudah sangat jelas baginya, dan

jika belum demikian, dia harus mencari dan terus mencari

bukti yang kuat sehingga dia mendapat jawaban yang jelas.

Jika jawaban tidak jelas baginya namun dia berani berfatwa,

maka dia telah berfatwa tanpa dasar ilmu, sedangkan berfatwa

tanpa dasar ilmu adalah kedustaan atas Allah dan Rasul-

Nya sehingga tergolong sebagai dosa besar, sebagaimana

disebutkan dalam firman Allah Swt,

Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan

yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan

perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang

benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan

sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan

(mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang

tidak kamu ketahui.”124

Karena itu banyak dikisahkan tentang orang-orang saleh terdahulu bahwa jika salah seorang di antara mereka ditanya suatu hal yang tidak dia ketahui maka dia memilih berkata, “Aku tidak tahu.”

Dapat ditambahkan lagi beberapa sifat lain sebagai berikut.

-Harus mempelajari fikih secara luas dan mendalam, bersifat moderat, terlatih memahami berbagai persoalan fikih

124 QS. al-A’raf [7]: 33.

Pusta

ka S

yiah

Page 243: Syiah Pustaka

243Pelangi Islam

yang tertera dalam berbagai kitab fikih, dan sangat matang dalam mempelajari berbagai rincian persoalan fikih.

-Mengetahui dengan baik sebagian besar fatwa dan hukum yang telah ada berkenaan dengan tema fatwa, bersandar pada kitab-kitab yang ditulis para peneliti dan mufti, serta mengambil hukum yang menurutnya paling kuat dengan berbagai syarat yang berlaku dalam ijtihad fikih dan berdasarkan dalil serta tidak mengambil pendapat-pendapat yang lemah, tidak muktabar, atau pendapat yang langka (syadz).

-Mengindahkan tujuan-tujuan syariat, kaidah-kaidah

fikih, dan perbedaan-perbedaan yang ada dalam berbagai

persoalan yang detail, sebagaimana dia juga harus memahami

esensi persoalan.

-Memahami kandungan kitab-kitab yang menjadi

sandaran dalam berbagai mazhab fikih beserta istilah-

istilah teknis yang ada di dalamnya karena istilah-istilah itu

merupakan kunci untuk memahami teks-teks fikih.

-Memiliki komitmen yang tinggi pada ketentuan ini dan

menerapkannya dalam berjalan di atas manhaj ilahiah dan

melindungi orang-orang yang beriman dari hal-hal yang

memberatkan dan dari kekeliruan yang lazim terjadi pada

orang-orang yang bukan mufti yang mumpuni, dan inilah

yang tujuan utama dari semua syarat yang ada tersebut.

Kami memohon kepada Allah Swt agar melimpahkan

taufik-Nya dalam masalah ini serta petunjuk ke jalan yang

lurus. Semoga Allah mencurahkan salawat dan salam

Pusta

ka S

yiah

Page 244: Syiah Pustaka

244 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

atas junjungan kita Muhammad serta keluarga dan para sahabatnya.

Dr. Muhammad al-Habib bin al-Khaujah

Sekretaris Jenderal Akademi Fikih Islam Internasional***

Pusta

ka S

yiah

Page 245: Syiah Pustaka

245Pelangi Islam

Syekh Said Abdul Hafid al-Hijjawi

Mufti Besar Kerajaan Hasyimiyah Yordania

Dengan Nama Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Pertanyaan Pertama:

Bolehkah kita menganggap mazhab-mazhab non-Sunni sebagai bagian dari Islam hakiki? Dengan kata lain, apakah boleh kita memandang orang yang menganut dan mengamalkan ajaran mazhab manapun di antara mazhab-mazhab Islam yang ada, yaitu empat mazhab Sunni serta mazhab Zhahiriyah, mazhab Ja`fariyah, mazhab Zaidiyah dan mazhab Ibadhiyah sebagai muslim?

Jawaban:

Segala puji bagi Allah. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad al-Amin serta keluarga dan seluruh sahabatnya.

Selanjutnya, Islam adalah agama yang diridai Allah dan dibawa oleh penutup para nabi, yaitu junjungan kita Muhammad saw sebagai risalah bagi seluruh umat manusia

Pusta

ka S

yiah

Page 246: Syiah Pustaka

246 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

di seluruh muka bumi hingga hari kiamat agar orang yang mengikuti beliau mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat, dan celakalah orang yang mengabaikan agama ini. Allah Swt berfirman,

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya.125

Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam.126

Islam berdiri di atas lima rukun. Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra bahwa Rasulullah saw bersabda:

“Islam didirikan di atas lima perkara, yaitu kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad saw adalah utusan Allah, mendirikan salat, memberikan zakat, melaksanakan haji ke Baitullah dan menunaikan puasa Ramadan.”

Kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah adalah pengakuan atas tauhid, sedangkan kesaksian bahwa Muhammad adalah utusan Allah adalah pengakuan atas risalah. Kenabian adalah untuk pengukuhan berdasar pendengaran atas keimanan kepada Allah, para malaikat,

125 QS.AliImran[3]:85126 QS.AliImran[3]:19.

Pusta

ka S

yiah

Page 247: Syiah Pustaka

247Pelangi Islam

kitab-kitab suci, para rasul, hari kiamat dan takdir baik dan buruk.

Diriwayatkan bahwa Umar bin Khaththab ra berkata:

“Suatu hari ketika kami berada di sisi Rasulullah saw

tiba-tiba datang seorang pria berpakaian putih sekali

dengan rambut hitam pekat, tidak tampak padanya

bekas perjalanan jauh dan tak seorangpun di antara

kita yang mengenalnya. Dia kemudian duduk di

dekat beliau sambil menyandarkan kedua lututnya

dengan kedua lutut beliau dan meletak kedua telapak

tangannya di atas kedua paha beliau lalu berkata, ‘Hai

Muhammad, beritahu aku tentang Islam!’

Pusta

ka S

yiah

Page 248: Syiah Pustaka

248 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

“Rasulullah saw menjawab, ‘Islam adalah hendaklah engkau bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat, memberi zakat, menunaikan puasa Ramadan, dan melaksanakan haji ke Baitullah jika engkau mampu melakukan perjalanan ke sana.’

Dia berkata, ‘Engkau benar.’

“Kami semua heran kepadanya karena dia bertanya kepada beliau lalu membenarkannya. Kemudian ia berkata, ’Beritahu aku tentang iman’.

“Beliau menjawab, ‘Hendaklah engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, Hari Kemudian, dan hendaklah engkau beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk.’

Dia berkata, ‘Engkau benar.’ .....

“Kemudian orang tersebut pergi dan sayapun terdiam beberapa lama, lalu beliau bertanya, ’Wahai Umar, tahukah engkau siapa yang bertanya tadi?’ Aku menjawab, ‘Allah dan Rasul- Nya lebih mengetahui.’ Beliau berkata, ‘Dia adalah Jibril yang telah datang kepadamu untuk mengajarkan agamamu kepadamu.’”

Rasulullah saw telah menentukan batasan siapakah seorang muslim setelah menentukan batasan-batasan ajaran Islam. Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah saw bersabda,

Pusta

ka S

yiah

Page 249: Syiah Pustaka

249Pelangi Islam

“Barangsiapa mendirikan salat seperti salat kita, menghadap kiblat kita dan memakan hewan sembelihan kita maka dia adalah muslim. Baginya berlaku hak dan kewajiban yang sama dengan muslim lainnya.”

Penggunaan nama Ahlusunnah wal Jamaah dimulai sejak awal era kekuasaan Abbasiyah. Dengan demikian, Islam ada lebih dulu, lebih luas lingkupnya dan tidak terbatas hanya pada satu mazhab melainkan mazhab itulah yang tercakup dalam keluasannya dan tergabung di bawah benderanya, sedangkan para pengikut hukum-hukumnya adalah para imam dan ulama terkemuka mazhab-mazhab Sunni, demikian pula mazhab-mazhab Zhahiriyah, Ja`fariyah dan Zaidiyah. Setiap imam adalah mujtahid mutlak yang diakui keimamannya oleh Ahlusunnah. Di antara para Imam Ahlulbait suci ialah Imam Zaid bin Ali ra yang kepada dialah mazhab Zaidiyah ternisbat. Begitu pula saudaranya, Imam Abu Ja`far Muhammad bin Ali al-Baqir ra dan putra Muhammad, Imam Ja`far Shadiq ra yang darinya Imam Malik ra menimba ilmu dan darinya pula Abu Hanifah membawakan riwayat dan kepada dialah mazhab Ja`fari ternisbat. Masing-masing imam memiliki metodenya sendiri dalam berijtihad.

Sebagian sahabat dan pengikut Zaid bin Ali, Imam Muhammad Baqir dan Imam Ja`far Shadiq, Imam Abu Hanifah, Imam Auza’i dan Imam Laits bin Sa’d pun telah berbeda pendapat satu sama lain. Demikian pula orang-orang setelah mereka. Imam Syafi’i berbeda pendapat dengan para pengikut Imam Malik dan Imam Abu Hanifah.

Pusta

ka S

yiah

Page 250: Syiah Pustaka

250 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Namun demikian, perbedaan itu bukanlah permusuhan dalam agama dan bukan pula perbedaan dalam keyakinan, melainkan perbedaan metode pemikiran dalam penafsiran dan penyimpulan nas, dan ini merupakan pemahaman yang hakiki terhadap makna-makna Islam. Karena itu, Umar bin Abdul Aziz ra berkata, “Perbedaan pendapat di tengah para sahabat Rasulullah saw bagiku lebih menyenangkan daripada unta yang terbaik, karena seandainya mereka satu pendapat maka masyarakat akan berkutat di ruang yang sempit.”

Setiap mujtahid mendapatkan pahala, walaupun ijtihadnya keliru, sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasulullah saw,

“Jika seorang hakim berijtihad lalu benar maka dia mendapat dua pahala, sedangkan jika ijtihadnya salah maka dia mendapat satu pahala.”

Disebutkan bahwa Ibnu Abbas ra, Atha’, Mujahid ra dan Malik bin Anas ra mengatakan, “Tidak seorangpun melainkan ada perkataannya yang diambil dan ditolak kecuali Rasulullah saw.” Hal yang sama juga dinyatakan oleh para imam mazhab. Abu Hanifah, misalnya, mengatakan, “Inilah pendapatku, dan inilah yang terbaik menurut pandanganku, dan jika ada pendapat orang lain yang lebih baik daripada pendapatku maka kami akan menerimanya.”

Imam Malik ra berkata, “Aku hanyalah manusia biasa yang bisa benar dan bisa pula salah, maka ukurlah

Pusta

ka S

yiah

Page 251: Syiah Pustaka

251Pelangi Islam

perkataanku dengan kitab dan sunah.” Imam Syafi’i ra berkata, “Jika ada hadis sahih yang berbeda dengan pendapatku, campakkanlah pendapatku ke dinding, dan jika engkau melihat ada hujah diletakkan di atas jalan, itulah pendapatku.” Dia juga mengatakan, “Pendapatku benar namun berkemungkinan salah, sedangkan pendapat orang lain salah namun berkemungkinan benar.”

Para Imam Ahlulbait menekankan komitmen pada prinsip serta berdialog dengan para imam lain, sebagaimana Imam Muhammad Baqir ra berdialog dengan Imam Abu Hanifah ra. Para pengikut mazhab Zaidiyah juga menghargai para tokoh terdahulu dari kalangan Ahlulbait, memanfaatkan pandangan berbagai mazhab lain dan tidak mengucilkan dirinya dari empat mazhab Ahlusunnah sehingga apa yang didapat pun bukanlah buih. Sebaliknya, sunah-sunah yang sahih di kalangan mayoritas juga mereka pandang sebagai sunah-sunah yang sahih. Kitab-kitab mereka menyebutkan pendapat-pendapat para ulama mujtahid dari kalangan mazhab-mazhab lain tanpa ada fanatisme terhadap satu pendapat atau mazhab tertentu.

Mazhab Ja`fariyah juga meyakini rukun-rukun iman, menjunjung tinggi rukun-rukun Islam, bertemu dengan mazhab-mazhab lain di sebagian besar masalah furu’. Para pemuka Ahlusunnah mendapat pengetahuan dari para Imam Syi’ah, dan para Imam Syi’ah juga mendapatkan pengetahuan dari para pemuka Ahlusunnah. Ini menunjukkan bahwa mereka adalah umat Islam yang satu.

Jika ternyata ada orang-orang tertentu yang berusaha mempertajam perselisihan, semua itu berkenaan dengan

Pusta

ka S

yiah

Page 252: Syiah Pustaka

252 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

perkara-perkara historis yang alangkah baiknya jika sekarang kita sudahi demi mewujudkan persatuan umat Islam dan memperkuat barisan mereka dalam menghadapi ancaman-ancaman dari luar. Alangkah baiknya jika kita memikirkan apa yang membawa maslahat bagi kita dan tidak lagi mengungkit masa lalu untuk saling mengusik dan bertikai. Alangkah baiknya jika kita menghargai orang-orang saleh terdahulu.

Allah Swt berfirman,

Itu adalah umat yang telah lalu; baginya apa yang diusahakannya dan bagimu apa yang kamu usahakan; dan kamu tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan.127

Dan orang-orang yang datang sesudah mereka, mereka berdoa, “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.”128

Mengenai mazhab Ibadhiyah, mereka adalah pengikut Abdullah bin Ibadh dan merupakan kelompok Khawarij yang paling moderat dan terdekat dengan umat Islam mayoritas. Mereka menyebut umat Islam yang berbeda pendapat dengan mereka sebagai kafir, namun kafir yang dimaksud bukanlah pengingkaran terhadap Allah melainkan pengingkaran terhadap nikmat dan merupakan kekurangan di sisi Allah.

127 QS. al-Baqarah [2]: 141.128 QS. al-Hasyr [59]: 10.

Pusta

ka S

yiah

Page 253: Syiah Pustaka

253Pelangi Islam

Mereka juga menyatakan bahwa darah lawan pendapat mereka adalah haram dan rumahnya pun adalah rumah tauhid dan Islam, kecuali markas militer penguasa, namun ini tidak mereka nyatakan secara terbuka. Secara internal mereka menyatakan bahwa rumah dan darah umat Islam yang menentang mereka adalah haram dan harta para lawan pendapat yang memerangi mereka pun tidak boleh dijadikan rampasan perang, kecuali kuda, senjata dan segala sesuatu yang dijadikan sebagai kekuatan dalam perang, sedang emas dan perak mereka kembalikan kepada pemiliknya. Fikih mereka dekat dengan fikih mazhab-mazhab Islam lainnya.

Alhasil, seorang muslim tidak boleh melontarkan tuduhan kafir terhadap saudaranya sesama muslim yang telah mengucapkan dua kalimat syahadat dan beribadah menghadap kiblat. Empat mazhab Sunni serta mazhab-mazhab Zhahiriyah, Ja`fariyah, Zaidiyah dan Ibadhiyah tergolong sebagai muslim. Dengan demikian, jelaslah syariat suci kita bagi mereka, dan Allah Maha Mengetahui segala yang tersembunyi.

Ibnu Abbas ra meriwayatkan bahwa Rasulullah saw pernah mengirim pasukan ekspedisi (sariyyah) yang melibatkan Miqdad. Ketika pasukan itu mendatangi suatu kaum mereka mendapati kaum itu kabur tercerai berai dan hanya tersisa seorang pria hartawan. Pria itu berkata, “Aku bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah.” Namun Miqdad membunuhnya sehingga Rasulullah saw berkata kepada Miqdad, “Bagaimana engkau kelak dengan kalimat ‘tiada tuhan selain Allah’?” Allah Swt kemudian menurunkan ayat suci, Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi

Pusta

ka S

yiah

Page 254: Syiah Pustaka

254 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

(berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan ‘salam’ kepadamu, “Engkau bukan seorang mukmin” (lalu engkau membunuhnya)129

Wallahu a’lam.

Pertanyaan Kedua:

Bagaimanakah ketentuan pengafiran pada masa kita sekarang? Apakah boleh seseorang mengafirkan para penganut mazhab apa pun di antara sekian mazhab Islam yang ditaklidi, atau mengafirkan orang yang menganut akidah Asy’ari? Kemudian, bolehkah mengafirkan para penganut sufi hakiki?

Jawaban:

Aksi pengafiran yang sekarang dilakukan oleh sebagian orang tidaklah mengenal batas dan ketentuan. Mereka melakukannya lebih karena sikap keras kepala dan kejumudan pikiran. Padahal yang benar tentu tidak demikian. Imam Abu Hanifah ra berkata, “Orang yang paling berilmu adalah orang yang paling mengetahui perselisihan yang ada di tengah manusia.” Aksi pengafiran bisa jadi juga karena hawa nafsu dan sikap sektarian atau juga karena reaksi yang kemudian berubah menjadi pertikaian yang membawa benih-benih keburukan menuju permusuhan dan aksi saling tuding hingga terjurumus pada aksi pengafiran. Allah Swt berfirman,

Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka. Sesungguhnya urusan

129 QS. al-Nisa’ [4]: 94.

Pusta

ka S

yiah

Page 255: Syiah Pustaka

255Pelangi Islam

mereka hanyalah terserah kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat 130

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa tentang ayat “Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya...” Rasulullah saw bersabda,

“Mereka adalah ahli bidah dan syubhat serta orang-orang yang sesat di antara umat ini.”

Diriwayatkan pula dari Umar bin Khaththab ra bahwa Rasulullah saw bersabda kepada Aisyah ra:

Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya dan mereka menjadi bergolongan adalah para pembuat bidah, pengikut hawa nafsu dan orang-orang yang sesat di antara umat ini. Wahai Aisyah, sesungguhnya bagi setiap orang yang berdosa ada tobatnya kecuali bagi orang-orang yang mengikuti hawa nafsu dan bidah. Aku berlepas diri dari mereka dan merekapun berlepas diri dariku.”

Ayat tersebut yang memberikan isyarat kepada Rasulullah saw bahwa beliau sama sekali tidak perlu menghukum

130 QS. al-An’am [6]: 159.

Pusta

ka S

yiah

Page 256: Syiah Pustaka

256 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

mereka melainkan hanya memberikan peringatan kepada mereka. Ali ra berkata, “Demi Allah, mereka bukan memecah belah agama melainkan meninggalkan agama.”

Abu Hurairah ra, Aisyah ra dan Abu Amamah ra dalam menakwilkan ayat “Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama-Nya” dan ayat “Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing)”131 menyatakan bahwa mereka adalah ahli kiblat yang mengikuti hawa nafsu dan bidah.

Pengafiran adalah tindakan berbahaya karena menjurus pada penghalalan darah dan harta benda sesama muslim, penistaan terhadap kehormatannya di dunia dan berakibat pula pada keadaan pelakunya di akhirat, yaitu kekekalannya di neraka. Karena itu, praktik pengafiran sedapat mungkin harus dihindari. Adalah salah besar ketika menghalalkan darah dan harta benda orang-orang yang mendirikan salat menghadap kiblat dan bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Bersalah membiarkan seribu kafir lebih ringan daripada bersalah menumpahkan darah satu orang muslim. Rasulullah saw bersabda,

“Aku diperintah supaya memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan beriman kepadaku serta kepada apa yang aku bawa.

131 QS. al-Mu’minun [23]: 53.

Pusta

ka S

yiah

Page 257: Syiah Pustaka

257Pelangi Islam

Jika mereka berbuat demikian, darah dan harta mereka terlindung dariku kecuali dengan alasan yang benar, dan kelak perhitungan atas mereka terserah kepada Allah.”

Imam Thahawi ra menegaskan, “Kami pantang menuduh seorang ahli kiblat sebagai kafir karena dia telah berbuat dosa selagi dia tidak menghalalkan dosa, dan kami juga tidak mengatakan bahwa dosa tidaklah berbahaya selagi pelaku beriman.”

Kalimat “selagi dia tidak menghalalkan dosa” merupakan penjelasan akidah Ahlusunnah berkenaan dengan kaum Khawarij yang mengafirkan setiap orang yang berbuat dosa, sedangkan kalimat “dan kami juga tidak mengatakan bahwa dosa tidaklah berbahaya selagi pelakunya beriman” adalah tanggapan atas kaum Murji’ah yang mengatakan, “Dosa berbahaya bagi pelakunya meskipun dia beriman, sebagaimana ketaatan akan sia-sia selagi pelakunya masih kafir.” Sebagaimana disebutkan Allamah Shadruddin Ali bin Ali bin Muhammad bin Abi al-Iz al-Hanafi dalam Syarah al-Thahawiyyah, syubhat mereka telah menerpa sebagian kalangan terdahulu sehingga para sahabat akhirnya sepakat untuk memerangi mereka selagi mereka enggan bertobat dari pandangan tersebut.

Alkisah, Qadamah bin Madh’un meminum khamar padahal khamar saat itu sudah diharamkan. Saat itu juga ada suatu kalangan yang menakwil firman Allah,

Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka

Pusta

ka S

yiah

Page 258: Syiah Pustaka

258 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh.132

Ketika kasus ini dilaporkan kepada Umar bin Khaththab ra, dia dan Ali bin Abi Thalib ra serta para sahabat lainnya sepakat bahwa jika kalangan itu mengakui keharaman khamar maka mereka harus dikenai hukuman cambuk, sedangkan jika mereka bersikukuh bahwa khamar halal maka mereka harus diperangi. Umar ra berkata kepada Qadamah, “Engkau keliru dan menyimpang. Jika engkau bertakwa, beriman dan beramal saleh, niscaya engkau tidak akan menenggak khamar.”

Ayat ini berbunyi demikian karena ketika Allah Swt mengharamkan khamar, yaitu pada kesempatan pasca-Perang Uhud, ada sebagian sahabat ra yang bertanya, “Bagaimana dengan orang-orang yang telah mati sedangkan mereka pernah menenggak khamar?” Allah Swt lantas menurunkan ayat ini sebagai penjelasan bahwa tidaklah berdosa orang-orang yang mengonsumsi sesuatu ketika sesuatu itu belum diharamkan asalkan mereka beriman dan beramal saleh. Ini sama halnya dengan perintah supaya menghadap ke Baitulmaqdis (dalam salat), kemudian orang-orang yang telah berbuat demikian menyesal, merasa telah bersalah, dan kemudian berputus asa dari tobat. Umar ra lantas menyurati Qadamah berisikan pernyataan sebagai berikut.

Haa Miim. Diturunkan Kitab ini (al-Quran) dari Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui. Yang Mengampuni dosa dan Menerima tobat lagi keras hukuman-Nya. Yang mempunyai karunia. Tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia.

132 QS. al-Ma’idah [5]: 93.

Pusta

ka S

yiah

Page 259: Syiah Pustaka

259Pelangi Islam

Hanya kepada-Nyalah kembali (semua makhluk). 133 Aku tidak mengerti mana dosamu yang terbesar antara kamu menghalalkan apa yang telah diharamkan dan kamu berputus asa dari rahmat Allah?”

Demikianlah apa yang telah disepakati oleh para sahabat ra. Ini juga disepakati oleh para imam umat Islam. Imam Thahawi ra berkata, “Seorang hamba tidak akan keluar dari keimanan kecuali jika dia memasukkan keingkaran ke dalamnya.” Pernyataan ini merupakan penegasan atas pernyataannya, “Kami pantang menuduh seorang ahli kiblat sebagai kafir karena dia telah berbuat dosa selagi dia tidak menghalalkan dosa.”

Imam Ali bin Abi Thalib ra tidak memandang pelanggaran baiat yang dilakukan oleh kaum Khawarij sebagai sesuatu yang berkaitan dengan keimanan mereka. Beliau tidak lantas menyatakan bahwa mereka telah kafir, melainkan berkata kepada mereka, “Kalimat hak yang dimaksudkan untuk kebatilan.” Beliau juga berkata kepada mereka, “Kalian berhak atas kami dalam tiga hal: kami tidak melarang kalian memasuki masjid-masjid dan menyebutkan nama Allah di dalamnya, kami tidak memulai peperangan terhadap kalian, dan kami tidak mencegah kalian mencari nafkah selagi tangan kalian masih bersama kami.” Beliau memperlakukan mereka sebagai orang Islam.

Imam Abu Hasan Asy’ari ra menyebutkan bahwa umat Islam berselisih sepeninggal Rasulullah saw mengenai berbagai persoalan yang di dalamnya mereka saling menuduh sesat dan saling berlepas diri sehingga terpecahlah mereka 133 QS. al-Mu’minun [40]: 1-3.

Pusta

ka S

yiah

Page 260: Syiah Pustaka

260 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

menjadi golongan-golongan yang bertentangan satu sama lain, namun demikian tetap dipertemukan oleh Islam.

Banyak ulama sejati yang pantang mengafirkan seorang muslim selagi masih ada kemungkinan untuk mengindahkan pantangan ini. Ibnu Abi Najim, salah satu fakih besar mazhab Hanafi telah menarik banyak fatwanya tentang pengafiran serta mengingatkan bahwa jika ada 99 alasan untuk pengafiran kemudian ada satu alasan untuk menghindari pengafiran, maka dia lebih mengutamakan yang satu daripada yang 99. Jika sudah demikian, lantas apakah patut seseorang berani mengafirkan orang Islam tanpa hujah dan dalil syar’i?

Mengenai orang yang mengikuti akidah Asy’ari atau mengamalkan tarekat sufi hakiki, Imam Muhammad Abduh ra mengatakan bahwa para sufi, para filsuf Islam dan para teolog Asy’ari adalah orang-orang yang cermat dalam menerapkan apa yang berasal dari Nabi saw dan para sahabat ra.

Mengenai mazhab Asy’ari yang merupakan salah satu aliran Ahlusunnah wal Jamaah, Imam Asfaraini al-Hambali dalam kitabnya, Lawami’ al-Anwar, menyebutkan bahwa pada Ahlusunnah wal Jamaah terdapat tiga golongan: al-Atsariyah yang imamnya adalah Ahmad bin Hambal ra, Asy’ariyah yang imamnya adalah Abu Hasan Asy’ari, dan Maturidiyah yang imamnya adalah Abu Mansur Maturidi ra. Dengan demikian, mazhab Ahlusunnah wal Jamaah meliputi aspek tekstual maupun rasional dalam akidah. Aspek tekstual ditekuni oleh al-Atsariyah dari kalangan Hambali pengikut Ahmad bin Hambal, sedangkan aspek rasional ditekuni oleh para teolog Asy’ariyah dan Maturidiyah yang telah

Pusta

ka S

yiah

Page 261: Syiah Pustaka

261Pelangi Islam

merumuskan berbagai dalil rasional dan mengatasi berbagai syubhat yang ada di bidang akidah serta berdebat melawan aliran-aliran sesat yang bermaksud menebarkan racunnya di tengah kehidupan umat Islam dan menyebar syubhat pada akidah umat ini hingga semua itu menjadi bumerang bagi aliran-aliran sesat itu sendiri.

Atas dasar ini, Ahlusunnah wal Jamaah adalah satu mazhab yang terus mengalami kemajuan dan memiliki tiga cabang yang menggabungkan argumentasi tekstual dan rasional serta menciptakan payung keyakinan bagi muslim, yakni bahwa walaupun ketiganya berselisih namun perselisihan terjadi hanya pada persoalan-persoalan parsial, sedangkan dalam persoalan-persoalan general ketiganya bertemu satu sama lain sehingga tidak bisa seseorang dari satu aliran mengaku pihaknyalah yang benar sedangkan yang lain salah, atau mengafirkan yang lain. Betapa tidak, sedangkan akidah semua aliran ini telah mengikat banyak hati, menghasilkan banyak karya tulis di bidang tafsir al-Quran dan syarah sunah serta kitab-kitab bahasa dan sastra, diikuti oleh jutaan umat Islam di belahan bumi timur dan barat, dan di situ pula berdiri ribuan ulama dari berbagai aliran pemikiran, mazhab dan negara.

Mengenai sufisme, Imam Abdul Halim Mahmud ra dalam fatwa-fatwanya menyebutkan bahwa sufisme yang murni adalah paham yang konsisten pada kitab Allah dan sunah Rasul-Nya, baik dalam tutur kata maupun perilaku dan ketulusan hati. Para sufi hidup di bawah payung Islam yang diridai Allah serta berasaskan tauhid yang murni, kesadaran penuh akan adanya pengawasan Allah (muraqabatullah)

Pusta

ka S

yiah

Page 262: Syiah Pustaka

262 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

dalam segala keadaan yang tersembunyi maupun terlihat,

penempaan jiwa dengan rasa takut kepada Allah, perbaikan

hubungan dan akhlak antarsesama manusia, penanaman

kesadaran bahwa Allah adalah kiblat mereka dalam segala

keadaan, dan penempatan dunia semata-mata sebagai ladang

untuk panen di akhirat sehingga materi pun di tangan mereka

tak lain adalah demi kebaikan manusia dan tidak membekas

di hati mereka. Kaum sufi konsisten untuk penyucian batin

sebelum lahir serta lebih mengutamakan gerak-gerik hati

sehingga mereka terfokus pada pembinaan rohani dan akhlak.

Sufi sejati konsisten pada hukum-hukum syariat yang lurus

serta mencampakkan bidah dan penyimpangan dalam tutur

kata dan perbuatan. Wallahu A’lam.

Pertanyaan Ketiga:

Siapakah yang patut dianggap sebagai mufti sejati dalam Islam? Bagaimanakah standar kepatutan dalam Islam bagi orang yang berkecimpung dalam fatwa dan pembimbingan masyarakat dalam masalah pemahaman dan kepatuhan mereka terhadap syariat Islam?

Jawaban:

Segala puji bagi Allah, saalawat serta salam atas utusan-Nya yang terpercaya, Muhammad, serta keluarga dan semua sahabatnya. Selanjutnya, syarat-syarat bagi seorang mufti ialah sebagai berikut.

1. Mengetahui dalil-dalil nas serta mampu membangkitkan dugaan melalui pengamatan terhadap dalil-

Pusta

ka S

yiah

Page 263: Syiah Pustaka

263Pelangi Islam

dalil itu serta mengutamakan apa yang harus diutamakan dan mengakhirkan apa yang harus diakhirkan.

2. Adil dalam arti menghindari maksiat. Hal ini merupakan syarat bagi seorang mufti untuk dapat dipercaya fatwanya. Orang yang tidak adil tidak boleh diikuti fatwanya kecuali oleh dirinya sendiri. Dengan demikian, keadilan sebenarnya adalah syarat bagi fatwa untuk dapat diterima, bukan syarat keabsahan ijtihad. Ibnu Qayyim ra berkata, “Mengingat bahwa tablig dari Allah Swt bergantung pada pengetahuan terhadap apa yang hendak ditabligkan serta kejujuran tentang ini, maka bertablig dengan riwayat dan fatwa tidaklah dipatut dilakukan kecuali oleh orang berpengetahuan dan jujur. Dia harus mengerti dan jujur dalam bertablig. Dengan terpenuhinya syarat ini, dia dapat menempuh jalan yang baik, jalur yang diridai, adil dalam bertutur kata dan berperilaku, dan keadannya yang tersembunyi maupun yang terang-terangan akan tetap sama dari awal hingga akhir.”

Nawawi ra berkata, “Syarat menjadi mufti adalah mukalaf, muslim, jujur, terpercaya, bersih dari faktor-faktor penyebab kefasikan dan rusaknya kehormatan diri, berjiwa cerdas, berpikiran sehat dan solid, benar dalam bertindak dan beristimbat, dan sadar ketika menulis sesuatu, baik yang merdeka maupun hamba sahaya, ataupun perempuan, tuna netra, dan bisu, atau isyarat-isyaratnya dapat dimengerti.”

Syekh Abu Amr Shalah ra berkata, “Dia harus seperti perawi yang terpengaruh oleh faktor kekerabatan, permusuhan, dan kepentingan, karena seorang mufti adalah pembawa kabar tentang syariat yang tidak dikhususkan

Pusta

ka S

yiah

Page 264: Syiah Pustaka

264 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

untuk pribadi. Sedangkan perawi adalah seperti saksi dan—berbeda dengan keputusan hakim—fatwanya tidaklah mengikat.”

Berfatwa lebih spesifik daripada berijtihad. Ijtihad adalah istimbat hukum, baik objek ditanyakan oleh seseorang atau tidak, sebagaimana dilakukan oleh Abu Hanifah ketika dalam pelajaran dia memberikan penjelasan detail mengenai berbagai persoalan dan memberikan banyak contoh untuk menguji qiyas-qiyas yang dia istimbat sebab-sebabnya dan menjajaki kelayakan sebab-sebab dan qiyas-qiyas tersebut. Sedangkan fatwa tidak akan terjadi kecuali setelah terjadi suatu kejadian kemudian fakih mencari tahu hukumnya. Fatwa yang benar adalah fatwa yang berasal dari mujtahid yang selain memenuhi syarat-syarat tadi juga memenuhi beberapa syarat lain, yaitu mengetahui realitas permintaan fatwa, kejiwaan pihak yang meminta fatwa, dan komunitas pihak yang meminta fatwa agar mufti dapat mengetahui sejauh mana pengaruh positif dan negatifnya supaya agama Allah tidak menjadi bahan olok-olok dan permainan belaka.

Ibnu Qayyim ra meriwayatkan dari Abu Abdillah bin

Baththah ra dalam kitabnya, al-Khulu’, bahwa Imam Ahmad

ra mengatakan bahwa tidak boleh seseorang berkecimpung

dalam fatwa kecuali dia memiliki lima karakteristik sebagai

berikut.

1. Memiliki niat. Tanpa ada niat tidak ada cahaya bagi

dirinya dan bagi kata-katanya.

2. Lemah lembut dan berjiwa lapang (hilm), berwibawa

dan berpembawaan tenang.

Pusta

ka S

yiah

Page 265: Syiah Pustaka

265Pelangi Islam

3. Solid dalam apa yang ditekuni dan diketahuinya.

4. Berkecukupan (dari segi kesejahteraan hidup), karena jika tidak maka dia akan ditelan oleh orang lain.

5. Mengenal masyarakat.

Niat adalah yang paling utama dan merupakan tonggak, landasan, dasar, spirit, panglima dan nakoda bagi perbuatan, sedangkan perbuatan bergantung pada niat sehingga akan benar jika niatnya benar dan rusak apabila niatnya rusak, dan niat itu pula yang dapat mendatangkan taufik. Sedangkan kelapangan jiwa, ketenangan, dan keberwibawaan ibarat gaun dan keindahan bagi ilmu seorang mufti sehingga tanpa semua itu maka ilmunya menjadi seperti raga tanpa busana.

Di antara orang saleh terdahulu ada yang berkata, “Tiada sesuatu bersanding dengan yang lain yang lebih indah daripada kebersandingan ilmu dengan kelapangan jiwa.”

Dalam hal ini manusia terbagi dalam empat kategori. Kategori terbaik adalah orang yang berjiwa lapang dan berilmu, sedangkan yang terburuk adalah orang yang tidak memiliki keduanya. Kategori ketiga adalah orang yang mendapatkan ilmu tetapi tidak berjiwa lapang, dan kategori keempat adalah kebalikan dari kategori ketiga. Kelapangan jiwa adalah hiasan, keanggunan dan keindahan bagi ilmu, sedangkan lawannya adalah kegegabahan, kecerobohan, kekakuan, keterburuan dan kelabilan.

Keberwibawaan dan ketenangan adalah buah hasil dari kelapangan jiwa. Ketenangan yang dibutuhkan mufti adalah ketenteraman dan ketetapan hati. Ketenangan itu mengakar di hati dan pengaruhnya tampak pada gerik-gerik raga dan

Pusta

ka S

yiah

Page 266: Syiah Pustaka

266 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

bersifat umum. Sedangkan yang bersifat khusus adalah ketenangan seperti yang terjadi pada diri para nabi serta kaum beriman yang mengikuti mereka. Ketenangan yang bersifat khusus itu hanya bisa diwujudkan dengan konsentrasi jiwa hamba (muraqabah) kepada Tuhannya hingga batas seolah dia melihat-Nya. Bertambahnya konsentrasi itu membuat hamba mendapatkan keseganan, ketenangan, kecintaan, ketundukan, kekhusukan, serta ketakutan sekaligus optimisme dalam bentuk yang tidak mungkin didapat tanpa muraqabah.

Untuk dapat menanamkan ilmu dalam diri, seorang mufti memerlukan kekuatan pengetahuan sekaligus penerapan. Berbicara tentang kebenaran tidak akan bermanfaat tanpa penerapan.

Kebercukupan dari segi kesejahteran hidup adalah supaya mufti tidak membutuhkan bantuan materi dari orang lain dan mengambil sesuatu dari mereka. Seorang ulama ketika berkecukupan akan mudah menerapkan ilmunya, sedangkan jika dia berkebutuhan kepada orang lain, maka ilmunya akan mati dalam keadaan dia menyaksikan kematian itu.

Sedangkan mengenal masyarakat merupakan satu prinsip besar yang dibutuhkan oleh seorang mufti dan hakim. Jika tidak mengenal dengan baik suatu perkara yang bergantung pada pengetahuan tentang masyarakat, maka pihak yang zalim di matanya akan terlihat sebagai pihak yang teraniaya sedangkan pihak yang teraniaya terlihat sebagai pihak yang zalim. Dia akan mudah tertipu. Orang yang tidak agamis akan terlihat agamis, dan yang pendusta akan terlihat jujur. Mufti bahkan juga harus pandai mengidentifikasi trik dan tipu daya manusia serta pola dan kebiasaan mereka.

Pusta

ka S

yiah

Page 267: Syiah Pustaka

267Pelangi Islam

Fatwa dapat berubah akibat perubahan faktor waktu, ruang, pola dan keadaan, dan perubahan demikian juga merupakan bagian dari agama Allah Swt.

Fatwa yang diinginkan adalah yang benar, yang seimbang dan moderat. Dalam sebuah hadis disebutkan,

“Maka tepatlah kalian, mendekatlah, berlakulah dengan seimbang, beribadahlah di waktu pagi, sore, dan sedikit dari malam, niscaya kalian akan sampai pada tujuan.”

Syatibi ra mengatakan,

“Mufti yang tertinggi derajatnya adalah mufti yang dapat membawa masyarakat kepada perilaku moderat yang relevan dengan mayoritas, tidak menanamkan paham ekstrem, dan tidak menggiring mereka ke arah kekacauan. Dalil yang menunjukkan kebenaran klaim ini ialah jalan lurus yang dibentangkan oleh syariat. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, apa yang diinginkan oleh Pemilik Syariat dari mukalaf adalah berlaku pertengahan dan tidak berlebih-lebihan. Jika mufti keluar dari jalur ini, dia telah keluar dari tujuan Pemilik Syariat. Karena itu, keluar dari pandangan yang moderat adalah sesuatu yang tercela di mata ulama yang mumpuni ilmunya. Selain itu, pandangan inilah yang dapat dimengerti dari kedudukan Rasulullah dan para sahabatnya yang mulia.”

Pusta

ka S

yiah

Page 268: Syiah Pustaka

268 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Mengenai sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang mufti, Syatibi menyebutkan 40 sifat yang antara lain ialah:

-Seorang mufti harus balig. Seandainya ada anak kecil mencapai jenjang ijtihad dan dapat memahami dengan baik hukum-hukum Islam, maka pandangan dan permintaannya tetap tidak dapat dipercaya, dan karena orang telah baliglah yang dapat dipercaya kata-katanya.

-Mufti harus menguasai bahasa Arab dan al-Quran, ilmu ushul, ilmu sejarah (nasikh dan mansukh), ilmu hadis, dan ilmu fikih, berjiwa cerdas dan berperilaku adil. Sebagian ulama juga menyebutkan beberapa syarat lain yaitu Islam, berakal sehat, cerdas serta cepat menangkap dan merespon persoalan.

Mufti Besar

Said Abdul Hafid al-Hijjawi

***

Pusta

ka S

yiah

Page 269: Syiah Pustaka

269Pelangi Islam

Syekh Abdullah bin Beih

Wakil Presiden Persatuan Ulama Islam Sedunia

Dengan Nama Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Segala puji bagi Allah. Salawat serta salam atas junjungan kita Muhammad serta keluarga dan para sahabatnya.

Telah sampai kepada saya tiga pertanyaan saudara yang mulia. Pertama, mengenai kehakikian Islam bagi para penganut tujuh mazhab Islam. Kedua, mengenai ketentuan takfiriah, yakni apakah boleh seseorang mengafirkan mazhab-mazhab ini atau mengafirkan orang yang mengikuti akidah Asy’ariyah atau orang yang menganut tarekat sufi atau mazhab salafi sejati? Ketiga, mengenai mufti sejati dan kelayakannya memberi petunjuk kepada masyarakat supaya mereka memahami dan mengikuti syariat.

Terlebih dahulu saya patut menyampaikan rasa terima kasih saya atas kepercayaan Anda kepada hamba yang fakir ini. Saya berdoa semoga Allah Swt menjadikan kami sebagai orang yang layak mendapat prasangka baik dari Anda dan orang-orang yang saleh. Dengan harapan mendapat pertolongan dari Allah Swt saya berpendapat bahwa fitnah takfiriah adalah fitnah yang telah menimbulkan kerugian

Pusta

ka S

yiah

Page 270: Syiah Pustaka

270 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

besar bagi umat Islam karena fitnah sebabnya adalah kebutaan sedangkan hasilnya adalah malapetaka.

Karena itu, tidak ada jalan untuk memadamkan api fitnah ini kecuali dengan memperkokoh semangat toleransi, menerima perbedaan pendapat dan membangun jembatan menuju kemufakatan dan aliansi yang semuanya tidak dapat dilakukan kecuali dengan memperluas pemahaman generasi muda dan membentangkan cakrawala pengetahuan agar mereka menyadari bahwa jubah Islam sangatlah luas dan bahwa mengenakan jubah ini adalah sesuatu yang diperkenankan bagi siapa pun yang beriman kepada Allah dan Rasulullah saw.

Atas dasar ini, Islam secara mutlak adalah sesuatu yang melekat pada semua golongan umat Islam. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Sabaki: Adalah sulit menyatakan seseorang sebagai kafir selagi dia meyakini kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, karena ayat suci al-Quran melarang kita menafikan keimanan dari seseorang yang bahkan hanya mengucapkan salam kepada kita. Allah Swt berfirman,

Dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan “salam’”kepadamu: “Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia, karena di sisi Allah ada harta yang banyak.134

134 QS. al-Nisa’ [4]: 94.

Pusta

ka S

yiah

Page 271: Syiah Pustaka

271Pelangi Islam

Berbagai hadis sahih juga melarang keras tuduhan kafir terhadap orang lain. Bukhari dan Ahmad memuat riwayat bahwa Rasulullah saw bersabda:

“Barangsiapa melontarkan tuduhan kafir kepada orang yang beriman maka dia seperti membunuhnya.” 135

“Apabila seseorang berkata kepada saudaranya, ‘Hai kafir!’ maka sebutan itu kembali kepada salah satu di antara keduanya.”

Hadis-hadis seperti banyak jumlahnya. Ini karena kekafiran menimbulkan banyak konsekuensi besar bagi yang bersangkutan, antara lain berupa kehalalan darah dan harta, terhapusnya hubungan suami istri, terhapusnya hubungan waris, jenazahnya tidak boleh disalati dan dimakamkan di pemakaman umat Islam dan berbagai malapetaka lain yang kita tentu berlindung kepada Allah agar senantiasa terjauh darinya.

Para ulama berbeda pendapat mengenai pengafiran, dan berbagai golongan pun terlibat saling tuduh secara beralasan

135 Kalimatinimerupakanpenggalandarisebuahhadisyangdiawalidengan kalimat:

“Barangsiapa bersumpah palsu atas nama agama selain Islam,makadiasepertiapayangdiakatakanitu.”(Fath al-Bārī, jilid 8, hal. 32.

Pusta

ka S

yiah

Page 272: Syiah Pustaka

272 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

atau tanpa alasan. Hanya saja, karena ada peringatan keras dari nas maka sebagian ulama melarang keras aksi pengafiran sesama muslim. Imam Sabaki menegaskan, “Selama seseorang berpegang teguh pada kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad utusan Allah maka sulit bagi kita untuk mengafirkannya.” Ustaz Abu Ishaq Asfaraini mengatakan, “Saya tidak akan mengafirkan siapa pun kecuali orang yang mengafirkan saya.”

Lebih jauh lagi, Imam Abu Hamid Ghazali sedemikian tegas menolak pengafiran semua golongan umat Islam sehingga menyatakan, “Mereka semua berada di atas rel ijtihad sehingga sudah seharusnya kita sedapat mungkin menghindari aksi mengafirkan mereka. Menghalalkan darah dan harta orang-orang yang mendirikan salat menghadap kiblat dan menegaskan tauhid adalah tindakan yang salah. Kesalahan membiarkan seribu orang kafir seumur hidup lebih ringan daripada kesalahan menumpahkan darah satu orang Islam.”

Pada kenyataannya umat Islam memang terlibat aksi saling mengafirkan. Asy’ari, misalnya, mengafirkan Mu’tazilah dengan anggapan bahwa Mu’tazilah telah mendustakan Rasulullah saw perihal keyakinan bahwa Allah dapat dilihat, penisbatan sifat-sifat Allah seperti kemahamengetahuan dan kemahakekuasaan, dan keyakinan mengenai kemakhlukan al-Quran. Sedangkan Mu’tazilah mengafirkan Asy’ari dengan anggapan bahwa Asy’ari mendustakan Rasulullah saw dalam masalah tauhid dengan alasan bahwa pengisbatan sifat-sifat Allah Saw meniscayakan keyakinan adanya banyak wujud yang kekal.

Pusta

ka S

yiah

Page 273: Syiah Pustaka

273Pelangi Islam

Imam Ghazali mengatakan,

“Permasalahan ini ditimbulkan oleh ketidaktahuan perihal pendustaan dan kepercayaan. Dalam hal ini, setiap orang yang mengartikan pernyataan syariat pada batas-batas rasionalitas yang tidak menimbulkan kecacatan maka itu merupakan bagian dari ibadah. Sedangkan pendustaan ialah penafian terhadap pernyataan-pernyataan syariat dan menganggapnya sebagai kedustaan total dan tak bermakna sama sekali. Inilah yang mutlak kafir. Karena itu, orang yang melakukan bidah berdasar takwil tidaklah sepatutnya dikafirkan selagi dia konsisten pada aturan takwil, yakni karena dia memiliki dalil yang menyatakan kemustahilan makna tekstual pada suatu nas.”136

Syekh Ibnu Taimiyah dalam al-Fatawa menyebutkan,

“Para sahabat dan seluruh imam umat Islam sepakat bahwa seseorang tidak akan menjadi kafir akibat mengatakan sesuatu yang salah, walau perkataannya bertentangan dengan sunah. Dengan demikian, mengafirkan setiap orang yang salah adalah tindakan yang bertentangan dengan ijmak. Namun di tengah masyarakat telah berkembang perselisihan dalam hal-hal pengafiran di luar masalah yang dimaksudkan di sini. Jadi, setiap golongan yang terhubung dengan salah seorang di antara para syekh atau imam tidak boleh mengafirkan golongan lainnya. Dalam hadis sahih disebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda:

136 Al-Durr al-Mantsur, jilid 2, hal. 87-88.

Pusta

ka S

yiah

Page 274: Syiah Pustaka

274 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

‘Jika seseorang berkata kepada saudaranya, “Hai, kafir!” maka perkataan itu kembali kepada salah seorang di antara keduanya....’”137

Dari Jabir juga diriwayatkan bahwa dalam Haji Wada’ Rasulullah saw meminta jemaah supaya tenang kemudian bersabda:

“Janganlah kalian kembali menjadi orang-orang kafir yang berperang satu sama lain.”

Dalam riwayat lain dari Ibnu Umar disebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda:

“Celakah kalian, janganlah kalian kembali menjadi orang-orang kafir yang berperang satu sama lain.”

Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan hadis ini. Khitabi menafsirkannya bahwa Rasulullah saw melarang umatnya saling tuduh kafir lalu saling menghalalkan darah. Syaukani mengatakan,

“Harus ada kelapangan dada, kepuasan batin dan ketetapan jiwa pada kekafiran. Dengan demikian, tidaklah dianggap kafir orang yang terjerumus pada akidah yang buruk, terutama jika tidak tahu

137 Al-Fatawa, jilid 7, hal. 685.

Pusta

ka S

yiah

Page 275: Syiah Pustaka

275Pelangi Islam

bahwa akidah itu menyalahi jalan Islam. Demikian pula perbuatan yang berbau kufur; tidaklah menjadi kafir orang yang melakukannya selagi tidak disertai niat untuk keluar dari Islam lalu masuk kepada golongan kafir, dan tidak menjadi kafir pula orang yang mengucapkan suatu lafaz yang menunjukkan kekafiran apabila dia tidak meyakini makna yang terkandung di dalamnya.”138

Abu Hamid Ghazali mengatakan,

“Menghalalkan darah dan harta orang-orang yang mendirikan salat menghadap kiblat dan menyatakan tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah adalah tindakan salah. Kesalahan membiarkan seribu orang kafir seumur hidup lebih ringan daripada kesalahan menumpahkan darah satu orang muslim.

“Rasulullah saw bersabda:

‘Aku diperintahkan supaya memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan beriman kepadaku dan kepada apa yang aku bawa. Jika mereka berbuat demikian, darah dan harta mereka terlindung dariku kecuali dengan alasan yang benar.’

138 Syaukani, al-Sail al-Jarrār, 4/578.

Pusta

ka S

yiah

Page 276: Syiah Pustaka

276 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

“Aliran-aliran ini terbagi menjadi golongan musrifin (pemboros) dan ghulat (pelanggar batas) serta golongan muqtashidin (penghemat) lalu ada seorang mujtahid memiliki pendapat yang mengafirkan mereka, dan pendapatnya mengenai beberapa masalah terkadang lebih gamblang daripada kelompok-kelompok lain. Penjelasan mengenai masalah-masalah itu satu persatu akan berkepanjangan. Mujtahid itu kemudian menebar petaka dan kebencian. Kebanyakan orang yang mendalami masalah ini terjerumus pada fanatisme dan praktik pengafiran yang meniscayakan pendustaan terhadap Rasulullah saw. Namun mereka pada prinsipnya tidaklah mendustakan Rasulullah saw, dan tidak adalah alasan bagi kita untuk menyatakan bahwa kesalahan dalam penakwilan dapat menyebabkan kekafiran. Maka harus ada alasan untuk membuktikan kekafiran seseorang, sementara telah dikukuhkan bahwa keterpeliharan (dari kekafiran) telah dipastikan karena ucapan tiada tuhan selain Allah. Karena itu, keterpeliharaan ini tidak dapat ditolak kecuali dengan alasan yang solid. Dengan demikian, cukuplah kiranya bahwa orang yang boros dalam melontarkan tuduhan kafir tidaklah memiliki alasan (burhan). Adapun alasan itu sendiri tidak lepas dari alasan pokok dan alasan yang dikiaskan dengan alasan pokok. Alasan yang pokok ialah pendustaan secara terbuka. Karena itu, orang yang tidak melakukan pendustaan demikian jelas tidak ada kaitannya dengan kedustaan. Dengan demikian dia

Pusta

ka S

yiah

Page 277: Syiah Pustaka

277Pelangi Islam

masih berada dalam lingkaran keterpeliharan dengan kalimat syahadat.”139

Berdasar semua keterangan tadi saya memandang semua kelompok yang disebutkan dalam dua pertanyaan sebagai bagian dari umat Islam yang haram darahnya, sedangkan pendapat-pendapat yang tertera dalam kitab-kitab sebagian kelompok tersebut yang menyalahi pendapat mayoritas umat Islam maka semua itu berlaku khusus untuk para pemilik pendapat itu sendiri, karena tanggapan adalah urusan pribadi dan untuk menukil apa yang telah kami nukil. Fitnah harus dihindari karena hanya akan membakar sesuatu dan menimpa semua orang. Semoga Allah melindungi kita semua dari fitnah. Kami sama sekali tidak sependapat dengan aksi pengafiran terhadap kalangan manapun.

Sedangkan untuk menjawab pertanyaan ketiga berkenaan dengan siapakah yang patut dianggap sebagai mufti sejati dalam Islam dan seterusnya, perlu kami jelaskan bahwa kata “fatwa” secara etimologis merupakan kata benda dasar (mashdar) dari kata kerja afta yang berarti berfatwa mengenai sesuatu ketika sesuatu itu sudah jelas bagi yang berfatwa. Sedangkan berfatwa itu sendiri artinya, menurut Raghib, ialah menjawab sesuatu yang diragukan. Dalam Taj al-‘Aras disebutkan, “istafta al-faqa ha fa aftahu” (meminta fatwa kepada fakih kemudian fakih memberi fatwa), dan kata bendanya dalam bentuk tunggal ialah al-futya dan al-fatwa sedangkan bentuknya jamaknya ialah al-fatawa.

Bukhari ra juga menggunakan kata al-futya dengan menyebutkan, “Bab al-Futya wa Huwa Waqif ‘ala al-Dabbah

139 Ghazali, al-Iqtishdad fi al-I’tiqad, hal.157.

Pusta

ka S

yiah

Page 278: Syiah Pustaka

278 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

au Ghairiha” (Bab Fatwa Ketika Mufti Sedang Mengendara). Hafidh menjelaskan,

“Kalimat “Bab al-Futya” adalah menggunakan harakat dhammah pada huruf fa’ walaupun Anda biasa mengatakan al-fatwa, yakni dengan menggunakan harakat fathah pada huruf fa’, dan memang sedikit kata benda dasar yang menggunakan wazan futya, seperti tuqya dan ruj’a.”140

Asalnya memang menggunakan huruf ya’ namun ketika huruf fa’ berharakat fathah maka huruf ya’ akhirnya berubah menjadi huruf wawu walaupun dhammah juga boleh seandainya tetap menggunakan huruf wawu, sebagaimana disebutkan dalam kaidah Fairuzabadi dan dinyatakan pula oleh Ibnu Sayyidah bahwa fathah pada huruf fa’ itu digunakan oleh penduduk Madinah, sedangkan selain mereka menggunakan dhammah.

Contoh lain adalah buqya, sebagaimana disebutkan dalam syair al-La’in al-Munqri:

Tiada sisa (buqya) bagiku jika kalian meninggalkan aku

Namun yang aku takutkan adalah kesalahan 141

Bukhari juga menyebutkan, “Bab Man Ajab al-Futya bi isyarat al-Yad wa al-Ra’s” (Bab Orang yang Memberi Fatwa dengan Isyarat Tangan dan Kepala).142

Sedangkan secara terminologis, futya atau fatwa ialah penjelasan tentang suatu hukum syariat berdasar dalil

140 IbnuHajar,Fath al-Bari, jilid 1, hal. 217.141 141 142 IbnuHajar,Fath al-Bari, jilid 1, hal. 218.

Pusta

ka S

yiah

Page 279: Syiah Pustaka

279Pelangi Islam

kepada orang yang bertanya tentang hukum itu.143 Qarafi menyebutkan, “Fatwa adalah pemberitahuan tentang sesuatu yang berasal dari Allah, sehingga mufti seakan sebagai penerjemah.”

Dalam al-Manjah setelah menjelaskan arti hukum, Zaqqaq mengatakan,

Tiada perselisihan tentang akhirat

Gambarannya adalah berita orang yang diketahui

Sebagai ahli hukum syariat

Hukum dan berita berkumpul pada selain dia144

Dan dalam al-Takmil dia menyebutkan,

Pemberitahuan fatwa adalah ibarat orang yang menerjemah

Sedangkan hukum adalah mengikat seperti wakil, maka jalankanlah145

Ibnu Qayyim mengatakan, “Mufti ibarat menteri yang dinobatkan raja.”

Dengan demikian, mufti yang pertama dalam syariat adalah Rasulullah saw, sebagai penyampai ajaran Allah Swt, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,143 Al-Mausu’āt al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, hal. 32; Syarh al-

Muntahā, jilid 3, hal. 456.144 Al-ManjῡrSyarhal-Manhaj,hal.614.

145 145

Pusta

ka S

yiah

Page 280: Syiah Pustaka

280 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah: “Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka” 146Mereka meminta fatwa kepadamu tentang kalalah (orang yang mati tanpa meninggalkan anak dan ayah)”147

Setelah beliau, para sahabat beliau melanjutkan di bidang fatwa, khususnya Khulafa’ Rasyidin, hingga terdata sebanyak lebih dari 130 fatwa dari para sahabat, sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibnu Qayyim dalam I’lam al-Muwaqqa’in148 dan disebutkan demikian pertama kali oleh Abu Muhammad bin Hazm. Tujuh orang sahabat yang terbanyak riwayatnya juga merupakan tujuh sahabat yang paling banyak fatwanya. Mereka adalah Umar, Ali, Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Ummul Mukminin Aisyah, Ibnu Umar dan Ibnu Abbas—semoga Allah mencurahkan rida-Nya kepada mereka semua.

Fatwa para sahabat telah membukakan banyak bab bagi para tabiin. Orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik telah menjelaskan dengan fasih metode dan jalan yang benar untuk penerapan nas-nas di tengah dinamika realitas kehidupan. Para imam umat Islam kemudian mengikuti jejak mereka. Seiring pergerakan zaman dan dinamika peristiwa, fatwa dan tanggapan terus bermunculan dan kian bervariasi hingga muncullah aneka mazhab. Di antara orang-orang yang mengikuti jejak itu tentu ada yang mengikuti jengkal demi jengkal dan hasta demi hasta. Madrasah ini dinamai madrasah ahli hadis atau ahli atsar (tekstualis). Di antara mereka juga ada yang luas dalam pemahaman dan

146 QS. al-Nisa’ [4]: 127.147 QS. al-Nisa’ [4]: 176.148 I’lām al-Muwaqqa’in, jilid 1 hal. 10.

Pusta

ka S

yiah

Page 281: Syiah Pustaka

281Pelangi Islam

takwilnya serta menghasilkan banyak inisitiaf dan gagasan, mengamalkan pandangannya, menerapkan istimbat, dan mengembangkan pemikiran. Madrasah ini disebut madrasah ahli ra’yi (rasionalis).

Pada perkembangannya, kedua aliran ini saling memanfaatkan metode dan pemahaman masing-masing hingga muncullah kaidah-kaidah yang mempertemukan antara teks dan konteks serta menetapkan ketentuan-ketentuan istimbat. Risalah Syafi’i dalam ushul fikih pada akhir-akhir abad ke-2 H merupakan hasil polemik antara kelompok tekstualis dan kontekstualis serta merupakan satu langkah besar dalam penentuan dasar interaksi dengan teks dan penetapan standar argumentasi.

Pada zaman sahabat tidak ada keperluan untuk mendefinisikan mufti ataupun menjelaskan siapakah yang berhak berfatwa, mengingatkan saat itu sudah masyhur siapa saja yang berfatwa. Mereka yang berfatwa pun sudah jelas orang yang berhias sifat-sifat yang mulia dan terpuji dari segi keilmuan, ketakwaan dan statusnya sebagai sahabat sehingga tidak perlu lagi ketentuan. Keharusan adanya definisi untuk mufti baru muncul pada zaman-zaman setelah itu.

Imam Haramain mengatakan,

“Mufti adalah bergantungnya hukum serta tempat para hamba merujuk dalam rincian hukum haram dan halal. Para sahabat berfatwa kemudian masyarakat mengikutinya. Mereka memutuskan hukum dan masyarakat pun menerapkannya. Demikian pula generasi-generasi sesudah mereka hingga generasi kita serta muncul berbagai kitab yang menjelaskan rinciannya dalam banyak bab. Satu bab

Pusta

ka S

yiah

Page 282: Syiah Pustaka

282 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

di antaranya adalah berkenaan dengan sifat-sifat mufti dan beberapa syarat pendukung lain. Ustaz telah menyebut 40 sifat, namun kami ringkaskan di sini dalam beberapa hal sebagai berikut.

“Seorang mufti haruslah orang yang balig. Seandainya

ada anak kecil mencapai jenjang ijtihad dan dapat memahami

dengan baik hukum-hukum Islam, maka tetap pandangan

dan permintaannya tidak dapat dipercaya, orang yang telah

baliglah yang dapat dipercaya kata-katanya.

“Mufti harus menguasai bahasa Arab, karena syariat

menggunakan bahasa Arab sehingga prinsip-prinsip dari

kitab suci dan sunah hanya akan bisa dimengerti oleh orang

yang mengerti bahasa Arab. Namun demikian tidak ada

syarat dia harus benar-benar ahli dalam bahasa Arab karena

hal-hal yang terkait dengan sumber syariat melalui bahasa

Arab relatif terbatas dan terdata. Ada yang menyebutkan

bahwa tidak ada yang aneh dalam al-Quran dari segi bahasa,

dan juga tidak ada yang aneh dalam bahasa kecuali tercakup

oleh al-Quran, karena pada susunan al-Quran terdapat

mukjizat.

“Demikian pula tidak disyaratkan mengetahui hal-hal yang aneh dalam bahasa karena apa yang dibutuhkan dapat dilimpahkan kepada kitab, mengingat bahasa merupakan simbol (isti’arah) dan metafora (majazi) yang terkadang sesuai dengan sumber-sumber syariat dan terkadang hanya dikhususkan untuk cita rasa khas orang Arab dalam memahami susunan dan alur bahasa. Merujuk ke kitab-kitab bahasa dapat membantu pemahaman terhadap arti setiap

Pusta

ka S

yiah

Page 283: Syiah Pustaka

283Pelangi Islam

kosakata, namun tidak membantu pemahaman terhadap susunan dan alur kata.

“Seorang mufti juga harus menguasai ilmu nahwu dan i’rab (pengetahuan perihal posisi setiap kosakata dalam susunan kalimat—penerj.) karena arti dan maksud suatu lafal dapat berubah dengan berubahnya i’rab.

“Dia juga harus memahami al-Quran karena kitab suci merupakan dasar hukum dan sumber rincian ajaran Islam, dan tidak cukup hanya dengan maknanya yang terlintas secara harfiah. Dalam hal ini, sebagian besar tafsiran yang ada bersandar pada riwayat (naql), bukan pada karya-karya tulis. Dengan demikian dia harus mendapat pengetahuan tentang hakikat al-Quran dan memahami nasikh dan mansukhnya. Bab yang pokok adalah ilmu ushul supaya dia tidak mengawalkan yang akhir dan mengakhirkan yang awal. Dia harus mengetahui jenjang-jenjang dalil dan hujah, mengenal sejarah sejauh apa yang dibutuhkan untuk memahami nasikh dan mansukh.

“Dia juga harus menguasai ilmu hadis agar dapat membedakan antara hadis sahih dan hadis yang bermasalah, antara yang dapat diterima dan yang tidak dapat diterima, serta menguasai ilmu fikih, yaitu ilmu yang mempelajari hukum-hukum yang tetap, ditetapkan dan tersedia.

“Di samping semua itu dia juga harus berpembawaan cerdas (fiqh al-nafs), dan ini merupakan modal bagi mujtahid. Modal ini tidak dapat diupayakan. Jika ini

Pusta

ka S

yiah

Page 284: Syiah Pustaka

284 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

yang menjadi modal, itulah yang diharap, sedangkan jika tidak, modal ini tidak bisa didapat walaupun dengan menghafal kitab-kitab yang ada.

“Orang-orang menyebut semua ini dengan keterangan bahwa mufti adalah orang yang independen dalam memahami syariat baik secara nas maupun secara istimbat. Secara nas yakni memahami bahasa, tafsir dan hadis, sedangkan secara istimbat artinya ialah memahami ushul dan qiyas, dan jalan untuk semua ini adalah bawaan yang cerdas.

“Dalam hemat kami, mufti adalah orang berkompeten memahami hukum-hukum syariat, dan untuk kompetensi ini harus ada kemampuan di bidang bahasa dan tafsir. Sedangkan di bidang hadis maka taklid saja sudah cukup, yakni bahwa pemahaman terhadap hadis dapat dicapai dengan meninjau kitab-kitab yang sudah tertib dan teruji serta memahami prinsip-prinsip para imamnya. Sedangkan fiqh al-nafs merupakan dasar (dustur). Fikih juga merupakan syarat karena merupakan sandaran (mustanda). Namun tidak diharuskan bahwa semua hukum ada dalam pikirannya sekaligus, melainkan cukup dengan kemampuan untuk mengetahuinya. Mufti juga harus adil, karena perkataan orang fasik tidak bisa dijadikan pegangan, sebagaimana halnya perkataan anak kecil.”149

Dalam al-Durr al-Mukhtar disebutkan, “Mufti di mata para ahli ushul adalah mujtahid, sedangkan orang yang

149 ImamHaramain,Al-Burhan, jilid 2, hal. 1330.

Pusta

ka S

yiah

Page 285: Syiah Pustaka

285Pelangi Islam

sekadar hafal pernyataan-pernyataan mujtahid saja bukanlah mufti sehingga fatwanyapun bukanlah fatwa, melainkan sekadar penukil.”150

Mufti dalam istilah ulama ushul, sebagaimana disebutkan dalam Tahrir al-Kamil, adalah mujtahid mutlak atau fakih. Shairafi mengatakan, “Mufti diletakkan untuk menyebut orang yang menangani urusan agama masyarakat, mengerti apa yang umum dan yang khusus dalam al-Quran serta nasikh dan mansukhnya, dan memahami sunah dan istimbat, bukan diletakkan untuk menyebut orang yang mengerti masalah dan menjangkau hakikatnya.”

Sam’ani mengatakan, “Mufti adalah orang yang memenuhi tiga syarat: ijtihad, adil dan tidak menggampangkan perkara.”

Namun demikian, sebagian ulama kontemporer tidak menerapkan syarat ijtihad dalam fatwa. Mengenai orang yang tidak mencapai jenjang ijtihad mutlak, Sabaki menyebutkan beberapa jenjang,

“Pertama ialah orang yang mencapai jenjang ijtihad terbatas (muqayyad), yakni dia independen dalam mengikuti mazhab imam tertentu beserta teks-teksnya sebagai kaidah istimbat sebagaimana apa yang dia lakukan terhadap nas-nas pemilik syariat, dan inilah sifat yang disandang para ulama yang membidangi suatu mazhab (ashhab al-wujuh). Saya kira sudah ada ijmak yang membolehkan mereka berfatwa, dan Anda pun melihat adanya para ulama yang mencapai jenjang ini: apakah ada seseorang yang

150 IbnuAbidin,Radd al-Mukhtar, jilid 4, hal. 306.

Pusta

ka S

yiah

Page 286: Syiah Pustaka

286 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

melarang mereka berfatwa atau mereka menahan diri dari berfatwa?

“Kedua, orang yang belum mencapai jenjang ashhab al-wujuh namun dia berjiwa fakih, berkomitmen

menjaga mazhab, dan berada di garisnya, namun

mereka belum terlatih mengeluarkan dan beristimbat

hukum sebagaimana kelompok pertama. Para

ulama selalu berjenjang-jenjang sehingga al-Maziri

dalam kitab al-Aqdhiyah menyebutkan, ‘Orang yang

berfatwa pada zaman sekarang, jenjangnya dalam

penukilan mazhab adalah yang paling minim dari segi

kedalaman pengetahuan terhadap riwayat-riwayat

mazhab dan takwilan para guru riwayat, penjelasan

mengenai perselisihan menyangkut teks-teks zhahir

dan perbedaan mazhab, dan penyamaan mereka atas

persoalan dengan persoalan lain terkadang justru

memperjauh antarpersoalan sedangkan pemisahan

mereka atas persoalan dengan persoalan lain

terkadang justru memperdekat antarpersoalan. Masih

banyak hal serupa lainnya yang telah dikembangkan

oleh para ulama kontemporer dalam kitab-kitab

mereka dan semua itu sudah pernah disinggung oleh

para ulama terdahulu dari kalangan Maliki dalam

banyak riwayat mereka. Semua ini terjadi akibat

ketidaktajaman pikiran dan yang ada hanyalah sebatas

menukil pemikiran dari suatu mazhab. Namun,

mereka masih turun ke jenjang-jenjang lain akibat

meluasnya ketidaktahuan. Mereka merasa cukup

Pusta

ka S

yiah

Page 287: Syiah Pustaka

287Pelangi Islam

dengan mengetahui pembatasan-pembatasan atas

hal-hal yang mutlak dalam riwayat-riwayat mazhab

dan bagi mereka yang penting masalahnya ada dalam

kitab al-Taudhah atau dalam pandangan Ibnu Abdul

Salam, sebagaimana dikatakan oleh Haththab.”

Demikian dinamika perspektif mereka berkenaan dengan

mufti. Dari yang semula merupakan mujtahid mutlak turun

menjadi mujtahid mazhab atau dari fatwa menjadi berjiwa

fakih, penjaga mazhab yang memiliki banyak pengetahuan

tentang riwayat serta dari orang yang mengetahui

pengkhususan hal-hal yang umum dan pembatasan hal-hal

yang mutlak menjadi sekadar menghafal semua itu dari kitab

yang dia jadikan sebagai pegangan.

Demikian pula halnya kita mendapati adanya perubahan

menyangkut pemegang otoritas fatwa dari segi predikat yang

semula adalah seorang mujtahid mutlak di zaman-zaman

terdahulu menjadi sebatas orang yang bertaklid dengan

segala perbedaan jenjangnya sesuai periode zaman masing-

masing, serta dari segi dalil yang menjadi pegangan yang

semula adalah kitab dan sunah atau qiyas menjadi sebatas

dalil berupa pernyataan dan kaidah imam yang ditaklidi, atau

sekadar menggali keterangan dan riwayat-riwayat imam itu.

Terakhir kami memohon kebesaran hati Anda apabila

jawaban ini tidak cukup memuaskan pertanyaan yang

mungkin mengembara dalam pikiran. Semua ini hanyalah

secercah cahanya penerang, sehembus udara pelega nafas

dan pengantar untuk dialog.

Pusta

ka S

yiah

Page 288: Syiah Pustaka

288 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Semoga Allah menjaga, melindungi dan memberi petunjuk Anda kepada jalan yang lurus.

Hormat kami

Abdullah Bin Beih

Wakil Ketua Persatuan Ulama Islam Sedunia

Pusta

ka S

yiah

Page 289: Syiah Pustaka

289Pelangi Islam

Mufti Muhammad Taqi Usmani

Wakil Ketua Akademi Fikih Islam Internasional

Dengan Nama Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Pertanyaan Pertama

Sebelum saya menjawab pertanyaan ini dengan jawaban yang rinci patut kami singgung satu fenomena memprihatinkan yang kita saksikan di tengah negeri Islam kita semua. Yakni bahwa banyak orang sekarang terjebak dalam persoalan radikalisme yang menjurus pada ekstremisme. Ini karena sebagian dari mereka mudah sekali mengafirkan orang yang tidak sependapat dan sejalan dengan mereka dalam masalah-masalah furu’ dan bukan merupakan bagian dari pokok-pokok agama yang kokoh melainkan merupakan ruang ijtihad yang memang rawan perselisihan pendapat ilmiah sejak awal kemunculan Islam. Akibatnya, Islam menjadi seolah-olah ruangan yang sedemikian sempit sehingga orang yang bergeser sejengkal saja lantas dianggap keluar dari Islam.

Di sisi lain, ada pula orang-orang yang mudah sekali menerima begitu saja pengakuan orang yang mengaku

Pusta

ka S

yiah

Page 290: Syiah Pustaka

290 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

sebagai Islam dan tidak membolehkan sama sekali pengafiran terhadapnya, walaupun orang itu mengingkari pokok-pokok agama yang membedakan Islam dengan agama-agama lain. Akibatnya, Islam seolah bukanlah hakikat yang solid melainkan sebatas busana yang dapat dimasuki oleh pandangan apa pun yang batil dan destruktif asalkan penggunanya mengaku sebagai muslim.

Dua kecenderungan ini sama batilnya dan sama menyebabkan fitnah dan perpecahan di tengah umat Islam. Yang benar ialah bahwa Islam atau keimanan adalah satu hakikat yang solid dan kokoh sehingga bisa menghasilkan kriteria untuk memastikan keislaman seseorang. Di saat yang sama, hakikat yang solid ini tetap menampung banyak perselisihan di bidang furu’ yang memang diperbolehkan oleh Islam sendiri sehingga tidak boleh sesama muslim saling mengafirkan akibat perselisihan di bidang furu’. Hakikat ini juga tidak menutup kemungkinan kekeliruan di bidang furu’ yang dilakukan oleh sebagian orang dalam amal perbuatan maupun akidahnya selagi masih meyakini hal-hal pokok yang menjadi pembatas antara Islam dan kufur. Jika kita hendak merapatkan barisan umat Islam, kita harus menyingkirkan dua kutub ekstrem itu. Sebagaimana kita harus berlepas diri dari orang-orang yang mengafirkan sesama muslim akibat perselisihan di bidang furu’, kita juga harus berlepas diri dari pihak-pihak yang ingin menyusupkan pada Islam semua teori batil yang bertentangan dengan prinsip-prinsip yang telah diakui oleh umat Islam selama belasan abad.

Atas dasar ini kita harus mengetahui hakikat kokoh bernama Islam itu supaya kita berpegangan pada sesuatu

Pusta

ka S

yiah

Page 291: Syiah Pustaka

291Pelangi Islam

yang moderat dan menjauhkan kita dari dua kutub ekstrem itu. Adapun definisi Islam dalam perspektif Islam dan sunah serta disepakati oleh umat Islam ialah “percaya kepada yang telah dipastikan berasal dari Rasulullah saw”.151 Dengan demikian, orang yang tercakup dalam definisi ini maka dia adalah muslim yang tidak boleh dikafirkan. Atas dasar ini, mazhab-mazhab yang mengaku sebagai Islam terbagi dalam tiga kategori sebagai berikut.

Pertama, mengaku Islam namun mengingkari apa yang sudah diketahui sebagai bagian yang pasti dalam agama ini. Mereka meyakini misalnya bahwa setelah Rasulullah saw masih ada nabi akibat adanya para pendusta yang mengaku nabi sesudah nabi terakhir Muhammad saw. Contohnya adalah aliran Qadiyani yang meyakini bahwa al-Quran yang beredar sekarang sudah mengalami tahrif—naudzubillah—dan bukan al-Quran yang sebenarnya. Hal yang sama juga dinyatakan oleh kelompok ghulat atau ekstrem dari kalangan Syi’ah. Atau kelompok-kelompok yang menisbatkan sifat-sifat ketuhanan pada manusia, sebagaimana didakwakan terhadap kalangan Alawi dan lain-lain. Mereka jelas bukan muslim dan memang harus dikafirkan.

Kedua, aliran-aliran yang meyakini semua yang telah diketahui dan dinyatakan secara pasti sebagai bagian dari agama, namun mereka berselisih satu sama lain di bidang-bidang furu’ dan fikih atau di bidang-bidang rincian akidah yang terbuka peluang untuk ijtihad di dalamnya. Meskipun berselisih satu sama lain namun mereka sama-sama benar sesuai ijtihad masing-masing dan tidak ada yang batil apalagi

151 Tiftazani, Syarah al-‘Aqā’id, hal.119; Ruh al-Ma’āni , jilid 1 hal. 110.

Pusta

ka S

yiah

Page 292: Syiah Pustaka

292 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

keluar dari Islam di antara mereka. Semua mazhab fikih yang di dalamnya diketahui adanya ikhtilaf antarsahabat dan antartabiin masuk dalam kategori ini. Mereka antara lain mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali dan semua yang diriwayatkan secara sahih dari para mujtahid selain mereka, baik yang diketahui sebagai ahli hadis (tekstualis) maupun ahli ra’yi (rasionalis) atau ahli zahir seperti Sya’bi, Hasan Bishri, Said bin Musayyab, Said bin Jubair, Muhammad Baqir, Ja`far Shadiq, Auza’i, Laits bin Saad, dan Dawud Zhahiri. Masuk dalam kategori ini pula aliran Asy’ari dan Maturidi—semoga Allah Swt mencurahkan rahmat kepada mereka semua. Untuk masuk dalam kategori ini syaratnya ialah tidak boleh mengafirkan dan memandang fasik mazhab-mazhab lain serta melontarkan tuduhan keji dan tak beradab terhadap para imam mazhab dan aliran yang ada.

Pada hakikatnya, polemik yang terjadi antarmazhab ini adalah polemik ilmiah di ranah ijtihad yang justru mendorong perkembangan pemikiran dan membukakan banyak kesempatan untuk penyelesaian berbagai persoalan hidup. Karena itu, muncul pernyataan bahwa semua perselisihan ilmiah ini merupakan rahmat bagi umat. Sikap yang benar bagi setiap mazhab ialah memandang mazhabnya benar namun berkemungkinan salah serta memandang mazhab selainnya salah namun berkemungkinan benar, dan inilah yang ditegaskan oleh para pemuka mazhab-mazhab itu dalam kitab-kitab mereka. Allamah Hashkafi, misalnya, dalam mukadimah kitab al-Durr al-Mukhtar mengatakan, “Jika kami ditanya tentang mazhab kami dan mazhab lain maka harus kami jawab, ‘Mazhab kami benar namun

Pusta

ka S

yiah

Page 293: Syiah Pustaka

293Pelangi Islam

berkemungkinan salah, sedangkan mazhab-mazhab lain salah namun berkemungkinan benar.’”152

Sikap demikian juga berlandaskan sabda Rasulullah saw,

“Jika seorang hakim membuat keputusan berdasar ijtihad dan keputusan itu benar, dia mendapatkan dua pahala, sedangkan jika dia membuat keputusan berdasar ijtihad kemudian keputusannya ternyata salah, dia mendapatkan satu pahala.”153

Ketiga, di antara sekian mazhab yang ada terdapat mazhab-mazhab yang akidahnya tidak menjurus pada kekafiran akibat pengingkaran terhadap apa yang sudah dipastikan sebagai bagian dari agama, melainkan berbeda pandangan satu sama lain di luar ijtihad di ranah furu’, yakni berbeda di bidang-bidang penting akidah. Masing-masing mazhab ini merasa sebagai pihak yang benar sedangkan lawan pendapatnya adalah pihak yang salah namun kesalahan itu tidak sampai menyentuh level kufur. Perbedaan seperti inilah yang terjadi antara Ahlusunnah dan Syi’ah yang umum, yang tidak meyakini adanya tahrif dalam al-Quran dan tidak pula mengingkari apa yang telah dipastikan sebagai bagian dari agama. Demikian pula halnya perbedaan Ahlusunnah dengan Zaidiyah dan Ibadhiyah. Semua perselisihan itu masuk dalam kategori ini dan mereka tidak mengingkari

152 Mukaddimah al-Dur al-Mukhtār, jilid 1 hal. 48.153 Shahih Bukhari,Kitabal-I’tishām, hadis 735.

Pusta

ka S

yiah

Page 294: Syiah Pustaka

294 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

sedikitpun apa yang telah diketahui secara mutlak sebagai bagian dari agama.

Dengan demikian jelaslah bahwa semua mazhab ini tidaklah setara dalam hal representasinya sebagai Islam yang hakiki, namun tidak dapat dihukumi sebagai kafir dan keluar dari Islam, kecuali pada kategori pertama, yaitu mereka yang mengingkari apa yang telah dipastikan sebagai bagian dari Islam.

Pertanyaan Kedua

Telah kami sebutkan dalam jawaban untuk pertanyaan pertama bahwa orang yang tidak mengingkari apa yang telah dipastikan sebagai bagian dari agama adalah muslim yang tidak boleh dikafirkan. Dengan demikian, maka tidak boleh mengafirkan mazhab-mazhab taklid dalam Islam pada kategori kedua dan ketiga. Telah kami sebutkan pula apa saja mazhab yang masuk dalam dua kategori ini di antara sekian mazhab yang masyhur sekarang.

Adapun sufisme terbagi dalam berbagai paham yang berbeda. Ada yang membatasi dirinya pada perbaikan jiwa demi mengikuti syariat sesuai salah satu mazhab fikih yang ada serta tidak memiliki akidah yang berseberangan dengan zahir syariat atau tata cara amaliah yang berlawanan dengan hukum-hukum syariat. Mereka hanya semata-mata terkonsentrasi pada tazkiah dan tarbiah akhlak dengan cara-cara yang mubah secara syariat. Orang yang demikian masuk dalam mazhab-mazhab pada kategori kedua. Tapi ada pula yang menamakan dirinya sebagai sufi namun memiliki akidah-akidah yang menyalahi salah satu hal yang dipastikan sebagian bagian dari agama. Misalnya mereka mengingkari

Pusta

ka S

yiah

Page 295: Syiah Pustaka

295Pelangi Islam

hukum-hukum zahir syariat serta menggagas hukum-hukum batin yang tidak memiliki landasan apa pun dalam al-Quran dan sunah. Mereka masuk dalam kategori pertama.

Ada pula kalangan yang tidak mengingkari zahir syariat maupun hal-hal lain yang telah dipastikan sebagai bagian dari agama, namun mereka menyendiri dalam pengadaan bidah dalam amalan atau dalam akidah sehingga menyalahi mayoritas umat. Mereka masuk dalam kategori ketiga dan tidak boleh dikafirkan.

Adapun Salafi, sebagian dari mereka mengikuti mazhab para ahli hadis (tekstualis), namun mereka tidak melontarkan tuduhan keji terhadap para mujtahid yang menjadi imam maupun terhadap para pengikut para imam ini. Mereka masuk dalam kategori kedua. Di antara Salafi juga terdapat kalangan yang meyakini kebatilan mazhab-mazhab fikih yang ditaklidi. Mereka melontarkan tuduhan keras terhadap lawan pendapat mereka, walaupun perbedaan itu terjadi dalam persoalan furu’. Mereka masuk dalam kategori ketiga. Alhasil, dalam dua keadaan itu mereka juga tidak dapat dikafirkan.

Pertanyaan Ketiga

Islam tidak membenarkan sistem pertapaan seperti yang ada dalam Kristen dan agama-agama lain. Semua hukum adalah untuk Allah dan Rasulullah saw. Sedangkan ulama sama sekali tidak menggagas hukum, melainkan hanya menjelaskan apa yang telah ditetapkan dalam al-Quran dan sunah Nabi saw. Kendati menafikan pertapaan, hukum-hukumm syariat tetap harus dijelaskan oleh orang-orang

Pusta

ka S

yiah

Page 296: Syiah Pustaka

296 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

yang mumpuni dan dapat memahami teks-teks al-Quran dan sunah. Mufti dalam Islam bukanlah peletak hukum, melainkan orang yang berkompeten menjelaskan ketentuan Allah dalam kitab suci-Nya atau dalam sunah Nabi-Nya dan apa yang menjadi ranah bagi syariat selama sekian abad. Sebagaimana dilukiskan oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, mufti adalah orang yang mendapat pengesahan dari Allah Swt. Karena itu tidak sembarang orang boleh berfatwa. Berfatwa adalah tanggung jawab besar yang tidak dapat ditunaikan kecuali oleh yang sangat luas pengetahuannya di berbagai bidang ilmu keislaman berupa tafsir, hadis, fikih, akidah dan ushulnya. Semua ini di tangan para guru mahir yang mewarisi ilmu dari generasi ke generasi. Orang yang berkecimpung di bidang fatwa juga harus berwawasan dan paling berwawasan tentang kondisi masyarakat pada zamannya.

Dalam tradisi yang sudah berjalan turun temurun pada umat Islam selama berabad-abad, mempelajari ilmu-ilmu syariat saja tidaklah cukup sebagai modal satu-satunya bagi seseorang untuk berfatwa. Sebaliknya, dia harus benar-benar terlatih di sisi ulama terpercaya yang menjadi mufti pada zamannya. Fatwa memerlukan ketajaman pengetahuan agama dan talenta fikih yang hampir mustahil bisa didapat hanya dengan menelaah kitab, melainkan harus didukung dengan praktik. Mufti ibarat dokter yang tidak boleh membuka praktik hanya karena semata-mata dia pernah mempelajari teori kedokteran, melainkan harus teruji terlebih dahulu dengan praktik yang dibimbing dokter yang sudah senior dan ahli hingga memperoleh pengalaman yang luas dan memadai. Hal ini sangat ditekankan oleh para ulama yang telah menyusun kitab-kitab tentang prinsip-prinsip fatwa. Silakan meninjau, misalnya, kitab adab al-Fatwa karya

Pusta

ka S

yiah

Page 297: Syiah Pustaka

297Pelangi Islam

Nawawi jilid 1 halaman 647 dan Syarh Uqad Rasm al-Mufti fi Rasa’il Ibni Adibin jilid 1 halaman 15.

Naifnya, poin ini sekarang dilupakan oleh banyak orang. Orang-orang yang namanya sudah terkenal, misalnya tokoh politik atau pemimpin pergerakan, dapat begitu saja mengeluarkan fatwa padahal mereka bukanlah orang yang berkompeten dalam ilmu-ilmu syariat, dan masyarakat pun tertipu oleh kemasyhuran mereka dan mengira fatwa mereka sebagai hukum syariat walaupun berseberangan dengan apa yang tertanam kuat pada umat Islam selama sekian abad. Fatwa-fatwa aneh seperti itu harus dicampakkan karena tidak menambah apa pun bagi umat Islam kecuali perpecahan dan perselisihan yang memorakporandakan barisan umat Islam dan melemahkan kekuatan serta memperkuat konspirasi musuh-musuh mereka.

Demikianlah apa yang kami pahami dari al-Quran dan sunah Nabi saw serta kesepakatan para ulama yang lurus di antara umat Islam. Allah Swt Maha Mengentahui. Kepada Dialah kita memohon agar meluruskan segala kesalahan kita, memberi kita petunjuk dan melindungi kita dari segala bentuk kesesatan dalam pikiran dan amal perbuatan kita serta mengarahkan kita kepada apa yang mendatangkan rida-Nya. Kami juga memohon kepada Allah Swt semoga Anda senantiasa mendapatkan taufiq dan keberhasilan, dan semoga keberadaan Anda mendatangkan manfaat bagi para hamba Allah dan negeri ini.

Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Mufti

Muhammad Taqi al-Usmani

Pusta

ka S

yiah

Page 298: Syiah Pustaka

298 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Syekh Abdullah bin Muhammad al-Harari dan Syekh Husam bin Mustafa Qaraqirah

Dengan Nama Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Segala puji bagi Allah. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurah atas Rasulullah saw serta keluarga dan para sahabatnya yang baik dan suci.

Sesungguhnya setiap orang yang terhubung dengan Islam melalui mazhab dan aliran manapun dalam Islam yang mengikrarkan kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah serta tidak berbuat sesuatu yang menyalahi syariat Islam yang agung dan tidak melanggar apa-apa yang disepakati dan diketahui oleh para ulama Islam sebagai hal-hal yang pasti dalam agama maka dia adalah seorang muslim sehingga tidak boleh dikafirkan, tidak boleh dianggap keluar dari agama Islam, dan darah, harta dan kehormatannya adalah haram (tidak boleh diusik).

Ketua Jam’iyyat Masyari’ al-Khairiyyah al-Islamiyyah

Husam bin Mustafa Qaraqirah

Pelayan Ilmu Hadis

Abdullah bin Muhammad al-Harari***

Pusta

ka S

yiah

Page 299: Syiah Pustaka

299Pelangi Islam

Dr. Muzaffar Shahin

Ketua Dewan Tinggi Urusan Keagamaan Turki

Dengan Nama Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Ketetapan Dewan Tinggi Urusan Keagamaan

Pertanyaan Pertama:

Bolehkah kita menganggap orang yang mengucapkan kalimat tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah serta mengamalkan satu di antara delapan mazhab yaitu Maliki, Syafi’i, Hanafi, Hambali, Ja`fari, Zaidi, Ibadhi dan Zhahiri sebagai muslim mehingga darah, kehormatan dan harta diharamkan?

Untuk menjawab pertanyaan ini kami menyatakan bahwa setiap orang yang beriman kepada keberadaan dan keesaan Allah, percaya dan meyakini bahwa Nabi Muhammad adalah nabi terakhir dan percaya kepada adanya hari penghabisan adalah muslim selama keadaan lahiriahnya tidak menunjukkan kekafirannya.

Keterkaitan seorang muslim dengan mazhab manapun di antara sekian mazhab yang telah disebutkan dalam

Pusta

ka S

yiah

Page 300: Syiah Pustaka

300 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

pertanyaan itu bukanlah sesuatu yang berkaitan dengan keimanan dan keislamannya, melainkan merupakan perkara yang berkaitan dengan metode (manhaj) yang dia utamakan dalam menjalankan ibadah dan tanggung jawab keagamaan.

Dari sisi lain, mazhab-mazhab tersebut tidak berselisih dalam penerimaan dan keyakinan terhadap masalah-masalah prinsipal dalam Islam. Berbagai perbedaan pendapat yang ada dalam penafsiran dan penjelasan atas sebagian prinsip dan hukum agama justru merupakan bagian dari khazanah pemikiran masyarakat Islam dan bukanlah sesuatu yang menyebabkan para penganutnya keluar dari lingkaran Islam.

Atas dasar ini, setiap orang yang bertaklid pada salah satu di antara sekian mazhab tersebut dapat dianggap sebagai manifestasi dari pokok-pokok akidah dan prinsip-prinsip dasar Islam. Tidaklah benar anggapan bahwa keterjagaan jiwa, harta dan kehormatan orang yang beriman hanyalah berkenaan dengan agama dan mazhab tertentu, karena jiwa, harta dan kehormatan setiap manusia adalah sesuatu yang harus dijaga tanpa perlu memandang apa agama dan mazhab yang dianutnya.

24 Jumadil Awal 1426 H/1 Juli 2005 M.

Dr. Muzaffar Shahin

Ketua Dewan Tinggi Urusan Agama Turki***

Pusta

ka S

yiah

Page 301: Syiah Pustaka

301Pelangi Islam

Fatwa Para Ulama

Zaidiyah

Mengenai Tolok Ukur Islam dan Syarat-Syarat

Pengeluaran Fatwa

Pusta

ka S

yiah

Page 302: Syiah Pustaka

302 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Pusta

ka S

yiah

Page 303: Syiah Pustaka

303Pelangi Islam

Syekh Ibrahim bin Muhammad al-Wazir

Ketua Pusat Studi dan Kajian Islam Sana’a

Dengan Nama Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Salawat dan salam atas Rasulullah Muhammad al-Amin serta keluarganya yang suci dan para sahabat yang diberi petunjuk.

Pertanyaan Pertama:

Bolehkah kita memandang mazhab-mazhab non-Sunni sebagai bagian dari Islam hakiki? Dengan kata lain, bolehkah kita menganggap orang yang mengikuti dan mengamalkan satu di antara mazhab-mazhab Islam yang ada, yaitu empat mazhab Ahlusunnah dan mazhab-mazhab Ja`fari, Zaidi, Ibadhi dan Zhahiri sebagai Muslim?

Jawaban:

Mazhab-mazhab tersebut, yakni empat mazhab Syafi’i, Maliki, Hanafi dan Hambali serta mazhab-mazhab Ja`fari, Zaidi, Ibadhi dan Zhahiri semuanya adalah mazhab-mazhab Islam yang muktabar. Karena itu, setiap muslim yang mengikuti satu di antara mazhab-mazhab ini harus

Pusta

ka S

yiah

Page 304: Syiah Pustaka

304 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

dipandang dan dianggap sebagai muslim dan tidak boleh dianggap keluar dari Islam.154

Pertanyaan Kedua:

Bolehkah seorang muslim mengafirkan orang yang menganut mazhab manapun di antara delapan mazhab Islam, atau menganut akidah Asy’ariyah? Lebih jauh, bolehkah mengafirkan orang-orang yang mengamalkan tarekat sufi hakiki dan aliran Salafi yang moderat?

Jawaban:

Tidak boleh seorang mengafirkan muslim lainnya yang mengikuti dan mengamalkan ajaran agamanya berdasar mazhab manapun di antara delapan mazhab tersebut, atau yang mengikuti tarekat sufi yang benar atau aliran Salafi yang moderat.

Pertanyaaan Ketiga:

Siapakah mufti sejati dalam Islam, dan bagaimanakah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang berkecimpung dalam fatwa serta memberi petunjuk kepada masyarakat dalam pemahaman dan pengamalannya terhadap syariat Islam?

Jawaban:

Mufti sejati adalah ulama sejati yang telah mempelajari ilmu-ilmu al-Quran, mengerti ayat-ayat hukum, mengikuti

154 Ibid., hal.237.

Pusta

ka S

yiah

Page 305: Syiah Pustaka

305Pelangi Islam

dan memahami sunah Sayyid al-Anam saw, mengerti tujuan-tujuan syariat serta dikenal sebagai orang yang bertakwa dan warak dalam agamanya, berharap kejayaan Islam dan kebaikan bagi seluruh umat Islam.

Segala puji bagi Allah.

Saudaraku yang mulia—semoga Allah Swt senantiasa menjaga Anda—demikian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan Anda. Saya berharap telah memberikan jawaban yang benar dan tidak melangkahi kebenaran. Saya juga berharap kepada Allah Swt semoga Dia senantiasa melindungi Anda dan meluruskan segala khilaf dan kesalahan Anda agar tertuju kepada jalan yang baik.

Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Saudaramu,

Ibrahim bin Muhammad al-Wazir

Ketua Pusat Studi dan Kajian Islam ***

Pusta

ka S

yiah

Page 306: Syiah Pustaka

306 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Syekh Muhammad bin Ismail al-Mansur dan Syekh Hamud bin Abbas bin Abdullah al-

Moayyad

Dengan Nama Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Kami telah mendapat tiga pertanyaan dari Anda dan sekarang kami mencoba menjawabnya sejauh pengetahuan kami dengan prinsip firman Allah, Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.155 Dalam rangka ini kami menyatakan:

Pertanyaan: Bolehkah mazhab-mazhab Islam non-Sunni dipandang sebagai bagian dari Islam yang hakiki? Mazhab-mazhab Sunni yang dimaksud ialah empat mazhab yang terkenal sedangkan mazhab non-Sunni ialah mazhab Zhahiri, mazhab Ja`fari, mazhab Zaidi dan mazhab Ibadhi. Apakah orang yang mengikuti salah satu dari mazhab-mazhab ini dapat dikategorikan sebagai muslim?

Jawaban kami—Allah jualah yang memberi taufik menuju kebenaran:

155 QS.al-Isra’[17]:85.

Pusta

ka S

yiah

Page 307: Syiah Pustaka

307Pelangi Islam

Mazhab-mazhab yang bernama Sunni serta mazhab-mazhab lain tersebut sama-sama terliputi kalimat tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, bernaung di bawah bendera al-Quran al-Karim, hukum-hukumnya dan hukum-hukum apa yang bagi kita adalah sunah yang sahih dari Penghulu Para Nabi saw, sebagaimana alam semesta meliputi bintang gemintang, matahari dan bulan, dan sebagaimana masa meliput siang dan malam.

Semua mazhab itu, tanpa terkecuali, sama-sama mengakui kewajiban salat lima kali dalam sehari, puasa di bulan Ramadan, haji ke Baitullah bagi orang yang mampu, zakat atas harta yang sudah memenuhi ukuran, sebagaimana mereka percaya bahwa kehidupan di dunia ini adalah kehidupan yang fana dan merupakan pendahuluan untuk kehidupan yang abadi; manusia berjalan tanpa henti menuju ke sana (ada yang celaka dan ada yang bahagia). Kami memohon kepada Allah agar semuanya tergolong ke dalam orang-orang yang beruntung dan tidak ada yang binasa di hadapan Allah kecuali orang yang memang binasa. Setiap manusia mendapat pahala dari kebajikan yang diusahakannya dan ia mendapat siksa dari kejahatan yang dikerjakannya.

Ya Allah ampunilah kami

Atas segala nista di hadapan Tuhan kami

Apa yang terbaik dalam harapan kami

Ialah tidak berprasangka buruk terhadap-Mu

Pusta

ka S

yiah

Page 308: Syiah Pustaka

308 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Dengan demikian, dalam menjawab pertanyaan di atas—yakni “apakah boleh”—kami menyatakan bahwa kita semua bahkan “wajib” dan bukan sekadar “boleh”, dan wajib adalah satu di antara lima hukum yang dinyatakan bahwa pelakunya akan mendapatkan pahala sedangkan pelanggarnya akan mendapat siksa.

Jawaban atas pertanyaan kedua:

Secara syariat maupun akal sehat sama sekali tidak boleh seorang muslim mengafirkan saudaranya sesama muslim. Apalah artinya kita di hadapan sabda Rasulullah saw kepada Usamah:

“Bagaimana pertanggungjawabanmu kelak, wahai Usamah, atas (perbuatanmu membunuh orang yang mengucapkan kalimat) tiada tuhan selain Allah?!”

Jawaban atas pertanyaan ketiga:

Para ulama sepakat bahwa seorang mufti wajib menguasai kaidah-kaidah dan ilmu-ilmu Bahasa Arab, materi-materi penting dalam ushul fikih, hal-hal terpenting dalam ilmu al-Quran al-Karim dan sunah Nabi saw dan ilmu kalam. Masalah ini sudah terjelaskan dalam berbagai kitab ringkas maupun panjang lebar karya para ulama. Semoga Allah Swt membalas mereka dan kita semua dengan kebaikan, dan semoga Allah menggolongkan kita sebagai orang-orang

Pusta

ka S

yiah

Page 309: Syiah Pustaka

309Pelangi Islam

yang bersedia mendengar perkataan lalu mengikuti apa yang terbaik di dalamnya.156

Wassalamu ‘alaikum wr.wb.

21 Rabiulawal 1427 H

Muhammad bin Muhammad bin Ismail al-Mansur dan Hamud bin Abbas bin Abdullah al-Moayyad

***

156 Al-Ta’addudiyyah al-Mazhabiyyah fi al-Islam, hal.239-240.

Pusta

ka S

yiah

Page 310: Syiah Pustaka

310 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Pusta

ka S

yiah

Page 311: Syiah Pustaka

311Pelangi Islam

Fatwa Para Ulama Ibadhiyah

Mengenai Tolok Ukur Islam dan Syarat-Syarat Pengeluaran Fatwa

Pusta

ka S

yiah

Page 312: Syiah Pustaka

312 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Pusta

ka S

yiah

Page 313: Syiah Pustaka

313Pelangi Islam

Syekh Ahmad bin Ahmad bin Hamad al-Khalili

Mufti Besar Kerajaan Oman

Dengan Nama Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Segala puji bagi Allah. Salawat dan salam atas junjungan kita Rasulullah serta keluarga, para sahabat dan para pengikutnya.

Pertanyaan Pertama:

Bolehkah kita menganggap mazhab-mazhab non-Sunni sebagai bagian dari Islam hakiki? Dengan kata lain, apakah boleh kita memandang orang yang menganut dan mengamalkan ajaran mazhab apa pun di antara mazhab-mazhab Islam yang ada, yaitu empat mazhab Sunni serta mazhab Zhahiriyah, mazhab Ja`fariyah, mazhab Zaidiyah dan mazhab Ibadhiyah sebagai seorang muslim?

Jawaban:

Islam adalah agama yang terbingkai dalam akidah yang benar yang secara garis besar meliputi dua kalimat syahadat, yaitu kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa

Pusta

ka S

yiah

Page 314: Syiah Pustaka

314 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Muhammad saw adalah utusan Allah. Akidah ini termanifestasi dalam bentuk penerapan Islam dalam kehidupan melalui pendirian salat, pemberian zakat, penunaian puasa Ramadan dan pelaksanaan ibadah haji. Dengan demikian, setiap orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat kemudian tidak melanggarnya dengan pengingkaran terhadap hal-hal yang sudah pasti dalam Islam, maka dia terhitung sebagai muslim dan pengamalannya atas rukun-rukun Islam tersebut berdasar mazhab apa pun dalam Islam terhitung sebagai penerapan ajaran Islam; tidak boleh dinyatakan keluar, baik secara teori maupun praktik, dari agama Islam; tidak boleh dipandang sebagai musyrik ataupun kafir; tidak boleh dicegah dalam pernikahan maupun perwarisan; dan dia memiliki hak hukum yang sama dengan umat Islam lainnya, baik selama masih hidup maupun sesudah meninggal dunia, seperti hak untuk mendapat ucapan salam dan balasan salam, hak untuk didoakan ketika bersin, hak supaya jiwa, harta dan kehormatannya dilindungi, hak mendapat bantuan maksimal ketika memerlukan bantuan, hak untuk dibela dari gangguan musuh jika dia tidak bersalah, hak untuk ditengok ketika sakit, dan hak untuk diurus jenazahnya ketika dia meninggal dunia, yaitu dimandikan, dikafani, disalati, dimakamkan di pemakaman umat Islam dan peninggalannya diserahkan kepada ahli warisnya sesuai ketentuan dalam kitab Allah Swt dan sunah Rasulullah saw.

Dengan sekadar mengucapkan dua kalimat syahadat manusia menjadi terjaga jiwa dan hartanya, sebagaimana sudah ditegaskan dalam hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Umar oleh Bukhari, Muslim dan lain-lain bahwa Rasulullah saw bersabda:

Pusta

ka S

yiah

Page 315: Syiah Pustaka

315Pelangi Islam

“Aku diperintah supaya memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan beriman kepadaku dan kepada apa yang aku bawa. Jika mereka berbuat demikian maka darah dan harta mereka terlindung dariku kecuali dengan alasan yang benar, dan kelak perhitungan atas mereka terserah kepada Allah.”157

Makna hadis ini ialah bahwa orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat tidak boleh ditumpahkan darahnya kecuali jika dia melanggar kesaksiannya itu dengan mengingkari hal-hal yang pokok dalam Islam seperti pengingkaran terhadap kenabian Muhammad saw, terhadap kebenaran kitab suci yang turun kepadanya dan terhadap kebenaran adanya malaikat yang semuanya sudah ditegaskan dalam nas-nas yang mutawatir dan solid, baik ayat suci al-Quran maupun hadis Rasulullah saw. Begitu pula pengingkaran terhadap kebenaran adanya hari kebangkitan, adanya surga dan neraka, atau pengingkaran terhadap hukum-hukum Islam yang sudah pasti dan solid seperti kewajiban salat, zakat, puasa dan haji bagi orang yang mampu. Hakikat inilah yang dinyatakan oleh Imam Salimi ra, salah satu ulama besar mazhab Ibadhiyah, dalam syairnya,

157 Hadis muttafaq ‘alaihi diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahih-nya Bab Iman (25) dan diriwayatkan pula oleh Muslim dalamShahih-nyaBabIman(20)dariUmarbinKhaththab.

Pusta

ka S

yiah

Page 316: Syiah Pustaka

316 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Kami tiada meminta kepada manusia

Lebih dari ketulusan syahadat mereka

Maka siapa mengucapkan dua kalimat syahadat

Dialah saudara kami dengan segala haknya

Kecuali jika dia melanggar ucapannya

Dan meyakini apa yang tak patut dalam agamanya

Kami berusaha menjelaskan kepada mereka

Dan menganggap demikian itu sebagai hak mereka158

Jika seorang muslim mengingkari sesuatu yang pokok dalam agama Islam, kita harus menyampaikan hujah kepadanya dan memintanya bertobat. Jika dia masih bersikukuh pada sikapnya, kita menganggapnya sebagai murtad yang patut dihukum mati karena dia telah menanggalkan Islam dari dirinya. Dalam kondisi itu dia sudah kehilangan hak-haknya sebagai muslim, baik saat masih hidup maupun sesudah dia mati.

Seorang muslim juga tidak terlindungi lagi jiwanya jika dia membunuh saudara seagamanya secara aniaya atau berzina ketika dia sudah menikah. Hanya saja, dia tidak lantas tersisihkan dari hukum Islam; harta dan keturunannya tetap harus dilindungi, hukum waris tetap berlaku padanya dan

158 1 5 8

Pusta

ka S

yiah

Page 317: Syiah Pustaka

317Pelangi Islam

jika meninggal dia juga tetap harus diperlakukan sebagai jenazah muslim. Karena itu, orang Islam yang berbuat aniaya demikian tidak dinyatakan keluar dari Islam sehingga walaupun jiwanya sudah tidak dilindungi lagi—demi menjaga umat dari kejahatan—namun harta bendanya tetap harus dilindungi, kecuali jika dia tergolong kaum Khawarij yang notabene menyukai pertumparan darah dan ditentang oleh seluruh umat Islam. Tentang ini Imam Salimi dalam syairnya menyebutkan:

Harta orang yang jahat tidak lantas dihalalkan

Walaupun umat menghalalkan jiwanya

Adapun Khawarij adalah golongan sesat dan haus darah

Sehingga kosonglah mereka dari agama

Mereka dihukumi sebagai musyrik

Karena kebodohannya dalam membenci umat

Mereka layak dihadapi umat dengan pedang

Dan harta bendanya pun boleh dirampas

Umat pilihan telah meninggalkan mereka

Memandangnya sesat dan fasik

Dari al-Mukhtar sudah terbetik kabar

Tentang keburukan hal ihwal mereka

Mereka dikenal sebagai orang yang keluar dari agama

Pusta

ka S

yiah

Page 318: Syiah Pustaka

318 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Maka tak syak lagi kita harus berlepas diri dari mereka159

Masalah ini sebenarnya sudah jelas berdasar hadis Nabi saw:

“Barangsiapa salat seperti salat kita, menghadap kiblat kita dan memakan hewan sembelihan kita, maka dia adalah muslim.”

Sabda inilah yang kita jadikan pegangan dan kita dukung. Semoga Allah Swt memberikan keteguhan kepada kita, dan Dialah Tuhan yang memberi taufik.

Pertanyaan Kedua:

Bagaimanakah ketentuan pengafiran pada masa kita sekarang? Apakah boleh seseorang mengafirkan para penganut mazhab apa pun di antara sekian mazhab Islam yang ditaklidi, atau mengafirkan orang yang menganut akidah Asy’ari? Lebih jauh lagi, bolehkah mengafirkan para penganut sufi hakiki?

Jawaban:

Pengafiran (takfir) dalam arti memisahkan seorang muslim dari tubuh umat Islam dan mengeluarkannya dari

159 159

Pusta

ka S

yiah

Page 319: Syiah Pustaka

319Pelangi Islam

pagar agama Islam adalah perkara sulit yang tidak akan dilakukan oleh orang yang takut dan bertakwa kepada Allah Swt. Pengafiran adalah klaim yang paling berisiko mengacaukan jalinan ideologis yang merekatkan ikatan antara sesama umat Islam dan menghubungkan para individu dengan komunitas-komunitasnya. Pengafiran bahkan merupakan faktor utama pemecah belah dan pemutus hubungan antarsesama umat Islam sehingga umat ini menjadi umat yang remeh dan tak berbobot di tengah masyarakat manusia dan tidak diperhitungkan di tengah aneka umat. Sebagaimana sudah disebutkan tadi, seorang muslim apa pun mazhab pemikiran, suluk dan fikihnya tidak akan keluar dari umat Islam selagi dia tidak mengingkari hal-hal yang pasti dalam Islam. Dia bahkan harus diperlakukan sebagai penganut ajaran tauhid yang beriman secara teori maupun praktik kepada Allah dan Rasul-Nya, baik saat dia masih hidup maupun setelah dia meninggal dunia, sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya.

Allah-lah Sang Pemberi taufik. Demikianlah jawaban yang dapat kami kemukakan tentang permasalahan-permasalahan ini. Semoga Allah senantiasa melindungi dan menjaga Anda.

Pertanyaan Ketiga:

Siapakah mufti sejati dalam Islam, dan bagaimanakah syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang berkecimpung dalam fatwa serta memberi petunjuk kepada masyarakat dalam pemahaman dan pengamalannya terhadap syariat Islam?

Pusta

ka S

yiah

Page 320: Syiah Pustaka

320 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Jawaban:

Al-Ifta’ (pengeluaran fatwa) secara etimologis berarti al-ibanah (penjelasan), sedangkan dalam terminologi syariat berarti penjelasan tentang hukum Allah untuk suatu kasus, baik hukum itu semata-mata berdasar nas tanpa tersentuh oleh pendapat dan ijtihad—seperti kewajiban salat, puasa, zakat, dan ibadah haji bagi yang berkemampuan, atau juga seperti hukum waris yang di dalamnya perempuan mendapat separuh jatah laki-laki, ibu mendapat sepertiga jika orang yang meninggal tidak memiliki saudara dan anak, atau ibu mendapat seperenam apabila dia terhalang dari sepertiga karena orang yang meninggal memiliki anak atau saudara, dua saudara perempuan mendapat jatah dua pertiga, dan satu saudara perempuan mendapat separuh, atau kemuhriman ibu, saudara anak perempuan, saudara perempuan, bibi dari jalur ayah maupun ibu—maupun hukum itu berdasar ijtihad seperti kewajiban melaksanakan umrah bagi yang berpendapat demikian, atau bahwa saudara mendapatkan warisan walaupun yang meninggal masih memiliki kakek bagi yang berpendapat demikian, atau kewajiban membayar kaffarah bagi orang yang melakukan pembunuhan dengan sengaja, dan berbagai persoalan lain yang tak terhitung jumlahnya.

Mengingat berbagai persoalan yang berdasarkan nas jumlahnya kecil dibanding persoalan ijtihad yang memang jumlahnya sangat besar dan selalu mengalami pembaharuan seiring dengan berkembangnya berbagai persoalan yang membutuhkan pendapat dan ijtihad dalam kehidupan manusia akibat putaran waktu yang terus bergerak dalam kehidupan

Pusta

ka S

yiah

Page 321: Syiah Pustaka

321Pelangi Islam

sehingga persoalan pun menjadi semakin bervariasi, maka sudah seharusnya di suatu tempat terdapat seorang mufti yang berfatwa mengenai urusan agama dan dunia bagi masyarakatnya berdasar pengetahuannya yang mendalam terhadap syariat dan wawasannya yang luas tentang urusan masyarakat dan dinamika kehidupan mereka agar dia tidak terjerumus dalam kesalahan dalam memberi fatwa.

Semua ini berarti bahwa seorang mufti haruslah orang yang benar-benar memahami kitab suci dan sunah, memiliki semua piranti untuk melihat keduanya dan melakukan penelitian secara akurat terhadap hukum-hukum dalam khazanah keduanya yang amat luas. Piranti itu antara lain ilmu bahasa Arab yang meliputi ilmu nahwu, sharaf dan balaghah, serta ilmu ushul fikih dan maqashid al-syari’ah (maksud syariat). Semua ini harus dia kuasai agar dia terbiasa melakukan perbandingan antardalil, antara yang umum dan yang khusus, antara yang mutlak dan yang terikat, antara yang global dan yang terinci, dan antara yang nasikh dan yang mansukh, supaya dia dapat mengembalikan yang umum kepada yang khusus, yang mutlak kepada yang terikat, yang global kepada yang terinci, serta mengambil yang nasikh dan mengabaikan yang mansukh, dan melakukan tarjih dengan melakukan perbandingan antarmaksud syariat ketika terjadi akumulasi persoalan.

Mufti juga harus mengerti jenjang-jenjang riwayat agar dia dapat mengambil riwayat yang terkuat dan bukan yang lemah, mengetahui apa yang sudah menjadi ijmak para ulama agar dia tidak perlu berijtihad jika ijmak itu memang pasti adanya (qath’i). Dia juga harus mengerti qiyas

Pusta

ka S

yiah

Page 322: Syiah Pustaka

322 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

beserta sebab-sebab dan alasannya, memahami maslahat, dan mengerti sadd al-dzara’ah (upaya preventif terhadap berbagai kemungkinan buruk—penerj.), istihsan (keyakinan akan kebaikan sesuatu—penerj.) dan lain-lain supaya dia dapat memutuskan perkara berdasar bukti-bukti yang jelas dan pengetahuan yang mumpuni terhadap agamanya.

Orang yang tidak memenuhi standar kepatutan itu bukanlah orang yang layak berfatwa karena dia lebih dekat dengan kebodohan daripada dengan pengetahuan, dan lebih dekat kepada kebutaan daripada penglihatan. Orang yang demikian tidak bisa dipercaya, karena menjurus pada kepatuhan terhadap setan karena dia berkata sesuatu yang tidak dia ketahui, dan tindakan demikian bersanding dekat dengan kejahatan dan kekejian sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Swt, Sesungguhnya setan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.160

Tindakan demikian bahkan disandingkan dengan kesyirikan, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Swt,

Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.”161

160 QS. al-Baqarah [2]: 169.161 QS. al-A’raf [7]: 33.

Pusta

ka S

yiah

Page 323: Syiah Pustaka

323Pelangi Islam

Cukuplah kiranya ayat ini sebagai penolakan terhadap orang-orang mengada-ada atas nama Allah Swt tanpa bekal ilmu, berani berfatwa tanpa pengetahuan.

Allah jualah Sang Pemberi taufik.

Demikianlah apa yang dapat saya kemukakan sebagai jawaban atas semua pertanyaan tersebut. Semoga Allah senantiasa melindungi Anda.

Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Ahmad bin Ahmad al-Khalili

Mufti Besar Kerajaan Oman***

Pusta

ka S

yiah

Page 324: Syiah Pustaka

324 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Pusta

ka S

yiah

Page 325: Syiah Pustaka

325Pelangi Islam

Dokumen

Pusta

ka S

yiah

Page 326: Syiah Pustaka

326 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Dokumen Mekkah al-Mukarramah Tentang Irak

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Salawat dan salam atas utusan Allah Muhammad serta keluarga dan seluruh sahabatnya.

Mengingat gentingnya situasi di Irak di mana setiap hari terjadi pertumpahan darah serta aksi pengrusakan terhadap harta benda dan properti masyarakat atas nama Islam padahal Islam berlepas tangan dari semua itu, dan sebagai respon atas seruan Sekretaris Jenderal Organisasi Konferensi Islam (OKI), serta berada di bawah payung Akademi Fikih Islam Internasional yang bernaung di bawah OKI, kami para alim ulama Irak dari kalangan Ahlusunnah dan Syi’ah telah bertemu di Mekkah al-Mukarramah pada tahun 1426 H, membicarakan persoalan Irak dengan segala petaka dan tragedi yang menimpa penduduknya, dan merilis dokumen yang isinya ialah sebagai berikut.

Pertama, orang Islam adalah orang yang bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Dengan syahadat ini, darah, harta benda dan kehormatannya terlindung kecuali dengan alasan yang benar dan keputusannya terserah kepada Allah. Tercakup dalam keterlindungan ini seluruh kalangan Ahlusunnah dan Syi’ah. Titik persamaan antara kedua mazhab ini jauh lebih besar

Pusta

ka S

yiah

Page 327: Syiah Pustaka

327Pelangi Islam

daripada titik dan penyebab perbedaan antara keduanya. Perbedaan antara kedua mazhab ini, di manapun letaknya, tak lain adalah perbedaan pendapat dan takwil, bukan perbedaan menyangkut pokok-pokok keimanan maupun rukun-rukun Islam. Syariat tidak membenarkan pengafiran siapa pun di antara pengikut dua mazhab ini, sesuai sabda Rasulullah saw,

“Barangsiapa berkata kepada saudaranya, ‘Hai kafir’ maka ucapan itu kembali kepada satu di antara keduanya.”

Tidak boleh pula mencela suatu mazhab karena kejahatan sebagian pengikutnya.

Kedua, darah, harta benda dan kehormatan umat Islam adalah haram. Allah Swt berfirman,

Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan azab yang besar baginya162

Rasulullah saw juga bersabda,

“Setiap muslim adalah haram bagi muslim lainnya, darahnya, hartanya, dan kehormatannya.”

Dengan demikian, tidak boleh seorang muslim Syi’ah maupun Sunni melakukan pembunuhan, gangguan, teror, 162 QS. al-Nisa’ [4]: 93.

Pusta

ka S

yiah

Page 328: Syiah Pustaka

328 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

dan pelanggaran terhadap harta benda atau melakukan provokasi ke arah demikian, atau melakukan pengusiran dari kampung halaman atau tempat tinggal saudara seagamanya, atau menyanderanya hanya karena akidah dan mazhabnya. Barangsiapa berbuat demikian maka umat Islam dengan seluruh marji’, ulama dan masyarakatnya berlepas diri darinya.

Ketiga, tempat-tempat peribadatan juga haram. Tempat-tempat itu meliputi masjid, husainiyyah dan rumah-rumah ibadah nonmuslim. Dengan demikian, tempat-tempat itu tidak boleh diserang, dirampas atau dijadikan tempat melakukan kegiatan-kegiatan ilegal. Tempat-tempat itu harus dikembalikan kepada pemilik. Segala yang dirampas dari dalam tempat itu harus diserahkan kembali kepada mereka. Hal ini sesuai dengan kaidah fikih yang telah diakui oleh semua mazhab bahwa “wakaf adalah sesuai dengan syarat dari pemiliknya”, “syarat dari pewakaf sama dengan nas dari pembuat syariat”, dan kaidah “apa yang telah diketahui umum sama dengan syarat yang telah digariskan.”

Keempat, berbagai kejahatan yang dilakukan atas nama mazhab sebagaimana terjadi di Irak merupakan satu bentuk kerusakan di muka bumi yang dilarang dan diharamkan oleh Allah Swt sebagaimana disebutkan dalam firmannya,

Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.163

163 QS. al-Baqarah [2]: 205.

Pusta

ka S

yiah

Page 329: Syiah Pustaka

329Pelangi Islam

Mengikuti mazhab apa pun tidak mengarahkannya kepada aksi pembunuhan dan pelanggaran. Jika aksi ini dilakukan dilakukan oleh oknum, oknum itulah yang harus dihukum, karena Allah Swt berfirman, Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.164

Kelima, tindakan provokatif dan aksi menyinggung perasaan bermotif mazhab, ras, wilayah dan bahasa harus dihindari, sebagaimana juga saling lempar stigma dan julukan buruk juga harus dijauhi. Aksi demikian disebut oleh al-Quran sebagai kefasikan (fusuq),

Dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang fusuq (buruk) sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.165

Keenam, semua harus berusaha menggalang persatuan, solidaritas, dan semangat saling menolong dalam kebaikan dan ketakwaan. Upaya demikian menuntut kesungguhan melawan upaya perpecahan. Allah Swt berfirman, Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.166

Allah Swt juga berfirman, Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku.167

Ayat-ayat ini menuntut umat Islam berusaha menjauhi segala bentuk tindakan yang dapat merusak hubungan

164 QS. al-An’am [6]: 164.165 QS. al-Hujurat [49]: 11.166 QS. al-Hujurat [49]: 10.167 QS. al-Mukminun [23]: 52.

Pusta

ka S

yiah

Page 330: Syiah Pustaka

330 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

di antara mereka, mengacaukan barisan mereka, dan menimbulkan fitnah yang merusak jiwa mereka dalam memandang satu sama lain.

Ketujuh, umat Islam Sunni dan Syi’ah sama-sama penolong bagi orang-orang yang teraniaya dan musuh bagi kaum zalim serta sama-sama mengamalkan firman Allah,

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran168

Atas dasar ini umat Islam harus berjuang mengatasi kezaliman, khususnya dengan membebaskan orang-orang Islam dan non-Islam tak berdosa yang menjadi sandera serta mengembalikan orang-orang yang terusir ke kampung halaman mereka.

Kedelapan, para ulama hendaknya mengingatkan pemerintah Irak supaya menunaikan kewajibannya menegakkan keamanan, melindungi rakyat, membentangkan jalan kehidupan yang luhur bagi rakyat dengan semua kelompok dan elemen yang ada, dan menegakkan keadilan di tengah bangsa. Dalam rangka ini, hal terpenting yang harus dilakukan antara lain ialah membebaskan warga tak berdosa yang menjadi tawanan, membawa tersangka kejahatan ke pengadilan, menerapkan amar putusannya, serta mengindahkan sepenuhnya prinsip kesetaraan sesama anak bangsa Irak.

168 QS. al-Nahl [16]: 90

Pusta

ka S

yiah

Page 331: Syiah Pustaka

331Pelangi Islam

Kesembilan, para ulama Sunni dan Syi’ah hendaknya mendukung semua upaya dan jerih payah untuk mewujudkan maslahat nasional yang komprehensif di Irak, sebagai bentuk pengamalan firman Allah, Dan perdamaian itu lebih baik.169

Juga firman-Nya, Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa.170

Kesepuluh, umat Islam Sunni dan Syi’ah berdiri dalam satu barisan untuk mempertahankan kemerdekaan, integritas dan kebaikan Irak, muwujudkan aspirasi bangsanya, bahu membahu membangun kekuatan militer, ekonomi dan politik, berjuang mengakhiri pendudukan, sera menggalang era peradaban dan kebudayaan Arab yang Islami dan manusiawi untuk Irak.

Sesungguhnya para ulama yang bertanda tangan pada dokumen ini menyerukan kepada segenap ulama Islam di Irak dan luar negeri supaya mendukung dan berkomitmen pada apa yang telah dinyatakan dalam dokumen ini serta turut mendorong umat Islam Irak agar berkomitmen pada pernyataan ini. Para ulama yang bertanda tangan pada dokumen ini juga berdoa di Tanah Suci kepada Allah agar menjaga seluruh umat Islam dalam urusan agama mereka, mencurahkan anugerah keamanan bagi negeri mereka, membebaskan umat Islam Irak dari malapetaka, mengakhiri hari-hari bencana penuh fitnah bagi penduduknya, dan menjadikan Irak sebagai kekuatan bagi umat Islam dalam menghadapi musuh-musuhnya.

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.

169 QS. al-Nisa’ [4]: 128.170 QS. al-Ma’idah [5]: 2.

Pusta

ka S

yiah

Page 332: Syiah Pustaka

332 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Daftar Penanda Tangan Dokumen Mekkah Tentang Irak

1. Syekh Ali Babir, Ketua Jamaah Islam Kurdistan.

2. Dr. Sayid Mohammad Baqir al-Ulum, ulama besar Irak.

3. Syekh Salahuddin Bahauddin, ulama anggota Persatuan Islam Kurdistan.

4. Dr. Syekh Ahmad Kazhim Sadkhan al-Bahadali, dosen Hauzah Ilmiah Najaf.

5. Sayid Ali Salman Jabbar, ulama propinsi al-Motsanna.

6. Dr. Syekh Hammam Baqir Hamudi, anggota parlemen.

7. Syekh Dr. Ibrahim al-Hisan, anggota Dewan Ulama Islam.

8. Sayid Mohammad Mohammad al-Haidari, anggota parlemen.

9. Syekh Ali Khidhir al-Zand, imam dan khatib Universitas al-Shiddiq, Baghdad.

10. Syekh Abdul Halim Jawad Kazhim al-Zuhairi, Penasihat Perdana Menteri Irak Urusan Hauzah Ilmiah Najaf.

Pusta

ka S

yiah

Page 333: Syiah Pustaka

333Pelangi Islam

11. Syekh Dr. Ahmad Abdul Ghafur al-Samarra’i, Ketua Dewan Wakaf Sunni.

12. Syekh Dr. Abdul Malik al-Sakdi, guru besar ilmu keislaman Universitas Mu’tah dan berbagai universitas di Irak lainnya.

13. Sayid Fadhil al-Syara’, Penasihat Perdana Menteri Urusan Marji’.

14. Syekh Jalaluddin al-Shaghir, anggota parlemen.

15. Syekh Dr. Mahmud al-Shamidai, imam dan khatib Masjid Jami’ Umm al-Qura, Baghdad.

16. Syekh Abdul Sattar Abdul Jabbar Abbas, direktur Badan Wakaf Sunni, Baghdad.

17. Dr. Mohsen Abdul Hamid, guru besar ilmu keislaman di berbagai universitas Irak dan Arab.

18. Dr. Salahuddin Salim Abdul Razaak, kepala Humas Badan Wakaf Syi’ah.

19. Syekh Dr. Abdul Jalil Ibrahim al-Fahdawi, Ketua Majelis Fatwa, Baghdad.

20. Syekh Dr. Mohammad Basyar al-Faidhi, juru bicara Dewan Ulama Islam.

21. Sayid Shadruddin Hasan Ali al-Qubanji, imam Jumat Najaf al-Asyraf.

22. Syekh Dr. Ali Qarahdaghi, ulama Kurdi di Qatar.

23. Sayid Faid Kazhim Nun, ulama Najaf al-Asyraf.

24. Syekh Dr. Makki Husain Hamdan al-Kubaisi, wakil dekan fakultas al-Imam al-A’zham, Baghdad.

Pusta

ka S

yiah

Page 334: Syiah Pustaka

334 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

25. Sayid Fadhil Khalaf Karam, ulama Hauzah Ilmiah Najaf al-Asyraf.

26. Dr. Syekh Fuad Kazhim Zair al-Miqdadi, ulama Kazhimiah, Baghdad.171*

27. Syekh Ibrahim Ni’ami al-Nikmah, anggota parlemen.

28. Syekh Dr. Abdul Karim Nasir, dosen ilmu syariat dan Ketua Badan Wakaf Kawasan Selatan Irak.

29. Syekh Mohammad Kazhim Feiruz Ya’qub, wakil Ayatullah Uzhma Mohammad al-Ya’qubi.

Para Saksi dan Penyeru Komitmen Terhadap Dokumen Mekkah al-Mukarramah Tentang Irak

1. Syekh Dr. Mohammad al-Habib bin al-Khaujah, Sekretaris Jenderal Akademi Fikih Islam Internasional.

2. Ayatullah Syekh Mohammad Ali Taskhiri, Sekretaris Jenderal Forum Internasional untuk Pendekatan Antarmazhab Islam.

3. Dr. Mohammad Salim al-Uwa, Penasihat Sekretaris Jenderal Organisasi Konferensi Islam (OKI).

171* Beliau Penulis buku Demi Kemaslahatan Islam: Peranan Keluarga Suci Nabi Saw dan MadrasahnyaterbitanNural-Hud,2014—peny.

Pusta

ka S

yiah

Page 335: Syiah Pustaka

335Pelangi Islam

Tanggapan Para Ulama Terhadap Surat Ayatullah Syekh Muhammad Ali Taskhiri

Anggota Akademi Fikih Islam Internasional Perihal Fitnah Takfiriah

Menyusul keluarnya fatwa Abdullah Jibrin, salah satu tokoh takfiri, yang berisikan seruan perang dan pembunuhan terhadap para pengikut Ahlulbait as serta badai tuduhan batil dan syubhat, Syekh Muhammad Ali Taskhiri selaku anggota Akademi Fikih Islam Internasional di Jeddah melayangkan surat kepada para ulama Ahlusunnah di berbagai penjuru Dunia Islam, termasuk Hijaz (Arab Saudi), berisikan penolakan tegas terhadap tindakan tak bertanggung jawab tersebut serta imbauan kepada mereka supaya mengambil sikap secara terbuka terhadap tindakan tersebut karena dapat memecah belah umat Islam dan mengoyak persatuan mereka di saat mereka justru sangat membutuhkan solidaritas dan kekompakan di depan kekuatan kafir dan imperialis dunia yang menjadi musuh Islam dan umat Islam.

Surat itu mendapat tanggapan dari sejumlah ulama Ahlusunnah yang diharap dapat memengaruhi sikap Abdullah Jibrin dan orang-orang semisalnya agar kembali kepada akal sehat dan jalur yang benar dalam mengambil

Pusta

ka S

yiah

Page 336: Syiah Pustaka

336 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

sikap dan mengungkapkan pendapat. Hanya Allah jualah Sang Pemberi taufik untuk segala yang mengandung kebenaran.

Surat Syekh Muhammad Ali Taskhiri ialah sebagai berikut.

Dengan Nama Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Tanggal: 12 Rajab 1412 H

Nomor: 823/17/ mim jim

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Saya memohon kepada Allah Swt agar mencurahkan taufik kepada Anda dalam mengabdi kepada Islam yang agung. Sebagaimana telah Anda ketahui, persatuan dan kesolidan umat Islam di depan musuh-musuhnya yang telah menebar konspirasi untuk melenyapkan umat ini dari tatanan baru dunia sangatlah bergantung pada adanya kekuatan yang satu. Kekuatan ini menjadi salah satu hal yang urgen dan tidak mungkin terwujud kecuali jika tergalang kuat semangat untuk saling berdekatan, saling pengertian dan tolong menolong antarsesama umat Islam.

Namun sangatlah naif, kita justru melihat adanya pihak tertentu yang tidak menyadari realitas ini dan malah menempuh tindakan yang dapat memecah barisan umat dengan dakwaan-dakwaan yang absurd dan batil. Mereka bahkan sampai pada batas mengeluarkan fatwa pembunuhan massal terhadap para pengikut mazhab Ahlulbait—yang jumlahnya mencapai 200 juta jiwa—berdasar argumentasi-

Pusta

ka S

yiah

Page 337: Syiah Pustaka

337Pelangi Islam

argumentasi batil seperti tuduhan mengenai tahrif al-Quran, menuhankan Ahlulbait, dan berbagai tuduhan lain yang ditolak mentah-mentah oleh mazhab Ahlulbait as. Betapapun demikian, dari waktu ke waktu, kami memang selalu mendapati adanya seruan-seruan yang mengeruhkan kejernihan umat dan memberatkan proses persatuan.

Dalam surat ini kami lampirkan pula fatwa itu dengan harapan Anda dapat menyatakan pendapat Anda Yang Mulia secara terbuka terhadap tindakan yang dapat menimbulkan perpecahan tersebut. Kami sangat berharap Anda dapat memecahkan problem yang ada di antara kita. Tentunya kita tidak akan membukakan peluang bagi lembaga-lembaga internasional untuk campur tangan dengan dalih membela hak asasi manusia dan lain sebagainya.

Kami meyakini sepenuhnya bahwa kebijaksanaan Anda dan para ulama pejuang lainnya sangatlah diperlukan dan ampuh untuk mengatasi bahaya.

Allah Swt berfirman, Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar.172

Kami memohon semoga Allah Swt melimpahkan taufik dan petunjuk-Nya kepada Anda.

Saudaramu,

Muhammad Ali Taskhiri

Anggota Akademi Fikih Islam Internasional***

172 QS. al-Anfal [8]: 73.

Pusta

ka S

yiah

Page 338: Syiah Pustaka

338 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Kutipan Tanggapan Para Ulama Atas Surat Syekh Ali Taskhiri

1. Dr. Sami Hamud, Dirjen Pusat Kajian dan Konsultasi Keuangan Islam, Amman, Yordania

Saya telah menerima dan membaca surat Anda bernomor 323/17/ mim jim dan tertanggal 12 Rajab 1412 H beserta lampiran fatwa yang dikeluarkan oleh Syekh Abdullah bin Abdurrahman Jibrin.

Saya turut prihatin atas keluarnya fatwa demikian dari seseorang yang mengaku sebagai penyandang ilmu agama karena fatwa itu bertentangan dengan perintah Allah Swt kepada umat Islam agar bersatu dan berpegangan pada tali Allah yang kokoh. Dia seolah tidak membaca firman Allah, Fitnah itu lebih besar bahayanya daripada pembunuhan.173

Saudaraku yang mulia, memang ada kekurangan dalam sikap kebanyakan kelompok-kelompok umat Islam satu sama lain di mana mereka kehilangan kesadaran dan kedekatan satu sama lain. Ini adalah karena ketidaktahuan mayoritas umat Islam, terutama

173 QS. al-Baqarah [2]: 191.

Pusta

ka S

yiah

Page 339: Syiah Pustaka

339Pelangi Islam

berkenaan dengan pengetahuan Ahlusunnah terhadap hakikat fikih keluarga Muhammad dan bahwa hal ini berdiri berdasar ilmu dan ijtihad.

Saya sendiri, misalnya, yang berasal dari negara yang semua penduduknya bermazhab Ahlusunnah sebelumnya juga tidak mengetahui, dan baru mendapat sedikit pengetahuan tentang fikih mazhab Ja`fari setelah saya lulus dari fakultas hukum pada tahun 1963 M. Ketika saya membaca untuk pertama kalinya karya-karya Almarhum Syahid Muhammad Baqir Shadr—semoga Allah merahmatinya—saya melihat suatu ilmu, pemahaman dan cakrawala yang teramat luas dan tentu akan sangat mulia seseorang dari kalangan mayoritas umat Islam kontemporer jika dapat berbuat seperti beliau.

Ketika saya mulai menyiapkan disertasi doktoral pada tahun 1972 M, tidak mudah saya menghubungi sejumlah marji’ besar mazhab Imamiyah sampai saya berkunjung ke rumah Syekh Jawad Mughniyah di Beirut, Lebanon. Di situ saya mendapatkan karya tulisnya tentang fikih Imam Ja`far Shadiq serta menikmati perpustakaan pribadinya dengan membaca karya tulis para marji’ fikih Ja`fari seperti Miftah al-Karamah karya al-Syaqra’i174, Raudhat al-Bahiyyah karya al-Amili175, Syara’i’ al-Islam karya

174 YakniSayidMuhammadJawadal-Amilial-Syaqra’i.175 Yakni Zainuddin yang terkenal dengan julukan Syahid Tsani.

Pusta

ka S

yiah

Page 340: Syiah Pustaka

340 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Muhaqqiq176, Tadzkirat al-Fuqaha’ karya Muthahhar177 dan berbagai karya istimewa lain.

Setelah membaca karya-karya itu di satu sisi saya terkagum-kagum oleh kecermatan yang ada di bidang fikih dan di sisi lain saya mendapatkan adanya berbagai kedekatan pandangan, khususnya antara mazhab Imamiyah dan mazhab Hanafi di bidang transaksi keuangan.

2. Syekh Ahmad bin Hamad al-Khalili178, Mufti Besar Kerajaan Oman

Saya telah merima surat Anda bernomor 823/17/ mim jim dan tertanggal 12 Rajab 1412 H serta mengetahui fatwa bodoh yang terlampir dalam surat, fatwa yang menuduh syirik sebagian umat Islam yang tak terhinakan oleh kesyirikan, dan fatwa yang menyerukan pembunuhan terhadap mereka, yaitu seruan yang paling fatal dampaknya dalam pelemahan umat Islam.

Namun demikian, janganlah terlalu merisaukan pernyataan orang-orang seperti mereka, karena keluarnya fatwa demikian dari mereka justru menjadi satu bukti jelas betapa sempitnya cakrawala mereka, kedangkalan pikiran mereka, ketidakberakhlakan mereka dengan akhlak ulama, bahwa merekalah

176 YakniNajmuddin Ja`far binHasan yang terkenal dengan julukanMuhaqqiq Hilli.

177 Yakni Allamah Yusuf bin Muthahhar al-Hilli.178WakilPemerintahOmandiAkademiFikihIslamInternasional.

Pusta

ka S

yiah

Page 341: Syiah Pustaka

341Pelangi Islam

para penganjur perpecahan antipersatuan, penyeru perselisihan antikesepahaman, dan bahwa merekalah—disadari atau tidak—alat yang paling mudah digunakan oleh musuh-musuh Islam. Musuh telah memanfaatkan mereka untuk meremukkan umat Islam, mengoyak persatuan umat Islam, serta membiarkan umat Islam terlelap dan terjauh dari pemikiran Islam dan pengamalan terhadap esensi dan spiritnya.

Kita telah meraba adanya jerih payah musuh-musuh Islam untuk menyeret Islam di landasan pacu ini dan terpengaruh oleh orang-orang seperti mereka. Namun, segala puji bagi Allah, kita dapat memutus jalan mereka. Kita menegaskan kepada mereka bahwa umat Islam adalah umat yang satu, yang tak akan terpecah belah dan bahwa di antara kita tidak ada perselisihan di bidang ushul.

Setelah menerima surat dari Anda, dalam khotbah saya segera berbicara tentang fenomena takfiriah dan menyerukan keharusan menggalang semangat kesepahaman, persatuan, dan pengabaian terhadap perselisihan di bidang furu’ yang ada di antara kita selagi kita masih dalam satu kata mengenai sumber-sumber yang asasi dalam penentuan hukum syariat. Saya menegaskan bahwa semua energi dan waktu yang terkuras ini harus dikerahkan untuk memperkuat barisan umat Islam di depan musuh-musuhnya yang hakiki yang terus mengintai dan

Pusta

ka S

yiah

Page 342: Syiah Pustaka

342 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

menerkam kita dari semua sisi. Namun Allah jualah Sang Maha Penolong.

Kami memohon semoga Allah Swt memperkuat persatuan umat Islam, menutupi segala kekurangan, membenahi segala kesalahan, mempertautkan hati umat Islam satu sama lain dengan ketaatan kepada-Nya agar mereka kembali berjaya, memimpin dunia dan dapat membebaskan dunia dari keterpurukan dan kebinasaan.

3. Syekh Abdullah bin Abdurrahman al-Bassam, Ketua Pengadilan Kasasi Wilayah Barat, dan Abdullah bin Sulaiman bin Mani’, Ketua Daerah Hukum Pertama Pengadilan Kasasi Wilayah Barat, Kementerian Keadilan Saudi Arabia

Telah kami terima surat Anda nomor 823/17/mim jim tanggal 12 Rajab 1412 H yang dilampiri fatwa Syekh Abdullah bin Abdurrahman Jibrin dan telah kami mengerti apa yang terkandung dalam surat.

Apa yang Anda sebutkan dalam surat sepenuhnya benar dan tepat, dan itu adalah apa yang kita memohon supaya Allah menjadikannya sebagai kenyataan agar umat ini bersatu dan merapatkan barisan, dan supaya Islam memiliki kekuatan dalam menghadapi musuh-musuhnya. Alangkah indahnya seandainya kita menyaksikan umat Islam bersatu dan bergerak di satu arah dan tujuan, yaitu memperjuangkan agama mereka dan menegakkan kalimat Tuhan mereka berdasarkan kitab Allah dan sunah sahih Rasulullah

Pusta

ka S

yiah

Page 343: Syiah Pustaka

343Pelangi Islam

saw serta sesuai dengan apa yang wariskan oleh para hamba saleh terdahulu mereka berupa ilmu yang bermanfaat dan metode yang lurus.

Kita berada di era ketika fanatisme buta sedemikian berpengaruh, namun biarlah kita bersatu di bawah naungan agama Allah dan bahu membahu menegakkan kalimat Allah, menyebar luaskan agama-Nya, mengeluarkan manusia yang sesat dari jurang kebodohan terhadap agama Tuhannya dan menuntun mereka menuju pengetahuan dan kepatuhan kepada syariat-Nya agar mereka beruntung serta menikmati ketenteraman di dunia dan keselamatan di akhirat.

Sesungguhnya Allah Swt telah mengambil ikrar dari orang-orang yang berilmu supaya menyampaikan agama-Nya dan mengajarkan kepada manusia petunjuk dan jalan yang lurus. Jika tidak menunaikan kewajiban ini, mereka harus bertanggung jawab pada hari kiamat. Allah Swt berfirman,

Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): “Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya.”179

4. Syekh Muhammad Kamal Adam, Anggota Majelis Ulama Ethiopia

Telah kami terima surat Anda yang bertanggal 12 Rajab 1412 H. Memang, fatwa demikian pasti

179 QS.AliImran[3]:187.

Pusta

ka S

yiah

Page 344: Syiah Pustaka

344 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

ditolak oleh umat Islam, khususnya para ulama mukhlisin. Pengeluaran fatwa demikian di tengah kondisi genting umat Islam ketika Amerika Serikat berusaha menancapkan hegemoninya terhadap semua bangsa dunia tidaklah membawa apa-apa kecuali pelayanan bagi kaum mustakbirin serta upaya memorakporandakan barisan umat Islam agar tidak bersatu dalam menghadapi poros kekuatan jahat dan batil.

Saya heran mengapa Anda hanya terfokus pada fatwa-fatwa batil ini saja dan meminta kami menyatakan secara terbuka pendapat Islami kami terhadapnya, padahal saya kira Anda juga mengetahui banyak fatwa lain yang dikeluarkan oleh kaum Wahabi, demikian pula buku-buku yang mereka karang dan sebarkan di berbagai penjuru dunia dengan konten yang antiumat Islam, khususnya Syi’ah.

Kelompok Wahabi tidak hanya mengeluarkan fatwa anti-Syi’ah, tapi juga banyak sekali fatwa lain yang mengafirkan seluruh umat Islam dan semua ulama terdahulu seperti Sya’rani al-Misri dan Hujjatul Islam Imam Ghazali. Jika Anda membaca buku yang dirilis oleh pemerintah Kuwait berjudul Fadha’ih al-Shafiyyah, niscaya Anda akan melihat banyak hal yang menimbulkan rasa heran. Saya mendengar sendiri seorang khatib di Mekkah al-Mukarramah yang berkhotbah dengan suara lirih berkata, “Semua orang yang beribadah haji di Baitullah ini adalah musyrik, kecuali orang yang satu keyakinan dengan kami.”

Pusta

ka S

yiah

Page 345: Syiah Pustaka

345Pelangi Islam

Dengan demikian, permusuhan kelompok ini memang sudah sangat nyata di hadapan seluruh umat Islam, khususnya di Benua Afrika. Kelompok ini telah menghamburkan dana jutaan dolar Amerika Serikat untuk memecah belah umat Islam.

Mengenai fatwa yang terlampir dalam surat Anda, tak syak lagi bahwa itu adalah fatwa batil yang tidak dibenarkan oleh apa yang telah diturunkan oleh Allah Swt. Allah Swt berfirman,

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan ‘salam’ kepadamu; “Kamu bukan seorang mukmin” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan di dunia.180

Ayat ini turun seakan berkenaan dengan kelompok Wahabi untuk menyingkap keburukan mereka. Semua jerih payah dan fatwa mereka itu tak lain adalah demi mencari harta benda kehidupan dunia, baik secara politis maupun ekonomi.

5. Syekh Muhammad Abduh al-Yamani, Ketua Lembaga Sosial Iqra’, Jeddah, Saudi Arabia

Telah sampai kepada saya surat Anda bernomor 823/17/ mim jim dan bertanggal 12 Rajab 1412 H serta satu lembar lampirannya. Apa yang Anda kemukakan mengenai persatuan dan solidaritas umat Islam di depan konspirasi musuh-musuhnya tentu

180 QS. al-Nisa’ [4]: 94.

Pusta

ka S

yiah

Page 346: Syiah Pustaka

346 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

merupakan satu hal yang hal urgen dan sama sekali tidak diragukan oleh orang yang berakal sehat. Semua perselisihan dalam ijtihad memang harus diabaikan karena memang tidak menyentuh masalah tauhid dan dasar-dasar keimanan dan harus lebih menjadi satu sebagai bentuk ketundukan kepada perintah Allah Swt, Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.181

Apa yang Anda sebutkan bahwa persatuan ini tidak mungkin terwujud kecuali jika umat Islam terwarnai oleh semangat saling pengertian dan dialog dengan kepala dingin, ini juga merupakan perkara yang urgen di segala keadaan dan waktu, terutama di era sekarang, agar tergalang keadaan saling menolong antarsesama umat Islam, sebagai bentuk kepatuhan kepada perintah Allah Swt, Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.182

Serta demi terealisasinya sabda Rasulullah saw,

“Orang beriman bagi orang beriman lainnya ibarat bangunan-bangunan yang saling mengokohkan.”

Apa yang dapat saya mengerti dari kitab para ulama dan fatwa para muhaqqiq ialah bahwa kita tidak boleh mengafirkan siapa pun di antara ahli kiblat, kecuali jika dia berbuat sesuatu yang memang mengharuskan

181 QS.AliImran[3]:103.182 QS. al-Ma’idah [5]: 2.

Pusta

ka S

yiah

Page 347: Syiah Pustaka

347Pelangi Islam

pengafiran; bahwa kita tidak boleh mengafirkan

orang yang menyatakan tiada tuhan selain Allah dan

Muhammad adalah utusan Allah, kecuali apabila dia

berbuat sesuatu yang memang layak untuk dikafirkan;

dan bahwa kecintaan kepada keluarga Rasulullah saw

adalah kewajiban bagi umat Islam.

Dalam Shahih Muslim diriwayatkan bahwa Zaid bin

Arqam berkata, “Suatu hari Rasulullah saw berdiri

berkhotbah di tengah kami di dekat air telaga bernama

Khum yang terletak di kawasan antara Mekkah dan

Madinah. Beliau memanjatkan puji syukur kepada

Allah, memberikan nasihat dan peringatan, kemudian

bersabda,

‘Amma bakdu, tidakkah kalian mengetahui wahai

manusia bahwa sesungguhnya aku adalah manusia

biasa yang tak lama lagi akan didatangi oleh utusan

Tuhanku lalu aku memenuhi panggilan-Nya, dan aku

meninggalkan dua pusaka berharga kepada kalian.

Pertama adalah kitab Allah yang di dalamnya terdapat

petunjuk dan cahaya, maka raihlah kitab Allah dan

berpegang teguhlah padanya.’

Pusta

ka S

yiah

Page 348: Syiah Pustaka

348 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

“Beliau kemudian menekankan kepedulian kepada kitab Allah dan memberikan motivasi tentang al-Quran. Setelah itu beliau bersabda;

‘Dan Ahlulbaitku. Aku memperingatkan kalian perihal Ahlulbaitku, aku memperingatkan kalian perihal Ahlulbaitku, aku memperingatkan kalian perihal ahlulbaitku.”

6. Syekh Ahmad Jamal183, Anggota Dewan Pakar Akademi Fikih Islam Internasional, Mekkah al-Mukarramah

Saya telah menerima surat Anda yang mulia, dan saya bergembira atas kedatangan surat Anda, namun turut prihatin atas apa yang Anda sebutkan perihal keluarnya fatwa anti-Syi’ah yang tidak didukung oleh dalil itu. Pendapat saya dalam masalah ini adalah satu di antara dua hal sebagai berikut.

Pertama, bersabar, menahan diri, mengabaikan dan tidak menggubris masalah itu.

Kedua, menanggapinya dengan hujah dan dalil yang mematahkan fatwa itu serta membuktikan bahwa fatwa tidaklah lebih dari sekadar klaim belaka.

183 PenulisternamaArabSaudidandosenUniversitasKingAbdulAziz,Jeddah.

Pusta

ka S

yiah

Page 349: Syiah Pustaka

349Pelangi Islam

7. Syekh Mahmoud Ali al-Sarthawi, Dosen Fakultas Syariat Universitas Yordania, Amman, Yordania

Telah sampai kepada saya surat Anda yang bertanggal 12 Rajab 1412 H dan bernomor 823/17/ mim jim perihal fatwa yang dikeluarkan oleh sementara orang dan berisikan sesuatu yang cenderung memecah belah dan mengoyak umat Islam di saat pihak musuh terobsesi mengganyang umat Islam serta keyakinan dan kesucian Islam.

Di samping itu, orang tersebut—semoga Allah mengampuninya—tidak menopang klaimnya dengan landasan syar’i dari kitab suci dan sunah Nabi saw maupun perilaku dan tutur kata kaum saleh terdahulu. Sebaliknya, dia hanya mengandalkan alasan yang bermotif hawa nafsu, tiada daya dan upaya kecuali dengan izin Allah Yang Mahamulia lagi Mahaagung. Saya tidak menemukan kata yang lebih baik daripada perkataan Syafi’i dalam menentang orang-orang seperti mereka ketika dia dituduh sebagai Rafidhi, “Jikalau cinta kepada keluarga Muhammad adalah Rafidhi, maka saksikanlah wahai manusia dan jin bahwa sesungguhnya aku adalah Rafidhi.”

Sungguh aneh dan sangat mengherankan, apakah saudara kita yang mulia itu pernah menghalalkan pembunuhan umat Yahudi dan Nasrani serta pernikahan dengan mereka serta mengharamkan pembunuhan terhadap saudara kita dari kalangan Syi’ah yang beriman bahwa dan mengakui Tuhan

Pusta

ka S

yiah

Page 350: Syiah Pustaka

350 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

yang sama, mengakui Muhammad adalah nabi dan rasul, serta al-Quran adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah pada kalbu Muhammad saw, juga beriman kepada hari kiamat dan qadha’ dan kepada takdir baik dan buruk?!

Sesungguhnya, saya berkata sesuai apa yang dikatakan oleh para ulama saleh terdahulu kita bahwa Syi’ah Imamiyah adalah saudara kami seagama. Mereka memiliki hak persaudaraan dengan kami, kita memiliki hak atas mereka sebagaimana mereka memiliki hak atas kami, tidak ada perselisihan dan perbedaan antara kami dan mereka kecuali dalam masalah furu’, dan para ulama harus bangkit mengubur hawa nafsu, mendekatkan pandangan dan memanfaatkan anugerah zaman yang sedang kita alami.

Saya memohon semoga Allah Swt mencurahkan taufik kepada Anda dan saudara-saudara Anda sesama ulama dalam upaya mewujudkan apa yang membawa kebaikan bagi umat ini.

8. Dr. Ahmad Muhammad Ali, Dirjen Bank Pembangunan Islam, Jeddah Arab Saudi

Saya berterima kasih sebesar-besarnya karena telah menerima surat Anda bernomor 823/17/ mim jim dan bertanggal 12 Rajab 1412 H. Saya sepakat sepenuhnya dengan Yang Mulia mengenai keharusan kita semua untuk menggalang semangat saling

Pusta

ka S

yiah

Page 351: Syiah Pustaka

351Pelangi Islam

berdekatan, saling pengertian, dan saling menolong antarumat Islam demi mewujudkan persatuan dan merapatkan barisan mereka untuk mengatasi bahaya yang mengintai umat Islam. Semua harus bersatu melangkah menuju ruangnya yang layak demi melindungi kepentingan kolektif mereka, demi menempati posisinya yang istimewa di dunia, dan demi mengibarkan bendera Islam.

9. Dr. Mohammad Ali Mahjub184, Menteri Wakaf Mesir dan Ketua Dewan Tinggi Urusan Islam Mesir

Telah saya terima surat Anda bernomor 823/17/ mim jim tertanggal 12 Rajab 1412 H perihal penentuan sikap terhadap keluarnya fatwa pembunuhan massal terhadap para pengikut mazhab Ahlulbait. Saya ingin Anda mengetahui sejauh mana bangsa dan pemerintah Mesir memuliakan keluarga Rasulullah saw.

Bagaimana mungkin Mesir akan memperkenankan sesuatu yang dapat merusak hubungan erat antara Ahlusunnah dan saudara-saudara mereka dari kalangan Syi’ah sedangkan semuanya sama-sama menolak sikap berlebihan dalam kehidupan beragama.

Sebagaimana Anda ketahui, kami di Mesir juga mengalami problem berupa adanya pandangan-pandangan yang kering dan ekstrem dalam mengeluarkan keputusan dan fatwa. Masyarakat

184 Penulis terkenal Mesir.

Pusta

ka S

yiah

Page 352: Syiah Pustaka

352 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

muslim kita tidak akan dapat terbebas dari radikalisme itu kecuali apabila kemoderatan Islam tertanam kuat dalam diri semua pihak agar menjadi sesuatu yang dominan.

Saya berharap apa yang Anda sebutkan tidak terlampau menggelisahkan Anda. Semoga di antara kita terjalin musyawarah dan dialog agar kita semua dapat melangkah ke jalan yang benar dan menghasilkan pengabdian terhadap akidah dan umat kita.

10. Dr. Taha Jabir al-Alwani185, Dosen Ushul Fikih Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud, Riyadh (1395-1405 H), Ketua Institut Pemikiran Islam di Washington dan Ketua Lembaga Fikih Amerika Utara.

Era kita adalah era ketika umat Islam semakin membesar dan membuat mereka ibarat makanan yang membutuhkan tempat yang menampungnya. Kita bebas untuk selalu mengingat firman Allah, Dan berpegangteguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.186

Kita juga dapat mencampakkan warisan budaya yang dapat memecah belah dan menghancurkan

185 Lulusan Fakultas Syariat dan Hukum Universitas al-Azhar sertamendapat gelar doktor di bidang ushul fikih di universitas yangsama.DiajugamerupakansalahsatuulamaAhlusunnahIrakdantelah menghasilkan beberapa karya tulis berisikan kajian keislaman danfikih,antara lain,al-Ijtihād wa al-Taqlīd fi al-Islām, Adab al-Ikhtilāf fī al-Islām, dan Ushul al-Fiqh al-Islāmi.

186QS.AliImran[3]:103.

Pusta

ka S

yiah

Page 353: Syiah Pustaka

353Pelangi Islam

umat Islam, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah, Itu adalah umat yang telah lalu; baginya apa yang diusahakannya dan bagimu apa yang kamu usahakan.187Menuduh orang Islam sebagai musyrik adalah tindakan berbahaya. Kita berharap tindakan demikian tidak dilakukan oleh siapa pun di antara orang-orang yang beriman.

Apa yang kami ketahui tentang akidah Syi’ah dan apa yang telah ditegaskan oleh para agamawan terkemuka mereka, sebagaimana terlihat dari berbagai karya tulis mereka, ialah mereka beriman kepada Allah sebagai Tuhan dan Muhammad saw sebagai nabi dan rasul, beriman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab suci, para rasul dan hari kiamat, serta percaya bahwa imamah merupakan kedudukan religius sesudah kenabian dan para Imam dari keluarga Rasulullah saw adalah para pemimpin kebenaran yang harus diikuti dan dicintai. Kaum Syi’ah tidak meyakini ketuhanan Imam Ali as atau kenabiannya. Memang ada aliran yang menuhankan Imam Ali, mengafirkan Ahlusunnah maupun Syi’ah sendiri dan umat Islam lainnya, namun aliran itu sudah punah.

Imam Muhammad Hasan Alu Kasyif al-Ghitha’, salah ulama besar kontemporer Syi’ah dalam kitabnya, Ashl al-Syi’ah wa Ushulihi, halaman 161 menegaskan, “Para Imam as adalah para penyampai ajaran ketaatan kepada Allah, tetapi tidak boleh menyembah mereka, menyembah hanya kepada Allah Yang Maha Esa dan

187 QS. al-Baqarah [2]: 141.

Pusta

ka S

yiah

Page 354: Syiah Pustaka

354 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

tiada sekutu bagi-Nya. Menaati para nabi dan para Imam adalah kewajiban karena mereka membawa ajaran dari Allah Swt, tapi tidak boleh menyembah mereka dengan alasan bahwa penyembahan itu adalah penyembahan kepada Allah, sesungguhnya penyembahan demikian adalah paham setani dan tipu daya iblis.”

Apa yang juga saya ketahui tentang umat Islam Syi’ah di Irak, Semenanjung Arab dan kawasan Teluk Persia ialah bahwa mereka juga seperti saudara mereka dari kalangan Ahlusunnah, yakni beriman kepada Allah Yang Mahakuasa, kitab Allah, kiblat dan semua rukun iman. Mereka juga berjuang dan berjihad sebagaimana saudara mereka Ahlusunnah demi mempertahankan negeri-negeri Islam dari cengkeraman kaum kafir dan penjajah. Mereka menanggung derita perjuangan sebagaimana yang lain menanggungnya. Berkat perjuangan mereka, para ulama mereka dan saudara-saudara mereka yang lain banyak negara Islam terbebas dari pendudukan Inggris dan lain-lain.

Tiada dambaan bagi umat ini demi ketenteraman, persatuan, kemerdekaan dan keteguhan Islam kecuali persatuan barisan mereka, berakhirnya perpecehan dan perselisihan, dan keteguhan kepada akidah tauhid yang merupakan kendali bagi segala urusan.

Bagi seorang mufti sudah seharusnya mengindahkan tata krama berfatwa. Salah satu tata krama fatwa

Pusta

ka S

yiah

Page 355: Syiah Pustaka

355Pelangi Islam

yang terpenting ialah mengenal siapa yang meminta fatwa dan motivasi di balik permintaan fatwa. Dia juga harus mendapatkan kepastian jawaban dan bersandar kepada kitab Allah dan sunah Rasulullah saw berkenaan dengan apa yang dia fatwakan, terutama tentang keimanan dan kekafiran. Bagi mufti, menyalahkan fatwa orang lain di bidang furu’ lebih baik daripada menyalahkannya di bidang ushuluddin atau berkata sesuatu yang dapat mengobarkan fitnah.

Syekh Abdul Aziz Bin Baz sendiri dalam Majma’ al-Fatawa jilid 3 halaman 1 menyebutkan, “Sesungguhnya Ahlusunnah wal Jamaah berkeyakinan bahwa orang yang bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah serta konsisten pada makna kesaksian ini serta tidak berbuat sesuatu yang melanggar Islam, maka dia tidak boleh diusik, dan perhitungannya terserah kepada Allah Azza wa Jalla, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa Nabi saw bersabda,

‘Aku diperintahkan supaya memerangi manusia sampai mereka berkata, ‘Tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah’ serta mendirikan salat dan membayar zakat. Jika mereka

Pusta

ka S

yiah

Page 356: Syiah Pustaka

356 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

berbuat demikian, darah dan harta mereka terlindung dariku kecuali apabila ada alasan yang benar, dan perhitungan atas mereka terserah kepada Allah Azza wa Jalla.’”

Kita berharap semoga Allah Swt mencurahkan taufik bagi umat ini dalam segala sesuatu yang menjadi kebaikan dan maslahat bagi mereka. Semoga Allah menjaga agama kita untuk kita karena agama inilah pelindung bagi kita dan dunia kita tempat kita menjalani kehidupan, dan semoga Dia mempersatukan kalimat kita, sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).

11. Syekh Abdul Hamid al-Sa’ih, Ketua Majelis Nasional Palestina

Sehubungan dengan surat Anda tertanggal 12 Rajab 1412 H dan bernomor 823/17/ mim jim yang dilampiri tanya jawab tentang peristiwa yang disebutkan dalam lampiran, patut disebutkan bahwa jawaban mufti itu ialah bahwa kaum Rawafidh umumnya adalah musyrik. Menurut dia, di kalangan Rawafidh ada musyrik dan ada pula nonmusyrik. Namun, siapa yang memberitahu dia bahwa orang yang sengaja melakukan pembantaian adalah orang-orang musyrik di antara mereka?

Para peneliti dari kalangan mazhab Ahlulbait sudah menepis berbagai tuduhan yang ada dan menganggapnya tak berdasar (batil), lantas apakah patut kita bersikeras bahwa tuduhan itu benar

Pusta

ka S

yiah

Page 357: Syiah Pustaka

357Pelangi Islam

adanya? Apakah patut mufti itu berbicara tentang suatu jemaah sedangkan dia tidak pernah melakukan konfirmasi kepada mereka sendiri tentang akidah dan aliran pemikiran mereka? Tidak cukup seseorang mengatakan, ‘Kami mendengar perkataan mereka’, karena apakah orang yang mengaku telah mendengar itu sudah menemukan fakta bahwa pelaku pembantaian adalah dari kalangan mereka. Tidak boleh seorang mufti melakukan pengafiran hanya berdasar rumor dan dugaan belaka. Karena itu, Islam dalam ajaran Allah ialah penempuhan jalur tauhid dalam akidah dan ibadah sehingga orang yang salat sebagaimana kita mendirikan salat, menghadap kiblat kita, meyakini risalah nabi kita dan bahwa beliau adalah penutup para nabi dan rasul serta berpegangan pada al-Quran kita maka dia adalah muslim yang hewan sembelihannya halal dimakan.

Jika sesuai nas al-Quran, makanan Ahlulkitab, termasuk hewan sembelihan mereka, adalah halal bagi kita, lantas bagaimana mungkin kita dapat mengharamkan hewan sembelihan orang yang dikenal sebagai muslim, dan kita tidak mengkonfirmasi akidahnya atau dia sendiri tidak mengakui apa yang dituduhkan kepadanya dan yang menyebabkannya dapat dikafirkan. Dalam Islam terdapat prinsip “bara’at al-dzimmah” (asas praduga tak bersalah). Karena itu kita tidak boleh menghukumi sekelompok muslim bahwa hewan sembelihan mereka tidak boleh dimakan berdasar keterangan-keterangan yang tidak

Pusta

ka S

yiah

Page 358: Syiah Pustaka

358 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

dapat mengubah dugaan menjadi keyakinan dan kepastian kecuali apabila kelompok itu mengakui apa yang dituduhkan sehingga keputusan memang harus diambil sesuai pengakuannya.

Saya mengimbau kepada saudara-saudaraku umat Islam Sunni dan Syi’ah supaya bersandar pada tauhid dalam akidah dan ibadahnya serta berjalan di atas garis sunah Rasulullah saw dan sunah para sahabatnya yang mulia, khususnya Imam Ali Amirul Mukminin ra. Jangan sampai kita menebar pernyataan-pernyataan provokatif dan tidak berlandaskan dalil. Betapa pun demikian, jika ada seseorang tidak mengetahui hukum-hukum agamanya dan membuat pernyataan yang menyalahi apa yang sudah masyhur dan menimbulkan syubhat, maka kita harus menjalin dialog dengannya dan berusaha meluruskan pendapatnya melalui dialog dengan kepala dingin, dialog yang dapat mempertemukan dan bukan malah memecah belah, dialog yang melapangkan hati dan bukan yang malah membangkitkan kebencian.

Allah Swt memberi petunjuk kepada Rasulullah saw yang bergaul dengan orang-orang musyrik dengan firman-Nya,

Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?” Katakanlah: “Allah”, dan sesungguhnya kami atau kamu (orang-orang musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata. Katakanlah: “Kamu tidak akan ditanya (bertanggung jawab) tentang dosa

Pusta

ka S

yiah

Page 359: Syiah Pustaka

359Pelangi Islam

yang kami perbuat dan kami tidak akan ditanya (pula) tentang apa yang kamu perbuat.”188

Lantas bagaimana mungkin kita patut gegabah menghukumi sekelompok muslim sebagai kafir dan sesat yang nyata?! Apalagi saya mengenal sebagian di antara mereka dan pernah mendirikan salat di masjid-masjid mereka, dan mereka jelas-jelas menghadap kiblat dan mendirikan salat sebagaimana kita salat serta menepis tuduhan-tuduhan yang dijadikan oleh mufti tersebut sebagai dasar jawaban (fatwa)nya.

Ya Allah, berilah kami petunjuk jalan yang benar dan menyelamatkan, anugerahilah kami kebenaran dalam tutur kata dan amal perbuatan kami, luruskan kami dalam menangani urusan kami, dan persatukan hati kami dalam ketakwaan kepada-Mu dan demi keridaan-Mu agar kami dapat bergandengan tangan menjadi satu kekuatan yang diperhitungkan di hadapan para pembuat makar terhadap Islam dan para agen mereka untuk melemahkan dan memecah belah persatuan umat Islam.

Mahasuci Tuhanmu Yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan. Dan kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul. Dan segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.

12. Ustadz Muhammad Haji Nasir, Penulis Ternama Rabat, Maroko

Saya berbahagia sekali mendapat surat dari Anda yang mulia tertanggal 12 Rajab 1412 H dan bernomor

188 QS. Saba’ [34]: 25.

Pusta

ka S

yiah

Page 360: Syiah Pustaka

360 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

823/17/ mim jim. Saya berterima kasih sekali dan merasa mendapatkan penghormatan ketika Anda menunjukkan prasangka baik Anda kepada saya melalui keinginan Anda untuk mengetahui pendapat saya mengenai fatwa tersebut.

Di sini saya akan mengemukakan tanggapan saya atas fatwa yang sangat memprihatinkan itu, sejauh apa yang telah dimudahkan Allah kepada saya. Seandainya tidak ada kendala waktu dan tugas tak terduga yang sangat mendesak niscaya saya akan lebih banyak mengetahui persoalan sehingga saya pun dapat memberikan tanggapan yang lebih memadai. Namun saya berharap Anda dan Forum Internasional Ahlulbait—yang saya juga berharap ikut memilikinya—dapat menerima dan memaklumi segala keterbatasan yang ada yang pada persembahan kecil ini.

Sambil berharap taufik dari Allah, patutlah saya sebutkan bahwa kaum Rawafidh terdiri atas beberapa golongan yang sebagian di antaranya tidak boleh dihukumi murtad dan diterapkan padanya hukum-hukum Islam terhadap kaum musyrik. Hanya dua golongan di antaranya yang dapat dihukumi demikian. Satu di antara keduanya yang paling tercela ialah kelompok yang menuhankan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib ra, dan yang lain adalah yang kelompok yang menyatakan bahwa kenabian sebenarnya turun kepada Ali ra namun malaikat Jibril as keliru menyampaikannya kepada Rasulullah

Pusta

ka S

yiah

Page 361: Syiah Pustaka

361Pelangi Islam

saw karena dia mengira beliau sebagai Ali akibat kuatnya keserupaan antara keduanya. Saya kira dua aliran ini sudah tidak meninggalkan bekas lagi kecuali sekte Nasiriah dan Druze yang berasal dari aliran Ismailiyah dan Batiniyah. Sedangkan kaum Rafidhah di luar dua kelompok itu tidak meyakini dua paham yang telah disepakati (ijmak) menyebabkan kekafiran tersebut. Sesuai ijmak umat Islam, kaum Rafidhah di luar dua kelompok itu tidak boleh dihukumi sebagai kafir dalam arti syirik.

Bagaimanapun pandangan sebagian mereka tentang dua di antara Khulafa’ Rasyidin, Abu Bakar ra dan Umar ra, demikian pula tentang Usman ra yang merupakan khalifah ketiga di antaranya, dan setajam apa pun penentangan mereka di mata Ahlusunnah dan mayoritas umat Islam tetaplah tidak dapat dianggap telah keluar dari Islam. Orang yang berlebihan dalam menyikapi pandangan mereka pun juga tidak menyatakan mereka keluar dari umat Islam, karena siapa pun tidak boleh melontarkan tuduhan syirik terhadap orang yang mengatakan tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.

Dalam hal ini ada baiknya kami memaparkan dua hadis. Hadis pertama berasal dari Usamah bin Zaid ra yang dimuat oleh Ahmad bin Hambal dalam Musnad-nya halaman 187-188 Hadis 21861, Bukhari dalam Shahih-nya hal. 64 Bab 45 Hadis 4269 dan Kitab Diyat halaman 87 Bab 2 Hadis 6872, Muslim dalam Shahih-nya halaman 96-97 Kitab Iman 1/41 Hadis

Pusta

ka S

yiah

Page 362: Syiah Pustaka

362 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

96, Abu Dawud dalam Sunan-nya halaman 44-45 Hadis 2643, Nasa’i dalam al-Sunan al-Kubra halaman 176-177 Hadis 8594 Kitab al-Sair Bab 12, dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya halaman 1296 Hadis 3930 Kitab al-Fitan Bab 1. Dalam riwayat versi Ahmad bin Hambal disebutkan sebagai berikut,

Ya’la memberitahu kepada kami dari al-A’masy dari Abu Dhabyan bahwa Usamah bin Zaid berkata, “Suatu hari Nabi mengirim kami dalam ekspedisi militer ke tempat Bani Haraqat. Saat mereka mengetahui pergerakan kami sehingga mereka melarikan diri. Namun kami dapat mengejar seorang laki-laki setelah kami mengepungnya. Saat terkepung laki-laki itu berkata, ’Tidak ada tuhan selain Allah.’ Lalu kami menghantam dan membunuhnya, tapi lantas muncul perasaan tidak nyaman dalam diriku sehingga menceritakan peristiwa itu kepada Rasulullah saw, dan beliaupun bersabda,

‘Bagaimana kamu kelak bertanggung jawab di hari kiamat atas (perbuatanmu membunuh orang yang mengucapkan) tiada tuhan selain Allah?!’

“Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, dia berkata demikian semata-mata hanya karena takut senjata dan dibunuh.’ Beliau bersabda,

Pusta

ka S

yiah

Page 363: Syiah Pustaka

363Pelangi Islam

‘Mengapa engkau tidak membedah hatinya saja supaya engkau mengetahui apakah hatinya juga berkata demikian atau tidak?! Bagaimana engkau kelak bertanggung jawab di hari kiamat atas (perbuatanmu membunuh orang yang mengucapkan) tiada tuhan selain Allah?!’

“Beliau berulang-ulang berkata demikian sehingga aku berpikir alangkah baiknya seandainya aku baru Islam pada hari itu.”

Adapun yang kedua adalah hadis panjang lebar yang berasal dari Abu Said Khudri tentang pengutusan Ali ra yang bertolak dari Yaman menuju Rasulullah saw serta pembagian ghanimah oleh beliau yang disusul pernyataan Dzil Khawaisharah kepada beliau, “Berbuat adillah!” Hadis ini panjang dan dimuat oleh Ahmad dalam Musnad-nya halaman 10 Hadis 11008, Bukhari dalam Shahih-nya halaman 741 Hadis 1064 Kitab Zakat: 47, dan Abu Ya’la dalam Musnad-nya halaman 390 – 391 Hadis 1163. Hadis versi Ahmad bin Hambal ialah sebagai berikut,

“Khalid berkata, ‘Wahai Rasulullah, bolehkah saya menebas batang lehernya (Dzil Khuwaisharah)?’ Rasulullah saw bersabda,

Pusta

ka S

yiah

Page 364: Syiah Pustaka

364 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

‘Mungkin dia menunaikan salat.’

“Khalid berkata, ‘Dia salat kepada Tuhan dengan lisan yang tidak sesuai dengan apa yang ada dalam hatinya.’

“Beliau bersabda,

.‘Sesungguhnya aku diutus bukan untuk membongkar hati manusia ataupun membedah batin mereka.’”

Dua hadis Rasulullah saw ini dan banyak lagi hadis yang serupa adalah nas tegas yang tidak membolehkan menyamakan perlakuan terhadap orang yang menampakkan dirinya sebagai muslim dengan perlakuan terhadap nonmuslim hanya berdasarkan dugaan, sekuat apa pun alasan dan petunjuk yang mendasari dugaan itu.

Dengan demikian, melontarkan stigma munafik, apalagi syirik dan perlakuan yang tidak sama dengan perlakuan terhadap umat Islam pada umumnya terhadap kalangan Rafidhah di luar dua kelompok tadi jelas bertentangan dengan nas dan spirit syariat Islam, apalagi jika perlakuan itu sampai mengobarkan api fitnah di tengah umat Islam tatkala kita sangat membutuhkan pendekatan pandangan antarsesama kita, pencarian titik temu antarmetode dan tujuan

Pusta

ka S

yiah

Page 365: Syiah Pustaka

365Pelangi Islam

kita, yakni kebutuhan yang seharusnya mewarnai semua tutur kata dan perbuatan kita di semua bidang kolektif dan mengabaikan semua motif lain.[]

Pusta

ka S

yiah

Page 366: Syiah Pustaka

366 Sayid Jalaluddin Mir Aghai

Catatan:

Pusta

ka S

yiah